• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRCT

ANALYSIS OF VIOLENCE DURING RELATIONSHIP

By Dewi Wulan Tisyah

Violence during relationship is a kind of violence which is happened to women. Surprisingly, it gets less attention from society. Many people think that violence is impossible to be happened in relationship because during relationship there will be only a beautiful moment that the man will talk and act sweetly to the woman. Besides, a lack of information about violence during relationship gives effect to less attention in relationship itself. Therefore, many women become victims in defending their relationship from pre marriage until marriage. When they are married, violence which they have got is not less but becomes worse.

The objectives of the research are to find out and explain about the reasons why violence happen, the kinds of violence which are happened during relationship, the effects of violence, victims’ perspectives and the solution of the problem. The research uses case-study method with qualitative research. The determination the informant uses purposive sampling in which the informants are chosen intentionally based on the criteria and uses another people as key person or mediator in order the researcher can know and communicate with the informant. The techniques of data collection are deep interview and documentation.

The findings of the research show that violence which are happened during relationship are caused by unfair gender culture, patriarchy culture, and relation of authority which is not equal and has developed and become entrenched of a society. The kind of violence that is experienced by the informants during relationship is psychological violence. But there are also physical and sexual violence. The effect of violence is most of the informants feel not free to associate with their friends and feel inferior or shy. Whereas the solution or the ceasing of dating violence which are done by five informants are self- introspection, keeping of the problem, breaking of the relationship, talking calmly, and involving close friend to find out the best solution.

(2)

accommodate them for a while so that it can save their life and make them think rationally in taking decision about the continuity of their relationship. Socialization about the understanding of violence law for women which is held by organization that cares about violence for woman especially violence during relationship from law perspective is also important. It will make the doer be more understand that what they have done is kind of criminality which can make them get law punishment.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)

Oeh Dewi Wulan Tisyah

Kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakkan kekerasan terhadap perempuan. Namun herannya kekerasan pada masa pacaran itu sendiri kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masih cukup banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar. Selain itu, kurangnya informasi yang menyoroti masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian pada masa pacaran itu sendiri. Sehingga cukup banyak perempuan yang menjadi korban dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan berkurang namun semakin bertambah buruk.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab terjadinya kekerasan tersebut, bentuk-bentuk kekerasan yang dialami pada masa pacaran, dampak-dampaknya, perspektif si korban dan cara penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan tipe penelitian kualitatif. Penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling dimana pemilihan inform dipilih secara sengaja berdasarkan criteria yang telah ditentukan dan menggunakan orang lain sebagai key person atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubungan dengan informan. Teknik pengumpulan data adalah melalui wawancara mendalam dan dokumentasi.

(4)

menyimpan persoalan, memutuskan hubungan, membicarakannya dengan kepala dingin, da melibatkan teman dekat untuk mancari solusi terbaik.

Dengan demikian, berdasarkan fenomena yang telah ada tentang kasus dating violence, untuk mewujudkan hubungan pacaran tanpa adanya unsure kekerasan di dalamnya, maka diperlukan sosialisasi mengenai pemahaman terhadap dating violence itu sendiri kepada seluruh lapisan masyarakat terutama kepada remaja perempuan. selain itu, perlu juga dibentuk lembaga yang khusus menangani persoalan dating violence beserta safe home/shelter yang dapat memberikan konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran serta mampu menampung mereka sementara waktu, sehingga terjaga keselamatan jiwanya serta mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan bagi kelanjutan hubungan pacarannya. Sosialisasi mengenai pemahaman terhadap UU kekerasan pada perempuan oleh lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan khususnya kekerasan pada masa pacaran melalui detik hukum juga dianggap penting, agar pelaku dapat lebih mengerti bahwa apa yang dilakukannya adalah bentuk dari tindak kejahatan yang bisa berakibat pada hukum pidana.

(5)

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(DATING VIOLENCE)

(Studi Kasus Pada Mahasiswi Universitas Lampung)

Oleh

DEWI WULAN TISYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU SOSIAL

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(6)

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(DATING VIOLENCE)

(Studi Kasus Pada Mahasisiwi Universitas Lampung)

SKRIPSI

Oleh

DEWI WULAN TISYAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

DAFTAR ISI

2.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran ………... 18

2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran ……… 19

2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran ……….. 21

(8)

III. METODE PENELITIAN ………

3.1 Tipe Penelitian ………. 27

3.2 Fokus Penelitian ……….. 28

3.3 Lokasi Penelitian ……….. 30

3.4 Penentuan Informan ……….. 30

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 32

3.6 Teknik Analisa Data ……….. 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 4.1 Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Masa Masa Pacaran Atau Dating Violence ……… 35 Pada Masa Pacaran (Dating Violence) ………. 63

(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………

5.1 Kesimpulan ………. 74 5.2 Saran ……… 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

MOTTO

“……Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara

kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa

derajat……”

(Q.S. Al-Mujadilah, 58:11)

“Harus ada perubahan baru ada kemajuan”

(Dewi Wulan Tisyah)

“Hidup mungkin tak sesuai dengan rencanamu, namun selama

mereka sesuai dengan rencana Tuhan, hidupmu akan terencana

dengan baik”

(Denny Ch Pratama)

“Membaca itu belajar, pelajaran, dan pembelajaran. belajar untuk

(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si. ………

Penguji Utama : Dr. Hartoyo, M.Si. ………

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. 195801091986031002

(12)

PERSEMBAHAN

Terimakasih ya Alloh, Tuhan saya yang Maha Tunggal. Semua yang saya raih adalah semata-mata karena Ridho Mu serta doa-doa dan dukungan yang tulus dari orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya sepenuh jiwa. Dengan penuh cinta dan kasih sayang serta kerendahan hati, saya persembahkan karya sederhana ini kepada :

Mama Papa saya yang selalu menanti dengan doa, cucuran keringat, kasih sayang tiada henti, memberi motivasi, kepercayaan dan harapan yang tinggi, sehingga mengantarkan saya meraih gelar Sarjana.

 Saudara-saudara sekandung saya Muhammad Ali Aqso, Maulana Ali Muhammad Ersad, Alfika Aksaria Sa’adah, Faisal Ali Rahman, Muhammad Safrizal Juliansyah, dan juga keponakan saya Thalita Azka Lutfiah dan Ozella Licia Putri Aqso. Terimakasih sudah mengisi hari-hari saya dengan keramaian yang terkadang membuat “sebal” dan membuat hidup saya lebih hidup. Tapi itu semua memotivasi saya untuk terus maju menyelesaikan semuanya. Dengan adanya kalian membuat saya gak pernah merasa sepi.

