commit to user
i
YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM”
(STUDI KASUS DI POLRES KLATEN)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat
Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Disusun oleh:
DWI NOPIANTO
E.1106022
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang yang secara terus
menerus berusaha meningkatkan pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan
kemajuan dan perkembangan jaman, pembangunan tersebut diperuntukkan dapat
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin kepada seluruh rakyat
Indonesia, tujuan ini dapat terlaksana apabila seluruh warga Negara mempunyai
kesadaran untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, salah satu bentuk untuk
mencapai tujuan tersebut setiap warga Negara hendaknya berperilaku sesuai dengan
peraturan yang berlaku baik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
mewujudkan dengan tingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku. Selain itu,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memegang peran sangat penting
dan berpengaruh didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan
nasional Indonesia, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata baik materiil dan spiritual. Berdasarkan tujuan pembangunan nasional
tersebut diatas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan pembangunan bukan saja
diwujudkan dalam bentuk fisik saja akan tetapi juga diarahkan pada kesadaran hukum
dalam masyarakat, sehingga masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya
sebagai warga Negara Republik Indonesia.
Masyarakat yang tinggi kesadarannya hak dan kewajiban hukumnya, tidak
mudah dipermainkan dengan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, pada
setiap saat mempertahankan hak-hak asasinya dari setiap penyalahgunaan wewenang
dan setiap saat mempertahankan hak-hak asasi dari setiap penyalahgunaan wewenang
dan setiap saat pula rela memikul tanggung jawab yang diwajibkan hukum kepada
dirinya ”.
Sebagai tindak lanjut membangun hukum diperlukan tatanan hukum yang
Indonesia dengan lebih memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan
rasa keadilan yang tubuh didalamnya. Hukum sebagai kaidah sosial yang berlaku
dalam masyarakat tidak lepas dari rangkaian sistem nilai yang berlaku dalam
masyarakat, dimana pada saat yang sama ia merupakan pencerminan dan penjabaran
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu.
Di samping itu pula dibidang perhubungan, khususnya lalu lintas jalan raya,
masih banyak permasalahan yang timbul yaitu kecelakaan, kemacetan, dan ketidak
teraturan lalu lintas, hal tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan
tidak sepadan dengan kondisi jalan. Sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh
pemerintah dengan membangun sarana dan prasarana jalan, membuat jalan tol,
membangun jalan yang menghubungkan daerah satu ke daerah lain, serta
memperbaiki jalan-jalan dikota sampai pada jalan-jalan pelosok desa, selain itu juga
adanya peningkatan pelayanan jasa angkutan jalan yang sesuai dengan perkembangan
dan kepadatan arus lalu lintas, dengan demikian secara fisik perkembangan
pembangunan jalan raya terus berjalan tanpa mengkesampingkan pembinaan secara
terus menerus yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang terhadap pelayanan
jasa angkutan.
Dengan adanya pertambahan jumlah kendaraan yang semakin hari semakin
meningkat dan perkembangan arus lalu lintas yang semakin padat, tentu akan
membawa pengaruh dan dampak yang kurang baik bagi para pengguna jalan raya.
Akibat-akibat dari Kecelakaan lalu lintas yakni :
“Perilaku para pemakai jalan dalam mematuhi aturan lalu lintas harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi kelancaran dan kemampuan pemakai jalan, kesopan santunan pemakai jalan merupakan kunci pokok terciptanya kenyamanan dan kelancaran lalu lintas “.
Perkembangan lalu lintas tersebut serta kurang kesadaran hukum masyarakat
pengguna jalan, maka didalam kehidupan sehari hari sering dijumpai, banyak para
kendaraan bermotor yang belum siap mental, dalam arti para pengemudi kurang
perhitungan dan sering berbuat ugal- ugalan dijalan raya sangat menentukan
kurang baik serta kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap peraturan lalu
lintas dan dorongan berperilaku yang kurang baik dalam mengemudikan
kendaraannya, misalnya tidak mengindahkan tanda-tanda maupun rambu-rambu lalu
lintas di jalan,selain itu juga kurang perhatian terhadap petunjuk-petunjuk yang telah
ada di jalan raya, menuju lalu lintas yang tertib:
“Rambu-rambu lalu lintas maupun marka jalan yang dipasang untuk memberikan informasi dan perintah, tujuannya agar tercipta keamanan, ketertiban dan kelancaran para pengguna jalan“.
Hal tersebut banyak di jumpai di jalan-jalan wilayah kabupaten klaten,
khususnya banyak yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum dengan alasan
mengejar uang setoran, interval atau jarak waktu dengan kendaraan umum lainnya
sangat dekat dan sebagainya, pengemudi tersebut saat berjalan sering tidak
memperhatikan keselamatan diri sendiri maupun keselamatan orang lain. Pada saat
dijaga polisi biasanya para pengemudi tersebut tidak melakukan pelangaran dan
cenderung berjalan dengan pelan-pelan, tetapi apabila tidak ada polisi maka para
pengemudi kendaraan tersebut berjalan seenaknya sendiri tanpa memperhatikan
pengguna jalan lainnya. Suatu contoh: melanggar lampu traffic light, mendahului
dijalan tikungan atau jembatan, yang sering terjadi di wilayah klaten dan juga sering
terjadi kecelakaan lalu lintas yaitu mendahului di perlintasan rel kereta api.
Jajaran pihak kepolisian wilayah klaten khususnya satuan lalu lintas sudah
berupaya dan bekerja semaksimal mungkin untuk menekan angka kecelakaan lalu
lintas yang terjadi yaitu dengan cara: memberikan penyuluhan dan pembinaan
kepada para pengemudi kendaraan umum, mengadakan razia atau penindakan
terhadap kendaraan umum yang melakukan pelanggaran dengan cara ditilang dan
sebagainya. Dengan maksud agar para pengemudi tersebut jera dan tidak mengulangi
pelanggaran lagi.
Faktor utama terjadinya kecelakan lalu lintas ada pada diri pengemudi sendiri,
yaitu rasa ingin menang antara lain ingin mendahului tanpa mengindahkan
aturan-aturan lalu lintas dan keselamatan diri sendiri maupun keselamatan bagi orang lain.
tidak terkontrol atau tidak dapat terkendali dan berubah menjadi emosional, timbul
keinginan untuk mengejar dan mendahului. Maka ia menambah kecepatan sehingga
terjadi kejar-kejaran atau dahulu mendahului, segala akal sehat dan pertimbangan
keselamatan tidak diperhitungkan lagi.
Hal demikian bukan hal baru lagi dikalangan para pengguna atau pemakai
jalan umum, khususnya dikalangan para pengemudi kendaraan umum yang sedang
mengemudikan kendaraan yang kurang memperhatikan keselamatan diri sendiri
maupun keselamatan orang lain. Sering kali selalu tampak dimata kewaspadaan
terhadap ancaman bahaya kecelakaan semakin lemah, disiplin berlalu lintas menurun
dan kemungkinan menyangkut keselamatan orang lain sesama para pemakai jalan.
