• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SATRIA NUGROHO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia adalah karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Satria Nugroho

(4)
(5)

ABSTRAK

SATRIA NUGROHO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia. Dibimbing oleh NOVINDRA.

Indonesia merupakan negara eksportir terbesar minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia, namun Indonesia tidak dapat terus menerus mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit karena perlu adanya pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit guna meningkatkan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan perbaikan lingkungan. Oleh karena itu perlu kebijakan yang tepat oleh pemerintah guna mendukung hilirisasi industri minyak sawit dan minyak inti sawit. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia; (2) menganalisis perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia; (3) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit Indonesia; (4) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor minyak inti sawit Indonesia. Penelitian ini menggunakan data

time series tahun 1990-2011. Model ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia dalam penelitian ini merupakan model regresi linier berganda yang diestimasi metode estimasi Ordinary Least Squares (OLS). Model ekspor terdiri dari enam persamaan tunggal, yaitu ekspor minyak sawit Indonesia dengan negara tujuan ke India, Belanda, dan Singapura serta ekspor minyak inti sawit Indonesia dengan negara tujuan ke Malaysia, Belanda, dan Cina. Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka pendek pajak ekspor menjadi instrumen yang penting untuk membatasi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit guna pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit di Indonesia. Fasilitasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit diantaranya pengembangan infrastruktur, menerapkan tax holiday, serta penghapusan peraturan daerah yang menghambat pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit. Kata kunci: ekspor, metode Ordinary Least Square (OLS), minyak inti sawit,

(6)

ABSTRACT

SATRIA NUGROHO. Analysis of Affecting Factors in Indonesia’s Crude Palm Oil and Palm Kernel Oil Export. Supervised by NOVINDRA.

Indonesia as the biggest crude palm oil and palm kernel oil exporter in the world, can not continuosly keep on exporting the crude palm oil and palm kernel oil. Indonesia needs to develop the downstream production of crude palm oil and palm kernel oil industry to give the added value, to employ many labors and also

as the environmental recovery function. Therefore, it’s needed a right policy from

the government to support the downstream production of crude palm oil and palm kernel oil industry. The purposes of this research are: (1) to analyze the

development of Indonesia’s palm oil export; (2) to analyze the development of Indonesia’s palm kernel oil export; (3) to analyze the affecting factors of Indonesia’s palm oil export; (4) to analyze the affecting factors of Indonesia’s palm kernel oil export. This research is using time series data from 1990-2011.

The Indonesia’s crude palm oil and palm kernel oil export model was estimated

by the doubled linear regresion with Ordinary Least Square (OLS) estimation method. Export models were divided into 6 single formulations, which are

Indonesia’s palm oil export with destination country to India, Netherlands, and

Singapore, also another single formulations of Indonesia’s palm kernel oil export with destination country to Malaysia, Netherlands and China. The result of this research indicates in a short period the tax rate would be an important instrument

in order to limit the Indonesia’s palm and palm kernel oil export on the Indonesia’s downstream production of palm and palm kernel industry development. The facilities which must be built by the government in order to support the development of the downstream industry of crude palm oil and palm kernel oil are infrastructure development, application of tax holiday, and also by deleting the local regulation which blocks the development of the downstream industry of crude palm oil and palm kernel oil.

Key words: crude palm oil, export, export tariff, palm kernel oil, Ordinary Least

(7)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT

INDONESIA

SATRIA NUGROHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Alhamdulillahhirobbil’ aalamiin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tuaku Bapak Sumarno dan Mama Endah Trisnowati, serta kakak tercinta Friska dan Danu, ponakanku Dafa Emery Fadillah atas segala doa, cinta dan dukungannya.

2. Bapak Novindra SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, perhatian dan pikirannya untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa.

3. Dosen penguji utama Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA dan perwakilan dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si yang bersedia menguji dan memberi arahan serta masukan.

4. Dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah membantu selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

5. Kasirotur Rohmah dan Marlina Desideria yang mau direpotkan selama perkuliahan dan penulisan skripsi atas pengajaran dan pengkoreksiannya serta komentar hangat yang selalu ditunggu saat selesai pengetikan.

6. Teman-teman satu bimbingan Anggi, Astari, Debbie, Dewi, Dian, Miranti, dan Neng atas segala semangat dan perhatiannya; serta kepada teman-teman ESL 47 atas kebersamaannya selama ini.

7. Sahabat-sahabatku: Andry, Bayu, Dhea, Fauzan, Firman, Gita, Hafil, Javid, Dimas, Rendy, Rifki, Zumar, Puteri, Reza, Sheanie, dan Yuri.

8. Semua pihak yang telah mendukung dan memotivasi penulis bahwa skripsi harus dikerjakan agar bisa menyandang gelar sarjana.

Bogor, Oktober 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Nomor Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Profil Kelapa Sawit Indonesia ... 11

2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ... 15

2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ... 16

2.4. Perkembangan Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ... 17

2.5. Penelitian Terdahulu ... 23

2.6. Kebaruan Penelitian ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 29

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional ... 29

3.1.2. Teori Penawaran Ekspor ... 31

3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ... 32

3.2. Kerangka Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 39

4.2. Metode Analisis Data ... 39

4.2.1. Analisis Perkembangan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ... 39

4.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia... 40

(14)

4.2.2.2. Estimasi Model ... 44

4.2.2.3. Metode Pengujian Model Regresi Linier Berganda ... 44

V. PERKEMBANGAN EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT INDONESIA ... 51

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT INDONESIA ... 63

VII.SIMPULAN DAN SARAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 93

RIWAYAT HIDUP ... 117

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 200 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ... 1

2. Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ... 2

3. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 3

4. Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 4

5. Produksi Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 5

6. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Dunia Tahun 2008-2011 ... 6

7. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 7

8. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 7

9. Tarif Bea Keluar Menurut KMK Nomor 439 Tahun 1994 dan Nomor 666 Tahun 1996 ... 18

10. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 94 Tahun 2007 ... 19

11. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 09 Tahun 2008 ... 20

12. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMK Nomor 159 Tahun 2008 ... 20

13. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMKNomor 223 Tahun 2008, dan Nomor 67 Tahun 2010 ... 21

(15)

Indonesia Tahun 1984-2011 ... 22 16. Persamaan dan Perbedaan Antara Penelitian “Analisis Faktor -

Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti

Sawit” dengan Penelitian Terdahulu.. ... 24 17. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India Tahun

