• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM

PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH SUMATERA

UTARA

SHINTIA ARYANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SHINTIA ARYANI. Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara.Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI. Perekonomian wilayah Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir relatif kurang baik. Pertumbuhan ekonomi cenderung menurun dan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja cukup tinggi, namun tingkat penggangguran juga masih cukup tinggi. Perkebunan kelapa sawit merupakan sektor basis di daerah Sumatera Utara dan dalam kurun waktu yang sama, luas perkebunan dan produksi kelapa sawit cenderung meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan yang signifikan terhadap perekonomian wilayah Sumatera Utara. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di perkebunan kelapa sawit serta ekspor CPO berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara, penyerapan tenaga kerja tidak hanya dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh PMA dan PMDN di perkebunan kelapa sawit tetapi juga oleh luas perkebunan kelapa sawit rakyat, serta luas perkebunan kelapa sawit besar.

Kata Kunci: Perkebunan kelapa sawit, Pertumbuhan ekonomi, Penyerapan Tenaga kerja, Ordinary Least Square

ABSTRACT

SHINTIA ARYANI. The Role of Oil Palm Plantations on Regional Economic in North Sumatra. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM

PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH SUMATERA

UTARA

SHINTIA ARYANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala rahmat,

karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M. Sc. Agr. selaku dosen pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraini sebagai dosen penguji utama, dan Dr. Eka Puspitawati sebagai dosen dari komisi pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada BPS RI, BPS Provinsi Sumatera Utara, Pusdatin Kementerian Pertanian, serta BKPM Pusat yang telah membantu penulis dalam proses pengumpulan data. Terima kasih kepada orang tua tercinta, ayahanda Ari Sanjaya dan ibunda Nuraeni serta adik saya tersayang yaitu Kevin Arian Sanjaya atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dimas, Asti, Zahra, Ilmi, Aci, Uni, Nisa, dan Capon atas bantuan, doa, motivasi, serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada teman satu bimbingan yaitu Vina, Ria, Intan, Emma, Sissy, dan Fakhri atas bantuannya selama proses penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR TABEL ix

PENDAHULUAN 11

Latar Belakang 11

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Teori Pertumbuhan Ekonomi 8

Teori Permintaan Tenaga Kerja 11

Penelitian Terdahulu 13

Kerangka Penelitian 14

Hipotesis Penelitian 15

METODE PENELITIAN 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Analisis dan Pengolahan Data 16

Definisi Operasional 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Struktur dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara 21 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera

Utara 27

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Sumatera

Utara 30

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

(10)

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 37

RIWAYAT HIDUP 41

(11)

DAFTAR TABEL

1 Peranan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun

2009-2013 (Persen) 11

2 PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor/subsektor

pertanian Sumatera Utara (miliar rupiah) 2

3 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia dan Tingkat Pengangguran

Terbuka Provinsi Sumatera Utara 2008-2012 3

4 Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2009-2013 3

5 Volume Ekspor Komoditas Perkebunan 2008-2012 (ton) 4 6 Luas area perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (hektar) 5 7 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (ton) 5 8 Jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan (jiwa) 6

9 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara 6

10 Produktivitas CPO Sumatera Utara 23

11 Kebutuhan investasi perluasan perkebunan kelapa sawit 27 12 Kebutuhan investasi peremajaan perkebunan kelapa sawit 27

13 Matriks korelasi 28

14 Hasil regresi persamaan pertumbuhan ekonomi 29

15 Matriks korelasi model pertumbuhan ekonomi 31

16 Hasil regresi persamaan penyerapan tenaga kerja 32

DAFTAR GAMBAR

1 Provinsi sentra minyak sawit 2012 4

2 Kurva fungsi produksi 11

3 Kerangka Penelitian 14

4 Luas area perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara 1984-2013 22 5 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara 23 6 PMA dan PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil

minyak Sumatera Utara 24

7 Ekspor CPO Sumatera Utara 25

8 Plot data variabel model pertumbuhan ekonomi 30 9 Plot data variabel pada model penyerapan tenaga kerja 34

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

5 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan

tenaga kerja 38

6 Hasil uji normalitas pada model pertumbuhan ekonomi 39 7 Hasil uji autokorelasi pada model pertumbuhan ekonomi 39 8 Hasil uji heteroskedastisitas pada model pertumbuhan ekonomi 39 9 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang perekonomian wilayahnya masih bergantung pada sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertinggi kedua setelah industri pengolahan dengan peresentase yang tidak jauh berbeda terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 sampai dengan 2013 berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan, dan tetap berada pada urutan kedua dalam peranannya terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara (Tabel 1).

Tabel 1 Peranan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 (Persen) Sumber : BPS Sumatera Utara 2013 (diolah)

Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

(14)

2

mengalami peningkatan. Sebesar 40 persen PDRB sektor pertanian disumbang oleh subsektor perkebunan. Selama lima tahun terakhir subsektor tanaman perkebunan tumbuh sebesar 2.7 persen dan merupakan subsektor yang memiliki pertumbuhan paling tinggi diantara subsektor perkebunan lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa subsektor perkebunan merupakan subsektor yang dapat diandalkan dalam membentuk PDRB khususnya PDRB sektor pertanian (Tabel 2).

Tabel 2 PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor/subsektor pertanian Sumatera Utara (miliar rupiah)

Sektor 2009 2010 2011 2012 2013*)

Pertanian 26 526.92 28 040.20 29 390.58 30 778.67 32 397.74 (100) (100) (100) (100) (100) Tanaman Makanan 8 753.41 9 202.51 9 388.64 9 598.78 9 940.754 (33) (32.8) (31.9) (31.2) (30.7)

Tanaman Perkebunan 10 813.81 11 475.70 12 335.04 13 186.59 14 083.47

(40.8) (40.9) (42) (42.8) (43.5)

Peternakan dan Hasilnya 2 730.80 2 851.98 3 007.16 3 121.21 3 275.31 (10.3) (10.2) (10.2) (10.1) (10.1) Kehutanan 1 460.01 1 442.25 1 451.32 1 503.86 1 499.38 (5.5) (5.1) (4.9) (4.9) (4.6) Perikanan 2 768.86 3 067.73 3 208.42 3 368.22 3 625.69 (10.4) (10.9) (10.9) (10.9) (11.2) Sumber : Indikator Pertanian Sumatera Utara 2013

Keterangan : *) Angka sementara

(15)

3 Tabel 3 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia dan Tingkat Pengangguran

Terbuka Provinsi Sumatera Utara 2008-2012 Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka

Indonesia

Sumber : BPS 2013 (diolah)

Selama lima tahun terakhir penduduk yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan menduduki peringkat pertama dengan persentase sekitar 43 persen dan merupakan persentase terbesar dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Data tersebut juga menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan merupakan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara. Tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan selama lima tahun terakhir berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Meskipun cenderung mengalami penurunan, namun sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan tetap memiliki persentase tertinggi dibandingkan sektor lainnya (Tabel 4).

