1
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK MENJADI
PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA MEDAN
Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Disusun oleh:
Guster Chandro Parluhutan Sihombing 110902021
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Guster Chandro Parluhutan Sihombing
NIM : 110902021
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA MEDAN
Pada masa sekarang, banyak anak baik laki-laki maupun perempuan yang bagaimanapun caranya menjadi pekerja seks komersial. Mereka mendapatkan penghasilan (layaknya orang dewasa) atas kerja keras mereka berupa uang atau barang. Sering kali anak dianggap udah bisa menanggung hidup sendiri dan mengabaikan hak-hak anak. Orang dewasalah yang menganggap bahwa anak sudah dewasa. Meskipun dalam beberapa kasus justru sesama anak yang menjadi pelakunya. Tetapi tidak ada yang bisa memastikan apa faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial.
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menggambarkan data yang di dapat dari lapangan dan kemudian menganalisanya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi ke lapangan dan wawancara mendalam. Data yang diperoleh kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan menganalisisnya.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan dikategorikan atas dua faktor, yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri anak) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri anak). Faktor dominan yang menjadi penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan adalah faktor gaya hidup dan pengaruh teman sebaya.
ii
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Guster Chandro Parluhutan Sihombing
NIM : 110902021
ABSTRACT
FACTORS THAT CAUSE THE CHILD BEING COMMERCIAL SEX WORKERS IN MEDAN
Nowdays, many children both boy and girl who somehow become commercial sex workers. They earn (like adults) for their hard work in the form of money or goods. Often children can already bear the thought of living alone and ignore the rights of the child. Adults who assume that the child is an adult. Although in some cases even fellow children who become perpetrators. But no one can ascertain what factors cause children to become commercial sex workers. Is the environment also play an active role, they cause children to become a commercial sex worker.
This study is a descriptive study with qualitative approach, namely to describe the data obtained from the field and then analyze it with words. This study aims to look at the factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan. Data collected by field observation and in-depth interviews. The data obtained and in Narrate qualitatively by holding categorization and analyze it.
Based on the data that has been collected and analyzed, it can be concluded that the factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan categorized on two factors, namely internal factors (originating from within the child) and external factors (derived from outside child). The dominant factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan is lifestyle factors and the influence of peers.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang selalu melimpah di dalam kehidupan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial di Kota Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak bisa terselesaikan tanpa dorongan semangat dari banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, maka dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani, S.Sos, MSP, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi penulis. Terima kasih atas bimbingan dan dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
iv
5. Oppung tersayang, Op. Sekdam br Saragih dan Op. Marbuhal br Sianturi atas doa-doa oppung, penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu.
6. Abang satu-satunya, Lamtota Maradona Sihombing yang selalu mengingatkan penulis untuk sesegera mungkin menyusul sarjana. Juga kepada kedua adik, kakak Margaretha Pratiwi Sihombing dan pudan Rekha Elyzabeth Sihombing untuk selalu mengingatkan penulis untuk tidak lupa bahagia. Semangat kuliah!
7. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa perkuliahan.
8. Keluarga besar “Rumah Tanpa Jeda” Pers Mahasiswa SUARA USU atas kesempatan berbagi kehidupan selama masa perkuliahan.
9. Teman-teman angkatan 2011 Kessos, terima kasih untuk 4 tahun masa perkuliahan yang luar biasa.
10.Semua teman-teman di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak.
11.Adik-adik Pekerja Seks Komersial di Kota Medan, kalian luar biasa!
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik demi kemajuan literasi ilmu kesejahteraan sosial. Demikianlah penulisan skripsi ini, semoga bermanfaat dan penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini.
Medan, Juni 2015
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6
1.4 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak ... 8
2.1.1 Pengertian Anak ... 8
2.1.2 Hak Anak ... 10
2.1.3 Perlindungan Anak ... 13
2.2 Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 18
2.2.1 Pelacuran Anak ... 24
2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial 27
2.3.1 Faktor Internal ... 28
2.3.2 Faktor Eksternal ... 31
2.4 Kerangka Pemikiran ... 36
vi BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian ... 39
3.2 Lokasi Penelitian ... 39
3.3 Informan Penelitian ... 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.5 Teknik Analisis Data ... 41
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Pengantar ... 43
4.2 Kondisi Geografis ... 44
4.3Kondisi Demograis ... 46
4.4 Kondisi Ekonomi ... 47
4.5 Kondisi Sosial ... 50
4.6 Kondisi Penduduk ... 50
BAB V ANALISA DATA 5.1 Pengantar ... 53
5.2 Hasil Temuan ... 54
5.2.1 Informan I ... 54
5.2.2 Informan II ... 57
5.2.3 Informan III ... 62
5.2.4 Informan IV... 66
5.2.5 Informan V ... 68
5.3 Analisis Data ... 72
5.3.1 Faktor Internal ... 73
vii BAB VI PENUTUP
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Guster Chandro Parluhutan Sihombing
NIM : 110902021
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA MEDAN
Pada masa sekarang, banyak anak baik laki-laki maupun perempuan yang bagaimanapun caranya menjadi pekerja seks komersial. Mereka mendapatkan penghasilan (layaknya orang dewasa) atas kerja keras mereka berupa uang atau barang. Sering kali anak dianggap udah bisa menanggung hidup sendiri dan mengabaikan hak-hak anak. Orang dewasalah yang menganggap bahwa anak sudah dewasa. Meskipun dalam beberapa kasus justru sesama anak yang menjadi pelakunya. Tetapi tidak ada yang bisa memastikan apa faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial.