1990-2001 ... 51 18. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda Tahun

1990-2001 ... 54 19. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Singapura

Tahun 1990-2001 ... 56 20. Perkembangan Ekspor Inti Minyak Sawit Indonesia ke Malaysia

Tahun 1990-2001 ... 58 21. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda

Tahun 1990-2001 ... 60 22. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina Tahun

1990-2001 ... 61 23. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke India ... 63 24. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke Belanda ... 66 25. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke Singapura ... 69 26. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Malaysia ... 71 27. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda ... 74 28. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 77

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit ... 12 2. Pohon Industri Kelapa Sawit ... 14 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011 .... 15 4. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun

(16)

6. Kurva Penawaran ... 31 7. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data Model Ekspor Minyak Sawit dan Minyak

Inti Sawit Indonesia Tahun 1990-2011 ... 95 2. Keterangan Notasi Variabel... 98 3. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India... 99 4. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India ... 99 5. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 100 6. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 100 7. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 101 8. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda ... 102 9. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda .... 102 10. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 103 11. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 103 12. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 104 13. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Singapura ... 105 14. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 105 15. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 106 16. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 106 17. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

(17)

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Malaysia ... 108 19. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Malaysia ... 108 20. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Malaysia ... 109 21. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Malaysia ... 110 22. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda ... 111 23. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Belanda ... 111 24. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Belanda ... 112 25. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Belanda ... 112 26. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Belanda ... 113 27. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 114 28. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 114 29. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Cina ... 115 30. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Cina... 115 31. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

(18)
(19)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dengan luas daratan 1.910.000 km2 dan jumlah penduduk sebesar 236.864.191 jiwa (World Bank 2012). Sebagai negara yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis yang merupakan keunggulan di sektor pertanian. Jumlah penduduk yang besar dan ketersediaan lahan yang luas serta dukungan iklim menjadikan mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia bertani, diharapkan sektor pertanian dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyumbangkan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan perolehan devisa negara.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 (dalam Trilyun Rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011

(20)

peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,79%. Pada tahun 2007 nilai PDB sektor pertanian sebesar 271,51 trilyun rupiah mengalami kenaikan menjadi 315,04 trilyun rupiah pada tahun 2011. Peningkatan PDB sektor pertanian ini didorong oleh kinerja sub sektor-sub sektornya, diantaranya sub sektor perkebunan yang pertumbuhannya meningkat dari 43,19 trilyun rupiah pada tahun 2007 menjadi sebesar 49,26 trilyun rupiah pada tahun 2011 dengan rata-rata laju pertumbuhannya 3,40%.

Tabel 2. Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 (dalam Trilyun Rupiah) merupakan tanaman primadona yang menjadi andalan sub sektor perkebunan karena memproduksi minyak tertinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Pengembangan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO), selain diolah menjadi other palm oil, minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO), dan other palm kernel oil

(21)

turunan minyak inti sawit yaitu fatty acid, lauric acid dan myristic acid. Selain ketiga zat ini yang biasa ditemui yaitu CBS, coffe cream/whitener, ice cream,

sugar confectionary, krim biskuit, filled mild, imitation cream, specialty fats, detergen, sabun, shampoo, kosmetik, dan farmasi (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2009).

Prospek masa depan minyak sawit sangat cerah dan menjadi primadona di negara produsennya, karena dapat mensubstitusikan minyak nabati lainnya dengan lebih efisien (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2009). Kemampuan minyak sawit untuk mensubstitusikan minyak nabati lainnya turut meningkatkan permintaan pasar sehingga mendorong produsen kelapa sawit memperluas areal perkebunannya guna meningkatkan produksi tandan buah segar sebagai bahan baku minyak sawit.

Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Rata-rata 3.167.044 629.924 4.079.471 7.876.439 7,37

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Kementerian Pertanian (2012a)

(22)

sebesar 3.752.480 Ha, luas areal PBN sebesar 678.378 Ha, dan luas areal PBS sebesar 4.561.966 Ha.

Semakin meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia ini turut meningkatkan produksi minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit dihasilkan dari daging Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan salah satu hasil sampingannya (side product) berupa inti sawit yang selanjutnya digunakan untuk bahan baku pembuatan minyak inti sawit (Manurung 2009). Dengan demikian, minyak inti sawit merupakan produk ikutan dari produksi minyak sawit (Zulkifli dalam Lubis 2014).

Tabel 4. Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Produksi 000 (Ton) Laju Pertum

buhan

(23)

ribu ton atau meningkat sebesar 5,18% dibandingkan tahun 2010 dengan produksi PR sebesar 8.797,92 ribu ton, produksi PBN sebesar 2.045,56 ribu ton, dan produksi PBS sebesar 12.253,06 ribu ton.

Produksi minyak inti sawit juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata laju pertumbuhan produksi minyak inti sawit dari tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,07%. Pada tahun 2007 jumlah produksi minyak inti sawit Indonesia sebesar 3.532,95 ribu ton, mengalami penurunan 0,71% pada tahun 2008 dengan jumlah produksi sebesar 3.507,96 ribu ton. Penurunan produksi minyak inti sawit pada tahun 2008 disebabkan oleh penurunan luas areal perkebunan kelapa sawit PBN dan produksi minyak inti sawit PBN serta penurunan produksi minyak inti sawit PBS. Pada tahun 2011 jumlah produksi minyak inti sawit mencapai 4.619,31 ribu ton atau meningkat sebesar 5,18% dibandingkan tahun 2010 dengan produksi minyak inti sawit PR sebesar 1.759,59 ribu ton, produksi minyak inti sawit PBN sebesar 409,11 ribu ton, dan produksi minyak inti sawit PBS sebesar 2.450,61 ribu ton.

Tabel 5. Produksi Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Produksi 000 (Ton) Laju Pertum

buhan

(24)

dunia masing-masing sebesar 3,83% dan 1,43%. Pada tahun 2008 permintaan di dunia untuk minyak sawit dan minyak inti sawit masing-masing sebesar 36.016 ribu ton dan 2.937 ribu ton. Pada tahun 2011 permintaan minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia mengalami peningkatan dengan jumlah permintaan masing-masing sebesar 40.300 ribu ton dan 3.063 ribu ton. Dilihat dari sisi penawaran, rata-rata laju pertumbuhan penawaran untuk minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia sebesar 4,21% dan 1,08%. Jumlah minyak sawit dan minyak inti sawit yang ditawarkan pada tahun 2008 masing masing sebesar 35.635 ribu ton dan 2.950 ribu ton. Pada tahun 2011 penawaran minyak sawit dan minyak inti sawit meningkat dengan jumlah penawaran masing-masing sebesar 40.319 ribu ton dan 3.045 ribu ton.

