ANALISA TEGANGAN PIPA PADA WELL CONNECTING
TNAA45rc/TNAA46rc/TNAA47rcDENGAN MENGGUNAKAN
SOFTWARE CAESAR II v.5.10 DI
TOTAL E&P INDONESIE
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DISUSUN OLEH :
RAYMOND EBENEZER SIPAYUNG 100401062
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi menghantarkan fluida dari suatu komponen ke komponen lain. Jarak yang di tempuh untuk menghantarkan fluida terkadang sangat jauh sehingga diperlukan perhitungan yang akurat dalam perancangan pipa, seperti jarak antar tumpuan dan jenis tumpuan yang digunakan. Dan sitem perpipaan ini harus dapat menahan beban secara statis dan dinamis, sehingga diperlukan perhitungan baik itu beban yang diakibatkan oleh beban berat pipa, beban berat fluida, angin, gelombang laut, gempa bumi, dan temperatur. Hal itu harus diperhitungkan untuk menghindari terjadinya kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan, sehingga diperlukan yang namanya fleksibelitas pipa.Well Connecting merupakan sumur gas yang berada di tengah laut, sehingga dalam transportasi gas harus melalui permukaan bawah laut, sehingga dalam perancangan pipa harus sesuai dengan ASME B31.8 Ch VIII dan perlu dilakukan analisa tegangan pipa bawah laut (on bottom stabillity). On bottom stabillity menganalisa pengaruh gaya-gaya hidrodinamika air laut terhadap pipa yang berada di dibawah laut.
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be separated from the piping system. Delivering fluid piping system function of a component to another component. The distance traveled for delivering fluid sometimes very much so needed an accurate calculation in the design pipeline, such as the distance between the pedestal and pedestal type used. And this piping system must be able to withstand static and dynamic loads, so that the necessary calculation for the load caused by the heavy load of pipe, fluid heavy loads, wind, ocean waves, earthquakes, and temperature. It must be taken into account to avoid failure of the piping system due to excessive voltage, so it requires the name of flexibility pipa.Well Connecting a gas well located in the middle of the sea, so that the gas transport through the surface to be under the sea, so that the design of the pipe shall be in accordance with the ASME B31.8 Ch VIII and needs to be done underwater pipe stress analysis (on bottom stabillity). On the bottom stabillity analyze the effect of hydrodynamic forces on the sea water pipe that is in the sea below.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan berkat-Nya serta penyertaan-Nya, yang senantiasa memberikan hikmat dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan. Adapun judul
skripsi ini adalah “ANALISA TEGANGAN PIPA PADA WELL
CONNECTING TNAA45rc / TNAA46rc / TNAA47rc DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II v.5.10 DI TOTAL E&P INDONESIE BALIKPAPAN” yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua Ayahanda Lamsana Sipayung dan Ibunda Jura Hutagaol, yang telah banyak memberikan materi dan moril serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik Mesin FT-USU. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.
3. Bapak Ir. Abdul Halim Nasution, M.Sc selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
4. Teman satu team penelitian (Herdin Jonathan Sibarani) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
6. Veronika Saragih yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas sarjana ini.
7. Adik-adik Teknik Mesin USU angkatan 2011 dan 2012 yang banyak memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas sarjana ini selesai.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengemban ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.
Medan, Januari 2015
Penulis,
RAYMOND EBENEZER SIPAYUNG
DAFTAR ISI
ABSTRAK
……….………. i
KATA PENGANTAR……… iii
DAFTAR ISI ……….v
DAFTAR GAMBAR ……….viii
DAFTAR TABEL ………... ix
DAFTAR NOTASI ……….. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……… 1
1.2Tujuan Penelitaan ……… 2
1.3Batasan Masalah ………. 2
1.4Manfaat Penelitian ………... 2
1.5Metodologi Penelitian ……….. 3
1.6Sistematika Penelitian ……… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem perpipaan ……… 4
2.2 teori dasar tegangan pipa ……… 6
2.2.1 tegangan normal ……… 6
2.2.1.1Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress) …………7
2.2.1.2Tegangan tangensial (hoop stress) ………10
2.2.1.3Tegangan radial (radial stress) ……… 11
2.2.2 Tegangan geser ……… 11
2.2.3 tegangan kode ………13
2.2.3.1tegangan kode ASME/ASMI B31.3 ……… 14
2.2.3.2tegangan kode ASME/ASMI B31.8 Ch VIII ……..… 16
2.3 Desain pipa dan komponen pipa ……… 23
2.3.1 Desain Komponen Pipa Berdasarkan Tekanan ………. 24
2.3.1.1Tebal minimum dinding pipa lurus ……… 24
2.3.1.2Tekanan Kerja yang Diizinkan- AWP (Allowable Working Pressure) ………27
2.3.2 Desain pipa berdasarkan berat (bobot mati) ……… 27
2.3.2.1Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati …….27
2.3.2.2Jarak antar support maksimum (maximum pipe span) 30 2.4 Sistem Penumpu ……… 31
2.4.1 Anchor ……… 32
2.4.2 Restrain………...33
2.4.3 Snubber ………..37
2.4.4 Gaya dan Momen pada tumpuan ………...37
2.5 Analisa Pipa Bawah Laut (On Bottom Stability) ……….43
2.5.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabilitas Pipa Bawah Laut ……….…43
a. Gaya drag ……….45
b. Gaya Inersia ……….46
c. Gaya Angkat ……….……....…46
2.5.2 Reduksi Pembebanan Pada Pipa ………....47
a. Reduksi gaya akibat sifat permeable dasar perairan……47
b. Reduksi gaya akibat terjadinya penetrasi ke tanah……47
c. Reduksi gaya akibat gaya trenching ………48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ……… 49
3.2.1 Spesifikasi Pipa ……… 50
3.2.2 Spesifikasi Fluida ……… 51
3.3 Diagram Alir Penelitian ………52
3.4 Urutan Proses Analisa ……… 53
3.4.1 Pembuatan Data Awal ……….…53
3.4.2 Studi Literatur ………53
3.4.3 Metode Pengerjaan ………53
3.4.3.1 Pemodelan Sistem Perpipaan ………..…53
3.4.3.2 Mengecek Error pada Pemodelan ……….54
3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan ……….54
3.4.3.4 Analisa Besarnya Tegangan Pipa ……….54
3.4.4 Pembahasan ………...54
3.5 Pengenalan Software ……….56
3.5.1 Prosedur Simulasi Caesar II ……….57
BAB IV ANALISA DAN HASIL SIMULASI 4.1 Pemodelan Sistem Perpipaan pada Isometric dan CAESAR II ………62
4.2 Analisa Maksimum Allowable Operating Pressure ….……… 83
4.3 Analisa Wall Thickness ………103
4.4 Analisa tegangan pipa dengan tebal pipa yang berbeda dan tekanan yang tetap ………106
4.6 Analisa tegangan pipa dengan tebal pipa yang tetap dan tekanan yang
berbeda ………...…114