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menggambarkan data yang di dapat dari lapangan dan kemudian menganalisanya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi ke lapangan dan wawancara mendalam. Data yang diperoleh kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan menganalisisnya.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan dikategorikan atas dua faktor, yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri anak) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri anak). Faktor dominan yang menjadi penyebab anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan adalah faktor gaya hidup dan pengaruh teman sebaya.
ii
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Guster Chandro Parluhutan Sihombing
NIM : 110902021
ABSTRACT
FACTORS THAT CAUSE THE CHILD BEING COMMERCIAL SEX WORKERS IN MEDAN
Nowdays, many children both boy and girl who somehow become commercial sex workers. They earn (like adults) for their hard work in the form of money or goods. Often children can already bear the thought of living alone and ignore the rights of the child. Adults who assume that the child is an adult. Although in some cases even fellow children who become perpetrators. But no one can ascertain what factors cause children to become commercial sex workers. Is the environment also play an active role, they cause children to become a commercial sex worker.
This study is a descriptive study with qualitative approach, namely to describe the data obtained from the field and then analyze it with words. This study aims to look at the factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan. Data collected by field observation and in-depth interviews. The data obtained and in Narrate qualitatively by holding categorization and analyze it.
Based on the data that has been collected and analyzed, it can be concluded that the factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan categorized on two factors, namely internal factors (originating from within the child) and external factors (derived from outside child). The dominant factors that cause children to become commercial sex workers in the city of Medan is lifestyle factors and the influence of peers.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Berkembangnya industri seks di beberapa negara, termasuk Indonesia meningkatkan permintaan pasar terhadap anak-anak, sehingga anak-anak banyak yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK). Di indonesia sekitar 40.000 hingga 70.000 anak menjadi korban dalam prostitusi. Praktik-praktik tersebut berlangsung di pusat-pusat prostitusi, tempat hiburan, karaoke, panti pijat, pusat perbelanjaan, dan lain-lain (Harian Kompas, 2008) di Semarang, Jogjakarta, dan Surabaya terdapat sekitar 5.000 anak korban pelacuran baik di lokalisasi, jalanan, tempat-tempat hiburan dan panti pijat (ILO-IPEC, 2004).
2
Beberapa jalan di Kota Medan menjadi lokasi diadakannya prostitusi. Dan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Setiap malam di sepanjang Jalan Gajah Mada digunakan menjadi tempat menjajakan diri bagi pekerja seks komersial (PSK). Biasanya mereka beroperasi mulai jam sepuluh malam hingga subuh. Tukang becak akan setia menunggu PSK sampai mendapatkan pelanggan. Selain Jalan Gajah Mada, pemandangan yang sama akan terlihat di Jalan Darussalam setiap malamnya. Di sepanjang Jalan Darussalam ada banyak hotel kelas melati. Hotel Sibayak di Jalan Nibung juga menjadi pusat prostitusi berkedok hotel melati. Siang hari kondisi Jalan Nibung sangat berbeda dengan malam harinya. Siang hari Jalan Nibung terkenal sebagai pusat penjualan mobil bekas di Kota Medan. Malam hari Jalan Nibung terkenal dengan hotel-hotel kelas melati. Selain Hotel Sibayak, ada beberapa ruko yang digunakan sebagai rumah bordil di sekitar Pajak Petisah. Di sini, PSK menunggu pelanggan dan dijaga ketat oleh petugas keamanan. Tak jauh dari sini, di belakang Toko Buku Gramedia Jalan Gajah Mada malam harinya di isi dengan waria yang menjajakan diri di pinggir jalan hingga sekitar Pardede Hall. Jalan Darussalam, Jalan Gajah Mada, Jalan Nibung adalah lokasi yang sangat berdekatan dan semua tempat ini ketika malam hari menjadi salah satu pusat prostitusi di Kota Medan. Selain di lokasi tersebut, sekitar Pusat Pasar atau Pajak Sambu juga merupakan lokasi prostitusi di Kota Medan, yaitu di sepanjang Jalan Bintang.
