PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR PERCERAIAN
(Analisis Putusan Nomor: 2571/Pdt. G/2012/PA JS)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Hoerul Amaliyah
NIM: 1110044200027
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
iv ABSTRAK
Hoerul Amaliyah, NIM 1110044200027, “PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR
PERCERAIAN (Analisis Putusan Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS)”, Konsentrasi
Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 81
halaman + halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh Majelis
Hakim dalam memutuskan perkara Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS, sesuai dengan
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan
pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan
pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang.
Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekalipun alasan perceraian yang tertuang dalam
putusan perkara Nomor 2571/Pdt.G/2012/PA JS adalah pornografi dan pornografi tidak diatur
dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
sebagai alasan perceraian, akan tetapi Majelis Hakim memutuskan perkara ini dengan
mendasarkan pornografi menyebabkan perselisihan yang terus menerus sehingga hakim
mengabulkan permohonan talak Pemohon sesuai dengan pasal 116 huruf (f) KHI .
Kata Kunci : Perceraian, Pornografi.
Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik,
hidayat dan rahmatnya kepada seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga tercurah pada
junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang
senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang
dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Kamarusdiana, S.Ag, MH selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga dan Sri Hidayati,
MA Sekretaris Jurusan Hukum Keluarga
3. Dr. Mohammad Ali Wafa, S.Ag, M.Ag sebagai Pembimbing Akademik sekaligus juga
sebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan Hj. Hotnidah Nasution, MA
selaku penguji yang turut membantu dan mengarahkan penulis dengan baik. Dan
seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak
lupa juga kepada staff perpustakaan, karyawan.
4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
5. Yang teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ibunda Mustiyah (Alm) dan Ayahanda
Sardi yang menjadi motivasi kepada penulis, sujud abdiku kepada kalian atas doa,
vi
waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Kakakku tersayang Kuat
Wibowo, S.Sos, yang senantiasa membantu.
6. Seluruh sahabat AKI angkatan 2010 sahabat tercare dan selalu memberikan support
Abim, Novita, Dhini, Ade, Khoirun, Salmi, Weiwin, Alifah dan yang lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala canda tawa dan keluh kesah
selama dikelas, maaf kalau banyak kesalahan penulis baik yang disengaja maupun tidak
dan tentunya kalian adalah yang terindah selama pembelajaran di kelas.
7. Terima kasih untuk teman hidup “my divinity” yang selalu setia dan mensupport dan
selalu mendampingi dan menghibur penulis tiada hentinya ketika penulis sedang
kesulitan dan merasa penat dalam menyusun skripsi ini. Kaulah saksi perjuanganku.
8. Kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam yang telah berbagi ilmu yang tidak
ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Team McDonals Dwima Pondok Indah yang memberikan kesempatan untuk dapat
bekerja sesuai jadwal kuliah yang dibutuhkan oleh penulis.
10.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan
penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.
Jakarta 24 Maret 2015
vii DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Batasan Dan Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 8
D. Metode Penelitian... 9
E. Kerangka Teori... 11
F. Riview Studi Terdahulu... 14
G. Sistematika Penulisan... 16
BAB II PERCERAIAN DAN PORNOGRAFI A. Perceraian... 17
1. Pengertian Perceraian... 17
2. Macam-Macam Perceraian... 20
3. Alasan Perceraian... 21
B. Dasar Hukum Perceraian... 23
1. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Islam... 23
viii
3. Hikmah Perceraian... 29
C. Pornografi... 31
1. Pengertian Pornografi... 31
2. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Fiqih 34 3. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Positif 39 4. Dampak Pornografi... 44
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 49
B. Letak Geografis Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 56
C. Letak Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Dekripsi Putusan Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS... 60
B. Pertimbangan Majelis Hakim Terhadap Putusan Pekara Akibat Pornografi... 64
C. Analisis Putusan... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 76
B. Saran-saran... 77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Surat Bimbingan Skripsi... . 81
2. Surat Permohonan Data Ke Pengadilan Agama ... 82
3. Surat Keterangan Hasil Wawancara ... 83
ix
5. Pedoman Wawancara... ... 84
6. Hasil Wawancara... ... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa makhluk
lain, Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya
membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Di dalam proses ini terdapat beberapa aturan yang harus
diperhatikan agar terciptanya keharmonisan dalam berkeluarga dan bermasyarakat
serta keseimbangan antara satu dengan yang lain, Salah satu aturan tersebut ialah
perkawinan. Perkawinan adalah ikatan dua hati, tujuannya yaitu saling membantu
dalam segala aspek hidup dan kehidupan.1
Semua makhluk hidup baik manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan
tidak bisa lepas dari perkawinan. Ini merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk
kelangsungan hidup umat manusia, berkembangbiaknya binatang-binatang dan untuk
melestarikan lingkungan alam semesta. Hukum alam semacam ini dijelaskan dalam
firman Allah Swt:2
Allah Swt berfirman didalam al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 49 :
1 Al-Thahir Al-Hadad, Wanita Dalam Syariah Dan Masyarakat, (Jakarta :Pustaka Firdaus 1993), h. 199
“Dan segala sesuatu Allah ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.3
Terjalinnya ikatan lahir dan ikatan batin, merupakan fondasi dalam
membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan yang
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan bahwa
perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu
saja.4 Kita semua mengetahui bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan, ada
yang diciptakan sebagai laki-laki dan ada pula yang diciptakan sebagai perempuan.
