ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI SAYURAN DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Oleh Anggi Nastiti
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam sayuran, pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga, serta distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive). Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif (statistik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga tipe pola tanaman sayuran di Kecamatan Jati Agung yaitu pola tanam I (Sawi, Bayam, dan Selada); pola tanam II (sawi dan Bayam); dan pola tanam III (Sawi dan selada). Rata-rata pendapatan rumah tangga petani sayuran pada pola tanam I, II dan III berturut-turut sebesar Rp14.719.534, Rp13.023.096 dan Rp11.274.800 per tahun. Berdasarkan indeks gini menurut Kriteria Oshima dan Kriteria Bank Dunia maka diperolah pola tanam I 0,19 dan 30,17 persen, pola tanam II 0,08 dan 21,72 persen dan pola tanam III 0,39 dan 23,55 persen. Angka-angka tersebut menunjukkan ketimpangan pendapatan rumah tangga petani sayuran dalam kategori rendah.
ABSTRACT
THE INCOME AND HOUSEHOLD INCOME DISTRIBUTION OF VEGETABLE FARMERS IN JATI AGUNG SUBDISTRICT OF SOUTH LAMPUNG REGENCY
By Anggi Nastiti
The purposes of this study were to analyze the cropping patterns of vegetables, the farm income and household income, and the distribution of household income of vegetable farmers in Jati Agung Subdistrict of South Lampung Regency. The research location was chosen purposively. The number of respondents in this study was 50 vegetable farmers. The data was analyzed using qualitative (descriptive) and quantitative (statistics). The result of this study showed that there were three types of cropping pattern of vegetables in Jati Agung Subdistrict. Type one was consisted of mustard green, spinach and lettuce; type two was mustard green and spinach; while type three was mustard green and lettuce. The average of years farm income of cropping pattern I, II and three were Rp14.719.534, Rp13.023.096 and Rp11.274.800 respectively. The Gini index based on criteria Oshima and world bank were as followed: cropping patterns I were 0,19 and 30,17 percent, cropping pattern II were 0,08 and 21,72 percent and cropping pattern III were 0,39 and 23,55 percent. These numbers showed that there were low equity income and income inequality of vegetable farmer households.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 September 1990 sebagai anak ke dua
dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Gempar Babarto, S.Sos. dan Ibu Winarni.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Sari Teladan pada tahun
1996, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Beringin Raya pada tahun 2002.
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 14 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 7
Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) selama 30 hari di PTPN VII Unit
Usaha pematang Kiwah Natar. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKL) selama 40 hari di Desa Punjul Agung, Buay Bahuga, Way Kanan. Selama
menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai anggota Bidang III (Pengabdian
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran Di Kecamatan Jati Agung Kabupaten lampung Selatan dengan baik. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan dan doa dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan
bimbingan, kritik dan bantuannya selama proses penulisan skripsi.
2. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis.
3. Dr. Ir. Dyah Aring H.L, M.Si, selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan bimbingan
serta arahan kepada penulis selama masa perkuliahan dan kritiknya selama penulisan
skripsi.
4. Mb Iin, Pak Margono, Mas Bo, Mas Kardi, Mas Boim, yang telah membantu kelancaran
administrasi selama ini.
5. Ayahanda Gempar Babarto, S.Sos. dan Ibunda Winarni tercinta, terima kasih untuk
semua kasih sayang, perhatian yang tiada hentinya, kekuatan dan doa yang selalu berikan
6. Saudara penulis Mas Angga, Mba ika dan Ica terima kasih untuk dukungan dan
semangatnya.
7. Sahabat-sahabat penulis, Alin, Vient, Eka, Mae, Lika, Wibik, Bella, Handini, Ega, Devi,
Oni, Nyoman, Rizky, Finko, Haris, Ebie, Ando, Ari, terima kasih untuk semangat,
bantuan, dan keceriaan yang selalu kalian hadirkan. Semoga kita semua menjadi orang
yang sukses dan berhasil.
8. Vitho Yerriandha,yang selalu memberikan semangat, bantuan, motivasi serta
perhatiannya, terima kasih untuk waktu dan kesempatanya.
9. Teman-teman AGB’08, AGB’09, AGB’010 terima kasih untuk bantuan dan
kekompakannya.
10.Almamater Tercinta dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Bandar Lampung, 5 Juni 2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Tinjauan Agronomis Komoditi Sayuran ... 10
2. Konsep Usahatani... 14
3. Konsep Pendapatan Usahatani ... 15
4. Konsep Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 18
5. Pendapatan Rumah Tangga ... 20
6. Distribusi Pendapatan... 20
B. Kerangka Pemikiran ... 26
III.METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 30
B. Lokasi Penelitian, Sampel dan Waktu Penelitian ... 33
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 34
D. Metode Analisis Data ... 34
1. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran ... 34
2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran ... 36
IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan ... 40
B. Keadaan Umum Petani Responden... 40
1. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 46
2. Karakteristik Ekonomi ... 48
3. Luas Lahan ... 49
C. Keragaan Usahatani Sayuran ... 51
1. Pola Tanam... 51
2. Pelaksanaan Komoditi Sayuran ... 52
D. Penggunaan Sarana Produksi ... 56
1. Penggunaan Benih ... 58
2. Penggunaan Pupuk ... 59
3. Penggunaan Pestisida ... 61
E. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 63
1. Pendapatan Usahatani Sayuran ... 63
2. Pendapatan Usahatani di Luar Kegiatan Budidaya ... 68
3. Pendapatan Non Usahatani ... 61
F. Analisis Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 72
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 ... 2
2. Luas panen dan poduksi tanaman sayur-sayuran di Kabupaten
Lampung Selatan ... 4
3. Luas tanam dan produksi hortikultura di Kecamatan Jati Agung ... 4
4. Distribusi tingkat kesjahteraan keluarga di Kecamatan Jati Agung .. 5
5. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten
Lampung Selatan ... 40
6. Luas panen dan produksi padi dan palawija di Kabupaten
Lampung Selatan tahun 2011... 41
7. Luas panen dan produksi tanaman sayur-sayuran di Kabupaten
Lampung selatan . ... 42
8. Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin .. 43
9. Luas lahan pertanian di Kecamatan Jati Agung menurut desa dan
penggunaannya tahun 2010 ... 45 10.Sebaran petani sayuran responden menurut kelompok umur dan
desa ... 46
11.Sebaran petni menurut umur desa dan tingkat pendidikan ... 47
12.Sebaran responden di Kecamatan Jati Agung berdasarkan jumlah
tanggungan keluarga tahun 2011 ... 49
13.Sebaran responden petani sayuran berdasarkan lama berusahatani ... 49
