SKRIPSI
Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara
Japanese Policy on North Korea Weapon TestDisusun Oleh : Sandyka Kurniawan
20130510058
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKRIPSI
Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara
Japanese Policy on North Korea Weapon TestDisusun Oleh : Sandyka Kurniawan
20130510058
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :
Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara “Japanese Policy on North Korea Weapon Test”
Disusun oleh :
SANDYKA KURNIAWAN 20130510058
Telah dipertahankan dalam upaya ujian pendadaran dan dinyatakan LULUS yang disahkan di depan tim penguji Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,Pada :
Hari/Tanggal : Selasa/ 20 Desember 2016
Pukul : 08.00 WIB
Ruang : HI.A
TIM PENGUJI Ketua Penguji
Dr. Nur Azizah, M.Si NIK : 163 004
Penguji I Penguji II
Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si Siti Muslikhati, S.IP., M.Si
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli dan pelum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.
Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, Desember 2016
iv
HALAMAN PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr.Wb
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah dan selalu memberikan kemudahan dalam bimbingan dan segala rizki dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satui syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penyususnan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan maupun bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Ali Muhammad, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Nur Azizah selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
v
6. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si selaku Dosen Penguji 1 yang telah memberikan masukan maupun saran terhadap skripsi ini.
7. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan nasehat terhadap skripsi ini.
8. Bapak Jumari, Bapak Waluyo dan Bapak Ayub yang telah siap siaga membantu memberikan informasi mengenai penulisan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
9. Seluruh pihak Civitas Akademika UMY yang telah banyak membantu dan memperlancar dalam menuntut ilmu di kampus UMY.
Tiada kata yang pantas untuk disampaikan selain permohonan maaf atas kesalahan maupun kekhilafan yang telah penulis perbuat baik yang disengaja ataupun tidak. Penulis berharap skripsi ini mampu bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi semua pembacanya. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan skripsi ini sebagai ilmu yang berkah dan berfaedah bagi orang lain.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Yogyakarta, Desember 2016
vi
MOTTO
“
Time : the healer and the killer
”
- anonim
“
Ketika mulai lelah, ingatlah mimpimu dan kedua
orangtuamu
”
-anonim
“It always seems impossible until it’s done”
–
Nelson
Mandela
“First you Learn then you remove the L” –
9gag
“
Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan
kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang
mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang
kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang
tetap bersamanya di kubur adalah amalnya
.”
- HR. Bukhari,
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dari jaman jahiliyah menuju ke jaman yang terang benderang
Kedua orang tuaku, bapak Sumarli dan ibu Sri Purboyani yang telah membesarkanku, mendidikku dari kecil hingga aku bisa seperti saat ini. Tidak ada yang bisa mengantikan kasih dan sayangmu untukku.
Adikku Kartyka Widyaningtyas
Keluarga besar kelas A HI UMY 2013 yang merupakan keluarga kecilku saat berada di kampus dan selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.
Keluarga besar tourjepang.co.id, yokosojepang.com, tourkejepang.com dan pengenliburan.com disini tempat mengenal berbagai macam orang dan keluarga baru sekaligus tempat belajar banyak hal bagi saya.
Mas Dion Perdana Putra mahasiswa HI UMY angkatan 2002 yang menjadi senior, kakak, sacho yang tidak sengaja dipertemukan di tempat les bahasa Jepang, sudah membimbing, memotivasi dan mengarahkan saya selama dua tahun ini untuk menjadi lebih dan lebih.
viii
Lussy Novarida, Sayaka Yokoyama, Moe Saito, Aiko Sasaki, Rachel Mika James yang merupakan sensei-sensei saya yang telah meluangkan waktunya untuk mengajari saya.
Tim hore Jamaah Continous Program, Ainun, Naya, Putri & Untari yang sering direpoti, special thank’s kepada saudari Pungky Amalia Sudaryono
merupakan super ultra hyper ultimate rasan-rasan.
Pengembangan Wacana KOMAHI UMY Niken, Dila, Galuh, Draw, Arief, Eva kalian membuatku terharu…
Anoman Jogja dan Cah Selo yang ada disaat galau butuh hiburan untuk berkumpul sebagai tempat lari dari kenyataan meskipun sekarang jarang kumpul karena sibuk.
ix
ABSTRAK
This undergraduated thesis with the topic Japanese policy on North Korea weapon test. This undergraduated thesis is intended to investigate the policy of the Japanese against weapons test by North Korea were considered threats to regional security and the security of Japan. The weapon test threats started from 1998, when the Democratic People Republic of Korea started to launch and test Taepodong-1 which is crossed Japan. When this threat happened, Japan started seriously taken on this threats. Japan itself make changes to Japan's defense policy to improve the status of Justice Defense Agency into a Ministry of Defense, as well as amend the Act so that the Japanese military can operate outside of Japan. Externally, Japan started again to organize its relationships with countries in East Asia such as South Korea and China, as well as doing the realignment of defense cooperation relationship with the United States as well as play an active role in international security cooperation.
x DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
HALAMAN PENGANTAR ... iv
MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Kerangka Teori... 9
D. Hipotesa... 17
E. Tujuan Penelitian ... 17
F. Metode penelitian ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 18
xi
A. Situasi Internasional ... 20
B. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Jepang ... 24
Memperkuat aliansi Jepang dan Amerika Serikat ... 24
1. Meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga ... 25
2. Memperkuat diplomasi ekonomi Jepang ... 28
3. BAB III PERSEPSI JEPANG TERHADAP ANCAMAN UJI COBA SENJATA OLEH KOREA UTARA ... 31
A. Letak Geografis Jepang dan Korea Utara ... 32
1. Letak Geografis Jepang ... 32
2. Letak Geografis Korea Utara ... 34
B. Hubungan antara Jepang dan Korea Utara ... 36
C. Jenis Senjata Korea Utara ... 38
D. Ujicoba Senjata oleh Korea Utara ... 40
BAB IV KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP KEBIJAKAN MILITER KOREA UTARA ... 45
A. Kebijakan Jepang dalam bentuk Hard Balancing ... 46
1. Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang ... 46
2. Perubahan Justice Defense Agency menjadi Ministry of Defense ... 51
3. Ballistic Missile Defence oleh Jepang ... 52
xii
1. Meningkatkan Kerjasama dengan Amerika Serikat ... 55
2. Penataan Kembali Hubungan dengan Tiongkok dan Korea Selatan ... 61
BAB V ... 63
KESIMPULAN ... 63
xiii
DAFTAR GAMBAR
Figure 1 Peta Asia Timur ... 5
Figure 2 Rudal Korea Utara beserta Jangkauannya ... 7
Figure 3 Lokasi Tempat Uji Coba Nuklir ... 8
Figure 4. Peta Jepang ... 33
Figure 5. Peta Korea Utara ... 35
Figure 6. Alasan Menyetujui Revisi Konstitusi ... 50
Figure 7. Skema BMD Jepang ... 53
Figure 8. Pengembangan BMD Jepang ... 54
Figure 9. Kekuatan Militer di Jepang ... 57
xiv
DAFTAR TABEL
ii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :
Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara
“Japanese Policy on North Korea Weapon Test”
Disusun oleh :
SANDYKA KURNIAWAN 20130510058
Telah dipertahankan dalam upaya ujian pendadaran dan dinyatakan LULUS yang disahkan di depan tim penguji Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,Pada :
Hari/Tanggal : Selasa/ 20 Desember 2016 Pukul : 08.00 WIB
Ruang : HI.A
TIM PENGUJI Ketua Penguji
Dr. Nur Azizah, M.Si NIK : 163 004
Penguji I Penguji II
Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si Siti Muslikhati, S.IP., M.Si
ix
ABSTRAK
This undergraduated thesis with the topic Japanese policy on North Korea weapon test. This undergraduated thesis is intended to investigate the policy of the Japanese against weapons test by North Korea were considered threats to regional security and the security of Japan. The weapon test threats started from 1998, when the Democratic People Republic of Korea started to launch and test Taepodong-1 which is crossed Japan. When this threat happened, Japan started seriously taken on this threats. Japan itself make changes to Japan's defense policy to improve the status of Justice Defense Agency into a Ministry of Defense, as well as amend the Act so that the Japanese military can operate outside of Japan. Externally, Japan started again to organize its relationships with countries in East Asia such as South Korea and China, as well as doing the realignment of defense cooperation relationship with the United States as well as play an active role in international security cooperation.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa menjelang hingga Perang Dunia II kekuatan militer Jepang telah
memperlihatkan kekuatannya dengan dibuktikan menduduki sebagian besar
Tiongkok dan Semenanjung Korea, tak hanya itu saja beberapa negara di kawasan
Asia terutama Asia Tenggara tak lepas dari kekuatan militer Jepang termasuk
Indonesia. Akan tetapi kekalahan Jepang pada Perang Dunia II pada tahun 1945
dengan dijatuhkannya bom atom oleh sekutu di kota Hiroshima dan Nagasaki
mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu.
