• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekayasa Lingkungan Budidaya Untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Peran Salinitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rekayasa Lingkungan Budidaya Untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Peran Salinitas"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

MIRNA FITRANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Rekayasa

Lingkungan Budidaya untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius

hypopthamus): Peran Salinitas adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 07 September 2009

Mirna Fitrani

(3)

Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) : Salinity Effect. Under direction of

KUKUH NIRMALA, and RIDWAN AFFANDI.

Patin siam fish having the low price than other freshwater fishes, it because of their physical conditions (flesh colour and texture) also taste doesn’t interested. The improvement flesh quality (chemical compositions, such protein and fat) through keeping patin siam fish at salinity media hopefully to be solution. So that, the aims of this research were to examine the salinity effects of patin siam fish quality (flesh chemical compositions and some indicators orga noleptic linked to appetite/interest people). The research was done at Environmental laboratory, Fisheries and Marine Science Faculty, Bogor Agriculture Institute for 2 months. This research was used Complete Randomly Design, 4 treatments and three replicates and Salinity 0ppt, 3ppt, 5ppt, 7ppt as the treatments. Results showed that, salinity gives significant effect (p<0.05) to survival rate and osmotic activity level. Salinity treatments having the high point of chemical compositions such protein (5ppt=15.71%) and fat (7ppt=6.95%) also some essensial fatty acid, but lower points for water content than control (0ppt). The high fat and the low water contents cause different flesh colour, texture and taste. According to the results of organoleptic, patin sia m salinity treatments have more light (pale) at their skin, white flesh, compact textures and more delicious taste. The interest physical conditions that more loved by panelist at salinity treatments appear the high flesh chemical compositions that reflect the best quality.

Keywords : Salinity, flesh chemical compositions, organoleptic, Pangasius

(4)

MIRNA FITRANI. Rekayasa Lingkungan Budidaya untuk Meningkatkan

Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus). Dibimbing oleh KUKUH

NIRMALA, dan RIDWAN AFFANDI.

Patin siammerupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dipilih

petani di Indonesia untuk dibudidayakan, namun meningkatnya produktivitas ikan patin siam belum sejalan dengan harga jualnya di pasaran. Hal tersebut disebabkan karena faktor selera masyarakat terkait penampilan fisik (warna, tekstur dan aroma), serta citarasanya yang identik dengan kandungan lemak tinggi, sehingga kurang disukai. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh

salinitas terhadap komposisi kimiawi tubuh ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) dan beberapa indikator organoleptik dikaitkan secara deskriptif

dengan selera masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas ikan patin siam terkait harga jualnya yang lebih murah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental laboratories dengan mengaplikasikan 4 perlakuan yaitu salinitas (0ppt, 3ppt, 5ppt dan 7ppt) selama 2 bulan (April-Juni 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, salinitas memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kerja osmotik ikan patin siam yang dipelihara (p<0.05). Pada perlakuan 7 ppt, nilai selisih antara osmolaritas media dengan osmolaritas cairan tubuh diketahui paling rendah (0.03 osmol/kg) dan diduga paling mendekati kondisi iso-osmotik. Pada kondisi iso-osmotik, kandungan nutrien (komposisi kimiawi tubuh) yang digunakan sebagai energi akan lebih sedikit untuk osmoregulasi, sehingga energi yang tersimpan di dalam tubuh menjadi meningkat.

(5)

tinggi daripada perlakuan kontrol.

Komposisi kimiawi/nilai gizi (kandungan lemak, asam lemak dan kandungan air) dalam tubuh ikan akan tercermin pada penampilan fisik (warna dan tekstur) ikan tersebut. Ikan patin siam pada perlakuan salinitas mempunyai warna kulit yang secara visual lebih terang/memudar dan warna daging yang putih, sedangkan warna kulit ikan patin siam kontrol berwarna hitam mengkilat. Walaupun nilai warna kekuningan perlakuan salinitas diketahui cenderung

meningkat ketika diukur dengan metode warna CIE L*a *b * c*, namun nilai

tersebut masih rendah (<70) dan masih tergo long berwarna putih. Hal tersebut disebabkan karena adanya pigmentasi yang dipengaruhi oleh kandungan lemak yang lebih tinggi pada perlakuan salinitas.

Lemak dan kadar air dapat mempengaruhi tekstur daging ikan patin siam selama percobaan. Daging ikan patin siam perlakuan salinitas diketahui lebih kompak dan tidak berair dibandingkan dengan perlakuan 0ppt. Lemak dalam hal ini berfungsi sebagai pelindung otot dan mempertahankan bentuk daging pada waktu terjadi pemanasan atau pada waktu ikan dimasak. Begitu juga dengan kandungan air, pada perlakuan salinitas kandungan air dalam ikan patin siam menurun sedangkan kadar garam-garam menjadi lebih tinggi, sehingga tekstur ikan lebih terlihat tidak berair dan lebih kompak. Kadar garam yang meningkat dalam tubuh ikan patin siam juga menyebabkan citarasa ikan patin siam perlakuan salinitas menjadi lebih gurih. Berdasarkan uji organoleptik, warna ikan patin siam

yang putih dan tekstur daging yang lebih kompak tidak terlalu berair serta cita

rasa yang lebih gurih lebih banyak disukai oleh panelis daripada ikan kontrol. Pemeliharaan ikan patin siam pada media bersalinitas tidak hanya dapat meningkatkan kuantitas (jumlah dan bobot) namun juga kualitas (komposisi kimiawi tubuh) ikan patin siam, sekaligus dapat membuat penampilan fisik (warna dan tekstur) serta citarasa yang lebih baik.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanyauntuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

MIRNA FITRANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) :

Peran Salinitas

Nama : Mirna Fitrani

NRP : C151070241

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris, M.S

a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS

(9)

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul “Rekayasa Lingkungan Budidaya untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) : Peran Salinitas” dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA sebagai anggota komisi pembimbing atas segala waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran serta masukan mulai dari rencana judul penelitian hingga penulisan tesis ini.

Penyusunan tesis ini juga tidak lepas dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Drs. Nazori dan Wahyuniah, Ombay Sopiah,

Akas Said, nenek Prabumulih, adik-adikku (Patih Ahmad Rafie, SH dan Arubina Bangsawan), nenek Ipah serta keluarga besar penulis

2. Keluarga besar Bapak Bambang Karbyawan, khususnya Dimas Aryo Fajar

atas doa, dukungan, bantuan moril dan materilnya

3. H. Rislani A. Gafar, Dipl HE dan Alm Hj. Mirmasuri, SH sekeluarga

4. Teman-teman penelitian (Mbak Ami, Mbak Ani, Mr. Ilyas Rajamuddin,

BuMuli-pak Ma’mur, BuSur-pak Andir, Mbak Uni, Mr. Liem Santoso, Indra Lesmana, Aprizal Hendri, dll)

5. Staf dan Pegawai di Departemen Perikanan dan Kelautan IPB, khususnya

Bapak Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si selaku penguji

6. Teman-teman S2 dan S3 Akuakultur 2006-2007 serta adik-adik Mahasiswi

S1 BDP (Yeni, Vika, Lina, Dina, Jijah, Ica dll)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2009

(10)

bersaudara pasangan Bapak Drs. Nazori dan Ibu Wahyuniah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 18 Palembang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan (S1) di Universitas Riau, Pekanbaru pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Budidaya Perairan dan berhasil lulus pada tahun 2005.

