ABSTRCT
ANALYSIS OF VIOLENCE DURING RELATIONSHIP
By Dewi Wulan Tisyah
Violence during relationship is a kind of violence which is happened to women. Surprisingly, it gets less attention from society. Many people think that violence is impossible to be happened in relationship because during relationship there will be only a beautiful moment that the man will talk and act sweetly to the woman. Besides, a lack of information about violence during relationship gives effect to less attention in relationship itself. Therefore, many women become victims in defending their relationship from pre marriage until marriage. When they are married, violence which they have got is not less but becomes worse.
The objectives of the research are to find out and explain about the reasons why violence happen, the kinds of violence which are happened during relationship, the effects of violence, victims’ perspectives and the solution of the problem. The research uses case-study method with qualitative research. The determination the informant uses purposive sampling in which the informants are chosen intentionally based on the criteria and uses another people as key person or mediator in order the researcher can know and communicate with the informant. The techniques of data collection are deep interview and documentation.
The findings of the research show that violence which are happened during relationship are caused by unfair gender culture, patriarchy culture, and relation of authority which is not equal and has developed and become entrenched of a society. The kind of violence that is experienced by the informants during relationship is psychological violence. But there are also physical and sexual violence. The effect of violence is most of the informants feel not free to associate with their friends and feel inferior or shy. Whereas the solution or the ceasing of dating violence which are done by five informants are self- introspection, keeping of the problem, breaking of the relationship, talking calmly, and involving close friend to find out the best solution.
accommodate them for a while so that it can save their life and make them think rationally in taking decision about the continuity of their relationship. Socialization about the understanding of violence law for women which is held by organization that cares about violence for woman especially violence during relationship from law perspective is also important. It will make the doer be more understand that what they have done is kind of criminality which can make them get law punishment.
ABSTRAK
ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)
Oeh Dewi Wulan Tisyah
Kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakkan kekerasan terhadap perempuan. Namun herannya kekerasan pada masa pacaran itu sendiri kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masih cukup banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar. Selain itu, kurangnya informasi yang menyoroti masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian pada masa pacaran itu sendiri. Sehingga cukup banyak perempuan yang menjadi korban dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan berkurang namun semakin bertambah buruk.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab terjadinya kekerasan tersebut, bentuk-bentuk kekerasan yang dialami pada masa pacaran, dampak-dampaknya, perspektif si korban dan cara penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan tipe penelitian kualitatif. Penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling dimana pemilihan inform dipilih secara sengaja berdasarkan criteria yang telah ditentukan dan menggunakan orang lain sebagai key person atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubungan dengan informan. Teknik pengumpulan data adalah melalui wawancara mendalam dan dokumentasi.
menyimpan persoalan, memutuskan hubungan, membicarakannya dengan kepala dingin, da melibatkan teman dekat untuk mancari solusi terbaik.
Dengan demikian, berdasarkan fenomena yang telah ada tentang kasus dating violence, untuk mewujudkan hubungan pacaran tanpa adanya unsure kekerasan di dalamnya, maka diperlukan sosialisasi mengenai pemahaman terhadap dating violence itu sendiri kepada seluruh lapisan masyarakat terutama kepada remaja perempuan. selain itu, perlu juga dibentuk lembaga yang khusus menangani persoalan dating violence beserta safe home/shelter yang dapat memberikan konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran serta mampu menampung mereka sementara waktu, sehingga terjaga keselamatan jiwanya serta mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan bagi kelanjutan hubungan pacarannya. Sosialisasi mengenai pemahaman terhadap UU kekerasan pada perempuan oleh lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan khususnya kekerasan pada masa pacaran melalui detik hukum juga dianggap penting, agar pelaku dapat lebih mengerti bahwa apa yang dilakukannya adalah bentuk dari tindak kejahatan yang bisa berakibat pada hukum pidana.
ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN
(DATING VIOLENCE)
(Studi Kasus Pada Mahasiswi Universitas Lampung)
Oleh
DEWI WULAN TISYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU SOSIAL
Pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN
(DATING VIOLENCE)
(Studi Kasus Pada Mahasisiwi Universitas Lampung)SKRIPSI
Oleh
DEWI WULAN TISYAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
2.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran ………... 18
2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran ……… 19
2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran ……….. 21
III. METODE PENELITIAN ………
3.1 Tipe Penelitian ………. 27
3.2 Fokus Penelitian ……….. 28
3.3 Lokasi Penelitian ……….. 30
3.4 Penentuan Informan ……….. 30
3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 32
3.6 Teknik Analisa Data ……….. 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 4.1 Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Masa Masa Pacaran Atau Dating Violence ……… 35 Pada Masa Pacaran (Dating Violence) ………. 63
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………
5.1 Kesimpulan ………. 74 5.2 Saran ……… 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
MOTTO
“……Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa
derajat……”
(Q.S. Al-Mujadilah, 58:11)
“Harus ada perubahan baru ada kemajuan”
(Dewi Wulan Tisyah)
“Hidup mungkin tak sesuai dengan rencanamu, namun selama
mereka sesuai dengan rencana Tuhan, hidupmu akan terencana
dengan baik”
(Denny Ch Pratama)
“Membaca itu belajar, pelajaran, dan pembelajaran. belajar untuk
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si. ………
Penguji Utama : Dr. Hartoyo, M.Si. ………
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. 195801091986031002
PERSEMBAHAN
Terimakasih ya Alloh, Tuhan saya yang Maha Tunggal. Semua yang saya raih adalah semata-mata karena Ridho Mu serta doa-doa dan dukungan yang tulus dari orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya sepenuh jiwa. Dengan penuh cinta dan kasih sayang serta kerendahan hati, saya persembahkan karya sederhana ini kepada :
Mama Papa saya yang selalu menanti dengan doa, cucuran keringat, kasih sayang tiada henti, memberi motivasi, kepercayaan dan harapan yang tinggi, sehingga mengantarkan saya meraih gelar Sarjana.
