• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi Maluku"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON

PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI PROVINSI MALUKU

ADLY FIRMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

ABSTRAK

ADLY FIRMA. Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi Maluku. Dibimbing oleh MUHDIN.

Beragamnya struktur tegakan hutan alam bekas tebangan, mengharuskan pengaturan hasil menggunakan pendekatan secara khusus, yaitu dengan memperhatikan karakteristik tegakannya. Informasi mengenai karakteristik struktur tegakan dan dinamika struktur hutan alam bekas tebangan sangat dibutuhkan dalam menduga struktur tegakan hutan masa yang akan datang guna penyusunan rencana pengelolaan hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model dugaan dinamika struktur tegakan yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk pengaturan hasil tebangan. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur tegakan siap tebang pada rotasi berikutnya sangat tergantung pada intensitas tebangan yang diterapkan, semakin tinggi intensitas tebangan yang diterapkan semakin panjang jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur tegakan siap tebang pada rotasi berikutnya. Penurunan batas diameter ditebang dari 50 cm ke atas menjadi 40 cm ke atas dapat memperpendek rotasi tebang. Selain itu, juga dapat meningkatkan volume hasil tebangan.

Kata kunci : dinamika, intensitas, pengaturan, rotasi, tebangan

ABSTRACT

ADLY FIRMA. Yield Regulation Based on Number Trees on Logged Over Area Natural Forest in Maluku province. Superviced by MUHDIN.

The diversity of the logged over area natural forest stand structure, requires yield regulation used approach specifically, that takes into account the characteristics of its standing. Information about the characteristics of stand structure and structural dynamics of natural forest is needed in the logged-over forest stand structure suspect future for forest management planning. The purpose of this study is to obtain the dynamic model of the alleged stand structure which is then used as the basis for setting felled. Length of time required to reach the structure stands ready to harvest in the next rotation depends on felling intensity applied, the higher the intensity of felling the longer term applied to the time required to reach the structure stands ready for harvest in the next rotation. Decrease in diameter limit cut from 50 cm up to 40 cm above can shorten the cutting cycle. In addition, it can also increase the harvested volume.

(5)

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON

PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI PROVINSI MALUKU

ADLY FIRMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi Maluku

Nama : Adly Firma

NIM : E14090005

Disetujui Oleh:

Dr. Ir. Muhdin, MSc.F.Trop Pembimbing

Diketahui Oleh:

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi penelitian ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Mei 2013 ini ialah pengaturan hasil tebangan dengan judul Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Maluku.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhdin, MSc.F.Trop selaku pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, seluruh staf Departemen Manajemen Hutan dan rekan-rekan mahasiswa Departemen Manajemen Hutan angkatan 46 Fakultas Kehutanan IPB atas doa dan dukungan moral maupun material.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 7

Keragaman Kondisi Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan 7

Proyeksi Dinamika Struktur Tegakan (DST) 9

Simulasi Pengaturan Hasil 16

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Statistik jumlah pohon setiap PUP contoh 8

2 Statistik tegakan normal 8

3 Model dugaan jumlah pohon rekrutmen 9

4 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis

Dipterocapaceae 10

5 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis

non-Dipterocapaceae 10

6 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis Dipterocapaceae 11 7 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis non-Dipterocapaceae 12 8 Nilai dugaan proporsi tetap (ai), tambah tumbuh (bi) dan mati (mi) 13

9 Struktur tegakan pada kondisi tunak 15

10 Hasil uji khi-kuadrat (χ2) ST aktual dan ST dugaan (Metode II) pada

rentang proyeksi 3 tahun 16

11 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon

ditebang 50 cm ke atas 17

12 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon

ditebang 40 cm ke atas 18

13 Hasil tebangan pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diamater

ditebang 50 cm ke atas 20

14 Hasil tebangan pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diamater

ditebang 40 cm ke atas 21

DAFTAR GAMBAR

1 Proyeksi model struktur tegakan normal pada tegakan jarang (♦),

sedang (■) dan rapat (▲) 9

2 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲)

pada KJ Dipterocarpaceae 13

3 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲)

pada KJ non-Dipterocarpaceae 14

4. Diagram ST Dipterocarpaceae (♦), non-Dipterocarpaceae (■),

dan seluruh jenis (▲) pada KJ Dipterocarpaceae pada kondisi tunak 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah pohon per KD pada setiap PUP contoh 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam merupakan kekayaan alam milik negara yang harus dikelola secara baik dan lestari untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat masa sekarang maupun masa yang akan datang. Oleh karena itu, seluruh potensi hutan harus dimanfaatkan secara optimal. Hasil hutan kayu masih menjadi hasil utama pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hutan agar terjaga kelestariannya. Pemanenan hutan dikatakan lestari jika total kayu yang diambil tidak melebihi kemampuan hutan memulihkan diri untuk mencapai struktur tegakan yang siap tebang pada rotasi berikutnya secara alami.

Ekosistem hutan pada pulau Maluku termasuk ekosistem hutan pulau kecil. Iskandar (2008), menjelaskan bahwa pulau kecil rawan terjadi bencana alam, dengan demikian pengelolaan hutan lestari seharusnya diterapkan pada semua fungsi hutan (produksi, lindung dan konservasi). Ekosistem hutan pada pulau-pulau kecil memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap gangguan dibandingkan ekosistem hutan pulau-pulau besar.

