• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pornografi Sebagai Faktor Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 2571/Pdt. G/2012/PA JS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pornografi Sebagai Faktor Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 2571/Pdt. G/2012/PA JS)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR PERCERAIAN

(Analisis Putusan Nomor: 2571/Pdt. G/2012/PA JS)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Hoerul Amaliyah

NIM: 1110044200027

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK

Hoerul Amaliyah, NIM 1110044200027, “PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR

PERCERAIAN (Analisis Putusan Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS)”, Konsentrasi

Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 81

halaman + halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh Majelis

Hakim dalam memutuskan perkara Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS, sesuai dengan

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan

pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan

pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang.

Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekalipun alasan perceraian yang tertuang dalam

putusan perkara Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS adalah pornografi dan pornografi tidak diatur

dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

sebagai alasan perceraian, akan tetapi Majelis Hakim memutuskan perkara ini dengan

mendasarkan pornografi menyebabkan perselisihan yang terus menerus sehingga hakim

mengabulkan permohonan talak Pemohon sesuai dengan pasal 116 huruf (f) KHI .

Kata Kunci : Perceraian, Pornografi.

Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik,

hidayat dan rahmatnya kepada seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga tercurah pada

junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang

senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang

dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Kamarusdiana, S.Ag, MH selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga dan Sri Hidayati,

MA Sekretaris Jurusan Hukum Keluarga

3. Dr. Mohammad Ali Wafa, S.Ag, M.Ag sebagai Pembimbing Akademik sekaligus juga

sebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan Hj. Hotnidah Nasution, MA

selaku penguji yang turut membantu dan mengarahkan penulis dengan baik. Dan

seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak

lupa juga kepada staff perpustakaan, karyawan.

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah

membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

5. Yang teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ibunda Mustiyah (Alm) dan Ayahanda

Sardi yang menjadi motivasi kepada penulis, sujud abdiku kepada kalian atas doa,

(7)

vi

waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Kakakku tersayang Kuat

Wibowo, S.Sos, yang senantiasa membantu.

6. Seluruh sahabat AKI angkatan 2010 sahabat tercare dan selalu memberikan support

Abim, Novita, Dhini, Ade, Khoirun, Salmi, Weiwin, Alifah dan yang lainnya yang tidak

bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala canda tawa dan keluh kesah

selama dikelas, maaf kalau banyak kesalahan penulis baik yang disengaja maupun tidak

dan tentunya kalian adalah yang terindah selama pembelajaran di kelas.

7. Terima kasih untuk teman hidup “my divinity” yang selalu setia dan mensupport dan

selalu mendampingi dan menghibur penulis tiada hentinya ketika penulis sedang

kesulitan dan merasa penat dalam menyusun skripsi ini. Kaulah saksi perjuanganku.

8. Kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam yang telah berbagi ilmu yang tidak

ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Team McDonals Dwima Pondok Indah yang memberikan kesempatan untuk dapat

bekerja sesuai jadwal kuliah yang dibutuhkan oleh penulis.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan

kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan

penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Jakarta 24 Maret 2015

(8)

vii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 8

D. Metode Penelitian... 9

E. Kerangka Teori... 11

F. Riview Studi Terdahulu... 14

G. Sistematika Penulisan... 16

BAB II PERCERAIAN DAN PORNOGRAFI A. Perceraian... 17

1. Pengertian Perceraian... 17

2. Macam-Macam Perceraian... 20

3. Alasan Perceraian... 21

B. Dasar Hukum Perceraian... 23

1. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Islam... 23

(9)

viii

3. Hikmah Perceraian... 29

C. Pornografi... 31

1. Pengertian Pornografi... 31

2. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Fiqih 34 3. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Positif 39 4. Dampak Pornografi... 44

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 49

B. Letak Geografis Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 56

C. Letak Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Dekripsi Putusan Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS... 60

B. Pertimbangan Majelis Hakim Terhadap Putusan Pekara Akibat Pornografi... 64

C. Analisis Putusan... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 76

B. Saran-saran... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Surat Bimbingan Skripsi... . 81

2. Surat Permohonan Data Ke Pengadilan Agama ... 82

3. Surat Keterangan Hasil Wawancara ... 83

(10)

ix

5. Pedoman Wawancara... ... 84

6. Hasil Wawancara... ... 85

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa makhluk

lain, Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya

membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa

yang diinginkannya. Di dalam proses ini terdapat beberapa aturan yang harus

diperhatikan agar terciptanya keharmonisan dalam berkeluarga dan bermasyarakat

serta keseimbangan antara satu dengan yang lain, Salah satu aturan tersebut ialah

perkawinan. Perkawinan adalah ikatan dua hati, tujuannya yaitu saling membantu

dalam segala aspek hidup dan kehidupan.1

Semua makhluk hidup baik manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan

tidak bisa lepas dari perkawinan. Ini merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk

kelangsungan hidup umat manusia, berkembangbiaknya binatang-binatang dan untuk

melestarikan lingkungan alam semesta. Hukum alam semacam ini dijelaskan dalam

firman Allah Swt:2

Allah Swt berfirman didalam al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 49 :





















1 Al-Thahir Al-Hadad, Wanita Dalam Syariah Dan Masyarakat, (Jakarta :Pustaka Firdaus 1993), h. 199

(12)

“Dan segala sesuatu Allah ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.3

Terjalinnya ikatan lahir dan ikatan batin, merupakan fondasi dalam

membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan yang

bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan bahwa

perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu

saja.4 Kita semua mengetahui bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan, ada

yang diciptakan sebagai laki-laki dan ada pula yang diciptakan sebagai perempuan.

