• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA LAZDAI DALAM MENYADARKAN MASYARAKAT UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA LAZDAI DALAM MENYADARKAN MASYARAKAT UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFORTS TO INCREASE AWARENESS IN THE COMMUNITY LAZDAI TO ISSUE ZAKAT

By JUNDIYANTI

This study aims to determine LAZDAI efforts in raising public awareness for the issue of zakat, the fact that the potential of zakat in Indonesia is very big but the collection and management is still not organized. Another thing to note is that the factors supporting and inhibiting factors in an effort to increase public awareness of Zakat issue. LAZDAI study was conducted in Lampung. Desktiptif kind of research is qualitative, with data collection techniques such as in-depth interviews using interview guidelines and documentation study data to support research. Informants in this study is comprised of seven people who were board LAZDAI three people who are considered to meet the needs research author in doing this, and four people who have seen the donors LAZDAI information related to efforts to increase awareness of Zakat issued through the LAZ. Informants are determined by using purposive sampling technique. The results showed LAZDAI efforts in raising public awareness is being made by way of socialization into society and companies, improving LAZDAI services and make these programs attractive. LAZDAI supporting factors in raising public awareness is the presence of donor assistance LAZDAI long to introduce to the community, good service and the existence of programs that are interesting. Consists of inhibiting factors inhibiting factors inhibiting factors internal and external. Internal inhibiting factors are lack of manpower personnel and the unavailability of four-wheeled vehicle assets, whereas the external inhibiting factor is the presence of habit tithe directly in certain societies, the level of interest and public confidence remains low and is still a lack of understanding of religion in society.

▸ Baca selengkapnya: ibadah zakat dalam prinsip musawah merupakan upaya untuk

(2)

UPAYA LAZDAI DALAM MENYADARKAN MASYARAKAT UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT

Oleh JUNDIYANTI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat, karena ternyata potensi zakat di Indonesia sangat besar namun pengumpulan dan pengelolaannya masih belum terorganisir. Hal lain yang ingin diketahui adalah faktor-faktor pendukung dan faktor- faktor penghambat upaya menyadarkan masyarakat mengeluarkan zakat. Penelitian ini dilakukan di LAZDAI Lampung. Jenis penelitian ini adalah desktiptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara dan data studi dokumentasi untuk menunjang penelitian. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari 3 orang adalah pengurus LAZDAI yang dianggap memenuhi kebutuhan penulis dalam melakukan penelitian ini, dan 4 orang donatur LAZDAI yang dianggap memiliki informasi berkaitan dengan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat melalui LAZ. Informan ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sample. Hasil penelitian ini menunjukkan upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan, meningkatkan layanan LAZDAI dan membuat program-program yang menarik. Faktor-faktor pendukung LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat adalah adanya bantuan dari donatur lama untuk mengenalkan LAZDAI pada masyarakat, layanan yang baik dan adanya program-program yang menarik. Faktor penghambat terdiri dari faktor penghambat internal dan faktor penghambat eksternal. Faktor penghambat internal yaitu kurangnya tenaga personel dan belum adanya aset kendaraan roda empat, sedangkan yang menjadi faktor penghambat eksternal adalah adanya kebiasaan berzakat secara langsung di kalangan masyarakat tertentu, tingkat ketertarikan dan kepercayaan masyarakat masih rendah dan masih kurangnya pemahaman ajaran agama di kalangan masyarakat.

(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Masalah kemanusiaan yang terbesar adalah masalah kemiskinan yang melanda

sebagian besar umat manusia termasuk di dalamnya umat Islam. Masalah kaya

miskin dalam masyarakat kadang-kadang dipandang sebagai masalah rawan

karena keadaan demikian dapat menimbulkan kesenjangan dan masalah sosial.

Masalah sosial yang timbul dari kemiskinanan seperti kriminalitas, penculikan

anak, kenakalan remaja, anak jalanan, gelandangan, pengemis, narkoba, prostitusi

dan masalah sosial lainnya. Masalah-masalah sosial tersebut tentunya akan

meresahkan masyarakat dan perlu ditangani dengan cara mengentaskan

kemiskinan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi perbedaan kaya dan miskin

yang mencolok dalam masyarakat. Untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan

kerjasama dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri,

karena mengentaskan kemiskinan merupakan tanggung jawab bersama sebagai

bentuk solidaritas sosial dalam masyarakat.

Tiap agama membawa ajaran yang baik terlepas dari perbedaan-perbedaan sangat

mendasar yang menyertainya. Termasuk di dalamnya ajaran kedermawanan

(4)

kesatuan antar umat manusia. Menurut Jalaluddin (2005 : 263) agama memiliki

fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas sosial dimana penganut agama yang sama

secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan

kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok

maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan

yang kokoh. Karena agama mendorong manusia untuk tidak selalu memikirkan

kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan sesama. Itu berarti agama membantu

mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban

sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap

para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka.

Dalam peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial

yang terpadu dan utuh.

Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang mempersatukan.

Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik

diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam

kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang

mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh

kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam

masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai

sosial keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-

perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi

(Nottingham, 1997 : 42). Seperti halnya ajaran agama Islam yang menghendaki

(5)

memikirkan nasib orang lain dan memiliki kewajiban sosial membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu ajaran Islam yang menunjukkan solidaritas dan kewajiban untuk

mensejahterakan masyarakat adalah zakat. Zakat merupakan ibadah umat Islam di

bidang harta yang sering dipandang sebagai instrumen untuk merealisasikan

konsep keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Zakat

merupakan manifestasi dalam hubungan antara manusia dengan prinsip

mendistribusikan harta kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin sehingga

tidak terjadi kesenjangan sosial.

Islam mewajibkan seorang muslim yang mampu untuk mengeluarkan hartanya

dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan bagi orang yang tidak

mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak memiliki harta untuk

mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia berhak mendapat jaminan dari

saudara-saudaranya yang mampu, karena dalam Islam semua muslim itu bersaudara.

Jaminan yang dimaksud tersebut berupa zakat yang diberikan oleh muslim yang

mampu kepada saudara muslim yang tidak mampu. Zakat inilah yang diharapkan

mampu meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, sebagai

sikap dari saling membantu dan solidaritas dalam Islam yang pada akhirnya

mampu pula memberantas kemiskinan dalam masyarakat.

Yusuf Qardhawi (Nuruddin, 2006 :152-153) mengemukakan bahwa zakat adalah

sistem sosial, karena zakat berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan

(6)

berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, orang

yang berada menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang

miskin dan orang yang dalam perjalanan kehabisan bekal dan memperkecil

perbedaan antara si kaya dan si miskin.

Sedangkan zakat menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) merupakan

salah satu dari sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu

implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq,

2005 : 11) juga menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai

keadilan sosial, dalam arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok

kecil masyarakat.

Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang cukup panjang, seperti

juga ibadah shalat. Kalau shalat merupakan ibadah ruhiyah, maka zakat adalah

ibadah harta dan sosial yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan

menentukan, baik yang dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi

pembangunan kesejahteraan umat. Dengan kata lain, zakat disamping memiliki

dimensi spiritual juga memiliki dimensi sosial ekonomi. Dengan demikian, bagi

setiap muslim yang telah menunaikan zakat, tidak hanya beribadah untuk dirinya

sendiri tetapi juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sesamanya,

dimana pengeluaran zakat dibebankan atas harta atau kekayaan seorang muslim

sehingga zakat memiliki tujuan sangat mulia .