Kekalahan telak pasca hancur leburnya kota Hiroshima dan Nagasaki akibat
bom atom tersebut tentunya membawa dampak bagi Jepang, seperti masuknya
musuh ke Jepang yang membawa berbagai macam pegaruh baik sosial serta
budaya, dan memunculkan rasa traumatik terhadap perang. Sebagai negara yang
kalah dalam Perang Dunia II tentu saja Jepang di awal masa-masa perang
mengalami keterpurukan dalam bidang pertahanan dan ekonomi. Melalui
Deklarasi Postdam yang merupakan bakal dari kelahiran konstitusi Jepang itu
sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied Power (SCAP) mereformasi kembali konstitusi Jepang termasuk didalamnya
mengenai pertahanan serta keamanan Jepang (Uera, 2015). Dalam Konstitusi
Jepang pasal 9 jelas mengatakan bahwa Jepang tidak akan membangun kekuatan
2
Shinzo Abe secara konsisten berupaya melakukan perubahan terhadap Pasal 9
dalam Konstitusi Jepang tersebut. Isu kedaulatan wilayah serta peningkatan
potensi-potensi ancaman lainnya, Jepang sendiri tengah menagalami situasi
lingkungan keamanan regional yang semakin memanas yang disebabkan oleh
meningkatnya aktifitas-aktifitas militer yang dilakukan oleh negara-negara
tetangganya mengakibatkan Jepang merasa harus meningkatkan kemampuan
keamanannya. Selain itu tuntutan Amerika Serikat agar Jepang berperan lebih
besar dalam kerangka perjanjian pertahanan kedua negara juga sangat
mempengaruhi upaya dalam mengamandemen konstitusi Jepang tersebut (Roza,
2014).
Seperti yang kita ketahui, di wilayah Asia Timur Korea Utara memiliki
hubungan yang tidak harmonis dengan negara tetangganya salah satunya adalah
Jepang, hal ini didasari pada sejarah masalalu, bermula dari kemenangan Jepang
dalam perang antara Russia dan Jepang yang berlangsung selama satu tahun pada
tahun 1904 sampai 1905 membuat Jepang memiliki pengaruh di semenanjung
Korea, dimana sebelumnya Korea berada di bawah pengaruh Tiongkok dan
Russia, hal ini dimantapkan lagi dengan penadatangan konveksi Korea-Jepang.
Penandatangan tersebut secara tidak langsung memberikan Jepang kontrol
administratif penuh atas urusan luar negeri semenanjung Korea, sedangkan pada
tahun 1907 pasca lima hari lengsernya Raja Kojong, Jepang mendapat kuasa penuh atas administratif dalam negeri semenanjung Korea dan dimulailah
kolonialisme Jepang secara penuh atas semenanjung Korea (Kim K.-y. , 1999).
3
sampai sampai saat terjadinya akhir Perang Dunia Kedua 1945, akan tetapi setelah
kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua tersebut Jepang dianggap
meninggalkan kekacauan terhadap wilayah Semenanjung Korea. Semenanjung
Korea yang sewaktu kolonialisme Jepang merupakan satu wilayah yang utuh
terbagi menjadi dua (John, 2007) berdasarkan garis lintang 38° yang secara tidak
langsung menjadi tempat penyebaran dua ideology besar saat itu yaitu
Komunisme dengan USSR yang menajdi pihak di belakang layar atas Korea Utara
dan wilayah selatan yang saat ini Korea Selatan dengan Amerika Serikat sebagai
pemain di belakang layarnya (Pod, 2013).
Pengadopsian kebijakan politik military-fist (Songun) yang merupakan
basis dasar dari sosialisme yang mengutamakan kepada militer merupakan hal
yang mendasari Korea Utara (Defense M. O., 2016) sekarang ini secara gencar
melakukan penggembangan teknologi senjata militernya, tentu saja membuat
Jepang gerah atas apa yang dilakukan oleh Korea Utara, dimana letak Jepang
secara geografis berada di sebelah timur dari Korea Utara (Hughes, 1996). Sejak
awal kepemimpinan rezim Kim Jong Un ketegangan di Semenanjung Korea mulai memanas terkait keputusannya untuk tidak menghormati apa yang telah disetujui
untuk moratorium uji coba nuklir dan rudal jarak jauh di tunjukkan dengan
peluncuran satelit yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa selain itu pada tahun 2012 Korea Utara berkomitmen untuk
melakukan penangguhan nuklir, pengujian rudal jarak jauh dan suspensi
pengayaan uranium di Yongbon dibawah pengawasan IAEA (International
4
pencapaian kekuasaan dari Kim Jong Un membuat sepak terjang Korea Utara menjadi lebih tak terduga (Kim J. , 2015). Uji coba senjata yang membuat Jepang
benar-benar gerah atas tidakan Korea Utara adalah peluncuran roket jarak jauh
milik Korea Utara yang dikatakan sebagai tujuan ilmiah sempat melewati bagian
selatan dari pulau Okinawa pada tanggal 7 Februari 2016 lalu yang membuat
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, tidak terima atas uji coba senjata yang
dilakukan oleh Korea Utara karena dianggap melanggar Resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatakan bahwa Korea Utara
dilarang melakukan berbagai uji coba senjata militer bak uji coba nuklir maupun
rudal balistik (BBC, Korea Utara luncurkan roket jarak jauh meski dapat
peringatan, 2016). Korea Utara bagi Jepang merupakan sebuah negara yang
sangat mengkhawatirkan bagi Jepang. Kebijakan-kebijakan yang militeristik dan
agresif dalam menyatukan semenanjung Korea yang bahkan sampai memicu
terjadinya perang Korea pada tahun 1950-1953. Ditambah lagi pada rezim Kim
5
Figure 1 Peta Asia Timur
Source : (google picture)
Gambar diatas menjelaskan bahwa secara letak geografis antara Korea
Utara dan Jepang memiliki kedekatan. Uji coba senjata yang dilakukan oleh
Korea Utara terkait peluncuran roket jarak jauh tidak hanya sekali ini saja, ada
beberapa uji coba senjata yang dilakukan Korea Utara yang membuat gerah
negara-negara di kawasan Asia Timur dan beberapa negara yang memiliki
kepentingan di Asia Timur serta memiliki aliansi dengan negara di Asia Timur
seperti Amerika Serikat yang memiliki aliansi dengan Jepang dan Korea Selatan.
Uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara sendiri telah dilakukan mulai
dari tahun 1993 hingga tahun 2016 selama enam kali dengan empat kali
6
2013 dan terahir 2016 yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2016 yang dikalim
sebagai bom hydrogen oleh Korea Utara (BBC, Kecaman dunia terhadap uji coba
bom hidrogen Korea Utara, 2016).