Tabel 6. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Dunia Tahun 2008-2011

Tahun

Volume 000 (Ton)

Laju Pertumbuhan (%)

Laju Pertumbuhan (%)

Penawaran Permintaan Penawaran Permintaan

CPO PKO CPO PKO CPO PKO CPO PKO

2008 35.635 2.950 36.016 2.937 n.a n.a n.a n.a

2009 36.630 3.054 36.597 3.038 2,79 3,53 1,61 3,44

2010 38.065 3.038 38.044 3.011 3,92 -0,52 3,95 -0,89

2011 40.319 3.045 40.300 3.063 5,92 0,23 5,93 1,73

Rata-rata 38.338 3.045 38.313 3.037 4,21 1,08 3,83 1,43

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Oil World (2012)

(25)

Ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 dapat dilihat dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, ekspor minyak sawit Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Tiga negara tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia yaitu India, Belanda, dan Singapura dengan rata-rata kontribusi ekspor minyak sawit Indonesia ke masing-masing negara sebesar 48,22%, 10,04%, 7,01% dari jumlah ekspor minyak sawit Indonesia ke dunia.

Tabel 7. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Negara

Kenaikan ekspor minyak sawit Indonesia juga diikuti dengan kenaikan ekspor minyak inti sawit Indonesia. Ekspor minyak inti sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

(26)

Cina dengan rata-rata kontribusi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing negara tersebut adalah 27,89%, 27,30%, dan 20,29% dari jumlah ekspor minyak inti sawit Indonesia ke dunia.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu tolak ukur peningkatan kesejahteraan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran ekspor. Di negara berkembang khususnya Indonesia, ekspor dapat dijadikan andalan sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. Salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia adalah produk turunan dari kelapa sawit yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit.

Permintaan yang tinggi oleh negara-negara di dunia mendorong Indonesia untuk terus memproduksi minyak sawit dan minyak inti sawit lebih banyak guna meningkatkan ekspor. Peningkatan volume produksi minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, Indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit tidak dapat terus menerus mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang bisa dibilang bahan mentah. Perlu dikembangkannya industri hilir dari minyak sawit dan minyak inti sawit untuk meningkatkan nilai jual sehingga minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia mempunyai nilai tambah. Disamping itu, minyak sawit dan minyak inti sawit tidak hanya dibutuhkan sebagai penghasil devisa saja tetapi merupakan salah satu bahan baku penting untuk industri dalam negeri sehingga pemerintah harus menjaga ketersediaan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri.

(27)

Dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait dengan industri hilir sehingga perlu dikaji bagaimana perkembangan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia sehubungan dengan kegunaan minyak sawit dan minyak inti sawit sebagai bahan baku dalam upaya pengembangan industri hilirnya.

Untuk itu perlu dilakukan analisis untuk melihat apakah variabel tarif pajak ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang ditetapkan oleh pemerintah berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan ekspor utama serta faktor-faktor lain apa saja yang berpengaruh nyata, selain itu perlu dilihat bagaimana perkembangan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama ekspor guna mengembangkan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit lebih lanjut. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura?

2. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura?

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina?

1.3. Tujuan Penelitian

(28)

1. Menganalisis perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.

2. Menganalisis perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya dalam menetapkan kebijakan tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit guna menghasilkan kebijakan yang meliputi seluruh pihak dengan melakukan perencanaan yang baik sehingga akan diperoleh solusi yang optimal. Manfaat lainnya untuk penulis juga berbagai pihak, antara lain memperoleh gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekpor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor utama Indonesia. Serta suatu pembelajaran bagi penulis dalam hal mengamati, mengumpulkan, dan menganalisis data serta berlatih berpikir ilmiah dalam memecahkan permasalahan, serta sebagai bahan pertimbangan, rujukan, referensi, dan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya bagi yang tertarik meneliti minyak sawit dan minyak inti sawit kedepannya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Kelapa Sawit Indonesia

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia, di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar di sepanjang tepi sungai. Kelapa sawit termasuk dalam ordo

Palmales, famili Palmae, dan sub famili Cocoideae (Pahan 2008). Kelapa sawit di Indonesia berasal dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848 sebanyak 4 pohon dipelopori oleh Adrien Hallet, yang selanjutnya pada tahun 1864 dimulai uji coba ditanam di berbagai tempat di seluruh Indonesia antara lain di Banyumas, Palembang, dan kemudian secara luas di Jawa Barat. Peluang budidayanya menjadi perkebunan terbuka dimulai sejak dikeluarkannya

Agrarische Wet tahun 1870, yang membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk mengembangkan usaha perkebunan (Tarigan dan Sipayung 2011). Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat pesat karena didukung oleh kondisi iklim dan jenis tanahnya yang memang sangat sesuai untuk tanaman kelapa sawit, dan hal ini yang menjadi salah satu keunggulan komparatif Indonesia di industri kelapa sawit (Elisabeth dan Ginting dalam Kementerian Pertanian 2012b).

Kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan sub sektor perkebunan karena mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian. Pada era tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang paling pesat dibandingkan sub sektor perkebunan lainnya, pada periode ini laju pertumbuhan luas areal mencapai 14,68% dan produksinya meningkat 12,73%. Data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 52,64% dari total PDB sub sektor perkebunan atau 1,11% dari total PDB Indonesia (Kementerian Pertanian 2012b).

(30)

namun merupakan suatu orkestra ekonomi. Pertama, subsistem hulu kelapa sawit merupakan penghasil barang-barang modal bagi usaha perkebunan kelapa sawit yakni benih, pupuk, pestisida dan mesin perkebunan. Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit yang menggunakan barang modal tersebut untuk budidaya. Ketiga, subsistem hilir kelapa sawit yang mengolah minyak sawit atau

Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) menjadi produk produk setengah jadi (semi-finish) maupun produk jadi (finish product). Keempat, subsistem penyedia jasa bagi subsistem hulu hingga hilir kelapa sawit.

Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada Gambar 1, pada sebelah kiri merupakan gambar minyak sawit yang berwarna kemerahan dan yang sebelah kanan merupakan gambar minyak inti sawit yang berwarna kekuningan.

Sumber: PT. Global Interinti Industry (2014)

Gambar 1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

(31)

dan vanaspati serta sumber karbon untuk industri oleokimia. Senyawa karbon asal minyak nabati lebih mudah terurai di alam dibandingkan dengan senyawa turunan minyak bumi (Pahan 2008).

Hasil dari industri hulu kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia sebagian kecil diolah menjadi minyak sawit dan minyak inti sawit untuk dikonsumsi didalam negeri sebagai bahan mentah dalam pembuatan minyak goreng, oleokimia, sabun, margarin, dan sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit (Ermawati dan Saptia 2013). Hasil olahan dari minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada pohon industri kelapa sawit pada Gambar 2.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009) menyatakan bahwa produk hulu dari kelapa sawit minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan komoditas ekspor non migas andalan dari kelompok agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kondisi: (1) secara komparatif terdapat ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk perluasan produksi, berbeda halnya dengan negara pesaing terberat Indonesia, Malaysia yang luas areal produksinya telah mencapai titik jenuh; (2) secara kompetitif pesaing Indonesia hanya sedikit; (3) kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional adalah yang tertinggi dibandingkan ekspor hasil perkebunan lainnya. Selain itu (4) minyak sawit dan minyak inti sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri minyak goreng, biodiesel, shortening, kosmetika, farmasi, dan sebagainya. Berbagai manfaat minyak sawit dan minyak inti sawit inilah yang mendorong tingginya permintaan akan minyak sawit dan minyak inti sawit.

(32)

Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2010)

Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit

Buah Kelapa Sawit

Emulsifier Minyak Margarin Goreng

(33)

2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Ekspor kelapa sawit Indonesia dilakukan dalam wujud minyak sawit, minyak sawit lainnya, minyak inti sawit, dan minyak inti sawit lainnya, yang sebagian besar ekspor dilakukan dalam bentuk minyak sawit. Ekspor minyak sawit Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia (Kementerian Pertanian 2012b). Gambar 3 menunjukkan perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2011. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak sawit sebesar US.$ 164,90 juta meningkat 51 kali lipatnya menjadi US.$ 8,42 milyar pada tahun 2011. Jumlah ekspor minyak sawit cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor sebesar 1.044,51 ribu ton dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga minyak sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak sawit hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak sawit sebesar 681,99 ribu ton mengalami kenaikan hingga 12 kali lipatnya pada tahun 2011 dengan jumlah ekspor sebesar 8.777,01 ribu ton. Peningkatan ekspor minyak sawit yang tinggi baik dari sisi nilai maupun jumlah disebabkan oleh kenaikan permintaan minyak sawit dunia, naiknya permintaan minyak sawit dunia secara langsung akan meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

V

ol

um

e

000

T

on

(34)

Sejak tahun 1999 ekspor minyak sawit Indonesia meningkat sangat pesat, hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah untuk mendorong ekspor guna meningkatkan devisa negara. Fluktuasi ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara importir minyak sawit lainnya cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk kompetitif dari minyak sawit, menurut hasil kajian International Contact Business System (ICBS) dalam Agustian dan Hadi (2004) bahwa American Soybean Association (ASA) melakukan kebijakan

unfair trade (tidak adil) dengan mengkampanyekan bahwa minyak sawit mengandung lemak jenuh (saturated fatty acid) dan kolesterol tinggi yang kurang baik bagi kesehatan. Hal ini tentunya akan membangun brand image negatif terhadap produk minyak sawit khususnya dari Indonesia. Hal ini, sesungguhnya disebabkan karena minyak kedelai yang diproduksi negara-negara Amerika lebih mahal dari minyak sawit sehingga tidak mampu bersaing dengan minyak sawit, bahkan pangsa ekspor minyak kedelai sudah mulai diambil alih oleh minyak sawit. Biaya produksi minyak sawit hanya US$ 180/ton, sedangkan minyak kedelai (soybean oil) US$ 315/ton dan rapeseed oil US$ 750/ton. Melihat kondisi ini, ASA yang dimotori oleh USA mengkampanyekan isu negatif terhadap minyak sawit dengan harapan konsumen akan kembali mengkonsumsi minyak kedelai.

2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

(35)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1990-2011

2.4. Perkembangan Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia

Pemasaran minyak sawit Indonesia pada tahun 1984 dikendalikan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 47/KMK/011/84, tentang pengenaan pajak ekspor minyak sawit telah menetapkan persentasi tarif pajak ekspor minyak sawit sebesar 5%. Setelah dua tahun peraturan ini dibuat, pada tanggal 20 Juni 1986 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.011/86 menetapkan pembebasan tarif ekspor perdagangan kelapa sawit, minyak sawit, dan turunannya. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan ekspor minyak sawit.

(36)

Pada tahun 1997, Menteri Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor 300/KMK/01/1997 melakukan perubahan tarif pajak ekspor bagi minyak sawit sebesar 5%. Pada 17 Desember 1997 Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 622/KMK.01/1997 menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit 30%. Pada tanggal 24 Desember 1997 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 420/DJPDN/XII/1997 tentang larangan ekspor selama januari hingga maret tahun 1998, pada tanggal 26 Februari 1998 melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 102/MPP/Kep/2/1998 bahwa semua hasil minyak sawit hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada 17 April 1998 pemerintah membuat kesepakatan dengan IMF sehingga mencabut larangan ekspor tersebut melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 181/MPP/Kep/4/1998 yang berlaku mulai 22 April 1998.

Tabel 9. Tarif Bea Keluar Menurut KMK Nomor 439 Tahun 1994 dan Nomor 666 Tahun 1996

Tingkat Harga (US$/Ton) Tarif Bea Keluar

Minyak Sawit (%)

Harga Dasar 435 0

436-470 60

471-505 56

506-540 52

541-575 48

576-610 44

Lebih dari 610 40

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (1996)

Pemerintah kembali menetapkan pajak ekspor melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 242/KMK/01/1998 yang berisikan pengenaan pajak ekspor sebesar 40% untuk minyak sawit dan 35% untuk minyak inti sawit. Pada tanggal 7 Juli 1998 pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 334/KMK.07/1998 tentang penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 60% dan untuk minyak inti sawit sebesar 50%, dalam rangka program stabilisasi perekonomian nasional.

