ABSTRACT
EFFORTS TO INCREASE AWARENESS IN THE COMMUNITY LAZDAI TO ISSUE ZAKAT
By JUNDIYANTI
This study aims to determine LAZDAI efforts in raising public awareness for the issue of zakat, the fact that the potential of zakat in Indonesia is very big but the collection and management is still not organized. Another thing to note is that the factors supporting and inhibiting factors in an effort to increase public awareness of Zakat issue. LAZDAI study was conducted in Lampung. Desktiptif kind of research is qualitative, with data collection techniques such as in-depth interviews using interview guidelines and documentation study data to support research. Informants in this study is comprised of seven people who were board LAZDAI three people who are considered to meet the needs research author in doing this, and four people who have seen the donors LAZDAI information related to efforts to increase awareness of Zakat issued through the LAZ. Informants are determined by using purposive sampling technique. The results showed LAZDAI efforts in raising public awareness is being made by way of socialization into society and companies, improving LAZDAI services and make these programs attractive. LAZDAI supporting factors in raising public awareness is the presence of donor assistance LAZDAI long to introduce to the community, good service and the existence of programs that are interesting. Consists of inhibiting factors inhibiting factors inhibiting factors internal and external. Internal inhibiting factors are lack of manpower personnel and the unavailability of four-wheeled vehicle assets, whereas the external inhibiting factor is the presence of habit tithe directly in certain societies, the level of interest and public confidence remains low and is still a lack of understanding of religion in society.
▸ Baca selengkapnya: ibadah zakat dalam prinsip musawah merupakan upaya untuk
(2)UPAYA LAZDAI DALAM MENYADARKAN MASYARAKAT UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT
Oleh JUNDIYANTI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat, karena ternyata potensi zakat di Indonesia sangat besar namun pengumpulan dan pengelolaannya masih belum terorganisir. Hal lain yang ingin diketahui adalah faktor-faktor pendukung dan faktor- faktor penghambat upaya menyadarkan masyarakat mengeluarkan zakat. Penelitian ini dilakukan di LAZDAI Lampung. Jenis penelitian ini adalah desktiptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara dan data studi dokumentasi untuk menunjang penelitian. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari 3 orang adalah pengurus LAZDAI yang dianggap memenuhi kebutuhan penulis dalam melakukan penelitian ini, dan 4 orang donatur LAZDAI yang dianggap memiliki informasi berkaitan dengan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat melalui LAZ. Informan ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sample. Hasil penelitian ini menunjukkan upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan, meningkatkan layanan LAZDAI dan membuat program-program yang menarik. Faktor-faktor pendukung LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat adalah adanya bantuan dari donatur lama untuk mengenalkan LAZDAI pada masyarakat, layanan yang baik dan adanya program-program yang menarik. Faktor penghambat terdiri dari faktor penghambat internal dan faktor penghambat eksternal. Faktor penghambat internal yaitu kurangnya tenaga personel dan belum adanya aset kendaraan roda empat, sedangkan yang menjadi faktor penghambat eksternal adalah adanya kebiasaan berzakat secara langsung di kalangan masyarakat tertentu, tingkat ketertarikan dan kepercayaan masyarakat masih rendah dan masih kurangnya pemahaman ajaran agama di kalangan masyarakat.
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah kemanusiaan yang terbesar adalah masalah kemiskinan yang melanda
sebagian besar umat manusia termasuk di dalamnya umat Islam. Masalah kaya
miskin dalam masyarakat kadang-kadang dipandang sebagai masalah rawan
karena keadaan demikian dapat menimbulkan kesenjangan dan masalah sosial.
Masalah sosial yang timbul dari kemiskinanan seperti kriminalitas, penculikan
anak, kenakalan remaja, anak jalanan, gelandangan, pengemis, narkoba, prostitusi
dan masalah sosial lainnya. Masalah-masalah sosial tersebut tentunya akan
meresahkan masyarakat dan perlu ditangani dengan cara mengentaskan
kemiskinan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi perbedaan kaya dan miskin
yang mencolok dalam masyarakat. Untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan
kerjasama dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri,
karena mengentaskan kemiskinan merupakan tanggung jawab bersama sebagai
bentuk solidaritas sosial dalam masyarakat.
Tiap agama membawa ajaran yang baik terlepas dari perbedaan-perbedaan sangat
mendasar yang menyertainya. Termasuk di dalamnya ajaran kedermawanan
kesatuan antar umat manusia. Menurut Jalaluddin (2005 : 263) agama memiliki
fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas sosial dimana penganut agama yang sama
secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan
kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok
maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan
yang kokoh. Karena agama mendorong manusia untuk tidak selalu memikirkan
kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan sesama. Itu berarti agama membantu
mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban
sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap
para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka.
Dalam peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial
yang terpadu dan utuh.
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang mempersatukan.
Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik
diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang
mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam
masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai
sosial keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-
perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi
(Nottingham, 1997 : 42). Seperti halnya ajaran agama Islam yang menghendaki
memikirkan nasib orang lain dan memiliki kewajiban sosial membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu ajaran Islam yang menunjukkan solidaritas dan kewajiban untuk
mensejahterakan masyarakat adalah zakat. Zakat merupakan ibadah umat Islam di
bidang harta yang sering dipandang sebagai instrumen untuk merealisasikan
konsep keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Zakat
merupakan manifestasi dalam hubungan antara manusia dengan prinsip
mendistribusikan harta kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin sehingga
tidak terjadi kesenjangan sosial.
Islam mewajibkan seorang muslim yang mampu untuk mengeluarkan hartanya
dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan bagi orang yang tidak
mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak memiliki harta untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia berhak mendapat jaminan dari
saudara-saudaranya yang mampu, karena dalam Islam semua muslim itu bersaudara.
Jaminan yang dimaksud tersebut berupa zakat yang diberikan oleh muslim yang
mampu kepada saudara muslim yang tidak mampu. Zakat inilah yang diharapkan
mampu meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, sebagai
sikap dari saling membantu dan solidaritas dalam Islam yang pada akhirnya
mampu pula memberantas kemiskinan dalam masyarakat.
Yusuf Qardhawi (Nuruddin, 2006 :152-153) mengemukakan bahwa zakat adalah
sistem sosial, karena zakat berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan
berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, orang
yang berada menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan kehabisan bekal dan memperkecil
perbedaan antara si kaya dan si miskin.
Sedangkan zakat menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) merupakan
salah satu dari sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu
implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq,
2005 : 11) juga menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai
keadilan sosial, dalam arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok
kecil masyarakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang cukup panjang, seperti
juga ibadah shalat. Kalau shalat merupakan ibadah ruhiyah, maka zakat adalah
ibadah harta dan sosial yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan
menentukan, baik yang dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Dengan kata lain, zakat disamping memiliki
dimensi spiritual juga memiliki dimensi sosial ekonomi. Dengan demikian, bagi
setiap muslim yang telah menunaikan zakat, tidak hanya beribadah untuk dirinya
sendiri tetapi juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sesamanya,
dimana pengeluaran zakat dibebankan atas harta atau kekayaan seorang muslim
sehingga zakat memiliki tujuan sangat mulia .
