• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS PUYUH PETELUR

Coturnix coturnix

japonica

YANG DIBERI TEPUNG DAUN JATI (

Tectona

grandis

Linn. f.) DALAM RANSUM

SHUFIA EL TSAURA AHMADI

DEPARTEMEN ILMU ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Telur Puyuh Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Shufia El Tsaura A.

(3)
(4)

ABSTRAK

SHUFIA EL TSAURA. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum. Dibimbing oleh WIDYA HERMANA dan YULI RETNANI.

Penelitian ini dilakukan di Peternakan puyuh Slamet Quail Farm, Sukabumi, Pada bulan Juni sampai dengan September 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis produktivitas puyuh petelur umur 6-14 minggu yang diberi tepung daun jati dalam ransum. Materi penelitian yang digunakan adalah ternak puyuh (Coturnix coturnix japonica) berumur 6-14 minggu sebanyak 180 ekor yang diberi penambahan tepung daun jati dalam ransum. Metode penelitian adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas : pakan basal tanpa penambahan tepung daun jati (P0), pakan basal + 3% tepung daun jati (P1), pakan basal + 6% tepung daun jati (P2), dan pakan basal + 9% tepung daun jati (P3). Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur, konversi pakan, dan mortalitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jati dalam pakan 3%-9% mempengaruhi produksi telur, bobot telur dan konversi pakan akan tetapi menurunkan tingkat konsumsi pakan. tidak ada mortalitas puyuh selama penelitian. Pemberian tepung daun jati menurunkan nilai IOFC produksi telur. Penambahan tepung daun jati dalam pakan kurang efisien diberikan karena meningkatkan biaya pakan.

Kata kunci: IOFC, produksi telur, puyuh, tepung daun jati

ABSTRACT

SHUFIA EL TSAURA. Productivity of Laying Quail Fed Tecton Leaf Meal

(Tectona grandiss Linn. f) In Diet. Supervised by WIDYA HERMANA dan YULI RETNANI.

This experiment was held at Slamet Quail Farm in Sukabumi, and Poultry Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University, Bogor, from June to September, 2013. This research aimed to evaluated the effects of tecton leaf as addition in diet of quail. Laying quails aged 6 weeks and 180 heads had body weight average about 165.11±10.53 g were allowed in completely randomized design, that divided into four treatments with three replications. The treatments were classified into : basal diet (P0), basal diet + 3% tecton leaf meal (P1), basal diet + 6% tecton leaf meal (P2), basal diet + 9% tecton leaf meal (P3). Variables were feed intake, egg production, egg weight, egg mass, feed conversion ration and mortatilty. The result of this research showed that tecton leaf meal did not significantly affect on egg production, egg weight, egg mass, and feed conversion, but significantly decreased on feed intake (P<0.05). There was no mortality during this experiment. The addition of tecton leaf meal in ration decreased value of income overfeed cost. Tecton leaf meal supplementation was increased feed cost.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PRODUKTIVITAS PUYUH PETELUR

Coturnix coturnix

japonica

YANG DIBERI TEPUNG DAUN JATI (

Tectona

grandis

Linn. f.) DALAM RANSUM

SHUFIA EL TSAURA AHMADI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum.

Nama : Shufia El Tsaura Ahmadi NIM : D24100064

Disetujui oleh

Dr Ir Widya Hermana, M Si Pembimbing I

Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Syukur nikmat yang telah diberikan Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan berkahnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai September 2013 ini ialah pakan, dengan judul Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam Ransum.

Tanaman daun jati merupakan tanaman perennial yang mempunyai peluang sangat besar untuk digunakan sebagai pakan ternak. Ketersediaan dan keberadaanya yang melimpah dipilih sebagai salah satu alternatif tanaman sumber bahan pakan lokal. Umumnya pohon jati digunakan untuk diambil kayu sebagai komoditi utama logistik. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pemanfaatan limbah berupa daun jati dalam bentuk tepung yang dicampurkan dalam pakan puyuh petelur. Kandungan zat aktif yang terdapat dalam daun jati yakni beta karoten, senyawa alkaloid dan fenol. Senyawa fitokimia tersebut diharapkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan puyuh sehingga penyerapan nutrien lebih optimal dan dapat meningkatkan produktivitas telur. Pakan yang diberi tepung daun jati diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan nutrien kebutuhan pakan puyuh dan meningkatkan produktivitas telur puyuh.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juni 2014

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Materi 2

Ternak dan Kandang 2

Pakan 3

Peralatan 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Metode 4

Pembuatan Tepung Daun Jati 4

Pemeliharaan 4

Peubah yang Diamati 4

Rancangan Percobaan 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lingkungan Kandang 5

