• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

1 S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

LYDIA INDAH ANNEIKE 110200101

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

Oleh

LYDIA INDAH ANNEIKE 110200101

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha, SH. M.Hum NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Ramli Siregar, SH, M.Hum) NIP. 195603291986011001 NIP. 195303121983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 *Lydia Indah Anneike

**Bismar Nasution *** Ramli Siregar

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang didasari oleh kepercayaan. Oleh karena itu pengelolaan suatu bank perlu dilakukan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik. Untuk itu perlu dilakukan suatu penilaian terhadap penilaian kemampuan dan kepatutan direksi.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan calon direksi disampaikan secara tertulis kepada bank yang mengajukan pencalonan, standar uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan antara lain pemerintah, lembaga penjamin simpanan, pemegang saham atau pihak lain yang dianggap perlu. Pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank adalah pihak penilai yaitu tim penguji OJK dan pihak yang dinilai yaitu calon anggota direksi sebelum menjalankan fungsi dan tugasnya. Calon direksi yang sedang menjabat namun terindikasi melakukan pelanggaran integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan atau kompetensi. Akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang diatur dalam UU OJK menimbulkan konsekuensi bagi para pihak yang dinilai memperoleh predikat lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi pemegang saham pengendali, pengurus, atau pejabat eksekutif, kecuali apabila kemudian yang bersangkutan diketahui memiliki kredit macet, maka predikat lulus akan turun menjadi lulus bersyarat.

Kata Kunci : Penilaian, Kemampuan, Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan *Mahasiswa

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang tercurah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua orang tua, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program studi S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan memilih judul Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua penulis ayahanda Mangindang Ritonga, SE., MM dan Ibunda Masniari Pardede, SH yang telah memberikan dukungan kepada penulis dari awal kuliah hingga penyusunan skripsi ini.

10.Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya serta penulis berharap tulisan ni bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, April 2015 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Keaslian Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK ... 20

A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan ... 20

B. Peranan Direksi di Industri Perbankan ... 29

C. Alasan perlunya dilakukan penilaian kemampuan dan Kepatutan di Industri Keuangan Bank ... 33

D. Faktor-faktor dalam penilaian kemampuan dan kepatutan Industri Keuangan Bank ... 39

(7)

BAB III PIHAK YANG TERLIBAT DALAM

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI

DALAM INDUSTRI KEUANGAN BANK ... 50

A. Direksi Bank yang dipersyaratkan untuk mengikuti Penilaian Kemampuan ... 50

B. Pihak yang berhak memberikan penilaian dalam proses Penilaian kepatutan Direksi Bank ... 52

C. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 57

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI DIREKSI PADA INDUSTRI KEUANGAN BANK YANG MELANGGAR ATURAN PELAKSANAAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) .... 68

A. Pelanggaran yang dapat terjadi dalam Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 68

B. Akibat Hukum Bagi Direksi Pada Industri Keuangan Bank Yang Melanggar Aturan Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

(8)

ABSTRAK

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 *Lydia Indah Anneike

**Bismar Nasution *** Ramli Siregar

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang didasari oleh kepercayaan. Oleh karena itu pengelolaan suatu bank perlu dilakukan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik. Untuk itu perlu dilakukan suatu penilaian terhadap penilaian kemampuan dan kepatutan direksi.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan calon direksi disampaikan secara tertulis kepada bank yang mengajukan pencalonan, standar uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan antara lain pemerintah, lembaga penjamin simpanan, pemegang saham atau pihak lain yang dianggap perlu. Pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank adalah pihak penilai yaitu tim penguji OJK dan pihak yang dinilai yaitu calon anggota direksi sebelum menjalankan fungsi dan tugasnya. Calon direksi yang sedang menjabat namun terindikasi melakukan pelanggaran integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan atau kompetensi. Akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang diatur dalam UU OJK menimbulkan konsekuensi bagi para pihak yang dinilai memperoleh predikat lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi pemegang saham pengendali, pengurus, atau pejabat eksekutif, kecuali apabila kemudian yang bersangkutan diketahui memiliki kredit macet, maka predikat lulus akan turun menjadi lulus bersyarat.