Dalam uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut, berikut
beberapa nama senjata beserta jarak jangkauannya yang di lakukan oleh Korea
Utara (BBC, North Korea's missile programme, 2016),
a. KN-1 rudal jarak pendek, jangkauan diperkirakan 160 km
b. KN-2 rudal jarak pendek, jangkauan diperkiran 120 km
c. Hwasong-5 jangkauan diperkirakan 300-500 km
d. Hwasong-6 jangkauan diperkirakan 300-500 km
e. Nodong-1 jangkauan diperkirakan 1.300-1.600 km dilakukan uji
coba pada tahun 2006, 2009 dan 2014.
f. Taepodong-1 jangkauan diperkirakan 2.200 km peluncuran
pertama kali pada 1998 sebagai pengirim satelit ke orbit bumi.
g. Taepodong-2 gagal di uji coba selama tiga kali 2006, 2009 dan
2012 dengan jangkauan di perkirakan 5.000- 15.000 km
7
Figure 2 Rudal Korea Utara beserta Jangkauannya
source : http://www.bbc.com/news/world-asia-17399847
Korea Utara sendiri memiliki lima lokasi uji coba senjata dua diantaranya
berupa tempat uji coba senjata nuklir yaitu di Youngdoktong dan Punggye-ri
8
Figure 3 Lokasi Tempat Uji Coba Nuklir
source : http://www.bbc.com/news/world-asia-17399847
Tentu saja Jepang merasa terancam dengan kepemilikan senjata serta uji
coba senjata yang sering dilakukan oleh Korea dikarenakan jarak jangkauan serta
daya penghancur yang dimiliki dari senjata yang dimiliki oleh Korea Utara
dengan mudah mampu menjangkau Jepang. Selain jarak jangkau dari senjata,
Korea Utara juga melakukan pelanggaran atas sanksi yang telah dijatuhkan
9
senjata balistik. Perilaku yang ketidaksukaan yang di tunjukkan oleh Jepang atas
tindakan pelanggaran Korea Utara terhadap sanksi yang diberikan oleh Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut penulis merupakan sebuah
bentuk dari rasa ketakutan atau paranoid yang dialami Jepang yang sudah
menjadi-jadi dimana sikap Jepang tersebut menunjukkan ingin menarik simpati
dunia terhadap tindakan Korea Utara agar menjadi sosok musuh bersama yang
berbahaya dan patut untuk diwaspadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah di tuliskan di atas, maka
muncul permasalahan yang dapat dirumuskan dalam satu pertanyaan berikut ini :
“Bagaimana kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman
nuklir Korea Utara?”
C. Kerangka Teori
Untuk menjawab pertanyaan yang sudah di tuliskan di rumusan masalah
yaitu bagaimana respon Jepang terhadap uji coba senjata oleh Korea Utara yang
dianggap dapat mengancam keamanan Jepang, penulis akan menggunakan
kerangka pemikiran Balance of Power untuk melihat dinamika yang terjadi antara
Korea Utara dengan Jepang.
Balance of Power, yaitu merupakan konsep yang ada dalam Hubungan Internasional terkait dengan perimbangan kekuatan. Balance of Power muncul
akibat dari suatu kondisi negara yang berusaha untuk memperoleh power untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya, yang dapat mengakibatkan negara lain
10
cenderung melakukan Balance of Power atau perimbangan kekuatan untuk membendung maupun melindungi dirinya dari negara lain (Paul, 2004). Balance
of Power ini sendiri memiliki 3 bentuk yaitu :
Hard Balancing merupakan strategi yang sering dipamerkan oleh
negara-negara yang terlibat sangat intens dalam hal persaingan. Sehingga negara-negara
mengadopsi strategi untuk membangun dan memperbaharui kemampuan militer
yang dimiliki, hal ini bertujuan untuk memelihara aliansi dan counteralliances
yang di gunakan untuk mencocokkan kemampuan dari rivalnya. Hard balancing
ini lebis sering digunakan dalam konsepsi pandangan realis secara tradisonal
maupun neorealis (Paul, 2004).
Soft Balancing merupakan perimbangan yang dilakukan secara perlahan dalam aliansi. Hal ini terjadi ketika terdapat minimnya pemahaman keamanan
antara satu dengan yang lain untuk menyeimbangkan keadaan yang berpotensi
mengancam atau meningkatkan ketegangan. Soft Balancing ini biasanya
dilakukan oleh kolaborasi-kolaborasi lembaga-lembaga regional maupun
internasional dimana kebijakan ini dikonversi untuk membuka strategi hard balancing jika kompetisi masalah keamanan menjadi intens dan mengancam (Paul,
2004).
Asymmetric balancing mengacu kepada upaya dari negara bangsa untuk
menyeimbangkan hal yang menagndung ancaman yang tidak langsung
ditimbulkan oleh aktor subnasional seperti kelompok teroris yang tidak memiliki
kemampuan untuk menentang negara yang mempunyai kapasitas militer. Disis
11
negara untuk menantang dan melemahkan negara yang didirikan dengan
menggunakan ancaman seperti terorisme (Paul, 2004).
Dari ketiga bentuk tersebut penulis meyakini bahwa Jepang menggunakan
dua bentuk dari Balance of Power, yaitu hard balancing dan soft balancing. Hal
tersebut di tunjukkan dalam hard balancing yang dilakukan oleh Jepang dengan membangun dan memperbaharui kemampuan militer yang dimilikinya,
amandemen mengenai undang-undang militer merupakan langkah awal Jepang
dalam menggunakan hard balancing, dimana sebelumnya Jepang tidak diperkenankan maintenance serta upgrade militer yang dimilikinya serta
dibatasinya gerak militer Jepang1 hal tersebut dianggap oleh penulis sebagai awal
dari langkah penggunaan hard balancing oleh Jepang. Sedangkan penggunaan
hard balancing oleh Korea Utara tentu saja berupa sering dilakukannya uji coba
senjata. Perihal penggunaan soft balancing, Jepang menggunakan lembaga internasional khususnya Perserikatan bangsa-bangsa dimana Jepang yang
merupakan negara tetangga dari Korea Utara seolah menjadi pengawas atas sanksi
yang di berikan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Korea
Utara, hal itu di tunjukkan oleh perkataan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
dan Duta Besar Jepang untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Motohide Yoshikawa
terkait dengan peluncuran senjata rudal balistik yang dijatuhkan di laut Jepang
pasca pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Selain itu penggunaan soft balancing ini juga digunakan untuk membuka hard balancing yang dilakukan oleh Korea Utara yaitu dengan keikutsertaan Jepang
1
12
dalam anggota Six-party Talks yang dimulai pada tahun 2003 yang beranggotakan Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, Russia dan Korea Utara
untuk menyelesaikan krisis terutama dalam hal nuklir. Pada pertemuan Six-party Talks tersebut, terdapat enam poin yang di bicarakan yaitu mengenai Security guarantee, The construction of light water reactors, Peaceful use of nuclear
energy, normalization of diplomatic relations, Financial restrictions / Trade normalization, Verifiable and Irreversible disarmament2. Akan tetapi, pertemuan
Six-party Talks tersebut mengalami kebuntuan pada tahun 2008 dimana dalam pertemuan Six-party Talks tidak mencapai kesepakatan untuk melakukan
langkah-langkah verifikasi terkait produksi plutonium yang dihasilkan oleh Korea Utara di
Yongbyon, situasi kembali memanas dikarenakan peluncuran satelit yang
dilakukan oleh Korea Utara pada tahun 2012 yang melanggar resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (Djelantik, 2015).
Secara sederhana definisi dari Balance of Power merupakan mekanisme
yang bekerja untuk mencegah dominasi dari satu negara manapun dalam system
internasional. Balance of Power seringkali dilihat sebagai sebuah fenomena yang benar-benar sedang terjadi, atau situasi yang terjadi secara kebetulan saja. Namun,
disaat lain hal tersebut dianggap sebagai sebuah strategi yang sengaja dilakukan
oleh negara-negara untuk menjalankan keseimbangan untuk mencegah berbgai
ancaman dari negara yang memiliki power dan juga demi kelangsungan negara itu sendiri (Jill Steans, 2009). Realisme memandang Balance of Power dari sudut
2
13
militer yang memiliki tujuan bukan untuk menjaga perdamaian melainkan untuk
melindungi negaranya kalau perlu dengan cara berperang.