Performa Puyuh 6

Konsumsi Pakan 6

Produksi Telur 6

Produksi Massa Telur 8

Bobot Telur 8

Konversi Pakan 9

Mortalitas 9

Income Over Feed Cost (IOFC) 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 18

UCAPAN TERIMAKASIH 18

(9)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis proksimat tepung daun jati 3

2 Kandungan nutrien ransum penelitian 3

3 Rataan dan standar deviasi suhu kandang 5 4 Rataan dan standar deviasi konsumsi pakan, produksi telur, produksi 6 massa telur,bobot telur, dan konversi pakan puyuh selama penelitian

5 Rataan income over feed cost (IOFC)produksi telur puyuh 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang koloni puyuh 2

2 Grafik produksi telur minggu selama penelitian (%) 7 3 Grafik bobot telur umur 8-14 minggu (g butir-1) 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur 13 berat telur dan konversi pakan

2 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konsumsi ransum 14 umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)

3 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi telur 14 umur 8-14 minggu (%)

4 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi massa 15 telur puyuh umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)

5 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman bobot telur 16 puyuh umur 8-14 minggu (g butir-1)

6 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konversi pakan 16 puyuh umur 8-14 minggu

7 Rataan IOFC produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (Rp butir-1) 17

(10)

1

PENDAHULUAN

Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Peningkatan kebutuhan daging dan telur ini merangsang para ahli di bidang peternakan untuk berusaha meningkatkan produktivitas ternak (Gunawan dan Sundari 2003). Pemenuhan bahan pangan sumber protein hewani sampai saat ini masih terus ditingkatkan, mengingat rataan konsumsi protein per kapita yang masih rendah. Rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia saat ini baru 4.19 g kapita- hari- sedangkan standar kecukupan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia menurut Food Agricultural Organization (FAO) adalah 6 g kapita- hari- (Mustofa 2008). Alternatif penyediaan bahan pangan sebagai sumber protein hewani adalah puyuh. Puyuh merupakan unggas dual porpose, yakni hewan dengan manfaat ganda yakni sebagai ternak penghasil daging dan telur sehingga puyuh petelur dapat dijadikan sebagai sumber pemenuhan protein hewani. Salah satu puyuh tipe petelur adalah puyuh jepang Coturnix-coturnix japonica. Populasi puyuh di seluruh Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7 840 880 ekor dan mengalami kenaikan (6.18%) dibandingkan tahun 2011 dengan jumlah populasi sebanyak 7 356 648 ekor. Peningkatan jumlah populasi puyuh diiringi dengan tingkat produksi telur sebesar 97 200 kg (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).

Kandungan protein yang tinggi pada daging dan telur, lama pemeliharaan yang relatif singkat sampai masa ‘panen’ dibandingkan dengan ternak unggas lain, biaya pemeliharaan yang relatif rendah, serta upaya penetapan harga produk (daging dan telur) yang relatif lebih murah, memungkinkan permintaan daging dan telur puyuh yang cukup tinggi. Puyuh dapat mencapai dewasa kelamin sekitar umur 42 hari dengan produksi telur antara 200-300 butir setiap tahun (Listiyowati dan Roospitasari 2000) sampai saat ini burung puyuh banyak diternakkan termasuk di Indonesia (Redaksi Agromedia 2002), sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat perlu dilakukan peningkatan kualitas dan pemanfaatan bahan pakan lokal bergizi tinggi yang tidak bersaing dengan bahan pangan. Pakan sangat dibutuhkan sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian sumber daya alam yang berpotensi untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain yang berasal dari tanaman. Sumber bahan pakan alternatif yang memiliki nilai gizi tinggi dan keberadaannya sudah sejak lama dikenal masyarakat luas adalah daun jati. Daun jati diketahui telah digunakan oleh sebagian peternak di Jawa Barat untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas puyuh. Pakan tambahan yang digunakan oleh sebagian peternak untuk meningkatkan produktivitas diberikan dalam bentuk tepung daun jati.

(11)

2

pheophiptin, β-karoten, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang belum teridentifikasi (Ati et al. 2006). Kandungan senyawa kimia yang telah ditemukan di dalam daun jati adalah flavonoid, asam fenolat, tanin, steroid, triterpenoid, dan saponin. Fungsi senyawa-senyawa dalam jati yang telah diketahui antara lain sebagai pelindung kerusakan hati, antibakteri, antijamur, dan sebagai antioksidan (Purushotham et al. 2010). Kandungan nutrien pada daun jati tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber karoten. Peningkatan performa puyuh saat ini masih terus ditingkatkan baik segi penggunaan ransum berkualitas dan pemberian Vitachick® yang diberikan dalam air minum.

