• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BENIH DAN PENENTUAN

KRITERIA KECAMBAH NORMAL PALA

(

Myristica

fragans

Houtt)

LISTYA PRAMUDITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

LISTYA PRAMUDITA. Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria Kecambah Normal Pala (Myristica fragans Houtt) Dibimbing oleh ENY WIDAJATI.

Tujuan penelitian adalah (1) mempelajari karakter morfologi benih pala dari beberapa lokasi sumber benih sebagai tolok ukur pengujian kemurnian benih pala dan (2) medapatkan kriteria kecambah normal yang tepat untuk menghasilkan bibit pala yang bermutu tinggi. Karakterisasi dilakukan terhadap 3 lokasi sumber benih yang dikelompokan menjadi 5 kelompok yaitu Liliboy pohon 6, Liliboy pohon 8, Toisapu muncung, Toisapu bulat dan Wakal. Karakter morfologi yang diamati sebagian besar tidak berbeda nyata nilai ragamnya berdasarkan uji kehomogenan Bartlet. Karakterisasi morfologi benih, fuli dan buah menunjukan persentase kemiripan tanaman antara 69.0% – 88.9%. Karakter morfologi seperti bentuk benih, bentuk buah dan pola fuli depan dapat membedakan antar kelompok. Hasil karakterisasi menunjukan bahwa benih pala masak fosiologis adalah buah berwarna kuning kecoklatan, warna fuli merah, benih berwana coklat kehitaman dan glosi. Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan kecambah dengan panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1.0 cm tidak berbeda nyata dibanding dengan pertumbuhan kecambah dengan kriteria panjang akar > 4 cm dan panjang tunas > 1 cm pada parameter pengamatan tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun dan luas daun selama pembibitan. Kecambah dengan kriteria kecambah yaitu panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah normal pala.

Kata kunci: kemurnian benih, kriteria, pala, pembibitan

ABSTRACT

LISTYA PRAMUDITA. Characterization of Seed Morphology and Determination of Nutmeg (Myristica fragans Houtt) Normal Seedling Criteria. Supervised by ENY WIDAJATI.

(6)

radicle length betwen 3 cm – 4 cm and shooot lenght 0.3 cm – 1.0 cm was nutmeg normal seedling criteria .

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KARAKTERISASI MORFOLOGI BENIH DAN PENENTUAN

KRITERIA KECAMBAH NORMAL PALA

(

Myristica

fragans Houtt)

LISTYA PRAMUDITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kecambah Normal Pala (Myristicafragans Houtt)

Nama : Listya Pramudita NIM : A24100030

Disetujui oleh

Dr Ir Eny Widajati, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai April 2014 ini ialah karakterisasi dan pembibitan tanaman pala, dengan judul Karakterisasi Morfologi Benih dan Penentuan Kriteria Kecambah Normal Pala (Myristicafragans Houtt).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada tim penelitian pala dari BOPTN 2013 dengan Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS sebagai ketua peneliti dan Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS sebagai anggota peneliti. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan rasa terima kasih juga disampaikan terhadap Ayu Puspitaningrum dan civitas akademika Agronomi dan Hortikutura angkatan 47 yang telah membantu penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 11

Latar Belakang 11

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Pala 2

Karakterisasi 2

Analisis Kemurnian Benih 3

Kriteria Kecambah Normal dan Pembibitan Pala 4

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Pelaksanaan Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum 8

Percobaan 1.Karakterisasi Morfologi Benih Pala 9

Percobaan 2.Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan Pertumbuhan

Bibit Pala 13

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Sifat morofologi benih pala dan kategori pengukuran (modifikasi Internasional Plant Genetic Resources Institute 1980) 6 2 Rekapitulasi karakter kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan

benih pala 11

3 Kondisi awal kecambah setiap perlakuan tanaman pala di pembibitan 13 4 Tinggi dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala di pembibitan 15 5 Diameter dan laju pertumbuhan diameter bibit pala di pembibitan 18 6 Pertumbuhan jumlah daun dan laju pertumbuhan jumlah daun daun

pala di pembibitan 20

7 Luas daun dan laju pertumbuhan luas daun bibit pala di pembibitan 23

DAFTAR GAMBAR

1 Keragaman karakter kualitatif benih, fuli dan buah dalam sistem scoring yang ditemukan di pengamatan 9 2 Keragaman karakter morfologis antara 5 kelompok benih pala 10 3 Kondisi awal kecambah dengan berbagai teraf perlakuan kriteria

kecambah 14

4 Tinggi bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala selama 9 minggu

pembibitan 16

5 Pertumbuhan diameter bibit dan laju pertumbuhan diameter bibit pala

selama 9 minggu pembibitan 19

6 Pertumbuhan jumlah daun bibit dan laju pertumbuhan jumlah daun

bibit pala selama 9 minggu pembibitan 21

7 Pertumbuhan empat jenis kriteria kecambah pala yang berbeda selama

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku. Tanaman pala merupakan tanaman rempah dan obat yang menghasilkan minyak atsiri. Tanaman pala menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi yaitu biji pala dan fuli (Kemenristek 2001). Daging buah pala digunakan sebagai bahan dasar dalam membuat manisan, sirup, dan selai.

Perkembangan volume ekspor biji pala Indonesia dari tahun 2006 - 2011 mengalami fluktuasi, ekspor terendah pada tahun 2008 sebesar 12 942 ton dengan nilai US$ 50 187 000 dan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 16 702 ton dengan nilai US$ 47 775 000. Nilai ekspor terbesar dari ekspor pala terjadi pada tahun 2011 dengan nilai ekspor sebesar US$ 135 933 000 dan produksi nasional pada tahun itu 14 985 ton (BPS 2013). Bentuk komoditas yang diekspor adalah biji pala, fuli, dan pala gelondongan.

Salah satu permasalahan pada komoditas pala adalah penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi perbenihan tanaman pala yang belum berkembang. Benih pala masih belum mempunyai standar pengujian mutu benih yang baku secara nasional maupun internasional. Parameter pengujian mutu benih adalah pengujian mutu fisik, genetik dan fisiologis.

Tanaman pala merupakan tanaman yang sebagian besar penyerbukannya dilakukan secara penyerbukan silang. Persilangan antar aksesi terjadi dalam perkebunan pala dan mengakibatkan keragaman benih yang diproduksi dalam suatu perkebunan tanaman pala. Hal ini menyebabkan kemurnian fisik benih rendah dengan beragamnya bentuk benih dan kemurnian genetik benih pada satu pohon pala rendah.

Permasalahan mutu fisiologis yang rendah antara lain dikarenakan ketidakseragaman proses perkecambahan benih yang disemai. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah belum adanya standar kecambah normal pala yang tepat untuk pembibitan. Kriteria kecambah normal yang belum jelas untuk pembibitan akan menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi lambat dan tidak normal selama pembibitan.

Pengukuran tingkat kemurnian benih pala dalam beberapa varietas tanaman pala diperlukan sebagai pedoman dalam melakukan analisis kemurnian benih pala. Benih dengan tingkat kemurnian benih tinggi mempunyai mutu benih tinggi Penentuan standar kemurnian benih dapat dilakukan dengan melihat karakter fisik benih pala. Salah satu karakter fisik benih pala adalah berat benih, ukuran benih, warna benih, bentuk fuli dan karakter fisik benih lainya. Hal ini menunjukan perlu adanya karakterisasi morfologi benih pala sebagai salah satu tolok ukur pengujian kemurnian benih.

(16)

2

dan tidak terlalu panjang sehingga resiko kerusakan pertumbuhan yang terhambat menjadi kecil.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini antara lain bertujuan untuk:

1. Mempelajari karakter morfologi benih pala dari beberapa lokasi sumber benih sebagai tolok ukur pengujian kemurnian benih pala.

2.