Adapun tujuan mulia dari zakat menurut Muhammad Said Wahbah (Nuruddin,

(7)

1. Membangun jiwa dan semangat untuk saling menunjang dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam.

2. Merapatkan dan mendekatkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. 3. Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana,

seperti bencana alam maupun bencana lainnya.

4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadnya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekerasan dalam masyarakat.

5. Menyediakan dana taktis dan khusus untuk penangulangan biaya hidup para gelandangan, para pengangguran, dan tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah, tetapi tidak memiliki dana untuk itu.

Peran strategis zakat dalam mensejahterakan umat, bukan hanya janji kosong

ataupun angan-angan. Zakat telah terbukti begitu efektif pada zaman

kekhalifahan Umar bin Khaththab yang mampu mengentaskan kemiskinan karena

tidak lagi ditemukan orang-orang miskin untuk diberikan zakat. Seperti yang

dikisahkan Abu Ubaid bahwa Mu’adz bin Jabal pernah mengirimkan hasil zakat

yang dipungutnya di Yaman kepada khalifah Umar, karena beliau tidak lagi

menemukan mustahik (penerima zakat) zakat di Yaman, tapi dikembalikan oleh

Umar, Mu’adz kemudian mengirimkan sepertiga hasil zakat itu yang kembali

ditolak oleh Umar. (www.Sebi.ac.id, akses tanggal 30 Oktober 2008).

Sebuah potret yang begitu mengagumkan dari adanya kewajiban zakat bagi umat

muslim. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang secara logika

sederhana, muzakki-nya (pembayar zakat) tentu sangat banyak, dan jika ini bisa

dimaksimalkan, bukan tidak mungkin bangsa ini akan bebas dari lilitan hutang

dan masyarakatnya bisa sejahtera. Agar menjadi sumber daya yang dapat

dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan

(8)

zakat secara professional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat

bersama pemerintah.

Di Indonesia sendiri pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sebagai landasan hukum sekaligus

pengatur dalam upaya pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat

yang disertai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999

tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral

Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji No. D / 291 Tahun 2000 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Walau telah ada dasar hukum yang kuat

mengenai pengelolaan zakat, namun masih ada kekurangan dari undang-undang

tersebut, seperti tidak adanya sanksi bagi orang yang telah mampu dan wajib

berzakat tetapi tidak melaksanakannya (tidak mau membayar zakat). Sehingga

mengeluarkan zakat masih bergantung pada kesadaran individu masing-masing.

Dalam Bab II pasal 5 Undang-undang zakat tersebut dikemukakan bahwa

pengelolaan zakat bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntutan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial .

3. Meningkatkan hasil dan daya guna zakat.

Dalam undang-undang tersebut juga dikemukakan bahwa pemerintah Indonesia

menetapkan dan mengesahkan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil

Zakat (LAZ) sebagai organisasi yang bergerak dalam pengelolaan zakat di

(9)

pemerintah menjadi ujung tombak pemerintah dalam upaya pengumpulan dan

pendistribusian zakat. Badan ini didirikan di berbagai tingkatan mulai dari pusat,

provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Pelaksanaan pengelolaan zakat turut

pula dilaksanakan oleh unsur masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ)

yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh

pemerintah setelah memenuhi beberapa persyaratan tertentu.

Berkaitan dengan upaya pembentukan pengelola zakat yang kuat, amanah dan

dipercaya oleh masyarakat maka diatur pula sanksi bagi lembaga pengelola zakat

seperti yang tercantum dalam Bab VIII pasal 21 butir 1 bahwa :

“setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau tidak mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat,waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 12, dan pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)”.

Dengan adanya sanksi tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat percaya

dan sengaja mengeluarkan zakatnya melalui lembaga amil zakat.

Sejak dikeluarkannya UU No.38 tahun 1999 tersebut, pengelolaan zakat di

Indonesia terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Terbukti dengan

semakin banyaknya badan/lembaga yang berdiri untuk mengelola zakat. Menurut

data Forum Zakat (FOZ) hingga Nopember 2007 di Indonesia sudah ada BAZ

(Badan Amil Zakat) sebanyak 433 badan dan LAZ (Lembaga Amil Zakat)

sebanyak 60 lembaga atau total BAZ/LAZ = 493 lembaga. Dari 493 lembaga

tersebut berhasil dihimpun dana sebesar Rp 1,8 Triliun (http :

(10)

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah

dan Ford Foundation (http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=1628&kd=B

tanggal 30 Desember 2008) mengungkapkan, jumlah filantropi (kedermawanan)

umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun dalam bentuk barang Rp 5,1 triliun

dan uang Rp 14,2 triliun. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal dari

zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta sebesar Rp. 13,1 triliun.

Potensi zakat di Indonesia sesungguhnya sangat besar, berdasarkan hitungan

Kompas, potensi minimal zakat di Indonesia sebesar Rp 4,8 triliun. Asumsinya,

penduduk Muslim 88,2 persen dari total penduduk Indonesia. Mengacu pada

Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh

Indonesia, 13 persen di antaranya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2 juta per

bulan. Dengan asumsi bahwa penghasilan setiap keluarga itu lebih besar daripada

pengeluaran, minimal keluarga itu mampu membayar zakat 2,5 persen dari

pengeluarannya. Dengan demikian, nilai totalnya menjadi Rp 4,8 triliun. Hasil

survei Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) tahun 2007

menyebutkan, potensi zakat di Indonesia lebih besar lagi, yaitu Rp 9,09 triliun.

Survei ini menggunakan 2.000 responden di 11 kota besar di Indonesia.

Pakar ekonomi syariah, Syafii Antonio, bahkan menyebut potensi zakat Indonesia

mencapai Rp 17 triliun. Namun, hasil riset terbaru dari Ivan Syaftian, peneliti dari

Universitas Indonesia, tahun 2008, dengan menggunakan qiyas zakat emas, perak,

dan perdagangan, didapat data potensi zakat profesi sebesar Rp 4,825 triliun per

(11)

bekerja dengan rata-rata pendapatan di atas nisab

(http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/30/00185540/potensi.zakat.triliunan.r

upiah).

Sementara itu, jumlah dana zakat yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional

(Baznas) tahun 2007 sebesar Rp 14 miliar. Apabila digabung dengan penerimaan

zakat seluruh lembaga amil zakat (LAZ) tahun 2007, dicapai Rp 600 miliar. Nilai

ini hanya 12,5 persen dari potensi minimal yang ada jika asumsi potensi Rp 4,8

triliun. Ini membuktikan bahwa dari potensi zakat yang besar belum sepenuhnya

tergali untuk digunakan mengatasi masalah kemiskinan.

Hasil Survei “Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Berzakat” (http:/ www.

PIRAC.co.id, akses tanggal 3 Februari 2009) yang dilakukan PIRAC pada akhir

2007 dengan melibatkan 2000 responden yang dilakukan setiap tiga tahun untuk

mengetahui potensi dan perubahan perilaku masyarakat dalam berzakat. Survei

yang dilakukan di 11 kota besar, yakni Medan, Padang, DKI Jakarta, Bandung,

Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Makassar, dan Manado

menunjukkan bahwa 55 persen masyarakat muslim yang menjadi responden sadar

atau mengakui dirinya sebagai pembayar zakat (muzaki).

