• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

(2)

Lampiran 2. Plot Pengamatan

20 m dari tepi

250 m 20m

100 m

20 m 30 m 30 m 20 m 3m 3m 3m

20 subplot 20 subplot 20 subplot

4m2 4m2 4m2

(3)

Lampiran 3. Data Nilai Faktor FISIK-KIMIA Lingkungan

No Faktor Fisik-Kimia Tanah Gambut Tanah Mineral

1 Intensitas Cahaya (Cd) 323-410 443-506

2 Suhu Tanah (oC) 30-31 28-29

3 Suhu Udara (oC) 25-29 28-31

4 Kelembaban Udara (%) 75-80 73-78

5 pH Tanah 5,5-5,8 6,5-7,1

6 Titik Koordinat N: 1o56’30,94”

E : 100o19’48,75”

(4)
(5)

Lampiran 5. Jenis Tumbuhan Bawah Dengan Nilai K, KR, F, FR, dan INP Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. SMA Kec. Kampung Rakyat, Kab. Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara

Lokasi Tanah Gambut

No Suku Jenis Jumlah K KR (%) F FR (%) INP

1 Piperaceae Peperomia pelucida 28 0,12 1,46 0,06 1,27 2,73

2 Blechnaceae Stenochlaena paluctris 284 1,18 14,42 0,51 10,76 25,18

3 Poaceae Axonopus compresuss 43 0,18 2,19 0,18 3,79 5,98

4 Thelypteridaceae Cyclosorus aridus 5 0,02 0,24 0,05 1,05 1,29

5 Capparaceae Cleome viscosa 290 1,21 14,6 0,78 16,45 31,05

6 Adiantaceae Adiantum sp 392 1,63 19,92 0,71 14,97 34,89

7 Asteraceae Ageratum conyzoides 116 0,48 5,84 0,22 4,64 10,48

8 Cyperaceae Cyperus kyllinga 16 0,06 0,73 0,06 1,27 2

9 Asteraceae Erigeron linifolius 1 0,004 0,04 0,02 0,42 0,46

10 Aspleniaceae Asplenium tenerum 417 1,73 21,06 0,65 13,75 34,81

11 Asteraceae Mikania miciantha 19 0,08 0,97 0,05 1,05 2

12 Araceae Alocasia sp 2 0,008 0,1 0,02 0,42 0,52

13 Melastomataceae Clidemia hirta 15 0,06 0,73 0,05 1,05 1,78

14 Fabaceae Bauhinia sp 26 0,1 1,22 0,12 2,53 3,75

15 Taenitidaceae Taenitis blechnoides 13 0,05 0,61 0,1 2,1 2,71

16 Araceae Colocasia esculenta 13 0,05 0,61 0,05 1,05 1,66

17 Poacae Paspalum commersonii 68 0,28 3,34 0,35 7,38 10,72

18 Cyperaceae Cyperus elatus 5 0,02 0,24 0,03 0,63 0,87

19 Poaceae Eleusin indica 209 0,87 10,95 0,68 14,37 25,32

20 Fabaceae Pueraria javanica 15 0,06 0,73 0,05 1,05 1,78

(6)

Lokasi Tanah Mineral

No Suku Jenis Jumlah K KR (%) F FR (%) INP

1 Blechnaceae Stenochlaena palustris 136 0,56 11,36 0,25 9,54 20,9

2 Aspleniaceae Asplenum tenerum 159 0,66 13,38 0,15 5,74 19,12

3 Taenitidaceae Taenitis blechnoides 53 0,24 4,86 0,12 4,58 9,44

4 Poaceae Brachiara mutica 81 0,33 6,69 0,22 8,4 15,09

5 Poaceae Paspalum comersonii 35 0,14 2,84 0,03 1,14 3,98

6 Poaceae Scleria sumatrensis 81 0,33 6,69 0,36 13,74 20,43

7 Cyperaceae Cyperus elatus 23 0,09 1,82 0,15 5,74 7,56

8 Asteraceae Ageratum conyzoides 210 0,87 17,64 0,38 14,5 32,14

9 Dennstaetiaceae Microlepia speluncae 17 0,07 1,42 0,22 8,4 9,82

10 Neprolepidiaceae Nephrolepis biserrata 23 0,09 1,82 0,08 3,05 4,87

11 Thelypteridaceae Cyclosorus aridus 11 0,04 0,81 0,06 2,29 3,1

12 Poaceae Axonopus compressus 223 0,93 18,86 0,33 12,59 31,45

13 Gleichneiniaceae Gleicinia lineralis 8 0,03 0,62 0,01 0,38 1

14 Adiantaceae Adiantum sp. 11 0,04 0,82 0,08 3,04 3,86

15 Melastomataceae Melastoma sp 108 0,45 9,13 0,13 4,96 14,09

16 Melastomataceae Melastoma affine 16 0,06 1,24 0,05 1,91 3,15

(7)
(8)
(9)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Nilai K, KR, F, FR, INP, H’, E dan IS

(10)

= 0,014 Pi ln pi = -0,059

-pi ln pi = 2,168 : Lokasi tanah gambut

e. Indeks Kemerataan

H’ E =

ln S

= 2,168 Ln 20

= 2,168 2,995

= 0,723 : Lokasi tanah gambut

f. Indeks similiritas (IS)

IS = 2 (11+159+116+136+5+43+35+13+5) x 100% 1977+1195

= 1046 x 100% 3172

(11)
(12)

17 TJ 17 Poaceae Paspalum commersonii Lamk. 18 TJ 18, 37 Cyperaceae Cyperus elatus L.

19 TJ 19, 38 Poaceae Eleusine indica (L.) Gaertn. 20 TJ 20 Fabaceae Pueraria javanica Benth. 21 TJ 21 Poaceae Brachiaria mutica Forsk. 22 TJ 22 Poaceae Seleria sumatrensis L.

23 TJ 23, 39 Dennstaedtiaceae Microlepia speluncae (L.) T. Moore. 24 TJ 24, 40 Nephrolepidiaceae Nephrolepis biserrata Schott. 25 TJ 25, 41 Gleicheiniaceae Gleichenia lineralis Clarke. 26 TJ 26 Melas tomaceae Melastoma sp.

27 TJ 27, 42 Melastomaceae Melastoma affine D. Don.

Kepala Herbarium Medanense

(13)

Lampiran 9. Foto Penelitian

Lokasi Tanah Gambut Lokasi Tanah Mineral

Plot Pengamatan Pengukuran pH Tanah

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, A., Chairul & Solfiyeni. 2012. Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elais quineensis jacq.) di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari. Jurnal Biologi Universitas Andalas. (J. Bio. UA.) 1(2): 108-110

Afrianti, I. 2015. Analisis Vegetasi Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis qunensis Jacq.) di Desa Suka Maju Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu. [Skripsi]. Universitas Pasir Pengaraian

Asbar. 2004. Jenis Paku-pakuan (Pteridophyta) di Sekitar Air Terjun Tirta Rimba Hutan Wana Osena Desa Sumber Sari Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan. [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Haluoleo. Kendari

Aththorick, T.A. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah Pada Beberapa Tipe Ekosistem Perkebunan Di Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal

Komunikasi Penelitian. 17(5): 42

Bukman. 2011. Mikania micrantha. Audocuments Biosecurity_ Environmental

Pests IPA-Mikania Vine-PP143. The State of Queensland, Department of

Employment, Economic Development and Innovation.