(37)

merubah tarif bea keluar minyak sawit dan minyak inti sawit dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 189/KMK.017/1999 yang menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 30% dan untuk minyak inti sawit sebesar 20%. Pemerintah kembali merubah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 189/KMK.017/1999 menjadi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 360/KMK.017/1999 per tanggal 2 Juli 1999 dengan menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 10 % dan minyak inti sawit 0%.

Pada tanggal 12 september 2000 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keungan Nomor 387/KMK.017/2000 menurunkan tarif ekspor minyak sawit menjadi 5%. Pada tahun 2001 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.017/2001 yang menyatakan bahwa tarif ekspor minyak sawit adalah sebesar 3%. Pada tanggal 10 oktober 2005 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.02/2005 menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 3%. Pada tanggal 23 Desember 2005 kembali Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengenaan bea tarif keluar melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2005 tarif ekspor minyak sawit diturunkan menjadi 1.5%. Pada tanggal 15 Juni 2007 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.011/2007 dengan menetapkan tarif ekspor untuk minyak sawit dan minyak inti sawit sebesar 6,5%.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.011/2007 pada tanggal 31 Agustus 2007 yang menetapkan tarif ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit secara progresif yang bergantung pada besarnya harga referensi. Harga referensi yang digunakan yaitu harga minyak sawit dan minyak inti sawit yang berpedoman pada harga C.I.F Rotterdam. Besarnya tarif ekspor tercantum dalam Tabel 10.

Tabel 10. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 94 Tahun 2007 Harga Referensi

(38)

Pemerintah melalui Menteri keuangan pada 4 Februari tahun 2008 mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2007. Penetapan dan pengenaan tarif pungutan ekspor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 terhadap barang ekspor berupa minyak sawit dan minyak inti sawit yang berlaku sebagaimana Tabel 11.

Tabel 11. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 09 Tahun 2008

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor

Minyak Sawit (%)

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2008)

Pada tanggal 30 Oktober 2008 pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.011/2008 menetapkan tarif pungutan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit secara progresif. Besarnya tarif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.011/2008 dapat dilihat dalam Tabel 12.

Tabel 12. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMK Nomor 159 Tahun 2008 Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor

Minyak Sawit (%)

(39)

Kemudian, pada 17 Desember 2008 Pemerintah Indonesia melalui Menteri keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 kembali menetapkan tarif bea keluar secara progresif, pada tanggal 22 Maret 2010 Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan tarif bea keluar. Besarnya tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008, dan Nomor 67/PMK.011/2010 tercantum dalam Tabel 13.

Tabel 13. Tarif Pungutan Ekspor Nomor 223 Tahun 2008, dan Nomor 67 Tahun 2010

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2010)

Besarnya tarif pungutan ekspor untuk minyak sawit dan minyak inti sawit pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008, dan Nomor 67/PMK.011/2010 besarnya sama dikarenakan perubahan tarif bea keluar terjadi pada komoditas diluar kelapa sawit dan turunnya diantaranya adalah rotan, kulit, dan kayu serta biji kakao.

(40)

Tabel 14. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 128 Tahun 2011

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor

Minyak Sawit (%)

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2011)

Berdasarkan KMK dan PMK yang telah disebutkan, besarnya tarif bea keluar yang berlaku untuk komoditas minyak sawit dan minyak inti di Indonesia sejak tahun 1984 hingga tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kebijakan Tarif Bea Keluar Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1984- 2011

KMK Nomor 47/KMK.011/1984 31/01/1984 5,00 0,00 KMK Nomor 549/KMK.011/1986 20/06/1986 0,00 0,00 KMK Nomor 439/KMK.017/1994 31/08/1994 Progresif 0,00 KMK Nomor 666/KMK.017/1996 03/12/1996 Progresif 0,00 KMK Nomor 300/KMK.01/1997 01/07/1997 5,00 0,00 KMK Nomor 622/KMK.01/1997 17/12/1997 30,00 0,00 KMK Nomor 242/KMK.01/1998 28/04/1998 40,00 35,00 KMK Nomor 334/KMK.01/1998 07/07/1998 60,00 50,00 KMK Nomor 30/KMK.01/1999 29/01/1999 40,00 30,00 KMK Nomor 189/KMK.01/1999 03/06/1999 30,00 20,00 KMK Nomor 360/KMK.01/1999 02/07/1999 10,00 0,00 PMK Nomor 387/KMK.017/2000 12/09/2000 5,00 0,00 KMK Nomor 66/KMK.017/2001 09/02/2001 3,00 0,00 PMK Nomor 92/PMK.02/2005 10/10/2005 3,00 0,00 PMK Nomor 130/PMK.010/2005 23/12/2005 1,50 0,00 PMK Nomor 61/PMK.011/2007 15/06/2007 6,50 6,50 PMK Nomor 94/KMK.011/2007 31/08/2007 Progresif Progresif PMK Nomor 09/PMK.011/2008 04/02/2008 Progresif Progresif PMK Nomor 159/ PMK.011 /2008 30/10/2008 Progresif Progresif KMK Nomor 223/PMK.011/2008 17/12/2008 Progresif Progresif KMK Nomor 67/PMK.011/2010 22/03/2010 Progresif Progresif KMK Nomor 128/PMK.011/2011 15/08/2011 Progresif Progresif

(41)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan berbagai literatur untuk memperkuat landasan dalam memecahkan permasalahan, diantaranya artikel, jurnal nasional maupun internasional, serta skripsi maupun tesis. Penelitian mengenai kelapa sawit, minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk turunannya telah banyak dilakukan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian ini, berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah penelitian Hasan Mohamad et al (2001) , Rina Oktaviani dan Eka Puspitasari (2004), Purwantoro (2008), Dwita Mega Sari (2008), Obado Joseph et al (2009), Agustian dan Hadi (2004), Dady Nurahmat (2011), Novindra (2011), Bachtiar Adella (2010), dan Murphy Denis (2014). Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 15.

2.6 Kebaruan Penelitian

(42)

Tabel 16. Persamaan dan Perbedaan Antara Penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ke Masing-Masing Tiga Negara Tujuan Utama” dengan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

1. Hasan F Mohamad

Pajak ekspor memberi efek negatif pada daya saing industri minyak sawit Indonesia. Efek dari pajak ekspor tidak langsung muncul, baru pada bulan kedua terlihat dan mencapai puncaknya pada bulan keempat setelah pajak

ekspor dikenakan. Lebih jauh,

penelitian ini memberikan gambaran bagaimana pajak ekspor mempengaruhi daya saing dan kinerja ekspor serta implikasi dinamis yang relevan apabila

kebijakan pajak diterapkan untuk

tanaman tahunan. Pemerintah harus berhati-hati ketika mempertimbangkan

implementasi atau melakukan

perubahan terhadap pajak untuk

komoditas ekspor.

1.Membahas produk pertanian

Indonesia dalam perdagangan global .

1.Penelitian ini mengenai

dampak globalisasi, tantangan di era globalisasi, dan strategi menghadapi globalisasi

2.Objek penelitian mengenai produk pertanian secara luas

Strategi yang dapat dilakukan Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi adalah harmonisasi dan penyelarasan. Perlu pemahaman menyeluruh dan

mendalam tentang perjanjian

internasional yang sudah diratifikasi dan perlunya keselarasan dengan kebijakan domestik. Perlu dipersiapkan kebijakan

dan langkah-langkah pembangunan

(43)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

3. R. Nugroho

Purwantoro (2008)

Sekilas Pandang Industri Sawit 1.Objek penelitian minyak sawit

(CPO)

1.Penelitian ini melihat

minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel di dunia

Sektor perkebunan telah menjadi

sumber devisa utama bagi Indonesia dengan kelapa sawit sebagai ujung tombaknya. Produksi CPO Indonesia di tahun 2007 telah lebih unggul sekitar 1 juta ton dibanding Malaysia. Secara fundamental Indonesia tertinggal sangat jauh dari Malaysia akibat produktivitas yang lebih rendah. Minat untuk terus membuka kebun sawit baru, pada tahun-tahun mendatang akan sangat besar. Ini disebabkan oleh harga CPO di pasar dunia yang masih akan terus naik, mengikuti kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional. Selain itu, minyak nabati, terutama CPO akan terus dilirik sebagai bahan biodiesel.

4. Dwita Mega Sari

(2008)

Analisis daya saing dan

strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional

1.Menganalisis ekspor CPO

Indonesia di perdagangan

Pangsa pasar Indonesia terendah pada tahun 2001 dengan nilai 43 %, sedangkan tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai 67.5 %. CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini ditunjukkan nilai RCA yang lebih dari satu. Kendala umum dalam produksi dan pemasaran ekspor CPO Indonesia adalah rendahnya nilai dan mutu CPO Indonesia, regulasi dari pemerintah yang kurang mendukung, produktivitas perkebunan kelapa sawit yang tidak optimal, tingginya biaya ekspor CPO Indonesia, penyelundupan CPO, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung.

2

9

(44)

Tabel 16. Lanjutan No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

5. Obado Joseph et al

(2009)

Efek Kebijakan Pajak Ekspor Pada Industri Minyak Sawit Di Indonesia

1.Menganalisis kebijakan pajak ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia

1. Menggunakan metode 2SLS Kebijakan pajak ekspor memiliki

dampak yang signifikan terhadap

industri CPO di Indonesia. Pajak ekspor menguntungkan konsumen dalam negeri

karena mengurangi harga CPO

domestik. Dengan kebijakan pajak ekspor pemerintah dapat menjaga

kestabilan harga minyak goreng

domestik pada saat harga CPO dunia

meningkat atau ketika rupiah

terdepresiasi. Perlu adanya

pembangunan infrastruktur guna

membuat produksi CPO Indonesia lebih

kompetitif, berdaya saing, dan

produktivitas yang tinggi.

6. Agustian dan Hadi

(2004)

Analisis Dinamika Ekspor dan

Keunggulan Komparatif

Minyak Kelapa Sawit di

Indonesia

1.Menganalisis ekspor minyak

(45)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

7. Dady Nurahmat

2. Objek penelitian yaitu CPO

1.Hanya menganalisis

faktor-India dikarenakan telah terjadi

pengalihan pasar CPO Indonesia dari Eropa ke Asia. Hal tersebut disebabkan pasar Eropa menginginkan CPO yang

sudah diolah misal biofuel, sedangkan

Indonesia belum mampu untuk

memenuhi keinginan Eropa tersebut. Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke India memiliki hubungan negative dengan jumlah ekspornya, hal tersebut disebabkan relatif rendahnya kualitas CPO Indonesia sehingga menyebabkan posisi CPO Indonesia di dunia menjadi lemah dibandingkan negara pesaingnya, seperti Malaysia.

8. Novindra (2011) Dampak Kebijakan Domestik

dan Perubahan Faktor dan meningkatkan harga yang diterima produsen. Kebijakan Pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20 % meningkatkan kesejahteraan netto dan

peningkatan kuota domestik

memberikan dampak negatif bagi

kesejahteraan netto.

2

9

(46)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

9. Bachtiar Adella

1.Membahas ekspor minyak sawit Indonesia ke India

Pengaruh pergerakan nilai tukar rupiah

terhadap ekspor Indonesia dalam

komoditi minyak sawit Indonesia-India. Faktor nilai tukar rupiah, harga minyak sawit dunia dan pertumbuhan ekonomi India berpengaruh signifikan dan positif

berbagai metode seperti bibit unggul yang lebih tahan hama dan penyakit tanaman.

Industri minyak sawit akan menghadapi

banyak tantangan dimasa depan.

Namun, alat untuk mengatasi tantangan-tantangan ini sudah ada dan dapat merubah potensi yang lebih untuk mengubah tanaman ini menjadi sumber makanan bergizi dan produk non-pangan yang bernilai bagi penduduk

dunia yang populasinya semakin

meningkat. Perlu adanya peningkatan kualitas tanaman kelapa sawit yang tahan terhadap hama dan penyakit untuk membantu memfasilitasi manajemen dan pengolahan guna meningkatkan produksi memenuhi permintaan pasar.

2

(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri atas konsep teori perdagangan internasional, teori penawaran ekspor, dan metode regresi linier berganda.

3.1.1.Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, individu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara, karena merupakan salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan ekspor bersih merupakan faktor utama dalam meningkatkan PDB suatu negara. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti 2009).

(48)

Berdasarkan Gambar 4, jika suatu negara (misal negara 1) akan mengekspor suatu komoditi x ke negara lain (negara 2). Apabila harga domestik di negara 1 (sebelum terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan harga domestik di negara 2. Kondisi awal di negara 1 berada dalam kondisi keseimbangan dan harga berada pada P1. Pada kondisi ini tidak terjadi ekspor dari negara 1. Ketika harga berada pada posisi P2, ceteris paribus, struktur harga yang relatif lebih tinggi ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran (excess supply) di negara 1 yaitu sebesar Qa’Qa’’. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif melimpah, dengan demikian negara 1 mempunya kesempatan menjual kelebihan produksi ke negara lain. Sebaliknya di negara 2, pada kondisi harga berada di P2, negara ini terjadi kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sebesar Qb’Qb’’ sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada keadaan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi x dari negara lain dengan harga yang relatif lebih murah.

Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2 maka akan terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari P1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi lebih rendah dari P3. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara 1 akan mengekspor komoditi x sebesar BE sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditas x tersebut sebesar B’E’. Pada

pasar internasional, besarnya BE akan sama dengan B’E’. Dengan kata lain,

(49)

3.1.2.Teori Penawaran Ekspor

Ekspor merupakan barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara dan dijual di negara lain sebagai penukar atas barang dan jasa, emas, devisa asing atau untuk menyelesaikan utang. Negara menujukan sumber daya dalam negeri mereka bagi ekspor karena mereka dapat memperoleh lebih banyak barang dan jasa dengan devisa internasional yang mereka peroleh dari ekspor daripada yang akan mereka peroleh dengan menujukan sumberdaya itu bagi produksi barang dan jasa di dalam negeri (Smith dan Blakeslee 1995). Dalam pengertian atau batasan yang lebih luas, ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk stok (Lindert dan Kindleberger 1993). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa teori ekspor tidak lepas dari teori penawaran.

Teori penawaran bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran. Penawaran adalah sejumlah barang atau jasa yang tersedia dan dapat dijual oleh penjual pada tingkat harga dan suatu waktu tertentu.

P

S

Q Sumber: Salvatore (2006)

Gambar 5. Kurva Penawaran

(50)

Apabila faktor-faktor tersebut digabungkan, maka diperoleh fungsi penawaran ekspor minyak sawit atau minyak inti sawit Indonesia dalam bentuk dinamis sebagai berikut :

Yt = f (Ht, Hst, Ert, Prt, Pxt, Zt, Yt-1)...(3.1) Keterangan:

Yt = Jumlah Ekspor Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Pada Tahun ke-t Ht = Harga Ekspor Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Pada Tahun ke-t Hst = Harga Barang Kompetitif Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Pada

Tahun ke-t

Ert = Nilai Tukar Mata Uang Asing Tahun ke-t

Prt = Produksi Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Indonesia Pada Tahun ke-t

Pxt = Pajak Ekspor Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Pada Tahun ke-t Zt = Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit atau

Minyak Inti Sawit Pada Tahun ke-t

Yt-1 = Jumlah Ekspor Minyak Sawit atau Minyak Inti Sawit Indonesia Pada Tahun ke-t-1

3.1.3.Model Regresi Linier Berganda

Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan antara variabel-variabel yang digunakan. Sasaran utama dalam analisis regresi linier adalah menjelaskan perilaku suatu variabel dependen sehubungan dengan perilaku satu atau lebih variabel independen, dengan memperhitungkan fakta bahwa hubungan antara semua variabel tersebut bersifat tidak pasti. Model regresi liner berganda adalah model regresi dengan lebih dari satu variabel independen yang mungkin mempengaruhi variabel dependen (Gujarati 2006).

Metode yang paling umum untuk memperoleh nilai parameter dalam suatu model regresi adalah metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square

(51)

lainnya; dalam hal ini penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linier terbaik atau Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Dalam upaya mencapai kondisi statistik yang baik, metode OLS akan menghasilkan estimasi yang baik apabila asumsi-asumsi yang mendasarinya terpenuhi, antara lain:

1. Memiliki parameter-parameter yang bersifat linier dan model ini ditentukan secara tepat;

2. Faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol; 3. Tidak adanya autokorelasi dalam setiap variabel dalam model; 4. Asumsi homoskedastisitas atau penyebaran yang sama

5. Tidak terdapat multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel independen; serta

6. Untuk pengujian hipotesis, faktor kesalahan mengikuti distribusi normal dengan rata-rata sebesar nol dan homoskedastis.

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (seperti data lintas sektoral) (Kendal et al dalam Gujarati 2006). Adanya gejala autokorelasi pada suatu model akan menyebabkan suatu model memiliki suatu selang kepercayaan yang semakin lebar dan pengujian menjadi kurang akurat, sehingga menyebabkan hasil dari uji-t dan uji-F menjadi tidak sah dan penaksiran regresi akan menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan. Uji yang paling umum untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Wattson. Masalah autokorelasi dapat diatasi dengan menggunakan prosedur generlized differencing, prosedur Cochrane-Orcutt, atau prosedur Hilderth-Lu (Juanda 2009). Namun dalam kasus khusus jika dalam persamaan terdapat lag endogen prosedur uji statistik Durbin-Wattson tidak sesuai dilakukan pada persamaan tersebut. Sebagai ganti prosedur uji Durbin-Wattson maka dilakukan uji statistik Durbin-h (Pindyck dan Rubinfeld 1998).

(52)

Konsekuensi dari heteroskedastisitas adalah estimator OLS masih linier dan tidak bias, namun tidak lagi efisien karena tidak lagi memiliki varians minimum. Jika heteroskedastisitas terjadi, rutinitas pengujian hipotesis yang seperti biasa tidak bisa diandalkan karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang menyesatkan. Pendeteksian ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot antara nilai residual regresi dengan nilai prediksi. Model persamaan regresi yang baik adalah tidak memiliki masalah heteroskedastisitas, yaitu jika titik-titik pada grafik scatterplot tersebar acak tidak membentuk suatu pola tertentu seperti segitiga, segiempat, lengkung yang beraturan, dan sebagainya (Mulyanto dan Wulandari 2010).

Pengujian untuk mendeteksi heteroskedastisitas antara lain dengan metode grafik, uji Park, uji Glejser, uji Breusch-Pagan, Uji Godfeld-Quandt, atau white test (Juanda 2009). Jika heteroskedastisitas terjadi dalam model, maka dapat diatasi dengan melakukan teknik pendugaan yang tepat, sesuai dengan diketahui atau tidaknya ragam sisaan. Apabila ragam sisaan diketahui, pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil terboboti atau

Weighted Least Square (WLS), sedangkan jika ragam sisaan tidak diketahui maka perlu dipertimbangkan kasus-kasus khusus dimana cukup informasi tersedia untuk mengetahui ragam sisaan yang sebenarnya. Selain itu, masalah heteroskedastisitas kadang kala dapat diatasi dengan mentransformasi data dengan logaritma.

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier diantara variabel-variabel independen dalam suatu regresi berganda. Hubungan linier yang sempurna antara variabel independen disebut sebagai multikolinearitas sempurna, apabila terjadi akan menyebabkan estimasi dan pengujian hipotesis koefisien regresi individual dalam regresi berganda menjadi tidak dapat dilakukan. Adapun hubungan kolinearitas yang tinggi namun tidak sempurna disebut sebagai multikolinearitas tidak sempurna.

(53)

R2 yang tinggi tapi sedikit rasio t signifikan, serta estimator OLS dan kesalahan standarnya cenderung tidak stabil. Indikator yang dapat menunjukkan adanya multikolinearitas antara lain pengujian korelasi parsial, regresi subsider atau tambahan, dan faktor inflasi varian atau Variance Inflation Factor (VIF). Beberapa cara yang digunakan untuk mengatasi multikolinearitas (Juanda 2009), antara lain:

1. Memanfaatkan informasi sebelumnya (a prior information);

2. Mengeluarkan peubah dengan kolinearitas tinggi, namun dapat menimbulkan kesalahan spesifikasi;

3. Melakukan transformasi terhadap peubah-peubah dalam model dengan first difference form untuk data deret waktu;

4. Menggunakan regresi komponen utama (principal component); 5. Menggabungkan data cross section dengan data time series; 6. Cek kembali asumsi waktu pembuatan model; serta

7. Penambahan data baru.

Selain itu, diperlukan uji normalitas yang bertujuan untuk memastikan bahwa data yang digunakan untuk analisis berasal dari data variabel yang terdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji histogram (secara grafis), normal probability test, uji Skewness-Kurtosis, dan uji Kolmogorov Smirnov (Mulyanto dan Wulandari 2010). Prosedur pengujian yang termasuk sederhana antara lain dengan menggunakan histogram residu, gambar probabilitas normal, dan uji Jarque-Bera (Gujarati 2006).

(54)

model (goodness of fit), dan membandingkan validitas hasil analisis model regresi (Juanda 2009), namun terdapat beberapa masalah dengan penggunaan R2, yaitu: 1. Semua hasil analisis statistika berdasarkan asumsi awal bahwa model tersebut

benar, kita tidak memiliki prosedur untuk membandingkan spesifikasi alternatif;

2. R2 sensitif terhadap jumlah variabel independen dalam model;

3. Interpretasi dan penggunaan R2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan mempunyai intersep = 0. Dalam kasus ini, nilai R2 dapat diluar selang 0 sampai dengan 1.

Nilai R2 terkoreksi ( 2) mempunyai karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit daripada R2. Jika peubah baru ditambahkan, R2 selalu naik, namun 2dapat naik atau turun. Penggunaan 2 menghindari dorongan peneliti untuk memasukkan sebanyak mungkin variabel independen tanpa pertimbangan yang logis (Juanda 2009).

3.2. Kerangka Operasional

(55)

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Peningkatan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia khususnya ke-tiga negara tujuan utama, untuk minyak sawit yaitu India, Belanda, Singapura, dan untuk

minyak inti sawit adalah Malaysia, Belanda, Cina.

Analisis deskriptif dengan tabulasi

Ordinary Least Square (OLS) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit

dan minyak inti sawit Indonesia Kelapa sawit merupakan tanaman primadona sektor

perkebunan

(56)

Indonesia sebagai produsen minyak sawit dan minyak inti sawit terbesar menghadapi permasalahan kurang berkembangnya industri hilir dari minyak sawit dan minyak inti sawit di dalam negeri. Untuk mendukung hilirisasi industri minyak sawit dan minyak inti sawit pemerintah menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit dan minyak inti sawit. Hilirisasi industri ini dibutuhkan karena dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia baik dari penyerapan tenaga kerja serta produk turunan dari minyak sawit dan minyak inti sawit yang lebih bernilai tambah.

(57)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (Lampiran 1). Bentuk data sekunder yang digunakan adalah dalam bentuk data deret waktu atau time series dengan periode waktu tahun 1990-2011. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga terkait lainnya yaitu Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI), Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), World Bank

(WB), jurnal-jurnal penelitian, serta literatur-literatur terkait.

4.2. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yaitu metode analisis deskriptif dan model regresi linier berganda dengan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS). Metode deskriptif dengan tabulasi data digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua yaitu dengan menghitung laju ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura juga menghitung laju ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Metode estimasi OLS digunakan untuk menjawab tujuan ketiga dan keempat yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina. Metode estimasi OLS menggunakan model ekonometrika yaitu model regresi linear berganda.

4.2.1. Analisis Perkembangan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia

Gambar

Gambar 1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1990-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kadar air inti sawit tersebut sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 7%-8% dan kadar minyak inti sawit sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah

Menurut Purwanto (2002), perilaku ekspor minyak sawit di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksi dan pajak ekspor. Peningkatan produksi dan penurunan pajak

Bila dibandingkan bilangan peroksida dari minyak inti kelapa sawit ini dengan standard mutu minyak inti kelapa sawit yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (2,2 meq)

Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglass diperoleh bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap output industri minyak goreng sawit adalah bahan baku,

1) Berdasarkan hasil analisis indeks RCA menunjukkan bahwa pada tahun 2001 hingga tahun 2016 nilai RCA ekspor kelapa sawit Indonesia lebih besar dari 1, hal ini

Ekspor minyak kelapa sawit dalam penulisan ini identik dengan ekspor neto minyak kelapa sawit Indonesia terhadap negara tujuan utama ekspor selama pandemi covid-19 pada

Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglass diperoleh bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap output industri minyak goreng sawit adalah bahan baku, yakni

Data yang digunakan yaitu cross section meliputi 5 negara tujuan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dari beberapa Negara tujuan ekspor menunjukkan bahwa model yang