• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon sp."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN JEROAN IKAN LAUT SEBAGAI BAHAN

BAKU SUMBER PROTEIN PADA PAKAN IKAN PATIN

Pangasianodon

sp.

ASTRID MIRADIYAS PERMATASARI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon sp.” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Astrid Miradiyas Permatasari

(4)

ABSTRAK

ASTRID MIRADIYAS PERMATASARI. Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon sp.. Dibimbing oleh NUR BAMBANG PRIYO UTOMO dan TITIN KURNIASIH.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis terbaik penggunaan jeroan ikan laut dalam pakan ikan patin sebagai sumber protein ikan. Patin berukuran 3 inci dengan bobot awal 5,31 ± 1,25 gram, dipelihara selama 40 hari dengan padat tebar 30 ekor dalam akuarium berukuran 100x50x40 cm3. Terdapat 4 perlakuan, yaitu A (dosis 0%), B (dosis 5%), C (dosis 10%), dan D (dosis 15%). Pemberian pakan dilakukan secara at satiation. Hasil penelitian menunjukkan pada parameter tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil terbaik ditunjukkan pada perlakuan B (dosis 5%) dalam retensi lemak, jumlah konsumsi pakan, konversi pakan dan laju pertumbuhan harian dengan nilai konversi pakan sebesar 1,45 serta nilai laju pertumbuhan harian sebesar 3,75%. Dengan demikian, jeroan ikan laut dapat digunakan sebagai sumber protein pakan patin.

Kata kunci: Bahan baku, jeroan ikan laut, ikan patin, Pangasianodon sp., protein

ABSTRACT

ASTRID MIRADIYAS PERMATASARI. Utilization of Marine Fish Offal as Protein Sources of Raw Materials for Stripped Catfish Pangasianodon sp. Feed. Supervised by NUR BAMBANG PRIYO UTOMO and TITIN KURNIASIH.

This research was conducted to find out the best dose of utilization marine fish offal on catfish feed as resources of protein. Stripped catfish with total length of 3 inchs and the initial weight 5.31 ± 1.25 gram were cultured for 40 days in 100x50x40 cm3 aquarium. Four treatments were given in this research that is A (dose 0%), B (5%), C (10%), and D (15%). Feeding method used in this research

was at satiation. Results showed that survival rate, was not significanly different

on P>0.05. Treatment B (dose 5%) showed the best result on the parameter of fat retention, amount of feed consumption, feed convertion, and specific growth rate which scored 1.45 for feed convertion and 3.75% for spesific growth rate. Therefore, marine fish offal can be used as protein sources of raw materials for stripped catfish feed.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PENGGUNAAN JEROAN IKAN LAUT SEBAGAI BAHAN

BAKU SUMBER PROTEIN PADA PAKAN IKAN PATIN

Pangasianodon

sp.

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon sp.

Nama : Astrid Miradiyas Permatasari

NIM : C14100032

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Nur Bambang Priyo Utomo Pembimbing I

Titin Kurniasih, SPi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas rahmat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya tulis skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada April hingga Juni 2014 dengan mengambil tema yang berjudul “Penggunaan Jeroan Ikan Laut sebagai Bahan Baku Sumber Protein pada Pakan Ikan Patin

Pangasianodon sp.”

Terima kasih kepada babeh Djun, Mama, Kak Hendi, Mbak Olive, Kak Rosad, Bu Naryo, Nadia dan Britania atas doa, cinta, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nur Bambang PU dan Titin Kurniasih, MSi selaku pembimbing skripsi, Dr Tatag Budiardi dan Dr Alimmudin selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan, serta Dr Dedi Jusadi selaku pembimbing akademik. Terima kasih kepada Pak Wasjan, Mba Retno, Kang Yosi, Kang Andre, Pak Henda, Pak Jajang dan Kang Abe yang sangat membantu dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Lyan, Wina waw, Bang Ria, Guru Radhita, Tante Ela, Ibu Adri, Kakak ALiyah, Cindy, Lilis, Zahra, Rere, Mila, Nita, Netty, Asih, Alit, Om Dea, Radit, Riyan, Wisnu, Haris, Azza, Bang Saddam, Agas, Dio, dan kawan-kawan yang sering saya repotkan. Warga Nutrikids 47, BDP 47, Wisma Dwi Regina Kost B, Lorong 7, A27, Keluarga BEM C Kabinet Biru Bersatu, Himakua 2012-2013 yang telah memberikan warna selama kuliah di Dramaga. Terima kasih kepada tim basket BDP dan FPIK yang membuat saya berolah raga. Dan terima kasih kepada IPB yang telah memberikan saya kesempatan untuk kuliah dan merasakan pengalaman hidup menarik tidak ternilai harganya.

