• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

MASYARAKAT DALAM RANGKA PELESTARIAN

KAWASAN CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP

JAYAPURA PAPUA

RISKY NOVAN NGUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Risky Novan Ngutra

NIM P062130011

*

(4)

RINGKASAN

RISKY NOVAN NGUTRA, Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI, DUDUNG DARUSMAN dan ARYA HADI DHARMAWAN.

Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang berada di wilayah Jayapura Provinsi Papua, merupakan kawasan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dengan fungsi ekologis yang penting bagi kehidupan manusia. Pegunungan Cycloop merupakan pegunungan yang membujur di sebelah Utara Jayapura pada koordinat 2025‘ - 2034‘ LS dan 140024‘ - 140043‘ BT. Kawasan sebagai cagar alam ditetapkan sejak tahun 1987, sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.782/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 dengan luas kawasan sekitar 31.480 hektar. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air hujan bagi wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura dan sebagai sumber pengairan bagi Danau Sentani. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan terhadap sumber daya alam, baik untuk kepentingan kehidupan sehari-hari maupun peningkatan pendapatan daerah, mengalami tekanan dan ancaman yang serius. Masalah yang terjadi di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, telah dirasakan memasuki paruh waktu tahun 2000an, dengan hutan yang berada dibeberapa lokasi sekitar kawasan cagar alam telah dieksploitasi dan diperuntukan untuk lahan pertanian dan perkebunan masyarakat, perumahan dan peralihan fungsi hutan ke bentuk yang menuju pada kerusakan alam dan lingkungan. Hal ini yang mengakibatkan perubahan dan kerusakan hutan di sekitar kawasan Pegunungan Cycloop yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi aktivitas ekonomi lokal dan sosial masyarakat di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop; (2) mengukur nilai keberlanjutan dari kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop; (3) membangun model pengembangan ekonomi lokal masyarakat yang berwawasan lingkungan; (4) menganalisis arah pengembangan dan kebijakan bagi ekonomi lokal masyarakat dalam upaya pelestarian kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Kebaruan (novelty) dari penelitian ini terletak pada analisis komprehensif terhadap sebuah kawasan cagar alam yang telah ditetapkan menjadi kawasan lindung tetapi pada masa mendatang kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop tetap mengakomodir kehadiran masyarakat adat serta masyarakat pendatang untuk tetap melakukan kegiatan disekitar kawasan maupun di dalam kawasan yang memanfaatkan sumber daya alam yang telah ditentukan secara bersama-sama sebagai bagian untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara menyeluruh.

Hasil analisis menunjukan pemanfaatan sumber daya hutan pada kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop oleh masyarakat sekitar hutan merupakan hubungan interaksi sosial ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Bentuk interaksi pemanfaatan sumber daya hutan melalui kegiatan pemungutan hasil hutan berupa bahan pangan, kayu bakar, bahan rumah dan bangunan, pakan ternak, obat-obatan dan jenis jasa hutan lainnya. Kegiatan ekonomi berupa strategi nafkah merupakan upaya alternatif untuk menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga agar dapat bertahan hidup (survive).

(5)

Finansial; (5) Modal Sosial. Variabel yang signifikan dengan tingkat signifikasi pada taraf 0,05 adalah Jarak ke CAPC (Jr) (,035); Luas lahan yang diolah (Llh) (,010); Pengeluaran Responden (Pnglrn) (,026); Lama tinggal responden (Lt) (,030); Variabel yang tidak signifikan adalah Umur responden (Ur) (,309); Tingkat pendidikan responden (Pddkn) (,427); Jumlah anggota keluarga (Jak) (,458); Pekerjaan responden (Kerja) (,619); Penghasilan responden (Phsln) (,721); Asal responden (DAr) (0,713); Program pemerintah dalam menegakkan daerah terlarang (DPP) (,492); Aturan masyarakat Adat (DAa) (,820); Jenis Kelamin (DJk) (,191); Variabel-variabel tersebut secara individu baik dengan tingkat kepercayaan antara 5% dan 10% tidak signifikan menjelaskan variabel aktivitas responden di Kawasan CAPC. Status masyarakat yang tahan pangan sebanyak 29% dari jumlah responden. 15% responden menunjukan tidak tahan pangan. 56% responden menunjukan kurang tahan pangan. Masyarakat dengan status rawan pangan sebesar 4 % dari total responden. Bagi responden yang kurang rawan pangan sebanyak 17%, dan responden dengan status tidak rawan pangan sebanyak 79%. Jumlah responden tersampling terdapat masyarakat dengan status kurang sejahtera sebanyak 116 orang (89%), masyarakat dengan status miskin sebanyak 14 responden (10,77%).

Nilai indeks keberlanjutannya sebesar 60,81 yang berarti Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop saat ini berada pada status Cukup berkelanjutan. Dimensi ekonomi, Dimensi ekologi dan dimensi kelembagaan mempunyai kinerja cukup berkelanjutan sedangkan dua dimensi lainnya dimensi teknologi dan dimensi sosial menunjukkan kurang berkelanjutan. Simulasi skenario model yang ditawarkan bagi keberlanjutan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah model dengan skenario melalui intervensi optimis terhadap parameter model, merupakan skenario pilihan yang tepat untuk dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Arahan pengelolaan dan kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam proses pengelolaan kawasan penghidupan yang berkelanjutan adalah dengan adanya intervensi pemerintah dan kerja sama yang dibangun antar masyarakat adat (pemilik hak ulayat) akan memberikan pengaruh/dampak yang paling besar terhadap perbaikan kinerja pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang berkelanjutan dan berkesinambungan.

(6)
(7)

SUMMARY

RISKY NOVAN NGUTRA, Local Economic Development Model in the Framework Conservation Society Nature Reserve Mountains Region Cycloop Jayapura Papua. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI, DUDUNG DARUSMAN and ARYA HADI DHARMAWAN.

Cycloop Mountains Nature Reserve area in the area of Jayapura Papua province, an area of tropical forests with high biodiversity with ecological functions essential for human life. Cycloop mountains are mountains stretching to the north Jayapura at coordinates 2025 ' - 2034 ' LS and 140 024 ' - 140 043 ' BT.Regions designated as a nature reserve since 1987, according to the Ministry of Forestry Decree 782 / Menhut - II / 2012 dated December 27 2012, with a total area of about 31 480 hectares. This area serves as a water catchment rainfall in the district of Jayapura and Jayapura City and as the water source of Lake Sentani. However, with the growing population and increased demand for natural resources, both for the sake of everyday life as well as increased local revenues, under pressure and serious threat. Problems that occur in nature reserve area Mountains Cycloop, has been felt in the half time of the 2000s, where the forests are located in several locations around the nature reserve has been exploited and is intended for the estate community, residential and forest conversion into a form that leads to the destruction of nature and the environment, This resulting change and the destruction of forests around Cycloop Mountains region that is increasingly worrying.

The purpose of this study is (1) to identify local economic activity and social communities in Cycloop Mountains Nature Reserve; (2) measuring the sustainability of a nature reserve area Cycloop Mountains; (3) build a model of local economic development, environmentally sustainable society; (4) analyze the direction and policies for economic development of local communities in conservation efforts Cycloop Mountains Nature Reserve area. Novelty (novelty) of this study lies in the comprehensive analysis on a nature reserve area that has been designated as a protected area, but on the future nature reserve area Mountains Cycloop still accommodate the presence of local communities and immigrant communities to keep doing activities around the area as well as in the region utilize the natural resources that have been specified together as a part to meet the needs of society as a whole.