Mendapatkan kriteria kecambah normal yang tepat untuk menghasilkan bibit pala yang bermutu tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pala

Tanaman Pala (Myristica fragans Houtt) adalah tanaman tropis tahunan yang berkayu dengan rata-rata tinggi 5 m – 8 m. Daun tanaman pala berbentuk lonjong dengan ukuran dimensi sekitar 4 cm – 10 cm. Tanaman pala mempunyai daun dengan warna hijau dan mengkilap. Bunga pala diproduksi di ketiak daun tanaman dan tanaman pala berbungan sepanjang tahun. Buah pala mempunyai diameter sekitar 3 – 9 cm dengan warna buah coklat muda atau coklat kehijauan (Suhono et al. 2010).

Pembungaan tanaman pala dilakukan secara unisexual - dioecious, walaupun tedapat tanaman pala yang bebrbunga polygamous/hemaprodite. Tanaman pala unisexual - dioecious ditunjukkan dengan bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu pohon yang berbeda. Seratus benih pala dari satu pohon yang ditanam menghasilkan rata-rata 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon hemaprodite (Hadad dan Firman 2003). Seks rasio yang disarankan dalam suatu perkebunan pala adalah 1:10, dimana setiap 10 pohon betina harus terdapat 1 pohon jantan (Hadad dan Syakir 1992).

Ciri-ciri benih pala yang masak fisiologis dan bisa dijadikan benih dapat dilihat dari penampilan buah yang berwarna kuning kecoklatan dan atau buah sudah merekah. Tekstur kulit buah agak kasar, apabila dibelah kelihatan warna fuli merah menyala (kecuali varietas tertentu ada yang berwarna putih), warna biji coklat kehitaman dan mengkilap, dan biji keras. Fuli merupakan selaput arilus yang berkembang dan menyelimuti benih. Benih yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan telah diekstraksi dari buah dan fulinya (Wardiana et al. 2010).

Karakterisasi

(17)

3 dengan cepat dan mudah (Puslitbangbun 2005). Karakterisasi marka morfologi lebih mudah dilakukan daripada karakterisasi molekuler. Hal ini karena karakterisasi morfologi mudah diamati dan jelas. Karakter yang diamati umumnya diwariskan kepada keturunanya, mudah dibedakan secara visual, terekspresikan pada semua kondisi lingkungan, dikontrol oleh satu atau banyak gen, dan mudah dimanipulasi dalam pemuliaan tanaman (Bermawie 2005).

Hal ini didukung dengan pernyataan Syukur et al (2012) bahwa karakter morfologi terdiri dari karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu sampai dua gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karaker kualitatif mudah diamati dan terekspresi di setiap kondisi lingkungan karena genotipe tanaman yang beragam masih bisa menunjukan fenotipe yang sama. Karakter kuantitatif merupakan karakter tanaman yang dapat diukur dan berbeda secara gradual. Karakter kuantitatif ini dipengaruhi oleh banyak gen dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan menyebabkan fenotipe tanaman beragam walaupun genotipenya sama. Beberapa tanaman dengan genotipe sama kadang mempunyai kestabilan genotipe. Kestabilan genotipe adalah kemampuan genotipe suatu tanaman untuk hidup di kondisi lingkungan yang beragam sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan di setiap lingkungan yang berbeda. Pernyataan tersebut sesuai dengan Marzuki (2007) yang menyatakan bahwa hasil studi morfo-ekologi tanaman pala varietas Banda (Myristica fragans Houtt) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon, Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukan stabilitas 17 karakter morfologi dengan tingkat kesamaan 90% dari 21 karakter morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.

Analisis Kemurnian Benih

Mutu benih menyangkut mutu genetis, fisik, fisiologis dan patologis. Mutu genetis menjabarkan sifat-sifat unggul yang diwariskan dari pohon induknya yang mampu mencirikan karakter varietas tertentu. Analisis kemurnian dapat dihasilkan dengan tingkat kemurnian tinggi. Tingkat kemurnian benih tinggi harus bebas dari benih varietas lain, tanaman spesies lain, biji gulma, dan kotoran. Benih dapat diseleksi selama proses pengolahan benih sehingga kemurnian benih meningkat. Hasil dari proses pengolahan benih akan diperoleh mutu fisiologis dan fisik yang baik. Mutu fisik bukan hanya menyangkut struktur morfologis benih tetapi juga ukuran dan berat benih yang seragam (Ilyas 2012).

Analisis kemurnian benih merupakan salah satu pengujian mutu benih yang memisahkan benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih. Ketiga kompeonen tersebut dipersentasekan berdasarkan berat. Tujuan analisa kemurnian benih adalah menetapkan persentase komponen benih dari suatu komposisi contoh yang diuji dan berdasarkan kesimpulan komposisi lot benih. Tujuan lainya antara lain untuk mengidentifikasi berbagai spesies benih lain dan kotoran benih dalam contoh benih (BBPPMBTPH 2010).

(18)

4

semua benih varietas lain. Benih tanaman lain yaitu unit benih tanaman spesies lain yang ditemukan dalam lot benih selain benih murni. Kotoran benih meliputi semua bahan lain dan struktur yang bukan merupakan bagian dari benih (BBPPMBTPH 2010).

Kriteria Kecambah Normal dan Pembibitan Pala

Santoso dan Purwoko (2007) menyatakan penentuan kriteria kecambah pada umur semai yang tepat diperlukan untuk pindah tanam. Hal ini bertujuan agar kecambah pindah tanam tidak terlalu muda ataupun terlalu tua, karena fase perkecambahan ketika pindah tanam akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Nurahmi et al. (2013) juga menjelaskan bahwa kecambah kakao dengan kriteria kecambah pada umur sepuluh hari merupakan kecambah yang tepat untuk pindah tanam di pembibitan karena mempunyai akar yang kuat dan tidak terlalu panjang sehingga resiko kerusakan dan pertumbuhan yang terhambat menjadi kecil.

Hal ini sesuai dengan Hidayat (2010) menyatakan kriteria kecambah normal kelapa sawit untuk pembibitan adalah kecambah tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, plumula dan radikula tumbuh lurus dan berlawanan arah, plumula dan radikula tampak segar dengan panjang maksimal 2 cm, kecambah tidak berjamur dan tidak patah. Indraty (2012) menyatakan benih karet yang memiliki struktur kulit benih keras dan kriteria kecambah normal pada kecambah stadium pancing. Stadium kecambah pancing dapat dicapai dengan penyemaian selama 15 – 20 hari. Kecambah dengan stadium pancing mempunyai ciri apokol yang baru muncul, belum tumbuh lurus dan masih bengkok. Kecambah stadium pancing harus ditanam di lapang agar pertumbuhan akar tunggang dan tunas sempurna. Bibit yang berasal dari kecambah stadium pancing mempunyai pertumbuhan cepat dan ideal. Bibit tidak harus segera dipindahkan ke lapangan dan tingkat kerusakanya paling kecil. Pertumbuhan tunas maupun akar setelah dipindah tanam sangat cepat. Daun akan terbentuk setelah ± 7 hari.Santoso dan Purwoko (2007) juga menyatakan bahwa benih jarak pagar yang disemai sampai fase pancing dengan sistem perakaran mencapai 5 cm merupakan fase kecambah yang tepat untuk pindah tanam ke pembibitan. Penyemaian benih sampai fase pancing terjadi saat persemaian berumur 3 hari – 10 hari. Lasut (2012); Saleh dan Fathurrahman (2010); Saleh dan Wardah (2010) juga menyatakan bahwa benih aren yang dikecambahkan pada fase awal perkecambahan (fase-1) merupakan fase yang tepat untuk pembibitan. Pengecambahkan benih aren selama 6 – 12 hari sudah mencapai fase-1 dan sudah bisa dipindahtanamkan.