Vitachick® yang diberikan dalam air minum bertujuan untuk mengatasi stress dan mengurangi angka kematian pada puyuh. Umumnya tingkat mortalitas puyuh relatif tinggi terjadi pada saat periode starter. Penambahan tepung daun jati tanpa penambahan Vitachick® dalam air minum telah diterapkan sebagian peternak di Sukabumi dan memberikan hasil yang cukup nyata terhadap rendahnya mortalitas puyuh. Selain sebagai sumber bahan pakan, daun jati menjadi indikasi sebagai substansi sumber bioaktif yang memiliki manfaat luas. Pemberian pakan tepung daun jati diharapkan dapat meningkatkan performa dan produktivitas telur puyuh.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi telur puyuh petelur umur 8-14 minggu yang diberi penambahan tepung daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dalam ransum.

METODE PENELITIAN

Materi

Ternak dan Kandang

Penelitian ini menggunakan ternak puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang berumur 6 minggu sebanyak 180 ekor puyuh dengan rataan bobot badan 165.11 ±10.53 g dalam kandang koloni dibagi menjadi 4 perlakuan dengan 3 ulangan masing-masing ulangan terdiri dari 15 ekor puyuh betina. Pemeliharaan Day Old Quail (DOQ) sampai umur 5 minggu tidak diberi penambahan tepung daun jati. Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran 20x30x160 cm. Kandang puyuh disajikan pada Gambar 1

(12)

3

Pakan

Pakan yang digunakan merupakan pakan komersial burung puyuh petelur periode layer ditambahkan dengan tepung daun jati sesuai perlakuan. Daun jati berasal dari kebun jati daerah Jampang, Sukabumi. Daun jati dijemur sampai kering kemudian digiling menjadi tepung.

Tabel 1 Hasil analisis proksimat tepung daun jati (as fed)* BK

*Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013). BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, EB: energi bruto

Ransum menggunakan pakan komplit komersil PT. Sinta Feedmill kemudian dicampurkan dengan 3% tepung daun jati, 6% tepung daun jati, dan 9% tepung daun jati. Pencampuran ransum dilakukan setiap 1 minggu sekali. Kandungan nutrien ransum perlakuan berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian

Kandungan Nutrien P0* P1** P2** P3** (*) Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013). (**) Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan dari hasil analisis pakan komersil dan tepung daun jati. P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9% (***) Berdasarkan estimasi EM = 0.725 x GE (NRC 1994).

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan yang terbuat dari bambu dan kayu, label, thermometer, timbangan digital untuk menimbang pakan dan telur yang dihasilkan, plastik untuk menampung pakan setiap ulangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(13)

4

Metode

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 4 ransum perlakuan dengan 3 ulangan yang dibedakan berdasarkan level pemberian daun jati, yakni:

P0 = Ransum komersil tanpa tepung daun jati

P1 = Ransum komersil + tepung daun jati 3% dari pakan P2 = Ransum komersil + tepung daun jati 6% dari pakan P3 = Ransum komersil + tepung daun jati 9% dari pakan Pembuatan dan Pemberian Tepung Daun Jati

Daun jati diambil dari 4-5 helai tangkai bagian bawah pohon jati yang berumur sekitar ± 7 tahun. Tahapan pembuatan tepung daun jati ialah daun jati yang sudah diambil dari tanaman jati dipisahkan antara daun dengan batang daun. Daun dicacah dengan ukuran panjang ± 5 cm menggunakan pisau, kemudian dikeringkan dalam oven 60 oC selama 24 jam. Daun jati yang sudah kering dihancurkan dan digiling sampai halus menggunakan mesin giling (Hammermill), sehingga dihasilkan tepung daun jati yang halus dan bersih. Pemberian tepung daun jati dicampur dalam pakan komersil sesuai perlakuan.

Pemeliharaan

Penelitian dilakukan selama 7 minggu. Kegiatan selama pemeliharaan yaitu setiap hari dilakukan pembersihan kandang, tempat pakan, tempat air minum, serta lingkungan sekitar kandang pemeliharaan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan puyuh yaitu 25 g ekor-1hari-1, diberikan dua kali pada jam 06.00 dan 15.00. Bentuk fisik pakan yang diberikan yaitu mash sesuai dengan perlakuan masing-masing serta air minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada puyuh yang baru dimasukan dalam kandang ditambah dengan Vitachick® selama 1 minggu. Vitachick® diberikan lagi saat proses penggantian dari ransum komersil ke ransum perlakuan selama 1 minggu. Pemberian Vitachick® dalam air minum hanya diberikan pada pakan kontrol.