3
dari daerah di Sumatera Utara. Mereka tinggal di kos-kosan yang tak jauh dari sekolahnya. Seperti Rere, ia menjadi germo sejak duduk di bangku SMP kelas tiga. Ia menjual teman-temannya sendiri kepada tubang (tua bangka) yang cukup dikenalnya. Alasan ekonomi sering dianggap orang banyak menjadi penyebab anak sekolah menjajakan diri. Selain itu masih cerita lama, anak-anak orang kaya yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Anak-anak sekolah ini biasanya tak menjajakan diri di jalanan seperti PSK dewasa. Mereka dijual germo yang juga teman sekolahnya. atau paling tidak, anak-anak sekolah ini akan nongkrong di KFC-KFC atau mal-mal yang ada di Medan. Biasanya mereka nongkrong di KFC-KFC Titi Kuning dan KFC Glugur Jalan Adam Malik.
Selain itu, gaya hidup perkotaan menjadi salah satu tuntutan yang tak dapat dihindari anak-anak yang beranjak remaja di kota besar seperti Medan. Beberapa diskotik di Medan menjadi tempat transaksi pelacuran. New Zone atau yang sering disebut NZ yang berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono biasanya digunakan untuk anak joged (ajog). Selain NZ, masih ada Elegant dan KTV-KTV lainnya. Tempat-tempat tadi adalah lokasi transaksi pelacuran yang biasa di lakukan anak-anak.
4
luar nikah yang di razia, dan 16 orang diantaranya berusia dibawah 17 tahun (Pemerintah Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Januari 2015).
Razia Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan di beberapa tempat hiburan dan taman di Kota Medan. Menurut Ahmad Sofian, di Kota Medan tempat bermain billiard, pusat-pusat perbelanjaan, hotel-hotel kelas melati, diskotik, kafetaria, kos-kosan, warkop (sejenis kafe pinggir jalan) dan taman di Kota Medan adalah tempat transaksi pelacuran anak (Ahmad Sofian, 2008: 14). Melalui razia-razia yang dilakukan oleh dinas-dinas terkait, PSK yang ditangkap akan diberikan pengarahan, dan pelaku dilepaskan. Untuk PSK d ibawah umur dalam hal ini disebut anak akan memanggil orang tua. Apabila tidak ada tanggapan, anak anak diserahkan ke Panti Parawangsa. (Pemerintah Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 2015). Selain Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, razia juga dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Narkotika Nasional, dan beberapa lembaga negara lainnya.
Pembeli seks anak umumnya sudah berusia dewasa dan sudah berumah tangga. Sehingga anak ayam (PSK anak) sering menyebutnya tubang. Bahkan pembeli seks anak tersebut tak jarang berusia lanjut. Pembeli seks anak ini berasal dari beragam profesi, baik PNS, swasta, maupun pengusaha. Daerah asal pembeli seks anak di Kota Medan pun beragam. Untuk Sumatera Utara, biasanya berasal dari Langkat dan Siantar. Untuk sumatera, biasanya pembeli seks anak berasal dari Aceh. Pelanggan yang berasal dari luar negeri, diantaranya dari Malaysia dan Singapura.
5
terjadi saat ini. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kini di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, baik anak laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan hak dasarnya sebagai seorang anak, yaitu: hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights) dan hak untuk berpartisipasi (participation rights). Tidak ada poin yang
memperbolehkan anak menjadi objek eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual.
6 1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan: Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial di Kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
7 1.4Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran dan definisi konsep.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anak
2.1.1 Pengertian Anak
Terdapat berbagai ragam pengertian tentang anak di Indonesia, dimana dalam berbagai perangkat hukum berlaku penentuan batas anak yang berbeda-beda pula. Batas usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Hal tersebut mengakibatkan beralihnya status usia anak menjadi usia dewasa atau menjadi subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukannya.
Beberapa pengertian anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain adalah :
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 330 KUHP Perdata : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan
tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur
mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan belum
dewasa.”
9
3. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin.”
4. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 5 : “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”
5. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
6. Menurut Hukum Adat : “Ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang dipakai adalah : dapat bekerja sendiri; cakap melakukan
yang diisyaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus kekayaan sendiri.”