Al-Qur'an sebagai kitab suci yang diyakini bersumber dari Allah pun menyatakan

demikian. Allah memberitahukan kepada kita bahwa semuanya diciptakan secara

berpasangan.

Manusia menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain

akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu

mengahadapi tantangan. Cinta yang bergejolak di dalam hati dan diliputi oleh

ketidakpastian, yang mengantar kepada kecemasan akan membuahkan sakinah atau

ketenangan dan ketentraman hati bila dilanjutkan dengan perkawinan. Karena

alasan-alasan inilah sehingga manusia kawin, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan

berbangsa. Tetapi harus diingat, bahwa berpasangan, manusia bukan hanya didorong

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahannya, (Jakarta : Mahkota 1989), h. 86

(13)

3

oleh desakan naluri seksual, tetapi lebih daripada itu, ia adalah dorongan kebutuhan

jiwanya untuk meraih ketenangan.5

Pada dasarnya definisi perkawinan yang dirumuskan dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu “Perkawinan ialah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.6

Melihat dari kedudukan dan tujuan yang sangat penting dan luhur dari

perkawinan tersebut, maka perlu ada suatu aturan yang dijadikan pedoman pergaulan

hidup yang disebut norma atau kaidah. Untuk memenuhi kebutuhan itu, setiap orang

berhak melaksanakan suatu perbuatan dengan tenteram, aman dan damai dengan

tidak mendapat ganngguan dari pihak manapun juga, maka perlu ada suatu tata (orde)

yaitu aturan yang menjadi pedoman bagi tingkah laku manusia dalam pergaulan

hidupnya.

Kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin, setiap anggota

masyarakat mengetahui akan hak dan kewajiban masing-masing. Tata atau aturan

yang demikian itu lazim juga disebut kaidah atau norma.7

5 Huzaimah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor : Ghalia Indonesia 2010), h. 177

6Undang-undang Perkawinan (Bandung: Fokusmedia), h. 1

(14)

Memelihara prinsip perkawinan adalah kewajiban bersama, suami istri.

Dengan demikian, peran untuk membangun dan mempertahankan keluarga bahagia

menjadi kewajiban kolektif, suami istri dan anak-anak yang dilahirkan dari

perkawinan tersebut. Dalam suatu lembaga perkawinan, setiap pasangan tidak hanya

dituntut untuk melakukan serangkaian kewajiban, tetapi setiap pasangan juga

memiliki sejumlah hak. Diantaranya adalah hak untuk memperoleh pegalaman

keagamaan, kasih sayang dan status, pendidikan, perlindungan, serta rekreatif. Jika

hak dan kewajiban suami istri dapat dilakukan secara ma’ruf, dengan menyadari

kelebihan dan kekurangan masing-masing, niscaya hubungan antara pasangan akan

tetap terjaga dengan baik sehingga kelanggengan dapat dicapai.

Di antara hak dan kewajiban suami dan istri adalah:

1. Suami wajib memberi nafkah kepada istrinya dan anak-anaknya berupa

sandang, pangan dan papan.

2. Suami wajib melindungi istrinya.

3. Suami wajib membimbing terhadap istri dan rumah tangganya.

4. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna selama tidak bertentangan

dengan agama.

5. Istri wajib mendidik anak dan rumah tangganya serta menggunakan harta

nafkah suaminya di jalan yang benar.

(15)

5

1. Suami istri wajib menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang

bahagia.

2. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, memberi bantuan

lahir batin.

3. Suami istri wajib mengasuh, memelihara anak-anak mereka baik mengenai

pertumbuuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan pendidikan agama.

4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya8

Semua orang menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia dan kekal

sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang terdapat dalam Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi, tidak semua orang dapat membentuk

suatu keluarga yang dicita-citakan tersebut, hal ini dikarenakan adanya perceraian,

baik cerai mati, cerai talak, maupun cerai atas putusan hakim.

Pada saat sekarang ini masalah sosial semakin kompleks terutama yang datang

nya dari keluarga diantaranya yaitu terjadinya perselingkuhan dan pornografi dari

salah satu pasangan. Fenomena tersebut sangatlah memprihatinkan, karena rumah

tangga yang diawali dengan suatu ikatan dan ikrar yang suci, saling percaya dan

menyayangi, hancur dengan hilangnya kepercayaan dan tidak ada kesetiaan.

Hal ini timbul diakibatkan tidak adanya kesadaran dan mengaplikasikan

nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan rumah tangganya sebagai proteksi akan hal-hal

(16)

yang akan menimbulkan suatu pertentangan, perselisihan, penyelewengan dan

berakhir perceraian antara pasangan suami istri tersebut.

Sebagai seorang istri sudah sepatutnya menjalankan kewajibannya sebagai

istri dan ibu rumah tangga dengan baik. Agar tercipta rumah tangga yang harmonis.