14.Sebaran luas lahan yang dimiliki petani sayuran ... 50
15.Penggunaan benih sawi, bayam dan selada oleh petani responden ... 57
16.Rata-rata penggunaan pupuk dalam budidaya tanaman selada oleh
17.Sebaran petani responden dalam budidaya sawi,bayam dan selada .. 60
18.Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani dan per pola tanam per luas lahan ... 62
19.Rata-rata penerimaan, biaya da pendapatan petani pola tanam I di Kecamatan Jati Agung ... 64
20.Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan petani pola tanam II di Kecamatan Jati agung ... 65
21.Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan petani pola tanam III di Kecamatan Jati Agung ... 66
22.Rata-rata pendapatan usahatani petani sayuran per pola tanam ... 67
23.Rata-rata pendapatan petani sayuran dari kegiatan nonsayuran ... 68
24.Rata-rata pendapatan petani sayuran dari kegiatan nonfarm ... 70
25.Rata-rata pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ... 70
26.Distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran pada pola tanam I di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ... 73
27.Distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ... 74
28.Distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ... 76
29.Identitas responden ... 83
30.Rata-rata nilai penyusutan ushatani di Kecamatan Jati Agung ... 85
31.Rata-rata penggunaan benih dan pupuk di Kecamatan Jati Agung ... 86
32.Rata-rata penggunaan benih dan pupuk di Kecamatan Jati Agung ... 87
33.Pendapatan usahatani onfarm sayura pola tanam I di Kecamatan Jati Agung ... 88
34.Pendapatan usahatani onfarm sayuran pola tanam II di Kecamatan Jati Agung ... 89
35.Pendapatan usahatani onfarm sayuran pola tanam III di Kecamatan Jati Agung ... 90
37.Rata-rata pendapatan nonfarm di Kecamatan Jati Agung ... 91
38.Rata-rata pendapatan petani sayuran di Kecamatan Jati Agung ... 92
39.Total pendapatan rumah tangga petani sayuran pola tanam I di Kecamatan Jati Agung ... 93
40.Total pendapatan rumah tangga petani sayuran pola tanam II di Kecamatan Jati Agung ... 94
41.Total pendapatan rumah tangga petani sayuran pola tanam III di Kecamatan Jati Agung ... 95
42.Gini ratio onfarm sayuran pola tanam I di Kecamatan Jati Agung.... 96
43.Gini ratio nonsayuran pola tanam I di Kecamatan Jati Agung... . 97
44.Gini ratio offfarm pola tanam I di Kecamatan Jati Agung... ... 98
45.Gini ratio nonfarm pola tanam I di Kecamatan Jati Agung... . 99
46.Gini ratio total pendapatan rumah tangga petani sayuran pola tanam I di Kecamatan Jati Agung... . 100
47.Gini ratio onfarm sayuran pola tanam II di Kecamatan Jati Agung.. ... 101
48.Gini ratio nonsayuran pola tanam II di Kecamatan Jati Agung... ... 102
49.Gini ratio offfarm pola tanam II di Kecamatan Jati Agung... . 103
50.Gini ratio nonfarm pola tanam II di Kecamatan Jati Agung... . 104
51.Gini ratio total pendapatan rumah tangga petani sayuran pola tanam II di Kecamatan Jati Agung... 105
52.Gini ratio onfarm sayuran pola tanam III di Kecamatan Jati Agung. ... 106
53.Gini ratio nonsayuran pola tanam III di Kecamatan Jati Agung... ... 107
54.Gini ratio offfarm pola tanam III di Kecamatan Jati Agung... .. 108
55.Gini ratio nonfarm pola tanam III di Kecamatan Jati Agung... ... 109
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan Indeks Gini (Gini Ratio) dengan Kurva Lorentz ... 22
2. Kerangka Pemikiran ... 29
3. Pola Tanam Petani Sayuran di Kecamatan Jati Agung ... 51
4. Kurva Lorentz Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani
Sayuran Pola Tanam I di Kecamatan Jati Agung ... 74
5. Kurva Lorentz Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani
Sayuran Pola Tanam II di Kecamatan Jati Agung ... 75
6. Kurva Lorentz Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu
terus dikembangkan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
perkembangan teknologi guna meningkatkan produksi hasil pertanian.
Produksi hasil pertanian berperan penting dalam pembangunan, terutama
untuk memenuhi konsumsi pangan masyarakat.
Pembangunan pertanian tidak hanya dititikberatkan pada peningkatan
produksi, namun juga diarahkan pada peningkatan pendapatan masyarakat,
peningkatan taraf hidup petani dan perluasan pasar produk pertanian, baik di
dalam maupun di luar negeri. Kemampuan sektor pertanian untuk
memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rumah tangga petani tergantung pada tingkat pendapatan
usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri, dengan
demikian tingkat pendapatan usahatani di samping merupakan penentu utama
kesejahteraan rumah tangga petani, juga menjadi salah satu faktor penting
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu
2
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang banyak memproduksi
hortikultura. Hal tersebut karena iklim tropis yang dimiliki Indonesia
mendukung tanaman apapun bisa tumbuh di Indonesia. Tanaman hortikultura
mudah mengalami kebusukan, sementara produk hortikultura dibutuhkan
setiap hari dalam keadaan segar. Dari pemanenan hingga pemasaran tanaman
hortikultura diperlukan penanganan dengan cermat dan efisien karena
penanganan yang baik dapat meningkatkan kualitas dan harga pasar.
Sayuran termasuk komoditas penting yang mendukung ketahanan pangan
nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai
sumber vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi dan
konsumsi sayuran Indonesia meningkat setiap tahun seiring dengan pertumbuhan
penduduk Indonesia yang terus bertambah. Adapun perkembangan produksi
sayuran di Indonesia tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)
Tahun Kubis Sawi Kangkung Bayam Buncis
2006 1,267,745 590,401 292,950 149,435 269,532
2007 1,288,740 564,912 335,087 155,862 266,790
2008 1.323.702 565,636 323,757 163,817 266.551
2009 1,358,113 562,838 360,992 173.750 290,993
2010 1,384,044 583,770 350,879 152,334 336,494
Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa sayuran yang memberikan kontribusi
terhadap produksi nasional pada periode tahun 2006 hingga 2010. Kontribusi
produksi terbesar diperoleh tanaman kubis, hal tersebut dapat dilihat dari
produksinya dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Kemudian
3
perkembangan produksi yang paling rendah tiap tahun, hal itu dikarenakan
bayam merupakan tanaman yang sensitif dan mudah mengalami kegagalan
dalam penanaman.
Sektor pertanian merupakan salah satu tumpuan perekonomian di Lampung
Selatan. Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra produksi tanaman
pangan dengan produk terbesarnya adalah padi dan jagung. Selain itu,
tanaman hortikultura khususnya sayuran juga menjadi prioritas utama kerena
merupakan komoditas unggulan di Lampung Selatan. Luas panen dan
produksi sayuran di Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 produksi tanaman sayuran tiga terbanyak di kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2011 adalah petai, kemudian di ikuti oleh
ketimun dan kemudian sawi. Ketiga sayuran tersebut banyak diusahakan
sebagai penopang kehidupan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.