Tabel 4 Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2009-2013

Lapangan Pekerjaan Utama 2009 2010 2011 2012 2013 1. Pertanian, Sumber : BPS Sumatera Utara 2013

(16)

4

diklasifikan menjadi kategori lainnya. Dalam kurun waktu 2008 sampai dengan 2013 komoditas kelapa sawit selalu memberikan volume ekspor paling tinggi dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Perkembangan ekspor kelapa sawit selama lima tahun cenderung mengalami peningkatan.

Tabel 5 Volume Ekspor Komoditas Perkebunan 2008-2012 (ton) No Komoditas Tahun Sumber : BPS 2013 diolah Pusdatin Pertanian

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi sentra penghasil kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2012, provinsi urutan pertama dengan jumlah produksi kelapa sawit dalam bentuk minyak kelapa sawit ditempati oleh Riau dan selanjutnya ditempati oleh Sumatera Utara. Berada pada posisi kedua sebagai sentra kelapa sawit Indonesia menunjukkan Smatera Utara sangat potensial untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.

Gambar 1 Provinsi sentra minyak sawit 2012 Sumber : Pusdatin Pertanian 2013

(17)

5 baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya selama enam tahun terakhir terjadi perluasan perkebunan kelapa sawit (Tabel 6)

Tabel 6 Luas area perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (hektar) Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Jumlah

2007 372 153 735 867 1 108 020 2008 379 853 765 352 1 145 205 2009 392 722 734 349 1 127 071 2010 394 657 744 940 1 139 597 2011 405 799 758 183 1 163 982 2012 410 400 772 219 1 182 619 2013 408 708 793 375 1 202 083 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2013

Perluasan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebut diiringi oleh kenaikan jumlah produksi kelapa sawit. Produksi kelapa sawit di Sumatera Utara selama enam tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan baik dari perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Kenaikan luas area serta jumlah produksi yang bersamaan mengindikasikan bahwa perluasan luas area perkebunan kelapa sawit menyebabkan jumlah produksi kelapa sawit meningkat.

Tabel 7 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (ton)

Tahun Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Jumlah

2007 1 022 472 2 689 580 3 712 052 2008 1 115 699 2 766 702 3 882 401 2009 1 119 492 2 742 907 3 862 399 2010 1 141 880 2 757 743 3 899 623 2011 1 611 087 2 303 087 3 914 174 2012 1 843 084 2 338 968 4 182 052 2013 2 108 488 2 737 716 5 357 035 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2013

Hendayana (2013) menjelaskan bahwa nilai Location Quotient (LQ) untuk perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara Utara sebesar 1.99. Nilai LQ tersebut merupakan nilai LQ terbesar se-Indonesia untuk komoditi perkebunan kelapa sawit. Tingginya nilai LQ tersebut menggambarkan perkebunan kelapa sawit merupakan sektor basis di daerah Sumatera Utara dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Dengan demikian, menjadi penting untuk menganalisis peranan perkebunan kelapa sawit baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Perumusan Masalah

(18)

6

sawit dan sektor industri minyak kelapa sawit memiliki nilai pengganda yang cukup tinggi baik dilihat dari segi output maupun pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan dan industri minyak kelapa sawit mampu meningkatkan output dan pendapatan di sektor-sektor lainnya, serta dberpotensi mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan pengembangan subsektor perkebunan di Sumatera Utara. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara selama lima tahun terakhir meningkat yang terlihat pada Tabel 6, produksi kelapa sawit provinsi tersebutpun cenderung meningkat. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja sektor perkebunan di Sumatera Utara selama tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan. Sektor perkebunan merupakan bagian dari subsektor pertanian yang merupakan sektor ekonomi nomor satu dalam penyerapan tenga kerja. Namun fakta yang terjadi adalah jumlah tenaga kerja di sektor perkebunan terus mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir padahal seharusnya dengan bertambahnya luas areal perkebunan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih tinggi. Tahun 2010 jumlah tenaga kerja di subsektor perkebunan sebanyak 1.433.388 orang, tahun 2009 turun menjadi 1.423.447 orang, dan tahun 2012 kembali turun menjadi 1.389.110 orang (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan (jiwa)

Tahun Jumlah Tenaga Kerja

2008 1 209 886

2009 1 250 003

2010 1 433 388

2011 1 423 447

2012 1 389 110

Sumber: BPS 2013 diolah oleh Pusdatin Kementan

Dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, meskipun peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksinya di Sumatera Utara terjadi secara kontinu namun hal tersebut tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara masih berfluktuasi meskipun perkebunan kelapa sawit yang merupakan sektor basis provinsi tersebut terus mengalami pertumbuhan baik dari luas lahannya maupun produksinya Tabel 9 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

Tahun Pertumbuhan Ekonomi

(19)

7 Sebagai sektor basis, perkebunan kelapa sawit seharusnya dapat berperan dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Fakta yang ada adalah jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan selama lima tahun terakhir cenderung mengalami penurunan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara selama enam tahun terakhir pun cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan penjelasan fakta-fakta di atas maka timbul pertanyaan:

1. Bagaimana pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji struktur dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.

2. Menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara.

3. Menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan masukan bagi pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam

merumuskan kebijakan, khususnya dalam sektor pertanian dan subsektor perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.