(8)

Respondents expenditure (Pnglrn) (, 026); The length of stay of respondents (Lt) (, 030); Variables that are not significant is the Age of respondents (Ur) (, 309); The education level of respondents (Pddkn) (, 427); Number of family members (Jak) (, 458); Works of respondents (Work) (, 619); Income respondents (Phsln) (, 721); Originally respondents (DAR) (0.713); Government programs to enforce the restricted areas (DPP) (, 492); Indigenous community rules (DAA) (, 820); Gender (DJK) (, 191); Status resilient community food as much as 29 % of respondents. 15 % of respondents indicate they do not hold food or experience limitations in the fulfillment of family life each month.While 56 % of respondents showed less food secure in meeting the needs of family life.

Communities with food insecurity status equal to 4 % of the total respondents. For those respondents who are less prone to food as much as 17 %, and respondents with no status of food insecurity as much as 79 %. The number of respondents trampling there are people with less wealthy status 115 respondents (88 %), people with poor status of as many as 14 respondents (11 % and prosperous society with status as a 1 respondent (1%).

Sustainability index value of 60.81, which means Cycloop Region Mountains Nature Reserve is currently in the status of Self Sustainability. The economic, ecological dimension and institutional dimensions have sustained strong performance while the other two-dimensional technological dimension and a social dimension showless sustainable. Scenario simulation models offered for sustainability Cycloop Mountains Nature Reserve area is a model with optimistic scenarios through the intervention of the model parameters, a scenario right choice to do in order to achieve sustainable management of the region. The direction of the management and policies that can be implemented in the area management of sustainable livelihoods is the presence of government intervention and cooperation built among indigenous people (owners of customary rights) will affect / the greatest impact on the improvement of the performance of the management of nature reserve area Mountains Cycloop sustainable and sustainable.

(9)

@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

RISKY NOVAN NGUTRA

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

MASYARAKAT DALAM RANGKA PELESTARIAN

KAWASAN CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP

(11)
(12)

Penguji Luar Komisi

Ujian Tertutup (22 November 2016) 1. Prof. Herman Hidayat. Ph.D

(Tenaga Peneliti Utama Pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI Jakarta)

2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS.

(Guru Besar pada Bidang Kelembagaan dan Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)

Ujian Promosi Doktor (22 Desember 2016) 1. Prof. Herman Hidayat. Ph.D

(Tenaga Peneliti Utama Pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI Jakarta)

2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS.

(13)

Judul Disertasi : Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua

Nama : Risky Novan Ngutra

NIM : P062130011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri. M.Sc Ketua

Diketahui oleh Prof. Dr.Ir. Dudung Darusman. MA

Anggota

Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan. M.Sc.Agr Anggota

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan

Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana. MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Salam Sejahtera untuk kita semua, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala hikmat dan karunia-Nya, sehingga disertasi yang berjudul Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi berupa model serta arahan kebijakan strategi bagi pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop dengan berdasarkan asas lingkungan dan kekayaan sumber daya alam serta menjaga keberlanjutan kawasan ini bagi generasi mendatang.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MS dan Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr, yang masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi;

2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.

3. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan (PSL) yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pelayanan administratif yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan doktor; 4. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya. M.Eng., dan Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho.MS,

sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi doktor;

5. Prof. Herman Hidayat. Ph.D., dan Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS, sebagai penguji luar Komisi pada Ujian Tertutup Program Doktor dan Ujian Promosi Program Doktor;

6. Semua tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL dan ESL SPs IPB.

7. Rektor Universitas Cenderawasih dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberi kesempatan penulis melanjutkan studi program Doktor SPs IPB; 8. Para Kepala Dinas di Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura serta

LSM/stakeholders pemerhati lingkungan yang berpartisipasi selama proses penelitian disertasi ini;

9. Teman-teman kuliah Program Doktor dan Magister PSL angkatan 2013 atas waktu untuk berdiskusi dan bertukar pendapat, kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;

10. Ikatan Mahasiswa Papua di Bogor atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;

11. Charlota Stella Kakisina. ST. M.Si dan Avniel Hizkia Ngutra, istri dan anak tercinta yang selalu setia, sabar menanti dan menemani juga memberikan semangat dan Doa yang tak terputus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan doktor; 12. Bapak Pdt. YM. Ngutra dan Mama Fransina Korwa (Almh) atas cinta dan kasih

sayang serta Doa kepada penulis sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;

(16)

14. Bapak Jannes G Korwa. SE.MM dan Ibu Dr. Elsyan R Marlissa. SE. M.Si serta adik Steny, Christian, Stevi dan Engge atas cinta dan semangat yang tak terputus sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;

15. Mama Josina Korwa, Mama Agustina Korwa, serta kakak dan adik-adik semua di Tanah Papua atas doa, cinta dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;

16. Kakak Deddy R Ngutra ST.MT sekeluarga, adik Michell L Ngutra ST sekeluarga, adik Ester P Korwa atas doa, cinta dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;

17. Kakak Ricky Kakisina sekeluarga dan adik Evi Kakisina sekeluarga atas dukungan doa dan semangat buat penulis sehingga penulis menyelesaikan pendidikan doktor; 18. Keluarga Besar Ngutra-Korwa; Keluarga Besar Kakisina-Marlissa di Tanah Papua

atas dukungan doa dan semangat untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan doktor;

19. Semua pihak yang tidak disebutkan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan doktor;

Tuhan Yesus Memberkati kehidupan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran, penulis harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan disertasi ini.

Bogor, Januari 2017

(17)
(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Kerangka Pemikiran 7

Tujuan Penelitian 10

Manfaat Penelitian 10

Kebaruan (Novelty) 11

2 TINJAUAN PUSTAKA 12

Pengelolaan Sumber daya Alam dalam Pembangunan Wilayah 12

Kawasan Konservasi 15

Teori Hak Kepemilikan dan Rezim Hak Kepemilikan 17

Konsep Kelembagaan 19

Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal 22

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan 23

Masyarakat Lokal 25

Interaksi Masyarakat Lokal dengan Hutan 26

Kearifan Lokal 27

Model 28

Pariwisata / Objek Wisata Alam 29

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat 30

Ketahanan Pangan 31

Penelitian Terdahulu 35

3 METODE PENELITIAN 45

Tempat dan Waktu Penelitian 45

Jenis dan Sumber Data 48

Unit Analisis 48

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 50

Wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura 50

Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop 52

Sejarah Pemanfaatan Lahan di Kawasan CAPC 54

Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian 57

5 AKTIVITAS EKONOMI LOKAL DAN SOSIAL MASYARAKAT 61

Pendahuluan 61

Metode Analisis Data 63

Hasil 69

(19)

