Oleh
LEOVINA PRINANDA PUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ANALYSISIS OF CHARACTERISTICS AND CLASSIFICATION OF VOLCANIC EARTHQUAKES AT LOKON VOLCANO IS BASED ON
THE DATA SEISMOGRAMS IN APRIL TO MEI 2012
By
LEOVINA PRINANDA PUTRI
This research has been carried out aiming to classify earthquakes at Lokon Volcano and analyze the character of the earthquakes to determine the mechanism of the eruption of Lokon Volcanois based on the data recorded seismograms April to May 2012. The stages in analyzing the characteristics of the earthquake is the waveform analysis and spectral analysis . On waveform analysis aims to determine the P wave comes time ( Tp ) and S waves ( Ts ) and the duration of the earthquake . While spectral analysis aimed to determine the frequency of these earthquakes . The second stage of the obtained classification of volcanic earthquakes in the earthquakes , shallow volcanic earthquakes , earthquake monochromatic , and tectonic earthquake . Shallow volcanic earthquakes located at depths of 0.5 to -1.5 km , duration range from 3 to 16 seconds with a frequency range from 4 Hz to 18 Hz . Volcanic earthquakes located at depths -6 km to -1 , duration range from 6 to 20 seconds with a frequency range from 6 Hz to 13 Hz . Earthquake discovered long period is two monochromatic low frequency earthquakes at depths of up to -1.5 -2 km which has two peaks in each of the station frequency is the frequency of the dominant and sub - dominant . Dominant frequency of the seismic monochromatic range 2.88 Hz to 4.88 Hz and sub -dominant frequency range from 5.04 Hz to 8.7 Hz . Duration of tectonic earthquakes about 50 until 470 seconds with a frequency range from 1 to 6 Hz . Volcanic earthquakes and monochromatic associated with normal faulting . Increased seismic activity indicates impending eruption .
ii
ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI GEMPA PADA GUNUNG LOKON BERDASARKAN REKAMAN DATA SEISMOGRAM
APRIL – MEI 2012
Oleh
LEOVINA PRINANDA PUTRI
Penelitian yang telah dilakukan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan gempa pada Gunung Lokon dan menganalisis karakter dari gempa-gempa tersebut untuk menentukan mekanisme letusan dari Gunung Lokon berdasarkan rekaman data seismogram April sampai dengan Mei 2012. Adapun tahapan dalam menganalisis karakteristik gempa adalah dengan analisis waveform dan analisis spektral. Pada analisis waveform bertujuan untuk menentukan waktu datang gelombang P (Tp) dan gelombang S (Ts) serta durasi gempa. Sedangkan analisis spektral bertujuan untuk mengetahui frekuensi dari gempa-gempa tersebut. Dari kedua tahapan tersebut didapatkan klasifikasi gempa yaitu gempa vulkanik dalam, gempa vulkanik dangkal, gempa monokromatik, dan gempa tektonik. Gempa vulkanik dangkal terletak pada kedalaman 0,5 s.d -1,5 km, berdurasi 3 s.d 16 detik dengan frekuensinya berkisar 4 Hz s.d 18 Hz. Gempa vulkanik dalam terletak pada kedalaman -1 s.d -6 km, berdurasi antara 6 – 20 detik dengan frekuensinya berkisar 6 Hz s.d 13 Hz. Gempa long periode yang ditemukan adalah dua gempa monokromatik low frequency pada kedalaman -1,5 s.d -2 km yang mempunyai dua puncak frekuensi di setiap stasiunnya yaitu frekuensi dominan dan sub-dominan. Frekuensi dominan pada gempa monokromatik berkisar 2,88 Hz s.d 4,88 Hz dan frekuensi sub-dominan berkisar 5,04 Hz s.d 8,7 Hz. Gempa tektonik berdurasi 50 s.d 470 detik dengan frekuensi 1 s.d 6 Hz. Gempa-gempa vulkanik dan monokromatik berasosiasi dengan patahan normal. Peningkatan aktifitas kegempaan menunjukan akan terjadinya letusan.
Dengan
ini saya menyatakan
bahwa dalarn skripsiini
tidak terdapat karya yang pemah dilakukan oleh orang lain, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidakterdapat karya atau perdapat yang ditulis atau ditErbitkarr oleh orang tairt) kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini
sebagaimana disebutkan dalam daftarpustaka
Selain itu saya menyatakanpula
bahwaskripsi
ini
dibuatoleh
sayasendiri.
Apsbila pernyataan saya
ini
tidak benar maka saya bersedia dikenai sangsi se$uddengan hukum yang berlaku.
Novenrber 2013 BandarLauryung,
xiv
Halaman
ABSTRACT
... i
ABSTRAK
... ii
HALAMAN JUDUL
... iii
PENGESAHAN
... v
PERNYATAAN
... vi
RIWAYAT HIDUP
... vii
MOTTO
... viii
PERSEMBAHAN
……….……….…. ix
KATA PENGANTAR
………..……….…. x
SANWACANA
……….………...…... xi
DAFTAR ISI
……….……….. xiv
DAFTAR TABEL
... xvi
DAFTAR GAMBAR
...xvii
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Batasan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lokasi Objek Penelitian ... 5
2.2. Geomorfologi ... 8
2.3. Struktur Geologi ... 9
2.4. Stratigrafi ... 10
2.5. Aktivitas Vulkanik Dan Karakter Letusan ... 12
III. TEORI DASAR
3.1. Gelombang Seismik ... 17
xv
3.3. Episenter dan Hiposenter ... 25
3.4. Penentuan Lokasi Sumber Gempa ... 26
3.5. Transformasi Fourier ... 28
3.6. Sistem Penerima Seismograf ... 30
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
4.2. Alat dan Bahan ... 32
4.3. Prosedur Penelitian ... 34
4.3.1. Analisa
Waveform
... 34
4.3.2. Analisa Spektral ... 36
4.3.3. Menentukan Hiposenter Gempa ... 37
4.3.4.