Pada umumnya yang menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas antara lain disebabkan oleh faktor manusia, kendaraan, cuaca atau alam serta
jalan atau lingkungan, faktor manusia merupakan penyebab utama terjadinya
kecelakan lalu lintas dijalan raya, keadaan demikian mendorong tinggi rendahnya
angka kecelakaan lalu lintas khususnya di wilayah kabupaten klaten, sebagai mana
penjelasan kapolres klaten, Kepala Satuan Lalulintas Ajun Komisaris Dedy Nicolas
Arifianto, Senin (18/1) pada jumpa pers tutup tahun 2009, terdapat angka kecelakaan
lalu lintas sebagai berikut :
“Selama tahun 2009 jumlah kecelakaan lalu lintas yang dilaporkan sebanyak 219 (dua ratus Sembilan belas) kejadian, dengan koban tewas 28 (dua puluh delapan) orang, luka berat 44 (empat puluh empat) orang, luka ringan 415 (empat ratus lima belas) orang “.
Hal ini bisa terjadi karena adanya kecerobohan atau kurang hati-hatian
pengemudi kendaraan bermotor tersebut, dalam kitab undang-undang hukum pidana,
masalah kealpaan pengemudi yang berakibat korban meninggal dunia tercantum
dalam ketentuan Pasal 359 KUHP. Berdasarkan kententuan Pasal 359 KUHP
tersebut, semakin jelas bahwa hukum pidana sangat diperlukan dalam upaya
menanggulangi masalah kecelakaan lalu lintas, dijalan raya umum, karena ada
kemungkinan peristiwa kecelakaan lalu lintas mendatangkan kerugian yang tidak
Gambaran yang diungkapkan diatas dan berdasarkan pengamatan sehari-hari,
sebenarnya harus diakui bahwa kecelakaan lalu lintas jalan raya tidak semakin
berkurang dari hari ke hari, akan tetapi akan semakin bertambah baik kejadiannya
maupun korban yang diakibatkannya. Beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yang
pernah terjadi diwilayah kabupaten klaten yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan
umum khususnya bus, menurut pengamatan warga masyarakat disekitar tempat
kejadian, pengemudi tersebut dianiaya dan dipukuli bahkan kendaraannya sampai
dirusak ataupun dibakar. Apalagi korbannya orang disekitar tempat kejadian sehingga
emosi dan melakukan tindakan anarkis kepada kendaraan maupun pengemudinya.
Hal inilah yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti dan memikirkan
bagaimana peran hukum pidana dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas yang
berakibat matinya orang lain, mengingat begitu penting dan rawannya masalah lalu
lintas serta akibat yang ditimbulkan, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul ”STUDI PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA
KEALAPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG
DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM”. (STUDI KASUS
DI POLRES KLATEN)
B. RUMUSAN MASALAH
Kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain dianggap sebagai tindak
pidana tentunya perbuatan tersebut harus dirumuskan sebagai tindak pidana dalam
Undang-Undang hal ini sesuai dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum
pidana, maka penulis sekaligus sebagai pembahas timbul pertanyaan dari dalam diri
penulis untuk mencapai permasalahan :
1. Bagaimana proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum?
2. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas (lantas)
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang masalah dan sesuai dengan permasalahan yang
ada, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan-bahan yang
berhubungan dengan obyek yang diteliti guna menyusun penulisan hukum
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan dibidang
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Mengkaji penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang
lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum.
c. Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas polres
klaten dalam menangani perkara tersebut.
d. Untuk memperoleh perluasan dan wawasan penulis dibidang hukum serta
pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum
khususnya perkara pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain.
2. Tujuan Subyektif
a. Menyusun skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana
dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Mengetahui kesesuaian antara teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan
kenyataan praktek dilapangan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai
bahan penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para penegak
kecelakaan lalu lintas yang terjadi diwilayah kabupaten klaten, khususnya yang
dilakukan pengemudi kendaraan umum.
c. Memberikan masukan pemikiran dan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khusus dibidang hukum pidana.
d. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani
kuliah strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi pemerintah
khususnya Kepolisian Resort Klaten, dalam penanganan kasus kecelakaan lalu
lintas dan angkutan jalan.
b. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk
terjun ke dalam masyarkat.
c. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
d. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada
semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait masalah yang diteliti
dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya
penyelesaian perkara pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain
yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum.
E. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah ilmu untuk mengungkapkan dan menerangkan
gejala-gejala sosial dalam kehidupan manusia, dengan mempergunakan prosedur
kerja yang sistematis, teratur, tertib, dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah,
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya.
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum sosiologis atau
empiris yaitu penelitian yang pada awalnya yang diteliti adalah data sekunder yang
kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer dilapangan atau terhadap
masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006 : 52-53).
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu
suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberi data seteliti mungkin tentang
manusia atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto, 2006 : 10) Metode
penelitian jenis ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang ada pada waktu
sekarang dengan jalan mengumpulkan data dan menyusun atau
mengklasifikasikannya seterusnya menganalisa dan menginterprestasikan untuk
kemudian diperoleh suatu hasil.
3. Lokasi Penelitian
Untuk kepentingan identifikasi dan analisa akan dilaksanakan pengumpulan
data dengan mengadakan penelitian di Polres Klaten
4. Jenis Data
Data yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber primer atau sumber
utama yang berupa fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi
bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Dapat
ditambahkan pendapat dari Soerjono Soekanto bahwa data-data sekunder ini
antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian
yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. (Soerjono Soekanto, 2006 :
12)
5. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu data atau keterangan yang diperoleh dari
semua pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang menjadi obyek
penelitian.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka,
termasuk didalamnya literatur, peraturan perundang - undangan, dokumen -
dokumen, tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
(Soerjono Soekanto, 2006 : 11).
c. Sumber Data Tertier
Sumber data tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan primer dan sekunder. Ini biasanya diperoleh dari media internet,
kamus ensiklopedia dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2006 : 113).
6. Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang sesuai dan mencakup permasalahan yang penulis
teliti, maka melakukan studi lapangan dan studi kepustakaan yaitu:
a. Studi Lapangan
Merupakan suatu penelitian dengan penelitian secara langsung terjun
kelapangan untuk mendapat data-data dan keterangan-keterangan yang
lapangan adalah wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data
keterangan yang diperoleh dengan mengadakan tanya jawab memakai daftar
pertanyaan kepada obyek yang diteliti.
Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara yang telah
ditentukan pelaksanaannya, telah diatur catatan-catatan dan
keterangan-keterangan pertanyaan yang telah ditentukan pokok permasalahannya serta
membatasi aspek-apek dari masalah yang diperiksa.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
menginventariskan dan mempelajari bahan-bahan yang berupa peraturan
perundangan-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan, dan dokumen-dokumen
lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dalam setiap penelitian
disamping metode yang tepat dan alat pengumpulan data yang relevan.
Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik serta alat pengumpulan data
sangat berpengaruh obyektifitas hasil penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Mengingat data yang
terkumpul adalah data kualitatif, maka dalam mengolah data dan menganalisisnya.