Aktivitas Strategi Nafkah Masyarakat 78

Pola Ekonomi Masyarakat di Kawasan CAPC 81

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pola Ekonomi Lokal 85

Kondisi Ketahanan Pangan Masyarakat 92

Pembahasan 96

Ikhtisar 101

6 ANALISIS KEBERLANJUTAN 103

Pendahuluan 103

Metode Analisis Data 105

Hasil 109

Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi 109

Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi 111

Status Keberlanjutan Dimensi Sosial 113

Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan 115

Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi 116

Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan CAPC 118

Faktor Pengungkit 122

Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS 123

Pembahasan 124

Ikhtisar 128

7 MODEL DINAMIK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 130

Pendahuluan 130

Metode Analisis Data 131

Hasil 138

Sub Model Kependudukan 138

Sub Model Lingkungan Fisik 139

Sub Model Kegiatan Ekonomi Masyarakat 140

Pengujian Model 141

Simulasi Skenario Model 142

Analisis Model Skenario Ekonomi Lokal CAPC 149

Pembahasan 152

Ikhtisar 155

8 ARAH PENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN EKONOMI MASYARAKAT 156

Pendahuluan 156

Metode Analisis Data 157

Hasil 159

Variabel Persepsi Masyarakat 159

Arah pengembangan ekonomi lokal masyarakat 165

Pembahasan 169

Ikhtisar 172

9 KONSEPTUALISASI GAGASAN 174

10 SIMPULAN DAN REKOMENDASI 187

Simpulan 187

Rekomendasi 188

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hak-hak yang berkaitan berdasarkan posisi kelompok masyarakat 18

2. Tipe rezim hak pemilikan 19

3. Indeks ketahanan pangan rumah tangga 32

4. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian 48 5. Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk 51

6. Perubahan tutupan hutan di Kawasan CAPC 56

7. Jumlah Anggota Keluarga Responden 58

8. Distribusi Umur Responden 58

9. Tingkat Pendidikan Responden 59

10. Distribusi Profesi/Pekerjaan Responden 59

11. Distribusi daerah asal para responden 59

12. Lama tinggal responden di kawasan CAPC 60

13. Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya 67 14. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga 69 15. Luas lahan yang dikelola oleh rumah tangga di kawasan CAPC 70 16. Luas lahan kebun yang dikelola di kawasan CAPC 71

17. Manfaat dan Fungsi Hutan Pegunungan Cycloops 72

18. Sebaran responden berdasarkan jenis dan tempat berinteraksi 73 19. Nilai ekonomi penukaran pohon Sowang dengan alat tradisional 75 20. Nilai ekonomi pohon Sowang yang diperjualbelikan 76 21. Distribusi struktur penghasilan rumah tangga responden 77 22. Distribusi total pengeluaran keluarga responden 78 23. Variabel yang berpengaruh terhadap pola ekonomi lokal 86 24. Variabel yang berpengaruh setelah pengujian pertama 87 25. Variabel yang berpengaruh setelah pengujian kedua 87

26. Nilai Durbin-Watson 89

27. Tabel atribut dimensi pengembangan ekonomi lokal 105

28. Kategori Penilaian Status Keberlanjutan 106

29. Nilai Indeks Keberlanjutan Multi-Dimensi CAPC 121 30. Faktor pengungkit per-dimensi keberlanjutan Kawasan CAPC 123

31. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan 124

32. Nilai stress dan nilai determinasi (R2) hasil RapCycloop CAPC 124

33. Hasil Validasi Jumlah Penduduk 141

34. Skenario parameter terhadap pelestarian CAPC 143

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran pengembangan ekonomi lokal CAPC 9

2. Mekanisme dampak Pembangunan 25

3. Tipe-tipe model (Hartrisari 2007) 28

4. Peta aktor pengelolaan CAPC 44

5. Lokasi Penelitian 45

6. Struktur Tujuan, metode, variabel analisis dan Output penelitian 48 7. Peta Wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura 50 8. Peta Lokasi Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop 53 9. Kurva distribusi normal penghasilan/pengeluaran rumah tangga 64

10. Histogram Interaksi Responden ke CAPC 88

11. Tingkat Status Ketahanan Pangan 93

12. Tingkat Status Kerawanan Pangan 94

13. Tingkat Status Kemiskinan Masyarakat 95

14. Konsep pengetahuan lokal pengelolaan kawasan CAPC 97

15. Garis dalam Indeks Keberlanjutan 106

16. Tahap penentuan nilai indeks keberlanjutan 107

17. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi kawasan CAPC 110 18. Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi 111 19. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan CAPC 111 20. hasil analisis leverage pada dimensi ekonomi 112 21. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial kawasan CAPC 113 22. hasil analisis leverage pada dimensi sosial 114 23. Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan kawasan CAPC 115 24. hasil analisis leverage pada dimensi kelembagaan 116 25. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi kawasan CAPC 117 26. hasil analisis leverage pada dimensi teknologi 118 27. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multi-dimensi 120 28. Nilai indeks keberlanjutan multi-dimensi kawasan CAPC 122

29. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999) 132

30. Analisis kebutuhan dalam sistem dinamik CAPC 134

31. Diagram input output sistem CAPC 136

32. Causal Loop Diagram CAPC 137

33. Model dinamik sub model penduduk CAPC 139

34. Model dinamik sub model lingkungan fisik CAPC 140 35. Model dinamik sub model kegiatan ekonomi masyarakat 141 36. Grafik perbandingan penduduk aktual dan penduduk hasil simulasi 142 37. Grafik Luas Kerusakan Hutan CAPC & Laju Rehabilitasi 143 38. Grafik hasil simulasi skenario tanpa intervensi 145

39. Hasil simulasi skenario pesimis 145

40. Hasil simulasi skenario moderat 146

41. Hasil simulasi skenario moderat 147

42. Hasil simulasi skenario Optimis 148

(22)

45. Persepsi masyarakat terhadap kondisi kawasan CAPC 160 46. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kawasan CAPC 161 47. Persepsi masyarakat terhadap penurunan kualitas CAPC 162 48. Persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum di CAPC 163

49. Sikap masyarakat di sekitar kawasan CAPC 163

50. Motif pemanfaatan sumber kayu di kawasan CAPC 164 51. Motif masyarakat dalam pemanfaatan sumber air 165

52. Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan CAPC 170

53. Kawasan Ekonomi Preserfasi ―Bird Wacrhing - Cendewasih 181

54. Konsep ―Lacing Model‖ 183

55. Model Pengembangan Ekonomi Masyarakat ―MADU-CYCLOOP‖ 186

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kondisi Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop 203

2. Kondisi Eksisting Kawasan CAPC 204

3. Kondisi Eksisting Kawasan CAPC 205

4. Hasil Uji Multikolinearitas 204

5. Hasil Uji Heteroskedastisitas. 204

6. Model dan Tabel ANOVA 205

(23)
(24)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan pembangunan ekonomi dari suatu daerah pada hakekatnya adalah mewujudkan keadaan yang lebih baik serta dilakukan secara bersama dan berkesinambungan, dengan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan menjunjung nilai kesejahteraan. Proses pembangunan ekonomi bertujuan memacu dan meningkatkan pemerataan pembangunan di setiap sektor serta outputnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Proses dari kegiatan ini merupakan aktivitas ekonomi yang dilakukan baik pemerintah dan masyarakat disebuah daerah.

Upaya mendorong peningkatan pembangunan ekonomi di berbagai daerah, pemerintah melakukan kegiatan berupa partisipasi, prakarsa dan kreativitas dalam pembangunan ekonomi masyarakatnya. Selain itu, pemerataan hasil pembangunan ditingkatkan di seluruh daerah yang memanfaatkan potensi dan keanekaragaman daerah. Pemerintah pusat telah mengeluarkan suatu kebijakan untuk proses pembangunan ekonomi yang hendak dicapai pada daerah di Indonesia berupa otonomi kepada daerah melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain Undang-undang yang mengatur daerah otonom untuk berkembang melalui otonominya, pemerintah pusat melalui UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sudah sangat jelas bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur dan menata perekonomian dan melakukan pembangunan daerahnya masing-masing.