Plotting
Hiposenter dan Episenter ... 38
4.4. Diagram Alir ... 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengolahan Data Kegempaan Harian ... 40
5.2. Hiposenter dan Episenter ... 43
5.3. Gempa Vulkanik ... 45
5.4. Gempa Monokromatik ... 54
5.5. Gempa Tektonik ... 57
5.6. Mekanisme Letusan ... 60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 62
6.2. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA
xvi
xvii
Gambar Halaman
1. Peta lokasi Gunung Lokon, Sulawesi Utara ... 5
2. Kompleks Gunung Lokon – Empung ... 6
3. Peta lokasi stasiun seismik Gunung Lokon ... 7
4. Interval waktu letusan Gunung Lokon... 13
5. Peta Geologi Gunungapi Lokon ... 15
6. Ilustrasi gelombang badan... 19
7.Contoh rekaman seismik gempa tipe A ... 30
8.Contoh rekaman seismik gempa tipe B ... 21
9.Contoh rekaman seismik gempa Letusan ... 21
10. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Harmonik ... 22
11. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Spasmodik ... 23
12.Waveform gempa pada gunungapi Kuchinoerabujima ... 26
13. Rekaman Seismogram Gunung Lokon pada Seisan ... 35
14. Tampilan seismogram pada Swarm ... 35
15. Analisa spektral pada Swarm... 36
16. Diagram alir analisis gempa ... 39
17. Grafik Kegempaan Harian ... 42
18. Persebaran Hiposenter dan Episenter Gempa Vulkanik ... 44
19. Rekaman Gempa Va 19 April 2012 00:00:19.730 ... 47
20. Rekaman Gempa Va 17 Mei 2012 pukul 00:42:13.387 ... 48
21. Rekaman gempa Va 6 Mei 2012 pukul 12:56:09.005 ... 50
22. Rekaman gempa Va 17 Mei 2012 pukul 01:01:20.856 ... 51
xvii
26. Ilustrasi penyebab gempa monokromatik ... 56
25. Gempa tektonik pada 4 April 2012 pukul 01:57:08.197... 58
26. Gempa tektonik pada 1 Mei 2012 ... 59
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara tekto-vulkanik aktif, maka Indonesia kaya akan gunungapi. Banyaknya gunungapi membuat kita untuk mencoba memikirkan bagaimana meminimalisasi dan mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunungapi tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sampai saat ini di Indonesia telah dilakukan berbagai metode untuk pemantauan gunungapi, antara lain pemantauan gempabumi (seismik), penyelidikan geokimia, pemantauan deformasi, pemantauan visual, pemantauan lahar, dan pemantauan geomagnet (Katili, 1986).
dan sifat gelombang seismik ketika kecepatannya berubah. Sedangkan teori dasar gelombang seismik atau gelombang elastik adalah mencari bentuk solusi dari persamaan gerak yang didasarkan pada hubungan persamaan stress-strain media elastik.
Gunung Lokon merupakan salah satu gunungapi aktif di antara lima gunungapi aktif yang ada di Minahasa. Gunung Lokon yang berlokasi di Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu gunungapi yang sering meletus. Dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai dengan 2003, letusan berlangsung secara beruntun hampir setiap tahun. Setelah istirahat selama 4 tahun, aktivitas Gunung Lokon meningkat kembali pada Desember 2007. Peningkatan aktivitas vulkanik tersebut ditandai oleh peningkatan jumlah gempa vulkanik dan gempa hembusan. Sampai dengan awal 2011 jumlah gempa vulkanik berfluktuasi antara 100 - 800 kejadian setiap bulan (Kristianto, 2012).
Menurut Lecuyer (1995, 1997) dalam Haerani (2012) melakukan identifikasi struktur geologi dan tectonic setting di daerah Sulawesi Utara dan menyatakan bahwa Gunung Lokon – Empung, Gunung Mahawu dan Gunung Soputan tumbuh pada tepi dinding Kaldera Tondano serta merupakan gunungapi dengan potensi bahaya yang tinggi, jika terjadi erupsi dikaitkan dengan lokasinya yang terletak pada daerah dengan populasi padat.
Lokon kemungkinan besar disebabkan akibat aktivitas magmatik (dalam) yang menimbulkan adanya fluktuasi aktivitas vulkanik hidrotermal dekat permukaan antara kedalaman 1,5 – 5,5 km serta kedalaman 0,8 km di bawah kawah aktif Gunung Lokon (Kawah Tompaluan). Kemungkinan ini didukung juga oleh adanya manifestasi sumber mata air di sekitar Kinilow.
Haerani, dkk (2010) melakukan studi terpadu seismik dan deformasi di Gunung Lokon dan menyatakan bahwa dari hasil analisis kandungan frekuensi ditemukan adanya gempa dengan gelombang frekuensi rendah (low frequency). Gempa ini erat kaitannya dengan aktivitas di permukaan atau pada kedalaman yang sangat dangkal di bawah kawah aktif.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini digunakan data gempa dari hasil rekaman lima stasiun di Gunung Lokon, yaitu stasiun Empung (EMP), Kinilow (KIN), Sea (SEA), Tatawiran (TTW), dan Wailan (WLN) pada bulan April – Mei 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapu tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lokasi Objek Penelitian
Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan
puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga
merupakan gunung kembar, oleh karena itu sering disebut Kompleks
Lokon-Empung. Secara geografis puncak Gunung Lokon terletak pada 1o21,5’ LU dan
124o47’ BT dengan ketinggian 1579,5 m dpl, sedangkan puncak Gunung Empung
pada 1o22’ LU dan 124o47’ BT mencapai ketinggian 1340 m dpl (Kusumadinata,
1979).
Berdasarkan sejarah kegiatannya, letusan semula berpusat di puncak Empung
yang berlangsung dalam tahun 1350 dan 1400. Sejak tahun 1829 titik kegiatannya
pindah ke pelana antara dua puncak yang dikenal dengan Kawah Tompaluan dan
menjadi kawah aktif hingga saat ini. Secara geografi Kawah Tompaluan berada
pada posisi1°21’52,68” LU dan124°47’57,58” BT (Kusumadinata, 1979).
Gambar 2. Kompleks Gunung Lokon–Empung. Pelana antar kedua puncaknya adalah lokasi kawah aktif, Kawah Tompaluan (Foto: Farid Bina 2009) (Haerani
dkk, 2010).
Pemantauan kegempaan Gunung Lokon menggunakan 5 stasiun seismik (Tabel
2.1) yang terdiri dari stasiun Empung (EMP), Sea (SEA), Kinilow (KIN),
Tatawiran (TTW), dan Wailan (WLN). Data gempa analog ditransmisikan dengan
gelombang radio dari setiap stasiun seismik di lapangan menuju Pos PGA Lokon.
Data diakuisisi dan menjadi data digital dengan sistem earthworm dan argalite
Tabel 1Kordinat stasiun seismik Gunung Lokon (Kristianto dkk, 2010)
Nama Stasiun Lintang Utara Bujur Timur Ketinggian (m dpl)
Empung (EMP) 1°22'5.28" 124°48'0.9" 1143
Kinilow (KIN) 1°22'0.6" 124°48'59.4" 914
Wailan (WLN) 1°20' 58.3" 124° 48' 8" 1024
Tatawiran (TTW) 1°21' 39.9" 124° 47' 37.5" 1365
Sea (SEA) 1°22' 12.5" 124° 47' 59.2" 1162
2.2 Geomorfologi
Geomorfologi kompleks Lokon Empung dibagi menjadi empat satuan, yaitu
Satuan geomorfologi kerucut, kawah, punggungan rendah dan bergelombang serta
geomorfologi daratan.
