• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN PERATIN PEKON RAWAS KECAMATAN PESISIR TENGAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN PERATIN PEKON RAWAS KECAMATAN PESISIR TENGAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2012"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN PERATIN PEKON RAWAS KECAMATAN PESISIR TENGAH KABUPATEN

LAMPUNG BARAT TAHUN 2012

Oleh

Redho Adha

Perilaku pemilih merupakan bagian dari partisipasi politik yang fokus kajiannya tentang keputusan memilih. Pada konteks pemilihan peratin, perilaku pemilih diaktualisasikan dengan memberikan suara kepada calon peratin tertentu. Pemilih pemula yang baru memasuki usia hak pilih pasti belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan pilihannya. Sehingga menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk didekati dengan pendekatan materi. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis membuat pemilih pemula sering tidak berpikir secara rasional. Selain itu afiliasi politik orangtua turut menjadi faktor yang berpengaruh. Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengkaji perilaku pemilih dalam pemilihan secara langsung diantaranya pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan rasional.

(2)

pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, dokumentasi, observasi dan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian tentang perilaku pemilih pemula pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012 adalah bersifat rasional. Hal ini didasarkan pada tiga pendekatan dalam mengkaji perilaku pemilih yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan rasional. Berdasarkan ketiga faktor tersebut diketahui bahwa hal dominan yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat adalah Faktor Rasional, yang menujukkan adanya pola pilih dari pemilih khususnya pemilih pemula yang mendasarkan pada orientasi isu dan orientasi kandidat calon peratin.

(3)

ABSTRACT

THE BEGINNER VOTERS BEHAVIOR ON THE ELECTION OF PERATIN PEKON RAWAS CENTRAL PESISIR SUB DISTRICT WEST

LAMPUNG REGENCY IN 2012 By

Redho Adha

The voters behavior is a part of political participation that focus on the study of the decision to vote. On the peratin election context, voters behavior is actualized by voting for a particular peratin candidate. The beginner voters who just turned the vote age does not have a political broad range to determine their choice. So that it cause the beginner voters are prone to be approached with the material approaches. The ignorance in practical politics matters make the beginner voters often not thinking rationally. Besides, the parents political affiliation also become an influential factor. There are several approaches used to assess the voters behavior in a direct election such as sociological approach, psychological approach and rational approach.

(4)

The result of the research about the beginner voters behavior on the election of Peratin Pekon Rawas Central Pesisir Sub District West Lampung Regency Year 2012 is rational. It is based on the three approaches in studying the voters behavior such as sociological approach, psychological approach and rational approach. Based on these three factors is known that the dominant thing influence the beginner voters behavior in the elections of Peratin Pekon Rawas Central Pesisir Sub District West Lampung Regency is rational factor, that shows a select pattern of the voters specifically the beginner voters based on the issues orientation and the candidate orientation of peratin.

(5)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kebupaten Lampung Barat tahun 2012. Untuk lebih lengkapnya mengenai deskripsi responden dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

Deskripsi mengenai identitas responden menurut jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 32 62,74

Perempuan 19 37,26

Jumlah 51 100%

Sumber : diolah dari kuesioner penelitian

(6)

2. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Deskripsi mengenai identitas responden menurut kelompok umur, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

17 Tahun 15 30,42

18 Tahun 10 19,60

19 Tahun 16 31,38

20 Tahun 10 19,60

Jumlah 51 100%

Sumber : diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel dia atas maka diketahui responden dalam penelitian ini terdapat 15 atau 30,42% responden berumur 17 tahun untuk kelompok umur terendah. Sementara terdapat 10 atau 16,60% responden berumur 20 tahun untuk kelompok umur tertinggi.

3. Identitas Responden Berdasarkan Dusun Tinggal

Deskripsi mengenai identitas responden menurut kelompok umur, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Dusun Tinggal

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Bakti Rahayu 18 35,29

Sumber Sari 13 25,49

Suka Tani 16 31,38

Suka Maju 4 07,84

Jumlah 51 100%

(7)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa responden terbanyak terdapat pada Dusun Bakti Rahayu yaitu dengan jumlah 18 orang atau sebanyak 35,29% responden. Sementara untuk responden paling sedikit terdapat pada dusun suka maju yaitu dengan jumlah 4 orang atau sebanyak 07,84% responden.

B. Hasil Penelitian

Perilaku pemilih adalah sejauh mana seseorang untuk bertindak atau melakukan tindakan yang berkaitan dengan politik, dalam hal ini yaitu penggunaan hak suara pada suatu pemilihan umum. Seperti dalam hal ini perilaku pemilih pemula yaitu diukur dengan indikator kelas sosial dan pengelompokan sosial, indikator ketokohan, dan diukur dari orientasi isu serta orientasi kandidat. Untuk mengkaji dan memahami perilaku pemilih berdasarkan indikator-indikator tersebut digunakan tiga pendekatan besar, yaitu :

1. Pendekatan Sosiologis 2. Pendekatan Psikologis 3. Pendekatan Rasional

(8)

1. Pendekatan Sosiologis

Menurut Mazhab Columbia, pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial - usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal, yaitu yang mempunyai pengaruh cukup signifikan dalam pembentukan perilaku pemilih. Pada pendekatan sosiologis ini yang mempengaruhi pemilih yaitu kelas sosial dan pengelompokan sosial, merupakan dua hal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan memilih seseorang.

Berikut penjelasan beserta tanggapan responden mengenai pendekatan sosiologis yang meliputi kelas sosial dan pengelompokan sosial :

a. Kelas Sosial dan Pengelompokan Sosial

(9)

Pemilih yang masih tergolong dalam pemilih pemula biasanya memang selalu dijadikan target dalam suatu kegiatan pemilihan umum. Hal ini dikarenakan pemilih pemula masih tergolong pemilih dengan pengetahuan rendah dan belum berpengalaman. Akan tetapi pada dasarnya dalam menentukan hak pilihnya seorang pemilih memang terkadang bisa dipengaruhi oleh apapun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bisa berasal dari kelompok-kelompok tertentu misalkan keluarga atau pertemanan.

Lingkungan pertemanan menjadi salah satu faktor yang bisa mempengaruhi pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada suatu pemilihan umum. Khususnya dengan para pemilih yang masih tergolong pemilih pemula pada pemilihan Peratin Pekon Rawas tahun 2012.

Pertanyaan pertama diajukan tentang pengaruh lingkungan, seperti misalkan dari teman sepermainan atau teman sebaya. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Pengaruh lingkungan seperti teman sepermainan atau teman sebaya

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 9 17,64

2 b. Tidak 42 82,36

Jumlah 51 100%

(10)

Berdasarkan tabel 11 tentang pengaruh lingkungan seperti teman sepermainan atau teman sebaya di atas, diketahui bahwa sebanyak 9 atau 17,64% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 37 atau 82,36% responden.