Peneliti menggunakan analisis data kualitatif dan analisis data interaktif. Menurut
Soerjono Soekanto, yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adalah suatu
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang
dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku nyata yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono Soekanto, 1986 : 250).
Dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, dimana ketiga
komponen tersebut saling berkaitan dan menentukan hasil akhir analisis. Adapun
tiga komponen tersebut adalah :
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari
fieldnot. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.
b. Sajian Data
Sajian data merupaka suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dialkukan.
Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai
jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel
sebagai pendukung narasinya.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar matang
dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan (HB. Sutopo, 2002 : 91-93).
Menurut HB. Sutopo skema cara kerja data interaktif tersebut adalah
sebagai berikut (HB. Sutopo, 2002 : 96).
Gambar 2 Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan Simpulan atau
Aktifitas yang dilakukan dengan proses siklus antara
komponen-komponen tersebut menghasilkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai
dengan permasalahan yang diteliti, maka hasilnya disajikan secara deskriptif,
yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti dan data-data yang diperoleh.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan
hukum ini dapat dibagi menjadi empat bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan tentang Kerangka Teori dan Kerangka
Pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum
ini. Kerangka teori akan diuraikan mengenai Tinjauan umum
tentang Penyidik Dan Penyelidik, yang meliputi Pengertian
Penyidik dan Penyelidik, Tugas dan Wewenang Penyidik dan
Penyelidik. Dilanjutkan dengan uraian mengenai Tinjauan umum
tentang Tindak Pidana Kealpaan, yang meliputi Pengertian Tindak
Pidana, Pengertian Tindak Pidana Kealpaan, dan Pengertian Tindak
Pidana Kealpaan yang Menyebabkan Matinya Orang Lain.
Dilanjutkan dengan uraian mengenai Tinjauan umum tentang
Pengemudi Kendaraan Umum, yang meliputi Pengertian
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang
merupakan bagian pokok dari keseluruhan penulisan hukum yang
membahas, menguraikan, dan menganalisa rumusan permasalahan
penelitian yang meliputi :
a. Proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan
umum?
b. Kendala - kendala apa yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas
(lantas) polres klaten dalam menangani perkara tersebut?
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penyidik dan Penyelidik
a. Pengertian Penyidik dan Penyelidik
Dalam KUHAP Pasal 1 memberikan definisi dari penyidik yaitu pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Oleh karena itu, secara kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan
dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan
keterangan-keterangan tentang :
1) Tindak pidana apa yang telah dilakukannya
2) Kapan tindak pidana itu dilakukan
3) Dimana tindak pidana itu dilakukan
4) Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
5) Bagaimana tindak pidana itu dilakukan
6) Mengapa tindak pidana itu dilakukan
Dalam KUHAP Pasal 1 juga diberikan definisi tentang penyelidik dan
penyelidikan. Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
Sedangkan pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Proses penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas sebagaimana dalam
buku TPTKP ( Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara ) lantas dan sketsa
pada dasarnya adalah terdiri atas beberapa kegiatan antara lain :
1)Kegiatan Prapenyidikan yaitu berupa kegiatan :
a) Penerimaan laporan.
b) Persiapan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP).
c) Mendatangi Tempat Kejadian perkara (TKP).
2)Kegiatan Penanganan TKP yaitu berupa kegiatan
a) Tindakan pertama di TKP
(1)Pengamanan dan penutupan TKP.
(2)Menolong korban.
b) Pengolahan dan pemeriksaan TKP
(1)Pemotretan TKP.
(2)Mencari dan mengumpulkan barang bukti.
(3)Menggambarkan dan mengukur TKP.
(4)Mencari keterangan saksi.
c) Kegiatan lanjutan yaitu berupa :
(1)Perbuatan berita acara.
(2)Rekontruksi.
(3)Pengiriman berkas perkara ke penuntut umum atau kejaksaan
b. Wewenang Penyidik dan Penyelidik
Dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai wewenang dari
penyidik yaitu antara lain :
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Mengambil sidik jari dan memotret seorang
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
9) Mengadakan penghentian penyidikan
10) Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab
Dalam pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP dijelaskan juga mengenai
wewenang dari penyelidik yaitu antara lain :
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
4) Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.
Selain wewenang yang telah disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) huruf a
KUHAP penyidik atas perintah dapat melakukan tindakan yang berupa :
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seorang
4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
.
2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kealpaan
a. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana memiliki pengertian yaitu perbuatan yang dilakukan setiap
orang atau subyek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar
hokum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.
Pengertian tentang tindak pidana juga dikemukakan oleh beberapa ahli.
Menurut Simons memberikan definisi mengenai tindak pidana yaitu kelakuan
yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hokum yang berhubungan
dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Menurut Van Hamel tindak pidana adalah kelakuan manusia yang
dirumuskan dalam undang-undang, melawan hokum, yang patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan.
Menurut Vos tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang oleh
perundang-undangan diberi pidana, jadi suatu kelakuan manusia yang pada
umumnya dilarang dan diancam pidana.
Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana, sedangkan menurut
Moeljatno, perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan pidana, bagi yang melanggar perbuatan tersebut. Jadi perbuatan yang
dapat dikenakan pidana dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang
Tindak pidana memiliki dua unsur yaitu unsur dalam perumusan dan
unsur diluar perumusan. Unsur dalam perumusan terdiri dari :
1) Unsur obyektif :
a) Perbuatan ( aktif atau pasif )
b) Akibat
c) Melawan hukum
d) Syarat tambahan
e) Keadaan
2) Unsur Subyektif :
a) Kesalahan :
(1) Sengaja
(2) Kealpaan
b) Keadaan
Sedangkan unsur diluar perumusan terdiri dari :
1) Secara melawan hukum
2) Dapat dipersalahkan
3) Dapat dipertanggung jawabkan
Selain adanya unsur-unsur yang telah disebutkan diatas tindak pidana
mempunyai ruang lingkup yang luas. Ruang lingkup tindak pidana yaitu antara
lain :
1) Tindak pidana terhadap Negara
2) Tindak pidana terhadap Negara sahabat atau kepala Negara sahabat
3) Tindak pidana tentang pelaksanaan hak dan kewajiban Negara
4) Tindak pidana terhadap kekuasaan atau penguasa umum
5) Tindak pidana sehubungan dengan tugas-tugas peradilan
6) Tindak pidana terhadap angkatan perang
7) Tindak pidana jabatan
8) Tindak pidana terhadap masyarakat
10) Tindak pidana terhadap perasaan kepatutan
11) Tindak pidana terhadap ketertiban umum
12) Tindak pidana membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang
13) Tindak pidana pemalsuan uang
14) Tindak pidana pemalsuan merk dan meterai
15) Tindak pidana pemalsuan surat
16) Tindak pidana terhadap pelayaran
17) Tindak pidana terhadap penerbangan dan sarana penerbangan
18) Tindak pidana terhadap pribadi
19) Tindak pidana terhadap kemerdekaan pribadi seseorang
20) Tindak pidana terhadap kehormatan seseorang
21) Tindak pidana terhadap hak seseorang secara khusus terhadap harta
benda
b. Pengertian Tindak Pidana Kealpaan
Kata culpa mempunyai arti yang seluas-luasnya yaitu meliputi kesalahan
pada umumnya, culpa dalam arti sempit yaitu merupakan bentuk kesalahan
yang berupa kealpaan atau sembrono atau teledor, syarat utama dapat
dipidananya orang harus ada kesalahan, kesalahan yang dimaksud adanya sifat
melawan hukum, kemampuan bertanggung jawab, serta hubungan batin antara
si pelaku dengan perbuatannya dapat berbentuk kesengajaan dan kealpaan yang
merupakan yang merupakan bentuk kesalahan.