Al-Qur'an sebagai kitab suci yang diyakini bersumber dari Allah pun menyatakan
demikian. Allah memberitahukan kepada kita bahwa semuanya diciptakan secara
berpasangan.
Manusia menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain
akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu
mengahadapi tantangan. Cinta yang bergejolak di dalam hati dan diliputi oleh
ketidakpastian, yang mengantar kepada kecemasan akan membuahkan sakinah atau
ketenangan dan ketentraman hati bila dilanjutkan dengan perkawinan. Karena
alasan-alasan inilah sehingga manusia kawin, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan
berbangsa. Tetapi harus diingat, bahwa berpasangan, manusia bukan hanya didorong
3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahannya, (Jakarta : Mahkota 1989), h. 86
3
oleh desakan naluri seksual, tetapi lebih daripada itu, ia adalah dorongan kebutuhan
jiwanya untuk meraih ketenangan.5
Pada dasarnya definisi perkawinan yang dirumuskan dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.6
Melihat dari kedudukan dan tujuan yang sangat penting dan luhur dari
perkawinan tersebut, maka perlu ada suatu aturan yang dijadikan pedoman pergaulan
hidup yang disebut norma atau kaidah. Untuk memenuhi kebutuhan itu, setiap orang
berhak melaksanakan suatu perbuatan dengan tenteram, aman dan damai dengan
tidak mendapat ganngguan dari pihak manapun juga, maka perlu ada suatu tata (orde)
yaitu aturan yang menjadi pedoman bagi tingkah laku manusia dalam pergaulan
hidupnya.
Kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin, setiap anggota
masyarakat mengetahui akan hak dan kewajiban masing-masing. Tata atau aturan
yang demikian itu lazim juga disebut kaidah atau norma.7
5 Huzaimah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor : Ghalia Indonesia 2010), h. 177
6Undang-undang Perkawinan (Bandung: Fokusmedia), h. 1
Memelihara prinsip perkawinan adalah kewajiban bersama, suami istri.
Dengan demikian, peran untuk membangun dan mempertahankan keluarga bahagia
menjadi kewajiban kolektif, suami istri dan anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut. Dalam suatu lembaga perkawinan, setiap pasangan tidak hanya
dituntut untuk melakukan serangkaian kewajiban, tetapi setiap pasangan juga
memiliki sejumlah hak. Diantaranya adalah hak untuk memperoleh pegalaman
keagamaan, kasih sayang dan status, pendidikan, perlindungan, serta rekreatif. Jika
hak dan kewajiban suami istri dapat dilakukan secara ma’ruf, dengan menyadari
kelebihan dan kekurangan masing-masing, niscaya hubungan antara pasangan akan
tetap terjaga dengan baik sehingga kelanggengan dapat dicapai.
Di antara hak dan kewajiban suami dan istri adalah:
1. Suami wajib memberi nafkah kepada istrinya dan anak-anaknya berupa
sandang, pangan dan papan.
2. Suami wajib melindungi istrinya.
3. Suami wajib membimbing terhadap istri dan rumah tangganya.
4. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna selama tidak bertentangan
dengan agama.
5. Istri wajib mendidik anak dan rumah tangganya serta menggunakan harta
nafkah suaminya di jalan yang benar.
5
1. Suami istri wajib menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang
bahagia.
2. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, memberi bantuan
lahir batin.
3. Suami istri wajib mengasuh, memelihara anak-anak mereka baik mengenai
pertumbuuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan pendidikan agama.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya8
Semua orang menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia dan kekal
sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang terdapat dalam Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi, tidak semua orang dapat membentuk
suatu keluarga yang dicita-citakan tersebut, hal ini dikarenakan adanya perceraian,
baik cerai mati, cerai talak, maupun cerai atas putusan hakim.
Pada saat sekarang ini masalah sosial semakin kompleks terutama yang datang
nya dari keluarga diantaranya yaitu terjadinya perselingkuhan dan pornografi dari
salah satu pasangan. Fenomena tersebut sangatlah memprihatinkan, karena rumah
tangga yang diawali dengan suatu ikatan dan ikrar yang suci, saling percaya dan
menyayangi, hancur dengan hilangnya kepercayaan dan tidak ada kesetiaan.
Hal ini timbul diakibatkan tidak adanya kesadaran dan mengaplikasikan
nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan rumah tangganya sebagai proteksi akan hal-hal
yang akan menimbulkan suatu pertentangan, perselisihan, penyelewengan dan
berakhir perceraian antara pasangan suami istri tersebut.
Sebagai seorang istri sudah sepatutnya menjalankan kewajibannya sebagai
istri dan ibu rumah tangga dengan baik. Agar tercipta rumah tangga yang harmonis.
