• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS DI POLRES KLATEN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS DI POLRES KLATEN)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM”

(STUDI KASUS DI POLRES KLATEN)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat

Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Disusun oleh:

DWI NOPIANTO

E.1106022

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang yang secara terus

menerus berusaha meningkatkan pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan

kemajuan dan perkembangan jaman, pembangunan tersebut diperuntukkan dapat

memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin kepada seluruh rakyat

Indonesia, tujuan ini dapat terlaksana apabila seluruh warga Negara mempunyai

kesadaran untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, salah satu bentuk untuk

mencapai tujuan tersebut setiap warga Negara hendaknya berperilaku sesuai dengan

peraturan yang berlaku baik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang

mewujudkan dengan tingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku. Selain itu,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memegang peran sangat penting

dan berpengaruh didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan

nasional Indonesia, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

yang merata baik materiil dan spiritual. Berdasarkan tujuan pembangunan nasional

tersebut diatas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan pembangunan bukan saja

diwujudkan dalam bentuk fisik saja akan tetapi juga diarahkan pada kesadaran hukum

dalam masyarakat, sehingga masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya

sebagai warga Negara Republik Indonesia.

Masyarakat yang tinggi kesadarannya hak dan kewajiban hukumnya, tidak

mudah dipermainkan dengan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, pada

setiap saat mempertahankan hak-hak asasinya dari setiap penyalahgunaan wewenang

dan setiap saat mempertahankan hak-hak asasi dari setiap penyalahgunaan wewenang

dan setiap saat pula rela memikul tanggung jawab yang diwajibkan hukum kepada

dirinya ”.

Sebagai tindak lanjut membangun hukum diperlukan tatanan hukum yang

(3)

Indonesia dengan lebih memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan

rasa keadilan yang tubuh didalamnya. Hukum sebagai kaidah sosial yang berlaku

dalam masyarakat tidak lepas dari rangkaian sistem nilai yang berlaku dalam

masyarakat, dimana pada saat yang sama ia merupakan pencerminan dan penjabaran

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu.

Di samping itu pula dibidang perhubungan, khususnya lalu lintas jalan raya,

masih banyak permasalahan yang timbul yaitu kecelakaan, kemacetan, dan ketidak

teraturan lalu lintas, hal tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan

tidak sepadan dengan kondisi jalan. Sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh

pemerintah dengan membangun sarana dan prasarana jalan, membuat jalan tol,

membangun jalan yang menghubungkan daerah satu ke daerah lain, serta

memperbaiki jalan-jalan dikota sampai pada jalan-jalan pelosok desa, selain itu juga

adanya peningkatan pelayanan jasa angkutan jalan yang sesuai dengan perkembangan

dan kepadatan arus lalu lintas, dengan demikian secara fisik perkembangan

pembangunan jalan raya terus berjalan tanpa mengkesampingkan pembinaan secara

terus menerus yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang terhadap pelayanan

jasa angkutan.

Dengan adanya pertambahan jumlah kendaraan yang semakin hari semakin

meningkat dan perkembangan arus lalu lintas yang semakin padat, tentu akan

membawa pengaruh dan dampak yang kurang baik bagi para pengguna jalan raya.

Akibat-akibat dari Kecelakaan lalu lintas yakni :

“Perilaku para pemakai jalan dalam mematuhi aturan lalu lintas harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi kelancaran dan kemampuan pemakai jalan, kesopan santunan pemakai jalan merupakan kunci pokok terciptanya kenyamanan dan kelancaran lalu lintas “.

Perkembangan lalu lintas tersebut serta kurang kesadaran hukum masyarakat

pengguna jalan, maka didalam kehidupan sehari hari sering dijumpai, banyak para

kendaraan bermotor yang belum siap mental, dalam arti para pengemudi kurang

perhitungan dan sering berbuat ugal- ugalan dijalan raya sangat menentukan

(4)

kurang baik serta kurangnya kesadaran hukum masyarakat terhadap peraturan lalu

lintas dan dorongan berperilaku yang kurang baik dalam mengemudikan

kendaraannya, misalnya tidak mengindahkan tanda-tanda maupun rambu-rambu lalu

lintas di jalan,selain itu juga kurang perhatian terhadap petunjuk-petunjuk yang telah

ada di jalan raya, menuju lalu lintas yang tertib:

“Rambu-rambu lalu lintas maupun marka jalan yang dipasang untuk memberikan informasi dan perintah, tujuannya agar tercipta keamanan, ketertiban dan kelancaran para pengguna jalan“.

Hal tersebut banyak di jumpai di jalan-jalan wilayah kabupaten klaten,

khususnya banyak yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum dengan alasan

mengejar uang setoran, interval atau jarak waktu dengan kendaraan umum lainnya

sangat dekat dan sebagainya, pengemudi tersebut saat berjalan sering tidak

memperhatikan keselamatan diri sendiri maupun keselamatan orang lain. Pada saat

dijaga polisi biasanya para pengemudi tersebut tidak melakukan pelangaran dan

cenderung berjalan dengan pelan-pelan, tetapi apabila tidak ada polisi maka para

pengemudi kendaraan tersebut berjalan seenaknya sendiri tanpa memperhatikan

pengguna jalan lainnya. Suatu contoh: melanggar lampu traffic light, mendahului

dijalan tikungan atau jembatan, yang sering terjadi di wilayah klaten dan juga sering

terjadi kecelakaan lalu lintas yaitu mendahului di perlintasan rel kereta api.

Jajaran pihak kepolisian wilayah klaten khususnya satuan lalu lintas sudah

berupaya dan bekerja semaksimal mungkin untuk menekan angka kecelakaan lalu

lintas yang terjadi yaitu dengan cara: memberikan penyuluhan dan pembinaan

kepada para pengemudi kendaraan umum, mengadakan razia atau penindakan

terhadap kendaraan umum yang melakukan pelanggaran dengan cara ditilang dan

sebagainya. Dengan maksud agar para pengemudi tersebut jera dan tidak mengulangi

pelanggaran lagi.

Faktor utama terjadinya kecelakan lalu lintas ada pada diri pengemudi sendiri,

yaitu rasa ingin menang antara lain ingin mendahului tanpa mengindahkan

aturan-aturan lalu lintas dan keselamatan diri sendiri maupun keselamatan bagi orang lain.

(5)

tidak terkontrol atau tidak dapat terkendali dan berubah menjadi emosional, timbul

keinginan untuk mengejar dan mendahului. Maka ia menambah kecepatan sehingga

terjadi kejar-kejaran atau dahulu mendahului, segala akal sehat dan pertimbangan

keselamatan tidak diperhitungkan lagi.

Hal demikian bukan hal baru lagi dikalangan para pengguna atau pemakai

jalan umum, khususnya dikalangan para pengemudi kendaraan umum yang sedang

mengemudikan kendaraan yang kurang memperhatikan keselamatan diri sendiri

maupun keselamatan orang lain. Sering kali selalu tampak dimata kewaspadaan

terhadap ancaman bahaya kecelakaan semakin lemah, disiplin berlalu lintas menurun

dan kemungkinan menyangkut keselamatan orang lain sesama para pemakai jalan.

