• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME PADA PASIEN DEMAM TIFOID (Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME PADA PASIEN DEMAM TIFOID (Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MAHIRU ULLAMASYITOH

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

CEFOTAXIME PADA PASIEN DEMAM TIFOID

(Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

ii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME

PADA PASIEN DEMAM TIFOID

(Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

2015 Oleh :

MAHIRU ULLAMASYITOH 201110410311127

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS Drs. Didik Hasmono, M.S., Apt NIP UMM. 11406090449 NIP. 1195809111986011001

(3)

iii

Lembar Pengujian

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME

PADA PASIEN DEMAM TIFOID

(Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Pada tanggal 19 Agustus 2015

Oleh :

MAHIRU ULLAMASYITOH 201110410311127

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp. FRS Drs. Didik Hasmono, M.S., Apt NIP UMM. 11406090449 NIP. 1195809111986011001

Penguji III Penguji IV

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME PADA PASIEN DEMAM TIFOID (Penelitian Dilakukan di RSUD Sidoarjo)” ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis, untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Ilmu Kesehatan, Progam Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah

Malang. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp. Kom., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm,. Apt,. M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang. Terima kasih atas segala ilmu gdan

motivasi yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.

3. Bapak dr.Atok Irawan , Sp. P selaku Direktur RSUD Sidoarjo, Kepala Bidang

Rekam Medik beserta staf pegawai RSUD Sidoarjo yang banyak membantu

dalam proses pengambilan data skripsi.

4. Ibu Hidajah Rachmawati,S.Si.,Apt.,Sp.FRS sebagai Pembimbing I dan

Bapak Drs. Didik Hasmono, M.S., Apt sebagai Pembimbing II yang dengan

tulus ikhlas dan penuh kesabaran, membimbing dan selalu meluangkan waktu

maupun dorongan moral, memberi arahan-arahan terbaik kepada saya

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Ika Ratna Hidayati, S.Farm., Apt., M.Sc dan ibu Dra. Lilik Yusetyani,

Apt.,Sp.FRS sebagai Tim Penguji yang memberikan saran, masukan, dan

kritik yang membangun terhadap skripsi yang telah penulis selesaikan.

6. Ibu Dian Ermawati, M.Farm., Apt. sebagai Dosen Wali yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama mengikuti pendidikan di

(5)

v

7. Dosen Program Studi Farmasi beserta seluruh staf pengajar Program Studi

Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah telah memberi

banyak ilmu kepada penulis.

8. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan semangat, dukungan,

kritik, serta mendo’akan anaknya siang dan malam dimanapun berada tanpa diminta, agar anaknya sukses dunia dan akhirat.

9. Kakanda tercinta Lailiiyatus Syafah, S.Farm., Apt. sebagai orang yang telah

mendukung, memotivasi, tempat curhat tentang masalah kuliah serta bantuan

pendanaan kuliah penulis, dan juga kakanda M. Artabah Muchlisin, S.Farm.

yang telah dengan sabar mengajarkan penulis materi-materi kuliah,

menghibur dengan segala macam kejahilannya dan membantu dalam

menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman skripsi klinis Sulis, Lily, Dilla, Roura, Arin, Andin dan Khilmi.

Terimakasih atas kebersamaan, bantuan, motivasi, semangat serta kerja

samanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Teman-teman Program Studi Farmasi UMM 2011 khususnya keluarga

Farmasi C 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

Terimakasih sudah menjadi keluarga terdekat selama saya menuntut ilmu,

melewati suka dan duka bersama.

12. Untuk orang-orang terdekat, sahabat serta saudara Rena, Shovi, Ira, Lala,

Ummu, Lidya terimakasih atas semangat, dukungan, dan bantuannya.

13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Terimakasih banyak atas bantuan dan doanya.

Penulis sangat menyadari atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi

ini. Oleh karena itu, harapan penulis semoga skripsi ini dapat membawa manfaat

bagi setiap orang yang membacanya dan membawa kontribusi yang berarti bagi

pengembangan ilmu pengetahuab di masa depan.

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Malang, 19 Agustus 2015

(6)

vi

RINGKASAN

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK CEFOTAXIME PADA

PASIEN DEMAM TIFOID

(Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo)

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang terjadi pada sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu, disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi. Bakteri gram negatif

Salmonella typhi, termasuk golongan Enterobacteriaceae. Bakteri ini terutama

berada dalam air dan makanan yang tercemar. Keluhan dan gejala pasien pada minggu pertama dapat berupa demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare dan konstipasi. Pada pasien demam tifoid dapat ditemukan bibir kering, dan pecah-pecah, permukaan lidah kotor, berwarna putih dan kekuningan disertai gangguan pada saluran pencernaan berupa diare dan konstipasi. Diagnosis dini demam tifoid sangat diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga komplikasi dapat dihindari.