Peubah yang Diamati

Konsumsi pakan. Konsumsi pakan puyuh dihitung dari rataan jumlah pakan harian selama seminggu dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu.

Produksi telur harian (%). Produksi telur dihitung dari rataan jumlah telur yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu dikalikan seratus persen.

Produksi massa telur. Produksi massa telur puyuh dihitung dengan cara mengalikan produksi telur selama penelitian dengan rataan bobot telur harian.

Bobot telur. Bobot telur dihitung dari penimbangan produksi telur puyuh harian.

Konversi pakan. Konversi pakan adalah rataan jumlah konsumsi pakan dibagi masa telur.

(14)

5

Income OverFeed Cost (IOFC). merupakan pendapatan yang dihitung dengan mengetahui produksi telur yang dihasilkan terhadap banyaknya konsumsi pakan dan harga jual telur.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan pola searah. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y ij= µ + τ i+ ε ij Keterangan,

Yij : Pengamatan produksi telur puyuh ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan produksi telur puyuh

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Analisis Data

Data produksi telur puyuh (konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur, mortalitas dan konversi pakan) yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisa Ragam (analysis of variance, ANOVA) (Steel dan Torrie 1993), kemudian jika berbeda antar perlakuan dilakukan uji lanjut kontras ortogonal. Analisis data menggunakan program statistik dengan komputer yaitu program SPSS 12.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lingkungan Kandang

Suhu dan kelembaban kandang diukur selama penelitian 7 minggu. Rataan dan simpangan baku suhu dan kelembaban yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan dan standar deviasi suhu kandang

Waktu Suhu (°C)

Pagi ( ±SD) 25.36 ± 2.35

Siang ( ±SD) 30.12 ± 2.73

Sore ( ±SD) 30.36 ± 2.06

Keterangan: = rataan SD = standar deviasi

(15)

6

Performa Puyuh

Hasil pengamatan pada puyuh penelitian umur 8-14 minggu dengan penambahan tepung daun jati dalam ransum terhadap konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, berat telur dan konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur dan konversi pakan puyuh selama penelitian

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1) 22.28±0.59a 20.63±0.83b 21.26±0.38b 21.06±0.17b Produksi telur (%) 67.89±2.68 67.48±2.19 66.35±1.22 67.21±1.44

Produksi massa (g ekor-1 hari-1) 7.16±0.22 7.03±0.21 6.97±0.09 7.03±0.12 Bobot telur (g butir-1) 10.37±0.13 10.24±0.04 10.35±0.05 10.31±0.02 Konversi pakan 3.62±0.22 3.43±0.17 3.51±0.11 3.30±0.13

Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%. Huruf yang berbeda pada baris

yang sama menunjukkan beda nyata tiap perlakuan dengan (P<0.05)

Konsumsi Pakan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jati 3% dalam pakan (P1), tepung daun jati 6% dalam pakan (P2), tepung daun jati 9% dalam pakan (P3) mempengaruhi (P<0.05) konsumsi pakan. Pakan yang diberi penambahan tepung daun jati menurunkan konsumsi pakan selama 7 minggu pemeliharaan dibandingkan kontrol. Rendahnya konsumsi pakan perlakuan dapat disebabkan oleh faktor warna ransum perlakuan yang lebih gelap dibandingkan ransum kontrol. Rasyaf (1990) menyatakan bahwa ransum yang berwarna terang atau cerah lebih disukai unggas daripada yang berwarna gelap. Rataan konsumsi pakan puyuh pada P0 selama 7 minggu pengamatan yakni 22.28 g ekor-1 hari-1 merupakan rataan konsumsi tertinggi dibandingkan pakan perlakuan P1, P2 dan P3. Daulay et al. (2007) menyatakan bahwa puyuh akan mengurangi konsumsinya apabila kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Kebutuhan protein pakan puyuh petelur sebesar 17%, lemak kasar 7%, serat kasar 7%, Ca 2.5%-3.5%, P 0.6%-1%, methionine 0.40% dan EM 2700 kkal kg-1 (Badan Standarisasi Nasional 2006).