Semoga karya tulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Prosedur Penelitian...2

Parameter Uji...3

Analisis Data...4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil ... 5

Pembahasan ... 6

KESIMPULAN DAN SARAN ... 8

Kesimpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN... 10

(10)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi pakan uji berdasarkan proksimat ... 3

2 Parameter uji selama 40 hari masa pemeliharaan ikan patin ... 5

3 Parameter kualitas air selama 40 hari masa pemeliharaan ikan patin ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema tata letak akuarium pemeliharaan ikan patin Pangasianodon sp. 11 2 Prosedur analisis proksimat... 11

3 Kandungan nutrisi bahan baku dan formulasi bahan... 14

4 Anova dan hasil uji Duncan terhadap konversi pakan... 14

5 Anova dan hasil uji Duncan terhadap laju pertumbuhan harian... 15

6 Anova dan hasil uji Duncan terhadap jumlah konsumsi pakan... 15

7 Anova dan hasil uji Duncan terhadap kelangsungan hidup... 16

8 Anova dan hasil uji Duncan terhadap retensi protein... 16

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan bagian yang perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan pembesaran ikan patin Pangasianodon sp.. Hal tersebut dikarenakan pakan berkontribusi 30-60% dalam biaya produksi (Goddard 1996). Selain menentukan biaya produksi, pakan juga sangat menentukan pertumbuhan ikan bila kualitasnya kurang baik, maka dampak langsung yang terlihat adalah pertumbuhan ikan lambat, efisiensi pakan rendah dan limbah yang dihasilkan tinggi. Keseluruhannya akan berdampak pada keberlanjutan aktivitas usaha budidaya perikanan.

Mahalnya harga pakan buatan menjadi salah satu masalah dalam budidaya ikan patin di Indonesia bagi petani skala kecil hingga menengah. Tingginya harga pakan disebabkan karena sumber bahan baku berupa tepung ikan masih diimpor. Saat ini, harga pakan ikan patin dengan crude protein 29% di pasar adalah Rp. 6.700,00/kg. Umumnya untuk menghasilkan 1 kg daging ikan patin membutuhkan pakan sebanyak 1,5 kg sehingga biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 10.050,00. Biaya ini masih dapat bertambah dengan adanya biaya bibit (Rp 300,00/ 3 inci), biaya pemeliharaan (obat, dan pupuk), serta operasional (pekerja, listrik dan air) sehingga untuk mendapatkan ikan sebanyak 1 kg dibutuhkan biaya kurang lebih sebesar Rp 13.000,00. Berdasarkan hal tersebut penggunaan pakan menyumbang biaya produksi hingga 70%. Hal ini dapat menyebabkan margin keuntungan menjadi kecil.

Mahalnya harga pakan yang tidak disertai dengan kenaikan harga jual ikan dapat mengancam kelangsungan usaha budidaya. Penurunan biaya pakan dibutuhkan untuk mengefisienkan biaya produksi sehingga margin keuntungan dapat meningkat. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan bahan baku lain sebagai pengganti tepung ikan. Bahan baku pengganti dipilih dengan mempertimbangkan biaya, ketersediaan, komposisi kimia, dan kandungan nutrisinya (Hardy dan Barrows 2002).

Bahan baku yang umum digunakan sebagai sumber protein utama dalam pakan ikan adalah tepung ikan. Tepung ikan memiliki kandungan protein yang tinggi dan menyumbang hingga 60 % bahan yang digunakan (Goddard 1996). Oleh karena itu, peran tepung ikan dalam pakan ikan adalah sebagai sumber protein utama. Perannya sebagai sumber protein utama pakan menyebabkan permintaan akan tepung ikan semakin meningkat dan muncul permasalahan dalam hal ketersediaannya.

(12)

2

2011 (KKP 2014). Apabila pengolahan ikan laut membutuhkan 75% dari total ikan utuh yang terdiri dari daging, maka jeroan ikan laut menyumbangkan 15% sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 6569 ton. Selain itu, Garwan (2009) melaporkan bahwa kandungan protein dalam jeroan ikan laut seperti cakalang dapat mencapai hingga 52%.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis terbaik penggunaan jeroan ikan laut yang dapat digunakan dalam pakan ikan patin sebagai sumber protein.

METODE

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan digunakan untuk mengetahui proporsi yang tepat penggunaan jeroan ikan laut pada pakan ikan patin, yaitu pakan A (kontrol, tanpa jeroan), pakan B (proporsi jeroan ikan sebanyak 5%), pakan C (proporsi jeroan ikan sebesar 10%), pakan D (proporsi jeroan ikan sebesar 15%).