Penulis sempat bergabung sebagai staf peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Muara Laut dan Pantai di Universitas Riau Pekanbaru, kemudian pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan kembali pada program master (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Ilmu Akuakultur. Pada tahun 2008 penulis diterima menjadi staf pengajar pada program studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian di Universitas Sriwijaya Palembang. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan master (S2) pada tahun 2009 dengan judul tesis “ Rekayasa Lingkungan Budidaya untuk Meningkatkan Kualitas Ikan

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah... 2

Pendekatan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian... 5

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus ... 6

Salinitas dan Osmoregulasi ... 6

Karakter Kuantitatif... 9

1. Kelangsungan Hidup ... 9

2. Pertumbuhan... 9

Karakter Kualitatif... 10

Komposisi Kimiawi Tubuh ... 10

Organoleptik ... 12

Warna ... 12

Tekstur... 13

Rasa ... 13

METODOLOGI ... 14

Waktu dan Tempat ... 14

Alat dan Bahan Penelitian ... 14

Media Percobaan ... 14

Ikan Uji... 14

Pakan ... 14

Metode Percobaan ... 15

Parameter Pengamatan ... 15

Osmolaritas... 15

Tingkat Kerja Osmotik ... 16

Karakter Kuantitatif... 16

1. Kelangsungan Hidup Ikan ... 16

2. Laju Pertumbuhan ... 16

Karakter Kualitatif... 17

Komposisi Kimiawi Tubuh ... 17

Struktur Histologis Daging... 17

(12)

ii

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Hasil ... 19

Osmolaritas (Tekanan Osmotik) ... 19

1. Osmolaritas Media ... 19

2. Osmolaritas Cairan Tubuh ... 19

Tingkat Kerja Osmotik ... 20

Karakter Kuantitatif... 20

1. Kelangsungan Hidup ... 20

2. Pertumbuhan... 21

Karakter Kualitatif... 22

Komposisi Kimiawi Tubuh ... 22

Kandungan Asam Lemak ... 23

Struktur Histologis Daging... 24

Organoleptik ... 25

Warna ... 25

Nilai Warna Daging dengan Menggunakan Metode Warna CIE L*a*b*c* ... 27

Tekstur... 27

Rasa ... 28

Kualitas Fisika-Kimia Air ... 30

Pembahasan ... 30

KESIMPULAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(13)

Tabel 1 Kandungan ion-ion yang dominan dalam air laut ... 7

Tabel 2 Data rata-rata osmolaritas media ikan patin siam selama

percobaan ... 19

Tabel 3 Data rata-rata osmolaritas cairan tubuh ikan patin siam

selama percobaan ... 19

Tabel 4 Tingkat kerja osmotik (Osmol/kg) ikan patin (Pangasius

hypopthalmus) pada setiap perlakuan dan ulangan selama

percobaan ... 20

Tabel 5 Data kelangsungan hidup ikan patin siam selama percobaan ... 21

Tabel 6 Data pertumbuhan ikan patin siam selama pemeliharaan ... 21

Tabel 7 Komposisi kimiawi tubuh ikan patin siam pada setiap

perlakuan (%) ... 22

Tabel 8 Profil dan komposisi asam lemak tubuh ikan patin siam pada

setiap perlakuan (gram/100 gram lemak) ... 23

Tabel 9 Rata-rata nilai kecerahan (L*), kemerahan (a*) dan

kekuningan (b*) daging ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) setiap perlakuan ... 27

Tabel 10 Hasil uji organoleptik ikan patin siam selama pemeliharaan.... 28

(14)

iv

Gambar 1 Skema alur fikir penelitian Rekayasa Lingkungan Budidaya

untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius

hypopthalmus): Peran Salinitas ... 4

Gambar 2 Contoh perhitungan untuk mendapatkan salinitas tertentu dengan pengenceran air laut ... 15

Gambar 3 Diagram kandungan beberapa asam lemak penting dalam tubuh Ikan patin siam setiap perlakuan ... 24

Gambar 4 Struktur histologis otot daging ikan patin siam setiap perlakuan... 25

Gambar 5 Warna ikan patin siam perlakuan 0 ppt ... 26

Gambar 6 Warna ikan patin siam perlakuan 3 ppt ... 26

Gambar 7 Warna ikan patin siam perlakuan 5 ppt ... 26

Gambar 8 Warna ikan patin siam perlakuan 7 ppt ... 26

Gambar 9 Tekstur daging ikan patin siam perlakuan yang sudah masak (dikukus) ... 27

Gambar 10 Diagram nilai rata-rata kesukaan (warna) daging ikan patin siam ... 29

(15)

Halaman

Lampiran 1 Prosedur analisa tingkat kerja osmotik (TKO)... 47

Lampiran 2 Prosedur analisa proksimat... 48

Lampiran 3 Prosedur analisa warna dengan chromameter ... 51

Lampiran 4 Skala nilai warna dengan metode warna CIE L*a*b*c* ... 52

Lampiran 5 Formulir uji hedonic ... 53

Lampiran 6 Osmolaritas tubuh (Osmol/Kg) ikan patin ... 58

Lampiran 7 Osmolaritas media (Osmol/Kg) ikan patin ... 59

Lampiran 8 Tingkat kerja osmotik ikan patin siam ... 60

Lampiran 9 Analisa statistik tingkat kerja osmotik ... 61

Lampiran 10 Derajat kelangsungan hidup ikan patin siam... 54

Lampiran 11 Analisa statistik kelangsungan hidup ikan patin siam... 55

Lampiran 12 Rata-rata laju pertumbuhan harian ikan patin siam... 56

Lampiran 13 Analisis statistik pertumbuhan ikan patin siam... 57

Lampiran 14 Analisa statistik kandungan protein ... 62

Lampiran 15 Analisa statistik kandungan lemak tubuh... 63

Lampiran 16 Gambaran lemak dalam daging ikan patin siam ... 64

Lampiran 17 Hasil uji organoleptik ... 65

Lampiran 18 Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut ... 67

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani yang bersumber dari ikan yang pemenuhannya sudah tidak mungkin lagi diperoleh dari hasil tangkapan, maka usaha budidaya merupakan solusi yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cuk up besar terkait upaya pemerintah terhadap peningkatan kebutuhan pangan masyarakat.

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis

di Indonesia (Setijaningsih et al. 2006) dan merupakan komoditas perikanan yang

sangat diandalkan di daerah-daerah seperti Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Budidaya ikan patin, baik dalam ukuran benih maupun konsumsi didominasi oleh

jenis patin siam (Pangasius hypopthalmus). Ikan tersebut banyak dipilih petani

untuk dibudidayakan karena kelangsungan hidupnya yang tinggi, serta mampu

mentolerir kondisi perairan yang kurang optimal (Hamid et al. 2009).

Semakin dikuasainya teknologi budidaya perikanan khususnya budidaya ikan patin siam saat ini, menyebabkan tingkat produksi ikan tersebut bukan suatu kendala yang berarti lagi, namun tingginya kuantitas berupa hasil produksi ikan patin siam saat ini belum sejalan dengan nilai jual ikan tersebut di pasaran. Berdasarkan survei pribadi (Tahun 2008) di beberapa pasar di Palembang, harga ikan patin siam saat ini masih tergolong rendah (Rp.13.000/Kg) dibandingkan dengan beberapa jenis ikan air tawar lain, seperti ikan mas (Rp.20.000-Rp.22.000/Kg), Ikan Nila (Rp. 19.000-Rp.20.000/Kg), ikan Gurame (Rp.30.000/Kg) dan ikan bawal (Rp.15.000-Rp18.000/Kg). Begitu juga di daerah Jambi, harga ikan patin siam saat ini Rp. 7.500/Kg, ikan bawal (Rp.9000-Rp.10.000/Kg), ikan baung (Rp. 8000/Kg) dan gurame (Rp.25.000/Kg). Hal tersebut disebabkan antara lain karena menurut beberapa konsumen, penampilan fisik (warna yang kekuningan dan tekstur yang lembek/tidak kompak), aroma yang berbau lumpur serta rasa daging ikan patin siam yang identik dengan kandungan lemak tinggi menyebabkan ikan patin siam menjadi kurang disukai.

(17)

merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas air dan osmolaritas (tekanan osmotik), selain itu menurut Goddard (1996), salinitas juga dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi nutrisi/kimiawi tubuh ikan, antara lain molekul-molekul yang terdiri dari asam lemak, asam amino, glukosa dan kandungan mineral tubuh lainnya yang akan tercermin pada penampilan fisik (warna, tekstur) dan cita rasa ikan yang dihasilkan.

Penelitian mengenai pemeliharaan ikan air tawar pada media bersalinitas yang dilatar belakangi perlunya pemanfaatan lahan bekas tambak yang kosong dan adanya tendensi semakin sempitnya lahan di daratan akibat dikonversi keperuntukan lain dan semakin terbatasnya sumberdaya air sebelumnya sudah pernah dilakukan, antara lain dengan tujuan untuk menguji kemampuan adaptasi, kelangsungan hidup dan pertumbuhan dengan menggantikan ikan atau udang yang biasa dipelihara di

tambak dengan ikan air tawar seperti ikan nila merah (Oreochromis Sp) (Setiawati

dan Suprayudi 2003) serta Syakirin (1999) dan ikan jambal Siam (Pangasius sutchi

Fowler) (Usman 1993). Namun penelitian-penelitian tersebut hanya menggunakan indikator keberhasilan budidaya (laju pertumbuhan, retensi protein, retensi lemak dan efisiensi pakan) dan tidak menguji bagaimana kualitas daging (komposisi nutrisi/kimiawi tubuh dan penampilan organoleptik) ikan yang dihasilkan.

Berdasarkan informasi tersebut maka dirasa sangat perlu untuk dilakukan penelitian mengenai peran salinitas terhadap peningkatan komposisi nutrisi/kimiawi tubuh ikan patin siam dalam upaya meningkatkan kualitas ikan tersebut terkait selera dan usaha pemenuhan kebutuhan protein yang bersumber dari ikan untuk masyarakat.