 Orang-orang terdekat, keluarga besar H.A (Hulaimi Ahmad), keluarga besar STJ (Sutarji), sahabat, teman-teman saya tersayang, sedikit banyak kalian telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(13)

Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA

MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya

Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008

Program Studi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing

Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.

(14)

Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA

MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya

Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008

Program Studi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing

Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya Lampung Tengah pada

tanggal 7 Juni 1988 dan merupakan anak ketiga dari enam

bersaudara, anak dari pasangan Syafruddin dan Endang

Setiawati.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman

Kanak-Kanak ABA Bandar Jaya Lampung Tengah yang selesai pada tahun 1994,

kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 7 Bandar Jaya Lampung

tengah yang akhirnya pindah ke SD YPP Bandar Harapan Lampung Tengah pada

kelas enam SD yang diselesaikan pada tahun 2000. Jenjang pendidikan berikutnya

di SLTP YPP Bandar Harapan Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun

2003. Serta jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Poncowati

Terbanggi Besar Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis sempat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi

DCC Lampung Jurusan D1 Bahasa Inggris. Di tahun 2008 penulis diterima di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Jurusan sosiologi, Universitas Lampung

melalui jalur UM (Ujian Mandiri). Kemudian pada tahun 2011 penulis mengikuti

KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan,

(16)

SANWACANA

Bismillahirohmannirrohim

Alhamdulilah segala puji bagi Alloh SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya

skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Lampung. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan

kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan Ibu Dra. Anita

Damayantie, M.H selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi atas segala bimbingan

dan saran yang telah diberikan.

3. Ibu Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si selaku Pembimbing Skripsi atas segala

kebaikan, saran, bantuan dan waktu yang telah diberikan sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. Hartoyo, M.Si selaku Dosen Penguji atas segala kebaikan, dan

(17)

5. Ibu Erna Rochana, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas segala nasihat,

masukan, dan saran yang telah diberikan selama penulis menjalani proses

menyelesaikan studi dan skripsi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung.

7. Teman-teman satu Angkatan 2008 Jurusan Sosiologi atas segala bantuan,

semangat dan dukungannya.

8. Kedua Orangtua atas segala dukungannya dalam bentuk kasih sayang, doa,

materi dan keyakinan.

9. Kelima saudara sekandung saya atas segala bantuan dan dukungannya dalam

bentuk kekompakan dan saling menjaga.

10. Keluarga Besar Hulaimi Ahmad dan Keluarga Besar Sutarji atas

dukungannya dalam bentuk moril.

11. Almamater tercinta.

Semoga Alloh senantiasa memberikan Rahmat, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya

pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir

kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 18 Oktober 2012

Penulis,

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi

kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour

Fakih (2004:17) kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault)

terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap

sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu

kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan

gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

violences. Bias gender itu sendiri disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang

ada dalam masyarakat dimana banyak sekali pelabelan yang diberikan masyarakat

terhadap laki-laki yang justru malah merugikan perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan telah terjadi sepanjang kehidupan manusia.

Namun hingga sekarang masih belum dianggap sebagai persoalan yang serius

(19)

tidak setara dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Tommy Awuy (1999),

kekuasaan ada di tangan laki-laki. Hal ini yang membuat laki-laki menjadi

makhluk yang aktif (subjek) sementara perempuan menjadi pasif (objek) dari

kekuasaan (subordinat). Perempuan menjadi objek pelampiasan gejolak

seksualitas laki-laki yang bisa saja pelampiasan itu hanya sekedar untuk

menunjukkan bahwa laki-laki itu memang berkuasa.

Cara pandang masyarakat terhadap kekerasan perempuan sangat dipengaruhi oleh

nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat. Seperti nilai-nilai patriarki yang hidup dan

dipelihara oleh masyarakat dengan mengabaikan nilai lainnya. Dimana

nilai-nilai itu memberi hak istimewa kepada laki, sehingga segala kebutuhan

laki-laki itu diprioritaskan di atas kebutuhan perempuan.

Adapun macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan

gender yang dikemukakan oleh Mansour Fakih (2004:18-19) diantaranya yaitu :

1. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam

perkawinan.

2. Tindak pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga

(domestic violence).

3. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital

multilation).

4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitusi).

5. Kekerasan dalam bentuk pornografi.

6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana

(20)

7. Kekerasan yang terselubung (molestation), yakni memegang atau

menyentuh bagian tubuh dari perempuan dengan berbagai cara dan

kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di

masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and

emotionalharassment.

Sedangkan menurut Siti Noor Laila dan Yuni Satria Rahayu (2004:24) kekerasan

terhadap perempuan terbagi dalam tiga lingkup. Pertama di lingkup keluarga

(ranah), yaitu kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam ruang lingkup

rumah tangga. Seperti kekerasan terhadap istri baik psikis, fisik, ekonomi, seksual

dan pembatasan ruang gerak istri, kekerasan terhadap anak perempuan dan

pembantu rumah tangga. Kedua yakni di lingkup masyarakat (publik) yang

merupakan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkungan

masyarakat. Seperti perkosaan, eksploitasi perempuan melalui media, pelecehan

seksual, perdagangan perempuan dan anak perempuan, melarikan anak

perempuan (sebambangan). Ketiga di lingkup negara (state) yaitu kekerasan

terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat negara secara sistematis, atau

melalui kebijakan-kebijakan baik secara langsung yang menyebabkan terjadinya

kekerasan terhadap perempuan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat jelas bahwa penyebab terjadinya

kekerasan yang dialami perempuan adalah budaya patriarki, dimana adanya

pengakuan di masyarakat bahwa laki-laki itu superior atau kuat sedangkan

perempuan itu hanya subordinat atau lemah. Padahal sebenarnya anggapan itulah

(21)

disadari kekerasan akan terus berlangsung kalau perempuan itu tidak dapat

membela diri. Begitu pula kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran

akan terus berlangsung hingga ke perkawinan. Namun dalam hal ini banyak

remaja perempuan khususnya kurang memahami tentang kekerasan pada masa

pacaran.

Selain itu kekerasan pada masa pacaran itu sendiri juga kurang mendapat

perhatian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena masih cukup banyak yang

beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab

pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang

indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang

dilakukan dan diucapkan sang pacar.