Satuan geomorfologi Kerucut menempati daerah sekitar tubuh Gunung Lokon dan
Gunung Empung. Gunung Lokon mempunyai puncak yang datar tanpa kawah
dengan kemiringan antara 30° - 70°. Sedangkan Gunung Empung mempunyai dua
buah kerucut terpancung, yaitu Empung Muda di bagian barat dan Empung Tua di
bagian timur, yang masing-masing mempunyai kawah di puncaknya. Pola aliran
sungainya adalah radial dengan lembah berbentuk “V”,dengan tebing yang relatif
curam. Vegetasi penutupnya berupa alang-alang yang cukup tebal.
Satuan geomorfologi kawah terdapat di Kawah Tompaluan dan Kawah Empung.
Kawah Tompaluan merupakan kawah paling aktif saat ini yang terbentuk sekitar
tahun 1828, sedangkan Kawah Empung tidak aktif lagi.
Satuan geomorfologi perbukitan rendah dan bergelombang menempati sebagian
besar lereng kompleks Lokon – Empung, merupakan morfologi yang membentuk
punggungan yang landai serta bergelombang, sudut lerengnya <30°. Batuan
pembentuknya berupa piroklastik dan lava. Sebagian besar daerah ini
Satuan geomorfologi dataran menempati sepanjang pantai bagian Utara, sekitar
daerah Malalyang dan dataran tinggi Kakaskasen pada elevasi lebih kurang 800
m. Umumnya digunakan sebagai daerah persawahan dan perkebunan kelapa.
2.3 Struktur Geologi
Berdasarkan penafsiran potret udara dan hasil pengamatan di lapangan, struktur
geologi yang berkembang di daerah kompleks Gunung Lokon-Empung
dipisahkan menjadi struktur sesar dan struktur kawah.
Ada dua struktur sesar, yaitu Sesar Tatawiran dan Sesar Kinilow. Ciri-ciri adanya
sesar yang dapat dijumpai di lapangan adalah adanya kelurusan-kelurusan pada
tebing sepanjang lembah yang dilalui oleh sesar, kemudian adanya kelurusan
sungai serta terdapatnya mataair panas.
Magma yang cair dan kental serta lebih ringan daripada batuan sekitarnya
cenderung terdorong ke atas dan merupakan kisah awal terbentuknya gunungapi.
Oleh karena itu, magma yang naik secara tegak akhirnya cenderung mengikuti
bidang lemah tersebut. Itu salah satu sebab tanah Minahasa banyak dijumpai
kerucut gunungapi.
Pada skala yang lebih sempit dengan melihat strukturnya secara lokal, kompleks
Gunung Mahawu di sebelah timur. Disisi timur Tatawiran dan di sisi barat
Mahawu terbentuk sesar yang menyebabkan depresi dan terbentuk struktur
graben. Pada jalur sesar tersebut merupakan bidang lemah yang arahnya utara ke
selatan dan membelah Lokon– Empung sekaligus merupakan cikal bakal Gunung
Lokon–Empung saat ini (Mulyadi, dkk, 1990).
2.4. Stratigrafi
Batuan tertua yang mendasari seluruh satuan batuan di Kompeks Lokon –
Empung adalah Vulkanik Tondano (To.V), tersingkap di selatan Gunung Lokon,
berupa klastika gunungapi kasar, terutama bersifat andesitik, yang dicirikan oleh
banyaknya batu apung, tufa, tufa lapili dan breksi ignimbrit sangat padat. Satuan
ini diperkirakan sebagai hasil letusan hebat yang terjadi pada saat pembentukan
Kaldera Tondano atau pada saat Orogenesa Plio-Pleistosen.
Sebagai akibat adanya orogenesa tersebut, di daerah Minahasa banyak terbentuk
struktur dan zona lemah. Pada awal Kuarter di daerah zona lemah inilah
bermunculan sumber-sumber erupsi, diantaranya Gunung Tatawiran dan Gunung
Mahawu yang masing-masing menghasilkan satuan batuan Vulkanik Tatawiran
(Ta.V), sebagian besar berupa lava dan satuan Vulkanik Mahawu (M.V), juga
Pada sisi Timur Gunung Tatawiran dan sisi Barat Gunung Mahawu terjadi sesar
normal yang berarah Utara-Selatan. Akibat sesar ini di antara kedua gunung
tersebut terjadi penurunan/depresi yang membentuk struktur graben. Pada zona
lemah inilah kemudian muncul titik-titik erupsi baru yang membentuk kompleks
Lokon-Empung.
Fase pertama adalah erupsi pembentukan Bukit Pineleng, menghasilkan batuan
Lava Pineleng (Pi.l) dan dilanjutkan dengan erupsi fase kedua yang membentuk
Bukit Punuk, menghasilkan Lava Punuk 1 (P.l1) dan Lava Punuk 2 (P.l2). Lava
tersebut umumnya bersifat andesitik dengan piroksen sebagai masa dasar.
Fase ketiga adalah erupsi pembentukan Gunung Empung, yang emumnya
menghasilkan lava. Satuan batuan ini sebagian tersebar ke arah Timur-Timurlaut.
Satuan batuan tersebut dikelompokkan menjadi satuan Lava Empung Tua 1
(ET.l1), Lava Empung Tua 2 (ET.l2), Lava Empung Tua 3 (ET.l3), Lava Empung
Tua 4 (ET.l4), Lava Empung Tua 5 (ET.l5), umumnya bersifat andesitik-andesitik
basaltik.
Fase keempat pembentukan Gunung Lokon. Pada fase ini terjadi perselingan
antara erupsi efusif yang menghasilkan satuan batuan lava dan erupsi eksplosif
yang menghasilkan endapan satuan batuan aliran piroklastik dan jatuhan yang
penyebarannya sebagian besar ke arah Timur sampai Selatan. Secara berurutan
satuan batuan ini terdiri dari satuan batuan Lava Lokon 1 (L.l1), Lava Lokon 2
Piroklastik Lokon 2 (L.ap2), Lava Lokon 4 (L.l4), Aliran Piroklastik Lokon 3
(L.ap3), Lava Lokon 5 (L.l5), Lava Lokon 6 (L.l6) dan Jatuhan Piroklastik Lokon
(L.jp). Satuan batuan Lava Lokon umumnya bersifat andesitik basaltik.