Penjelasan tabel di atas diperkuat oleh hasil wawancara yaitu sebagian besar para responden mengatakan dalam menentukan pilihan pada pemilihan peratin kemarin tidak ada pengaruh dari teman-teman mereka. Akan tetapi ada sebagian responden yang tidak sependapat demikian. Seperti pendapat Edi Santoso yang mengatakan bahwa :

“...ada juga sih pengaruh tapi tetap memilih dengan pilihan

sendiri”. (Hasil wawancara 30 Juni 2012)

Berdasarkan hasil pada tabel dan hasil wawancara dengan para responden diketahui bahwa dalam menentukan pilihan pada pemilihan peratin kemarin memang ada sebagian kecil responden yang mengatakan terdapat pengaruh dari lingkungan teman akan tetapi mereka tetap menentukan pilihannya sendiri. Sementara sebagian besar dari responden mengatakan hal yang sebaliknya. Maka dari itu diketahui bahwa hampir keseluruhan dari responden dalam memilih calon peratin tidak dipengaruhi oleh lingkungan, seperti halnya dari teman sepermainan atau teman sebaya.

(11)

mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa. Pada suatu hubungan pertemanan biasanya remaja memiliki rasa emosional yang tinggi dan saling mendukung satu sama lain. Tapi bagaimanakah dukungan dari lingkungan pertemanan dalam menentukan pilihan pada pemilihan umum yaitu pada pemilihan peratin pekon.

Pertanyaan kedua yang diajukan tentang dukungan teman dalam memutuskan pilihan pada pemilihan peratin. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 12. Dukungan teman dalam memutuskan pilihan pada pemilihan peratin.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 35 68,63

2 b. Tidak 16 31,37

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 12 tentang dukungan teman dalam memutuskan pilihan pada pemilihan peratin di atas, diketahui bahwa sebanyak 35 atau 68,63% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 16 atau 31,37% responden.

(12)

“...Kurang tahu, karena mereka juga tidak mengetahui pilihan

saya. Tapi sepertinya mereka mendukung-mendukung saja dengan pilihan saya. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Selain itu ada juga responden yang mengatakan hal yang berbeda, seperti yang dikatakan Robi Irawan yaitu :

“...Tidak juga, saling masing-masing saja dengan diri sendiri dan

tidak saling memperdulikan dengan ketentuan pilihan sesama teman”. (Hasil wawancara 09 Juli 2012)

Lain halnya dari itu Pebriyanti R. Putri dengan jawaban hampir serupa beserta alasan yang sedikit berbeda mengatakan :

“...Tidak juga, karena kan tidak pernah membicarakan hal-hal seperti itu”. (Hasil wawancara 05 Juli 2012)

Berdasarkan tabel dan juga penjelasan hasil wawancara, maka diketahui mayoritas dari responden mengatakan bahwa lingkungan teman sepermainan atau teman sebaya memang masih memberikan dukungan terhadap pilihan teman sesamanya dalam memutuskan pilihan pada pemilihan peratin pekon. Walaupun ada juga sebagian kecil responden menyatakan hal yang sebaliknya.

(13)

lebih erat terhadap keluarganya sendiri dan akan saling mendukung dalam setiap kegiatan keluarganya. Terlebih apabila terdapat kerabat atau keluarga yang mencalonkan diri yaitu dalam hal ini calon peratin pekon. Maka seorang pemilih cenderung akan lebih menentukan hak pilihnya kepada kerabat atau keluarganya sendiri sebagai bentuk dukungannya.

Terkait hal di atas pertanyaan ketiga yaitu tentang apakah ada hubungan kekerabatan atau kekeluargaan antara pemilih dengan calon peratin yang mereka pilih pada pemilihan peratin pekon. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 13. Adanya hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan calon peratin yang dipilih

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 15 29,41

2 b. Tidak 36 70,59

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 13 tentang adanya hubungan kekeluargaan/ kekerabatan dengan calon peratin di atas, diketahui bahwa sebanyak 15 atau 29,41% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 36 atau 70,59% responden.

(14)

“...Tidak, saya tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan calon peratin yang saya pilih”. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan responden diatas, rata-rata dari para responden pun mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai hubungan kekerabatan atau kekeluargaan sama sekali dengan calon yang mereka pilih. Namun demikian ada juga responden yang mengatakan bahwa masih ada hubungan kekeluargaan dengan calon yang dipilihnya, seperti yang diungkapkan oleh Paizul Ilham yaitu :

“...Iya ada cuma itu juga masih dari keluarga jauh, saya juga tidak terlalu paham”. (Hasil wawancara 05 Juli 2012)

Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Robi Irawan yang mengatakan bahwa :

“...Hubungan kekeluargaan masih ada siih tapi sudah keluarga

jauh”. (Hasil wawancara 09 Juli 2012)

(15)

responden selaku pemilih tidak memiliki hubungan kekerabatan atau kekeluargaan dengan calon peratin yang mereka pilih.

Setiap anggota keluarga memang seharusnya saling mendukung terlebih dalam hal-hal yang bernilai positif, begitu juga dengan keputusan memilih anggota keluarganya dalam pemilihan peratin pekon. Pertanyaan keempat yaitu tentang apakah keluarga ikut mendukung dengan pilihan anda dalam memutuskan pilihan pada pemilihan Peratin. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 14. Dukungan keluarga terhadap keputusan memilih

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 40 78,43

2 b. Tidak 11 21,57

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 14 tentang dukungan keluarga terhadap keputusan memilih calon peratin di atas, diketahui bahwa sebanyak 40 atau 78,43% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 11 atau 21,57% responden.

(16)

karena memang pilihannya sama dengan keluarga, seperti yang dikatakan oleh Robi Irawan berikut :

“...Iya keluarga saya ikut mendukung dengan pilihan saya dan

memang karena kebetulan juga pilihan saya sama dengan mereka”. (Hasil wawancara 09 Juli 2012)

Namun sebagian para responden ada yang mengatakan bahwa keluarga mendukung karena memang dalam keluarga mereka saling mendukung dengan keputusan memilihnya, terlepas dari pilihan yang sama atau tidak.

Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua dalam kehidupan keluarga saling mendukung, khususnya dalam keputusan memilih pada kegiatan pemilihan umum peratin pekon. Seperti halnya yang dikatakan oleh Nurvita Sari yaitu :

“...Kalau dari orangtua sih tidak terlalu mendukung dengan

pilihan saya karena pilihan kami berbeda”. (Hasil wawancara 28

Juni 2012)

(17)

Keputusan memilih memang seharusnya ditetapkan dengan pilihan sendiri dan bukan mengikuti pilihan dari orang lain, baik dari orang terdekat sekalipun. Idealnya memang memilih harus berdasarkan inisiatif sendiri, dan umumnya pemilih independen berdasarkan inisiatif sendiri ini didominasi oleh kepala keluarga. Seperti halnya dengan pemilih pemula yang baru pertama kali menggunakan hak suaranya, mereka cenderung belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menetukan pilihannya.

Pertanyaan kelima yaitu tentang apakah dalam menetapkan pilihan mengikuti pilihan bapak/ibu atau anggota keluarga lain. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15. Menetapkan pilihan mengikuti pilihan keluarga.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 24 47,05

2 b. Tidak 27 52,95

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa sebanyak 24 atau 47,05% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 27 atau 52,95% responden.