Salah satunya adalah menjaga kehormatan. Bekerja dan kemanapun istri harus tetap

seijin suami.

Misalnya, seorang istri bekerja sebagai foto model majalah dewasa

(pornografi) dan melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain dan lain sebagainya

yang tidak mencerminkan istri yang baik. Wanita yang paling mulia dan sempurna,

adalah wanita yang mempunyai harta, dari keturunan yang baik, mempunya paras

yang cantik, dan juga dijiwai agama yang menjadi penghayat bagi dirinya sendiri

dalam hidup.9

Munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami istri,

timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati

dan masing-masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah

suasana harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang

menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal yang harus ditampung dan

diselesaikan, namun semua itu bisa saja tidak dapat dihindarkan bagi mereka yang

tidak bahagia bagi kehidupan rumah tangganya, meskipun itu boleh dilakukan tetapi

sangat dibenci oleh Allah SWT.

(17)

7

Ketika keutuhan rumah tangga sudah tidak dapat lagi dipertahankan, maka

jalur yang ditempuh adalah mengakhiri perkawinan dengan jalan perceraian. Sesuai

dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan

sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.10

Dari deskripsi diatas, penulis sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh

bagaimana proses penyelesaian perkara perceraian akibat istri sebagai pekerja foto

model dan majalah dewasa (pornografi). Maka karena itu penulis mengambil judul

“PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR PERCERAIAN (Analisis Putusan No.

2571/Pdt.G/2012/PA JS)”.

B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis

membatasi lingkup permasalahan yang berkenaan dengan perceraian, pornografi, dan

putusan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS).

a. Perceraian dibatasi pada pengertian perceraian dan dasar hukum perceraian,

sehingga pembaca dapat mengerti macam-macam perceraian, alasan

perceraian, dan hikmah dari perceraian.

b. Pornografi dibatasi pada pengertian pornografi sebagai alasan perceraian

menurut hukum fiqih, pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum

(18)

positif, dan dampak pornografi, sehingga dapat menjadi tolak ukur pembaca di

dalam menerapkan hidup berumah tangga dan menjauhkan dari hal-hal yang

berkaitan dengan pornografi.

c. Pembatasan masalah melalui putusan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA

JS) dibatasi dengan seorang Hakim yang memutuskan perkara perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan memperbolehkan pornografi menjadi

acuan dalam memutuskan perkara perceraian.

2. Perumusan Masalah

Menurut Al-Qur’an, Hadits, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang

Perkawinan, tidak disebutkan bahwa pornografi sebagai syarat boleh mengajukan

perceraian. Kenyataannya di lapangan pornografi menjadi pertimbangan hakim untuk

diputus cerai.

Dari rumusan masalah diatas maka penulis dapat merinci dan mengambil

point-point yang harus dibahas dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Apakah pornografi dapat dijadikan alasan perceraian?

2. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dalam memutuskan perceraian karena pornografi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memunyai tujuan antara lain:

(19)

9

b. Untuk mengetahui pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum

fiqih dan hukum positif

c. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dalam memutuskan perceraian karena pornografi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada beberapa pihak, antara lain:

a. Memberikan informasi bagi institusi mengenai apa saja dasar Hakim

Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara cerai akibat pornografi.

b. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya

menyangkut bidang perkawinan.

c. Hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi

peneliti selanjutnya. Dan menambah literature kepustakaan.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini adalah dengan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(20)

Jenis penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang

(subyek) itu sendiri. 11

b. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ini, dengan cara

mengkaji dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan

skripsi ini yang dianalisa data-datanya.

2. Jenis Data

a. Data Primer yaitu data berupa hasil wawancara dengan hakim yang

memutuskan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS).

b. Data Sekunder yaitu bahan-bahan yang dapat dijadikan rujukan dalam

penelitian ini, dan lampiran putusan yang dikeuarkan oleh Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

c. Objek Penelitian, Objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian dalam

penelitian ini adalah seorang istri yang melakukan pornografi sebagai

pengajuan perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

dengan nomor putusan (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS)

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal teknik pengumpulan data penulis akan menggunakan teknik studi

kepustakaan/ studi dokumen (decumentary study)12, yakni menelusuri buku-buku dan

(21)

11

literatur yang terkait dengan permasalahan, selain pengumpulan data menggunakan

studi kepustakaan penulis juga akan menggunakan teknik wawancara dengan Hakim

yang terkait dengan permasalahan.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penulisan ini yaitu dengan cara penulis menganalisi

putusan hakim nomor (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS) melalui buku-buku hukum,

undang-undang dan wawancara dengan hakim, teknik analisis ini akan dilakukan

dengan memaparkan semua hasil data-data yang diperoleh dan yang sudah

dikumpulkan dan dianalisa oleh penulis dengan bentuk deskriptif dengan

menggunakan bahasa baku dan bahasa penulis sendiri.

5. Teknik Penulisan

Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan

sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam

karya ilmiah ini adalah penelitian kualitatif. Adapun teknik penulisan, menggunakan

buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2012”.

E. Kerangka Teori

Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggungan

syariatnya. Islam juga mengatur hubungan lain jenis yang didasarkan pada perasaan

yang tinggi, yakni pertemuan dua tubuh, dua jiwa, dua hati dan dua ruh. Dalam

(22)

bahasa yang umum, pertemuan dua insan yang diikat dengan kehidupan bersama

untuk menggapai keturunan yang tinggi dan menyongsong generasi baru.

Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh dua orangtua secara bersama yang tidak

dapat dipisahkan. Yang pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketenangan, dan

ketentraman. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungan yang

menjamin ketentraman tersebut sehingga mencapai tingkatan taat yang tinggi.

Tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan mahligai

rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawahdah dan rahmah, yang dapat

melahirkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa seseorang serta bisa saling

mengayomi antara suami istri.13

Rumah tangga yang tenang dan sejahtera adalah tujuan perkawinan dan

cita-cita keluarga, yang harus diisi oleh sesuatu pasangan suami istri. Karena itu, sebuah

pasangan suami istri harus seiring dan sejalan dalam setiap langkah, dan

masing-masingnya harus mengerti kewajibannya.

Pasangan yang berumah tangga tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, tapi harus

merupakan suatu usaha bersama. Didalamnya, pasangan suami istri harus menyadari

setiap kewajiban dan tanggunng jawab masing-masing pihak. Di dalam kebersamaan,

suami dan istri bebas melaksanakan kewajiban dan memikul tanggung jawab rumah

tangga. 14

13 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta : Darussalam, 2004), h. 19

(23)

13

Peraturan dan tata tertib rumah tangga ini dapat memelihara dari segala

keguncangan didasarkan pada bimbingan kasih sayang dan takwa kepada Allah. Akan

tetapi, realita kehidupan menusia membuktikan banyak hal yang menjadikan rumah

tangga hancur (broken home) sekalipun banyak pengarahan dan bimbingan, yakni

kepada kondisi yang harus dihadapi secara praktis. Suatu kenyataan yang harus diakui

dan tidak dapat diingkari ketika rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu

perbuatan yang sia-sia dan tidak berdasar.

Islam tidak segera mendamaikan hubungan rumah tangga dengan cara

dipisahkan pada awal bencana (pertikaian). Islam justru berusaha dengan seoptimal

mungkin memperkuat hubungan ini, tidak membiarkan begitu saja tanpa ada usaha.

Jikalau permasalahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada

pembangkangan dan lari menjauh, langkah awal yang ditunjukkan Islam bukan talak.

Akan tetapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang

dilakukan oleh orang baik-baik.

Jika jalan penengah tidak didapatkan hasil, permasalahnnya menjadi kritis,

kehidupan rumah tangga sudah tidak normal, tidak ada ketenangan dan ketentraman,

dan mempertahankan rumah tangga seperti sia-sia. Pelajaran yang diterima adalah

mengakhiri kehidupan rumah tangga sekalipun dibenci Islam, yakni talaq.15

Perceraian dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu yang dibolehkan ajaran

Islam. Apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan kerukunan,

(24)

kedamaian, dan kebahagiaan, namun harapan dalam tujuan perkawinan tidak akan

terwujud atau tercapai sehingga yang terjadi adalah perceraian. Perceraian diatur

dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Pasal 115 KHI.16

Hak talaq ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang

dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah

tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui aqad nikah harus dilandasi dengan rasa

cinta kasih di antara dua pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada di

antara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi yang ada kemudian hanya benci-membenci,

terbukalah pintu yang memberi hak talaq ini kepada suami.17

Menurut Hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu ‘Umar, Muhammad

SAW bersabda: “Barang halal yang paling tidak disukai oleh Allah ialah

perceraian”.18 Pada skripsi ini yang berjudul “Pornografi Sebagai Faktor Perceraian

Studi Putusan (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS)”. Penulis akan membahas tentang

perceraian yang terjadi karena perbuatan istri yang melakukan pornografi yang

diajukan suami ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

F. Review Studi Terdahulu

Sebelum menentukan judul skripsi penulisan penulis melakukan review studi

terdahulu yang ada di Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, dalam hal ini

16 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2007), Cet ke-2, h. 80

17 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 119

(25)

15

penulis meringkas skripsi yang ada kaitan dengan permasalahan judul skripsi penulis,

adapun penelitian tersebut adalah:

1. Iwan Hendriawan, Perselingkuhan sebagai alasan perceraian studi kasus

di Pengadilan Agama Jakarta Barat Tahun 2005-2007). Dalam skripsi ini

memilah beberapa penyebab perceraian dan mengambil tiga sempel putusan

dan ketiganya faktor perceraian karena perselingkuhan dan dalam kasus ketiga

putusan ini adalah cerai gugat dari istri, dimana para suami yang melakukan

perselingkuhan dengan wanita lain dan faktor kecemburuan dan ketidak

percayaan dari para istri.

2. Pipih Muhafilah, Egoisme istri sebagai alasan perceraian Analisis

beberapa putusan No 76/Pdt. G/2009/PA. Depok, No 914/Pdt. G/2009/PA,

Depok, No. 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok. Dalam skripsi ini terdapat tiga

putusan yang dianalisi yaitu permohonan suami untuk menceraikan istrinya

karena keegoisan istri yang tinggi terhadap suami sehingga mengabaikan

nasehat suami dan keluarga, dan lebih mementingkan keluarganya sendiri

dibanding kepentingan keluarga kedua belah pihak.