Adapun tujuan mulia dari zakat menurut Muhammad Said Wahbah (Nuruddin,
1. Membangun jiwa dan semangat untuk saling menunjang dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam.
2. Merapatkan dan mendekatkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. 3. Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana,
seperti bencana alam maupun bencana lainnya.
4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadnya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekerasan dalam masyarakat.
5. Menyediakan dana taktis dan khusus untuk penangulangan biaya hidup para gelandangan, para pengangguran, dan tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah, tetapi tidak memiliki dana untuk itu.
Peran strategis zakat dalam mensejahterakan umat, bukan hanya janji kosong
ataupun angan-angan. Zakat telah terbukti begitu efektif pada zaman
kekhalifahan Umar bin Khaththab yang mampu mengentaskan kemiskinan karena
tidak lagi ditemukan orang-orang miskin untuk diberikan zakat. Seperti yang
dikisahkan Abu Ubaid bahwa Mu’adz bin Jabal pernah mengirimkan hasil zakat
yang dipungutnya di Yaman kepada khalifah Umar, karena beliau tidak lagi
menemukan mustahik (penerima zakat) zakat di Yaman, tapi dikembalikan oleh
Umar, Mu’adz kemudian mengirimkan sepertiga hasil zakat itu yang kembali
ditolak oleh Umar. (www.Sebi.ac.id, akses tanggal 30 Oktober 2008).
Sebuah potret yang begitu mengagumkan dari adanya kewajiban zakat bagi umat
muslim. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang secara logika
sederhana, muzakki-nya (pembayar zakat) tentu sangat banyak, dan jika ini bisa
dimaksimalkan, bukan tidak mungkin bangsa ini akan bebas dari lilitan hutang
dan masyarakatnya bisa sejahtera. Agar menjadi sumber daya yang dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan
zakat secara professional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat
bersama pemerintah.
Di Indonesia sendiri pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sebagai landasan hukum sekaligus
pengatur dalam upaya pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat
yang disertai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999
tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral
Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji No. D / 291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Walau telah ada dasar hukum yang kuat
mengenai pengelolaan zakat, namun masih ada kekurangan dari undang-undang
tersebut, seperti tidak adanya sanksi bagi orang yang telah mampu dan wajib
berzakat tetapi tidak melaksanakannya (tidak mau membayar zakat). Sehingga
mengeluarkan zakat masih bergantung pada kesadaran individu masing-masing.
Dalam Bab II pasal 5 Undang-undang zakat tersebut dikemukakan bahwa
pengelolaan zakat bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntutan agama.
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial .
3. Meningkatkan hasil dan daya guna zakat.
Dalam undang-undang tersebut juga dikemukakan bahwa pemerintah Indonesia
menetapkan dan mengesahkan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) sebagai organisasi yang bergerak dalam pengelolaan zakat di
pemerintah menjadi ujung tombak pemerintah dalam upaya pengumpulan dan
pendistribusian zakat. Badan ini didirikan di berbagai tingkatan mulai dari pusat,
provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Pelaksanaan pengelolaan zakat turut
pula dilaksanakan oleh unsur masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ)
yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh
pemerintah setelah memenuhi beberapa persyaratan tertentu.
Berkaitan dengan upaya pembentukan pengelola zakat yang kuat, amanah dan
dipercaya oleh masyarakat maka diatur pula sanksi bagi lembaga pengelola zakat
seperti yang tercantum dalam Bab VIII pasal 21 butir 1 bahwa :
“setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau tidak mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat,waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 12, dan pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)”.
Dengan adanya sanksi tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat percaya
dan sengaja mengeluarkan zakatnya melalui lembaga amil zakat.
Sejak dikeluarkannya UU No.38 tahun 1999 tersebut, pengelolaan zakat di
Indonesia terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Terbukti dengan
semakin banyaknya badan/lembaga yang berdiri untuk mengelola zakat. Menurut
data Forum Zakat (FOZ) hingga Nopember 2007 di Indonesia sudah ada BAZ
(Badan Amil Zakat) sebanyak 433 badan dan LAZ (Lembaga Amil Zakat)
sebanyak 60 lembaga atau total BAZ/LAZ = 493 lembaga. Dari 493 lembaga
tersebut berhasil dihimpun dana sebesar Rp 1,8 Triliun (http :
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah
dan Ford Foundation (http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=1628&kd=B
tanggal 30 Desember 2008) mengungkapkan, jumlah filantropi (kedermawanan)
umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun dalam bentuk barang Rp 5,1 triliun
dan uang Rp 14,2 triliun. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal dari
zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta sebesar Rp. 13,1 triliun.
Potensi zakat di Indonesia sesungguhnya sangat besar, berdasarkan hitungan
Kompas, potensi minimal zakat di Indonesia sebesar Rp 4,8 triliun. Asumsinya,
penduduk Muslim 88,2 persen dari total penduduk Indonesia. Mengacu pada
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh
Indonesia, 13 persen di antaranya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2 juta per
bulan. Dengan asumsi bahwa penghasilan setiap keluarga itu lebih besar daripada
pengeluaran, minimal keluarga itu mampu membayar zakat 2,5 persen dari
pengeluarannya. Dengan demikian, nilai totalnya menjadi Rp 4,8 triliun. Hasil
survei Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) tahun 2007
menyebutkan, potensi zakat di Indonesia lebih besar lagi, yaitu Rp 9,09 triliun.
Survei ini menggunakan 2.000 responden di 11 kota besar di Indonesia.
Pakar ekonomi syariah, Syafii Antonio, bahkan menyebut potensi zakat Indonesia
mencapai Rp 17 triliun. Namun, hasil riset terbaru dari Ivan Syaftian, peneliti dari
Universitas Indonesia, tahun 2008, dengan menggunakan qiyas zakat emas, perak,
dan perdagangan, didapat data potensi zakat profesi sebesar Rp 4,825 triliun per
bekerja dengan rata-rata pendapatan di atas nisab
(http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/30/00185540/potensi.zakat.triliunan.r
upiah).
Sementara itu, jumlah dana zakat yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional
(Baznas) tahun 2007 sebesar Rp 14 miliar. Apabila digabung dengan penerimaan
zakat seluruh lembaga amil zakat (LAZ) tahun 2007, dicapai Rp 600 miliar. Nilai
ini hanya 12,5 persen dari potensi minimal yang ada jika asumsi potensi Rp 4,8
triliun. Ini membuktikan bahwa dari potensi zakat yang besar belum sepenuhnya
tergali untuk digunakan mengatasi masalah kemiskinan.
Hasil Survei “Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Berzakat” (http:/ www.