Prosedur Penelitian

Persiapan Penelitian

Persiapan diawali dengan membersihkan wadah berupa akuarium berukuran 100x50x40 cm, kemudian disusun pada suatu rak. Wadah dan alat pendukung kemudian disterilisasi menggunakan kalium permanganat dengan dosis 30 mg/l. Alat pemanas heater dipasang di setiap akuarium dengan suhu 28 oC. Top filter dipasang juga disetiap wadah terdiri atas busa filter, pompa, serta selang. Wadah juga dilengkapi dengan aerasi yang terdiri atas batu aerasi serta selang aerasi. Setelah disterilisasi dan dilengkapi dengan peralatan pendukung, wadah kemudian diisi dengan air sebanyak 70% dari volume wadah. Air kemudian diaerasi kencang dan difilter selama tujuh hari. Selain itu, dilakukan pula persiapan pembuatan pakan dengan menyiapkan segala bahan yang dibutuhkan. Bahan-bahan didapatkan dari Pasar Bogor, PT. Indofeed dan Pabrik Pakan Departemen Budidaya Perairan. Bahan jeroan ikan laut yang didapatkan komposisi utamanya terdiri dari jeroan ikan laut tenggiri, tongkol, serta kakap.

Pembuatan Pakan Uji

(13)

3 formulasi pakan (Lampiran 3) yang akan digunakan untuk penelitian ini. Bahan yang digunakan untuk pakan uji meliputi tepung ikan lokal, tepung jeroan, tepung bungkil kedelai, tepung polar, dedak, minyak ikan, minyak jagung, premix, CMC, dan terigu. Pakan dibuat sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.

1)A = tanpa jeroan; B = proporsi jeroan 5%; C = proporsi jeroan 10%; D = proporsi jeroan 15% 2)BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. 3)GE = Gross Energy. 4)C/P = energi per gram protein

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan adalah ikan patin berukuran 3 inci dengan bobot awal 5,31 ± 1,25 gram. Ikan uji dibagi ke dalam 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Jumlah ikan yang dipelihara sebanyak 30 ekor ikan per akuarium. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation hingga ikan kenyang dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali yaitu pada pukul 08.00, 12.00, 16.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan melakukan penyifonan dan pergantian air sebanyak 50% setiap seminggu tiga kali.

Pemeliharaan dilakukan selama 40 hari. Sampling biomassa dilakukan setiap 10 hari sekali. Sampling kualitas air dilakukan pada hari 1, 20, dan ke-40. Data yang dikumpulkan adalah biomassa, jumlah konsumsi pakan, retensi protein dan retensi lemak. Analisis proksimat tubuh ikan dilakukan dengan mengambil sampel ikan di awal dan akhir penelitian. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), amoniak dan alkalinitas.

Parameter Uji

Parameter uji yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konversi pakan, jumlah konsumsi pakan, retensi protein dan retensi lemak.

1) Kelangsungan hidup ikan uji selama pemeliharaan dihitung berdasarkan persamaan (Zonneveld et al. 1991):

Keterangan: KH = Kelangsungan hidup ikan

NT = Jumlah individu ikan uji pada t percobaan (ekor) NO = Jumlah individu ikan uji pada awal percobaan (ekor)

KH = NT X 100

NO

Tabel 1 Komposisi pakan uji berdasarkan proksimat Komposisi Nutrien (%)

GE (kkal/g protein)3) 4408,37 4455,99 4506,23 4556,47

(14)

4

2) Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung berdasarkan persamaan (Zonneveld 1991) :

3) Konversi pakan (KP) dihitung berdasarkan rumus Zonneveld (1991):

4) Jumlah konsumsi pakan ikan uji diukur dengan cara menimbang jumlah pakan yang dimakan oleh ikan uji selama penelitian (Zonneveld 1991). 5) Retensi protein (RP) dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan

oleh Watanabe (1988):

Keterangan : FPf = Kandungan protein yang dikonsumsi (g) WoPo = Kandungan protein ikan awal (g)

WtPt = Kandungan protein ikan akhir (g) RP = Retensi protein

6) Retensi lemak (RL) dapat dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988) yaitu:

Keterangan : FPf = Kandungan lemak yang dikonsumsi (g) WoPo = Kandungan lemak ikan awal (g)

WtPt = Kandungan lemak ikan akhir (g) RL = Retensi lemak

Analisis Data

Data diolah dan diuji secara statistik kuantitatif dengan bantuan software Ms. Excel dan IBM SPSS versi 20.00 dan dilanjutkan dengan perbedaan uji nyata