Bibit merupakan bahan tanam yang berasal dari hasil perbanyakan secara vegetatif tanaman atau benih yang sudah tumbuh dan belum mencapai stadium kemandirian tanaman. Mutu bibit dievaluasi secara fisik, fisiologi, dan genetik. Ciri fisik digunakan untuk mengevaluasi mutu bibit diantaranya tinggi total, diameter pangkal batang, nisbah tinggi/diameter, nisbah bagian tunas/akar, kelurusan dan jumlah batang, pangkal batang berkayu, keadaan tajuk dan kekompakan akar (Hendromono 2003).

(19)

5 tahun. Lama pembibitan tanaman pala tidak boleh melebihi dua tahun lamanya. Pembibitan yang terlalu lama mengakibatkan tanaman tumbuh terlambat karena akarnya berlipat-lipat. Ditjenbun (2013) menyatakan bibit pala yang ditanam harus memenuhi spesifikasi teknis antara lain menggunakan klon varietas unggul pala yang telah dilepas oleh pemerintah atau klon unggul lokal, umur bibit 11 bulan – 13 bulan, tinggi lebih dari 50 cm, bebas dari hama dan penyakit tanaman, ukuran polibag 15 cm × 20 cm serta telah lulus pengujian sertifikasi benih oleh instansi yang berwenang atau UPT perbenihan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan Green House serta lahan Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada percobaan karakterisasi adalah buah pala yang dipanen dari 3 lokasi sumber benih tanaman pala (Myristica fragans Houtt) di Ambon. Pemanenan dilakukan pada minggu ke-2 bulan Desember 2013. Lokasi sumber benih di lokasi Liliboy, Toisapu dan Wakal. Pemanenan benih berasal dari 1 pohon pala di setiap lokasi sumber benih. Setiap pohon dipanen sebanyak 300 buah pala yang telah masak fisiologis. Alat yang digunakan dalam karakterisasi adalah alat tulis, jangka sorong, neraca analitik, label, pisau dan kamera digital.

Bahan yang digunakan pada percobaan pembibitan adalah benih pala. Media perkecambahan adalah arang sekam. Media pembibitan adalah campuran tanah dan pupuk kompos (1:1). Bahan lain yang digunakan adalah fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 1 g/l, bambu dan polybag (20 cm × 25 cm). Peralatan yang digunakan adalah bak perkecambahan, gembor, alat skarifikasi benih, paranet dengan intensitas naungan 70%, plastik UV tingkat pemantulan 15%, label dan alat-alat pertanian.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian terdiri dari dua percobaan yang dilaksanakan secara bertahap. Percobaan pertama adalah karakterisasi benih pala dan percobaan kedua adalah penentuan kriteria kecambah normal berdasarkan pertumbuhan bibit pala.

Percobaan 1. Karakterisasi Morfologi Benih Pala

(20)

6

kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan benih. Benih pala yang akan diamati berasal dari 3 lokasi sumber benih di Maluku.

Seleksi buah dan pengambilan sampel

Seleksi bentuk buah dilakukan pada buah dari setiap pohon pada setiap lokasi sumber benih. Buah yang telah diseleksi kemudian dikelompokan beradasarkan asal pohon dari setiap lokasi dan bentuk buah. IPGRI (1980); Ilyas (2007) menyatakan jumlah sampel buah pala yang digunakan sebanyak 10 buah dari setiap pohon.

Pengukuran dan pengamatan karakter morfologi

Pengukuran dilakukan pada buah, fuli dan benih pala yang telah diambil sampelnya. Pengukuran dan pengamatan kualitatif dilakuakan secara manual. Pengukuran karakter kuantitatif berupa pengukuran panjang dan bobot menggunakan jangka sorong dan neraca analitik. Pengukuran warna dilakukan secara manual. Sistem pengukuran karakter kuantitatif menggunakan pengukuran numerik menggunakan skala pada alat. Pengukuran karakter secara kualitatif menggunakan penilaian skala dengan sistem scoring. Pengukuran karakter morfologi kualitatif dan kuantitatif dilakukan berdasarkan deskriptor tanaman buah tropis yang telah dimodifikasi pada paramaeter pengamatan fuli dari Internasional Plant Genetic Resources Institute (1980).

Tabel 1 Sifat morofologi benih pala dan kategori pengukuran (modifikasi Internasional Plant Genetic Resources Institute 1980)

Sifat morfologi Skor/Pengukuran Deskripsi

Warna benih 1, 2, 3 1:hitam; 2:coklat; 3:hitam kecoklatan

Permukaan kulit benih 1, 2, 3 1:kusam; 2:sedang; 3:glosi

Bentuk benih

(ID=Dvertikal/Dhorisontal) 1, 2, 3, 4, 5

1:oblat (ID<1.0); 2:bulat (ID 1-1.15); 3:oval (ID 1.16-1.25); 4:agak lonjong (ID 1.26-1.5); 5:lonjong (ID>1.5)

Panjang benih pala (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

Diameter benih pala (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

Bobot benih (g) Kuantitatif Pengukuran dalam gram

Warna fuli 1, 2, 3 1:merah; 2:merah muda; 3:gading

Pola fuli depan 1, 2, 3

1:menjari besar di bawah; 2: menjari agak tertutup; 3: menjari tengah dan tertutup

Pola fuli belakang 1, 2, 3 1:lurus menyirip; 2:menyirip; 3:melengkung

Bobot fuli dan benih Kuantitatif Pengukuran dalam gram

Penutupan fuli belakang 1, 2, 3 1:kurang tertutup; 2:agak tertutup; 3:tertutup

Warna kulit buah pala 1, 2, 3, 4 1:hijau muda; 2:gading; 3:kuning;

4:lainya

Bentuk buah

(ID=Dvertikal/Dhorisontal) 1, 2, 3, 4, 5

1:oblat (ID<1.0); 2:bulat (ID 1-1.15); 3:oval (ID 1.16-1.25); 4:agak lonjong (ID 1.26-1.5); 5:lonjong (ID>1.5)

Panjang buah (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

Diameter buah (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

(21)

7 Analisis statistik

Pengujian keseragaman antar sampel dalam satu pohon dilakukan terhadap seluruh kartakter morfologi yang diamati dari setiap kelompok benih. Pengujian keseragaman antar karakter dilakukan dengan menggunakan pengujian homogenitas Bartlet dengan formula sebagai berikut:

iS2i = ; k adalah banyaknya sampel, dan vi=ni-1. Xij adalah rataan

pengamatan ke-i dan karakter morfologi ke-j.

Persentase kesamaan didapatkan dari persentase sampel dalam setiap kelompok benih dengan minimal tingkat kesamaan 60% terhadap semua sampel (Ilyas 2007). Pengujian clustering menggunakan metode Gower’s dissimilarity test dengan menggunakan perangkat lunak R-stat.

Percobaan 2. Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan Pertumbuhan Bibit Pala

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan lingkungan berupa rancangan acak lengkap (RAL) dengan rancangan percobaan 1 faktor. Faktor perlakuan terdiri dari 4 taraf percobaan (4 kriteria kecambah) yaitu P1 (panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm), P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3cm – 1 cm), P3 (panjang akar 1 cm –3 cm ), P4 (panjang akar ≤ 1 cm ). Setiap perlakuan terdiri dari 7 ulangan dengan satu kecambah di setiap satuan percobaan sehingga membutuhkan 28 kecambah untuk pindah tanam.

Model aditif linier yang digunakan antara lain: ( i = 1,2,3,4; j=1,2,3,4,5,6,7) Keterangan:

Yij : respon pengamatan perlakuan kriteria kecambah ke-i, ulangan ke-j

µ : rataan umum percobaan

τi : pengaruh perlakuan kriteria kecambah ke-i

εij :pengaruh galat percobaan perlakuan kriteria kecambah ke–i

dan ulangan ke- j

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan terhadap parameter pengamatan. Apabila hasil uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata pada taraf 5 %, maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui perlakuan yang menunjukkan hasil yang terbaik. Pengolahan data untuk pengujian tersebut akan menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System).