Bone (2010), mengatakan pemodelan terhadap dinamika pertumbuhan hutan bekas tebangan sangat diperlukan untuk perumusan tindakan manajeman hutan terutama dalam menentukan strategi pengaturan hasil (yield regulation) yang mencangkup perkiraan hasil panen, penetapan siklus tebangan dan pilihan tindakan pembinaan hutan untuk meningkatkan hasil tegakan.

Luas tutupan hutan alam yang diperuntukkan sebagai hutan produksi (hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas) di Indonesia seluas 37.237.600 Ha dengan luas hutan primer 14.378.600 Ha dan hutan sekunder 22.859.000 Ha. Luas tutupan lahan hutan alam yang diperuntukkan sebagai hutan produksi (hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas) di Provinsi Maluku seluas 1.261.300 ha dengan luas hutan primer 149.600 ha dan hutan sekunder 1.111.700 ha (Departemen Kehutanan 2012). Dengan demikian luas hutan produksi Indonesia didominasi oleh hutan sekunder atau bekas tebangan dengan proporsi 61,39% dari total hutan produksi yang ada di Indonesia dan luas hutan sekunder di Provinsi Maluku adalah 88,14% dari luas hutan produksi yang ada di provinsi Maluku atau 4,86% dari total hutan sekunder yang ada di Indonesia.

Metode pengaturan hasil dapat ditentukan berdasarkan: luas areal, volume kayu, riap, jumlah pohon atau kombinasi dua atau lebih peubah-peubah tersebut. Metode pengaturan hasil yang diterapkan dalam praktek pengelolaan hutan alam di Indonesia saat ini adalah metode berdasarkan luas areal dan volume kayu. Metode ini tidak lagi sesuai karena kondisi hutan yang dikelola sudah mengalami perubahan. Sebagian besar hutan alam saat ini sudah berupa areal bekas tebangan dan hutan terdegradasi lainnya karena kebakaran dan penjarahan (Muhdin 2012).

(12)

pendekatan khusus dalam melakukan pengelolaan hutan alam bekas tebangan, terutama dalam menentukan jatah produksi tahunan (JPT). Dengan beragamnya kondisi struktur tegakan hutan alam bekas tebangan, maka teknik silvikultur yang tepat untuk diterapkan adalah tebang pilih berdasarkan jumlah pohon, kelas diameter tertentu dan jenis tertentu dengan memperhatikan tegakan tinggal untuk regenerasi tegakan.

Perumusan Masalah

Untuk membentuk hutan produksi yang lestari, maka harus dilakukan pengelolaan yang baik. Pengelolaan hutan produksi yang lestari ditandai dengan kelestarian ekologi dan kelestarian hasilnya. Kelestarian ekologi dan kelestarian hasil dapat dicapai secara bersamaan dengan melalukan pengaturan hasil yang baik dan terencana. Syarat utama dari kelestarian ekologi dan kelestarian hasil adalah terbentuk kembalinya tegakan hutan normal. Osmaston (1968), meyatakan bahwa prasyarat untuk membentuk hutan normal tidak seumur adalah (1) komposisi (jenis) dan struktur tegakan harus sesuai dengan keadaan lingkungan atau faktor-faktor yang bersifat lokal, (2) tegakan persediaan harus diatur secara ideal, (3) perlu dibentuk organisasi hutan pada setiap kesatuan pengelolaannya, dan (4) perlu dibentuknya organisasi pengelolaan hutan dan penyelenggaraan administrasi yang baik.

Pada hutan alam bekas tebangan, untuk mengasilkan hasil hutan kayu yang lestari harus memiliki informasi mengenai struktur tegakan, siklus penebangan dan intensitas penebangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pertumbuhan untuk menggambarkan dinamika struktur tegakan hutan serta dapat digunakan untuk proyeksi struktur tegakan dan simulasi pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari, Provinsi Maluku.

Manfaat Penelitian

(13)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bogor pada bulan April – Mei 2013. Objek yang diteliti adalah data seri Petak Ukur Permanen (PUP) di wilayah kerja PT. Gema Hutani Lestari, Provinsi Maluku.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil pengukuran 1 seri PUP (6 PUP) petak 322 tahun tebangan 2002 yang diukur tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 pada areal bekas tebangan di IUPHHK PT. Gema Hutani Lestari, Maluku. Alat yang digunakan berupa alat tulis, kalkulator, dan seperangkat Laptop dengan Software Microsoft Excel.

Analisis Data

Pengelompokan Data PUP

Data PUP di kelompokkan ke dalam dua kelompok jenis (KJ), yaitu KJ Dipterocapaceae dan KJ non-Dipterocarpaceae.

Perhitungan Data Diameter Pohon

Diameter pohon diperoleh dari konversi keliling pohon dengan rumus : D =K

π

Keterangan: D : diameter (cm) K : keliling (cm)

π : konstanta (3,14)

Untuk menghitung besarnya rekrutmen dan tambah tumbuh digunakan pengelompokan diameter pohon menjadi beberapa kelas diameter (KD) yaitu 10-14,9 cm, 15-19,9 cm, 20-24,9 cm, 25-29,9 cm 30-34,9 cm, 35-39,9 cm, 40-44,9 cm, 45-49,9 cm, 50-54,9 cm, 55-59,9 cm dan 60 cm up.