Pengembangan senjata yang dilakukan oleh Korea Utara secara massive
ini membuat negara-negara di sekitar kawasan Asia Timur khussnya Jepang
merasa khawatir. Jepang merasa terancam karena jangkauan rudal uji coba senjata
milik Korea Utara dapat menjangkau wilayah Jepang, hal tersebut di buktikan
dengan kejadian pada tanggal 7 Februari 2016 lalu sempat melewati bagian
selatan pulau Okinawa. Selain uji coba senjata milik Korea Utara, kondisi iklimk
keamanan di kawasan Asia Timur yang tidak stabil membuat Jepang juga ingin
menunjukkan kekuatan yang dimilikinya (Saju, 2016).
Paradigma realisme mengeluarkan konsep Balance of Power ini, yang kemudian melahirkan konsep aliansi dan bandwagoning. Dalam
perkembangannya konsep ini mengalami revisi oleh Stephen M Waltz dengan
Balance of Threat mengemukakan terdapat dua alasan mengapa negara
membentuk sebuah aliansi. Pertama untuk menghentikan atau mencegah negara
lain berpotensi sebagai negara yang memilki kekuatan hegemoni. Kedua, aliansi
sebagai alat untuk mempengaruhi negara lain yang tergabung dalam aliansi
terutama negara lemah, karena negara lemah lebih membutuhkan perlindungan
dari pada negara kuat, selain itu hal tersebut dapat menambah pengaruh atas
negara tersebut. Jika melebihkan aliansi kepada negara yang lebih kuat, hanya
akan mendapat sedikit pengaruh atas negara kuat tersebut. Bergabung dengan sisi
yang lemah maupun kuat dalam aliansi merupakan sebuah pilihan tersediri (Walt,
14
Berdasarkan asumsi yang dikeluarkan Walt tersebut, ketidak adaan distribusi kekuatan yang berimbang dalam sistem internasional yang anarki,
negara akan cenderung menggalang aliansi dengan maupun melawan kekuatan
yang dianggap mengancam. Aliansi menurut Walt bisa diartikan sebagai respon
atas ketidak seimbanagan ancaman yang ada bukan hasil dari ketidakseimbangan
kekuatan. Dalam Balance of Threat ini balancing merupakan respon atas negara atau beberapa negara lain yang memiliki power lebih. Power disini dilihat dari sisi
kepemilikan terhadap sistem, menurut Walt kepemilikan power berupa senjata nuklir atau rudal balistik akan mengancam keamanan kawasan. Hal tersebut
sangat berbeda dari Balance of Power yang melihat pengaruh power terhadap sistem internasional.
Menurut Balance of Threat Jepang melihat sosok Korea Utara sebagai
negara yang memiliki ancaman kepada Jepang dan kawasan, dimana Jepang
merespon Korea Utara sebagai sosok negara yang memiliki kekuatan lebih di
bandingkan dengan Jepang, dikarenakan jangkauan senjata yang dimiliki oleh
Korea Utara dapat menjangkau Jepang. Sedangkan menurut Balance of Power,
dalam rangka mengatasi ancaman yang di buat oleh Korea Utara, Jepang
melakukan aliansi dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat dikarenakan kedua
negara tersebut merupaan negara yang berada di dalam satu kawasan Asia Timur
dan juga berdekatan dengan Korea Utara.
Selain menggunakan Balance of Power, konsep kepentingan nasional juga
digunakan dalam penulisan ini. Konsep kepentingan nasional sendiri merupakan
15
meramalkan maupun menganjurkan perilaku internasional dalam analisa
hubungan internasional (Mas'oed, 1990). Kepentingan nasional suatu negara
dinilai penting karena cenderung mengacu kepada nilai maupun tujuan yang
terdapat di dalam kepentingan nasionalnya. Menurut Hans J Morgentahu
kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja
yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas
negara lain. Hubungan kekuasan atau pengendalian bisa diciptakan melalui
teknik-teknik paksaan maupun melalui kerjasama. Dalam pandangannya,
kemampuan minimum negara bangsa dalam kepentingan nasional adalah
melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan negara bangsa
lain (Mas'oed, 1990). Dalam hal ini Jepang memerlukan sesuatu yang digunakan
untuk menjaga eksistensinya serta pihak yang dianggap mampu diajak bekerja
sama dalam rangka melindungi atribut yang dimilikinya. Kepentingan nasional
Jepang disini terlihat dari merasa terancamnya Jepang atas tindakan yang
dilakukan Korea Utara dengan menembakkan rudal ke laut Jepang pasce
pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa maupun uji
coba yang dilakukan sebelum itu. Perilaku yang di tunjukkan oleh Korea Utara
tersebut tentu saja jelas menyinggung kedaulatan Jepang.
Dalam penulisan ini juga tak lepas pula dengan aliansi, dalam kamus
hubungan internasional alliance merupakan sebuah perjanjian untuk saling mendukung secara militer jika salah satu negara penandatangan perjanjian
diserang oleh negaralain; selain itu aliansi ditujukan untuk memajukan
16
multilateral, rahasia atau terbuka, sederhana atau terorganisir, dapat berjangka
lama atau pendek, serta dapat dikendalikan untuk mencegah atau memenangkan
perang. Meskipun aliansi dapat membantu terciptanya kedamaian serta rasa aman,
aliansi juga dapat menjadi sumber ketegangan internasional. Mengingat Jepang
memiliki aliansi dengan Amerika Serikat. Sejak diamandemennya undang undang
militer Jepang, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meyakini bahwa dengan
amandemen ini diyakini perubahan peran militer Jepang akan menguntungkan
kemitraan strategis dengan Amerika Serikat serta dapat meningkatkan aliansi dari
kedua negara (Saju, 2016). Selain itu perwujudan dari aliansi yang dilakukan oleh
Jepang dengan Amerika Serikat serta Korea Selatan dalam menghadapi Korea
Utara adalah melakukan latihan gabungan untuk meningkatkan koordinasi
terhadap provokasi yang dilakukan oleh Korea Utara.
Dengan diamandemennya undang-undang militer Jepang untuk kembali
meningkatkan kemitraan strategis dan aliansi dengan Amerika Serikat dalam
konteks militer sebagai respon atas tindakan Korea Utara serta menjadi
pencegahan atas kemungkinan adanya serangan yang akan dilakukan oleh Korea
Utara apabila terjadi konflik di kawasan Asia Timur. dalam menghadapi Korea
Utara, Jepang menggunakan persepsi ancaman, dimana ancaman juga merupakan
dasar dari pementukan alliansi dengn negara lain. aliansi yang dilakukan Jepang
dengan Amerika Serikat terutama dalam bidang militer dapat memperkuat
keamanan kawasan serta Jepang itu sendiri karena jaminan keamanan yang
diberikan oleh sistemm aliansi tersebut diamana Jepang telah merasakan ancaman
17
D. Hipotesa
Kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman
nuklir Korea Utara adalah:
1. Hard Balancing, melalui amandemen Undang-undang militer Jepang sehingga militer Jepang dapat beroprasi di luar Jepang serta
pembelian peralatan militer untuk alasan perlindungan diri yang
secara tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan militernya.
Serta perubahan atas kebijakan pertahanan Jepang dengan
meningkatkan status Justice Defense Agency menjadi Ministry of
Defense.