Penatalaksanaan pada demam tifoid yang masih sering digunakan adalah istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Antibiotik yang dapat diberikan dalam terapi demam tifoid adalah cefotaxime. Cefotaxime adalah satu-satunya sefalosporin generasi ketiga yang dimetabolisme menjadi bentuk biologis aktif. Cefotaxime memiliki aktivitas antimikroba yang cukup baik, penetrasi yang baik ke dalam jaringan ekstravaskular. Cefotaxime mendistribusikan secara luas, dengan tingkat terapeutik dalam empedu, sekresi bronkial, cairan asites, cairan serebrospinal, dan aqueous humor mata.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik cefotaxime pada pasien demam tifoid di RSUD Sidoarjo, dan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik cefotaxime meliputi kesesuaian dosis, cara penggunaan dan aturan pemakaian.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan rancangan penelitian dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan mengolah data rekam medis kesehatan (RMK) pada pasien demam tifoid yang dirawat selama periode 1 Juni 2014 sampai dengan 28 Februari 2015.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien demam tifoid lebih dominan terjadi pada perempuan (62%) dibandingkan dengan laki-laki (38%). Pasien yang menderita demam tifoid lebih banyak terjadi pada pasien dengan usia 1-15 tahun yaitu 33%. Gastritis akut adalah komplikasi yang paling banyak terjadi pada pasien yaitu 32%. Terapi selain antibiotik cefotaxime sebanyak 26% yaitu antasida. Lama penggunaan cefotaxime yaitu satu hari (33%). 76% pasien demam tifoid mendapatkan perawatan selama 4-6 hari. Dan pada keadaan KRS pasien lebih banyak dalam keadaan sembuh (57%).

(7)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vi

ABSTRAK ... vii

DARTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengertian Demam Tifoid . ………4

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid ………4

2.3 Etiologi Demam Tifoid . ………5

2.4 Patogenesis Demam Tifoid ... 7

2.5 Patofisiologi Demam Tifoid ... 8

2.6 Manifestasi Klinis Demam Tifoid .... ………9

2.7 Diagnosis Demam Tifoid ... 11

2.7.1 Pemeriksaan Fisik dan Klinis... 11

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium ... 13

2.7.2.1. Gambaran Darah Tepi ... 13

2.7.2.2. Serologi Widal ... 13

(8)

viii

2.8.1 Air tercemar ... 14

2.8.2 Kesehatan dan Kebersihan Makanan ... 15

2.8.3 Sanitasi... 15

2.8.4 Kurangnya Edukasi Kesehatan ………16

2.9 Komplikasi .. ………16

2.9.1 Tifoid toksik (tifoid enselopati) .. ………16

2.9.2 Syok septik . ………17

2.9.3 Perdarahan dan perforasi intestinal ……….17

2.9.4 Peritonitis ... 18

2.9.5 Hepatitis tifosa ……….18

2.9.6 Pankreatitis tifosa ... 18

2.9.7 Pneumonia ... ………18

2.9.8 Komplikasi lain ... ………18

2.10 Penatalaksanaan Demam Tifoid ... ………19

2.10.1 Non Farmakologi ... ……….19

2.10.1.1. Tirah Baring ... 19

2.10.1.2. Cairan ... 20

2.10.1.3 Diet ... 20

2.10.2 Farmakologi ... 20

2.10.2.1. Antipiretik ... 20

2.10.2.2. Antiemetik ... 21

2.10.2.3. Antibiotik ... 21

2.10.2.3.1 Kloramfenikol ... 24

2.10.2.3.2 Penisilin ... 24

2.10.2.3.3 Kotrimoksazol ... 25

2.10.2.3.4 Sefalosporin ... 26

2.10.2.3.5 Kuinolon ... 28

2.11 Tinjauan Tentang Antibiotika Cefotaxime ... 29

2.11.1.Definisi Antibiotika Cefotaxime ... 29

2.11.2.Mekanisme Kerja Antibiotika Cefotaxime ... 30

(9)

ix

2.11.4.Efek Samping Antibiotika Cefotaxime ... 31

2.11.5.Interaksi Obat Pada Antibiotika Cefotaxime ... 31

2.11.6.Farmakokinetika Antibiotika Cefotaxime ... 31

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 32

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ………..32

3.2 Bagan Alir Kerangka Konseptual... ………33

3.3 Kerangka Operasional . ………34

BAB IV METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Rancangan Penelitian ………..35