Pelaksanaan Percobaan

(22)

8

pangkal. Pengecambahan benih dilakukan dengan media arang sekam dalam bak perkecambahan yang telah disiram fungisida. Benih direndam selama lima menit di dalam larutan fungisida sebelum pengecambahan. Penyiraman rutin dilakukan setiap dua hari sekali terhadap media perkecambahan. Penyemprotan fungisida dilakukan 1 minggu sekali. Pengecambahan dilakukan dibawah naungan dengan tingkat naungan 70% selama 9 minggu.

Kecambah berumur 9 minggu kemudian diseleksi berdasarkan kriteria kecambah untuk perlakuan. Parameter seleksi kecambah adalah panjang akar dan panjang tunas. Kecambah dikelompokan berdasarkan kriteria P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm), P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas 0.3 cm – 1 cm), P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm ), P4 (panjang akar ≤ 1 cm ).

Pemindahan kecambah ke pembibitan dilakukan dengan menanam kecambah sesuai dengan perlakuan ke polybag pembibitan yang berisi media pembibitan yang telah disiram fungisida. Akar kecambah dicelupkan ke dalam larutan fungisida. Kecambah dipidah tanam kedalam polybag pembibitan dan media tanam disiram dan ditekan. Pemeliharaan pembibitan dilakukan 3 hari sekali dengan penyiraman dan pengendalian gulma selama 9 minggu.

Pembibitan dilakukan dalam sungkup pembibitan yang terbuat dari bambu, paranet, dan plastik UV. Kerangka sungkup dibuat dari bambu dengan ukuran sungkup 6 m × 1 m dan tinggi 1.25 m. Plastik UV dengan tingkat intensitas pemantulan cahaya 15% dipasang pada kerangka dan paranet dengan tingkat naungan 70% diletakan diatas sungkup.

Pengamatan

Pengamatan kriteria kecambah dilakukan sebelum kecambah dipindah tanam. Pengamatan dilakukan pada panjang akar dan panjang tunas. Panjang tunas diukur dari pangkal batang. Panjang akar diukur dari pangkal benih. Pengamatan selama pembibitan dilakukan setiap minggu. Parameter yang diamati selama pembibitan adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan luas daun. Tinggi bibit diukur dari pangkal batang sampai ujung tunas. Diameter bibit diukur pada pangkal batang. Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan luas daun dilakukan dengan metode gravimetri. Metode gravimetri dilakukan dengan membandingkan luas daun dan luas kertas berdasarkan bobot kertas. Pengamatan dilakukan pada 1 minggu selama pembibitan (MSP), 2 MSP, 3 MSP, 4 MSP, 5 MSP dan 6 MSP, 7 MSP, 8 MSP, dan 9 MSP. Pengamatan luas daun dilakukan pada 7 MSP dan 9 MSP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(23)

9 benih yaitu Liliboy pohon6, Liliboy pohon8, Toisapu muncung, toisapu bulat dan Wakal.

Buah yang dipanen adalah buah yang masak fisiologis yang terdiri dari buah yang merekah dan belum merekah selama transportasi. Diskolorasi warna buah terjadi ketika transportasi setelah pemanenan buah. Hal yang terjadi adalah perubahan warna kulit buah kecoklatan dan lebih kusam setelah buah dipanen. Buah Liliboy pohon 6 tidak merekah sebanyak 72 dan jumlah buah yang telah merekah sebanyak 121 dari total buah dipanen. Buah Liliboy pohon 8 memiliki buah tidak merekah sebanyak 293 dan buah yang merekah sebanyak 88 dari total buah dipanen. Buah Wakal mempunyai jumlah buah tidak merekah sebanyak 92 dan buah yang telah merekah sebanyak 142 dari total buah yang dipanen. Buah Toisapu terdiri dari dua jenis buah yaitu Toisapu yang muncung dan Toispau bulat. Buah Toisapu terdiri dari 90 buah tidak merekah dan 29 buah merekah. Buah toispau yang tidak merekah dibagi menjadi buah Toisapu muncung sebanyak 25 buah dan Toisapu bulat sebanyak 65 buah.

Percobaan 1. Karakterisasi Morfologi Benih Pala

Terdapat 18 karakter morfologi yang terdiri atas 11 karakter kualitatif dan 7 karakter kuantitatif. Keragaman karakter kualitatif dalam sistem scoring yang ditemukan selama percobaan ditunjukan pada Gambar 1.

Benih Pola fuli

depan

Pola fuli belakang

Bentuk

benih Glosi benih Bentuk buah Warna buah

A: depan; B:

Melengkung Oval Sedang Bulat Kuning

coklat

(24)

10

Berdasarkan hasil karakterisasi morfologi benih yang dilakukan pada setiap sampel dalam setiap kelompok benih menunjukan bahwa benih pala dari setiap kelompok benih seragam. Hal ini ditunjukan dengan hasil analis ragam yang tidak berbeda nyata antar sampel dari tiap kelompok benih. Keragaman karakter kuantitatif tidak berbeda nyata antar sampel dalam satu kelompok. Karakter kualitatif sebagian besar menunjukan keragaman yang tidak berbeda nyata antar sampel dalam satu kelompok benih dan terdapat beberapa karakter morfologi yang sama antar sampel dalam satu kelompok pada karakter morfologi tertentu. Hasil rekapitulasi 18 karakter morfologi yang diamati dapat dilihat pada Tabel 2. Keragaman karakter morfologi kelompok benih ditunjukan pada Gambar 2.

Hasil karakterisasi morfologi pala yang memiliki keragaman karakter morfologi antar kelompok benih bisa mencirikan karakter morfologi setiap kelompok benih. Hal ini ditunjukan dengan adanya keragaman karakter morfologi antar kelompok benih pada parameter bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk buah (Tabel 2). Benih yang berasal dari daerah Liliboy pohon 6 mempunyai ciri morfologi bentuk benih agak lonjong dan mempunyai pola fuli yang menjari besar di bagian depan benih. Benih dari pohon Liliboy 8 mempunyai ciri morfologi bentuk benih oval dan bentuk buah yang bulat. Benih Toisapu muncung mempunyai ciri morfologi bentuk benih agak lonjong dan bentuk buah yang oval. Benih Toisapu bulat mempunyai bentuk benih agak lonjong dan bentuk buah yang bulat. Benih Wakal mempunyai bentuk benih bulat dan bentuk buah oblat. Hal ini menunjukan karakter morfologi bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk buah mampu membedakan kelompok benih.

Karakter morfologi bentuk benih, pola fuli depan dan bentuk buah merupakan karakter morfologi yang kualitatif. Karakter kualitatif bisa dijadikan salah satu tolok ukur dalam pengujian kemurnian genetik pala. Karakter kualitatif merupakan karakter yang masih bisa terekspresi di berbagai kondisi lingkungan karena pengaruh lingkungan yang rendah.

muncung Toisapu bulat Wakal

Benih

Benih dan pola fuli belakang

Buah

(25)

11 Tabel 2 Rekapitulasi karakter kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan benih

pala

muncung Toisapu bulat Wakal

––––– Beniha–––––

Warna Coklat hitam Coklat hitam Coklat hitam Coklat hitam Coklat hitamtn

Bobot (g) 8.31tn

8.72tn 7.92tn 8.77tn 7.67tn

Panjang (mm) 28.40tn 29.04tn 28.41tn 29.10tn 25.28tn

Diameter (mm) 23.18tn 24.15tn 22.57tn 23.79tn 23.48tn

ID 1.26tn 1.20tn 1.26tn 1.22tn 1.08tn

51.04tn 47.04tn 47.78tn 46.20tn

Panjang (mm) 55.48tn

50.45tn 53.84tn 50.03tn 45.63tn

Diameter (mm) 46.39tn

45.90tn 43.68tn 44.66tn 45.41tn

ID 1.12tn

: data tanpa keterangan adalah data yang tidak mempunyai ragam atau seragam; *: ragam data berbeda nyata pada uji Bartlett pada taraf 5% ; tn : ragam data tidak berbeda nyata pada uji Bartlett pada taraf 5%; b: tingkat kesamaan diuji berdasarkan nilai ketidakseragaman berdasarkan uji Gower's dissimilarity.