Salah satu kecamatan di Lampung Selatan yang dikenal sebagai penghasil
sayuran adalah Kecamatan Jati Agung
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tanaman sayuran yang paling banyak di
usahakan di Kecamatan Jati Agung adalah bayam dan sawi. Tanaman bayam
dan sawi lebih dominan diusahakan diduga karena kedua tanaman tersebut
mudah dibudidayakan dan lebih cepat menghasilkan sehingga cepat pula
4
Tabel 2. Luas panen dan produksi tanaman sayur-sayuran di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011
Tabel 3. Luas tanam dan produksi berbagai jenis sayuran di Kecamatan Jati Agung tahun 2010
Jenis Tanaman Luas Tanam (Ha) Produksi
Cabe 11 22
Kacang Panjang 6 18
Tomat 6 24
Kentimun 6 24
Terong 4 12
Katuk 4 4
Bayam 21 27
Sawi 22 29
Segala fasilitas yang ada di Bandar Lampung mudah dicapai dari Kecamatan
jati Agung. Sehingga memungkinkan untuk Kecamatan Jati Agung
berkembang ddengan cepat seirig dengan pembangunan yang ada di Bandar
No Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)
1 Bawang merah 37,0 353,3
2 Bawang putih - -
3 Bawang daun 238,0 2.414,7
4 Kentang - -
5 Lobak - -
6 Sawi 450,0 4.800,5
7 Cabai 403,0 2.981,8
8 Terung 202,0 2.337,6
9 Tomat 284,0 3.322,0
10 Ketimun 357,0 4.504.5
11 Kacang panjang 385,0 3.600,7
12 Buncis 216,0 2.287,0
13 Kangkung 372,0 3.149,3
14 Bayam 435,0 971,4
15 Labu siam 55,0 611,7
16 Melinjo 555,2 2.700.6
5
Lampung. Namun demikian di Kecamatan jati Agung masih banyak ditemui
keluarga yang belum sejahtera sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi tingkat kesejahteraan keluarga di Kecamatan Jati Agung Menurut Desa 2011
Desa Keluarga Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera I
Keluarga Sejahtera II
1 Wayhuwi 268 558 1.459
2 Jatimulyo 1.088 750 792
3 Banjar agung 202 78 126
4 Gedong harapan 57 31 29
5 Gedung agung 104 118 128
6 Sidodi asri 659 355 348
7 purwotani 269 137 26
8 Sumberjaya 430 255 247
9 Margodadi 210 184 200
10 Marga agung 835 122 36
11 Marga lestari 288 118 174
12 Sidoharjo 300 109 359
13 Rejomulyo 294 213 611
14 Karang anyar 696 741 1.077
15 Fajar baru 445 365 23
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2011)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa desa yang masih banyak memiliki keluarga
prasejahtera yaitu Jatimulyo dan Marga Agung. Banyaknya jumah keluarga
prasejahtera mempengaruhi pendapatan antarpetani dan oleh sebab itu
pemilihan lokasi penelitian berada pada desa Jatimulyo dan Marga Agung.
Pendapatan petani sayuran yang ada di Kecamatan Jati Agung juga bersumber
dari pendapatan lainnya, ada yang berasal dari usahatani lainnya ada pula yang
berasal dari non usahatani. Pekerjaan sampingan di luar usahatani, seperti
6
tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendapatan bersih petani berasal dari
banyak sumber.
Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu
sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan, misalnya bekerja
di luar sektor pertanian, sektor industri, dan sektor jasa. Hal ini sejalan dengan
beberapa studi yang menunjukkan bahwa bekerja di luar sektor pertanian
merupakan salah satu upaya petani untuk keluar dari belenggu kemiskinan atau
setidaknya sebagai kiat kelangsungan hidup rumah tangga (Soeratno, 1996).
B.Perumusan Masalah
Kecamatan Jati Agung merupakan salah satu daerah penghasil sayuran dengan
produksi yang cukup tinggi di Kabupaten Lampung Selatan, namun masih
memiliki banyak keluarga prasejahtera. Hal tersebut menjadi pertimbangan
dalam melakukan penelitian di daerah ini.
Rendahnya kualitas dan kuantitas sayuran yang dihasilkan oleh petani
seringkali diakibatkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan dan sarana yang
dimiliki petani. Selain itu budidaya dan teknologi yang digunakan masih
sangat sederhana, serta faktor lain yang melekat pada usahatani rakyat adalah
skala usahataninya yang umumnya kecil dan tersebar. Oleh karena itu bila
petani merasakan kurangnya pendapatan dari usahatani yang dilakukannya,
mereka akan melakukan beberapa pekerjaan tambahan sebagai sumber
7
akhirnya pendapatan petani berhubungan dengan kesejahteraan rumah
tangganya.
Kabupaten Lampung Selatan merupakan kabupaten yang memiliki potensi
besar di bidang pertanian, sehingga menjadi sentra penghasil beberapa
komoditas unggulan tanaman pangan dan sayuran. Namun, dalam
perkembangan usahatani di Kabupaten Lampung Selatan masih banyak
mengalami kendala seperti rendahnya penggunaan sarana produksi, rendahnya
penyerapan informasi dan teknologi dalam usahatani sayuran, rendahnya
modal yang dimiliki dan rendahnya harga jual serta adanya alih fungsi lahan.
Alih fungsi terjadi akibat sejumlah lahan persawahan tidak berfungsi dengan
baik, sehingga dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan nonpertanian. Alih
fungsi lahan tersebut berdampak pada kemiskinan serta pendapatan petani dan
mengakibatkan ketidakmerataan pendapatan antara petani satu dan lainnya.
ketidakmerataan (ketimpangan pendapatan) dapat disebabkan oleh
keberagaman faktor faktor produksi yang dimiliki oleh setiap orang dalam
suatu daerah/wilayah. Semakin banyak faktor produksi yang dimiliki oleh
seseorang, maka berkemungkinan besar ia akan memiliki pendapatan yang juga
semakin besar. Apabila suatu daerah memiliki ketidakmerataan pendapatan
atau ketimpangan yang besar, maka akan menyebabkan meningkatnya angka
kriminalitas dan kesenjangan sosial.
Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan
8
masyarakat adalah kemiskinan, pengangguran dan penyediaan kesempatan
kerja, serta inflasi dan lain-lainnya. Dariuraian yang telah dijelaskantersebut,
dapat dirumuskan beberapa masalah yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu,
(1) bagaimana pola tanam sayuran (2) berapakah besarnya pendapatan
usahatani sayuran (3) berapakahbesarnya pendapatan rumah tangga petani,
serta (4) berapakah besarnyatingkat distribusi pendapatan rumah tangga petani
sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Mengetahui pola tanam sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten
Lampung Selatan.
(2) Menganalisis pendapatan usahatani sayuran di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan.
(3) Menganalisis pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan, dan
(4) Menganalisis tingkat distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
D.Kegunaan Penelitian
(1) Sebagai salah satu sumber informasi bagi individu-individu ataupun
9
(2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membantu
mengembangkan dan meningkatkan produksi sayuran guna meningkatkan
kesejahteraan rumah tangga petani.
(3) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu
terus dikembangkan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
perkembangan teknologi guna meningkatkan produksi hasil pertanian.
Produksi hasil pertanian berperan penting dalam pembangunan, terutama
untuk memenuhi konsumsi pangan masyarakat.
Pembangunan pertanian tidak hanya dititikberatkan pada peningkatan
produksi, namun juga diarahkan pada peningkatan pendapatan masyarakat,
peningkatan taraf hidup petani dan perluasan pasar produk pertanian, baik di
dalam maupun di luar negeri. Kemampuan sektor pertanian untuk
memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rumah tangga petani tergantung pada tingkat pendapatan
usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri, dengan
demikian tingkat pendapatan usahatani di samping merupakan penentu utama
kesejahteraan rumah tangga petani, juga menjadi salah satu faktor penting
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu
2
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang banyak memproduksi
hortikultura. Hal tersebut karena iklim tropis yang dimiliki Indonesia
mendukung tanaman apapun bisa tumbuh di Indonesia. Tanaman hortikultura
mudah mengalami kebusukan, sementara produk hortikultura dibutuhkan
setiap hari dalam keadaan segar. Dari pemanenan hingga pemasaran tanaman
hortikultura diperlukan penanganan dengan cermat dan efisien karena
penanganan yang baik dapat meningkatkan kualitas dan harga pasar.