Fase kelima pusat kegiatan kembali lagi ke Gunung Empung, secara berurutan
menghasilkan satuan batuan Lava Empung 1 (E.l1), Lava Empung 2 (E.l2), Lava
Empung 3 (E.l3), Lava Empung 4 (E.l4), Lava Empung 5 (E.l5), Lava Empung 6
(E.l6) dan diakhiri dengan erupsi yang menghasilkan endapan Jatuhan Piroklastik
Empung (E.jp), penyebarannya hanya di sekitar puncak.
Fase keenam terjadi pada tahun 1829 berupa letusan samping (flank eruption)
Gunung Lokon dan mengambil tempat pada sadel di antara Gunung Lokon dan
Gunung Empung. Pusat erupsi tersebut kini dikenal sebagai Kawah Tompaluan.
Fase ini merupakan fase terakhir dan masih berlangsung hingga sekarang. Satuan
batuan yang dihasilkan terdiri dari satuan Aliran Piroklastik Tompaluan (T.ap)
dan Jatuhan Piroklastik (T.jp). Letusan besar terakhir terjadi pada tahun 1991,
menghasilkan endapan aliran piroklastik (awan panas) yang mengalir ke arah
Lembah Pasahapen dan jatuhan piroklastik berupa bom, lapili dan abu.
2.5. Aktivitas Vulkanik Dan Karakter Letusan
Gunungapi Lokon merupakan city volcano, yaitu gunungapi yang terletak pada
terhadap bahaya letusan gunungapi. Selain itu ditinjau dari frekuensi kejadian
letusan, Gunung Lokon termasuk gunungapi dengan frekuensi kejadian erupsi
tinggi.
Dalam abad ke 14 pusat letusan kompleks Gunung Lokon – Empung berada di
puncak Gunung Empung. Sejak 1829 titik letusan bergeser ke arah selatan, yaitu
di pelana antara puncak Gunung Lokon dan puncak Gunung Empung yang
dikenal dengan Kawah Tompaluan. Interval letusan yang pendek antara 1 – 8
tahun, sedangkan interval letusan yang panjang sekitar 64 tahun. Karakter letusan
umumnya berupa letusan freatik – freatomagmatik, terkadang diakhiri dengan
letusan magmatik. Pada tahun 1991 terjadi letusan magmatik disertai dengan
awan panas yang mencapai jarak luncur sekitar 1,5 km yang mengalir ke lembah
Pasahapen. Setelah mengalami masa istirahat selama empat tahun aktivitas
Gunung Lokon kembali meningkat. Berawal dengan letusan freatik pada 22
Februari 2011, dan mencapai puncak pada Juli 2011. Karakter letusan pada
periode ini masih sama dengan sebelumnya, yaitu letusan freatik –
freatomagmatik
Tabel 2Sejarah erupsi Gunung Lokon (Data dasar gunungapi Indonesia, 2011)
Tahun Kegiatan
1829 Maret, letusan uap di pelana G. Lokon-G.Empung
1893 29 Maret, lontaran batu dan bom vulkanik selama
beberapa bulan
1930 Agustus, jenis kegiatan tidak diketahui
1942, 1949, 1951-1953 Letusan abu
1958-1959 Letusan abu yang diselingi oleh lontaran batu
1961 Letusan abu
1962, 1965, 1966 Kenaikan kegiatan (tidak diikuti letusan)
1969 27 November, letusan abu dan awan panas ke arah
Kawah Pasahapen
1970 April–Desember, letusan abu
1973 September, peningkatan kegiatan.
1974 28 Januari, letusan abu
1975 Pembentukan sumbat lava
1976 2 Januari, letusan, penghancuran sumbat lava
1977 Maret–September, letusan abu disertai material pijar
1982–1983 Peningkatan kegiatan, hembusan asap kuat dari Kawah
Tompaluan
1986 Letusan abu dan freatik, lahar masuk ke Kawah
Pasahapen.
1991 Letusan abu dan aliran awan panas, diikuti
pembentukan sumbat lava
1993 Peningkatan kegiatan
1997 Letusan freatik, membentuk lubang di dasar Kawah
Tompaluan
2000 7 Juli, terbentuk lubang baru didasar kawah dengan
diameter 7 m, memancarkan sinar api
2001 Januari – Mei, letusan abu disertai lontaran material
pijar
2002 Februari, April, Desember: letusan abu disertai lontaran
material pijar yang jatuh kembali di sekitar kawah.
2003 Februari–Maret, letusan abu disertai lontaran material
2007 Desember, peningkatan kegiatan, jumlah gempa
vulkanik meningkat disertai munculnya tremor status
III. TEORI DASAR
3.1. Gelombang Seismik
Gelombang adalah perambatan suatu energi, yang mampu memindahkan partikel ke tempat lain sesuai dengan arah perambatannya (Tjia, 1993). Gerak gelombang adalah peristiwa perambatan suatu gangguan lokal, terjadinya gangguan pada titik tertentu berarti adanya masukan energi pada titik medium tersebut. Karena itu, gerak gelombang merupakan gerak perambatan energi yang berawal dari lokasi gangguan semula.
Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi yang disebabkan karena adanya deformasi struktur di bawah bumi akibat adanya tekanan ataupun tarikan karena sifat keelestistasan kerakbumi. Gelombang ini memebawa energi kemudian menjalarkan ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf (Hendrajaya dan Bijaksana, 1990).
3.1.1. Gelombang Badan (body wave) 1. Gelombang Primer (P)
Gelombang primer atau gelombang kompresi merupakan gelombang badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang merambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (VP) adalah ± 5 - 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam
mantel dan inti bumi, ± 1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di udara. 2. Gelombang Sekunder (S)
Gelombang s atau gelombnag transversal (shear wave) adalah salah satu gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 - 4 km/s di
kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 - 3,0 km/s di dalam inti bumi.
3.1.2 Gelombang Permukaan (surface wave) 1. Gelombang Love
merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di permukaan bumi (VL) adalah ± 2,0 - 4,4 km/s.
2. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang memiliki kecepatan (VR) adalah ± 2,0 - 4,2 km/s di dalam bumi. Arah
rambatnya bergerak tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar.
a)
b)
c)
[image:30.612.129.506.243.603.2]d)
Gambar 6. Ilustrasi gelombang badan : (a)gelombang P dan (b)gelombang S, dan gelombang
a. Klasifikasi Gempa Gunungapi
Berbagai gempabumi yang diamati oleh pengamatan seismik di gunung berapi aktif dan berbagai memberikan informasi penting mengenai aktivitas gunung berapi. Klasifikasi yang dibuat berdasarkan waveforms, frekuensi, kedalaman fokus ataupun mekanisme sumber.