Puyuh akan mengkonsumsi pakan untuk memperoleh energi yang dibutuhkan, sehingga bahan pakan yang diberikan harus sesuai dan dapat memenuhi dengan kebutuhan nutrisi puyuh. Hasil penelitian Afiyah (2013) menyatakan bahwa daun jati mengandung senyawa metabolit tannin dan saponin. Zat antinutrisi tersebut diduga mempengaruhi tingkat konsumsi pakan puyuh penelitian. Santoso et al. (2001) menjelaskan bahwa tanin merupakan faktor pembatas pada unggas.

Produksi Telur Puyuh

(16)

7

produksi telur. Rataan produksi telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian ini adalah 66.35%-67.89% Persentase produksi telur harian yang diberi perlakuan dalam pakan tidak berbeda dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tinggi rendahnya telur yang diproduksi dipengaruhi oleh pakan (Anggorodi 1984). Kandungan serat kasar semakin meningkat dengan bertambahnya pemberian tepung daun jati pada perlakuan P2 (6%) dan P3 (9%) yakni sebesar 5.42% dan 5.94%. Penelitian Mawaddah (2011) menunjukan bahwa konsumsi pakan yang rendah dan serat kasar yang tinggi menyebabkan terganggunya laju produksi telur.

Gambar 2 Produksi telur puyuh umur minggu 8 sampai minggu 14. ▬♦▬ kontrol ▬■▬pemberian 3% tepung daun jati ▬▲▬pemberian 6% tepung daun jati ▬X▬ pemberian 9% tepung daun jati

Produksi telur salah satunya ditentukan oleh umur pertama bertelur. Burung puyuh penelitian mulai bertelur pada umur 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur. Perubahan produksi telur tertinggi terjadi pada perlakuan P1 penambahan 3% tepung daun jati dalam pakan sebaliknya perubahan produksi telur relatif lambat terjadi pada P0 kontrol. Pola perubahan produksi telur setiap minggunya mengalami kenaikan dan penurunan yang berbeda-beda. Hal ini disebakan oleh tingkat konsumsi pakan. Menurut Wahju (1997) sebagian besar zat makanan yang dikonsumsi puyuh digunakan untuk mendukung produksi telur. Berdasarkan perhitungan konsumsi energi selama penelitian semakin menurun seiring bertambahnya pemberian tepung daun jati dalam pakan. Penurunan produksi telur terendah terjadi pada P3 yakni pemberian 9% tepung daun jati dalam pakan dengan konsumsi energi sebesar 77.17 kal g-1 ekor-1hari-1. Brand et al. (2003) menjelaskan bahwa kandungan energi dan protein pakan berperan dalam produksi telur. Konsumsi energi dan protein tertinggi selama penelitian ialah pada P0 secara berturut-turut 83.30 - - - dan 4.77 - - , sedangkan rataan konsumsi energi dan protein P1, P2 dan P3 hampir sama pada tiap perlakuannya. Tinggi rendahnya konsumsi protein dan energi secara fisiologis berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Kebutuhan protein paling tinggi dibutuhkan pada awal produksi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur yang dihasilkan (Lesson dan Summers 2001).

Produksi telur selama 7 minggu pengamatan memiliki persentase produksi telur yang dihasilkan tiap perlakuan hampir sama, artinya tiap perlakuan memiliki

(17)

8

kandungan nutrien yang hampir sama. Awal produksi telur terjadi pada umur 8 minggu cenderung meningkat sampai umur 14 minggu, akan tetapi belum terlihat puncak produksi setelah 7 minggu pemeliharaan. Rataan produksi pada 7 minggu pertama bertelur mencapai sekitar 87%. Penelitian Tubagus (2008) menunjukkan bahwa puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13 sampai minggu 20, setelah berumur 26 minggu produksi telur akan menurun drastis.

Produksi Massa Telur

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jati memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap produksi massa telur. Hal ini didukung bahwa pemberian tepung daun jati juga memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi telur. Egg mass merupakan rata-rata bobot telur harian, sehingga persentase produksi telur akan mempengaruhi massa telur. Egg mass

dipengaruhi oleh produksi telur dan bobot telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka massa telur juga semakin meningkat dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan produksi telur dan bobot telur P0 sebesar 10.37 g butir-1, P1 sebesar 10.24 g butir-1, P2 sebesar 10.35 g butir-1, dan P3 sebesar 10.31 g butir-1 dimana pada P0 (kontrol) menghasilkan persentase nilai produksi telur dan bobot telur tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga nilai massa telur yang dihasilkan pada P0 juga lebih tinggi sebesar 7.16 g ekor-1 hari-1 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Listyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang serta kualitas pakan sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan.