10 2.1.2 Hak Anak
Ketentuan hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak (Delaney, 2006: 95-101) dapat dikelompokan menjadi:
1. Hak Terhadap Kelangsungan Hidup (Survival Rights)
Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Konsekuensinya menurut Konvensi Hak Anak negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Di samping itu negara berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa di jangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer. (Pasal 24).
Implementasinya dari Pasal 24, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program (1) melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, (2) menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan, (3) memberantas penyakit dan kekurangan gizi, (4) menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu, (5) memperoleh informasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi, (6) mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana, dan, (7) mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.
11
diri anak (nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga) (Pasal 8), (3) hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan (Pasal 19), (4) hak untuk mmemperoleh perlindungan khusus bagi bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20), (5) adopsi anak hanya diperbolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21), (6) hak-hak anak penyandang cacat (disable) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23), (7) hak anak menikmati standar kehidupan yang memadai dan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).
2. Hak Terhadap Perlindungan (Protection Rights)
Hak perlindungan yaitu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk (1) perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan (2) hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.
12
seksual, prostitusi, dan pornografi, (4) perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak, dan (5) perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.
3. Hak Untuk Tumbuh Berkembang (Development Rights)
Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.
Hak anak atas pendidikan di atur pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak menyebutkan, (1) negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma, (2) mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah di jangkau oleh setiap anak, (3) membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan keterampilan bagi anak, dan (4) mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.
13
4. Hak Untuk Berpartisipasi (Participation Rights)
Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang terkait dengan itu meliputi (1) hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, (2) hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk mengekspresikan, (3) hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan (4) hak untuk memperoleh imformasi yang layak dan terlindung dari informasi yang tidak sehat.
Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.
2.1.3 Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut adalah sebagai perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat (ECPAT International, 2010: 15).
14
Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali. Sehingga anak menjadi tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut di dukung dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang tujuan perlindungan anak, yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
15
Sedangkan yang di maksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah diatur bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.
Jadi yang mengusahakan perlindungan bagi anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Perlindungan anak menyangkut berbagai aspek kehidupan agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya. Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak.
Hukum Perlindungan Anak merupakan sebuah aturan yang menjamin mengenai hak-hak dan kewajiban anak yang berupa : hukum adat, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan anak.
16
59 adalah meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat.
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak, meliputi :
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
17
Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Right tahun 1958. Bertolak dari itu, kemudian pada tanggal 20 November 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of The Rights of The Child (Deklarasi Hak-hak anak).
Sementara itu masalah anak terus dibicarakan dalam kongres-kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. Pada kongres ke I di Jenewa tahun 1955 dibicarakan topic Prevention of Juvenile Delinquency. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak.
Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November. Konvenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. C. Instrumen Hukum Instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak di atur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak ( Convention on The Rights of The Child ) tahun 1989 (Convention on The Right of The Child, UNICEF, 1990 ), telah di ratifikasi oleh lebih 191 negara.
18
Konvensi Hak Anak Gagasan mengenai hak anak pertama kali muncul pasca berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktivis perempuan melakukan protes dengan menggelar pawai.
Dalam pawai tersebut, mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang di antara aktivis tersebut, Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 di adopsi oleh Save the Children Fund International Union. Untuk pertama kalinya, pada tahun 1924, Deklarasi Hak Anak di adopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Selanjutnya, deklarasi ini juga dikenal dengan sebutan Deklarasi Jenewa Konvensi Hak-hak Anak merupakan instrumen hukum yang berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai anak.
Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan masing-masing hak-hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Secara garis besar Konvensi Hak Anak dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama penegasan hak-hak anak, kedua perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak.
2.2 Eksploitasi Seksual Komersial Anak
19
pornografi, pelacuran, trafficking untuk tujuan seksual, pariwisata seks, kawin paksa dan pernikahan dini serta perbudakan.
Hal yang penting diingat adalah bahwa wujud kekerasan seksual dan kekerasan seksual tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Eksploitasi seksual komersial sering dilakukan oleh seseorang yang di kenal oleh anak. Kadang-kadang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga, bahkan orang tua kandung (Delaney, 2006: 9). Anak tidak pernah memberi izin terhadap semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap mereka. Tidak ada seorang anak pun yang pernah memberi izin ungtuk menjadi korban kekerasan. Anak mungkin dibohongi, ditipu, atau dipaksa oleh situasi-situasi yang berada di luar kendali mereka seperti kemiskinan atau akibat-akibat dari kondisi masyarakat, termasuk teman-teman sebaya (peer groups) yang dapat memaksa anak secara tidak terlihat tetapi bagaimanapun anak-anak tersebut tetap merupakan korban penderaan. Anak-anak berhak atas perlindungan dan membutuhkan perlindungan dan merupakan tanggung jawab orang dewasa untuk menjamin agar anak-anak tidak menjadi korban ESKA.