PIRAC.co.id, akses tanggal 3 Februari 2009) yang dilakukan PIRAC pada akhir
2007 dengan melibatkan 2000 responden yang dilakukan setiap tiga tahun untuk
mengetahui potensi dan perubahan perilaku masyarakat dalam berzakat. Survei
yang dilakukan di 11 kota besar, yakni Medan, Padang, DKI Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Makassar, dan Manado
menunjukkan bahwa 55 persen masyarakat muslim yang menjadi responden sadar
atau mengakui dirinya sebagai pembayar zakat (muzaki).
Tingkat kesadaran para muzaki ini meningkat 5,2 persen dibandingkan dengan
hasil survei sebelumnya (2004) yang besarnya 49,8 persen. Fenomena ini
menunjukkan adanya kesadaran masyarakat akan kewajibannya sebagai wajib
zakat. Peningkatan kesadaran ini juga terlihat dari kepatuhan muzaki dalam
responden yang mengaku sebagai muzaki (95,5 persen) menunaikan kewajibannya
dengan membayar zakat. Jumlah persentase muzaki yang membayar zakat ini juga
sedikit meningkat dibanding hasil survei 2004 yang besarnya (94,5 persen). Hal
ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan
zakatnya.
Munculnya lembaga-lembaga pengelola zakat dan meningkatnya kesadaran
masyarakat dalam melaksanakan ibadah zakat, belum disertai dengan kesadaran
untuk menyalurkan zakat melalui badan amil zakat ataupun lembaga amil zakat.
Jumlah muzaki (pembayar zakat) yang menyalurkan zakat secara langsung lebih
besar daripada yang menyalurkan melalui BAZ dan LAZ. Hal ini dapat dilihat
dari hasil Survei PIRAC yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(59%) ternyata memilih menyalurkan zakatnya kepada masjid di sekitar rumah.
Responden yang memilih menyalurkan zakatnya langsung kepada penerima zakat
sebesar 25 %, sementara responden yang menyalurkan zakatnya ke BAZ dan LAZ
hanya 6% dan 1,2%.
Di Bandar Lampung sendiri, menurut Ansori, direktur LAZIS Lampung
(Lampung Post, 28 September 2007) masyarakat Lampung cenderung
memberikan zakatnya langsung kepada mustahiq (penerima zakat), sehingga
zakat yang dikelola masih minim. Di sisi lain, lembaga amil zakat kurang
berkembang karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk memberikan zakatnya
kepada LAZIS masih rendah. Padahal, potensi zakat di Lampung ini sangat besar,
Banyak pemberi zakat yang lebih senang menyalurkan zakatnya melalui masjid
sekitar rumah ataupun secara langsung kepada mustahik. Pengelolaan zakat lewat
masjid umumnya tidak seoptimal dan profesional lewat BAZ dan LAZ. Pola
pengelolaan zakatnya biasanya bersifat pasif, tentatif atau tidak rutin, booming
pada saat Ramadhan, dikelola oleh panitia sementara dan pendayagunaannya
hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan pembagian
zakat secara langsung merupakan niat baik, namun niat baik juga harus disertai
dengan pelaksanaan yang baik agar tidak terjadi hal yang merugikan seperti yang
terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Contoh penyaluran zakat yang berakhir tragis terjadi saat ada pembagian zakat
secara massal oleh keluarga Haji Syaikon di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal
15 September 2008 yang menyebabkan 21 orang tewas dan belasan korban
luka-luka akibat pembagian zakat yang tidak tertib (http ://www. Detiknews.com
tanggal 2 Februari 2009) dan berita Ramadhan tahun sebelumnya menewaskan 5
orang di rumah Habib Ismet Alhabsyi Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan
merupakan berita yang sangat miris didengar. Insiden ini sebenarnya bukan
pertama kali terjadi, namun pola penyaluran zakat secara massal ini tampaknya
masih diminati masyarakat. Insiden Pasuruan ini tak perlu terjadi seandainya H.
Syaikhon dan Habib Ismet sebagai muzaki mau menyerahkan zakatnya kepada
amil zakat yang sudah ada, yakni badan amil zakat daerah atau lembaga amil
Selain mengindari hal-hal yang tak diinginkan, penyaluran zakat secara kolektif
melalui lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum
formal, menurut Abdurrahman Qadir (Hafidhuddin, 2002 : 126) akan memiliki
beberapa keuntungan, antara lain : Pertama, untuk menjamin kepastian dan
disiplin muzakki (pemberi zakat). Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para
mustahik (penerima zakat), apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat
dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran
yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada
suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat
penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.
Sebaliknya, jika zakat diserahkan secara langsung dari muzakki kepada mustahik,
meskipun secara hukum syariah adalah sah, akan tetapi disamping akan
terabaikannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat , terutama
yang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan. Seperti yang
diungkapkan oleh Yusuf Wibisono (2007 : 3) bahwa zakat sebagai salah satu
ibadah memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian dan dapat
mengentaskan kemiskinan, baru akan terasa dampaknya pada tingkat yang
diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan,
dikumpulkan secara terorganisir dan dikelola secara profesional.
Besarnya manfaat zakat dan pentingnya penghimpunan zakat secara kolektif serta
rendahnya kesadaran masyarakat menyalurkan zakat melalui LAZ inilah yang
menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat serta mengetahui faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat ?
2. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam upaya
menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan ;
1. upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat.
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan sosial yang bertema sama khususnya dalam bidang sosiologi.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
informasi bagi lembaga amil zakat dalam upaya menyadarkan masyarakat
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Peranan Lembaga Amil Zakat
1. Pengertian Peranan
Peranan dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan terencana seseorang yang
mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Menurut Margono Slamet
(Emirzan, 2006 : 6) peranan mencakup tindakan aturan perilaku yang perlu
dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial.
Soleman B. Taneko (Emirzan, 2006 : 7) mengemukakan bahwa dalam konsep
peranan terkandung harapan-harapan tertentu yaitu harapan agar menjalankan
kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.
Dalam hal ini ada dua macam harapan, yaitu :
1. Harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan atau
kewajiban-kewajiban dari pemegang peranan.
2. Harapan yang dimiliki oleh pemegang peranan terhadap masyarakat atau
terhadap orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peran
Soerjono Soekamto (Emirzan, 2006 : 7-8) menyatakan bahwa peranan adalah
aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban
sesuai dengan kedudukannya. Menurut Levinson peranan mencakup tiga hal
yaitu :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan ini dalam arti merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perkelakuan individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Berkaitan dengan kepentingan penelitian, dalam hal ini peranan lembaga amil
zakat dapat diartikan sebagai tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh lembaga
amil zakat dalam melaksanakan harapan yang dimiliki. Peranan suatu lembaga
atau organisasi dalam masyarakat lebih banyak menyangkut pada aktivitasnya
tersebut yang bersumber dari program-program yang dijalankan. Keberhasilan
LAZ dalam melakukan upaya menyadarkan masyarakat diukur dari bertambahnya
jumlah muzaki yang menyalurkan zakat melalui LAZ. Namun sebaliknya, jika
jumlah orang yang menyalurkan zakat semakin berkurang, maka LAZ tersebut
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sering diartikan sebagai suatu lembaga masyarakat
yang informal, temporer dan hanya bekerja menerima zakat dan membagikan
kepada yang berhak menerimanya.