(18)

peratin kemarin yaitu dengan pilihan sendiri dan tidak mengikuti pilihan dari keluarga atau orangtua. Hal demikian sejalan dengan yang dikatakan oleh Muhamad Fadil berikut :

“...Tidak, karena memang itu merupakan pilihan sendiri, jadi

yang menentukan saya sendiri”. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Akan tetapi lain halnya dengan sebagian responden yang tidak memilih dengan keputusan sendiri dan mengatakan bahwa mereka tetap menggunakan hak pilihnya dengan mengikuti keputusan dari keluarga yaitu orangtua mereka. Seperti yang Robi Irawan katakan berikut :

“...Iya, saya tidak terlalu mau ambil pusing jadi mengikuti pilihan

keluarga, saya ikut pilihan orangtua saja”. (Hasil wawancara 09

Juli 2012)

(19)

2. Pendekatan Psikologis

Pada dasarnya pendekatan psikologis ini adalah pendekatan yang melihat perilaku pemilih sebagai bentukan dari proses sosialisasi yang melahirkan ikatan emosional (identifikasi) yang mengarahkan tindakan politik seseorang dalam suatu pemilihan. Indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pendekatan ini yaitu bisa berupa ketokohan dan juga identifikasi partai. Namun dikarenakan ini adalah suatu pemilihan umum tingkat pekon maka kepartaian tidak digunakan sebab pemilihan peratin pekon tidak menggunakan partai. Indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pendekatan ini yaitu ketokohan.

a. Ketokohan

Ketokohan, dilihat dari perasaan emosional pemilih yang melandasi pilihannya dengan mempertimbangkan identitas atau ketokohan calon (atau tokoh dibelakang calon) dan tokoh-tokoh panutan yang dihormati oleh pemilih, dimana calon atau tokoh dibelakang calon ini dirasakan dekat atau memiliki kharisma yang kuat ditengah masyarakat.

(20)

Pada suatu pemilihan umum tentu terdapat orang-orang pendukung calon atau tokoh yang berada di belakang calon. Tokoh ini bisa berasal dari tim pemenang ataupun keluarga calon peratin yang dipilih. Seorang pemilih tentu mempunyai pandangan dan rasa hormat yang berbeda terhadap orang-orang yang berada di belakang calon yang mereka pilih. Pertanyaan keenam yaitu mengenai apakah responden menghormati calon atau keluarga calon atau tim pemenang calon. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16. Sikap hormat terhadap calon atau keluarga calon atau tim pemenang calon

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 16 tentang sikap hormat terhadap calon atau keluarga calon atau tim pemenang calon di atas, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 0 atau 0% responden.

(21)

Berasal dari rasa hormat terhadap tokoh yang berada di belakang calon yang mereka pilih ini tentu pemilih merasa sungkan atau khawatir apabila tidak memilih. Berikut distribusi jawaban pertanyaan ketujuh dari responden terkait hal tersebut, yaitu dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 17. Perasaan sungkan atau khawatir apabila tidak memilih calon yang dipilih.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 16 31,37

2 b. Tidak 35 68,63

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 17 tentang perasaan sungkan atau khawatir apabila tidak memilih calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 16 atau 31,37% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak diketahui sebanyak 35 atau 68,63% responden.

Penjelasan tabel di atas juga didukung oleh hasil wawancara, ketika ditanya tentang hal ini sebagian besar para responden mengatakan bahwa mereka tidak merasa sungkan ataupun khawatir apabila tidak memilih calon yang mereka pilih. Akan tetapi ada sebagian responden mengatakan hal yang sebaliknya bahwa mereka merasa sungkan apabila tidak memilih. Seperti yang dikatakan oleh Espendi berikut :

“...Sedikit sungkan siih karena masih tetangga rumah jadi kalau tidak memilih ya tentu merasa tidak enak”. (Hasil wawancara 09

(22)

Berbeda alasan sebelumnya, hal serupa juga diungkapkan oleh Robi Irawan seperti berikut :

“...Sungkan sih ada sedikit karena kan masih keluarga walaupun keluarga jauh”. (Hasil wawancara 09 Juli 2012)

Berdasarkan tabel dan juga hasil wawancara yang berhasil dihimpun dari para responden bisa dikategorikan mayoritas responden menyatakan bahwa mereka tidak merasa sungkan atau khwatir apabila tidak memilih calon tersebut, akan tetapi dengan alasan yang berbeda sebagian kecil dari responden juga menyatakan bahwa mereka merasa khawatir atau sungkan apabila tidak memilih.

Suatu rasa hormat tentu bisa terhadap apa dan siapa saja, tidak terkecuali rasa hormat terhadap adat istiadat dan budaya lokal setempat. Demikian juga pemilih dalam pemilihan peratin pekon tentu mempunyai rasa hormat terhadap adat istiadat dan budaya lokal tempat mereka tinggal terlebih mereka tinggal di pekon yang masih menjunjung adat istiadat.

(23)

Tabel 18. Dukungan keluarga terhadap keputusan memilih

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan pertanyaan tentang sikap hormat terhadap adat istiadat dan budaya lokal pada tabel 18 di atas, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara diketahui tidak ada responden yang menjawab Tidak yaitu sebanyak 0 atau 0% responden.

Penjelasan tabel di atas juga didukung oleh hasil wawancara, keterangan para responden mengatakan bahwa mereka sudah pasti menghormati adat istiadat dan budaya lokal tempat mereka tinggal. Sejalan dengan hal ini Muhamad Fadil mengatakan bahwa :

“...Iya tentu, dan yang pasti menjunjung tinggi adat istiadat

budaya disini”. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Berbicara mengenai adat istiadat dan budaya lokal tentu tak lepas juga dari tokoh masyarakat yang ada di dalamnya. Tokoh masyarakat dalam hal ini bisa berupa tokoh adat, tokoh agama ataupun lain sebagainya. Namun bagaimanakah pengaruh tokoh masyarakat ini terhadap pilihan yang ditentukan pemilih mengingat sosok-sosok ini cukup mereka hormati dalam masyarakat.

(24)

penentuan pilihan calon peratin. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 19. Adanya pengaruh tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh adat dll) terhadap penentuan pilihan.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 19 yaitu pertanyaan mengenai adanya pengaruh tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh adat dll) terhadap penentuan pilihan calon peratin, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu sebanyak 0 atau 0% responden.

Penjelasan tabel di atas juga didukung oleh hasil wawancara, para responden mengatakan bahwa tokoh masyarakat ini tidak ada pengaruh sama sekali dalam mereka menentukan pilihannya pada pemilihan peratin. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tokoh masyarakat cukup dihormati dan disegani dalam lingkungan masyarakat tidak menjamin akan mempunyai pengaruh bagi pemilih khususnya pemilih pemula dalam menentukan pilihannya pada pemilihan peratin pekon.

(25)

sebagian mereka yang hanya memilih tidak memberikan dukungan dan hanya melakukan tanggungjawab sebagai pemilih dengan ikut serta dalam pemilihan, terlebih para pemilih pemula.

Menyangkut perihal di atas pertanyaan ke sepuluh yang diajukan yaitu tentang pemberian dukungan terhadap calon peratin yang dipilih. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 20. Pemberian dukungan terhadap calon peratin yang dipilih

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel di atas yaitu mengenai pemberian dukungan terhadap calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu sebanyak 0 atau 0% responden.