Saudara-saudara sekandung saya Muhammad Ali Aqso, Maulana Ali Muhammad Ersad, Alfika Aksaria Sa’adah, Faisal Ali Rahman, Muhammad Safrizal Juliansyah, dan juga keponakan saya Thalita Azka Lutfiah dan Ozella Licia Putri Aqso. Terimakasih sudah mengisi hari-hari saya dengan keramaian yang terkadang membuat “sebal” dan membuat hidup saya lebih hidup. Tapi itu semua memotivasi saya untuk terus maju menyelesaikan semuanya. Dengan adanya kalian membuat saya gak pernah merasa sepi.
Orang-orang terdekat, keluarga besar H.A (Hulaimi Ahmad), keluarga besar STJ (Sutarji), sahabat, teman-teman saya tersayang, sedikit banyak kalian telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA
MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya
Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008
Program Studi : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MENYETUJUI
Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing
Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.
Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA
MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya
Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008
Program Studi : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MENYETUJUI
Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing
Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Jaya Lampung Tengah pada
tanggal 7 Juni 1988 dan merupakan anak ketiga dari enam
bersaudara, anak dari pasangan Syafruddin dan Endang
Setiawati.
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman
Kanak-Kanak ABA Bandar Jaya Lampung Tengah yang selesai pada tahun 1994,
kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 7 Bandar Jaya Lampung
tengah yang akhirnya pindah ke SD YPP Bandar Harapan Lampung Tengah pada
kelas enam SD yang diselesaikan pada tahun 2000. Jenjang pendidikan berikutnya
di SLTP YPP Bandar Harapan Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun
2003. Serta jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Poncowati
Terbanggi Besar Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis sempat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi
DCC Lampung Jurusan D1 Bahasa Inggris. Di tahun 2008 penulis diterima di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Jurusan sosiologi, Universitas Lampung
melalui jalur UM (Ujian Mandiri). Kemudian pada tahun 2011 penulis mengikuti
KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan,
SANWACANA
Bismillahirohmannirrohim
Alhamdulilah segala puji bagi Alloh SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya
skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Lampung. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan Ibu Dra. Anita
Damayantie, M.H selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi atas segala bimbingan
dan saran yang telah diberikan.
3. Ibu Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si selaku Pembimbing Skripsi atas segala
kebaikan, saran, bantuan dan waktu yang telah diberikan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
4. Bapak Dr. Hartoyo, M.Si selaku Dosen Penguji atas segala kebaikan, dan
5. Ibu Erna Rochana, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas segala nasihat,
masukan, dan saran yang telah diberikan selama penulis menjalani proses
menyelesaikan studi dan skripsi.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
7. Teman-teman satu Angkatan 2008 Jurusan Sosiologi atas segala bantuan,
semangat dan dukungannya.
8. Kedua Orangtua atas segala dukungannya dalam bentuk kasih sayang, doa,
materi dan keyakinan.
9. Kelima saudara sekandung saya atas segala bantuan dan dukungannya dalam
bentuk kekompakan dan saling menjaga.
10. Keluarga Besar Hulaimi Ahmad dan Keluarga Besar Sutarji atas
dukungannya dalam bentuk moril.
11. Almamater tercinta.
Semoga Alloh senantiasa memberikan Rahmat, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya
pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir
kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 18 Oktober 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi
kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour
Fakih (2004:17) kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault)
terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap
sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu
kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan
gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related
violences. Bias gender itu sendiri disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang
ada dalam masyarakat dimana banyak sekali pelabelan yang diberikan masyarakat
terhadap laki-laki yang justru malah merugikan perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan telah terjadi sepanjang kehidupan manusia.
Namun hingga sekarang masih belum dianggap sebagai persoalan yang serius
tidak setara dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Tommy Awuy (1999),
kekuasaan ada di tangan laki-laki. Hal ini yang membuat laki-laki menjadi
makhluk yang aktif (subjek) sementara perempuan menjadi pasif (objek) dari
kekuasaan (subordinat). Perempuan menjadi objek pelampiasan gejolak
seksualitas laki-laki yang bisa saja pelampiasan itu hanya sekedar untuk
menunjukkan bahwa laki-laki itu memang berkuasa.
Cara pandang masyarakat terhadap kekerasan perempuan sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat. Seperti nilai-nilai patriarki yang hidup dan
dipelihara oleh masyarakat dengan mengabaikan nilai lainnya. Dimana
nilai-nilai itu memberi hak istimewa kepada laki, sehingga segala kebutuhan
laki-laki itu diprioritaskan di atas kebutuhan perempuan.
Adapun macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan
gender yang dikemukakan oleh Mansour Fakih (2004:18-19) diantaranya yaitu :
1. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam
perkawinan.
2. Tindak pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga
(domestic violence).
3. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital
multilation).
4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitusi).
5. Kekerasan dalam bentuk pornografi.
6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana
7. Kekerasan yang terselubung (molestation), yakni memegang atau
menyentuh bagian tubuh dari perempuan dengan berbagai cara dan
kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.
8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di
masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and
emotionalharassment.
Sedangkan menurut Siti Noor Laila dan Yuni Satria Rahayu (2004:24) kekerasan
terhadap perempuan terbagi dalam tiga lingkup. Pertama di lingkup keluarga
(ranah), yaitu kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam ruang lingkup
rumah tangga. Seperti kekerasan terhadap istri baik psikis, fisik, ekonomi, seksual
dan pembatasan ruang gerak istri, kekerasan terhadap anak perempuan dan
pembantu rumah tangga. Kedua yakni di lingkup masyarakat (publik) yang
merupakan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat. Seperti perkosaan, eksploitasi perempuan melalui media, pelecehan
seksual, perdagangan perempuan dan anak perempuan, melarikan anak
perempuan (sebambangan). Ketiga di lingkup negara (state) yaitu kekerasan
terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat negara secara sistematis, atau
melalui kebijakan-kebijakan baik secara langsung yang menyebabkan terjadinya
kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat jelas bahwa penyebab terjadinya
kekerasan yang dialami perempuan adalah budaya patriarki, dimana adanya
pengakuan di masyarakat bahwa laki-laki itu superior atau kuat sedangkan
perempuan itu hanya subordinat atau lemah. Padahal sebenarnya anggapan itulah
disadari kekerasan akan terus berlangsung kalau perempuan itu tidak dapat
membela diri. Begitu pula kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran
akan terus berlangsung hingga ke perkawinan. Namun dalam hal ini banyak
remaja perempuan khususnya kurang memahami tentang kekerasan pada masa
pacaran.