2. Soft Balancing melalui penataan hubungan dengan negara-negara
di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan dan Tiongkok, serta
melakukan penataan kembali hubungan kerjasama pertahanan
dengan Amerika Serikat serta berperan aktif dalam kerjasama
keamanan internasional lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam proposal ini ditujukan untuk mendeskripsikan
kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman nuklir Korea
Utara yang dianggap dapat mengancam keamanan Jepang, serta untuk
membuktikan hipotesa yang di buat penulis. Selain itu proposal ini di buat untuk
18
F. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal ini
menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data sekunder dimana
menggunakan analisa data-data yang bersifat non angka, data ini dapat berupa
laporan, berita dan pernyataan. jika terdapat tabel, skema,gambar dan diagram hal
ini di gunakan untuk memperkuat deskripsi analisa yang digunakan dalam
penulisan proposal ini saja. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
penulisan adalah studi kepustakaan seperti buku, jurnal, majalah, koran artikel
yang mempunyai relevansi dengan penulisan ini.
G. Sistematika Penulisan
BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, hipotesa, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang pandangan Jepang terhadap ancaman luar negeri,
berdasarkan prinsip kebijakan luar negeri Jepang.
BAB III membahas hubungan antara Jepang dengan Korea Utara, mengenai
persepsi Jepang terhadap uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara.
BAB IV membahas mengenai kebijakan Jepang terkait dengan aktifitas militer
yang dilakukan oleh Korea Utara.
19
BAB II
PANDANGAN JEPANG TERHADAP ANCAMAN LUAR NEGERI
Dalam lingkungan keamanan global sekarang ini, saling ketergantungan di
antara negara-negara telah diperluas dan diperdalam dengan adanya globalisasi
serta kemajuan pesat dalam inovasi teknologi. Pada saat yang sama, terdapat
risiko yang berkembang bahwa kerusuhan atau masalah keamanan di satu negara
atau wilayah tertentu bisa segera berkembang menjadi sebuah tantangan atau
faktor ketidakstabilan bagi bagi seluruh masyarakat internasional maupun regional.
Bahkan setelah berakhirnya Perang Dingin, konflik antar negarapun tetap terjadi,
begitu pula di sekitar Jepang mengakibatkan munculnya grey zone atau zona
abu-abu akibat dari sengketa maupun hal yang menyangkut dengan keamanan secara
regional (Defense M. O., 2016). Trauma atas diluluh lantakkan kedua kota di
Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 dengan bom atom dari sekutu,
membuat Jepang berperan aktif bahwa senjata nuklir sangatlah berbahaya. Tentu
saja kegiatan yang dilakukan oleh Korea Utara yaitu uji coba senjata nuklir yang
perkembangan nuklir telah dimulai dari tahun 1965 dan terus berkembang sangat
pesat hingga saat ini serta seringnya uji coba senjata oleh Korea Utara yang
dampaknya terasa hingga ke laut Jepang, tentu saja membuat kekhawatiran yang
akan mengancam perdamaian dunia. Sebagai negara yang bersebrangan
wilayahnya dengan Korea Utara wajar saja jika sikap Jepang menghadapi respon
uji coba senjata oleh Korea Utara merasa khawatir dengan situasi seperti ini.
20
Jepang tidak diperkenankan melakukan kegiatan berbau militer di luar wilayah
Jepang maka Jepang melalui kebijakan luar negerinya yang bersifat soft power
berusaha untuk melindungi dirinya dari ancaman luar negeri khususnya yaang
dilakukan oleh Korea Utara. Bab II ini akan menceritakan mengenai Kebijakan
Luar Negeri Jepang.
A. Situasi Internasional
Pasca berahirnya Perang Dunia II dan Perang Dingin memunculkan beberapa
factor-faktor internasional baru yang lebih kompleks dan dapat memberikan
mempengaruh kepada negara-negara yang ada di dunia. Khususnya Jepang
memberikan perhatian lebih terhadap factor-faktor internasional yang baru dan
kompleks ini. Munculnya factor-faktor internasional yang baru dan kompleks ini
tak lepas dari peranan atau munculnya actor-aktor baru dalam dunia internasional
yang berupa aktor non-state menjadikan factor-faktor ini lebih kompleks dan luas.
Diplomatic Bluebook 2016 merilis, Jepang perlu melihat situasi internasional
untuk mencocokkan kondisi sekarang ini dengan cara apa diplomasi yang harus
dilakukan oleh Jepang. Menurut Jepang factor-faktor internasional yang baru dan
kompleks tersebut yang dianggap dapat mempengaruhi diantaranya :
a. Perubahan Situasi Internasional
Sejak awal abad ke 21, meskipun Amerika Serikat masih menempati
posisi terkemuka dalam kancah internasional baik dalam segi militer
maupun ekonomi, nilai-nilai serta budaya, disisi lain munculnya
negara-negara yang baru merdeka pasca berahirna perang dunia kedua juga
21
actor-aktor baru lain dan mulai meningkatnya perekonomian serta
kekuatan militer seperti yang dimiliki serta dilakukan oleh India dan
Tiongkok dianggap memiliki kemampuan dalam melakukan perimbangan
dalam kekuatan yang telah ditunjukkan dalam peningkatan perekonomian
serta kekuatan militer yang besar, munculnya actor non negara seperti
organisasi-organisasi internasional yang memiliki pengaruh serta
kehadirannya dianggap dapat memainkan peran yang penting terkait
dengan isu-isu internasional juga merupakan aspek yang tidak luput
sebagai sarana dalam melakukan strategi diplomasi yang dilakukan oleh
Jepang.
b. Munculnya Masalah Keamanan di kawasan Asia Timur
Jepang menganggap terdapat dua poin penting terkait dengan masalah
keamanan yang ada di kawasan Asia Timur. Poin pertama yaitu terkait
dengan peningkatan yang besar dan pesat kekuatan militer yang dimiliki
oleh Tiongkok sejak tahun 1989 Tiongkok telah memperkuat kekuatan
militernya dengan kurangnya transparansi di mana Tiongkok terus
meningkatkan anggaran pertahanannya sejak tahun tersebut, tak berhenti
disitu saja Tiongkok menjadi sorotan Jepang dikarenakan penyususpan
kapal milik pemerintah Tiongkok di Kepulauan Senkaku pada 2015,
kemudian kapal milik Chinese Coast Guard yang semula kapal pencari
dan penyelamat dilengkapi juga dengan meriam yang telah berulang kali
22
Tiongkok juga melakukan pengembangan sumberdaya secara unilateral di
Zona Ekonomi Ekslusif milik Jepang.
. Poin kedua terkait dengan pengembangan nuklir yang dimiliki oleh
Korea Utara, menganut kebijakan sosialis yang mengutamakan militer atas
dasar kebijakannya atau Songun ditambah kebijakan Byungjin yang
dilakukan oleh Kim Jong Un membuat Korea Utara semakin aktif dalam
mengembangkan, meningkatkan kekuatan serta penelitian dalam bidang
militeristik terutama pengembangan senjata rudal dan nuklir.
Pengembangan senjata serta uji coba yang sering dilakukan oleh Korea
Utara tentu saja ini melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan
menganggap ini sebagai ancaman langsung dan serius bagi keamanan
Jepang.
c. Terorisme Internasional
Munculnya organisasi terorisme internasional yang memiliki
ancaman-ancaman nyata dan serius dengan kedok penyalahgunaan ideologi agama
serta menggunakan propaganda online. Ancaman terorisme internasional
telah di tunjukkan dengan pengeboman-pengeboman yang memakan
korban dari kalangan sipil baik dari negara korban maupun warga negara
asing yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan di negara yang menjadi
korban dari tindakan terorisme, penyandraan dan eksekusi dua warga
negara jepang oleh ISIS membuat Jepang perlu ikut berperan dalam
mencegah terorisme, rencana yang dilakukan pemerintah Jepang sendiri
23
meninjau kembali agar pasukan Jepang dapat beroprasi diluar Jepang.