Perhitungan Kerapatan Tegakan

Kerapatan tegakan dapat dijelaskan dengan dua cara yaitu kerapatan berdasarkan jumlah pohon per satuan luas dan berdasarkan luas bidang dasar (LBDS).

a. Kerapatan berdasarkan jumlah pohon B = N

(14)

Keterangan :

B : kerapatan tegakan (pohon/ha) N : jumlah pohon

L : luasan (Ha)

b. Kerapatan berdasarkan Luas Bidang Dasar (LBDs)

LBDs = E

Pembentukan Model Diamika Struktur Tegakan Awal

Pembentukan model struktur tegakan awal bekas tebangan dibentuk berdasarkan persamaan Meyer, dengan persamaan sebagai berikut:

N = N0e-kd

Keterangan :

N : jumlah pohon per hektar per kelas diameter d : diameter/ titik tengah kelas diameter (cm) N0 : konstanta

e : logaritma dasar (2,71828)

k : konstanta laju penurunan jumlah pohon

Model Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Model dinamika struktur tegakan (DST) hutan alam bekas tebangan pada

Yij,θt = jumlah pohon tetap per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dalam periode θt I(i-1)j = jumlah pohon ingrowth per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dari KD

ke-(i-1)

Yij,t = jumlah pohon per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i pada tahun ke t

Uij,θt = jumlah pohon tambah tumbuh per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dalam

periode θt

aij = proporsi tetap pada KJ ke-j dan KD ke-i pada tahun ke t

b(i-1)j = proporsi tambah tumbuh pada KJ ke-j dan KD ke-i dari KD ke-(i-1).

Komponen-komponen DST diperoleh dengan menggunakan dua metode, yaitu:

(15)

Persamaan-persamaan yang dipergunakan untuk membuat hubungan antara rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap dengan peubah-peubah tegakan adalah :

Wij = aNj + bBj + cBk + d

Wj : jumlah rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap KJ ke-j pada KD ke i

N : jumlah pohon per hektar

B : luas bidang dasar, LBDs (m2/ha) Nj : jumlah pohon jenis ke-j per ha

Bk : luas bidang dasar, LBDs KJ ke-j (m2/ha)

a,b,c,d : konstanta

j : KJ (Dipterocarpaceae dan non-Dipterocapaceae)

Metode II: Proporsi tetap (ai) dan proporsi tambah tumbuh (bi) ditentukan sebagai

rata-rata hitung proporsi jumlah pohon yang tetap berada pada KD ke-i dan proporsi tambah tumbuh ke KD berikutnya yang berurutan (Michie & Boungiorno 1984).

a. Proporsi tetap dan tambah tumbuh

Proporsi tetapdan tambah tumbuh dapat dihitung dengan rumus :

Pij =

Wij

N ij Keterangan :

Pij : proporsi tetap dan tambah tumbuh KJ ke-j dalam satu periode pada KD

ke-i

Wji : jumlah pohon yang tetap dan tambah tumbuh KJ ke-j pada KD ke-i

Ni : jumlah pohon tiap hektar pada KJ ke-j pada KD ke-i.

Simulasi Proyeksi Struktur Tegakan dan Pengaturan Hasil

(16)

Menurut Muhdin (2012) simulasi pengaturan hasil menggunakan ketentuan sebagai berikut: (1) penebangan dilakukan apabila jumlah pohon berdiameter 50 cm ke atas telah mencapai sedikitnya 25 pohon; (2) mortalitas akibat penebangan pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon pada KD yang lebih kecil menggunakan proporsi (terhadap total jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan tinggal menurut Elias (1998) diacu dalam Muhdin (2012), yaitu: KD 11-20 cm sebesar 14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan KD 41-50 cm sebesar 0,44%. Muhdin (2012) menambahkan, penebangan yang dilakukan pada pohon berdiameter 40 cm ke atas setelah pohon berdiameter 40 cm ke atas telah mencapai sedikitnya 40 pohon per ha.

Setelah dilakukan proyeksi struktur tegakan (ST) berdasarkan jumlah pohon, kemudian jumlah pohon tebangan dikonversi ke dalam volume (m3) dengan menggunakan rumus pendugaan volume kayu bulat. Menurut Direktorat Inventarisasi Hutan (1990) dalam Krisnawati et al. (2012) rumus pendugaan volume kayu kelompok jenis Shorea spp. dan non-Dipterocarpaceae adalah sebagai berikut:

V = 0,000239D2,4329 (R2 = 0,99) jenis Shorea spp. (Dipterocarpaceae) V = 0,000168D2,505 (R2 = 0,99) jenis non-Dipterocarpaceae.

Evaluasi Model Dinamika Struktur Tegakan (DST)

Pemilihan model hubungan rekrutmen, Tambah tumbuh dan tetap dengan peubah tegakan pada Metode I didasarkan pada beberapa kriteria yaitu malalui nilai koefisien determinasi (R2), Fhitung, dan P-value dari model regresinya.

Pemilihan model DST menurut Muhdin (2012), model harus logis, memenuhi kaidah koherensi, konsistensi, jumlah pohon berdiameter 15 cm ke atas hasil proyeksi ST sampai mencapai kondisi tunak tidak lebih dari 800 pohon/ha, jumlah pohon per KD (hasil proyeksi ST) memenuhi kaidah “J” terbalik dan proyeksi jangka panjang dapat menghasilkan ST yang mencapai kondisi tunak. Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan hasil proyeksi tegakan dengan data tegakan sebenarnya dengan menggunakan uji Khi-kuadrat.