Selain itu kekerasan pada masa pacaran itu sendiri juga kurang mendapat
perhatian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena masih cukup banyak yang
beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab
pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang
indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang
dilakukan dan diucapkan sang pacar.
Padahal kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan
kekerasan terhadap perempuan. Sebab menurut Deklarasi penghapusan kekerasan
terhadap perempuan tahun 1994 pasal 1, kekerasan terhadap perempuan itu sendiri
adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat
kesengsaraan atau penderitan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan
pribadi.”
Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan,
sebenarnya kekerasan pada masa pacaran ini tidak hanya dialami oleh perempuan
atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang
dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya
ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh
masyarakat luas. Ketidakadilan dalam gender selama ini telah terpatri dalam
kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk
yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain
sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang wajar dan
semena-mena (http://situs.Kesepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm.
Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).
Beberapa data yang dapat dijadikan alasan mengapa kekerasan pada masa pacaran
perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak antara lain menurut Rifka Annisa,
sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan
reproduksi dan gender menemukan bahwa sejak tahun 1994-2001, dari 1683 kasus
kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kekerasan pada masa pacaran
(Kompas-online 4 Maret 2002).
Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang telah membuka pelayanan satu atap
(One Stop Service) dalam menangani kekerasan terhadap perempuan
mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus kekerasan pada masa
pacaran yang dilaporkan (Kompas-online 4 Maret 2002).
Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni
2001 saja terdapat 47 kasus kekerasan pada masa pacaran, 57% diantaranya
adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15%
mengalami kekerasan fisik, 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi
Di Lampung Sendiri dalam Catatan Akhir Tahun Lembaga Advokasi Perempuan
DAMAR, kekerasan pada masa pacaran (dating violence) yang terjadi selama
tahun 2010 adalah sebanyak 23 kasus dengan perincian 18 kasus kekerasan
seksual berupa pelecehan dan perkosaan, 5 kasus kekerasan fisik berupa 4 kasus
pemukulan dan 1 kasus pembakaran. Sedangkan kasus dating violence yang
didampingi oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR sendiri dari
Januari-Desember 2010 sebnayak 9 kasus berupa kekerasan fisik (pemukulan dan
pembakaran) dan kekerasan seksual (perkosaan).
Berdasarkan data-data yang telah disajikan, menunjukkan bahwa kekerasan pada
masa pacaran benar-benar perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk
kesadaran dari perempuan itu sendiri tentang apa itu kekerasan pada masa
pacaran. Sebab dilihat dari jumlahnya, kekerasan pada masa pacaran sudah bukan
lagi persoalan yang biasa-biasa saja. Namun kesulitannya masyarakat dan
perempuan itu sendiri yang menganggap kekerasan pada masa pacaran bukanlah
masalah yang serius yang perlu ditanggapi. Kurangnya informasi yang menyoroti
masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian
pada masa pacaran itu sendiri.
Dengan adanya fenomena yang terjadi dalam hubungan pacaran inilah, maka
mengetahui analisis dalam menghadapi kekerasan pada masa pacaran dianggap
peneliti perlu dikaji, mengingat cukup banyak perempuan yang menjadi korban
dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang
pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan
ini agar para perempuan dapat mengetahui tentang bahaya dan akibat dari
kekerasan pada masa pacaran.
Berbeda dengan penelitian Marisa Tri Dewanti tentang Gambaran Kekerasan
dalam Pacaran pada Remaja Usia 17-21 Tahun di Program Studi Kebidanan,
dalam penelitian penulis ini akan dibahas secara menyeluruh atau dianalisis secara
utuh tetapi fokus tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga yang akan diteliti
adalah usia 19-21 tahun. Dalam penelitian ini juga akan diungkap bagaimana
pengetahuan perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga perspektif
para perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran yang telah dialaminya.
Sebab, jika kekerasan pada masa pacaran tidak segera diteliti maka dampak
negatif dari kekerasan pada masa pacaran tersebut akan terus berlangsung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas
sebagai fenomena yang sebenarnya ditemui dalam hubungan pacaran, maka
perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apa penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa
pacaran (dating violence) ?
2. Apa sajakah bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa
pacaran (dating violence) ?
3. Bagaimana dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran
4. Apa perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence)
menurut si korban ?
5. Bagaimana cara penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran
(dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian mengenai analisis dalam menghadapi
kekerasan pada masa pacaran (dating violence) adalah;
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kekerasan pada masa pacaran (dating
violence)
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran (dating
violence)
3. Untuk menjelaskan dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa
pacaran (dating violence)
4. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan perspektif si korban tentang
kekerasan pada masa pacaran (dating violence)
5. Untuk menjelaskan cara penyelesaian atau penghentian pada masa pacaran
(dating violence) yang terjadi atau dialami pada saat itu.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan konsep-konsep ilmu
mengembangkan konsep-konsep ilmu sosial budaya yang menyangkut
norma-norma dalam pergaulan dan mengenai masalah yang dihadapi pada
masa pacaran.
2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi bahan perhatian bagi pihak atau
lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan untuk lebih
meningkatkan sosialisasi mengenai kekerasan pada masa pacaran kepada
seluruh lapisan masyarakat terutama remaja perempuan itu sendiri. Karena
kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan
kekerasan terhadap perempuan.
3. Secara terapan, diharapkan berguna dalam meningkatkan kemampuan dasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kekerasan Pada Masa Pacaran
2.1.1 Konsep Pacaran
Menurut Rifka Anissa WCC Yogyakarta (2000: 1), masalah cinta dalam usia
remaja sering dihubungkan dengan pacar atau pacaran. Pacaran adalah hubungan
cinta antara laki-laki dengan perempuan yang diikat dengan suatu komitmen atau
janji-janji tertentu, entah janji sehidup semati, entah janji untuk saling berkorban,
saling pengertian, saling setia, atau apapun. Pacaran sebenarnya adalah fase atau
saat yang dilalui oleh sepasang kekasih untuk saling mengenal lebih dekat.
Dimana biasanya dalam cinta, idealnya harus ada perasaan saling memahami,
saling memberi semangat, saling menjaga dan sama-sama melakukan hal yang
positif.
