• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dan Kejadian Proteinuria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dan Kejadian Proteinuria"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK DAN KEJADIAN PROTEINURIA

TESIS

SANDRO KURNIA 107103025 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

SANDRO KURNIA 107103025 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Hubungan Antara Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dan Kejadian Proteinuria

Nama Mahasiswa : Sandro Kurnia Nomor Induk Mahasiswa : 107103025

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Muhammad Ali, SpA(K)

Anggota

Dr. Pertin Sianturi, SpA(K)

Ketua Program Magister Dekan

Prof. Dr. H. Chairuddin P Lbs,DTM&H,SpA(K)

NIP : 19540220 198011 1 001 Prof.Dr.H Gontar A Siregar,SpPD-KGEH

(4)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK DAN KEJADIAN PROTEINURIA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

(5)

Telah diuji pada Tanggal: 10 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) ... Anggota :

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) dan Dr. Pertin Sianturi, Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Kepala bagian Departemen Ilmu

(7)

3. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) dan Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Ketua Program Magister Kedokteran Klinik FK USU dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK USU.

4. Prof. Dr. H. Chairul Yoel, Sp.A(K), Prof.Dr. Hj. Rafita Ramayati, Sp.A(K), Prof.Dr. Haris Hasan, Sp.PD, Sp JP(K), Dr. Tina C.L.Tobing, Sp.A(K), Dr.Rizky Hardiansyah,M.Ked(Ped), Sp.A, Dr. Hafaz Zakky Abdillah, M.Ked(Ped), Sp.A yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Nezman Nuri, Emil Salim, Arjuna, Hervina Sari, Wahyu Ningsih, Anggreini, Mislina Munir, Mega Oktariena, Melati Mandasari, Ratna Dewi, Ifrah Ayuna, Siti Habsyah, Rika, Dewi Sandi Laila, dan Riri Virzan. Terima kasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

(8)

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Alm. Dedi Hernanda dan Hj. Delila Siregar atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya. Jasa-jasa nya tidak akan pernah saya lupakan yang telah membimbing dan membesarkan saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada mertua saya H. Zakaria Usman dan Hj. Arian yang telah banyak membantu saya selama ini. Begitu juga dengan tante saya Yarsi Fatma yang telah memberikan bantuan moril dan materil yang selalu memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Terima kasih saya sampaikan kepada istri tercinta Nisrina dan anak saya Shazia Mehrunnisa dan Shadira Alveena Batrisya atas segala kesabaran dan dukungan yang diberikan selama ini, semoga apa yang saya peroleh dapat bermanfaat untuk keluarga. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan i

Lembar Pernyataan ii

Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lambang xii

Abstrak xiii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Manfaat Penelitian 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Bawaan 4

2.2. Penyebab dan Interpretasi Klinis Proteinuria 6

2.3. Hubungan Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan Proteinuria 9

2.4. Kerangka Konseptual 14

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain 15

3.2. Tempat dan Waktu 15

3.3. Populasi dan Sampel 15

3.4. Perkiraan Besar Sampel 16

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 17

3.5.1. Kriteria Inklusi 17

3.5.2. Kriteria Eksklusi 17

3.6. Persetujuan / Informed Consent 17

3.7. Etika Penelitian 18

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 18

3.9. Identifikasi Variabel 19

3.10. Definisi Operasional 20

(10)

BAB 4. HASIL 23

BAB 5. PEMBAHASAN 28

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Kesimpulan 31

6.3. Saran 31

Ringkasan 32

Daftar Pustaka 36

Lampiran

1. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 2. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (PSP) 3. Riwayat Hidup

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 23

Tabel 4.2. Kelompok dan diagnosis pasien 24

Tabel 4.3. Hubungan antara Penyakit Jantung Bawaan

dan proteinuria 25 Tabel 4.4. Analisis bivariat pengaruh kadar hemoglobin

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Patofisiologi hubungan sianosis dengan

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian 14

disfungsi vaskular pada Penyakit Jantung Bawaan 10

(13)

DAFTAR SINGKATAN

PJB : Penyakit Jantung Bawaan DSV : Defek Septum Ventrikel DAP : Duktus Arteriosus Persisten TOF : Tetralogy of Fallot

DORV : Double Outlet Right Ventricle HLHS : Hypoplastic Left Heart Syndrome

TAPVR : Total Anomalous Pulmonary Venous Return NO : Nitric Oxide

PDGF : Platelet D

TA : Truncus Arteriosus

erived Growth Factor

CO : Cardiac Output

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

ISK : Infeksi Saluran Kemih

(14)

DAFTAR LAMBANG

µg : mikrogram mg : miligram kg : kilogram ml : mililiter dl : desiliter

zα : Deviat baku normal untuk α

zβ : Deviat baku normal untuk β n : Jumlah subjek / sampel α : Kesalahan tipe I β : Kesalahan tipe II

(15)

ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan sianotik dapat dikaitkan dengan disfungsi dan gangguan ginjal. Gangguan ginjal dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan nefropati sianotik merupakan komplikasi serius. Hipoksia dapat mengakibatkan gangguan ginjal bahkan tanpa adanya penyebab kelainan ginjal lain dan hipoksia memiliki peran penting dalam patogenesis dan timbulnya penyakit ginjal.

Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria .

Metode. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan jumlah sampel sebanyak 60 anak yang menderita penyakit jantung bawaan. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Group I, penyakit jantung bawaan sianotik (n=30) dan kelompok II, penyakit jantung bawaan non sianotik (n=30). Dalam setiap kelompok, proteinuria dievaluasi dengan mungukur rasio albumin kreatinin pada urin. Hubungan proteinuria dengan hemoglobin, hematokrit dan laju filtrasi glomerulus juga dievaluasi.

Hasil. Anak dengan penyakit jantung bawaan sianotik didapatkan peningkatan rasio albumin kreatinin pada urin lebih banyak dibandingkan dengan anak penderita penyakit jantung bawaan non sianotik, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria (P=0,584). Hemoglobin dan GFR memiliki hubungan dengan proteinuria pada penyakit jantung bawaan sianotik tapi tidak ada yang signifikan secara statistik (P=0,31 dan P=0,08)

Kesimpulan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria

(16)

ABSTRACT

Background. Cyanoticcongenital heart disease can be associated with renal dysfunction and injury. Renal injury progresses with age and cyanotic nephropathy is a serious complication. Hypoxia can result in renal injury, even in the absence of renal abnormality and have a significant role in the pathogenesis and progression of renal disease.

Objective. This study was performed to assess the association between cyanotic congenital heart disease and proteinuria.

Methods. We prospectively enrolled sixty children with congenital heart disease. They were divided into two groups. Group I, cyanotic congenital heart disease (n=30) and group II, acyanotic congenital heart disease (n=30). In each group, proteinuria was evaluated with urinary levels of albumin creatinin ratio. Associaton of proteinuria with hemoglobin, hematocrit and glomerular filtration rate (GFR) were evaluated.