T. Minakami mengelompokkan gempa berdasarkan bentuk rekaman gempa, perkiraan hiposenternya dan perkiraan proses yang terjadi di dalam tubuh gunungapi (Suantika, 2007).
1. Gempa Vulkanik Dalam (tipe A)
[image:31.612.163.488.502.616.2]Sumber dari tipe gempa ini terletak di bawah gunungapi pada kedalaman 1 sampai 20 km, biasanya muncul pada gunungapi yang aktif. Gempa tipe A dapat disebabkan oleh adanya magma yang naik ke permukaan yang disertai rekahan-rekahan. Ciri utama dari gempa tipe A ini adalah selisih waktu tiba gelombang Primer (P) dan gelombang Sekunder (S) sampai 5 detik dan berdasarkan sifat fisisnya, gempa ini bentuknya mirip dengan gempa Tektonik.
2. Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B)
[image:32.612.150.492.189.293.2]Sumber gempa vulkanik tipe B diperkirakan kurang dari 1 km dari kawah gunungapi yang aktif. Gerakan awalnya cukup jelas dengan waktu tiba gelombang S yang tidak jelas dan mempunyai nilai magnitudo yang kecil.
Gambar 8. Contoh rekaman seismik gempa tipe B 3. Gempa Letusan
Gempa letusan disebabkan oleh terjadinya letusan yang bersifat eksplosif. Berdasarkan hasil pengamatan seismik sampai saat ini dapat dikatakan bahwa gerakan pertama dari gempa letusan adalah push-up atau gerakan ke atas. Dengan kata lain, gempa letusan ditimbulkan oleh mekanisme sebuah sumber tunggal yang positif.
[image:32.612.133.502.501.610.2]4. Gempa Tremor
Gempa tremor merupakan gempa yang menerus terjadi di sekitar gunungapi, jenis gempa ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Tremor Harmonik, getaran yang menerus secara sinusoidal. Kedalaman sumber gempa diperkirakan antara 5 - 15 km dan
b. Tremor Spasmodik, getaran terus menerus tetapi tidak beraturan. Sumber gempabumi diperkirakan mempunyai kedalaman antara 45 -60 km.
Salah satu contoh dari tremor adalah letusan tipe Hawaii yang selalu berulang tiap beberapa detik dan akan berakhir dalam waktu yang cukup lama. Tremor yang ditimbulkan oleh letusan-letusan tersebut selalu berulang-ulang, sehingga dalam seismogram terlihat sebagai getaran yang menerus saling bertumpukan.
[image:33.612.144.483.494.562.2]Gambar 10. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Harmonik
Gambar 11. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Spasmodik
dari klasifikasi Endo hampir mirip dengan gempa tipe B pada klasifikasi Minakami (1974), hanya saja mempunyai kedalaman yang lebih dalam dari pada tipe B yaitu sekitar 2-3 km dengan kandungan frekuensinya berkisar antara 1-5 Hz. Sedangkan untuk tipe HF mempunyai kandungan frekuensi lebih dari 5 Hz.
Latter (1979) membuat klasifikasi gempa vulkanik didasarkan pada gunungapi White Island, Selandia Baru. Namun sering kali klasifikasi ini juga diterapkan pada gempa gempa vulkanik yang ada di daerah lain. Latter mengklasifikasikan gempa kedalam dua kelompok besar yaitu tipe vulkanik dan tipe tektonik. Tipe vulkanik dibagi lagi menadi 3 kelompok berdasarkan frekuensinya yaitu :
1. Tipe frekuensi rendah yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi kurang dari 2 Hz,
2. Tipe frekuensi sedang yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi antara 2-3 Hz,
3. Tipe frekuensi tinggi yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi lebih dari 3 Hz..
terlihat seperti monokromatik. Jenis gempa ini disebut "gempa monokromatik". Gempa ini biasanya muncul diikuti oleh osilasi dengan jangka waktu yang panjang. Kemunculan gempa monokromatik menunjukkan aktivitas letusan di gunungapi Galeras (Gómez dan Torres, 1997,. Navárez, dkk, 1997), dan jenis gempa terjadi sebagai precursor terhadap aktivitas letusan di gunung berapi Redoubt (Chouet, 1996).
Yamamoto (1997) dan Iguchi (2001) membuat klasifikasi gempa gunungapi kedalam 4 tipe. Penggolongan ini didasarkan pada studinya mengenai kegempaan di Gunungapi Kuchinoerabujima.
1. Tipe A : Gelombang P dan S dapat dilihat secara jelas dengan frekuensi 8-10 Hz pada spektralnya.
2. Tipe High frequency (HF) : Gelombang S tidak dapat dilihat secara jelas. Mempunyai frekuensi 6-30 Hz.
3. Tipe Low frequency (LF) : Gelombang S tidak dapat dilihat secara jelas, didominasi dengan frekuensi rendah antara 2-4 Hz dan beberapa puncak sub-dominan.
Gambar 12. Waveform gempa pada gunungapi Kuchinoerabujima (Triastuty, 2006)
3.3. Episenter dan Hiposenter
S ∆ E
D f
H
Dengan S = Letak Stasiun E = Letak Episenter
H = Letak Hiposenter Δ = Jarak Stasiun dan Episenter F = Garis Fokus D = Jarak Stasiun ke Hiposenter
3.4. Penentuan Lokasi Sumber Gempa
Banyak metode yang telah dilakukan oleh ahli seismologi untuk menentukan episenter maupun hiposenter dan origin time suatu gempabumi, antara lain:
1. Metode Hiperbola
Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan menganggap bumi sebagai media homogen horizontal. Dengan data interval waktu tiba gelombang P pada setiap dua stasiun dapat dibuat kurva hiperbola, sehingga titik potong dari hiperbola-hiperbola tersebut merupakan episenter gempa. 2. Metode Bola
3. Metode Tripartit
Metode ini menggunakan tiga stastiun pencatat gempa dengan data interval waktu tiba gelombang P dan S. Metode ini mengalami kesulitan jika ternyata yang datang adalah gelombang refraksi dan medium bumi dianggap homogen. 4. Metoda Lingkaran (Multi Stasiun)
Dimana D = Vp . tp tp= D / Vp ……… (3.1)
D = Vs . ts ts= D / Vs ………. (3.2)
Karena Ts > Tp, maka
ts - tp= ………. (3.3)
……….. (3.4)
Dengan : D = jarak sumber gempa
Vp = Kecepatan Gelombang Primer Vs = Kecepatan Gelombang Sekunder Tp = Waktu Tiba Gelombang Primer Ts = Waktu Tiba Gelombang Sekunder 5. Metode Geiger
Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan S, dan disini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogen, tetapi diandaikan dari perlapisan horizontal, sehingga memperhitungkan akan adanya gelombang langsung maupun refraksi.