Kata Kunci : Penilaian, Kemampuan, Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan *Mahasiswa

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan merupakan perusahaan yang aktivitasnya mengelola uang masyarakat. Artinya, uang masyarakat yang dikelola lembaga keuangan harus dikelolah secara baik, jangan sampai terjadi penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat. Dana atau uang masyarakat harus dilindungi dan dikelola secara baik sehingga memberikan keuntungan yang maksimal. Secara teoritis dikenal dua macam lembaga leuangan yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan Non-Bank. Adapun peran utama kedua lembaga ini relatif sama yaitu sebagai perantara keuangan (financial intermediation) antar surplus unit (ultimate lenders) dengan deficit unit (ultimate borrowers).

Industri atau lembaga keuangan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan hidup rakyat banyak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan).

(10)

Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan pada masa krisis berawal dari keputusan pemerintah untuk menutup 16 bank yang dianggap kurang sehat, sesuai dengan rekomendasi dari International Monetary Fund (IMF). Peristiwa inilah yang menjadi sumber menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional.1

1

Rachmiamrinal.blogspot.com/2009/06/penilaian-kemampuan-dan-kepatutan-fit.html (diakses tanggal 10 Maret 2015).

Kondisi tingkat kepercayaan kepada bank yang semakin rendah sebagai akibat penutupan 16 bank, justru semakin buruk karena keputusan pemerintah yang hanya memberi jaminan terhadap simpanan yang dibatasi hanya sampai Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per rekening. Hal tersebut otomatis semakin memicu ketidakpercayaan yang lebih tinggi terhadap perbankan nasional dan menimbulkan anggapan bahwa Bank tidak lagi dapat dijadikan tempat yang aman untuk menyimpan dana nasabah. Beberapa pengamat asing berpendapat bahwa langkah kebijakan penutupan 16 bank yang diambil tanpa disertai kriteria penutupan yang jelas dan transparan, serta tidak tersedia informasi mengenai kesehatan bank-bank yang belum ditutup ini, ternyata hanya menimbulkan kebingungan. Padahal, selama ini bank dipercaya sebagai salah satu media lalu lintas keuangan.

(11)

Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk memulihkan perekonomian nasional. Pemulihan sektor perbankan sebagai salah satu aset terbesar industri keuangan pun menjadi prioritas utama program pemerintah dalam mereformasi perbankan agar masyarakat kembali tertarik untuk menggunakan jasa perbankan. Apabila kepercayaan masyarakat membaik maka membawa dampak besar bagi perekonomian, karena secara otomatis bank dapat kembali menjalankan fungsi utamanya sebagai penghimpun dana penyalur dana masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU Perbankan.

Peningkatan kompleksitas kegiatan usaha bank memberikan dampak yang sangat besar terhadap eksposur risiko yang akan dihadapi oleh bank, sehingga untuk itu diperlukan kompetensi semua organ organisasi yang ada pada bank dalam melakukan upaya untuk meminimalisir risiko kegiatan usaha bank. Suatu bank yang tidak dikelola dengan baik, sudah pasti akan memicu munculnya risiko-risiko yang dihadapi bank dan akan mengakibatkan kerugian pada bank serta kepada pihak-pihak yang berkepentingan pada bank (stakeholders).2

2

Bank sebagai lembaga intermediasi dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada tingkat kepercayaan masyarakat untuk bersedia menyimpan dana pada suatu bank. Dewasa ini kompleksitas kegiatan usaha bank semakin meningkat seiring perkembangan teknologi informasi dan perkembangan jenis produk dan jasa.

(12)

Pada dasarnya kata fit dan proper dalam bahasa Inggris adalah kata sifat yang memiliki arti sama, yaitu pantas, patut atau layak. Sehingga secara sederhana banyak yang mengartikan Fit and Proper Test (selanjutnya disebut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan) sebagai tes kepantasan, kepatutan atau kelayakan yang dipadatkan pada kalimat tes kemampuan dan kepatutan.3

Membangun industri keuangan bank yang sehat maupun menyediakan pelayanan terbaik pada masyarakat dimana dapat memenuhi integritas, kompetensi dan reputasi keuangan yang baik seperti yang diharapkan maka dilakukan proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan melalui penelitian adminitratif yang lebih efektif dalam proses wawancara yang lebih efisien, dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Pelaksanaan

Pengertian tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan atau yang disebut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dalam PBI No. 12/23/PBI/2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan adalah : hasil proses evaluasi secara berkala atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia terhadap integritas pemegang saham pengendali, serta integritas dan kompetensi dari pengurus dan pejabat eksekutif dalam mengelola kegiatan operasional.