KP = F

[(wt + wd) – w0]

(15)

5 menggunakan uji Duncan. Parameter yang dianalisis secara kuantitatif antara lain jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, konversi pakan, kelangsungan hidup, retensi lemak, dan retensi protein. Parameter kualitas air diolah dan dibahas secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambar 1 menunjukkan grafik bobot rata-rata ikan patin selama 40 hari masa pemeliharaan dengan pemberian pakan formula jeroan ikan laut dengan perlakuan A, perlakuan B, perlakuan C dan perlakuan D. Berdasarkan Gambar 1, hasil penelitian selama masa pemeliharaan pada semua ikan uji menunjukkan pertambahan biomassa dan formula pakan B menunjukkan hasil terbaik dengan nilai 713,93 gram, sedangkan pakan dengan formula A memiliki nilai bobot rata-rata terendah, yaitu 535,18 gram.

Tabel 2 Parameter uji selama 40 hari masa pemeliharaan ikan patin

Parameter1) Perlakuan

2)

A B C D

JKP (gram) 730,89 ± 29,42a 843,82±37,16b 757,55±48,59a 719,31±34,48a

LPH (%) 3,06±0,18a 3,75±0,15b 3,49±0,29ab 3,33±0,37ab

FCR 1,93±0,17a 1,45±0,22b 1,51±0,18ab 1,68±0,34ab

RP (%) 21,00±1,39a 30,09±1,99b 26,08±2,87ab 31,32±5,89b

RL (%) 68,90 ±4,12a 93,53±5,69b 77,76±7,63a 76,55±13,48a

KH (%) 98,89 ± 1,92a 100±0,00a 98,89±1,92a 96,67±5,77a

Huruf superskrip yang beda dalam baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05)

1)kelangsungan hidup (KH), jumlah konsumsi pakan (JKP), konversi pakan (FCR), laju

pertumbuhan harian (LPH), retensi protein (RP), retensi lemak (RL)

2)A = tanpa jeroan; B = proporsi jeroan 5%; C = proporsi jeroan 10%; D = proporsi jeroan 15%

Gambar 1 Bobot rata-rata ikan patin selama masa pemeliharaan, dengan (♦) perlakuan A (kontrol), (■) perlakuan B (dosis 5%), (▲) perlakuan C (dosis 10%), dan (●) perlakuan D (dosis

(16)

6

Parameter kelangsungan hidup ikan uji, jumlah konsumsi pakan, konversi pakan, laju pertumbuhan harian, retensi protein serta retensi lemak pada akhir penelitian hasilnya disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan berbeda nyata terhadap jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan, konversi pakan, retensi protein, dan retensi lemak (Tabel 2) ikan patin selama pemeliharaan. Nilai tertinggi jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian konversi pakan, dan retensi lemak dihasilkan dari perlakuan B. Dosis jeroan ikan lebih dari 5% pada penelitian ini menghasilkan nilai jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian serta efisiensi pakan yang menurun secara proporsional. Sedangkan nilai retensi protein terbesar dihasilkan oleh perlakuan D. Parameter uji kelangsungan hidup pada penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang berbeda pada semua perlakuan.

Tabel 3 menunjukkan hasil kualitas air selama pemeliharaan. Parameter yang digunakan adalah suhu, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, alkalinitas. Berdasarkan Tabel 3, parameter kualitas air selama penelitian masih layak untuk kelangsungan hidup ikan patin.

Pembahasan

Kandungan nutrien yang terkandung dalam tubuh ikan menandakan bahwa nilai nutrien dari pakan baik sehingga ikan mampu tumbuh menunjukkan adanya perubahan bobot. Pertumbuhan merupakan hasil dari dua proses yaitu, proses yang cenderung untuk menurunkan energi tubuh dan diakhiri dengan penyusunan unsur-unsur tubuh (Handajani dan Widodo 2010). Laju pertumbuhan erat kaitannya dengan bobot tubuh, dan bobot tubuh erat kaitannya dengan protein. Tubuh ikan terdiri atas protein sebesar 45-75% bobot kering (Watanabe 1988). Jika persediaan energi dan nutrien untuk pertumbuhan tidak mencukupi maka yang akan terjadi adalah penurunan pertumbuhan karena nutrien yang dikonsumsi terbatas. Lemak pakan merupakan sumber utama energi metabolisme dalam bentuk ATP via β -oksidasi oleh mitokondria. Dibanding unsur nutrisi lain, lemak memiliki nilai energi kotor tertinggi, yakni 9,5 kkal/g, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing adalah 5,6 dan 4,1 kkal/g (Furuichi 1988). Dalam kaitan dengan hal ini, lemak bisa menghemat penggunaan protein untuk pertumbuhan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Furuichi (1988) asam lemak dapat memacu pertumbuhan serta Tabel 3 Parameter kualitas air selama 40 hari masa pemeliharaan ikan patin

(17)

7 memperbaiki konversi pakan. Asam lemak bebas yang berasal dari trigliserida merupakan sumber utama energi metabolisme dari otot ikan.