Menurut Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia) pusat, pacaran ini biasanya mulai muncul pada
ketertarikan diri terhadap lawan jenis. Proses “sayang-sayangan” dua lawan jenis
ini merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar
membina hubungan dengan lawan jenis sebagi persiapan sebelum menikah untuk
menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah
menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta
reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa. (http://situs.Kesrepro.
Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember
2011).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat beberapa tahapan dari
pacaran, yaitu :
1. Tahap ketertarikan
Dalam tahap ini tantangannya ialah bagaimana mendapatkan kesempatan
untuk menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain.
2. Tahap ketidakpastian
Pada masa ini terjadi peralihan dari rasa tertarik ke arah rasa tidak pasti.
Maksudnya pada masa ini mulai bertanya-tanya apakah orang tersebut
benar-benar tertarik pada dirinya.
3. Tahap komitmen
Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan dengan seseorang
secara eksklusif. Kita menginginkan kesempatan memberi dan menerima
cinta dalam suatu hubungan khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain.
bersamanya. Seluruh energi digunakan untuk menciptakan saling cinta dan
hubungan yang harmonis.
4. Tahap keintiman
Dalam tahap ini mulai dirasakan keintiman yang sebenarnya, merasa lebih
rileks untuk berbagi lebih mendalam dibandingkan dengan masa sebelumnya,
dan merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri kita
(http://situs.Kesrepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses
pada tanggal 5 Desember 2011).
Berdasarkan konsep-konsep pacaran yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa
dalam kenyataannya, tataran pandangan mengenai pacaran berbeda antara
individu yang satu dengan individu yang lain. Penafsiran mengenai batasan
pacaran menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta dipandang sebagai suatu
hubungan cinta yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu untuk
sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan sebagainya.
Berbeda pula halnya yang diungkapkan oleh Yahya Ma’shum dan Chatarina
Wahyurini di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat bahwa
batasan pacaran dipandang sebagai suatu proses mengenal dan memahami lawan
jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan
sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan
pada saat sudah menikah.
Dari adanya tataran mengenai penafsiran tentang pacaran tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa batasan mengenai pacaran setiap individu tidak dapat dipastikan
karena masing-masing individu memiliki pemahaman yang berbeda mengenai
pacaran dalam penelitian ini adalah tahap penyesuaian antara kedua belah pihak
untuk saling mengenal, yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji
tertentu untuk sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan
sebagainya sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya
ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah.
2.1.2 Konsep Kekerasan
Definisi kekerasan terhadap perempuan menurut “Deklarasi Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan” tahun 1994 pasal 1 adalah setiap tindakan
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) “kekerasan adalah perihal (yang
bersifat, berciri) keras : perbuatan seseorang atau kelompok orang yang
menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik
atau barang orang lain. Kekerasan juga dapat diartikan dengan tindakan paksaan”.
Berdasarkan konsep kekerasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau
sekelompok orang yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan baik secara
fisik, seksual, psikologi, termasuk tindakan pemaksaan, baik yang terjadi di ranah
Dari adanya konsep kekerasan dan konsep pacaran yang telah dikemukakan, maka
dapat dipahami bahwa antara kekerasan dan pacaran ada ketertarikan, dimana
tidak selamanya hubungan percintaan selalu identik dengan hal-hal yang indah
dan menyenangkan, namun sebenarnya tanpa disadari dalam hubungan pacaran
pernah terjadi kekerasan.
Menurut Pusat Pencegahan dan Kesadaran Seksual pada Universitas Michigan di
Ann Arbor (Muray, 2006:10) mendefinisikan kekerasan pada masa pacaran
sebagai “penggunaan dengan sengaja taktik kekerasan dan tekanan fisik untuk
mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan
intinya”.
Adapun faktor yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran
remaja menurut Domestic and Dating Violence: an Information and Resource
Handbook, yang disususun Metropolitan King City Council tahun 1996 (Jill
Murray, 2006: 16), yaitu :
1. Penerimaan teman sebaya
Remaja sangat bergantung pada penerimaan teman sebayanya. Jika teman
perempuannya percaya bahwa hubungannya “normal”, ia biasanya tidak
mampu menilai apakah pacarnya menunjukkan perilaku kekerasan.
2. Ekspektasi gender
Meskipun remaja sekarang diasuh pada masa dimana persamaan perempuan
lebih besar dari pada masa ibunya, dominasi pria dan kepastian wanita tetap
3. Kurang pengalaman
Umumnya remaja kurang pengalaman dalam berpacaran dan menjalin
hubungan dibandingkan orang dewasa, serta mungkin belum mengetahui apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya, pacar penyiksa yang
cemburu dianggap sebagai tanda cinta dan kesetiaan. Juga, sifat hubungan
remaja adalah sementara dan intens, serta terhalang untuk melihat hal ini
secara objektif karena kurang peduli.
4. Punya sedikit kontak dengan orang dewasa
Remaja sering merasa bahwa orang dewasa tidak menganggap mereka secara
serius dan campur tangan orang dewasa menyebabkan hilangnya rasa
kepercayaan atau kemandirian. Ini merupakan salah satu penyebab remaja
menyimpan rahasia untuk dirinya sendiri.
5. Kurangnya akses pada sumber-sumber sosial
Anak-anak di bawah usia 18 tahun kurang memiliki akses ke penanganan
medis dan tempat penampungan perempuan yang mengalami kekerasan.
Mereka membutuhkan izin orangtua, tapi takut memintanya.
6. Masalah legal
Remaja umumnya kurang memiliki akses ke pengadilan dan bantuan polisi.
Ini merupakan penghalang bagi remaja yang tidak menginginkan adanya
7. Penyalahgunaan substansi
Meskipun penyalahgunaan substansi bukan merupakan penyebab kekerasan
pada masa pacaran, hal itu dapat meningkatkan peluang dan parahnya
kekerasan. Alkohol dan obat-obatan mengurangi kemampuan untuk
menunjukkan kontrol diri dan kemampuan membuat keputusan dengan baik,
pada anak perempuan dan anak laki-laki.