Pada umumnya yang menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu

lintas antara lain disebabkan oleh faktor manusia, kendaraan, cuaca atau alam serta

jalan atau lingkungan, faktor manusia merupakan penyebab utama terjadinya

kecelakan lalu lintas dijalan raya, keadaan demikian mendorong tinggi rendahnya

angka kecelakaan lalu lintas khususnya di wilayah kabupaten klaten, sebagai mana

penjelasan kapolres klaten, Kepala Satuan Lalulintas Ajun Komisaris Dedy Nicolas

Arifianto, Senin (18/1) pada jumpa pers tutup tahun 2009, terdapat angka kecelakaan

lalu lintas sebagai berikut :

“Selama tahun 2009 jumlah kecelakaan lalu lintas yang dilaporkan sebanyak 219 (dua ratus Sembilan belas) kejadian, dengan koban tewas 28 (dua puluh delapan) orang, luka berat 44 (empat puluh empat) orang, luka ringan 415 (empat ratus lima belas) orang “.

Hal ini bisa terjadi karena adanya kecerobohan atau kurang hati-hatian

pengemudi kendaraan bermotor tersebut, dalam kitab undang-undang hukum pidana,

masalah kealpaan pengemudi yang berakibat korban meninggal dunia tercantum

dalam ketentuan Pasal 359 KUHP. Berdasarkan kententuan Pasal 359 KUHP

tersebut, semakin jelas bahwa hukum pidana sangat diperlukan dalam upaya

menanggulangi masalah kecelakaan lalu lintas, dijalan raya umum, karena ada

kemungkinan peristiwa kecelakaan lalu lintas mendatangkan kerugian yang tidak

(6)

Gambaran yang diungkapkan diatas dan berdasarkan pengamatan sehari-hari,

sebenarnya harus diakui bahwa kecelakaan lalu lintas jalan raya tidak semakin

berkurang dari hari ke hari, akan tetapi akan semakin bertambah baik kejadiannya

maupun korban yang diakibatkannya. Beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yang

pernah terjadi diwilayah kabupaten klaten yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan

umum khususnya bus, menurut pengamatan warga masyarakat disekitar tempat

kejadian, pengemudi tersebut dianiaya dan dipukuli bahkan kendaraannya sampai

dirusak ataupun dibakar. Apalagi korbannya orang disekitar tempat kejadian sehingga

emosi dan melakukan tindakan anarkis kepada kendaraan maupun pengemudinya.

Hal inilah yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti dan memikirkan

bagaimana peran hukum pidana dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas yang

berakibat matinya orang lain, mengingat begitu penting dan rawannya masalah lalu

lintas serta akibat yang ditimbulkan, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul ”STUDI PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA

KEALAPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG

DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN UMUM”. (STUDI KASUS

DI POLRES KLATEN)

B. RUMUSAN MASALAH

Kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain dianggap sebagai tindak

pidana tentunya perbuatan tersebut harus dirumuskan sebagai tindak pidana dalam

Undang-Undang hal ini sesuai dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum

pidana, maka penulis sekaligus sebagai pembahas timbul pertanyaan dari dalam diri

penulis untuk mencapai permasalahan :

1. Bagaimana proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan

matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum?

2. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas (lantas)

(7)

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang masalah dan sesuai dengan permasalahan yang

ada, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan-bahan yang

berhubungan dengan obyek yang diteliti guna menyusun penulisan hukum

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan dibidang

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Mengkaji penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang

lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum.

c. Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas polres

klaten dalam menangani perkara tersebut.

d. Untuk memperoleh perluasan dan wawasan penulis dibidang hukum serta

pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum

khususnya perkara pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain.

2. Tujuan Subyektif

a. Menyusun skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana

dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Mengetahui kesesuaian antara teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan

kenyataan praktek dilapangan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai

bahan penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan untuk

mencapai gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para penegak

(8)

kecelakaan lalu lintas yang terjadi diwilayah kabupaten klaten, khususnya yang

dilakukan pengemudi kendaraan umum.

c. Memberikan masukan pemikiran dan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khusus dibidang hukum pidana.

d. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani

kuliah strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi pemerintah

khususnya Kepolisian Resort Klaten, dalam penanganan kasus kecelakaan lalu

lintas dan angkutan jalan.

b. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk

terjun ke dalam masyarkat.

c. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis

sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh.

d. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada

semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait masalah yang diteliti

dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya

penyelesaian perkara pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain

yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum.

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah ilmu untuk mengungkapkan dan menerangkan

gejala-gejala sosial dalam kehidupan manusia, dengan mempergunakan prosedur

kerja yang sistematis, teratur, tertib, dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah,

(9)

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya.

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum sosiologis atau

empiris yaitu penelitian yang pada awalnya yang diteliti adalah data sekunder yang

kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer dilapangan atau terhadap

masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006 : 52-53).

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu

suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberi data seteliti mungkin tentang

manusia atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto, 2006 : 10) Metode

penelitian jenis ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang ada pada waktu

sekarang dengan jalan mengumpulkan data dan menyusun atau

mengklasifikasikannya seterusnya menganalisa dan menginterprestasikan untuk

kemudian diperoleh suatu hasil.

3. Lokasi Penelitian

Untuk kepentingan identifikasi dan analisa akan dilaksanakan pengumpulan

data dengan mengadakan penelitian di Polres Klaten

4. Jenis Data

Data yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini dapat

digolongkan sebagai berikut :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber primer atau sumber

utama yang berupa fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari

(10)

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi

bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Dapat

ditambahkan pendapat dari Soerjono Soekanto bahwa data-data sekunder ini

antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian

yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. (Soerjono Soekanto, 2006 :

12)

5. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu data atau keterangan yang diperoleh dari

semua pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang menjadi obyek

penelitian.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka,

termasuk didalamnya literatur, peraturan perundang - undangan, dokumen -

dokumen, tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti

(Soerjono Soekanto, 2006 : 11).

c. Sumber Data Tertier

Sumber data tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan

terhadap bahan primer dan sekunder. Ini biasanya diperoleh dari media internet,

kamus ensiklopedia dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2006 : 113).

6. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang sesuai dan mencakup permasalahan yang penulis

teliti, maka melakukan studi lapangan dan studi kepustakaan yaitu:

a. Studi Lapangan

Merupakan suatu penelitian dengan penelitian secara langsung terjun

kelapangan untuk mendapat data-data dan keterangan-keterangan yang

(11)

lapangan adalah wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data

keterangan yang diperoleh dengan mengadakan tanya jawab memakai daftar

pertanyaan kepada obyek yang diteliti.

Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara yang telah

ditentukan pelaksanaannya, telah diatur catatan-catatan dan

keterangan-keterangan pertanyaan yang telah ditentukan pokok permasalahannya serta

membatasi aspek-apek dari masalah yang diperiksa.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

menginventariskan dan mempelajari bahan-bahan yang berupa peraturan

perundangan-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan, dan dokumen-dokumen

lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dalam setiap penelitian

disamping metode yang tepat dan alat pengumpulan data yang relevan.

Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik serta alat pengumpulan data

sangat berpengaruh obyektifitas hasil penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya

kedalam suatu pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Mengingat data yang

terkumpul adalah data kualitatif, maka dalam mengolah data dan menganalisisnya.

Peneliti menggunakan analisis data kualitatif dan analisis data interaktif. Menurut

Soerjono Soekanto, yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adalah suatu

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku nyata yang

diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. (Soerjono Soekanto, 1986 : 250).

Dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, dimana ketiga

komponen tersebut saling berkaitan dan menentukan hasil akhir analisis. Adapun

tiga komponen tersebut adalah :

(12)

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang

merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari

fieldnot. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.

b. Sajian Data

Sajian data merupaka suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi

dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dialkukan.

Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai

jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel

sebagai pendukung narasinya.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses

pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar matang

dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan (HB. Sutopo, 2002 : 91-93).

Menurut HB. Sutopo skema cara kerja data interaktif tersebut adalah

sebagai berikut (HB. Sutopo, 2002 : 96).

Gambar 2 Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Simpulan atau

(13)

Aktifitas yang dilakukan dengan proses siklus antara

komponen-komponen tersebut menghasilkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai

dengan permasalahan yang diteliti, maka hasilnya disajikan secara deskriptif,

yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan

permasalahan yang diteliti dan data-data yang diperoleh.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan

hukum ini dapat dibagi menjadi empat bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dikemukakan tentang Kerangka Teori dan Kerangka

Pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum

ini. Kerangka teori akan diuraikan mengenai Tinjauan umum

tentang Penyidik Dan Penyelidik, yang meliputi Pengertian

Penyidik dan Penyelidik, Tugas dan Wewenang Penyidik dan

Penyelidik. Dilanjutkan dengan uraian mengenai Tinjauan umum

tentang Tindak Pidana Kealpaan, yang meliputi Pengertian Tindak

Pidana, Pengertian Tindak Pidana Kealpaan, dan Pengertian Tindak

Pidana Kealpaan yang Menyebabkan Matinya Orang Lain.

Dilanjutkan dengan uraian mengenai Tinjauan umum tentang

Pengemudi Kendaraan Umum, yang meliputi Pengertian

(14)

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang

merupakan bagian pokok dari keseluruhan penulisan hukum yang

membahas, menguraikan, dan menganalisa rumusan permasalahan

penelitian yang meliputi :

a. Proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan

matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan

umum?

b. Kendala - kendala apa yang dihadapi penyidik satuan lalu lintas

(lantas) polres klaten dalam menangani perkara tersebut?

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu simpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penyidik dan Penyelidik

a. Pengertian Penyidik dan Penyelidik

Dalam KUHAP Pasal 1 memberikan definisi dari penyidik yaitu pejabat

Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

penyidikan.

Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal

dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Oleh karena itu, secara kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan

dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan

keterangan-keterangan tentang :

1) Tindak pidana apa yang telah dilakukannya

2) Kapan tindak pidana itu dilakukan

3) Dimana tindak pidana itu dilakukan

4) Dengan apa tindak pidana itu dilakukan

5) Bagaimana tindak pidana itu dilakukan

6) Mengapa tindak pidana itu dilakukan

(16)

Dalam KUHAP Pasal 1 juga diberikan definisi tentang penyelidik dan

penyelidikan. Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang

diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Sedangkan pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan

penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Proses penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas sebagaimana dalam

buku TPTKP ( Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara ) lantas dan sketsa

pada dasarnya adalah terdiri atas beberapa kegiatan antara lain :

1)Kegiatan Prapenyidikan yaitu berupa kegiatan :

a) Penerimaan laporan.

b) Persiapan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP).

c) Mendatangi Tempat Kejadian perkara (TKP).

2)Kegiatan Penanganan TKP yaitu berupa kegiatan

a) Tindakan pertama di TKP

(1)Pengamanan dan penutupan TKP.

(2)Menolong korban.

b) Pengolahan dan pemeriksaan TKP

(1)Pemotretan TKP.

(2)Mencari dan mengumpulkan barang bukti.

(3)Menggambarkan dan mengukur TKP.

(4)Mencari keterangan saksi.

c) Kegiatan lanjutan yaitu berupa :

(1)Perbuatan berita acara.

(2)Rekontruksi.

(3)Pengiriman berkas perkara ke penuntut umum atau kejaksaan

(17)

b. Wewenang Penyidik dan Penyelidik

Dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai wewenang dari

penyidik yaitu antara lain :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana

2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

6) Mengambil sidik jari dan memotret seorang

7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi

8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara

9) Mengadakan penghentian penyidikan

10) Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab

Dalam pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP dijelaskan juga mengenai

wewenang dari penyelidik yaitu antara lain :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana

2) Mencari keterangan dan barang bukti

3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri

4) Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.

Selain wewenang yang telah disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) huruf a

KUHAP penyidik atas perintah dapat melakukan tindakan yang berupa :

1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan

(18)

2) Pemeriksaan dan penyitaan surat

3) Mengambil sidik jari dan memotret seorang

4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik

.

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kealpaan

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana memiliki pengertian yaitu perbuatan yang dilakukan setiap

orang atau subyek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar

hokum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Pengertian tentang tindak pidana juga dikemukakan oleh beberapa ahli.

Menurut Simons memberikan definisi mengenai tindak pidana yaitu kelakuan

yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hokum yang berhubungan

dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Menurut Van Hamel tindak pidana adalah kelakuan manusia yang

dirumuskan dalam undang-undang, melawan hokum, yang patut dipidana dan

dilakukan dengan kesalahan.

Menurut Vos tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang oleh

perundang-undangan diberi pidana, jadi suatu kelakuan manusia yang pada

umumnya dilarang dan diancam pidana.

Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana, sedangkan menurut

Moeljatno, perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan pidana, bagi yang melanggar perbuatan tersebut. Jadi perbuatan yang

dapat dikenakan pidana dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1) Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

(19)

Tindak pidana memiliki dua unsur yaitu unsur dalam perumusan dan

unsur diluar perumusan. Unsur dalam perumusan terdiri dari :

1) Unsur obyektif :

a) Perbuatan ( aktif atau pasif )

b) Akibat

c) Melawan hukum

d) Syarat tambahan

e) Keadaan

2) Unsur Subyektif :

a) Kesalahan :

(1) Sengaja

(2) Kealpaan

b) Keadaan

Sedangkan unsur diluar perumusan terdiri dari :

1) Secara melawan hukum

2) Dapat dipersalahkan

3) Dapat dipertanggung jawabkan

Selain adanya unsur-unsur yang telah disebutkan diatas tindak pidana

mempunyai ruang lingkup yang luas. Ruang lingkup tindak pidana yaitu antara

lain :

1) Tindak pidana terhadap Negara

2) Tindak pidana terhadap Negara sahabat atau kepala Negara sahabat

3) Tindak pidana tentang pelaksanaan hak dan kewajiban Negara

4) Tindak pidana terhadap kekuasaan atau penguasa umum

5) Tindak pidana sehubungan dengan tugas-tugas peradilan

6) Tindak pidana terhadap angkatan perang

7) Tindak pidana jabatan

8) Tindak pidana terhadap masyarakat

(20)

10) Tindak pidana terhadap perasaan kepatutan

11) Tindak pidana terhadap ketertiban umum

12) Tindak pidana membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang

13) Tindak pidana pemalsuan uang

14) Tindak pidana pemalsuan merk dan meterai

15) Tindak pidana pemalsuan surat

16) Tindak pidana terhadap pelayaran

17) Tindak pidana terhadap penerbangan dan sarana penerbangan

18) Tindak pidana terhadap pribadi

19) Tindak pidana terhadap kemerdekaan pribadi seseorang

20) Tindak pidana terhadap kehormatan seseorang

21) Tindak pidana terhadap hak seseorang secara khusus terhadap harta

benda

b. Pengertian Tindak Pidana Kealpaan

Kata culpa mempunyai arti yang seluas-luasnya yaitu meliputi kesalahan

pada umumnya, culpa dalam arti sempit yaitu merupakan bentuk kesalahan

yang berupa kealpaan atau sembrono atau teledor, syarat utama dapat

dipidananya orang harus ada kesalahan, kesalahan yang dimaksud adanya sifat

melawan hukum, kemampuan bertanggung jawab, serta hubungan batin antara

si pelaku dengan perbuatannya dapat berbentuk kesengajaan dan kealpaan yang

merupakan yang merupakan bentuk kesalahan.