Secara singkat Penilaian Kemampuan dan Kepatutan yaitu hasil dari proses evaluasi secara berkala atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia, terhadap integritas pemegang saham pengendali serta integritas, kompetensi dan reputasi keuangan dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif bank dalam mengelola kegiatan operasional bank.

3

Hasanudin Rahman Daeng Naja, Manajemen Fit and Profer Test (Yogyakarta: Pustaka

(13)

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan tata kelola yang baik (Good Governance) dalam industri perbankan.

Lembaga keuangan bank secara operasional dibina dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) dan Bank Indonesia. Dengan adanya OJK akan memberi perlindungan dan rasa aman atas penyimpanan dana atau transaksi yang dijalankan lewat lembaga jasa keuangan bank. OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Artinya OJK akan memberikan pengelolahan secara baik dan benar dalam lembaga keuangan bank. Bentuk pengawasan yang ada dapat berupa bentuk penilaian kemampuan dan kepatutan direksi lembaga keuangan bank. Penilaian kemampuan dan kepatutan itu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan atas aktivitas pengelola uang masyarakat dalam kegiatan usaha yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan pemerintah.

(14)

Kriteria hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan berbeda antara calon pemilik dan pengurus bank dengan pemilik dan pengurus bank yang telah menduduki jabatannya. Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap calon pemilik dan pengurus bank dibagi menjadi 2 (dua) predikat, yaitu lulus dan tidak lulus Pasal 32 ayat (1) PBI No. 12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (selanjutnya disebut PBI No. 12/23/PBI/2010).

Calon pemilik dan pengurus yang memperoleh predikat lulus dianggap telah memenuhi persyaratan dan dapat diduduki jabatannya sebagai komisaris atau direksi, sedangkan bagi calon pemilihan atau pengurus yang memperoleh predikat tidak lulus dianggap tidak memenuhi persyaratan sehingga dianggap belum mampu untuk menjadi komisaris atau direksi.

Idealnya, Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap calon pemilik dan atau pengurus bank, namun tidak menutup kemungkinan terhadap pemilik dan atau pelaksanaannya tunduk pada aturan-aturan yang berhubungan dengan perbankan yaitu UU Perbankan, No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UUBI)

(15)

Terbatas (selanjutnya disebut UU PT), dimana dalam implementasinya tidak boleh terjadi benturan antara undang-undang.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghasilkan struktur manajemen yang baik adalah melalui proses seleksi manajemen, terhadap pemilik dan pengurus (direksi dan komisaris) pada semua bank yang dilakukan melalui Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Hal tersebut dianggap perlu oleh berbagai pihak karena banyak kalangan menilai bahwa kemampuan manusia menjadi faktor utama dalam menjalankan prinsip kehati-hatian, yang pada akhirnya akan menentukan keberhasilan suatu bank. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki fungsi pokok menjaga kestabilan moneter, keamanan sistem pembayaran nasional, dan pengaturan serta pengawasan bank merasa perlu untuk mengeluarkan peraturan kebijakan tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Dikeluarkannya peraturan kebijakan oleh Bank Indonesia mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ini juga didasarkan pada hasil pengamatan bahwa sebagian besar penutupan bank yang terjadi pada masa krisis karena adanya kesalahan dalam pengelolaan, baik yang bersifat kelemahan maupun penyimpangan biasa. Hal ini sebagai akibat tidak diterapkannya suatu tata kelola perusahaan yang baik atau dengan istilah "Good Corporate Governance", selanjutnya disebut GCG, yang mengakibatkan banyak terjadi praktik-praktik menyimpang pada bank dalam menjalankan usahanya karena tidak ditangani oleh pengelola yang mampu dan patut dalam praktek usaha.