Bowles, Joseph E. 1989. Sifat-Sifat Fisis dan Geotaksis Tanah. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga

Dahlan, M. 2011. Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes Falcataria, L. Nielsen) (Studi Kasus Di Areal Kampus IPB Darmaga, Bogor). [Skipsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dariah A, Eni M & Maswar. 2012. Karakteristik Lahan Gambut. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Bogor

Dotulong, J.R., W. J. N., Kumolontang., D. Kaunang & J.J. Rondonuwu. 2015. Identifikasi Keadaan Sifat Fisik Dan Kimia Tanah Pada Tanaman Cengkeh Di Desa Tincep Dan Kolongan Atas Kecamatan Sonder. [Skripsi]. Universitas Sam Ratulangi. Manado

Gusmaylina.1983. Analisa Vegetasi Dasar di Hutan Setia Mulia Ladang Padi, Padang. [Skripsi]. Sarjana Biologi FMIPA UNAND. Padang

(15)

Hilwan, I., Mulyana, D. dan Pananjung, W.G. 2012. Keanekaraaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium

cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan

Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika 4(01): 6-10.

Krebs, J. C. 1978. Ecology The Experimentals Analysis Of Distribution and

Abundance. New York: Harper and Row Publisher.

Krisnohadi, A. 2011. Analisis Pengembangan Lahan Gambut Untuk Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Teknik Perkebunan & PSDL. Vol(1): 7

Mackinnon, K., G. Hatta., Halim, H & Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan. Alih Bahasa Gembong Tjtrosoepomo. Prehallindo. Jakarta

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey. Princeton University Press

Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. Longman Inc. USA

Michael, P. 1994. Metode Penyelidikan untuk Pendidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI-Press

Misra, R.1980. Ecology Work Book. New Delhi: Oxford dan IBH Publishing Co Najiyati S, Lili M & Suryadiputra INN. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan

Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor. Indonesia.

Notohadiprawiro, T. 1968. A Contribution To The Identification Of Red-Yellow Podzolic Soils Found In The Tropics. Jurnal Penelitian. (1): 32-45

Nugroho, T.C., Oksana & Ervina, A. 2013. Analisis Sifat Kimia Tanah Gambut Yang Dikonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Kampar. Jurnal Agroteknologi. 4(1): 25-30

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis., M.A. Pulung., A.G.. Amrah, Ali Munawar., & Go Ban Hong. Nurhayati Hakim . 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Peterson, P.M & R.J. Soreng. 2007. Systematics of California Grasses (Poaceae):

California Grasslands Ecology and Management. University of California

Press, California. Pages 7-8.

(16)

Radjagukguk, B. 1997. Peat soil of Indonesia: Location, Cassification, and Problems for Sustainability. Pages: 45-54.

Ratmini, S. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Jurnal Lahan Suboptimal. 1 (2): 197-206 Sartono, K & Djoko, S. 1991. Sejarah Perkebunan Di Indonesia.

Yogyakarta: Aditya Media

Sastrapradja, S., Afriastini, J.J & Darneaedi, D. 1980. Jenis Paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. Bogor

Selian, A.R.K. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Kalium (K) Dari Tanah Perkebunan Kelpa Sawit Bengkalis Riau Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Selvya. 2013. Studi Pemanfaatan Limbah Ikan Dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Dan Pasar Tradisional Sibolga Sebagai Bahan Baku Kompos. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan

Sinaga, N.I. 2004. Perubahan Komposisi Jensi Paku (Pterydophyta) Dalam Kawasan Hutan Prafi di Manokwari- Papua: Suatu Gambaran Hilangnya Biodiversitas. Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Institut Pertanian Bogor Southwood, T. R. E., 1980. Ecological Methods Second Edition. Chapman and

Hall. New York.

Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, KalimantanTimur. Jurnal Teknik Lingkungan. 10(3): 337-346

Suleman, S.M. 2011. Keanekaragaman Tumbuhan pada Habitat Keong Hospes Schistosomiasis di Lembah Napu Sulawesi Tengah. Jurnal Eukariotik. 9:44-45

Sunaryo & Girmansyah, D. 2015. Identifikasi Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. Pros Sem Nas Masy Biodiv

Indonesia. 1(5): 1034-1039

Supangat, A.B. dan Y. Aprianis. 2008. Evaluasi Kandungan Biomassa, Kesuburan Tanah danDekomposisi Serasah. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat, Kuok.

(17)

Sutriadi, M.S., Diah S., Deddi N& Andarias M.M. 2008. Penentuan Kebutuhan Pupuk Kalium dengan Uji K-Tanah untuk Tanaman Jagung di Typic Kandiudo.

Jurnal Tanah Tropikal. 13(3): 179-187

Syahputra, E., Sarbino & Siti Dian. 2011. Weeds Assemensst Di Perkebuan Kelapa Sawit Lahan Gambut. Jurnal Teknik Perkebunan & PSDL. 1(6): 37- 42

Syam, Z., Yenni, S dan Khainur. 2013. Pengaruh Kerapatan Gulma Siamih (Ageratum conizoides L) Terhadap Tanaman Cabe Keriting (Capsicum

annum L). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Hal:

505-510.

USDA, Soil Survey Staff. 1975. Soils Taxonomy, Agr. Handbook No. 435

Wardani W., Simbolon, H., & Dirman. 2005. Inventarisasi Tumbuhan di Lahan Gambut Kalampangan KalimantanTengah. Laporan Tehnik Pusat

Penelitian Biologi bidang Botani, Cibinong.

(18)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2016 di perkebunan kelapa sawit PT. Supra Matra Abadi di Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas MIPA serta Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.2Deskripsi Area 3.2.1 Letak Area

Secara administratif kawasan perkebunan kelapa sawit terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi di Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara dan secara geografis terletak pada garis 1o 26' 00" - 2o 12' 55" LU dan 98o 40' 00" - 100o 26 '00" BT (Lampiran 1).

3.2.2 Topografi

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada umumnya memiliki bagian tanah mineral merah kekuningan topografi relatif berbukit, sedikit bergelombang sedangkan bagian tanah gambut datar dan sudah matang.

3.2.3 Iklim

Iklim di lokasi perkebunan kelapa sawit , Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan banyaknya hari dan curah hujan pada bulan terjadinya musim. Rata-rata hari hujan sebanyak 8 hari perbulan dengan rata-rata curah hujan 289,7 mm berdasarkan informasi dari Balai Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.