Results. Children with cyanotic congenital heart disease had elevated urinary level of albumin creatinin ratio more than children with acyanotic congenital heart disease, but there was no statistically significant association between cyanotic congenital heart disease and proteinuria (P=0.584). Hemoglobin and GFR had relationship with proteinuria in cyanotic congenital heart disease but there was no statistically significant (P=0.31 and P=0.08, respectively).

Conclusions. There was no significant association between cyanotic

congenital heart disease and proteinuria

(17)

ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan sianotik dapat dikaitkan dengan disfungsi dan gangguan ginjal. Gangguan ginjal dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan nefropati sianotik merupakan komplikasi serius. Hipoksia dapat mengakibatkan gangguan ginjal bahkan tanpa adanya penyebab kelainan ginjal lain dan hipoksia memiliki peran penting dalam patogenesis dan timbulnya penyakit ginjal.

Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria .

Metode. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan jumlah sampel sebanyak 60 anak yang menderita penyakit jantung bawaan. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Group I, penyakit jantung bawaan sianotik (n=30) dan kelompok II, penyakit jantung bawaan non sianotik (n=30). Dalam setiap kelompok, proteinuria dievaluasi dengan mungukur rasio albumin kreatinin pada urin. Hubungan proteinuria dengan hemoglobin, hematokrit dan laju filtrasi glomerulus juga dievaluasi.

Hasil. Anak dengan penyakit jantung bawaan sianotik didapatkan peningkatan rasio albumin kreatinin pada urin lebih banyak dibandingkan dengan anak penderita penyakit jantung bawaan non sianotik, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria (P=0,584). Hemoglobin dan GFR memiliki hubungan dengan proteinuria pada penyakit jantung bawaan sianotik tapi tidak ada yang signifikan secara statistik (P=0,31 dan P=0,08)

Kesimpulan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit jantung bawaan sianotik dan proteinuria

(18)

ABSTRACT

Background. Cyanoticcongenital heart disease can be associated with renal dysfunction and injury. Renal injury progresses with age and cyanotic nephropathy is a serious complication. Hypoxia can result in renal injury, even in the absence of renal abnormality and have a significant role in the pathogenesis and progression of renal disease.

Objective. This study was performed to assess the association between cyanotic congenital heart disease and proteinuria.

Methods. We prospectively enrolled sixty children with congenital heart disease. They were divided into two groups. Group I, cyanotic congenital heart disease (n=30) and group II, acyanotic congenital heart disease (n=30). In each group, proteinuria was evaluated with urinary levels of albumin creatinin ratio. Associaton of proteinuria with hemoglobin, hematocrit and glomerular filtration rate (GFR) were evaluated.

Results. Children with cyanotic congenital heart disease had elevated urinary level of albumin creatinin ratio more than children with acyanotic congenital heart disease, but there was no statistically significant association between cyanotic congenital heart disease and proteinuria (P=0.584). Hemoglobin and GFR had relationship with proteinuria in cyanotic congenital heart disease but there was no statistically significant (P=0.31 and P=0.08, respectively).

Conclusions. There was no significant association between cyanotic

congenital heart disease and proteinuria

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekitar sepertiga dari bayi yang lahir dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) kritis dalam tahun pertama kehidupannya.1 Laporan dari berbagai penelitian menunjukkan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menderita PJB.2 Penyebab dari PJB masih belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga bahwa genetik dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya insidensi PJB.3,4

Penyakit Jantung Bawaan secara klinis diklasifikasikan atas PJB non sianotik dan sianotik. Prevalensi PJB non sianotik yang tersering , yaitu Defek Septum Ventrikel (DSV) sekitar 30-50%, Defek Septum Atrium (DSA) sekitar 7-10%, dan Duktus Arteriosus Persisten (DAP) sekitar 10%. Sedangkan prevalensi PJB sianotik yang tersering yaitu Tetralogy of Fallot (TOF) sekitar 5-10%, dan Transposisi Arteri Besar sekitar 5%.4

Nefropati telah lama dikenal sebagai komplikasi yang potensial pada PJB sianotik. Dalam laporan sebelumnya, dilaporkan bahwa lebih dari 70% pasien PJB sianotik yang usianya lebih dari 10 tahun terjadi proteinuria yang signifikan.5 Kerusakan glomerulus ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada PJB sianotik.Beberapa kelainan yang terjadi pada penderita PJB sianotik adalah kejadian proteinuria dan Sindroma Nefrotik. Struktur patologis dari glomerulus yang dijumpai pada penderita PJB sianotik adalah glomerulomegali, dilatasi kapiler, penebalan dinding kapiler, proliferasi fokal atau difus dari sel mesangial dan glomerulosklerosis global atau segmental.

Hipoksia kronis dapat menyebabkan proliferasi dari tubulus ginjal dan sel glomerulus, perubahan ini merupakan bagian dari petogenesis kerusakan ginjal. Penelitian telah menunjukkan bahwa kerusakan ginjal berhubungan

(20)

dengan durasi atau lamanya dari PJB tersebut.8 Penelitian terhadap gangguan fungsi ginjal pada PJB di Indonesia belum pernah dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada hubungan antara PJB sianotik dan kejadian proteinuria?

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara PJB sianotik dan kejadian proteinuria.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara PJB sianotik dan kejadian proteinuria.

1.4.2. Tujuan Khusus

(21)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Di bidang akademik/ ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang kardiologi anak, khususnya tentang hubungan antara PJB sianotik dan proteinuria.

b. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data awal terhadap bidang Kardiologi anak dan Nefrologi anak tentang hubungan antara PJB sianotik dan proteinuria.

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering dijumpai pada periode fetus dan neonatus yang berupa kelainan struktural dari jantung atau pembuluh darah besar intratorakal yang secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup.3 Penyakit Jantung Bawaan didefinisikan sebagai abnormalitas penyesuaian pembentukan dari jantung atau pembuluh darah yang terbentuk selama kehidupan fetus (3-6 minggu kehamilan) sehingga jantung atau pembuluh darah besar tidak dapat berkembang sempurna setelah lahir. Abnormalitas meliputi arteri, katup jantung, pembuluh darah koroner dan pembuluh darah besar dari jantung yang dapat sederhana atau kompleks.

Insidensi dari PJB sekitar 6-8 per 1000 kelahiran hidup dan telah menetap tanpa ada perubahan selama bertahun-tahun.