3.5 Transformasi Fourier
Pada dasarnya Transformasi Fourier adalah pendekatan fungsi kompleks sebagai hasil penjumlahan dari basis fungsi sinusoidal. Basis tersebut dapat memberikan informasi dari sinyal yang dianalisis dalam domain frekuensi dengan domain waktu yang infinitif. Dengan representasi tersebut fourier transform memiliki kekurangan utama, jika diaplikasikan untuk kasus sinyal non-stationary dimana komponen spektralnya sensitif terhadap perubahan waktu (contoh : data spektrum seismik dan geologis, gerak brownian molekul). Dengan Fourier Transform diperoleh informasi spektrum dari sinyal asli dalam domain frekuensi dimana dengan representasi tersebut tidak mengindikasikan lokalisasi frekuensi-waktu dalam bentuk komponen spektral. Transformasi fourier dari suatu fungsi x(t) dinyatakan sebagai:
Fast Fourier Transform
Fast Fourier Transform merupakan cara langsung untuk mendapatkan spektral langsung dari transformasi fourier. Persamaan yang digunakan dalam bentuk diskrit adalah:
Spektral amplitudonya adalah:
Dan spektral dayanya adalah:
3.6. Sistem Penerima Seismograf
Untuk memperoleh data seismik, instrumentasi yang digunakan adalah seismograf, dan untuk saat ini hampir seluruh Pos Gunungapi di Indonesia menggunaan seismograf yang bekerja dengan sistim RTS (Radio Telemetry System) baik digital maupun analog. Data ditransmitkan ke Pos pemngamatan dengan tenik propagasi gelombang radio. Di Pos data diterima receiver, didemodulasikan oleh diskriminator menjadi tegangan analog kembali, dan direkam ke seismogram dengan galvanometer, ini adalah prinsip RTS analog. Untuk RTS digital prinsipnya hampir sama, hanya pada transmiter, data yang dimodulasikan sudah berupa data-data digital. Tentunya dengan mengubah data analog seismometer menjadi digital menggunakan ADC (Analog to Digital Converter).
dilakukan bergantung spesifikasi alat yang digunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konversi amplituda rekaman seismik digital adalah:
1. Sensitivitas alat
Setiap seismograf memiliki sensitivitas yang berbeda-beda, bergantung pada jenis dan tipenya. Contoh:
LS-1 Ranger memiliki sensitivitas 345 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1
Hz
L4-C memiliki sensitivitas 300 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1 Hz L 22 memiliki sensitivitas 77 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 2 Hz
2. Perbesaran alat
3. Nilai digital dari rekaman Datamark LS 7000
Pada Datamark LS 7000, 1 digit = 2.4445 x 10-6Vm/s. Jadi, harga konversi amplituda digital adalah:
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, di dapatkan kesimpulan sebagai berikut. 1. Gempa vulkanik dangkal terletak pada kedalaman 0,5 s.d -1,5 km, berdurasi 3
s.d 16 detik dengan frekuensinya berkisar 4 Hz s.d 18 Hz.
2. Gempa vulkanik dalam terletak pada kedalaman -1 s.d -6 km, berdurasi antara 6 s.d 20 detik dengan frekuensinya berkisar 6 Hz s.d 13 Hz.
3. Gempa long periode yang ditemukan adalah dua gempa monokromatik low frequency pada kedalaman -1,5 s.d -2 km yang mempunyai dua puncak frekuensi di setiap stasiunnya yaitu frekuensi dominan dan sub-dominan. Frekuensi dominan pada gempa monokromatik berkisar 2,88 Hz s.d 4,88 Hz dan frekuensi sub-dominan berkisar 5,04 Hz s.d 8,7 Hz.
4. Gempa tektonik berdurasi 50 s.d 470 detik dengan frekuensi 1 s.d 6 Hz
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bolt, B.A . 1982. Inside In The Earth: evidance From Earthquakes. Freman. San Fransisco.
Chouet, B. 1985. Excitation of a buried magmatic pipe: a seismic source model for volcanic tremor. J. Geophys. Res., 90, B2, 1881-1893.
Chouet, B. 1986. Dynamics of a fluid-driven crack in three dimensions by the finite difference method. J. Geophys. Res., 91, 13,967-13,992.
Chouet, B. 1992. A seismic model for the source of long-period events and harmonic tremor. In Volcanic Seismology, IAVCEI Proceeding in Volcanology 3, Springer-Verlag, 133-156.
Chouet, B. 1996. Long-period volcano seismology: its source and use in eruption forecasting. Nature, 380, 309-316.
Endo, E. T. 1981. Locations, magnitudes and statistics of the March 20-May 18 earthquake sequence. U. S. Geological Survey Professional Paper, 1250, 93-107.
Gunawan, H.,. 2009. Laporan penelitian: Studi geofisika Gunungapi Lokon berdasarkan pengolahan deformasi dan seismik. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung
Gómez M., Torres C., R.A. 1997. Unusual low-frequency volcanic seismic events with slowly decaying coda waves observed at Galeras and other volcanoes. J. Volcanol. Geotherm. Res., 77, 173-19.
Haerani, N., Gunawan, H., Kristianto, Kushendratno, Wittiri, S.R. 2010. Studi Terpadu seismik dan deformasi di Gunung Lokon, Sulawesi Utara, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Volume 1 No. 3, Desember 2010.
Haerani, Nia. 2012. Disertasi: Rekonstruksi Kantung Magma Gunung Api Lokon – Sulawesi Utara Berdasarkan Merode GPS. Institu Teknologi Bandung. Bandung
Iguchi, M dan Yamamoto, K. 2001. Characteristic of volcanic earthquakes at Kuchierabujima volcano, geophysical and geochemical joint observation 2000. Kyoto University. Kyoto
Kristianto,. 1996. Laporan Evaluasi Visual dan Seismik G. Lokon 1995. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung
Kristianto, Solihin, A. 2008. Peningkatan gempa vulkanik G. Lokon Desember 2007. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung
Kristianto dan Gunawan H,. 2012. Gejala Awal Letusan Gunung Lokon Februari 2011 - Maret 2012. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.
Kusumadinata, K., Ed. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi. Bandung
Lay, T. dan Wallace, TC. 1995. Modern Global Seismology. Academic Press. San Diego.