4.2 Populasi dan Sampel . ………..35

4.2.1 Populasi ………..35

4.2.2 Sampel ..……….35

4.2.3 Kriteria Data Inklusi . ……….35

4.2.4 Kriteria Data Eksklusi ………35

4.3 Bahan Penelitian ... ………35

4.4 Instrumen Penelitian ………35

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian .………36

4.6 Definisi Operasional ………36

4.7 Metode Pengumpulan Data . ………36

4.8 Analisis Data ..……….37

BAB V HASIL PENELITIAN ... 38

5.1 Data Demografi pasien ... 38

5.1.1 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

5.1.2 Demografi berdasarkan Usia ... 39

5.1.3 Status Pasien ... 39

5.2 Komplikasi Pada Pasien Demam Tifoid ... 39

5.3 Penggunaan Cefotaxime Pada Pasien Demam Tifoid ... 40

5.3.1 Pola Penggunaan Cefotaxime Pada Pasien Demam Tifoid ... 40

5.3.2 Terapi Antibiotika Cefotaxime Tunggal ... 40

5.3.3 Terapi Antibiotika Cefotaxime Kombinasi ... 40

(10)

x

5.2 Terapi Selain Antibiotik Cefotaxime yang diberikan Pada Pasien

Demam Tifoid ... 42

5.3 Lama Penggunaan Antibiotik Cefotaxime ... 43

5.4 Lama Perawatan di Rumah Sakit ... 43

5.5 Kondisi Keluar Rumah Sakit... 43

BAB VI PEMBAHASAN ... 44

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Gejala demam tifoid ... 12

II.2 Antibiotik demam tifoid... 22

II.3 Beberapa contoh antibiotik cefotaxime di Indonesia ... 30

V.1 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 39

V.2 Usia Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 39

V.3 Status Pasien Demam Tifoiddi RSUD Sidoarjo ... 39

V.4 Komplikasi pada pasien demam tifoid ... 39

V.5 Profil Penggunaan Antibiotik Cefotaxime Pada Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 40

V.6 Pola Penggunaan Antibiotika Cefotaxime Tunggal Pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 40

V.7 Pola Penggunaan Antibiotika Cefotaxime Kombinasi Dengan Antibiotika Lain Pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 41

V.8 Pola Penggunaan Antibiotika Cefotaxime switch Pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 41

V.9 Terapi Selain Antibiotika Cefotaxime Pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 42

V.10 Lama Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Sidoarjo ... 43

V.11 Lama Perawatan di Rumah Sakit ... 43

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Bakteri Salmonella typhi ... 6

2.2. Komplikasi demam tifoid ... 19

2.3. Struktur dasar cefotaxime ... 30

3.1. Kerangka konseptual ... 33

3.2. Kerangka operasional... 34

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ... 59

2. Surat Pernyataan Bebas Plagiasi ... 60

3. Surat Keterangan Kelayakan Etik ... 61

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

Hb : Hemoglobin

IgG : Imunoglobulin G

IgM : Imunoglobulin M

IM : Intra Muskular

IV : Intra Vena

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

KemenKes : Kementerian Kesehatan

KepMenKes : Keputusan Menteri Kesehatan

KRS : Keluar Rumah Sakit

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

MCV : Mean Corpuscular Volume

MDR : Multidrug Resistent

MDRST : Multidrug Resistent Salmonella Thypi

MRS : Masuk Rumah Sakit

OMP : Outer Membrane Protein

RBC : Red Blood Cell

RisKesDas : Riset Kesehatan Dasar

RMK : Rekam Medik Kesehatan

RR : Respiratory Rate

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

(15)

xv

WBC : White Blood Cell

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, A.W. 2006. Penggunaan antibiotik pada terapi demam tifoid anak di RSAB Harapan Kita. Sari pediatric, 8, 174-180.

Ahmed, E., et al. 2011. British National Formulary 61. BMJ Group and RPS Publishing

Anonim 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid In: M. K. Indonesia. Jakarta.

Anonim 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. In: D. K. R. Indonesia. Jakarta.

Anonim 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. In: K. K. R. Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Arydiana, F., & Sudra, R. I. 2015. Tinjauan Karakteristik Pasien Typhoid Fever Di RSUD Kabupaten Karanganyar Tahun 2013. Rekam Medis, 9.