(16)

UU Perbankan maupun UU Perseroan Terbatas. Namun, demikian, berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 PBI No. 5/25/PBI/2003 sebagaimana telah disempurnakan dengan PBI No.12/23/PBI/2010 (selanjutnya disebut PBI No.12/23/PBI/2010) calon pemilik dalam hal ini calon pemegang saham yang akan mengendalikan suatu bank diharuskan untuk menjalankan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terlebih dahulu penilaian ini juga dilaksanakan terhadap calon pengurus bank, dalam hal ini direksi maupun komisaris. Konsekuensi yang diberikan terhadap calon pemilik dan pengurus yang tidak lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sangat jelas menurut ketentuan yang ada dalam PBI. No. 12/23/PBI/2010, artinya sehubungan dengan ketidaklulusan calon tersebut maka yang bersangkutan secara tegas dilarang untuk menduduki jabatannya dalam industri perbankan.

Berdasarkan uraian di atas maka judul Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, menjadi hal yangh perlu diteliti.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan pada pendahuluan, permasalahan yang akan diangkat yaitu :

(17)

2. Siapa pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank?

3. Bagaimanakah akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang diatur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank.

b. Untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank

c. Untuk mengetahui akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang diatur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

a. Manfaat teoritis

(18)

informasi juga sebagai literatur atau bahan informasi sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran guna membangun argumentasi ilmiah mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

b. Manfaat praktis

Secara praktis penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan.

D. Keaslian Penelitian

(19)

E. Tinjauan Pustaka

Pasal 1 UU OJK, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

(20)

Berdasarkan PBI No. 12/23/PBI/2010 direksi dalam Pasal 1 butir 9 poin a bagi bank berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam UUPT. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Pasal 1 angka 4 UUPT.

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.4

Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :

Persyaratan Pengangkatan Direksi, antara lain : direksi diangkat oleh RUPS, direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih, yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

5

1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan. kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan. 2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan

4

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 5

(21)

perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan.

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif.

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Kewajiban direksi di dalam perseroan, yaitu :6

1. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS.

2. Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada perseroan atau perseroan lain.

3. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban tahunan) untuk RUPS.

6

(22)

4. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.

5. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).

6. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.

7. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan menurut adalah hasil proses evaluasi secara berkala atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia terhadap integritas pemegang saham pengendali serta integritas dan kompetensi dari pengurus dan pejabat eksekutif dalam mengelola kegiatan. Pada dasarnya kata fit dan proper dalam bahasa Inggris adalah kata sifat yang memiliki arti sama, yaitu pantas, patut atau layak. Sehingga secara sederhana banyak yang mengartikan Fit and Proper Test (selanjutnya disebut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan) sebagai tes kepantasan, kepatutan atau kelayakan yang dipadatkan pada kalimat tes kemampuan dan kepatutan.7

7

Hasanudin Rahman Daeng Naja, Manajemen Fit and Profer Test (Yogyakarta: Pustaka

Widyatama, 2004), hlm. 116.

(23)

pengendali, serta integritas dan kompetensi dari pengurus dan pejabat eksekutif dalam mengelola kegiatan operasional.

Secara singkat Penilaian Kemampuan dan Kepatutan yaitu hasil dari proses evaluasi secara berkala atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia, terhadap integritas pemegang saham pengendali serta integritas, kompetensi dan reputasi keuangan dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif bank dalam mengelola kegiatan operasional bank.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.8

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 1.

(24)

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Bank Berdasarkan UU OJK.

2. Data penelitian

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah:9

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari:

Penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari: hasil karya para ahli

9

Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia

(25)

hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara:10

4. Analisis data

studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.

Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.11 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

10

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 24.

11

H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988),

(26)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK

Bab ini berisikan mengenai faktor-faktor dalam penilaian kemampuan dan kepatutan industri keuangan bank, alasan perlunya dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan di industri keuangan dan pengaturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan industri keuangan bank.

BAB III PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENILAIAN

(27)

Bab ini berisikan mengenai direksi bank yang dipersyaratkan untuk mengikuti penilaian kemampuan dan pihak-pihak yang berhak memberikan penilaian dalam proses penilaian kepatutan Direksi Bank serta hal-hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan proses penilaian kemampuan dan kepatutan.