Jumlah konsumsi ikan patin yang tinggi diduga dipengaruhi oleh proporsi yang tepat sehingga berpengaruh dalam tingkat palabilitas ikan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palabilitas pakan yang diberikan meliputi warna, rasa, bentuk, ukuran, tekstur, serta aroma (Halver 2002). Palabilitas pakan uji sangat baik sehingga ikan uji merespons baik pemberian pakan dengan bahan baku dosis jeroan ikan yang berbeda. Tingkat palabilitas yang rendah ditunjukkan oleh seberapa lambatnya pakan direspons oleh ikan. Tinggi rendahnya palabilitas salah satunya dipengaruhi oleh atraktan yang terkandung dalam pakan sebagai sinyal pada hewan akuatik, sehingga ikan dapat langsung mengenali pelet dengan baik sebagai sumber makanannya (Halimatussadiah 2009). Atraktan umumnya dihasilkan dari asam amino bebas, seperti leusin, isoleusin, dan valin (Handajani dan Widodo 2010), yang memiliki peranan sebagai komponen untuk memacu pertumbuhan dan sebagai sumber energi (Yufera et al. 2002).

Tingginya nilai konsumsi pakan selama pemeliharaan diimbangi dengan tingginya laju pertumbuhan harian. Tingginya laju pertumbuhan ini diduga karena tingginya kandungan energi berasal dari jeroan ikan laut dalam pakan. Energi dalam pakan ini menyebabkan ikan dapat memenuhi metabolisme dasar (bergerak dan bernapas) sehingga unsur protein dalam pakan dapat digunakan untuk menunjang pertumbuhan serta membangun jaringan tubuh (Syamsunarno 2007). Namun, tingginya lemak dalam batas nilai tertentu diduga juga dapat menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk mencerna lemak lebih tinggi sehingga laju pertumbuhan terhambat. Dijelaskan lebih lanjut oleh Furuichi (1988) kelebihan jumlah asam lemak esensial juga dapat menyebabkan efek penyakit non infeksi pada ikan, seperti tingkat kestressan. Laju pertumbuhan harian semakin menurun dengan ditambahkannya proporsi jeroan, meskipun nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pakan kontrol yang tanpa diberikan jeroan ikan. Penyebab penurunan ini diduga karena kandungan jeroan ikan laut yang didapatkan dari Pasar sudah mengalami penurunan kualitas. Perlakuan D memiliki kandungan jeroan ikan laut dengan proporsi terbesar sehingga jeroan ikan laut yang digunakan memiliki kualitas kesegaran yang kurang baik memengaruhi pertumbuhan.

(18)

8

termasuk protein akan menurun. Azwar etal. (2010) menyatakan bahwa ikan patin yang diberikan pakan dengan protein sebesar 30%/hari memiliki nilai konversi pakan sebesar 1,93-2,67. Ditambahkan oleh Samsudin (2004) bahwa nilai konversi pakan terbaik dari tepung ikan yang disubtitusi dengan single cell protein 25% adalah 1,6.

Retensi protein merupakan kemampuan ikan untuk menyimpan dan memanfaatkan protein pakan (Samsudin 2004). Nilai retensi protein tertinggi terdapat pada pakan dosis 5%. Retensi lemak merupakan persentase dari lemak yang termanfaatkan oleh ikan untuk tiap unit lemak yang diserap (Watanabe 1988). Nilai retensi lemak (Tabel 2) dibandingkan dengan nilai retensi protein lebih tinggi dapat disebabkan karena kebutuhan ikan terhadap lemak belum terpenuhi dari pakan tersebut sehingga menyebabkan terjadinya sintesis lemak yang berasal dari karbohidrat dan protein (Syamsunarno 2007).

Nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata (P>0,05) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Handajani dan Widodo (2010) menyatakan bahwa kelangsungan hidup organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan disebabkan air merupakan media tempat hidup ikan. Beberapa macam parameter kualitas air yang digunakan adalah suhu, alkalinitas, pH, serta ammonia. Wedemeyer (1996) menyatakan alkalinitas berpengaruh dalam sebagai penyangga kapasitas buffer dalam perairan dalam budidaya intensif agar pH tidak terlalu ekstrim akibat yang ditimbulkan respirasi dari ikan. Penyebab umum timbulnya amonia adalah metabolisme dari ikan. Derajat keasaman atau pH terjadi karena terlarutnya karbon dioksida dalam air atau karena hasil metabolisme ikan, dan polusi. Tabel 3 menunjukkan nilai kualitas air selama masa pemeliharaan. Secara umum, nilai tersebut masih layak dalam pemeliharaan. Namun, dibutuhkan penanganan lebih lanjut untuk pengelolaan kualitas air seperti ditingkatkannya penggantian air yang sebelumnya hanya 50% seiring dengan pertumbuhan ikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, proporsi penggunaan jeroan ikan laut terbaik yang dapat digunakan dalam pakan adalah sebesar 5% dengan menghasilkan nilai konversi pakan sebesar 1,45 serta nilai laju pertumbuhan harian sebesar 3,75%.

Saran

(19)

9

DAFTAR PUSTAKA

Andriani Y, Haetami K, dan Susangka I. 2004. Kebutuhan dan pola makan ikan jambal siam dari berbagai tingkat pemberian energi protein pakan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan efisiensi. PKM-P (ID): Universitas Padjajaran.

Azwar ZI, Irma M, dan Titin K. 2010. Pemanfaatan ampas tahu sebagai subtitusi tepung kedelai dalam formulasi pakan ikan patin. Jakarta (ID): Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Boyd CE. 1982. Water Quality for Pond Aquaculture. Alabama (US): Auburn University Agriculture Experiment Station.

Furuichi M. 1988. Fish Nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and

Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo (JP):

Kanagawa internat. P 27, 29.

Garwan R. 2009. Perkembangan histamin selama proses fermentasi dan penyimpanan produk bakasang jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York (US): Chapman and Hall.

Halimatussadiah SS. 2009. Pengaruh atraktan untuk meningkatkan penggunaan tepung darah pada pakan ikan kerapu bebek (Cromileptesaltivelis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Halver JE. 2002. FishNutrition. California (US): Academic Press Inc.. Handajani H dan Widodo W. 2010. Nutrisi Ikan. Malang (ID): UMM Press. Hardy RW, dan Barrows FT. 2002. Diet Formulation and Manufacture, third

Edition. In Halver JE, ed. Fish Nutrition. California (US): Academic Press

Inc.

Houlihan D, Boujard T, Jobling M. 2001. Foot Intake in Fish. Oxford (UK): Blackwell Science.

NRC [Nation Research Council]. 1993. Nutrient Requirements of Warmwater

Fishes and Shellfishes, Rev. ed. Washington (US): Academy Press.

Samsudin R. 2004. Pengaruh subtitusi tepung ikan dengan singlecellprotein (SCP) yang berbeda dalam pakan ikan patin (Pangasius sp.) terhadap retensi protein, pertumbuhan, dan efisiensi pakan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2014. Statistik Perikanan Tangkap Laut. http://statistik.kkp.go.id/index.php/statistik/c/5/1/0/0/Statistik-

Perikanan-Tangkap-Perairan-Laut/?perairan_id=&subentitas_id=22~0&view_data=3&tahun_start=2001 &tahun_to=2014&tahun=2014&filter=Lihat+Data+%C2%BB

Syamsunarno MB. 2007. Pengaruh rasio energi – protein yang berbeda pada kadar protein pakan 30% terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius

(20)

10

Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General

Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat. hlm 179-229

Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Texbook the General Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat.

Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intesive Culture Systems. New York (US): Chapman and Hall.

Yufera M, Kolkovski S, Fernandez-Diaz, dan Pabrowski K. 2002. Free Asam Amino Acid Leaching From Protein-Walled Microencapsulated Diet For Fish Larvae. Aquaculture 214:273-287.

(21)

11

Barat Atas

Bawah

Timur Atas

Bawah

Lampiran 2 Prosedur analisis proksimat

Kadar Protein Tahap Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 2. Ditambahkan dengan katalis sebanyak 1,5 gram dan 10 ml H2SO4 pekat ke

dalam labu Kjedahl

3. Labu dipasang dalam rak oksidasi dan dipanaskan pada suhu ±400 oC selama 3-4 jam hingga larutan sampel bewarna hijau bening

4. Larutan sampel tersebut didinginkan dan ditambahkan air destilasi sebanyak 20-30 ml. Kemudian larutan diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume 100 ml dan disimpan di dalam botol sampel.