Faktor lainnya yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran
yaitu :
1. Pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang amat berpengaruh dalam
membentuk kepribadian seseorang. Masalah-masalah emosional yang kurang
diperhatikan orang tua dapat memicu timbulnya permasalahan bagi individu
yang bersangkutan di masa yang akan datang. Misalkan saja sikap kejam
orang tua, berbagai macam penolakan dari orang tua terhadap keberadaan
anak, dan sikap disiplin yang diajarkan secara berlebihan. Hal-hal semacam
itu akan berpengaruh pada peran (role model) yang dianut anak itu pada masa
dewasanya. Bisa model peran yang dipelajari sejak kanak-kanak tidak
sesuai dengan model yang normal atau model standard, maka perilaku
semacam kekerasan dalam pacaran ini pun akan muncul.
2. Media Masa
Media Massa, TV atau film juga sedikitnya memberikan kontribusi terhadap
munculnya perilaku agresif terhadap pasangan. Tayangan kekerasan yang
sering muncul dalam program siaran televisi maupun adegan sensual dalam
3. Kepribadian
Teori sifat mengatakan bahwa orang dengan tipe kepribadian A lebih cepat
menjadi agresif daripada tipe kepribadian B (Glass, 1977). Hal ini berlaku pula
pada harga diri yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi harga diri yang
dimiliki oleh seseorang maka ia memiliki peluang yang lebih besar untuk
bertindak agresif.
4. Peran Jenis Kelamin
Pada banyak kasus, korban kekerasan dalam pacaran adalah perempuan. Hal
ini terkait dengan aspek sosio budaya yang menanamkan peran jenis kelamin
yang membedakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituntut untuk memiliki
citra maskulin dan macho, sedangkan perempuan feminim dan lemah gemulai.
Laki-laki juga dipandang wajar jika agresif, sedangkan perempuan diharapkan
untuk mengekang agresifitasnya.
(http://sapaindonesia.wordpress.com/2011/07/16/mengenal-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-pacaran. Diakses pada tanggal 4 Mei 2012)
Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:2) kekerasan pada masa pacaran
adalah perasaan memiliki dan menguasai yang menghambat perkembangan diri
pasangan yang wujudnya bermacam-macam yaitu fisik, psikis, seksual dan
ekonomi.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat dsimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kekerasan pada masa pacaran adalah kekerasan yang
sering dialami atau sering muncul meliputi kekerasan seksual, psikis, ekonomi
kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan intimnya juga dalam bentuk ingkar
janji.
2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran
Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:3) tentang bentuk-bentuk dan
akibat dari kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran :
1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang dilakukan dengan anggota badan si
pelaku atau dengan bantuan alat tertentu misalnya kayu, besi, batu dan
lain-lain. Kekerasan fisik ini contohnya menjambak, memukul, menyundut
dengan rokok, mendorong, mencekik dan sebagainya. Akibat dari kekerasan
fisik adalah timbulnya luka atau bekas di tubuh korban, patah kaki, retak
tulang, rambut rontok, lecet sampai gegar otak.
2. Kekerasan emosional, yaitu kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata
atau jelas seperti kekerasan fisik. Kekerasan emosional lebih dirasakan atau
berdampak pada perasaan sakit di hati, tertekan, marah, perasaan terkekang,
minder dan perasaan tidak enak lainnya. Contoh kekerasan ini adalah
pembatasan, yaitu seseorang membatasi aktivitas pasangannya tanpa alasan
yang masuk akal, cemburu yang berlebihan, punya “ban serep”, “nyuekkin”,
menghina dan sebagainya.
3. Kekerasan seksual, yaitu kekerasan yang berkaitan dengan penyerangan
seksual atau agrisifitas seksual seperti mencium, memeluk dengan paksa,
memegang tangan atau meraba-raba kemaluan. Selain itu, kekerasan seksual
juga termasuk pemberian perhatian yang berkonotasi (nyerempet-nyerempet)
porno padahal tidak disukai. Akibat kekerasan seksual, misalnya kehamilan
yang tidak dikehendaki dan pemaksaan melakukan aborsi (pengguguran
kandungan). Pada kegagalan aborsi salah satu akibat yang timbul adalah
kematian ibu dan bayi.
4. Kekerasan ekonomi, yaitu kekerasan yang berhubungan dengan uang dan
barang. Misalnya pacar suka meminta uang, utang tidak pernah membayar
atau kalau meminjam barang tidak pernah mengembalikan dan lain-lain.
Akibat dari kekerasan ini berhubungan dengan kehilangan atau kekurangan
barang dan uang juga.
Dengan adanya pengetahuan atau wacana perempuan terhadap bentuk-bentuk
kekerasan pada masa pacaran, maka akan didapatkan pandangan bahwa kekerasan
yang dialami pada masa pacaran merupakan tindakan kekerasan atau paksaan
untuk melakukan sesuatu, baik disadari maupun tidak yang tentu saja kekerasan
dalam bentuk apapun tidak disetujui oleh perempuan.
2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran
Kekerasan pada masa pacaran lebih banyak dialami oleh perempuan atau remaja
putri karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang
dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal gender selama ini telah
terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap
sebagai mahluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki
dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak
Adapun hal-hal yang menyebabkan laki-laki melakukan tindak kekerasan
terhadap pasangannya pada masa pacaran menurut Lembaga Advokasi
Perempuan DAMAR adalah sebagai berikut :
1. Bias Gender
Ideologi yang membedakan peran sosial dan karakteristik laki-laki dan
subordinasi dan kekerasan perempuan atas dasar jenis kelamin telah
menyebabkan timbulnya perbedaan akses dalam hal ekonomi, informasi dan
politik sehingga menyebabkan marginalisasi terhadap perempuan.
2. Budaya Patriarki
Keyakinan yang ada dalam msyarakat bahwa laki-laki superior (kuat)
sedangkan perempuan inferior (lemah), sehingga laki-laki dianggap
dibenarkan untuk berkuasa atas diri perempuan.
3. Kekuasaan atau Dominasi
Kekuasaan memungkinkan terjadinya prilaku menguasai atau mengontrol
kepada pihak yang dikuasai dan manifestasinya berupa kekerasan.