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI DIREKSI PADA INDUSTRI

KEUANGAN BANK YANG MELANGGAR ATURAN PELAKSANAAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

Bab ini berisikan mengenai pelanggaran yang dapat terjadi dalam pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan dan akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(28)

BAB II

STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK

A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Saat ini perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indoensia. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional.12

Awal pembentukan OJK berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat UUBI. Pasal 34 UUBI merupakan respons dari krisis Asia yang terjadi pada

12

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group,

(29)

1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan.13

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran pemasalahan-pemasalahan di masa depan.

Ide awal pembentukan OJK yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undnag-undang tentang bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan UUBI (selanjutnya yang memberikan independensi kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini di samping memberikan independensi, juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang

pada waktu penyusunan rancangan UUBI bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

13

(30)

OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.14

2. Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 1 UU OJK, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu unifikasi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal.15

14

Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan (Jakarta: Kementrian

Hukum dan HAM RI , 2011), hal. 44. 15

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014),

(31)

Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu : 1. Landasan filosofis

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbanh disemua sektor perekonomian serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.

2. Landasan yuridis

Undang-Undang Bank Indonesia 3. Landasan sosiologis

a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub sektor keuangan menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.

(32)

3. Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Sejak lama, pembentukan lembaga OJK ini diamanatkan oleh UUBI, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia.

a. Untuk mencapainya, Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.

c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi.16

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UUBI yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

16

(33)

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Adapun maksud dari pembentukan OJK menurut beberapa ahli/pakar perbankan adalah sebagai berikut:

b. Menkeu Agus Matroardojo

Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia c. Fuad Rahmany

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah

d. Darmin Nasution

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.

e. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad:

(34)

surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.

4. Status Otoritas Jasa Keuangan

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU OJK dikatakan bahwa, OJK adalah lembaga yang indepeden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.17 Bagian penjelasan UU OJK disebutkan bahwa, OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Jadi seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah.18

17

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 ayat (1)

18

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa status kelembagaan OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga secara yuridis bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK.

(35)

5. Tugas Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

d. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; e. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

f. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang:

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan

modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) Sistem informasi debitur;

(36)

5) Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1) Manajemen risiko;

2) Tata kelola bank;

3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang: 2) Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini;

3) Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 4) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

5) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; 6) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

7) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

8) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

9) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

(37)

B. Peranan Direksi di Industri Perbankan

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.19

Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :

Persyaratan Pengangkatan Direksi, antara lain : direksi diangkat oleh RUPS, direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih, yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

20

1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan. kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan. 2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan.

19

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 20

(38)

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif.

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Masa tugas direksi habis apabila:21

1. Anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.

2. Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam anggaran dasar atau akte pendirian.

3. Jika diberhentikan sementara waktu sebelum masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka dalam jangka waktu 30 hari diadakan RUPS untuk memberi kesempatan direksi tersebut membela diri. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak ada RUPS maka pemberhentian sementara batal demi hukum.

21

(39)

4. Pemberhentian anggota direksi berlaku sejak:

a. ditutupnya RUPS apabila anggota direksi diberhentikan sewaktu-waktu b. tanggal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi

c.tanggal lain yang ditetapkan dalam RUPS Kewajiban direksi di dalam perseroan, yaitu :22

8. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS.

9. Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada perseroan atau perseroan lain.

10. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban tahunan) untuk RUPS.

11. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.

12. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).

13. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.

22

(40)

14. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.

Direksi memiliki peranan, yaitu :

Direksi berperan untuk mengusulkan kepada RUPS : a. Perubahan anggaran dasar

b. Pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak lain

c. Penambahan modal d. Pengurangan modal

e. Penggunaan laba dan pembagian deviden f. Pembubaran perseroan

6. Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha perseroan

7. Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan

8. Direksi berwenang mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan 9. Direksi berwenang untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai

anggaran dasar/akte pendirian

10. Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris

(41)

Pertanggungjawaban pribadi direksi

1. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

2. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.

3. Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

C. Alasan perlunya dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan di Industri Keuangan Bank

(42)

Secara sederhana pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dimaksud untuk23

1. Untuk mengetahui kemampuan dan kepatutan (calon) manajemen perusahaan yang bersangkutan, secara detail dapat dipertanggung jawabkan.

:

2. Untuk memantau pencapaian goals dan proses perusahaan (bank) secara keseluruhan, baik aspek legal maupun aspek financial.

3. Untuk memberi motivasi kepada para (calon) manajemen untuk melaksanakan tugas, kewajiban serta wewenang dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengaturan perusahaan bank bersangkutan.

4. Untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan bank secaraberkesinambungan dalam dunia bisnis yang telah memasuki pasar terintegrasi ini (globalisasi), yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja yang semakin baik dari waktu kewaktu secara berkesinambungan.

Prosedur pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UU Bank Indonesia, yaitu :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.

23

(43)

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai24

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana.

:

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Fungsi kepatutan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.25

Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan masih dibedakan antara penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksana, serta yang mengetahuinya. Artinya, dalam setiap penyimpangan yang berakibat pada kerugian perusahaan, maka akan dicari penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksananya, karena tidak menutup kemungkinan adanya pejabat yang

24

N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan

Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hal. 62. 25

(44)

menutup-nutupi penyimpangan tersebut. Hal inilah yang menentukan berat atau ringannya kesalahan dan akan sangat berpengaruh pada tingkat penilaian. Kriteria pelaku yang terlibat antara lain pelaku, pelaksana, dan pihak yang hanya mengetahui. Pelaku yaitu orang yang secara langsung melakukan atau turut melakukan perbuatan rekayasa dan atau praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari undang-undang dan ketentuan perbankan; perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang disepakati dengan Bank Indonesia dan atau pemerintah.

Perkembangan industri perbankan yang dinamis membutuhkan pemilik yang selain memiliki integritas juga memiliki komitmen dan kemampuan yang tinggi dalam mendukung pengembangan operasional bank yang sehat. Selain itu dalam pengelolaan bank diperlukan sumber daya manusia yang memiliki integritas yang tinggi, berkualitas dan memiliki reputasi keuangan yang baik.

Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola bank melalui penelitian administratif yang lebih efektif dan proses wawancara yang lebih efisien, dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Selanjutnya sebagai pelaksanaan tugas pengawasan bank oleh Bank Indonesia secara berkesinambungan, terhadap pihak–pihak yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dilakukan penilaian kembali atas kemampuan dan kepatutannya sebagai pemilik dan pengelola bank.

(45)

melalui proses yang lebih singkat dan transparan tanpa mengabaikan azas keadilan bagi pihak yang diuji. Tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah agar industri perbankan senantiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan maka sudah menjadi keharusan untuk tidak memberikan ruang bagi pihak yang melakukan tindakan yang diindikasikan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan.

Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan ketentuan yang berkaitan dengan pengenaan sanksi yang lebih tegas dan dapat memberikan efek jera terhadap pihak yang tidak mampu dan tidak patut dalam memiliki dan mengelola bank. Bank Indonesia sebagai Bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UUBI, yaitu :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan Bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai26

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana.

:

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

26

N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan

(46)

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Pengertian pelaku disini adalah termasuk pemutus, pemrakarsa atau penanggung jawab. Pelaksana adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan berdasarkan instruksi, tekanan, tipu daya, atau pemberian kompensasi dari pihak lain, seperti pihak yang menandatangani suatu dokumen, pihak yang melakukan atau turut serta melakukan eksekusi/tindakan, dan pihak yang turut menyetujui suatu keputusan. Sedangkan pihak yang hanya mengetahui adalah orang yang turut serta mengetahui atau terlibat dalam suatu perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain karena jabatannya, misalnya sebagai pihak yang mengetahui melalui pengesahannya dalam suatu dokumen.

(47)

D. Faktor-Faktor dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap faktor kemampuan dan kepatutan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 PBI No.12/23/PBI/2010 :27

1. Pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; Faktor kemampuan meliputi:

2. Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan perusahaan pembiayaan;

3. Pengalaman di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau bidang lainnya yang relevan dengan jabatannya; dan

4. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan perusahaan pembiayaan yang sehat, termasuk perluasan/ekspansi maupun inovasi terhadap kegiatan usaha di bidang perusahaan pembiayaan.

Faktor kepatutan meliputi:

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

2. Tidak pernah melakukan praktik-praktik tercela di bidang usaha perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

3. Tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

27

(48)

4. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

5. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

6. Tidak pernah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan instansi pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan; dan

7. Tidak pernah memberikan keuntungan dan/atau manfaat lainnya secara tidak wajar kepada pemegang saham, direksi, komisaris, pegawai dan/atau pihak lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan nasabah dan/atau perusahaan pembiayaan;

8. Tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perusahaan pembiayaan;

9. Tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kewenangannya atau diluar kewenangannya; dan

10.Tidak pernah dinyatakan tidak mampu menjalankan kewenangan sebagai anggota direksi atau dewan komisaris.