Butler, T. 2011. Treatment of typhoid fever in the 21st century: promises and shortcomings. Clinical Microbiology and Infection, 17, 959-963.

Chiu, C. H., Su, L. H., & Chu, C. (2004). Salmonella enterica serotype Choleraesuis: epidemiology, pathogenesis, clinical disease, and treatment.

Clinical Microbiology Reviews, 17(2), 311-322.

Cita, Y. P. 2011. Bakteri Salmonella Typhi Dan Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan

Masyarakat Andalas, 6.

Darmawati, S. 2009. Keanekaragaman Genetik Salmonella typhi. Jurnal Kesehatan, 2.

Harish, R., & Sharma, D. B., 1994. Cefotaxime in multi drug resistant typhoid fever.

Indian pediatrics, 31(2), 193-196.

Herawati, M.H. and Ghani, L. 2009. Hubungan faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid di Indonesia Tahun 2007. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 19.

Izhar, T. 1999. Novalgin in pain and fever. Journal-Pakistan Medical Association, 49, 226-227.

(17)

xvii

Kalra, S., Naithani, N., Mehta, S. and Swamy, A. 2003. Current trends in the management of typhoid fever. Medical Journal Armed Forces India, 59,

130-135.

Khan, A.M., Yousaf, M.N. and Mahmood, T. 2004. Current trends in the management of typhoid fever. Gomal Journal of Medical Sciences, 2.

Kurniawati, M., Ikawati, Z., & Raharjo, B. 2012. The Evalution Of Metamizole Use In Some Places Of Pharmacy Service In Cilacap County. Journal of

Management and Pharmacy Practice, 2(1), 50-55.

Lestari, W., et all. 2011. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang. Fakultas Farmasi Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang

Limpitikul, W., Henpraserttae, N., Saksawad, R. and Laoprasopwattana, K. 2014. Typhoid Outbreak in Songkhla, Thailand 2009–2011: Clinical Outcomes, Susceptibility Patterns, and Reliability of Serology Tests. PloS one, 9,

e111768.

Mariana, Y., Setabudy, R., Istiantoro, Y.H., Gan, V.H.S., Kunardi, l., Nafrialdi and Gan, S. 1995. Antimikroba. Farmakologi dan Terapi. 4 ed. jakarta: fkui.

Martin, S. and Jung, R. 2005. Gastrointestinal Infections and Enterotoxigenic Poisonings. In: J. T. DiPiro, R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells & B. P. L. Michael Posey (eds.) Pharmacotherapy 6ed. Amerika: McGraw-Hill.

Mayers, D. (2009). Antimicrobial Drug Resistance: Clinical and Epidemiological

Aspects (Vol. 2). Springer Science & Business Media.

Muliawan, S. Y., Moehario, L. H., & Sudarmono, P. 2000. Validitas pemeriksaan uji aglutinin O dan H S. typhi dalam menegakkan diagnosis dini demam tifoid. J. Kedokteran Trisakti, 19, 82-6.

Musnelina, L., Afdhal, A.F., Gani, A. and Andayani, P. 2004. Pola Pemberian Antibiotika Pada Pengobatan Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara kesehatan, 8, 27-31.

Neal, M.J. 2006. Obat Antibakteri, Jakarta, Erlangga.

(18)

xviii

Ochiai, R. L., Acosta, C. J., Danovaro-Holliday, M., Baiqing, D., Bhattacharya, S. K., Agtini, M. D., & Clemens, J. D. (2008). A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for controls. Bulletin of

the World Health Organization, 86(4), 260-268.

Parry, C.M. 2006. Epidemiological and clinical aspects of human typhoid fever.

Salmonella infections: clinical, immunological and molecular aspects.

Pegues, D.A. and Miller, S.I. 2010. Salmonellosis. In: M. Dan L. Longo & M. Anthony S. Fauci (eds.) Gastroenterology and Hepatology. 17 ed. china: The McGraw-Hill.

Poeloengan, M., Komala, I. and Noor, S.M. 2014. Bahaya Salmonella terhadap kesehatan. JITV, 19.

Pujiarto, P.S. 2011. Fever in Children. Journal of the Indonesian Medical Association, 58.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat – Obat Penting, Antibiotik, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Rampengan, H. N. 2013. Antibiotik terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada anak. Sari Pediatri, 14(5), 271-276.