Salah satunya adalah menjaga kehormatan. Bekerja dan kemanapun istri harus tetap
seijin suami.
Misalnya, seorang istri bekerja sebagai foto model majalah dewasa
(pornografi) dan melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain dan lain sebagainya
yang tidak mencerminkan istri yang baik. Wanita yang paling mulia dan sempurna,
adalah wanita yang mempunyai harta, dari keturunan yang baik, mempunya paras
yang cantik, dan juga dijiwai agama yang menjadi penghayat bagi dirinya sendiri
dalam hidup.9
Munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami istri,
timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati
dan masing-masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah
suasana harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang
menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal yang harus ditampung dan
diselesaikan, namun semua itu bisa saja tidak dapat dihindarkan bagi mereka yang
tidak bahagia bagi kehidupan rumah tangganya, meskipun itu boleh dilakukan tetapi
sangat dibenci oleh Allah SWT.
7
Ketika keutuhan rumah tangga sudah tidak dapat lagi dipertahankan, maka
jalur yang ditempuh adalah mengakhiri perkawinan dengan jalan perceraian. Sesuai
dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.10
Dari deskripsi diatas, penulis sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh
bagaimana proses penyelesaian perkara perceraian akibat istri sebagai pekerja foto
model dan majalah dewasa (pornografi). Maka karena itu penulis mengambil judul
“PORNOGRAFI SEBAGAI FAKTOR PERCERAIAN (Analisis Putusan No.
2571/Pdt.G/2012/PA JS)”.
B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis
membatasi lingkup permasalahan yang berkenaan dengan perceraian, pornografi, dan
putusan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS).
a. Perceraian dibatasi pada pengertian perceraian dan dasar hukum perceraian,
sehingga pembaca dapat mengerti macam-macam perceraian, alasan
perceraian, dan hikmah dari perceraian.
b. Pornografi dibatasi pada pengertian pornografi sebagai alasan perceraian
menurut hukum fiqih, pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum
positif, dan dampak pornografi, sehingga dapat menjadi tolak ukur pembaca di
dalam menerapkan hidup berumah tangga dan menjauhkan dari hal-hal yang
berkaitan dengan pornografi.
c. Pembatasan masalah melalui putusan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA
JS) dibatasi dengan seorang Hakim yang memutuskan perkara perceraian di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memperbolehkan pornografi menjadi
acuan dalam memutuskan perkara perceraian.
2. Perumusan Masalah
Menurut Al-Qur’an, Hadits, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang
Perkawinan, tidak disebutkan bahwa pornografi sebagai syarat boleh mengajukan
perceraian. Kenyataannya di lapangan pornografi menjadi pertimbangan hakim untuk
diputus cerai.
Dari rumusan masalah diatas maka penulis dapat merinci dan mengambil
point-point yang harus dibahas dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:
1. Apakah pornografi dapat dijadikan alasan perceraian?
2. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan dalam memutuskan perceraian karena pornografi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memunyai tujuan antara lain:
9
b. Untuk mengetahui pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum
fiqih dan hukum positif
c. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan dalam memutuskan perceraian karena pornografi.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada beberapa pihak, antara lain:
a. Memberikan informasi bagi institusi mengenai apa saja dasar Hakim
Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara cerai akibat pornografi.
b. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya
menyangkut bidang perkawinan.
c. Hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi
peneliti selanjutnya. Dan menambah literature kepustakaan.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini adalah dengan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
(subyek) itu sendiri. 11
b. Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ini, dengan cara
mengkaji dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan
skripsi ini yang dianalisa data-datanya.
2. Jenis Data
a. Data Primer yaitu data berupa hasil wawancara dengan hakim yang
memutuskan perkara (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS).
b. Data Sekunder yaitu bahan-bahan yang dapat dijadikan rujukan dalam
penelitian ini, dan lampiran putusan yang dikeuarkan oleh Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.
c. Objek Penelitian, Objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian dalam
penelitian ini adalah seorang istri yang melakukan pornografi sebagai
pengajuan perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
dengan nomor putusan (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS)
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal teknik pengumpulan data penulis akan menggunakan teknik studi
kepustakaan/ studi dokumen (decumentary study)12, yakni menelusuri buku-buku dan
11
literatur yang terkait dengan permasalahan, selain pengumpulan data menggunakan
studi kepustakaan penulis juga akan menggunakan teknik wawancara dengan Hakim
yang terkait dengan permasalahan.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dalam penulisan ini yaitu dengan cara penulis menganalisi
putusan hakim nomor (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS) melalui buku-buku hukum,
undang-undang dan wawancara dengan hakim, teknik analisis ini akan dilakukan
dengan memaparkan semua hasil data-data yang diperoleh dan yang sudah
dikumpulkan dan dianalisa oleh penulis dengan bentuk deskriptif dengan
menggunakan bahasa baku dan bahasa penulis sendiri.