Ruang lingkup Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi disebutkan dalam Pasal 17 PBI No.12/23/PBI/2010 meliputi faktor integritas, kompetensi, dan faktor keuangan. Ruang lingkup tersebut berbeda bagi calon dan telah menduduki jabatannya.

(49)

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain dijulukan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana tertentu dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat. 4. Tidak termasuk dalam DTL (Daftar Tidak Lulus)

5. Memiliki komitmen untuk tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 PBI No.12/23/PBI/2010, bagi calon yang pernah memiliki predikat tidak lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi.

Sedangkan persyaratan kompetensi bagi calon direksi dan dewan Komisaris berdasarkan Pasal 19 PBI No.12/23/PBI/2010 untuk memastikan : 1. Bagi calon anggota dewan komisaris memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.

b. Pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan. 2. Bagi calon direksi memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.

(50)

c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan bank yang sehat.

Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pemegang Saham Pengendali dan calon pengurus bank dilakukan melalui penelitian administratif (meliputi penelitian dokumen persyaratan administratif, track record serta penelitian reputasi keuangan) dan wawancara Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) PBI No.12/23/PBI/2010 untuk menilai apakah yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak.

Persyaratan yang dimaksud bagi calon Pemegang Saham Pengendali yaitu memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan Pasal 4 PBI No.12/23/PBI/2010. Persyaratan integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan tidak termasuk dalam daftar tidak lulus (Pasal 5 PBI No.12/23/PBI/2010). 28

Syarat kelayakan keuangan meliputi persyaratan kemampuan keuangan, tidak termasuk dalam daftar kredit macet, tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan, bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan tidak memiliki hutang yang jatuh tempo dan bermasalah.

28

(51)

Persyaratan yang dinilai pada calon pengurus bank antara lain (Pasal 15 PBI No.12/23/PBI/2010):

1. Integritas; 2. Kompetensi;

3. Reputasi keuangan.

Persyaratan integritas meliputi: 1. Akhlak dan moral yang baik;

2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat

3. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus. Persyaratan kompetensi bagi calon komisaris antara lain memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya, dan atau pengalaman di bidang perbankan.

Sedangkan bagi calon direksi:

1. Memiliki pengetahuan di bidang perbankan;

2. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau bidang keuangan

3. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan bank yang sehat.

(52)

suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan.

Bank yang merupakan lembaga intermediary, menerima dana dari pihak ketiga yaitu nasabah yang memberikan kepercayaannya dalam pengelolaan dananya. Namun, kenyataannya masih saja ada orang-orang “nakal” yang menyalahgunakan kepercayaan ini. Penyelewengan dana merupakan masalah yang sering timbul. Permasalahan inilah yang menjadi perhatian khusus Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam pengawasan perbankan Indonesia.

Kegiatan bank tidak terlepas dari menerima dana dari pihak ketiga yaitu nasabah melalui tabungan/deposito atau pun yang lainnya. Dana tersebut nantinya akan disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Namun, yang terjadi adalah masih saja terdapat penyelewengan. Ini mengurangi kepercayaan masyarakat untuk memberikan dananya dalam bentuk simpanan maupun deposito. Bank Indonesia mengeluarkan kembali peraturan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi bank perkreditan rakyat, demi untuk meningkatkan kepercayaan dan perlindungan masyarakat terhadap industri perbankan.

Perbedaan tersebut secara garis besar terdiri dari beberapa aspek berikut: 1. Penambahan obyek uji kemampuan dan kepatutan.

Hal tersebut meliputi : calon direksi sebelum menjalankan fungsi dan tugasnya; calon direksi dan sudah tidak menjabat sebagai calon direksi dan pejabat eksekutif.

(53)

a. Pengumpulan bukti tidak harus melalui pemeriksaan khusus namun dapat dilakukan melalui pengawasan aktif (pemeriksaan), pengawasan pasif atau sumber lainnya.

b. Pengurangan penyampaian tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil sementara dari semula 2 kali menjadi hanya sekali.