3.2.4 Vegetasi

Berdasarkan hasil pengamatan di sekitar areal penelitian vegetasi yang umum dijumpai dari suku Asteraceae, Adiantaceae, Poaceae, Aspleniaceae,

(19)

3.3 Metode Penelitian

Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode

Purposive Sampling. Pada dua lokasi yang berbeda pengamatan yaitu :

Lokasi I : perkebunan kelapa sawit tanah gambut dengan umur tanaman 20 tahun Lokasi II : perkebunan kelapa sawit tanah mineral dengan umur tanaman 20 tahun Luas masing-masing area untuk lokasi I dan II adalah 250 m x 150 m.

3.3.1 Di Lapangan

Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat plot berukuran 250m x 100m dengan jarak dari tepi bekoan parit ke dalam areal 20 m. Di dalam petak pengamatan tersebut dibuat subplot berukuran 2 x 2 m sebanyak 60 subplot dengan jarak 3 m (Lampiran 2). Jarak setiap pohon kelapa sawit adalah 8 m dengan posisi tanam mata lima. Peletakkan subplot secara miring sehingga tidak mengenai pohon kelapa sawit. Dilakukan pencatatan data jenis, jumlah jenis dan pencatatan faktor fisik dan kimia lingkungan.

Spesimen dari seluruh individu yang diambil, dikoleksi dan diberi label gantung setelah lebih dahulu dicatat ciri-ciri morfologinya. Pengawetan spesimen dilakukan dengan spesimen disusun dan dibungkus kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi alkohol 70%. Udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan kantong plastik ditutup dengan lakban, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dan diidentifikasi.

Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan Termometer, kelembaban udara dengan Higrometer, pH tanah dengan Soiltester, suhu tanah dengan Soil termometer, intensitas cahaya dengan Luxmeter, titik koordinat dengan GPS.

Bahan yang digunakan adalah buku identifikasi tumbuhan, alkohol 70%, kantong plastik ukuran 10 kg, koran, spidol, lakban dan label gantung. Pengambilan sampel tanah pada masing-masing lokasi yaitu dengan menentukan lima titik lokasi. Setiap titik lokasi tanah diambil menggunakan bor tanah dengan kedalaman 20 cm kemudian di campur untuk di homogenkan.

3.3.2 Di Laboratorium

(20)

di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian. Selanjutnya tumbuhan diidentifikasi dan dimonting di Herbarium Medanense Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi tumbuhan berikut :

a. Fern of Malaya (A. G. Piggott, 1984)

b. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh ( Usman Nasution, 1986)

c. Weeds of Rice in Indonesia (Mohamad Soerjani et al., 1987).

d. Malesian Seed Plants volume 1 – Spot Characters An Aid for Identification of Families and Genera (Balgooy, 1997)

e. Malesian Seed Plants volume 2 – Portraits of Tree Families (Balgooy, 1998)

3.4Analisis Data 3.4.1 Analisis Vegetasi

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP) (Krebs, 1985), Indeks Kemerataan (E) dan Indeks Similiritas (IS) (Michael, 1994), indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Mason, 1980) dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

(21)

c. INP (Indeks Nilai Penting)

INP = KR + FR ( untuk seedling dan tumbuhan bawah)

d. Indeks keanekaragaman vegetasi dengan menggunakan formulasi Indeks Shannon-Wienner

H’ = -∑ Pi ln Pi dimana P i = Ni/N Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Ni = Jumlah individu tiap spesies

N = Jumlah seluruh individu

Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis adalah :

H’<1 : keanekaragaman rendah

c = jumlah individu terkecil pada jenis yang sama pada lokasi a dan b

Kesamaan ≤ 25% : sangat tidak mirip

Kesamaan 25-50% : tidak mirip Kesamaan 50-75% : mirip

Kesamaan ≥75% : sangat mirip

3.4.2 Analisis Tanah

(22)

a. Nitrogen

Keterangan:

Vs : Volume Sampel Vb : Volume Blangko

W : Normalitas Larutan Standar Fp : Faktor Pencerahan

(23)

BAB 4 termasuk ke dalam 16 suku terdiri atas 8 suku divisi Pteridophyta 8 famili divisi Spermatophyta (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat di tanah gambut dan tanah mineral perkebunan kelapa sawit PT. SMA

No Suku Spesies Lokasi

Gambut Mineral Pteridophyta

1 Adiantaceae Adiantum sp. 392 11

2 Aspleniaceae Asplenium tenerum 417 159

3 Blechnaceae Stenochlaena palustris 284 136

4 Dennstaedticeae Microlepia speluncae - 17

5 Gleicheniaceae Gleichenia lineralis - 8

6 Neprolepidiaceae Nephrolepis biserrata - 23

7 Taenitidaceae Taenitis blechnoides 13 53

8 Thelypteridaceae Cyclosorus aridus 5 11

Spermatophyta

9 Araceae Colocasia esculenta 13 -

10 Alocasia sp. 2 -

11 Asteraceae Ageratum conyzoides 116 210

(24)

Dari Tabel 4.1 dapat kita lihat dari kedua lokasi penelitian terdapat 27 jenis tumbuhan bawah dalam 16 suku. Suku yang memiliki jumlah jenis yang paling banyak yaitu suku Poaceae dengan lima jenis, Asteraceae dengan tiga jenis dan Melastomaceae dengan tiga jenis serta suku-suku lainnya yang kurang dari dua jenis pada divisi spermatophyta sedangkan pada divisi pteridophyta dari kedelapan sukunya hanya memiliki satu jenis tumbuhan bawah. Jumlah jenis tumbuhan bawah pada tanah gambut terdapat 20 jenis sedangkan pada tanah mineral terdapat 16 jenis, hal ini di pengaruhi karena tanah gambut lebih tinggi bahan organiknya sehingga lebih banyak jenis pada tanah gambut (Syahputra et

al., 2011).

Ada beberapa jenis yang terdapat pada tanah gambut namun tidak terdapat pada tanah mineral dan sebaliknya, hal ini dikarenakan distribusi penyebaran jenis tumbuhan tidak merata dan jenis tumbuhan sudah banyak yang tidak tumbuh di karenakan akitivitas manusia diperkebunan sehingga yang sebenarnya tumbuhan tersebut ada pada lokasi penelitian menjadi tidak ada. Namun factor lain yang mempengaruhimya adalah unsur hara tanah dimana rendahnya kesuburan tanah pada mineral dibandingkan dengan tanah gambut.

Sedikitnya jumlah jenis yang didapat dari kedua lokasi tersebut dikarenakan penyemprotan racun tumbuhan secara intensif tiga bulan sekali dengan herbisida pada tanah sehingga mengakibatkan daya tumbuh tumbuhan berkurang bahkan tidak dapat tumbuh lagi bagi tumbuhan herba. Dari studi kasus yang dilakukan oleh Adriadi et al., (2012) pada perkebunan kelapa sawit di desa Kilangan, Batang Hari ditemukan 3934 individu, 56 jenis dan 20 suku, sedangkan Syahputra et al., (2011) melaporkan terdapat tumbuhan bawah sebanyak 23 jenis dengan 16 suku yang dilakukan di Perkebunan Kalapa Sawit milik PT. Bumi Pratama Khatulistiwa yang terletak di Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya.