(26)

12

pada fase tertentu), pengujian tanaman dalam plot (pencatatan karakter yang membedakan di lapang) dan pengujian secara biomolekuler.

Tingkat kesamaan antar sampel pada satu pohon mempunyai rata-rata tingkat kesamaan 69.0% – 88.9% (Tabel 2). Hal ini biasa terjadi karena ketidaksamaan antar karakter kuantitatif antar sampel. Karakter morfologi yang bersifat kuantitatif ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dalam proses fisiologi tanaman. Hal ini akan menyebabkan karakter morfologi yang bersifat kuantitatif terpengaruh oleh lingkungan dan interaksi lingkungan dengan gen. Karakter kuantitatif yang diamati memiliki tingkat keragaman rendah dan bisa dipertahankan karakternya pada lingkungan yang berbeda. Hal ini ditunjukan pada karakter bobot benih, panjang benih, diameter benih, bobot fuli dan benih, bobot buah, panjang buah dan diameter buah pada Tabel 2.

Hal ini didukung dengan pernyataan Syukur et al (2012) bahwa karakter morfologi terdiri dari karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu sampai dua gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karaker kualitatif ini mudah diamati dan terekspresikan disetiap kondisi lingkungan karena genotipe tanaman yang beragam masih bisa menunjukkan fenotipe yang sama. Karakter kuantitatif merupakan karakter tanaman yang dapat diukur dan berbeda secara gradual. Karakter kuantitatif ini dipengaruhi oleh banyak gen dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan menyebabkan fenotipe tanaman beragam walaupun genotipenya sama. Beberapa tanaman dengan genotipe sama kadang mempunyai kestabilan genotipe. Kestabilan genotipe adalah kemampuan genotipe suatu tanaman untuk hidup di kondisi lingkungan yang beragam sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan di tiap lingkungan tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan Marzuki (2007) yang menyatakan bahwa studi morfo-ekologi tanaman pala varietas Banda (Myristica fragans Houtt) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon, Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukan stabilitas 17 karakter morfologi (90%) dari 21 karakter morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.

Hasil pengamatan karakter kualitatif terdapat karakter yang tidak mempunyai keragaman antar kelompok benih. Hal ini dilihat pada karakter warna benih, glosi benih, warna fuli, penutupan fuli bagian belakang, pola fuli belakang dan warna buah pada kelompok benih tertentu (Tabel 2). Karakter yang tidak memiliki keragaman ini memiliki karakter morfologi yang sama pada antar sampel pada semua kelompok benih. Hal ini menunjukan karakter ini merupakan karakter yang homogen dan terekspresi sama disemua kondisi lingkungan. Karakter ini terekspresi dalam buah pala yang telah masak fisiologis sehingga karakter ini bisa menunjukan salah satu ciri masak fisiologis benih pala.

(27)

13 benih pala yang telah masak fisiologis untuk dijadikan benih dilihat dari penampilan buah dengan warna kuning kecoklatan dan atau buah sudah menunjukkan adanya tanda-tanda retak/belah. Bentuk buah agak bulat dan besar. Tekstur kulit buah agak kasar, apabila dibelah kelihatan warna fuli merah menyala (kecuali varietas tertentu ada yang berwarna putih), warna biji coklat kehitaman dan mengkilap, dan biji keras. Fuli merupakan selaput arilus yang berkembang dan menyelimuti benih. Benih yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan telah diekstraksi dari buah dan fulinya.

Hasil karakterisasi pada warna buah dari kelompok benih Wakal menunjukan warna gading kekuningan dan terdapat keragaman dalam sampel yang diuji. Keragaman ini disebabkan karena adanya diskolorasi warna kulit buah karena luka selama transportasi. Diskolorasi warna kulit buah yaitu perubahan warna buah yang menjadi kecoklatan atau lebih kusam setelah buah dipanen/dipetik dari pohonnya. Diskolorasi warna disebabakan oleh hormon asam absisat yang berasal dari buah. Asam absisat menginduksi proses penuaan atau absisi setelah buah dipanen dan penuaan pada bagian buah yang rusak karena benturan selama perjalanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991); Salisbury dan Ross (1995) yaitu buah akan membentuk lapisan absisi pada bagian buah yang luka dan buah telah memasuki fase penuaan. Buah yang jatuh dan mempunyai bekas luka karena benturan akan terjadi penimbunan ABA yang merangsang timbulnya absisi pada buah. Efek etilen pada buah muncul ketika proses pemasakan buah. Buah dengan respirasi klimaterik menghasilkan etilen yang lebih tinggi sehingga proses pemasakan buah daripada buah dengan respirassi nonklimaterik. Kerja zat pengtur tumbuh ABA berpengaruh tidak langsung dengan menyebabkan penuaan prematur pada bagian tanaman yang telah gugur. Hal ini akan mendorong naiknya produksi etilen yang menyebabkan permasakan.

Percobaan 2. Penentuan Kriteria Kecambah Normal Berdasarkan Pertumbuhan Bibit Pala

Kondisi Kecambah Sebelum Pembibitan

Kecambah hasil penyemaian dikelompokan kedalam 4 kriteria kecambah yang mewakili fase perkecambahan benih. Kondisi awal kecambah sebelum dipindah tanam ditunjukan pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3 Kondisi awal kecambah setiap perlakuan tanaman pala di pembibitan

(28)

14

Keempat kriteria kecambah tersebut diseleksi agar mewakili fase pertumbuhan kecambah dari benih mulai retak dan keluar radikula sampai terdapat struktur kecambah yang mempunyai akar yang telah memanjang dan tunas yang telah memanjang. Pertumbuhan keempat fase kecambah tersebut dievaluasi pertumbuhan vegetatif selama pembibitan. Hasil evaluasi pertumbuhan bibit pala dengan pertumbuhan yang optimum atau tidak berbeda nyata satu sama lainya akan menunjukan bahwa fase kecambah tersebut sudah mencapai kriteria kecambah normal. Kondisi awal kecambah sebelum dipindah tanam ditunjukan pada Gambar 3.

Keterangan : P1: panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm, P2: panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3 cm – 1 cm, P3: panjang akar 1 cm – 3 cm, P4: panjang

akar ≤ 1 cm

Gambar 3 Kondisi awal kecambah dengan berbagai taraf perlakuan kriteria kecambah

Pengertian kecambah normal adalah benih yang mampu melakukan metabolisme benih untuk perkecambahan sampai membentuk fase perkecambahan tertentu yang mampu tumbuh normal dan optimum di lapang. Fase kecambah normal pada berbagai komoditas akan berbeda-beda. Hal ini juga dinyatakan oleh Nurahmi et al. (2013) yaitu kecambah kakao yang dibibitkan dengan kriteria kecambah pada fase perkecambahan umur 10 hari setelah semai merupakan umur dan fase kecambah yang tepat untuk pembibitan. Kriteria kecambah kakao tersebut menunjukan pertumbuhan bibit di pembibitan yang lebih vigor dari pada kriteria kecambah kakao pada umur 7 hari dan 13 hari setelah pengecambahan

Tinggi Tanaman dan Laju Tumbuh Tinggi

Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi bibit fase kecambah P2 tumbuh cepat dan menyusul pertumbuhan tinggi bibit dari fase kecambah P1 sehingga tinggi tanaman tidak berbeda nyata pada 5 MSP dengan selisih tinggi 2.24 cm. Laju pertumbuhan tinggi fase kecambah P2 meningkat dengan cepat pada awal pembibitan sehingga nilainya tidak berbeda nyata dengan laju pertumbuhan tinggi bibit fase kecambah P1 pada 1 MSP sampai 2 MSP. Fase kecambah P2 memiliki laju pertumbuhan 76% sampai 93% lebih tinggi daripada kecambah P1 pada 5 MSP dan 6 MSP. Hal ini menunjukan bahwa kriteria kecambah dengan panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah normal pala berdasarkan parmeter tinggi bibit dan laju pertumbuhan bibit. Tinggi bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala ditunjukan pada Tabel 4 dan Gambar 4.