Rahman, B., Wasfy, M., Maksoud, M., Hanna, N., Dueger, E. and House, B. 2014. Multi‐drug resistance and reduced susceptibility to ciprofloxacin among Salmonella enterica serovar Typhi isolates from the Middle East and Central Asia. New microbes and new infections, 2, 88-92.

Rismarini, Z. A., & Merdjani, A. 2001. Perbandingan Efektifitas Klinis antara kloramfenikol dan Tiamfenikol dalam Pengobatan Demam Tifoid pada Anak.

Santillan, R.M., Garcia, G.R., Benavente, I. and Garcia, E. Efficacy of Cefixime in the Therapy of Typhoid Fever. Proceedings-Western Pharmacplogy Society, 2000. [Western Pharmacology Society]; 1998, 65-66.

Santoso, H. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Yang Dirawat Pada Bangsal Penyakit Dalam Di RSUP DR. Kariadi

Semarang Tahun 2008. Medical faculty.

(19)

xix

Scholar, E. M., & Pratt, W. B., 2000. The antimicrobial drugs. Oxford University Press.

Shetty, N., Tang, J. W., & Andrews, J. 2009. Infectious Disease: Pathogenesis,

Prevention and Case Studies. John Wiley & Sons. 133.

Sidabutar, S. and Satari, H.I. 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson? Sari Pediatri, 11, 434-9.

Siwi, S.U., 2012. Analisis Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Pasien Rawat Inap Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Pada Tahun 2010 Dan 2011 Dengan Metode ATC/DDD.

Soekardjo, B., Hardjono, S., Sondakh, R.,_. Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Antibiotika. Dalam: Soekardjo, B., Siswandono., 2008. Kimia Medisinal,

Edisi ke-2. Surabaya: Pusat penerbitan dan Percetakan Unair, pp 112

Sopyan, I., Maulana, R. S., Rahayu, D., 2011. Validasi Metode Analisis Senyawa Cefotaxime Dengan Standar Internal Cefadroxil Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Sumedang: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran

Southwick, F. S. 2008. Infectious Disease: A Clinical Short Course. McGraw-Hill Osborne Media.

Sulistiati, P. T. 2013. Potensial Interaksi Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Suryatini and Dasril Daud. 2001. Perawatan Singkat Demam Tifoid Pada Anak. Sari Pediatri, 3, 77-82.

Sweetman, S.C., et alI. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition. Pharmaceutical press 1291.

Tatro, D. S., 2003. A to Z Drug Facts. Facts & Comparisons, Electronic version Tjipto, B.W., Kristiana, L. and Ristrini, R. 2009. Kajian Faktor Pengaruh Terhadap

Penyakit Demam Tifoid Pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 12.

(20)

xx

Wardhani, Prihatini and Probohoesodo, M.Y. 2006. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 12, 81-87.

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia terutama

di negara berkembang seperti Indonesia. Insiden di beberapa Negara di Afrika,

Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2000 setinggi 800 per 100.000 orang

per tahun (Limpitikul et al, 2014). Profil kesehatan Indonesia tahun 2011

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 10 penyakit terbanyak pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010, demam tifoid dalam kode Daftar Tabulasi

Dasar (DTD) sebanyak 55.098 kasus dengan persentase sebesar 2,06%, no 3 setelah

penyakit diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu pada dan demam

berdarah dengue (KemenKes, 2012). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) Provinsi Jawa Timur tahun 2007, prevalensi demam tifoid 0,86%.

Prevalensi terbesar terdapat pada kabupaten Bondowoso 3,5%, sedangkan pada

kota Malang prevalensi demam tifoid sebesar 0,54%, dan pada kabupaten Malang

0,62% (RisKesDas, 2008).

Demam tifoid dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever

atau Enteric fever (Herawati & Ghani, 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

infeksi sistemik akut yang terjadi pada sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe

saluran cerna, dan kandung empedu, disebabkan terutama oleh Salmonella enterica

serovar typhi (Sidabutar & Satari, 2010). Bakteri gram negatif Salmonella typhi,

termasuk golongan Enterobacteriaceae. Bakteri ini terutama berada dalam air dan

makanan yang tercemar (Adisasmito, 2006).