2. Memberikan referensi serta sebagai bahan acuan untuk peneliti lain yang melakukan penelitian di bidang ekonomi tentang sektor pertanian dan subsektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai potensi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

(20)

8

Pusdatin Kementerian Pertanian, dan BKPM Jakarta. Analisis yang digunakan adalah dengan analisis OLS (Ordinary Least Square)menggunakan software E-views dengan data PDRB Sumatera Utara, tenaga kerja Sumatera Utara, ekspor CPO Sumatera Utara, UMP Sumatera Utara,realisasi PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara, PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara, luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Sumatera Utara, luas lahan perkebunan kelapa sawit besar Provinsi Sumatera Utara. Ekonomi wilayah yang dikaji dalam penelitian ini hanya mencakup PDRB serta penyerapan tenaga kerja.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Todaro dan Smith (2006) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungansepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi menurut Mankiw (2007) adalah pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Ada dua cara melihat statistik ini yaitu PDRB sebagai pendapatan total dan PDRB sebagai pengeluaran total atas output. Alasannya adalah bahwa jumlah keduanya benar-benar sama; untuk perekonomian secara keseluruhan, pendapatan harus sama dengan pengeluaran. PDB dapat dibagi menjadi empat kelompok pengeluaran yaitu: jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor bersih. Jadi dengan menggunakan symbol Y untuk PDRB, diperoleh persamaan:

Y=C+I+G+NX

Model pertumbuhan neo-klasik Solow memberikan pilar yang sangat memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neo-klasik. Pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Namun, berbeda dari model Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale), model pertumbuhan neo-klasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah. Jika keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut (Todaro dan Smith). Model pertumbuhan Solow yaitu:

Y= f(K,L) Dimana:

(21)

9

dimana k semakin tinggi persediaan modal semakin besar jumlah output dan investasi, namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah depresiasinya. Semakin tinggi jumlah persediaan modal, semakin besar jumlah output dan investasi, namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah depresiasinya.

Solow menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja:

Y = F(K,L)

Model Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constan return to scale). Fungsi produksi memiliki skala pengembalian yang konstan jika:

zY = F(zK, zL)

dengan z bernilai positif. Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan z maka output yang dihasilkan juga dikalikan dengan z. Fungsi produksi dengan pengembalian konstan digunakan untuk menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dengan dibandingkan jumlah tenaga kerja. Kemudian z = 1/L dimasukkan dalam persamaan di atas untuk mendapatkan:

Y/L = F(K/L, 1)

Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L. Asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah pekerja tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja. Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Jika seluruh variabel dilambangkan dengan huruf kecil dimana y = Y/L adalah output per pekerja dan k = K/L adalah modal per pekerja maka akan didapatkan fungsi produksi sebagai berikut:

y = f(k)

dimana f(k) didefinisikan sebagai F(k,1). Kemiringan dari fungsi produksi ini menunjukkan berapa banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal MPK, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:

MPK = f(k + 1) – f(k)

(22)

10

tambahan begitu berguna dan dapat memproduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit modal tambahan hanya sedikit meningkatkan produksi. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi, dengan kata lain output per pekerja merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja (i):

y = c + i

Persamaan ini adalah versi per pekerja dari identitas perhitungan pendapatan nasional untuk suatu perekonomian tanpa memasukan belanja pemerintah dan ekspor bersih karena diasumsikan perekonomian tertutup. Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s) yang dinyatakan dalam fungsi konsumsi sederhana:

c = (1-s)y

di mana s tingkat tabungan yang bernilai antara nol dan satu. Kebijakan pemerintah secara potensial dapat memengaruhi tingkat tabungan nasional, sehingga salah satu tujuan disini adalah mencari berapa tingkat tabungan yang diinginkan. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi, substitusikan (1-s)y kepada c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional:

y = (1-s)y + i kemudian diubah lagi menjadi

i = sy

persamaan ini menunjukan bahwa investasi sama dengan tabungan dan tingkat tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukan investasi. Jadi Model Solow memperkenalkan dua muatan utama yaitu fungsi produksi dan fungsi konsumsi, di mana fungsi produksi y = f(k) menentukan berapa produksi yang diproduksi perekonomian dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di antara konsumsi dan investasi.

Untuk memasukan depresiasi ke dalam model, maka diasumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal menyusut setiap tahun. Dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal dapat dinyatakan sebagai berikut:

∆k = i – k

di mana k adalah perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dengan tahun berikutnya. Karena investasi sama dengan sf(k), maka persamaan menjadi:

∆k = sf(k) – k

(23)

11

Gambar 2 Kurva fungsi produksi

Sumber : Mankiw 2006

Di dalam penelitian ini, model yang digunakan mengacu pada teori Solow dimana yang memengaruhi pembentukan PDB adalah modal dan tenaga kerja. PDB dalam penelitian ini diwakili oleh PDRB Provinsi Sumatera Utara, modal diwakili oleh PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak dan PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak, tenaga kerja diwakili oleh variabel tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara.

Teori Permintaan Tenaga Kerja

Menurut konsep International Labor Organization (ILO), penduduk dibagi menjadi dua yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

Permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerjayang dipekerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungkinan tingkat upahdalam jangka waktu tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja merupakanpermintaan turunan (derived demand) dari jumlah dan harga output. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15–64 tahun. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa semua penduduk yang telah berumur 15 tahun keatas dapat digolongkan sebagai tenagakerja.Teori Produksi Cobb-Douglas mengasumsikan bahwa suatu proses produksimenggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K),dengan fungsi produksi adalah:

(24)

12

Persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang terdapat pada teori neoklasik adalah:

П = TR – TC dimana TR = Pt.Qt

Penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada duainput yang digunakan, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L). Bellante (1990)mengasumsikan tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk kapital diukur dengan tingkat suku bunga (r).

TC = rtKt + wtLt

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan di atas ke persamaan keuntunganperusahaan maka diperoleh:

Πt = Pt.Qt-rt.Kt-wtLt

Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan diatas harus sama dengan nol (π’=0), sehingga didapatkan :

Wt Lt = Pt . f(Lt,Kt)-r1Kt Lt = Pt Qt . -r1Kt/wt Dimana:

Lt = Permintaan Tenaga Kerja wt = Upah Tenaga Kerja

Pt = Harga Jual Barang per unit Kt = Kapital (Investasi)

rt = Tingkat Suku Bunga Qt = Output (PDB)

(25)

13 Penelitian Terdahulu

Syahza (2008) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Ekonomi Regional daerah Riau” meneliti pengaruh perkebunan kelapa sawit terhadap PDRB serta menghitung disparitas sosial dengan menggunakan perhitungan Indek Williamson. Penelitian tersebut menggunakan data sekunder dengan variabel pendapatan perkapita masing-masing kabupaten, investasi, luas lahan perkebunan, produksi kelapa sawit, serta ekspor kelapa sawit. Kesimpulan penelitian tersebut adalah subsektor perkebunan memberikan kontribusi pembangunan di pedesaan, sehingga dapat menekan ketimpangan ekonomi antar wilayah.