Hubungan batin atau sikap yang berupa kesengajaan itu ada apabila si
pelaku mengetahui atau membayangkan akibat perbuatannya yang dilarang
disamping itu ada sikap batin yang berupa kealpaan, suatu akibat yang timbul
karena seseorang berbuat dan berkurang hati-hati atau sembrono dapat
Dalam undang-undang tidak dijelas apa yang dimaksud dengan kealpaan
kesalahan atau kealpaan menurut ilmu pengetahuan mempunyai 2 (dua) syarat
sebagai berikut :
1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati atau
kurang waspada.
2) Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan
yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu. Penentuan kesalahan
ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat membayangkan akibat yang
mungkin terjadi karena perbuatan itu, akan tetapi ia tidak melakukan
tindakan- tindakan untuk mencegah timbulnya akibat.
Dalam KUHP buku II Pasal-Pasal yang memuat tentang unsur-unsur
kealpaan yaitu antara lain :
1) Pasal 359 KUHP, memuat tentang kealpaan yang menyebabkan matinya
orang lain.
2) Pasal 360 KUHP, memuat tentang kealpaan yang menyebabkan
luka-luka.
Alasan pembuat undang-undang mengancam pidana yaitu suatu perbuatan
yang mengandung unsur kesengajaan, diketemukan suatu keterangan mengenai
kealpaan yaitu :
“Adanya keadaan yang sedemikian membahayakan keamanan orang
atau barang atau mendatangkan kerugian terhadap seorang yang
sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga
undang-undang bertindak terhadap kekurang penghati-hati atau sikap sembrono
atau teledor yang menyebabkan keadaan tadi “.
1) Unsur Kealpaan
Dalam pasal 359 KUHP merumuskan sebagai berikut : “Barang
siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
Adapun unsur Pasal tersebut adalah sebagai berikut :
a) Unsur subyektif : a. Barang siapa.
b. Karena salahnya.
b) Unsur obyektif : Menyebabkan matinya orang.
c) Ancaman hukum : a. Maksimal lima tahun penjara.
b. Maksimal satu tahun kurungan.
Dalam Pasal 360 (1) KUHP merumuskan sebagai berikut :
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun“.
Adapun unsur-unsur Pasal 360 tersebut adalah sebagai berikut :
a) Unsur subyektif : a. Barang siapa.
b. Karena salahnya.
b) Unsur : Menyebabkan orang luka berat.
c) Ancaman hukuma : a. Maksimal lima tahun penjara;
b. Maksimal satu tahun kurungan.
Dalam Pasal 360 (2) KUHP merumuskan sebagai berikut :
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka
sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak
dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan (Sembilan bulan) atau
kurungan selama lamanya 6 bulan (enam bulan) atau denda setinggi
tingginya tiga ratus rupiah “.
Pasal tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a) Unsur sobyektif : a. Barang siapa.
b. Karena salahnya.
sakit sementara dan tidak dapat
menjalankan jabatannya atau
pekerjaannya.
c) Ancaman hukuman : a. Maksimal Sembilan bulan penjara;
b. Maksimal enam kurungan.
Terhadap masalah kealpaan dalam KUHP tidak diberikan
penjelasan mengenai pengertian akan tetapi banyak ahli hukum pidana
yang membahasnya, ada yang mengatakan bahwa persoalan sekitar
culpa ini antara lain mengenai dasar dan dipandang perlu dipidananya
kealpaan yang tidak di sadari, Van Homel mengatakan bahwa kealpaan
mengandung dua syarat yaitu:
a) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh
hukum, mengenai tidak mengadakan penduga-duga ada dua
kemungkinan yaitu :
(1) Pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena
perbuatannya, pada hal pandangan itu mungkin tidak benar.
Misal : Seorang pengemudi bus berjalan dengan
kecepatan tinggi bermaksud mendahului sepeda motor yang
berjalan didepannya, sedangkan dari arah yang berlawanan ada
sebuah mobil kijang yang berjalan dengan kecepatan tinggi pula,
menurut pengemudi bus tadi, masih ada jarak cukup untuk
mendahului sepeda motor yang berjalan didepannya, akan tetapi
mobil kijang yang datang dari arah berlawanan juga berjalan
dengan kecepatan tinggi pula, disini pengemudi bus tadi karena
keyakinannya tidak akan terjadi sesuatu, maka ia memberanikan
diri untuk mendahului sepeda motor tersebut, ternyata
tabrakan dengan mobil kijang yang berjalan dari arah
berlawanan.
Mengenai kemungkinan akan terjadi tabrakan sebenarnya
telah diketahui oleh pengemudi kendaraan bus, tetapi karena
keyakinannya bahwa tidak akan terjadi sesuatu maka
perbuatannya melanggar sepeda motor itu ia lakukan, seharusnya
pengemudi bus sadar bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas, karena ia tahu sewaktu akan mendahului
sepeda motor ada mobil kijang yang datang dari arah berlawanan
yang berjalan dengan kecepatan tinggi, keadaan demikian ini
dikatakan bahwa dalam diri si pelaku terdapat kealpaan yang
disadari (bewuste culpa).
(2) Bahwa pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa
akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya
Misal : Seorang pengemudi mobil yang belum bisa
mengemudikan mobilnya dan belum memiliki SIM (Surat Izin
Mengemudi) yang sesuai dengan mobil yang dikemudikannya,
tiba-tiba ada seorang perempuan tua yang sedang berjalan
didepannya menyeberang jalan dari arah sebelah kiri ke kanan
jalan, kemudian ia terkejut dan bingung akhirnya menabrak
pejalan kaki tersebut.
Kejadian tersebut sebelumnya tidak terlintas sama sekali
dalam pikirannya yaitu kemungkinan akan menabrak pejalan
kaki tesebut, padahal seharusnya kemungkinan ia mengetahui,
sehingga ia harus mengemudikan mobil dengan orang yang
sudah pandai dan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang
sesuai dengan mobil yang dikemudikannya, dalam hal ini
Dalam kemungkinan yang pertama, kekeliruannya terletak pada
salah satu pikiran atau salah satu pandangan yang seharusnya
disingkiri, sedangkan dalam kemungkinan yang kedua
kekeliruannya terletak pada tidak mempunyai pikiran sama
sekali bahwa akibat mungkin akan timbul sewaktu-waktu dimana
menjumpai situasi yang sangat berbahaya.
b) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh
hukum, untuk menentukan apakah seseorang berbuat tidak
mengadakan penghati-hatian, sebagaimana ditentukan oleh hukum,
maka pertama harus menggunakan kriteria yang telah ditemukan
yaitu :
(1) Menentukan bahwa seseorang apakah telah berbuat denga
hati-hati atau tidak hati-hati-hati-hati harus dilihat, apakah setiap orang yang
tergolong pelaku dalam hal yang sama telah berbuat yang sama
pula, atau akan berbuat lain.