Demam tifoid memiliki gejala klinis yang tidak khas dan bervariasi dari

ringan sampai dengan berat. Keluhan dan gejala pasien pada minggu pertama dapat

berupa demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare dan konstipasi. Suhu

tubuh meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada

sore dan malam. Pada pasien demam tifoid dapat ditemukan bibir kering, dan

pecah-pecah, permukaan lidah kotor, berwarna putih dan kekuningan dengan

pinggir yang hiperemis disertai gangguan pada saluran pencernaan berupa diare dan

(22)

2

Diagnosis klinis demam tifoid tidak spesifik karena tanda-tanda dan gejala

beragam dan sama dengan yang penyakit demam lain yang umum, seperti malaria

dan demam berdarah (Ochiai, 2008). Diagnosis dini demam tifoid sangat

diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga komplikasi

dapat dihindari. Diagnosis pasti demam tifoid dengan cara mengisolasi kuman

Salmonella typhi, memerlukan waktu yang cukup lama (4–7 hari). Diagnosis

demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis

sepertu uji widal (Wardhani, 2006). Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara

antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi

terdapat dalam serum demam tifoid, juga pada orang yang pemah ketularan

Salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.

Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis.

Uji widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran

klinis khas menegakkan diagnosis (Cita, 2011).

Penatalaksanaan pada demam tifoid yang masih sering digunakan adalah

istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Rasionalitas

antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang didasarkan asas tepat indikasi, tepat

pasien, tepat obat, tepat dosis, serta waspada terhadap efek samping yang mungkin

timbul dari pemberian antibiotik tersebut (Santoso, 2009).

Antibiotik yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah

kloramfenikol, tiamfenikol atau ampisilin/amoksisilin, Sefalosporin generasi III

(ceftriakson, cefotaxime, cefixime), fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin,

perfloksasin) dan azitromisin (Rampengan, 2013). Pada tahun 1948 kloramfenikol

menurunan angka kematian <1% dan durasi demam 14-28 hari untuk 3-5 hari. Di

daerah dengan prevalensi tinggi resisten terhadap berbagai obat pada Infeksi

Salmonella typhi (misalnya, India, Asia Tenggara, dan Afrika), semua pasien yang

diduga menderita demam tifoid harus ditangani dengan kuinolon atau generasi

ketiga sefalosporin. Sefalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime, seftriakson,

dan cefoperazone telah berhasil digunakan untuk mengobati demam tifoid (Kalra

et al, 2003).

Cefotaxime merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga

(23)

3

dan positif, Haemopilus epiglottitis serta meningitis karena kemampuannya

menembus sawar otak (Ahmed, 2011). Cefotaxime adalah satu-satunya

sefalosporin generasi ketiga yang dimetabolisme menjadi bentuk biologis aktif.

Cefotaxime memiliki aktivitas antimikroba yang cukup baik, penetrasi yang baik

ke dalam jaringan ekstravaskular. Cefotaxime mendistribusikan secara luas, dengan

tingkat terapeutik dalam empedu, sekresi bronkial, cairan asites, cairan

serebrospinal, dan aqueous humor mata (Scholar, et al., 2000).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pola penggunaan antibiotik cefotaxime meliputi dosis,

cara/aturan penggunaan dan frekuensi pada pasien demam tifoid?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pola penggunaan

antibiotik cefotaxime pada pasien demam tifoid.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui pola penggunaan antibiotik cefotaxime meliputi

kesesuaian dosis, cara/aturan pemakaian dan frekuensi pada pasien

demam tifoid

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perkembangan

ilmu pengetahuan, kepada pasien demam tifoid, maupun kepada para klinisi

sehingga berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dengan

Gambar

Tabel Halaman
Gambar Halaman

Referensi

Dokumen terkait

yang berjudul “ STUDI PENGGUNAAN KLOPIDOGREL PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RSUD SIDOARJO ” untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Studi Penggunaan Seftreiakson Pada Pasien Gangren Diabetik yang dilakukan di RSUD Sidoarjo periode Januari sampai Desember 2014,

obat, tepat pasien, dan tepat indikasi pada pasien dewasa demam tifoid rawat.. inap di

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan antibiotik yang meliputi jenis antibiotik, dosis dan lama pemakaian pada pasien anak demam tifoid di instalasi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Studi Penggunaan Antibiotika Cefotaxime pada Pasien Sirosis

Berdasarkan studi penelitian Sidabutar (2010) lebih menganjurkan pemberian seftriakson dibandingkan kloramfenikol untuk pasien demam tifoid yang dirawat di rumah

Pada hasil penelitian ini menggunakan metode retrospektif dari data Rekam Medik Kesehatan (RMK) pasien yang mempunyai diagnosis demam tifoid dan melakukan

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : Studi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Ortopedi Di RSUD