Perumusan Masalah

Masalah yang seringkali timbul di masyarakat sebagai konsumen ikan

khususnya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah harga jualnya yang

(18)

Pendekatan Masalah

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan, karena terkait dengan proses osmoregulasi yang dialami oleh ikan. Ikan air tawar yang dipelihara di media dengan kisaran salinitas di luar isoosmotiknya akan melakukan kerja osmotik yang berat dan akan menyebabkan proses-proses fisiologis menjadi tidak maksimal termasuk proses metabolisme. Menurunnya laju metabolisme menyebabkan pasokan pakan dalam tubuh berkurang dan dengan sendirinya akan menyebabkan pasokan energi dalam tubuh juga akan berkurang.

Proses osmoregulasi membutuhkan energi yang besarnya tergantung pada tingkat osmotiknya. Berkurangnya pasokan pakan akan menyebabkan berkurangnya kandungan nutrien yang tersimpan di dalam tubuh, seperti protein dan lemak. Sebaliknya apabila ikan patin siam dipelihara pada media salinitas yang mendekati kondisi isoosmotiknya, maka energi yang digunakan untuk osmoregulasi menjadi sedikit dan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Pada kondisi tersebut proses-proses fisiologis akan berjalan dengan normal sehingga konsumsi pakan dapat ditingkatkan dan kandungan nutrisi yang tersimpan dalam tubuh akan lebih banyak.

(19)

INPUT---

Gambar 1. Skema Alur fikir penelitian Rekayasa Lingkungan Budidaya untuk

Meningkatkan Kualitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus):

Peran Salinitas

5) Komposisi Tubuh

- Kadar air

- Mineral 6)Organoleptik

-Warna -Tekstur

-Rasa

-Aroma

Ikan Patin Siam

(Pangasius hypopthalmus)

- Asam amino

- Glukosa

- Asam lemak

- Protein

- Karbohidrat

- Lemak

Tingkat stres

Salinitas

Pembelanjaan Energi - pH

- DO

- Ammoniak

1) Kualitas air 2) Osmolaritas

2a) O. Media

2b) O. Cairan

Tubuh

3) Tingkat Kerja

Osmotik

--- OUTPUT Konsumsi Pakan

(20)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh salinitas terhadap karakter kualitatif (komposisi nutrisi/kimiawi tubuh) serta beberapa indikator organoleptik ikan patin siam.

Hipotesis

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Patin Siam (Pangasiushypopthalmus)

Salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis di Asia Tenggara

dan di Indonesia adalah ikan patin (Pangasius Sp) (Setijaningsih et al. 2006).

Budidaya ikan patin, baik dalam ukuran benih maupun konsumsi didominasi oleh

jenis patin siam (Pangasius hypopthalmus). Ikan patin siam banyak dipilih petani

untuk dibudidayakan karena mempunyai kelangsungan hidup yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi perairan yang ekstrim seperti

kandungan oksigen terlarut dan pH yang rendah (Hamid et al. 2009).

Patin siam termasuk dalam famili pangasidae dan dikenal dengan nama lokal patin, jambal atau pangasius. Ikan patin merupakan ikan konsumsi, berbadan panjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak. Sedangkan sifat biologinya, ikan ini tergolong nocturnal yaitu melakukan aktivitas pada malam hari dan merupakan ikan pemakan segala (omnivora) dan sesekali muncul ke permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung.

Salinitas dan Osmoregulasi

Salinitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam sifat kimia air dan keberadaannya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu pertumbuhan ikan. Boyd (1982) mendefinisikan salinitas sebagai konsentrasi total dari semua ion yang terlarut dalam air. Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan tekanan ionik air, sebagai media internal maupun eksternal (Affandi dan Usman 2002).

Sifat osmotik air bergantung pada seluruh ion yang terlarut dalam air tersebut, tingkat kepekatan osmotik larutan akan semakin tinggi dengan semakin besar jumlah ion yang terlarut, hal ini menyebabkan semakin bertambah besar tekanan osmotik medium. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan

(22)

Tabel 1 Kandungan ion-ion yang dominan dalam air laut (%)

Ion Persentase (%)

Kation

Na+ 30.40 Mg+ 3.70 Ca2+ 1.16 K+ 1.10 Sr2+ 0.04

Anion

Cl- 55.20 SO42- 7.70 CO3- dan HCO3- 0.19 H3BO3- 0.07 Lain-lain 0.44

Sumber : McConnaughey dan Zottoli (1983) dalam Usman (1993)

Nilai tingkat kerja osmotik diketahui dari selisih antara nilai osmolaritas media dengan nilai osmolaritas cairan tubuh. Semakin tinggi salinitas maka tekanan osmotik pada media juga akan semakin meningkat. Sebaliknya, jika semakin rendah salinitas media maka tekanan osmotik media akan semakin menurun.

Menurut Baldisserotto (2007) Ikan yang dipelihara pada kondisi salinitas yang sama dengan konsentrasi ion dalam darah akan lebih banyak menggunakan

energi untuk pertumbuhan. Imsland at al. (2008) menambahkan, bahwa pada

kondisi lingkungan yang iso-osmotik pertumbuhan dan konversi pakan dapat ditingkatkan.

Setiap oganisme mempunyai daya tahan pada batas tertentu terhadap perubahan lingkungan. Jika keadaan lingkungannya ada pada tingkat di luar batas kisaran daya tahan, maka pertumbuhannya akan terhambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian secara perlahan-lahan atau kematian mendadak (Black 1957). Channel catfish yang tumbuh dengan normal di air tawar, diketahui dapat menyesuaikan diri sampai batas salinitas 14 ppt dan dapat dipelihara di perairan

payau (Black 1957). Menurut Hardjamulia et al. (1986) benih ikan jambal siam

(23)

menunjukkan bahwa kadar garam dalam air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan jambal siam.

Osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologi berjalan normal. Tingkat kerja osmotik yang rendah akan mengurangi kerja enzim Na-K ATPase

serta transfor aktif Na+, K+ dan CL-, sehingga energi (ATP) yang digunakan

untuk osmoregulasi mengecil dan sebaliknya makin banyak porsi energi yang tersedia bagi pertumbuhan (Usman 1993). Hal tersebut juga diterangkan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslim (2003) pada udang.

Osmoregulasi pada ikan laut berbeda dengan ikan air tawar. Ikan air laut hidup dalam medium yang memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi dari cairan tubuhnya sehingga ikan cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang serta kemasukan garam-garam. Oleh karena itu, ikan banyak “minum” air laut yang meliputi ion natrium, dan klorida yang diserap oleh usus dan dibuang melalui transfor aktif, magnesium dan sulfat dibuang melalui ginjal sehingga menyebabkan peningkatan kandungan garam dalam tubuh ikan, namun kelebihan ini dikeluarkan kembali melalui permukaan tubuh yang semipermeabel secara difusi. Berbeda dengan ikan air tawar yang mempunyai tekanan osmotik darah yang lebih tinggi dari lingkungannya sehingga sejumlah garam yang ada dalam tubuh ikan akan hilang melalui permukaan jaringan insang dan kulit pada proses difusi, melalui feses dan juga urine. Untuk menjaga agar garam-garam tub uh yang hilang seminimum mungkin, maka dilakukan penyerapan kembali garam-garam dalam pembuluh proksimal ginjal. Kehilangan garam-garam ini akan digantikan oleh garam-garam yang terdapat dalam pakan dan penyerapan aktif ion-ion garam yang berasal dari lingkungan perairan melalui insang (Baldisserotto 2007).

(24)

angsur akibat kontrol permeabilitas oleh hormon dan system saraf otomatis terhadap lingkungan baru dan pengaruh langsung sel-sel permukaan tubuhnya.

Karakter Kuantitatif 1. Kelangsungan Hidup

Menurut Royce (1973) kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme dapat menyebabkan turunnya jumlah populasi. Kelangsungan hidup diasumsikan dengan seberapa banyak jumlah kematian yang terjadi dalam masa

pemeliharaan. Kelangsungan hidup dan metabolisme ikan akibat perubahan

salinitas tergantung pada dua hal, yaitu kemampuan cairan tubuh untuk berfungsi sedikit mungkin dan dengan waktu yang singkat pada kisaran osmotik internal dan konsentrasi ion tidak normal yang tumbuh secara mendadak. Kedua, kemampuan cairan tubuh yang bekerja sedikit mungkin dan pengembalian tekanan osmotik kembali ke normal (Holliday 1969). Kelangsungan ikan air tawar di dalam lingkungan berkadar garam bergantung pada jaringan insang, luas permukaan insang, laju konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi) jaringan terhadap garam-garam dan kontrol permeabilitas (Black 1957).