Pada kedua lokasi penelitian tersebut terdapat jenis-jenis tumbuhan yang sama yaitu Adiantum sp., Asplenium tenerum, Ageratum conyzoides, Stenoclaena

palustris, Cyperus elatus, Axonopus compressus,Paspalum commersonii, Taenitis

blechnoides, Cyclosorus aridus, hal ini dikarenakan bahwa jenis-jenis ini mampu

(25)

lingkungan sekitarnya. Perbedaan faktor fisik-kimia ini juga dapat mem engaruhi keberadaan jenis-jenis tertentu pada berbagai habitat. Tumbuhan paku merupakan salah satu suku tumbuhan bawah selain dari Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae (Aththorick, 2005), tumbuhan paku-pakuan memperbanyak diri melalui spora dan akar rimpang, keadaan ini menyebabkan mudahnya tumbuhan tersebut tumbuh dan menyebar.

Pada tanah gambut (Tabel 4.1. dan Lampiran 5) jenis yang mendominasi adalah Asplenium tenerum dengan jumlah individu 417 dari suku Aspleniaceae hal ini dikarenakan tanaman kelapa sawit memiliki pelepah yang dapat menjadi media bagi tumbuhan paku dan memiliki naungan yang lebih terbuka sehingga baik bagi pertumbuhannya (Sinaga, 2004) kemudian yang diikuti oleh Adiantum sp. 392 individu dari suku Adiantaceae, Cleome viscosa 290 individu dari suku Capparaceae dan Stenoclaena palustris 284 individu dari suku Blechnaceae. Jenis yang paling terendah pada tanah gambut adalah Erigeron linifolius dari suku Asteraceae dengan jumlah satu, kemungkinan karena jenis dari paku-pakuan yang mendominasi dengan jumlah individu yang banyak dan menekan jumlah individu jenis lain, menurut Sastrapradja et al., (1980) jumlah jenis paku lebih banyak karena kelembaban yang tinggi, banyak aliran air, faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangbiakan tumbuhan paku seperti suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah dan intensitas cahaya.

Jumlah jenis pada tanah mineral yang paling mendominasi adalah jenis

Axonopus compressus dari suku Poaceae dengan jumlah 223 individu. Tumbuhan

(26)

Jenis tumbuhan bawah pada tanah mineral yang paling rendah jumlah individunya delapan adalah Gleichenia lineralis dari suku Gleicheniaceae, jumlahnya yang sedikit kemungkinan karena dipengaruhi oleh faktor ketersediaan unsur hara tanah.

Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada kedua lokasi tanah penelitian yang ditemukan tidak terlepas dari adanya faktor fisik lingkungan dan kimia tanah. Pada lokasi tanah gambut diperoleh intensitas cahaya 323-410 Candela, suhu udara 25-29o C, suhu tanah 30-31oC, kelembaban udara 75-80%, pH tanah 5,5-5,9 (Lampiran 3). pH tanah pada lokasi penelitian ini adalah 5,5-5,8, pada penelitian sebelumnya Putra (1998), tentang komunitas gulma pada perkebunan kelapa sawit dilahan gambut PT. Mutiara Agam, daerah Tiku, rata-rata pH tanahnya adalah lima. Secara teoritis pH yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman antara 6,0 – 7,0, karena pada kisaran pH tersebut ketersediaan unsur-unsur hara tanaman terdapat dalam jumlah besar, karena pada kisaran pH ini kebanyakan unsur hara mudah larut di dalam air sehingga mudah diserap akar tanaman (Krisnohadi, 2011). Suhu tanah yang tinggi pada tanah gambut dikarenakan tanah gambut menyimpan cadangan karbon yang tinggi dari hasil sisa-sisa pelapukan tumbuhan dan menurut Hanafiah (2014) menyatakan bahwa suhu tanah mempengaruhi tumbuhan, kelembaban, aerasi, struktur, aktivitas mikrobial dan enzimatik, dekomposisi serasah dan ketersediaan unsur hara tumbuhan. Pada lahan gambut jenis tumbuhan bawah yang dominan adalah

Asplenium tenerum dan sangat dipengaruhi oleh suhu udara yang sedikit rendah

25-29o C dimana paku-pakuan menyukai daerah yang lembab dan dingin. Adanya keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang tumbuh pada perkebunan ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhnya dan kandungan unsur hara tanahnya.

(27)

speluncae dari suku Dennstaedticeae dan Gleichenia lineralis dari suku

Gleicheniaceae, Loveless (1989) dalam Asbar (2004) menjelaskan bahwa tumbuhan paku dapat tumbuh pada habitat yang berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya, tumbuhan paku ditemukan tersebar luas mulai daerah tropis hingga dekat kutub utara dan selatan.

4.2 Jenis Tumbuhan Bawah dengan 10 Nilai KR, FR dan INP Tertinggi pada Masing-masing Lokasi

Berikut adalah nilai yang diperoleh 10 nilai KR, FR dan INP tertinggi tumbuhan bawah pada masing-masing lokasi pada Tabel 4.2 (Lampiran 5).

Tabel 4.2 Jenis Tumbuhan Bawah dengan 10 Nilai KR, FR dan INP

5 Blechnaceae Stenochlaena palustris 284 14,42 10,76 25,18

6 Poacae Paspalum commersonii 68 3,34 7,38 10,72

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai KR tertinggi dari lokasi tanah gambut adalah Asplenium tenerum dari suku Aspleniaceae sebesar 20,06% karena

Asplenium tenerum merupakan tumbuhan paku yang mudah tumbuh dengan spora

yang ringan. Nilai FR dan INP tertinggi dari lokasi tanah gambut adalah

Adiantum sp., dari suku Adiantaceae sebesar 14,97% dan 34,89%. Hal ini

(28)

penting dalam komunitas tersebut. Supangat (2008) menyatakan jenis paku-pakuan ini merupakan salah satu spesies flora yang dapat dijadikan penanda untuk

lahan gambut. Kelompok paku-pakuan ini memiliki kemampuan hidup yang

tinggi terutama pada lahan-lahan yang gembur dan lembab. Hal ini sesuai dengan

hasil studi Wardani (2005) menyatakan bahwa jenis tumbuhan dominan di lahan

gambut bekas terbakar adalah paku-pakuan yakni Stenochlaena palustris dan

Blechnum indiatum.

Pada lokasi tanah mineral nilai KR tertinggi adalah Axonopus compressus

dari suku Poaceae sebesar 18,86 % menurut Peterson & Soreng (2007), Poaceae

merupakan famili terbesar keempat di dunia dalam kelompok tumbuhan berbunga yang diperkirakan berjumlah 800 genera dan 11000 spesies. Nilai FR dan INP tertinggi yaitu Ageratum conyzoides dari suku Asteraceae sebesar 14,50% dan

32,14% hal ini terjadi karena jenis tersebut berkelompok dan tumbuh dengan baik

menurut Afrianti (2015) jenis Ageratum conyzoides yang merupakan jenis

tumbuhan bawah golongan berdaun lebar. Jenis gulma yang banyak membutuhkan air dan unsur hara seperti N yang lebih tinggi dibandingkan dengan unsur P dan K. Syam et al., (2013) menyatakan bahwa A. conyzoides merupakan gulma yang menghasilkan senyawa alelopati yang bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman lainnya.