χ2 hitung =

(y aktual− y model ) y model

keterangan : y = jumlah pohon Hipotesis uji : H0 : y aktual = y model

H1 : y aktual ≠ y model

Kriteria uji : χ2hitung< χ2tabel : terima H0

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari terdapat di pulau Buru, dengan demikian ekosistem hutan pada IUPHHK-HA ini merupakan ekosistem pulau kecil. Secara umum formasi geologi di areal IUPHHK-HA ini menurut peta geologis Indonesia dari Direktorat Geologi tahun 1968 Skala 1 : 2.000.000 terbentuk dari siklus hablur, grawacke dan serpih trias, miozoikum, neogen, aluvium, undak dan terumbu koral yang semuanya merupakan batuan sedimen. Menurut peta tanah bagian Indonesia, Jenis tanah yang terdapat dalam kelompok hutan ini Skala 1 : 2.500.000 sebagian besar terdiri dari tanah-tanah kompleks yang berasal dari bahan induk batuan beku dengan fisiografi pegunungan kompleks, warna tanah kuning kemerah-merahan dan coklat dengan lapisan humus yang tipis. Di sepanjang pantai utara kelompok hutan ini terdapat jenis tanah organosol dengan fisiografi plateau dan agak ke dalam terdapat jenis tanah podsolik dengan fisiografi dataran sampai bergelombang, jenis tanah andosol dengan fisiografi berbukit sampai bergunung serta mediteranian pada fisiografi daerah pegunungan kompleks.

Menurut klarifikasi iklim Schmidt Ferguson yang diambil dari Stasiun Pengamat Cuaca Namlea, kelompok hutan Buru Utara termasuk dalam tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata 1178,86 mm/tahun dengan hari hujan 111,4 hari/tahun atau 9,28 hari hujan /bulan.

Tofografi areal HPH terdiri dari kelas kelerengan mulai datar bergelombang, berbukit, hingga kondisi curam/sangat curam. Penyebaran potensi pada kedua kelompok hutan diatas didominasi oleh jenis meranti (Dipterocapaceae).

Keragaman Kondisi Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Dari PUP yang diamati yaitu 1 seri PUP yang terdapat di IUPHHK-HA PT Gema Hutani Lestari petak 322 tahun tebangan tahun 2002 dan telah dilakukan pengukuran sebanyak 5 kali pengukuran, yaitu tahun 2005-2009. Keragaman kondisi tegakan hutan alam bekas tebangan dalam penelitian ini dinyatakan dalam kerapatan pohon berdasarkan jumlah pohon per hektar, sedangkan struktur tegakan menggambarkan sebaran jumlah pohon per kelas diameter (KD).

Jumlah jenis pohon pada setiap PUP berkisar antara 30-55 jenis pohon yang didominasi Kelompok jenis Dipterocarpaceae (KJD). Jumlah pohon seluruh jenis pada setiap PUP yang berdiameter 10 cm ke atas berkisar antara 237-499 pohon dengan rata-rata 369 pohon/ha, dengan simpangan baku 86.

(18)

Tabel 1 Statistik jumlah pohon setiap PUP

Keterangan: KD = Kelas Diameter (cm)

Dari keenam PUP yang diamati, dipilih 3 PUP yang mewakili tipe tegakan, yaitu tegakan jarang, tegakan sedang dan tegakan rapat. Tegakan jarang memiliki kerapatan tegakan 237 pohon/ha, tegakan sedang memiliki kerapatan 373 pohon/ha dan tegakan rapat memiliki kerapatan 499 pohon/ha. Berdasarkan ketiga tipe tegakan tersebut, hubungan jumlah pohon (seluruh jenis) per hektar dengan diameternya berupa fungsi eksponensial negatif. Hal itu dicirikan oleh koefisien determinasi (R2) lebih besar dari 0,5 dan p-value yang lebih kecil dari 0,05. Statistik tegakan normal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Statistik tegakan normal

No Tipe Tegakan N0 K R2 Fhitung P-value

1 Jarang 103 0,0609 0,622 14,78 0,0039

2 Sedang 145 0,0559 0,607 13,87 0,0047

3 Rapat 194 0,0555 0,712 22,22 0,0011

Muhdin (2012) dalam penelitiannya yang mengamati struktur tegakan yang ada di seluruh Kalimantan menyatakan bahwa besar nilai N0 dibagi menjadi 3

kategori yaitu kecil dengan N0 < 399, sedang dengan N0 399-788, dan besar

dengan N0 > 788. Selain membagi N0 menjadi 3 kategori juga membagi nilai k

menjadi 3 kategori, yaitu kecil dengan nilai k < 0,078, sedang dengan nilai k 0,078-0,123, dan besar dengan nilai k > 0,123. Dengan demikian untuk ketiga tipe struktur tegakan hutan alam bekas tebangan termasuk dalam kategori tegakan jarang atau berstruktur kecil, baik dari nilai N0 maupun nilai k.