2.Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran volume dan berat suatu organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu (Effendi 1979). Effendi (1978) menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi bila ada kelebihan masukan energi dan asam amino dari pakan. Energi dari pakan tersebut akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh serta menggantikan sel-sel yang telah rusak dan kelebihannya untuk pertumbuhan.

(25)

Beberapa penelitian mengenai pemeliharaan ikan air tawar pada media bersalinitas yang dilatar belakangi perlunya pemanfaatan lahan bekas tambak yang kosong dan tendensi adanya tendensi semakin sempitnya lahan di daratan akibat dikonversi keperuntukan lain dan semakin terbatasnya sumberdaya air (Setiawati dan Suprayudi 2003) telah dilakukan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji kemampuan adaptasi, kelangsungan hidup dan pertumbuhan dengan menggantikan ikan-ikan yang biasa dipelihara di tambak dengan ikan-ikan air tawar. Ikan patin misalnya, dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan baik pada media bersalinitas dengan kisaran 3 ppt hingga 7 ppt. Setiawati dan Suprayudi (2003) menyatakan bahwa, ikan nila dapat tumbuh dengan baik pada media bersalinitas karena dapat memanfaatkan energi pakan lebih optimal.

Karakter Kualitatif Komposisi Kimiawi Tubuh

Menurut Ahmed (2007), komposisi tubuh ikan sering dijadikan sebagai indikator kualitas ikan. Beberapa faktor seperti pertumbuhan dan pakan diketahui dapat mempengaruhi komposisi tubuh ikan.

Protein adalah makromolekul yang terbuat dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan dapat juga mengandung sulfur. Protein juga merupakan bahan organik utama pada jaringan ikan yang diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan dan pemeliharaan tubuh (Nur dan Arifin 2004). Ikan mengkonsumsi protein untuk menghasilkan asam amino. Asam amino digunakan secara terus menerus oleh beberapa jaringan untuk mensintesa protein baru (Goddard 1996). Secara umum, kebutuhan protein ikan berkurang dengan meningkatnya ukuran dan umur ikan. Benih channel catfish membutuhkan sekitar 30-35% protein, sedangkan ikan yang lebih dewasa membutuhkan 25-35% protein (Goddard 1996). Hal tersebut disebabkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein untuk petumbuhan ikan antara lain, spesies, ukuran ikan, umur, temperatur air, kualitas protein yang ditentukan dari profil asam aminonya, tingkat dietari dari energi non-protein serta jumlah pakan harian (Nur dan Arifin 2004).

(26)

mempertahankan integritas biomembran (Watanabe 1988). Perbedaan kebutuhan lemak pada beberapa spesies ikan dan udang mencerminkan perbedaan tipe lemak yang ditemukan dalam rantai makanan spesies air tawar dan la ut. Asam lemak-asam lemak tidak jenuh yang terikat pada fosfolipid dapat mempengaruhi aktivitas

enzim (Na+/K+) ATP-ase yang terdapat pada membran (Darwisito 2006).

Lemak disimpan sebagai cadangan energi jangka panjang selama periode yang penuh aktivitas atau periode tanpa makanan dan energi (Setiawati dan Suprayudi 2003). Peningkatan ketersediaan nutrien penghasil energi selain protein, seperti lemak dapat menurunkan oksidasi protein dalam menghasilkan energi, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan (Feruichi 1988).

Beberapa asam lemak bersifat hidrofobik atau tidak larut dalam air pada membran sel. Namun demikian, beberapa fosfolipid, spingolipid (lipid polar) mengandung gugus asam lemak polar (Darwisito 2006) yang dapat larut dalam air. Sifat fisik dari membran sel ini ditentukan oleh fosfolipid yang ada pada membran, komposisi asam lemak pada fosfolipid dan interaksinya dengan kolesterol dan protein.

Komposisi asam lemak tidak hanya dipengaruhi oleh pakan, namun juga oleh faktor lingkungan, seperti temperatur dan salinitas. Kebutuhan ikan akan asam-asam lemak essensial berbeda untuk masing-masing spesies ikan, perbedaan ini berkaitan dengan habitatnya. Ikan air yang hidup di air laut dan perairan dingin membutuhkan asam lemak omega 3 yang lebih banyak, sedangkan ikan air tawar membutuhkan asam lemak omega 6 yang lebih banyak atau kombinasi omega 3 dan omega 6. Sebagai contoh ikan salmon yang bermigrasi dari lingkungan air tawar ke lingkungan air laut akan memiliki perbandingan n-3/n-6 lebih tinggi (Nur dan Arifin 2004).

Menurut Hamre et al. (2005), asam lemak essensial dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan syaraf, daya tahan terhadap stres, pigmentasi, kebiasaan berkelompok dan timbulnya kelainan bentuk pada ikan laut, selain itu asam lemak dan lemak yang disimpan dalam otot juga dapat

mempengaruhi warna (Shearer 1994 dalam Goddard 1996), tekstur dan rasa pada

(27)

Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Oganoleptik juga diartikan sebagai penggunaan panca indra perasa, peraba, penglihatan, pendengaran dan penciuman dalam menentukan sifat sesuatu (benda/zat). Menurut Rosdiana (2002), dalam uji organoleptik, indra yang berperan dalam pengujian adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Namun produk pangan, yang paling jarang digunakan adalah indra pendengaran.

Uji/penilaian organoleptik yang dilaksanakan memerlukan panel. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensori dari suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat. Panel terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Tujuh macam panel yang dikenal dalam penilaian organoleptik, yaitu panel perorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

Penilaian orgnoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonic atau uji kesukaan yang merupakan satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tangapan pribadinya tentang uji kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini disebut orang sebagai skala hedonic, misalnya amat sangat suka, sangat suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat suka dan amat sangat tidak suka.

Skala hedonic dapat direntangkan atau diperkecil menurut skala yang dikehendaki. Dalam analisisnya skala hedonic ditransfortasikan menjadi skala numeric dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonic ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan (Rosdiana 2002).

Warna

(28)

Rosdiana (2002) berpendapat bahwa hal pertama yang dinilai dari suatu makanan adalah berdasarkan indera penglihatan. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

Warna biasanya merupakan tanda kemasakan, atau kerusakan dari makanan, seperti makanan dari penyimpanan warnanya mungkin akan berubah, oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang sesuai dan menarik harus digunakan teknik memasak tertentu atau dengan penyimpanan yang baik (Sukarni dan Kusno 1980).

Tekstur

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus. Menurut Sukarni dan Kusno (1980) termasuk ke dalam faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kekompakan dan mudah dikunyah. Selain itu termasuk juga kerenyahan makanan. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi, langit-langit (tekak). Dari nilai yang diperoleh diharapkan dapat diketahui kualitas makanan.

Rasa

(29)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu awal bulan April sampai bulan Juni 2009 di Laboratorium Lingkungan Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Untuk proses uji proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Bioprospeksi, Puslit Biologi LIPI, Bogor. Uji warna dilakukan di Laboratorium Pengembangan Produk dan Proses Pangan Seafast Center IPB, Uji struktur histologis daging di Laboratorium Kesehatan Ikan dan analisis kualitas air di Laboratorium Lingkungan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB.

Alat dan Bahan Penelitian Media Percobaan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium kaca berukuran

(100 x 50 x 50) cm3 sebanyak 12 unit yang sekelilingnya ditutup dengan plastik

hitam dan diisi air tawar yang dicampur dengan air laut sebanyak ± 150 liter. Air tawar berasal dari air sumur yang sudah diendapkan selama 7 hari, sedangkan air laut berasal dari Ancol, Jakarta. Sebelum digunakan air laut dan air tawar disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan klorin sebanyak 100ml/ton air selama 24jam, kemudian dinetralkan dengan memberikan larutan thiosulfat dengan dosis yang sama. Masing-masing akuarium dilengkapi dengan aerasi dan

water heater dengan suhu 280 - 300 C.

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) dengan bobot awal 99.30±9.6 gram yang diperoleh

dari petani di daerah Bogor Jawa Barat. Padat penebaran ikan uji adalah 5 ekor setiap akuarium.

Pakan

Pakan yang diberikan adalah pakan ikan komersil berbentuk pelet dengan

(30)

2 kali sehari, yaitu pukul 09.00 dan 16.00 WIB.