Bobot Telur

Gambar 3 Rataan bobot telur puyuh umur 8-14 minggu. ▬■▬kontrol ▬■▬pemberian 3% tepung daun jati ▬■▬pemberian 6% tepung daun jati ▬■▬pemberian 9% tepung daun jati

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap bobot telur. Rataan bobot telur yang dihasilkan selama penelitian ini antara 10.24-10.37 g butir-1. Bobot telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian bervariasi dan mengalami fluktuasi setiap minggunya. Bobot telur mengalami peningkatan yang signifikan pada minggu ke 10. Bobot telur tertinggi terjadi pada minggu 10

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

8 9 10 11 12 13 14

B

ob

ot

t

el

u

r

(g)

(18)

ke-9

yakni pada P2 dengan pemberian 6% tepung daun jati dalam pakan. Pola alami produksi telur terjadi ketika puyuh baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur puyuh dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur. Hal ini serupa dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1986) yang menyatakan bahwa telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. Song et al. (2000) menyatakan bahwa rata-rata bobot telur puyuh normal adalah 10.34 g butir-1. Pengaruh pemberian pakan kontrol dan pemberian tepung daun jati 3%, 6% dan 9% memberikan rataan yang sama untuk bobot telur. Nilai tersebut masih dikatakan normal pada telur puyuh, artinya nutrisi yang didapat puyuh untuk menghasilkan bobot telur yang normal dapat terpenuhi dengan baik pada semua ransum yang digunakan selama penelitian.

Konversi Pakan

Nilai konversi pakan didapat dari pembagian rataan konsumsi per ekor dengan massa telur. Data pada Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian tidak mempengaruhi (P>0.05) nilai konversi pakan pada pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Rataan nilai konversi pakan selama penelitian berkisar 3.30-3.62. Pakan perlakuan P1, P2 dan P3 memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik dibanding pakan kontrol. Pakan yang diberi penambahan tepung daun jati cenderung menurunkan nilai konversi pakan (P=0.19). Nilai konversi pakan menunjukan bahwa pemberian tepung daun jati dalam ransum memberikan pengaruh yang positif dalam jumlah pakan yang habis dikonsumsi untuk memproduksi satu butir telur. Konversi ransum yang baik untuk puyuh adalah 3.34 (Makund 2006). Nilai konversi pakan pada pakan kontrol relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan. Hal ini disebabkan oleh kurang baiknya penyerapan nutrien dalam tubuh puyuh. Hal ini menunjukkan bahwa angka konversi pakan semakin baik, karena penggunaan pakan perlakuan semakin efisien.

Mortalitas

Pakan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila ternak dapat berproduksi dengan normal dan tidak memberikan efek negatif pada ternak. Walaupun pemberian tepung daun jati tidak mempengaruhi produksi telur, ternyata pemberian pakan perlakuan tepung daun jati mempengaruhi rendahnya tingkat mortalitas yang terjadi pada saat pemeliharaan. Tidak ada mortalitas puyuh selama 7 minggu pemeliharaan baik pemberian pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan efek negatif pada ternak. Penggunaan tepung daun jati memiliki potensi yang menguntungkan digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan baru dilihat ketersediannya yang tinggi. Disamping itu terdapat kelemahan pada tanaman daun jati yakni kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan dilakukan pengolahan pakan secara kimia atau biologi seperti pemanasan, perebusan, atau silase.

Income Over Feed Cost (IOFC)

(19)

10

informasi tentang biaya pakan yang digunakan dan pendapatan yang diperoleh terhadap produksi telur yang dihasilkan. Perhitungan analisis usaha mengenai pendapatan dapat dihitung dengan Income Cver Feed Cost (IOFC). Komponen lain yang dihitung selain IOFC yakni Break Even Point (BEP). BEP dihitung untuk mengetahui jumlah pendapatan terhadap jumlah keseluruhan biaya total yang dikeluarkan sehingga didapatkan kondisi tidak ada keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang terjadi. Rataan income over feed cost produksi telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan rataan IOFC produksi telur puyuh (Rp butir-1)

Parameter Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Jumlah telur (butir minggu-1) 71 71 70 71

Harga telur (Rp) 300 300 300 300 Biaya pakan (Rp kg-1) 5500 6235 6970 7705 Konsumsi pakan (kg minggu-1) 2.34 2.17 2.23 2.21 Total Pendapatan (Rp butir-1) 120 109 77 58

Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%.