Syahza (2008) dalam penelitian yang berjudul “Kelapa Sawit: Pengaruhnya terhadap Ekonomi Regional Daerah Riau” meneliti pengaruh perkebunan kelapa sawit terhadap ekonomi regional Riau. Kesimpulan penelitian tersebut adalah Pembangunan perkebunan kelapa sawit di dearah Riau berdampak terhadap ekonomi regional, antara lain: dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat pedesaan; dapat menekan tingkat ketimpangan antar daerah kabupaten/kota di Riau; meningkatkan ekspor nonmigas daerah, yaitu ekspor produk dari kelapa sawit (CPO). Eskpor CPO sangat mempengaruhi PDRB daerah Riau secara signifikan pada tingkat keyakinan 5% (thitung=2,776>t 5%=2,306).

Kurniawati (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Peran Perkebunan dan Industri Minyak Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Indonesia

Tahun 2005” menggunakan tabel IO dengan hasil penelitian tersebut adalah

perkebunan dan industri kelapa sawit memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan ke depan.

Rustiono (2008) dalam penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Investasi,

Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Provinsi Jawa Tengah” menggunakan analisis OδS dengan hasil penelitian

tersebut adalah angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB Propinsi Jawa Tengah.

Goenadi (2010) dalam penelitian berjudul “Perkembangan, Prospek, dan

Kebijakan Penanaman Modal di sektor Pertanian” meneliti keragaan penanaman modal di Indonesia dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian tersebut adalah subsektor tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi dalam aspek penciptaan lapangan kerja. Investasi PMDN lebih tinggi dibandingkan investasi PMA di bidang agribisnis. Komoditas yang menjadi unggulan penanaman modal di bidang hilir adalah kelapa sawit, kakao, dan tebu.

Febrina (2013) dalam penelitian berjudul “Peran Perkebunan dan Industri

Minyak Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan” menggunakan tabel IO dengan hasil penelitian sektor perkebunan kelapa sawit memiliki nilai permintaan antara yang lebih besar dibandingkan permintaan akhirnya, nilai keterkaitan ke depan langsung maupun tidak langsung lebih besar dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang langsung maupun tidak langsungnya, serta berpotensi untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

(26)

14

εemengaruhinya” menggunakan analisis IO dan OLS dengan hasil penelitian sektor pertanian merupakan leading sector dalam penyerapan tenaga kerja, tetapi kurang mampu dalam meningkatkan output dan pendapatan di Kalimantan Timur. Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Regional (UMR) signifikan dan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kalimantan Timur.

Kerangka Penelitian

Gambar 3 Kerangka Penelitian

Perekonomian

Sektor Basis

Perkebunan Kelapa Sawit

Pertumbuhan Ekonomi

PDRB Tenaga Kerja

Implikasi Kebijakan Faktor-faktor yang

Memengaruhi Model Regresi Berganda

(27)

15 Keterangan: tidak diteliti dalam penelitian

diteliti dalam penelitian

Perekonomian terdiri dari sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis suatu wilayah penting untuk diketahui agar rumusan kebijakan pemerintah terfokus pada sektor tersebut karena anggaran yang disediakan terbatas. Sektor basis Provinsi Sumatera Utara adalah perkebunan kelapa sawit. Perkebunan memberikan kontribusi pembentukan PDRB yang tinggi serta penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB dan jumlah tenaga kerja. Analisis yang digunakan adalah model regresi berganda sehingga dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara serta faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat diberikan jawaban sementara (hipotesis) atas permasalahan yang tersebut. Hipotesisnya antara lain:

1. Realisasi PMDN, realisasi PMA, ekspor CPO, luas lahan perkebunan kelapa sawit, dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Realisasi PMA, PMDN, luas areal perkebunan besar, luas areal

perkebunan rakyat, serta PDRB berpengaruh positif terhadap tenaga kerja. 3. UMR memiliki pengaruh negatif terhadap tenaga kerja.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

(28)

16

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalan analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengkaji struktur dan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengaruh pembangunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara. Model analisis data yang digunakan untuk menganalisis pengaruh tersebut adalah model regresi berganda (Ordinary Least Square).

Ordinary Least Square

Model Regresi Linear Berganda adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Untuk menjawab permasalahan mengenai pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dirumuskan model sebagai berikut:

Model Pertumbuhan Ekonomi

Model pertumbuhan ekonomi menggunakan peubah tak bebas yaitu Produk Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara (PDRB) yang diduga dipengaruhi oleh realisasi Penanaman Modal Asing perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMDN), jumlah tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara, ekspor kelapa sawit dalam bentuk CPO (X), serta dummy krisis (Dummy). Model tersebut belum linear sehingga semua variabelnya diubah menjadi bentuk Ln agar model tersebut linear. Persamaan pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

LnPDRB = β0 + β1δnPεAKS + β2δnPεDNKS + β3δnTK + β4δnX +

β5Dummy +

dimana:

LnPDRB = Produk Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara

LnPMAKS = Realisasi PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara

LnPMDNKS = Realisasi PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara

LnX = Ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara LnTK = Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara

(29)

17 Model Penyerapan Tenaga Kerja

Tenaga kerja diduga dipengaruhi oleh realisasi Penanaman Modal Asing perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMDN), luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Sumatera Utara (LPKR), luas lahan perkebunan kelapa sawit besar Provinsi Sumatera Utara (LPKB), PDRB Provinsi Sumatera Utara, serta upah minimum Provinsi Sumatera Utara (UMR). Model tersebut belum linear sehingga semua variabelnya diubah menjadi bentuk Ln agar model tersebut linear.Perumusan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini dirumuskan sebegai berikut:

LnTK = β 0+ β1LnPMAKS + β2LnPMDNKS + β3LnUεR + β4LnLPKR +

β5LnδPKB + β6LnPDRB + β7Dummy +

dimana:

LnTK = Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara

LnPMAK = Realisasi PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara

LnPMDNKS = Realisasi PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara

LnUMR = Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara

LnLPKR = Luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara LnLPKB = Luas lahan perkebunan kelapa sawit besar Sumatera Utara LnPDRB = Produk Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara

Dummy = 0 untuk sebelum krisis 1997 dan 1 untuk setelah krisis 1997 = Error

Uji Koefisien Determinan R2

Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk melihat seberapa besarkeragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas yang terpilih terhadap variabel tidak bebas. Sifat dari R2 adalah besarannya yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu (0 < R2< 1). Jika R2 bernilai satu maka terjadi kecocokan sempurna dimana variabel tidak bebas dapat dijelaskan oleh garis regresi, sedangkan jika nilainya nol itu berarti tidak ada varians variabel tak bebas

dapat diterangkan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, semakin dekat nilai R2 dengan satu model tersebut semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas, demikian juga sebaliknya.

Uji t-Statistik

(30)

18

S(a) = Simpangan baku koefisien dugaan Kriteria Uji :

t-hitung > t α/2(n-k) , maka tolak H0 t-hitung < t α/2(n-k) , maka terima H0

Jika H0 ditolak dalam kriteria uji-t berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas dan sebaliknya jika H0 diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai t-hitung maka akan semakin kuat bukti bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik. Uji F- Statistik

Uji signifikan serentak yaitu uji F-stat, Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan dari pergerakan seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pergerakan dari variabel tak bebasnya dalam suatu persamaan. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut hipotesis nol. Jika H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika H0 diterima berarti tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai F-hit maka akan semakin kuat bukti bahwa terdapat minimal salah satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap keragaman dari variabel tak bebas.

Uji Pelanggaran Asumsi

Uji pelanggaran asumsi klasik terdiri atas: Multikoliniearitas

Multikolinearitas adalah tidak adanya hubungan linier sempurna antara peubah bebas. Multikolinearitas muncul jika ada dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) babas berkolerasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Multikoliniearitas terdiri atas dua jenis. Pertama, multikolinearitas tidak sempurna terjadi jika korelasi antar variabel Xi tidak sempurna (|r|<1) yang

mengakibatkan intrepretasi dari koefisien dugaan regresi (βi) menjadi sulit, nilai

varian dari koefisien regresi menjadi lebih besar, dan koefisien dugaan regresi menjadi lebih sensitif jika terjadi perubahan nilai Xi. Kedua, multikolinearitas

sempurna terjadi jika korelasi antar variabel Xi sempurna (|r|=±1) sehingga

mengakibatkan koefisien regresi tidak dapat diduga.

(31)

19 korelasi antarvariabel independen. Namun multikolinearitas dapat menyebabkan standard error yang besar.

2. Tambahkan data bila memungkinkan, karena masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasi sedikit.

3. Hilangkan salah satu variabel independen, terutama yang memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain.

4. Transformasikan salah satu (atau beberapa) variabel. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari regresi linear adalah ragam sisaan sama atau homogeny. Jika ragam sisaan tidak sama atau (var(� )=E(� 2)=� 2) untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dikatakan ada masalah heteroskedastisitas. Masalah ini sering terjadi dalam data cross-section. Salah satu cara mengidentifikasi heteroskedastisitas adalah dengan Uji White. Untuk menghilangkan heteroskedastisitas, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan. Namun alternatif tersebut sangat tergantung kepada ketersediaan informasi tentang varian dan residual. Jika varian dan residual diketahui, maka heteroskedastisitas dapat diatasi dengan metode WLS (Weighted Least Square). Seandainya varian tidak diketahui, dapat diatasi dengan metode White.

Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (��). Dengan pengertian lain, sisaan menyebar bebas atau ���( , ) = E( , ) = 0 untuk semua i≠j, dan dikenal juga sebagai bebas serial (serial independence). Jika semua asumsi klasik dalam model regresi liniear mengalami masalah autokorelasi, maka mengakibatkan dugaan parameter koefisiensi regresi dengan metode OLS: masih tetap tidak bias; masih konsisten; mempunyai standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya, sehingga nilai statistik uji-t tinggi; penduga OLS tidak efisien lagi atau ragamnya tidak lagi minimum. Salah satu cara untuk megidentifikasi Autokorelasi adalah dengan Uji Breusch-Godfrey.

Cara lain untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin Watson. Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara veriabel independen. Cara mengidentifikasinya adalah dengan membandingkan nilai Durbin Watson tersebut dengan nilai dU dan dL pada tabel Durbin Watson. Jika nilai d > dU maka tidak terdapat autokorelasi positif. Jika nila (4-d) > dU maka tidak ada autokorelasi negatif.

Normalitas

Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi normal. Salah satu cara untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan histogram dan melihat nilai dari Jarque-Bera serta nilai probabilitasnya. Kriteria untuk melihat normalitas, yaitu:

1. Jika nilai Jarque-Bera tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data berdistribusi normal.

(32)

20

Uji Kriteria Statistik

Untuk mengevaluasi model berdasarkan kriteria statistik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pengujian di bawah ini:

Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Gujarati (1999), Nilai koefisien determinasi (R2) dapat mengukur ukuran kesesuaian (goodness of fit) secara keseluruhan dari suatu model, yang menunjukkan seberapa cocok garis regresi yang ditaksir terhadap nilai Y sebenarnya. R2 digunakan untuk menjelaskan seberapa besar suatu variabel bebas dalam suatu model dapat menjelaskan variabel terikat suatu penelitian. Nilai R2

berkisar dari nol sampai satu (0 ≤ R2≤1). Semakin mendekati nilai satu maka

model akan semakin baik. Uji F-statistic

Uji ini digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama– sama. Jika model yang digunakan signifikan maka model tersebut dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman variabel terikat Hipotesis pengujian ini adalah :

H0 = β1= β2= ... = βk (tidak ada pengaruh)

H1 = minimal ada satu βjyang ≠ 0 (ada pengaruh)

Dikatakan tolak H0 jika Fhit> Fα(k,n-k-1) yang artinya paling tidak terdapat satu

variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara statistik. Dikatakan terima H0 jika Fhit< Fα(k,n-k-1) yang artinya tidak ada sama

sekali variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Uji t-statistik

Uji-t digunakan untuk melihat faktor–faktor yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Hipotesis pengujian ini adalah :

H0= βj = 0

H1= βj≠ 0

Jika nilai t-statistik > t α/2(n – k -1) maka dikatakan tolak H0 yang artinya

dengan tingkat keyakinan 1-α dapat disimpulkan bahwa variabel bebas ke-i secara parsial mempengaruhi variabel terikat.

Definisi Operasional

1. Pertumbuhan ekonomi adalah persentase PDRB atas dasar harga konstan yang dinyatakan dalam persen.

2. Penananaman modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal diwilayah negara Republik Indonesia. 3. Penanaman modal asing adalah alat-alat untuk perusahaan, termasuk

(33)

21 4. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga.

5. Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran

6. Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal.

7. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang dikelola oleh rakyat dan memiliki luas areal yang relatif kecil.

8. Perkebunan besar adalah perkebunan yang dikelola oleh pemerintah dan swasta dengan luas areal yang besar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara

Struktur dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara

(34)

22

Gambar 4 Luas area perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara 1984-2013

Sumber : BPS 2014

(35)

23

Gambar 5 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara

Sumber : BPS 2014

Produktivitas menggambarkan bagaimana kemampuan setiap hektar lahan dalam memproduksi kelapa sawit. Produktivitas diperoleh dengan membagi luas lahan perkebunan dengan jumlah kelapa sawit yang diproduksi. Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat relatif mengalami peningkatan sedangkan produktivitas perkebunan besar berfluktuatif (Tabel 10). Produktivitas Provinsi Sumatera Utara masih di bawah tingkat produktivitas Malaysia yang rata-rata 10 ton perhektar. Produktivitas tersebut harus ditingkatkan agar menghasilkan CPO yang lebih banyak lagi karena Indonesia memiliki luas lahan yang lebih luas dibandingkan luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki Malaysia.

Tabel 10 Produktivitas CPO Sumatera Utara Tahun Perkebunan

(36)

24

Perkembangan perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara juga dapat dilihat dari PMDN dan PMA kelapa sawit dan industri penghasil minyak yang masuk ke provinsi tersebut. Penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari asing ditujukan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah tersebut, khususnya dalam sektor perkebunan kelapa sawit. Modal yang masuk berupa investasi pembangunan infrastruktur perkebunan kelapa sawit, serta pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit. Selama tiga puluh tahun terakhir, investasi yang masuk baik PMA maupun PMDN memiliki nilai yang berfluktuatif dan cenderung meningkat (Gambar 6).

0 2E+12 4E+12 6E+12 8E+12 1E+13 1.2E+13 1.4E+13 1.6E+13

R

u

p

iah

Tahun

PMA

PMDN

Gambar 6 PMA dan PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Sumatera Utara

Sumber : BKPM 2014 (diolah)

(37)

25

Gambar 7 Ekspor CPO Sumatera Utara

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2014

Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Sumatera Utara Terkait Perkebunan Kelapa Sawit

Departemen Pertanian (2010) menjelaskan bahwa pemerintah pusat menerapkan visi "Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Kelapa Sawit yang Berdaya Saing, Berkerakyatan, Berkelanjutan dan Terdesentralisasi" dalam melaksanakan kebijakan jangka panjang yaitu sampai dengan tahun 2025. Kebijakan pemerintah pusat dalam mengelola perkebunan kelapa sawit agar menghasilkan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang optimal adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan produktivitas dan mutu kelapa sawit

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta mutu kelapa sawit secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh petani pekebun maupun perkebunan besar. Penerapan kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kelapa sawit dapat ditempuh melalui program: peremajaan kelapa sawit, pengembangan industri benih yang berbasis teknologi dan pasar, peningkatan pengawasan dan pengujian mutu benih, perlindungan plasma nutfah kelapa sawit, pengembangan dan pemantapan kelembagaan petani.

2. Pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi berupa bahan mentah (CPO), tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah dinikmati di dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja baru. Penerapan kebijakan pengembangan industri hilir ini ditempuh antara lain melalui:

(38)

26

pendirian pabrik Minyak Goreng Sawit (MGS) skala kecil di sentra produksi CPO yang belum ada pabrik MGS.

b. Pengembangan industri hilir kelapa sawit di sentra-sentra produksi. c. Peningkatan kerjasama di bidang promosi, penelitian dan

pengembangan serta pengembangan SDM dengan negara penghasil CPO.

d. Fasilitasi pengembangan biodiesel.

e. Pengembangan market riset dan market intelijen untuk memperkuat daya saing.

3. Kebijakan industri minyak goreng/makan terpadu

Kebijakan ini diperlukan mengingat rawannya pasar minyak goreng di Indonesia dan besarnya biaya ekonomi dan sosial akibat kelangkaan bahan pangan ini di dalam negeri dan goyahnya posisi Indonesia sebagai pemasok CPO terpercaya di pasar dunia. Kebijakan ini diharapkan arah pengembangan komoditas penghasil minyak goreng yang jelas dan unsur-unsur pendukungnya.

4. Dukungan penyediaan dana

Kebijakan ini dimaksudkan untuk tersedianya berbagai kemungkinan sumber pembiayaan yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit, baik yang berasal dari lembaga perbankan maupun non bank. Disamping itu perlu segera dihidupkan kembali dana yang berasal dari komoditi kelapa sawit untuk pengembangan agribisnis kelapa sawit.

Berdasarkan kebijakan yang telah dirumuskan di atas, maka program pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan, monitoring, dan evaluasi 2. Pengembangan usaha

3. Pembenihan

4. Perlindungan tanaman, serta

5. Pemberdayaan masyarakat perkebunan kelapa sawit

Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara perlu dikembangkan karena memiliki pengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara dan penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara. Investasi baik PMDN maupun PMA pada perkebunan kelapa sawit perlu ditingkatkan karena dapat meningkatkan PDRB dan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan investasi tersebut dapat dilakukan sesuai yang dijelaskan Nasir (2010) selaku Direktur Jenderal Perkebunan dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan 2010-2014 yaitu dengan memberikan fasilitasi, advokasi dan bimbingan dalam memperoleh kemudahan akses untuk pelaksanaan investasi usaha perkebunan, mendorong pelaksanaan pemanfaatan dana perbankan untuk pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah, mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha, memberikan fasilitasi tersedianya sumber dana dari pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan, mendorong lembaga penjamin kredit untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan.

(39)

27 membagi Indonesia menjadi 6 koridor ekonomi dengan Sumatera sebagai koridor Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional dengan sebaran utama kegiatan menghasilkan kelapa sawit, karet, batu bara, dan besi-baja.Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit melalui revitalisasi perkebunan perlu dilaksanakan. Perluasan lahan perkebunan rakyat tersebut sejalan dengan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan 2010-2014 dengan target pengembangan pertahunnya adalah 125 ribu hektar pada 2010, 153 ribu hektar tahun 2011, 153 ribu hektar pada 2012, 153 hektar pada taun 2013, dan 148 ribu hektar pada 2014 (Departemen Pertanian 2012). Kebutuhan investasi untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit baik berupa perluasan lahan perkebunan kelapa sawit maupun kebutuhan investasi peremajaan kebun adalah sebagai berikut:

Tabel 11 Kebutuhan investasi perluasan perkebunan kelapa sawit

Investor Jumlah Investasi per tahun (juta)

Petani Plasma (120 000 ha) 3 366 321

Perusahaan Inti (30 000 ha) 1 878 765

Pemerintah 561 015

Total 5 806 102

Sumber : Departemen Pertanian 2012

Tabel 12 Kebutuhan investasi peremajaan perkebunan kelapa sawit

Investor Jumlah Investasi per tahun (juta)

Petani Plasma (62 000 ha) 1 592 791

Perusahaan Inti (18 000 ha) 487 598

Pemerintah 69 983

Total 2 150 371

Sumber : Departemen Pertanian 2012

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara

Hasil Uji Model

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS) dengan menggunakan dua buah model yang berbeda yaitu model pertumbuhan ekonomi serta model penyerapan tenaga kerja. Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) harus dipenuhi agar kedua model tersebut termasuk dalam model regresi linear berganda yang baik. Untuk memperoleh kebaikan pada model tersebut, maka dilakukanlah uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, serta uji multikolinearitas.

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.844718. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen. Nilai Jarque-Bera yang lebih besar dibandingkan taraf nyata memiliki arti bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0 atau residual error terdistribusi

(40)

28

2. Uji Multikolinearitas

Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai masing- masing matriks korelasi antar variabel bebas. Jika nilai korelasi antar variabel bebas lebih kecil

dari nilai R-squared. Semua nilai kolinearitas antar variabel di bawah 0.99

sehingga model tersebut bebas dari multikolinearitas yang berarti model yang digunakan terbebas dari masalah multikolinearitas sehingga tidak ada hubungan linear antara peubah bebasnya.

Tabel 13 Matriks korelasi

PMAKS PMDNKS TK X DUMMY PMAKS 1.000000 0.703690 0.653006 0.274709 0.623318 PMDNKS 0.703690 1.000000 0.706612 0.325384 0.791031 TK 0.653006 0.706612 1.000000 0.573369 0.692334 X 0.274709 0.325384 0.573369 1.000000 0.243593 DUMMY 0.623318 0.791031 0.692334 0.243593 1.000000 Sumber : Hasil olahan E-Views 6.0

1. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas salah satunya dapat menggunakan uji White. Berdasarkan hasil uji white didapatkan nilai probability f(stat) sebesar 0.5701 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen yang memiliki arti bahwa model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas sehingga variansi dari error bersifat konstan.

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji LM. Berdasarkan hasil uji LM didapatkan nilai probability f(stat) sebesar 0.8345 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen yang memiliki arti bahwa model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi sehingga errornya tidak memiliki keterkaitan.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara

(41)

29 Tabel 14 Hasil regresi persamaan pertumbuhan ekonomi

Variabel Koefisien Probabilitas

LnPMAKS 0.008110 0.0267

LnPMDNKS 0.038473 0.0075

LnTK 1.598708 0.0002

Variabel PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.008 yaitu sama dengan nilai koefisiennya karena pada saat pengolahan data, penulis sudah merubah data dalam bentuk Ln yang artinya setiap kenaikan PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan menyebabkan PDRB Sumatera Utara meningkat sebesar 0.008 persen dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut 0.038 yang artinya setiap kenaikan PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDRB Sumatera Utara sebesar 0.038 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori dimana kenaikan investasi dapat meningkatkan PDRB.

Variabel tenaga kerja Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut 1.598 yang artinya setiap kenaikan jumlah tenaga kerja Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDRB Sumatera Utara sebesar 1.598 persen dengan asumsi ceteris paribus. Kenaikan jumlah tenaga kerja akan menyebabkan pengangguran yang ada berkurang sehingga semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat yang akhirnya akan meningkatkan PDRB.

Variabel ekspor CPO memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel ekspor CPO adalah 0.205 yang artinya setiap kenaikan ekspor CPO sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.205 persen dengan asumsi ceteris paribus. Ekspor bersih atau jumlah ekspor dikurangi impor akan memiliki hubungan yang positif dengan PDRB sehingga kenaikan ekspor akan meningkatkan PDRB.

(42)

30

sawit baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar meningkat sehingga menyebabkan PDRB Sumatera Utara meningkat. Perkembangan variabel-variabel dalam model pertumbuhan ekonomi dapat dilihat di Gambar 13.

0

Gambar 8 Plot data variabel model pertumbuhan ekonomi

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara

Hasil Uji Model

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS) dengan menggunakan dua buah model yang berbeda yaitu model pertumbuhan ekonomi serta model penyerapan tenaga kerja. Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) harus dipenuhi agar kedua model tersebut termasuk dalam model regresi linear berganda yang baik. Untuk memperoleh kebaikan pada model tersebut, maka dilakukanlah uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, serta uji multikolinearitas.

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.619023. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen. Nilai Jarque-Bera yang lebih besar dibandingkan taraf nyata memiliki arti bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0 atau residual error terdistribusi

normal di dalam model. 2. Uji Multikolinearitas

Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai masing- masing matriks korelasi antar variabel bebas. Jika nilai korelasi antar variabel bebas lebih kecil

dari nilai R-squared. Semua nilai kolinearitas antar variabel di bawah 0.99

(43)

31 digunakan terbebas dari masalah multikolinearitas sehingga tidak ada hubungan linear antara peubah bebasnya.

Tabel 15 Matriks korelasi model pertumbuhan ekonomi

UMR PMDNKS PMAKS LPKR LPKB PDRB DUMMY UMR 1.000000 0.867057 0.713190 0.989631 0.875366 -0.106702 0.883483 PMDNKS 0.867057 1.000000 0.703690 0.894443 0.789202 -0.096233 0.791031 PMAKS 0.713190 0.703690 1.000000 0.742760 0.793773 -0.060638 0.623318 LPKR 0.989631 0.894443 0.742760 1.000000 0.876084 -0.082827 0.859891 LPKB 0.875366 0.789202 0.793773 0.876084 1.000000 -0.008749 0.768505 PDRB -0.106702 -0.096233 -0.060638 -0.082827 -0.008749 1.000000 -0.020049 DUMMY 0.883483 0.791031 0.623318 0.859891 0.768505 -0.020049 1.000000 Sumber : Hasil olahan E-Views 6.0

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas salah satunya dapat menggunakan uji White. Berdasarkan hasil uji white didapatkan nilai probability f(stat) sebesar 0.7215 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen yang memiliki arti bahwa model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas sehingga variansi dari error bersifat konstan.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji LM. Berdasarkan hasil uji LM didapatkan nilai probability f(stat) sebesar 0.4154 atau lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen yang memiliki arti bahwa model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi sehingga errornya tidak memiliki keterkaitan.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Utara

(44)

32

satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

Tabel 16 Hasil regresi persamaan penyerapan tenaga kerja

Variabel Koefisien Probabilitas

UMR 0.084238 0.0001

PMDNKS 0.016666 0.0000

PMAKS 0.001474 0.0017

Variabel UMR Provinsi Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.084 yang artinya setiap kenaikan UMR Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara meningkat sebesar 0.084 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan UMR memiliki pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UMR memiliki pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja yang diakibatkan oleh tujuan peningkatan UMR tersebut untuk kesejahteraan pekerja sehingga produktivitas bertambah dan output perusahaan pun akan bertambah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Roni (2010) dan Meiska (2013). Meiska menyatakan bahwa UMR berbanding positif karena kenaikan UMR pada daerah Kalimantan Timur bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari pekerja itu sendiri sehingga output yang dihasilkan optimal. Hal tersebut tidak akan menjadi masalah bagi perusahaan yang tidak merasa dirugikan dalam membayar upah yang telah ditentukkan tersebut karena jika poduktivitas pekerja bertambah, output yang dihasilkan meningkat dan menambah keuntungan untuk perusahaan tersebut. Akmal Roni menyatakan bahwa kenaikan UMR di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kehidupan yang layak bagi para pekerja dan menarik para pekerja muda untuk terus produktif.

(45)

33 Variabel PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.001 yang artinya setiap kenaikan PMA kelapa sawit Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara meningkat sebesar 0.001 persen dengan asumsi ceteris paribus. Ketika investasi naik, baik itu investasi asing maupun dalam negeri akan meningkatkan jumlah pabrik yang ada. Pembangunan pabrik baru membutuhkan tenaga kerja yang baru pula sehingga akan meningkatkan tenaga kerja.

Variabel luas perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.159 yang artinya setiap kenaikan luas perkebunan kelapa sawit rakyat sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara meningkat sebesar 0.159 persen dengan asumsi ceteris paribus. Perkebunan rakyat kebanyakan masih menggunakan teknik tradisional dengan sistem padat karya sehingga ketika luas perkebunan rakyat meningkat, semakin banyak pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Variabel luas perkebunan kelapa sawit besar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.013 yang artinya setiap kenaikan luas perkebunan kelapa sawit besar sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara meningkat sebesar 0.013 persen. Penyerapan tenaga kerja aibat perluasan perkebunan besar lebih rendah dikarenakan perkebunan besar kebanyak menggunakan teknologi yang tinggi sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perkebunan rakyat.

Variabel PDRB Provinsi Sumatera Utara memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara. Nilai elastisitas variabel tersebut sebesar 0.013 yang artinya setiap kenaikan PDRB Provinsi Sumatera Utara sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara meningkat sebesar 0.013 persen dengan asumsi ceteris paribus. PDRB memiliki hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja sehingga ketika PDRN naik akan menyebabkan jumlah tenaga kerja meningkat.

(46)

34

5 10 15 20 25 30 35

Ln

Tahun

PDRB

TK

PMA

UMR

PMDN

LPKR

LPKB

Gambar 9 Plot data variabel pada model penyerapan tenaga kerja

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Dalam 30 tahun terakhir, struktur perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara baik dari sisi luas lahan maupun produksi didominasi olah perkebunan besar. Dalam kurun waktu tersebut, di perkebunan besar dan rakyat luas lahan dan produksi mengalami peningkatan, sementara untuk produktivitas di perkebunan besar cenderung mengalami penurunan sedangkan di perkebunan rakyat cenderung mengalami peningkatan meskipun produktivitas perkebunan rakyat tetap lebih rendah daripada di perkebunan besar. Tingkat produktiviatas kelapa sawit Indonesia masih rendah dibandingkan negara penghasil utama lainnya yaitu Malaysia. Ekpor dalam bentuk CPO dalam 30 terakhir berfluktuatif bahkan dalam lima tahun terakhir terus mengalami penurunan. Baik PMA maupun PMDN di perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan dan dalam tiga tahun terakhir peranan PMA lebih menonjol, dibandingkan sebelumnya yang cenderung fluktuatif.

Gambar

Tabel 1  Peranan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-
Tabel 2  PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor/subsektor pertanian
Tabel 4  Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Tabel 5  Volume Ekspor Komoditas Perkebunan 2008-2012 (ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem ini berfungsi sebagai jemuran pakaian yang bekerja secara otomatis sesuai dengan output dari sensor cahaya (LDR) dan sensor hujan dimana output dari sensor

Indikator dan variabel yang digunakan pada penelitian yakni : Kinerja Karyawan dengan indikator standar dan alat atau sarana; Kompensasi yakni gaji dan Fasilitas;

Teknik pembelajaran wait time adalah suatu teknik yang digunakan dalam pembelajaran dengan memberikan waktu tunggu kepada peserta didik untuk berfikir dan guru

Penelitian terkait teka-teki tradisional bahasa Bali atau ‘cecimpedan’ hanya sampai pada tahap pendokumentasian ragam contoh-contohnya saja. Kajian mendalamnya secara

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan isolat bakteri dan isolat aktinomisetes terbaik untuk di aplikasikan sebagai agen biokompos dengan menganalisa kemampuan

Penelitian ini telah menghasilkan sebuah aplikasi antar-jemput laundry pada platform Android yang dibuat menggunakan bahasa pemrograman Java dan akses basisdata

Nata dalam kemasan adalah produk makanan berupa gel selulosa hasil fermentasi air kelapa, air tahu atau bahan lainnya oleh bakteri asam cuka (Acetobacter