(2) Dengan menggunakan ukuran lain yaitu apakah orang-orang
golongan pelaku dalam hal ini yang sama apakah akan berbuat
yang lain atau tidak. Setelah melihat kasus diatas dengan
menggunakan ukuran norma penghati-hatian atau penduga-duga,
maka perlu juga diperhatikan segala keadaan dari keadaan
pribadi si pelaku dan keadaan lain yang mempengaruhi kasus
tersebut, jadi segala keadaan yang dapat dipengaruhi si pelaku
harus diteliti dengan seksama.
Maksud dari pembentuk undang-undang hukum pidana
ini, bukanlah memberikan nestapa atau pidana pada perbuatan
itu, melainkan memberikan pengajaran agar supaya hati-hati dan
2) Bentuk Kealpaan
Suatu pengertian apabila tidak disertai dengan segala sesuatu
masalah yang melatar belakangi maka dapat membuat ketidak jelasan
pengertian itu sendiri. Lebih-lebih masalah kealpaan dalam perumusan
Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP yang banyak mengandung
pemikiran dan perhatian tersendiri dalam usahanya untuk
memecahkannya, dengan demikian nantinya akan dapat diketahui
dengan jelas tinjauan yuridis, teoritis dan segi praktisnya serta dengan
suatu harapan dapat kiranya mengurangi dan mengatasi suatu persoalan
yang kini semakin bertambah besar dan sulit seperti dalam kenyataan
sekarang ini.
Pada uraian berikut ini adalah mengenai bentuk kealpaan yaitu
meliputi sebagai berikut :
a) Kealpaan yang disadari (bewoste schuld)
Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan dapat
menyadari, dapat membayangkan atau dapat menduga tentang apa
yang dilakukan beserta akibatnya yang terjadi (kecelakaan) akan
tetapi meskipun demikian ia percaya berharap serta berusaha untuk
mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun akibat itu terjadi juga.
b) Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld)
Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari atau tidak
disadari diperhitungkan adanya kemungkinan akan timbul suatu
seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya akan timbul suatu
akibat, seharusnya pelaku dapat membayangkannya.
Keduanya dapat digambarkan sebagai seorang pembuat delik
yang telah membayangkan akibat yang dilarang dan ia telah berusaha
menghalangi akibat yang terjadi, akan tetapi walaupun demikian
akibatnya telah timbul juga, pada kealpaan yang tidak disadari,
terhadap si pembuat dalam berbuat tidak membayangkan akibat yang
timbul, padahal seharusnya ia membayangkannya.
Agar dapat mengetahui dan menentukan bahwa seseorang
telah berbuat alpa sangatlah sulit, sebab tidaklah mungkin diketahui
bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguhnya, maka haruslah
ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan
mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya apabila ada
dalam situasi yang sama dengan si pembuat, yang dimaksud orang
pada umumnya ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling
cermat dan paling hati-hati, untuk adanya pemidanaan maka
diperlukan adanya kekurang penghati-hatian yang cukup besar, jadi
harus ada kelpaan yang sangat berat bukannya kealpaan ringan.
Kealpaan seeorang dapat ditentukan dengan melihat
peristiwa-peristiwa yang terjadi yang harus memegang ukuran
adanya kealpaan adalah hakim, jadi hakimlah yang harus menilai
sesuatu perbuatan dengan ukuran norma penghati-hatian atau
penduga-duga, seraya memperhitungkan didalamnya segala keadaan
dan keadaan pribadi pembuat untuk menentukan kekurang
penghati-hatian dari si pembuat dapat digunakan ukuran apakah ada kewajiban
ini dapat diambil dari ketentuan perundang-undangan dengan jalan
dilakukan olehnya, kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia
lakukan maka hal itu menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa
ia telah berbuat alpa.
Undang-Undang telah mewajibkan seseorang untuk berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, misalnya dalam peraturan lalu
lintas ada ketentuan bahwa dipersimpangan jalan apabila bersamaan,
maka kesadaraan yang ada sebelah kiri harus didahulukan, dan
seseorang pengendara dalam hal ini berbuat lain dari apa yang telah
ditetapakan dalam Undang-Undang maka jika perbuatannya
mengakibatkan tabrakan dan menimbulkan luka berat dan matinya
orang lain maka ia dapat dikatakan karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain dan luka berat (Pasal 359 dan 360 KUHP).
c. Pengertian Tindak Pidana Kealpaan yang Menyebabkan Matinya Orang (
Pasal 359 KUHAP )
Dalam ketentuan Pasal 359 KUHP disebutkan barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya
satu tahun.
Sudah lama dirasakan perlu adanya tindakan tegas terhadap keteledoran
orang yang menyebabkan matinya orang lain atau luka berat khususnya
terhadap pengemudi kendaraan umum (bus umum) yang setiap harinya
membawa penumpang atau jiwa orang banyak karena kelalaiannya atau
sifatnya kurang mengindahkan nilai jiwa manusia yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan lalu lintas, rupanya ancaman hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-selama-lamanya satu tahun tidaklah cukup
merupakan kekangan, sering dirasakan tidak setimpal dengan perbuatan yang
Penentuan kesalahan ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat
membayangkan akibat yang mungkin terjadi karena perbuatan itu akan tetapi ia
tidak melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya akibat, jadi
kematian tersebut diakibatkan karena kekurangan penghati-hatian (Teguh
Prasetya, 2001 : 59).
Unsur-unsur dalam Pasal 359 KUHP yaitu :
1) Unsur Subyektif : karena kealpaannya.
2) Unsur Obyektif : karena menyebabkan orang mati.
Alpa dapat juga berarti sembrono atau teledor dan dapat berarti atau
dikatakan seseorang berbuat dengan kurang hati-hati atau kurang
menduga-duga, apabila kealpaan yang terjadi mengenai kecelakaan lalu lintas dijalan raya
yang berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan karena kealpaan Pasal 359
KUHP tersebut misalnya: seseorang telah mengemudikan mobil secara
sembrono atau kurang hati-hati sehingga menabrak pejalan kaki sampai mati,
maka dalam hal ini harus diselidiki masalah-masalah yang meliputi :
1) Kondisi mobil : rem, stir, dan sebagainya.
2) Kondisi kesehatan bagi pengemudi : sehat, sakit, ngantuk, mabuk.
3) Kecepatan mobil saat terjadi kecelakaan.
Kecepatan tersebut dapat untuk mengetahui apakah si pembuat dapat
dikatakan alpa atau kurang hati-hati mengemudikan mobilnya dilihat dari
apakah ia melakukan penduga-duga sebegaimana diharuskan oleh hukum dan
apakah ia melakukan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.
3. Tinjauan Tentang Pengemudi Kendaraan Umum
a. Pengertian Pengemudi Kendaraan Umum
Pengemudi adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas jalannya
terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas atas diri penumpangnya maupun
terhadap pihak yang berada diluar kendaraan yang dikemudikan yang menjadi
korban akibat kelaleannya.
Pengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang Nomor 22
Tahun 2009 yaitu orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
Sedangkan didalam yang lama sebelum diperbaharui menjadi
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tidak dijelaskan tentang definisi tetapi hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa pengemudi kendaraan umum adalah orang
yang mengemudikan kendaraan bermotor, dan kendaraan tersebut disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
Disini pengemudi sebagai pekerjaan atau profesinya didalam hukum
pidana orang tersebut masuk dalam pengertian “menjalankan pekerjaanya”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 361 KUHP yang merumuskan yaitu “Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang
bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan”.
Pengemudi kendaraan bermotor di jalan diwajibkan memiliki surat izin
mengemudi. Hal ini dijelaskan dalan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN didalam pasal 77 ayat ( 1
) yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Surat izin mengemudi untuk pengemudi kendaraan bermotor ini terdiri
dari 2 ( dua ) jenis ( Pasal 77 ayat ( 2 ) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN UMUM ), yaitu :
1) Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Perseorangan
2) Surat Izin Mengemudi Kendaraan Umum
Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi ini calon pengemudi harus
memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan
keterampilan yang diberikan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah masing-masing yang dilaksanakan berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan criteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana
dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Kepala Kepolisian Negera
Republik Indonesia. Sedangkan untuk pengemudi Kendaraan Umum untuk
mendapatkan Surat Izin Mengemudi, ccalon pengemudi wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan pengemudi kendaraan umum. Pendidikan dan
pelatihan yang diperuntukkan bagi pengemudi keendaraan umum ini hanya
dapat diikuti apabila sebelumnya pengemudi sudah memiliki Surat Izin
Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan.
Dalam praktek sehari-harinya pengemudi kendaraan umum ini
mengemudikan kendaraan seperti bus umum, truk umum, angkutan umum dan
lainnya yang intinya meminta jasa kepada para pengguna yang berupa imbalan
sejumlah uang. Karena sifat pekerjaan yang seperti itu, maka pengemudi
kendaraan umum memiliki resiko yang lebih tinggi apa bila menjadi penyebab
dari terjadinya kecelakaan lalu lintas, hal ini disebabkan karena beberapa factor,
yaitu sebagai berikut :
1) Dikejar setoran atau memenuhi target setoran;
2) Jadwal keberangkatan antara kendaaraan umum lainnya terlalu dekat
sehingga terjadi kejar-kejaran;
Surat Izin Mengemudi berdasarkan Pasal 77 ayat ( 2 ) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN
JALAN dibagi menjadi dua jenis yaitu Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan
bermotor perseorangan dan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum.
Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan
digolongkan menjadi 5 golongan antara lain :
1) Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan tidak melebihi 3.500 ( tiga ribu lima ratus kilogram );
2) Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan lebih dari 3.500 ( tiga ribu lima ratus ) kilogram;
3) Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan kendaraan
alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan
menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat
yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari
1.000 ( seribu ) kilogram
4) Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor;
5) Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan
khusus bagi penyandang cacat.
Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor
perseorangan setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administrative,
kesehatan, dan lulus ujian. Hal ini didasarkan pada Pasal 81 ayat ( 1 )
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN
ANGKUTAN UMUM yang selanjutnya dijelaskan didalam Pasal 81 ayat ( 2 ),
( 3 ), ( 4 ), ( 5 ).
Syarat usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 ) ditentukan
1) Usia 17 ( tujuh belas ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin
Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;
2) Usia 20 ( dua puluh ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I;
3) Usia 21 ( dua puluh satu ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II
Syarat administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 )
meliputi :
1) Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk
2) Pengisian formulir permohonan
3) Rumusan sidik jari
Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 )
meliputi :
1) Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter
2) Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis
Sedangkan syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
( 1 ) meliputi :
1) Ujian teori
2) Ujian praktik
3) Ujian ketrampilan melalui simulator
Selain persyaratan yang telah disebut dalam Pasal 81 ayat ( 2 ), ( 3 ), ( 4 ),
dan ( 5 ) juga terdapat syarat yang lain yang tertuang dalam ayat ( 6 ) yaitu
dalam hal pengajuan permohonan :
1) Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin Mengemudi A
sekurang-kurangnya 12 ( dua belas ) bulan
2) Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I
sekurang-kurangnya 12 ( dua belas ) bulan.
Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor umum digolongkan
1) Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan tidak melebihi 3.500 ( tiga ribu lima ratus kilogram );
2) Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan lebih dari 3.500 ( tiga ribu lima ratus ) kilogram;
3) Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan kendaraan
alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan
menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat
yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari
1.000 ( seribu ) kilogram.
Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum
setiap orang yang mengajukan permohonan harus memenuhi persyaratan usia
dan persyaratan khusus.
Persyaratan usia ini dijelaskan dalam Pasal 83 ayat ( 2 ) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN
UMUM, ditentukan paling rendah sebagai berikut :
1) Usia 20 ( dua puluh ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A umum;
2) Usia 22 ( dua puluh dua ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I
umum
3) Usia 23 ( dua puluh tiga ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II
umum
Persyaratan khusus dijelaskan dalam Pasal 83 ayat ( 3 ) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN,
sebagai berikut :
1) Lulus ujian teori yang meliputi pengetahuan mengenai :
a) Pelayanan angkutan umum;
b) Fasilitas umum dan fasilitas social;
d) Tata cara mengangkut orang dan/atau barang
e) Tempat penting di wilayah domisili
f) Jenis barang berbahaya
g) Pengoperasian peralatan keamanan
2) Lulus ujian praktik, yang meliputi :
a) Menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang di
terminal dan di tempat tertentu lainnya
b) Tata cara mengangkut orang dan/atau barang
c) Mengisi surat muatan
d) Etika pengemudi kendaraan bermotor umum
B.Kerangka Pemikiran
1. Bagan Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana Kealpaan Yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Yang Dilakukan Oleh Pengemudi Kendaraan Umum
Pasal 310 ayat (1), (2), (3), (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Penyidik
penyidikan
Proses Penyidikan Kendala-Kendala Yang dihadapi
2. Keterangan
Salah satu tindak pidana yang terjadi di Indonesia adalah tindak pidana
kealpaan. Di Indonesia tindak pidana kealpaan pengaturannya terdapat dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Pasal 310 ayat (1), (2), (3), dan (4). Dalam penulisan ini penulis mengkaji proses
pemeriksaannya yang berada di Polres Klaten. Dalam pemeriksaan tersebut penyidik
dari Polres melakukan penyidikan sebelum diadakan penyidikan lebih lanjut dan olah
Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan oleh penyidik, Polisi Lalu Lintas dan
tim identifikasi untuk turun ke lapangan guna mengetahui kejadian yang sebenarnya
dan mengamankan barang bukti dari pihak tersangka maupun korban.