(26)

“...Saya mendukung-mendukung saja mudah-mudahan yang bisa jadi yang terbaik lah”. (Hasil wawancara 05 Juli 2012)

Sebuah dukungan yang diberikan pemilih terhadap calon peratin yang mereka pilih tentu karena berbagai alasan. Salah satu alasan tersebut bisa karena pemilih memiliki rasa bangga terhadap calon atau sebagainya. Seiring dengan keterangan tersebut pertanyaan ke sebelas yang diajukan yaitu mengenai adanya rasa bangga terhadap calon peratin yang dipilih. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 21. Rasa bangga terhadap calon peratin yang dipilih

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel di atas yaitu mengenai adanya rasa bangga terhadap calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu sebanyak 0 atau 0% responden.

(27)

“...Sangat bangga karena sosoknya itu tegas juga termasuk orang

yang pintar”. (Hasil wawancara 28 Juni 2012)

Berdasarkan keterangan tabel di atas dan hasil wawancara, pendapat serupa juga dikatakan para responden lainnya bahwa mereka memiliki rasa bangga terhadap calon yang mereka pilih.

3. Pendekatan Rasional

Pendekatan rasional berkaitan dengan orientasi utama pemilih yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat. Perilaku pemilih berorientasi isu berpusat pada siapa yang akan memerintah dan yang akan mampu mengatasi semua persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Sementara itu orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat.

(28)

Berikut uraian hasil wawancara dengan responden tentang pengaruh dari orientasi isu dan orientasi kandidat dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012.

a. Orientasi Isu

Faktor isu dan program memberi pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilih, terutama pada pemilih kalkulatif. Isu dan program ini bisa berupa program kerja atau hal-hal yang akan dicapai yang tertuang ke dalam visi dan misi calon yang akan dipilih. Visi dan misi calon tentu menjadi salah satu hal yang cukup diperhatikan oleh para pemilih, mengingat bahwa visi dan misi ini adalah merupakan arah yang akan dicapai kelak.

Berdasarkan hal tersebut di atas pertanyaan ke dua belas yang diajukan adalah mengenai pengetahuan terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 22. Pengetahuan terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 28 54,90

2 b. Tidak 23 45,10

Jumlah 51 100%

(29)

Berdasarkan tabel 22 yaitu mengenai pengetahuan visi dan misi calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 28 atau 54,90% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu terdapat sebanyak 23 atau 45,10% responden.

Penjelasan tabel yang tertera di atas juga didukung oleh hasil wawancara. Sebagian responden mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui visi dan misi calon yang mereka pilih dengan alasan yang berbeda. Seperti yang dikatakan oleh M. Ridho Tharis berikut :

“...Tidak tahu, karena waktu itu masih jam sekolah pada saat visi

dan misinya dipaparkan”. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Akan tetapi ada juga sebagian besar atau lebih dari lima puluh persen dari responden mengatakan bahwa mereka mengetahui visi dan misi calon yang mereka pilih, walaupun ada juga dari mereka sendiri kurang mengerti akan isi dari visi dan misi yang disampaikan.

(30)

ada diantara responden yang mengatakan bahwa tidak terlalu mengerti isinya.

Setiap visi dan misi yang disampaikan tentu merupakan program-program yang akan dijalankan kedepannya, akan tetapi apakah penerima memahami visi dan misi yang disampaikan. Mengacu pada hal tersebutlah pertanyaan ke tiga belas yaitu tentang pemahaman dan terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 23. Pemahaman terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 27 52,94

2 b. Tidak 24 47,06

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel di atas yaitu mengenai pemahaman visi dan misi calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 27 atau 52,94% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu terdapat sebanyak 24 atau 47,06% responden.

(31)

“...Kalau menurut saya pribadi sih visi dan misinya bagus-bagus

dan yang pasti apabila terwujud akan menjadikan pekon lebih bagus lagi”. (Hasil wawancara 04 Juli 2012)

Mengacu pada persoalan ini para responden mengatakan bahwa visi dan misi yang ditawarkan memang bagus, akan tetapi pemahaman mereka tentang visi dan misinya masih kurang.

Sebuah visi dan misi calon peratin tentu akan dilaksanakan dengan maksimal agar mencapai tujuan secara maksimal. Akan tetapi apakah calon yang dipilih mampu menjalankan dan mewujudkan visi dan misi yang telah dibuat. Didasarkan pada hal tersebut pertanyaan ke empat belas diajukan, yaitu tentang keyakinan terhadap kemampuan calon peratin yang dipilih dalam mewujudkan visi dan misinya. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 24. Keyakinan terhadap kemampuan calon peratin yang dipilih dalam mewujudkan visi dan misinya.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 46 90,19

2 b. Tidak 5 09,81

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

(32)

Penjelasan yang terangkum pada tabel di atas juga didukung oleh hasil wawancara. Hampir keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka cukup yakin calon yang mereka pilih akan mampu mewujudkan visi dan misinya. Seperti halnya yang diungkapkan Paizul Ilham berikut :

“...Pasti mampulah karena melihat dari sosoknya, yakin mampu

lah dia mewujudkan visi dan misi yang ditawarkannya”. (Hasil

wawancara 05 Juli 2012)

Namun demikian ada juga responden yang tidak mengetahui visi dan misi calon yang mereka pilih akan tetapi tetap yakin calon yang dipilihnya bisa menjalankan dan meweujudkan visi dan misinya. Hal tersebut diungkapkan Muhamad Fadil yang mengatakan bahwa :

“...Walaupun saya tidak mengetahui visi dan misinya tetapi saya yakin akan mampu mewujudkannya”. (Hasil wawancara 27 Juni

2012)

(33)

merasa yakin calon yang mereka pilih bisa mewujudkan visi dan misinya, setidaknya dengan visi dan misi tersebut memberikan cita-cita perubahan yang lebih baik bagi pekon kedepannya.

b. Orientasi Kandidat

Orientasi kandidat ini akan memberi pengaruh besar terhadap perilaku pemilih dalam suatu pemilihan umum. Yaitu dalam hal ini dijelaskan beberapa pendekatan bahwa social imagery kandidat menjadi hal yang diperhitungkan oleh pemilih. Terutama didaerah pedesaan, bagi kandidat peratin atau kepala desa, personality candidat juga menjadi hal yang penting sebagai referensi utama bagi pemilih.

Seorang calon peratin tentu harus berpendidikan, paling tidak calon yang dipilih adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat. Kriteria ini cukup diperhatikan oleh pemilih dalam menentukan pilihannya mengingat orang yang dipilih ini akan menjadi pemimpin mereka selama beberapa tahun kedepannya.

(34)

Tabel 25. Kesesuaian pendidikan calon peratin yang dipilih.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel 25 yaitu kesesuaian pendidikan calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa seluruh responden yaitu sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara responden yang menjawab Tidak yaitu terdapat sebanyak 0 atau 0% responden.

Penjelasan tabel yang terangkum di atas juga didukung oleh hasil wawancara sebagai penguat keterangan. Para responden mengatakan bahwa pendidikan calon peratin yang mereka pilih sudah cukup memadai, bahkan ada responden yang mengatakan cukup lebih untuk jabatan seorang peratin.