Dalam (Delaney, 2006: 9) defenisi eksploitasi seksual menurut anak-anak adalah:
“Ketika laki-laki dewasa bercinta dengan anak perempuan yang masih kecil
untuk mendapatkan uang. Laki-laki dewasa tersebut dapat bercinta dengan
anak-anak perempuan yang masih kecil. Mereka bisa memanggil anak-anak perempuan tersebut
ketika dia sedang berjalan di sepanjang jalan, dan kemudian anak perempuan
20
ketika laki-laki yang sudah dewasa tersebut sudah menyelesaikan urusannya, maka
dia akan memberi uang atau hadiah kepada anak perempuan tersebut.”
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dan bujukan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas seksual terlepas dari apakah anak tersebut sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi. Kekerasan seksual didefenisikan sebagai serangkaian hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengetahuan atau orang dewasa (orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka. ‘Kebutuhan seksual’ yang tidak terkendali dan tidak dapat dikendalikan sering digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan seksual.
Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kontak fisik, termasuk seks penetratif (seperti pemerkosaan) atau perbuatan non-penetratif dan bisa berupa aktivitas-aktivitas non-kontak seperti melibatkan anak-anak untuk melihat atau melibatkan anak dalam pembuatan bahan-nahan pornografi, menonton aktivitas-aktivitas seksual atau menyuruh anak bertingkah laku yang tidak wajar secara seksual. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dalam kekerasan tersebut merahasiakannya.
21
dengan lainnya, yaitu: pelacuran, pornografi dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak dipergunakan untuk tujuan-tujuan seksual. Beberapa orang yang mendapat keuntungan dari transaksi komersial tersebut adalah mucikari atau germo, perantara atau agen, orang tua dan sektor-sektor bisnis terkait seperti hotel, kafe, dan tempat hiburan lainnya.
Anak-anak tersebut juga dilibatkan dalam pelacuran ketika mereka melakukan hubungan seks dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi di sekolah atau uang saku ekstra untuk membeli barang-barang konsumtif. Khusus dalam situasi gawat darurat, anak-anak dilacurkan oleh orang-orang dewasa yang tak bermoral demi mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar atau uang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut atau agar mereka dapat melewati daerah perbatasan atau masuk ke dalam daerah-daerah yang aman atau daerah-daerah terlarang.
22
Trafficking adalah perekrutan, pemindahan, pengiriman, atau penerimaan anak-anak (dan orang dewasa) untuk tujuan eksploitasi. Anak-anak yang diperdagangkan dengan izin dari keluarga mereka dan kadang-kadang mereka ditipu, dipaksa atau diculik. Tapi sama dengan semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual, persoalan tentang pemberian izin dari anak merupakan sesuatu yang tidak relevan.
Pariwisata Seks Anak (PSA) merupakan ESKA yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, baik di negara lain maupun di dalam wilayah yang berbeda di negaranya sendiri, dan di tempat tersebut mereka melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Para wisatawan seks anak secara khusus memiliki pilihan untuk menjadikan anak-anak sebagai pasangan seks mereka atau mereka mungkin hanya sekedar memanfaatkan sebuah situasi dimana seorang anak memang tersedia untuk mereka untuk melakukan eksploitasi seksual.
Dalam situasi gawat darurat atau bencana, eksploitasi seksual anak dapat terjadi karena masuknya berbagai macam pengunjung yang sekali-sekali maupun secara teratur mendatangi daerah tersebut untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Salah satunya adalah supir truk yang membawa bantuan atau pertolongan atau mengirimkan bahan-bahan yang sangat penting. Para pengunjung tersebut kemudian memanfaatkan situasi tersebut untuk mendapatkan akses terhadap anak-anak yang kurang mendapat pengawasan dan anak-anak yang lebih rentan terhadap kekerasan seksual.
23
mengunjungi daerah tersebut untuk tujuan seksual dan rekreasi ketika situasinya sudah stabil atau menjadi korban para pengunjung sementara lain seperti orang-orang yang bekerja untuk pembangunan (konstruksi). Sangat sulit untuk memisah-misahkan berbagai bentuk kekerasan seksual tersebut yang berbeda-beda, khususnya karena bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut terjadi secara terpisah dan arena mereka saling terkait. Tidak semua anak-anak yang diperdagangkan di eksploitasi secara seksual dan begitu juga tidak semua anak-anak yang mengalami kekererasan seksual (seperti di perkosa) di eksploitasi secara komersial dan seksual. Tetapi setiap anak yang telah mengalami bentuk kekerasan apapun pasti akan lebih rentan terhadap kekerasan berikutnya, baik kekerasan yang memiliki sifat yang sama ataupun sifat yang berbeda dengan kekerasan sebelumnya.