Padahal kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan

kekerasan terhadap perempuan. Sebab menurut Deklarasi penghapusan kekerasan

terhadap perempuan tahun 1994 pasal 1, kekerasan terhadap perempuan itu sendiri

adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat

kesengsaraan atau penderitan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk

ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara

sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan

pribadi.”

Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan,

sebenarnya kekerasan pada masa pacaran ini tidak hanya dialami oleh perempuan

atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang

(22)

dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya

ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh

masyarakat luas. Ketidakadilan dalam gender selama ini telah terpatri dalam

kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk

yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain

sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang wajar dan

semena-mena (http://situs.Kesepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm.

Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

Beberapa data yang dapat dijadikan alasan mengapa kekerasan pada masa pacaran

perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak antara lain menurut Rifka Annisa,

sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan

reproduksi dan gender menemukan bahwa sejak tahun 1994-2001, dari 1683 kasus

kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kekerasan pada masa pacaran

(Kompas-online 4 Maret 2002).

Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang telah membuka pelayanan satu atap

(One Stop Service) dalam menangani kekerasan terhadap perempuan

mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus kekerasan pada masa

pacaran yang dilaporkan (Kompas-online 4 Maret 2002).

Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni

2001 saja terdapat 47 kasus kekerasan pada masa pacaran, 57% diantaranya

adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15%

mengalami kekerasan fisik, 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi

(23)

Di Lampung Sendiri dalam Catatan Akhir Tahun Lembaga Advokasi Perempuan

DAMAR, kekerasan pada masa pacaran (dating violence) yang terjadi selama

tahun 2010 adalah sebanyak 23 kasus dengan perincian 18 kasus kekerasan

seksual berupa pelecehan dan perkosaan, 5 kasus kekerasan fisik berupa 4 kasus

pemukulan dan 1 kasus pembakaran. Sedangkan kasus dating violence yang

didampingi oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR sendiri dari

Januari-Desember 2010 sebnayak 9 kasus berupa kekerasan fisik (pemukulan dan

pembakaran) dan kekerasan seksual (perkosaan).

Berdasarkan data-data yang telah disajikan, menunjukkan bahwa kekerasan pada

masa pacaran benar-benar perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk

kesadaran dari perempuan itu sendiri tentang apa itu kekerasan pada masa

pacaran. Sebab dilihat dari jumlahnya, kekerasan pada masa pacaran sudah bukan

lagi persoalan yang biasa-biasa saja. Namun kesulitannya masyarakat dan

perempuan itu sendiri yang menganggap kekerasan pada masa pacaran bukanlah

masalah yang serius yang perlu ditanggapi. Kurangnya informasi yang menyoroti

masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian

pada masa pacaran itu sendiri.

Dengan adanya fenomena yang terjadi dalam hubungan pacaran inilah, maka

mengetahui analisis dalam menghadapi kekerasan pada masa pacaran dianggap

peneliti perlu dikaji, mengingat cukup banyak perempuan yang menjadi korban

dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang

pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan

(24)

ini agar para perempuan dapat mengetahui tentang bahaya dan akibat dari

kekerasan pada masa pacaran.

Berbeda dengan penelitian Marisa Tri Dewanti tentang Gambaran Kekerasan

dalam Pacaran pada Remaja Usia 17-21 Tahun di Program Studi Kebidanan,

dalam penelitian penulis ini akan dibahas secara menyeluruh atau dianalisis secara

utuh tetapi fokus tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga yang akan diteliti

adalah usia 19-21 tahun. Dalam penelitian ini juga akan diungkap bagaimana

pengetahuan perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga perspektif

para perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran yang telah dialaminya.

Sebab, jika kekerasan pada masa pacaran tidak segera diteliti maka dampak

negatif dari kekerasan pada masa pacaran tersebut akan terus berlangsung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas

sebagai fenomena yang sebenarnya ditemui dalam hubungan pacaran, maka

perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Apa penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa

pacaran (dating violence) ?

2. Apa sajakah bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa

pacaran (dating violence) ?

3. Bagaimana dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran

(25)

4. Apa perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

menurut si korban ?

5. Bagaimana cara penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran

(dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu ?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian mengenai analisis dalam menghadapi

kekerasan pada masa pacaran (dating violence) adalah;

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kekerasan pada masa pacaran (dating

violence)

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran (dating

violence)

3. Untuk menjelaskan dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa

pacaran (dating violence)

4. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan perspektif si korban tentang

kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

5. Untuk menjelaskan cara penyelesaian atau penghentian pada masa pacaran

(dating violence) yang terjadi atau dialami pada saat itu.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan konsep-konsep ilmu

(26)

mengembangkan konsep-konsep ilmu sosial budaya yang menyangkut

norma-norma dalam pergaulan dan mengenai masalah yang dihadapi pada

masa pacaran.

2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi bahan perhatian bagi pihak atau

lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan untuk lebih

meningkatkan sosialisasi mengenai kekerasan pada masa pacaran kepada

seluruh lapisan masyarakat terutama remaja perempuan itu sendiri. Karena

kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan

kekerasan terhadap perempuan.

3. Secara terapan, diharapkan berguna dalam meningkatkan kemampuan dasar

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan Pada Masa Pacaran

2.1.1 Konsep Pacaran

Menurut Rifka Anissa WCC Yogyakarta (2000: 1), masalah cinta dalam usia

remaja sering dihubungkan dengan pacar atau pacaran. Pacaran adalah hubungan

cinta antara laki-laki dengan perempuan yang diikat dengan suatu komitmen atau

janji-janji tertentu, entah janji sehidup semati, entah janji untuk saling berkorban,

saling pengertian, saling setia, atau apapun. Pacaran sebenarnya adalah fase atau

saat yang dilalui oleh sepasang kekasih untuk saling mengenal lebih dekat.

Dimana biasanya dalam cinta, idealnya harus ada perasaan saling memahami,

saling memberi semangat, saling menjaga dan sama-sama melakukan hal yang

positif.

Menurut Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI (Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia) pusat, pacaran ini biasanya mulai muncul pada

(28)

ketertarikan diri terhadap lawan jenis. Proses “sayang-sayangan” dua lawan jenis

ini merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar

membina hubungan dengan lawan jenis sebagi persiapan sebelum menikah untuk

menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah

menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta

reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa. (http://situs.Kesrepro.

Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember

2011).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI

(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat beberapa tahapan dari

pacaran, yaitu :

1. Tahap ketertarikan

Dalam tahap ini tantangannya ialah bagaimana mendapatkan kesempatan

untuk menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain.

2. Tahap ketidakpastian

Pada masa ini terjadi peralihan dari rasa tertarik ke arah rasa tidak pasti.

Maksudnya pada masa ini mulai bertanya-tanya apakah orang tersebut

benar-benar tertarik pada dirinya.

3. Tahap komitmen

Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan dengan seseorang

secara eksklusif. Kita menginginkan kesempatan memberi dan menerima

cinta dalam suatu hubungan khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain.

(29)

bersamanya. Seluruh energi digunakan untuk menciptakan saling cinta dan

hubungan yang harmonis.

4. Tahap keintiman

Dalam tahap ini mulai dirasakan keintiman yang sebenarnya, merasa lebih

rileks untuk berbagi lebih mendalam dibandingkan dengan masa sebelumnya,

dan merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri kita

(http://situs.Kesrepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses

pada tanggal 5 Desember 2011).

Berdasarkan konsep-konsep pacaran yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa

dalam kenyataannya, tataran pandangan mengenai pacaran berbeda antara

individu yang satu dengan individu yang lain. Penafsiran mengenai batasan

pacaran menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta dipandang sebagai suatu

hubungan cinta yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu untuk

sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan sebagainya.

Berbeda pula halnya yang diungkapkan oleh Yahya Ma’shum dan Chatarina

Wahyurini di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat bahwa

batasan pacaran dipandang sebagai suatu proses mengenal dan memahami lawan

jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan

sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan

pada saat sudah menikah.

Dari adanya tataran mengenai penafsiran tentang pacaran tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa batasan mengenai pacaran setiap individu tidak dapat dipastikan

karena masing-masing individu memiliki pemahaman yang berbeda mengenai

(30)

pacaran dalam penelitian ini adalah tahap penyesuaian antara kedua belah pihak

untuk saling mengenal, yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji

tertentu untuk sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan

sebagainya sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya

ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah.

2.1.2 Konsep Kekerasan

Definisi kekerasan terhadap perempuan menurut “Deklarasi Penghapusan

Kekerasan Terhadap Perempuan” tahun 1994 pasal 1 adalah setiap tindakan

berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan

tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang,

baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) “kekerasan adalah perihal (yang

bersifat, berciri) keras : perbuatan seseorang atau kelompok orang yang

menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik

atau barang orang lain. Kekerasan juga dapat diartikan dengan tindakan paksaan”.

Berdasarkan konsep kekerasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau

sekelompok orang yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan baik secara

fisik, seksual, psikologi, termasuk tindakan pemaksaan, baik yang terjadi di ranah

(31)

Dari adanya konsep kekerasan dan konsep pacaran yang telah dikemukakan, maka

dapat dipahami bahwa antara kekerasan dan pacaran ada ketertarikan, dimana

tidak selamanya hubungan percintaan selalu identik dengan hal-hal yang indah

dan menyenangkan, namun sebenarnya tanpa disadari dalam hubungan pacaran

pernah terjadi kekerasan.

Menurut Pusat Pencegahan dan Kesadaran Seksual pada Universitas Michigan di

Ann Arbor (Muray, 2006:10) mendefinisikan kekerasan pada masa pacaran

sebagai “penggunaan dengan sengaja taktik kekerasan dan tekanan fisik untuk

mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan

intinya”.

Adapun faktor yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran

remaja menurut Domestic and Dating Violence: an Information and Resource

Handbook, yang disususun Metropolitan King City Council tahun 1996 (Jill

Murray, 2006: 16), yaitu :

1. Penerimaan teman sebaya

Remaja sangat bergantung pada penerimaan teman sebayanya. Jika teman

perempuannya percaya bahwa hubungannya “normal”, ia biasanya tidak

mampu menilai apakah pacarnya menunjukkan perilaku kekerasan.

2. Ekspektasi gender

Meskipun remaja sekarang diasuh pada masa dimana persamaan perempuan

lebih besar dari pada masa ibunya, dominasi pria dan kepastian wanita tetap

(32)

3. Kurang pengalaman

Umumnya remaja kurang pengalaman dalam berpacaran dan menjalin

hubungan dibandingkan orang dewasa, serta mungkin belum mengetahui apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya, pacar penyiksa yang

cemburu dianggap sebagai tanda cinta dan kesetiaan. Juga, sifat hubungan

remaja adalah sementara dan intens, serta terhalang untuk melihat hal ini

secara objektif karena kurang peduli.

4. Punya sedikit kontak dengan orang dewasa

Remaja sering merasa bahwa orang dewasa tidak menganggap mereka secara

serius dan campur tangan orang dewasa menyebabkan hilangnya rasa

kepercayaan atau kemandirian. Ini merupakan salah satu penyebab remaja

menyimpan rahasia untuk dirinya sendiri.

5. Kurangnya akses pada sumber-sumber sosial

Anak-anak di bawah usia 18 tahun kurang memiliki akses ke penanganan

medis dan tempat penampungan perempuan yang mengalami kekerasan.

Mereka membutuhkan izin orangtua, tapi takut memintanya.

6. Masalah legal

Remaja umumnya kurang memiliki akses ke pengadilan dan bantuan polisi.

Ini merupakan penghalang bagi remaja yang tidak menginginkan adanya

(33)

7. Penyalahgunaan substansi

Meskipun penyalahgunaan substansi bukan merupakan penyebab kekerasan

pada masa pacaran, hal itu dapat meningkatkan peluang dan parahnya

kekerasan. Alkohol dan obat-obatan mengurangi kemampuan untuk

menunjukkan kontrol diri dan kemampuan membuat keputusan dengan baik,

pada anak perempuan dan anak laki-laki.

Faktor lainnya yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran

yaitu :

1. Pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang amat berpengaruh dalam

membentuk kepribadian seseorang. Masalah-masalah emosional yang kurang

diperhatikan orang tua dapat memicu timbulnya permasalahan bagi individu

yang bersangkutan di masa yang akan datang. Misalkan saja sikap kejam

orang tua, berbagai macam penolakan dari orang tua terhadap keberadaan

anak, dan sikap disiplin yang diajarkan secara berlebihan. Hal-hal semacam

itu akan berpengaruh pada peran (role model) yang dianut anak itu pada masa

dewasanya. Bisa model peran yang dipelajari sejak kanak-kanak tidak

sesuai dengan model yang normal atau model standard, maka perilaku

semacam kekerasan dalam pacaran ini pun akan muncul.