5. Teknik Penulisan
Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan
sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam
karya ilmiah ini adalah penelitian kualitatif. Adapun teknik penulisan, menggunakan
buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012”.
E. Kerangka Teori
Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggungan
syariatnya. Islam juga mengatur hubungan lain jenis yang didasarkan pada perasaan
yang tinggi, yakni pertemuan dua tubuh, dua jiwa, dua hati dan dua ruh. Dalam
bahasa yang umum, pertemuan dua insan yang diikat dengan kehidupan bersama
untuk menggapai keturunan yang tinggi dan menyongsong generasi baru.
Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh dua orangtua secara bersama yang tidak
dapat dipisahkan. Yang pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketenangan, dan
ketentraman. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungan yang
menjamin ketentraman tersebut sehingga mencapai tingkatan taat yang tinggi.
Tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan mahligai
rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawahdah dan rahmah, yang dapat
melahirkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa seseorang serta bisa saling
mengayomi antara suami istri.13
Rumah tangga yang tenang dan sejahtera adalah tujuan perkawinan dan
cita-cita keluarga, yang harus diisi oleh sesuatu pasangan suami istri. Karena itu, sebuah
pasangan suami istri harus seiring dan sejalan dalam setiap langkah, dan
masing-masingnya harus mengerti kewajibannya.
Pasangan yang berumah tangga tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, tapi harus
merupakan suatu usaha bersama. Didalamnya, pasangan suami istri harus menyadari
setiap kewajiban dan tanggunng jawab masing-masing pihak. Di dalam kebersamaan,
suami dan istri bebas melaksanakan kewajiban dan memikul tanggung jawab rumah
tangga. 14
13 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta : Darussalam, 2004), h. 19
13
Peraturan dan tata tertib rumah tangga ini dapat memelihara dari segala
keguncangan didasarkan pada bimbingan kasih sayang dan takwa kepada Allah. Akan
tetapi, realita kehidupan menusia membuktikan banyak hal yang menjadikan rumah
tangga hancur (broken home) sekalipun banyak pengarahan dan bimbingan, yakni
kepada kondisi yang harus dihadapi secara praktis. Suatu kenyataan yang harus diakui
dan tidak dapat diingkari ketika rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu
perbuatan yang sia-sia dan tidak berdasar.
Islam tidak segera mendamaikan hubungan rumah tangga dengan cara
dipisahkan pada awal bencana (pertikaian). Islam justru berusaha dengan seoptimal
mungkin memperkuat hubungan ini, tidak membiarkan begitu saja tanpa ada usaha.
Jikalau permasalahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada
pembangkangan dan lari menjauh, langkah awal yang ditunjukkan Islam bukan talak.
Akan tetapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang
dilakukan oleh orang baik-baik.
Jika jalan penengah tidak didapatkan hasil, permasalahnnya menjadi kritis,
kehidupan rumah tangga sudah tidak normal, tidak ada ketenangan dan ketentraman,
dan mempertahankan rumah tangga seperti sia-sia. Pelajaran yang diterima adalah
mengakhiri kehidupan rumah tangga sekalipun dibenci Islam, yakni talaq.15
Perceraian dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu yang dibolehkan ajaran
Islam. Apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan kerukunan,
kedamaian, dan kebahagiaan, namun harapan dalam tujuan perkawinan tidak akan
terwujud atau tercapai sehingga yang terjadi adalah perceraian. Perceraian diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Pasal 115 KHI.16
Hak talaq ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang
dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah
tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui aqad nikah harus dilandasi dengan rasa
cinta kasih di antara dua pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada di
antara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi yang ada kemudian hanya benci-membenci,
terbukalah pintu yang memberi hak talaq ini kepada suami.17
Menurut Hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu ‘Umar, Muhammad
SAW bersabda: “Barang halal yang paling tidak disukai oleh Allah ialah
perceraian”.18 Pada skripsi ini yang berjudul “Pornografi Sebagai Faktor Perceraian
Studi Putusan (Nomor 2571/Pdt. G/2012/PA JS)”. Penulis akan membahas tentang
perceraian yang terjadi karena perbuatan istri yang melakukan pornografi yang
diajukan suami ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
F. Review Studi Terdahulu
Sebelum menentukan judul skripsi penulisan penulis melakukan review studi
terdahulu yang ada di Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, dalam hal ini
16 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2007), Cet ke-2, h. 80
17 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 119
15
penulis meringkas skripsi yang ada kaitan dengan permasalahan judul skripsi penulis,
adapun penelitian tersebut adalah:
1. Iwan Hendriawan, Perselingkuhan sebagai alasan perceraian studi kasus
di Pengadilan Agama Jakarta Barat Tahun 2005-2007). Dalam skripsi ini
memilah beberapa penyebab perceraian dan mengambil tiga sempel putusan
dan ketiganya faktor perceraian karena perselingkuhan dan dalam kasus ketiga
putusan ini adalah cerai gugat dari istri, dimana para suami yang melakukan
perselingkuhan dengan wanita lain dan faktor kecemburuan dan ketidak
percayaan dari para istri.