Hubungan batin atau sikap yang berupa kesengajaan itu ada apabila si

pelaku mengetahui atau membayangkan akibat perbuatannya yang dilarang

disamping itu ada sikap batin yang berupa kealpaan, suatu akibat yang timbul

karena seseorang berbuat dan berkurang hati-hati atau sembrono dapat

(21)

Dalam undang-undang tidak dijelas apa yang dimaksud dengan kealpaan

kesalahan atau kealpaan menurut ilmu pengetahuan mempunyai 2 (dua) syarat

sebagai berikut :

1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati atau

kurang waspada.

2) Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan

yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu. Penentuan kesalahan

ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat membayangkan akibat yang

mungkin terjadi karena perbuatan itu, akan tetapi ia tidak melakukan

tindakan- tindakan untuk mencegah timbulnya akibat.

Dalam KUHP buku II Pasal-Pasal yang memuat tentang unsur-unsur

kealpaan yaitu antara lain :

1) Pasal 359 KUHP, memuat tentang kealpaan yang menyebabkan matinya

orang lain.

2) Pasal 360 KUHP, memuat tentang kealpaan yang menyebabkan

luka-luka.

Alasan pembuat undang-undang mengancam pidana yaitu suatu perbuatan

yang mengandung unsur kesengajaan, diketemukan suatu keterangan mengenai

kealpaan yaitu :

“Adanya keadaan yang sedemikian membahayakan keamanan orang

atau barang atau mendatangkan kerugian terhadap seorang yang

sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga

undang-undang bertindak terhadap kekurang penghati-hati atau sikap sembrono

atau teledor yang menyebabkan keadaan tadi “.

1) Unsur Kealpaan

Dalam pasal 359 KUHP merumuskan sebagai berikut : “Barang

siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

(22)

Adapun unsur Pasal tersebut adalah sebagai berikut :

a) Unsur subyektif : a. Barang siapa.

b. Karena salahnya.

b) Unsur obyektif : Menyebabkan matinya orang.

c) Ancaman hukum : a. Maksimal lima tahun penjara.

b. Maksimal satu tahun kurungan.

Dalam Pasal 360 (1) KUHP merumuskan sebagai berikut :

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat

dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun“.

Adapun unsur-unsur Pasal 360 tersebut adalah sebagai berikut :

a) Unsur subyektif : a. Barang siapa.

b. Karena salahnya.

b) Unsur : Menyebabkan orang luka berat.

c) Ancaman hukuma : a. Maksimal lima tahun penjara;

b. Maksimal satu tahun kurungan.

Dalam Pasal 360 (2) KUHP merumuskan sebagai berikut :

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka

sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak

dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan (Sembilan bulan) atau

kurungan selama lamanya 6 bulan (enam bulan) atau denda setinggi

tingginya tiga ratus rupiah “.

Pasal tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a) Unsur sobyektif : a. Barang siapa.

b. Karena salahnya.

(23)

sakit sementara dan tidak dapat

menjalankan jabatannya atau

pekerjaannya.

c) Ancaman hukuman : a. Maksimal Sembilan bulan penjara;

b. Maksimal enam kurungan.

Terhadap masalah kealpaan dalam KUHP tidak diberikan

penjelasan mengenai pengertian akan tetapi banyak ahli hukum pidana

yang membahasnya, ada yang mengatakan bahwa persoalan sekitar

culpa ini antara lain mengenai dasar dan dipandang perlu dipidananya

kealpaan yang tidak di sadari, Van Homel mengatakan bahwa kealpaan

mengandung dua syarat yaitu:

a) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh

hukum, mengenai tidak mengadakan penduga-duga ada dua

kemungkinan yaitu :

(1) Pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena

perbuatannya, pada hal pandangan itu mungkin tidak benar.

Misal : Seorang pengemudi bus berjalan dengan

kecepatan tinggi bermaksud mendahului sepeda motor yang

berjalan didepannya, sedangkan dari arah yang berlawanan ada

sebuah mobil kijang yang berjalan dengan kecepatan tinggi pula,

menurut pengemudi bus tadi, masih ada jarak cukup untuk

mendahului sepeda motor yang berjalan didepannya, akan tetapi

mobil kijang yang datang dari arah berlawanan juga berjalan

dengan kecepatan tinggi pula, disini pengemudi bus tadi karena

keyakinannya tidak akan terjadi sesuatu, maka ia memberanikan

diri untuk mendahului sepeda motor tersebut, ternyata

(24)

tabrakan dengan mobil kijang yang berjalan dari arah

berlawanan.

Mengenai kemungkinan akan terjadi tabrakan sebenarnya

telah diketahui oleh pengemudi kendaraan bus, tetapi karena

keyakinannya bahwa tidak akan terjadi sesuatu maka

perbuatannya melanggar sepeda motor itu ia lakukan, seharusnya

pengemudi bus sadar bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan

kecelakaan lalu lintas, karena ia tahu sewaktu akan mendahului

sepeda motor ada mobil kijang yang datang dari arah berlawanan

yang berjalan dengan kecepatan tinggi, keadaan demikian ini

dikatakan bahwa dalam diri si pelaku terdapat kealpaan yang

disadari (bewuste culpa).

(2) Bahwa pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa

akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya

Misal : Seorang pengemudi mobil yang belum bisa

mengemudikan mobilnya dan belum memiliki SIM (Surat Izin

Mengemudi) yang sesuai dengan mobil yang dikemudikannya,

tiba-tiba ada seorang perempuan tua yang sedang berjalan

didepannya menyeberang jalan dari arah sebelah kiri ke kanan

jalan, kemudian ia terkejut dan bingung akhirnya menabrak

pejalan kaki tersebut.

Kejadian tersebut sebelumnya tidak terlintas sama sekali

dalam pikirannya yaitu kemungkinan akan menabrak pejalan

kaki tesebut, padahal seharusnya kemungkinan ia mengetahui,

sehingga ia harus mengemudikan mobil dengan orang yang

sudah pandai dan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang

sesuai dengan mobil yang dikemudikannya, dalam hal ini

(25)

Dalam kemungkinan yang pertama, kekeliruannya terletak pada

salah satu pikiran atau salah satu pandangan yang seharusnya

disingkiri, sedangkan dalam kemungkinan yang kedua

kekeliruannya terletak pada tidak mempunyai pikiran sama

sekali bahwa akibat mungkin akan timbul sewaktu-waktu dimana

menjumpai situasi yang sangat berbahaya.

b) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh

hukum, untuk menentukan apakah seseorang berbuat tidak

mengadakan penghati-hatian, sebagaimana ditentukan oleh hukum,

maka pertama harus menggunakan kriteria yang telah ditemukan

yaitu :

(1) Menentukan bahwa seseorang apakah telah berbuat denga

hati-hati atau tidak hati-hati-hati-hati harus dilihat, apakah setiap orang yang

tergolong pelaku dalam hal yang sama telah berbuat yang sama

pula, atau akan berbuat lain.