Income Over Feed Cost dapat dihitung dengan mengetahui harga pakan perlakuan dengan banyaknya konsumsi pakan dan harga jual telur terhadap produksi telur yang dihasilkan. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan yang dihasilkan terhadap biaya pakan yang digunakan menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jati dalam pakan berpengaruh terhadap Income Over Feed Cost. Perlakuan P0 (Rp 120) merupakan pendapatan yang paling tinggi. Pendapatan semakin menurun seiring peningkatan level penambahan tepung daun jati dalam pakan hingga P3 (Rp 58) merupakan pendapatan paling rendah. Hal ini menunjukkan penggunaan tepung daun jati dalam ransum kurang efisien karena meningkatkan biaya pakan. Produksi telur, bobot telur dan konversi pakan mempengaruhi tinggi rendahnya nilai Income Over Feed Cost yang dihasilkan.

(20)

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produktivitas puyuh petelur umur 8-14 minggu yang diberi tepung daun jati dalam ransum tidak berpengaruh terhadap produksi telur puyuh, bobot telur dan konversi pakan. Pemberian tepung daun jati memberikan pengaruh terhadap tingkat mortalitas yakni 0% kematian. Penggunaan tepung daun jati yang dicampurkan dalam ransum puyuh petelur memberikan pengaruh yang optimal hingga taraf 6%. Penambahan tepung daun jati dalam ransum kurang efisien diberikan karena meningkatkan biaya pakan sehingga menurunkan nilai IOFC produksi telur akan tetapi tidak menyebabkan kerugian terhadap hasil penjualan produksi telur yang dihasilkan selama penelitian.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengujian kandungan bioaktif yang terdapat dalam daun jati serta upaya pengolahannya untuk mengoptimalkan penggunannya dalam pakan puyuh petelur periode produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyah DN. 2013 Sifat mikrobiologis sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak daun jati (Tectona grandis) selama penyimpanan dingin. [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anggorodi HR. 1984. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Ati NH, Rahayu P, Notosoedarmo S, Limantara L. 2006. Komposisi dan kandungan pigmen pewarna alami kain tenun ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timor. Indo J Chem. 6 (3): 325-331.

[BPS] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer) SNI 01-3907-2006. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia.

Brand Z, Brand TS, Brown CR. 2003. The effect of dietary and protein levels on production in breeding female ostrich. Brit Poult Sci. 44(4):589-606.

Daulay AH, Bahri I, Sahputra K. 2007. Pemanfaatan tepung buah mengkudu (Morinda Colticfolia) dalam ransum terhadap performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 0-42 hari. J Agrib Pet. 3(1):23-28.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Populasi kelinci, puyuh dan merpati tahun 2010 sampai 2013 per provinsi http://www.ditjennak.go.id/ [16 Febuari 2014].

Departemen Kehutanan. 2012. Manual kehutanan. Jakarta (ID) : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Gunawan, Sundari MM. 2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum terhadap produktivitas ayam. J Wartazoa. 13(3) : 132-133.

Lesson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. Ithaca. M.L. New York (US) : Scott and Associates.

(21)

12

Makund KM. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at two levels energy. J Poult. Sci. 43 : 351-356

Mawaddah S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging, hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mustofa I. 2008. Ilmu Kebidanan Veteriner Menunjang Kesejahteraan Masyarakat. Universitas Airlangga. http://www.unair.ac.id/(diakses pada tanggal 23 Februari 2014).

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry 9th Revised Ed.Washington D.C. (US) : National Academy of Science.

Nugroho, IGK Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Semarang (ID) : Penerbit Eka Offset.

Purushotham KG, Arun P, Jayarani JJ, Vasnthakumari R, Sankar L, Peddy BR. 2010. Synergistic in vitro antibacterial activity of Tectona grandis Linn. f. leaves with tetracycline. J Phr Rsc. 2 (1) : 519-523

Oldeman L R, M. Frere. 1982. A Study of Agroclimatology of the Humid Tropics of Southeas Asia. Rome (RO) : Food and Agriculture Organization of United Nations.

Rasyaf M. 1990. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Redaksi Agromedia. 2002. Puyuh Si Kecil Penuh Potensi. Jakarta (ID) : Agromedia Pustaka.

Santoso U, Handayani E, Suharyono. 2001. Effect of Sauropus androgynous

(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganism in broiler chickens. JITV. 6(4):220-226.

Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of phesant, chukar, quail and guinea fowl. Asian-Aus J Anim Sci. 13(7): 986-990.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. Jakarta (ID) : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Tubagus DP. 2008. Pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi (Aspergillus niger) terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) [skripsi]. Medan (ID) :Universitas Sumatera Utara

Wahju Y. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Pr.

(22)

13

Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur dan konversi pakan

ANOVA Produksi telur

JK db KT F Sig.