Sayuran termasuk komoditas penting yang mendukung ketahanan pangan
nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai
sumber vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi dan
konsumsi sayuran Indonesia meningkat setiap tahun seiring dengan pertumbuhan
penduduk Indonesia yang terus bertambah. Adapun perkembangan produksi
sayuran di Indonesia tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)
Tahun Kubis Sawi Kangkung Bayam Buncis
2006 1,267,745 590,401 292,950 149,435 269,532
2007 1,288,740 564,912 335,087 155,862 266,790
2008 1.323.702 565,636 323,757 163,817 266.551
2009 1,358,113 562,838 360,992 173.750 290,993
2010 1,384,044 583,770 350,879 152,334 336,494
Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa sayuran yang memberikan kontribusi
terhadap produksi nasional pada periode tahun 2006 hingga 2010. Kontribusi
produksi terbesar diperoleh tanaman kubis, hal tersebut dapat dilihat dari
produksinya dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Kemudian
3
perkembangan produksi yang paling rendah tiap tahun, hal itu dikarenakan
bayam merupakan tanaman yang sensitif dan mudah mengalami kegagalan
dalam penanaman.
Sektor pertanian merupakan salah satu tumpuan perekonomian di Lampung
Selatan. Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra produksi tanaman
pangan dengan produk terbesarnya adalah padi dan jagung. Selain itu,
tanaman hortikultura khususnya sayuran juga menjadi prioritas utama kerena
merupakan komoditas unggulan di Lampung Selatan. Luas panen dan
produksi sayuran di Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 produksi tanaman sayuran tiga terbanyak di kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2011 adalah petai, kemudian di ikuti oleh
ketimun dan kemudian sawi. Ketiga sayuran tersebut banyak diusahakan
sebagai penopang kehidupan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.
Salah satu kecamatan di Lampung Selatan yang dikenal sebagai penghasil
sayuran adalah Kecamatan Jati Agung
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tanaman sayuran yang paling banyak di
usahakan di Kecamatan Jati Agung adalah bayam dan sawi. Tanaman bayam
dan sawi lebih dominan diusahakan diduga karena kedua tanaman tersebut
mudah dibudidayakan dan lebih cepat menghasilkan sehingga cepat pula
4
Tabel 2. Luas panen dan produksi tanaman sayur-sayuran di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011
Tabel 3. Luas tanam dan produksi berbagai jenis sayuran di Kecamatan Jati Agung tahun 2010
Jenis Tanaman Luas Tanam (Ha) Produksi
Cabe 11 22
Kacang Panjang 6 18
Tomat 6 24
Kentimun 6 24
Terong 4 12
Katuk 4 4
Bayam 21 27
Sawi 22 29
Segala fasilitas yang ada di Bandar Lampung mudah dicapai dari Kecamatan
jati Agung. Sehingga memungkinkan untuk Kecamatan Jati Agung
berkembang ddengan cepat seirig dengan pembangunan yang ada di Bandar
No Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)
1 Bawang merah 37,0 353,3
2 Bawang putih - -
3 Bawang daun 238,0 2.414,7
4 Kentang - -
5 Lobak - -
6 Sawi 450,0 4.800,5
7 Cabai 403,0 2.981,8
8 Terung 202,0 2.337,6
9 Tomat 284,0 3.322,0
10 Ketimun 357,0 4.504.5
11 Kacang panjang 385,0 3.600,7
12 Buncis 216,0 2.287,0
13 Kangkung 372,0 3.149,3
14 Bayam 435,0 971,4
15 Labu siam 55,0 611,7
16 Melinjo 555,2 2.700.6
5
Lampung. Namun demikian di Kecamatan jati Agung masih banyak ditemui
keluarga yang belum sejahtera sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi tingkat kesejahteraan keluarga di Kecamatan Jati Agung Menurut Desa 2011
Desa Keluarga Pra
Sejahtera
Keluarga Sejahtera I
Keluarga Sejahtera II
1 Wayhuwi 268 558 1.459
2 Jatimulyo 1.088 750 792
3 Banjar agung 202 78 126
4 Gedong harapan 57 31 29
5 Gedung agung 104 118 128
6 Sidodi asri 659 355 348
7 purwotani 269 137 26
8 Sumberjaya 430 255 247
9 Margodadi 210 184 200
10 Marga agung 835 122 36
11 Marga lestari 288 118 174
12 Sidoharjo 300 109 359
13 Rejomulyo 294 213 611
14 Karang anyar 696 741 1.077
15 Fajar baru 445 365 23
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2011)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa desa yang masih banyak memiliki keluarga
prasejahtera yaitu Jatimulyo dan Marga Agung. Banyaknya jumah keluarga
prasejahtera mempengaruhi pendapatan antarpetani dan oleh sebab itu
pemilihan lokasi penelitian berada pada desa Jatimulyo dan Marga Agung.
Pendapatan petani sayuran yang ada di Kecamatan Jati Agung juga bersumber
dari pendapatan lainnya, ada yang berasal dari usahatani lainnya ada pula yang
berasal dari non usahatani. Pekerjaan sampingan di luar usahatani, seperti
6
tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendapatan bersih petani berasal dari
banyak sumber.
Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu
sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan, misalnya bekerja
di luar sektor pertanian, sektor industri, dan sektor jasa. Hal ini sejalan dengan
beberapa studi yang menunjukkan bahwa bekerja di luar sektor pertanian
merupakan salah satu upaya petani untuk keluar dari belenggu kemiskinan atau
setidaknya sebagai kiat kelangsungan hidup rumah tangga (Soeratno, 1996).
B.Perumusan Masalah
Kecamatan Jati Agung merupakan salah satu daerah penghasil sayuran dengan
produksi yang cukup tinggi di Kabupaten Lampung Selatan, namun masih
memiliki banyak keluarga prasejahtera. Hal tersebut menjadi pertimbangan
dalam melakukan penelitian di daerah ini.
Rendahnya kualitas dan kuantitas sayuran yang dihasilkan oleh petani
seringkali diakibatkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan dan sarana yang
dimiliki petani. Selain itu budidaya dan teknologi yang digunakan masih
sangat sederhana, serta faktor lain yang melekat pada usahatani rakyat adalah
skala usahataninya yang umumnya kecil dan tersebar. Oleh karena itu bila
petani merasakan kurangnya pendapatan dari usahatani yang dilakukannya,
mereka akan melakukan beberapa pekerjaan tambahan sebagai sumber
7
akhirnya pendapatan petani berhubungan dengan kesejahteraan rumah
tangganya.
Kabupaten Lampung Selatan merupakan kabupaten yang memiliki potensi
besar di bidang pertanian, sehingga menjadi sentra penghasil beberapa
komoditas unggulan tanaman pangan dan sayuran. Namun, dalam
perkembangan usahatani di Kabupaten Lampung Selatan masih banyak
mengalami kendala seperti rendahnya penggunaan sarana produksi, rendahnya
penyerapan informasi dan teknologi dalam usahatani sayuran, rendahnya
modal yang dimiliki dan rendahnya harga jual serta adanya alih fungsi lahan.