Dari ketiga putusan itu salah satu hakim mengabulkan dengan putusan

verstek, karena pemohon tidak hadir dan tidak mengirim kuasanya sebagai

wakil dari Pemohon di persidangan ketika hakim membacakan putusan,

padahal telah dipanggil secara resmi dan patut.

Setelah melihat serta membandingkan antara skripsi-skripsi yang ada di atas,

(26)

yang akan penulis susun. Dalam skripsi ini penulis ingin menganalisis bagaimana

Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara (Nomor 2571/Pdt.

G/2012/PA JS) yang diakibatkan karena pornografi dan penulis merasa ini sangat

menarik.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis menyelesaikan pembahasan secara sistematis,

maka perlu disusun sistematika pembahasan sedemikian rupa. Adapun sistematika

yang akan disusun sebagai berikut:

Bab Pertama, berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, kerangka teori, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, berisi perceraian dan pornografi yang meliputi kerangka dasar

teori, yakni pembahasan tentang pengertian perceraian, dasar hukum perceraian,

macam-macam perceraian, alasan perceraian, hikmah perceraian, pengertian

pornografi, pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum fiqih, pornografi

sebagai alasan perceraian menurut hukum positif, serta dampak pornografi

Bab Ketiga, berisi profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menyangkut

tentang gambaran umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan, struktur organisasi

Pengadilan, letak geografis Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Bab Keempat, berisi deskripsi putusan, pertimbangan Majelis Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengambil keputusan, analisis penulis. Dan Bab

(27)

17

BAB II

PERCERAIAN DAN PORNOGRAFI

A. Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Kata perceraian atau thalaq dalam bahasa Arab berasal dariقاط– قاطي– قاط

yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat, baik tali pengikat itu

bersifat konkret seperti tali pengikat kuda dan unta maupun bersifat abstrak seperti

tali pengikat perkawinan.1 Dalam kamus Arab Indonesia Al-Munawir, cerai adalah

terjemahan dari bahasa Arab “thalaqa” yang secara bahasa artinya melepaskan

ikatan.2

Menurut istilah, thalaq adalah melepaskan ikatan perkawinan atau

menghilangkan ikatan pernikahan pada saat itu juga (melalui thalaq ba’in) atau pada

masa mendatang setelah iddah (melalui thalaq raj’i) dengan ucapan tertentu. Dalam

kamus istilah agama, thalaq adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata jelas atau

sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.3

Mazhab Syafi’i mendefinisikan thalaq sebagai pelepasan akad nikah dengan

lafal Thalaq atau semakna dengan lafa itu. Sedangkan mazhab Maliki mendefinisikan

1 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama di Jakarta, Ilmu Fiqih, (Jakarta : Departemen Agama, 1985), Cet ke-2, h. 226

2 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), Cet ke-14, h. 207

(28)

18

thalaq sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan suami istri.4

Pada Ensiklopedi Islam di Indonesia diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan

yang dilakukan oleh suami istri secara sepihak dengan menggunakan kata Thalaq atau

seumpamanya.

As-Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Al-Sunnah memberi definisi thalaq

sebagai berikut:

ح

ل

ر

با

ط

ة

زلا

ج

ا ن

علاء ا

ل ق

ة

زلا

ج

ي ة

“Thalaq ialah melepas tali perkawinan dengan mengakhhiri hubungan suami

istri.”

Menurut H.A Fuad Said mendefinisikan perceraian adalah putus hubungan

perkawinan antara suami dan istri.5 Dari definisi-definisi yang telah dijabarkan, maka

dapatlah dipahami bahwa thalaq adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga

setelah ikatan perkawinan istri tidak halal lagi bagi suaminya, dan hal ini terjadi

dalam hal thalaq ba’in. Sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan

perkawinan adalah berkurang hak thalaq bagi suami yang mengakibatkan

berkurangnya jumlah thalaq menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua

menjadi satu menjadi hilang hak thalaq itu, yaitu terjadi dalam thalaq raj’i.6

4 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. “Thalaq” Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet Ke-4, h.53

5 H. A Fuad Said, Perceraian Dalam Hukum Islam, (Jakarta : al-Husna), h. 1

(29)

19

Putus ikatan perkawinan bisa diartikan juga salah seorang diantara keduanya

meninggal dunia, antara pria dan wanita sudah bercerai, dan salah seorang diantara

keduanya pergi ketempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga

Pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. Berdasarkan

semua itu, dapat dikatakan berarti ikatan suami istri sudah putus atau bercerainya

antara seorang pria dengan seorang wanita yang diikat oleh tali perkawinan.7

Jadi dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

thalaq merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah pula hak dan

kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan thalaq menggunakan

lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu

untuk terpisahnya hubungan suami istri, dalam arti kata putusnya hubungan

perkawinan.