Sedangkan rencananya tahun 2023 nanti dengan melengkapi paspor warga
negara Jepang dengan halaman berbahan bermatrial plastik keras yang
mengandung informasi identitas pribadi dari pemilik. Selain itu
pemerintah Jepang juga akan melakuakan sentralisasi dalam pembuatan
paspor (Nandarson, 2016).
d. Munculnya Isu-isu Global yang perlu penanganan dengan cepat
Munculnya permasalahan yang harus cepat dan tanggap untuk ditangani
bersama seperti pengungsi yang meningkat secara drastic beberapa tahun
terahir terutama diakibatkan oleh konflik, ketidakstabilan politik yang
berada di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang menjadikan kedua
wilayah tersebut menjadi sumber dari pengungsi, penyebaran penyakit
menular juga menajdi salah satu isu yang bisa memepengaruhi, penyakit
yang berasal dari negara lain yang dianggap dapat menular seperti gigitan
nyamuk Zika, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East
Respiratory Syndrome (MERS). Globalisasi membawa dampak yang
sangat besar bagi negara-negara yang ada di dunia tak terkecuali dengan
negara maju, akibat dari globalisasi ini juga memunculkan masalah terkait
dengan isu perubahan iklim yang tentunya tidak bisa ditangani sendiri dan
perlunya kerjasama antar negara untuk bersama-sama mencegah serta
mengantisipasi kemungkinan akibat dari perubahan iklim dunia. Ketiga
poin diatas seperti pengungsi, wabah penyakit menular, isu terkait
24
sebagai bagian dari masyarakat internasional yang perlu penanganan
dengan cepat dan dilakukan bersama-sama.
e. Resiko dan Peluang terkait Ekonomi Internasional di sekitar Jepang
Tiongkok beserta negara-negara di kawasan Asia – Pasifik merupakan
wilayah yang di sekitar Jepang terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang
relative tinggi dan akan terus tumbuh diiringi juga dengan pembangunan
infrastruktur yang kuat, maka dari itu wilayah Asia – Pasifik merupakan
ladang investasi baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang bagi
Jepang. (Japan M. o., DIPLOMATIC BLUEBOOK 2016, 2016).
B. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Jepang
Pembukaan Konstistusi Jepang 1946 dengan jelas menyebutkan Jepang
merupakan negara yang cinta akan perdamaian serta mengakui bahwa semua
bangsa yang ada di dunia memiliki kehidupan yang bebas, damai dan berusaha
untuk mewujudkan perdamaian, menghapus tirani, perbudakan serta penindasan.
Jepang menyikapi munculnya factor-faktor internasional yang baru tersebut
sebagai strategis sarana diplomasi dalam menghadapi situasi internasional.Melihat
pada factor- factor yang berasal dari sisi internasional tersebut, menurut
Kementrian Luar Negeri Jepang, untuk melindungi, mempromosikan serta
memenuhi kepentingan nasionalnya Jepang memiliki tiga pilar yang menjadi
dasar dari kebijakan luar negeri Jepang yang akan terus dipertahankan, yaitu
25
Memperkuat aliansi Jepang dan Amerika Serikat
Kebijakan aliansi anatar Jepang dengan Amerika Serikat merupakan hal
terpenting dalam diplomasi Jepang. Dalam kerjasama antara Jepang dengan
Amerika Serikat ini bertujuan untuk stabilitas serta kemakmuran Jepang tetapi
juga untuk menyeimbangkan stabilitas, kemakmuran serta kebijakan yang ada di
kawasan Asia Pasifik, dengan cara Jepang terus memperkuat aliansi antara Jepang
dengan Amerika Serikat di semua bidang yang memiliki pedoman konsisten
dalam hukum internasional,serta kegiatan yang dilakukan sesuai dengan konstitusi
dari masing-masing negara (Japan M. o., The Guidelines for Japan-U.S. Defense
Cooperation, 2015).
Kunjungan Perdana Menteri Shinzo Abe ke Amerika Serikat pada bulan april
2015 untuk menegaskan kembali bahwa Jepang dan Amerika Serikat akan terus
memenuhi peran utama dalam memastikan perdamaian dan stabilitas kawasan di
seluruh dunia. "Menuju Aliansi Harapan" merupakan pidato Perdana Menteri
Jepang Shinzo Abe yang disampaikan dalam Rapat Gabungan Kongres Amerika
Serikat pada pertemuan APEC mengemukakan disepakatinya untuk membangun
serta mewujudkan kawasan perdamaian serta kemakmuran di kawasan Asia
Pasifik dengan aliansi antara Jepang dengan Amerika Serikat sebagai dasar
mewujudkan perdamaian kawasan di Asia Pasifik (Abe, 2015). Bentuk dari
Aliansi antara Jepang dengan Amerika Serikat yang baru telah diwujudkan dalam
relokasi pangkalan udara militer Amerika Serikat di Futenma menjadi ke Henoko
26
Meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga
Dalam menciptakan lingkungan sekitar yang stabil, meningkatkan hubungan
dengan negara-negara tetangganya merupakan hal dasar yang penting.
Jepang-Tiongkok- Korea Selatan mengadakan Trilateral Summit pada bulan November di
Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam hampir tiga setengah tahun. Ketiga
pemimpin menegaskan kembali bahwa kerjasama trilateral telah benar-benar
dipulihkan dan menegaskan kembali bahwa KTT Trilateral adalah untuk diadakan
secara teratur.
Perlu diketahui bahwasannya hubungan Jepang dengan Tiongkok merupakan
salah satu hubungan bilateral Jepang yang paling penting (Japan M. o., Ministry
of Foreign Affairs Japan, 2016). Kedua negara berbagi tanggung jawab untuk
perdamaian dan stabilitas kawasan dan masyarakat internasional. Setelah
serangkaian pertemuan KTT dan pertemuan menteri luar negeri yang diadakan
pada tahun sebelumnya, hubungan Jepang-Tiongkok membaik secara keseluruhan.
Jepang akan terus terlibat dalam dialog dan kerjasama di berbagai bidang dan
berusaha untuk lebih mempromosikan hubungan yang saling menguntungkan
berdasarkan kepentingan umum strategis.
Korea Selatan adalah tetangga Jepang yang paling penting yang berbagi
kepentingan strategis. Pada kesempatan dari Jepang-Tiongkok- Korea Selatan
Trilateral Summit pada bulan November, pertemuan puncak Jepang- Korea
Selatan diadakan untuk pertama kalinya sejak pelantikan pemerintahan Shinzo
Abe dan President Park menegaskan bahwa mereka akan mengambil tanggung
27
berbagai masalah berdasarkan semangat perjanjian ini. Dalam terang perjanjian
ini, Pemerintah Jepang akan bergerak ke arah pengembangan era baru hubungan
Jepang- Korea Selatan berorientasi masa depan (Japan M. o., Japan-U.S.-ROK
Trilateral Foreign Ministers' Meeting, 2015).
Tak hanya untuk memperdalam hubungan kerjasama dengan mitra berbagi
nilai-nilai seperti kebebasan dan demokrasi di kawasan Asia-Pasifik. Jepang dan
Australia, berbagi nilai-nilai umum dan kepentingan strategis, Jepang terus
memperluas dan memperdalam kerjasama dengan Australia,. Berkenaan dengan
India, Jepang melakukan pengembangan hubungan bilateral yang merupakan awal
dari sebuah era baru dalam hubungan Jepang-India, hal tersebut terbukti dengan
pertemuan antara Perdana Menteri Abe dan Perdana Menteri Modi selama
kunjungan Perdana Menteri Abe ke India pada bulan Desember (Japan M. o.,
Prime Minister Abe Visits India, 2015).
Hubungan kerjasama antara Jepang dan negara-negara anggota ASEAN
sedang lebih ditingkatkan di bidang yang luas melalui kunjungan timbal balik VIP
termasuk oleh para pemimpin dan pertemuan puncak antara Jepang dan ASEAN
(Japan M. o., Japan-ASEAN Relations, 2016).