Tingkat kesadaran para muzaki ini meningkat 5,2 persen dibandingkan dengan

hasil survei sebelumnya (2004) yang besarnya 49,8 persen. Fenomena ini

menunjukkan adanya kesadaran masyarakat akan kewajibannya sebagai wajib

zakat. Peningkatan kesadaran ini juga terlihat dari kepatuhan muzaki dalam

(12)

responden yang mengaku sebagai muzaki (95,5 persen) menunaikan kewajibannya

dengan membayar zakat. Jumlah persentase muzaki yang membayar zakat ini juga

sedikit meningkat dibanding hasil survei 2004 yang besarnya (94,5 persen). Hal

ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan

zakatnya.

Munculnya lembaga-lembaga pengelola zakat dan meningkatnya kesadaran

masyarakat dalam melaksanakan ibadah zakat, belum disertai dengan kesadaran

untuk menyalurkan zakat melalui badan amil zakat ataupun lembaga amil zakat.

Jumlah muzaki (pembayar zakat) yang menyalurkan zakat secara langsung lebih

besar daripada yang menyalurkan melalui BAZ dan LAZ. Hal ini dapat dilihat

dari hasil Survei PIRAC yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

(59%) ternyata memilih menyalurkan zakatnya kepada masjid di sekitar rumah.

Responden yang memilih menyalurkan zakatnya langsung kepada penerima zakat

sebesar 25 %, sementara responden yang menyalurkan zakatnya ke BAZ dan LAZ

hanya 6% dan 1,2%.

Di Bandar Lampung sendiri, menurut Ansori, direktur LAZIS Lampung

(Lampung Post, 28 September 2007) masyarakat Lampung cenderung

memberikan zakatnya langsung kepada mustahiq (penerima zakat), sehingga

zakat yang dikelola masih minim. Di sisi lain, lembaga amil zakat kurang

berkembang karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk memberikan zakatnya

kepada LAZIS masih rendah. Padahal, potensi zakat di Lampung ini sangat besar,

(13)

Banyak pemberi zakat yang lebih senang menyalurkan zakatnya melalui masjid

sekitar rumah ataupun secara langsung kepada mustahik. Pengelolaan zakat lewat

masjid umumnya tidak seoptimal dan profesional lewat BAZ dan LAZ. Pola

pengelolaan zakatnya biasanya bersifat pasif, tentatif atau tidak rutin, booming

pada saat Ramadhan, dikelola oleh panitia sementara dan pendayagunaannya

hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan pembagian

zakat secara langsung merupakan niat baik, namun niat baik juga harus disertai

dengan pelaksanaan yang baik agar tidak terjadi hal yang merugikan seperti yang

terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Contoh penyaluran zakat yang berakhir tragis terjadi saat ada pembagian zakat

secara massal oleh keluarga Haji Syaikon di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal

15 September 2008 yang menyebabkan 21 orang tewas dan belasan korban

luka-luka akibat pembagian zakat yang tidak tertib (http ://www. Detiknews.com

tanggal 2 Februari 2009) dan berita Ramadhan tahun sebelumnya menewaskan 5

orang di rumah Habib Ismet Alhabsyi Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan

merupakan berita yang sangat miris didengar. Insiden ini sebenarnya bukan

pertama kali terjadi, namun pola penyaluran zakat secara massal ini tampaknya

masih diminati masyarakat. Insiden Pasuruan ini tak perlu terjadi seandainya H.

Syaikhon dan Habib Ismet sebagai muzaki mau menyerahkan zakatnya kepada

amil zakat yang sudah ada, yakni badan amil zakat daerah atau lembaga amil

(14)

Selain mengindari hal-hal yang tak diinginkan, penyaluran zakat secara kolektif

melalui lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum

formal, menurut Abdurrahman Qadir (Hafidhuddin, 2002 : 126) akan memiliki

beberapa keuntungan, antara lain : Pertama, untuk menjamin kepastian dan

disiplin muzakki (pemberi zakat). Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para

mustahik (penerima zakat), apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat

dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran

yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada

suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat

penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.

Sebaliknya, jika zakat diserahkan secara langsung dari muzakki kepada mustahik,

meskipun secara hukum syariah adalah sah, akan tetapi disamping akan

terabaikannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat , terutama

yang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan. Seperti yang

diungkapkan oleh Yusuf Wibisono (2007 : 3) bahwa zakat sebagai salah satu

ibadah memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian dan dapat

mengentaskan kemiskinan, baru akan terasa dampaknya pada tingkat yang

diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan,

dikumpulkan secara terorganisir dan dikelola secara profesional.

Besarnya manfaat zakat dan pentingnya penghimpunan zakat secara kolektif serta

rendahnya kesadaran masyarakat menyalurkan zakat melalui LAZ inilah yang

(15)

menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat serta mengetahui faktor

pendukung dan faktor penghambat dalam menyadarkan masyarakat untuk

mengeluarkan zakat.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk

mengeluarkan zakat ?

2. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam upaya

menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan ;

1. upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk

mengeluarkan zakat.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan

(16)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan sosial yang bertema sama khususnya dalam bidang sosiologi.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

informasi bagi lembaga amil zakat dalam upaya menyadarkan masyarakat

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Peranan Lembaga Amil Zakat

1. Pengertian Peranan

Peranan dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan terencana seseorang yang

mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Menurut Margono Slamet

(Emirzan, 2006 : 6) peranan mencakup tindakan aturan perilaku yang perlu

dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial.

Soleman B. Taneko (Emirzan, 2006 : 7) mengemukakan bahwa dalam konsep

peranan terkandung harapan-harapan tertentu yaitu harapan agar menjalankan

kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.

Dalam hal ini ada dua macam harapan, yaitu :

1. Harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peranan.

2. Harapan yang dimiliki oleh pemegang peranan terhadap masyarakat atau

terhadap orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peran

(18)

Soerjono Soekamto (Emirzan, 2006 : 7-8) menyatakan bahwa peranan adalah

aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban

sesuai dengan kedudukannya. Menurut Levinson peranan mencakup tiga hal

yaitu :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan ini dalam arti merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perkelakuan individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat.

Berkaitan dengan kepentingan penelitian, dalam hal ini peranan lembaga amil

zakat dapat diartikan sebagai tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh lembaga

amil zakat dalam melaksanakan harapan yang dimiliki. Peranan suatu lembaga

atau organisasi dalam masyarakat lebih banyak menyangkut pada aktivitasnya

tersebut yang bersumber dari program-program yang dijalankan. Keberhasilan

LAZ dalam melakukan upaya menyadarkan masyarakat diukur dari bertambahnya

jumlah muzaki yang menyalurkan zakat melalui LAZ. Namun sebaliknya, jika

jumlah orang yang menyalurkan zakat semakin berkurang, maka LAZ tersebut

(19)

2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat (LAZ) sering diartikan sebagai suatu lembaga masyarakat

yang informal, temporer dan hanya bekerja menerima zakat dan membagikan

kepada yang berhak menerimanya.