Tidak hanya pendidikan akan tetapi status sosial ekonomi calon peratin juga menjadi suatu yang diperhatikan pemilih. Menyangkut hal ini pertanyaan ke enam belas yaitu tentang kedudukan dan status sosial ekonomi calon peratin yang dipilih. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 26. Kedudukan status sosial ekonomi calon peratin yang dipilih.

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

(35)

Berdasarkan tabel 26 di atas yaitu mengenai kedudukan status sosial ekonomi calon peratin yang dipilih, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara tidak ada responden yang menjawab alternatif jawaban Tidak.

Penjelasan tabel yang terangkum di atas juga diperkuat oleh hasil wawancara. Menurut para responden mengenai status sosial ekonomi calon yang mereka pilih, sebagian besar para responden mengatakan bahwa dari segi status sosial ekonomi menurut mereka masih tergolong biasa-biasa saja atau bisa dikatakan menengah ke atas. Akan tetapi ada juga responden yang mengatakan bahwa calon yang mereka pilih tergolong dari keluarga yang mapan dan cukup mempunyai kedudukan di masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Espendi berikut :

“...Status sosialnya sih ya menurut saya lumayanlah, mencukupi dan lumayan mempunyai kedudukan”. (Hasil wawancara 09 Juli

2012)

(36)

Berangkat dari hal tersebutlah pertanyaaan ke tujuh belas yaitu tentang apakah tingkat pendidikan calon mempengaruhi kemampuan calon peratin dalam memimpin/mengatasi kesulitan yang dihadapi pekon. Distribusi jawaban dari responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 27. Pendidikan mempengaruhi kemampuan calon peratin yang dipilih dalam memimpin

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel di atas yaitu mengenai pendidikan calon peratin apakah akan mempengaruhi kemampuannya dalam memimpin, diketahui bahwa sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak terdapat sebanyak 0 atau 0% responden.

Kemudian penjelasan tabel yang tertera di atas juga diperlengkap oleh hasil wawancara. Para responden mengatakan bahwa pendidikan tentu akan mempengaruhi calon yang mereka pilih dalam memimpin ataupun mengatasi masalah. Hal ini sejalan seperti Robi Irawan yang berpendapat bahwa :

“...Iya, dari segi pendidikan tentu akan mempengaruhi

kemampuannya dalam mengatasi kesulitan pekon”. (Hasil

(37)

Hal senada juga dikatakan oleh Muhamad Fadil seperti berikut : “...Iya itu akan mempengaruhi dalam memimpin maupun

mengatasi kesulitan atau permasalahan-permasalahan pekon”. (Hasil wawancara 27 Juni 2012)

Berdasarkan keterangan yang berasal dari tabel dan hasil wawancara dengan para responden mengenai apakah pendidikan calon mempengaruhi dalam memimpin/mengatasi kesulitan pekon, dihasilkan yaitu seluruh responden dengan variasi jawaban menyatakan bahwa bagi mereka tingkat pendidikan calon peratin yang mereka pilih tentu akan mempengaruhi dalam memimpin atau dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pekon.

(38)

Tabel 28. Keyakinan tingkat pendidikan dan status sosial calon peratin yang dipilih akan mampu membawa kemajuan pada pekon

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 a. Ya 51 100

2 b. Tidak 0 0

Jumlah 51 100%

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian

Berdasarkan tabel di atas yaitu mengenai keyakinan tingkat pendidikan dan status sosial calon peratin yang dipilih akan mampu membawa kemajuan pada pekon, diketahui bahwa keseluruhan yaitu sebanyak 51 atau 100% responden menjawab Ya. Sementara yang menjawab Tidak terdapat sebanyak 0 atau 0% responden.

Berdasarkan penjelasan tabel di atas yang juga diperlengkap oleh hasil wawancara dengan responden. Menanggapi hal ini seluruh responden dengan jawaban yang berbeda-beda menyatakan bahwa bagi mereka tingkat pendidikan dan status sosial calon akan membawa perubahan bagi pekon, walaupun tanggapan responden mengenai pertanyaan ini masih cenderung sekedar harapan sebagai masyarakat.

C. Pembahasan

1. Pendekatan sosiologis

(39)

pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat tahun 2012.

Dilihat dari kelompok pertemanan diketahui bahwa pemilih dalam menentukan pilihannya pada pemilihan peratin tidak dipengaruhi oleh lingkungan pertemanan mereka. Walaupun masih ada responden selaku pemilih yang mengatakan bahwa masih ada pengaruh, namun demikian tetap menentukan pilihan sendiri. Begitu juga dengan keluarga, meskipun keluarga adalah orang terdekat pemilih akan tetapi dalam urusan menentukan pilihan pada pemilihan peratin mereka juga tetap tidak terpengaruh oleh pilihan dari keluarga atau orangtua. Pemilih tetap menggunakan hak pilihnya sendiri dengan dukungan keluarga. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada juga pemilih yang menentukan pilihannya mengikuti pilihan keluarga atau orangtuanya.

2. Pendekatan Psikologis

(40)

Berdasarkan keterangan pengolahan tabel hasil wawancara dengan responden selaku pemilih diketahui bahwa pemilih menghormati keluarga atau tim pemenang calon yang mereka pilih. Akan tetapi mereka tidak merasa khawatir ataupun sungkan apabila tidak memilih calon walaupun mengingat keluarga atau tim pemenang calon yang cukup mereka hormati. Hal yang sama juga terlihat ketika para pemilih menghormati adat istiadat dan budaya lokal setempat, akan tetapi tokoh masyarakat yang ada di dalamnya yaitu merupakan sosok yang mereka hormati tidak dijadikan faktor penentu dalam menentukan pilihan dalam pemilihan peratin. Hal demikian membuktikan bahwa dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas tahun 2012 pemilih tidak terlalu mendasarkan ketokohan sebagai indikator untuk menentukan pilihannya.

3. Pendekatan Rasional

Memutuskan pilihan tentunya didasarkan pada alasan tertentu, faktor rasional merupakan salah satu aspek yang cukup penting untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih. Rasionalitas sedikit berbeda dari faktor sosiologis dan psikologis, dimana fokus pemilih terletak pada program yang ditawarkan dan kualitas kandidat. Faktor rasional memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku pemilih pemula pada pemilihan Peratin Pekon Rawas tahun 2012.

(41)

menunjukkan bahwa pemilih mengetahui visi dan misi dan meyakini calon yang mereka pilih bisa mewujudkannya.

Karakter rasional ini menunjukkan orientasi program dan kualitas kandidat menjadi ukuran penting dalam memutuskan siapa yang pantas dan dipercaya untuk menduduki jabatan politis yang diperlukan. Program yang ditawarkan menjadi ukuran kesungguhan calon dalam memajukan masyarakat yang dipimpinnya, tentunya kejelian pemilih dalam memahami visi dan misi ini juga perlu diperhatikan untuk mengkategorikan pemilih benar-benar rasional atau tidak. Pada instrumen penelitian terkait visi dan misi ini tidak semua responden mengetahui visi dan misi calon, terdapat lebih dari lima puluh persen responden yang mengaku tidak mengetahui visi dan misi calon. Umumnya dalam pemilihan peratin media penyampaian visi dan misi ini dilakukan pada saat kampanye melalui tim pemenangan atau calon secara langsung dari mulut ke mulut. Pada pemilihan Peratin Pekon Rawas ini jarang digunakan media berupa famplet atau lainnya sebagai media sosialisasi untuk kampanye dan sosialisasi visi dan misinya.