4

9 Prevalensi PJB dilaporkan dari sebuah penelitian di Florida, Amerika Serikat, yaitu terdapat perbedaan pada etnis berdasarkan jenis kelamin, tetapi tidak diketahui dengan pasti penyebab hal tersebut.10

Meskipu etiologi PJB pada 80%-90% kasus tidak diketahui, dalam beberapa literatur disebutkan bahwa genetik dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya insidensi PJB.3,4 Secara lebih rinci dijelaskan, jika ada seorang anak dalam keluarga dengan PJB, kesempatan dari anak kedua yang lahir dengan PJB adalah 3-4 kali peluang menderita PJB, dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anak yang sehat. Adapun faktor

(23)

yang berperan terhadap kejadian PJB yaitu diantaranya paparan sinar rontgen, trauma psikis dan fisis, serta minum jamu dan pil KB. Gangguan pada neural crest embrio yang sangat muda dapat mengakibatkan kelainan PJB tipe konotrunkal.2 Kelainan kromosom juga berhubungan dengan PJB seperti Sindroma Down, Sindroma Turner, Sindroma Marfan, Trisomi 18, Trisomi 13 dan Trisomi 15.4

Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan PJB yaitu sianotik dan nonsianotik, lokasi defek (vena, arteri, ventrikel, septum, dan arteri besar) dan sebagainya. Klasifikasi patofisiologi yaitu klasifikasi yang berdasarkan atas keadaan klinis dari kelainan struktur defek secara fisiologi sirkulasi darah, yang tampaknya lebih dapat dijelaskan. Klasifikasi tersebut yaitu:

1. Penyakit Jantung Bawaan dengan meningkatnya vaskularisasi paru-paru

11

(defek septum tanpa obstruksi pulmonal dan pirau kiri ke kanan) 2. Penyakit Jantung Bawaan dengan menurunnya vaskularisasi

paru-paru (defek septum dengan obstruksi pulmonal dan pirau kanan ke kiri)

3. Penyakit Jantung Bawaan dengan obstruksi dan tidak terdapat defek septum (tidak ada pirau)

4. Penyakit Jantung Bawaan yang berat karena sirkulasi darah yang tidak sesuai setelah lahir

5. Penyakit Jantung Bawaan yang asimptomatik sampai usia dewasa

(24)

ditandai dengan berkurangnya jumlah oksigen di darah arteri dan warna kulit kebiruan.4

1. Penyakit Jantung Bawaan Non sianotik, DSV sekitar 30-50%, DSA sekitar 7-10%, DAP sekitar 10%, Stenosis katup Aorta sekitar 6%, Koartasio Aorta sekitar 6%, dan Stenosis Pulmonal sekitar 7%.

2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik, yaitu TOF sekitar 5-10%, Transposition of the Great Arteries (TGA) sekitar 5%, Double Outlet

Right Ventricle (DORV), Atresia Trikuspid, Hypoplastic Left Heart

Syndrome (HLHS), Ebstein's Anomaly, Persistent Truncus Arteriosus,

Single Ventricle, Total Anomalous Pulmonary Venous Return

(TAPVR).

(25)

2.2. Penyebab dan Interpretasi Klinis Proteinuria

Urin normal pada individu yang sehat dapat dijumpai protein dalam jumlah yang kecil, yang berasal dari hasil filtrasi protein plasma (terutama albumin) dengan kontribusi yang lebih rendah dari protein yang berasal dari tubula. Standar emas untuk mengukur proteinuria pada dewasa adalah pengumpulan urin selama 24 jam untuk menilai ekskresi protein yang dinilai berdasarkan luas permukaan tubuh per hari (mg/m2/hari).14 Tetapi, kesulitan logistik dari akurasi pengumpulan urin selama 24 jam pada anak dengan berbagai usia telah diketahui secara luas.15

Dalam jumlah yang kecil protein melewati tubulus proksimal, tergantung pada ukuran protein dan konsentrasi plasma. Globulin adalah molekul protein yang besar yang secara efektif dapat bertahan di plasma. Albumin adalah molekul protein yang lebih kecil. Tidak diketahui berapa banyak jumlah albumin yang difiltrasi pada individu sehat, tetapi terdapat mekanisme untuk meresorpsi melalui sel epitel tubulus proksimal. Protein yang diekskresikan melalui urin pada kondisi fisiologis biasanya tidak dapat dideteksi melalaui pemeriksaan urinalisis atau tes dipstik. Pemeriksaan dengan stik urinalisis merupakan pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menilai proteinuria. Stik tersebut diresapi dengan bromocresol green yang merubah warna jika terdapat protein dan digunakan sebagai indikator pewarna. Stik tersebut dimaksudkan sebagai interpretasi yaitu: + dengan 0.3 g/L, ++ dengan 1 g/L, +++ dengan 3 g/L dan ++++ dengan > 20 g/L.14

(26)

pada tubulus, terjadinya inflamasi pada jaringan tubulus, dan akhirnya menyebabkan fibrosis karena gagal ginjal.16

Mikroalbuminuria adalah prediktor yang signifikan dari penyakit ginjal dan mortalitas pada penderita dengan diabetes, dan tingginya tingkat dari ekskresi albumin urin dapat dijadikan acuan untuk memprediksi penyakit jantung dan semua penyebab kematian pada penderita dewasa hipertensi nondiabetik.18,19 Mikroalbuminuria dihubungkan dengan meningkatnya risiko dari insiden kalsifikasi arteri koroner (penanda kejadian aterosklerosis) dan beratnya kalsifikasi.20 Tetapi, peranan dari tingginya laju ekskresi albumin sebagai prediktor awal risiko penyakit jantung pada anak belum juga banyak diteliti.18

Studi klinis pada orang dewasa dan anak telah menggunakan pengumpulan urin selama 24 jam untuk ekskresi albumin urin. Alternatif sederhana yaitu menentukan perkiraan konsentrasi albumin urin atau rasio albumin kreatinin dari sampel urin. Rasio albumin kreatinin > 10 mg/g adalah diagnostik. Mikroalbuminuria dan telah terbukti unggul untuk menentukan konsentrasi urin albumin dibandingkan dengan pemeriksaan urin koleksi selama 24 jam. Makna rasio albumin kreatinin pada anak normal usia > 6 tahun yaitu diantrara 8 dan 10 mg/g (laki-laki: 7,5 mg/g; perempuan 9,6 mg/g).17

(27)

24 jam dimana ekskresi albumin urin dapat ditentukan. Dengan demikian, subjek yang berisiko tinggi untuk terkena penyakit jantung dan menurunnya fungsi ginjal dapat dideteksi.22

Bertambahnya usia berhubungan dengan albuminuria dan perubahan vaskular. Penuaan vaskular meliputi disfungsi endotelial yang mengakibatkan meningkatnya diameter arteri, penebalan dinding dan kekakuan, sehingga dapat menyebabkan sklerosis arterial. Disfungsi endotelial inilah yang yang dapat mengawali kejadian mikroalbuminuria. Prevalensi mikroalbuminuria meningkat dengan usia dan menjadi bertambah luas sebagai penanda mikrovaskulopati yang meliputi otak, jantung dan mikrosirkulasi ginjal.23