2. Pipih Muhafilah, Egoisme istri sebagai alasan perceraian Analisis
beberapa putusan No 76/Pdt. G/2009/PA. Depok, No 914/Pdt. G/2009/PA,
Depok, No. 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok. Dalam skripsi ini terdapat tiga
putusan yang dianalisi yaitu permohonan suami untuk menceraikan istrinya
karena keegoisan istri yang tinggi terhadap suami sehingga mengabaikan
nasehat suami dan keluarga, dan lebih mementingkan keluarganya sendiri
dibanding kepentingan keluarga kedua belah pihak.
Dari ketiga putusan itu salah satu hakim mengabulkan dengan putusan
verstek, karena pemohon tidak hadir dan tidak mengirim kuasanya sebagai
wakil dari Pemohon di persidangan ketika hakim membacakan putusan,
padahal telah dipanggil secara resmi dan patut.
Setelah melihat serta membandingkan antara skripsi-skripsi yang ada di atas,
yang akan penulis susun. Dalam skripsi ini penulis ingin menganalisis bagaimana
Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara (Nomor 2571/Pdt.
G/2012/PA JS) yang diakibatkan karena pornografi dan penulis merasa ini sangat
menarik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis menyelesaikan pembahasan secara sistematis,
maka perlu disusun sistematika pembahasan sedemikian rupa. Adapun sistematika
yang akan disusun sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, kerangka teori, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, berisi perceraian dan pornografi yang meliputi kerangka dasar
teori, yakni pembahasan tentang pengertian perceraian, dasar hukum perceraian,
macam-macam perceraian, alasan perceraian, hikmah perceraian, pengertian
pornografi, pornografi sebagai alasan perceraian menurut hukum fiqih, pornografi
sebagai alasan perceraian menurut hukum positif, serta dampak pornografi
Bab Ketiga, berisi profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menyangkut
tentang gambaran umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan, struktur organisasi
Pengadilan, letak geografis Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Bab Keempat, berisi deskripsi putusan, pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengambil keputusan, analisis penulis. Dan Bab
17
BAB II
PERCERAIAN DAN PORNOGRAFI
A. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Kata perceraian atau thalaq dalam bahasa Arab berasal dariقاط– قاطي– قاط
yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat, baik tali pengikat itu
bersifat konkret seperti tali pengikat kuda dan unta maupun bersifat abstrak seperti
tali pengikat perkawinan.1 Dalam kamus Arab Indonesia Al-Munawir, cerai adalah
terjemahan dari bahasa Arab “thalaqa” yang secara bahasa artinya melepaskan
ikatan.2
Menurut istilah, thalaq adalah melepaskan ikatan perkawinan atau
menghilangkan ikatan pernikahan pada saat itu juga (melalui thalaq ba’in) atau pada
masa mendatang setelah iddah (melalui thalaq raj’i) dengan ucapan tertentu. Dalam
kamus istilah agama, thalaq adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata jelas atau
sarih, atau dengan kata-kata sindiran atau kinayah.3
Mazhab Syafi’i mendefinisikan thalaq sebagai pelepasan akad nikah dengan
lafal Thalaq atau semakna dengan lafa itu. Sedangkan mazhab Maliki mendefinisikan
1 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama di Jakarta, Ilmu Fiqih, (Jakarta : Departemen Agama, 1985), Cet ke-2, h. 226
2 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), Cet ke-14, h. 207
18
thalaq sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan suami istri.4
Pada Ensiklopedi Islam di Indonesia diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan
yang dilakukan oleh suami istri secara sepihak dengan menggunakan kata Thalaq atau
seumpamanya.
As-Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Al-Sunnah memberi definisi thalaq
sebagai berikut:
ح
ل
ر
با
ط
ة
زلا
ج
ا ن
علاء ا
ل ق
ة
زلا
ج
ي ة
“Thalaq ialah melepas tali perkawinan dengan mengakhhiri hubungan suami
istri.”
Menurut H.A Fuad Said mendefinisikan perceraian adalah putus hubungan
perkawinan antara suami dan istri.5 Dari definisi-definisi yang telah dijabarkan, maka
dapatlah dipahami bahwa thalaq adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga
setelah ikatan perkawinan istri tidak halal lagi bagi suaminya, dan hal ini terjadi
dalam hal thalaq ba’in. Sedangkan dalam arti mengurangi pelepasan ikatan
perkawinan adalah berkurang hak thalaq bagi suami yang mengakibatkan
berkurangnya jumlah thalaq menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dan dua
menjadi satu menjadi hilang hak thalaq itu, yaitu terjadi dalam thalaq raj’i.6
4 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. “Thalaq” Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet Ke-4, h.53
5 H. A Fuad Said, Perceraian Dalam Hukum Islam, (Jakarta : al-Husna), h. 1
19
Putus ikatan perkawinan bisa diartikan juga salah seorang diantara keduanya
meninggal dunia, antara pria dan wanita sudah bercerai, dan salah seorang diantara
keduanya pergi ketempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga
Pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. Berdasarkan
semua itu, dapat dikatakan berarti ikatan suami istri sudah putus atau bercerainya
antara seorang pria dengan seorang wanita yang diikat oleh tali perkawinan.7
Jadi dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
thalaq merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah pula hak dan
kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan thalaq menggunakan
lafal-lafal tertentu, namun penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu
untuk terpisahnya hubungan suami istri, dalam arti kata putusnya hubungan
perkawinan.