Lembaga amil zakat (LAZ) menurut Wiwoho, Yatim dan Hendargo (Sidiq, 2005 :

14) merupakan suatu bentuk organisasi, sistem manajemen dan mekanisme kerja

yang menjamin pengumpulan zakat dari yang berkewajiban membayarnya dan

menjamin pula pembagian atau penyebarannya sehingga tercapai tujuan yang

lebih jauh yaitu ikut memberantas kemiskinan dan kefakiran dengan

mengembangkan usaha-usaha produksi sehingga berkelanjutan ikut meningkatkan

kualitas kehidupan umat. Sebagai organisasi pengelola zakat, lembaga amil zakat

dapat menerima berbagai jenis dana selain zakat yaitu dan infaq/shadaqah, dana

wakaf dan dana pengelola

Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang melayani kepentingan publik

dalam penghimpunan dan penyaluran dana umat. Sebagai organisasi sektor publik

tentu saja LAZ memiliki stakeholders yang sangat luas. Konsekwensinya LAZ

dituntut dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan kepada semua pihak

yang berkepentingan. Kemampuan untuk memberikan informasi yang terbuka,

seimbang dan merata kepada stakeholders terutama mengenai pengelolaan

keuangan adalah salah satu kriteria yang menentukan tingkat akuntabilitas dan

(20)

Dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Undang-undang tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga

amil zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas

prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah,

pendidikan, sosial dan kemashlahatan umat Islam.

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 581, dikemukakan bahwa

Lembaga amil zakat harus memiliki beberapa persyaratan teknis, antara lain :

1. Berbadan hukum

2. Memiliki data muzakki dan mustahik

3. Memiliki program kerja yang jelas

4. Memiliki pembukuan yang baik

5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit

Tugas pokok dari lembaga amil zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan

dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Pengertian dari

kegiatan pengelolaan zakat menurut UU No. 38 tahun 1999 adalah kegiatan

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan

pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa lembaga amil zakat adalah sebuah

lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat, bertugas menghimpun zakat

dari para muzaki (pemberi zakat), mengelola dan menyalurkan kepada mustahik

(penerima zakat) serta berkewajiban menginformasikan laporan keuangannya

(21)

B.Tinjauan tentang Kesadaran Masyarakat

1. Pengertian Kesadaran

Menurut Salam ( Zainidah, 2008 : 36) kesadaran terdiri dari kata dasar sadar yang

berisi pengertian tahu, kenal, mengerti, dapat memperhitungkan arti, guna sampai

pada soal akibat perbuatan satu pekerjaan yang dihadapi seseorang baru dapat

dimintai tanggungjawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya. Menurut

Devito, kesadaran adalah kemampuan untuk merespon atau memilah sesuatu

(Zainidah, 2008:38).

Sedangkan menurut Moenir (Marleni, 2003:9) kesadaran merupakan suatu proses

berpikir, metode dan renungan pertimbangan dan perbandingan sehingga

menghasilkan keyakinan, ketenangan dan ketetapan hati dan kesinambungan jiwa

sebagai tolak ukur perbuatan dan tindakan yang akan dilakukan.

2. Pengertian Masyarakat

Beberapa sarjana sosial mengemukakan pengertian yang berbeda - beda tentang

masyarakat, tergantung sudut pandang masing-masing. Menurut Soerjono

Soekamto (Abdulsyani, 2005:13) masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan

bersama manusia yang memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut :

1. Manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang

hidup bersama minimal dua orang.

2. Bergaul dalam jangka waktu yang lama.

(22)

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan

bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok

merasa dirinya terikat satu sama lain.

W.J.S Poerwadarminta (Abdul Syani, 2005:3) mengartikan masyarakat sebagai

pergaulan hidup manusia atau sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu

tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu.

Selanjutnya, menurut Ralp Linton (Abdul Syani, 2005:11) yang mengemukakan

bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup

dan bekerjasama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap

diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan

dengan jelas.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai masyarakat, maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang bergaul

bersama dalam suatu kesatuan sistem hidup yang mempunyai ciri-ciri tertentu

yaitu hidup bersama dan dalam waktu lama dengan batas-batas tertentu serta

terkandung unsur-unsur seperti kepentingan, keinginan dan memiliki tujuan yang

sifatnya fungsional.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat adalah

sebagai suatu keadaan dimana masyarakat mengerti, tahu dan merasa yang

(23)

melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai bagian masyarakat tanpa ada

paksaan dari pihak lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Masyarakat

W. A. Gerungan (Elentari, 2005:19) mengemukakan bahwa dua aspek yang

mempengaruhi sikap, kesadaran dan pengertian anggota kelompok adalah :

1. Peranan (fungsinya pada kelompok itu)

2. Timbal balik hubungan anggota kelompok

Saifudi Azwar (Elentari, 2005:19-20) mengemukakan bahwa kesadaran

masyarakat merupakan sikap sosial yang terbentuk dari adanya interaksi sosial

yang dialami oleh individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah :

1. Pengalaman pribadi

Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan

terhadap stimulus sosial.

2. Orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang klonformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Hal ini dimotivasi

oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena

kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman-pengalaman

individu.

(24)

Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa

membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan

opini seseorang.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya dasar

pengertian dan konsep moral dalam individu.

6. Faktor emosional

Kadang-kadang suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Berkaitan dengan penelitian ini kesadaran masyarakat dalam menyalurkan zakat

dipengaruhi oleh peranan yang dimiliki oleh lembaga amil zakat dan adanya

interaksi antara LAZ dan masyarakat yang memberikan pengetahuan dan

pemahaman tentang zakat sehingga masyarakat secara sadar dan tanpa paksaan

akan mengeluarkan zakatnya melalui LAZ.

C. Tinjauan tentang Zakat

1. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar dari zaka yang

berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Karenanya zaka, berarti tumbuh dan

berkembang. Dari istilah zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan

(25)

adapun orang yang menerima zakat disebut mustahik, sedangkan bagi yang orang

memberi zakat disebut muzakki (http://www.laziz UNS.ac.id tanggal 30 Oktober

2008).

Menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) zakat merupakan salah satu

dari sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu implementasi asas

keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq, 2005 : 12 ) juga

menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai keadilan sosial, dalam

arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok kecil masyarakat.

Zakat menurut Sudarsono (Sidiq, 2005 : 11) adalah mengeluarkan sebagian harta

bendanya untuk diberikan kepada fakir miskin sesuai dengan aturan-aturan yang

telah ditentukan dalam Al Qur’an sebagai pembersih serta penghapus kesalahan

-kesalahan manusia. Menurut Hafidduddin (2002 : 2) zakat merupakan bagian dari

harta dengan prasyarat tertentu yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya

untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu

pula.

2. Penerima Zakat (Mustahik)

Zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim dengan syarat-syarat tertentu juga

memiliki batasan sehingga hanya diberikan kepada yang berhak. Batasan bagi

penerima zakat terdapat dalam Al-Qur’an, surat At-Taubah ayat 60, dimana yang

berhak menerima zakat ada 8 golongan. Golongan masyarakat yang berhak

(26)

a. fakir, adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak memiliki

harta

b. miskin, adalah orang yang memiliki pekerjaan namun penghasilannya

tidak mencukupi kebutuhannya

c. amil, yaitu petugas zakat. Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari

zakat, maksimal satu perdelapan atau 12,5 persen, dengan catatan bahwa

petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan

sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas

tersebut.

d. Muallaf , yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya,

karena baru masuk Islam

e. Riqab, adalah budak yang ingin memerdekakan diri dengan membayar

uang tebusan budak belian untuk membebaskan dirinya,

f. gharimin atau kelompok orang yang berhutang. Tapi bukan berarti semua

bentuk hutang dapat dibayarkan dari zakat. Menurut para ulama ada

beberapa jenis hutang yang menjadikan orang yang berhutang berhak

untuk mendapatkan zakat yaitu :

1) Pertama, orang yang berhutang untuk kemaslahatan dan memenuhi

kebutuhan pokok pribadi dan keluarga yang menjadi

tanggungannya.