(29)

15

Tabel 4 Tinggi dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala di pembibitan Perlakuan

MSP (Minggu selama pembibitan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

–––– Tinggi (cm)a––––

P1 (panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm) 3.57a 5.57a 8.70a 12.13a 13.61a 14.71a 15.4 15.67 16.09 P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3

cm – 1 cm) 1.70b 3.14b 5.23b 8.77b 11.37ab 13.57a 14.37 15 15.26

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.54c 1.41c 3.07c 6.31b 9.00b 11.99a 13.63 15.13 15.7 P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00c 0.00d 0.56d 2.80c 4.47c 7.83b 10.39 12.73 13.36

Analisis sidik ragam ** ** ** ** ** ** tn tn tn

KK (%) 36.1 35.2 36.9 32.6 30.7 29.1 26.7 24.8 24.0

––––Laju Tinggi (cm/hari)a––––

P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm) 0.19a 0.29a 0.45a 0.49 0.21c 0.16b 0.1b 0.04c 0.06 P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas

0.3 cm – 1 cm) 0.15a 0.21ab 0.3b 0.51 0.37ab 0.31ab 0.11b 0.09bc 0.04

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.08b 0.12b 0.24b 0.46 0.38a 0.43a 0.23ab 0.21ab 0.08 P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00c 0.00c 0.08c 0.32 0.24bc 0.48a 0.37a 0.33a 0.09

Analisis sidik ragam ** ** ** tn * * * ** tn

KK (%) 59.3 52.5 50.1 36.8 40.7 63.0 85.0 74.6 86.1

a

(30)

16

Keterangan : A: Grafik pertumbuhan tinggi bibit selama 9 MSP; B: Grafik laju pertumbuhan tinggi bibit selama 9 MSP; P1: panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm; P2: panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3 cm – 1 cm; P3: panjang akar 1 cm – 3 cm; P4: panjang akar ≤ 1 cm

Gambar 4 Tinggi bibit dan laju pertumbuhan tinggi bibit pala selama 9 minggu pembibitan

Fase kecambah P1 dan P2 mempunyai pola laju pertumbuhan tinggi sama selama 9 MSP (Gambar 4). Hal ini menunjukan bahwa fase kecambah P2 merupakan kriteria kecambah normal. Hal tersebut karena fase kecambah P2 mampu tumbuh optimum di pembibitan dan mempunyai pola laju pertumbuhan tinggi yang sama dengan fase kecambah P1 yang mempunyai struktur kecambah yang lebih lengkap daripada fase kecambah P2.

Pertumbuhan tinggi tanaman selama 5 MSP menunjukan bahwa fase kecambah P1 memiliki tinggi tanaman tertinggi dengan pertambahan tinggi sebesar 11.34 cm. Fase kecambah P2 menunjukan tinggi tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada fase kecambah P1. Hal ini ditunjukan dengan pertambahan tinggi pada fase kecambah P2 sebesar 9.2 cm. Pertumbuhan tinggi fase kecambah P3 dan P4 berbeda nyata dengan pertambahan tinggi 9 cm dan 4.47 cm. Fase kecambah P4 mucul tunas pada 3 MSP dan pertambahan tinggi yang paling rendah sebesar 4.47 cm selama 5 MSP.

A

(31)

17 Pertumbuhan tinggi fase kecambah P1 dan P2 lebih cepat dari pada fase kecambah P3 dan P4 selama pembibitan. Pertumbuhan tinggi bibit fase kecambah P3 dan P4 pada awalnya akan menumbuhkan akar tanaman terlebih dahulu. Hal ini ditunjukan dengan munculnya tunas pada fase kecambah P3 terjadi pada 1 MSP dan fase kecambah P4 pada 3 MSP. Laju pertumbuhan fase kecambah P3 dan P4 juga masih rendah ketika belum muncul tunas. Pertumbuhan fasekecambah P1 dan P2 tumbuh lebih cepat karena telah mempunyai tunas sehingga pertumbuhan lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross (1995); Goldsworthy dan Fisher (1993) yaitu perkecambahan benih dimulai dari munculnya radikula dan diikuti sitokinesis radikula. Pertumbuhan akar akan membelah dengan meristem apikal pada ujungnya. Tipe perkecambahan hipogeal akan memunculkan akar dan menembus tanah kemudian plumula mucul. Plumula yang muncul mempunyai luas penampang yang kecil dan daun tetap tergulung rapat agar memudahkan penetrasi tanah. Nurahmi et al. (2013) jugamenyatakan bahwa kriteria kecambah kakao dengan fase kecambah pada umur 7 hari setelah semai membutuhkan waktu tumbuh yang lebih lama karena struktur perakaran yang belum kuat sehingga perlu waktu untuk adaptasi perakaran dan menumbuhkan akar dan tunas.

Diameter Tanaman dan Laju Tumbuh Diameter

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan fase kecambah P2 mempunyai pertumbuhan diameter yang cepat pada 2 MSP sampai 4 MSP yang menunjukan pertumbuhan tidak berbeda nyata dengan diameter fase kecambah P1 dan mempunyai selisih diameter 0.42 mm sampai 0.65 mm. Fase kecambah P2 meningkat diameternya sebesar 2.32 mm sedangkan fase kecambah P1 meningkat lebih rendah sebesar 1.95 mm selama pembibitan. Laju pertumbuhan diameter bibit menunjukan laju pertumbuhan diameter bibit fase kecambah P2 meningkat 28.6% lebih tinggi daripada laju pertumbuhan diameter fase kecambah P1 yang mempunyai struktur kecambah yang lebih lengkap. Kecambah dengan panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah normal berdasarkan parameter pengamatan diameter dan laju pertumbuhan diameter selama pembibitan. Tabel pertumbuhan diameter dan grafik pertumbuhan diameter tanaman selama pembibitan ditunjukan pada Tabel 5 dan Gambar 5.