Setelah itu tim penyidik membuat laporan BAP dan itu setelah kalau sudah
dinyatakan P21 dan ACC oleh Kasatlantas baru berkas tersebut dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri. Dalam penyidikan, penyidik juga memiliki kendala-kendala
dalam melakukan penyelidikan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEALAPAAN YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH
PENGEMUDI KENDARAAN UMUM
HASIL PENELITIAN
Untuk membahas bagaimana proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum, berikut ini yang dilakukan oleh penyidik Polres Klaten sebagai berikut
A. Kasus Posisi
commit to user
WARSITO mengalami luka pada kaki kiri lecet, kaki kanan memar, tangan kanan dan kiri lecet, sadar dan rawat jalan, Pengemudi Spm Honda AD-2061-ML Nama ; ASTUTI NINGRUM mengalami luka pada tangan kiri lecet, tangan kanan patah, sadar dan opname di RS. PKU Muhammadiyah Delanggu, Pengemudi Spm Honda AD-5954-KY Nama ; TRIYANTO mengalami luka pada tangan kanan lecet, kaki kanan sobek, sadar dan rawat jalan, Penumpang Bus Nama ; QORI DZULFAHMI, 16 tahun, mengalami luka pada tangan kanan lecet, punggung nyeri, korban sadar dan rawat jalan, Penumpang Bus Nama ; DWI ASTRANI, 30 tahun, mengalami punggung nyeri, sadar, dan rawat jalan. Kejadian pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010 sekitar jan 07.00 wib di Jalan Raya antara Solo – Klaten, tepatnya disimpang empat Kepoh Kec. Delanggu Kab. Klaten.
B. Identitas Tersangka
Nama : SUMARYONO alias KIPLI
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 21 November 1976
Umur : 33 Tahun
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : DK. Manjung Rt. 03 / 01 DS. Manjung Kec.
Sawit Kab. Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Pengemudi
C. Kronologi Kejadian
hijau, setelah sampai di tempat kejadian perkara kendaraan bermotor Bus menerobos lampu trafight light yang menyala merah dengan kecepatan tinggi, sehingga menyerempet sepeda motor tersebut, selanjutnya kendaraan bermotor Bus membanting stir kekanan kemudian menabrak median jalan, tiang trafight light, dan menabrak kendaraan bermotor Toyota KT-1610-AC yang berhenti pada lajur jalan arah Klaten-Solo saat trafight light menyala merah, setelah itu laju kendaraan bermotor Bus masih berjalan kemudian menabrak sepeda motor Honda H-3481-HV dan sepeda motor Yamaha AD-6678-JL, serta tiang penerangan jalan, karena kendaraan bermotor Toyota KT-1610-AC terdorong serong kebelakang membentur sepeda motor Honda AD-5954-KY, sepeda motor Honda AD-2061-ML dan sepeda motor Yamaha AD-2617-EC, maka terjadilah kecelakaan lalu lintas beruntun.
D. Dasar
1) Laporan Polisi No. Pol : LP / 32/ II / 2010 / Lantas, tanggal 22 Pebruari
2010
2) Sket Gambar TKP dan BA TKP (Berita Acara Tempat Kejadian Perkara)
E. Fakta-Fakta
1. Hasil pemeriksaan di TKP pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010,
didapati bahwa :
a. Korban penumpang Bus Langsung Jaya dan para pengemudi sepeda
motor maupun pengemudi mobil sedan masih berada di TKP selanjutnya diantar ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Delanggu dan Rumah Sakit Islam Klaten, menggunakan mobil Ambulance dari RS. PKU Muhammadiyah Delanggu dan menggunakan kendaraan dari warga masyarakat yang menolongnya.
b. Barang bukti yang berupa Bus PO. Lansung Jaya No. Pol.
trafight light dan tiang lampu penerangan jalan masih berada di TKP dan belum berubah posisi dari tempat semula pada saat kejadian, selanjutnya semua barang bukti tersebut diamankan di Pos lalu lintas Sungkur Polres Klaten.
c. Kondisi jalan beraspal baik, lurus, datar, lebar, pada simpang empat,
terdapat lampu trafight light dan zebra cross, marka jalan garis warna putih putus-putus, terdapat median jalan / trotoar sebagai pemisah antara jalur jalan yang dari arah Solo dan dari arah Klaten, cuaca cerah pada pagi hari sekitar jam 07.15 wib, disekitar tempat kejadian terdapat ceceran darah korban dan goresan bekas jatuhnya sepeda motor serta adanya bekas tapak ban / rem bus Langsung Jaya, terdapat pecahan kaca bus dan kaca mobil sedan, disebelah kiri dan kanan tempat kejadian terdapat ruko-ruko dan pemukiman penduduk, sebagai titik bantu pengukuran menggunakan tiang kawat telepon yang dekat dengan TKP
2. Penangkapan :
Tersangka SUMARYONO alias KIPLI pada tanggal 23 Pebruari 2010, sekitar jam 09.30 wib, ditangkap didaerah Purworejo berdasarkan Surat Perintah Penangkapan No. Pol. SP. Kap / 01 / II / 2010 /LL, tanggal 23 Pebruari 2010, karena sesaat setelah kejadian tersangka melarikan diri meninggalkan tempat kejadian sehingga diadakan pencarian dan ketemu didaerah Purworejo lalu ditangkap dan dibawa ke Sat Lantas Polres Klaten untuk proses selanjutnya.
3. Penahanan :
dengan Surat Nomor B/95/95/III/2010/ll, tanggal 08 Maret 2010 dan telah mendapat perpanjangan penahanan, Surat Nomor 33/Rt.3/Ep.1/03/2010, tanggal 09 Maret 2010.
4. Penggeledahan :
Tersangka SUMARYONO alias KIPLI tidak dilakukan
Penggeledahan.
5. Penyitaan
Pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010, telah disita barang bukti yang berupa :
a. Satu unit Kbm Bus Langsung Jaya No. Pol. AD-1733-BF berikut
STNKnya
b. Sim B I Umum No. Sim. 7611120511717 An. SUMARYONO
c. Satu unit Kbm Toyota KT-1610-AC beserta STNKnya
d. Sim A No. Sim. 820514430756 An. AHMAD ARISON
e. Satu unit Spm Honda No. Pol. H-2279-KY beserta STNKnya
f. Sim C No. Sim. 771114430728 An. INDIYATI
g. Satu unit Spm Honda No. Pol. H-3481-HV beserta STNKnya
h. Sim C No. Sim. 630214430476 An. DALIMIN
i. Satu unit Spm Yamaha No. Pol. AD-6678-JL beserta STNKnya
j. Sim C No. Sim. 881114430278 An. WARSITO
k. Satu unit Spm Yamaha No. Pol. AD-2617-EC beserta STNKnya
l. Satu unit Spm Honda No. Pol. AD-2061-ML beserta STNKnya
m.Sim C No. Sim. 900814430236 An. ASTUTI NINGRUM
n. Satu unit Spm Honda No. Pol. AD-5954-KY beserta STNKnya
o. Sim C No. Sim. 850814430893 An. TRIYANTO
commit to user
berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No. Pol. B / 32 / II / 2010 / Lantas, tanggal 22 Pebruari 2010, selanjutnya dimintakan persetujuan penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Klaten No. Pol : B / 32 / III / 2010 / Lantas, tanggal 08 Maret 2010, dan telah mendapatkan Persetujuan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Klaten.
F. Keterangan Saksi-saksi
1. Saksi Ke 1 (Satu) : Nama : HARJONO, Umur : 29 tahun, Agama : Islam,
Pekerjaan : Kernet, Alamat : Dk. Cinderejo Lor Rt 01/05 Gilingan Kec. Banjarsari, Surakarta.
Menerangkan :
Saksi saat dimintai keterangan oleh polisi dalam keadaan tangan kiri masih agak sakit akibat dari kecelakaan lalu lintas tersebut, namun saksi bersedia memberikan keterangan dalam perkara kecelakaan lalu lintas antara Bus PO. Langsung Jaya No. Pol. AD-1733-BF yang dikemudikan oleh SUMARYONO alias KIPLI dengan sepeda motor Honda Supra Fit No. Pol.nya saksi tidak tahu dan dengan tiang lampu trafight light serta tiang lampu penerangan jalan serta dengan mobil sedan dan beberapa sepeda motor yang No. Pol. Tidak tahu.
Sebelumnya saksi mengenal dengan pengemudi Bus Langsung Jaya yang bernama SUMARYONO alias KIPLI tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan saksi, sedangkan dengan para korban kecelakaan tersebut saksi tidak mengenal. Sebelum kejadian kondisi kesehatan saksi dan sopir Bus dalam keadaan sehat, tidak mengantuk dan tidak mabuk. Saksi tahu kejadian tersebut karena saksi adalah selaku kernet Bus Langsung Jaya yang terlibat dalam kecelakaan tersebut, saat kejadian saksi duduk dipintu depan sebelah kiri menghadap kearah depan.
Klaten/Yogyakarta, sepeda motor Honda Supra Fit berjalan dari arah kiri jalan menyebrang jalan kekanan, sedangkan mobil sedan dan beberapa sepeda motor yang lainnya pada saat itu berjalan dari arah berlawanan atau dari arah Klaten menuju kearah Solo pada jalur yang berbeda. Saksi mengaku pertama kali melihat Honda Supra Fit yang menyebrang jalan dari kiri kekanan pada jarak sekitar 8 ( delapan ) meter, seketika itu saksi bilang “Awas” kepada sopir bus. Reaksi sopir bus saat itu langsung mengerem sambil menghindar kekanan, namun tidak sampai dan masih membentur sepeda motor tersebut selanjutnya bus berjalan kekanan naik ke median jalan / trotoar, selanjutnya bus menabrak tiang lampu trafight light kemudian menabrak mobil lain dan beberapa sepeda motor yang berjalan dari arah Klaten selanjutnya bus menabrak tiang lampu penerangan jalan hingga jatuh terguling / miring kekiri.
Menjelang kejadian bus berjalan pada lajur sebelah kanan dengan kecepatan sekitar 80 km/jam, lampu trafight light pada simpang empat tersebut sebelumnya menyala kuning, namun saat jarak bus sekitar 5 ( lima ) meter, lampu trafight light menyala merah tetapi bus tetap melaju kencang. Saksi tidak mendengar suara klakson dari bus. Menurut saksi bus Langsung Jaya tidak kejar-kejaran dengan bus Antar Jaya, memang benar bahwa pada saat itu setelah lampu trafight light simpang Empat Kepoh dari arah Solo, ada bus Antar Jaya yang menaikkan penumpang, kemungkinan pada saat itu bus Langsung Jaya berusaha mendahului bus Antar Jaya yang sedang berhenti tersebut untuk mengejar penumpang lain yang ada dijalur depannya sehingga bus Langsung Jaya menerobos lampu merah.
commit to user
mengurangi kecepatan / mengerem untuk berhenti, tetapi justru memacu laju bus, setelah jarak antara bus dengan lampu trafight light sekitar 5 ( lima ) meter lampu trafight light menyala merah namun bus tetap berjalan kencang, bersamaan dengan itu dari kiri jalan ada sepeda motor Honda Supra Fit yang menyebrang jalan kekanan. Pengemudi bus berusaha mengerm sambil menghindar kekanan namun tidak sampai sehingga membentuk motor Honda Supra Fit tersebut, kemudian busa berjalan kekanan roda sebelah kanan naik ke median jalan / trotoar dan menabrak tiang lampu trafight light selanjutnya bus menabrak mobil sedan dan sepeda motor lain yang ada dilajur jalan yang dari arah Klaten, selanjutnya bus menabrak tiang lampu penerangan jalan hingga terguling / miring.
Untuk perlengkapan bus sebelum kejadian spidometernya tidak berfungsi sejak 2 ( dua ) tahun yang lalu, klakson dapat berfungsi, spion ada dua, lampu-lampu komplit berfungsi, rem bai, kondisi ban baik, ban serepnya tidak ada karena sedang bocor, menurut saksi penyebab kecelakaan tersebut adalah kurang hati-hatinya pengemudi bus Langsung Jaya karena yang bersangkutan pada saat akan melintasi simpang empat dan melihat lampu trafight light menyala kuning tidak segera mengurangi kecepatan bus untuk berhenti tetapi justru menambah kecepatan, sehingga terjadi kecelakaan tersebut, saksi telah membenarkan sket gambar TKP yang dibuat Polisi dan telah memberikan semua keterangannya.
2. Saksi Ke 2 ( dua ) : Nama : TRIYANTO, Umur : 25 tahun, Agama : Islam,
Pekerjaan : Swasta, Alamat : Dk. Brongkol Rt 02/01 Ds. Jatipuro Kec. Trucuk Kab. Klaten.
Menerangkan :
tiang lampu penerangan jalan, kendaraan sedan warna hitam dan 6 ( enam ) sepeda motor termasuk Honda Supra Fit No. Pol AD-5954-KY yang dikemudikan oleh saksi.
Saksi mengemudikan sepeda motor berjalan dari arah Klaten menuju kearah Solo. Bus Langsung Jaya berjalan dari arah solo menuju kearah klaten. Sepeda motor Honda Supra Fit berjalan dari arah mana menuju kemana saksi tidak tahu. Pada saat itu arus lalu lintas dari arah klaten berhenti karena lampu trafight lightnya menyala merah, sehingga saksi dan mobil sedan serta sepeda motor yang lainnya berhenti. Menurut saksi lampu trafight light pada simpang empat terdiri dari tiga fase yaitu apabila dari arah solo dan dari arah klaten menyala hijau, dari arah juwiring serta dari arah bowan menyala merah, kemudian apabila dari arah klaten menyala hijau yang dari arah solo, juwiring, dan bowan menyala merah, selanjutnya apabila yang dari arah klaten dan solo menyala merah sehingga yang dari arah juwiring dan bowan menyala hijau.