(42)

merupakan kompleks dari faktor rasional yang juga dipertimbangkan pemilih.

Para pemilih tentunya akan menduga kemampuan calon pilihannya dalam merealisasikan janji-janjinya dimana melalui kampanye program yang dijanjikan diketahui oleh pemilih, responden yang pada umumnya mengenal calon, juga mampu memahami informasi yang diterimanya tentang calon, dimana aspek yang dijadikan tolak ukur dalam orientasi kandidat ini adalah tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi calon, keduanya diasumsikan dapat membantu kelancaran calon dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dimana tingkat pendidikan yang memadai akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami, menilai dan mengambil sikap dan tindakan yang tepat dalam berbagai hal yang berhubungan dengan pekon. Informasi mengenai tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi ini melibatkan proses kognisi dalam diri pemilih untuk mengevaluasi kemampuan calon terkait kualitasnya. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa mayoritas responden mempertimbangkan kedua aspek ini (orientasi visi dan misi serta orientasi kandidat) dalam memutuskan pilihan.

4. Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012

(43)

pertemanan dan keluarga. Pendekatan psikologis mencakup ketokohan yaitu keluarga calon ataupun tim pemenang calon. Pendekatan rasional mencakupi orientasi isu yaitu visi dan misi calon dan orientasi kandidat mencakupi pendidikan dan status sosial ekonomi calon peratin.

(44)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

(45)

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah :

1. Para pemilih pemula hendaknya menentukan pilihan dalam berbagai pemilihan umum secara langsung, khususnya pemilih pemula dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas agar lebih rasional lagi dengan benar-benar mempertimbangkan faktor kemampuan dan kepribadian serta program-program realistis yang ditawarkan calon peratin.

(46)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

(47)
(48)
(49)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Firmanzah. 2008. Marketing Politik. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Kristiadi, J. 1996. Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih di Indonesia. Prisma 3.

Mas’oed, Mochtar. 2003. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 1991. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Perss. Yogyakarta.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing. PT Gramedia. Jakarta.

Sangadji, Etta Mamang., dan Sopiah. 2010. Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. CV. Andi Offset. Yogyakarta.

Satroatmojo, Sudiono. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press. Semarang.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

(50)

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lampung Barat Nomor 15 Tahun 2006

Tentang Pemilihan dan Penetapan Peratin.

Website :

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2131660-pengertian-pemilih-dan-syarat-menjadi/#ixzz1qKi8OAl9 (di akses 27/03/2012 Pukul 22.54 WIB).

http://sma6semarang.wordpress.com/2008/05/11/pemilu-di-indonesia/ (di akses 28/03/2012 Pukul 20.43 WIB).

(51)

iii DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perolehan Suara Masing-masing Calon Peratin pada Pemilihan

Peratin Pekon Rawas Tahun 2012 ... ... 10 Tabel 2. Penentuan sampel setiap dusun ... ... 42 Tabel 3. Jumlah Penduduk Pekon Rawas Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50 Tabel 4. Kondisi Penduduk Pekon Rawas Berdasarkan Usia ... 50 Tabel 5. Kondisi Penduduk Pekon Rawas Berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 51 Tabel 6. Kondisi Penduduk Pekon Rawas Berdasarkan Agama ... 52 Tabel 7. Kondisi Penduduk Pekon Rawas Berdasarkan suku ... 53 Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . ... 59 Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 60 Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Dusun Tinggal ... 60 Tabel 11. Pengaruh lingkungan seperti teman sepermainan

atau teman sebaya ... ... 63 Tabel 12. Dukungan teman dalam memutuskan pilihan

pada pemilihan peratin ... ... 65 Tabel 13. Adanya hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan

calon peratin yang dipilih ... ... 67 Tabel 14. Dukungan keluarga terhadap keputusan memilih ... 69 Tabel 15. Menetapkan pilihan mengikuti pilihan keluarga . ... 71 Tabel 16. Sikap hormat terhadap calon atau keluarga calon atau

tim pemenang calon ... ... 74 Tabel 17. Perasaan sungkan atau khawatir apabila tidak memilih

calon yang dipilih ... ... 75 Tabel 18. Dukungan keluarga terhadap keputusan memilih ... 77 Tabel 19. Adanya pengaruh tokoh masyarakat (tokoh agama,

tokoh adat dll) terhadap penentuan pilihan ... ... 78 Tabel 20. Pemberian dukungan terhadap calon peratin yang dipilih ... 79 Tabel 21. Rasa bangga terhadap calon peratin yang dipilih ... 80 Tabel 22. Pengetahuan terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih ... 82 Tabel 23. Pemahaman terhadap visi dan misi calon peratin yang dipilih ... 84 Tabel 24. Keyakinan terhadap kemampuan calon peratin yang dipilih

dalam mewujudkan visi dan misinya ... ... 85 Tabel 25. Kesesuaian pendidikan calon peratin yang dipilih ... 88 Tabel 26. Kedudukan status sosial ekonomi calon peratin yang dipilih ... 88 Tabel 27. Pendidikan mempengaruhi kemampuan calon peratin

yang dipilih dalam memimpin ... ... 90 Tabel 28. Keyakinan tingkat pendidikan dan status sosial calon peratin

(52)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. Pemilihan umum memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung. Pemilu merupakan penyaluran aspirasi yang paling penting ditengah kondisi masyarakat yang sulit menyalurkan aspirasinya. Pemilu juga dapat dijadikan sebagai alat atau sarana untuk mengembangkan potensi masyarakat.

Pemilu Umum (Pemilu) merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Dasar (UUD) tahun 1945 menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Makna dari “kedaulatan ditangan rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan,

(53)

Pemilu juga diartikan sebagai sarana berdemokrasi untuk membuat suatu sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem permusyawaratan dan perwakilan. Sebagaimana dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

menjelaskan bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berdasarkan Pancasila Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada dasarnya pemilu adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, gubernur, bupati/walikota, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.

(54)

Pengertian desa sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dijelaskan bahwa :

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Jadi bisa dikatakan bahwa desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir batin yang sangat kuat, baik secara keturunan atau karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.

Secara umum desa dipahami sebagai wadah atau tempat tinggal bersama dari sekelompok masyarakat, baik yang bersifat homogen maupun heterogen yang terdiri dari masyarakat yang budaya lokalnya masih sangat kental dan cenderung mempunyai sifat primordial. Desa memiliki wewenang melaksanakan pemerintahannya dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tuntutan warganya akan jasa sipil dan layanan publik, sehingga diperlukan aparat desa untuk menjalankan pemerintahan di desa.