Berdasarkan penyebab kekerasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab
utama dari munculnya tindak kekerasan pada masa pacaran ini disebabkan bias
gender dan telah tertanamnya budaya patriarki, dimana adanya pengakuan dari
masyarakat bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai mahluk yang
lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki karena laki-laki
dianggap sebagai superior (kuat) dan perempuan inferior (lemah), sehingga dirasa
Pandangan inilah yang menimbulkan laki-laki mempunyai hak kontrol, mengatur
dan mengendalikan perempuan. Dan pandangan ini diyakini pula oleh perempuan,
sehingga apabila masalah ini tidak segera diatasi pada masa pacaran maka akan
terus berlanjut sampai menikah nantinya.
2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran
Dampak yang ditimbulkan dalam kekerasan pada masa pacaran tentunya sangat
berbahaya. Kekerasan akan selalu berdampak negatif dan akibat yang paling fatal
adalah luka psikologis yang memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama
dan tidak dapat dipastikan. Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada
masa pacaran, antara lain :
2.4.1 Dampak Kejiwaan
Perempuan menjadi trauma atau membenci laki-laki, akibatnya perempuan
menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Sehingga menimbulkan
rasa kecemasan yang mendalam.
2.4.2 Dampak Sosial
Posisi perempuan menjadi lemah dalam hubungan dengan laki-laki. Apalagi
perempuan yang merasa telah menyerahkan keperawanannya kepada pacarnya,
biasanya merasa minder untuk menjalin hubungan lagi. Jadi, rasa percaya dirinya
menurun. Tidak hanya rasa percaya diri terhadap lawan jenis tapi juga terhadap
diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan turunnya produktivitas kerja
2.4.3 Dampak Fisik
Bila terjadi kehamilan tidak dikehendaki dan pacar meninggalkan pasangannya.
Ada dua kemungkinan :
Melanjutkan kehamilan atau aborsi. Bila melanjutkan
kehamilan, harus siap menjadi orang tua tunggal. Bila aborsi, harus siap
menanggung risiko-risiko, seperti pendarahan, infeksi, dan bahkan kematian.
Bila terjadi hubungan seks dalam pacaran, perempuan akan rentan terkena
Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu herpes dan HIV/AIDS.
(http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/kekerasan_dalam_pacaran.html.
Diakses pada tanggal 22 Maret 2012).
2.5 Analisis
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Peter Salim dan Yenni
Salim (2002) menjabarkan pengertian analisis sebagai berikut:
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan dan
sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab
sebenarnya, dan sebagainya).
b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan
bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan
pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.
c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah
d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis
(dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa
kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya).
e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam
bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian
tentang prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Suharso dan Ana Retnoningsih
(2005), analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan
dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk
perkara dan sebagainya).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005)
menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2.6 Landasan Teori
Untuk menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengambil suatu
contoh teori yaitu agression atau agresi adalah suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri,
atau secara destruktif.
Perilaku agresif memiliki asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi.
Perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas, dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2279873-violence-teori-kekerasan-simbolik-zavloj. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012).
2.7 Kerangka Pikir
Masa remaja adalah masa-masa indah dan bahagia. Dimana pada masa tersebut
remaja mulai mengalami namanya jatuh cinta sekaligus cinta pertama. Walaupun
pada dasarnya cinta itu sendiri sulit untuk didefinisikan dan sulit digambarkan.
Masa-masa seperti ini biasanya mulai muncul pada masa awal pubertas.
Perubahan hormon dan fisik laki-laki dan perempuan memunculkan rasa
ketertarikan satu sama lain. Proses “sayang-sayangan” lawan jenis tersebut
merupakan proses saling mengenal dan memahami serta belajar membina
hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk
menghindari ketidakcocokkan dan permasalahan pada saat sudah menikah.
Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta
reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.
Dalam hal ini masa cinta dalam usia remaja sering dihubungkan dengan pacar
atau pacaran. Dimana pacaran adalah hubungan cinta antara laki-laki dan
janji untuk sehidup semati, janji untuk saling berkorban, janji untuk saling setia,
saling pengertian dan sebagainya.
Pacaran sebenarnya merupakan suatu fase atau saat yang dilalui oleh sepasang
kekasih untuk saling mengenal lebih dekat. Dan dalam cinta, idealnya harus ada
perasaan saling memahami, saling memberi semangat, saling menjaga, saling
melakukan hal yang positif dan sebagainya. Namun sesuatu yang ideal itu kadang
kala bertentangan dengan prakteknya, sehingga timbulah bentuk pacaran yang
negatif yang mengandung unsur kekerasan. Pacaran yang buruk tersebut akan
ditandai dengan hubungan kebersamaan yang buruk pula. Hubungan seperti ini
adalah hubungan yang dilandasi perasaan memiliki yang begitu kuat, sehingga
timbul perasaan ingin menguasai. Namun, dalam hal ini perasaan memiliki itu
dianggap wajar oleh masyarakat dan remaja perempuan pada khususnya sebab
mereka beranggapan orang yang berpacaran memang harus saling memiliki.
Perasaan memiliki dan menguasai tersebut akhirnya menghambat perkembangan
diri pasangan yang dalam hal ini perempuanlah sebagai korbannya. Karena
perasaan memiliki dan menguasai tersebut menunjukkan lambang adanya bias
gender, budaya patriarki yang berkembang dan kekuasaan atau dominasi dari
laki-laki sebagai penyebab munculnya kekerasan pada masa pacaran. Hingga sesuatu
yang dikatakan pacaran yang ideal tersebut tidak tercapai. Namun yang
mengherankan, pacaran yang dilandasi kekerasan tersebut pada umumnya dapat
bertahan lama dan ada juga yang berhasil hingga jenjang pernikahan. Hal ini
disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para remaja tentang
Padahal tindakan menguasai tersebut dikategorikan sebagai tindak kekerasan,
karena kekerasan itu menurut “Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap
perempuan” adalah setiap tindakan yang berakibat pada kesengsaraan dan
penderitaan secara fisik, mental, ekonomi atau seksual pada korbannya.
Tindakan kekerasan itu wujudnya bermacam-macam, yaitu fisik, mental atau
psikis, seksual dan ekonomi. Dengan menganalisis Kekerasan Pada Masa Pacaran
akan dijabarkan atau dijelaskan seperti apa bentuk-bentuk kekerasan pada masa
pacaran, apa penyebabnya, bagaimana dampaknya, apa persepsi masyarakat
tentang kekerasan pada masa pacaran dan bagaimana cara penyelesaiannya.