Struktur tegakan (ST) hutan yang ideal di tandai dengan nilai N0 yang besar

dan nilai k yang kecil. Semakin besar nilai N0 maka jumlah pohon pada KD kecil

akan semakin banyak dan sebaliknya jika N0 semakin besar maka jumlah pohon

pada KD kecil akan semakin sedikit. Sedangkan untuk nilai k, semakin kecil nilai k maka penurunan jumlah pohon tidak tajam dengan meningkatnya ukuran diameter dan semakin besar nilai k maka penurunan jumlah pohon akan semakin tajam dengan meningkatnya ukuran diameter.

Hasil model ST pada Tabel 2, menunjukkan bahwa bentuk ST yang ada pada hutan alam bekas tebangan di areal IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari mengikuti model struktur N = N0e-kD dan berbentuk hurup J terbalik. Hal ini

(19)

penelitian Muhdin (2012) nilai k pada ketiga tipe kerapatan tegakan dikategorikan kecil, maka penurunan jumlah pohon tidak tajam dengan meningkatnya ukuran diameter. Proyeksi model ST ketiga tipe hutan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proyeksi model struktur tegakan normal pada tegakan jarang (♦), sedang (■) dan rapat (▲)

Proyeksi Dinamika Struktur Tegakan (DST)

Model DST yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan regresi linier yang menghubungkan jumlah pohon yang rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap dengan peubah-peubah tegakan dan menggunakan rata-rata dari proporsi tetap dan proporsi tambah tumbuhsedangkan untuk rekrutmenmenggunakan rata-rata jumlah pohon yang rekrutmen pada periode waktu tertentu. DST yang dikembangkan menggunakan periode 3 tahun. Periode 3 tahun dipilih sesuai dengan Suhendang (1997) yang menyarankan bahwa periode waktu yang optimal untuk pengukuran PUP hutan alam bekas tebangan lahan kering adalah tiap 3 tahun bagi PUP tanpa pemeliharaan. Model penduga rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap dalam Metode I dapat dilihat pada Tabel 3 sampai Tabel 7.

Tabel 3 Model dugaan jumlah pohon rekrutmen

(20)
(21)

Tabel 6 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis Dipterocapaceae

No

Kelas Diameter

(cm)

Model R2(%) Fhitung P

1 10 – 14,9 21,147 + 0,302NiD– 0,792NtD + 0,098NtND +

1,432BD– 0,794BND

95,70 26,687 0,0005

2 15 – 19,9 10,685 – 0,008NiD– 0,097NtD + 0,007NtND–

0,991BD + 0,207BND

90,15 10,982 0,0056

3 20 – 24,9 5,838 + 0,158NiD– 0,017NtND– 0,601BD +

0,347BND

75,91 5,515 0,0251

4 25 – 29,9 5,794 + 0,542NiD– 0,123NtD + 0,005NtND 64,86 4,648 0,0318

5 30 – 34,9 -1,239 + 0,281NiD + 0,121NtD– 0,019NtND 66,37 5,263 0,0269

6 35 – 39,9 3,576 + 0,088NiD– 0,132NtD + 0,019NtND 61,46 4,253 0,0451

7 40 – 44,9 -5,264 + 0,982NiD + 0,055NtD + 0,010NtND +

0,061BD– 0,240BND

86,66 7,798 0,0133

8 45 – 49,9 -0,284 + 0,107NiD– 0,132NtD + 0,043NtND +

0,508BD– 0,511BND

80,64 4,997 0,0377

9 50 – 54,9 -21,525 + 0,094NiD– 10,457 Ln (NtD) +

12,146 Ln (NtND) + 0,187BD– 0,374BND

80,72 5,024 0,0372

10 55 – 59,9 5,540+ 0,901NiD– 0,154NtD + 0,027NtND–

0,136BD– 0,317BND

87,84 8,664 0,0102

(22)

Tabel 7 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis non-Dipterocapaceae

NiD = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae pada KD ke-i

NiND = jumlah pohon per ha KJ non-Dipterocarpaceae pada KD ke-i

NtD = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

NtND = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

BD = jumlah luas bidang dasar (m2/ha) KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

BND = jumlah luas bidang dasar (m2/ha) KJ non-Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

Model pendugaan jumlah pohon rekrutmen pada kelompok jenis Dipterocarpaceae (KJD) dan kelompok jenis non-Dipterocarpaceae (KJN) dapat digunakan untuk menduga DST, hal ini dapat dilihat dari koefisien determinan (R2) untuk Dipterocarpaceae sebesar 79,10% dan non-Dipterocarpaceae sebesar 77,72% dengan nilai p-value untuk keduanya kurang dari 0,05. Model rekrutmen KJD diketahui bahwa rekrutmen naik 0,048 pohon/ha untuk setiap peningkatan 1 m2/ha luas bidang dasar (LBDs) KJD dan naik 2,354 pohon/ha untuk setiap peningkatan 1 m2/ha LBDs KJN. Sedangkan model rekrutmen KJN diketahui naik 1,273 pohon/ha untuk setiap peningkatan 1 m2/ha LBDs KJN dan naik 0,210 m2/ha setiap peningkatan 1 m2/ha LBDs KJD. Namun, hubungan antara rekrutmen dengan LBDs tegakan tidak sesuai dengan hasil penelitian Muhdin (2012) dan Michie & Boungiorno (1984) yang menyatakan rekrutmen berbanding terbalik dengan LBDs tegakan.

(23)

pendugaan yang dihasilkan dari metode regresi ini menunjukkan ketidakkonsistenan arah hubungan peubah bebas dengan peubah tidak bebasnya, sehingga arah hubungan antara peubah bebas dan tidak bebasnya tidak dapat ditafsirkan.