Insidensi dari proteinuria pada populasi anak yang tidak dipilih yaitu dilaporkan bervariasi dari 1% sampai 10%. Proteinuria dilaporkan sering dijumpai pada anak perempuan (sekitar 1%) daripada anak laki-laki (0,33%) dan paling sering dijumpai pada anak yang lebih tua.18 Penelitian di Jerman melaporkan adanya variasi proteinuria berdasarkan latar belakang etnis. Berdasarkan dari hasil analisis multivariat, orang kulit putih menunjukkan proteinuria yang lebih rendah dibandingkan dengan etnis lainnya setiap dilakukan pemeriksaan laju filtrasi glomerulus, tanpa memperhatikan dari penyakit yang mendasarinya. Hasil ini juga dijumpai sama dari penelitian antar etnis pada orang dewasa sehat dan anak-anak, dimana terdapat perbedaan potensial genetik diantara etnis dalam meregulasi protein ginjal.24

Proteinuria patologis dapat diklasifikasikan ke dalam 4 grup yaitu glomerular, tubular, overflow dan benign proteinuria. Penyebab protein patologis tersebut dapat dijelaskan yaitu:

1.

14

(28)

2.

3.

Proteinuria tubular terjadi karena menurunnya resorpsi tubular terhadap komponen protein pada filtrate glomerular dan dapat dijumpai pada penyakit tubulo-interstitial.

4.

Overload proteinuria terjadi secara sekunder karena meningkatnya

produksi dari protein berat molekul rendah. Keadaan proteinuria ini sering terjadi pada kondisi mieloproliperatif yang jarang pada anak. Benign proteinuria menunjukkan proteinuria yang terdeteksi pada urinalisis tetapi tidak memeiliki penyebab patologis yang serius. Keadaan ini dapat terjadi pada saat demam atau setelah beraktifitas, idiopathic transient proteinuria dan orthostatic atau postural

proteinuria.

2.3. Hubungan kejadian proteinuria dengan PJB sianotik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proteinuria, penurunan aliran darah ginjal, dan menurunnya laju filtrasi glomerulus terjadi pada penderita PJB, tetapi hanya sedikit yang melaporkan terjadinya disfungsi tubulus ginjal.8 Hal ini juga telah ditunjukkan bahwa sianosis kronis mempengaruhi struktur dan fungsi glomerulus ginjal dengan akhirnya menyebabkan proteinuria. Efek merugikan dari hipoksia kronis pada fungsi tubular ginjal lebih jarang ditunjukkan. Asidosis tubular ginjal sekunder merupakan komplikasi penyerta pada penderita sianosis kronis.

Nefropati diketahui merupakan komplikasi dari PJB, dan tingginya risiko terjadinya gangguan ginjal terutama pada PJB sianotik. Walaupun komplikasi ini akan terjadi setelah waktu yang lama dari penyakit, tetapi kerusakan tubular dapat terjadi pada dekade pertama.

25

(29)

perubahan ini merupakan bagian dari petogenesis kerusakan ginjal. Penelitian telah menunjukkan bahwa kerusakan ginjal berhubungan dengan durasi atau lamanya dari PJB tersebut.8 Sianosis dan eritrositosis sangat mempengaruhi viskositas darah. Peningkatan viskositas darah memiliki dampak langsung pada fungsi pembuluh darah dan kecenderungan untuk terjadi trombosis dan emboli.Keadaan ini dijelaskan pada gambar 1.13

(30)

Hipoksia kronis dapat mempengaruhi fungsi ginjal, baik secara langsung maupun sekunder melalui eritrositosis dan peningkatan viskositas darah. Hiperviskositas dapat menyebabkan peningkatan resistensi arteriolar eferen glomerulus, tekanan hidrostatik di glomerulus dan fraksi filtrasi, yang akan menghasilkan peningkatan tekanan onkotik dalam pembuluh darah postglomerular yang mengalirkan ke proksimal tubulus dan menyebabkan

reabsorpsi cairan dan zat terlarut serta terjadi retensi cairan. Nitric Oxide

28

disintesis dari NO synthase di sel mesangial glomerulus, kapiler dan sel endotel jukstamesangial khususnya pada sel makula densa. Nitric Oxide bekerja sebagai hormon autokrin dan parakrin yang mengatur

respon vaskular glomerul terhadap endotel. Sel mesangial berproliferasi terhadap respon dari platelet-derived growth factor (PDGF), yang meningkatkan substrat untuk menghasilkan NO. Peningkatan tegangan geser dari perfusi glomerulus meningkatkan pelepasan NO yang dapat melebarkan pembuluh darah glomerulus.29

Pada penelitian lainnya telah menjelaskan bahwa ginjal pada penderita PJB sianotik menunjukkan perubahan patologis, meliputi glomerulomegali, dilatasi kapiler, meningkatnya jumlah loop kapiler, penebalan atau kerusakan dinding kapiler, dan proliferasi mesangial.

(31)

hematokrit pada penderita PJB sianotik secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan PJB non-sianotik tetapi tidak ada hubungan antara jumlah ekskresi protein dengan hemoglogin dan hematokrit tetapi kejadian proteinuria terjadi lebih sering pada hematokrit yang tinggi.

Mekanisme terjadinya proteinuria pada penderita nefropati sianotik belum sepenuhnya diketahui, tetapi terdapat beberapa kemungkinan. Pertama, hiperviskositas menyebabkan menurunnya aliran darah kapiler peritubular yang mungkin menyebabkan meningkatnya tekanan kapiler pada glomerulus, yang akhirnya menyebabkan proteinuria. Alasan kedua, akibat meningkatnya area permukaan kapiler glomerulus menyebabkan terganggunya fungsi podosit, yang mengakibatkan hipertrofi podosit, yang akhirnya menyebabkan proteinuria. Bagaimanapun, hipertrofi podosit tidak dapat mengkompensasi lebih lama akibat meningkatnya area permukaan kapiler glomerulus, akibatnya terjadi disfungsi podosit, yang akhirnya menyebabkan proteinuria.

27

Penelitian di Iran melaporkan Truncus Arteriosus (TA) adalah penyebab penting dari proteinuria pada bayi dan anak yang menderita PJB, yang mungkin berhubungan dengan Hipertensi Pulmonal berat dan sianosis.

5,17

31 Proteinuria yang lebih rendah dari kadar nefrotik telah terbukti terjadi pada penderita PJB sianotik dan PJB yang lama serta Hipertensi Pulmonal dimana umumnya terjadi pada dewasa dengan patogenesis yang kontroversial.32

Hipertensi Pulmonal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri pulmonal lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat dan 30 mmHg pada saat beraktivitas.