Alih fungsi terjadi akibat sejumlah lahan persawahan tidak berfungsi dengan
baik, sehingga dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan nonpertanian. Alih
fungsi lahan tersebut berdampak pada kemiskinan serta pendapatan petani dan
mengakibatkan ketidakmerataan pendapatan antara petani satu dan lainnya.
ketidakmerataan (ketimpangan pendapatan) dapat disebabkan oleh
keberagaman faktor faktor produksi yang dimiliki oleh setiap orang dalam
suatu daerah/wilayah. Semakin banyak faktor produksi yang dimiliki oleh
seseorang, maka berkemungkinan besar ia akan memiliki pendapatan yang juga
semakin besar. Apabila suatu daerah memiliki ketidakmerataan pendapatan
atau ketimpangan yang besar, maka akan menyebabkan meningkatnya angka
kriminalitas dan kesenjangan sosial.
Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan
8
masyarakat adalah kemiskinan, pengangguran dan penyediaan kesempatan
kerja, serta inflasi dan lain-lainnya. Dariuraian yang telah dijelaskantersebut,
dapat dirumuskan beberapa masalah yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu,
(1) bagaimana pola tanam sayuran (2) berapakah besarnya pendapatan
usahatani sayuran (3) berapakahbesarnya pendapatan rumah tangga petani,
serta (4) berapakah besarnyatingkat distribusi pendapatan rumah tangga petani
sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Mengetahui pola tanam sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten
Lampung Selatan.
(2) Menganalisis pendapatan usahatani sayuran di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan.
(3) Menganalisis pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan, dan
(4) Menganalisis tingkat distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
D.Kegunaan Penelitian
(1) Sebagai salah satu sumber informasi bagi individu-individu ataupun
9
(2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membantu
mengembangkan dan meningkatkan produksi sayuran guna meningkatkan
kesejahteraan rumah tangga petani.
(3) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
1
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan agronomis dan produksi komoditi sayuran
Sayuran merupakan komoditi yang berprospek cerah, karena dibutuhkan
sehari-hari sehingga permintaannya cenderung terus meningkat.
Sebagaimana jenis tanaman hortikultura lainnya, kebanyakan tanaman
sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Kenyataan ini dapat
dipahami sebab sayuran harus dikonsumsi setiap hari.
Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan
sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang
bernilai ekonomi tinggi. Produksi sayuran Indonesia meningkat setiap
tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun sedangkan laju
pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7-24,2%/tahun
Jenis tanaman yang digunakan sebagai sayuran hanya sedikit, di antara
ratusan ribu jenis yang diketahui, hanya beberapa ratus jenis saja yang
digunakan sebagai sayuran. Namun, untuk mengelola informasi tentang
berbagai tanaman tersebut diperlukan beberapa sistem klasifikasi, terutama
2
cara mengelompokkan tanaman secara logis. Sayuran iklim dingin
menyukai suhu rata-rata 10-18°C selama sebagian besar masa
pertumbuhannya. Tanaman iklim panas adalah tanaman yang menyukai
suhu rata-rata 18-30°C selama sebagian besar masa pertumbuhan dan
perkembangannya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Salah satu komoditi hortikultura yang memiliki peluang untuk
dikembangkan dan menguntungkan adalah sayuran. Tanaman sayuran
dapat dibagi atas tiga jenis yang dipilah menurut bagian tanaman yang
dipanen, yaitu: (1) sayuran daun yang dipanen bagian daunnya, seperti
bayam, kangkung, katu, selada dan sawi, (2) sayuran biji dan polong, yang
dipanen bagian polong dan bijinya seperti karpri, kacang hijau, kedelai, dan
petai, dan (3) sayuran umbi dan buah yang dipanen bagian umbi dan
buahnya misalnya wortel, kentang, ubi jalar, tomat dan cabe.
Sawi (Brassica juncea L.) merupakan sayuran yang banyak memberikan manfaat pada masyarakat. Kebutuhan sawi segar sebagai bahan sayuran
semakin hari semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan sawi
tersebut diperlukan pembudidayaan yang baik, sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan produksinya banyak (Lingga, 1999)
Tanaman sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk
dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen
serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara
3
Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur
panen sawi yang relatif singkat menghasilkan keuntungan yang memadai.
Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar
ke semua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi
antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta
menguatkan berdirinya batang tanaman. Curah hujan yang cukup sepanjang
tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air
tanah yang mencukupi. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang tahan
terhadap curah hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan
tetapi tanaman sawi yang tidak tahan terhadap air yang menggenang (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2011).
Bayam (Amaranthus sp) adalah salah satu sayuran yang banyak
dibudidayakan, selain berguna sebagai bahan sayuran yang lezat, bayam
juga kaya akan gizi dan berfungsi ganda. Saat ini Indonesia dihadapkan
pada empat permasalahan utama yaitu kekurangan energi dan protein
(KEP), kekurangan yodium, kekurangan vitamin A, dan kekurangan gizi.
Bayam diprogramkan sebagai tanaman yang menunjang Usaha Perbaikan
Gizi keluarga (UPGK) (Rukmana, 1994)
Bayam ditanam di berbagai jenis tanah terutama tanah gembur liat ringan
4
mempunyai saluran yang baik dan mempunyai kemasaman tanah di antara
5.5 – 6.5 adalah paling sesuai. Ciri-ciri bayam cabut siap panen adalah
umur tanaman antara 25-35 hari setelah tanam. Tinggi tanaman antara 15-20
cm dan belum berbunga. Waktu panen yang paling baik adalah pagi atau
sore hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, 2011).
Selada (Lactuca sativa) adalah tumbuhan sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Selada (Lactuca sativa) memiliki penampilan yang menarik. Ada yang berwama hijau segar dan
ada juga yang berwama merah. Selain sebagai sayuran, daun selada yang
agak keriting ini sering dijadikan penghias hidangan. Selada yang ditanam
di dataran rendah cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal
bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25°C. Jenis tanah yang disukai
selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih
mengandung humus (Rahardi, 1993)
2. Konsep Usahatani
Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam,
tenagakerja, modal, dan pengolahan yang diusahakan oleh perorangan atau
sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari
keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani adalah himpunan
5
pertanian seperti tanah, air, sinar matahari dan bangunan pertanian.
Pembagian bidang pertanian terdiri atas dua bagian yaitu usahatani
pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi,
pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian subsisten atau
setengah subsisten) yang umumnya memiliki luas lahan yang sempit,
sedangkan perusahaan pertanian adalah usahatani yang sepenuhnya
dijalankan secara komersial.
Hernanto (1991) menyatakan bahwa usahatani adalah setiap organisasi
alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan
pertanian. Pelaksanaan organisasi itu sendiri dapat dilaksanakan oleh
seseorang atau sekumpulan orang. Dalam hal ini usahatani mencakup
pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk kebutuhan
keluarga sampai kepada bentuk yang paling modern yaitu mencari
keuntungan.
Soekartawi (1995) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif
dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan
sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan
dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan
keluaran (output) yang melebihi masukan (input).
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mosher (1974), bahwa
6
dilaksanakan baik petani sebagai pemilik, penyewa ataupun buruh tani.
Dalam suatu usahatani, tanaman yang diusahakan tidak terbatas pada satu
jenis saja, tetapi dapat terdiri dari berbagai macam tanaman. Begitu pula
ternak yang diusahakan, ataupun kombinasi antara tanaman, ternak, dan
pemeliharaan ikan. Berhasil atau tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari
besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola suatu
usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan
nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.
3. Konsep Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama analis pendapatan,
yaitu menggambarkan keadaan kegiatan usaha dan menggambarkan
keadaan yang akan datang dalam perencanan.
Menurut Soekartawi (1986), pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Selain itu,
pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga tani. Jadi dapat dikatakan
7
Analisis pendapatan dan keuntungan dari setiap cabang usaha memberikan
bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani itu berhasil atau tidak.
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai berikut
: (1) cukup untuk membayar pembelian sarana produksi termasuk biaya
angkutan dan administrasi, (2) cukup untuk membayar bunga modal yang
ditanamkan, dan (3) cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau
bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak dibayar.
Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
TR = Y . Py
Keterangan :
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Sedangkan pendapatan atau keuntungan usahatani adalah selisih
antarapenerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC = Y . Py – (X . Px) – BTT
Keterangan :
π = Keuntungan (pendapatan) TR = Total penerimaan
TC = Total biaya Y = Harga produksi
8
Biaya usahatani berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung
kepada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap adalah biaya
yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Selain itu
biaya juga diklasifikasikan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dikeluarkan oleh
petani. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada
usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat
pertanian, dan biaya imbangan sewa lahan serta digunakan untuk menghitung
berapa besarnya keuntungan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja
dalam keluarga diperhitungkan.
4. Konsep Teori Pendapatan Rumah Tangga
Keluarga pada umumnya terdiri dari seorang kepala keluarga dan beberapa
anggotanya. Kepala rumah tangga adalah orang yang paling bertanggungjawab
terhadap rumah tangga tersebut, sedangkan anggota keluarga atau rumah
tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi tanggungan
kepala rumah tangga yang bersangkutan.
Umumnya pendapatan rumah tangga pedesaan tidak berasal dari satu sumber,
tapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan
tersebut di duga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga
9
mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor internal seperti unsur tanah,
air, iklim, tingkat teknologi, manajemen, tenaga kerja, modal, dan jumlah
tenaga kerja. Selain itu ada faktor eksternal yaitu tersedianya sarana
transportasi dan komunikasi, harga sarana produksi, fasilitas kredit, dan
penyuluhan.
Menurut Rodjak (2002), yang dimaksud dengan pendapatan petani adalah
jumlah pendapatan petani dari usahatani dan dari luar usahatani, yang
diperoleh dalam setahun. Rodjak (2002) menyatakan bahwa, tingkat
pendapatan petani dapat dipengaruhi oleh berbagai sumber, antara lain dari
pendapatan petani sebagai pengelola, pendapatan tenaga kerja petani,
pendapatan tenaga kerja keluarga petani, dan pendapatan keluarga petani.
Pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dan
pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari
penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan
yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang
berasal dari kegiatan diluar usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih
antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usahatani
adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar
usahatani seperti berdagang, mengojek, dan lain-lain.
Pendapatan Rumah Tangga
Menurut Mosher (1985), tolok ukur yang sangat penting untuk melihat
10
dari kesejahteraan tergantung pada tingkat pendapatan petani. Besarnya
pendapatan petani itu sendiri akan mempengaruhi kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi yaitu, pangan, sandang, papan, kesehatan dan lapangan kerja.
Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pendapatan bersih usahatani adalah
selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan
kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total
usahatani adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan
dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan
ke dalam usahatani.
Pendapatan rumah tangga diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan
keluarga yang berasal dari usahatani dan pendapatan keluarga yang berasal dari
luar usahatani, dengan rumus sebagai berikut :
Prt = Pusahatani + Pofffarm + Pnonfarm
Keterangan :
Prt = Pendapatan Rumah Tangga Petani per-tahun
Pusahatani = Pendapatan usahatani
Pofffarm = Pendapatan usahatani diluar kegiatan budidaya
11
5. Distribusi Pendapatan
Gini Ratio (Indeks Gini) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan masyarakat secara global. Rumus
yang digunakan untuk menghitung angka Gini adalah sebagai berikut :
G = 1 - Pi (Ii + Ii– 1)
Keterangan :
G = Bilangan Gini yang besarnya berkisar antara 0 sampai 1 ditulis sampai 4 angka dibelakang koma
Pi = Presentase kumulatif penerima pendapatan sampai kelompok ke-i
Ii = Presentase kumulatif pendapatan yang diterima sampai dengan kelompok ke-i
k = Jumlah kelompok penerima pendapatan
1 = Konstanta
Untuk memberikan penilaian tinggi rendahnya ketimpangan distribusi
pendapatan tersebut dilakukan dengan kriteria sebagai berikut, (a) Indeks Gini
kurang dari 0,4 menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang rendah,
(b) Indeks Gini antara 0,4-0,5 menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan
sedang, (c) Indeks Gini lebih besar atau sama dengan 0,5 menunjukkan
ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi.
Nilai Gini ratio yang semakin mendekati nol berarti makin baik distribusinya,
sebaliknya makin mendekati satu, distribusi pendapatan makin buruk atau
12
sebuah metode grafis untuk melihat distribusi secara menyeluruh. Metode
grafis berupa kurva tersebut disebut kurva Lorentz. Kurva Lorentz diperoleh
dengan menghubungkan variabel frekuensi penerima pendapatan dan persen
atau relatif yang terakumulasikan sebagai sumbu vertikal, dengan variabel
pendapatan yang sudah dikelompokkan atau digolongkan dalam percentiles
sebagai sumbu horizontal.
Menurut Todaro dan Smith (1993), untuk mengetahui tingkat ketimpangan
pendapatan Kurva Lorentz harus dipadu dengan kriteria Bank Dunia. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS 2011) Bank Dunia mengelompokan penduduk pada
tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan 40% penduduk dengan
pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan 20%
penduduk dengan pendapatan tinggi. Kategori ketimpangan ditentukan dengan
mengunakan kriteria seperti berikut:
a) Jika proporsi jumlah pendapatan dari rumah tangga yang masuk kategori
40% terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga kurang dari
12% dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi.
b) Jika proporsi jumlah pendapatan rumah tangga yang masuk kategori 40%
terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga antara 12-17 %
13
c) Jika proporsi jumlah pendapatan rumah tangga yang masuk kategori 40%
terendah terhadap total pendapatan seluruh rumah tangga lebih dari 17%
[image:45.595.153.511.237.464.2]dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.