Isi mengenai aturan tentang otonomi daerah sebenarnya telah jelas, bahwa hak dan wewenang bagi daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa daerah, dilaksanakan oleh aparatur daerah dan dibiayai dengan pendapatan daerah bersangkutan (Kaho 1998 dalam Safi‘i 2007).

Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan daerah, sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas adalah kebijakan kemandirian ekonomi secara lokal. Kebijakan kemandirian ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal secara mandiri (Wiranto, 2004). Menurut teori pembangunan, program-program pembangunan yang hendak dilakukan di suatu wilayah tertentu harus didasarkan pada kondisi objektif wilayah atau kawasan yang bersangkutan.

(25)

dan (d) Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian fungsi hutan.

Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Provinsi Papua tahun 2008 mengatakan bahwa Provinsi Papua memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan bila dikelola dengan baik dan benar, dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Papua. Proses pengelolaan sumber daya alam di tanah Papua mempunyai tujuan utama adalah mewujudkan kemandirian ekonomi bagi rakyat Papua, khususnya orang asli Papua, yang berorientasi pada pasar sebagai bagian dari perekonomian nasional, regional dan global yang mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan perekonomian rakyat di Provinsi Papua. Proses pengelolaan sumber daya alam yang mandiri, memberikan peluang agar masyarakat Papua mampu beradaptasi dan bersaing dalam ekonomi pasar, serta membangun jiwa kewirausahaan bagi orang asli Papua. Pemberdayaan ekonomi bagi rakyat Papua secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya orang asli Papua yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua nomor 25 tahun 2013 mengatakan bahwa dalam rangka penyelengaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat khususnya orang asli Papua, secara berkeadilan dan tercapainya kemajuan, pemenuhan serta perlindungan hak asasi manusia maka perlu dikembangkan dan di jalankan berdasarkan prinsip pengelolaan pemerintahan daerah yang baik.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, diperlukan upaya dan kerja nyata untuk menggali potensi pengembangan ekonomi berbasis sumber daya lokal. Potensi luar biasa yang dimiliki oleh tanah Papua, dapat meliputi sumber daya mineral, sumber daya kehutanan, perkebunan, tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perikanan dan kelautan. Selain itu potensi yang dimiliki oleh tanah Papua dapat diusahakan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat antara lain budaya adat istiadat serta objek-objek wisata yang baik di tanah Papua. Bagi wilayah otonom yang kaya akan sumber daya ekonomi potensial akan menjadi lebih mudah dalam menciptakan produk ekonomi unggulan, namun bagi wilayah marginal, baik dari sisi keterbatasan kondisi fisik maupun sumber daya manusia diperlukan upaya kerja keras, kreatif, inovatif, serta mendapat dukungan baik dari masyarakat dan pemerintah untuk menggali potensi ekonomi unggulan.

Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) yang berada di wilayah Jayapura Provinsi Papua, merupakan kawasan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dengan fungsi ekologis yang penting bagi kehidupan manusia. Pegunungan Cycloop merupakan pegunungan yang membujur di sebelah Utara Jayapura pada koordinat 2025‘ - 2034‘ LS dan 140024‘ - 140043‘ BT. Kawasan sebagai cagar alam ditetapkan sejak tahun 1987 dan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.782/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 luas kawasan ± 31.480 hektar (BKSDA Papua, 2013). Tujuan pokok pengelolaan kawasan CAPC adalah untuk terjaminnya kelestarian kondisi lingkungan, serta potensi kawasan tersebut dengan pemanfaatan yang optimal. Kawasan CAPC memiliki kekayaan alam yang cukup tinggi, berupa sumberdaya alam hayati dan ekosistem, serta gejala alam yang secara umum berfungsi untuk kepentingan wisata alam, perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan keunikan alam.

(26)

terhadap sumber daya alam, baik untuk kepentingan kehidupan sehari-hari maupun peningkatan pendapatan daerah, mengalami tekanan dan ancaman yang serius. Kondisi tersebut sebenarnya telah dilakukan penanganan untuk mengurangi tekanan dan ancaman melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan Pemerintah Kota Jayapura. Tindakan nyata yang telah dilakukan adalah membuat regulasi dalam peraturan daerah dan kebijakan guna melindungi dan menahan laju kerusakan pada Cagar Alam Pegunungan Cycloop serta membangun kerja sama dengan masyarakat adat yang tinggal dan mendiami disekitar kawasan cagar alam tersebut.

Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar terutama kawasan hutan yang masih cukup luas. Secara formal kawasan cagar alam tidak dapat digunakan untuk kegiatan baik pertanian, perkebunan maupun kegiatan budi daya lainnya. Data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura (2013) menunjukkan ± dari 5.000 warga atau sekitar 2.500 kepala keluarga yang bermukim di sekitar kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Pada kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop terdapat masyarakat adat yang telah lama mendiami kawasan ini, mereka adalah masyarakat adat Sentani, masyarakat adat Mooi, masyarakat adat Tepera, masyarakat adat Ormu dan masyarakat adat Numbay/Humbolt. Masyarakat adat telah memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam berdasarkan aturan dan pengetahuan adat istiadat secara turun temurun.

Menurut Hidayat (2014) mengenai Peraturan Pemerintah no 44 Tahun 2004 tentang Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Daerah Khusus no. 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Lestari, mengkategorikan bahwa Pegunungan Cycloop dan Danau Sentani yang termasuk dalam kawasan hutan konservasi, yang merupakan aset sumber daya hutan berharga bagi wilayah Kotamadya Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Menurut Hidayat (2014) ada dua alasan rasional dalam konteks ini. Pertama, Pegunungan Cycloop berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan penyangga sehingga kelestariannya harus dijaga. Hal ini terkait dengan fungsi strategis kawasan konservasi Pegunungan Cycloop sebagai pensuplai utama sumber daya air bagi keberadaan Danau Sentani yang berada di hilir. Kedua, eksistensi Danau Sentani sebagai ecoturisme (wisata alam) dapat menarik banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga berpotensi sebagai sumber pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Dengan alasan itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara kawasan Pegunungan Cycloop yang berfungsi strategis seperti penyuplai air dari hulu ke hilir, yakni ke Danau Sentani sebagai kawasan objek wisata (eco-turisme) dan tempat budidaya berbagai jenis ikan yang dapat menambah penghasilan masyarakat adat.

Pengelolaan kawasan diperlukan keterlibatan yang nyata dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang ada di sekitar kawasan CAPC dan diperlukan dukungan penuh dari pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, karena LMA sendiri merupakan lembaga organisasi lokal yang diberi mandat oleh masyarakat untuk mengurus dan mengatur kepentingan adat, serta selanjutnya hasil mandat pada setiap suku akan disampaikan kepada pemerintah. Keterlibatan LMA dalam pengelolaan kawasan sejalan dengan keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 152 tahun 1999 tentang Pembentukan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) serta keterlibatanya dimaksud sebagai wadah partisipasi dan pemusyawaratan masyarakat adat.

(27)

adat. Hal ini berimplikasi pada kerja sama yang masih lemah antara pemerintah daerah dengan masyarakat adat setempat. Kerja sama yang masih lemah tersebut menjadi dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut dengan kebutuhan prioritas mereka. Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang masuk ke sekitar kawasan CAPC dan menempati kawasan ini berimplikasi terhadap pembukaan lahan-lahan ilegal untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Kondisi ini pula ditandai dengan dilanggarnya hak-hak adat penduduk adat/lokal yang berada sekitar kawasan CAPC, pelanggaran yang dimaksud meliputi:

1) Adanya pelanggaran hak-hak penduduk asli dalam kaitannya dengan eksploitasi sumber daya alam, seperti hutan adat dan tempat-tempat keramat yang dimiliki oleh masyarakat adat yang dilakukan oleh masyarakat pendatang tanpa dibatasi oleh pemerintah setempat.