Perceraian yang dilakukan secara wajar adalah perbuatan yang tidak terlarang
menurut pandangan agama dan oleh karena itu pula Allah tidak menjadikannya
sebagai perbuatan yang dibenci. Talak yang dilakukan secara wajar dimana
perkawinan itu sudah tidak dapat lagi dipertahankan dengan baik dan meneruskannya
berarti hanya menghancurkan diri sendiri dan istri. Dalam keadaan semacam itu
dibenarkan untuk bercerai, karena perceraian adalah jalan yang terbaik bagi suami
istri yang mengalami kemelut rumah tangga yang tak dapat dijelaskan.8
20
2. Macam-Macam Perceraian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 38
menyebutkan ada 3 (tiga) hal yang menjadi faktor putusnya perkawinan, yaitu:
Karena Kematian
Putusnya perceraian karena kematian tidak menimbulkan banyak persoalan,
karena dengan sendirinya ikatan perkawinan menjadi putus. Apabila pihak suami istri
yang masih hidup ingin menikah lagi maka boleh saja asalkan telah memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh Hukum Islam.9
Karena Perceraian
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, sebagaimana
ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39
ayat (1) “perceraian hanya dapat dikabulkan di depan sidang Pengadilan, setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah
pihak.”
Pasal 39 di atas diterangkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan, pasal ini dimaksudkan untuk mengatur thalaq pada perkawinan,
dan hal ini sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan
bahwa prinsip tersebut tercantum pada pasal 4 huruf (e) “Karena tujuan perkawinan
21
adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka
Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.10
Karena Putusan Hakim
Perceraian yang terjadi karena putusan Pengadilan merupakan perceraian
yang terjadi diluar kehendak suami istri yang apabila Majelis Hakim berpendapat atau
menilai perkawinan keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Bentuk
putusan ini dapat berupa fasakh (pembatalan perkawinan).11Fasakh perkawinan
adalah sesuatu yang merusak akad (perkawinan) dan bukan merupakan thalaq, fasakh
bisa terjadi karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada waktu akad nikah atau
karena hal-hal lain yang datang kemudian dan dapat membatalkan kelangsungan
perkawinan.
3. Alasan Perceraian
Seringkali perceraian itu disebabkan sesuatu hal yang sepele dan masalah
yang ringan, tetapi dalam puncak emosi dan kebencian, maka urat-urat syaraf tertentu
akan tegang, dimana urat syaraf suami tidak mampu mengendalikan emosi dan
nafsunya, sedang istri tidak baik dalam memperlakukan suaminya.12
Suatu perkawinan dimaksud untuk mewujudkan kehidupan suami istri yang
harmonis dalam rangka membina dan membentuk keluarga yang sejahtera dan
10 Arso Sostroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), h. 55-56
11 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 95
22
bahagia sepanjang masa, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam membina rumah
tangga selalu saja ada masalah yang timbul sehingga dapat menimbulkan keretakan
dalam rumah tangga itu sendiri, segala persoalan yang dihadapi harus diselesaikan
atau diputusakan dengan musyawarah.13
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada
pasal 39 ayat (2) dijelaskan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan
untuk menyatakan bahwa pasangan tersebut sudah tidak dapat lagi hidup rukun
sebagai suami istri, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 116
menjelaskan faktor-faktor yang dapat menjadi alasan terjadinya perceraian, yaitu:
1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain (suami atau istri) selama 2
tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
13 Ash-Shabbagh Mahmud, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Solo : CV. Pustaka Mantiq,
23
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.14
B. Dasar Hukum Perceraian
1. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Islam
Dalam hal perceraian agama Islam telah mengatur sedemikian rupa dengan
menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi yang berkenaan dengan
perceraian tersebut dan dapat dijadikan dasar hukum serta aturan sendiri. Dalam surat
Al-Baqarah (2) ayat 230, yang berbunyi :
Artinya :14 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum
24
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua). Maka
perepuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain,
kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama ddan istri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang mau mengetahui”.
Dan dilanjutkan pula dalam Q.S al-Baqarah (2) : 231
Artinya:“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya,
maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan
25
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah ni'mat Allah
padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al
Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Seterusnya dijelaskan dalam Q.S al-Baqarah (2) : 232
Artinya :“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya
, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah
26
dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.”
Hukum perceraian atau thalaq pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak
disenangi yang dalam istilah ushul fiqih disebut makruh. Adapun asal hukum
perceraian adalah makruh, karena hal itu menghilangkan kemaslahatan perkawinan
dan mengakibatkan keretakan keluarga.