Lembaga amil zakat (LAZ) menurut Wiwoho, Yatim dan Hendargo (Sidiq, 2005 :
14) merupakan suatu bentuk organisasi, sistem manajemen dan mekanisme kerja
yang menjamin pengumpulan zakat dari yang berkewajiban membayarnya dan
menjamin pula pembagian atau penyebarannya sehingga tercapai tujuan yang
lebih jauh yaitu ikut memberantas kemiskinan dan kefakiran dengan
mengembangkan usaha-usaha produksi sehingga berkelanjutan ikut meningkatkan
kualitas kehidupan umat. Sebagai organisasi pengelola zakat, lembaga amil zakat
dapat menerima berbagai jenis dana selain zakat yaitu dan infaq/shadaqah, dana
wakaf dan dana pengelola
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang melayani kepentingan publik
dalam penghimpunan dan penyaluran dana umat. Sebagai organisasi sektor publik
tentu saja LAZ memiliki stakeholders yang sangat luas. Konsekwensinya LAZ
dituntut dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan kepada semua pihak
yang berkepentingan. Kemampuan untuk memberikan informasi yang terbuka,
seimbang dan merata kepada stakeholders terutama mengenai pengelolaan
keuangan adalah salah satu kriteria yang menentukan tingkat akuntabilitas dan
Dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Undang-undang tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga
amil zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah,
pendidikan, sosial dan kemashlahatan umat Islam.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 581, dikemukakan bahwa
Lembaga amil zakat harus memiliki beberapa persyaratan teknis, antara lain :
1. Berbadan hukum
2. Memiliki data muzakki dan mustahik
3. Memiliki program kerja yang jelas
4. Memiliki pembukuan yang baik
5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
Tugas pokok dari lembaga amil zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan
dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Pengertian dari
kegiatan pengelolaan zakat menurut UU No. 38 tahun 1999 adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan
pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa lembaga amil zakat adalah sebuah
lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat, bertugas menghimpun zakat
dari para muzaki (pemberi zakat), mengelola dan menyalurkan kepada mustahik
(penerima zakat) serta berkewajiban menginformasikan laporan keuangannya
B.Tinjauan tentang Kesadaran Masyarakat
1. Pengertian Kesadaran
Menurut Salam ( Zainidah, 2008 : 36) kesadaran terdiri dari kata dasar sadar yang
berisi pengertian tahu, kenal, mengerti, dapat memperhitungkan arti, guna sampai
pada soal akibat perbuatan satu pekerjaan yang dihadapi seseorang baru dapat
dimintai tanggungjawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya. Menurut
Devito, kesadaran adalah kemampuan untuk merespon atau memilah sesuatu
(Zainidah, 2008:38).
Sedangkan menurut Moenir (Marleni, 2003:9) kesadaran merupakan suatu proses
berpikir, metode dan renungan pertimbangan dan perbandingan sehingga
menghasilkan keyakinan, ketenangan dan ketetapan hati dan kesinambungan jiwa
sebagai tolak ukur perbuatan dan tindakan yang akan dilakukan.
2. Pengertian Masyarakat
Beberapa sarjana sosial mengemukakan pengertian yang berbeda - beda tentang
masyarakat, tergantung sudut pandang masing-masing. Menurut Soerjono
Soekamto (Abdulsyani, 2005:13) masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan
bersama manusia yang memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut :
1. Manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang
hidup bersama minimal dua orang.
2. Bergaul dalam jangka waktu yang lama.
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok
merasa dirinya terikat satu sama lain.
W.J.S Poerwadarminta (Abdul Syani, 2005:3) mengartikan masyarakat sebagai
pergaulan hidup manusia atau sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu.
Selanjutnya, menurut Ralp Linton (Abdul Syani, 2005:11) yang mengemukakan
bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerjasama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan
dengan jelas.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai masyarakat, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang bergaul
bersama dalam suatu kesatuan sistem hidup yang mempunyai ciri-ciri tertentu
yaitu hidup bersama dan dalam waktu lama dengan batas-batas tertentu serta
terkandung unsur-unsur seperti kepentingan, keinginan dan memiliki tujuan yang
sifatnya fungsional.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat adalah
sebagai suatu keadaan dimana masyarakat mengerti, tahu dan merasa yang
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai bagian masyarakat tanpa ada
paksaan dari pihak lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Masyarakat
W. A. Gerungan (Elentari, 2005:19) mengemukakan bahwa dua aspek yang
mempengaruhi sikap, kesadaran dan pengertian anggota kelompok adalah :
1. Peranan (fungsinya pada kelompok itu)
2. Timbal balik hubungan anggota kelompok
Saifudi Azwar (Elentari, 2005:19-20) mengemukakan bahwa kesadaran
masyarakat merupakan sikap sosial yang terbentuk dari adanya interaksi sosial
yang dialami oleh individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah :
1. Pengalaman pribadi
Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan
terhadap stimulus sosial.
2. Orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang klonformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Hal ini dimotivasi
oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang tersebut.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena
kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman-pengalaman
individu.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya dasar
pengertian dan konsep moral dalam individu.
6. Faktor emosional
Kadang-kadang suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Berkaitan dengan penelitian ini kesadaran masyarakat dalam menyalurkan zakat
dipengaruhi oleh peranan yang dimiliki oleh lembaga amil zakat dan adanya
interaksi antara LAZ dan masyarakat yang memberikan pengetahuan dan
pemahaman tentang zakat sehingga masyarakat secara sadar dan tanpa paksaan
akan mengeluarkan zakatnya melalui LAZ.
C. Tinjauan tentang Zakat
1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Karenanya zaka, berarti tumbuh dan
berkembang. Dari istilah zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
adapun orang yang menerima zakat disebut mustahik, sedangkan bagi yang orang
memberi zakat disebut muzakki (http://www.laziz UNS.ac.id tanggal 30 Oktober
2008).
Menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) zakat merupakan salah satu
dari sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu implementasi asas
keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq, 2005 : 12 ) juga
menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai keadilan sosial, dalam
arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok kecil masyarakat.
Zakat menurut Sudarsono (Sidiq, 2005 : 11) adalah mengeluarkan sebagian harta
bendanya untuk diberikan kepada fakir miskin sesuai dengan aturan-aturan yang
telah ditentukan dalam Al Qur’an sebagai pembersih serta penghapus kesalahan
-kesalahan manusia. Menurut Hafidduddin (2002 : 2) zakat merupakan bagian dari
harta dengan prasyarat tertentu yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya
untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu
pula.