Metode Percobaan

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen laboratories yang bertujuan untuk mengkaji peranan salinitas terhadap kelangsungan hidup, laju pertumbuhan, komposisi kimiawi tubuh dan beberapa indikator organoleptik ikan patin siam. Percobaan ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 4 perlakuan dengan 3 ulangan, yaitu salinitas 0ppt, 3ppt, 5ppt dan 7ppt. Penetapan rentang salinitas didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya oleh Hardjamulia et al. (1987). Untuk mendapatkan media percobaan

dengan tingkat salinitas tersebut, dilakukan pengenceran air laut dengan air tawar (Gambar 2).

30 3 3/30 x 150 lt = 15 lt (air laut)

3

0 27 27/30 x 150 lt = 135 lt

(air tawar)

Gambar 2 Contoh perhitungan untuk mendapatkan salinitas tertentu dengan pengenceran air laut

Paramater Pengamatan

Osmolaritas

(31)

Tingkat Kerja Osmotik (TKO)

Tingkat kerja osmotik merupakan salah satu parameter pendukung pertumbuhan. Perhitungan tingkat kerja osmotik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar selisih antara nilai tekanan osmotik (osmolaritas) cairan tubuh dengan nilai tekanan osmotik pada media dan menentukan nilai selisih terendahnya untuk mengetahui kondisi iso-osmotik ikan patin siam yang dipelihara. Dari nilai tersebut juga dapat diketahui besarnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi dan yang tersedia bagi pertumbuhan.

Karakter Kuantitatif 1. Kelangsungan Hidup Ikan

Kelangsungan hidup ikan diamati setiap hari, ikan yang mati segera dikeluarkan dari wadah percobaan, dicatat dan tidak dilakukan penggantian ikan yang mati. Kemudian kelangsungan hidup ikan dianalisa dengan rumus berdasarkan Effendie (1979) :

SR (%) =

No Nt

x 100

Dimana : SR = Survival rate (kelangsungan hidup ikan)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pengamatan No = Jumlah ikan pada awal pengamatan

2. Laju Pertumbuhan

Data laju pertumbuhan ikan uji diperoleh dengan melakukan pengambilan ikan uji pada awal dan akhir percobaan, kemudian ditimbang beratnya. Laju pertumbuhan harian ikan dianalisa dengan menggunakan rumus

berdasarkan Huismann (1976) dalam Effendie (1979) :

Wt = Wo

t       + 100 1 α

Dimana Wt = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t

o

W = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0

t = Waktu (hari)

(32)

KarakterKualitatif Komposisi Kimiawi Tubuh

Komposisi kimiawi tubuh ikan patin siam diuji dengan me lakukan uji proksimat terhadap pakan yang digunakan dan sampel ikan patin siam pada awal dan akhir percobaan. Analisis meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, air dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan Soxchlet dan Folsch, abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600°C, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105 - 110°C (Takeuchi 1988). Komposisi asam lemak diuji dengan menggunakan gas chromatogaphy (GC; Varian 3900, Varian, Mississauga, Canada) dari fatty acid methyl esters (FAME) (Huang 2008). (Lampiran 2).

Struktur Histologis Daging

Sampel daging ikan patin siam masing-masing perlakuan pada akhir penelitian, diambil dan diuji struktur histologisnya kemudian dilihat gambaran lemak disekitar otot dagingnya, lalu dihubungkan secara deskriptif dengan komposisi kimiawi tubuh ikan tersebut. Semua sampel daging ikan patin siam yang diambil, diawetkan dengan formalin 10%, kemudian didehidrasi dengan etanol atau alkohol bertingkat, disimpan dalam parafin dan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5µm. Hasil sayatan tersebut kemudian diwarnai dengan hematoxylin dan eosin (H&E) lalu dilihat di bawah mikroskop

(Shunsei et al.2008) dengan pembesaran 400 kali.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap ikan perlakuan pada kondisi mentah secara visual dan juga matang (dikukus). Pada kondisi mentah uji yang dilakukan

adalah uji warna secara visual dan dengan menggunakan metode warna CIE L*a

*

b * (Lampiran 3). Warna CIE L*a *b * merupakan salah satu metode penilaian

warna daging ikan yang diukur dengan menggunakan Minolta Reflectance

(33)

(kecerahan atau lightness), a* (kemerahan atau redness) dan b* (kekuningan atau

yellowness) (Fletcher 2000 dan Razali 2007) (Lampiran 4). Uji ini bertujuan untuk mengukur tingkat warna daging ikan patin siam perlakuan terfokus pada nilai kekuningan daging ikan patin siam yang diuji.

Pengujian terhadap warna, tekstur dan rasa daging ikan patin siam yang sudah masak (dikukus) pada setiap perlakuan dilakukan oleh sekelompok panelis yang berjumlah 15 orang dengan kriteria panelis adalah orang yang tidak terlatih namun mengenal dengan baik produk olahan ini. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan suka atau kebalikannya mereka juga diminta tanggapannya mengenai tingkat kesukaan (skala hedonic). Untuk keperluan penganalisaan, skala hedonic ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Adapun angka skala hedonik dan skala numerik yang digunakan antara lain, sangat tidak suka (1) tidak suka (2), netral (3), suka (4), sangat suka (5) dan amat sangat suka (6) (Lampiran 5). Hasil pengujian organoleptik kemudian dihubungkan secara deskriptif dengan hasil uji komposisi kimiawi tubuh ikan patin siam setiap perlakuan untuk dilihat pengaruhnya.

Kualitas Fisika - Kimia Air

Analisa kualitas fisika-kimia air yang meliputi pH, Oksigen terlarut dan Ammoniak diukur pada pagi hari (08.00-09.00 WIB) saat awal dan akhir penelitian berdasarkan metode APHA (1998).

Analisis Data

Keseluruhan data yang didapat dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan bantuan program minitab versi 14.12 for windows. Ketika terdapat pengaruh yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1991), kecuali untuk hasil uji organoleptik, penilaian warna daging dengan

metode warna CIE L* a* b*, struktur histologis daging dan data kualitas fisika –

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Osmolaritas (Tekanan Osmotik) 1. Osmolaritas Media

Semakin tinggi salinitas pada media, maka semakin tinggi pula konsentrasi elektrolit yang terlarut dalam media tersebut (disajikan pada Tabel 2).

Tabel 2 Rata-rata osmolaritas media ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus)

pada setiap perlakuan

Perlakuan (ppt) Osmolaritas Media (Osmol/Kg)

0 0.01±0.003

3 0.13±0.002

5 0.23±0.014

7 0.29±0.046

Tabel 2 menunjukkan bahwa, nilai osmolaritas media tertinggi terdapat pada perlakuan salinitas 7ppt, yaitu 0.29 Osmol/Kg dan terend ah pada perlakuan kontrol, 0.01 Osmol/Kg. Data tersebut juga menunjukkan adanya kecenderungan nilai osmolaritas media yang semakin meningkat pada perlakuan salinitas yang lebih tinggi. Kecenderungan peningkatan nilai osmolaritas media disebabkan adanya pengaruh elektrolit (garam-garam) yang terkandung dalam media setiap perlakuan.

2. Osmolaritas Cairan Tubuh

Osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas media merupakan faktor penting yang berperan dalam menentukan tingkat kerja osmotik suatu organisme (disajikan dalam Tabel 3).

Tabel 3 Rata-rata osmolaritas cairan tubuh ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) pada setiap perlakuan

Perlakuan (ppt) Osmolaritas Tubuh (Osmol/Kg)

0 0.30±0.005

3 0.30±0.004

5 0.29±0.030

[image:34.596.105.505.272.343.2]
(35)

Nilai osmolaritas cairan tubuh pada setiap perlakuan salinitas cenderung menurun. Osmolaritas cairan tubuh tertinggi terdapat pada perlakuan 0 ppt (0.30 Osmol/Kg) dan terendah pada perlakuan 7 ppt (0.28 Osmol/Kg). Besar kecilnya osmolaritas cairan tubuh ikan patin siam selama percobaan diduga dipengaruhi oleh osmolaritas media pemeliharaannya.

Tingkat Kerja Osmotik (TKO)

Selisih antara nilai osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas media pada

setiap perlakuan diartikan sebaga i nilai tingkat kerja osmotik (disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 8).

Tabel 4 Tingkat kerja osmotik (Osmol/kg) ikan patin (Pangasius hypopthalmus)

pada setiap perlakuan dan ulangan selama percobaan

Tingkat Kerja Osmotik (Osmol/Kg)

Salinitas (ppt)

Ulangan 0 3 5 7

1 0.29 0.18 0.01 0.04

2 0.28 0.16 0.05 0.01

3 0.29 0.17 0.09 0.05

Rerata 0.29a 0.17a 0.05b 0.03b

Keterangan : 1) huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan (p<0.05)

Nilai tingkat kerja osmotik tertinggi selama percobaan dicapai pada perlakuan kontrol (0 ppt) yaitu 0.29 Osmol/Kg, kemudian pada perlakuan 3ppt, yaitu 0.17 Osmol/Kg dan terendah pada perlakuan 7 ppt (0.03 Osmol/Kg). Tinggi rendahnya nilai tingkat kerja osmotik setiap perlakuan disebabkan adanya pengaruh salinitas terhadap nilai osmoaritas media dan osmolaritas cairan tubuh ikan patin siam selama percobaan. Hal ini didukung oleh hasil analisa statistik yang menunjukkan bahwa, perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tingkat kerja osmotik ikan patin siam selama percobaan (Lampiran 9).