ا ب
غ
ض
حلا
ا
ِ
ا
ىل
ّا
طلا
ا
ق
“Dari ibn Umar semoga Allah SWT meridhoi keduanya berkata: Rasulullah
SAW bersabda: perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT adalah thalaq”. (HR.
Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim, serta dikuatkan oleh Hatim)”
Suami tidak boleh menceraikan istrinya dalam kondisi haid. Jika ia
menceraikannya dalam kondisi haid, maka ia telah durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya, melakukan sesuatu yang diharamkan dan diwajibkan atasnya ruju’ (kembali
lagi) kepada istrinya dan menahannya hingga kondisi istrinya suci dan setelah itu
dapat menceraikannya jika berkenan.15 Sesungguhnya, Ibnu Umar telah menthalaq
istrinya, sedang istrinya dalam keadaan haid, pada masa Rasulullah SAW, Umar lalu
bertanya kepada Rasulullah SAW, Beliau bersabda:
ل ي
ر
ج
ع
ث ا
م
ي
س
ك
ح ا
ت
طت ى
ر
ث
م
ت
ح
ي
ض
تف
ط
ر
ف ،
إ
ب د
ل ا
ه
ا
ي
ط
ل ق
ف ا
ط ي
ل ق
ق ا
ب
ل
ا
ي
س
ف .ا
ت ل
ك
علا
د
ا
ه
ك
ا ا
م
ر
ّا
ت
ع
ل ا
ى
27
“Suruhlah agar merujuk istrinya itu. Kemudian hendaklah ia menahan istrinya
itu hingga suci, kemudian haid, kemudian suci, kemudian sesudah itu jika ia mau ia
boleh memegang (tetap menggaulinya) istrinya sesudah itu dan jika ia mau, ia boleh
menthalaqnya diwaktu suci dan belum dicampuri, yang demikian itulah iddah yang
diperintahkan oleh Allat SWT untuk menthalaq istri-istri.” (HR. Ibnu Majah).
Ayat al-Qur’an dan hadist yang telah disebutkan diatas para ulama sepakat
membolehkan thalaq. Ini melihat bahwa bisa saja sebuah rumah tangga mengalami
masalah yang dapat menimbulkan keretakan hubungan suami istri sehingga rumah
tangga tidak akan berjalan harmonis dan melenceng dari tujuan perkawinan itu
sendiri, apalagi menimbulkan rasa sakit diantara suami dan istri seperti pertengkaran
yang terus menerus, dilanjutkannya pun pernikahan tersebut akan menimbulkan
kemadharatan yang sangat serius. Perceraian adalah satu-satunya jalan untuk dapat
menghindari dan menghilangkan hal-hal yang negatif.
2. Dasar Hukum Perceraian Dalam Hukum Positif
Perkawinan ialah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, perkawinan
dalam ajaran Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal dua (2) Kompilasi
28
(mitsaqan ghalidhan) untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya
merupakan ibadah.16
Akad perkawinan bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci
yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah, karena itu Syari’at Islam
menjadikan pertalian ikatan suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian
yang suci dan kokoh. Oleh sebab itu sudah kewajiban sebagai suami istri menjaga
hubungan tali perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha
merusak dan memutuskan tali perkawinan tersebut dan perkawinan harus dipelihara
dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam
Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud.17
Besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi tertentu dengan unsur
kesengajaan atau ada maksud lain dari perceraian tersebut, maka perceraian
merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila dengan perceraian itu
dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita. Sudah seharusnya bagi
siapa saja yang melakukan perceraian terlebih dahulu harus benar-benar
mempertimbangkan baik dari segi cara, waktu maupun resiko yang akan
ditimbulkannya sebelum berani memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut
menjadi perceraian yang baik.18
16 Zainudin Ali, Hukum Perdata di Indonesia, h. 7
17 H. Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta : Kencana, 2006), h. 206
18 Ali Husain Muhammad Makkin Al-Amili, Ath-Thalaqu khoti’atu man? (Terjemahan :
29
Perceraian seringkali terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal inilah yang
menjadi alasan lahirnya Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal
dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang terdapat dalam penjelasan umum
Undang-undang perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian.19
3. Hikmah Perceraian
Kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawwadah, rahmah dan cinta
kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran masing-masing, yang satu
dengan yang lainnya saling melengkapi. Jika kedua-duanya sudah tidak lagi saling
mempedulikan satu dengan yang lainnya serta sudah tidak menjalankan tugas dan
kewajibannnya masing-masing, kemudian keduanya berusaha memperbaiki namun
tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, talak adalah kata yang paling tepat
seakan-akan ia merupakan setrika yang didalamnya terdapat obat penyembuh, namun
ia merupakan obat yang paling akhir diminum.
Seandainya islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan
tidak membolehkan mereka untuk bercerai pada saat yang sangat kritis, niscaya hal
itu akan membahayakan bagi pasangan tersebut. Dan hal itu pasti akan berakibat
buruk terhadap anak-anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka.
Karena, jika pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak-anak mereka
30
pun pasti menderita dan menjadi korban.20 Dari mereka itu akan lahir masyarakat
yang dipenuhi dengan kedengkian, iri hati, kezhaliman, hidup berfoya-foya dan
berbuat hal-hal yang negatif sebagai bentuk pelampiasan dan pelarian diri dari
kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka, rumah itu tidak lain hanyalah
seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan, yang menyebabkan seluruh
penghuninya lari menjauh agar tidak terperangkap ke dalam kebencian, adu domba,
kesengsaraan dan kesedihan.
Talak merupakan satu-satunya jalan yang paling selamat ketika perkawinan
sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Talak merupakan pintu rahmat yang selalu
terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar tiap-tiap suami istri mau berintrospeksi
diri dan memperbaiki kekurangan dan kesalahan. Orang-orang yang menolak adanya
talak telah menutup semua pintu bagi pasangan suami istri jika rumah tangga mereka
sedang goyang dan dalam keadaan kritis.
Mereka sebenarnya telah membunuh perasaan cinta, hati nurani dan
kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan yang halal bagi
suami istri itu di tutup, maka masing-masing akan mencari jalan yang tidak layak dan
tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang
diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa dengan istri dan
anak-anak mereka.21
31
C. Pornografi
1. Pengertian Pornografi
Pornografi menurut hukum Islam adalah produk grafis (tulisan, gambar,
film)-baik dalam bentuk majalah, tabloid, VCD, film-film atau acara-acara di TV,
situs-situs porno di internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya-yang mengumbar
sekaligus menjual aurat, artinya aurat menjadi titik pusat perhatian.22
Islam menolak segala pekerjaan yang dapat merangsang gairah seksual.
Misalnya lagu-lagu cinta, film-film porno, dan segala pekerjaan iseng dari jenis ini
meskipun sebagian orang menamakannya sebagai seni, gaya hidup modern, atau
apapun istilah yang menyesatkan.
Pornografi berasal dari kata Yunani porne (wanita jalang) dan graphein
(menulis). Johan Suban Tukan mendefinisikan pornografi sebagai bahan yang
dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi seks.
Atau penyajian seks secara terisolir dalam tulisan, gambar, foto, film, video kaset,
pertunjukan, pementasan, dan ucapan dengan maksud merangsang nafsu birahi.23
Pengertian pornografi tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual
yang membangkitkan birahi seksual semata. Tetapi pengertian pornografi juga
termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikan, memuakkan, memalukan
22 Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, (Bogor: Kencana, 2003),
h. 113
32
orang yang melihatnya atau mendengarnya atau menyentuhnya. Hal itu disebabkan
oleh bangkitnya birahi seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain.24
Terdapat beberapa pengertian yang berbeda yang diberikan atas apa yang
dimaksud dengan pornografi. Penulis dalam hal ini memberikan beberapa pendapat
para ahli mengenai Istilah Pornografi, yaitu antara lain:
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata Pronos
yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan, dan kini
meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan
sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya.
Menurut Andi Hamzah, pornografi berasal dari dua kata, yaitu Porno dan
Grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani, Porne artinya pelacur, sedangkan grafi
berasal dari kata graphein yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara harfiah
pornografi berarti ungkapan tentang pelacur. Dengan demikian pornografi berarti:
a. Suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau prostitusi
b. Suatu pengungkapan dalam bentuk tulisan atau lukisan tentang kehidupan
erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks kepada yang
membaca, atau yang yang melihatnya.25
Melalui beberapa definisi yang saya coba kumpulkan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian dari pornografi berbeda antara pendapat yang satu
dengan yang lain. Hal ini disebabkan sifatnya yang relatif, artinya tergantung pada
24Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi, (Bogor : Kencana, 2003), h. 129
33
waktu, tempat, pribadi manusia serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha
mendefinisikan istilah pornografi itu sendiri. Namun terdapat kesamaan unsur yang
termaksud dalam suatu hal yang dikategorikan pornografi. Berikut diantara dalil
Al-qur’an dan al-Hadist yang mengenai atau berkenaan dengan pornografi.
(Q.S an-Nur: 33)
Artinya:“(1) Dan diantara orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (dirinya), sehingga Allah swt memampukan mereka dengan karunia-Nya,
dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian , hendaklah kamu
buat perjanjian dengan mereka (2), Jika kamu mengetahui ada kebaikan pada
34
dikaruniakan_Nya kepadamu (3) dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu
untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena
kamu hendak mencari keuntungan duniawi, dan barang siapa yang memaksa mereka,
maka sesungguhnya Allah swt adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”
(Q.S al-A’raf : 26)
Artinya:“Hai anak Adam (umat manusia), sesungguhnya kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.dan
pakaian takwa (selalu bertaqwa kepada Allah).itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT
Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
2. Pornografi Sebagai Alasan Perceraian Menurut Hukum Fiqih
Hukum Fiqih tidak menerangkan masalah pornografi sebagai alasan
perceraian, namun disisi lain, di dalam al-Qur’an mengatur batasan aurat yang wajib
35