Penelitian ini telah mengacu kepada mata kuliah Sosiologi Gender. Di mana
Sosiologi Gender mempelajari tentang suatu konsep kultural yang berupa
membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini
(1996:175) bahwa penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan untuk
mengungkapkan rahasia sesuatu, dilakukan dengan menghimpun data dalam
keadaan sewajarnya, mempergunakan cara bekerja yang sistematik, terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.
Lebih lanjut dijelaskan objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang atau
aspek kehidupan manusia, yakni manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi
manusia. Objek itu diungkapkan kondisinya sebagaimana adanya atau dalam
keadaan sewajarnya (natural setting), mungkin berkenaan dengan aspek atau
bidang kehidupannya yang disebut ekonomi, kebudayaan, hukum, administrasi,
agama dan sebagainya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya tentang salah satu
gejala nyata yang ada dalam kehidupan masyarakat yang dapat digunakan untuk
menelaah suatu keadaan, kelompok masyarakat setempat (community),
lembaga-lembaga maupun individu-individu.
Adapun tujuan digunakan metode studi kasus ini adalah untuk mengetahui secara
mendalam dan menganalisis mengenai kekerasan pada masa pacaran.
Alasan digunakannya metode kasus menurut Robert K. Yin (1996:1) dikarenakan
beberapa hal, yaitu :
1. Penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol
peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki. Dengan kata lain penelitian dengan cara studi
kasus tidak membutuhkan kontrol terhadap peristiwa pelaku yang akan
diteliti
2. Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di
dalam konteks kehidupan nyata.
3.2 Fokus Penelitian
3.2.1 Penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa
pacaran (dating violence)
Penyebab terjadiya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan
mengenai sesuatu yang melarbelakangi dan menjadi penyebab terjadinya
3.2.2 Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa
pacaran (dating violence)
Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan
mengenai suatu bentuk kekerasan yang dialaminya pada masa pacaran baik dalam
bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi maupun seksual.
3.2.3 Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran (dating
violence)
Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran dalam penelitian ini
maksudnya dalam arti dampak yang ditimbulkan atau dialami oleh si korban atas
pelaku.
2.2.4 Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence)
menurut si korban
Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran menurut si korban dalam
penelitian ini maksudnya si korban akan memberikan perspektifnya atau
pendapatnya tentang kekerasan pada masa pacaran yang dialaminya.
2.2.5 Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran
(dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu
Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran yang terjadi atau
dialami perempuan pada saat itu dalam penelitian ini maksudnya adalah dalam arti
yang dilakukan informan ketika kekerasan pada masa pacaran terjadi atau
dialaminya pada saat itu.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di lingkungan Universitas Lampung. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan data yang
diperlukan, karena dalam penelitian ini melibatkan mahasiswi UNILA di berbagai
jurusan yang sedang mengalami kekerasan pada masa pacaran. Selain itu pula
pemilihan lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan lokasi yang
mudah dijangkau oleh peneliti serta pertimbangan waktu, dan fasilitas-fasilitas
lainnya yang dapat memenuhi standar kualifikasi sehingga mempermudah peneliti
untuk mengumpulkan data.
3.4 Penentuan Informan
Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini mahasiswi sudah
mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak kekerasan pada masa
pacaran merupakan sasaran utama yang akan dijadikan informan.
Menurut Spreadly dan Faisal (1990) agar memperoleh informasi yang lebih
terbukti, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain :
1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas
2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau
kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.
3. Subjek mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu dan kesempatan
untuk dimintai keterangan.
4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan
yang mengetahui kejadian tersebut.
Adapun penentuan informan pada penelitian ini dilakukan secara purposive
sampling, di mana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan dan menggunakan beberapa orang lain sebagai key person
atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubugan dengan informan.
Berikut kriteria-kriteria informan yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di berbagai jurusan di
Universitas Lampung.
2. Sudah mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak
kekerasan pada masa pacaran,
3. Usia 19-22 tahun
4. Belum pernah menikah
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka dipilih beberapa orang mahasiswi
Universitas Lampung yang akan dijadikan informasi dalam penelitian ini. Adapun
alasan dalam memilih mahasisiwi Universitas Lampung, dikarenakan tentunya di
banyaknya pengalaman berpacaran yang telah dialami, maka akan terdapat pula
pengalaman kekerasan (baik dalam bentuk fisik, ekonomi, psikis maupun seksual)
yang pernah dialami dalam hubungan pacaran. Selain itu peneliti juga mahasisiwi
Universitas Lampung, sehingga memudahkan peneliti dalam pencarian informan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara Mendalam
Wawancara diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data primer. Jenis
pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan yang
dibuat sedemikian rupa serta jawaban dan pertanyaannya dapat
bermacam-macam. Artinya jawaban-jawaban yang diberikan informan tidak dibatasi.
Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal
ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan dapat terarah tanpa mengurangi
kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga agar
terkesan dialogis dan tampak informal. Informasi yang diharapkan dari
wawancara secara lisan yang diungkapkan oleh informan diekspresikan menurut
kata-kata dan perspektif informan.
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data
tentang bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran,
dampak terjadinya kekerasan pada masa pacaran, perspektif tentang kekerasan
pada masa pacaran, penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran
yang dialami perempuan.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu teknik pencarian data-data sekunder berupa tinjauan
pustaka, catatan, buku, agenda, surat kabar serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan objek yang akan diteliti.
3.6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Menurut Hadari Mawawi dan Martini Hadari (1992:45) bahwa analisis kualitatif
digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsi, serta menafsirkan hasil penelitian
dengan susunan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (indepth interview) diolah dan
dianalisis secara kualitatif dengan proses reduction dan interpretations. Data yang
terkumpul ditulis dalam bentuk transkrip, kemudian dilakukan pengkategorian
dengan melakukan reduksi data yang terkait, kemudian dilakukan interpretasi
yang mengarah pada fokus penelitian.