Gambar 1. Hubungan Indeks Gini (Gini Ratio) dengan kurva Lorentz (Todaro, 1993)
6. Pengkajian Penelitian Terdahulu
Studi mengenai analisis pendapatan dan usahatani telah banyak dilakukan,
baik di ruang lingkup perusahaan agribisnis maupun ruang lingkup kondisi
pedesaan. Analisis ini telah banyak mengkaji berbagai komoditi, khususnya di
bidang pertanian. Salah satunya adalah penelitian yang telah dilakukan Edy
(2011) melakukan analisis pendapatan usahatani sayuran daun di Kabupaten
Pidie pada hasil penelitian petani sayuran menunjukan bahwa usahatani % Pendapatan kumulatif
A
C
B
D E
F
% Penerimaan pendapatan
Keterangan :
- Kurva Lorentz: adalah kurva ABCDEF
- Garis pemerataan sempurna: adalah garis AF
- Garis Ketidakmerataan sempurna: adalah garis AGF
14
sayuran daun yang memberikan nilai produksi yang paling tinggi adalah
usahatani sawi. Hasil analisis data diperoleh nilai dari perhitungan rasio ROI
(Return On Investment) untuk usahatani sawi, kangkung, bayam, dan selada masing-masing 112,03%, 99,58%, 93,24%, dan 92,94%. Rasio perolehan ROI
sebagaimana diperlihatkan di atas, memberi makna bahwa kemampuan setiap
Rp100,- biaya produksi yang telah dicurahkan dalam kegiatan usahatani
tersebut dapat memberikan pendapatan usahatani (laba bersih) sebesar
Rp112,03 untuk usahatani sawi, Rp99,58 untuk usahatani kangkung, Rp93,24
untuk usahatani bayam, dan sebesar Rp92,94 untuk usahatani selada. Dengan
demikian, hasil penelitian membuktikan bahwa usahatani sayuran sawi
merupakan jenis usahatani yang memiliki kemampuan untuk memberikan
pendapatan yang paling besar dari setiap biaya produksi yang dicurahkan,
kemudian secara berturut-turut diikuti usahatani kangkung, bayam, dan selada.
Laba bersih sebagaimana digambarkan di atas dinilai relatif besar, karena jarak
waktu yang diperhitungkan antara pengeluaran-pengeluaran yang harus
dilakukan dengan penerimaan hasil penjualan yang diperoleh untuk semua
komoditi sayuran daun tersebut diasumsikan memiliki rentang waktu yang
sama yaitu selama 60 hari atau 2 bulan. Demikian pula hasil penelitian
Sunawirawan (2010) tentang efesiensi produksi dan pendapatan usahatani sawi
di Kota Bandar Lampung. Menyimpulkan bahwa usahatani sawi merupakan
usahatani yang menguntungkan. Tingkat pendapatan sebesar Rp1.640.004,00
per1.851, 43 m2 memiliki R/C ratio atas biaya tunai yaitu sebesar 2,58,
sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp749.333,40 per 1.851,43 m2
15
kendala lahan seluas 1851,43 m2 diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar
Rp1.618.015,48 dengan R/C ratio sebesar 3,23, sedangkan atas biaya total
adalah sebesar 1.017.648,14 dengan R/C ratio sebesar 1,77.
Pada penelitian usahatan tani sayuran di atas, belum mencakup mengenai
distribusi pendapatan pada rumah tangga petani sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Endah (2004) yang melakukan penelitian tentang pengaruh
status penguasaan lahan pertanian terhadap distribusi pendapatan petani padi di
Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Hasilpenelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan garapanpetani penggarap 0,50 per ha
dengan pendapatan usahatani sebesar Rp 4.171.537per ha. Kemudian nilai
Koefisian Gini (Rasio Gini) sebesar 0,59. Hal inimenunjukkan ketimpangan
distribusi pendapatan tinggi yaitu lebih besar dari 0,50.
Menurut Agus (2009) yang melakukan penelitian mengenai pendapatan
usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten yaitu sebesar Rp1.168.090
setiap usahatani atau mencapai Rp1.946.817 setiap hektar. Distribusi
pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten dalam Kurva Lorenz
tergambar terjadi ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena
jumlah petani tinggi tetapi pendapatan petani rendah. Distribusi pendapatan
usahatani padi anorganik di KabupatenKlaten dalam Koefisien Gini sebesar
0,512. Hal ini menunjukkan terjadiketimpangan distribusi pendapatan tinggi
menurut Bank Dunia.
Afriyanti (2012) melakukan penelitian mengenai pendapatan rumah tangga
16
Kecamatan Padang Cermin berasal dari berbagai kegiatan usaha, yaitu
usahatani kakao, luar usahatani kakao, dan dari kegiatan usaha nonusahatani.
Besarnya rata-rata pendapatan rumah tangga petani kakao adalah
Rp20.944.667,36/tahun. Persentase berbagai sumber pendapatan adalah
sebesar 53,12 persen pendapatan rumah tangga diperoleh dari usahatani kakao
dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp11.614.140,16/tahun, sebesar 27,88
persen pendapatan rumah tangga diperoleh dari kegiatan usahatani selain kakao
dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp5.838.371,17/tahun, dan sebesar 19,00
persen pendapatan rumah tangga diperoleh dari kegiatan nonusahatani dengan
rata-rata pendapatan sebesar Rp3.979.094,20/tahun. Distribusi pendapatan
rumah tangga petani kakao di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang
Cermin tidak merata, hal ini dikarenakan angka Gini Rasio dari hasil
perhitungan distribusi pendapatan adalah sebesar 0,41 dengan arti bahwa
distribusi pendapatan rumah tangga masih berada pada ketimpangan yang
sedang.
Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu, banyak yang melakukan penelitian
mengenai pendapatan usahatani dengan berbagai macam komoditi. Untuk
penelitian mengenai sayuran, penelitian sebelumnya adalah mengenai
pendapatan usahatani sayuran daun. Pada penelitian ini, selain dilakukan
penelitian mengenai pendapatan rumah tangga petani sayuran, juga dilakukan
penghitungan tingkat distribusi pendapatan petani guna mengetahui
ketimpangan pendapatan rumah tangga petani sayuran yang masih jarang
diterapkan pada penelitian pada petani sayuran sebelumnya. Dengan demikian,
17
pendapatan rumah tangga petani sayuran yang dapat berguna sebagai bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
B. Kerangka Pemikiran
Petani dalam melakukan usahataninya menggunakan beberapa faktor produksi
seperti lahan, modal / sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dan peralatan)
serta tenaga kerja untuk memperoleh hasil dan keuntungan. Dalam usahatani
kepemilikan lahan yang merupakan salah satu faktor produksi umumnya sangat
mendukung untuk perkembangan usahatani tersebut. Hal ini dikarenakan,
semakin luas lahan yang dimiliki petani maka semakin besar potensi petani
untuk mengembangkan usahataninya.
Modal juga berperan besar dalam pembiayaan usahatani terutama untuk
pengadaan sarana produksi. Modal di dalam usahatani biasanya digunakan
untuk pembelian berbagai sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, serta
upah tenaga kerja di dalam produksi akan sangat berpengaruh pada proses
produksi, karena suatu proses produksi membutuhkan input produksi. Input
atau korbanan ini semula berupa fisik, kemudian dinilai dalam bentuk uang
atau rupiah, yang disebut dengan total biaya produksi. Dalam usahatani
sayuran diperoleh produksi di mana jika dikalikan dengan harga jualnya akan
menghasilkan penerimaan usahatani, dan selisih antara penerimaan usahatani
dengan total biaya usahatani disebut dengan pendapatan usahatani.