Proyeksi (ST) dilakukan dengan menggunakan kedua metode. Proyeksi dengan menggunakan Metode I menghasilkan jumlah pohon diameter 10 cm ke atas yang selalu meningkat atau semakin lama waktu simulasi maka jumlah pohon diameter 10 cm ke atas per ha akan terus meningkat dan tidak akan mencapai keadaan tegakan tunaknya dan struktur tegakan tidak memenuhi kaedah “J” terbalik. Hal ini tidak dapat dijadikan model penduga dinamika struktur tegakan.

Model proyeksi ST dengan Metode II yang menggunakan rata-rata proporsi tetap dan tambah tumbuh. Sehingga proporsi tetap dan tambah tumbuh dinyatakan dalam bentuk kostanta yang selalu konstan untuk suatu tegakan hutan sepanjang waktu pemodelan. Mortalitas (mi) dapat dihitung dengan formulasi mi = 1- ai – bi.

Sedangkan untuk rekrutmen pada metode II ini menggunakan rata-rata jumlah pohon yang masuk ke KD 10-14,9 cm setiap 3 tahun. Rata-rata jumlah pohon rekrutmen yang digunakan pada model ini adalah 15 pohon KJD dan 30 pohon KJN. Komponen tambah tumbuh, tetap dan mortalitas dalam Metode II disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 2 & 3.

Tabel 8 Nilai dugaan proporsi tetap (ai), tambah tumbuh (bi) dan mati (mi)

Kelas Diameter (cm) Dipterocarpaceae Non Dipterocarpaceae

ai bi mi ai bi mi

(24)

0,644-0,908; proporsi pohon yang mati 0,047-0,119 pada KJD dan 0,057-0,130 pada KJN.

Gambar 2 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲) pada KJ Dipterocarpaceae

Gambar 3 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲) pada KJ non-Dipterocarpaceae

Metode II yang menggunakan rata-rata hitung proporsi tetap, tambah tumbuh, dan rata-rata jumlah pohon yang rekrutmen setiap 3 tahun dan jumlah pohon diameter 10 cm ke atas pada masa tunaknya berjumlah 504 pohon/ha dan dapat memenuhi kaidah struktur tegakan yang membentuk “J” terbalik. Sutisna (1997) menyatakan bahwa jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas pada hutan klimaks di Indonesia pada umumnya berkisar antara 400-600 pohon/ha (Tabel 9 dan Gambar 4).

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

P

rop

or

si

Diameter (cm)

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

P

rop

or

si

(25)

Tabel 9 Struktur tegakan pada kondisi tunak

Gambar 4 Diagram ST Dipterocarpaceae (♦), non-Dipterocarpaceae (■), dan seluruh jenis (▲) pada KJ Dipterocarpaceae pada kondisi tunak

(26)

Tabel 10 Hasil uji khi-kuadrat (χ2) ST aktual dan ST dugaan (Metode II) pada rentang proyeksi 3 tahun

Kelas Diameter (cm)

Tegakan Jarang Tegakan Sedang Tegakan Rapat

Dipt Non

* tidak berbeda pada tingkat kepercayaan 99%

Simulasi Pengaturan Hasil

Simulasi pengaturan hasil menggunakan DST metode II dengan kondisi ST awal yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ST jarang, sedang dan rapat. Menurut Muhdin (2012) simulasi pengaturan hasil menggunakan ketentuan sebagai berikut: (1) penebangan dilakukan apabila jumlah pohon berdiameter 50 cm ke atas telah mencapai sedikitnya 25 pohon; (2) mortalitas akibat penebangan pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon pada KD yang lebih kecil menggunakan proporsi (terhadap total jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan tinggal menurut Elias (1998) diacu oleh Muhdin (2012), yaitu: KD 11-20 cm sebesar 14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan KD 41-50 cm sebesar 0,44%. Muhdin (2012) menambahkan, penebangan yang dilakukan pada pohon berdiameter 40 cm ke atas setelah pohon berdiameter 40 cm ke atas telah mencapai sedikitnya 40 pohon per ha.

(27)

Tabel 11 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon ditebang 50 cm ke atas

Kondisi Tegakan Awal Jarang Sedang Rapat

Jumlah Pohon 10 cm Up 237 373 499

Jumlah Pohon 10 - 19,9 cm 149 212 324

Jumlah pohon 20 - 49,9 cm 72 131 147

Jumlah Puhon 50 cm Up 16 30 28

Luas Bidang Dasar (m2/ha) 12,47 20,92 25,61

Waktu Mencapai Steady State (tahun) 296 273 261

Mencapai Rotasi Tebang I (tahun) 117 0 0

Intensitas Tebangan 50 cm Up 40% 60% 100% 40% 60% 100% 40% 60% 100%

Mencapai Rotasi Tebang II (tahun) 33 42 54 99 99 102 78 78 81

Mencapai Rotasi Tebang III (tahun) 42 51 60 33 42 54 30 33 51

Mencapai Rotasi Tebang IV (tahun) 45 51 60 42 51 60 33 51 60

Mencapai Rotasi Tebang V (tahun) 45 51 45 51 60 48 51 60

Mencapai Rotasi Tebang VI (tahun) 45 45 51 60 42 51 60

Mencapai Rotasi Tebang VII (tahun) 45 51 45 51

Mencapai Rotasi Tebang VIII (tahun) 42

(28)