Perceraian yang dilakukan secara wajar adalah perbuatan yang tidak terlarang

menurut pandangan agama dan oleh karena itu pula Allah tidak menjadikannya

sebagai perbuatan yang dibenci. Talak yang dilakukan secara wajar dimana

perkawinan itu sudah tidak dapat lagi dipertahankan dengan baik dan meneruskannya

berarti hanya menghancurkan diri sendiri dan istri. Dalam keadaan semacam itu

dibenarkan untuk bercerai, karena perceraian adalah jalan yang terbaik bagi suami

istri yang mengalami kemelut rumah tangga yang tak dapat dijelaskan.8

(30)

20

2. Macam-Macam Perceraian

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 38

menyebutkan ada 3 (tiga) hal yang menjadi faktor putusnya perkawinan, yaitu:

 Karena Kematian

Putusnya perceraian karena kematian tidak menimbulkan banyak persoalan,

karena dengan sendirinya ikatan perkawinan menjadi putus. Apabila pihak suami istri

yang masih hidup ingin menikah lagi maka boleh saja asalkan telah memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan oleh Hukum Islam.9

 Karena Perceraian

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, sebagaimana

ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39

ayat (1) “perceraian hanya dapat dikabulkan di depan sidang Pengadilan, setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah

pihak.”

Pasal 39 di atas diterangkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan

sidang Pengadilan, pasal ini dimaksudkan untuk mengatur thalaq pada perkawinan,

dan hal ini sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan

bahwa prinsip tersebut tercantum pada pasal 4 huruf (e) “Karena tujuan perkawinan

(31)

21

adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka

Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.10

 Karena Putusan Hakim

Perceraian yang terjadi karena putusan Pengadilan merupakan perceraian

yang terjadi diluar kehendak suami istri yang apabila Majelis Hakim berpendapat atau

menilai perkawinan keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Bentuk

putusan ini dapat berupa fasakh (pembatalan perkawinan).11Fasakh perkawinan

adalah sesuatu yang merusak akad (perkawinan) dan bukan merupakan thalaq, fasakh

bisa terjadi karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada waktu akad nikah atau

karena hal-hal lain yang datang kemudian dan dapat membatalkan kelangsungan

perkawinan.

3. Alasan Perceraian

Seringkali perceraian itu disebabkan sesuatu hal yang sepele dan masalah

yang ringan, tetapi dalam puncak emosi dan kebencian, maka urat-urat syaraf tertentu

akan tegang, dimana urat syaraf suami tidak mampu mengendalikan emosi dan

nafsunya, sedang istri tidak baik dalam memperlakukan suaminya.12

Suatu perkawinan dimaksud untuk mewujudkan kehidupan suami istri yang

harmonis dalam rangka membina dan membentuk keluarga yang sejahtera dan

10 Arso Sostroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), h. 55-56

11 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 95

(32)

22

bahagia sepanjang masa, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam membina rumah

tangga selalu saja ada masalah yang timbul sehingga dapat menimbulkan keretakan

dalam rumah tangga itu sendiri, segala persoalan yang dihadapi harus diselesaikan

atau diputusakan dengan musyawarah.13

Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada

pasal 39 ayat (2) dijelaskan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan

untuk menyatakan bahwa pasangan tersebut sudah tidak dapat lagi hidup rukun

sebagai suami istri, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 116

menjelaskan faktor-faktor yang dapat menjadi alasan terjadinya perceraian, yaitu:

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain (suami atau istri) selama 2

tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

13 Ash-Shabbagh Mahmud, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Solo : CV. Pustaka Mantiq,

(33)

23

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.

7. Suami melanggar taklik talak.

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.14

B. Dasar Hukum Perceraian

1. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Islam

Dalam hal perceraian agama Islam telah mengatur sedemikian rupa dengan

menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi yang berkenaan dengan

perceraian tersebut dan dapat dijadikan dasar hukum serta aturan sendiri. Dalam surat

Al-Baqarah (2) ayat 230, yang berbunyi :

















Artinya :

14 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum

(34)

24

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua). Maka

perepuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain,

kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi

keduanya (bekas suami pertama ddan istri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada

kaum yang mau mengetahui”.

Dan dilanjutkan pula dalam Q.S al-Baqarah (2) : 231











































Artinya:

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya,

maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan

(35)

25

kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa

berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.

Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah ni'mat Allah

padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al

Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang

diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Seterusnya dijelaskan dalam Q.S al-Baqarah (2) : 232





























Artinya :

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka

janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya

, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah

(36)

26

dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang

kamu tidak mengetahui.”

Hukum perceraian atau thalaq pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak

disenangi yang dalam istilah ushul fiqih disebut makruh. Adapun asal hukum

perceraian adalah makruh, karena hal itu menghilangkan kemaslahatan perkawinan

dan mengakibatkan keretakan keluarga.

ا ب

غ

ض

حلا

ا

ِ

ا

ىل

ّا

طلا

ا

ق

“Dari ibn Umar semoga Allah SWT meridhoi keduanya berkata: Rasulullah

SAW bersabda: perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT adalah thalaq”. (HR.

Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim, serta dikuatkan oleh Hatim)”

Suami tidak boleh menceraikan istrinya dalam kondisi haid. Jika ia

menceraikannya dalam kondisi haid, maka ia telah durhaka kepada Allah dan

Rasul-Nya, melakukan sesuatu yang diharamkan dan diwajibkan atasnya ruju’ (kembali

lagi) kepada istrinya dan menahannya hingga kondisi istrinya suci dan setelah itu

dapat menceraikannya jika berkenan.15 Sesungguhnya, Ibnu Umar telah menthalaq

istrinya, sedang istrinya dalam keadaan haid, pada masa Rasulullah SAW, Umar lalu

bertanya kepada Rasulullah SAW, Beliau bersabda:

ل ي

ر

ج

ع

ث ا

م

ي

س

ك

ح ا

ت

طت ى

ر

ث

م

ت

ح

ي

ض

تف

ط

ر

ف ،

إ

ب د

ل ا

ه

ا

ي

ط

ل ق

ف ا

ط ي

ل ق

ق ا

ب

ل

ا

ي

س

ف .ا

ت ل

ك

علا

د

ا

ه

ك

ا ا

م

ر

ّا

ت

ع

ل ا

ى

(37)

27

“Suruhlah agar merujuk istrinya itu. Kemudian hendaklah ia menahan istrinya

itu hingga suci, kemudian haid, kemudian suci, kemudian sesudah itu jika ia mau ia

boleh memegang (tetap menggaulinya) istrinya sesudah itu dan jika ia mau, ia boleh

menthalaqnya diwaktu suci dan belum dicampuri, yang demikian itulah iddah yang

diperintahkan oleh Allat SWT untuk menthalaq istri-istri.” (HR. Ibnu Majah).

Ayat al-Qur’an dan hadist yang telah disebutkan diatas para ulama sepakat

membolehkan thalaq. Ini melihat bahwa bisa saja sebuah rumah tangga mengalami

masalah yang dapat menimbulkan keretakan hubungan suami istri sehingga rumah

tangga tidak akan berjalan harmonis dan melenceng dari tujuan perkawinan itu

sendiri, apalagi menimbulkan rasa sakit diantara suami dan istri seperti pertengkaran

yang terus menerus, dilanjutkannya pun pernikahan tersebut akan menimbulkan

kemadharatan yang sangat serius. Perceraian adalah satu-satunya jalan untuk dapat

menghindari dan menghilangkan hal-hal yang negatif.

2. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Positif

Perkawinan ialah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, perkawinan

dalam ajaran Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal dua (2) Kompilasi

(38)

28

(mitsaqan ghalidhan) untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya

merupakan ibadah.16

Akad perkawinan bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci

yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah, karena itu Syari’at Islam

menjadikan pertalian ikatan suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian

yang suci dan kokoh. Oleh sebab itu sudah kewajiban sebagai suami istri menjaga

hubungan tali perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha

merusak dan memutuskan tali perkawinan tersebut dan perkawinan harus dipelihara

dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam

Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud.17

Besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi tertentu dengan unsur

kesengajaan atau ada maksud lain dari perceraian tersebut, maka perceraian

merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila dengan perceraian itu

dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita. Sudah seharusnya bagi

siapa saja yang melakukan perceraian terlebih dahulu harus benar-benar

mempertimbangkan baik dari segi cara, waktu maupun resiko yang akan

ditimbulkannya sebelum berani memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut

menjadi perceraian yang baik.18

16 Zainudin Ali, Hukum Perdata di Indonesia, h. 7

17 H. Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta : Kencana, 2006), h. 206

18 Ali Husain Muhammad Makkin Al-Amili, Ath-Thalaqu khoti’atu man? (Terjemahan :

(39)

29

Perceraian seringkali terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal inilah yang

menjadi alasan lahirnya Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal

dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang terdapat dalam penjelasan umum

Undang-undang perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian.19

3. Hikmah Perceraian

Kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawwadah, rahmah dan cinta

kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran masing-masing, yang satu

dengan yang lainnya saling melengkapi. Jika kedua-duanya sudah tidak lagi saling

mempedulikan satu dengan yang lainnya serta sudah tidak menjalankan tugas dan

kewajibannnya masing-masing, kemudian keduanya berusaha memperbaiki namun

tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, talak adalah kata yang paling tepat

seakan-akan ia merupakan setrika yang didalamnya terdapat obat penyembuh, namun

ia merupakan obat yang paling akhir diminum.

Seandainya islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan

tidak membolehkan mereka untuk bercerai pada saat yang sangat kritis, niscaya hal

itu akan membahayakan bagi pasangan tersebut. Dan hal itu pasti akan berakibat

buruk terhadap anak-anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka.

Karena, jika pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak-anak mereka

(40)

30

pun pasti menderita dan menjadi korban.20 Dari mereka itu akan lahir masyarakat

yang dipenuhi dengan kedengkian, iri hati, kezhaliman, hidup berfoya-foya dan

berbuat hal-hal yang negatif sebagai bentuk pelampiasan dan pelarian diri dari

kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka, rumah itu tidak lain hanyalah

seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan, yang menyebabkan seluruh

penghuninya lari menjauh agar tidak terperangkap ke dalam kebencian, adu domba,

kesengsaraan dan kesedihan.

Talak merupakan satu-satunya jalan yang paling selamat ketika perkawinan

sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Talak merupakan pintu rahmat yang selalu

terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar tiap-tiap suami istri mau berintrospeksi

diri dan memperbaiki kekurangan dan kesalahan. Orang-orang yang menolak adanya

talak telah menutup semua pintu bagi pasangan suami istri jika rumah tangga mereka

sedang goyang dan dalam keadaan kritis.