2. Penerima Zakat (Mustahik)
Zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim dengan syarat-syarat tertentu juga
memiliki batasan sehingga hanya diberikan kepada yang berhak. Batasan bagi
penerima zakat terdapat dalam Al-Qur’an, surat At-Taubah ayat 60, dimana yang
berhak menerima zakat ada 8 golongan. Golongan masyarakat yang berhak
a. fakir, adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak memiliki
harta
b. miskin, adalah orang yang memiliki pekerjaan namun penghasilannya
tidak mencukupi kebutuhannya
c. amil, yaitu petugas zakat. Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari
zakat, maksimal satu perdelapan atau 12,5 persen, dengan catatan bahwa
petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan
sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas
tersebut.
d. Muallaf , yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya,
karena baru masuk Islam
e. Riqab, adalah budak yang ingin memerdekakan diri dengan membayar
uang tebusan budak belian untuk membebaskan dirinya,
f. gharimin atau kelompok orang yang berhutang. Tapi bukan berarti semua
bentuk hutang dapat dibayarkan dari zakat. Menurut para ulama ada
beberapa jenis hutang yang menjadikan orang yang berhutang berhak
untuk mendapatkan zakat yaitu :
1) Pertama, orang yang berhutang untuk kemaslahatan dan memenuhi
kebutuhan pokok pribadi dan keluarga yang menjadi
tanggungannya.
2) Kedua, orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti
orang yang mendamaikan dua kelompok yang bertikai, dan untuk
kepada orang lain. Mereka itulah orang-orang yaang berhak
mendapatkan zakat.
Adapun orang yang mempunyai hutang untuk bisnis, jika pada
waktu jatuh tempo ia tidak mempunyai sesuatu untuk membayar
hutangnya, maka menurut sebagian ulama mereka berhak
menerima zakat. Namun bagi mereka yang berhutang untuk bisnis,
meskipun mereka mempunyai hutang tapi kehidupan mereka
sangat berkecukupan, seperti para bisnisman dan para konglomerat
yang sebenarnya banyak diantara mereka memiliki hutang, maka
mereka adalah orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat dan
bukan orang yang berhak menerima zakat
g. Fi sabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah dan
h. Ibnu Sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.
Dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat yang timpang maka golongan
ashnaf yang perlu diutamakan, karena kondisi yang mereka alami dapat
menyebabkan menurunnya kualitas hidup, kelaparan,bahkan kematian.
3. Syarat Wajib Zakat
Zakat diambil dari orang kaya (mampu) dan diberikan kepada orang-orang yang
tidak mampu, seperti fakir dan miskin. Indikator kemampuan itu adalah dihitung
dari nishab (nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya). Jika
untuk mengeluarkan sebagian penghasilannya tanpa adanya nishab, yaitu dalam
bentuk infak atau sedekah (Hafidhuddin, 2002:25).
Adapun syarat-syarat wajib untuk mengeluarkan zakat adalah
a. Islam; Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam saja.
b. Merdeka; Hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat
fitrah, sedangkan tuannya wajib mengeluarkannya. Di masa sekarang
persoalan hamba sahaya tidak ada lagi. Bagaimanapun syarat merdeka
tetap harus dicantumkan sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan
zakat karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat yang
tetap ada.
c. Milik Sepenuhnya; Harta yang akan dizakati hendaknya milik sepenuhnya
seorang yang beragama Islam dan harus merdeka. Bagi harta yang
bekerjasama antara orang Islam dengan orang bukan Islam, maka hanya
harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya.
d. Cukup Haul; cukup haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap setahun,
selama 354 hari menurut tanggalan hijrah atau 365 hari menurut tanggalan
mashehi.
e. Cukup Nisab; Nisab adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Kebanyakan standar zakat harta (mal) menggunakan
nilai harga emas saat ini, jumlahnya sebanyak 85 gram. Nilai emas
dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas,
4. Macam-macam Zakat
Zakat ada dua macam yang terdiri dari zakat Nafs/fitrah dan zakat mal/harta
(Gustian Djuanda, 2006 : 18). Zakat fitrah merupakan zakat untuk menyucikan
diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan Ramadhan
sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri). Zakat ini dapat berbentuk bahan
pangan atau makanan pokok sesuai dengan daerah yang ditempati, maupun berupa
uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan
pokok tersebut.
Zakat mal atau zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan
harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Zakat mal
terbagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan jenis harta yang dimiliki, antara
lain :
a. Zakat binatang ternak, meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan
kecil (kambing, domba), dan unggas (ayam, itik, burung)
b. Zakat emas dan perak, termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah
mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh
karena itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,
saham atau surat berharga lainnya termasuk ke dalam kategori emas dan
perak, sehingga penentuan nishab (jumlah minimal) dan besarnya zakat
c. Zakat harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk
diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang-barang seperti
alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan dan lain-lain.
d. Zakat hasil pertanian adalah zakat dari hasil tumbuh-tumbuhan yang
bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur,
buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan dan lain-lain.
e. Zakat ma’din (hasil tambang) dan kekayaan laut. Hasil tambang adalah
benda-benda yang terdapat di perut bumi dan memilki nilai ekonomis,
seperti emas, perak, timah, tembaga dan lain-lain. Kekayaan laut adalah
segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut, seperti mutiara, ambar dan
lain-lain
f. Rikaz (harta temuan) yaitu harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa
disebut dengan harta karun. Termasuk di dalamnya harta yang ditemukan
dan tidak ada yang mengakui sebagai pemiliknya.
g. Zakat profesi merupakan zakat hasil profesi (pegawai negeri/swasta,
konsultan, dokter, notaris dan lain-lain)
5. Nishab Zakat
Nishab adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Untuk zakat fitrah, nishabnya adalah mempunyai kelebihan bahan makanan
pokok pada hari Raya Idul Fitri dengan kadar zakat 2,5 kg beras atau 3,5 liter
bahan pokok. Sedangkan untuk zakat harta kebanyakan standar zakat harta (mal)
dijadikan ukuran nishab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas, saham,
perniagaan, pendapatan dan uang dana pensiun.
a. Emas dan Perak
(1) Nishab Emas sebesar 20 dinar (85 gram), perak sebesar 200 Dirham
(672 gram)
(2) sebagai acuan untuk perhitungan kadar zakat yang lain
(3) bentuk lain baik dari saham/obligasi, penjualan rumah,profesi
komersial.
b. Harta Perniagaan
(1) bidang perdagangan , industri, agro industri, jasa,
(2) nishab sebesar 85 gram emas selama satu tahun
(3) kadar : 2,5 % x nishab
c. Harta Peternakan
(1) Sapi, Kerbau, Kuda, Unta
- Nishab 30 ekor
Jumlah Wajib Zakat
30 – 39 ekor 1 ekor sapi jantan/betina tabi’
40 – 59 ekor 1 ekor betina musinnah
60 – 69 ekor 2 ekor sapi tabi’
70 – 79 ekor 1 ekor musinnah, 1 ekor tabi’
Keterangan : yang dimaksud dengan sapi tabi’ adalah sapi yang berumur 1 tahun,
masuk tahun ke-2, sedangkan sapi mussinah adalah sapi yang berumur 2 tahun,
masuk tahun ke-3.