Tabel 12 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon ditebang 40 cm ke atas

Kondisi Tegakan Awal Jarang Sedang Rapat

Jumlah Pohon 10 cm Up 237 373 499

Jumlah Pohon 10 - 19,9 cm Up 149 212 324

Jumlah pohon 20 - 39,9 cm Up 59 113 111

Jumlah Puhon 40 cm Up 29 48 64

Luas Bidang Dasar (m2/ha) 12,47 20,92 25,61

Waktu Mencapai Steady State (tahun) 296 273 261

Mencapai Rotasi Tebang I (tahun) 66 0 0

Intensitas Tebangan 40 cm Up 40% 60% 100% 40% 60% 100% 40% 60% 100%

Mencapai Rotasi Tebang II (tahun) 18 24 36 39 54 57 30 39 48

Mencapai Rotasi Tebang III (tahun) 21 27 36 21 24 36 21 24 33

Mencapai Rotasi Tebang IV (tahun) 21 27 36 21 27 36 18 24 36

Mencapai Rotasi Tebang V (tahun) 24 27 36 21 27 36 21 27 36

Mencapai Rotasi Tebang VI (tahun) 24 27 36 24 27 36 24 30 36

Mencapai Rotasi Tebang VII (tahun) 21 27 36 24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang VIII (tahun) 24 27 36 21 27 36 21 27 36

Mencapai Rotasi Tebang IX (tahun) 24 27 24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang X (tahun) 21 27 24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang XI (tahun) 24 27 21 27 21 27

Mencapai Rotasi Tebang XII (tahun) 24 24 27 24 27

Mencapai Rotasi Tebang XIII (tahun) 21 24 27 24 27

Mencapai Rotasi Tebang XIV (tahun) 21 21

Mencapai Rotasi Tebang XV (tahun) 24 24

Mencapai Rotasi Tebang XVI (tahun) 24

(29)

Dari Tabel 11 dengan batas diameter pohon yang ditebang 50 cm ke atas dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rotasi tebang I untuk ST jarang adalah selama 117 tahun; sedang kan ST sedang dan ST rapat dapat ditebang lansung atau waktu tunggu 0 tahun. Hal ini disebabkan jumlah pohon minimal layak tebang (25 pohon/ha) telah tercukupi di awal simulasi. Sedangkan pada Tabel 12 dengan batas diameter pohon ditebang 40 cm ke atas, waktu tunggu untuk mencapai rotasi I pada ST jarang adalah 66 tahun.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rotasi tebang berikutnya sangat tergantung dengan intensitas penebangan dan batas diameter layak tebang yang diterapkan. Hal ini senada dengan Muhdin (2012) dalam penelitiannya semakin tinggi intensitas penebangan dan semakin besar batas diameter yang ditebang akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mencapai rotasi tebang berikutnya. Penebangan pada batas diameter ditebang 40 cm ke atas membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai rotasi tebang berikutnya dibandingkan pada batas diameter ditebang 50 cm ke atas dengan intensitas penebangan yang sama. Waktu pemulihan yang lebih pendek tersebut karena waktu untuk mencapai jumlah pohon minimal 40 pohon setelah penebangan dengan batas diameter 40 cm ke atas lebih cepat dibandingkan waktu untuk mencapai jumlah pohon minimal 25 pohon dengan batas diameter 50 cm ke atas. Hai ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon berdiameter besar cenderung lebih lambat.

Bone (2010) dalam penelitiannya untuk menentukan jumlah pohon yang ditebang dan siklus tebangan berdasarkan kemampuan tegakan untuk mencapai keadaan ST hutan primer kembali dengan ketentuan LBDs saat masa tunak 33,33 m2/ha. Dari hasil simulasi pengaturan hasil yang dilakukan Bone (2010) intensitas penebangan 100% pada batas diameter ditebang 40 cm up dan 50 cm up siklus tebangan yang dihasilkan masih di bawah 30 tahun atau masih tergolong lestari.

(30)

Tabel 13 Hasil tebangan per hektar pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diameter di tebang 50 cm up

(31)

Tabel 14 Hasil tebangan per hektar pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diameter di tebang 40 cm up

Tegakan Jarang

Rotasi

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

(32)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data contoh dan jumlah pohon yang ada, ST dibagi menjadi 3 tipe tegakan yaitu jarang, sedang dan rapat. Model ST untuk tegakan jarang N = N0e-0,0609D; tegakan sedang N = N0e-0,0559D; dan tegakan rapat N = N0e-0,0555D.

Model DST dengan Metode I (regresi linier) tidak dapat digunakan untuk menduga DST pada hutan alam bekas tebangan karena tidak dapat mencapai masa tunak dan jumlah pohon melebihi 800 pohon/ha dan model DST dengan Metode II (rata-rata hitung proporsi tambah tumbuh dan tetap) dapat digunakan untuk menduga DST pada hutan alam bekas tebangan, karena dapat mencapai masa tunak dan jumlah pohon pada masa tunak berada di antara 400-800 pohon/ha (504 pohon/ha).