2) Kedua, orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti

orang yang mendamaikan dua kelompok yang bertikai, dan untuk

(27)

kepada orang lain. Mereka itulah orang-orang yaang berhak

mendapatkan zakat.

Adapun orang yang mempunyai hutang untuk bisnis, jika pada

waktu jatuh tempo ia tidak mempunyai sesuatu untuk membayar

hutangnya, maka menurut sebagian ulama mereka berhak

menerima zakat. Namun bagi mereka yang berhutang untuk bisnis,

meskipun mereka mempunyai hutang tapi kehidupan mereka

sangat berkecukupan, seperti para bisnisman dan para konglomerat

yang sebenarnya banyak diantara mereka memiliki hutang, maka

mereka adalah orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat dan

bukan orang yang berhak menerima zakat

g. Fi sabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah dan

h. Ibnu Sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.

Dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat yang timpang maka golongan

ashnaf yang perlu diutamakan, karena kondisi yang mereka alami dapat

menyebabkan menurunnya kualitas hidup, kelaparan,bahkan kematian.

3. Syarat Wajib Zakat

Zakat diambil dari orang kaya (mampu) dan diberikan kepada orang-orang yang

tidak mampu, seperti fakir dan miskin. Indikator kemampuan itu adalah dihitung

dari nishab (nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya). Jika

(28)

untuk mengeluarkan sebagian penghasilannya tanpa adanya nishab, yaitu dalam

bentuk infak atau sedekah (Hafidhuddin, 2002:25).

Adapun syarat-syarat wajib untuk mengeluarkan zakat adalah

a. Islam; Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam saja.

b. Merdeka; Hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat

fitrah, sedangkan tuannya wajib mengeluarkannya. Di masa sekarang

persoalan hamba sahaya tidak ada lagi. Bagaimanapun syarat merdeka

tetap harus dicantumkan sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan

zakat karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat yang

tetap ada.

c. Milik Sepenuhnya; Harta yang akan dizakati hendaknya milik sepenuhnya

seorang yang beragama Islam dan harus merdeka. Bagi harta yang

bekerjasama antara orang Islam dengan orang bukan Islam, maka hanya

harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya.

d. Cukup Haul; cukup haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap setahun,

selama 354 hari menurut tanggalan hijrah atau 365 hari menurut tanggalan

mashehi.

e. Cukup Nisab; Nisab adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib

dikeluarkan zakatnya. Kebanyakan standar zakat harta (mal) menggunakan

nilai harga emas saat ini, jumlahnya sebanyak 85 gram. Nilai emas

dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas,

(29)

4. Macam-macam Zakat

Zakat ada dua macam yang terdiri dari zakat Nafs/fitrah dan zakat mal/harta

(Gustian Djuanda, 2006 : 18). Zakat fitrah merupakan zakat untuk menyucikan

diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan Ramadhan

sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri). Zakat ini dapat berbentuk bahan

pangan atau makanan pokok sesuai dengan daerah yang ditempati, maupun berupa

uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan

pokok tersebut.

Zakat mal atau zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan

harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Zakat mal

terbagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan jenis harta yang dimiliki, antara

lain :

a. Zakat binatang ternak, meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan

kecil (kambing, domba), dan unggas (ayam, itik, burung)

b. Zakat emas dan perak, termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah

mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh

karena itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,

saham atau surat berharga lainnya termasuk ke dalam kategori emas dan

perak, sehingga penentuan nishab (jumlah minimal) dan besarnya zakat

(30)

c. Zakat harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk

diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang-barang seperti

alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan dan lain-lain.

d. Zakat hasil pertanian adalah zakat dari hasil tumbuh-tumbuhan yang

bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur,

buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan dan lain-lain.

e. Zakat ma’din (hasil tambang) dan kekayaan laut. Hasil tambang adalah

benda-benda yang terdapat di perut bumi dan memilki nilai ekonomis,

seperti emas, perak, timah, tembaga dan lain-lain. Kekayaan laut adalah

segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut, seperti mutiara, ambar dan

lain-lain

f. Rikaz (harta temuan) yaitu harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa

disebut dengan harta karun. Termasuk di dalamnya harta yang ditemukan

dan tidak ada yang mengakui sebagai pemiliknya.

g. Zakat profesi merupakan zakat hasil profesi (pegawai negeri/swasta,

konsultan, dokter, notaris dan lain-lain)

5. Nishab Zakat

Nishab adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Untuk zakat fitrah, nishabnya adalah mempunyai kelebihan bahan makanan

pokok pada hari Raya Idul Fitri dengan kadar zakat 2,5 kg beras atau 3,5 liter

bahan pokok. Sedangkan untuk zakat harta kebanyakan standar zakat harta (mal)

(31)

dijadikan ukuran nishab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas, saham,

perniagaan, pendapatan dan uang dana pensiun.

a. Emas dan Perak

(1) Nishab Emas sebesar 20 dinar (85 gram), perak sebesar 200 Dirham

(672 gram)

(2) sebagai acuan untuk perhitungan kadar zakat yang lain

(3) bentuk lain baik dari saham/obligasi, penjualan rumah,profesi

komersial.

b. Harta Perniagaan

(1) bidang perdagangan , industri, agro industri, jasa,

(2) nishab sebesar 85 gram emas selama satu tahun

(3) kadar : 2,5 % x nishab

c. Harta Peternakan

(1) Sapi, Kerbau, Kuda, Unta

- Nishab 30 ekor

Jumlah Wajib Zakat

30 – 39 ekor 1 ekor sapi jantan/betina tabi’

40 – 59 ekor 1 ekor betina musinnah

60 – 69 ekor 2 ekor sapi tabi’

70 – 79 ekor 1 ekor musinnah, 1 ekor tabi’

(32)

Keterangan : yang dimaksud dengan sapi tabi’ adalah sapi yang berumur 1 tahun,

masuk tahun ke-2, sedangkan sapi mussinah adalah sapi yang berumur 2 tahun,

masuk tahun ke-3.