4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Tumbuhan Bawah

Indeks keanekaragaman berfungsi dalam menentukan seberapa banyak jenis

tumbuhan yang terdapat pada suatu lokasi penelitian dan jumlah individu dari

suatu jenis tumbuhan. Indeks keseragaman menunjukkan seberapa besar

keseragaman jenis tumbuhan pada lokasi yang berbeda sehingga dapat diketahui

nilainya. Berikut nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman pada

tabel 4.3

Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Tumbuhan Bawah

Lokasi H’ (Indeks Keanekaragaman) E (Indeks Kemerataan)

Gambut 2,168 0,723

(29)

Pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman tumbuhan pada

lokasi gambut sebesar 2,168 dan 2,326 pada lokasi mineral. Indeks

keanekaragaman menunjukkan banyak tidaknya jenis dan individu yang

ditemukan pada suatu lokasi penelitian dan dari data diatas menunjukkan nilai

keanekaragamannya sedang. Suatu komunitas dikatakan mempunyai

keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah

Indeks keanekaragaman tidak lepas juga dari berbagai faktor yang sangat

mempengaruhi kehadiran jenis tumbuhan bawah pada suatu komunitas

diantaranya suhu, kelembaban udara, cahaya serta faktor fisik-kimia tanah.

Magurran (1988) menyatakan tingginya keanekaragaman pada plot penelitian disebabkan karena jarak tanam pohon pelindung yang lebar sehingga gulma mudah tumbuh disekitar pohon kelapa sawit tersebut dengan berkompetisi dalam memperebutkan hara, air, cahaya dan ruang tempat tumbuh. Suleman (2011) menyatakan jika suatu komunitas tumbuhan memiliki keanekaragaman yang tinggi, maka kehadiran suatu jenis dalam komunitpas tersebut tidak ada yang bersifat dominan terhadap jenis lainnya. Sebaliknya, jika dalam suatu komunitas dijumpai satu atau dua jenis yang dominan dari jenis lainnya maka tingkat keanekaragaman dalam komunitas tersebut relatif rendah

Indeks kemerataan pada kedua lokasi hampir sama dimana lokasi gambut

sebesar 0,723 dan 0,839 pada lokasi mineral. Hal ini dikarenakan oleh proporsi

jumlah individu pada setiap jenis tidak sama, ada yang sangat tinggi dan ada yang

sangat rendah jumlahnya dan terjadinya dominansi pada pada komunitas tersebut,

indeks kemerataan jenis tumbuhan bawah pada kedua lokasi penelitian tergolong

rendah. Menurut Krebs (1978), bahwa kemerataan rendah jika 0<E<0.5 dan

(30)

4.4 Indeks Simililaritas

Analisis Indeks Similaritas dilakukan untuk mengetahui adanya kesamaan jenis tumbuhan bawah pada masing-masing lokasi penelitian dapat diketahui nilai IS pada kedua lokasi sebesar 32,97%, hal ini membuktikan bahwa kesamaan jenis

pada kedua lokasi tidak sama. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Hilwan et

al., (2013), bahwa jika nilai keseragaman lebih kecil dari 75% maka dua

komunitas yang dibandingkan dianggap berbeda, dan jika nilai keseragaman ≥

75% maka kedua komunitas yang dibandingkan dianggap sama. Hal tersebut dapat terjadi karena setiap lokasi pengamatan mempunyai jumlah individu yang sangat bervariasi dan mengurangnya keseragaman tumbuhan bawah dipengaruhi oleh pemupukan yang dilakukan, sebab dengan pemupukan akan menyebabkan perubahan kondisi keseragaman jenis tersebut (Afrianti, 2015). Nilai IS menunjukkan tinggi atau rendahnya kesamaan tumbuhan dalam suatu komunitas dapat memperlihatkan komposisi komunitas tersebut. Semakin besar nilai indeks similaritas, maka jenis tumbuhan sama pada lokasi yang berbeda akan semakin banyak (Krebs, 1978). Faktor lingkungan juga mempengaruhi jenis yang tumbuh pada lokasi pengamatan seperti faktor struktur tanahnya.

4.5 Hasil Analisis Tanah Gambut dan Tanah Mineral

Analisis tanah dilakukan untuk melihat hubungan tumbuhan bawah terhadap faktor kimia tanah. Berikut dapat dilihat pada tabel 4.5 (Lampiran 4).

Tabel 4.5 Hasil Analisis Tanah Lokasi Penelitian

Tanah Parameter

C-organik (%) N total (%) P- total (ppm) K- total (me/100g)

Mineral 0,56 0,19 12,51 0,816

Gambut 1,68 0,23 15,20 0,649

Laboratorium : Riset & Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(31)

12,51 ppm dan gambut 15,20 ppm dimana ketersediaan P dalam tanah bagi tanaman dipengaruhi oleh kemasaman tanah dan nilai C pada mineral yaitu 0,56% dan gambut 1,68%, tinggi rendahnya kandungan karbon dalam tanah mineral dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan organik tanah (Sudaryono, 2009) dan menurut Hanafiah et al (2009) bahwa C dalam tanah dapat hilang melalui evapotranspirasi, terangkut panen, dimanfaatkan biota tanah dan erosi.

Dari data diatas dapat juga disimpulkan bahwa nilai unsur hara pada tanah gambut lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral sehingga dari data yang diperoleh jumlah jenis dan individu lebih banyak juga pada tanah gambut dibandingkan tanah mineral.

Tersedianya unsur hara dalam jumlah yang lebih baik secara umum berdampak pada meningkatknya kualitas pertumbuhan tanaman. Seiring dengan meningkatnya proporsi pupuk terhadap tanah, kandungan nitrogen tanah dan beberapa unsur lain pun meningkat pula.

Berdasarkan peranan tanah terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, sifat tanah yang berkaitan dengan tanaman yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah antara lain tekstur dan struktur tanah. Sifat kimia tanah antara lain pH tanah dan kandungan unsur hara. Kandungan hara terdiri dari kandungan nitrogen, fospor, kalium dan bahan organik. Sifat fisik dan kimia tanah sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Dotulong et al., 2015).