Hubungan Jepang dengan Rusia, dengan Jepang mengadakan Summit
Pertemuan dengan Rusia dua kali pada tahun 2015. Selanjutnya, sehubungan
dengan Isu Wilayah Utara, yang merupakan keprihatinan terbesar antara Jepang
dan Rusia, kunjungan Menteri Luar Negeri Kishida ke Rusia pada bulan
September menandai dimulainya kembali negosiasi untuk kesimpulan dari
28
Kepulauan Mariana, Jepang akan melipat gandakan upaya negosiasi dan secara
proaktif terlibat dalam dialog politik dengan Rusia melalui berbagai kesempatan
(Japan M. o., Japan-Russia Relations, 2016).
Mengenai hubungan dengan Korea Utara, Jepang sangat mengutuk uji coba
nuklir pada bulan Januari 2016 yang dilakukan oleh Korea Utara dan serentetan
peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara. Sesuai dengan Deklarasi
Jepang-DPRK Pyongyang, Jepang akan terus bekerja menuju resolusi komprehensif
mengenai isu yang beredar seperti penculikan warga negara asing dan
permasalahan nuklir dan rudal. Sebagai isu kritis mengenai kedaulatan Jepang dan
kehidupan dan keselamatan warga Jepang, penculikan oleh Korea Utara
merupakan masalah universal di antara masyarakat internasional sebagai
pelanggaran hak asasi manusia. Mengenai hal tersebut Jepang akan membuat isu
penculikan sebagai salah satu isu kebijakan luar negeri paling penting dalam
kerjasama dengan masyarakat internasional (Japan M. o., Japan-North Korea
Relations, 2016).
Memperkuat diplomasi ekonomi Jepang
Dimulainya perang dingin membawa babak baru bagi wajah diplomasi,
diplomasi yang bersifat militeristik mulai ditinggalkan dan beralih ke diplomasi
yang lebih lembut. Jepang yang secara tidak langsung dilucuti persenjataan atau
kemampuan militernya yang tertuang pada Pasal 9 Konstitsui 1947 Jepang
sebelum amandemen membuat Jepang harus memikirkan bagaimana cara
membangun kembali hubungan yang baik dengan negara-negara di sekitarnya
29
Jepang yang memiliki sifat agresive dan militeristik. Selain itu pasca kekalahan
Jepang pada Perang Dunia Kedua, Jepang lebih condong membangun
ekonominya dari pada membangun keamanannya, hal tersebut dibuktikan dengan
pengimplementasian Yoshida Doctrine, doktrin tersebut di buat oleh Yoshida
Shigeru yang merupakan perdana menteri Jepang pasca Perang Dunia Kedua.
Dalam Yoshida Doctrine dikatakan bahwa Jepang akan berfokus kepada
pemulihan dan perumbuhan ekonomi Jepang pasca Perang Dunia Kedua,
perlindungan keamanan serta pertahanan Jepang oleh Amerika Serikat, jelas
dalam hal tersebut bahwa Jepang pada awal masa kekalahan memfokuskan pada
ekonominya, menjadikan hal tersebut sebagai alat dalam diplomasi Jepang
dikemudian hari. Dewasa ini ekonomi merupakan cara diplomasi yang paling
sering dilakukan oleh Jepang. Diplomasi melalui jalur ekonomi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Jepang adalah salah satu kebijakan prioritas Jepang. Untuk
Jepang, negara maritim dengan sumber daya yang langka, itu sangat penting
untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan ekonomi internasional yang
terbuka dan stabil berdasarkan aturan. Untuk mendapatkan kembali Jepang yang
kuat dan merevitalisasi ekonomi, Jepang mengambil keuntungan dari berbagai
kerangka internasional mengenai ekonomi, seperti G7, Kelompok Dua Puluh
(G20), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Organisasi untuk Kerjasama
Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan APEC, untuk berkontribusi membentuk
tatanan ekonomi internasional.
Kesepakatan prinsip tercapai pada bulan Oktober 2015 Perjanjian
30
melibatkan penduduk sekitar 800 juta dan hampir 40% dari PDB dunia.
Ditandatangani pada bulan Februari 2016. Perjanjian TPP, yang menetapkan
aturan abad ke-21 di berbagai bidang, termasuk tidak hanya bea cukai atas barang,
tetapi juga jasa, investasi, kekayaan intelektual dan BUMN, diharapkan untuk
memberikan standar baru untuk aturan perdagangan dan investasi dunia.
Perjanjian bilateral Kemitraan Ekonomi (EPA) pada tahun 2015, seperti
berlakunya Jepang-Australia EPA dan penandatanganan Jepang-Mongolia EPA.
Dengan cara ini, dasar dari menggabungkan vitalitas pasar luar negeri yang
mengarah ke pertumbuhan ekonomi Jepang telah sedang terus dibangun. Dalam
rangka untuk memasuki pertumbuhan negara-negara lain, termasuk negara-negara
berkembang, melalui kegiatan di luar negeri perusahaan Jepang, sektor publik dan
swasta harus bekerja sama. Jadi Perdana Menteri Abe dan Menteri Luar Negeri
Kishida telah mengambil inisiatif untuk secara proaktif dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Divisi Promosi Public-Private Partnership didirikan pada
MOFA pada bulan September untuk komprehensif mempromosikan operasi bisnis
koperasi publik-swasta. Jepang akan terus mempromosikan ekspor sistem
infrastruktur di bawah kerjasama sektor publik dan swasta. Secara khusus,
investasi infrastruktur adalah untuk dipromosikan terutama di wilayah Asia
melalui “The Partnership for Quality Infrastructure” yang bertujuan untuk
mengembangkan infrastruktur yang mudah digunakan dan tahan lama serta ramah
lingkungan dan tahan terhadap bencana (Japan M. o., International Situation and
31 BAB III
PERSEPSI JEPANG TERHADAP ANCAMAN UJI COBA SENJATA OLEH KOREA UTARA
Sejak akhir Perang Dunia II Jepang memiliki komitmen dalam
mewujudkan perdamaian di dunia. Sebagai negara cinta damai yang konsisten,
Jepang telah secara aktif memberikan kontribusi untuk perdamaian dan
kemakmuran dunia (Kohno, 2012). Luluh lantaknya Hiroshima dan Nagasaki
menjadi pukulan keras bagi Jepang bahwa perang adalah hal yang
menyengsarakan menjadikan Jepang paham benar bahaya dari penggunaan senjata
nuklir. Korea Utara telah membangun kemampuan militer sesuai dengan Four
Military Guidelines yaitu : pelatihan ekstensif untuk semua prajurit, modernisasi
semua kekuatan militer, mempersenjatai seluruh penduduk, dan memperkuat
segala sektor di seluruh negeri (Defense M. o., 2016). Pasukan militer Korea
Utara diyakini telah mempertahankan dan meningkatkan kemampuan mereka dan
kesiapan operasional, sebagian besar peralatan yang sudah usang. Sementara itu,
Korea Utara memiliki pasukan seperti pasukan operasi khusus skala besar yang
dapat melakukan berbagai operasi mulai dari pengumpulan intelijen dan sabotase,
untuk perang gerilya. Selain itu, Korea Utara tampaknya memiliki banyak
instalasi militer terkait bawah tanah di seluruh wilayahnya (Defense M. o., 2016).
Korea Utara, menganut kebijakan sosialis yang mengutamakan militer atas
dasar kebijakannya atau Songun ditambah kebijakan Byungjin yang dilakukan
32
meningkatkan kekuatan serta penelitian dalam bidang militeristik terutama
pengembangan senjata rudal dan nuklir.
Jepang telah menganggap uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara
benar-benar sebagai sebuah ancaman ketika misil Korea Utara bernama
Taepodong pada tahun 1998 melewati salah satu pulau milik Jepang (Togo,
Japan-North Korea relations during the 1990’s, 2005). Pada bulan Maret, Juni,
dan Juli 2014 dan Maret 2015, Korea Utara kembali meluncurkan kembali rudal
balistik jarak pendek dan jarak menengah yang diyakini sebagai rudal jenis
Nodong dan Scud, dan pada Februari 2016 terulang kemabli sebuah misil Jepang
yang melewati bagian selatan dari Pulau Okinawa, peluncuran yang dilakukan
oleh Korea Utara tersebut telah berulang kali disamarkan sebagai satelit. Terdapat
banyak rincian mengenai rudal balistik Korea Utara yang tidak diketahui,
dikarenakan Korea Utara merupakan negara yang memiliki rezim yang tertutup.