(2) Kambing, Domba

- Nishab 40 ekor

Jumlah Wajib Zakat

40 – 120 ekor 1 ekor kambing/domba

121 – 200 ekor 2 ekor kambing/domba

201 – 300 ekor 3 ekor kambing/domba

(3) Ternak Unggas dan Perikanan

Besar zakat = 2,5 % x nilai kekayaan yang berkembang d. Hasil Pertanian

(1) Nishab sebesar 5 wasq ( 750 kg) makanan pokok yang paling umum

(2) Kadar Zakat 10 % x hasil bersih ( tadah hujan)

(3) Kadar Zakat 5 % x hasil bersih (pengairan buatan)

e. Hasil tambang, hasil laut, dan barang temuan (rikaz)

(1) Nishab 85 gram emas

(2) Kadar Zakat 20,5 x nilai bersih

f. Zakat Profesi

(1) Nishab 85 gram emas

(33)

6. Manfaat Zakat

Secara umum zakat bertujuan untuk menutupi kebutuhan pihak-pihak yang

memerlukan dari harta orang-orang kaya sehingga merupakan cerminan dari rasa

saling tolong menolong antara sesama manusia beriman. Menurut Hafiddudin

(2002:10) beberapa manfaat zakat adalah:

1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,

menghilangkan sifat kikir dan rakus

2. Menolong, membantu dan membina kaum dhuafa maupun mustahik

lainnya ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera.

3. Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang

dibutuhkan oleh umat Islam.

4. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta.

Sudarsono (Sidiq, 2005:12) mengemukakan fungsi zakat yaitu sebagai berikut :

1. Mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri

membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan ,

juga membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela

2. Memberikan pertolongan kepada orang yang lemah agar dia dapat

menunaikan kewajibannya kepada Allah SWT dan masyarakat.

3. Ucapan rasa syukur dan terima kasih atas nikmat yang diberikan oleh

Allah SWT kepadanya.

4. Menjaga niat jahat yang akan dlakukan oleh si miskin dan yang susah.

(34)

Sedangkan hikmah diwajibkannya zakat bagi yang mampu menurut Zuhdi (Sidiq,

2005:13) adalah :

1. Membersihkan/mensucikan jiwa muzakki dari sifat-sifat tercela

2. Membersihkan harta bendanya dari kemungkinan bercampurnya dengan

harta benda yang tidak 100 persen halal

3. Mencegah berputarnya harta kekayaan berada di tangan-tangan

orang-orang kaya saja demi terwujudnya pemerataan pendapatn dan

kesejahteraan masyarakat.

4. Untuk memenuhi kepentingan umum seperti jembatan, irigasi, dan untuk

kepentingan agama seperti masjid/mushola.

5. Meningktkan kualitas hidup/ kesejahteraan masyarakat.

Disebutkan pada http://www.azurahkio.wordpress.com, manfaat pemberian zakat

antara lain :

1. Mempererat hubungan si kaya dan si miskin.

2. Agar tidak terjadi kejahatan dari orang - orang miskin dan susah yang

dapat merusak ketertiban masyarakat.

3. Guna membersihkan diri.

D. Kerangka Pemikiran

Zakat merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial dalam ajaran Islam, yang

apabila dikumpulkan dan dikelola dengan baik maka akan lebih berdaya guna dan

efektif pemanfaatannya. Potensi zakat di Indonesia sangat besar namun

(35)

masyarakat tentang zakat masih sangat kurang dan itu pun kebanyakan masih

sebatas zakat fitrah, padahal ada macam-macam zakat. Pola pengumpulan dan

penyaluran zakat juga menentukan optimal atau tidaknya zakat tersebut bagi

masyarakat miskin. Penyaluran zakat dapat diberikan langsung dari muzaki

(pemberi zakat) kepada mustahik (penerima zakat), agar muzaki merasa yakin

bahwa zakatnya telah sampai pada mustahik. Namun penyaluran zakat secara

langsung dikhawatirkan tidak dapat memastikan bahwa semua orang yang wajib

mengeluarkan zakat telah melaksanakan kewajibannya. Karenanya walaupun

telah ditetapkan dalam UU. No. 38 Tahun 1999 bahwa setiap orang muslim yang

mampu membayar zakat, berkewajiban untuk melaksanakannya, tetapi tidak ada

sanksi bagi orang yang tidak melaksanakannya. Dengan kondisi ini optimalisasi

pembayaran zakat tergantung pada kesadaran individu.

Sejak adanya undang-undang tersebut, di Indonesia telah banyak bermunculan

lembaga pengelola zakat baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang

dibentuk secara swadaya oleh masyarakat. Lembaga amil zakat sebagai salah satu

organisasi pengelola zakat yang bertugas melakukan penghimpunan, pengelolaan

dan penyaluran zakat. Dalam menjalankan tugas menghimpun dana dari

masyarakat ternyata belum didukung oleh masyarakat. Ini dilihat dari masih

banyaknya masyarakat yang enggan menyalurkan zakatnya melalui LAZ. Padahal

adanya interaksi antara masyarakat dan LAZ diharapkan dapat membuat hasil

(36)

Untuk itulah diperlukan upaya dari LAZ agar dapat mensosialisasikan

lembaganya kepada masyarakat, meningkatkan pengetahuan masayarakat tentang

kewajiban zakat serta menyadarkan masyarakat agar mengeluarkan zakat demi

tercapainya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Faktor pendukung dan faktor penghambat baik secara internal maupun eksternal

tentunya tak bisa terlepas dari kinerja LAZDAI sebagai lembaga amil zakat.

Karena hal tersebut tentunya akan mempengaruhi keberhasilan LAZDAI dalam

(37)

Bagan 1. Kerangka Pemikiran

(38)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif. Ditinjau dari sudut cara dan pembahasan masalah serta hasil yang

dicapai, penelitian ini bermaksud mengetahui dan menjelaskan upaya LAZDAI

(Lembaga Amil Zakat Daerah Amal Insani) dalam menyadarkan masyarakat

untuk mengeluarkan zakat serta mengetahui dan menjelaskan faktor pendukung

dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk

mengeluarkan zakat. Oleh karena itu jenis penelitian yang digunakan adalah

deskriptif kualitatif.

Hadari Nawawi (Sidiq, 2005:56) menjelaskan bahwa penelitian ini adalah cara

yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab

permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dari data penelitian

lapangan. Menurut Sudipan Sadi Hutomo (Sidiq, 2005:56) deskriptif kualitatif

artinya mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat dan

didengar serta dibacanya via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video

(39)

lain-lain. Peneliti harus membanding-bandingkan, mengkombinasikan,

mengabstrasikan dan menarik kesimpulan.

B.Fokus Penelitian

Fokus bertujuan untuk membatasi penelitian agar data yang diperoleh tidak

melimpah ruah walaupun sifatnya masih sementara dan masih terus berkembang

sewaktu penelitian

Menurut Lincoln Miles dan Haberman (1992 : 36) menyatakan fokus penelitian

ini dilakukan agar tidak terjadi penelitian yang samar-samar. Pada saat peneliti

mengumpulkan data kerangka penelitian dapat diperbaiki, dibuat lebih tepat dan

mengubah arahan dengan mudah dan memfokuskan kembali pengumpulan data

guna pelaksanaan berikutnya. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada :

1. Latar belakang LAZDAI Lampung

- Sejarah berdirinya LAZDAI Lampung

- Visi dan misi LAZDAI Lampung.

2. Upaya yang dilakukan LAZDAI Lampung dalam menyadarkan

masyarakat untuk mengeluarkan zakat.

3. Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI Lampung dalam

menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat

C.Lokasi Penelitian

Dalam usaha mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian, maka

(40)

Insani) Lampung yang berlokasi di Bandar Lampung. Alasan peneliti memilih

lokasi ini adalah LAZDAI merupakan salah satu lembaga amil zakat yang sudah

cukup lama berdiri di Bandar Lampung dan telah berbadan hukum (status

terakreditasi).