Lecuyer, F. 1995. Volcanic hazards related to Tondano Caldera, North Sulawesi – Indonesia. Per. Mineral, 64, 201-203
Lecuyer, F. 1995. Active tectonic of North East Sulawesi (Indonesia) and structural control of the Tondano Caldera. 1997. Earth and Planetary Sciences., Serie II, 325, No.8. Elsevier Publ.
Minakami, T. 1974 Seismology and volcanoes in Japan. In Physical Volcanology (eds. Civetta, L., Gasparini, P., Luongo, G., Rapolla, A.). Elsevier. Amsterdam.
Mulyadi., D. 1990. Laporan Pemetaan Geologi G. Lokon Empung, Sulawesi Utara. Direktorat Vulkanologi. Bandung
Narváez M., L.1997. ‘Tornillo’-type seismic signals at Galeras volcano, Colombia, 1992-1993, J. Volcanol. Geother. Res., 77, 159-171.
Nishimura, T., Iguchi, M. 2011. Volcanic Earthquakes and tremor in Japan. Kyoto University Press. Japan.
Sawada, M. 1998. The source mechanism of B-type and explosion earthquakes and the origin of N-type earthquakes observed at Asama volcano, central Japan. Bull. Earthq. Res. Inst., Univ. Tokyo, 73, 155-265.
Triastuty, H., 2009. Journal of Volcanology and Geothermal Research : Temporal change of characteristics of shallow volcano-tectonic earthquakes associated with increase in volcanic activity at Kuchinoerabujima Volcano,. Elsevier. Japan
Wittiri, S.R. 1991. Letusan Gunung Lokon 1991. PVMBG. Bandung
Wittiri, S.R. dan Haerani, N. 2006. Kawah Tompaluan, Gunung Lokon Sedang Dalam Proses Amblas. Bulletin Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.
Wysession, SSM. 2003. An Introduction to Seismology, Earthquakes, and Earth Structure. Blackwell Publishing. United Kingdom.
Yamamoto, K.,. 1997. Increase in seismic activity in 1996 at Kuchierabujima volcano. Ann. Disas. Prev. Res. Inst. Kyoto University., 40B, 39-47 (in Japanese with English abstract)
EMP KIN SEA TTW WLN (Z) WLN (N) WLN (E) EMP KIN SEA TTW WLN (Z) WLN (N) WLN (E)
1 02/04/2012 10:33:40.017 61.20 73.68 79.10 79.10 79.11 3.32 5.27 3.90 3.14 4.40 TL
2 03/04/2012 18:29:02.218 57.78 58.08 57.86 57.96 58.03 56.63 1.26 1.07 1.17 2.24 2.24 2.24 TL
3 01:57:08.197 118.14 103.75 105.36 118.67 100.01 106.58 2.57 2.62 2.84 2.64 3.99 3.87 TL
4 02:57:37.762 117.03 96.55 96.92 103.09 102.08 102.05 4.01 6.46 3.99 4.12 4.12 4.94 TJ
5 11/04/2012 20:45:37.406 292.35 199.96 172.43 176.51 173.40 2.73 2.87 2.92 4.48 3.91 TJ
6 19/04/2012 00:00:19.730 15.73 17.94 19.59 19.74 20.50 6.61 5.97 6.45 5.97 5.85 Va
7 08:16:31.820 8.82 7.4 6.28 11.68 5.62 Vb
8 21:00:59.210 468.71 359.62 297.01 1 1 1.84 TJ
9 07:29:26.460 6.13 5.49 7.33 12.64 11.86 11.36 Vb
10 07:32:48.917 4.09 5.68 15.92 15.77 Vb
11 07:37:12.876 4.95 5.14 11.53 16.72 Vb
12 07:43:10.007 4.59 4.22 11.58 11.82 Vb
13 07:48:06.450 4.58 4.2 10.35 10.27 Vb
14 07:51:46.359 6.73 4.85 10.27 10.27 Vb
15 07:52:26.890 4.69 4.89 10.27 9.57 Vb
16 07:53:47.532 4.87 4.42 10.21 9.98 Vb
17 07:58:00.554 4.71 5.01 12.71 12.43 Vb
18 08:26:15.952 5.93 4.44 Vb
19 08:26:50.784 4.39 3.6 Vb
20 08:45:26.352 4.79 3.72 11.61 12.19 8.12 Vb
21 09:11:23.397 5.56 5.31 10.91 9.98 Vb
22 09:15:46.738 6.27 7.69 11.47 12.05 Vb
23 09:32:12.367 6.19 5.03 11.51 12.13 Vb
24 09:33:08.136 111.41 114.27 113.5 1.29 1.26 1.25 TJ
25 13:43:52.384 5.67 4.85 12.05 12.17 Vb
26 13:48:42.158 9.63 12.18 9.09 6.38 Va
27 05/05/2012 11:58:45.422 6.06 4.8 11.58 12.05 Vb
28 08:56:37.548 7.36 6.86 12.71 12.42 Vb
29 12:31:12.508 6.09 6.08 10.35 10.35 Vb
30 12:56:09.005 6.19 5.68 15.53 11.66 12.25 3.45 Vb
31 07/05/2012 09:23:12.067 6.42 7.27 11.64 12.08 Vb
32 08/05/2012 07:53:37.334 8.36 8.96 13.78 11.61 12.15 5.26 Vb
04/04/2012
01/05/2012
02/05/2012
04/05/2012
06/05/2012
NO. TANGGAL WAKTU GEMPA
35 10:11:42.232 7.11 8.38 7.7 11.53 14.40 Vb
36 17:25:10.126 9.63 9.09 13.52 11.52 11.64 12.42 6.36 Va
37 19:53:23.001 5.62 5.52 7.41 7.41 11.58 12.08 Vb
38 05:55:39.906 17.72 18.04 18.91 20.15 21.16 12.76 12.13 7.99 6.15 5.58 Va
39 13/05/2012 08:45:15.878 12.04 13.45 14.09 12.67 13.08 10.66 11.97 9.34 9 9.40 Vb
40 15/05/2012 07:02:31.044 15.64 15.31 18.29 18.24 18.35 11.65 8.20 6.17 5.28 6.13 Va
41 17:05:17.214 6.45 7 12.21 11.54 Va