Gambar 1: Kekerasan Seksual dan Eksploitasi Seksual (Catatan: ukuran sektor tidak menjunjukkan rasio atau besaran dari fenomena tersebut, tetapi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan antara berbagai sektor tersebut).
Keterangan: A= Populasi anak-anak yang mengalami semua bentuk kekerasan
B= Anak-anak yang mengalami kekerasn seksual
C= Anak-anak yang dieksploitasi secara seksual komersial
24
Baik anak perempuan maupun anak laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi seksual walaupun sifat resiko dan jenis kekerasannya berbeda. Bagi anak perempuan, kekerasan seksual merupakan sebuah bentuk kekerasan berbasis gender dan sering terkait erat dengan posisi lemah mereka dalam masyarakat. Sedangkan bagi anak laki-laki, kekerasan seksual dipergunakan secara khusus terkait dengan isu-isu kejantanan dan seksualitas, juga turut memberikan kontribusi terhadap sulitnya bagi anak laki-laki untuk mengungkapkan tentang pengalaman-pengalaman mereka dan bagi orang-orang dewasa untuk menyadari bahwa anak laki-laki juga membutuhkan perlindungan.
2.2.1 Pelacuran Anak
Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak disediakan untuk tujuan-tujuan seksual. Anak-anak tersebut dikendalikan oleh seorang perantara yang mengatur atau mengawasi transaksi tersebut atau oleh seorang pelaku eksploitasi yang bernegosiasi langsung dengan anak tersebut.
25
Komite Hak Anak telah menemukan bahwa banyak negara yang belum memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang layak untuk mendefenisikan dan mengkriminalkan pelacuran anak sesuai dengan defenisi yang ada dalam Protokol Operasional KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak, dan Pornografi Anak.
Ketika istilah ‘pelacur anak’ atau ‘pekerja seks anak’ dipergunakan, kesannya adalah bahwa seorang anak seolah-olah telah memilih pelacuran sebagai sebuah pekerjaan atau profesi. Garis pemikiran ini menutupi kenyataan bahwa orang-orang dewasalah yang sebenarnya menciptakan permintaan atas anak-anak sebagai objek seks dan mereka siap untuk menyalahgunakan kekuasaan dan keinginan mereka untuk mengambil keuntungan. Setiap negara yang telah meratifikasi KHA harus menyadari bahwa anak-anak yang terlibat dalam pelacuran merupakan korban kejahatan eksploitasi seksual.
Perbedaan ini harus tercermin dalam hukum nasional. Di negara-negara dimana pelacuran dilegalkan atau tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan, hukum nasional harus berisi ketentuan-ketentuan yang berbeda yang melarang pelacuran anak dan memberikan hukuman terhadap orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap anak-anak.
26
Anak-anak yang dieksploitasi dalam pelacuran juga bisa dimanfaatkan dalam pembuatan bahan-bahan pornografi atau semakin dieksploitasi dengan dimandaatkan dalam pertunjukan-pertunjukan pornografi (KONAS PESKA, 2010:58).
Tindakan yang ada dalam Protokol
Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi
anak
Penafsiran
Menawarkan Menanyakan kepada seseorang apakah
dia ingin melakukan hubungan seks dengan seseorang anak; mengiklankan ketersediaan anak-anak sebagai mitra seks. Sebuah tawaran bisa terjadi dengan berbagai cara, termasuk secara verbal atau melalui surat kabar, internet, handphone atau bentuk komunikasi lain.
Mendapatkan Larangan untuk mendapatkan seorang
anak untuk pelacuran ditujukan bagi klien atau pelanggan seorang anak yang dilacurkan. Hal ini merujuk pada transaksi dimana seseorang mendapatkan layanan seksual dari seorang anak.
Membeli Mengatur seorang korban anak agar
27
misalnya dengan ‘membeli’ seorang anak untuk seseorang, atau mengatur seorang anak untuk di bawa ke sebuah tempat khusus untuk mereka. Aktivitas ini merujuk pada ‘penggermoan’.
Memberi Untuk membuat seorang anak tersedia
bagi seseorang yang meminta. Itu dapat digambarkan dengan orang tua atau sanak keluarga yang menjual seorang anak untuk tujuan pelacuran atau kepada seorang pemilik lokalisasi yang memberikan akses kepada seorang pelanggan untuk mendapatkan seorang anak.