4.7 Analisa Displacement pipa dengan tebal pipa yang sama dan tekanan yang berbeda………...119
4.8 Analisa Tegangan Akibat Beban Occasional ………..122
a. Analisa Tegangaan Akibat Beban Angin ………122
b. Analisa Tegangaan Akibat Beban Gempa ……….142
c. On Bottom Stability Analysis ………..145
4.9 Hasil Analisa dengan menggunakan Software CAESAR II v.5.10 ….156 a. Hasil Analisa Tegangan berdasarkan kode ASME B31.3 …169 b. Hasil Analisa Tegangan berdasarkan kode ASME B31.8 Ch VIII………...169
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ………..………99
5.2 SARAN ……… 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Arah gaya aksial pipa ………..8
Gambar 2.2 arah gaya akibat tekanan pipa………..8
Gambar 2.3 bending momen ………..… 9
Gambar tegangan tangensial ………...10
Gambar 2.5 shear stress ……….………12
Gambar torsional stress ………...13
Gambar 2.7 pinned support ………...28
Gambar 2.8 fixed support ………..28
Gambar Anchor ……….………..…32
Gambar axial restraint ……….…………...33
Gambar rod hanger ………..………….34
Gambar sway strut……….……34
Gambar structural steel restraint ………...………35
Gambar penetrasi di dinding ……….………36
Gambar guide ……….…………...36
Gambar slide support ………37
Gambar Snubber ………...37
Gambar 2.18 sketsa keadaan pipa dalam keadaan ditumpu ………..38
Gambar diagram gaya geser dan momen lentur ………...42
Gambar 2.21 Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut ……….43
Gambar 2.22 Gaya-gaya hidrodinamika pada pipa. ………..44
Gambar 2. 23 Sketsa terjadinya gaya gesek pada pipa. ………45
Gambar 2. 24 Sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa. ………...46
Gambar 2. 25 Sketsa pipa yang terpendam ditanah ………...48
Gambar 2.26 Sketsa pipa dalam parit ………...48
Gambar 3.1 Well Connecting …….………...………49
Gambar 3.2 Tampilan Caesar II v5.10 ………..56
Gambar 3.3 Tampilan Awal CAESAR II ……….58
Gambar 3.4 Data satuan yang digunakan dalam pemodelan……….58
Gambar 3.5 Piping input pada CAESAR II ………..59
Gambar 3.6 Error dan warning pada pengecekan bila terjadi kesalahan………...59
Gambar 3.8 Error dan warning bila tidak terjadi kesalahan ………..60
Gambar 3.9 Pemilihan jenis beban pada pemodelan ………60
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian di Handil Balikpapan ………62
Gambar 4.2 Gambar Isometric Well Conecting bagian a ……….63
Gambar 4.3 Gambar Isometric Well Conecting bagian b ……….64
Gambar 4.4 Gambar Isometric Well Conecting bagian c ……….65
Gambar 4.5 Gambar Isometric Well Conecting bagian d ……….66
Gambar 4.7 Gambar Isometric Well Conecting bagian f ……….…….…68
Gambar 4.8 Gambar Isometric Well Conecting bagian g ……….…69
Gambar 4.9 Gambar Isometric Well Conecting bagian h ……….………70
Gambar 4.10 Membuat new file di Caesar v5.10 ………..…71
Gambar 4.11 Satuan yang digunakan dalam Caesar Iiv.510 ………71
Gambar 4.12 Pembuatan Node awal ……….72
Gambar 4.13 Jenis Material yang digunakan pada CAESAR v.5.10...………… 73
Gambar 4.14 Pemilihan kode standar yang akan digunakan ………74
Gambar 4.15 Pembuatan Tumpuan ………...75
Gambar 4.16 Pembuatan Check Valve ……….………75
Gambar 4.17 Pembuatan Bend ……….….76
Gambar 4.18 Pembuatan Penumpu Vertical ……….…77
Gambar 4.19 Pemodelan CAESAR II keseluruhan pada Well Conecting bagian a ………78
Gambar 4.20 Pemodelan CAESAR II keseluruhan pada Well Conecting bagian b………..…………78
Gambar 4.22 Pemodelan CAESAR II keseluruhan pada Well Conecting bagian d
………79
Gambar 4.23 Pemodelan CAESAR II keseluruhan pada Well Conecting bagian e ………80
Gambar 4.24 Pemodelan CAESAR II keseluruhan pada Well Conecting bagian f ………80
Gambar 4.25 error dan batch run ………..…81
Gambar 4.26 Pemeriksaan warning dan error ………...81
Gambar 4.27 Well Connecting TN-AA46rc………...……….122
Gambar 4.28 Isometric TN-AA46rc terkena angindari segala arah …………...124
Gambar 4.29 Peta zona gempa Indonesia ………...143
Gambar 4.30 Keadaan pipa ditanam di dalam tanah permukaan laut…………..150
Gambar 4.31 diagram benda bebas pipa dibawah laut ………153
Gambar 4.32 Sketsa berat yang mengenai pipeline ………156
Gambar 4.33 Distribusi momen lentur sepanjang pipa ………..………….160
Gambar 4.34 pipa yang mengalami tegangan torsi..………161
Gambar 4.35 pipa yang mengalami tegangan hoop maksimal ………...…164
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa ……….………38
Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida ………..………39
Tabel 4.1 Jenis Load case yang digunakan ………...………69
Tabel 4.2 Nilai SYMS pada berbagai material ……….……72
Tabel 4.3 Design Factor ………73
Tabel 4.4 Temperatur Derating Faktor………...73
Tabel 4.5 Nilai Longitudinal Joint Factor ……….75
Tabel 4.6 Hasil perhitungan tegangan model 1………76
Tabel 4.7 Hasil perhitungan tegangan model 2………76
Tabel 4.8 Hasil perhitungan tegangan model 3………77
Tabel 4.9 Hasil perhitungan tegangan model 4 ………...77
Tabel 4.10 Hasil perhitungan displacement model 1 ………...…80
Tabel 4.11 Hasil perhitungan displacement model 2 ………...81
Tabel 4.12 Hasil perhitungan displacement model 3………81
Tabel 4.13 Hasil perhitungan displacement model 4………82
Tabel 4.15Hasil perhitungan tegangan model 2………...……84
Tabel 4.16Hasil perhitungan tegangan model 3………...85
Tabel 4.17 Hasil perhitungan tegangan model 4………..85
Tabel 4.18 Hasil perhitungan displacement model 1………87
Tabel 4.19 Hasil perhitungan displacement model 2………87
Tabel 4.20 Hasil perhitungan displacement model 3………88
DAFTAR NOTASI
Lambang
Keterangan
Satuan
S
Tegangan
KPa
F Gaya N
A Luas penampang pipa mm2
D Diameter Pipa mm
P Tekanan Kpa
R Jari-Jari Pipa mm
t Tebal pipa mm
Massa Jenis kg/cm3
W Berat kg
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi menghantarkan fluida dari suatu komponen ke komponen lain. Jarak yang di tempuh untuk menghantarkan fluida terkadang sangat jauh sehingga diperlukan perhitungan yang akurat dalam perancangan pipa, seperti jarak antar tumpuan dan jenis tumpuan yang digunakan. Dan sitem perpipaan ini harus dapat menahan beban secara statis dan dinamis, sehingga diperlukan perhitungan baik itu beban yang diakibatkan oleh beban berat pipa, beban berat fluida, angin, gelombang laut, gempa bumi, dan temperatur. Hal itu harus diperhitungkan untuk menghindari terjadinya kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan, sehingga diperlukan yang namanya fleksibelitas pipa.Well Connecting merupakan sumur gas yang berada di tengah laut, sehingga dalam transportasi gas harus melalui permukaan bawah laut, sehingga dalam perancangan pipa harus sesuai dengan ASME B31.8 Ch VIII dan perlu dilakukan analisa tegangan pipa bawah laut (on bottom stabillity). On bottom stabillity menganalisa pengaruh gaya-gaya hidrodinamika air laut terhadap pipa yang berada di dibawah laut.