42 17:09:31.323 6.99 5.64 12.21 14.95 Vb
43 21:22:16.251 12.3 9.52 11.54 11.93 Vb
44 23:53:21.583 14.15 11.54 12.72 12.15 Va
45 00:01:04.641 6.65 5.33 11,612 11.84 Va
46 00:05:01:662 7.13 6.02 12.27 12.07 Vb
47 00:07:12.041 6.46 7.72 12.23 11.65 Vb
48 00:42:13.387 12.17 11.95 11.32 11.66 6.29 11.89 Va
49 01:01:20.856 9.8 12.33 9.54 11.58 12.17 11.82 Vb
50 01:06:38.826 6.42 6.64 4.16 11.62 11.82 12.09 Vb
51 01:11:37.982 7.81 6.21 11.62 11.51 Vb
52 01:13:53.681 4.7 5.29 11.58 11.66 Vb
53 01:14:33.717 5.92 4.3 11.62 11.24 Vb
54 03:03:25.699 6.16 4.1 11.58 12.05 Vb
55 04:18:15.616 6.86 5.17 12.21 12.01 Vb
56 04:18:47.476 8.89 7.7 12.84 11.97 Va
57 04:25:51.692 7.44 5.71 11.51 11.93 Vb
58 05:25:23.699 5.16 4.61 12.46 11.02 Vb
59 05:43:53.050 6.72 5.23 15.52 17.13 Vb
60 05:55:47.904 6.34 7.95 17.13 11.39 Vb
61 07:36:52.342 7.43 6.89 12.58 16.67 Va
62 07:41:48.695 4.52 4.32 12.67 12.11 Vb
63 07:41:56.272 5.82 6.39 13.66 12.58 Vb
64 07:42:33.550 6.17 7.63 18.34 17.18 Vb
65 07:49:09.423 8.98 5.33 15.24 16.76 Vb
66 07:52:00.350 8.36 7.53 12.05 15.64 Vb
67 07:53:40.707 7.39 7.29 11.68 12.11 Vb
12/05/2012
16/05/2012
GEMPA FREKUENSI (Hz)
NO. TANGGAL WAKTU DURASI (detik)
70 08:27:17.734 6.61 6.05 10.15 10.15 Vb
71 08:37:08.104 7.80 6.78 11.71 11.71 Vb
72 08:41:06:295 7.89 8.56 12.75 12.30 Vb
73 08:43:01.751 11.11 9.96 12.51 12.11 Va
74 08:56:56.913 7.7 5.67 12.81 11.34 Va
75 09:03:59.476 4.74 5.21 11.71 11.92 Vb
76 09:11:46.735 7.50 8,164 10.55 10.08 Vb
77 09:17:44.594 10.42 10.23 12.81 12.23 Va
78 09:18:46.796 6.67 6.61 12.39 12.07 Va
79 09:24:31.877 11.95 10.79 10.94 11.35 Va
80 09:34:20.004 6.84 5.72 11.62 12.08 Vb
81 09:41:08.630 7.26 4.75 11.51 11.99 Vb
82 09:43:53.209 4.87 4.81 11.56 11.49 Vb
83 09:44:16.862 6.05 8.89 12.31 11.88 Vb
84 09:46:03.126 151.49 142.95 154.12 138.42 1.95 4.18 1.95 3.35 TJ
85 10:04:01.187 9.45 11.02 11.57 11.92 Vb
86 10:16:27.407 19.46 10.37 11.76 11.57 Va
87 10:17:35.002 10.37 10.22 11.53 11.72 Va
88 10:23:31.068 5.69 4,907 12.03 12.31 Vb
89 10:41:52.608 7.63 4.75 11.65 11.85 Vb
90 11:01:45.220 8.07 4.42 11.53 11.98 Va
91 11:03:23.320 7.04 4.33 11.65 12.10 Vb
92 11:18:03.170 12.97 14.38 20.52 18.81 11.51 7.43 10.15 4.30 Va
93 11:47:26.746 7.37 9.18 7.95 10.27 12.07 7.03 11.31 8.20 Vb
94 12:01:44.893 6.66 6.55 12.56 12.31 Vb
95 12:14:06.353 5.36 7 5.58 12.22 12.15 10.55 Vb
96 12:19:45.360 5.71 7.92 8.73 12.64 12.15 8.23 Vb
97 12:21:05.010 8.31 8.40 12.89 12.15 Vb
98 12:44:54.129 4.95 4.58 10.54 11.72 Vb
99 12:46:03.153 9.01 8.99 12.68 16.01 Vb
100 13:06:19.739 8.49 8.38 12.11 14.89 Va
101 13:09:02.400 6.43 5.67 12.47 11.59 Vb
102 13:22:04.693 7.23 6.15 12.76 11.99 Vb
17/05/2012
105 15:47:29.790 10.59 10.26 9.33 11.16 15.40 8.02 17.07 8.02 Vb
106 16:22:51.570 6.06 5.59 11.47 12.13 Vb
107 16:29:34.177 7.24 5.98 11.57 12.07 Vb
108 17:57:39.484 7.03 4.68 12.17 12.71 Vb
109 18:13:29.790 8.57 10.06 12.72 12.17 Vb
110 18:34:01.522 5.71 6.41 10.25 6.83 11.98 Vb
111 18:35:28.092 14.00 15.42 17.43 11.72 6.27 12.19 Va
112 18:42:58.638 7.85 6.51 11.61 11.84 Va
113 18:46:25.361 5.32 5.09 11.61 10.15 Vb
114 18:46:41.576 4.76 5.01 18.19 16.81 Vb
2.88 2.88 2.88 5,043 5,043 5,043
116 20:38:23.683 7.6 7.88 10.32 11.49 Vb
117 20:43:49.945 7.31 7.47 11.20 10.40 Vb
118 20:48:08030 7.08 8.3 12.31 16.81 Vb
119 21:11:07.086 7.63 7.09 12.14 12.11 Vb
120 21:12:47.173 7.15 6.91 12.68 10.18 Vb
121 05:35:57.530 7.98 10.76 9.26 10.35 6.85 12.10 Vb
122 09:22:49.194 8.11 560 6.34 11.72 12.15 Vb
123 07:24:58.691 9.38 8.46 11.53 16.87 Va
124 08:02:32.573 15.47 13.55 16.2 11.72 12.15 Vb
125 09:36:49.095 6.38 7.31 18.13 15.90 Vb
126 09:39:15.326 8.74 5.49 7.34 11.72 12.07 Vb
4.88 4.88 4.88
8.7 8.7 8.7
128 07:16:05.782 6.97 6.51 11.61 12.15 Vb
129 07:16:33.805 7 7.03 11.80 12.11 Vb
130 10:27:34.841 7.07 6.96 10.48 11.53 12.19 5.66 Vb
131 17:48:12.187 7.64 7.73 11.02 12.92 12.10 5.57 Vb
132 19:48:52.658 7.04 8.42 7.9 11.53 6.85 12.11 Vb
133 21:16:43.885 6.99 8.03 14.36 11.57 11.95 8,422 Vb
134 26/05/2012 10:04:54.336 9.02 9.03 11.57 12,157 Vb
19/05/2012
115 19:13:25.656 52.8