2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial
Perdagangan manusia bukanlah fenomena yang sederhana dan faktor-faktor yang membuat anak semakin rentan terhadap perdagangan bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Dalam menganalisis faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial, ada dua faktor dominan yang menjadi penyebabnya. Yakni faktor internal (dalam diri anak) dan faktor eksternal (luar diri anak).
28 2.3.1 Faktor Internal
Faktor internal adalah datang dari diri anak, yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Kondisi psikologis anak berperan penting yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu karena tidak terpuaskan secara sosial dapat menimbulkan efek psikologis sehingga mengakibatkan situasi kritis pada diri anak tersebut. Dalam keadaan kritis ini akan timbul konflik batin, yang secara sadar atau tidak sadar anak akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dialaminya.
Dengan keadaan demikian, anak akan mudah terpengaruh apabila dalam keadaan jiwa yang labil, mengingat usia anak masih muda. Berbagai faktor internal secara psikologis yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi, antara lain moralitas yang tidak berkembang (tidak bisa membedakan baik buruk, benar salah, boleh tidak), kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, dan tingkat pendidikan anak yang rendah.
Rasa penasaran menjadi pemicu anak terjebak dalam situasi prostitusi. Pada usia anak, keingintahuan anak begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-teman sepergaulannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah informasi yang tidak terbatas masuknya, juga iming-iming imbalan. Maka rasa penasaran tersebut mendorong anak untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.
29
dibanggakan dari dirinya, maka dalam pikiriannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskan anak dalam dunia prostitusi.
1. Gangguan Kepribadian
1.a Gangguan Cara Berpikir
Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain; pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya. Membuat alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan negatif atau selalu berpikir negatif dan pesimis. Dengan cara pandang dan cara berpikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berpikir distorsi ini akan menghalalkan segala tindakannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya. Prinsip asal ada alasan-alasan, maka tindakannya dapat dibenarkan.
1.b Gangguan Emosi
30
dan merasa terbuang. Tidak jarang orang yang mengalami gangguan emosi menjadi takut kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat.
1.c Gangguan Kehendak dan Perilaku
Kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Jadi, kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya, sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi kehilangan kontrol, sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan.
2. Pengaruh Usia
31
besar, dan suka coba-coba hal baru, kurang mengerti resiko disebabkan kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja dan dunia prostitusi.
3. Pandangan atau Keyakinan yang Keliru
Banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, mengganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dalam tindakan kenakalan remaja dan dunia prostitusi.
4. Religiusitas yang Rendah
Anak yang bertumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian mengenai Tuhan-nya secara benar maka biasanya memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa.
2.3.2 Faktor Eksternal
32 1. Ekonomi
Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja membuat seseorang melakukan hal yang nekat, oleh sebab itu seorang anak terjebak dalam prostitusi dikarenakan adanya tekanan ekonomi. Yaitu kemiskinan yang dirasakan secara terus menerus dan adanya kesenjangan penumpukan kekayaan pada golongan atas dan terjadinya kemelaratan pada golongan bawah.
Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil. Sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi.
Sebuah studi mengenai perdagangan manusia di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan seseorang untuk memperbaiki status ekonominya dan kurangnya kesempatan untuk mewujudkan hal itu di tempat asalnya merupakan satu dari sejumlah alasan utama mengapa perempuan memilih untuk bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan (Wijers dan Lap-Chew, 1999: 61).
Meskipun demikian, sebuah pengkajian mengenai kondisi ekonomi di Indonesia juga memperlihatkan bahwa meski beberapa massyarakat daerah pengirim terbesar memiliki rata penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional, sejumlah masyarakat daerah pengirim besar lainnya memiliki media penghasilan yang relatif tinggi. Sehingga jelas bahwa kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalam menciptakan kerentanan terhadap prostitusi.
33
Dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya, atau untuk mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang.
2. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pergeseran norma selalu terjadi di mana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan (Gunarsa, 2003:20). Kecenderungan melacurkan diri pada banyak anak untuk menghindari kesulitan hidup. Selain itu untuk menambah kesenangan melalui jalan pintas. Menjadi pekerja seks komersial dapat terjadi karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin di miliki.
Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diketahui diperoleh dari mencari penghasilan sebagai seorang pekerja seks. Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan semakin jauhnya norma-norma dari orang-orang yang terlibat dalam praktek prostitusi. Pergeseran sudut pandang mengenai nilai-nilai budaya yang seharusnya di anut telah membuat gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus dimiliki.