Perlakuan 3.819 3 1.273 .328 .806

Galat 31.075 8 3.884

Total 34.894 11

Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung Sig=signifikansi

ANOVA Konsumsi Pakan

JK db KT F Sig.

Perlakuan 4.397 3 1.466 4.866 .033

Galat 2.410 8 .301

Total 6.807 11

Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung Sig=signifikansi

Uji Lanjut Kontras Ortogonal Konsumsi pakan

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Total 12 6.810 0.567

Perlakuan 3 4.407 1.469 5.504 3.862 6.991* 1 vs 3,4,2 1 3.795 3.795 14.21 5.117 10.561** 3,4 vs 2 1 0.553 0.553 2.072 5.117 10.561ns 3 vs 4 1 0.059 0.059 0.222 5.117 10.561ns Galat 9 2.402 0.266

*superscript

1 2 3 4

a b b b

ANOVA Konversi Pakan

JK db KT F Sig.

Perlakuan .156 3 .052 1.998 .193

Galat .209 8 .026

Total .365 11

(23)

14

Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung Sig=signifikansi

Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung Sig=signifikan

Lampiran 2 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konsumsi pakan puyuh umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)

(24)

15

Lampiran 3 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (%) pakan dengan tepung daun jati 9%.

(25)

16

Lampiran 5 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman bobot telur puyuh umur 8-14 minggu (g butir-1) dengan tepung daun jati 9%.

(26)

17

Lampiran 7 Rataan IOFC produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (Rp butir-1)

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

-82 -89 -93 -37

9 134 152 131 144

10 97 155 161 89

11 134 143 135 109

12 140 140 139 110

13 142 123 127 86

14 141 165 117 148

Rataan 120 109 77 58

(27)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 April 1992. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara keluarga Bapak Achmad Nawawi dan Ibu Lily Suaeliyah. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 di SD Muhammadiyah Depok dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP Muhammadiyah 4 Depok. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di MA Negeri 11 Jakarta. Setelah lulus pada tahun 2010, penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTM). Penulis diterima pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Club Ilmiah Asrama (CIA) TPB pada tahun 2010, sebagai anggota Biro KOMINFO Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) Fakultas Peternakan, sebagai anggota divisi BUMN Himpunan Mahasiswa Nutrisi Makanan Ternak (HIMASITER) pada tahun 2012 sampai 2013. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai anggota dan didanai oleh DIKTI pada tahun 2012 dengan judul tepung lidah buaya (Aloe vera) sebagai sumber antibiotik alami untuk meningkatkan performa puyuh (Coturnix cortunix japonica). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul produksi telur puyuh Coturnix coturnix japonica

yang diberi penambahan tepung daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dalam ransumdi bawah bimbingan Dr Ir Widya Hermana, M Si dan Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc. Semasa perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ternak Perah dan Mikrobiologi Nutrisi pada semester ganjil tahun 2013 dan semester genap tahun 2014.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Gambar 1 Kandang koloni puyuh
Tabel 4 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur dan
Gambar 2 Produksi telur puyuh umur minggu 8 sampai minggu 14. ▬♦▬  kontrol ▬■▬ pemberian 3% tepung daun jati  ▬▲▬ pemberian  6% tepung daun jati ▬X▬ pemberian 9% tepung daun jati
Gambar 3 Rataan bobot telur puyuh umur 8-14 minggu. ▬■▬ kontrol ▬■▬ pemberian

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan probiotik Candida utilis dalam pakan sebanyak 0,1-0,4% tidak dapat meningkatkan penampilan produksi burung puyuh yang meliputi konsumsi pakan, Hen Day Production

Pengaruh penambahan tepung kunyit Curcuma domestica val dalam ransum terhadap kualitas telur puyuh Coturnix-coturnix japonica.. Nutrisi

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung limbah penetasan telur puyuh dengan level pemberian yang berbeda terhadap konsumsi

Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung limbah penetasan telur puyuh dalam ransum sampai level 15% menghasilkan berat telur, tebal kerabang,

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya dalam ransum puyuh petelur pada taraf 4% dapat meningkatkan konsumsi ransum,

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya dalam ransum puyuh petelur pada taraf 4% dapat meningkatkan konsumsi ransum,

Berdasarkan hasil analisis varians penambahan probiotik pada air minum ternak puyuh hingga dosis 1,5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum dan produksi telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun sukun (Artocarpus altilis) dalam pakan puyuh berpengaruh tidak nyata (P&gt;0,05) terhadap produksi telur dan bobot