D.Penentuan Informan

Informan penelitian sebagaimana yang diungkapkan oleh Iskandar (2005:213)

adalah subjek yang memberikan informasi-infomasi situasi sosial yang berlaku di

lapangan. Informan penelitian merupakan subjek yang memiliki hubungan

karakteristik dengan situasi sosial (setting sosial) yang diteliti. Sumber informasi

dalam kegiatan ini adalah para informan yang berkompeten dan mempunyai

relevansi dengan penelitian. Dalam penelitian ini informan adalah subjek yang

memiliki hubungan dengan LAZDAI Lampung.

Penentuan informan ditentukan melalui teknik purposive sampling, dimana

pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Menurut Masri

Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989 : 155) teknik purposive sampling bersifat

tidak acak, dimana subjek dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu.

Adapun pertimbangan yang digunakan dalam menentukan informan penelitian ini

berdasarkan kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh Spradley dan Faisal (Sidiq,

(41)

1. Subyek yang telah lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan

aktivitasnya yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian ini.

2. Subyek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau

kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subyek yang memiliki cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan

untuk dimintai informasi.

Dari kriteria tersebut maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Informan dari pihak LAZDAI Lampung yaitu pengurus LAZDAI yang

terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan dan dilaksanakan

oleh LAZDAI Lampung. Karena pengurus yang aktif dalam LAZDAI

Lampung tahu persis upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan serta

mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat yang

dihadapi oleh LAZDAI Lampung dalam menyadarkan masyarakat untuk

mengeluarkan zakat. Informan dari pihak LAZDAI berjumlah tiga orang.

2. Informan dari pihak donatur, yaitu muzaki yang telah menyalurkan zakat

melalui LAZDAI lebih dari 1 tahun, baik zakat fitrah maupun zakat harta

dan zakat profesi. Agar peneliti dapat mengetahui keberhasilan dari upaya

LAZDAI Lampung menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat.

Informan dari pihak donatur berjumlah empat orang.

E.Teknik Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

(42)

1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data atau

keterangan-keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukakan . Seperti yang

ditegaskan Lincoln dan Guba (Iskandar, 2008 : 217) mengenai maksud adanya

wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian tentang situasi sosial. Dalam

melakukan wawancara peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman

wawancara dan direkam dengan menggunakan alat perekam.

2. Studi Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari

dokumen resmi, referensi-referensi, buku, artikel, koran, majalah, skripsi, jurnal

maupun internet yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berlangsung bersama dengan proses

pengumpulan data, atau melalui tiga hal utama, model analisis interaktif dari

Miles dan Huberman (Idrus, 2007 : 180) terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi

data, penyajian data dan verifikasi data. Langkah-langkah yang ditempuh adalah :

1. Reduksi Data

Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah

terkumpul. Data yang akan direduksi adalah data yang diperoleh dari wawancara

dengan meminimalisir informan. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih,

(43)

Selanjutnya, data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan

data atas dasar tema untuk merekomendasikan data tambahan. Kemudian peneliti

melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.

2. Tahap penyajian Data

Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi melalui bentuk teks naratif

terlebih dahulu. Selanjutnya,hasil teks naratif tersebut diringkas ke dalam bentuk

bagan yang menggambarkan alur proses perubahan kultural, dari monokulturalis

ke interkulturalis. Masing-masing komponen dalam bagan merupakan abstraksi

dari teks naratif lapangan. Kemudian, penelitian menyajikan informasi hasil

penelitian mendasarkan pada susunan yang telah diabstraksikan dalam bagan

tersebut.

3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul

dari data. Disamping menyandarkan pada klarifikasi data, peneliti juga

memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap data yang

menunjang komponen bagan diklarifikasikan kembali, baik dengan informan di

lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dengan sejawat. Apabila hasil klarifikasi

memperkuat simpulan atas data, maka pengumpulan data untuk komponen

(44)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Deskripsi Hasil Penelitian

Setelah diadakan penelitian terhadap beberapa orang informan yang berkaitan

dengan LAZDAI, berikut ini akan digambarkan hasil wawancara peneliti dengan

informan yang telah dikumpulkan dan diolah oleh peneliti secara sistematis.

Adapun data masing-masing informan adalah sebagai berikut :

Tabel 1 . Data Informan

No. Nama Jenis Kelamin

Umur Pendidikan Terakhir

(45)

1. Informan dari Pihak Pengurus

a. Informan 1

Informan ini bernama Tiono dan berusia 35 tahun. Beliau telah bergabung di

LAZDAI selama tujuh tahun, terhitung sejak tahun 2001 dan pada tahun 2008

diberi kepercayaan menjadi Ketua Pengurus Lembaga Amil Zakat Daerah Amal

Insani Lampung setelah sebelumnya sempat menjabat sebagai staf fundrising.

Tiono menceritakan bahwa awal mula terbentuknya LAZDAI adalah saat terjadi

gempa bumi Liwa pada tahun 1994, saat perlunya membantu para pengungsi dan

korban sehingga lahirlah Lembaga Penghimpun dan Pengelolaan Infaq (LPPI)

yang mengumpulkan bantuan untuk membantu korban gempa Liwa. Sampai pada

tahun 2000 pengurus mulai berpikir untuk melakukan pengembangan ke arah

pendidikan dan kesehatan. Untuk legalitas mendaftarkan diri ke notaris sehingga

menjadi salah satu dari dua lembaga amil zakat yang terakreditasi di Bandar

Lampung di bawah naungan Yayasan Amal Insani dengan nama Lembaga Amil

Zakat Dompet Amal Insani (LAZDAI). Setelah mendapat SK Gubernur tahun

2002 berubah nama menjadi Lembaga Amil Zakat Daerah Amal Insani yang tetap

menggunakan singkatan LAZDAI.

Seperti yang diceritakan Tiono berbagai upaya dilakukan untuk mengenalkan

LAZDAI sebagai organisasi pengelola zakat diantaranya yaitu melakukan

presentasi-presentasi di instansi atau kantor, melakukan pendekatan personal dan

silahturahmi serta melalui majalah LAZDAI. Presentasi dilakukan dengan

(46)

Indonesia), Salimah (Persaudaraan Muslimah), perkumpulan majelis taklim,

instansi/kantor-kantor swasta. Alasan bekerja sama dengan lembaga-lembaga itu

karena mereka punya massa sehingga diharapkan pengetahuan tentang zakat akan

bertambah dan kesadaran membayar zakat pun meningkat. Kerjasama dengan

pemerintah hanya sebatas memberikan laporan kepada BAZDA (Badan Amil

Zakat Daerah) Lampung, tapi kemarin BAZDA memberikan dananya untuk

disalurkan melalui lembaga yang dipimpinnya tersebut.

Menurut Tiono masyarakat sudah banyak yang tahu akan kewajiban zakat tapi

sebatas zakat fitrah yang dibayarkan menjelang Lebaran, padahal masih ada jenis

zakat yang lain. Pengetahuan masyarakat tentang zakat ini yang perlu ditingkatkan

melalui dakwah, ceramah dan pengajian-pengajian.