3. Kegagalan Kehidupan Keluarga
34
menjadi landasan bagi perkmebangan kepribadian selanjutnya. Di dalam keluarga ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang. Perilaku negatif dan sebagainya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami anak dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antara orang tua , saudara, menjadi faktor yang penting munculnya perilaku yang tidak baik.
4. Teman Sebaya
Kelompok bermain atau yang sering disebut teman sebaya (peer groups) memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Teman sebaya berfungsi memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya yang buruk pada masa kanak-kanak berhubungan dengan di keluarkannya si anak dari sekolah dan perilaku buruk selama masa remaja anak tersebut (Roff, Sells & Golden, 1972). Sebaliknya, dalam sebuah studi yang lain hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia paruh baya (Hightower, 1990).
35
36 2.4 Kerangka Pemikiran
Anak adalah anugerah yang di beri oleh Tuhan Yang Maha Esa dimana dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Tidak ada yang bisa memungkiri hal tersebut, bahkan negara mengamininya dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak seharusnya memiliki empat hak dasar, yaitu: hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights) dan hak untuk berpartisipasi (participation rights).
Ironisnya, kini banyak anak baik laki-laki maupun perempuan yang bagaimanapun caranya menjadi pekerja seks komersial. Mereka mendapatkan penghasilan (layaknya orang dewasa) atas kerja keras mereka berupa uang atau barang. Seringkali anak dianggap sudah bisa menanggung hidup sendiri dan mengabaikan hak-hak dasar anak tersebut. Orang dewasalah yang seringkali menganggap bahwa anak sudah dewasa. Meskipun di beberapa kasus, justru sesama anak yang menjadi pelaku perdagangan anak.
Tetapi tidak ada yang bisa memastikan apa faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial anak. Apakah lingkungan berperan aktif menjadi faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial anak. Untuk itulah penelitian ini dilakukan untuk mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial.
37 BAGAN ALUR PEMIKIRAN
Pekerja Seks Komersial Anak
Kota Medan
Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial
Anak
Faktor Internal
1. Gangguan Kepribadian
a. Gangguan Cara Berpikir b. Gangguan Emosi
c. Gangguan Kehendak dan Perilaku
2. Pengaruh Usia
3. Pandangan atau Keyaninan yang Keliru
4. Religiusitas yang Rendah
Faktor Eksternal
1. Ekonomi
2. Gaya Hidup
3. Kegagalan Kehidupan Keluarga
38 2.5 Definisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan di kaji. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah merupakan proses dan upaya penegasan, dan penegasan makna konsep dalam suatu penelitian.
Dalam hal ini, perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang di teliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring pembaca dari penelitian tersebut untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Jadi, defenisi konsep ialah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).
Berdasarkan pada kerangka teori, maka peneliti merumuskan konsep penelitian sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial, seperti: faktor internal dan faktor eksternal.
2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
39 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau penggambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu (Bungin, 2013: 48).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasar pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan informan dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswel, 2008: 15).
3.2 Lokasi Penelitian
40 3.3 Informan Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak mengenal populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditemukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian ini (Idrus, 2009: 24).
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Informan adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan penelian ini terdapat dua jenis, yaitu:
a. Informan Utama, yaitu orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang di teliti dalam penelitian. Informan Utama dalam penelitian ini adalah empat orang pekerja seks komersial anak.
b. Informan Tambahan, yaitu orang yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi tambahan yang diperlukan dalam penelitian. Informan tambahan dalam penelitian ini yaitu seorang germo.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut
1. Studi Kepustakaan
41 2. Studi Lapangan
Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian, yakni:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan di catat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan dan kesahihannya. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi karena penelitian terlibat langsung secara aktif dalam objek yang diteliti. b. Wawancara
Wawancara mendalam yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan informan yang bertujuan untuk melengkapi data dan menganalisa masalah yang ada dan diperlukan dalam penelitian ini.
3.5 Teknik Analisis Data
42
43 BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Pengantar
Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, di mulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya di ubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus ibukota Provinsi Sumatera Utara.
44
daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).
4.2 Kondisi Geografis
45
Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.
46
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
4.3 Kondisi Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.
47
disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
4.4 Kondisi Ekonomi
Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang di dominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing retunrn to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.
48
dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen.
Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen dan jasa keuangan 13,41 persen. Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen.
49
pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen, sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 5,06 persen, sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun.
Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25 persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen.
50 4.5 Kondisi Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya.
Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di Kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin
4.6 Kondisi Penduduk
51
kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.
Program kependudukan di Kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.
Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2013
No.
Kecamatan Laki – Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Medan Tuntungan 40.097 42.437 82.534
2. Medan Johor 62.331 64.336 126.667
3. Medan Amplas 57.918 59.004 116.922