Karakter Kuantitatif 1. Kelangsungan Hidup

[image:35.596.106.508.332.431.2]
(36)

kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme dapat menyebabkan turunnya jumlah populasi. Berdasarkan hasil percobaan ini diketahui rata-rata kelangsungan hidup ikan patin siam setiap perlakuan (disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 10).

Tabel 5 Data rata-rata kelangsungan hidup ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan Awal Akhir KH (%)

(ppt) (ekor) (ekor)

0 5 2 80±36.64

3 5 5 100±0

5 5 5 100±0

7 5 5 100±0

Tabel 5 menunjukkan bahwa, kelangsunga n hidup ikan tidak dipengaruhi oleh salinitas, kelangsungan hidup tetap tinggi pada setiap media bersalinitas (3-7ppt). Hal ini didukung oleh hasil analisa statistik yang menunjukkan bahwa salinitas tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap kelangsungan hidup ikan patin siam pada setiap perlakuan selama percobaan (Lampiran 11).

2. Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan suatu proses bertambahnya ukuran volume atau berat suatu organisme, khususnya ikan yang dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu (Effendi 1979). Dari hasil percobaan diketahui data rata-rata laju pertumbuhan harian ikan patin siam setiap perlakuan yang disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 12 sebagai berikut :

Tabel 6 Data rata-rata pertumbuhan harian ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan Rata-rata Pertumbuhan Harian (%)

(ppt)

0 0.31±0.09

3 0.42±0.07

5 0.47±0.08

7 0.54±0.28

[image:36.596.106.511.220.305.2]
(37)

hasil analisa statistik juga diketahui bahwa, salinitas tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap laju pertumbuhan harian ikan patin siam selama percobaan (Lampiran 13). Namun dari data tersebut dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan bobot tubuh ikan patin siam pada setiap perlakuan salinitas. Perlakuan salinitas mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada perlakuan kontrol.

Karakter Kualitatif

Komposisi Kimiawi Tubuh

Komposisi kimiawi tubuh yang meliputi kandungan protein, lemak, kadar air, serat kasar dan abu yang terkadung dalam tubuh ikan patin siam selama percobaan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi kimiawi tubuh ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus)

pada setiap perlakuan (%)

Komposisi Perlakuan (ppt)

Kimiawi Tubuh 0 3 5 7

Protein 14.69±0.13 15.26±0.66 15.71±0.41 15.53±0.70

Lemak 4.03±0.18 5.96±0.93 6.25±0.15 6.95±0.75

Kadar Air 75.14±0.35 73.97±0.10 73.09±0.39 72.4±0.39 Serat kasar 0.73±0.08 0.51±0.04 0.73±0.13 0.62±0.14 Kadar Abu 4.23±0.10 4.62±0.06 4.01±0.10 4.38±0.18

[image:37.596.110.511.398.493.2]
(38)

Kandungan Asam Lemak

Nilai kandungan lemak akan mempengaruhi komposisi dan nilai asam

lemak yang terkandung dalam tubuh ikan baik komposisi asam lemak jenuh maupun asam lemak jenuhnya (Tabel 8).

Tabel 8 Profil dan komposisi asam lemak tubuh ikan patin siam pada setiap perlakuan (gram/100 gram lemak)

No Jenis Analisis Perlakuan (ppt)

0 3 5 7

Asam lemak jenuh

1 C14-0 Miristat 2.11 1.63 2.15 2.14 2 C15-0 Pentadecanoat 1.31 1.62 0.81 1.03 3 C16-0 Palmitat 1.14 1.51 2.88 4.21 4 C18-0 Stearat 4.88 4.48 1.83 5.21 5 C17-0 Heptadecanoat 1.85 1.59 2.23 3.44 6 C22-0 Behenat 0.26 0.41 0.35 0.85

Asam lemak tidak jenuh

7 C16-1 Palmitoleat 2.41 0.67 2.24 2.78

8 C18-1 (n-9) Oleat 2.06 2.14 2.11 3.65

9 C20-1 Eikosenoat 3.61 2.32 0.30 3.08 ALTJ Berantai panjang

10 C18-2 (n-6) Linoleat 23.85 34.11 30.29 24.50 11 C18-3 (n-3) Linolenat 3.00 3.46 5.28 5.80 12 C20-3 Eikosatrionat 4.40 0.83 5.23 3.52 13 C20-2 Eikosadienoat 4.77 3.75 2.32 5.18

ALTJ Sangat panjang

14 C20-4 Aracidonat 0.36 0.84 2.08 0.36 15 C20-5 (EPA) Eicosapentaenoat 1.47 1.68 4.08 1.26 16 C22-6 (DHA) Docosaheksaenoat 0.50 0.77 0.68 0.76

[image:38.596.113.505.217.476.2]
(39)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0ppt

3ppt

5ppt

7ppt

0ppt

23.85

3

0.36

1.47

0.5

3ppt

34.11

3.46

0.84

1.68

0.77

5ppt

30.29

5.28

2.08

4.08

0.68

7ppt

24.5

5.8

0.36

1.26

0.76

Linoleat

Linolenat

Aracidonat

EPA

DHA

Gambar 3 Diagram kandungan beberapa asam lemak penting dalam tubuh ikan patin siam setiap perlakuan (n-3, n-6, Aracidonat, EPA dan DHA)

Gambar 3 memperlihatkan kecenderungan tingginya asam lemak-asam lemak penting pada perlakuan salinitas. Tingginya nilai asam lemak linoleat, linolenat, aracidonat, EPA dan DHA dipengaruhi oleh adanya perbedaan salinitas pada masing-masing percobaan.

Struktur Histologis Daging

[image:39.596.120.493.109.432.2]
(40)

(Perlakuan 0ppt) (Perlakuan 3ppt)

(Perlakuan 5ppt) (Perlakuan 7ppt)

Gambar 4 Struktur histologis otot daging ikan patin siam (Pangasius

hypopthalmus) setiap perlakuan

Gambar 4 memperlihatkan adanya kandungan lemak berupa rongga-rongga yang berwarna putih di sekitar sel-sel otot daging ikan patin siam yang lebih banyak pada perlakuan salinitas (3-7ppt). Lemak yang berada di sekitar sel-sel otot tersebut berfungsi sebagai pelindung otot pada waktu terjadi pemanasan (pada saat daging dimasak).

Organoleptik

Hasil ujiorganoleptik ikan patin siam yang dilakukan, menunjukkan data

berupa nilai tingkat warna, tekstur dan cita rasa ikan patin siam.

Warna

[image:40.596.104.497.80.423.2]
(41)
[image:41.596.119.487.118.234.2]

dibandingkan dengan warna kulit ikan patin siam pada perlakuan salinitas (Gambar 4-7).

[image:41.596.105.490.281.386.2]

Gambar 4 Warna tubuh bagian luar (kulit) ikan patin siam perlakuan 0ppt

[image:41.596.110.486.434.534.2]

Gambar 5 Warna tubuh bagian luar (kulit) ikan patin siam perlakuan 3ppt

Gambar 6 Warna tubuh bagian luar (kulit) ikan patin siam perlakuan 5ppt

(42)

Perbedaan warna kulit ikan patin siam pada Gambar (4-7) tersebut diduga disebabkan karena pengaruh tidak langsung salinitas terhadap proses pigmentasi pada tubuh ikan patin siam masing-masing perlakuan.

Nilai Warna Daging Ikan Patin Siam dengan Menggunakan Metode Warna CIE L*a *b *

Menurut Goddard (1996) lemak yang tersimpan dalam tubuh ikan akan mempengaruhi warna daging ikan tersebut. Nilai warna daging ikan patin siam setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 9 berikut :

Tabel 9 Rata-rata nilai kecerahan (L*), kemerahan (a*) dan kekuningan (b*)

daging ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) setiap perlakuan

Perlakuan (ppt)

Nilai Kecerahan (L*)

Nilai Kemerahan (a*)

Nilai

Kekuningan (b*)

0 42.00 19.11 5.45

3 62.92 10.47 8.09

5 40.37 16.09 10.23

7 45.22 27.03 10.89

Data yang disajikan pada Tabel 9 menunjukkan nilai warna kekuningan yang cenderung meningkat pada perlakuan salinitas. Namun dilihat dari kisaran

nilai kekuningan pada standar warna CIE L*a *b *, nilai kekuningan tersebut masih

tergolong rendah (<70) atau lebih cenderung berwarna putih (Lampiran 4).