Upaya LAZDAI untuk menarik donatur dengan membuat program-program yang

menarik serta mengundang para pimpinan perusahaan atau disebut prospek untuk

mengikuti kegiatan LAZDAI. Ada program roadshow atau buka puasa bersama

seperti tahun lalu dimana LAZDAI bersama undangan mendatangi panti asuhan

dan bertukar makanan. Anak-anak panti asuhan makan makanan yang kami bawa

dan kami makan makanan yang mereka sediakan.Hal ini dilakukan agar prospek

melihat sendiri kegiatan LAZDAI dan kemudian tertarik menjadi donatur. Setelah

menjadi donatur, saat penyaluran dana pada mustahik, donatur pun diikutsertakan.

Selain itu, untuk menjaga hubungan silaturahmi dengan para donatur, LAZDAI

(47)

sholat khusyuk, layanan baca Al-Qur’an melalui telepon, serta mengundang

donatur pada beberapa kegiatan LAZDAI.

Tiono mengakui hasil dari presentasi dan pendekatan secara personal kepada

calon donatur hasilnya 50-50. Hasil presentasi di beberapa perusahaan

kadang-kadang ada yang langsung bersedia jadi donatur, ada pula yang pikir-pikir atau

tanya istri dulu. Keberhasilan presentasi di perusahaan ada yang sampai 25 orang,

ada yang 10 orang bahkan ada yang hanya 4 orang yang bersedia jadi donatur. Hal

ini bergantung pada kesadaran masing-masing. Kebanyakan donatur mengaku

tahu LAZDAI dari majalah.

Diungkapkan oleh Tiono bahwa masih ada hambatan dalam menjalankan tugas

sebagai lembaga pengelola zakat diantaranya adalah masih kurang personel yang

berpotensi dan kurang asset yaitu kendaraan roda empat untuk memudahkan

penghimpunan dan penyaluran bantuan. Untuk mengatasi masalah ini sedang

diupayakan untuk menambah personel ataupun relawan pada setiap kegiatan yang

diadakan. Sedangkan menurutnya yang membuat donatur LAZDAI meningkat

setiap tahunnya dikarenakan, LAZDAI yang berupaya terus membuat

program-program penyaluran untuk menarik para muzaki agar mengeluarkan zakatnya

melalui LAZDAI, adanya peran serta dari donatur yang memberitahukan kepada

reken-rekannya tentang keberadaan LAZDAI serta pemahaman agama yang

(48)

b. Informan 2

Informan kedua ini merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di Fakultas

Hukum Universitas Lampung. Pemuda berusia 24 tahun yang bernama Abi ini,

beralamat di Kelurahan Gulak Galik, Teluk Betung Barat. Abi telah bergabung di

LAZDAI sejak akhir tahun 2007, dan saat ini menjabat sebagai penanggungjawab

distribusi/penyaluran dana zakat, infak dan shodaqoh.

Dari wawancara dengan Abi diketahui bahwa dalam memperkenalkan LAZDAI

dan menghimpun dana dari masyarakat, LAZDAI melakukan dengan dua cara.

Cara tersebut dengan melakukan sosialisasi melalui media cetak dan melakukan

sosialisasi langsung pada masyarakat. Bentuk sosialisasi melalui media cetak

dengan menggunakan majalah yang terbit dua bulan sekali, brosur dan spanduk.

Sosialisasi langsung pada masyarakat dilakukan oleh tim fundrising yang

melakukan perekrutan donator via perorangan dan juga melalui

perusahaan/instansi. Cara perekrutan donatur secara perorangan dilakukan denagn

membagikan brosur dan juga pendekatan langsung atau istilahnya face to face

dengan memperkenalan tentang LAZDAI dan pemahaman tentang zakat.

Perekrutan melalui perusahaan/instansi dilakukan dengan terlebih dahulu

mengirimkan surat izin presentasi, surat audiensi dan juga proposal kerjasama.

Kerjasama dengan perusahaan pernah dilakukan dengan Tegar TV Lampung

dengan menayangkan acara Reality show (berisi kegiatan-kegiatan penyaluran

zakat dan dana lainnya pada masyarakat), kerjasama dengan Radio Mix Female

(49)

seperti LAZDAI bekerjasama dengan perusahaan untuk menyalurkan CSR

(corporate social responsibility) perusahaannya.

Target para calon donatur adalah rata-rata masyarakat kalangan atas yang

memang sudah mencukupi syarat unuk menjadi pembayar zakat, sedangkan untuk

distribusi adalah pada masyarakat menegah ke bawah yang merupakan golongan

penerima zakat. Dari donatur yang ada memang lebih banyak yang merupakan

para muzaki atau pembayar zakat profesi. Selain menghimpun dana zakat,

LAZDAI juga menghimpun dana infaq dan shodaqoh, yang dilakukan dengan

adanya program Kotak Tangis Dhuafa (kotak amal) yang disebar di

sekolah-sekolah maupun warung. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan melatih

para siswa dan masyarakat untuk mau bersedekah. Sekaligus juga mengenalkan

LAZDAI pada masyarakat luas.

Dari hasil presentasi pada karyawan perusahaan yang bersedia menjadi donatur

pun kadang ada yang sampai 50 persen dari jumlah karyawan, ada yang cuma 2-4

orang saja. tapi dari tahun ke tahun jumlah pembayar zakat melalui LAZDAI terus

bertambah. Untuk melayani kebutuhan para muzaki LAZDAI memberikan

kemudahan dengan cara menjemput dana zakat dari muzaki sesuai perjanjian

sebelumnya, melalui transfer bank dan juga dengan cara diantarkan langsung ke

kantor LAZDAI.

Hubungan LAZDAI dengan donatur tidak hanya sekedar memberi dan menerima

dana zakat saja. LAZDAI berusaha menjalin hubungan dengan donatur dengan

Gambar

Tabel 1 . Data Informan
Tabel 2. Data Muzaki LAZDAI Auto Zakat
Tabel 3. Titik Pengambilan Zakat LAZDAI di Bandar Lampung
Tabel 4. Jumlah Pertumbuhan Muzaki LAZDAI tahun 2001-2008
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya aplikasi ini didapati bahwa aplikasi ini memiliki manfaat yang baik dan secara keseluruhan aplikasi ini sudah baik dalam menjalankan sistem antar jemput yang

Perencanaan dimulai dengan meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan observasi dikelas 4 SD Negeri Samirono. Setelah mendapat izin dari kepala

Prasasti mempunyai sifat resmi sebagai suatu keputusan atau perintah yang diturunkan oleh seorang raja atau penguasa, sehingga dalam penulisannya ada aturan- aturan penulisan

Perbedaan kandungan komponen anorganik saliva mungkin dipengaruhi oleh bahan- bahan yang digunakan dalam aktivitas menyirih, misalnya penggunaan kapur sirih yang mungkin

Waduk Cirata merupakan waduk yang juga digunakan untuk pembangkitan listrik terletak kurang lebih 51 km di hilir Waduk Saguling. Waduk Cirata dengan luas DAS 4.119 km 2 dan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Di

Adapun judul dari penelitian ini adalah “Pengaruh Anggaran Pelatihan dan Anggaran Pengembangan pada Laba Perusahaan dengan Kinerja Karyawan Bagian Penjualan sebagai Variabel

Kami mengundang para pembaca untuk berperan serta menyumbangkan buah pikiran yang sesuai dengan misi media ini, berupa pendapat atau tanggapan tentang bahasa, pengajarannya, dan