(32)

lainnya. Hipertensi pulmonal juga dapat terjadi pada beberapa PJB sianotik dengan peningkatan vaskularisasi ke paru, seperti Transposisi Arteri Besar, dan sebagainya.34 Hipertensi Pulmonal terjadi lebih sering pada kelompok PJB sianotik dan terjadi proteinuria yang signifikan pada kelompok dengan sianosis dan tingginya tekanan atrium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa tingginya tekanan atrium kanan merupakan faktor risiko meningkatnya proteinuria pada panyakit jantung.

Komplikasi pada ginjal dapat terjadi primer setelah operasi jantung bawaan, tetapi biasanya komplikasi jantung terjadi secara sekunder. Rendahnya Cardiac Output (CO) dan henti jantung dapat menyebabkan disfungsi ginjal akut atau gagal ginjal akut.

34

35 Angiotensin-converting enzyme

inhibitor (ACEI) telah terbukti mengurangi proteinuria pada penderita PJB

(33)

2.4. Kerangka Konseptual

[image:33.612.140.537.118.615.2]

: yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian PJB sianotik

Hipoksemia Eritropoietin meningkat

Eritrositosis sekunder

Gangguan perfusi jaringan Perubahan struktur vaskular

Disfungsi endotel vaskular

Kerusakan struktur glomerlus

Hemoglobin dan hematokrit meningkat

Proteinuria

Laju filtrasi glomerulus terganggu Viskositas darah meningkat

(34)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk menilai hubungan antara PJB sianotik dan proteinuria.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik divisi Kardiologi anak dan ruang rawat inap bagian anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai Desember 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah anak usia < 18 tahun yang datang ke poliklinik Divisi Kardiologi anak dan pasien rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara consecutive sampling, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:

(35)

b. Kelompok II: pasien anak < 18 tahun yang datang ke poliklinik Divisi Kardiologi Anak dan pasien rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan dan telah didiagnosis menderita PJB non sianotik.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :37

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 ) (P

2

1 – P2) n

2

1 = n2 = 1,96√2(0,525 x 0,475) + 0,842√(0,65 x 0,35)+(0,4 x 0,6) )

(0,65 – 0,4) 2

n

2

1 = n2 =

Keterangan:

30

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok A n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok B

α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95%

Zα = nilai baku normal = 1,96

(36)

Zβ = 0,842

P1 = proporsi proteinuria pada PJB sianotik = 0,65 Q

4

1 = 1 – P1 = P

0,35

2 = Q

proporsi proteinuria pada PJB sianotik yang diteliti = 0,4

2 = 1 – P2 P = P

= 0,6

1+P2 2

= 0,525

Q = 1 – P = 0,475

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi :

a. Pasien PJB sianotik yang telah ditegakkan diagnosis menggunakan ekokardiografi.

b. Pasien PJB non sianotik yang telah ditegakkan diagnosis menggunakan ekokardiografi.

c. Usia < 18 tahun.

3.5.2. Kriteria eksklusi :

a. Pasien dengan kelainan struktur ginjal, seperti Nefropati Diabetik, IgA Nephropathy, Nefritis Lupus, Glomerulonefritis.

(37)

c. Aktivitas berat dalam 24 jam sebelum dilakukan pemeriksaan. d. Pasien yang menderita Infeksi Saluran Kemih (ISK).

e. Pasien yang menderita demam. f. Pasien yang menderita hipertensi.

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) / Informed Consent

Subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, dan pemeriksaan yang akan diobservasi (proteinuria).

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.8.1. Alokasi Subjek

Subjek dikumpulkan secara consecutive sampling. Semua sampel yang memenuhi kriteria penyakit jantung bawaan sianotik dan non sianotik dan berusia dibawah 18 tahun.

3.8.2. Pengukuran

(38)

• PJB sianotik • PJB non sianotik

didapatkan yaitu proteinuria signifikan jika rasio albumin kreatinin > 30-299 μg/mg kreatinin. Dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin dan hematokrit, serta pemeriksaan serum kreatinin untuk menghitung laju filtrasi glomerulus. Laju filtrasi glomerulus dihitung dengan rumus Schwartz: GFR (mL/min/1.73m2) = K Χ panjang badan (cm)/ kreatinin plasma (mg/dL). Angka K: Neonatus – 1 tahun : K = 0,45, Anak – 13 tahun : K = 0,55, 13 – 21 tahun : K = laki-laki = 0,7 dan perempuan = 0,57.

3.8.3. Alur Penelitian

Rasio albumin

kreatinin < 30 μg/mg

• Hemoglobin

• Hematokrit Laju Filtrasi

Glomerulus

Rasio albumin

kreatinin > 30 μg/mg

Urin sewaktu

Proteinuria signifikan

[image:38.612.98.566.311.649.2]
(39)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis PJB nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Kejadian Proteinuria ( Rasio albumin kreatinin) nominal dikotom

3.10. Definisi Operasional

1. PJB sianotik : kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa sejak lahir ditandai dengan kadar oksigen darah yang rendah serta diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi.

2. PJB non sianotik : kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa sejak lahir ditandai dengan kadar oksigen darah yang normal serta diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi.

37

3. Urin sewaktu : sampel urin yang diambil pada waktu kapan pun dan tidak tergantung waktu tertentu.

37

4. Proteinuria: peningkatan ekskresi protein pada urin.

5. Rasio albumin kreatinin: perbandingan kadar albumin dengan kreatinin pada urin.

38

6. Kadar hemoglobin: konsentrasi hemoglobin dalam gram bagi tiap desiliter darah.

(40)

7. Kadar hematokrit :

8. Laju filtrasi glomerulus (LFG):

perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL.

volume cairan yang difiltrasi dari glomerular kapiler ginjal dan yang bukan diserap maupun disekresi oleh tubulus.

9. Demam adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh diatas normal (batas kenaikan suhu normal yaitu jika pengukuran di rektal diatas 38

39

0C, oral diatas 37,60C, aksila diatas 37,20C).

10. Infeksi Saluran Kemih yaitu bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.

40

11. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil 95.

41

42

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

(41)
(42)

BAB 4. HASIL

Penelitian dilaksanakan di di poliklinik Divisi Kardiologi anak dan ruang rawat inap bagian anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Dilakukan penelitian pada 60 pasien PJB yang masuk kriteria inklusi. Kemudian pasien dibagi menjadi dua kelompok yaitu 30 pasien PJB sianotik dan 30 pasien PJB asianotik yang masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan urin sewaktu untuk menilai rasio albumin kreatinin.