2) Diabaikan atau kurang perhatian dari pemerintah daerah mengenai keputusan-keputusan yang diambil oleh peradilan oleh masyarakat adat. Hal ini terkait erat dengan keputusan peradilan masyarakat adat atas kepemilikan hak atas tanah dan penyelesaian antar suku di sekitar kawasan CAPC.

Berkaitan dengan latar belakang tersebut, penelitian ini akan merancang model serta memberikan alternatif mengenai pengembangan ekonomi berwawasan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berbasis pada masyarakat adat. Obyek yang akan diteliti meliputi keadaan sosial – ekonomi masyarakat dan aspek lingkungan serta perangkat pengambil kebijakan di Kabupaten dan Kota Jayapura, melalui proses identifikasi permasalahan, verifikasi dan validasi pada berbagai stakeholders/aktor di sekitar kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, sehingga arahan pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam rangka pelestarian kawasan Cagar Alam dapat berkelanjutan dan berkesinambungan.

Perumusan Masalah

Bertambahnya jumlah penduduk yang dibarengi dengan peningkatan akan kebutuhan sandang, pangan dan perumahan berimplikasi pada bertambahnya permintaan akan ruang dan lapangan pekerjaan. Dengan minimnya kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budi daya dengan total penggunaan lahan di kawasan CAPC sebesar 10,70%, tekanan penduduk terhadap kawasan lindung menjadi bertambah besar (Lampiran 1). Dengan luasan sebesar ± 500 ha dari luasan kawasan penyangga yang dapat dikelola oleh rumah tangga memang belum mengindikasikan tekanan yang cukup berarti bagi keberlanjutan sumber daya alam, namun seiring dengan berjalannya waktu, tekanan terhadap kawasan CAPC kemungkinan menjadi bertambah besar.

Di sisi lain, kekayaan alam yang terkandung di dalam kawasan CAPC menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk masuk dan melakukan aktivitas yang dapat mengganggu fungsi kawasan. Akibatnya, konflik pemanfaatan ruang serta tumpang tindih peruntukan penggunaan lahan merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi. Ruang yang seharusnya dijadikan kawasan lindung dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian, pemukiman, dan/atau untuk peruntukan lainnya.

(28)

atau daerah. Kerusakan lingkungan membuat perubahan pola sosial masyarakat berubah dan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat yang berada disekitar hutan. Dharmawan, (2007) menyatakan bahwa dampak perubahan akan terjadi pada masyarakat yakni dengan adanya konflik sosial, memudar/menguatnya kelembagaan serta melemahnya atau menguatnya jaringan pada lembaga berdasarkan perubahan sumberdaya alam dan lingkungan. Pola kehidupan masyarakat yang melakukan kegiatan perambahan hutan, disebabkan oleh adanya tuntutan kebutuhan hidup serta pemenuhan terhadap ekonomi yang semakin hari semakin meningkat. Kehidupan ini akhirnya mengubah kehidupan sosial rumah tangga yang harus mencari makan di luar kebiasaan dan untuk mendapatkannya perlu untuk bekerja di luar kebiasaan yang ada, pola ini akan berubah menjadi bentuk keterpurukan dan kemiskinan. Bentuk lain hubungan ini yaitu kerusakan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Hal ini misalnya terjadi pada tempat yang mengalami bencana seperti longsor dan banjir karena kerusakan lingkungan. Akibatnya, masyarakat mengalami kerugian material dan berdampak pada kehidupan. Petani, misalnya tentu akan mengalami kerugian luar biasa apabila terjadi banjir dan akhirnya mengalami kesulitan ekonomi.

Pengelolaan kawasan CAPC melalui konservasi merupakan bagian integral pembangunan wilayah. Pengembangan manfaat ekonomi harus dibarengi dengan pemantapan keutuhan kawasan konservasi. Namun demikian, pada saat ini, kedua hal tersebut sulit di jalankan mengingat apa yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Terdapat fenomena yang menarik dengan persepsi yang positif yang tidak dibarengi dengan perilaku yang positif, dengan masih terdapatnya sebagian masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan ilegal. Aktivitas ekonomi di dalam kawasan CAPC dilakukan oleh masyarakat dan telah berlangsung lama. ―Perambahan kawasan hutan disebabkan oleh faktor kebutuhan atau sosial ekonomi masyarakat, bukan faktor fisik lahan‖ (Sulistyo et al. 2001).

Tekanan yang paling nyata di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah perubahan penggunaan lahan, kondisi tersebut dapat di lihat lewat pemanfaatan atau pembukaan hutan menjadi lahan pertanian yang berada di daerah penyangga dari kawasan CAPC. Dari total luasan lahan yang dimiliki oleh kawasan cagar alam terdapat jalur hijau seluas ±2304.21 Ha. Total luasan kawasan jalur hijau, Distrik Jayapura Utara memiliki luasan jalur hijau terbesar seluas 89.89 % dari total luasan tersebut. Pola perubahan penggunaan lahan menjadi fungsi budi daya di daerah penyangga menjadi tidak terkontrol, hal ini yang mengakibatkan sebagian daerah di kawasan penyangga telah berubah bentuknya (lampiran 1). Tekanan tersebut terwujud sebagai lahan kritis yang tersebar di sebagian besar kawasan penyangga dan sebagian di dalam kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Lahan kritis pada awalnya terbentuk oleh proses alamiah, tetapi dengan adanya peningkatan populasi penduduk di sekitar kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, lahan kritis berkembang dan berubah akibat aktivitas atau ulah manusia. Lampiran 2 menunjukan kondisi eksisting pada kawasan CAPC, kondisi lahan sangat kritis yang berada di kawasan CAPC cukup luas dari total luasan kawasan hijau di CAPC.

(29)

berhasil mewancarai beberapa para ahli lingkungan, kehutanan, dan perencana sarana perkotaan, diperoleh informasi bahwa kerusakan ekosistem Pegunungan Cycloop yang berada di hulu berkorelasi dengan terjadinya banjir dan tanah longsor di beberapa lokasi. Hal itu mengakibatkan rusaknya berbagai infrastruktur di Kota Sentani.

Cycloop merupakan nama yang diberikan oleh seorang tentara kolonial. Cycloop atau Robong Holo mempunyai makna yang berarti daerah atau hutan air (bahasa Sentani). Secara psikis nama ini bertujuan membangkitkan niat menjaga daerah Pegunungan Robong Holo dari kerusakan hutan yang berdampak terhadap siklus air. Cagar Alam Pegunungan Cycloop ditetapkan menjadi sebuah kawasan yang dilindungi dan dibatasi dalam penggunaannya, dengan maksud agar kedepannya alam dan lingkungan dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara terus menerus. Selain itu dapat bermanfaat sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi kehidupan. Kawasan Pegunungan Cycloop terdapat berbagai jenis tumbuhan, hewan endemik dan serangga khas Papua. Sayangnya, dari waktu ke waktu, cagar alam ini semakin berada diambang ―tutup usia‖.