2. Media Masa

Media Massa, TV atau film juga sedikitnya memberikan kontribusi terhadap

munculnya perilaku agresif terhadap pasangan. Tayangan kekerasan yang

sering muncul dalam program siaran televisi maupun adegan sensual dalam

(34)

3. Kepribadian

Teori sifat mengatakan bahwa orang dengan tipe kepribadian A lebih cepat

menjadi agresif daripada tipe kepribadian B (Glass, 1977). Hal ini berlaku pula

pada harga diri yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi harga diri yang

dimiliki oleh seseorang maka ia memiliki peluang yang lebih besar untuk

bertindak agresif.

4. Peran Jenis Kelamin

Pada banyak kasus, korban kekerasan dalam pacaran adalah perempuan. Hal

ini terkait dengan aspek sosio budaya yang menanamkan peran jenis kelamin

yang membedakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituntut untuk memiliki

citra maskulin dan macho, sedangkan perempuan feminim dan lemah gemulai.

Laki-laki juga dipandang wajar jika agresif, sedangkan perempuan diharapkan

untuk mengekang agresifitasnya.

(http://sapaindonesia.wordpress.com/2011/07/16/mengenal-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-pacaran. Diakses pada tanggal 4 Mei 2012)

Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:2) kekerasan pada masa pacaran

adalah perasaan memiliki dan menguasai yang menghambat perkembangan diri

pasangan yang wujudnya bermacam-macam yaitu fisik, psikis, seksual dan

ekonomi.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat dsimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan kekerasan pada masa pacaran adalah kekerasan yang

sering dialami atau sering muncul meliputi kekerasan seksual, psikis, ekonomi

(35)

kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan intimnya juga dalam bentuk ingkar

janji.

2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran

Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:3) tentang bentuk-bentuk dan

akibat dari kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran :

1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang dilakukan dengan anggota badan si

pelaku atau dengan bantuan alat tertentu misalnya kayu, besi, batu dan

lain-lain. Kekerasan fisik ini contohnya menjambak, memukul, menyundut

dengan rokok, mendorong, mencekik dan sebagainya. Akibat dari kekerasan

fisik adalah timbulnya luka atau bekas di tubuh korban, patah kaki, retak

tulang, rambut rontok, lecet sampai gegar otak.

2. Kekerasan emosional, yaitu kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata

atau jelas seperti kekerasan fisik. Kekerasan emosional lebih dirasakan atau

berdampak pada perasaan sakit di hati, tertekan, marah, perasaan terkekang,

minder dan perasaan tidak enak lainnya. Contoh kekerasan ini adalah

pembatasan, yaitu seseorang membatasi aktivitas pasangannya tanpa alasan

yang masuk akal, cemburu yang berlebihan, punya “ban serep”, “nyuekkin”,

menghina dan sebagainya.

3. Kekerasan seksual, yaitu kekerasan yang berkaitan dengan penyerangan

seksual atau agrisifitas seksual seperti mencium, memeluk dengan paksa,

memegang tangan atau meraba-raba kemaluan. Selain itu, kekerasan seksual

juga termasuk pemberian perhatian yang berkonotasi (nyerempet-nyerempet)

(36)

porno padahal tidak disukai. Akibat kekerasan seksual, misalnya kehamilan

yang tidak dikehendaki dan pemaksaan melakukan aborsi (pengguguran

kandungan). Pada kegagalan aborsi salah satu akibat yang timbul adalah

kematian ibu dan bayi.

4. Kekerasan ekonomi, yaitu kekerasan yang berhubungan dengan uang dan

barang. Misalnya pacar suka meminta uang, utang tidak pernah membayar

atau kalau meminjam barang tidak pernah mengembalikan dan lain-lain.

Akibat dari kekerasan ini berhubungan dengan kehilangan atau kekurangan

barang dan uang juga.

Dengan adanya pengetahuan atau wacana perempuan terhadap bentuk-bentuk

kekerasan pada masa pacaran, maka akan didapatkan pandangan bahwa kekerasan

yang dialami pada masa pacaran merupakan tindakan kekerasan atau paksaan

untuk melakukan sesuatu, baik disadari maupun tidak yang tentu saja kekerasan

dalam bentuk apapun tidak disetujui oleh perempuan.

2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran

Kekerasan pada masa pacaran lebih banyak dialami oleh perempuan atau remaja

putri karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang

dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal gender selama ini telah

terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap

sebagai mahluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki

dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak

(37)

Adapun hal-hal yang menyebabkan laki-laki melakukan tindak kekerasan

terhadap pasangannya pada masa pacaran menurut Lembaga Advokasi

Perempuan DAMAR adalah sebagai berikut :

1. Bias Gender

Ideologi yang membedakan peran sosial dan karakteristik laki-laki dan

subordinasi dan kekerasan perempuan atas dasar jenis kelamin telah

menyebabkan timbulnya perbedaan akses dalam hal ekonomi, informasi dan

politik sehingga menyebabkan marginalisasi terhadap perempuan.

2. Budaya Patriarki

Keyakinan yang ada dalam msyarakat bahwa laki-laki superior (kuat)

sedangkan perempuan inferior (lemah), sehingga laki-laki dianggap

dibenarkan untuk berkuasa atas diri perempuan.

3. Kekuasaan atau Dominasi

Kekuasaan memungkinkan terjadinya prilaku menguasai atau mengontrol

kepada pihak yang dikuasai dan manifestasinya berupa kekerasan.

Berdasarkan penyebab kekerasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab

utama dari munculnya tindak kekerasan pada masa pacaran ini disebabkan bias

gender dan telah tertanamnya budaya patriarki, dimana adanya pengakuan dari

masyarakat bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai mahluk yang

lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki karena laki-laki

dianggap sebagai superior (kuat) dan perempuan inferior (lemah), sehingga dirasa

(38)

Pandangan inilah yang menimbulkan laki-laki mempunyai hak kontrol, mengatur

dan mengendalikan perempuan. Dan pandangan ini diyakini pula oleh perempuan,

sehingga apabila masalah ini tidak segera diatasi pada masa pacaran maka akan

terus berlanjut sampai menikah nantinya.