(32)

18

Tabel 5 Diameter dan laju pertumbuhan diameter bibit pala di pembibitan

Perlakuan MSP (Minggu selama pembibitan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

–––– Diameter (mm)a––––

P1 (panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm) 2.33a 2.80a 3.03a 3.31a 3.48a 3.87a 3.97a 4.11a 4.28a P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3

cm – 1 cm) 1.51b 2.17a 2.61a 2.85ab 3.01b 3.40b 3.54b 3.71b 3.83b

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.59c 0.86b 1.73b 2.52bc 2.90b 3.34b 3.47b 3.59b 3.72b

P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00c 0.00c 0.44c 1.99c 2.41c 2.93c 3.09c 3.44b 3.56b

Analisis sidik ragam ** ** ** ** ** ** ** ** **

KK (%) 48.0 44.5 34.1 21.4 14.1 8.9 8.2 8.7 8.4

––––Laju Diameter (mm/hari)a––––

P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm) 0.07ab 0.03 0.04b 0.03 0.06 0.01 0.02b 0.02 P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas 0.3

cm – 1 cm) 0.09a 0.06 0.03b 0.02 0.06 0.02 0.02b 0.02

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.04b 0.12 0.11b 0.05 0.06 0.02 0.02b 0.02

P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00c 0.06 0.22a 0.06 0.07 0.02 0.05a 0.02

Analisis sidik ragam ** tn ** tn tn tn * tn

KK (%) 76.2 115.4 81.3 91.9 59.7 72.8 80.3 46.3

a

(33)

19

Keterangan : A: Grafik pertumbuhan diameter bibit selama 9 MSP; B: Grafik laju pertumbuhan diameter bibit selama 9 MSP; P1: panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm; P2: panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3 cm

– 1 cm; P3: panjang akar 1 cm – 3 cm; P4: panjang akar ≤ 1 cm

Gambar 5 Pertumbuhan diameter bibit dan laju pertumbuhan diameter bibit pala selama 9 minggu pembibitan

Pola laju pertumbuhan fase kecambah P1 dan P2 menunjukan pola laju pertumbuhan yang sama. Fase kecambah P1 dan P2 memasuki fase pertumbuhan linier dengan laju pertumbuhan yang rendah dan konstan. Fase kecambah P2 sudah termasuk dalam kriteria kecambah normal pala karena mampu tumbuh normal dan optimum di pembibitan dengan pola laju pertumbuhan diameter yang sama dengan pertumbuhan kecambah P1.

Jumlah Daun dan Laju Tumbuh Daun

Luas daun bibit dan laju pertumbuhan daun dari fase kecambah P1 dan P2 mulai bertambah ketika laju pertumbuhan tinggi bibit mencapai nilai maksimum pada 4 MSP. Jumlah daun bibit dari fase kecambah P2 tumbuh dengan cepat diawal munculnya daun pada 5 MSP dengan jumlah daun yang berselih 0.72 helai dengan fase kecambah P1. Jumlah daun bibit fase kecambah P2 tidak berbeda nyata dengan fase kecambah P1 pada 5 MSP – 8 MSP dan berselisih antara 0.14 helai – 0.72 helai.

A

(34)

20

Tabel 6 Pertumbuhan jumlah daun dan laju pertumbuhan jumlah daun daun pala di pembibitan

Perlakuan MSP (Minggu selama pembibitan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

–––– Jumlah daun (helai) a––––

P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm) 0.00 0.00 0.00 0.57a 1.86a 2.71a 3.14a 3.29a 3.29 P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas 0.3

cm – 1 cm) 0.00 0.00 0.00 0.14b 1.14ab 2.29ab 3.00a 3.14a 3.43

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.00 0.00 0.00 0.00b 0.86b 1.71b 2.43a 2.86a 3.43 P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00 0.00 0.00 0.00b 0.00c 0.00c 0.86b 1.71b 2.14

Analisis sidik ragam - - - ** ** ** ** * tn

KK (%) - - - 183.3 68.8 49.1 41.9 33.1 35.0

––––Laju jumlah daun (helai/hari) a––––

P1 (panjang akar > 4 cm , panjang tunas > 1 cm) 0.00 0.00 0.08a 0.18a 0.12a 0.06 0.02 0.00 P2 (panjang akar 3 cm – 4 cm , panjang tunas 0.3

cm – 1 cm) 0.00 0.00 0.02b 0.14a 0.16a 0.1 0.02 0.04

P3 (panjang akar 1 cm – 3 cm) 0.00 0.00 0.00b 0.12a 0.12a 0.1 0.06 0.08

P4 (panjang akar ≤ 1 cm) 0.00 0.00 0.00b 0.00b 0.00b 0.12 0.12 0.06

Analisis sidik ragam - - ** * ** tn tn tn

KK (%) - - 183.3 91.1 73.25 110.2 149.6 139.9

a

(35)

21

Keterangan : A: Grafik pertumbuhan jumlah daun bibit selama 9 MSP; B: Grafik laju pertumbuhan jumlah daun bibit selama 9 MSP; P1: panjang akar > 4 cm, panjang tunas > 1 cm; P2: panjang akar 3 cm – 4 cm, panjang tunas 0.3 cm

– 1 cm; P3: panjang akar 1 cm – 3 cm; P4: panjang akar ≤ 1 cm

Gambar 6 Pertumbuhan jumlah daun bibit dan laju pertumbuhan jumlah daun bibit pala selama 9 minggu pembibitan

Laju pertumbuhan jumlah daun bibit dari fase kecambah P2 meningkat cepat setelah daun mulai muncul pada 5 MSP – 6 MSP dan nilainya tidak berbeda nyata dengan fase kecambah P1 menunjukan selisih 0.04 helai/hari. Hal ini menunjukan bahwa kriteria kecambah dengan panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kecambah normal karena pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan kecambah P1 yang memiliki stuktur kecambah lebih lengkap selama pembibitan pada parameter jumlah daun bibit. Pertumbuhan tanaman jumlah daun ditunjukan pada Tabel 6 dan Gambar 6.

Pola pertumbuhan tanaman yang berasal dari fase kecambah P2 sama dengan pola pertumbuhan tanaman yang berasal dari fase kecambah P1. Pola pertumbuhan laju daun optimum pada 1 MSP – 2 MSP setelah tanaman mencapai nilai laju pertumbuhan tertinggi tanaman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun pala lebih serempak. Pola pertumbuhan daun tanaman pala yang sama antara fase kecambah P2 dan P1 menunjukan bahwa fase kecambah P2 sudah tergolong kriteria kecambah normal. Kecambah P2 tergolong kecambah normal berdasarkan

A

(36)

22

pertumbuhan daun dan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan fase kecambah P1 yang mempunyai struktur kecambah lebih lengkap.

Fase kecambah P1 dan P2 memunculkan daun pertama pada 4 MSP. Jumlah daun bibit dar fase kecambah P2 tidak berbeda nyata nilainya dengan jumlah daun yang berasal dari fase kecambah P1. Fase kecambah P3 memunculkan daun pertama pada 5 MSP. Fase kecambah P4 memunculkan daun pertama pada 7 MSP. Jumlah daun pada bibit fase kecambah P4 berbeda nyata nilainya dengan jumlah daun yang berasal dari fase kecambah P1 sampai akhir pengamatan.

Pemunculan daun pada fase kecambah P1 dan P2 muncul saat laju pertumbuhan tinggi tanaman mencampai puncak pada 4 MSP. Laju pertumbuhan tinggi tanamn kemudian menurun dan jumlah daun tanaman mulai meninggkat. Hal yang sama terjadi pada fase kecambah P4 dimana jumlah daun meningkat setelah laju pertumbuhan tinggi tanaman mencapai nilai optimum pada 6 MSP. Hal ini menunjukan bahwa setelah daun pertama muncul maka pertumbuhan tanaman mulai meningkat. Hal ini didukung pernyataan Lubis (2008) yaitu fotosintesis bibit kelapa sawit dimulai pada umur satu bulan, yaitu ketika daun pertama telah terbentuk dan selanjutnya secara berangsur-angsur peranan endosperm sebagai suplai bahan makanan mulai digantikan. Goldsworthy dan Fisher (1992) juga menyatakan jumlah dan luas daun akan meningkat setelah inisiasi daun pertama muncul. Inisiasi daun pertama muncul setelah pertumbuhan tanaman mencapai fase tertentu. Translokasi asimilat kemudian diarahkan pada daun. Hal ini akan meningkatkan pertumbuhan daun dan laju pertumbuhan daun. Peningkatan ini dikarenakan daun melakukan proses respirasi untuk melakukan pembelahan sel dan pembesaran sel untuk mencapai pertumbuhan daun optimum. Daun yang telah optimum ini mampu melakukan fotosintesis secara optimum dan menyokong ketersediaan asimilat untuk pertumbuhan bagian tanaman lainnya Luas Daun dan Laju Tumbuh Luas Daun

(37)

23

Tabel 7 Luas daun dan laju pertumbuhan luas daun bibit pala di pembibitan

Perlakuan Luas Daun (cm berpengaruh nyata; MSP: Minggu selama pembibitan; Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)

Hal ini didukung pernyataan Salisbury dan Ross 1995; Gardner et al. (1991) yang menyatakan panjang, lebar dan luas daun umunya meningkat berangsur-angsur sampai pada suatu titik. Karakter daun tersebut kemudian turun perlahan sesuai dengan ontogeni. Hal ini menyebabkan daun terbesar terdapat pada pusat tanaman. Daun tumbuhan dikotil mengalami pertumbuhan sel daun berhenti sebelum daun berkembang penuh. Hal ini terjadi ketika daun berukuran kurang dari separuh ukuran akhirnya.