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be separated from the piping system. Delivering fluid piping system function of a component to another component. The distance traveled for delivering fluid sometimes very much so needed an accurate calculation in the design pipeline, such as the distance between the pedestal and pedestal type used. And this piping system must be able to withstand static and dynamic loads, so that the necessary calculation for the load caused by the heavy load of pipe, fluid heavy loads, wind, ocean waves, earthquakes, and temperature. It must be taken into account to avoid failure of the piping system due to excessive voltage, so it requires the name of flexibility pipa.Well Connecting a gas well located in the middle of the sea, so that the gas transport through the surface to be under the sea, so that the design of the pipe shall be in accordance with the ASME B31.8 Ch VIII and needs to be done underwater pipe stress analysis (on bottom stabillity). On the bottom stabillity analyze the effect of hydrodynamic forces on the sea water pipe that is in the sea below.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam suatu industri pada dasarnya menginginkan di dalam tiap proses produksi yang berlangsung, sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar yang ditentukan. Proses dalam suatu industri, terutama untuk industri perminyakan tidak terlepas dari penggunaan sistem perpipaan dalam pengolahan proses produksi yang terjadi didalamnya, perencanaan sistem perpipaan yang baik akan mempengaruhi hasil suatu proses yang dilalui.
Pipa umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan fluida baik berupa gas, minyak, air dan fluida lainnya dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pada umumnya pipa memiliki standar dalam penggunaan dan pengoperasianya, sehingga dibutuhkan bentuk pengkodean dalam suatu sistem perpipaan yang digunakan, pengkodean itu dilakukan sesuai dengan bentuk keadaan dari sistem perpipaan yang dirancang dalam suatu sistem. Sistem perpipaan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menahan beban yang terjadi, baik beban statis dan dinamis yang terjadi. Analisa tegangan pada perpipaan adalah teknik yang dilakukan oleh engineer agar sistem perpipaan tanpa tegangan berlebih (over stress) dan pembebanan berlebih (over loading) pada komponen pemipaan dengan komponen yang terhubung.
yang terjadi secara terus menerus dan dapat berubah yang diberikan kepada sistem perpipaan, sehingga dapat merubah sifat dan keadaan pipa tersebut. Maka dalam merancang atau membangun sistem pemipaan yang baik seharusnya dilakukan analisa tegangan terlebih dahulu untuk mengantisipasi dan mengatasi jika terjadi tegangan yang berlebih.
Pada tugas ini akan membahas mengenai perhitungan analisa tegangan sistem perpipaan pada proses sistem pemipaan yang mana mengacu pada code ataupun standar internasional yaitu ASME B31.3 Process Piping, manganalisa gaya dan momen di setiap nozzle sambungan antara pipa dengan equipment seperti tank, filter, pompa dan heat excharger. Proses menganalisa tegangan, gaya dan momen pada sistem pemipaan dibantu oleh program komputer Coade Caesar II 5.10.
1.2Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui letak tegangan maksimum yang terjadi disepanjang pipa pada sistem perpipaan di TOTAL E&P INDONESIA dengan menggunakan software Caesar II 5.10
2. Mendesaian ulang sistem perpipaan apabila didapat tegangan yang berlebih dari batas yang diizinkan dengan cara mengatur letak atau menambah penumpu.
3. Untuk menghitung perbandingan perhitungan antara teoritis dan menggunakan software pada tiap-tiap kondisi tertentu.
1.3 Batasan Masalah
yang dianalisa. Penulis menganalisa tegangan pada sistem pemipaan sesuai dengan ASME B31.1 dan B31.8 Process piping
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penilitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Hasil dari analisa tegangan dapat digunakan sebagai bantuan untuk mengkontrol daerah-daerah kritis pada sistem pemipaan ini.
2. Mengetahui besar nilai-nilai tegangan yang terjadi pada sistem pemipaan 3. Dapat digunakan sebagai panduan dalam menganalisa sistem pemipaan
yang sudah ada dan sistem pemipaan yang masih dalam perencanaan
1.5 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.
b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan. c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data yang dibutuhkan
untuk analisis dari TOTAL E&P INDONESIA.
d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.
Bab ini berisikan hal-hal yang berhubungan dengan dasar teori analisa tegangan pada pipa dan mekanika kekuatan bahan
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan penelitian, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur penelitian.
Bab IV : Hasil dan Analisis Penelitian
Bab ini membahas tentang hasil dananalisispenelitian yang diperoleh melalui pengambilan data, pembahasan perhitungan, dan penganalisaan dengan memaparkan kedalam bentuk tabel dan grafik.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan berfungsi untuk mengantarkan atau mengalirkan suatu fluida dari tempat yang lebih rendah ke tujuan yang diinginkan dengan bantuan mesin atau pompa.Misalnya pipa yang dipakai untuk memindahkan minyak dari tangki ke mesin, memindahkan minyak pada bantalan-bantalan dan juga mentransfer air untuk keperluan pendinginan mesin ataupun untuk kebutuhan sehari-hari diatas kapal serta masih banyak lagi fungsi lainnya.Sistem perpipaan harus dilaksanakan sepraktis mungkin dengan minimum bengkokan dan sambungan las atau brazing, sedapat mungkin dengan flens atau sambungan yang dapat dilepaskan dan dipisahkan bila perlu.Semua pipa harus dilindungi dari kerusakan mekanis.Sistem perpipaan ini harus ditumpu atau dijepit sedemikian rupa untuk menghindari getaran.Sambungan pipa melalui sekat yang diisolasi harus merupakan sambungan flens yang diijinkan dengan panjang yang cukup tanpa merusak isolasi.
Untuk merancang sistem pipa dengan benar, engineer harus memahami perilaku sistem akibat pembebanan dan regulasi (kode standard design) yang mengatur perancangan sistem pipa. Perilaku sistem pipa ini antara lain digambarkan oleh parameter-parameter fisis, seperti perpindahan, percepatan, tegangan, gaya, momen dan besaran lainnya. Kegiatan engineering untuk memperoleh perilaku sistem pipa ini dikenal sebagai analisa tegangan pipa atau dahulu disebut juga analisa fleksibilitas.
Kode standard desain dikembangkan di negara-negara industri sebagai jawaban dari berbagai kecelakaan/kegagalan pada sistem pipa di pabrik-pabrik yang tidak dirancang dengan aman.Karena itu tujuan utama dari kode standard
standard dari komite B31 ini yang sering dipakai sebagai acuan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan bidang industry, yaitu :
• ASME/ANSI B31.1 untuk sistem perpipaan di industri pembangkit
listrik;
• ASME/ANSI B31.3 untuk sistem perpipaan di industri proses dan
petrokimia;
• ASME/ANSI B31.4 untuk sistem pipa transport minyak dan zat cair lainnya;
• ASME/ANSI B31.5 untuk sistem perpipaan pendingin; • ASME/ANSI B31.8 untuk pipa transport gas.
Pemilihan kode yang akan digunakan pada perancangan sistem perpipaan pada prinsipnya tergantung pada pemilik pabrik, ada kemungkinan sebuah sistem pipa dapat dirancang berdasarkan dua buah kode yang berbeda, sebagai contoh Cogeneration Plants pada pabrik penyulingan dapat dirancang berdasarkan kode B31.1 ataupun B31.3. Perbedaan kode yang dipilih antara lain berpengaruh pada usia pabrik. Pabrik yang dirancang berdasarkan kode B31.3 umumnya memiliki usia 20 sampai dengan 30 tahun, sedangkan dengan B31.1 pabrik dapat diharapkan beroperasi sampai umur 40 tahun. Perbedaan ini terletak pada factor keamanan (safety factor) yang berbeda, yaitu kode B31.3 mengunakan faktor keamanan yang lebih rendah (SF=3.1) dibanding B31.1 (SF=4:1).
penambahan loop berarti penambahan material pipa dan terutama elbow yang harganya relative mahal.Sistem pipa yang fleksibel tidak membutuhkan tumpuan pipa yang terlalu banyak dan biasanya jenis tumpuannya sederhan dan murah serta tidak menuntut kemampuan engineering yang tinggi.
Jika material pipa yang digunakan mahal dan tidak ada ruang yang cukup untuk membuat loop, maka pendekatan kekakuan (stiffness) menjadi alternatif. Metode pendekatan ini dilakukan dengan membuat sistem pipa lebih kaku dengan menambah pipa restrain, yaitu tumpuan pipa (pipe support), guide, anchor dan lainnya.Metode ini semakin popular penggunannya di offshore platform dimana keterbatasan ruangan merupakan faktor penting, dan juga pada on-shore petrochemical plants, dimana sistem modular diterapkan.Metode ini relative lebih sulit dilakukan jika disbanding dengan metode pipa fleksibel karena disini tegangan yang terjadi dibiarkan cukup besar tetapi tetap terkontrol dan dibatasi.Dengan semakin mudahnya penggunaan piranti lunbak untuk menghitung tegangan pipa (pipping stress analysis software) dalam perancangan pipa maka metode ini semakin sering diterapkan. Dibandingkan dengan sistem pipa fleksibel, sistem pipa kaku lebih aman, yaitu jika terjadi kerusakan (failure) seperti kebocoran kemungkinan besar sistem pipa secara keseluruhan akan tetap utuh karena pipa-pipa dipegang oleh banyak tumpuan pipa (pipe restraint). Selain itu sistem pipa kaku akan lebih menguntungkan untuk menahan beban dinamis seperti getaran motor, beban angina dan beban gempa.
2.2
Teori Dasar Tegangan Pipa
Dalam menerapkan kode standard desain, engineer harus mengerti prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya.Sebuah pipa dinyatakan rusak jika tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan
batas material yang “diizinkan”.Dari defenisi sederhana ini ada dua buah istilah
yang harus dipahami dengan benar, yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan
Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian termal, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa.Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material, dan metode produksinya.Kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan (failure theory) yang ada.
Dalam membahas kode standard kita harus membedakan pengertian tegangan pipa menjadi dua,yaitu :
1. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran secara manual ataupun dengan piranti lunak komputer. Adapun tegangan pipa aktual ini dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni tegangan normal (normal stress) dan tegangan geser (shear stress).
2. Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standard tertentu.
2.2.1
Tegangan Normal
Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-masing adalah : tegangan longitudinal (longitudinal stress), tegangan tangensial atau tegangan keliling (circumferential stress atau hoop stress), dan tegangan radial (radial stress).
2.2.1.1
Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress)
1. Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial
Gaya yang diberikan baik berupa tekan atau tarik terhadap luas penampang pipa, dengan bentuk persamaan ditulis sebagai berikut :
……….. (2.1)
Dimana :
= Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial (KPa) = Gaya aksial (N)
= Luas Penampang Pipa (mm2)
……….. (2.2)
Dimana :
do = diameter luar pipa (mm)
di = diameter dalam pipa (mm)
2. Tegangan longitudinal akibat tekanan pipa (pressure gauge) Tegangan dalam ini dikarenakan fluida yang ada didalam pipa, fluida ini akan memberikan tekanan baik searah dengan
panjang pipa dan kesegala arah permukaan pipa.
Gambar 2.2 arah gaya akibat tekanan pipa
Kemudian rumus diatas dapat disederhanakan menjadi :
……….. (2.3) Dimana :
= tekanan longitudinal akibat beban dalam (KPa)
= tekanan dalam akibat fluida (KPa)
= luas penampang dalam pipa (mm2)
= ketebalan dinding pipa (mm)
3. Tegangan longitudinal akibat momen bending
Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung- ujung benda.Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending.
Gambar 2.3 bending momen
……….. (2.4)
Dimana :
= Tegangan longitudinal akibat momen bending (KPa) = jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan
= momen lendutan pada sebuah penampang pipa = momen inersia dari penampang pipa
=
( )
Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini terjadi paling besar jika c=Ro yaitu :
……….. (2.5)
Dimana :
Ro = radius luar pipa Z = modulus permukaan =
2.2.1.2Tegangan tangensial atau tegangan keliling (circumferential stress atau hoop stress)
Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa, dan bernilai positif jika tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua.
Gambar tegangan tangensial
Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah :
( )
……….. (2.6)
Dimana :
= radius luar pipa = radius dalam pipa
2.2.1.3Tegangan Radial (Radial Stress)
Tegangan ini arahnya sama dengan sumbu radial, dan tegangan ini berupa tegangan kompresi (negatif) jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam (pressure gauge), dan berupa tegangan tarik (positif) jika didalam pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure).
( )
……….. (2.7)
Dimana :
= radius luar pipa = radius dalam pipa
= jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan
Jika r = ro maka SR = 0 dan jika r =ri maka SR = -P yang artinya tegangan ini nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, karena itu tegangan ini biasanya diabaikan.
2.2.2 Tegangan geser
Tegangan geser terjadi diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel). Tegangan geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah : tegangan geser akibat gaya geser (shear stress) dan tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress).
2.2.2.1Tegangan geser akibat gaya geser (shear stress)
……….. (2.8)
Dimana : V = Gaya Geser A = Luas Penampang
Gambar 2.5 shear stress
Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu simetris pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum (yaitu pada permukaan luar dinding
pipa).Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini dapat diabaikan.
2.2.2.2Tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress) Tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
……….. (2.9)
Dimana :
Gambar torsional stress
Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya puntiran.
2.2.3 Tegangan Kode
Tegangan kode diturunkan dari teori dasar tegangan dan teori kegagalan dengan memperhatikan hasil penelitian serta percobaan bertahun-tahun.Tegangan kode memberika standard kriteria kegagalan untuk perancangan sistem pipa. Ada dua kriteria kegagalan yang berbeda, yaitu :
a. Kegagalan katastrofis yang disebabkan oleh beban primer b. Kegagalan metal lelah yang disebabkan oleh beban sekunder
Karakteristik beban primer adalah :
• beban primer biasanya disebabkan oleh gaya (force), seperti
tekanan, gaya berat (bobot mati), gaya spring, gaya dari relief valve dan fluid hammer.
beban itu bekerja maka deformasi akan berlanjut terus sampai kesetimbangan gaya tercapai atau terjadinya patah/kerusakan.
• beban primer sifatnya tidak berulang (kecuali beban karena pulsasi dan variasi tekanan, yang selain dikategorikan beban primer, juga merupakan beban sekunder)
• batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan primer didapat
melalui teori kegagalan seperti teori von mises, tresca dan rankine berdasarkan tegangan leleh ( ), tegangan patah ( ), atau tegangan rupture (creep).
• kegagalan dapat terjadi oleh satu beban tunggal yang
menimbulkan deformasi plastis total menyeluruh atau patah.
Karakteristik beban sekunder adalah :
• beban sekunder biasanya disebabkan oleh perpindahan
(displacement), seperti ekspansi termal, getaran, perpindahan anchor dan settlement.
• beban sekunder selalu bersifat membatas diri sendiri (self -limiting), maksudnya, stelah deformasi plastis terjadi, deformasi tidak berlanjut terus karena tegangan berkurang dengan sendirinya dn cenderung menghilang.
•beban sekunder sifatnya berulang (kecuali settlement)
• batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan sekunder
didapat berdasarkan jumlah siklus beban dari kegagalan kelelahan metal (kurva metal lelah).
• Kegagalan tidak dapat terjadi oleh satu beban tunggal, tetapi
wa;aupun sebuah sistem pipa telah dengan sukses beroperasi bertahun-tahun, ini tidak menjamin perancangan pipa yang baik dipandang dari kacamata beban sekunder.
2.2.3.1Tegangan kode ASME/ASMI B31.3
1. Tegangan karena Beban Tetap (Sustained Load)
Tegangan karena beban tetap pada pipa disebabkan oleh bobot berat dan tekanan,dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :
√
……….. (2.10)
Dimana :
= gaya aksial karena beban tetap (lb)
= momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban tetap (in-lb)
= momen lendutan luar bidang (in-plane) karena beban tetap (in-lb)
= faktor intensifikasi (SIF) in-plane = faktor intensifikasi (SIF) out-plane
= tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code
2. Tegangan karena beban ekspansi (Expansion Load)
Tegangan karena beban ekspansi pada pipa disebabkan oleh perbedaan temperature (beban ekspansi termal), dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :
√
Dimana :
Ml = perbedaan momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb)
Mo = perbedaan momen lendutan luar bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb)
MT = perbedaan momen puntir karena beban ekspansi (in-lb)
Sc = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature rendah (dingin)
Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature tinggi (panas)
f = faktor reduksi dengan mempertimbangkan kelelahan material (beban dinamis yang berulang)
3. Tegangan karena beban okasional (Occasional Load)
Tegangan karena beban okasional pada pipa disebabkan oleh beban perpindahan tumpuan, anchor misalnya karena gempa bumi dan sebagainya, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :
SL+Socc≤ 1,33 Sh ……….. (2.12)
Dimana :
2.2.3.2Tegangan kode ASME B31.8 Chapter VIII
Pada ASME B31.8 Chapter VIII, desain pipa dibagi menjadi 2 lokasi, yaitu :
a. pipa yang berada dilaut (pipeline)
b. pipa yang berada di platform dan riser. Pipa riser adalah pipa berukuran besar yang digunakan pada operasi laut lepas/laut dalam yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dari dasar laut ke permukaan. Yang membedakan antara pipa riser dengan pipa produksi/ tubing yang lazim digunakan pada operasi produksi migas adalah pipa riser didesain spesifik untuk proses produksi di air (dalam hal ini operasi laut lepas) sehingga ukuran dan spesifikasinya telah disesuaikan dengan kondisi air laut dan berbagai faktor yang berpengaruh di dalamnya, misalnya arus dan temperature air laut.
Tabel 2.1 faktor desain ASME B.318 berdasarkan lokasi pipa
1. Tekanan Hoop (Hoop Stress)
Tekanan Hoop (Hoop Stress) merupakan reaksi dari material pipa, akibat dari tekanan internal, yang secara statis dapat ditentukan besarannya. Sehingga tegangan yang tejadi tidak akan melampaui tegangan plastik pipa yang dapat menyebabkan kegagalan pipa. Tekanan hoop dapat dirumuskan dengan :
Dimana :
D = Diameter luar pipa
= Faktor desain hoop stress berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1
= Tekanan internal
= Tekanan eksternal
S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2
= Hoop stress
T = Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor). Dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor)
2. Longitudinal Stres
Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang searah dengan panjang pipa. Ada beberapa penyebab terjadinya longitudinal stress yaitu Axial force, Internal pressure dan bending moment. Besarnya longitudinal stress adalah total dari tegangan akibat gaya aksial, tekanan dalam dan momen bending. Tekanan longitudinal dapat dirumuskan dengan :
| | ……….. (2.15)
……….. (2.16)
[
]
……….. (2.17)……….. (2.19)
Dimana :
A = Luas penampang pipa
gaya aksial
= Faktor desain longitudinal stress berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1
= Momen bending internal
= Momen bending eksternal
S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2
= Tegangan longitudinal maksimum
= Tegangan aksial maksimum
= Tegangan bending maksimum
= SIF (Stress Intensification Factors) bagian dalam. SIF adalah faktor tegangan untuk pipa bengkok dan pipa bercabang. Dapat dilihat pada tabel 2.4
= SIF (Stress Intensification Factors) bagian luar. Dapat dilihat pada tabel 2.4
I = Momen inersia
Ro = jari-jari terluar pipa
3. Kombinasi Tegangan
a Kombinasi tegangan berdasarkan Teori Kegagalan Tresca
Teori ini menyebutkan bahwa, Kegagalan pada material akan terjadi, apabila tegangan geser maksimum pada material tersebut sama dengan tegangan geser maksimum pada kondisi yield(terjadi deformasi plastis) dalam test beban tarik unaksial.
[ ] ……….. (2.20)
……….. (2.21)
Dimana :
A = Luas penampang pipa
gaya aksial
= Faktor desain kombinasi tegangan berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1
= Momen bending internal
= Momen bending eksternal
= Momen torsi
< 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2
= Tegangan longitudinal maksimum
= Tegangan hoop
= Tegangan torsional
= SIF (Stress Intensification Factors) bagian dalam. SIF adalah faktor tegangan untuk pipa bengkok dan pipa bercabang. Dapat dilihat pada tabel 2.4
2.3 Desain Pipa dan Komponen Pipa
adalah jenis beban sekunder, yaitu beban yang dipicunya tidak oleh gaya secara langsung melainkan oleh perpindahan atau deformasi pada sistem. Beban sekunder menyebabkan kegagalan fatique yang efeknya terjadi setelah beban sekunder berulang kali diterima sistem pipa. Selain perbedaan penyebab dan beda sifat kegagalan yang diakibatkan, dua jenis beban inipun menuntut solusi perancangan pipa yang berbeda dan tidak jarang pula berlawanan karakternya.
2.3.1 Desain Komponen Pipa Berdasarkan Tekanan
Tekanan dalam pipa termasuk beban primer.Gaya tekan dalam sistem pipa secara umum menentuka ketebalan dari komponen pipa. Selain itu kita juga harus mengetahui berapa tekanan kerja yang diijinkan, karena apabila tekanan yang terlalu berlebihan maka akan menyebabkan kebocoran pipa.
2.3.1.1Tebal minimum dinding pipa lurus
Penentuan tebal pipa dilakukam jauh sebelum kegiatan analisa tegangan pipa, yaitu tepatnya dikerjakan oleh engineer pemipaan ketika mendefenisikan spesifikasi kelas pipa. Semua kode pipa mensyaratkan tebal minimum pipa terdiri dari komponen tebal pipa yang diharuskan karena gaya tekan ditambah komponen tebal pipa untuk memperhatikan kemungkinan korosi (corrosion allowance), erosi, toleransi manufaktur (mill tolerance), kedalaman ulir dan sebagainya seperti rumus berikut :
……….. (2.22)
Dimana :
tm = tebal minimum dinding pipa
t = tebal minimum dinding pipa akibat gaya tekanan
Rumus penentuan tebal minimum pipa lurus karena tekanan untuk tiap kode pipa berlainan, walaupun prinsip dasar yang digunakan adalah sama yaitu tegangan tangensial/sirkumferesial/hoop dari pipa akibat tekanan, untul pipa sangat tipis (
adalah :
……….. (2.23)
Dimana :
= tegangan hoop = diameter luar pipa
Untuk pipa tebal (
, rumus Lame harus digunakan :
( )
……….. (2.24)
Dimana :
= radius luar pipa = radius dalam pipa
Dengan menggunakan pendekatan yang lain, yaitu kesetimbangan gaya diarah tangensial/sirkumferesial dapat ditulis sebagai berikut :
……….. (2.25)
……….. (2.26)
Dimana :
= tegangan tangensial/sirkumferesial = diameter dalam
= diameter luar = tebal pipa
Berdasarkan ANSI B31.3 tebal minimum dinding pipa akibat tekanan dalam (internal pressure) adalah :
……….. (2.27)
Dimana :
E = faktor kualita produksi Y = koefisien material
Tabel 2.5 Nilai koefisien Y berdasarkan material dan temperature
Untuk pipa tebal ( , nilai koefisien material tersebut adalah :
……….. (2.28)
Dimana :
= diameter dalam
= -2t
2.3.1.2Tekanan Kerja yang Diizinkan- AWP (Allowable Working Pressure)
Rumus tebal minimum pipa lurus dapat diubah untuk mendapatkan nilai tekanan kerja yang diizinkan dari pipa yang dirancnag (AWP).
Untuk rumus ASME/ANSI B31.3, tekanan kerja yang diizinkan adalah :
……….. (2.29)
Dimana :
t = tebal minimum untuk tekanan dimana toleransi-toleransi untuk korosi, erosi dan sebagainya tidak diikut sertakan.
2.3.2 Desain pipa berdasarkan berat (bobot mati)
Seperti halnya tekanan, beban karena berat/bobot mati dari pipa dan semua komponen pipa termasuk berat insulation, lining, berat fluida, merupakan beban tetap. Tegangan yang terjadi dikategorikan tegangan sustained dan dikombinasikan dengan tegangan akibat gaya tekanan. Bedanya dengan tekanan, beban bobot mati selain menyebabkan tegangan di dinding pipa, juga menyebabkan gaya reaksi pada support/restrain pipa. Sementara, gaya reaksi pada restrain (anchor atau line/limit stop) akibat tekanan hanya ada pada sistem dengan flexible joint.
2.3.2.1Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
Gambar 2.7 pinned support
Atau tumpuan jepit (fixed support) dimana rotasi sepenuhnya ditahan, seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.8 fixed support
Untuk tumpuan sederhana, maka momen lendut yang maksimum terjadi berada di tengah-tengah span, dan nilainya adalah :
……….. (2.30)
Dimana :
= momen maksimum
= beban berat pipa, fluida dan lainnya per satuan panjang = panjang batang (pipe span)
Untuk tumpuan jepit, momen maksimum terjadi tepat ditumpuan dan besarnya adalah :
Dua persamaan diatas menunjukkan dua nilai ekstrem, kenyataan yang sebenarnya akan berada diantara dua nilai itu. Salah satu nilai kompromi yang diambil adalah nilai tengahnya, yaitu :
……….. (2.32)
Tegangan yang terjadi karena momen lendut menurut teori elastisitas adalah :
……….. (2.33)
Dimana :
Z = momen tahanan (section modulus) penampang pipa
Dari persamaan diatas maka jika nilai tegangan tidak boleh melebihi tegangan ijin SA, maka jarak maksimum antar tumpuan yang dibolehkan adalah :
√ ……….. (2.34)
Dari rumus diatas maka dapat diturunkan rumus untuk defleksi maksimum yang terjadi akibat beban berat pipa, yaitu untuk model dengan tumpuan sederhana :
Dimana :
ymax= defleksi maksimum (negative artinya kebawah) E = Modulus elastisitas
I = momen inersia penampang pipa
Dan untuk tumpuan jepit :
……….. (2.36)
2.3.2.2Jarak antar support maksimum (maximum pipe span)
Manufacture Standardization Society of the Valve and Fitting Industry (MSS) dalam MSS-SP-69 telah mempublikasikan hasil perhitungan dengan menggunakan rumu-rumus diatas setelah dimodifikasi dengan menggunakan satuan lb, psi, feet-inchies. Kemudian dengan mengambil asumsi berikut :
• ketebalan pipa yang digunakan adalah standard pipe ANSI
• tidak ada beban terkosentrasi diantara dua support
• tidak ada perubahan arah horizontal maupun vertical diantara
dua support
• Stress Intensification Factor di support diabaikan
• maksimum tegangan yang diizinkan 15000 psi (Carbon Steel)
• Maksimum lendutan yang diizinkan 0,1 inches
Tabel 2.6 maksimum pipe span
Pipe span dibagian pipa vertical (riser) tidak ditentukan dengan standard ini, karena beban berat tidak menimbulkan tegangan dan defleksi. Hal yang pelu diperhatikan adalah bahaya buckling akibat tegangan kompresi di riser, oleh karena itu direkomendasikan, riser support yang menahan berat diletakkan diatas titik berat riser.
2.4 Sistem Penumpu
mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.
Di dalam sistem perpipaan, dikenal ada berbagai jenis pipe support yang digunakan untuk menyangga sistem perpipaan tersebut. Oleh karenanya
“hanger” termasuk dalam jenis support karena menyangga beban pipa dari
atas dan biasanya mengalami beban tension, dan “support” termasuk juga dalam jenis pipe support karena menyangga beban pipa dari bawah dan biasanya mengalami beban compression.
Pemodelan tumpuan pipa harus dapat menggambarkan sebaik mungkin keadaan fisik tumpuan yang sebenarnya. Dibawah ini akan dibahas berbagai tipe tumpuan pipa serta pemodelan pada CAESAR II dan arah derajat kebebasan yang harus ditahan.
2.4.1 Anchor
Anchor adalah jenis support dimana seluruh (enam) derajat kebebasan (X, Y, Z, RX, RY, RZ) sepenuhnya ditahan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan ANC. Anchor dapat ditemukan pada tumpuan sebagai berikut :
• anchor yang sengaja dibuat (biasanya pipa dilas ke struktur atau menggunakan kombinasi clamp dengan baut yang dihubungkan kaku ke struktur)
• anchor yang terjadi pada penetrasi ke dinding atau lantai beton
• anchor yang diciptakan karena sambungan pipa ke peralatan
Gambar Anchor
2.4.2 Restrain
Restrain yaitu tumpuan yang rigid dan ditahan pada satu atau lebih derajat kebebasan dimana minimal satu derajat kebebasan tetap bebas. Restrain dapat dibedakan sesuai dengan arah penahannya yaitu :
• X, Y, Z : translational restrain di dua arah
• +X, +Y, +Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat
memberikan gaya reaksi diarah positif yang disebut.
• -X, -Y, -Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan gaya reaksi diarah negatif yang disebut.
• RX, RY, RZ :rotational restrain di dua arah
• +RX, +RY, +RZ :rotational restraint, dimana restraint hanya
dapat memberikan momen reaksi diarah positif yang disebut.
• -RX, -RY, -RZ : rotational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan momen reaksi diarah negatif yang disebut.
1. Axial restraint
Axial restraint adalah jenis penumpu yang ditahan diarah aksial/longitudinal pipa.Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan X atau Z (sesuai arah aksial pipa), dikombinasikan dengan Z atau X (arah tegak lurus pipa) dan Y dengan Gap jika diperlukan.
Gambar axial restraint
2. Rod hanger
Gambar rod hanger
3. Sway strut
Sway strut merupakan kombinasi 2 pin yang membebaskan 3 arah rotasi dan translasi lateral dan aksial, hanya translasi arah strut yang ditahan rigid. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan X atau Z (sesuai arah strut).
4. Structural steel restraint
Structural steel restrain terbuat dari struktur baja yang menahan pipa dengan rigid. Arah penahan tergantung konfigurasi stuktur baja, yaitu :
a. ditahan hanya vertical; pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan Y
b. ditahan diarah vertikal dan lateral mendatar; pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan Y dan X atau Z (sesuai arah lateral mendatar pipa)
Gambar structural steel restraint
5. Penetrasi di dinding atau lantai
Gambar penetrasi di dinding
6. Guide
Guide adalah jenis support yang menahan arah translasi lateral (tegak lurus dengan pipa) di bidang mendatar atau di dua arah lateral jika pipa dipasang vertikal. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan GUI.
7. Slide support (Pipe Shoe)
Slide support menahan arah vertikal dari bawah dimana ada friksi antar pipa atau pelat slide dengan tumpuan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan +Y
Gambar slide support
2.4.3 Snubber
Jenis tumpuan ini hanya bereaksi pada bebean yang bekerja dengan cepat (beban dinamis) dan tidak memberikan penahan pada beban yang bekerjanya lambat seperti berat dan termal.Karena itu snubber pada CAESAR II hanya aktif untuk kasus beban okasional yang diasumsikan bekerjanya cpat seperti beban angin, gempa, beban impuls dan sebagainya. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan XSNB, YSNB, dan ZSNB.
[image:69.595.269.426.221.414.2]2.4.4 Gaya dan Momen pada tumpuan
Momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen dengan besaran yang sama, momen lentur dinotasikan dengan M. momen lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya. Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya sama, biasanya dinyatakan dengan V. Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.
Berikut adalah contoh analisa satu dimensi arah x untuk menentukan arah gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.
Gambar 2.18 sketsa keadaan pipa dalam keadaan ditumpu
Diagram benda bebasnya adalah :
Dari diagram benda bebas diatas akan didapat gaya-gaya reaksi yang bekerja pada tiap tumpuan, yaitu sebagai berikut :
∑
∑
Persamaan momen untuk batasan
∑
Untuk nilai x=0
Untuk nilai x =a
Dan untuk persamaan gaya gesernya diperoleh :
∑
Untuk nilai x=0
Untuk nilai x=a
∑
Untuk nilai x=a
Untuk nilai x=L
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :
∑
Untuk nilai x=a
Untuk nilai x=1
2.5 Analisa Pipa Bawah Laut (On-Bottom Stability)
Pipa bawah laut dewasa ini telah berkembang sebagai suatu infrastruktur yang penting dalam usaha pendistribusian minyak, gas maupun fluida lainya. Oleh karena perananya yang penting maka pipa harus didisain untuk dapat menahan beban dan gaya-gaya lingkungan yang bekerja padanya sehingga dapat kuat dan stabil baik pada waktu instalasi, hydrotest maupun selama masa oprasionalnya. Dalam teknologi pipa bawah laut telah dikenal beberapa cara/metode yang digunakan untuk menjadikan pipa bawah laut stabil, metode yang umum digunakan antara lain :
- Menambahkan selimut beton pada pipa yang berfungsi sebagai pelindung dan pemberat pada pipa agar tetap stabil.
- Mengubur pipa didalam seabed tujuan dari cara ini adalah untuk mengurangi gaya-gaya hidrostatik yang bekerja kalau pipa berada diatas seabed.
- Membuat tanggul batu (rock beam) yang berfungsi sebagai pemberat pada pipa.
Gambar 2.21 Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut.
Desain stabilitas dari pipa merupakan interaksi yang kompleks antara pergerakan arus air melalui pipa, baik arus yang dibangkitkan oleh gelombang maupun arus yang dibangkitkan oleh pasut yang menimbulkan terjadinya gaya-gaya hidrodinamika pada pipa, dan kombinasi antara total berat tenggelam pipa dengan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan tanah. Analisa sederhana dari stabilitas pipa di dasar laut dapat dilakukan dengan berdasar pada keseimbangan statis antara penerapan gaya-gaya hidrodinamika dengan kombinasi gaya penahan tanah . Gaya penahan tanah sebenarnya merupakan gaya gesek yang terdapat pada pertemuan permukaan pipa dengan tanah. Berikut ini adalah gaya-gaya yang terlibat dalam stabilitas:
• Berat isi dan berat tenggelam pipa.
• Kombinasi gaya drag.
• Kombinasi gaya angkat.
• Gaya inersia.
Gambar 2.22 Gaya-gaya hidrodinamika pada pipa
a. Gaya Seret (Drag Force)
Gaya seret terjadi karena adanya gesekan antara fluida dengan dinding pipa atau yang dikenal sebagai skin friction dan adanya vortex yang terjadi dibelakang pipa (form drag), sketsa terjadinya gaya friksi pada pipa dapat dilihat pada Gambar 2.23
Gambar 2. 23 Sketsa terjadinya gaya gesek pada pipa.
Terjadinya gaya seret sangat terpengaruh oleh kecepatan aliran, nilai dari
gaya seret dapat dirumuskan sebagai berikut:
F = gaya seret CD = koefisien seret
ρ = masa jenis fluida D = diameter pipa
Us = kecepatan siginifikan akibat gelombang Uc = arus laut
θ =sudut fasa gelombang
B. Gaya Inersia
Gaya inersia menunjukan adanya gaya dari masa fluida yang dipindahkan oleh pipa, nilainya dipengaruhi oleh percepatan partikel air. Nilai dari gaya inersia dapat dirumuskan seperti berikut:
Dimana :
FI = gaya inersia persatuan panjang CM = koefisien hidrodinamik inersia
As = percepatan partikel air horizontal efektif
C. Gaya Angkat (Lift Forces)
Gambar 2. 24 Sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa.
Besarnya gaya angkat ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
……….. (2.39) Dimana :
FL = gaya angkat (lift force) CL = adalah koefisien gaya angkat
2.5.2 Reduksi Pembebanan Pada Pipa
Akibat adanya interaksi antara pipa dengan tanah pada suatu sistem pipeline mengakibatkan adanya reduksi gaya-gaya yang bekerja di sekitar pipa. Gaya-gayahidrodinamika dapat tereduksi karena adanya:
• Sifat permeable dari dasar perairan .
• Penetrasi pipa ke tanah.
a. Reduksi Gaya Akibat Sifat Permeable Dasar Perairan
Pada dasar perairan yang bersifat permeable akan mengizinkan terjadinya aliran arus di bawah pipa yang menyebabkan terjadinya reduksi terhadap beban vertikal. Bila gaya hidrodinamik arah vertikal yang digunakan dalam analisis didasakan pada koefisien pembebanan yang diperoleh dari asumsi non – permeable seabed, maka dapat digunakan faktor reduksi : 0.7
b. Reduksi Gaya Akibat Terjadinya Penetrasi Pipa Ke Tanah
Seperti dijelaskan sebelumnya pipa akan terpendam/terkubur apabila daya dukung tanah di mana pipa dipasang tidak dapat menahan gaya yang terjadi. Faktor reduksi gaya yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Faktor reduksi gaya arah horizontal
……….. (2.40)
Faktor reduksi gaya arah Vertikal
[image:81.595.179.446.346.674.2]……….. (2.41)
c. Reduksi gaya akibat trenching
Pipa yang terdapat dalam parit dengan tinggi parit yang diambil relatif terhadap seabed, dan mempunyai lebar parit tidak lebih dari 3 kali diameter pipa akan mengalami reduksi gaya hidodinamik, dimana faktor reduksinya dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Faktor reduksi gaya arah horizontal
……….. (2.42)
- Faktor reduksi gaya arah vertical
……….. (2.43)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Pelaksanaan riset yang dilakukan dalam permasalahan ini diambil di
TOTAL E&P INDONESIE BALIKPAPAN, riset yang dilakukan adalah analisa
tegangan pipa pada Well Connecting TNAA45rc / TNAA46rc / TNAA47rc. Bab
ini berisikan metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada
skripsi ini.Secara umum metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
dalam 2 tahapan yaitu : (1) pemodelan bentuk isometric sistem perpipaan Well
Connecting TNAA45rc / TNAA46rc /TNAA47rc dengan menggunakan software
Autocad plant 3D (2) analisa perhitungan tegangan pipa dengan menggunakan
software CAESAR II v5.10. Hasil dari analisa computer akan ditampilkan pada
[image:83.595.251.402.505.696.2]bab IV.
Dalam skripsi ini dilakukan studi kasus perhitungan tegangan pada sebuah
sistem perpipaan, dimana data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2.
3.2 Studi Kasus
3.2.1 Spesifikasi Pipa
Adapun spesifikasi pipa yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa
NO Spesifikasi Pipa
1 Panjang Pipa 2.091 km
2 Densitas Pipa 0.00783
⁄
3 Material Pipa Carbon Steel
4 Tipe Pipa API-5L X65
5 Poison Rasio Pipa 0.292
6 Diameter Luar Pipa 1 (OD1) 114.3 mm (4.5 inch)
7 Diameter Luar Pipa 2 (OD2) 219.075 mm (8.6 inch)
8 Ketebalan Pipa 1 17.12 mm
10 Ketebalan Pipa 3 20.625 mm
11 Modulus Elastisitas (C) 2.0339E+005
⁄
12 Toleransi Pipa 12.5%
3.2.2 Spesifikasi Fluida
Data fluida ini akan digunakan untuk proses analisa dengan menggunakan
software CAESAR II v5.10. Adapun spesifikasi fluida yang digunakan dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut :
NO Spesifikasi Fluida
1 Jenis Fluida Gas
2 Temperatur Fluida 32
3 Tekanan Fluida 13 bar
4 Berat Jenis Fluida 0.00003
⁄
3.3 Diagram Alir Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dapat dilihat melalui melalui diagram
Tidak Mulai
Pengolahan Data : Simulasi data statistik Identifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian
Studi awal : Studi literatur
Pengumpulan Data : data pipa dan data fluida
Gambar 3.6 Diagram Alir Penelitian
3.4 Urutan Proses Analisa
Untuk melakukan analisis pada sistem perpipaan ini, maka dibuat urutan
proses agardalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan baik. Urutan ini dilakukan
oleh penulis dimulai dari awal hingga pembahasan tentang materi tugas akhir ini.
3.4.1 Pembuatan Data Awal
Pada tahap ini dilakukan pembuatan data sistem perpipaan sebagai
model.Data-data yang diperlukan seperti spesifikasi perpipaaan, kode standar yang
digunakan.
3.4.2 Studi Literatur
Untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dalam penyelesaian masalah
ini, maka dilakukan studi literatur.Informasi berkenaan masalah ini diperoleh dari
buku-buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan sistem perpipaan secara
umum yang diperoleh dari berbagai sumber.
3.4.3 Metode Pengerjaan
Metode pengerjaan yang dilakukan adalah studi literatur yang didukung oleh
data pendukung yang digunakan untuk memasukkan data-data perpipaan kedalam
bentuk pemodelan pada software CAESAR II 5.10.
3.4.3.1 Pemodelan Sistem Perpipaan
Pemodelan yang dibuat meliputi :
a. Input nomor nodal (from node to node)
b. Input dimensi pipa
c. Input panjang dan orientasi pipa (koordinat x,y, dan z)
d. Input Material pipa
e. Input kode standar
f. Input temperature dan tekanan
3.4.3.2 Mengecek Error pada Pemodelan
a. Cek fisik pemodelan untuk kesalahan penggambaran (orientasi koordinat,
ukuran panjang)
b. Running error check dari program CAESAR II, untuk mengetahui adanya
error dan peringatan pada pemodelan
3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan
a. Input identifikasi material
b. Input identifikasi penampang
c. Input nomor nodal
d. Input dimensi tumpuan
e. Input besar beban
3.4.3.4 Analisa Besarnya Tegangan Pipa
Besarnya beban yang terjadi dengan kode yang dipilih (ASME B31.3) dengan
jenis yang dipakai pada instalasi perpipaan pada kasus yang ditentukan
dilapangan.Hasil analisis besarnya besarnya tegangan
3.4.4 Pembahasan
Dari hasil analisis,beban yang diberikan pada sistem perpipaan, dapat ditentukan
apakah beban yang diterima melebihi dari batas yang diijinkan atau tidak. Adapun
proses pengerjaan dinyatakan dalam diagram alir pada gambar 3.2.
ya
YA
Tidak
START
INPUT SISTEM PERPIPAAN DAN DATA PIPA
PROSES
INPUT SUPPORT PERPIPAAN
ERROR CHECK
ERROR ???
ANALISIS LOAD
Gambar 3.2 Diagram Alir Simulasi
3.5 Pengenalan Software
CAESAR II adalah sebuah software Computer Aided Engineering (CAE) yang digunakan untuk mechanical design dan analysis pada sebuah sistem perpipaan. Program CAESAR II dikembangkan oleh COADE Engineering Software, yaitu sebuah perusahaan pembuat software khusus dibidang mechanical engineering yang sudah terkenal dan bermarkas di Amerika Serikat.
PROSES
PERBANDINGAN lOAD
OUTPUT
Gambar 3.2 Tampilan Caesar II v5.10
CAESAR II diperkenalkan tahun 1984 dan dipakai secara luas untuk
menganalisa “stress” pada pipa secara de facto. CAESAR II adalah standar
industri teknik dan energi dunia.CAESAR II memiliki banyak pilihan dan kemampuan dibandingkan software sejenisnya. Pengguna CAESAR