(2) Kambing, Domba
- Nishab 40 ekor
Jumlah Wajib Zakat
40 – 120 ekor 1 ekor kambing/domba
121 – 200 ekor 2 ekor kambing/domba
201 – 300 ekor 3 ekor kambing/domba
(3) Ternak Unggas dan Perikanan
Besar zakat = 2,5 % x nilai kekayaan yang berkembang d. Hasil Pertanian
(1) Nishab sebesar 5 wasq ( 750 kg) makanan pokok yang paling umum
(2) Kadar Zakat 10 % x hasil bersih ( tadah hujan)
(3) Kadar Zakat 5 % x hasil bersih (pengairan buatan)
e. Hasil tambang, hasil laut, dan barang temuan (rikaz)
(1) Nishab 85 gram emas
(2) Kadar Zakat 20,5 x nilai bersih
f. Zakat Profesi
(1) Nishab 85 gram emas
6. Manfaat Zakat
Secara umum zakat bertujuan untuk menutupi kebutuhan pihak-pihak yang
memerlukan dari harta orang-orang kaya sehingga merupakan cerminan dari rasa
saling tolong menolong antara sesama manusia beriman. Menurut Hafiddudin
(2002:10) beberapa manfaat zakat adalah:
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,
menghilangkan sifat kikir dan rakus
2. Menolong, membantu dan membina kaum dhuafa maupun mustahik
lainnya ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera.
3. Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang
dibutuhkan oleh umat Islam.
4. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta.
Sudarsono (Sidiq, 2005:12) mengemukakan fungsi zakat yaitu sebagai berikut :
1. Mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri
membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan ,
juga membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela
2. Memberikan pertolongan kepada orang yang lemah agar dia dapat
menunaikan kewajibannya kepada Allah SWT dan masyarakat.
3. Ucapan rasa syukur dan terima kasih atas nikmat yang diberikan oleh
Allah SWT kepadanya.
4. Menjaga niat jahat yang akan dlakukan oleh si miskin dan yang susah.
Sedangkan hikmah diwajibkannya zakat bagi yang mampu menurut Zuhdi (Sidiq,
2005:13) adalah :
1. Membersihkan/mensucikan jiwa muzakki dari sifat-sifat tercela
2. Membersihkan harta bendanya dari kemungkinan bercampurnya dengan
harta benda yang tidak 100 persen halal
3. Mencegah berputarnya harta kekayaan berada di tangan-tangan
orang-orang kaya saja demi terwujudnya pemerataan pendapatn dan
kesejahteraan masyarakat.
4. Untuk memenuhi kepentingan umum seperti jembatan, irigasi, dan untuk
kepentingan agama seperti masjid/mushola.
5. Meningktkan kualitas hidup/ kesejahteraan masyarakat.
Disebutkan pada http://www.azurahkio.wordpress.com, manfaat pemberian zakat
antara lain :
1. Mempererat hubungan si kaya dan si miskin.
2. Agar tidak terjadi kejahatan dari orang - orang miskin dan susah yang
dapat merusak ketertiban masyarakat.
3. Guna membersihkan diri.
D. Kerangka Pemikiran
Zakat merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial dalam ajaran Islam, yang
apabila dikumpulkan dan dikelola dengan baik maka akan lebih berdaya guna dan
efektif pemanfaatannya. Potensi zakat di Indonesia sangat besar namun
masyarakat tentang zakat masih sangat kurang dan itu pun kebanyakan masih
sebatas zakat fitrah, padahal ada macam-macam zakat. Pola pengumpulan dan
penyaluran zakat juga menentukan optimal atau tidaknya zakat tersebut bagi
masyarakat miskin. Penyaluran zakat dapat diberikan langsung dari muzaki
(pemberi zakat) kepada mustahik (penerima zakat), agar muzaki merasa yakin
bahwa zakatnya telah sampai pada mustahik. Namun penyaluran zakat secara
langsung dikhawatirkan tidak dapat memastikan bahwa semua orang yang wajib
mengeluarkan zakat telah melaksanakan kewajibannya. Karenanya walaupun
telah ditetapkan dalam UU. No. 38 Tahun 1999 bahwa setiap orang muslim yang
mampu membayar zakat, berkewajiban untuk melaksanakannya, tetapi tidak ada
sanksi bagi orang yang tidak melaksanakannya. Dengan kondisi ini optimalisasi
pembayaran zakat tergantung pada kesadaran individu.
Sejak adanya undang-undang tersebut, di Indonesia telah banyak bermunculan
lembaga pengelola zakat baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang
dibentuk secara swadaya oleh masyarakat. Lembaga amil zakat sebagai salah satu
organisasi pengelola zakat yang bertugas melakukan penghimpunan, pengelolaan
dan penyaluran zakat. Dalam menjalankan tugas menghimpun dana dari
masyarakat ternyata belum didukung oleh masyarakat. Ini dilihat dari masih
banyaknya masyarakat yang enggan menyalurkan zakatnya melalui LAZ. Padahal
adanya interaksi antara masyarakat dan LAZ diharapkan dapat membuat hasil
Untuk itulah diperlukan upaya dari LAZ agar dapat mensosialisasikan
lembaganya kepada masyarakat, meningkatkan pengetahuan masayarakat tentang
kewajiban zakat serta menyadarkan masyarakat agar mengeluarkan zakat demi
tercapainya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Faktor pendukung dan faktor penghambat baik secara internal maupun eksternal
tentunya tak bisa terlepas dari kinerja LAZDAI sebagai lembaga amil zakat.
Karena hal tersebut tentunya akan mempengaruhi keberhasilan LAZDAI dalam
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Ditinjau dari sudut cara dan pembahasan masalah serta hasil yang
dicapai, penelitian ini bermaksud mengetahui dan menjelaskan upaya LAZDAI
(Lembaga Amil Zakat Daerah Amal Insani) dalam menyadarkan masyarakat
untuk mengeluarkan zakat serta mengetahui dan menjelaskan faktor pendukung
dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat. Oleh karena itu jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif.
Hadari Nawawi (Sidiq, 2005:56) menjelaskan bahwa penelitian ini adalah cara
yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab
permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dari data penelitian
lapangan. Menurut Sudipan Sadi Hutomo (Sidiq, 2005:56) deskriptif kualitatif
artinya mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat dan
didengar serta dibacanya via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video
lain-lain. Peneliti harus membanding-bandingkan, mengkombinasikan,
mengabstrasikan dan menarik kesimpulan.