Tahap Destilasi

1. Dimasukkan beberapa tetes H2SO4 ke dalam steamgenerator yang sebelumnya telah diisi dengan air destilasi (untuk mencegah kontaminasi oleh amonia dari lingkungan), kemudian didihkan selama ± 10 menit

2. Gelas kimia diisi dengan 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan dengan 2 tetes indikator metilen red-green, kemudian diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan

3. Dimasukkan 5 ml larutan sampel ke dalam tabung destilasi dan ditambahkan NaOH 30% sebanyak 10 ml melalui corong.

D2

B1

A2

C1

B2

D1

D3

A3

C2

A1

B3

C3

(22)

12

4. Campuran alkalin dalam labu destilasi selama 10 menit diuapkan dan didinginkan dihitung sejak terjadinya pengembunan pertama di kondensor. Tahap Titrasi

1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N 2. Volume titrasi dicatat

3. Penghitungan kadar protein dilakukan dengan rumus: Kadar Protein (%) = . ∗� ��−�� � . ∗∗�

� x 100%

Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = Volume hasil titrasi sampel (ml) S = Bobot Sampel (gram)

* = Setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram Nitrogen ** = Faktor Nitrogen

Kadar Lemak Metode Folch

1. Sampel basah (tubuh ikan) ditimbang sebanyak 2-3 gram (A)

2. Ditambahkan larutan kloroform:metanol 2:1 sebanyak sampel x 20 ml (B) 3. Kemudian dihomogenkan selama 5 menit, disaring dan dimasukkan ke dalam

labu pemisah

4. Ditambahkan MgCl2 0,03N sebanyak 0,2 x B lalu dikocok kencang selama 1 menit, gas N2 yang tercipta dibuang kemudian labu pemisah ditutup dan diinapkan selama semalam pada temperatur ruangan

5. Labu folch dioven selama 1 jam dan didinginkan 30 menit lalu ditimbang (X1) 6. Tercipta dua bagian setelah diinapkan. Larutan bagian bawah kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam labu (X1) dan dievaporasi hingga kering dengan vacum evaporator. Lalu labu dioven (1 jam), didinginkan (30 menit) dan ditimbang (X2).

Kadar Lemak (%) = � −�

� x 100%

Metode Soxhlet

1. Labu ekstraksi dioven selama 1 jam pada suhu 110 oC, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel kering (pakan ikan) ditimbang sebanyak 3-5 g (A), dimasukkan dalam selongsong dan dirapatkan dengan kapas, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan ditambahkan pemberat jika diperlukan

3. Ditambahkan N-hexan 100-150 ml ke soxhlet hingga selongsong terendam, sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu

4. Labu dirangkai dengan soxhlet dan kondensor lalu dipanaskan di atas hingga cairan yang merendam sampel di soxhlet menjadi bening

(23)

13 6. Labu dikeringkan dengan oven selama 1 jam pada suhu 110 oC, didesikator

selama 30 menit dan ditimbang (X2)

Kadar Lemak (%) = � −�

� x 100%

Kadar Air

1. Cawan dioven pada suhu 110 oC selama 1 jam, didesikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan sampel dioven pada suhu 110 oC selama 4-6 jam kemudian didesikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)

Kadar Air (%) = � +� −�

� x 100%

Kadar Abu

1. Cawan dioven pada suhu 110 oC selama 1 jam, didesikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan sampel dipanaskan dengan tanur pada suhu 600 oC hingga menjadi abu kemudian dioven selama ±15 menit, dan didesikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)

Kadar Abu (%) = � −�

� x 100%

Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dioven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah itu didesikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Ditimbang sampel 0,5 gram (A) dimasukkan ke Erlemeyer 250 ml

3. Ditambahkan H2SO4 0,3 Nsebanyak 50 ml dan dipanaskan diatas hot plate

selama 30 menit. NaOH 1,5N ditambahkan sebanyak 25 ml dan dipanaskan 30 menit lagi.

4. Larutan sampel disaring dengan kertas saring (X1) dalam corong Buchner yang dihubungkan dengan vacuumpump

5. Larutan sampel dalam corong Buchner dibilas secara berturut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton.

6. Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan, dioven selama 1 jam pada 110 oC, didesikator 30 menit dan ditimbang (X2)

7. Cawan dan kertas saring dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 oC hingga menjadi abu (2-4 jam). Kemudian cawan dioven selama 15 menit pada 110 oC, didesikator 30 menit dan ditimbang (X3)

Kadar Serat Kasar = � −� −�

(24)

14

Lampiran 3 Kandungan nutrisi bahan baku dan formulasi bahan a. Kandungan Bahan Baku

Lampiran 4 Anova dan hasil uji Duncan terhadap konversi pakan

a. Anova

(25)