Tekstur

Tesktur daging yang lebih kompak dan tidak berair (Gambar 8) merupakan salah satu kriteria produk olahan ikan yang lebih disukai konsumen.

[image:42.596.114.488.310.385.2]

Perlakuan 0 ppt Perlakuan 3ppt Perlakuan 5ppt Perlakuan 7 ppt

[image:42.596.88.494.577.710.2]
(43)

Gambar 8 menujukkan bahwa tekstur daging ikan patin siam pada perlakuan salinitas tampak lebih kompak dan tidak terlalu berair, sedangkan pada gambar ikan patin siam kontrol tampak lembek dan berair. Selain kandungan lemak diduga kandungan air juga dapat mempengaruhi tekstur daging karena daging ikan yang mengandung lebih sedikit air akan kelihatan lebih kompak dan tidak lembek.

Rasa

[image:43.596.108.507.425.548.2]

Rasa merupakan salah satu indikator kualitas daging yang sangat penting dalam mempengaruhi selera konsumen. Pada penelitian ini pengujian terhadap citarasa ikan patin siam dilakukan dengan cara mengumpulkan respon dari 15 orang panelis (Lampiran 17) begitu juga dengan indikator organoleptik sebelumnya (warna dan tekstur) untuk medeskripsikan respon penilaian panelis (Tabel 10) dan mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap ikan patin yang dipelihara selama penelitian.

Tabel 10 Hasil uji organoleptik ikan patin siam selama percobaan

Respon masing-masing panelis berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan, panelis ternyata lebih menyukai warna daging ikan patin siam pada perlakuan salinitas 5 dan 7 ppt (Gambar 9) walaupun warna daging ikan masing-masing perlakuan masih relatif sama secara visual, yaitu putih. Sementara untuk tekstur dan rasa, diketahui sebanyak 40-60% panelis menyukai ikan patin siam yang dipelihara di media bersalinitas yang lebih tinggi (skala 4-5) daripada ikan patin siam perlakuan kontrol (Gambar 10).

Parameter Perlakuan

0 3 5 7

Warna daging masak (dikukus)

Putih Putih Putih Putih

Warna kulit Terang Pudar Pudar Pudar

Tekstur Agak kompak Agak Kompak Kompak Kompak

Rasa Tidak gurih Gurih Gurih Gurih

Uji Kesukaan (hedonic)

Agak tidak

(44)

7ppt (29.63%)

5ppt (29.63%)

[image:44.596.203.410.130.304.2]

3ppt (22.22%) 0ppt (18.52%)

Gambar 9 Diagram nilai persentase kesukaan (warna) daging ikan patin siam

40

60

46.67

60

13.33

0

6.67

0 0

10 20 30 40 50 60 70

0 3 5 7

Perlakuan (ppt)

% Kesukaan/Ketidaksukaan

suka

Tidak suka

Gambar 10 Diagram persentase kesukaan/ketidaksukaan (tekstur dan rasa) daging ikan patin siam

Kualitas Fisika-Kimia Air

[image:44.596.106.508.401.609.2]
(45)

Tabel 11 Kisaran parameter kualitas fisika kimia air selama penelitian

Perlakuan (ppt)

DO

(ppm) pH

Ammoniak (ppm)

0 4.47-6 5.68-7.08 0-0.009

3 4.29-6 6.61-7.43 0-0.007

5 4.50-6 5.65-7.27 0-0.034

7 4.49-6 6.58-7.21 0-0.099

Hasil pengukuran kualitas air selama percobaan menujukkan kisaran yang masih dapat ditolerir oleh ikan patin siam.

Pembahasan

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi proses fisiologis ikan, termasuk di dalamnya proses metabolisme dan osmoregulasi. Boyd (1982) mendefinisikan salinitas sebagai konsentrasi total dari semua ion yang terlarut dalam air. Affandi dan Usman (2002) menambahkan bahwa salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan tekanan ionik air, sebagai media internal maupun eksternal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai osmolaritas media pemeliharaan masing-masing perlakuan cenderungan semakin meningkat pada perlakuan salinitas yang lebih tinggi. Nilai tertinggi osmolaritas media tertinggi terdapat pada perlakuan 7 ppt, yaitu 0.29 Osmol/Kg dan terendah pada perlakuan kontrol, yaitu 0.01 Osmol/Kg. Tingginya salinitas menyebabkan kandungan garam-garam dalam media juga meningkat, sebagaimana yang dijelaskan Usman (1993) bahwa, sifat osmolaritas media berasal dari seluruh elektrolit (garam-garam) yang terlarut.

(46)

Menurut Usman (1993 salinitas dapat mempengaruhi aspek biologi suatu organisme. Apabila organisme atau ikan berada pada media bersalinitas yang lebih besar, maka ikan akan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam hal tersebut, ikan akan mengacu pada salah satu pola respon, osmoregulator yaitu osmolaritas cairan tubuh tetap walaupun osmolaritas media berubah atau sebaliknya osmokonformer yaitu osmolaritas cairan tubuh berubah seiring dengan berubahnya osmolaritas media. Pada percobaan ini diduga, ikan patin siam pada perlakuan salinitas mengacu pada pola respon osmokonformer karena nilai osmolaritas media diketahui berubah seiring dengan berubahnya osmolaritas media.

Ikan akan mempertahankan perubahan-perubahan osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas media melalui proses osmoregulasi yang membutuhkan energi yang besar. Akibatnya, porsi energi yang akan digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan menjadi berkurang. Hasil uji tingkat kerja osmotik selama percobaan menunjukkan bahwa, salinitas dapat mempengaruhi tingkat kerja osmotik ikan patin siam pada masing-masing perlakuan. Hal ini didukung oleh hasil analisa statistik yang menujukkan bahwa, salinitas memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tingkat kerja osmotik, sama halnya dengan hasil yang diperoleh Usman (1993) pada benih ikan jambal siam dan Muslim (2003) pada udang.

Perlakuan 7ppt diketahui mempunyai tingkat kerja osmotik yang paling rendah, hal ini disebabkan karena semakin kecil selisih osmolaritas cairan tubuh dengan osmolaritas media pemeliharaan ikan patin siam, maka semakin kecil pula tingkat kerja osmotik yang dialami ikan patin siam selama percobaan. Artinya pada kondisi tersebut keseimbangan antara osmolaritas cairan tubuh dan osmolaritas media pemeliharaan paling mendekati ideal atau mendekati iso-osmotik.

Usman (1993) menyatakan bahwa tingkat kerja osmotik yang rendah akan

mengurangi kerja enzim Na-K ATPase serta transfor aktif Na+, K+ dan CL-,

(47)

yang dipelihara pada kondisi salinitas yang sama dengan konsentrasi ion dalam darah akan lebih banyak menggunakan lebih banyak energi untuk pertumbuhan,

selain itu Imsland at al. (2008) juga menambahkan, bahwa pada kondisi

lingkungan yang iso-osmotik pertumbuhan dan konversi pakan dapat lebih ditingkatkan, dalam keadaan demikian proses-proses pencernaan juga akan berjalan dengan lancar karena sintesis enzim-enzim pencernaan juga berjalan dengan baik.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa, kelangsungan hidup ikan patin siam selama pemeliharaan tidak dipengaruhi oleh salinitas. Kelangsungan hidup ikan patin siam yang dipelihara pada media salinitas tetap tinggi. Adanya kematian ikan patin siam justru terjadi pada perlakuan kontrol. Hal ini didukung oleh hasil analisa statistik yang menunjukkan bahwa, salinitas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan hidup ikan patin siam. Tingginya tingkat kelangsungan hidup ikan patin siam yang dipelihara pada media bersalinitas disebabkan karena ikan patin siam mampu beradaptasi dengan baik pada media salinitas 3-7ppt serta adanya kemampuan cairan tubuh ikan patin siam yang dapat berfungsi sedikit mungkin dalam waktu yang singkat pada kisaran osmotik internal dan konsentrasi ion tidak normal yang timbul secara mendadak.

Usman (1993) menerangkan bahwa secara umum ikan air tawar mempunyai batas toleransi terhadap tekanan osmotik dan lingkungan yang setara

dengan 7 ppt NaCl, begitu juga dengan pendapat Hardjamulia et al. (1986) dan

Mahmudi (1991) pada benih jambal siam, benih jambal siam dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada media salinitas sampai dengan 7ppt.