B.Fokus Penelitian
Fokus bertujuan untuk membatasi penelitian agar data yang diperoleh tidak
melimpah ruah walaupun sifatnya masih sementara dan masih terus berkembang
sewaktu penelitian
Menurut Lincoln Miles dan Haberman (1992 : 36) menyatakan fokus penelitian
ini dilakukan agar tidak terjadi penelitian yang samar-samar. Pada saat peneliti
mengumpulkan data kerangka penelitian dapat diperbaiki, dibuat lebih tepat dan
mengubah arahan dengan mudah dan memfokuskan kembali pengumpulan data
guna pelaksanaan berikutnya. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada :
1. Latar belakang LAZDAI Lampung
- Sejarah berdirinya LAZDAI Lampung
- Visi dan misi LAZDAI Lampung.
2. Upaya yang dilakukan LAZDAI Lampung dalam menyadarkan
masyarakat untuk mengeluarkan zakat.
3. Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI Lampung dalam
menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat
C.Lokasi Penelitian
Dalam usaha mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian, maka
Insani) Lampung yang berlokasi di Bandar Lampung. Alasan peneliti memilih
lokasi ini adalah LAZDAI merupakan salah satu lembaga amil zakat yang sudah
cukup lama berdiri di Bandar Lampung dan telah berbadan hukum (status
terakreditasi).
D.Penentuan Informan
Informan penelitian sebagaimana yang diungkapkan oleh Iskandar (2005:213)
adalah subjek yang memberikan informasi-infomasi situasi sosial yang berlaku di
lapangan. Informan penelitian merupakan subjek yang memiliki hubungan
karakteristik dengan situasi sosial (setting sosial) yang diteliti. Sumber informasi
dalam kegiatan ini adalah para informan yang berkompeten dan mempunyai
relevansi dengan penelitian. Dalam penelitian ini informan adalah subjek yang
memiliki hubungan dengan LAZDAI Lampung.
Penentuan informan ditentukan melalui teknik purposive sampling, dimana
pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Menurut Masri
Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989 : 155) teknik purposive sampling bersifat
tidak acak, dimana subjek dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
Adapun pertimbangan yang digunakan dalam menentukan informan penelitian ini
berdasarkan kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh Spradley dan Faisal (Sidiq,
1. Subyek yang telah lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan
aktivitasnya yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian ini.
2. Subyek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau
kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.
3. Subyek yang memiliki cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan
untuk dimintai informasi.
Dari kriteria tersebut maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. Informan dari pihak LAZDAI Lampung yaitu pengurus LAZDAI yang
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan dan dilaksanakan
oleh LAZDAI Lampung. Karena pengurus yang aktif dalam LAZDAI
Lampung tahu persis upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan serta
mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat yang
dihadapi oleh LAZDAI Lampung dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat. Informan dari pihak LAZDAI berjumlah tiga orang.
2. Informan dari pihak donatur, yaitu muzaki yang telah menyalurkan zakat
melalui LAZDAI lebih dari 1 tahun, baik zakat fitrah maupun zakat harta
dan zakat profesi. Agar peneliti dapat mengetahui keberhasilan dari upaya
LAZDAI Lampung menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat.
Informan dari pihak donatur berjumlah empat orang.
E.Teknik Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data atau
keterangan-keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukakan . Seperti yang
ditegaskan Lincoln dan Guba (Iskandar, 2008 : 217) mengenai maksud adanya
wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian tentang situasi sosial. Dalam
melakukan wawancara peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman
wawancara dan direkam dengan menggunakan alat perekam.
2. Studi Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari
dokumen resmi, referensi-referensi, buku, artikel, koran, majalah, skripsi, jurnal
maupun internet yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berlangsung bersama dengan proses
pengumpulan data, atau melalui tiga hal utama, model analisis interaktif dari
Miles dan Huberman (Idrus, 2007 : 180) terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi
data, penyajian data dan verifikasi data. Langkah-langkah yang ditempuh adalah :
1. Reduksi Data
Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah
terkumpul. Data yang akan direduksi adalah data yang diperoleh dari wawancara
dengan meminimalisir informan. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih,
Selanjutnya, data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan
data atas dasar tema untuk merekomendasikan data tambahan. Kemudian peneliti
melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.
2. Tahap penyajian Data
Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi melalui bentuk teks naratif
terlebih dahulu. Selanjutnya,hasil teks naratif tersebut diringkas ke dalam bentuk
bagan yang menggambarkan alur proses perubahan kultural, dari monokulturalis
ke interkulturalis. Masing-masing komponen dalam bagan merupakan abstraksi
dari teks naratif lapangan. Kemudian, penelitian menyajikan informasi hasil
penelitian mendasarkan pada susunan yang telah diabstraksikan dalam bagan
tersebut.
3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)
Pada tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul
dari data. Disamping menyandarkan pada klarifikasi data, peneliti juga
memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap data yang
menunjang komponen bagan diklarifikasikan kembali, baik dengan informan di
lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dengan sejawat. Apabila hasil klarifikasi
memperkuat simpulan atas data, maka pengumpulan data untuk komponen
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Hasil Penelitian
Setelah diadakan penelitian terhadap beberapa orang informan yang berkaitan
dengan LAZDAI, berikut ini akan digambarkan hasil wawancara peneliti dengan
informan yang telah dikumpulkan dan diolah oleh peneliti secara sistematis.
Adapun data masing-masing informan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 . Data Informan
No. Nama Jenis Kelamin
Umur Pendidikan Terakhir
1. Informan dari Pihak Pengurus
a. Informan 1
Informan ini bernama Tiono dan berusia 35 tahun. Beliau telah bergabung di
LAZDAI selama tujuh tahun, terhitung sejak tahun 2001 dan pada tahun 2008
diberi kepercayaan menjadi Ketua Pengurus Lembaga Amil Zakat Daerah Amal
Insani Lampung setelah sebelumnya sempat menjabat sebagai staf fundrising.
Tiono menceritakan bahwa awal mula terbentuknya LAZDAI adalah saat terjadi
gempa bumi Liwa pada tahun 1994, saat perlunya membantu para pengungsi dan
korban sehingga lahirlah Lembaga Penghimpun dan Pengelolaan Infaq (LPPI)
yang mengumpulkan bantuan untuk membantu korban gempa Liwa. Sampai pada
tahun 2000 pengurus mulai berpikir untuk melakukan pengembangan ke arah
pendidikan dan kesehatan. Untuk legalitas mendaftarkan diri ke notaris sehingga
menjadi salah satu dari dua lembaga amil zakat yang terakreditasi di Bandar
Lampung di bawah naungan Yayasan Amal Insani dengan nama Lembaga Amil
Zakat Dompet Amal Insani (LAZDAI). Setelah mendapat SK Gubernur tahun
2002 berubah nama menjadi Lembaga Amil Zakat Daerah Amal Insani yang tetap
menggunakan singkatan LAZDAI.