(43)
[image:43.612.131.515.148.433.2]

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian Karakteristik PJB sianotik (n=30) PJB nonsianotik (n=30) Jenis Kelamin, n (%)

Laki-laki Perempuan

Umur (bulan), rerata (SD) Hemoglobin (g%), rerata (SD) Hematokrit (%), rerata (SD) LFG (ml/mnt/1.73m ), rerata (SD)

21 (70) 9 (30) 74.6(46.34) 17.9(3.46) 55.1(10.70) 168.6(74.41) 13 (43.3) 17 (56.7) 88.5(59.43) 12.2(1.67) 36.1(4.81) 138.8(65.33)

Kelompok dan diagnosis pasien penelitian terlihat pada Tabel 4.2. Diagnosis pada kelompok PJB sianotik lebih banyak dijumpai Tetralogy of Fallot sebanyak 20 orang (66.7%), sedangkan pada kelompok PJB

(44)

Tabel 4.2. Kelompok dan diagnosis pasien

Kelompok dan diagnosis n (%)

Kelompok 1 : PJB sianotik Tetralogy of Fallot

Transposition of the Great

Arteries

Double Outlet Right Ventricle

Double Outlet Right Ventricle-

Transposition of the Great

Arteries

Pulmonary Atresia - Ventricular

Septal Defect

Total

Kelompok 2 : PJB nonsianotik Ventricular Septal Defect Atrial Septal Defect

Patent Ductus Arteriosus

20 (66.7) 2 (0.6)

2 (0.6) 1 (0.3)

5 (16.7)

30 (100.0)

(45)
[image:45.612.113.461.382.601.2]

Dari hasil pemeriksaan urin sewaktu untuk menilai rasio albumin kreatinin memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara PJB dan proteinuria. Kejadian proteinuria pada PJB dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pada PJB sianotik lebih banyak dijumpai proteinuria sebanyak 11 orang (36.7%) sedangkan PJB nonsianotik dijumpai proteinuria sebanyak 9 orang (30%). Selain itu, dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit dan LFG pada PJB sianotik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proteinuria.

Tabel 4.3. Hubungan antara PJB dan proteinuria

Proteinuria P

Positif Negatif

n % n %

Penyakit Jantung Bawaan

Sianotik 11 36.7 19 63.7 0.584

Non sianotik

9 30 21 70

Total 20 33.3 40 66.7

Uji Kai Kuadrat

(46)
[image:46.612.117.505.243.500.2]

Pengaruh kadar hemoglobin dan LFG terhadap proteinuria pada PJB sianotik dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Analisis bivariat pengaruh kadar hemoglobin dan LFG terhadap proteinuria pada PJB sianotik

n rerata±SD IK 95% P

LFG kelompok proteinuria positif

11 138±98.9 47.8(-21.3-116.9)

0.116

LFG kelompok proteinuria positif

19 186.2±51

Kadar hemoglobin kelompok

proteinuria positif

11 18.3±4.4 0.5(-2.5-3.7) 0.126

Kadar hemoglobin kelompok

proteinuria positif

19 17.7±2.9

Uji t tidak berpasangan

Dari hasil analisis bivariat terdapat 2 faktor risiko yang mempunyai hubungan terhadap kejadian proteinuria pada PJB sianotik yang memiliki nilai P <0.25 yaitu kadar hemoglobin (P=0.126) dan LFG (P=0.116) selanjutnya

(47)
[image:47.612.113.518.326.461.2]

Dari hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik dapat disimpulkan bahwa dari seluruh faktor risiko yang diduga berhubungan kejadian proteinuria adalah kadar hemoglobin dan LFG, walaupun secara statistik tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap kejadian proteinuria.

Tabel 4.5. Hasil Analisis multivariat regresi logistik tentang pengaruh kadar hemoglobin dan LFG terhadap proteinuria pada PJB sianotik

Faktor Risiko OR IK 95% P

LFG 1.01 0.99-1.03 0.08

Kadar Hemoglobin

0.88 0.69-1.13 0.31

(48)

BAB 5. PEMBAHASAN

Hubungan antara penyakit jantung bawaan dan nefropati telah dikenal untuk lama meskipun mekanismenya belum dipahami secara menyeluruh. Pada anak-anak dengan PJB sianotik, kejadian proteinuria lebih sering dijumpai dan lebih parah dibandingkan dengan PJB non sianotik.27

Truncus Arteriosus (TA) telah dilaporkan menjadi penyebab penting dari proteinuria pada bayi dan anak yang menderita PJB, yang mungkin berhubungan dengan Hipertensi Pulmonal berat dan sianosis.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok PJB sianotik lebih banyak dijumpai proteinuria sebanyak 11 orang (36.7%) sedangkan kelompok PJB non sianotik dijumpai proteinuria sebanyak 9 orang (30%). Dari hasil penelitian ini walaupun pada PJB sianotik lebih banyak dijumpai proteinuria tetapi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara PJB sianotik dan proteinuria.

31

(49)

dan peningkatan hiperviskositas darah yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler pada glomerular. Jika keadaan ini terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Operasi koreksi pada jantung berdasarkan penyebabnya dapat mengurangi risiko gangguan fungsi ginjal degan mengurangi atau menghilangkan proses terjadinya sianosis tersebut.43

Kerusakan pada ginjal akibat PJB dapat terjadi pada glomerulus dan tubulus ginjal. Deteksi kerusakan ginjal dilakukan dengan mengukur kadar mikroalbuminuria, N-asetil-ß-D-glucosaminidase (NAG), dan α1-mikroglobulin (α1-MG) pada urin. Mikroalbuminuria menunjukkan gangguan pada glomerulus ginjal sedangkan NAG dan α1-MG menunjukkan gangguan pada tubulus ginjal. Kerusakan tubulus ginjal dapat terjadi pada pasien PJB selama masa bayi dan anak di usia dini, dimana paling sering dijumpai pada

(50)

anak dengan sianosis berat. Kerusakan glomerulus terdeteksi pada beberapa anak dengan gagal jantung stadium lanjut atau sianosis berat.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar mikroalbuminuria untuk mengetahui gangguan ginjal dengan mendeteksi kerusakan glomerular. Kerusakan pada glomerular dapat menjadi penanda awal gangguan fungsi ginjal. Pemantauan fungsi ginjal sangat diperlukan untuk mendeteksi kerusakan ginjal. Hasil yang dijumpai yaitu mikroalbuminuria lebih banyak dijumpai pada anak dengan PJB sianotik. Dari hasil ini, maka mungkin diperlukan pemantauan fungsi ginjal untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih berat. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi kerusakan pada tubulus ginjal.

44

(51)

hipoksia kronis. Hipoksia kronis dapat mempengaruhi fungsi ginjal, baik secara langsung maupun melalui efek sekunder yaitu polisitemia dan hiperviskositas darah. Hiperviskositas dapat menyebabkan peningkatan resistensi arteriol eferen glomerulus, tekanan hidrolik di glomerulus, dan fraksi filtrasi, yang akan mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik dalam glomerulus.