2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran

Dampak yang ditimbulkan dalam kekerasan pada masa pacaran tentunya sangat

berbahaya. Kekerasan akan selalu berdampak negatif dan akibat yang paling fatal

adalah luka psikologis yang memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama

dan tidak dapat dipastikan. Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada

masa pacaran, antara lain :

2.4.1 Dampak Kejiwaan

Perempuan menjadi trauma atau membenci laki-laki, akibatnya perempuan

menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Sehingga menimbulkan

rasa kecemasan yang mendalam.

2.4.2 Dampak Sosial

Posisi perempuan menjadi lemah dalam hubungan dengan laki-laki. Apalagi

perempuan yang merasa telah menyerahkan keperawanannya kepada pacarnya,

biasanya merasa minder untuk menjalin hubungan lagi. Jadi, rasa percaya dirinya

menurun. Tidak hanya rasa percaya diri terhadap lawan jenis tapi juga terhadap

diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan turunnya produktivitas kerja

(39)

2.4.3 Dampak Fisik

Bila terjadi kehamilan tidak dikehendaki dan pacar meninggalkan pasangannya.

Ada dua kemungkinan :

 Melanjutkan kehamilan atau aborsi. Bila melanjutkan

kehamilan, harus siap menjadi orang tua tunggal. Bila aborsi, harus siap

menanggung risiko-risiko, seperti pendarahan, infeksi, dan bahkan kematian.

Bila terjadi hubungan seks dalam pacaran, perempuan akan rentan terkena

Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu herpes dan HIV/AIDS.

(http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/kekerasan_dalam_pacaran.html.

Diakses pada tanggal 22 Maret 2012).

2.5 Analisis

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Peter Salim dan Yenni

Salim (2002) menjabarkan pengertian analisis sebagai berikut:

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan dan

sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab

sebenarnya, dan sebagainya).

b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan

bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan

pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.

c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah

(40)

d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis

(dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa

kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya).

e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam

bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian

tentang prinsip-prinsip dasarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Suharso dan Ana Retnoningsih

(2005), analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan

dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk

perkara dan sebagainya).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005)

menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya.

2.6 Landasan Teori

Untuk menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengambil suatu

contoh teori yaitu agression atau agresi adalah suatu keadaan emosi yang

merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari

keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari

keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri,

atau secara destruktif.

Perilaku agresif memiliki asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai

(41)

gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau

objek yang menyebabkan frustasi.

Perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Perilaku manusia

dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan

seksualitas, dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2279873-violence-teori-kekerasan-simbolik-zavloj. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012).

2.7 Kerangka Pikir

Masa remaja adalah masa-masa indah dan bahagia. Dimana pada masa tersebut

remaja mulai mengalami namanya jatuh cinta sekaligus cinta pertama. Walaupun

pada dasarnya cinta itu sendiri sulit untuk didefinisikan dan sulit digambarkan.

Masa-masa seperti ini biasanya mulai muncul pada masa awal pubertas.

Perubahan hormon dan fisik laki-laki dan perempuan memunculkan rasa

ketertarikan satu sama lain. Proses “sayang-sayangan” lawan jenis tersebut

merupakan proses saling mengenal dan memahami serta belajar membina

hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk

menghindari ketidakcocokkan dan permasalahan pada saat sudah menikah.

Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta

reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.

Dalam hal ini masa cinta dalam usia remaja sering dihubungkan dengan pacar

atau pacaran. Dimana pacaran adalah hubungan cinta antara laki-laki dan

(42)

janji untuk sehidup semati, janji untuk saling berkorban, janji untuk saling setia,

saling pengertian dan sebagainya.

Pacaran sebenarnya merupakan suatu fase atau saat yang dilalui oleh sepasang

kekasih untuk saling mengenal lebih dekat. Dan dalam cinta, idealnya harus ada

perasaan saling memahami, saling memberi semangat, saling menjaga, saling

melakukan hal yang positif dan sebagainya. Namun sesuatu yang ideal itu kadang

kala bertentangan dengan prakteknya, sehingga timbulah bentuk pacaran yang

negatif yang mengandung unsur kekerasan. Pacaran yang buruk tersebut akan

ditandai dengan hubungan kebersamaan yang buruk pula. Hubungan seperti ini

adalah hubungan yang dilandasi perasaan memiliki yang begitu kuat, sehingga

timbul perasaan ingin menguasai. Namun, dalam hal ini perasaan memiliki itu

dianggap wajar oleh masyarakat dan remaja perempuan pada khususnya sebab

mereka beranggapan orang yang berpacaran memang harus saling memiliki.

Perasaan memiliki dan menguasai tersebut akhirnya menghambat perkembangan

diri pasangan yang dalam hal ini perempuanlah sebagai korbannya. Karena

perasaan memiliki dan menguasai tersebut menunjukkan lambang adanya bias

gender, budaya patriarki yang berkembang dan kekuasaan atau dominasi dari

laki-laki sebagai penyebab munculnya kekerasan pada masa pacaran. Hingga sesuatu

yang dikatakan pacaran yang ideal tersebut tidak tercapai. Namun yang

mengherankan, pacaran yang dilandasi kekerasan tersebut pada umumnya dapat

bertahan lama dan ada juga yang berhasil hingga jenjang pernikahan. Hal ini

disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para remaja tentang

(43)

Padahal tindakan menguasai tersebut dikategorikan sebagai tindak kekerasan,

karena kekerasan itu menurut “Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap

perempuan” adalah setiap tindakan yang berakibat pada kesengsaraan dan

penderitaan secara fisik, mental, ekonomi atau seksual pada korbannya.

Tindakan kekerasan itu wujudnya bermacam-macam, yaitu fisik, mental atau

psikis, seksual dan ekonomi. Dengan menganalisis Kekerasan Pada Masa Pacaran

akan dijabarkan atau dijelaskan seperti apa bentuk-bentuk kekerasan pada masa

pacaran, apa penyebabnya, bagaimana dampaknya, apa persepsi masyarakat

tentang kekerasan pada masa pacaran dan bagaimana cara penyelesaiannya.

Penelitian ini telah mengacu kepada mata kuliah Sosiologi Gender. Di mana

Sosiologi Gender mempelajari tentang suatu konsep kultural yang berupa

membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik

emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini

(1996:175) bahwa penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan untuk

mengungkapkan rahasia sesuatu, dilakukan dengan menghimpun data dalam

keadaan sewajarnya, mempergunakan cara bekerja yang sistematik, terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.