Ikan patin siam pada perlakuan 7ppt mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada perlakuan kontrol, 3ppt dan 5ppt (Tabel 7), walaupun secara statistik tidak menujukkan adanya perbedaan yang nyata. Nilai laju pertumbuhan ikan patin siam pada percobaan ini juga tergolong rendah jika dibandingkan dengan percobaan-percobaan sebelumnya. Namun jika dilihat trennya, laju pertumbuhan ikan patin siam perlakuan salinitas cenderung meningkat dan lebih tinggi daripada perlakuan kontrol.

(48)

berukuran lebih besar (99.30±9.6 gram) daripada ikan patin siam yang digunakan pada percobaan di media salinitas sebelumnya, sehingga nilai laju pertumbuhan terlihat lambat dan tidak begitu menunjukkan perbedaan nyata dalam waktu pemeliharaan 2 bulan, seperti yang juga dinyatakan juga oleh Usman (1993) merujuk pada penelitian Aprieto (1976) bahwa pertumbuhan ikan pada masa larva sangat cepat, namun setelah itu menjadi agak lambat.

Nilai laju pertumbuhan ikan patin siam yang rendah juga disebabkan karena proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga berkurang. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Huet (1971), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat ikan hidup yang meliputi sifat fisik dan kimia air, sedangkan faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan ikan itu sendiri, seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kamampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit.

Salinitas juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air media pemeliharaan, karena akan berhubungan dengan tingkat stres yang dialami oleh ikan serta tingkat konsumsi pakannya. Hasil uji kualitas fisika kimia air menunjukkan kisaran nilai yang masih dapat ditolerir dan mendukung kelangsungan hidup serta pertumbuhan ikan patin siam. Hal ini didukung oleh hasil uji proksiamat yang menunjukkan nilai protein, lemak dan kadar air dalam tubuh ikan patin siam selama percobaan.

(49)

untuk osmoregulasi lebih besar, sehingga protein dan lemak yang tersimpan menjadi lebih sedikit.

Protein merupakan komponen utama pada jaringan ikan. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan dan pemeliharaan tubuh. Protein juga bertanggung jawab dalam kontraksi otot dan merupakan komponen dari enzim, hormon dan antibodi. Begitu juga dengan lemak, lemak berfungsi sebagai sumber energi metabolik, sumber asam lemak essensial yang berperan dalam struktur seluler dan sumber steroid yang mempunyai fungsi biologis untuk pemeliharaan sistem membran, transfor lemak dan prekursor dari hormon steroid.

Lemak disimpan sebagai cadangan energi jangka panjang selama periode yang penuh aktivitas atau periode tanpa makanan dan energi (Setiawati dan Suprayudi 2003). Pada perlakuan salinitas, diduga lemak akan berfungsi sebagai

sumber energi (protein sparing effect), sedangkan protein lebih digunakan untuk

penambahan bobot tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Feruichi (1988), bahwa peningkatan ketersediaan nutrien penghasil energi selain protein, seperti lemak dapat menurunkan oksidasi protein dalam menghasilkan energi, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan.

Lemak dikenal akan komposisi asam lemaknya yang kompleks. Asam lemak merupakan komponen penting dari lemak. Menurut hasil penelitian sebelumnya, asam lemak yang terkandung dalam minyak ikan dapat mengurangi

resiko penyakit hati pada manusia (Hein et al. 1992). Kandungan omega 3 pada

ikan juga dapat membantu menurunkan tingkat kolesterol, sehingga dapat terhindar dari penyakit jantung koroner dan stroke. Selain itu, Omega-3 juga dapat membantu pertahanan tubuh dari serangan kanker dan radang sendi (arthritis).

Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh yang tidak mempunyai ikatan rangkap dan asam lemak tidak jenuh yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Spesies air laut lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan spesies air tawar. Sebagai contoh ikan salmon yang bermigrasi dari air tawar menuju lingkungan air laut akan memiliki perbandingan n-3/n-6 lebih tinggi (Nur dan Arifin 2004).

(50)

(Usman 1993). Asam lemak linolenat mempunyai rantai panjang yang biasanya berjumlah sekitar seperempat atau sepertiga dari keseluruhan asam lemak dalam tubuh ikan. Kekurangan asam lemak linolenat dan linoleat akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan bahkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan kematian.

Pada ikan umumnya, asam lemak linoleat dan linolenat merupakan jenis asam lemak yang esensial, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh, sehingga harus tersedia di dalam pakannya. Asam lemak yang dikonversi dari pakan tersebut akan mengalami proses desaturasi dan perpanjangan rantai di dalam tubuh ikan sesuai jenis dan kemampuan ikan. Ikan memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengkonversi asam lemak tak jenuh karbon 18 menjadi rantai

yang panjang dan lebih tidak jenuh (Owen et al. 1975 dalam NRC 1993).

Perlakuan salinitas mempunyai nilai kandungan asam lemak tidak jenuh seperti linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan (7ppt) mempunyai kandungan asam linolenat (n-3) dan oleat (n-9) tertinggi. Sedangkan untuk komposisi beberapa asam lemak jenuh seperti palmitat, Miristat dan Behenat justru lebih tinggi pada perlakuan kontrol.

(51)

lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh sebagai komponen fosfolipid membran

(Bell at al. 1986 dalam NRC, 1993).

Asam lemak n-3 HUFA khususnya DHA dan EPA berperan penting

selama pengaturan homeoviscous Fosfolipid membran sel, khususnya jenis

fosfatidylserin dan fosfatidylgliserol yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim

Na+/Ka+ ATPase yang terdapat pada membran sel (Hepher 1990). Hal serupa

juga dijelaskan Li et al. (1999), bahwa senyawa n-3 HUFA memiliki titik beku

yang sangat rendah, sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas dan permiabilitas membran sel. Fleksibilitas dan permiabilitas membran sel yang tinggi akan meningkatkan aktivitas proses transportasi ion-ion ke dalam sel. Hal ini penting untuk proses adaptasi dan osmoregulasi ikan, bahwa ikan akan mengubah komposisi fosfolipid membrannya dalam merespon perubahan kondisi lingkungan seperti salinitas.

Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa, komposisi asam lemak lain yang juga sangat penting dan dibutuhkan oleh ikan patin siam serta bermanfaat

bagi kesehatan tubuh manusia seperti, EPA (Eicosapentaenoat) dan DHA

(Docosaheksaenoat) diketahui lebih rendah pada perlakuan 7ppt dan lebih tinggi

pada perlakuan 5ppt. Sedangkan untuk asam lemak DHA diketahui tertinggi pada perlakuan 3ppt. Kebutuhan DHA dan EPA yang berbeda pada setiap perlakuan diduga disebabkan karena adanya kebutuhan yang berbeda pada masing-masing ikan perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya faktor ekternal, seperti kondisi

lingkungan berupa perbedaan salinitas. Seperti yang dinyatakan oleh Sargent et al.

(1997), bahwa Spesialisasi fungsi sel selalu disertai oleh spesialisasi membran sel seperti pada retikulum endoplasma atau membran plasma, sehingga akan menyebabkan perbedaan kebutuhan akan n-3 HUFA.

(52)

(marbling) dan terdapat di antara serabut-serabut otot. Sedangkan jari

Gambar

Gambar 1. Skema Alur fikir penelitian Rekayasa Lingkungan Budidaya untuk
Tabel 1 Kandungan ion-ion yang dominan dalam air laut (%)
Tabel 2 Rata-rata osmolaritas media ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) pada setiap perlakuan
Tabel 4 Tingkat kerja osmotik (Osmol/kg) ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada setiap perlakuan dan ulangan selama percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dari literatur (buku, kutipan,) serta survey ke beberapa workshop atau pengrajin furnitur yang

Tingginya persepsi optimisme konsumen di triwulan III-2016 didukung oleh berbagai faktor. Secara umum, pengaruh kegiatan pada perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul

Sebagai perbaikan siklus 1, guru memberikan tes gaya belajar dan implementasinya dalam pembelajaran. Tetapi ini dimaksudkan untuk memberikan alternative dalam memperbaiki

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan umur bibit yang berbeda dengan pemberian pupuk N terhadap luas daun tanaman, interkasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan matematika realistic (PMR) dapat meningkatkan hasil

Adapun faktor ancaman tersebut meliputi jumlah pesaing, perkembangan fasilitas kesehatan yang dimiliki pesaing, Regulasi/aturan yang membatasi dokter untuk

Suatu kajian penyelidikan itu merupakan tatacara yang teratur yang digunakan oleh masyarakat untuk menambah ilmu pengetahuan atau menyelesaikan suatu masalah yang