Pada penelitian ini dari hasil pemeriksaan LFG, dijumpai hasil yang normal pada hampir seluruh sampel penelitian. Pada sampel PJB sianotik, kadar LFG masih dijumpai dalam rentang normal, sedangkan pada sampel PJB non sianotik dijumpai satu penderita dengan LFG yang rendah. Hasil LFG menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian proteinuria pada PJB sianotik walaupun secara statistik tidak bermakna.

28

(52)
(53)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Tidak ada hubungan antara PJB sianotik dan kejadian proteinuria. Kejadian proteinuria lebih banyak dijumpai pada PJB sianotik dibandingkan dengan PJB non sianotik. Tetralogy of Fallot merupakan jenis PJB sianotik yang paling banyak dijumpai kejadian proteinuria. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian proteinuria yaitu LFG dan kadar hemoglobin.

6.2. Saran

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Putra ST. Penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir: Pengenalan dini, pengobatan awal, dan tata laksana. Dalam: Putra ST, Djer MM, Roeslani RD, Endyarni B, Yuniar I, penyunting. Management of pediatric heart hisease for practitioner: From early detection to intervention. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI-RSCM, 2009.h.1-17

2. Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penyakit jantung bawaan. Dalam: Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R, penyunting. Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008.h.1-2

3. Capozzi G, Caputo S, Pizzuti R, Martina L, Santoro M, Santoro G, et al. Congenital heart disease in live-born children: incidence, distribution, and yearly changes in the Campania region. J Cardiovasc Med. 2008; 9:368–74 4. Nousi D, Christou A. Factors affecting the quality of life in children with

congenital heart disease. Health Science Journal. 2010; 4(2):94-100

5. Inatomi J, Matsuoko K, Fujimaru R, Nakagawa A, Iijima K. Mechanism of development and progression of cyanotic nephropathy. Pediatr Nephrol. 2006; 21:1440-5

6. Hida K, Wada J, Yamasaki H, Nagake Y, Zhang H, Sugiyama H, et al. Cyanotic congenital heart disease associated with glomerulomegaly and focal segmental glomerulosclerosis: remission of nephritic syndrome with angiotensin converting enzyme inhibitor. Nephrol Dial Transplant. 2002; 17:144-7

(55)

8. Agras PI, Derbent M, Azcay F, Baskin E, Turkoglu S, Aldemir D, dkk. Effect of congenital heart disease on renal function in childhood. Nephron Physiol. 2005; 99:10-15

9. Curtis SL , Stuart AG. Outcome in congenital heart disease. Current Paediatrics. 2005; 15:549–56

10. Nembhard WN, Wang T, Loscalzo ML, Salemi JL. Variation in the prevalence of congenital heart defects by maternal race/ethnicity and infant sex. J Pediatr. 2010; 156:259-64

11. Thiene G, Frescura C. Anatomical and pathophysiological classification of congenital heart disease. J Car Path. 2010; 19:259–74

12. Park MK. Pathophysiology of cyanotic congenital heart defects

13. Cordina RL, Celermajer DS. Chronic cyanosis and vascular function: implications for patients with cyanotic congenital heart disease. Cardiol Young. 2010; 20:242–53

. Dalam: Park MK, penyunting. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008.h.184-91

14. Christian MT, Watson AR. The investigation of proteinuria. Current Paediatrics. 2004; 14:547-55

15. Milford DV. Investigating haematuria and proteinuria. Paediatrics and Child Health. Elsevier 2008;349-53

16. Kwak BO, Lee ST, Chung S, Kim KS. Microalbuminuria in normal korean children. Yonsei Med J. 2011; 52(3):476-81

17. Singh A, Satchell SC. Microalbuminuria: causes and implications. Pediatr Nephrol. 2011; 26:1957-65

(56)

19. Rademacher ER, Sinaiko AR. Albuminuria in children. Curr Opin Nephrol Hypertens. 2009; 18:246-51

20. Herzog CA. Kidney disease in cardiology. Nephrol Dial Transplant. 2011; 26:46–50

21. Abid O, Sun Q, Sugimoto K, Mercan D, Vincent JL. Predictive value of microalbuminuria in medical ICU patients : results of a pilot study. Chest. 2001; 120:1984-8

22. Gansevoort R. T.1, Lambers Heerspink1,2 and Witte E. C. Methodology of screening for albuminuria. Nephrol Dial Transplant. 2007; 22:2109-11

23. Abdelhafiz AH, Ahmed S, Nahas ME. Microalbuminuria: Marker or marker of cardiovascular disease. Nephron Exp Nephrol. 2011; 119:6-10

24. Schaefer F. Proteinuria: Not a small problem in the little ones. Clin J Am Soc Nephrol. 2009; 4: 696 – 7

25. Vida VL, Mack R, Barnoya J, Larrazabal LA, Lou R, Castañeda AR. The association of renal tubular acidosis and cyanotic congenital heart disease. J Thorac Cardiovasc Surg. 2005; 130:1466-7

26. Ghaffari S, Maliki M, Samadi M, Ghaffari MR. Association of proteinuria in children with acyanotic congenital heart disease and pulmonary hypertension in a tertiary university hospital in northwest iran. J Cardiovasc Thorac Res. 2009; 1(2):13-17

27. Maleki M, Ghaffari S, Ghaffari MR, Samadi M, Rastkar B. Proteinuria in congenital heart disease: Is it a real problem. J Cardiovasc Thorac Res. 2011; 3(1):17-21

(57)

29. Joseph K. Perloff, MD, Harrison Latta, MD, and Paola Barsotti. Pathogenesis of the glomerular abnormality in cyanotic congenital heart disease. Am J Cardiol. 2000; 86:1198–204

30. Faustinella F, Uzoh C, Hamad DS, Truong LD, Olivero JJ. Glomerulomegaly and proteinuria in a patient with idiopathic. J Am Soc Nephrol. 1997; 8:1966-970

31. Ghafari S, Malaki M. Truncus arteriosus: A major cause of proteinuria in children. J Cardiovasc Dis Res. 2011; 2:237-40

32. Malaki M, Ghaffari S, Samadi M, Ghaffari MR, Rastkar B, Azarfar A. Right atrial pressure significance in renal function indices. J Cardiovasc Thorac Res. 2010 ; 2(3):19-23

33. Farber HW, Loscalzo J. Mechanisms of disease pulmonary arterial hypertension. N Engl J Med. 2004; 351:1655-65

34. Saxena A. Pulmonary hypertension in congenital heart disease.

35. Welke KF, Dearani JA, Ghanayem NS, Beland MJ, Shen I, Ebels T. Renal complications associated with the treatment of patientswith congenital cardiac disease: consensus definitions from the multi-societal database committee for pediatric and congenital heart disease. Cardiol Young. 2008; 18(2):222–5