4.6 Analisis Uji Signifikansi Korelasi

Berdasarkan pengukuran unsur hara tanah yang telah dilakukan pada setiap lokasi

penelitian dan dikorelasikan dengan intensitas cahaya dan pH tanah, maka

(32)

Tabel 4.6 Nilai Analisis Uji Signifikansi Korelasi Pearson

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa hasil analisis uji korelasi pearson

antara indeks keanekaragaman dengan intensitas cahaya, pH tanah dan unsur hara

tanah berbeda tingkat dan arah korelasinya. Pada tabel tersebut diketahui bahwa

kandungan unsur hara tanah pada tanah gambut berkorelasi positif dengan dengan

indeks keanekaragaman, unsur hara tanah pada tanah mineral berkorelasi negative

dengan indeks keanearagaman sedangkan intesitas cahaya dan pH tanah bernilai

negative terhadap H’ pada kedua lokasi. Nilai positif (+) menunjukkan semakin

besar nilai salah satu kandungan unsur hara tanah maka semakin besar jumlah

tumbuhan bawah sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang

berbanding terbalik. Menurut Winarso (2005) bahwa tanah yang berkualitas

adalah tanah yang yang dapat menghasilkan produktivitas dan subur. Kesuburan

tanah menyediakan unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan

tanaman tersebut.

Penyerapan unsur hara tanah oleh tumbuhan bawah baik di tanah gambut

maupun tanah mineral dari larutan tanah menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan suatu tanaman ditentukan oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Sifat-sifat fisik tanah dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman, umumnya peran pH pada unsur hara adalah mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.

(33)

menurut Misra (1980) bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, jenis tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis.

Menurut Mackinnon et al., (2000) penyinaran yang tinggi merupakan

faktor utama yang menyebabkan keterbatasan dalam penyebaran dan

pertumbuhan tumbuhan. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat berdampak

kurang baik dan menyebabkan kematian bagi tumbuhan tersebut.

(34)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Jumlah jenis tumbuhan bawah pada seluruh lokasi penelitian adalah 27 jenis

dalam 16 suku. Suku yang memiliki jumlah jenis yang paling banyak yaitu

suku Poaceae dengan lima jenis, Asteraceae dengan tiga jenis dan Melastomaceae dengan tiga jenis pada divisi Spermatophyta sedangkan pada divisi Pteridophyta dari kedelapan sukunya hanya memiliki satu jenis tumbuhan bawah.

b. Tanah gambut memiliki jumlah jenis sebanyak 20 jenis dengan 1977 jumlah individu dan tanah mineral memiliku jumlah jenis sebanyak 16 jenis dengan 1195 jumlah individu.

c. Asplenium tenerum pada tanah gambut dengan nilai KR tertinggi sebesar

20,06%, sedangkan Adiantum sp., memiliki nilai FR dan INP tertinggi sebesar 14,97% dan 34,89%. Axonopus compressus pada tanah mineral dengan nilai KR tertinggi sebesar 18,86 %, sedangkan Ageratum conyzoides memiliki nilai FR dan INP tertinggi sebesar 14,50% dan 32,14%.

d. Tanah mineral memiliki nilai indeks keanekaragaman tumbuhan bawah sebesar 2,326 sedangkan tanah gambut sebesar 2,168 dan memiliki nilai keseragaman pada tanah mineral sebesar 0,839 dan tanah gambut sebesar 0,723.

e. Nilai indeks simililaritas antara kedua lokasi tergolong tidak mirip karena nilai IS sebesar 32,97%.

5.2 Saran

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkebunan

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, dan memasarkan hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanaman yang ditanam bukanlah tanaman yang menjadi makanan pokok maupun sayuran untuk membedakannya dengan usaha ladang dan hortikultura sayur mayur dan bunga, meski usaha penanaman pohon buah masih disebut usaha perkebunan. Tanaman yang ditanam umumnya berukuran besar dengan waktu penanaman yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan (Puslitbang Perkebunan, 2007).

Menurut Kartodirjo dan Suryo (1991) perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial dan kapitalistik, diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian dalam skala besar dan kompleks, bersifat padat modal, penggunaan areal pertanahan luas, organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja secara rinci, penggunaan tenaga kerja upahan, struktur hubungan kerja yang rapi dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi, serta penanaman tanaman komersial yang ditujukan untuk komoditi ekspor di pasaran dunia.

Saat ini lahan-lahan subur untuk perkebunan semakin terbatas ketersediaannya akibat berbagai kegiatan pembangunan seperti pembangunan industri, pariwisata, perumahan, jalan, dan pemukiman. Sehingga sebagai akibatnya lahan pengembangan perkebunan bergeser kelahan-lahan marginal seperti lahan gambut dan mineral. Di antara tanaman perkebunan yang banyak diusahakan di lahan gambut ialah kelapa sawit (Najiyati et al., 2005).

2.2 Perkebunan Kelapa Sawit

(36)

telah menjamur di Indonesia. Pembukaan lahan gambut dengan cara membuat saluran drainase akan menyebabkan penurunan muka air tanah dan perubahan ekosistem. Perubahan ekositem ini mengakibatkan perubahan karakteristik dan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Sutarta et al., 2006).

Menurut Aththorick (2005) di areal perkebunan sawit vegetasi tumbuh di sela-sela tanaman utama dan menjadi pengganggu jika terlalu dekat dengan tanaman tersebut, namun demikian di bagian-bagian tertentu di areal perkebunan, vegetasi ini tetap dipertahankan tetap tumbuh meliar karena dapat mencegah erosi, mengatur tata air, mengurangi evaporasi seperti jenis kacang-kacangan.

2.3 Tanah Gambut dan Tanah Mineral

Secara garis besar dalam perkebunan kelapa sawit, jenis tanah yang dijadikan tempat perkebunan kelapa sawit adalah a) tanah gambut b) tanah mineral

a. Tanah Gambut

Gambut adalah bahan organik yang terdiri dari akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami humifikasi tetapi belum mengalami mineralisasi. Tanah gambut adalah suatu bahan organik setengah lapuk berserat atau tanah yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar (Bowles, 1989). Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying) (Dariah

et al., 2012).

Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh kandungan, ketebalan, dan jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), serta tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik, tanah gambut mengandung hara yang sangat rendah khususnya P dan K, dan basa-basa (Ratmini, 2012).

(37)

tumbuhan bawah pada lahan gambut lebih tinggi dibandingkan dengan lahan mineral. Tingginya kadar organik dan rendahnya unsur hara mikro pada tanah gambut membuat keasamannya tinggi. Seperti halnya penanaman kelapa sawit pada lahan mineral, penanaman kelapa sawit pada lahan gambut memiliki beberapa kendala, satu di antaranya ialah permasalahan tumbuhan bawah. Lebih dari itu kehadiran tumbuhan bawah pada lahan gambut lebih tinggi dibandingkan dengan lahan mineral (Syahputra et al., 2011).

Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi - Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan

asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya kurang dari 15%.

- Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.

- Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas lebih dari 75% seratnya masih tersisa (Dariah et al., 2012).

b.Tanah Mineral

Jenis tanah mineral pada perkebunan kelapa sawit kebanyakan adalah berjenis podsolik merah kuning. Menurut Notohadiprawiro (1968) podsolik merah-kuning adalah nama kelompok tanah yang terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah podsolik merah dan tanah podsolik kuning. Dalam klasifikasi tanah kedua jenis tanah tadi perlu dipilahkan karena beberapa sifat diagnostiknya berbeda, warna, regim lengas tanah dan pH. Jenis yang merah mempunyai regim lengas tanah lebih kering dan pH lebih tinggi (kurang masam).