(2) Dengan menggunakan ukuran lain yaitu apakah orang-orang

golongan pelaku dalam hal ini yang sama apakah akan berbuat

yang lain atau tidak. Setelah melihat kasus diatas dengan

menggunakan ukuran norma penghati-hatian atau penduga-duga,

maka perlu juga diperhatikan segala keadaan dari keadaan

pribadi si pelaku dan keadaan lain yang mempengaruhi kasus

tersebut, jadi segala keadaan yang dapat dipengaruhi si pelaku

harus diteliti dengan seksama.

Maksud dari pembentuk undang-undang hukum pidana

ini, bukanlah memberikan nestapa atau pidana pada perbuatan

itu, melainkan memberikan pengajaran agar supaya hati-hati dan

(26)

2) Bentuk Kealpaan

Suatu pengertian apabila tidak disertai dengan segala sesuatu

masalah yang melatar belakangi maka dapat membuat ketidak jelasan

pengertian itu sendiri. Lebih-lebih masalah kealpaan dalam perumusan

Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP yang banyak mengandung

pemikiran dan perhatian tersendiri dalam usahanya untuk

memecahkannya, dengan demikian nantinya akan dapat diketahui

dengan jelas tinjauan yuridis, teoritis dan segi praktisnya serta dengan

suatu harapan dapat kiranya mengurangi dan mengatasi suatu persoalan

yang kini semakin bertambah besar dan sulit seperti dalam kenyataan

sekarang ini.

Pada uraian berikut ini adalah mengenai bentuk kealpaan yaitu

meliputi sebagai berikut :

a) Kealpaan yang disadari (bewoste schuld)

Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan dapat

menyadari, dapat membayangkan atau dapat menduga tentang apa

yang dilakukan beserta akibatnya yang terjadi (kecelakaan) akan

tetapi meskipun demikian ia percaya berharap serta berusaha untuk

mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun akibat itu terjadi juga.

b) Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld)

Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari atau tidak

disadari diperhitungkan adanya kemungkinan akan timbul suatu

(27)

seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya akan timbul suatu

akibat, seharusnya pelaku dapat membayangkannya.

Keduanya dapat digambarkan sebagai seorang pembuat delik

yang telah membayangkan akibat yang dilarang dan ia telah berusaha

menghalangi akibat yang terjadi, akan tetapi walaupun demikian

akibatnya telah timbul juga, pada kealpaan yang tidak disadari,

terhadap si pembuat dalam berbuat tidak membayangkan akibat yang

timbul, padahal seharusnya ia membayangkannya.

Agar dapat mengetahui dan menentukan bahwa seseorang

telah berbuat alpa sangatlah sulit, sebab tidaklah mungkin diketahui

bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguhnya, maka haruslah

ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan

mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya apabila ada

dalam situasi yang sama dengan si pembuat, yang dimaksud orang

pada umumnya ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling

cermat dan paling hati-hati, untuk adanya pemidanaan maka

diperlukan adanya kekurang penghati-hatian yang cukup besar, jadi

harus ada kelpaan yang sangat berat bukannya kealpaan ringan.

Kealpaan seeorang dapat ditentukan dengan melihat

peristiwa-peristiwa yang terjadi yang harus memegang ukuran

adanya kealpaan adalah hakim, jadi hakimlah yang harus menilai

sesuatu perbuatan dengan ukuran norma penghati-hatian atau

penduga-duga, seraya memperhitungkan didalamnya segala keadaan

dan keadaan pribadi pembuat untuk menentukan kekurang

penghati-hatian dari si pembuat dapat digunakan ukuran apakah ada kewajiban

ini dapat diambil dari ketentuan perundang-undangan dengan jalan

(28)

dilakukan olehnya, kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia

lakukan maka hal itu menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa

ia telah berbuat alpa.

Undang-Undang telah mewajibkan seseorang untuk berbuat

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, misalnya dalam peraturan lalu

lintas ada ketentuan bahwa dipersimpangan jalan apabila bersamaan,

maka kesadaraan yang ada sebelah kiri harus didahulukan, dan

seseorang pengendara dalam hal ini berbuat lain dari apa yang telah

ditetapakan dalam Undang-Undang maka jika perbuatannya

mengakibatkan tabrakan dan menimbulkan luka berat dan matinya

orang lain maka ia dapat dikatakan karena kealpaannya menyebabkan

matinya orang lain dan luka berat (Pasal 359 dan 360 KUHP).

c. Pengertian Tindak Pidana Kealpaan yang Menyebabkan Matinya Orang (

Pasal 359 KUHAP )

Dalam ketentuan Pasal 359 KUHP disebutkan barang siapa karena

kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, dihukum dengan hukuman

penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya

satu tahun.

Sudah lama dirasakan perlu adanya tindakan tegas terhadap keteledoran

orang yang menyebabkan matinya orang lain atau luka berat khususnya

terhadap pengemudi kendaraan umum (bus umum) yang setiap harinya

membawa penumpang atau jiwa orang banyak karena kelalaiannya atau

sifatnya kurang mengindahkan nilai jiwa manusia yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas, rupanya ancaman hukuman penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-selama-lamanya satu tahun tidaklah cukup

merupakan kekangan, sering dirasakan tidak setimpal dengan perbuatan yang

(29)

Penentuan kesalahan ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat

membayangkan akibat yang mungkin terjadi karena perbuatan itu akan tetapi ia

tidak melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya akibat, jadi

kematian tersebut diakibatkan karena kekurangan penghati-hatian (Teguh

Prasetya, 2001 : 59).

Unsur-unsur dalam Pasal 359 KUHP yaitu :

1) Unsur Subyektif : karena kealpaannya.

2) Unsur Obyektif : karena menyebabkan orang mati.

Alpa dapat juga berarti sembrono atau teledor dan dapat berarti atau

dikatakan seseorang berbuat dengan kurang hati-hati atau kurang

menduga-duga, apabila kealpaan yang terjadi mengenai kecelakaan lalu lintas dijalan raya

yang berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan karena kealpaan Pasal 359

KUHP tersebut misalnya: seseorang telah mengemudikan mobil secara

sembrono atau kurang hati-hati sehingga menabrak pejalan kaki sampai mati,

maka dalam hal ini harus diselidiki masalah-masalah yang meliputi :

1) Kondisi mobil : rem, stir, dan sebagainya.

2) Kondisi kesehatan bagi pengemudi : sehat, sakit, ngantuk, mabuk.

3) Kecepatan mobil saat terjadi kecelakaan.

Kecepatan tersebut dapat untuk mengetahui apakah si pembuat dapat

dikatakan alpa atau kurang hati-hati mengemudikan mobilnya dilihat dari

apakah ia melakukan penduga-duga sebegaimana diharuskan oleh hukum dan

apakah ia melakukan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

3. Tinjauan Tentang Pengemudi Kendaraan Umum

a. Pengertian Pengemudi Kendaraan Umum

Pengemudi adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas jalannya

(30)

terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas atas diri penumpangnya maupun

terhadap pihak yang berada diluar kendaraan yang dikemudikan yang menjadi

korban akibat kelaleannya.

Pengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang Nomor 22

Tahun 2009 yaitu orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan

yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.