Masalah yang terjadi di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, telah dirasakan memasuki paruh waktu tahun 2000an. Arus jumlah penduduk yang semakin meningkat di sekitar kawasan cagar alam, yang diikuti dengan peningkatan jumlah rumah, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan yang mengakibatkan kawasan hutan yang berada di lokasi sekitar kawasan cagar alam telah dieksploitasi dan peralihan fungsi hutan ke bentuk yang menuju pada kerusakan alam dan lingkungan. Hal ini yang mengakibatkan perubahan dan kerusakan hutan di sekitar kawasan Pegunungan Cycloop yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Selain permasalahan yang telah diungkapkan di atas, ternyata pemerintah pusat yang di wakili oleh pemerintah daerah belum menemukan formulasi yang baik untuk menahan laju kerusakan dan perambahan hutan di Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Selain itu identifikasi mengenai pengelolaan kawasan yang telah dilakukan oleh LMA pada kawasan CAPC seperti Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), pengelolaan berwawasan ekowisata yang berlokasi di sekitar kawasan CAPC serta pengelolaan hutan yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) telah dilakukan tetapi belum menemui hasil yang baik bagi pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

Dari permasalahan di kawasan CAPC dan daerah sekitar kawasan cagar alam menunjukan akan semakin menurunnya kualitas alam dan lingkungan. Selain pengelolaan kawasan yang belum terpadu, kualitas sumber daya manusia yang belum sadar akan lingkungan dan pengelolaan yang baik serta tingkat ekonomi masyarakat lokal (adat) maupun masyarakat pendatang yang berada di sekitar kawasan cagar alam juga tidak menunjukan kondisi yang baik dari sisi ekonomi. Dari beberapa permasalahan yang terjadi di dalam kawasan cagar alam ini, penulis memfokuskan penelitian ini pada beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi aktivitas ekonomi lokal dan sosial masyarakat yang berbasis pelestarian kawasan cagar alam?

2. Menganalisis nilai keberlanjutan dari kawasan Pegunungan Cycloop?

3. Bagaimana membangun model pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam pelestarian lingkungan?

(30)

Kerangka Pemikiran

Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) merupakan kawasan cagar alam dan merupakan potensi bagi pendukung pembangunan pada daerah Kabupaten dan Kota Jayapura. Kawasan Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai kawasan cagar alam yang memiliki ketetapan hukum berdasarkan Undang-undang dengan tujuan utama untuk mempertahankan siklus hidrologi dan iklim mikro pada kedua wilayah pemerintahan tersebut (mengingat 90% daerah aliran sungai di kedua wilayah berhulu di CAPC). Selain itu dengan status sebagai kawasan cagar alam akan mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan fauna tropika yang beberapa di antaranya termasuk golongan endemik (Dinas Kehutanan Kabupaten dan Kotamadya Jayapura, 2013). Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa CAPC mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis di wilayah Jayapura. Kerusakan atau degradasi kawasan CAPC akan berdampak negatif pada sistem ekologi di wilayah Jayapura dan selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat ke arah negatif.

Keberadaan CAPC selain memberikan manfaat fisik (hidrologis, stabilisasi iklim, habitat vegetasi dan satwa maupun mempertahankan siklus/degradasi hara tanah) juga memiliki potensi yang penting ditinjau dari sisi ekologi, sosial ekonomi serta budaya masyarakat adat. Namun demikian dalam pengelolaan saat ini masih dijumpai permasalahan pokok yang merupakan potensi menuju pada titik kerusakan jika tidak ditangani secara serius. Isu kerusakan yang akan terjadi pada kawasan CAPC terdiri atas permasalahan kawasan yakni perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, penggembalaan ternak maupun tumpang tindih kawasan untuk kepentingan lain (jalan raya) dan permasalahan pengelolaan yang terdiri atas masalah institusional, sumber daya manusia, sarana/prasarana, data base yang minim, pendanaan maupun masalah teknis lainnya (Dinas Kehutanan Kabupaten dan Kota Jayapura, 2013).

Berkenaan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka kerangka pemikiran dalam penyusunan model pengembangan ekonomi lokal masyarakat di kawasan CAPC didasarkan pada dua sasaran utama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pengembangan ekonomi lokal dan mempertahankan kelestarian daya dukung lingkungan dan sumber daya hutan CAPC. Dari dua sasaran akan dilakukan penelaah secara komprehensif terhadap aspek biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan masyarakat adat pada kawasan CAPC. Pada aspek kelembagaan adat, dilakukan analisis mengenai kebijakan menyangkut lembaga pengelola adat, peraturan perundangan dan aturan adat yang berlaku dipadukan dengan pengelolaan oleh pemerintah daerah serta akses masyarakat adat maupun pendatang terhadap sumberdaya alam di kawasan CAPC. Pada aspek biofisik dikaji perubahan biofisik CAPC berkenaan dengan terjadinya interaksi masyarakat. Sementara itu aspek sosial ekonomi, dilakukan kajian terhadap konsep pengembangan ekonomi lokal masyarakat dengan segala entitasnya yang menyangkut ekonomi, sosial, dan kelembagaan masyarakat adat dan masyarakat pendatang.

(31)

ekonomi (termasuk masyarakat di kawasan CAPC). Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola pikir dan pola tindak dari masyarakat (termasuk gaya hidup). Semua ini tentunya akan berimplikasi terhadap upaya pemenuhan kebutuhan yang tidak hanya primer, tetapi juga sekunder dan tersier. Jika kebutuhan ini tidak dapat ditutupi oleh penghasilan keluarga dari sumber luar kehutanan, maka akan mengakibatkan tekanan yang semakin berat terhadap sumber daya hutan. Artinya, eksploitasi sumber daya hutan akan semakin meningkat. Di satu sisi ketergantungan terhadap keberadaan hutan akan menjadi insentif bagi masyarakat untuk memeliharanya, yang didasarkan pada berbagai kearifan lokal yang diyakini secara turun temurun. Namun di sisi lain, akibat desakan kebutuhan yang semakin meningkat serta adanya tekanan dari luar (jumlah penduduk pendatang) akan menjadi pemicu perambahan hutan. Peraturan perundangan yang berlaku memang memberikan akses kepada masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan hutan (termasuk memanfaatkan hasil hutan), namun harus mematuhi berbagai ketentuan dan rambu-rambu yang berlaku.

Dengan demikian, akses dan peluang yang tersedia serta tuntutan dari berbagai kebutuhan menjadi pemicu bagi masyarakat dengan segala entitasnya untuk berinteraksi (motif ekonomi) dengan kawasan hutan. Di samping itu, faktor eksternal yang mendorong tinggi-rendahnya interaksi masyarakat dengan kawasan hutan (pengambilan hasil hutan berupa kayu) disebabkan oleh permintaan kayu (untuk keperluan bangunan) mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Kondisi ini merupakan pemicu terjadinya eksploitasi sumber daya hutan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan daya regenerasinya yang pada akhirnya menimbulkan degradasi pada kawasan cagar alam.

Dari uraian tersebut, perlu dilakukan pengkajian secara cermat dan komprehensif guna merumuskan model pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam rangka pelestarian sumber daya alam dan lingkungan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Model yang dirumuskan disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing lokasi (spesifik lokasi) dengan mempertimbangkan aspek biofisik, kelembagaan, dan sosial ekonomi masyarakat (Gambar 1).