(38)

podsolik merah-kuning secara umum masuk dalam ordo ultisol. Tanah mineral podzolik merah kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan curah hujan antara 2.500 – 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesuburannya berkurang. Dengan pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan.

Tanah tipe ini merupakan salah satu lahan kering marjinal berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian dengan kendala berupa rendahnya kesuburan tanah seperti kemasaman tanah yang tinggi, pH rata-rata kurang dari 4,50. Kejenuhan Al tinggi, kandungan hara makro terutama P, K, Ca dan Mg rendah, kandungan bahan organik yang rendah, kelarutan Fe dan Mn yang cukup tinggi yang akan bersifat racun, dapat menyebabkan unsur Fosfor (P) kurang tersedia bagi tanaman karena terfiksasi oleh ion Al dan Fe, akibatnya tanaman sering menunjukkan kekurangan unsur P (Nyakpa et al., 1988).

2.4 Tumbuhan Bawah

Tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau perdu rendah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poaceae,

Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, Paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak

terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Aththorick, 2005). Tumbuhan bawah merupakan komunitas tumbuhan yang tumbuh dengan menutup permukaan tanah. Tumbuhan yang termasuk tumbuhan penutup tanah (tumbuhan bawah) terdiri dari herba yang tingginya sampai 0,5 meter sampai satu meter (Southwood, 1980).

(39)

sumber energi alternatif. Tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai tumbuhan bawah yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Dahlan, 2011).

Vegetasi tumbuhan bawah juga merupakan salah satu komponen ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungan yang mudah diukur dan nyata. Ada dua cara dalam mengkaji vegetasi, yaitu dengan mendeskripsikan dan menganalisis, masing-masing dengan berbagai konsep pendekatan yang berlainan (Krebs, 1978).

Tumbuhan bawah merupakan yang tumbuh di areal kebun kelapa sawit dan menjadi pengganggu tanaman utama. Tanaman ini akan berebut nutrisi tanah dengan tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak diinginkan dalam lingkup bercocok tanam kelapa sawit. Tanaman penutup kacang-kacangan seperti

Pueraria javanica, Calopogonium caeruleum, Pueraria phaseloides, yang tumbuh

tidak terkendali pada tanaman belum menghasilkan merupakan gulma pada kelapa sawit itu sendiri (Puslitbang Perkebunan, 2007).

(40)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas tanaman perkebunan yang sangat mendominasi di Indonesia saat ini dan merupakan salah satu sektor terbesar penyumbang investasi negara. Tanaman tersebut telah banyak dikembangkan di Indonesia bahkan lahan kelapa sawit sangat mendominasi perkebunan saat ini. Kelapa sawit umumnya tumbuh di lahan tanah yang keras (mineral) bahkan dapat hidup di tanah yang bergambut.

Di areal kelapa sawit sangat banyak ditumbuhi oleh tumbuhan-tumbuhan pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan kelapa sawit. Tumbuhan bawah yang banyak tumbuh pada umumnya adalah semak, herba, dan paku. Jenis- jenis vegetasi pada tanah gambut dan mineral memiliki perbedaan. Menurut Syahputra et al., (2011) lebih dari itu kehadiran vegetasi pada lahan gambut lebih tinggi dibandingkan dengan lahan mineral. Gambut adalah tanah organik dengan kandungan lebih dari 20% bahan organik atau mempunyai tebal lapisan gambut lebih dari 40 cm.

Pengembangan agroindustri seperti kelapa sawit, pengelolaan hutan dan isu lingkungan di negeri ini mutlak menjadi perhatian. Dalam upaya pembangunan nasional sulit dihindari adanya nilai positif dan negatif yang mungkin saja berjalan bersamaan, di antaranya sangat dibutuhkan penanganan yang diperankan pemerintah. Pengembangan areal perkebunan dan industri kelapa sawit saat ini ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi. Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini karena pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.

(41)

bahkan diracun. Pada perkebunan kelapa sawit PT. Supra Matra Abadi yang terletak di kecamatan Kampung Rakyat, kabupaten Labuhan Batu Selatan areal perkebunan selalu dibabat sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah berkurang. Perkembangan tumbuhan bawah juga di pengaruhi oleh perakaran kelapa sawit yang serabut, dimana terjadi penekanan pertumbuhan terhadap tumbuhan bawah. Kelapa sawit juga yang banyak menyerap unsur hara dan air sehingga menurunkan pertumbuhan tumbuhan bawah. Tanah mungkin akan kehabisan nutrisi, terutama pada lingkungan yang mengandung asam, sehingga beberapa tumbuhan mungkin tidak tumbuh. Namun tetap saja ada perbedaan jenis tumbuhan dan jumlah pada tanah gambut dan tanah mineral.

(42)

1.2. Permasalahan

Perbedaan jenis tanah pada perkebunan kelapa sawit menyebabkan jenis tumbuhan bawah pada perkebunan pohon kelapa sawit akan berbeda sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah.

1.3.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut dan tanah mineral.

1.4.Manfaat

(43)

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUPRA MATRA ABADI

(SMA) KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN

LABUHAN BATU SELATAN

ABSTRAK

Penelitian tentang komposisi tumbuhan bawah pada tanah gambut dan tanah mineral di perkebunan kelapa sawit PT. Supra Matra Abadi Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Maret 2016. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive

sampling dengan membuat plot berukuran 250m x 100m dengan jarak dari tepi

parit ke dalam areal 20m. Di dalam petak pengamatan tersebut dibuat subplot berukuran 2 x 2m sebanyak 60 subplot pada masing-masing lokasi. Hasil yang di dapat dari penelitian menunjukkan komposisi tumbuhan bawah pada tanah gambut terdiri dari 20 jenis dan tanah mineral 16 jenis. Suku yang memiliki jumlah jenis yang paling banyak yaitu suku Poaceae dengan 5 jenis, Asteraceae dengan 3 jenis dan Melastomaceae dengan 3 jenis tumbuhan bawah. Nilai INP tertinggi pada tanah gambut adalah Adiantum sp. 34,89% dan tanah mineral adalah Ageratum conyzoides sebesar 32,14%

Kata kunci : Komposisi , kebun kelapa sawit, Kabupaten Labuhan Batu Selatan,

(44)

BATU SELATAN REGENCY

ABSTRACK

Research on the composition of the ground cover on peat soil and mineral soil in oil palm PT. Supra Matra Abadi Labuhan Batu Selatan Regency, North Sumatera had been conducted in January 2016 until March 2016. The research location is determined by purposive sampling method to create a plot measuring 250m x 100m with a distance of the ditch into the are 20m. In the observation made subplots measuring 2 x 2m by 60 subplots at each location. The result obtained from the study showed the composition of the ground cover on peat soil consists of 20 species and 16 species of mineral soil. A tribe that has the most number of species are Poaceae tribes with 5 species, Asteraceae with 3 species and Melastomaceae with 3 species of undergrowth. INP highest value on peat soil is