Lebih lanjut dijelaskan objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang atau

aspek kehidupan manusia, yakni manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi

manusia. Objek itu diungkapkan kondisinya sebagaimana adanya atau dalam

keadaan sewajarnya (natural setting), mungkin berkenaan dengan aspek atau

bidang kehidupannya yang disebut ekonomi, kebudayaan, hukum, administrasi,

agama dan sebagainya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut

(45)

penelitian yang bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya tentang salah satu

gejala nyata yang ada dalam kehidupan masyarakat yang dapat digunakan untuk

menelaah suatu keadaan, kelompok masyarakat setempat (community),

lembaga-lembaga maupun individu-individu.

Adapun tujuan digunakan metode studi kasus ini adalah untuk mengetahui secara

mendalam dan menganalisis mengenai kekerasan pada masa pacaran.

Alasan digunakannya metode kasus menurut Robert K. Yin (1996:1) dikarenakan

beberapa hal, yaitu :

1. Penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol

peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki. Dengan kata lain penelitian dengan cara studi

kasus tidak membutuhkan kontrol terhadap peristiwa pelaku yang akan

diteliti

2. Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di

dalam konteks kehidupan nyata.

3.2 Fokus Penelitian

3.2.1 Penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa

pacaran (dating violence)

Penyebab terjadiya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan

mengenai sesuatu yang melarbelakangi dan menjadi penyebab terjadinya

(46)

3.2.2 Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa

pacaran (dating violence)

Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan

mengenai suatu bentuk kekerasan yang dialaminya pada masa pacaran baik dalam

bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi maupun seksual.

3.2.3 Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran (dating

violence)

Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran dalam penelitian ini

maksudnya dalam arti dampak yang ditimbulkan atau dialami oleh si korban atas

pelaku.

2.2.4 Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

menurut si korban

Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran menurut si korban dalam

penelitian ini maksudnya si korban akan memberikan perspektifnya atau

pendapatnya tentang kekerasan pada masa pacaran yang dialaminya.

2.2.5 Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran

(dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu

Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran yang terjadi atau

dialami perempuan pada saat itu dalam penelitian ini maksudnya adalah dalam arti

(47)

yang dilakukan informan ketika kekerasan pada masa pacaran terjadi atau

dialaminya pada saat itu.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di lingkungan Universitas Lampung. Hal ini

dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan data yang

diperlukan, karena dalam penelitian ini melibatkan mahasiswi UNILA di berbagai

jurusan yang sedang mengalami kekerasan pada masa pacaran. Selain itu pula

pemilihan lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan lokasi yang

mudah dijangkau oleh peneliti serta pertimbangan waktu, dan fasilitas-fasilitas

lainnya yang dapat memenuhi standar kualifikasi sehingga mempermudah peneliti

untuk mengumpulkan data.

3.4 Penentuan Informan

Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang

situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini mahasiswi sudah

mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak kekerasan pada masa

pacaran merupakan sasaran utama yang akan dijadikan informan.

Menurut Spreadly dan Faisal (1990) agar memperoleh informasi yang lebih

terbukti, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain :

1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas

(48)

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau

kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu dan kesempatan

untuk dimintai keterangan.

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan

yang mengetahui kejadian tersebut.

Adapun penentuan informan pada penelitian ini dilakukan secara purposive

sampling, di mana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria

yang telah ditentukan dan menggunakan beberapa orang lain sebagai key person

atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubugan dengan informan.

Berikut kriteria-kriteria informan yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di berbagai jurusan di

Universitas Lampung.

2. Sudah mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak

kekerasan pada masa pacaran,

3. Usia 19-22 tahun

4. Belum pernah menikah

Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka dipilih beberapa orang mahasiswi

Universitas Lampung yang akan dijadikan informasi dalam penelitian ini. Adapun

alasan dalam memilih mahasisiwi Universitas Lampung, dikarenakan tentunya di

(49)

banyaknya pengalaman berpacaran yang telah dialami, maka akan terdapat pula

pengalaman kekerasan (baik dalam bentuk fisik, ekonomi, psikis maupun seksual)

yang pernah dialami dalam hubungan pacaran. Selain itu peneliti juga mahasisiwi

Universitas Lampung, sehingga memudahkan peneliti dalam pencarian informan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara Mendalam

Wawancara diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data primer. Jenis

pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan yang

dibuat sedemikian rupa serta jawaban dan pertanyaannya dapat

bermacam-macam. Artinya jawaban-jawaban yang diberikan informan tidak dibatasi.

Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal

ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan dapat terarah tanpa mengurangi

kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga agar

terkesan dialogis dan tampak informal. Informasi yang diharapkan dari

wawancara secara lisan yang diungkapkan oleh informan diekspresikan menurut

kata-kata dan perspektif informan.

Wawancara mendalam dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data

tentang bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran,

(50)

dampak terjadinya kekerasan pada masa pacaran, perspektif tentang kekerasan

pada masa pacaran, penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran

yang dialami perempuan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu suatu teknik pencarian data-data sekunder berupa tinjauan

pustaka, catatan, buku, agenda, surat kabar serta hal-hal lain yang berkaitan

dengan objek yang akan diteliti.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Menurut Hadari Mawawi dan Martini Hadari (1992:45) bahwa analisis kualitatif

digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsi, serta menafsirkan hasil penelitian

dengan susunan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (indepth interview) diolah dan

dianalisis secara kualitatif dengan proses reduction dan interpretations. Data yang

terkumpul ditulis dalam bentuk transkrip, kemudian dilakukan pengkategorian

dengan melakukan reduksi data yang terkait, kemudian dilakukan interpretasi

yang mengarah pada fokus penelitian.

Proses analisa data kualitatif menurut Matthew B. Milis dan A. Michael

Huberman (1992:16) akan melalui proses sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

(51)

lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi

data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat

ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui

seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke dalam

suatu pola yang lebih luas.

2. Display (Penyajian Data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikkan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi

analisis kualitatif yang valid untuk melihat gambaran keseluruhan dari penelitian

ini, maka akan diusahakan membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada

peneliti, sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik.

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Peneliti berusaha mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola

penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi.

Kesimpulan diferifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang

muncul dari data yang diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokkan yang

merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan pada penelitian ini, antara lain :

1. Penyebab kekerasan yang dialami pada masa pacaran terjadi karena adanya

relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan yakni pola hubungan

di mana salah satu pasangan ada yang merasa lebih berkuasa, seperti rasa

cemburu dan rasa memiliki yang berlebihan dari sang pacar. Adanya budaya

yang tidak adil gender serta adanya budaya patriarki yang telah tertanam di

masyarakat yang umumnya menjadikan posisi perempuan lemah di mata

laki-laki. Karena secara alamiah laki-laki dianggap memiliki keunggulan dan kuat.

2. Bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran yang dialami oleh informan

adalah kekerasan psikis, fisik, seksual da ekonomi. Dalam bentuk psikis yang

dialami berupa dicemburui, dibatasi, dikontrol yang berlebihan, diatur dalam

(53)

informan. Sedangkan kekerasan fisik yang dialami adalah ditampar dan

didorong. Dalam kekerasan seksual yang dialami adalah dipaksa dan dirayu

dengan “janji-janji gombal” untuk melakukan hubungan intim. Dan dalam

bentuk ekonomi kekerasan yang dialami adalah dimanfaatkan materi si

perempuan oleh sang pacar.

3. Dampak-dampak yang dialami oleh kelima informan adalah menjadi

terbatasnya pergaulan mereka terhadap teman-teman mereka, rasa malu

karena sang pacar terlalu cuek melakukan tindak kekerasan di depan umum.

Susah mengambil keputusan karena sang pelaku lebih dominan terhadap diri

si korban. Hilangnya kepercayaan diri karena merasa tidak suci lagi dan

merasakan sakit di badan karena bekas kekerasan fisik yang terjadi.

4. Pemahaman informan mengenai dating violence sangat mempengaruhi

informan dalam mengambil keputusan yang tepat ketika mengalami

kekerasan pada masa pacaran. Secara umum pemahaman informan belumlah

begitu dalam tentang dating violence. Bahkan diantaranya ada yang

menganggap yang dialaminya bukanlah bentuk dari kekerasan melainkan

ungkapan dari rasa sayangnya pada informan dan hal tersebut dianggap wajar

dalam hubungan pacaran. Hal ini disebabkan menurut mereka sesuatu hal

dikatakan kekerasan bila telah mengakibatkan luka pada tubuh mereka.

5. Penyelesaian atau penghentian dating violence yang terjadi atau dialaminya

pada saat itu antara lain dengan saling introspeksi diri, menyimpan persoalan,

membicarakannya dengan baik-baik, membicarakannya dengan kepala

(54)

memutuskan hubungan dengan sikap yang tegas membuat informan selalu

berharap persoalan tersebut benar-benar terselesaikan dan tidak akan terulang

kembali. Namun kenyataannya hampir semua informan mengakui kalau

kekerasan yang dialaminya terulang kembali meskipun telah terselesaikan.

Kekerasan yang biasanya selalu terulang kembali meskipun sudah

terselesaikan atau terhenti pada saat itu adalah kekerasan psikis. Sulitnya

informan mengambil keputusan yang tepat untuk menyikapi kekerasan yang

dialaminya pada masa pacaran dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya

adalah karena kurangnya perhatian, pemahaman dan kesadaran dari berbagai

pihak juga informan sendiri tentang dating violence yang dialaminya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan ynag telah diperoleh maka dalam mengatasi

kekerasan pada masa pacaran ini disarankan sebagai berikut :

1. Perlunya dibentuk lembaga khusus yang berada di Universitas Lampung

sendiri menangani persoalan dating violence ini yang dapat memberikan

konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran, sehingga diharapkan

akan menyadarkan mereka tentang bagaimana menjalani hubungan tanpa

perlunya kekerasan di dalamnya.

2. Sosialisasi mengenai pemahaman dating violence dari lembaga yang

berwennag dan peduli pada kekerasan yang dialami perempuan kepada

seluruh lapisan masyarakat termasuk kepada para penegak hukum, sehingga

(55)

seperti yang dialami oleh kelima informan. Dengan demikian diharapkan pula

pemahaman dating violence dapat diserap oleh kaum remaja yang umumnya

menjadi korban. Hal ini dimaksudkan agar mereka para korban dating

violence memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu yang tepat ketika

mengalami dating violence dan menyadari kalau persoalan dating violence

adalah persoalan yang serius untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.

3. Perlunya pemahaman tentang gender kepada seluruh masyarakat dan aparat

hukum oleh lembaga yang berwenang sehingga dapat meluruskan

mitos-mitos kalau laki-laki lebih superior (kuat) sedangkan perempuan inferior

(lemah). Hal ini diharapkan masyarakat akan lebih bersikap objektif dalam

memandang persoalan kekerasan yang dialami perempuan khususnya

kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran.

4. Mensosialisasikan delik hukum ynag berkaitan dengan masalah dating

violence, karena dengan cara ini diharapkan pelkau dpaat lebih mengerti

bahwa kekerasan yang selama ini dilakukannya tergolong tindak kejahatan

yang bisa berakibat pada hukum pidana. Sosialisasi ini tentunya harus

didukung oleh kesiapan aparat yang bersangkutan dalam menyikapi dan

menjaga komitmen terhadap masalah dating violence. Dengan demikian

diharapkan pula aparat yang khusus menangani kasus ini memiliki perspektif

gender yang baik.

5. Pembentukan Women’s Crisis Center beserta safe home/shelter yang akan

menampung mereka sementara waktu, sehingga terjadi keselamatan jiwanya

(56)

hubungan pacaran ini. Dimana WCC yang bekerja sama dengan pihak

kepolisian, rumah sakit, LSM dan pengadilan merupakan jaminan yang ideal

dalam menangani masalah bentuk dating violence sehingga diharapkan

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk menangani mual

Penelitian ini mencoba membahas 3 masalah yaitu pelaksanaan pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan dan pengajaran terhadap anak didik pemasyarakatan, hambatan-hambatan yang ditemui

$IBQUFS , Debug and Benchmark , takes a comprehensive look at some of the techniques that you can utilize in order to ensure your concurrent Python systems are as free as

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi yang menggunakan pembahasan secara deskriptif analisis untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan

(Studi Kasus Desa Dahu, Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglan, Banten (Fak. Pertanian IPB Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, 2002).. dengan mengikuti

Adapun pengertian penempatan menurut Suwatno (2003:138) mendefinisikan bahwa Penempatan karyawan adalah untuk menempatkan karyawan sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada

Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik Islam yang da’wahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khilafah Islamiyyahdengan

Pada grafik 2 aspek landasan SMPN 259 lebih menonjol karena memiliki landasan atau dasar yang jelas di dalam program bimbingan konseling seperti keyakinan (