Sedangkan didalam yang lama sebelum diperbaharui menjadi

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tidak dijelaskan tentang definisi tetapi hal

tersebut dapat dijelaskan bahwa pengemudi kendaraan umum adalah orang

yang mengemudikan kendaraan bermotor, dan kendaraan tersebut disediakan

untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

Disini pengemudi sebagai pekerjaan atau profesinya didalam hukum

pidana orang tersebut masuk dalam pengertian “menjalankan pekerjaanya”

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 361 KUHP yang merumuskan yaitu “Jika

kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang

bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana

dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya

diumumkan”.

Pengemudi kendaraan bermotor di jalan diwajibkan memiliki surat izin

mengemudi. Hal ini dijelaskan dalan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009

Tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN didalam pasal 77 ayat ( 1

) yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan

Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis

(31)

Surat izin mengemudi untuk pengemudi kendaraan bermotor ini terdiri

dari 2 ( dua ) jenis ( Pasal 77 ayat ( 2 ) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009

Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN UMUM ), yaitu :

1) Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Perseorangan

2) Surat Izin Mengemudi Kendaraan Umum

Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi ini calon pengemudi harus

memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan

keterampilan yang diberikan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Daerah masing-masing yang dilaksanakan berdasarkan norma, standar,

prosedur, dan criteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana

dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Kepala Kepolisian Negera

Republik Indonesia. Sedangkan untuk pengemudi Kendaraan Umum untuk

mendapatkan Surat Izin Mengemudi, ccalon pengemudi wajib mengikuti

pendidikan dan pelatihan pengemudi kendaraan umum. Pendidikan dan

pelatihan yang diperuntukkan bagi pengemudi keendaraan umum ini hanya

dapat diikuti apabila sebelumnya pengemudi sudah memiliki Surat Izin

Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan.

Dalam praktek sehari-harinya pengemudi kendaraan umum ini

mengemudikan kendaraan seperti bus umum, truk umum, angkutan umum dan

lainnya yang intinya meminta jasa kepada para pengguna yang berupa imbalan

sejumlah uang. Karena sifat pekerjaan yang seperti itu, maka pengemudi

kendaraan umum memiliki resiko yang lebih tinggi apa bila menjadi penyebab

dari terjadinya kecelakaan lalu lintas, hal ini disebabkan karena beberapa factor,

yaitu sebagai berikut :

1) Dikejar setoran atau memenuhi target setoran;

2) Jadwal keberangkatan antara kendaaraan umum lainnya terlalu dekat

sehingga terjadi kejar-kejaran;

(32)

Surat Izin Mengemudi berdasarkan Pasal 77 ayat ( 2 ) Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN

JALAN dibagi menjadi dua jenis yaitu Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan

bermotor perseorangan dan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum.

Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan

digolongkan menjadi 5 golongan antara lain :

1) Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan tidak melebihi 3.500 ( tiga ribu lima ratus kilogram );

2) Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan lebih dari 3.500 ( tiga ribu lima ratus ) kilogram;

3) Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan kendaraan

alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan

menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat

yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari

1.000 ( seribu ) kilogram

4) Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor;

5) Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan

khusus bagi penyandang cacat.

Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor

perseorangan setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administrative,

kesehatan, dan lulus ujian. Hal ini didasarkan pada Pasal 81 ayat ( 1 )

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN

ANGKUTAN UMUM yang selanjutnya dijelaskan didalam Pasal 81 ayat ( 2 ),

( 3 ), ( 4 ), ( 5 ).

Syarat usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 ) ditentukan

(33)

1) Usia 17 ( tujuh belas ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin

Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

2) Usia 20 ( dua puluh ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I;

3) Usia 21 ( dua puluh satu ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II

Syarat administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 )

meliputi :

1) Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk

2) Pengisian formulir permohonan

3) Rumusan sidik jari

Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat ( 1 )

meliputi :

1) Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter

2) Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis

Sedangkan syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat

( 1 ) meliputi :

1) Ujian teori

2) Ujian praktik

3) Ujian ketrampilan melalui simulator

Selain persyaratan yang telah disebut dalam Pasal 81 ayat ( 2 ), ( 3 ), ( 4 ),

dan ( 5 ) juga terdapat syarat yang lain yang tertuang dalam ayat ( 6 ) yaitu

dalam hal pengajuan permohonan :

1) Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin Mengemudi A

sekurang-kurangnya 12 ( dua belas ) bulan

2) Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I

sekurang-kurangnya 12 ( dua belas ) bulan.

Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor umum digolongkan

(34)

1) Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan tidak melebihi 3.500 ( tiga ribu lima ratus kilogram );

2) Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan lebih dari 3.500 ( tiga ribu lima ratus ) kilogram;

3) Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan kendaraan

alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan

menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat

yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari

1.000 ( seribu ) kilogram.

Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum

setiap orang yang mengajukan permohonan harus memenuhi persyaratan usia

dan persyaratan khusus.

Persyaratan usia ini dijelaskan dalam Pasal 83 ayat ( 2 ) Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS JALAN DAN ANGKUTAN

UMUM, ditentukan paling rendah sebagai berikut :

1) Usia 20 ( dua puluh ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A umum;

2) Usia 22 ( dua puluh dua ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I

umum

3) Usia 23 ( dua puluh tiga ) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II

umum

Persyaratan khusus dijelaskan dalam Pasal 83 ayat ( 3 ) Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN,

sebagai berikut :

1) Lulus ujian teori yang meliputi pengetahuan mengenai :

a) Pelayanan angkutan umum;

b) Fasilitas umum dan fasilitas social;

(35)

d) Tata cara mengangkut orang dan/atau barang

e) Tempat penting di wilayah domisili

f) Jenis barang berbahaya

g) Pengoperasian peralatan keamanan

2) Lulus ujian praktik, yang meliputi :

a) Menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang di

terminal dan di tempat tertentu lainnya

b) Tata cara mengangkut orang dan/atau barang

c) Mengisi surat muatan

d) Etika pengemudi kendaraan bermotor umum

(36)

B.Kerangka Pemikiran

1. Bagan Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana Kealpaan Yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Yang Dilakukan Oleh Pengemudi Kendaraan Umum

Pasal 310 ayat (1), (2), (3), (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Penyidik

penyidikan

Proses Penyidikan Kendala-Kendala Yang dihadapi

(37)

2. Keterangan

Salah satu tindak pidana yang terjadi di Indonesia adalah tindak pidana

kealpaan. Di Indonesia tindak pidana kealpaan pengaturannya terdapat dalam

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Pasal 310 ayat (1), (2), (3), dan (4). Dalam penulisan ini penulis mengkaji proses

pemeriksaannya yang berada di Polres Klaten. Dalam pemeriksaan tersebut penyidik

dari Polres melakukan penyidikan sebelum diadakan penyidikan lebih lanjut dan olah

Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan oleh penyidik, Polisi Lalu Lintas dan

tim identifikasi untuk turun ke lapangan guna mengetahui kejadian yang sebenarnya

dan mengamankan barang bukti dari pihak tersangka maupun korban.

Setelah itu tim penyidik membuat laporan BAP dan itu setelah kalau sudah

dinyatakan P21 dan ACC oleh Kasatlantas baru berkas tersebut dilimpahkan ke

Pengadilan Negeri. Dalam penyidikan, penyidik juga memiliki kendala-kendala

dalam melakukan penyelidikan.

(38)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEALAPAAN YANG

MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH

PENGEMUDI KENDARAAN UMUM

HASIL PENELITIAN

Untuk membahas bagaimana proses penyidikan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum, berikut ini yang dilakukan oleh penyidik Polres Klaten sebagai berikut

A. Kasus Posisi

(39)

commit to user

WARSITO mengalami luka pada kaki kiri lecet, kaki kanan memar, tangan kanan dan kiri lecet, sadar dan rawat jalan, Pengemudi Spm Honda AD-2061-ML Nama ; ASTUTI NINGRUM mengalami luka pada tangan kiri lecet, tangan kanan patah, sadar dan opname di RS. PKU Muhammadiyah Delanggu, Pengemudi Spm Honda AD-5954-KY Nama ; TRIYANTO mengalami luka pada tangan kanan lecet, kaki kanan sobek, sadar dan rawat jalan, Penumpang Bus Nama ; QORI DZULFAHMI, 16 tahun, mengalami luka pada tangan kanan lecet, punggung nyeri, korban sadar dan rawat jalan, Penumpang Bus Nama ; DWI ASTRANI, 30 tahun, mengalami punggung nyeri, sadar, dan rawat jalan. Kejadian pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010 sekitar jan 07.00 wib di Jalan Raya antara Solo – Klaten, tepatnya disimpang empat Kepoh Kec. Delanggu Kab. Klaten.

B. Identitas Tersangka

Nama : SUMARYONO alias KIPLI

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 21 November 1976

Umur : 33 Tahun

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : DK. Manjung Rt. 03 / 01 DS. Manjung Kec.

Sawit Kab. Boyolali

Agama : Islam

Pekerjaan : Pengemudi

C. Kronologi Kejadian

(40)

hijau, setelah sampai di tempat kejadian perkara kendaraan bermotor Bus menerobos lampu trafight light yang menyala merah dengan kecepatan tinggi, sehingga menyerempet sepeda motor tersebut, selanjutnya kendaraan bermotor Bus membanting stir kekanan kemudian menabrak median jalan, tiang trafight light, dan menabrak kendaraan bermotor Toyota KT-1610-AC yang berhenti pada lajur jalan arah Klaten-Solo saat trafight light menyala merah, setelah itu laju kendaraan bermotor Bus masih berjalan kemudian menabrak sepeda motor Honda H-3481-HV dan sepeda motor Yamaha AD-6678-JL, serta tiang penerangan jalan, karena kendaraan bermotor Toyota KT-1610-AC terdorong serong kebelakang membentur sepeda motor Honda AD-5954-KY, sepeda motor Honda AD-2061-ML dan sepeda motor Yamaha AD-2617-EC, maka terjadilah kecelakaan lalu lintas beruntun.

D. Dasar

1) Laporan Polisi No. Pol : LP / 32/ II / 2010 / Lantas, tanggal 22 Pebruari

2010

2) Sket Gambar TKP dan BA TKP (Berita Acara Tempat Kejadian Perkara)

E. Fakta-Fakta

1. Hasil pemeriksaan di TKP pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010,

didapati bahwa :

a. Korban penumpang Bus Langsung Jaya dan para pengemudi sepeda

motor maupun pengemudi mobil sedan masih berada di TKP selanjutnya diantar ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Delanggu dan Rumah Sakit Islam Klaten, menggunakan mobil Ambulance dari RS. PKU Muhammadiyah Delanggu dan menggunakan kendaraan dari warga masyarakat yang menolongnya.

b. Barang bukti yang berupa Bus PO. Lansung Jaya No. Pol.

(41)

trafight light dan tiang lampu penerangan jalan masih berada di TKP dan belum berubah posisi dari tempat semula pada saat kejadian, selanjutnya semua barang bukti tersebut diamankan di Pos lalu lintas Sungkur Polres Klaten.

c. Kondisi jalan beraspal baik, lurus, datar, lebar, pada simpang empat,

terdapat lampu trafight light dan zebra cross, marka jalan garis warna putih putus-putus, terdapat median jalan / trotoar sebagai pemisah antara jalur jalan yang dari arah Solo dan dari arah Klaten, cuaca cerah pada pagi hari sekitar jam 07.15 wib, disekitar tempat kejadian terdapat ceceran darah korban dan goresan bekas jatuhnya sepeda motor serta adanya bekas tapak ban / rem bus Langsung Jaya, terdapat pecahan kaca bus dan kaca mobil sedan, disebelah kiri dan kanan tempat kejadian terdapat ruko-ruko dan pemukiman penduduk, sebagai titik bantu pengukuran menggunakan tiang kawat telepon yang dekat dengan TKP

2. Penangkapan :

Tersangka SUMARYONO alias KIPLI pada tanggal 23 Pebruari 2010, sekitar jam 09.30 wib, ditangkap didaerah Purworejo berdasarkan Surat Perintah Penangkapan No. Pol. SP. Kap / 01 / II / 2010 /LL, tanggal 23 Pebruari 2010, karena sesaat setelah kejadian tersangka melarikan diri meninggalkan tempat kejadian sehingga diadakan pencarian dan ketemu didaerah Purworejo lalu ditangkap dan dibawa ke Sat Lantas Polres Klaten untuk proses selanjutnya.

3. Penahanan :

(42)

dengan Surat Nomor B/95/95/III/2010/ll, tanggal 08 Maret 2010 dan telah mendapat perpanjangan penahanan, Surat Nomor 33/Rt.3/Ep.1/03/2010, tanggal 09 Maret 2010.

4. Penggeledahan :

Tersangka SUMARYONO alias KIPLI tidak dilakukan

Penggeledahan.

5. Penyitaan

Pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2010, telah disita barang bukti yang berupa :

a. Satu unit Kbm Bus Langsung Jaya No. Pol. AD-1733-BF berikut

STNKnya

b. Sim B I Umum No. Sim. 7611120511717 An. SUMARYONO

c. Satu unit Kbm Toyota KT-1610-AC beserta STNKnya

d. Sim A No. Sim. 820514430756 An. AHMAD ARISON

e. Satu unit Spm Honda No. Pol. H-2279-KY beserta STNKnya

f. Sim C No. Sim. 771114430728 An. INDIYATI

g. Satu unit Spm Honda No. Pol. H-3481-HV beserta STNKnya

h. Sim C No. Sim. 630214430476 An. DALIMIN

i. Satu unit Spm Yamaha No. Pol. AD-6678-JL beserta STNKnya

j. Sim C No. Sim. 881114430278 An. WARSITO

k. Satu unit Spm Yamaha No. Pol. AD-2617-EC beserta STNKnya

l. Satu unit Spm Honda No. Pol. AD-2061-ML beserta STNKnya

m.Sim C No. Sim. 900814430236 An. ASTUTI NINGRUM

n. Satu unit Spm Honda No. Pol. AD-5954-KY beserta STNKnya

o. Sim C No. Sim. 850814430893 An. TRIYANTO

(43)

commit to user

berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No. Pol. B / 32 / II / 2010 / Lantas, tanggal 22 Pebruari 2010, selanjutnya dimintakan persetujuan penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Klaten No. Pol : B / 32 / III / 2010 / Lantas, tanggal 08 Maret 2010, dan telah mendapatkan Persetujuan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Klaten.

F. Keterangan Saksi-saksi

1. Saksi Ke 1 (Satu) : Nama : HARJONO, Umur : 29 tahun, Agama : Islam,

Pekerjaan : Kernet, Alamat : Dk. Cinderejo Lor Rt 01/05 Gilingan Kec. Banjarsari, Surakarta.

Menerangkan :

Saksi saat dimintai keterangan oleh polisi dalam keadaan tangan kiri masih agak sakit akibat dari kecelakaan lalu lintas tersebut, namun saksi bersedia memberikan keterangan dalam perkara kecelakaan lalu lintas antara Bus PO. Langsung Jaya No. Pol. AD-1733-BF yang dikemudikan oleh SUMARYONO alias KIPLI dengan sepeda motor Honda Supra Fit No. Pol.nya saksi tidak tahu dan dengan tiang lampu trafight light serta tiang lampu penerangan jalan serta dengan mobil sedan dan beberapa sepeda motor yang No. Pol. Tidak tahu.

Sebelumnya saksi mengenal dengan pengemudi Bus Langsung Jaya yang bernama SUMARYONO alias KIPLI tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan saksi, sedangkan dengan para korban kecelakaan tersebut saksi tidak mengenal. Sebelum kejadian kondisi kesehatan saksi dan sopir Bus dalam keadaan sehat, tidak mengantuk dan tidak mabuk. Saksi tahu kejadian tersebut karena saksi adalah selaku kernet Bus Langsung Jaya yang terlibat dalam kecelakaan tersebut, saat kejadian saksi duduk dipintu depan sebelah kiri menghadap kearah depan.

(44)

Klaten/Yogyakarta, sepeda motor Honda Supra Fit berjalan dari arah kiri jalan menyebrang jalan kekanan, sedangkan mobil sedan dan beberapa sepeda motor yang lainnya pada saat itu berjalan dari arah berlawanan atau dari arah Klaten menuju kearah Solo pada jalur yang berbeda. Saksi mengaku pertama kali melihat Honda Supra Fit yang menyebrang jalan dari kiri kekanan pada jarak sekitar 8 ( delapan ) meter, seketika itu saksi bilang “Awas” kepada sopir bus. Reaksi sopir bus saat itu langsung mengerem sambil menghindar kekanan, namun tidak sampai dan masih membentur sepeda motor tersebut selanjutnya bus berjalan kekanan naik ke median jalan / trotoar, selanjutnya bus menabrak tiang lampu trafight light kemudian menabrak mobil lain dan beberapa sepeda motor yang berjalan dari arah Klaten selanjutnya bus menabrak tiang lampu penerangan jalan hingga jatuh terguling / miring kekiri.

Menjelang kejadian bus berjalan pada lajur sebelah kanan dengan kecepatan sekitar 80 km/jam, lampu trafight light pada simpang empat tersebut sebelumnya menyala kuning, namun saat jarak bus sekitar 5 ( lima ) meter, lampu trafight light menyala merah tetapi bus tetap melaju kencang. Saksi tidak mendengar suara klakson dari bus. Menurut saksi bus Langsung Jaya tidak kejar-kejaran dengan bus Antar Jaya, memang benar bahwa pada saat itu setelah lampu trafight light simpang Empat Kepoh dari arah Solo, ada bus Antar Jaya yang menaikkan penumpang, kemungkinan pada saat itu bus Langsung Jaya berusaha mendahului bus Antar Jaya yang sedang berhenti tersebut untuk mengejar penumpang lain yang ada dijalur depannya sehingga bus Langsung Jaya menerobos lampu merah.

(45)

commit to user

mengurangi kecepatan / mengerem untuk berhenti, tetapi justru memacu laju bus, setelah jarak antara bus dengan lampu trafight light sekitar 5 ( lima ) meter lampu trafight light menyala merah namun bus tetap berjalan kencang, bersamaan dengan itu dari kiri jalan ada sepeda motor Honda Supra Fit yang menyebrang jalan kekanan. Pengemudi bus berusaha mengerm sambil menghindar kekanan namun tidak sampai sehingga membentuk motor Honda Supra Fit tersebut, kemudian busa berjalan kekanan roda sebelah kanan naik ke median jalan / trotoar dan menabrak tiang lampu trafight light selanjutnya bus menabrak mobil sedan dan sepeda motor lain yang ada dilajur jalan yang dari arah Klaten, selanjutnya bus menabrak tiang lampu penerangan jalan hingga terguling / miring.

Untuk perlengkapan bus sebelum kejadian spidometernya tidak berfungsi sejak 2 ( dua ) tahun yang lalu, klakson dapat berfungsi, spion ada dua, lampu-lampu komplit berfungsi, rem bai, kondisi ban baik, ban serepnya tidak ada karena sedang bocor, menurut saksi penyebab kecelakaan tersebut adalah kurang hati-hatinya pengemudi bus Langsung Jaya karena yang bersangkutan pada saat akan melintasi simpang empat dan melihat lampu trafight light menyala kuning tidak segera mengurangi kecepatan bus untuk berhenti tetapi justru menambah kecepatan, sehingga terjadi kecelakaan tersebut, saksi telah membenarkan sket gambar TKP yang dibuat Polisi dan telah memberikan semua keterangannya.

2. Saksi Ke 2 ( dua ) : Nama : TRIYANTO, Umur : 25 tahun, Agama : Islam,

Pekerjaan : Swasta, Alamat : Dk. Brongkol Rt 02/01 Ds. Jatipuro Kec. Trucuk Kab. Klaten.

Menerangkan :

(46)

tiang lampu penerangan jalan, kendaraan sedan warna hitam dan 6 ( enam ) sepeda motor termasuk Honda Supra Fit No. Pol AD-5954-KY yang dikemudikan oleh saksi.

Saksi mengemudikan sepeda motor berjalan dari arah Klaten menuju kearah Solo. Bus Langsung Jaya berjalan dari arah solo menuju kearah klaten. Sepeda motor Honda Supra Fit berjalan dari arah mana menuju kemana saksi tidak tahu. Pada saat itu arus lalu lintas dari arah klaten berhenti karena lampu trafight lightnya menyala merah, sehingga saksi dan mobil sedan serta sepeda motor yang lainnya berhenti. Menurut saksi lampu trafight light pada simpang empat terdiri dari tiga fase yaitu apabila dari arah solo dan dari arah klaten menyala hijau, dari arah juwiring serta dari arah bowan menyala merah, kemudian apabila dari arah klaten menyala hijau yang dari arah solo, juwiring, dan bowan menyala merah, selanjutnya apabila yang dari arah klaten dan solo menyala merah sehingga yang dari arah juwiring dan bowan menyala hijau.

Gambar

Gambar 2 Model Analisis Interaktif

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini telah dilakukan dalam bentuk rangkaian riset sistematis sebagai dasar pengembangan budidaya monoseks betina ikan papuyu; riset DS untuk membuktikan

Tegas Sudibyo, Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berwawasan SETS Untuk Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Dengan Pokok Bahasan Permintaan Penawaran Dan Harga Pasar Pada

Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini membekali para peserta dengankemampuan penerapan pelaksanaan Proyek Perubahan ditempat kerjanya melalui pembelajaran pengelolaan

( Cypselurus crpisthopus da n Cypselur us rondeleffr3 D A M MAJENE (SELAT MAKASAR) DAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SDN 2 Datar kecamatan Mayong Kabupaten Jepara ditemukan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan terhadap hasil

Peningkatan kepercayaan diri remaja melalui konseling kelompok psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi.. Yogyakarta: Kampus

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi jenis penggunaan lahan untuk pengembangan ternak sapi potong; (2) menentukan kesesuaian lahan sebagai lingkungan

Because SURE generated usable dense point clouds for all dates only with the evening acquisition and we want to compare fairly with PhotoScan, we performed the statistical analysis