Andiantum sp. 35,89% and mineral soil Ageratum conyzoides by 32,14%

Keywords : Composition, oil palm plantation, Selatan Labuhan Batu Regency,

(45)

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUPRA MATRA ABADI

(SMA) KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN

LABUHAN BATU SELATAN

SKRIPSI

Usulan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

TRIYAS JOHANA SIMARMATA 120805065

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

Judul : Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Kategori : Skripsi

Nama : Triyas Johana Simarmata Br Simarmata

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Medan, November 2016

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. T. Alief Aththorick, M.Si Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19690919 1999303 1 002 NIP. 19630123 199003 2 001

Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua

(47)

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN

BAWAH PADA TANAH GAMBUT DAN TANAH MINERAL DI

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUPRA MATRA ABADI

(SMA) KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN

LABUHAN BATU SELATAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2016

(48)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Esa atas segala anugerah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

dengan judul “Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada

Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. T. Alief Aththorick, M.Si selaku dosen pembimbing II, Drs. Arlen H.J.M, M.Si selaku dosen penguji I dan Riyanto Sinaga, S.Si.,M.Si selaku dosen penguji II, Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Sc yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan saat penulisan hasil penelitian ini serta seluruh Dosen Departemen Biologi yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih juga kepada Bang Endra Raswin dan Kakak Roslina Ginting yang telah banyak membantu dalam administrasi selama perkuliahan.

Ungkapan terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua tersayang Ayahanda Moren Rexly Simarmata, M.Min., dan Ibunda Sutipah Mulyadi Sagala, S.Th serta Kakak Riama Irda, S.si, drg. Dayuni Ariski, Abang dr. Jimmy, dan adik Hana Susana yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat dan perhatian kepada penulis.

(49)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini sehingga penelitian yang akan menjadi skripsi nantinya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk segala partisipasi dan dukungannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, November 2016

(50)

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUPRA MATRA ABADI

(SMA) KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN

LABUHAN BATU SELATAN

ABSTRAK

Penelitian tentang komposisi tumbuhan bawah pada tanah gambut dan tanah mineral di perkebunan kelapa sawit PT. Supra Matra Abadi Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Maret 2016. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive

sampling dengan membuat plot berukuran 250m x 100m dengan jarak dari tepi

parit ke dalam areal 20m. Di dalam petak pengamatan tersebut dibuat subplot berukuran 2 x 2m sebanyak 60 subplot pada masing-masing lokasi. Hasil yang di dapat dari penelitian menunjukkan komposisi tumbuhan bawah pada tanah gambut terdiri dari 20 jenis dan tanah mineral 16 jenis. Suku yang memiliki jumlah jenis yang paling banyak yaitu suku Poaceae dengan 5 jenis, Asteraceae dengan 3 jenis dan Melastomaceae dengan 3 jenis tumbuhan bawah. Nilai INP tertinggi pada tanah gambut adalah Adiantum sp. 34,89% dan tanah mineral adalah Ageratum conyzoides sebesar 32,14%

Kata kunci : Komposisi , kebun kelapa sawit, Kabupaten Labuhan Batu Selatan,

(51)

BATU SELATAN REGENCY

ABSTRACK

Research on the composition of the ground cover on peat soil and mineral soil in oil palm PT. Supra Matra Abadi Labuhan Batu Selatan Regency, North Sumatera had been conducted in January 2016 until March 2016. The research location is determined by purposive sampling method to create a plot measuring 250m x 100m with a distance of the ditch into the are 20m. In the observation made subplots measuring 2 x 2m by 60 subplots at each location. The result obtained from the study showed the composition of the ground cover on peat soil consists of 20 species and 16 species of mineral soil. A tribe that has the most number of species are Poaceae tribes with 5 species, Asteraceae with 3 species and Melastomaceae with 3 species of undergrowth. INP highest value on peat soil is

Andiantum sp. 35,89% and mineral soil Ageratum conyzoides by 32,14%

Keywords : Composition, oil palm plantation, Selatan Labuhan Batu Regency,

(52)

PERSETUJUAN i

(53)

4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman 19 Tumbuhan Bawah

4.4 Indeks Simililaritas 21

4.5 Hasil Analisis Tanah Gambut dan Tanah Mineral 21

4.6. Uji Korelasi Pearson 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 25

5.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

(54)

Judul Halaman 4.1 Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat di tanah

gambut dan tanah mineral perkebunan kelapa sawit PT. SMA

14

4.2 Jenis Tumbuhan Bawah dengan 10 Nilai KR, FR dan INP Tertinggi pada Masing-masing Lokasi

18

4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Tumbuhan Bawah

19 4.4 Hasil Analisis Tanah Lokasi Penelitian 21

(55)

Judul Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian 30

2 Plot Pengamatan 31

3 Data Nilai Faktor FISIK-KIMIA Lingkungan 32

4 Hasil Analisis Tanah 33

5 Jenis Tumbuhan Bawah Dengan Nilai K, KR, F, FR, dan INP Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. SMA Kec. Kampung Rakyat, Kab. Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara

34

6 Data Uji Korelasi Pearson dengan Komputerisasi SPSS Ver. 22.00

36

7 Contoh Perhitungan Nilai K, KR, F, FR, INP, H’, E

dan IS

38

8 Hasil Identifikasi Herbarium Medanense 40

9 Foto Penelitian 42

Gambar

Tabel 4.1 Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat di tanah gambut dan tanah mineral perkebunan kelapa sawit PT
Tabel 4.2 Jenis Tumbuhan Bawah dengan 10 Nilai KR, FR dan INP Tertinggi pada Masing-masing Lokasi
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Tumbuhan   Bawah
Tabel 4.5 Hasil Analisis Tanah Lokasi Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan karakteristik hubungan antar- variabel, desain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatif, yaitu bermaksud untuk menge- tahui pengaruh langsung

Menyimpan buku kerja dengan nama lain dilakukan dengan langkah yang hampir sama dengan menyimpan buku yang telah dijelaskan dan perbedaanya terletak pada langkah pertama Anda harus

Apabila penyebab perubahan tidak diungkapkan dengan jelas pada catatan atas laporan keuangan perusahaan maka akan dikatakan tidak konsisten, sedangkan jika penyebabnya

Setiap pilihan atas produk Obligasi yang dibeli nasabah merupakan keputusan dan tanggung jawab nasabah sepenuhnya, termasuk apabila nasabah memilih jenis produk yang

1) Kinerja secara berurut dari terbesar ke terkecil dipengaruhi oleh motivasi, budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan locus of control. Sedangkan insentif

Seperti yag terlihat pada kasus The One Adventure, budaya yang terbentuk merupakan budaya perkumpulan oarang yang memiliki hobi yang sama sehingga kinerja dari

Dari hasil laporan di Sumatra Selatan, faktor persentase nelayan dalam suatu kelompok berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga yang lebih tinggi,

Batasan penelitian ini pada ruang lingkup identifikasi dini penyakit diabetes dengan gejala-gejala awal yang meliputi knowledge base rules, table decision, dan