Mereka sebenarnya telah membunuh perasaan cinta, hati nurani dan

kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan yang halal bagi

suami istri itu di tutup, maka masing-masing akan mencari jalan yang tidak layak dan

tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang

diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa dengan istri dan

anak-anak mereka.21

(41)

31

C. Pornografi

1. Pengertian Pornografi

Pornografi menurut hukum Islam adalah produk grafis (tulisan, gambar,

film)-baik dalam bentuk majalah, tabloid, VCD, film-film atau acara-acara di TV,

situs-situs porno di internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya-yang mengumbar

sekaligus menjual aurat, artinya aurat menjadi titik pusat perhatian.22

Islam menolak segala pekerjaan yang dapat merangsang gairah seksual.

Misalnya lagu-lagu cinta, film-film porno, dan segala pekerjaan iseng dari jenis ini

meskipun sebagian orang menamakannya sebagai seni, gaya hidup modern, atau

apapun istilah yang menyesatkan.

Pornografi berasal dari kata Yunani porne (wanita jalang) dan graphein

(menulis). Johan Suban Tukan mendefinisikan pornografi sebagai bahan yang

dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi seks.

Atau penyajian seks secara terisolir dalam tulisan, gambar, foto, film, video kaset,

pertunjukan, pementasan, dan ucapan dengan maksud merangsang nafsu birahi.23

Pengertian pornografi tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual

yang membangkitkan birahi seksual semata. Tetapi pengertian pornografi juga

termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikan, memuakkan, memalukan

22 Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, (Bogor: Kencana, 2003),

h. 113

(42)

32

orang yang melihatnya atau mendengarnya atau menyentuhnya. Hal itu disebabkan

oleh bangkitnya birahi seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain.24

Terdapat beberapa pengertian yang berbeda yang diberikan atas apa yang

dimaksud dengan pornografi. Penulis dalam hal ini memberikan beberapa pendapat

para ahli mengenai Istilah Pornografi, yaitu antara lain:

Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata Pronos

yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan, dan kini

meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan

sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya.

Menurut Andi Hamzah, pornografi berasal dari dua kata, yaitu Porno dan

Grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani, Porne artinya pelacur, sedangkan grafi

berasal dari kata graphein yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara harfiah

pornografi berarti ungkapan tentang pelacur. Dengan demikian pornografi berarti:

a. Suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau prostitusi

b. Suatu pengungkapan dalam bentuk tulisan atau lukisan tentang kehidupan

erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks kepada yang

membaca, atau yang yang melihatnya.25

Melalui beberapa definisi yang saya coba kumpulkan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian dari pornografi berbeda antara pendapat yang satu

dengan yang lain. Hal ini disebabkan sifatnya yang relatif, artinya tergantung pada

24Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi, (Bogor : Kencana, 2003), h. 129

(43)

33

waktu, tempat, pribadi manusia serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha

mendefinisikan istilah pornografi itu sendiri. Namun terdapat kesamaan unsur yang

termaksud dalam suatu hal yang dikategorikan pornografi. Berikut diantara dalil

Al-qur’an dan al-Hadist yang mengenai atau berkenaan dengan pornografi.

(Q.S an-Nur: 33)

















































Artinya:

“(1) Dan diantara orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga

kesucian (dirinya), sehingga Allah swt memampukan mereka dengan karunia-Nya,

dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian , hendaklah kamu

buat perjanjian dengan mereka (2), Jika kamu mengetahui ada kebaikan pada

(44)

34

dikaruniakan_Nya kepadamu (3) dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu

untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena

kamu hendak mencari keuntungan duniawi, dan barang siapa yang memaksa mereka,

maka sesungguhnya Allah swt adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”

(Q.S al-A’raf : 26)





























Artinya:

“Hai anak Adam (umat manusia), sesungguhnya kami telah menurunkan

kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.dan

pakaian takwa (selalu bertaqwa kepada Allah).itulah yang paling baik. Yang

demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT

Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”

2. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Fiqih

Hukum Fiqih tidak menerangkan masalah pornografi sebagai alasan

perceraian, namun disisi lain, di dalam al-Qur’an mengatur batasan aurat yang wajib

(45)

35

Gambar

Grafika Offset, 2009

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk mengatasi tidak adanya estimator "terbaik" adalah melalui pembatasan kelas estimator, salah satu pembatasan yang akan kita bahas adalah melalui

PEKERJAAN : GEDUNG KANTOR DINAS PERHUBUNGAN.. LOKASI :

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui pada hari atau minggu keberapa setelah vaksinasi timbul kekebalan yang lengkap serta pengaruh vaksinasi terhadap viremia,

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

menghasilkan sistem berbasis Android yang memudahkan seluruh civitas akademik dalam hal pelaporan permasalahan baik teknis maupun non teknis pada Universitas

Oleh karena itu, substrat yang digunakan sebagai sampel dalam mengisolasi bakteri proteolitik dapat diperoleh dari berbagai tempat yang banyak mengandung protein

Penggunaan hutang yang makin banyak, yang dicerminkan oleh debt ratio (rasio antara hutang dengan total aktiva) yang makin besar, pada perolehan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)

Dengan mengacu pada riset sebelumnya, penelitian ini mencoba untuk menemukan bukti adanya konvergensi pertumbuhan ekonomi daerah dengan cakupan wilayah yang lebih sempit: