• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Bakteri Selulolitik Dan Karakterisasi Enzim Selulase Dari Feses Kelelawar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Bakteri Selulolitik Dan Karakterisasi Enzim Selulase Dari Feses Kelelawar"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI

ENZIM SELULASE DARI FESES KELELAWAR

FITRIA ARDANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses kelelawar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Fitria Ardani

(4)

RINGKASAN

FITRIA ARDANI. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses Kelelawar. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan ANJA MERYANDINI.

Kotoran kelelawar sering dikenal dengan istilah guano. Guano dari kelelawar pemakan buah mengandung lebih dari 60% bahan organik terutama selulosa dan mineral. Guano kelelawar sering dijadikan pupuk oleh masyarakat di sekitar gua. Selulosa yang terdapat di dalam guano dapat didegradasi oleh enzim selulase menjadi gula sederhana, sehingga penyerapan bahan organik oleh tumbuhan lebih optimal. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dapat diperoleh isolat bakteri selulolitik dari feses kelelawar. Tujuan penelitian ini ialah mengisolasi bakteri selulolitik dari feses kelelawar, mengkarakterisasi enzim selulase, serta mengidentifikasi secara molekuler isolat selulolitik terpilih.

Hasil isolasi dari dua sampel kotoran kelelawar didapat sembilan isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan delapan belas isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Cirebon. Dua isolat terbaik diperoleh berdasarkan aktivitas enzim selulasenya. Isolat B50 teridentifikasi sebagai Bacillus cereus sedangkan B60 merupakan Bacillus licheniformis berdasarkan uji fisiologi menggunakan kit API 50 CHB. Berdasarkan gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 termasuk Bacillus cereus. Aktivitas enzim selulase tertinggi isolat B50 diperoleh sebesar 9.5 mU/mL pada jam ke-24 masa inkubasi. Aktivitas tertinggi enzim selulase pada isolat B60 diperoleh pada jam ke-3 sebesar 17.5 mU/mL. Isolat B50 dipilih untuk dilakukan pemekatan dan karakterisasi enzim selulase. Pemekatan enzim selulase dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat. Aktivitas selulase hasil pengendapan memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari selulase ekstrak kasar. Hasil pemekatan menunjukkan bahwa selulase isolat B50 mampu mengendap pada konsentrasi 30% jenuh amonium sulfat. Kemurnian enzim hasil pengendapan meningkat sebesar 2.51 kali dengan perolehan sebesar 4.8%.

Enzim ekstrak kasar isolat B50 memiliki aktivitas enzim tertinggi dengan menggunakan substrat Carboxymethyl cellulose (CMC) dan hasil pengendapan memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu 40 °C. Selulase hasil pengendapan lebih stabil dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 ialah 36.2 kDA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa isolat B50 berasal dari feses kelelawar yang hidup di gua Gudawang, Cigudeg, Bogor memiliki aktivitas enzim selulase tertinggi.

(5)

SUMMARY

FITRIA ARDANI. Isolation of Cellulolytic Bacteria and Characteriation of Cellulase from Bat feces. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and ANJA MERYANDINI.

Bat feces often known as guano. Guano from fruits bats containing more than 60% of organic materials, mainly cellulose and mineral. Bat guano is often used by people around the cave. Cellulose from guano can be degraded by cellulase enzymes into simple sugars, so that the absorption of organic matter by plants could be better. Based on this fact, it was expected to obtain cellulose producing bacteria from bat droppings. This study aimed to isolate cellulolytic bacteria from bat feces, to precipitate cellulase from selected isolates, to characterize the cellulase, and to identify the isolate based on molecular identification.

A total of 27 isolates have been isolated from 2 samples of bat droppings, 9 isolates was obtained from Bogor bat feces, and 18 isolates was obtained from Cirebon bat feces. A total of 2 isolates was chosen based on their cellulase activity. Isolate B50 was identified as Bacillus cereus and isolate B60 was identified as

Bacillus licheniformis based on physiology test using API 50 CHB kit. Both isolates B50 and B60 were identified as Bacillus cereus based on 16s rRNA gene. The highest cellulose activity was 9.5 mU/mL after 24 hours incubation. The highest cellulose activity was 17.5 mU/mL, obtained at the 3rd hours of incubation. Isolate B50 was chosen to characterization of cellulase. Precipitation of cellulase was performed by using ammonium sulfate. Precipitated cellulase had higher activity than crude enzyme. The precipitation process showed that isolate B50 were able to saturation in 30% ammonium sulfate. The purity level of precipitated enzyme increased 2.51 times with 4.8% yield.

Crude enzyme of isolate B50 had the highest cellulase activity on

Carboxymethyl cellulose (CMC) substrate and precipitated enzyme had optimum activity at pH 5 and temperature 40 °C. Precipitated cellulase were more stable than crude enzyme. The result of SDS-PAGE showed that molecular mass of cellulase precipitation of isolate B50 was 36.2 kDA. As conclusion isolate B50 isolated from bat feces which live in Gudawang cave, Cigudeg, Bogor had the highest cellulase activity.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Mikrobiologi

ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI

ENZIM SELULASE DARI FESES KELELAWAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ialah Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses Kelelawar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Nisa Rachmania Mubarik, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku anggota komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi, dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji ibu Dr Laksmi Ambarsari, MS yang telah memberikan motivasi dan masukan pada saat ujian tesis. Terima kasih kepada DIKTI melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri) 2013/2014 atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ardenal, ibunda Husniati, kakanda Nurul Huda Ardani, dan adinda Nadia Ardani serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Biologi IPB, terkhusus program studi Mikrobiologi atas ilmu, arahan, dan semangat yang diberikan selama menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku teknisi Laboratorium Mikrobiologi IPB, Wahyu, Astri, Dinda, Bu Lenni, serta seluruh teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Kelelawar dan Habitatnya 2

Guano Kelelawar 3

Selulosa 3

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase 4

Enzim selulase dan Karakterisasinya 4

3 METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan 5

Isolasi Bakteri Selulolitik 5

Pembuatan Kurva Tumbuh dan Kurva Aktivitas Selulase 6

Identifikasi Bakteri Isolat Terpilih 7

Pemekatan Enzim Selulase 7

Karakterisasi enzim Selulase 7

Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Berbagai Substrat 8

Analisis SDS-PAGE 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 17

5 SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri

Bacillus 5

2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel 8 3 Indeks selulolitik (IS) dari sepuluh isolat bakteri sampel kotoran

kelelawar asal Bogor dan Cirebon, Indonesia 9

4 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 12 5 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat

konsentrasi amonium sulfat 13

6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 14

DAFTAR GAMBAR

1 Zona bening di sekitar isolat B50 dan B60 9

2 Hasil pewarnaan Gram dan endospora isolat B50 dan B60 dengan

pembesaran 1000x 10

3 Pertumbuhan sel dan aktivitas selulase isolat B50 dan B60 pada suhu

kamar (27 °C) di media CMC 1% 10

4 Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 11 5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan 16S rRNA isolat B50 dan

B60 11

6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat

konsentrasi amonium sulfat 12

7 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50 14 8 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50 15 9 Stabilitas enzim selulase isolat B50 pada suhu 40 °C dan pH 5 selama

180 menit 15

10 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu 40 °C 16 11 SDS-PAGE enzim selulase hasil pengendapan amonium sulfat dan

enzim ekstrat kasar isolat B50 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pertumbuhan sel (log sel dan absorbansi) isolat B50 dan B60

dengan menggunakan media CMC 1% 25

2 Komposisi reagen Dinitrosalisilic Acid (DNS) 25 3 Kurva standar glukosa yang direaksikan dengan DNS 25

4 Komposisi reagen Bradford 26

5 Kurva standar Bovine Serum Albumin (BSA) 26

6 Hasil uji biokimia dengan menggunakan kit API 50 CHB 27 7 Urutan nukleotida hasil sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 28 8 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Enzim merupakan biokatalisator yang mampu mempercepat reaksi biokimia yang terjadi di luar maupun dalam sel. Salah satu enzim yang digunakan pada proses industri ialah enzim selulase. Enzim selulase sering digunakan dalam degradasi bahan berserat seperti selulosa. Enzim ini juga banyak digunakan pada industri detergen, makanan ternak, tekstil, dan pabrik kertas (Kuhad et al. 2011).

Enzim selulase ialah enzim yang mampu memecah selulosa menjadi gula sederhana atau glukosa yang melibatkan aktivitas enzim endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Bakteri yang dapat menghasilkan enzim selulase disebut bakteri selulolitik. Beberapa genus bakteri yang diketahui memiliki aktivitas selulolitik, yaitu Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus, Bacillus, Cellulomonas, Cellvibrio, Eubacterium, Geobacillus, Microbispora, Paenibacillus, Pseudomonas, Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio, Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et al. 2011). Setiap bakteri selulolitik memiliki komposisi dan aktivitas enzim selulase yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai isolat bakteri yang menghasilkan enzim selulase.

Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dan digolongkan dalam Ordo Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”. Ordo ini terbagi menjadi dua subordo, yaitu Microchiroptera dan Megachiroptera. Kedua ordo tersebut berbeda secara morfologi antara lain pada mata, telinga, serta cakar pada jari kedua tangan (Feldhamer et al. 2007). Beberapa jenis kelelawar dari subordo Microchiroptera lebih memilih tempat berlindung pada lubang-lubang batang pohon, celah bambu, pohon mati, jalinan rotan atau herba hingga langit-langit rumah pada pemukiman penduduk. Subordo Megachiroptera memilih tempat bergelantung untuk tidur pada pohon-pohon besar dan gua (Prasetyo et al. 2011).

Berdasarkan jenis pakan, sebagian subordo Microchiroptera adalah insektivora sedangkan Megachiroptera merupakan kelompok yang memakan buah dan nektar (Feldhamer et al. 2007). Kotoran atau feses kelelawar sering dikenal dengan istilah guano. Guano dari subordo Microchiroptera mengandung bahan organik sebesar 53-65%. Komposisi utama dari guano subordo Microchiroptera yaitu kitin. Hal ini disebabkan Microchiroptera merupakan subordo kelelawar pemakan insektivora. Guano dari kelelawar pemakan buah mengandung lebih dari 60% bahan organik terutama selulosa dan mineral (Gross et al. 2004).

Guano kelelawar sering dijadikan pupuk oleh masyarakat di sekitar gua (Nurfitrianto et al. 2013). Guano kelelawar mengandung banyak fosfat dalam bentuk P2O5 yaitu berkisar 2-7%, dibandingkan dengan unsur lain yaitu Ca, Mg,

(14)

2

Berdasarkan adanya guano yang mengandung bahan organik selulosa, diharapkan dapat diperoleh isolat bakteri penghasil enzim selulase dari kotoran kelelawar. Bakteri selulase mampu memecah selulosa menjadi gula sederhana, sehingga penyerapan bahan organik oleh tumbuhan lebih optimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri selulolitik dari feses kelelawar, mengkarakterisasi enzim selulase, serta mengidentifikasi secara molekuler isolat selulolitik terpilih.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu agar mengetahui karakter atau sifat-sifat dari enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri selulolitik asal feses kelelawar. Dalam proses penguraian bahan organik, bakteri selulolitik mengeluarkan enzim selulase yang dapat mempercepat proses hidrolisis selulosa yang terdapat pada guano. Pengurain tersebut akan mengubah sifak fisik dari guano. Sehingga kandungan bahan organik yang ada di dalam guano kelelawar lebih mudah diserap oleh tumbuhan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelelawar dan Habitatnya

Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang jumlahnya di dunia mencapai 18 famili, 192 genus, dan 977 spesies kelelawar. Kelelawar

digolongkan dalam Bangsa Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”,

karena anggota tubuh bagian depannya termodifikasi menjadi sayap, meskipun berbeda dengan sayap pada burung. Sayap ini berfungsi untuk terbang dan menyelimuti tubuhnya ketika bergantung terbalik pada tempat tinggalnya. Hewan ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari. Kelelawar digolongkan menjadi dua, yaitu Microchiroptera dan Megachiroptera. Microchiroptera merupakan kelelawar pemakan serangga dan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil, sedangkan Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah, biji serta dedaunan (Prasetyo et al. 2011).

(15)

3 perbedaan jenis-jenis kelelawar. Gua yang dihuni kelelawar pada umumnya mempunyai suhu rendah dan kelembaban yang cukup tinggi. Suyanto (2001) menyatakan bahwa jumlah guano yang dihasilkan kelelawar dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban gua.

Guano Kelelawar

Kelelawar memiliki peranan sebagai penyerbuk berbagai tumbuhan, sebagai pengendali hama serangga, penghasil pupuk guano, dan sebagai obyek ekowisata. Guano merupakan kotoran kelelawar. Guano kelelawar yang terdapat pada Gua Lawa sering diambil dan dijadikan pupuk oleh masyarakat di sekitar gua (Nurfitrianto et al. 2013). Pengambilan pupuk guano disarankan dilakukan pada malam hari, ketika kelelawar keluar mencari makan. Guano mengandung banyak unsur hara, baik mikro maupun makro (Suyanto 2001).

Guano kelelawar pemakan buah berwarna gelap dan berbentuk datar, mengandung lebih dari 60% bahan organik. Komposisi utamanya yaitu selulosa, dan mineral. Mineral ini kemungkinan berasal dari debu yang melekat pada buah yang dimakan. Guano kelelawar pemakan buah yang masih segar memiliki pH netral hingga basa, dan kadar fosfat yang berkisar antara 5,1-7,7% (Gross et al. 2004).

Guano kelelawar pemakan serangga berwarna gelap, berbentuk pelet. Guano ini Mengandung bahan organik yang berkisar antara 53 hingga 65% dari berat kotoran. Komposisi utama terdiri atas kitin. Guano kelelawar pemakan serangga memiliki pH yang sedikit asam, dan memiliki kandungan fosfat yang berkisar antara 25 dan 57% dari berat kotoran (Gross et al. 2004).

Selulosa

Selulosa merupakan polimer karbohidrat dan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan (Milala et al. 2005). Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat yaitu memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh manusia tetapi dapat diurai menjadi satuan-satuan glukosa oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme maupun mikroorganisme tertentu. Selulosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β -1,4-D-glukosidik.

(16)

4

hemiselulosa terdapat pada bagian-bagian yang keras dari biji kopi dan kulit kacang.

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase

Mikroorganisme terdiri atas bakteri, virus, dan cendawan. Mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase dari kelompok cendawan atau bakteri. Cendawan yang memiliki kemampuan selulolitik antara lain genus Trichoderma, Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Humicola, Melanocarpus, Chaetomium, Neurospora, Thermoascus, Mucor, Paecilomyces, Coniophora, Lanzites, Poria, Tyromyces, Fomitopsis, Sporotrichum, Trametes, Agaricus, Pleurotus, dan

Phlebia. Beberapa genus bakteri yang memiliki aktivitas selulolitik yaitu

Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus, Bacillus, Cellulomonas, Cellvibrio, Eubacterium, Geobacillus, Microbispora, Paenibacillus, Pseudomonas, Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio, Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et al. 2011).

Enzim Selulase dan Karakterisasinya

Selulase mengacu pada kelompok enzim yang bertindak menghidrolisis selulosa. Selulolisis adalah proses pemecahan selulosa menjadi unit glukosa. Enzim selulolitik dapat terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan aktivitas enzim yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase. Endoglukanase, juga dikenal sebagai 1, 4-β-D-glukan-4-glucanohydrolases, menyerang selulosa di situs amorf internal dan membelah rantai polisakarida dengan memasukkan molekul air dalam ikatan 1,4-β. Eksoglukanase mulai mereduksi ujung rantai oligosakarida dan melepaskan glukosa secara langsung atau dimer selobiosa. Enzim yang memecah glukosa disebut glukanase dan enzim yang memecah selobiosa disebut selobiohidrolase. β-glukosidase atau β-glukosida glukohidrolase, menghidrolisis dimer selobiosa dan selodekstrin menjadi glukosa (Himmel et al. 2007).

Enzim endoglukanase dan selobiohidrolase sama-sama dapat

(17)

5 Tabel 1 Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri

Bacillus

Mikroba pH

optimum

Suhu optimum

Kation Substrat Referensi

Bacillus spp. CH43 6 70 °C CO2+ CMC Mawadza

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai September 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA, IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu sampel kotoran kelelawar yang berasal dari Gua Gudawang, Cigudeg, Bogor dan gudang penyimpanan batubara di PT. Indocement Cirebon.

Isolasi Bakteri Selulolitik

Sampel feses kelelawar sebanyak 1 gram dilarutkan dengan 9 mL NaCl 0.85% dan didiamkan selama 48 jam. Kemudian 1 mL larutan feses dilakukan pengenceran serial dengan menggunakan NaCl 0.85% masing-masing sebanyak 9 mL hingga 10-6. Sebanyak 0.1 ml hasil dari pengenceran 10-3 hingga 10-6 disebar pada media Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% (1 g CMC; 0,02 g MgSO4.7H2O;

0.075 g KNO3; 0.05 g K2HPO4; 0.002 g FeSO4.7H2O; 0.004 g CaCl2.2H2O; 0.2 g

(18)

6

Koloni yang positif menghasilkan zona bening kemudian dimurnikan pada media CMC yang baru. Koloni bakteri yang telah murni selanjutnya dititik kembali pada media CMC 1% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Kemudian koloni yang telah tumbuh pada media diwarnai dengan merah kongo 0.1%. Pengamatan adanya halo (zona bening) dilakukan di sekitar koloni dan diukur diameternya.

Pembuatan Kurva Tumbuh dan Kurva Aktivitas Selulase

Sebanyak 1-2 lup isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 50 mL cair CMC dan diinkubasi selama 7 jam pada suhu ruang. Kultur digoyang pada mesin penggoyang degan kecepatan agitasi 120 rpm pada suhu ruang dan diukur hingga mencapai OD 0.6-0.8. Sebanyak 3 mL inokulum bakteri kemudian dimasukkan ke dalam tabung steril (1:1) dan ke dalam tabung yang berisi 3 mL media CMC cair (1:2). Selanjutnya dipindahkan 3 mL dari tabung 1:2 dan dimasukkan ke dalam tabung 1:4, hal serupa dilakukan hingga tabung 1:16, kemudian di vortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Sebanyak 1 mL inokulum dilakukan pengenceran serial dengan menggunakan NaCl 0.85% masing-masing sebanyak 9 mL hingga 10-6. Sebanyak 0.1 mL hasil dari pengenceran 10-3 hingga 10-6 disebar pada media CMC 1% dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Data pengukuran ini digunakan sebagai kurva standar isolat (Lampiran 1). Kurva standar isolat diperlukan agar data yang diperoleh dari pengukuran pertumbuhan bakteri dapat dinyatakan sebagai konsentrasi organisme (Hadioetomo 1993).

Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan memasukkan 2 mL inokulum bakteri ke dalam 250 mL media cair CMC. Pengambilan sampel dilakukan mulai dari 0 jam dengan rentang waktu 3 jam selama 39 jam. Hasil pertumbuhan diukur nilai Optical Density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.

Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim selulase ekstraseluler disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 97.04.04) selama 15 menit untuk memisahkan larutan enzim dengan pelet bakteri. Supernatan hasil sentrifugasi adalah enzim ektrak kasar. Supernatan yang dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan metode Miller (1959). Sebanyak 1 mL substrat (selulosa 1%) dilarutkan dalam 0.1 M bufer fosfat pH 7, kemudian ditambah dengan 1 mL enzim selulase dan dihomogenkan dengan vortex. Larutan tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar kemudian ditambah dengan 2 mL DNS (Lampiran 2). Larutan yang telah ditambahkan dengan DNS dididihkan pada suhu 100oC selama 15 menit untuk menghentikan reaksi. Larutan yang telah dingin diukur absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Standar glukosa menggunakan konsentrasi 0.15-0.3 mg/ml yang direaksikan dengan reagen asam dinitrosalisilat (DNS) (Lampiran 3). Aktivitas enzim diukur pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga dapat diketahui waktu produksi enzim selulase tertinggi. Aktivitas enzim selulase dinyatakan dalam satuan U/mL.

(19)

7 menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran 0.06 – 0.1 mg protein/mL (Lampiran 5).

Identifikasi Bakteri Isolat Terpilih

Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan bentuk sel, uji fisiologi serta identifikasi secara molekuler. Uji fisiologi dengan menggunakan uji biokimia Kit API 50 CHB (Bio Merieux, Amerika serikat). Dua lup isolat B50 dan B60 diinokulasikan ke dalam API 50 CHB medium dan dikocok dengan vortex. Kemudian suspensi tersebut dimasukkan sebanyak 0.2 mL pada setiap tabung API 50 CHB. Kit kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37 oC. Pembacaan hasil pengamatan dilakukan pada 24 jam dan 48 jam masa inkubasi. Hasil inkubasi dari API 50 CHB merupakan profil biokimia yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies bakteri, selanjutnya diinterpretasi dengan menggunakan perangkat lunak API Web.

Isolasi DNA genom dilakukan dengan protokol dari PrestoTM gDNA Bacteria Mini Kit (Geneaid) dengan modifikasi untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA dengan menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer yang digunakan ialah 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan

1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi PCR yang digunakan yaitu Pradenaturasi (94 oC, 5 menit), denaturasi (94 oC, 1 menit), annealing (55 oC, 1 menit), elongation (72 oC, 1 menit), dan post-elongation (72 oC, 7 menit). Elektroforesis dilakukan untuk pemisahan DNA produk PCR dan visualisasi DNA dilakukan dengan menggunakan UV transluminator. DNA disekuen untuk mengetahui urutan basa nukleotidanya, kemudian disejajarkan dengan data GeneBank menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information). Analisis filogenetik dilakukan dengan program Mega 6.

Pemekatan Enzim Selulase

Pemekatan enzim selulase dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat. Amonium sulfat ditambahkan ke dalam enzim ektrak kasar selulase pada beberapa tingkat konsentrasi, yaitu 0-10%, 10-20%, 20-30%, 30-40%, 40-50%, 50-60%, 60-70%, dan 70-80%. Penambahan tersebut dilakukan secara perlahan-lahan dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 4 °C dan disimpan selama semalam di dalam lemari pendingin. Campuran enzim dan amonium sulfat disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 97.04.04) selama 15 menit (Gupta et al. 2012). Endapan enzim dengan amonium sulfat dari tiap fraksi dihitung aktivitas enzim selulase dan kadar proteinnya.

Karakterisasi Enzim Selulase

(20)

8

dilakukan pada pH 3 sampai dengan pH 9. Bufer yang digunakan ialah 0.1 M bufer sitrat (3.0-6.0), 0.1 M bufer fosfat (7.0-8.0), dan 0.1 M bufer glisin-NaOH (9.0-10.0). Penentuan suhu optimum terhadap aktivitas enzim diuji pada suhu 30 °C sampai 90 °C dengan selang 10 °C. Pengukuran kestabilan suhu enzim dilakukan dengan menginkubasi enzim selulase selama 180 menit dengan interval 60 menit pada suhu optimum.

Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Berbagai Substrat

Aktivitas enzim selulase diuji pada substrat CMC, avicel, dan kertas saring Whatman no 1. Sebanyak 5 mL substrat CMC 1% atau avicel 2% ditambahkan 5 mL enzim ekstrak kasar. Khusus substrat kertas saring, sebanyak 2,5 potong kertas saring berukuran 1 x 6 cm2 ditambahkan 2,5 mL bufer dan 5 mL enzim ekstrak kasar (Meryandini et al. 2009). Substrat dan enzim ekstrak kasar direaksikan selama 60 menit pada suhu optimum. Untuk substrat CMC campuran enzim dan substrat dipindahkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 mL kemudian ditambahkan 2 mL DNS dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit. Selanjutnya untuk substrat kertas saring, 3 mL larutannya (enzim ekstrak kasar dan bufer) dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL DNS kemudian segera diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit. Substrat avisel setelah waktu inkubasi ditambahkan 50 μL NaOH 0.2 M, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Sebanyak 2 mL supernatan diambil dan ditambahkan 2 mL DNS lalu diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit. Sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Suhu inkubasi substrat dan enzim serta pH larutan bufer disesuaikan dengan suhu dan pH optimum.

Analisis SDS-PAGE

Sodium Dodecyl Sulfate-Polycrilamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE) dilakukan dengan menggunakan metode Laemmli (Bollag dan Edelstein 1991). Elektroforesis menggunakan poliakrilamid kosentrasi 12% gel pemisah dan 4% gel pengumpul. Sampel yang dimasukkan ke dalam gel yaitu 5 µL. Elektroforesis dilakukan pada 50 mA selama 35 menit. Hasil elektroforesis diwarnai oleh

Coomasie Brilliant Blue (CBB).

Tabel 2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel

Komposisi 12% gel pemisah (mL) 4% gel penahan (mL)

(21)

9

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik

Bakteri selulolitik yang berhasil diisolasi dari dua sampel kotoran kelelawar sebanyak sembilan isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan delapan belas isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Cirebon. Indeks selulolitik merupakan nisbah antara diameter zona bening dengan diameter koloni. Sepuluh isolat selulolitik dengan indeks selulolitik terbesar diuji aktivitas enzimnya (Tabel 3). Dua isolat yang memiliki aktivitas enzim terbesar dipilih untuk dilakukan pengujian selanjutnya. Isolat B50 memiliki aktivitas enzim CMCase tertinggi dibandingkan dengan isolat lainnya yaitu 3.39 mU/mL dan indeks selulolitik sebesar 0.27. Isolat B60 memiliki aktivitas enzim CMCase sebesar 3.32 mU/mL dan indeks selulolitik sebesar 0.26.

Tabel 3 Indeks selulolitik (IS) dari sepuluh isolat bakteri sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan Cirebon, Indonesia

Enzim diproduksi pada 24 jam dan aktivitas diukur pada pH 7 dan suhu 37 °C.

Gambar 1 Zona bening di sekitar isolat (a) B50 dan (b) B60

(22)

10

Gambar 2 Hasil pewarnaan Gram dan endospora (a,b) isolat B50 dan (c, d) B60 dengan pembesaran 1000x

Kurva Pertumbuhan dan Aktivitas Selulase dari Isolat B50 dan B60

Pertumbuhan isolat dan pengujian aktivitas selulase diukur setiap 3 jam selama 39 jam. Aktivitas optimum enzim selulase isolat B50 berada pada fase stasioner sedangkan isolat B60 pada fase logaritmik. Isolat B50 memiliki aktivitas enzim selulase tertinggi pada jam ke-24 sebesar 11.5 mU/mL dan pertumbuhan selnya berada pada fase stasioner. Aktivitas tertinggi enzim selulase pada isolat B60 diperoleh pada jam ke-3 sebesar 21.5 mU/mL. Fase stasioner pada kedua isolat masih berlangsung hingga jam ke-39 masa inkubasi (Gambar 3).

Gambar 3 Pertumbuhan sel dan aktivitas selulase isolat (a) B50 dan (b) B60 pada suhu kamar (37 °C) di media CMC 1%

Hasil identifikasi Bakteri Isolat Terpilih

Hasil pewarnaan Gram menunjukkan isolat B50 dan B60 merupakan bakteri Gram positif dengan bentuk sel batang dan memiliki endospora (Gambar 2). Identifikasi bakteri berdasarkan uji fisiologi menggunakan kit API 50 CHB menunjukkan bahwa isolat B50 merupakan bakteri Bacillus cereus dengan tingkat kemiripan 85.8%. Isolat B60 merupakan bakteri Bacillus licheniformis dengan tingkat kemiripan 96.7% (Lampiran 6).

(23)

11

Gambar 4 Hasil elektroforgram amplifikasi gen 16s rRNA isolat (a) B50 dan (b) B60

Identifikasi berdasarkan gen 16S rRNA dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 menggunakan primer 63F dan 1387 R menghasilkan satu amplikon yang berukuran sekitar 1307 bp (Gambar 4). Isolat B50 berukuran 1300 pb, sedangkan isolat B60 berukuran 1305 pb (Lampiran 7). Kedua isolat ini sama-sama memiliki kekerabatan yang dekat dengan Bacillus cereus galur ATCC 4342 dengan tingkat kemiripan 99% (Gambar 5).

Gambar 5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan 16S rRNA dari isolat B50 dan B60

B50

Bacillus cereus ATCC 4342

B60

Bacillus cereus WZZ001

Bacillus cereus NC7401

Bacillus cereus FT9

Bacillus thuringiensis JK0716S

Bacillus thuringiensis 5a

Lactobacillus acidophilus johnsonii

Pseudomonas aeruginosa RJ 16

99

0.01

M (a)

± 1300 pb

(24)

12

Tabel 4 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 Kode

isolat

Galur pembanding Total basa (isolat/GenBank)

E -Value

Kemiripan Nomor Akses B50 Bacillus cereus ATCC

4342

1296/1303 0.0 99% CP009628.1

Bacillus cereus WZZ001 1296/1303 0.0 99% KM505125.1

Bacillus cereus NC7401 1296/1303 0.0 99% AP007209.1

Bacillus cereus FT9 1296/1303 0.0 99% CP008712.1

Bacillus thuringiensis JK0716S

1296/1303 0.0 99% KF135459.1

Bacillus thuringiensis 5a 1296/1303 0.0 99% KJ206071.1 B60 Bacillus cereus ATCC

4342

1300/1307 0.0 99% CP009628.1

Bacillus cereus WZZ001 1300/1307 0.0 99% KM505125.1

Bacillus cereus NC7401 1300/1307 0.0 99% AP007209.1

Bacillus cereus FT9 1300/1307 0.0 99% CP008712.1

Bacillus thuringiensis JK0716S

1300/1307 0.0 99% KF135459.1

Bacillus thuringiensis 5a 1300/1307 0.0 99% KJ206071.1

Enzim Selulase Hasil Pemekatan

Pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat menunjukkan bahwa enzim yang berasal dari isolat B50 mampu diendapkan pada konsentrasi 30% amonium sulfat (Gambar 6) (Tabel 5). Aktivitas spesifik isolat B50 setelah dilakukan pemekatan meningkat sebesar 1354.7 mU/mg jika dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar yaitu 538.3 mU/mg. Kemurnian enzim meningkat sebesar 2.49 kali dari sebelumnya dengan perolehan 4.8 % (Tabel 6).

Gambar 6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat konsentrasi amonium sulfat. EEK: enzim ekstrak kasar, supernatan dan hasil pengendapan amonium sulfat

EEK 0-10 10-20. 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80

(25)

13

(26)

14

Tabel 6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50

Tahap Volume

Ciri-ciri Enzim Selulase Isolat B50

Karakterisasi enzim selulase dilakukan pada isolat B50 meliputi pengaruh pH, suhu, dan stabilitas enzim. Aktivitas enzim selulase isolat B50 memiliki kisaran pH yang luas yaitu dari 3.0-10.0. Enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan dengan amonium sulfat memiliki pH optimum yang sama, yaitu pada pH 5 (Gambar 7). Aktivitas enzim ekstrak kasar isolat B50 pada pH 5 sebesar 5.143 mU/mL. Isolat B50 hasil pengendapan amonium sulfat memiliki aktivitas enzim yang lebih tinggi pada pH 5 dibandingkan enzim ekstrak kasarnya yaitu sebesar 20.329 mU/mL.

Gambar 7 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50. enzim ekstrak kasar dan enzim hasil pengendapan amonium sulfat

Enzim selulase isolat B50 memiliki aktivitas enzim pada kisaran suhu 30-80 °C. Suhu optimum dari enzim ekstrak kasar selulase dan hasil pengendapan dengan amonium sulfat pada isolat B50 memiliki suhu optimum yang sama yaitu suhu 40 °C (Gambar 8). Enzim hasil pengendapan amonium sulfat memiliki aktivitas enzim yang lebih tinggi pada suhu optimum (40 °C) dibandingkan enzim ekstrak kasarnya sebesar 33.625 mU/mL.

Stabilitas enzim memberikan pengaruh terhadap lama aktivitas enzim. Aktivitas enzim hasil pengendapan amonium sulfat 30% memiliki aktivitas relatif sebesar 100% pada menit ke-0 pada suhu 40 °C, sedangkan enzim ekstrak kasar pada menit ke-0 memiliki aktivitas relatif yang lebih rendah, yaitu sebesar 38.3%.

(27)

15 Enzim hasil pengendapan amonium sulfat mengalami penurunan sebesar 24% pada menit ke-60 dan tidak memiliki aktivitas lagi pada menit ke-180. Enzim ekstrak kasar mengalami penurunan pada menit ke-60 sebesar 22% dan tidak memiliki aktivitas lagi pada menit ke 180 (Gambar 9).

Gambar 8 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50. enzim ekstrak kasar dan enzim hasil pengendapan amonium sulfat.

Gambar 9 Stabilitas enzim selulase isolat B50 pada suhu 40oC dan pH 5 selama 180 menit. enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan amonium sulfat 30%.

Isolat B50 pada pH dan suhu optimumnya memiliki aktivitas tertinggi pada substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) yaitu sebesar 21.16 mU/mL (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa isolat B50 memiliki aktivitas

(28)

16

Gambar 10 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu 40 °C

Analisis pita protein dengan SDS-PAGE menggunakan enzim selulase hasil pengendapan 30% amonium sulfat. Hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE menunjukkan terdapat 1 pita dengan bobot molekul 36.2 kDa (Gambar 11) (Lampiran 9).

Gambar 11 SDS-PAGE enzim selulase isolat B50. (M) Marker, (1,2) pita protein enzim hasil pengendapan amonium sulfat 30%, dan (3) enzim ekstrak kasar.

CMC 55%

Avisel 4% filter paper

41%

36.2 kDA M

(kDA) 200 150 120 100 85 70 60 50

40

30

25

20

(29)

17 Pembahasan

Bakteri selulolitik diseleksi berdasarkan ada tidaknya zona hidrolisis yang terbentuk pada media agar-agar CMC serta pengukuran aktivitas enzim dengan menggunakan metode DNS. Dari proses penyeleksian terpilih dua isolat yang memiliki aktivitas enzim tertinggi dengan kode isolat B50 dan B60. Kedua isolat menunjukkan adanya zona bening setelah ditetesi merah kongo (Gambar 1). Merah kongo digunakan sebagai indikator degradasi β-D-glukan pada media padat. Penggunaan merah kongo dilakukan untuk menguji secara cepat bakteri selulolitik dan yang bukan selulolitik (Theather dan Wood 1982). Isolat C015 memiliki indeks selulolitik yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat B50 dan B60, tetapi memiliki aktivitas enzim selulase yang rendah secara kuantitatif. Hal ini karena merah kongo mendeteksi adanya degradasi β-D-glukan pada media padat secara kualitatif, sedangkan pengukuran aktivitas enzim selulase dengan menggunakan DNS yang dapat mengikat gula pereduksi yang dihasilkan oleh aktivitas enzim. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan dapat diketahui dari kurva standar glukosa. Selanjutnya aktivitas enzim secara kuantitatif dapat dihitung (Lampiran 3).

Kurva pertumbuhan isolat B50 dan B60 menunjukkan tipe pola pertumbuhan diauxic. Pertumbuhan diauxic yaitu pertumbuhan isolat yang mengalami dua fase logaritmik dengan kecepatan pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan diauxic karena pemanfaatan ketersediaan nutrisi sebagai sumber karbon yang berbeda dalam media sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pertumbuhan isolat tersebut (Baker et al. 2004). Pertumbuhan diauxic pada penelitian ini terjadi karena isolat B50 dan B60 menggunakan sumber karbon berupa glukosa dan CMC. Fase logaritmik pertama terjadi karena kedua isolat tersebut memanfaatkan glukosa sebagai sumber karbon yang lebih sederhana. Setelah glukosa pada medium tumbuhnya habis, maka kedua isolat tersebut akan memanfaatkan sumber karbon selulosa dengan mensintesis enzim selulase dan selanjutnya memasuki fase logaritmik kedua.

Setiap bakteri selulolitik memiliki kompleks enzim selulase yang berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari sumber karbon yang digunakan dan gen yang dimiliki. Kedua isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan CMC 1%. Menurut Alam et al. (2004) CMC merupakan substrat terbaik untuk menginduksi sintesis enzim selulolitik ekstraseluler. Isolat B50 memiliki aktivitas enzim selulase tertinggi pada jam ke-24 masa inkubasi. Isolat B60 memiliki aktivitas enzim selulase pada jam ke-3 masa inkubasi. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan jumlah inokulum yang dimasukkan ke dalam media pertumbuhan jumlahnya sangat banyak. Pada penelitian ini jumlah inokulum yang dimasukkan berkisar 107. Hal ini dapat mengakumulasi enzim selulase yang awalnya telah diproduksi di media sebelumnya ikut masuk ke dalam media pertumbuhan yang baru menyebabkan pada isolat B60 aktivitas enzim selulase tertinggi pada jam ke-3 masa inkubasi.

(30)

18

oligonukleotida adalah cara yang efektif untuk mengetahui taksonomi prokariot termasuk bakteri genus Bacillus dan dapat dihubungkan secara langsung dengan data dari pohon filogenetik (Fox et al. 1977). Uji fisiologi bakteri merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi suatu isolat bakteri berdasarkan sifat-sifat fisiologinya. Uji fisiologi dengan menggunakan kit API berhubungan dengan metabolisme sel bakteri. Isolat B60 hasil identifikasi fisiologi dengan menggunakan kit API 50 dan berdasarkan gen 16S rRNA memiliki hasil berbeda. Hasil uji fisiologi dengan menggunakan kit API kemudian dibandingkan dengan karakteristik bakteri yang terdapat pada buku Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Vos et al. 2009). Berdasarkan buku Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology menunjukkan bahwa kedua isolat memiliki kedekatan yang erat dengan Bacillus cereus. Berbagai laporan menyatakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulase antara lain Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus, Bacillus, Cellulomonas, Cellvibrio, Eubacterium, Geobacillus, Microbispora, Paenibacillus, Pseudomonas, Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio, Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et al. 2011).

Pengendapan ekstrak kasar selulase dilakukan untuk memekatkan enzim-enzim selulase isolat B50 yang terdapat pada ekstrak kasar enzim-enzim. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan aktivitas enzim selulase yang terdeteksi dibandingkan enzim ekstrak kasarnya. Pengendapan protein menggunakan prinsip

salting out, yaitu mengendapnya protein (enzim) karena air berikatan dengan garam amonium sulfat. Molekul protein terdiri atas bagian asam amino hidrofobik dan bagian asam amino hidrofilik. Bagian asam amino hidrofilik dari protein berinteraksi dengan molekul air sehingga protein yang mengandung asam amino hidrofilik akan larut dalam air, sedangkan protein yang mengandung asam amino hidrofobik akan mengendap terlebih dahulu. Ketika konsentrasi garam amonium sulfat meningkat secara bertahap pada saat fraksinasi, beberapa molekul air akan tertarik oleh ion garam amonium sulfat, yang menurunkan jumlah molekul air yang tersedia untuk berinteraksi dengan asam amino hidrofilik dari protein, sehingga protein yang mengandung asam amino hidrofilik akan mengendap.

Pengendapan enzim dengan amonium sulfat menunjukkan bahwa isolat B50 mampu diendapkan pada konsentrasi 30% jenuh amonium sulfat dengan tingkat kemurnian sebesar 2.84 kali dan perolehan enzim 1.41% (Tabel 5). Berdasarkan hal tersebut maka produksi dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat 30%, selanjutnya diperoleh sebanyak 6 mL endapan dari 500 mL enzim ekstrak kasar dengan tingkat kemurnian sebesar 2.51 kali dan perolehan enzim 4.8%. Menurut Sahin et al (2013) enzim endoglukanase yang diperoleh dari

Trichoderma Ouroviridie mampu diendapkan pada konsentrasi 80% jenuh amonium sulfat dengan perolehan sebesar 4.3%. Enzim selulase dari Bacillus Subtilis YJ1 mampu diendapkan oleh amonium sulfat dengan perolehan 42.7% (Yin et al. 2010). Perbedaan perolehan enzim kemungkinan disebabkan kemampuan amonium sulfat dalam mengendapkan protein atau enzim.

(31)

19 suhu 40 °C (Lin et al. 2012). Suhu optimum enzim selulase isolat B50 lebih rendah dibandingkan dengan Bacillus galur lainnya. Bacillus subtilis YJ1 optimum pada suhu 60 °C, Bacillus CH43 65°C dan RH68 70 °C (Mawadza et al. 2000; Yin et al. 2010).

Ada tiga jenis enzim selulase yang bekerja secara sinergis, yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase. Substrat CMC merupakan substrat selulosa murni yang berbentuk amorphous sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC merupakan dari aktivitas enzim endo-1,4-β -glukanase. Endoglukanase memotong secara acak di situs amorphous rantai dalam selulosa dan menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih pendek (Lynd et al. 2002)

Avisel merupakan substrat selulosa yang berbentuk kristalin. Eksoglukanase memotong ujung rantai oligosakarida menjadi selobiosa (Zhang et al. 2006). Aktivitas enzim selulase yang rendah pada substrat avisel menunjukkan sangat sedikit aktivitas enzim ekso-1,4-β-glukanase pada isolat tersebut. Kertas saring (paper filter) merupakan selulosa sintetik campuran antara selulosa berbentuk amorphous dan kristalin (Lynd et al. 2002). Adanya aktivitas enzim pada kertas saring (paper filter) menunjukkan bahwa isolat B50 memiliki sinergisme antara enzim endo-1,4-β-glukanase dan ekso-1,4-β-glukanase dalam mendegradasi selulosa.

Penentuan bobot molekul dilakukan dengan teknik SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polycrilamide Gel Electroforesis), metode ini merupakan metode yang banyak digunakan. Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis gel yaitu gel penahan dan gel pemisah. Gel tersebut mengandung akrilamid, SDS, APS, dan TEMED. Menurut Janson dan Ryden (1998), gel akrilamid diperoleh berdasarkan polimerisasi akrilamid dengan sejumlah crosslinking agent metilen bis akrilamid dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator. Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat (APS) dalam air akan bereaksi dengan akrilamid aktif yang dapat bereaksi satu dengan yang lainnya sehingga membentuk polimer.

Elektroforesis dilakukan pada dengan arus sebesar 50 mA selama 35 menit. Selama proses berlangsung molekul protein yang berukuran lebih kecil akan bergerak lebih cepat melintasi gel, sedangkan yang berukuran besar akan bergerak lebih lambat (Bollag dan Eedelstein 1999). Molekul yang berbobot molekul rendah akan memiliki nilai Rf (jarak tempuh) yang lebih jauh dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar.

(32)

20

menunjukkan enzim selulase yang memiliki bobot molekul rendah (25-45 kDa). Enzim selulase Bacillus subtilis YJ1 memiliki bobot molekul 32.5 kDa (Yin et al. 2010). Bacillus galur CH43 dan HR68 memiliki bobot molekul enzim selulase 40 kDa (Mawadza et al. 2000).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bakteri selulolitik yang berhasil diisolasi dari dua sampel kotoran kelelawar sebanyak sembilan isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan delapan belas isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Cirebon. Bakteri B50 dan B60 diplih berdasarkan aktivitas enzim selulase tertinggi. Identifikasi bakteri berdasarkan uji molekuler 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat B50 dan B60 berkerabat dekat bakteri Bacillus cereus. Isolat B50 dipilih untuk dilakukan pengendapan dan karakterisasi enzim. Aktivitas spesifik enzim selulase hasil pengendapan dengan menggunakan amonium sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar. Isolat B50 memiliki aktivitas selulase tertinggi pada substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) dibandingkan dengan avisel dan kertas saring (paper filter). Enzim ekstrak kasar isolat B50 dan hasil pengendapan memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu 40 °C. Hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 ialah 36.2 kDA.

Saran

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

Alam MZ, Manchur MA, Anwar MN. 2004. Isolation, purification, characterization of cellulolytic enzymes produced by Streptomyces omiyaensin. J Biol Sci.10: 1647-1653.

Baker S, Griffths C, Nicklin J. 2004. Microbiology, Edisi ke-4. New York (US): Garland Science.

Beguin P, Aubert JP. 1994. The biological degradation of cellulose. J FEMS Microbiol Rev. 13:25-28.

Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. New York (US): Wiley-Liss. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methode for the quantitation of

characterization of micogram quantitaties of protein in utilizing the principle of protein-dye binding. J Anal Biochem. 72: 248-254.

Chasanah E, Dini IR, Mubarik NR. 2013. Karakterisasi enzim selulase PMP 0126Y dari limbah pengolahan agar. JPB Perikanan. 8: 103-114.

Feldhamer GA, Drickamer LC, Vessey SH, Merrit JF, Krajewski C. 2007.

Mammalogy: Adaption, Diversity, and Ecology, Edisi ke-3. Baltimore (US): The Johns Hopkins Univ Pr.

Fox GE, Pechan KR, Woese CR. 1977. Comparative cataloging of 16s ribosomal ribonucleic acid: molecular approach to procaryotic systematic. J Syst Bacteriol. 27:44-57.

Gupta P, Kalpana S, Avinash S. 2012. Isolation of cellulose-degrading bacteria and determination of their cellulolytic potential. Int J Microbiol. 1:1-5 Gross RS, Berna F, Karkanas P, Weiner S. 2004. Bat guano and preservation

ofarchaeological remains in cave sites. J Archaeol Sci. 31: 1259-1272. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta (ID):

Gramedia Pustaka Utama.

Himmel ME, Ding SY, David KJ,William SA, Mark RN, John WB, Thomas DF. 2007. Biomass recalcitrance: engineering plants and enzymes for biofuels production. J Sci. 315: 804-807.

Janson JC, Ryden L. 1998. Protein purification : Principle, High Resolution Methods, and Application, Edisi ke-2. New York (US) : John Wiley & Son. Ji W, Ming D, Yan-Hong L, Qing-Xi C, Gen-Jun X, Fu-Kun Z. 2003. Isolation of

a multifunctional endogenous cellulase gene from mollusca, Ampullaria crossean. J Acta Biochim Biophys Sin. 35: 941-946.

Kuhad RC, Gupta R, Singh A. 2011. Microbial cellulases and their industrial application. J Enzyme Res. 2011:1-10.

Lee YJ, Bo-kyung K, Bo-Hwa L, Kang-Ik J, Nam-Kyu L, Chung-Han C, Yoong-Choun L, Jin-Woo L. 2008. Purification and Characterization of cellulase produced by Bacillus amyoliquefaciens DL-3 utilizing rice hull. J Biores Technol. 99: 378-386.

Lin L, Kan X, Yan H, Wang D. 2012. Characterization of extracellular cellulose degrading enzymes from Bacillus thuringiensis strains. Electron J Biotechnol. 15 (3).

(34)

22

Marchesi JR, Sato T, Weigtman AJ, Martin TA, Fry JC, Hiom SJ, Wade WG. 1998. Design and evaluation of usefull bacteria specific PCR primers that amplify genes coding for bacteria 16S rRNA. J Appl Environ Microbiol. 64: 795-799.

Mawadza C, Kaul RH, Zvauya R, Mattiasson B. 2000. Purification and characterization of cellulases produced by two Bacillus strains. J Biotechnol. 83:177-187.

Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. J Makara Sains. 13: 33-38.

Milala MA, Shugaba A, Gidado A, Ene AC, Wafar JA. 2005. Studies on the use of agricultural wastes for cellulase enzyme production by Aspergillus niger. J Agric Biol Sci. 1:325-328.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. J Anal Chem. 31:426-428.

Nurfitrianto H, Widowati B, Ulfi F. 2013. Kekayaan jenis kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro. J Lentera Biol. 2: 143-148.

Oliveira LRC, João BB, Meire LLM, Marco AM. 2014. Extracellular production of avicelase by the thermophilic soil bacterium Bacillus sp. SMIA-2. J Acta Scientiarum. 38: 215-222.

Prasetyo PN, Noerfahmy S, Tata HL. 2011. Jenis-jenis Kelelawar Agroforest Sumatera. Bogor (ID): World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office.

Sadhu S, Saha P, Sen KS, Mayilraj S, Maiti TK. 2013. Production, purification and characterization of a novel thermotolerant endoglucanase (CMCase) from Bacillus strain isolated from cow dung. J Springer Plus. 2:1-10. Sahin S, Ozmen I, Biyik HH. 2013. Purification and characterization of endo-β

-1,4-glukanase from local isolate Trichoderma Ouroviride. Int J Biochem Bioinfo. 3: 129-132.

Suyanto A, 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.

Theather RM, Wood JP. 1982. Use of congo red-polysaccharide interactions in enumeration And characterization of cellulolytic bacteria from the bovine rument. J Appl Environ Microbiol. 43:777-780.

Vos PD, Garrity GM, Jones D, Krieg NR, Ludwig W, Rainey FA, Schleifer KH, Whitman WB. 2009. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, Edisi ke-2. New York (US): Springer.

Wang J, Ding M, Li YH, Chen QX, Xu GJ, Zhao FK. 2003. Isolation of a multifunctional endogenous cellulase gene from mollusca, Ampullaria crossean. J Acta Biochim BiophysSin. 35: 941-946.

Yin L, Lin H, Xiao Z. 2010. Purification and characterization of a cellulase from

Bacillus subtilis YJ1. J Marine Sci Technol. 18:466-471.

(35)

23

(36)
(37)

25 Lampiran 1 Pertumbuhan sel (log sel dan absorbansi) isolat B50 dan B60 dengan

menggunakan media CMC 1% A. Isolat B50

B. Isolat B60

Lampiran 2 Komposisi reagen Dinitrosalisilic Acid (DNS)

Bahan Jumlah

NAOH padat 10 gram

KNa Tartrat 182 gram

Dinitrosalisilic Acid (DNS) 10 gram

Aquades Ditera sampai 1000 mL

Lampiran 3 Kurva standar glukosa yang direaksikan dengan reagen

Dinitrosalycilic acid (DNS)

(38)

26

Lampiran 4 Komposisi reagen Bradford

Bahan Jumlah

Coomassie Brilliant Blue G-250 100 mg

Etanol 95% 50 mL

Asam fosfat 85% 100 mL

Aquades Ditera sampai 1000 mL

Lampiran 5 Kurva standar Bovine Serum Albumin (BSA)

y = 3,0742x + 0,0073 R² = 0,9873

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

0 0,05 0,1

Absor

ba

nsi 59

5 nm

Konsentrasi (mg/mL) Standar BSA microassay Konsentrasi

BSA (mg/mL)

Absorbasi (595 nm)

Abs-blanko

0 o.15 0

0.06 0.3594 0.204

0.07 0.3785 0.2285

0.08 0.4005 0.2505

0.09 0.4455 0.2955

(39)

27 Lampiran 6 Hasil uji biokimia dengan menggunakan kit API 50 CHB

(40)

28

(41)

29 AACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTA AGTGTTAGAGGGTTTCCGCCCTTTAGTGCTGAAGTTAACGCATTAAGC ACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTGAAACTCAAAGGAATTG ACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAA CGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTGACAACCCTAGAGAT AGGGCTTCTCCTTCGGGAGCAGAGTGACAGGTGGTGCATGGTTGTCGT CAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGGGCAACC CTTGATCTTAGTTGCCATCATTAAGTTGGGCACTCTAAGGTGACTGCCG GTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATAACGTCAAATCATCATGCCCC TTATGACCTGGGCTACAACCGTGCTACAATGGACGGTACAAAGAGCTG CAAGACCGCGAGGTGGAGCTAATCTCATAAAACCGTTCTCAGTTCGGA TTGTAGGCTGCAACTCGCCTACATGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGC GGATCAGCATGCCCCGGT

Lampiran 8 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu 40 °C.

Substrat Aktivitas enzim (mU/mL)

CMC 21.16

Avisel 1.42

Kertas saring (filter paper) 15.77

Lampiran 9 Penghitungan bobot molekul selulase isolat B50

Pita ke- BM Log BM BPB (cm) Pita (cm) Rf

1 200000 5.3010 4.8 0.2 0.042

2 150000 5.1761 4.8 0.3 0.063

3 120000 5.0792 4.8 0.5 0.104

4 100000 5.000 4.8 0.8 0.167

5 85000 4.9294 4.8 1.0 0.208

6 70000 4.8451 4.8 1.4 0.292

7 60000 4.7782 4.8 1.8 0.375

8 50000 4.6990 4.8 2.2 0.458

9 40000 4.6021 4.8 2.7 0.563

10 30000 4.4771 4.8 3.5 0.729

11 25000 4.3979 4.8 4.0 0.833

12 20000 4.3010 4.8 4.7 0.979

(42)

30

Kurva linear Rf vs Log BM

Bobot molekul selulase isolat B50

Tahap Pita

ke-

BPB (cm)

Pita (cm)

Rf Log BM BM

(kDa) Hasil pengendapan

amonium sulfat 30%

1 4.8 3.1 0.6458 4.559 36.20

y = -0,9796x + 5,1917 R² = 0,9603

3,0000 3,5000 4,0000 4,5000 5,0000 5,5000

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000

log

B

M m

arke

r

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 23 April 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan ayah Ardenal dan ibu Husniati. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis diterima di program studi Mikrobiologi pada program pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan beasiswa BPPDN calon dosen DIKTI 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si),

maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Isolasi Bakteri Selulolitik dan

Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses Keleawar”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr Dra Nisa Rachmania Mubarik, MSi dan Prof Dr Anja Meryandini MS. Bagian dari tesis ini sudah ditulis dan manuskrip sedang ditelaah pada jurnal

Hayati Journal of Bioscience dengan judul “Isolation of Cellulolytic Bacteria and

Gambar

Tabel 1 Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri Bacillus
Tabel 2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel
Gambar 2 Hasil pewarnaan Gram dan endospora (a,b) isolat B50 dan (c, d) B60
Gambar 4 Hasil elektroforgram amplifikasi gen 16s rRNA isolat (a) B50 dan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, kekuatan dan petunjuk sehingga penulis dapat

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dilakukan dengan menguji variasi konsentrasi basis polietilenglikol terhadap sifat fisik

PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KONSTRUKSI BANGUNAN DI SMK PEKERJAAN UMUM NEGERI BANDUNG Universitas

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Faktor Demografi Terhadap Literasi Keuangan Mahasiswa Program Studi Manajemen Konsentrasi Keuangan Universitas Kristen Maranatha ”,

Untuk mengetahui jenis-jenis hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Telagah Kecamatan Sei Binge Kabupaten Langkat, mengetahui besarnya nilai ekonomi

Usaha ini dilakukan untuk memberikan pengakuan dan penghargaan bagi perempuan yang telah mendedikasikan dirinya untuk penegakkan hak asasi perempuan di Aceh, karena

Halaman info program adalah halaman yang akan tampil saat user memilih info program pada halaman menu diatas, dan akan menampilkan info tentang aplikasi pembelajaran