(55)

sangat menentukan arah kemajuan desa. Kepala desa merupakan tokoh sentral dimana peran dan fungsinya sangat dibutuhkan untuk menyuarakan segala kepentingan menyangkut kehidupan masyarakat desa sehingga apa yang menjadi harapan dan cita-cita masyarakat dapat terwujud.

Mengingat pentingnya posisi kepala desa ini maka dalam menentukan siapa yang akan memimpin desa membutuhkan kejelian dari masyarakat agar kepala desa yang terpilih dapat mengemban amanah sebagaimana yang diinginkan masyarakat. Pemilihan kepala desa sebagai mekanisme pergantian pemimpin merupakan salah satu wujud demokrasi di tingkat desa. Pergantian kepala desa juga merupakan syarat bagi keberlangsungan estafet pemerintahan yang mengambil bentuk pemilihan langsung dimana setiap pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon atau kontestan yang dikehendakinya.

Pemilihan kepala desa sebagai salah satu mekanisme pergantian pemimpin merupakan hal penting dalam struktur pemerintahan, untuk itu pelaksanaan proses demokrasi ini harus terselenggara secara baik dan menjadi representasi kebutuhan dan tuntutan publik, bukan sebatas pergantian elit. Kualitas pemilihan kepala desa (pemilihan langsung pada umumnya) sangat bergantung pada beberapa elemen yang terkait dengan pemilihan tersebut, diantaranya penyelenggara, peserta, dan pemilih.

(56)

aturan dengan baik, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai sehingga dapat menjalankan tugas dan kewajiban sebagai seorang pemimpin yang baik jika terpilih kelak, namun aspek penting lainnya juga tidak bisa diabaikan yakni pemilih. Selain kedua unsur tersebut, kualitas hasil proses demokrasi ini juga sangat bergantung pada kecerdasan pemilih dalam menentukan pilihan.

Pada suatu pemilihan umum (pemilu), para pemilih juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta menyampaikan visi misi yang tertuang kedalam program-programnya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini sangat diperlukan untuk mensukseskan jalannya pemilu terutama dalam memaksimalkan hak pilih mereka untuk menentukan calon pilihannya. Oleh karena itu tuntutan yang sangat besar bagi rakyat untuk dapat memilih calon pilihannya sesuai dengan hati nurani mereka masing-masing karena mereka telah mengetahui seluk beluk calon yang akan mereka pilih sangat menentukan jalannya pemilu yang berkualitas.

(57)

Pemilih pemula adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah warga negara Indonesia yang sudah genap 17 tahun dan atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan undang-undang pemilu. Pemilih pemula menjadi perhatian yang cukup serius karena pemilih ini belum berpengalaman dan masih membutuhkan arahan sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk menangani hal-hal semacam ini. Pemilih pemula pada umumnya termasuk kedalam pelajar atau masyarakat yang masih remaja.

Siswa atau remaja pada umumnya memiliki sistem sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai dunia sendiri. Kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan remaja antara lain yang mempunyai nilai-nilai, norma-norma, sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dengan bahasa orang dewasa. Oleh karena itu remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai. Dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa.

(58)

dengan teman-temannya, sedangkan dengan orang dewasa mereka menjauhkan diri. Peer culture ini sangat berpengaruh sekali pada masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya mempengaruhi mereka. Seorang remaja membutuhkan dukungan dan konsensus dari teman kelompok sebayanya. Setiap penyimpangan nilai dan norma kelompok dalam hal ini akan mendapatkan celaan dari kelompoknya, karena hubungan antara kelompok dan remajanya bersifat solider dan setia kawan. Umumnya para remaja dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan pada minat, kesenangan dan faktor lain. (http://terasmakalah.blogspot.com) diakses 09/04/2012/14.37.

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa masyarakat desa merupakan komunitas besar dan dapat menjadi basis suara dalam pemilihan umum. Kajian perilaku pemilih yang dilakukan banyak ahli menggambarkan berbagai macam orientasi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Mengacu pada orientasi policy-problem solver dan orientasi idiologi, Firmanzah (2008 : 119) membagi pemilih ke dalam beberapa segmen atau tipe yaitu :

1. Pemilih rasional pada dasarnya menjadikan orientasi kandidat atau partai sebagai penentu dalam memutuskan pilihannya, dimana kemampuan dan program kerja yang ditawarkan, serta prestasi yang telah dicapai oleh kandidat atau partai yang diutamakan. 2. Pemilih kritis juga berorientasi pada kemampuan kandidat atau

calon dalam mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat, namun masih mempertimbangkan ikatan ideologis yang menjadikannya loyal terhadap partai atau kandidat tertentu.

(59)

4. Pemilih skeptis yakni pemilih yang memiliki minat rendah terhadap politik secara umum atau mereka yang termasuk golongan putih (golput).

Penelitian ini mengambil fokus kajian perilaku pemilih pemula dalam pemilihan peratin pekon. Berdasarkan ketentuan umum Perda Kabupaten Lampung Barat Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Pemilihan dan Penetapan Peratin, disebutkan bahwa pekon merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara peratin adalah sebutan untuk kepala pekon (kepala desa pada umumnya).

Klasifikasi pemilih secara umum seperti yang dijelaskan sebelumnya juga dapat ditemui pada pemilih dalam pemilihan peratin pekon. Idealnya karakter pemilih adalah pemilih rasional, namun kajian perilaku pemilih menunjukkan banyak aspek yang dapat mempengaruhi perilaku memilih diantaranya faktor keluarga, faktor tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan tingkat modernisasi yang diterima masyarakatnya sehingga fenomena yang ada menunjukkan tidak semua pemilih rasional.

(60)

kepentingan jangka pendek. Selain itu afiliasi politik orangtua turut menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pilihan para pemilih pemula. Apabila orangtua mereka mendukung salah satu calon, maka besar kemungkinan si anak akan ikut pada pilihan orangtua mereka.

Penelitian Afan Gaffar menjelaskan dalam Nursal (2004 : 88) bahwa para pemilih muda khususnya para pemilih pemula mempunyai perilaku yang khas. Seperti misalnya, melihat adanya tendensi para pemuda untuk mengikuti arahan dan nasihat para pemimpin. Di satu sisi, dapat diduga kaum muda memiliki kecenderungan melawan dan memberontak. Berdasarkan penjelasan Afan Gaffar maka dapat diartikan bahwa pemilih pemula masih tergolong labil dalam menentukan pilihannya dan masih dipengaruhi oleh faktor lain baik internal maupun eksternal.

Berbicara mengenai partisipasi dalam pemilu, masyarakat di pedesaan sangat besar kemungkinannya untuk melakukan partisipasi yang dimobilisasi dan bukan otonom. Oleh karena itu rasionalitas pemilih pedesaan dinilai masih rendah dalam memutuskan pilihannya. Seperti dalam hal ini yakni pemilih pemula dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas yang kebanyakan diduga menentukan pilihannya tidak dengan rasional.