Proses analisa data kualitatif menurut Matthew B. Milis dan A. Michael
Huberman (1992:16) akan melalui proses sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi
data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui
seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke dalam
suatu pola yang lebih luas.
2. Display (Penyajian Data)
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikkan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi
analisis kualitatif yang valid untuk melihat gambaran keseluruhan dari penelitian
ini, maka akan diusahakan membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada
peneliti, sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik.
3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)
Peneliti berusaha mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi.
Kesimpulan diferifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang
muncul dari data yang diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokkan yang
merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan pada penelitian ini, antara lain :
1. Penyebab kekerasan yang dialami pada masa pacaran terjadi karena adanya
relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan yakni pola hubungan
di mana salah satu pasangan ada yang merasa lebih berkuasa, seperti rasa
cemburu dan rasa memiliki yang berlebihan dari sang pacar. Adanya budaya
yang tidak adil gender serta adanya budaya patriarki yang telah tertanam di
masyarakat yang umumnya menjadikan posisi perempuan lemah di mata
laki-laki. Karena secara alamiah laki-laki dianggap memiliki keunggulan dan kuat.
2. Bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran yang dialami oleh informan
adalah kekerasan psikis, fisik, seksual da ekonomi. Dalam bentuk psikis yang
dialami berupa dicemburui, dibatasi, dikontrol yang berlebihan, diatur dalam
informan. Sedangkan kekerasan fisik yang dialami adalah ditampar dan
didorong. Dalam kekerasan seksual yang dialami adalah dipaksa dan dirayu
dengan “janji-janji gombal” untuk melakukan hubungan intim. Dan dalam
bentuk ekonomi kekerasan yang dialami adalah dimanfaatkan materi si
perempuan oleh sang pacar.
3. Dampak-dampak yang dialami oleh kelima informan adalah menjadi
terbatasnya pergaulan mereka terhadap teman-teman mereka, rasa malu
karena sang pacar terlalu cuek melakukan tindak kekerasan di depan umum.
Susah mengambil keputusan karena sang pelaku lebih dominan terhadap diri
si korban. Hilangnya kepercayaan diri karena merasa tidak suci lagi dan
merasakan sakit di badan karena bekas kekerasan fisik yang terjadi.
4. Pemahaman informan mengenai dating violence sangat mempengaruhi
informan dalam mengambil keputusan yang tepat ketika mengalami
kekerasan pada masa pacaran. Secara umum pemahaman informan belumlah
begitu dalam tentang dating violence. Bahkan diantaranya ada yang
menganggap yang dialaminya bukanlah bentuk dari kekerasan melainkan
ungkapan dari rasa sayangnya pada informan dan hal tersebut dianggap wajar
dalam hubungan pacaran. Hal ini disebabkan menurut mereka sesuatu hal
dikatakan kekerasan bila telah mengakibatkan luka pada tubuh mereka.
5. Penyelesaian atau penghentian dating violence yang terjadi atau dialaminya
pada saat itu antara lain dengan saling introspeksi diri, menyimpan persoalan,
membicarakannya dengan baik-baik, membicarakannya dengan kepala
memutuskan hubungan dengan sikap yang tegas membuat informan selalu
berharap persoalan tersebut benar-benar terselesaikan dan tidak akan terulang
kembali. Namun kenyataannya hampir semua informan mengakui kalau
kekerasan yang dialaminya terulang kembali meskipun telah terselesaikan.
Kekerasan yang biasanya selalu terulang kembali meskipun sudah
terselesaikan atau terhenti pada saat itu adalah kekerasan psikis. Sulitnya
informan mengambil keputusan yang tepat untuk menyikapi kekerasan yang
dialaminya pada masa pacaran dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya
adalah karena kurangnya perhatian, pemahaman dan kesadaran dari berbagai
pihak juga informan sendiri tentang dating violence yang dialaminya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan ynag telah diperoleh maka dalam mengatasi
kekerasan pada masa pacaran ini disarankan sebagai berikut :
1. Perlunya dibentuk lembaga khusus yang berada di Universitas Lampung
sendiri menangani persoalan dating violence ini yang dapat memberikan
konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran, sehingga diharapkan
akan menyadarkan mereka tentang bagaimana menjalani hubungan tanpa
perlunya kekerasan di dalamnya.
2. Sosialisasi mengenai pemahaman dating violence dari lembaga yang
berwennag dan peduli pada kekerasan yang dialami perempuan kepada
seluruh lapisan masyarakat termasuk kepada para penegak hukum, sehingga
seperti yang dialami oleh kelima informan. Dengan demikian diharapkan pula
pemahaman dating violence dapat diserap oleh kaum remaja yang umumnya
menjadi korban. Hal ini dimaksudkan agar mereka para korban dating
violence memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu yang tepat ketika
mengalami dating violence dan menyadari kalau persoalan dating violence
adalah persoalan yang serius untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.
3. Perlunya pemahaman tentang gender kepada seluruh masyarakat dan aparat
hukum oleh lembaga yang berwenang sehingga dapat meluruskan
mitos-mitos kalau laki-laki lebih superior (kuat) sedangkan perempuan inferior
(lemah). Hal ini diharapkan masyarakat akan lebih bersikap objektif dalam
memandang persoalan kekerasan yang dialami perempuan khususnya
kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran.
4. Mensosialisasikan delik hukum ynag berkaitan dengan masalah dating
violence, karena dengan cara ini diharapkan pelkau dpaat lebih mengerti
bahwa kekerasan yang selama ini dilakukannya tergolong tindak kejahatan
yang bisa berakibat pada hukum pidana. Sosialisasi ini tentunya harus
didukung oleh kesiapan aparat yang bersangkutan dalam menyikapi dan
menjaga komitmen terhadap masalah dating violence. Dengan demikian
diharapkan pula aparat yang khusus menangani kasus ini memiliki perspektif
gender yang baik.
5. Pembentukan Women’s Crisis Center beserta safe home/shelter yang akan
menampung mereka sementara waktu, sehingga terjadi keselamatan jiwanya
hubungan pacaran ini. Dimana WCC yang bekerja sama dengan pihak
kepolisian, rumah sakit, LSM dan pengadilan merupakan jaminan yang ideal
dalam menangani masalah bentuk dating violence sehingga diharapkan