15

Sig. ,279 ,068

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

Lampiran 5 Anova dan hasil uji Duncan terhadap Laju Pertumbuhan Harian

a. Anova

JK DB KT F P

Dalam Kelompok ,766 3 ,255 3,789 ,059

Antar Kelompok ,539 8 ,067

Total 1,305 11

P > 0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian b. Uji Duncan

Perlakuan N α = 0.05

1 2

1 3 3,0567

4 3 3,3344 3,3344

3 3 3,4910 3,4910

2 3 3,7539

Sig. ,085 ,094

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

Lampiran 6 Anova dan hasil uji Duncan terhadap jumlah konsumsi pakan

a. Anova

JK DB KT F P

Dalam Kelompok 28504,529 3 9501,510 6,519 ,015

Antar Kelompok 11659,265 8 1457,408

Total 40163,795 11

P > 0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan b. Uji Duncan

Perlakuan N α = 0.05

1 2

D 3 719,3067

A 3 730,8933

C 3 757,5467

B 3 843,8200

Sig. ,273 1,000

(26)

16

Lampiran 7 Anova dan hasil uji Duncan terhadap kelangsungan hidup

a. Anova

JK DB KT F P

Dalam Kelompok 17,596 3 5,865 ,576 ,647

Antar Kelompok 81,452 8 10,181

Total 99,048 11

P > 0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup b. Uji Duncan

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan Lampiran 8 Anova dan hasil uji Duncan terhadap retensi protein

a. Anova

JK DB KT F P

Dalam Kelompok 169,971 3 56,657 4,531 ,039

Antar Kelompok 100,034 8 12,504

Total 270,005 11

P > 0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap retensi protein b. Uji Duncan

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan Lampiran 9 Anova dan hasil uji Duncan terhadap retensi lemak

a. Anova

JK KT DB F P

Dalam Kelompok 1104,001 3 368,000 4,640 ,037

Antar Kelompok 634,505 8 79,313

Total 1738,506 11

(27)

17 b. Uji Duncan

Perlakuan N

α = 0.05

1 2

A 3 68,8516

D 3 72,6587

C 3 73,7423

B 3 93,5011

Sig. ,537 1,000

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, 25 Juli 1992 dari Bapak M. Djunaedi dan Ibu Andi. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis memiliki dua orang kakak laki-laki yaitu M. Ruwahendi, dan M. Rosadi. Pendidikan formal yang dilalui penulis dimulai dari TK Hang Tuah IX (1997 - 1998), SDS Hang Tuah VI (1998 - 2004), SMP Negeri 30 Jakarta (2004 - 2007), dan SMA Labschool Jakarta (2007 - 2010). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2010.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Biro Corporation

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Biru Bersatu (2011 - 2012), anggota PublicRelation Himpunan Mahasiswa Akuakultur (2012 - 2013). Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pembuatan dan Pemberian Pakan Ikan (2013/2014), mata kuliah Nutrisi Ikan (2013/2014), dan mata kuliah Ikan Hias dan Aquascape (2013/2014). Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah (2011), Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat (2012) dan kegiatan Praktik Lapangan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Laut Gondol, Bali pada Juni - Agustus 2013 dengan judul Budidaya Ikan Badut Amphiprion percula.

Gambar

Tabel 1   Komposisi pakan uji berdasarkan proksimat
Gambar 1 menunjukkan grafik bobot rata-rata ikan patin selama 40 hari masa
Tabel 3  Parameter kualitas air selama 40 hari masa pemeliharaan ikan patin

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan penerapan model Cooperative

(1) Orang asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau orang asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang bermaksud pindah dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam

pembawaan bahan pustaka, komputer WebOPAC, mesin ketik, penerangan, AC, meja dan kursi, mesin struk peminjaman koleksi, tempat penitipan barang/tas (loker),

Menurut para perangkat bentuk kekuasaan yang dijalankan oleh manten kepala desa adalah dengan adanya penguasaan jabatan penting di desa seperti kepala desa, ketua

Pengolahan citra (image processing) memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu yang lain. jika sebuah ilmu disiplin ilmu dinyatakan dengan bentuk proses

Berdasarkan hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara faktor-faktor fisik rumah yang terdiri dari ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai,

Promover y ejecutar diversas actividades que faciliten el desarrollo y fortalecimiento de la innovación tecnológica agraria nacional para la seguridad alimentaria e

Manfaat penelitian ini, diharapkan melalui hasil yang saya dapat diperoleh informasi yang akurat apakah memang pengetahuan tentang dismenore itu berpengaruh terhadap motivasi