(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengembangan ekonomi lokal CAPC

Keseimbangan/ Harmonisasi dan Ketahanan pada aspek Ekonomi, Sosial, dan Ekologi bagi masyarakat di kawasan CAPC

Model Pengembangan Ekonomi lokal Masyarakat dalam rangka pelestarian kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Perubahan Pengelolaan

melalui model yang dihasilkan

a. Aktivitas ekonomi lokal dan sosial masyarakat di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop b. Nilai keberlanjutan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop

c. Perbaikan kawasan melalui model pengembangan ekonomi lokal

d. Arah pengembangan dan kebijakan bagi ekonomi masyarakat di kawasan CAPC Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lokal

lokal masyarakat berbasis sumber daya alam dan lingkungan

Pengembangan kawasan CAPC Berkelanjutan

Faktor-Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal: - Tidak konsisten terhadap

kebijakan yang diambil

b. Penebangan pohon di dalam kawasan CAPC c. Penambangan Galian C diareal CAPC d. Perburuan hewan liar dan tumbuhan

2. Jumlah penduduk miskin yang masih bergantung pada SDA CAPC 3. Pola mata pencaharian penduduk yang belum tetap

4. Batas Hak Ulayat adat belum jelas dengan batas cagar alam 5. Pembanguan Pemukiman penduduk di kawasan CAPC 6. Pelepasan Tanah Adat kepada pihak Luar (pendatang) 7. Informasi yang terbatas pentingnya CAPC manusia

8. Aturan dalam penegakan pengelolaan yang belum maksimal 9. Kelembagaan SDM yang belum tertata dengan baik.

Konsep Pengelolaan Hutan Secara Adaptif (Adaptive Forest Management)

Peran Aktor: Pemda, Masyarakat, LSM

(33)

Tujuan Penelitian

Dari beberapa permasalahan yang terjadi pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloop, tujuan penelitian secara umum adalah mengkaji pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam rangka pelestarian kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

Dari tujuan secara umum yang akan di analisis, maka objek yang akan diteliti dalam tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi aktivitas ekonomi lokal dan sosial masyarakat di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

2) Mengukur nilai keberlanjutan dari kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. 3) Membangun model pengembangan ekonomi lokal masyarakat yang berwawasan

lingkungan.

4) Menganalisis arah pengembangan dan kebijakan bagi ekonomi lokal masyarakat dalam upaya pelestarian kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta masukan yang bermanfaat bagi:

1. Ilmu pengetahuan: Sebagai sumbangan pemikiran tentang wilayah pengembangan ekonomi berwawasan lingkungan di kawasan cagar alam yang terintegrasi dengan faktor ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masyarakat adat.

2. Masyarakat Lokal: memberikan masukan dan arahan bagi masyarakat adat yang mendiami sekitar kawasan cagar alam pegunungan Cycloop. Sehingga masyarakat adat dengan mandiri dapat membangun ekonomi mereka secara lokal yang berwawasan pada lingkungan.

3. Pemerintah: Diperolehnya gambaran komprehensif mengenai kondisi pengembangan ekonomi lokal bagi masyarakat di kawasan cagar alam dalam dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan peran adat.

4. Akademisi: menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan kawasan hutan yang di dalamnya terdapat pola interaksi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.

5. LSM: Masukan bagi lembaga-lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang lingkungan terutama bagi perlindungan keanekaragaman hayati serta kehidupan masyarakat.

(34)

Kebaruan (Novelty)

Kebaruan (novelty) dari penelitian ini terletak pada analisis komprehensif terhadap sebuah kawasan cagar alam yang telah ditetapkan menjadi kawasan lindung tetapi pada masa mendatang kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) tetap mengakomodir kehadiran masyarakat adat serta masyarakat pendatang untuk tetap melakukan kegiatan disekitar kawasan maupun di dalam kawasan yang memanfaatkan sumber daya alam yang telah ditentukan secara kelembagaan baik antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan masyarakat adat maupun masyarakat pendatang yang berada di sekitar kawasan cagar alam sebagai bagian untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat serta upaya untuk melestarikan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop secara menyeluruh.

Metode/pendekatan (approach) yang holistik dan terpadu digunakan untuk menggali persoalan yang mendasar dalam proses pengembangan kehidupan masyarakat melalui kegiatan ekonomi berbasis masyarakat lokal di kawasan cagar alam. Metode yang dimaksud adalah telaahan secara komprehensif terhadap teori akses sumber daya alam melalui aspek sosial-ekonomi, aspek biofisik, aspek kelembagaan masyarakat lokal dan aspek kebijakan yang penting bagi pengelolaan kawasan CAPC.

(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini menguraikan dan menjelaskan konsep dan teori yang mendukung atau berkaitan dengan permasalahan penelitian. Setiap uraian konsep dan teori yang tertual dalam bab ini, akan menjawab setiap permasalahan dari pokok penelitian di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.

Pengelolaan Sumber daya Alam dalam Pembangunan Wilayah

Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata ―management‖ yang kemudian di

Indonesia-kan menjadi manajemen atau menejemen. Dalam kamus bahasa indonesia (KKBI. 2015) disebutkan bahwa pengelolaan berarti proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Hissom (2009) menjelasakan bahwa ―Management is the organizational process that includes strategic planning, setting objectives, managing resources, deploying the human and financial assets needed to achieve objectives, and measuring results. Management also includes recording and storing facts and information for later use or for others within the organization. Management functions are not limited to managers and supervisors‖.

Sumber daya alam memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber daya alam yang ada dan melimpah merupakan modal dasar pembangunan suatu wilayah. Kerusakan dan kepunahan sumber daya alam yang ada akan berdampak negatif bagi pembangunan, menurunkan kualitas lingkungan, dan akhirnya merugikan bagi masyarakat. Oleh karena itu sumber daya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan menerapkan konservasi sumber daya alam sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah.

Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain-lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Tanpa udara dan air misalnya, manusia tidak dapat hidup. Demikian pula sumber daya alam yang lain seperti hutan, ikan dan lainnya merupakan sumber daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya alam yang tidak baik akan berdampak buruk. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri (Fauzi, 2004).

(36)

(2004), misalnya mendefinisikan sumber daya antara lain sebagai: (1) kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu, (2) sumber persediaan, penunjang atau bantuan, (3) sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang.

Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes (1989) mendefinisikan sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Rees (1990) lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria yang pertama yaitu harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya yang kedua adalah harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut (Fauzi. 2004).

Dengan demikian dalam pengertian ini definisi sumber daya terkait dengan kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini maupun mendatang bagi umat manusia. Selain dua kriteria di atas, definisi sumber daya juga terkait pada dua aspek, yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Pengertian sumber daya sendiri dalam ilmu ekonomi sudah dikenal sejak beberapa abad lalu. Ketika Adam Smith, bapak ekonomi menerbitkan buku ―Wealth of Nation‖-nya pada tahun 1776, konsep sumber daya sudah digunakan dalam kaitannya dengan proses produksi. Dalam pandangan Adam Smith, sumber daya diartikan sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output.

Pengertian sumber daya pada dasarnya mencakup aspek yang jauh lebih luas. Dalam literatur sering dinyatakan bahwa sumber daya memiliki nilai ―intrinsic‖. Nilai

intrinsic adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya, terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak, atau lebih ekstrem lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Dalam ilmu ekonomi konvensional, nilai intrinsik ini sering diabaikan sehingga menggunakan alat ekonomi konvensional semata untuk memahami pengelolaan sumber daya alam sering tidak mengenai sasaran yang tepat.