Jelas sekali bahwa uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara,
membuktikan bahwa Korea Utara memberikan prioritas lebih untuk
pengembangan rudal balistik dari pertimbangan tindakan politik dan diplomatik,
di samping untuk meningkatkan kemampuan militernya. Tentu saja tindakan
Korea Utara yang sering meluncurkan rudal balistik tersebut tentunya untuk
melakukan provokasi militer terhadap negara lain di sekitar kawasan Asia Timur
33
A. Letak Geografis Jepang dan Korea Utara
1. Letak Geografis Jepang
Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas sekitar 377,835 km,
terletak di wilayah Asia Timur pada koordinat 36°LU 138°BT dan memiliki 4
pulau utama yaitu Hokkaido, Honshu, Shikoku dan Kyushu yang dipisahkan oleh
selat-selat yang sempit1. Letak Negara Jepang yang tidak tergabung dengan
daratan utama dari Asia dan terpisah oleh Laut Jepang atau Laut Timur
menjadikan Jepang sebagai lonely country.
Figure 1. Peta Jepang
source : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ab/Japan_- _Location_Map_%282013%29_-_JPN_-_UNOCHA.svg/1024px-Japan_-_Location_Map_%282013%29_-_JPN_-_UNOCHA.svg.png
1
34
Kekalahan Jepang pada Perang Dunia kedua tak membuat Jepang terpuruk
begitu saja, dibawah pendudukan oleh pasukan Sekutu Jepang kembali lagi
membangun industri serta ekonominya yang telah berlangsung sejak Resorasi
Meiji meskipun telah terjadi perubahan Konstitsui dari Konstitusi Meiji ke
Konstitusi 1947 hal tersebut hanya membawa pengaruh terhadap pertahanan
keamanan Jepang terkait militer Jepang yang tidak dapat melakukan tindakan
berbau militer keluar Jepang, dengan meneruskan industrialisasi yang telah
berlangsung sejak Restorasi Meiji hingga dalam waktu yang relatif singkat Jepang
telah berhasil menjadi sosok negara dengan ekonomi yang kuat, hal tersebut
dibuktikan pada awal tahun 1970-an Jepang telah mampu menjadi partner dalam
perdagangan nomor dua terbesar di dunia (Suherman, 2004). Tentunya dengan
Ekonomi yang kuat tersebut Jepang juga memiliki militer yang memadai dengan
sistem pertahanan modern.
2. Letak Geografis Korea Utara
Korea Utara merupakan negara di wilayah Asia Timur yang terletak di
Semenanjung Korea bagian Utara dengan luas 120,410 km, memiliki perbatasan
dengan Republik Rakyat Tiongkok dan Rusia di utara, dan dengan Korea Selatan
di sepanjang Zona Demiliterisasi Korea. Batas barat Korea Utara adalah Sungai
Kuning dan Teluk Korea, sementara di timur terdapat Jepang di seberang Laut
Jepang2.
2
Marine Corps Intellegence Activity, North Korea Country Handbook, Department of Defense
35 Figure 2. Peta Korea Utara
source :
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f4/North_Korea_- _Location_Map_%282013%29_-_PRK_-_UNOCHA.svg/1024px-North_Korea_-_Location_Map_%282013%29_-_PRK_-_UNOCHA.svg.png
Memiliki nama resmi yaitu Democratic People's Republic of Korea atau lebih
sering dikenal dengan DPRK dengan ibukota berada di Pyongyang. Korea Utara
atau DPRK ini terbagi menjadi Sembilan wilayah provinsi utama yaitu
Chagang-do, Hamgyong-namChagang-do, Hamg-yong-pukto, HwanghaenamChagang-do, Hwanghae-pukto,
Kangwon-do, Pyongan-pukto, Pyongannamdo, Yanggang-do; dan tiga kota
penting lainnya berupa; Kaesong-si, Nampo-si, and Pyongyang-si. Pemgadopsian
ideologi sosialis yang salah satu bentuk untuk memerikan kejayaan dari
36
Utara memiliki sifat agresif dengan mengembangkan persenjataan dan militernya
(Defense M. O., 2016).
B. Hubungan antara Jepang dan Korea Utara
Pendudukan Jepang atas semenanjung Korea antara tahun 1910 hingga 1945
membawa dampak terhadap hubungan antara Jepang dengan Korea yang telah
terbagi dua dikemudian harinya, dimana sebelum penjajahan Jepang,
semenanjung Korea merupakan suatu kesatuan yang utuh, akan tetapi saat
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II membawa dampak yaitu terbaginya
semenanjung Korea menjadi dua bagian, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan.
menjadikan secara tidak langsung Jepang sebagai sumber permasalahan yang ada
di semenanjung Korea (Pod, 2013).
Berahirnya Perang Dingin pada awal 1990an memberikan sebuah lembaran
baru bagi hubungan antara Jepang dengan Korea Utara, diawali oleh kunjungan
perwakilan dari Liberal Democratic Party dan Japan Socialist Party yang diwakili
oleh Shin Kanemaru pada saat itu mengunjungi Pyongyang untuk membahas
hubungan diplomatik serta pembangunan pasca perang yang menghasilkan
negosiasi selama delapan kali dari tahun 1991 hingga tahun 1992 yang membahas
mengenai isu yuridiksi, ekonomi, pengembangan nuklir dan terkait masalah hak
asasi manusia (Togo, Japan-North Korea relations (until 2001), 2005). Agenda
yang telah berlangsung selama dua tahun tersebut berahir dengan hasil yang nihil
membuat hubungan antara kedua negara cenderung memiliki tensi yang meninggi,
37
Jepang pada tahun 1998 yang membuat tindakan Korea Utara sebagai sebuah
ancaman (Togo, Japan-North Korea relations during the 1990’s, 2005).
Akan tetapi saat rezim Kim Jong Un berkuasa saat ini hubungan antara Jepang
dengan Korea Utara cenderung meninggi. Diawali dengan peluncuran misil yang
disebut satelit oleh pihak Korea Utara pada April 2012 tindakan oleh Korea Utara
tersebut mendapat kecaman dari Korea Selatan, Perancis, Rusia, Amerika Serikat,
Italia, Malaysia dan Inggris dan wajar saja mulai membuat gerah kembali
negara-negara di kawasan Asia Timur khususnya Jepang yang sangat mengecam
tindakan tersebut (Djelantik, 2015), semenjak saat itu pula hubungan antara
Jepang dengan Korea terus mengalami tensi yang tinggi dikarenakan uji coba
senjata yang dilakukan oleh Korea Utara secara terus menerus, terlebih sangat
dianggap membahayakan oleh Jepang dikarenakan dalam uji coba senjata tersebut
senjata yang diujikan mampu membawa bahan kimia yang membahayakan
(Tempo, 2015), keraguan keakuratan akan kordinat peluncuran senjata
dikarenakan masih belum majunya teknologi militer Korea Utara juga menjadi
pertimbangan oleh Jepang. Tak sampai disitu saja hal yang membuat semakin
tegang hubungan antara kedua negara ini, pada awal tahun 2016 uji coba senjata
yang dilakukan oleh Korea Utara yang melewati bagian selatan dari Pulau
Okinawa (BBC, Korea Utara luncurkan roket jarak jauh meski dapat peringatan,
2016) tindakan yang melanggar kedaulatan negara tersebut membuat Jepang
semakin gerah dengan tindakan Korea Utara, terhitung dari Februari tahun 2016
hingga September 2016 Korea Utara, kira-kira telah melakukan Uji Coba senjata