Komoditi sayuran termasuk komoditi yang diunggulkan di Kecamatan Jati
18
besar petani mengandalkan usahatani ini sebagai usaha pokok dalam
menunjang perekonomian keluarga selain tanaman pangan. Upaya yang perlu
dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan petani adalah sistem
usahatani pada setiap tingkat usahatani, memperkuat kelembagaan pada tingkat
petani, serta membangun kerjasama yang sinergis antar stakeholder. Selain itu,
faktor lain yang perlu diketahui dalam pengusahaan usatani sayuran ini adalah
penggunaan input produksi agar petani bisa memperoleh keuntungan sesuai
yang diharapkan.
Tingkat pendapatan usahatani sayuran erat kaitannya dengan jumlah produksi
sayuran, dan jumlah produksi sayuran dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi
yang mendukungnya. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan faktor produksi selama kegiatan usahatani dilaksanakan,
secara langsung akan berdampak pada hasil penerimaan petani sayuran yang
bergantung pada harga sayur di tingkat petani.
Distribusi Pendapatan rumah tangga digolongkan ke dalam dua sektor, yaitu
sektor pertanian dan nonpertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian
dapat dirincikan lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh tani,
menyewakan lahan, dan bagi hasil. Sumber pendapatan petani dari sektor
nonpertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga,
perdagangan, pegawai, jasa, buruh nonpertanian, serta buruh subsektor
pertanian lainnya (Sajogyo, 1990).
Kegiatan nonusahatani akan meningkatkan penerimaan tambahan petani
19
usahatani. Kegiatan yang dilakukan nonusahatani diharapkan dapat
meningkatkan ekonomi rumah tangga yang tercermin dari peningkatan
pendapatan rumah tangga. Dengan diketahuinya pendapatan rumah tangga
petani sayuran akan dapat digunakan untuk menghitung tingkat distribusi
pendapatan rumah tangga petani. Berdasarkan uraian di atas, maka disusun
20
Gambar 2. Paradigma pemikiran analisis pendapatan dan distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. On Farm Off Farm Non utama: perkebunan, peternakan, perikanan dll Utama: Sayuran sawi,bayam ,selada. Produksi Sayuran x1,x2,x3 Non Farm -mengojek, berdagang Biaya produksi Penerimaan Usahatani Sayuran Pendapatan Usahatani Sayuran Pendapatan Rumah Tangga Petani Analisis Distribusi Pendapatan
Pendapatan Pendapatan
Usahatani Non Usahatani
Harga Input Faktor produksi - Benih - Pupuk - Tenagakerja - Pestisida - Biaya angkut
1
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan agronomis dan produksi komoditi sayuran
Sayuran merupakan komoditi yang berprospek cerah, karena dibutuhkan
sehari-hari sehingga permintaannya cenderung terus meningkat.
Sebagaimana jenis tanaman hortikultura lainnya, kebanyakan tanaman
sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Kenyataan ini dapat
dipahami sebab sayuran harus dikonsumsi setiap hari.
Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan
sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang
bernilai ekonomi tinggi. Produksi sayuran Indonesia meningkat setiap
tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun sedangkan laju
pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7-24,2%/tahun
Jenis tanaman yang digunakan sebagai sayuran hanya sedikit, di antara
ratusan ribu jenis yang diketahui, hanya beberapa ratus jenis saja yang
digunakan sebagai sayuran. Namun, untuk mengelola informasi tentang
berbagai tanaman tersebut diperlukan beberapa sistem klasifikasi, terutama
2
cara mengelompokkan tanaman secara logis. Sayuran iklim dingin
menyukai suhu rata-rata 10-18°C selama sebagian besar masa
pertumbuhannya. Tanaman iklim panas adalah tanaman yang menyukai
suhu rata-rata 18-30°C selama sebagian besar masa pertumbuhan dan
perkembangannya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Salah satu komoditi hortikultura yang memiliki peluang untuk
dikembangkan dan menguntungkan adalah sayuran. Tanaman sayuran
dapat dibagi atas tiga jenis yang dipilah menurut bagian tanaman yang
dipanen, yaitu: (1) sayuran daun yang dipanen bagian daunnya, seperti
bayam, kangkung, katu, selada dan sawi, (2) sayuran biji dan polong, yang
dipanen bagian polong dan bijinya seperti karpri, kacang hijau, kedelai, dan
petai, dan (3) sayuran umbi dan buah yang dipanen bagian umbi dan
buahnya misalnya wortel, kentang, ubi jalar, tomat dan cabe.
Sawi (Brassica juncea L.) merupakan sayuran yang banyak memberikan manfaat pada masyarakat. Kebutuhan sawi segar sebagai bahan sayuran
semakin hari semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan sawi
tersebut diperlukan pembudidayaan yang baik, sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan produksinya banyak (Lingga, 1999)
Tanaman sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk
dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen
serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara
3
Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur
panen sawi yang relatif singkat menghasilkan keuntungan yang memadai.
Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar
ke semua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi
antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta
menguatkan berdirinya batang tanaman. Curah hujan yang cukup sepanjang
tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air
tanah yang mencukupi. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang tahan
terhadap curah hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan
tetapi tanaman sawi yang tidak tahan terhadap air yang menggenang (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2011).
Bayam (Amaranthus sp) adalah salah satu sayuran yang banyak
dibudidayakan, selain berguna sebagai bahan sayuran yang lezat, bayam
juga kaya akan gizi dan berfungsi ganda. Saat ini Indonesia dihadapkan
pada empat permasalahan utama yaitu kekurangan energi dan protein
(KEP), kekurangan yodium, kekurangan vitamin A, dan kekurangan gizi.
Bayam diprogramkan sebagai tanaman yang menunjang Usaha Perbaikan
Gizi keluarga (UPGK) (Rukmana, 1994)
Bayam ditanam di berbagai jenis tanah terutama tanah gembur liat ringan
4
mempunyai saluran yang baik dan mempunyai kemasaman tanah di antara
5.5 – 6.5 adalah paling sesuai. Ciri-ciri bayam cabut siap panen adalah
umur tanaman antara 25-35 hari setelah tanam. Tinggi tanaman antara 15-20
cm dan belum berbunga. Waktu panen yang paling baik adalah pagi atau
sore hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, 2011).
Selada (Lactuca sativa) adalah tumbuhan sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Selada (Lactuca sativa) memiliki penampilan yang menarik. Ada yang berwama hijau segar dan
ada juga yang berwama merah. Selain sebagai sayuran, daun selada yang
agak keriting ini sering dijadikan penghias hidangan. Selada yang ditanam
di dataran rendah cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal
bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25°C. Jenis tanah yang disukai
selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih
mengandung humus (Rahardi, 1993)
2. Konsep Usahatani
Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam,
tenagakerja, modal, dan pengolahan yang diusahakan oleh perorangan atau
sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari
keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani adalah himpunan
5
pertanian seperti tanah, air, sinar matahari dan bangunan pertanian.
Pembagian bidang pertanian terdiri atas dua bagian yaitu usahatani
pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi,
pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian subsisten atau
setengah subsisten) yang umumnya memiliki luas lahan yang sempit,
sedangkan perusahaan pertanian adalah usahatani yang sepenuhnya
dijalankan secara komersial.
Hernanto (1991) menyatakan bahwa usahatani adalah seti