Terdapat beberapa paham (ideologi) berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, namun menurut Chiras dan Reganold (2005) terdapat empat, yaitu eksploitasi, preservasi, pendekatan utilitarian, dan pendekatan ekologi atau keberlanjutan (sustainable). Eksploitasi merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada manusia (a human-centered approach) yang mengasumsikan bahwa sumber daya yang ada sebaiknya dipergunakan se-intensif mungkin guna memperoleh manfaat tertinggi bagi manusia (sumber daya yang ada memiliki suplai yang tak terbatas dan keberadaannya hanya untuk kepentingan manusia). Paham ini berkembang pada tahun 1800-an di Eropa dan Amerika dan diadopsi oleh beberapa negara berkembang dan terbelakang pada awal masa kemerdekaan mereka. Kelestarian, hanya sedikit sekali mendapat perhatian.

(37)

Pendekatan utilitarian dan keberlanjutan merupakan pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang menekankan pada hasil yang berkelanjutan. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui sebaiknya dikelola sedemikian rupa sehingga sumber daya tersebut tidak habis. Sumber daya yang telah dipanen atau diambil harus diganti, baik dengan membiarkannya terjadi secara alami maupun melalui stimulasi tertentu. Melindungi sumber daya melalui pemanenan pada laju/level yang tetap memungkinkan keberlanjutannya pada jangka waktu lama membutuhkan banyak pertimbangan dan pemahaman mengenai pengelolaan yang lebih baik. Dalam hal ini, pemahaman yang baik tentang ekologi akan sangat membantu (Chiras dan Reganold, 2005).

Ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pendekatan ekologi dalam mengelola sumber daya alam mengandung makna bahwa sumber daya alam seperti tanah, air, hewan liar, ikan, dan hutan digunakan sedemikian rupa sehingga menjamin kesehatan (health) dan vitalitasnya (vitality) dalam jangka panjang. Pendekatan ekologi dalam mengelola sumber daya alam membutuhkan cara pandang (view) ke depan/jangka panjang ( long-term). Sebagai contoh, sebuah hutan bukan hanya dilihat sebagai sumber kayu, tetapi juga memiliki nilai lain seperti sebagai habitat hewan liar, sumber plasma nutfah, keindahan alam, serta pengendali erosi dan banjir (Chiras dan Reganold, 2005).

Kapasitas daya dukung (carrying capacity) merupakan bagian dari kunci pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan aspek ekologi dan/atau ekosistem. Kapasitas daya dukung diartikan sebagai kemampuan ekosistem untuk mendukung populasi suatu spesies atau organisme yang hidup di dalamnya. Kapasitas daya dukung ditentukan oleh ketersediaan sumber daya dan kemampuan ekosistem dalam mengadsorpsi limbah, yang diketahui sebagai fungsi sumber (source) dan sink (Barbier, 2005; Chiras dan Reganold, 2005). Sebagai source karena merupakan sumber dari berbagai materi atau modal yang dibutuhkan untuk proses produksi dan konsumsi, dan sebagai sink karena merupakan tempat dengan limbah hasil aktivitas produksi dan konsumsi kembali. Pengabaian terhadap kapasitas sumber daya alam akan menurunkan fungsinya. Dampak akhir yang mungkin ditimbulkan adalah penurunan tingkat pemenuhan kebutuhan manusia, yang berarti penurunan tingkat kesejahteraannya (welfare) (Barbier, 2005).

Seiring dengan berjalannya waktu, manusia sebagai subjek dari pembangunan memanfaatkan sumber daya alam untuk kelangsungan hidupnya, mengalami peningkatan dalam hal kuantitas dan kualitas. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Di sisi lain, sumber daya alam sebagai bahan pemenuh kebutuhan mengalami pertumbuhan yang tidak sebanding, baik dalam skala jumlah maupun mutunya. Eksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek kelestarian sumber daya alam dan kepentingan generasi yang akan datang sering dilakukan oleh sekelompok manusia pada generasi sekarang. Pemenuhan kebutuhan manusia disatu sisi menyebabkan penurunan stok (scarcity) sumber daya di sisi lain. Degradasi sumber daya alam merupakan proses alam yang terjadi akibat dari aktivitas tersebut (Rustiadi, 2004).

(38)

hulu baru disadari. Konservasi sumber daya alam perlu mendapat dukungan dari semua pihak mengingat rumitnya pengelolaan sumber daya alam terkait karena banyaknya pihak serta sistem yang terlibat/terkait.

Aspek kelestarian sumber daya alam menjadi penting dalam pembangunan karena sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar (naturan capital) pembangunan wilayah, di samping tiga modal yang lain, yaitu sumber daya manusia (human capital), sumber daya buatan/infrastruktur (man-made capital) dan modal sosial (social capital). Pengembangan wilayah merupakan penggunaan menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu wilayah. Konsep pembangunan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor, serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Rustiadi et al.

2006).

Kawasan Konservasi Kategorisasi Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi adalah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya), dan taman buru. Ciri khas masing-masing kategori kawasan konservasi tersebut beserta jumlah dan luasannya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Cagar alam (CA), merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Jumlah cagar alam saat ini adalah sebanyak 245 unit dengan luas 4.605.059,88 ha.

b. Suaka margasatwa (SM), merupakan kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Jumlah suaka margasatwa saat ini adalah sebanyak 77 unit dengan luas 5.433.337,09 ha.

c. Taman nasional (TN), merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Jumlah taman nasional saat ini adalah sebanyak 50 unit dengan luas 16.383.993,34 ha.

d. Taman wisata alam (TWA), merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Jumlah taman wisata alam saat ini adalah sebanyak 123 unit dengan luas 1.028.912,29 ha.

e. Taman hutan raya (THR), merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Jumlah taman hutan raya saat ini adalah sebanyak 21 unit dengan luas 331.634,91 ha.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengembangan ekonomi lokal CAPC
Gambar 4 Peta aktor pengelolaan CAPC
Gambar 5 Lokasi Penelitian
Gambar 6 Struktur Tujuan, metode, variabel analisis dan Output penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

melakukan pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan menguji pengaruh family control, ukuran perusahaan, profitabilitas dan rasio kas terhadap dividen dan leverage serta

Berdasarkan sajian data hasil wawancara dengan kepala sekolah, konselor dan guru kelas, dapat disimpulkan untuk penanganan yang telah diberikan oleh konselor untuk

Setiap peserta didik harus terlibat secara penuh baik fisik maupun psikis dalam kegiatan pembelajaran baik pembelajaran yang dilakukan dikelas maupun pembelajaran yang

Penulisan artikel ini dimaksudkan untuk menilai telah sejauhmana program Keluarga Berencana di Kelurahan Roban Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang telah

Ringkasan atas Ikhtisar data keuangan konsolidasian penting Perseroan dan Perusahaan Anak di bawah ini diambil dari laporan keuangan konsolidasian pada tanggal dan untuk periode

Pada hari ini Rabu tanggal Dua Puluh Empat bulan Mei tahun Dua Ribu Tujuh Belas, Pokja berdasarkan Surat Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Daerah

Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang persepsi konsumen meliputi kemampuan konsumen dalam mengenali apoteker, peran apoteker sebagai sumber informasi obat,

Motivasi pada karyawan KPRI “Perta- guma” Kota Madiun adalah baik. Hal ini juga dapat terlihat pada keadaan di koperasi me- ngenai motivasi yang timbul dari dalam diri individu