Penyederhanaan langkah–langkah penilaian dari 10 tahap menjadi 4 tahap yaitu:

1) Klarifikasi temuan dan bukti kepada pihak yang dinilai.

2) Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan.

3) Tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil penilaian sementara. 4) Penetapan & pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan. 3. Predikat hasil uji kemampuan dan kepatutan hanya ada dua yaitu lulus dan

tidak lulus.

4. Pengetatan sanksi dan konsekuensi bagi pihak yang dinyatakan tidak lulus. Pihak-pihak yang ditetapkan predikat tidak lulus dilarang menjadi:

a. Anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pejabat eksekutif pada industri perbankan.

b. Pengenaan jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak yang ditetapkan predikat tidak lulus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (2) peraturan ini ditetapkan:

(54)

3) selama jangka waktu 20 tahun

5. Pengaturan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi bank dalam penyelamatan/penanganan LPS.

Pasal 63 ayat (1) peraturan ini mengatur bahwa dalam rangka penanganan atau penyelamatan BPR, terhadap LPS tidak dilakukan Penilaian kemampuan dan kepatutan selaku calon direksi. Namun calon direksi yang akan diangkat LPS wajib mengikuti Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

6. Perluasan obyek Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap pihak-pihak yang sudah tidak menjadi Pemegang Saham Pengendali (Pemegang Saham Pengendali) BPR atau sudah tidak menjabat sebagai anggota dewan komisaris, anggota direksi, dan pejabat eksekutif di BPR.

Pihak-pihak yang telah ditetapkan predikat tidak lulus dapat kembali menjadi pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris, anggota direksi, dan pejabat eksekutif apabila jangka waktu sanksi telah dilalui dan telah menjalani Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ditetapkan lulus.

E. Pengaturan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank.

Penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan terhadap pihak yang dicalonkan sebagai pihak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a meliputi:

(55)

2. Pihak yang akan menjadi pemegang saham pengendali; 3. Pihak yang akan menjadi tenaga ahli; dan

4. Pihak yang akan menjadi tenaga kerja asing

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; c. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

d. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan OJK mempunyai wewenang antara lain :

Pasal 8

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

(56)

g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola status pada Lembaga Jasa Keuangan;

h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 9

Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

(57)

g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. Memberikan dan/atau mencabut: 1) Izin usaha;

2) Izin orang perorangan;

3) Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4) Surat tanda terdaftar;

5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6) Pengesahan;

7) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

(58)

BAB III

PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI

DALAM INDUSTRI KEUANGAN BANK

A. Direksi Bank yang Dipersyaratkan Untuk Mengikuti Penilaian Kemampuan

Saat menjalankan perseroan, RUPS tidak dapat menjalankan sendiri kegiatannya, oleh karena itu ia membutuhkan pengurus untuk mengelola dan menjalankan perusahaan, sehingga diperlukan adanya direksi. Direksi berdasarkan Pasal 1 butir 5 UU PT adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroaan serta mewakili perseroaan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.29

Ketentuan di atas dapat diketahui bahwa direksi di dalam perseroan memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi pengurusan (manajemen) dan fungsi

Kewenangan menjalankan pengurusan tersebut menurut Pasal 92 ayat (2) UU PT harus sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat yaitu kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis, dalam batas yang ditentukan dalam UU PT dan/atau anggaran dasar.

29

Referensi

Dokumen terkait

Model PPL terintegratif dengan KKN yang dikembangkan oleh FTIK IAIN Purwokerto adalah program yang dimaksudkan bahwa PPL dan KKN dilaksanakan dalam satu tema induk

tidak ada yang terjadi dan anak bisa mematikannya alarm keesokan harinya Jika terjadi pembasahan, saat alarm dipicu anak harus bangun sepenuhnya, baik sendiri maupun

Pada dasarnya upaya pemerin tah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam keselama tan pasien di fasilitas pelayanan kese hatan telah dituangkan dalam

Prosedur pengukuran di lapangan untuk nilai metode bina marga menggunakan alat meteran sebagai penentu luasan kerusakan dan selanjutnya dilakukan langkah pengelompokkan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Sub Bidang AA Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan butir 31, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Yogyakarta Masa Bakti Tahun 2017-2019 dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan

[r]