Seperti yang diceritakan Tiono berbagai upaya dilakukan untuk mengenalkan
LAZDAI sebagai organisasi pengelola zakat diantaranya yaitu melakukan
presentasi-presentasi di instansi atau kantor, melakukan pendekatan personal dan
silahturahmi serta melalui majalah LAZDAI. Presentasi dilakukan dengan
Indonesia), Salimah (Persaudaraan Muslimah), perkumpulan majelis taklim,
instansi/kantor-kantor swasta. Alasan bekerja sama dengan lembaga-lembaga itu
karena mereka punya massa sehingga diharapkan pengetahuan tentang zakat akan
bertambah dan kesadaran membayar zakat pun meningkat. Kerjasama dengan
pemerintah hanya sebatas memberikan laporan kepada BAZDA (Badan Amil
Zakat Daerah) Lampung, tapi kemarin BAZDA memberikan dananya untuk
disalurkan melalui lembaga yang dipimpinnya tersebut.
Menurut Tiono masyarakat sudah banyak yang tahu akan kewajiban zakat tapi
sebatas zakat fitrah yang dibayarkan menjelang Lebaran, padahal masih ada jenis
zakat yang lain. Pengetahuan masyarakat tentang zakat ini yang perlu ditingkatkan
melalui dakwah, ceramah dan pengajian-pengajian.
Upaya LAZDAI untuk menarik donatur dengan membuat program-program yang
menarik serta mengundang para pimpinan perusahaan atau disebut prospek untuk
mengikuti kegiatan LAZDAI. Ada program roadshow atau buka puasa bersama
seperti tahun lalu dimana LAZDAI bersama undangan mendatangi panti asuhan
dan bertukar makanan. Anak-anak panti asuhan makan makanan yang kami bawa
dan kami makan makanan yang mereka sediakan.Hal ini dilakukan agar prospek
melihat sendiri kegiatan LAZDAI dan kemudian tertarik menjadi donatur. Setelah
menjadi donatur, saat penyaluran dana pada mustahik, donatur pun diikutsertakan.
Selain itu, untuk menjaga hubungan silaturahmi dengan para donatur, LAZDAI
sholat khusyuk, layanan baca Al-Qur’an melalui telepon, serta mengundang
donatur pada beberapa kegiatan LAZDAI.
Tiono mengakui hasil dari presentasi dan pendekatan secara personal kepada
calon donatur hasilnya 50-50. Hasil presentasi di beberapa perusahaan
kadang-kadang ada yang langsung bersedia jadi donatur, ada pula yang pikir-pikir atau
tanya istri dulu. Keberhasilan presentasi di perusahaan ada yang sampai 25 orang,
ada yang 10 orang bahkan ada yang hanya 4 orang yang bersedia jadi donatur. Hal
ini bergantung pada kesadaran masing-masing. Kebanyakan donatur mengaku
tahu LAZDAI dari majalah.
Diungkapkan oleh Tiono bahwa masih ada hambatan dalam menjalankan tugas
sebagai lembaga pengelola zakat diantaranya adalah masih kurang personel yang
berpotensi dan kurang asset yaitu kendaraan roda empat untuk memudahkan
penghimpunan dan penyaluran bantuan. Untuk mengatasi masalah ini sedang
diupayakan untuk menambah personel ataupun relawan pada setiap kegiatan yang
diadakan. Sedangkan menurutnya yang membuat donatur LAZDAI meningkat
setiap tahunnya dikarenakan, LAZDAI yang berupaya terus membuat
program-program penyaluran untuk menarik para muzaki agar mengeluarkan zakatnya
melalui LAZDAI, adanya peran serta dari donatur yang memberitahukan kepada
reken-rekannya tentang keberadaan LAZDAI serta pemahaman agama yang
b. Informan 2
Informan kedua ini merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Pemuda berusia 24 tahun yang bernama Abi ini,
beralamat di Kelurahan Gulak Galik, Teluk Betung Barat. Abi telah bergabung di
LAZDAI sejak akhir tahun 2007, dan saat ini menjabat sebagai penanggungjawab
distribusi/penyaluran dana zakat, infak dan shodaqoh.
Dari wawancara dengan Abi diketahui bahwa dalam memperkenalkan LAZDAI
dan menghimpun dana dari masyarakat, LAZDAI melakukan dengan dua cara.
Cara tersebut dengan melakukan sosialisasi melalui media cetak dan melakukan
sosialisasi langsung pada masyarakat. Bentuk sosialisasi melalui media cetak
dengan menggunakan majalah yang terbit dua bulan sekali, brosur dan spanduk.
Sosialisasi langsung pada masyarakat dilakukan oleh tim fundrising yang
melakukan perekrutan donator via perorangan dan juga melalui
perusahaan/instansi. Cara perekrutan donatur secara perorangan dilakukan denagn
membagikan brosur dan juga pendekatan langsung atau istilahnya face to face
dengan memperkenalan tentang LAZDAI dan pemahaman tentang zakat.
Perekrutan melalui perusahaan/instansi dilakukan dengan terlebih dahulu
mengirimkan surat izin presentasi, surat audiensi dan juga proposal kerjasama.
Kerjasama dengan perusahaan pernah dilakukan dengan Tegar TV Lampung
dengan menayangkan acara Reality show (berisi kegiatan-kegiatan penyaluran
zakat dan dana lainnya pada masyarakat), kerjasama dengan Radio Mix Female
seperti LAZDAI bekerjasama dengan perusahaan untuk menyalurkan CSR
(corporate social responsibility) perusahaannya.
Target para calon donatur adalah rata-rata masyarakat kalangan atas yang
memang sudah mencukupi syarat unuk menjadi pembayar zakat, sedangkan untuk
distribusi adalah pada masyarakat menegah ke bawah yang merupakan golongan
penerima zakat. Dari donatur yang ada memang lebih banyak yang merupakan
para muzaki atau pembayar zakat profesi. Selain menghimpun dana zakat,
LAZDAI juga menghimpun dana infaq dan shodaqoh, yang dilakukan dengan
adanya program Kotak Tangis Dhuafa (kotak amal) yang disebar di
sekolah-sekolah maupun warung. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan melatih
para siswa dan masyarakat untuk mau bersedekah. Sekaligus juga mengenalkan
LAZDAI pada masyarakat luas.
Dari hasil presentasi pada karyawan perusahaan yang bersedia menjadi donatur
pun kadang ada yang sampai 50 persen dari jumlah karyawan, ada yang cuma 2-4
orang saja. tapi dari tahun ke tahun jumlah pembayar zakat melalui LAZDAI terus
bertambah. Untuk melayani kebutuhan para muzaki LAZDAI memberikan
kemudahan dengan cara menjemput dana zakat dari muzaki sesuai perjanjian
sebelumnya, melalui transfer bank dan juga dengan cara diantarkan langsung ke
kantor LAZDAI.
Hubungan LAZDAI dengan donatur tidak hanya sekedar memberi dan menerima
dana zakat saja. LAZDAI berusaha menjalin hubungan dengan donatur dengan