Jangka waktu untuk mencapai rotasi tebang selanjutnya beragam, tergantung dari intensitas penebangan dan batas diameter ditebang yang diterapkan. Intensitas penebangan yang menghasilkan kelestarian hasil dan volume tebangan terbesar adalah 60% dengan batas diameter ditebang 40 cm ke atas.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Bone I. 2010. Model Dinamika Struktur Tegakan Untuk Pengaturan Hasil Hutan Alam Bekas Tebangan: Kasus HPH PT. Gema Hutan Lestari Pulau Buru Provinsi Maluku [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan RI. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011 [Internet].

[diunduh 2013 Juni 21]. Tersedia pada:

http://www.dephut.go.id/files/Statistik_kehutanan_2011.pdf.

Departemen Kehutanan RI. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.11/menhut-II/2009 Tentang Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi [Internet]. [diunduh 2013 April 28]. Tersedia pada: http://dephut.go.id/files/p11_09.pdf.

Elias. 2002. Rasionalisasi Kegiatan Logging dan Kondisi Minimum Struktur Tegakan Yang Boleh Ditebang Dalam Pengelolaan Hutan Alam Tropika Indonesia. ITHH. Vol. XV No. I

Iskandar U. 2008. Kelola Ekosistem Pulau Kecil: Refleksi dan Pembelajaran Kehutanan Indonesia. Jakarta (ID): Wana Aksara.

Krisnawati H, Adinugroho WC, Imanuddin R. 2012. Monograf Model-Model Alometrik Untuk Pendugaan Biomassa Pohon Pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi [Internet]. [Diunduh 2013 Mei

01]. Tersedia pada:

http://www.forda_mof.org/files/Monograf_Alometrik_WEB_FORDA_-_IND.pdf.

Michie BR, Buongiorno J. 1984. Estimation of a Matrix Model of Forest Growth From Re-measured Permanent Plots. For. Ecol. Manage. 8: 127-135.

Muhdin. 2012. Dinamika Struktur Tegakan Tidak Seumur Untuk Pengaturan Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon (Kasus Pada Areal Bekas Tebangan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah Tanah Kering di Kalimatan) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Osmaston. 1968. The Managenet of Forest. London (GB): George Allen & Unwim.

Suhendang E. 1997. Penentuan Periode Pengukuran Optimal Untuk Petak Ukur Permanen di Hutan Alam Tanah Kering. J Man Hut Trop (1): 1-14.

(34)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah pohon per kelas diameter pada setiap PUP contoh

PUP 10 - 19,9 cm 20 - 49,9 cm 50 cm Up Total

1 212 133 45 390

2 149 72 16 237

3 212 127 30 369

4 210 103 16 329

5 260 114 10 384

6 324 147 28 499

Lampiran 2 Kondisi awal struktur tegakan

No Kelas

diameter (cm)

Struktur awal tegakan

Jarang Sedang Rapat

1 10 - 14,9 94 140 220

2 15 - 19,9 55 72 104

3 20 - 24,9 29 61 41

4 25 - 29,9 6 25 39

5 30 - 34,9 19 20 16

6 35 - 39,9 5 7 15

7 40 - 44,9 5 14 13

8 45 - 49,9 8 4 23

9 50 - 54,9 6 4 7

10 55 - 59,9 1 5 5

11 60 Up 9 21 16

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangkinang Provinsi Riau pada tanggal 29 November 1990 sebagai anak ketiga dari sepuluh bersaudara dengan ayah bernama Muhammad Isa (alm) dan ibu Asmanidar.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri Plus Provinsi Riau dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) memalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Inventarisasi Hutan tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 dan asisten Teknik Inventarisasi Hutan tahun ajaran 2012/2013.

Pada tahun 2011 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di daerah Gunung Papandayan dan Sancang Timur, Jawa Barat. Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi dan KPH Perhutani Cianjur. Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di CV. Pangkar Begili, Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar

Tabel 4  Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis Dipterocapaceae
Tabel 6  Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis Dipterocapaceae
Tabel 7  Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis non-Dipterocapaceae
Tabel 8  Nilai dugaan proporsi tetap (ai), tambah tumbuh (bi) dan mati (mi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya faktor penyebab kondisi tersebut telah dipertimbangkan dalam peraturan pengadaan barang dan jasa yang ada, diantaranya dalam proses pengadaan barang dan

memaknai per&amp;uampaan manusia dengan Allah dalam kehidupan memaknai per&amp;uampaan manusia dengan Allah dalam kehidupan sehari ' hari secara nyata.. sehari ' hari secara

Menurut Depkes RI (1990) dikutip dari Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan

Biru 55Jt Nego Perum Pondok Ungu Permai Blok A Dpn Kelurahan.. 1 Pon- dok Melati Indah Jatiwarna Pondok Gede

Pengaruh Konsumsi Serat Dan Antiokasidan (Vitamin A, C Dan E) Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner (Studi Pasien Rawat.. Jalan Di

Dalam hal tidak berada dalam pembinaan Atase Pendidikan atau Konsulat Jenderal, diserahkan pada saat mendaftar menjadi peserta UN Pendidikan Kesetaraan kepada Panitia UN

Sedangkan pada remaja pria mulai kelihatan (membesar) jaku dilehernya dan suara menjadi sangau/besar, dan mengalami mimpi basah, di samping itu bahunya bertambah lebar

PT GiGa merupakan supplier sayuran organik. PT GiGa melakukan penawaran produk kepada reseller yaitu pihak yang akan memasarkan kembali produk kepada konsumen