(61)

menggunakan hak pilihnya, dari 1.161 mata pilih terdapat sebanyak 103 orang pemilih pemula. Pemilihan peratin pekon Rawas yang berlangsung tersebut hanya terdapat dua orang kandidat calon peratin yang bersaing yakni Edy Siskendi, S.Sos dan Nasib Mulyadi. Jumlah perolehan suara masing-masing kandidat berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 06 April 2012 dengan peratin terpilih Pekon Rawas, yakni Bapak Nasib Mulyadi adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perolehan Suara Masing-masing Calon Peratin pada Pemilihan Peratin Pekon Rawas Tahun 2012

No. Nama Jumlah Suara %

1. Edy Siskendi, S.Sos 303 26.10%

2. Nasib Mulyadi 414 35.66%

Total suara sah 717 61.76%

Sumber : Pra riset (wawancara dengan peratin terpilih Pekon Rawas)

Berdasarkan tabel perolehan suara yang ada diatas, dalam pemilihan Peratin Pekon Rawas yang berlangsung pada tanggal 23 Februari 2012, terdapat total suara sah sejumlah 717 suara dari 900 suara yang terpakai, itu artinya terdapat sebanyak 183 suara tidak sah dalam perhitungan suara.

Perolehan suara yang dihasilkan dari pemilihan peratin tersebut tentu tidak lepas dari keikutsertaan pemilih, termasuk dalam hal ini adalah pemilih pemula. Akan tetapi dalam memutuskan pilihannya tentu setiap pemilih mempunyai pandangan dan alasan yang berbeda satu sama lainnya.

(62)

pilihan, Siti Rohayah (19 tahun), menyatakan bahwa ia memilih Edy Siskendi, S. Sos., dengan alasan ingin pemimpin yang lebih mampu dan memiliki pengetahuan yang lebih luas dimana dari segi pendidikan, calon memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari calon peratin yang lainnya. Sedangkan menurut Rizki (18 tahun) alasannya memilih Nasib Mulyadi dikarenakan calon adalah seseorang dengan sosok yang ramah dan sangat bermasyarakat, serta calon masih mempunyai hubungan kekeluargaan.

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa alasan yang variatif dari para informan yang dijadikan pertimbangan dalam menjatuhkan pilihannya pada pemilihan peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat tahun 2012. Kemudian dari serangkaian aspek yang menjadi pertimbangan pemilih dalam menjatuhkan pilihan ini diklasifikasikan tiga pendekatan perilaku pemilih yakni sosiologis, psikologis dan rasional.

Berdasarkan paparan diatas peneliti tertarik untuk menggali informasi mengenai perilaku pemilih pemula pada pemilihan Peratin Pekon Rawas dengan melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Pemilih Pemula Pada

(63)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas maka dapat dikemukakan perumusan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Bagaimana perilaku pemilih pemula dalam Pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pemilih pemula pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tangah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran dan pengembangan ilmu politik khususnya yang berkaitan dengan kajian perilaku pemilih para pemilih pemula pada pemilihan umum.

(64)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih

1. Pengertian Perilaku Pemilih

Pada umumnya perilaku politik ditentukan oleh faktor internal dan individu itu sendiri seperti idealisme, tingkat kecerdasan, kehendak hati dan oleh faktor eksternal (kondisi lingkungan) seperti kehidupan beragama, sosial, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Perilaku politik menurut Sudiono Sastroatmodjo (1995: 3) adalah :

“Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah pencapaian tujuan tersebut. Perilaku politik yang ditujukan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang menyangkut lingkungan alam maupun sosial budaya”.

(65)

Sementara itu perilaku pemilih dalam hal ini diartikan oleh J. Kristiadi (1996 : 76) sebagai suatu keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan psikologis, faktor sosiologis dan faktor rasionalitas si pemilih atau disebut dengan teori Voting Behaviour.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa perilaku adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang yang terbentuk dari perwujudan suatu sikap. Maka disini disimpulkan bahwa perilaku pemilih adalah sejauh mana seseorang untuk bertindak atau melakukan tindakan yang berkaitan dengan politik, dalam hal ini yaitu penggunaan hak suara pada suatu pemilihan umum. Perilaku pemilih timbul dari isu-isu dan kebijakan-kebijakan politik yang menjadi faktor seseorang memiliki pilihan politik yang berbeda satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik ditentukan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal.

2. Pendekatan Perilaku Pemilih

Terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk memahami perilaku pemilih, Ramlan Surbakti (1999: 145) menyatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam mengkaji perilaku pemilih diantaranya:

(66)

partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai.

2. Pendekatan sosiologis yang cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Konkretnya pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh latar belakang demografi dan sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan kelas, pendapatan dan agama.

3. Pendekatan ekologis yang hanya relevan jika dalam suatu daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial seperti desa, kelurahan, kecamatan dan kabupaten.

4. Pendekatan psikologi mengacu pada konsep yang digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk memilih pada pemilihan umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. Konkretnya partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

5. Pendekatan Pilihan Rasional yang melihat kegiatan memilih merupakan produk kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi

(67)

Pendekatan untuk melihat perilaku pemilih juga dikemukan oleh Adman Nursal (2004 : 54), secara umum terbagi atas empat pendekatan yakni pendekatan sosiologis (Mazhab Columbia), pendekatan psikologis (Mazhab Michigan) dan pendekatan rasional serta pendekatan domain kognitif (pendekatan marketing).

1. Pendekatan Sosiologis (Mazhab Columbia)

Pendekatan sosiologis menjelaskan, karakteristik dan pengelompokan sosial merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih dan pemberian suara pada hakikatnya adalah pengalaman kelompok.

Asfar dalam Adman Nursal (2004 : 55) mengungkapkan model ini dikenal sebagai model perilaku pemilih Mazhab Columbia. Cikal-bakalnya berasal dari Eropa. Menurut Mazhab Columbia, pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial - usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal dan lainnya – mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan perilaku pemilih.

Gambar

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 11. Pengaruh lingkungan seperti teman sepermainan atau
Tabel 12. Dukungan teman dalam memutuskan pilihan pada       pemilihan peratin.
Tabel 13. Adanya hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

berjumlah 1.064 hak pilih, sedangkan yang tidak menggunakan hak pilih pada pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi lampung di tahun 2008 terdapat 1.103 hak pilih

Dengan demikian pada Tabel 3.26 (menetukan pilihan berdasarkan kedekatan suku atau etnis) dapat terlihat bahwa mayoritas responden memberikan jawaban Tidak sebesar 70%,

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 95 responden dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 20 (21,1%) responden berperilaku PHBS menurut pendapat peneliti hal ini

Hasil survei yang dilakukan alasan responden dalam menentukan pilihan melihat latar belakang kehidupan calon Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang pada tahun 2012

PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU PEMILIH (Dinamika Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Serentak 2020 di Provinsi Sulawesi Tengah) merupakan buku yang disusun dari hasil riset

Pada indikator keempat yaitu indikator Pemikiran(Kognisi) diketahui bahwa terdapat 2 responden atau 8% anak-anak termasuk kategori tidak setuju karena menurut mereka

Penelitian ini dibatasi pada : (1) Pendekatan perilaku politik yang bagaimana yang digunakan masyarakat Karo Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Gubernur Sumatera

Hasil penelitian menunjukan jika keluarga POLRI merupakan pemilih yang kritis karena mereka menentukan pilihan dalam Pemilihan Gubernur Jateng berdasarkan pada kemampuan