PVRI Review 2009;1:101-8

36. Lubrano R, Soscia F, Elli M, Ventriglia F, Raggi C, Travasso E, dkk. Renal and cardiovascular effects of angiotensin converting enzyme inhibitor plus angiotensin II receptor antagonist therapy in children with proteinuria. Pediatrics. 2006; 118;833-8

(58)

38. Halim H. Proteinuria. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T,dkk,penyunting. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia, 2011.h 27-31 39. Bavis ID, Avner ED. Glomerular disease. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,

Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h 2163-6

40. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Demam:pathogenesis dan pengobatan. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar Infekasi dan Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2012.h. 21-46

41. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Infeksi saluran kemih pada anak. Dalam: Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL, penyunting. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Jakarta: Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia, 2011. 1-2

42. Lestari E, Zarlina I. Hipertensi pada anak. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T,dkk,penyunting. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia, 2011.h 45-9

43. Amoozgar H, Basiratnia M, Ghasemi F. Renal function in children with cyanotic congenital heart disease: pre- and post-cardiac surgery evaluation. Iran J Pediatr.2014;24(1): 81-86

(59)

Lampiran 1

Lembar Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

Kepada Yth Bapak / Ibu yang terhormat, nama saya dr. Sandro Kurnia, peserta Program pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk tesis saya yang berjudul Hubungan antara Penyakit Jantung Bawaan sianotik dan Proteinuria. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar protein urin pada penderita penyakit jantung bawaan seperti anak Bapak/Ibu derita.

Penyakit Jantung Bawaan sianotik adalah kelainan jantung yang dibawa sejak lahir yang ditandai dengan sianosis (biru). Keadaan yang dapat terjadi yaitu peningkatan jumlah sel darah merah sehingga darah menjadi lebih kental. Akibatnya dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pembuluh darah. Gangguan fungsi pembuluh darah ini dapat menimbulkan efek pada organ-organ, seperti ginjal. Pada ginjal, dapat terjadi kerusakan struktur dan fungsi ginjal sehingga menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Fungsi ginjal yaitu menahan zat-zat tertentu pada darah, salah satunya adalah protein. Jika terjadi kerusakan pada struktur ginjal, maka akan menyebabkan protein dalam darah akan dikeluarkan melaui urin, disebut proteinuria. Hal ini merupakan keadaan yang dapat dijadikan tanda bahwa terjadi komplikasi Penyakit Jantung Bawaan sianotik yaitu keterlibatan dan kerusakan struktur ginjal. Oleh sebab itu, kami bermaksud untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui hubungan Penyakit Jantung Bawaan sianotik dan proteinuria.

(60)

diduga merupakan pertanda adanya gangguan ginjal sehingga akan dilakukan pemeriksaan medis lebih lanjut.

Untuk melengkapi penelitian saya maka saya harus mewawancarai Bapak/Ibu. Sebelum memulai wawancara, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu atas kesediaanya memberikan izin kepada anak Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini. Perlu saya jelaskan bahwa penelitian ini akan saya gunakan untuk mengetahui jenis dan perjalanan penyakit anak Bapak/Ibu serta untuk penyusunan tesis saya dan tidak untuk keperluan yang lain.

Kami meminta izin untuk mengambil urin anak Bapak/Ibu untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Pengambilan urin dilakukan dengan menampung urin anak Bapak/Ibu dalam wadah yang saya sediakan, dan urin yang diambil adalah urin sewaktu dari anak Bapak/Ibu. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui kelainan pada ginjal akibat penyakit jantung bawaan.

Untuk keakuratan data dan informasi yang saya kumpulkan maka saya sangat berharap agar Bapak/Ibu bersedia memberikan jawaban yang sejelas-jelasnya sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu ketahui sehubungan dengan penelitian saya.

Pada penelitian ini identitas anak Bapak/Ibu disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data anda. Kerahasiaan data anda akan dijamin sepenuhnya. Bila data anda dipublikasi kerahasiannya tetap dijaga.

(61)

Mudah-mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup jelas. Jika Bapak / Ibu bersedia, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) pada bagian bawah lembaran ini sebagai tanda persetujuan dan wawancara akan segera kita mulai.

(62)

Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur / Kelamin : tahun, Laki-laki/ perempuan

Alamat :

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN

untuk mengikuti penelitian terhadap anak saya :

Nama :

Umur / Kelamin : tahun, bulan, Laki-laki/ perempuan

Alamat :

Dirawat di : Nomor rekam medis:

yang tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

…………., ………2012 Yang memberikan Yang membuat pernyataan penjelasan persetujuan

(63)

Saksi – saksi : Tanda tangan

1. ………. ………

(64)

Lampiran 7

Riwayat Hidup Nama lengkap : Sandro Kurnia

Tanggal lahir : 20 Februari 1985 Tempat lahir : Medan

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah 1 Blok SS no.59 Medan

Nama istri : Nisrina

Nama anak : Shazia Mehrunnisa dan Shadira Alveena Batrisya Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 21 Lubuk Pinang, Bengkulu, tamat tahun 1997

2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 2 Rantau Prapat, tamat tahun 2000

3. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 2, Medan, tamat tahun 2003 4. Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2009

5. Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak, Fakultas Kedokteran USU, tahun 2011-sekarang

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter PTT Puskesmas Batang Pane, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, Tahun 2009-2010

Pendidikan Spesialis

(65)

Gambar

Gambar 2.1. Patofisiologi hubungan sianosis dengan disfungsi vaskular pada
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian
Gambar 3.1. Alur penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari pada kondisi satu tahun sebelum delisting (Tahun - 1), model Zmijewsky mampu memprediksi 6 buah perusahaan akan delisting

Pelunasan Lebih Awal adalah suatu tindakan (dari Manajer Investasi) untuk membeli kembali seluruh Unit Penyertaan (pelunasan) yang telah diterbitkan sebelum Tanggal

Judul: “ Pengaruh Profitabilitas Terhadap Dividend Payout Ratio (Studi Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index Tahun 2008-2010) “ Pembimbing : Drs.

didapatkan hasil dari 1128 ibu dan anak yang mengikuti penelitian 12,8% ibu mengalami depresi setelah persalinan dan Rata-rata tinggi badan yang disesuaikan

Matriks 2 Pernyataan Informan (Pasien ) tentang Kebijakan yang Dimiliki Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras terkait Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS.. Informan

 Mengaitkan budaya sekolah/madrasah dengan pembelajaran yang interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.  Mengarahkan tumbuhnya

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan kurikulum PHI dalam pembelajaran, sekaligus mengetahui hambatan yang dihadapi serta strategi yang

disebabkan oleh sistem yang ada tidak mendukung dalam keperluan analisis karena sistem hanya digunakan untuk kebutuhan operasional. Untuk melakukan proses analisis