Kriteria kecambah normal dan pertumbuhan normal bibit pala

(38)

24

aren yang dikecambahkan pada fase awal perkecambahan (fase-1) merupakan fase yang tepat untuk pembibitan. Pengecambahan benih aren selama 6 – 12 hari sudah mencapai fase-1 dan sudah bisa dipindahtanamkan. Santoso dan Purwoko (2007) juga menyatakan bahwa benih jarak pagar yang disemai sampai fase pancing dengan sistem perakaran mencapai 5 cm merupakan fase kecambah yang tepat untuk pindah tanam ke pembibitan. Penyemaian benih sampai fase pancing terjadi saat persemaian berumur 3 hari sampai 10 hari.

Kriteria

Gambar 7 Pertumbuhan empat jenis kriteria kecambah pala yang berbeda selama pembibitan

(39)

25

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakter morfologi 5 kelompok benih yang diamati telah seragam dengan persentase kemiripan tanaman antara 69.0% – 88.9%. Karakter bentuk benih, bentuk buah dan pola fuli dapat membedakan keragaman antar kelompok benih. Hasil karakterisasi menunjukan bahwa benih pala masak fosiologis adalah buah berwarna kuning kecoklatan, warna fuli merah, benih berwana coklat kehitaman dan glosi.

Pertumbuhan kecambah dengan kriteria panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm tidak berbeda nyata dibanding dengan pertumbuhan kecambah dengan kriteria panjang akar > 4 cm dan panjang tunas > 1 cm pada parameter pengamatan tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun dan luas selama pembibitan. Kecambah dengan kriteria panjang akar 3 cm – 4 cm dan panjang tunas 0.3 cm – 1 cm merupakan kriteria kecambah normal pala untuk dipindah tanam di pembibitan.

Saran

Penelitian tentang marka yang lebih sensitif dalam mengidentifikasi perbedaan antara genotipe pala perlu dilakukan. Penelitian bisa berupa pengembangan karakterisasi menggunakan marka DNA. Penggunaan marka tersebut tidak tergantung oleh kondisi lingkungan sehingga mampu merepresentasikan perbedaan dari tiap genotipe. Penelitian yang perlu ditambahakan adalah penelitian tentang metode perkecambahan benih pala. Penelitian ini diperlukan agar perkecambahan pala lebih cepat seragam. Pengecambahan yang cepat dan seragam akan mempermudah petani dalam budidaya bibit dan pengujian mutu fisiologis benih.

DAFTAR PUSTAKA

[BBPPMBTPH] Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2010. Metode Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Depok (ID): BBPPMBTPH

Bermawie N. 2005. Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah Perkebunan: Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman. Bogor (ID): Puslitbangtan

(40)

26

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data ekspor biji pala 2006-2011. [internet]. [diunduh 2014 Maret 13]. Tersedia pada: http: //www.agribisnis.web.id/jamu/ sites/default/files/files/Data%20Ekspor%20Biji%20Pala%202006-2011.pdf Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo

H, Subyanto, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants

Goldworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari, penerjemah; Soedharoedjian, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: The Physiology of Tropical Field Crops

Hadad MEA, Firman C. 2003. Budidaya Pala (Myristica fragans Houtt). Bogor (ID): Balitro

Hadad MEA, Syakir M. 1992. Perkembangan penelitian tanaman pala dan kayu manis: Penggandaan bahan tanam pala. Edisi khusus penlitian tanaman rempah dan obat Balittro 8 (1): 1-7

Hendromono. 2003. Kriteria penilaian mutu bibit dalam wadah yang siap tanam untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 4 (1): 11-20.

Hidayat T. 2010. Penyiapan benih kelapa sawit dalam pengadaan bahan tanaman di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): IPB

Indraty IS. 2012. Mengenal Teknologi Baru untuk Pengembangan Hutan Karet. Salatiga (ID): Balit Getas

Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih : Teori dan Hasil – Hasil Penelitian. Bogor (ID): IPB Press

[IPGRI] Internasional Plant Genetic Resources Institute. 1980. Tropical Fruits Descriptor. Rome (IT): IPGRI Southeast Asia Regional Committee.

[Kemenristek] Kementrian Negara Riset dan Teknologi. 2001. Budidaya Pala. Jakarta (ID): Kemenristek

Lasut MT. 2012. Budidaya yang baik aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Bogor (ID): Seafast centre IPB

Lubis AU. 1993. Pengadaan Benih Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Medan (ID): PPKS

(41)

27 Nurahmi E, Yunus Y, Yennita. 2013. Pengaruh umur kecambah dan dosis pupuk

urea terhadap pertumbuhan bibit kakao. J Floratek 8(1): 10-17

[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (ID). 2005. Pendoman Deskriptor Tanaman Perkebunan. Jakarta (ID): Balitbangtan

Saleh MS, Wardah. 2010. Perkecambahan benih aren dalam kondisi terang dan gelap pada berbagai konsentrasi GA3. J Agrivigor 10(1): 18-25

Saleh MS, Fathurrahman. 2011. Pertumbuhan kecambah aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr)dari pohon induk berbeda ketinggian dengan pemberian pupuk organik. J. Agron Indonesia 39 (1): 68-72

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid-3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology. Ed ke-4.

Siregar THS, Riyadi S, Nuraeni L. 2005. Pembudidayaan. Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Suhono B, Yuzammi, Witono JR, Hidayat S, Handayani T, Sugiarti, Mursidawati S, Triono T, Astuti IP, Sudarmono et al. 2010. Ensiklopedia Flora. Bogor (ID): PT Kharisma Ilmu.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(42)

28

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Sifat morofologi benih pala dan kategori pengukuran (modifikasi
Gambar 1  Keragaman karakter kualitatif benih, fuli dan buah dalam sistem
Gambar 2  Keragaman karakter morfologis antara 5 kelompok benih pala
Tabel 2  Rekapitulasi karakter kualitatif dan kuantitatif pada buah, fuli dan benih pala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 7 menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal C memiliki nilai R 2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun

Hasil analis tingkat keseragaman secara morfologi menunjukkan bahwa benih dari kebun sumber benih Lula dan Toisapu lebih seragam dari kebun sumber benih Wakal

Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui sifat kimia pectin dari buah pala ; (2) mengetahui sifat edible film dari komposit pektin daging buah pala dan tapioka; (3)

Hasil analisis keragaman bobot basah akar bibit pala menunjukkan bahwa, lama perendaman benih pala pada larutan atonik selama 3 jam berpengaruh nyata terhadap

Pertumbuhan tinggi terbesar dicapai oleh bibit sawo kecik yang disapih pada kriteria kecambah 3 yang telah tumbuh tiga helai daun yang dicapai pada umur 3,5 bulan

Pertumbuhan bibit pala selama tujuh minggu setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media pasir menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan

Pemberian giberelin 1 dan 2 ppm pada tanaman padi nyata meningkatkan panjang tunas kecambah, panjang akar bibit, indeks luas daun, panjang malai dan jumlah gabah per malai..

Pertumbuhan bibit pala selama tujuh minggu setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media pasir menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan