• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAPSISWA SMA NEGERI 1

SECANGGANG KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ECIA MEILONNA KOKA 127032138/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA NEGERI 1

SECANGGANG KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ECIA MEILONNA KOKA 127032138/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENDIDIKAN GIZI 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA NEGERI 1 SECANGGANG KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Ecia Meilonna Koka Nomor Induk Mahasiswa : 127032138

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si)

Ketua Anggota

(Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA NEGERI 1

SECANGGANG KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(6)

ABSTRAK

Tingginya angka pernikahan pada usia remaja yang disertai dengan rendahnya pengetahuan tentang pola asuh merupakan salah satu pemicu terjadinya masalah gizi. Remaja merupakan orang tua masa depan. Oleh sebab itu, pendidikan gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) perlu diberikan kepada mereka sebagai langkah awal dalam penanggulangan masalah gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap gizi siswa.

Jenis penelitian adalah quasy experimental dengan desain one group pre-test and post-test. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Secanggang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel terdiri atas 102 siswa kelas X (sepuluh). Pendidikan gizi di bagi menjadi empat pertemuan dalam waktu dua minggu dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Media yang digunakan adalah media visual (slide) dan audiovisual (video). Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan dan sikapsiswa dianalisis dengan uji Paired sample t-test (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pendidikan gizi, hanya 3,9% siswa yang memiliki pengetahuan baik dan 19,6% siswa yang bersikap mendukung. Setelah pendidikan gizi, terdapat 64,7% siswa yang memiliki pengetahuan baik dan 78,4% siswa yang bersikap mendukung. Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap siswa setelah diberikan pendidikan gizi 1000 HPK (p <0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan gizi 1000 HPK dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap gizi siswa. Disarankan kepada Dinas Kesehatan bekerjasamadengan Dinas Pendidikan agar materi gizi 1000 HPK dapat disisipkan dalam kurikulum atau pembelajaran di tingkat SMA.Puskesmas dianjurkan untuk menerapkan kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang terjadwal untuk mempromosikan gizi 1000 HPK di SMAyang dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi disertai dengan penggunaan media visual (slide) dan media audiovisual (video). Juga, pihak sekolah diharapkan dapat menerapkan pendidikan gizi kepada siswa dengan mengaktifkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.

(7)

ABSTRACT

The high rate of marriage in young age accompanied by a lack of knowledge about parenting is one of the triggers of nutrition problems. Teenagers are the future parents. Therefore, education about nutrition in the First 1000Days of Life(F-1000DL) need to be given to them as a first step to prevent the nutrition problems. This study aims to determine the influence of nutrition education in F-1000 DL on students’ knowledge and attitudes.

This research was quasy experimental with one group pre-test and post-test design. The populationin this study was all students ofSMANegeri1Secanggang.

Sampling was done by purposive sampling method. Samples consisted of 102 tenth-grade students. Nutrition education class conducted four times within two weeks by using lectures and discussions methods. This research wasusingvisual media(slides) andaudiovisual(video). The influenceof nutritioneducation on students’knowledge and attitudewas analyzedbyPairedsample t-test (α=0,05).

The results showed that, beforenutrition education, only 3,9% students had goodknowledge and 19,6% students had favorable attitudes. Afternutritioneducation, there was 64,7% students had good knowledge and 78,4% students had favorable attitudes. There were significant differences between students' knowledge and attitudes after given nutrition education in F-1000DL (p <0,05).

Based on the result, it was concluded that nutrition education in F-1000 DL could improve students’ knowledge and attitude. It is recommendedthat HealthDepartment, in collaboration withEducation Departmentto insertthe material about nutrition of F-1000DLin the curriculumor learningin senior high school.Health Center is recommended to implement SchoolHealth Program(SHP) topromote the nutrition of F-1000DL in Senior High Schoolby usinglecturesanddiscussions methods withvisual media(slides) andaudio-visual (video). Also, school, should implementnutrition educationto the studentsby activating various extracurricular related to nutrition and health.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014”. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 2 pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu, memberi dukungan, dan bimbingan kepada penulis. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A,(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes., dan Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si., sebagai tim penguji yang telah memberikan saran sebagai bahan masukan bagi penyempuranaan tesis.

5. Para dosen, Staf, dan semua pihak terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Esnur Ridwan, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 1 Secanggang

beserta para guru dan staf di SMA Negeri 1 Secanggang yang telah banyak membantu penulis selama proses penelitian berlangsung.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, H. Suratman, SP dan Hj. Faridah,

S.Pd., serta saudara penulis, Hj. Firra Okta Fella, SP/Suami (kakak), H. Robby Anangga, SE (abang), dan H. Okky Alparessi (Adik), yang senantiasa memberi dukungan dan semangat serta perhatian yang luar biasa kepada penulis.

(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan. Meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi para pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Ecia Meilonna Koka, dilahirkan di Stabat pada tanggal 7 September 1990, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pada pasangan H. Suratman, SP., dan Hj. Faridah, S.Pd., beragama Islam, dan bertempat tinggal di Jalan T. Amir Hamzah, Komplek Taman Binjai Indah Blok D-14.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD di YPIS Maju Binjai pada tahun 2001, SMP Negeri 1 Binjai pada tahun 2004, SMA Negeri 2 Binjai pada tahun 2007, dan pendidikan S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011.

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Metode dalam Pendidikan Kesehatan ... 11

2.2.1. Metode Ceramah ... 12

2.2.2. Metode Diskusi ... 13

2.3. Media Pendidikan Kesehatan ... 15

2.4. Materi dalam Pendidikan Kesehatan ... 18

2.5. Perilaku Gizi... 20

2.6. Pengetahuan Gizi ... 21

2.7. Sikap Gizi ... 24

2.8. Pendidikan Gizi 1000 HPK dalam Proses Perubahan Perilaku ... 26

2.9. Pendidikan Gizi di Sekolah sebagai Proses Perubahan Perilaku ... 30

2.10. Gerakan 1000 HPK ... 32

2.11. Kegiatan 1000 HPK ... 38

2.11.1. Kegiatan Intervensi Spesifik ... 38

2.11.2. Kegiatan Intervensi Sensitif ... 39

2.12. Remaja ... 40

2.12.1. Fase-fase Remaja ... 40

2.13. Gizi Remaja Pra Reproduksi ... 42

2.14. Landasan Teori ... 48

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 52

3.3.2. Waktu Penelitian... 52

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

3.3.1. Populasi ... 52

3.3.2. Sampel ... 53

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4.1. Data Primer dan Data Sekunder ... 54

3.4.2. Prosedur Pengumpulan Data ... 56

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 58

3.5.1. Variabel Penelitian ... 58

3.5.2. Definisi Operasional ... 59

3.6. Metode Pengukuran ... 59

3.6.1. Pengetahuan ... 59

3.6.2. Sikap ... 60

3.7. Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62

4.1. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Secanggang ... 62

4.2. Karakteristik Siswa (Responden) ... 64

4.3. Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Pendidikan Gizi 1000 HPK 64 4.4. Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Pendidikan Gizi 1000 HPK ... 68

4.5. Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 HPK terhadap Pengetahuan Siswa .... 70

4.6. Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 HPK terhadap Sikap Siswa ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 72

5.1. Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 HPK terhadap Pengetahuan Siswa .... 72

5.2. Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 HPK terhadap Sikap Siswa ... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Prinsip Pemberian MP ASI ... 37 3.1. Jadwal Pemberian Materi Gizi 1000 HPK di

SMA Negeri 1 Secanggang ... 57 4.1. Distribusi Siswa Berdasarkan Kelas dan Program Pengajaran di

SMA Negeri 1 Secanggang Tahun Ajaran 2013/2014 ... 62 4.2. Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin di SMA Negeri 1

Secanggang Tahun 2013/2014 ... 63 4.3. Distribusi Karakteristik Siswa Kelas X (Sepuluh) SMA Negeri 1

Secanggang ... 64 4.4. Skor Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Pendidikan Gizi

1000 HPK ... 66 4.5. Distribusi Jawaban Benar Berdasarkan Hasil Pretest dan Posttest

Siswa per Item Pertanyaan Pengetahuan tentang Gizi 1000 HPK ... 66 4.6. Skor Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Pendidikan Gizi 1000 HPK ... 69 4.7. Hasil Uji Paired Sample T-test Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah

Pendidikan Gizi 1000 HPK ... 71 4.8. Hasil Uji Paired Sample T-test Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Siklus Gangguan Pertumbuhan Inter Generasi ... 47 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 50 3.1. Model Rancangan Penelitian ... 51 4.1. Distribusi Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah diberikan

Pendidikan Gizi 1000 HPK ... 65 4.2. Distribusi Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88

2. Materi Pendidikan Gizi ... 98

3. Lembar Penjelasan ... 107

4. Pernyataan Kesediaan menjadi Responden Penelitian ... 108

5. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 109

6. Distribusi Total Skor Jawaban Pretest dan Posttest Siswa per Item Pernyataan Sikap tentang Gizi 1000 HPK ... 112

7. Output Uji Statistik ... 115

8. Dokumentasi Penelitian ... 118

9. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 120

(17)

ABSTRAK

Tingginya angka pernikahan pada usia remaja yang disertai dengan rendahnya pengetahuan tentang pola asuh merupakan salah satu pemicu terjadinya masalah gizi. Remaja merupakan orang tua masa depan. Oleh sebab itu, pendidikan gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) perlu diberikan kepada mereka sebagai langkah awal dalam penanggulangan masalah gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap gizi siswa.

Jenis penelitian adalah quasy experimental dengan desain one group pre-test and post-test. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Secanggang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel terdiri atas 102 siswa kelas X (sepuluh). Pendidikan gizi di bagi menjadi empat pertemuan dalam waktu dua minggu dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Media yang digunakan adalah media visual (slide) dan audiovisual (video). Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan dan sikapsiswa dianalisis dengan uji Paired sample t-test (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pendidikan gizi, hanya 3,9% siswa yang memiliki pengetahuan baik dan 19,6% siswa yang bersikap mendukung. Setelah pendidikan gizi, terdapat 64,7% siswa yang memiliki pengetahuan baik dan 78,4% siswa yang bersikap mendukung. Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap siswa setelah diberikan pendidikan gizi 1000 HPK (p <0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan gizi 1000 HPK dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap gizi siswa. Disarankan kepada Dinas Kesehatan bekerjasamadengan Dinas Pendidikan agar materi gizi 1000 HPK dapat disisipkan dalam kurikulum atau pembelajaran di tingkat SMA.Puskesmas dianjurkan untuk menerapkan kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang terjadwal untuk mempromosikan gizi 1000 HPK di SMAyang dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi disertai dengan penggunaan media visual (slide) dan media audiovisual (video). Juga, pihak sekolah diharapkan dapat menerapkan pendidikan gizi kepada siswa dengan mengaktifkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.

(18)

ABSTRACT

The high rate of marriage in young age accompanied by a lack of knowledge about parenting is one of the triggers of nutrition problems. Teenagers are the future parents. Therefore, education about nutrition in the First 1000Days of Life(F-1000DL) need to be given to them as a first step to prevent the nutrition problems. This study aims to determine the influence of nutrition education in F-1000 DL on students’ knowledge and attitudes.

This research was quasy experimental with one group pre-test and post-test design. The populationin this study was all students ofSMANegeri1Secanggang.

Sampling was done by purposive sampling method. Samples consisted of 102 tenth-grade students. Nutrition education class conducted four times within two weeks by using lectures and discussions methods. This research wasusingvisual media(slides) andaudiovisual(video). The influenceof nutritioneducation on students’knowledge and attitudewas analyzedbyPairedsample t-test (α=0,05).

The results showed that, beforenutrition education, only 3,9% students had goodknowledge and 19,6% students had favorable attitudes. Afternutritioneducation, there was 64,7% students had good knowledge and 78,4% students had favorable attitudes. There were significant differences between students' knowledge and attitudes after given nutrition education in F-1000DL (p <0,05).

Based on the result, it was concluded that nutrition education in F-1000 DL could improve students’ knowledge and attitude. It is recommendedthat HealthDepartment, in collaboration withEducation Departmentto insertthe material about nutrition of F-1000DLin the curriculumor learningin senior high school.Health Center is recommended to implement SchoolHealth Program(SHP) topromote the nutrition of F-1000DL in Senior High Schoolby usinglecturesanddiscussions methods withvisual media(slides) andaudio-visual (video). Also, school, should implementnutrition educationto the studentsby activating various extracurricular related to nutrition and health.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, tidak terlepas dari peran gizi. Gizi yang baik sangat diperlukan dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh hal tersebut maka keadaan gizi seseorang perlu ditata sejak dini terutama pada masa kehamilan hingga bayi berusia 2 tahun atau yang dikenal dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).

Periode 1000 HPK telah terbukti secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan yang sering disebut sebagai periode emas. Seribu HPK merupakan periode sensitif karena dampak yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi.Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasan, dan pada usia dewasa akan terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif berakibat pada rendahnya produktivitas dan ekonomi (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

(20)

dan Anemia. Berdasarkan data Riskesdas (2013) Prevalensi ibu hamil KEK usia 15-19 tahun adalah 38,5% dan prevalensi anemia pada ibu hamil yaitu 37,1%. Hal ini berbanding lurus dengan semakin meningkatnya masalah gizi pada balita yaitu terdapat 19,6 % balita gizi kurang dan 37,2% balita pendek (stunting). Permasalahan gizi di Kabupaten Langkat khususnya Kecamatan Secanggang juga masih cukup tingggi hal ini terlihat dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat (2011) bahwa terdapat 21,29% balita bawah garis merah dan 17,33% balita gizi kurang.

Permasalahan gizi yang masih terjadi di Indonesia harus segera diatasi mengingat dampaknya yang sangat besar bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Dalam mengatasi masalah gizi tidak bisa dilakukan dengan satu solusi tunggal, namun harus adanya kerjasama dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.

Gerakan 1000 HPK adalah suatu gerakan percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk menjawab permasalahan gizi. Gerakan ini melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan untuk bekerjasama dalam menurunkan masalah gizi.

(21)

Remaja merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian serius mengingat masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa dan belum mencapai tahap kematangan fisiologis dan psikososial. Menurut Heriana yang dikutip oleh Rosa (2012) remaja mempunyai sifat yang selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru. Sehingga, apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat beresiko terhadap kehidupan seksual pranikah. Di berbagai daerah kira-kira separuh dari remaja telah menikah (Anas, 2013).

Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa perkawinan pada usia remaja (15-19 tahun) masih tinggi, yaitu 23,9%. Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, yaitu terdapat 59,5% pernikahan yang terjadi setelah selesai menempuh pendidikian SMA/sederajat dan 31,3% di antaranya menikah pada usia di bawah 20 tahun.

(22)

Pernikahan pada usia remaja memang tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan karena berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi seorang calon ibu. Hasil penelitian Latifah dan Anggraeni (2009) menyatakan bahwa remaja yang hamil mempunyai peluang 3,88 kali lebih besar untuk melahirkan bayi prematur dan memiliki peluang 7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang bukan remaja. Hal ini dapat terjadi karena ibu remaja masih membutuhkan zat gizi untuk perkembangan fisiknya, sementara di saat bersamaan harus membagi zat gizi yang dikonsumsinya untuk bayi yang dikandungnya.

(23)

Menurut World Bank (2009) remaja atau kaum muda mulai membuat keputusan mandiri tentang kesehatannya dan mulai membentuk serta mengadopsi perilaku yang akan mempengaruhi kesehatannya sendiri serta kesehatan bagi calon anak-anaknya kelak. Kepada remaja dapat diberikan intervensi berupa pendidikan dalam rangka persiapan sebagai calon pengantin. Dimana materi gizi terkait 1000 HPK dapat diberikan kepada remaja agar memiliki pengetahuan gizi yang baik dan sangat berguna bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Intervensi ini diharapkan kelak dapat memberikan kontribusi dalam menurunkan masalah gizi khususnya masalah gizi pada kelompok 1000 HPK.

Pengetahuan gizi dan kesehatan dapat ditingkatkan melalui beberapa strategi, salah satunya adalah melalui pendekatan sekolah. Tatanan sekolah sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan kesehatan, karena sasaran mudah dijangkau, terorganisasi dengan baik, merupakan kelompok umur yang peka dan mudah menerima perubahan sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik(Notoatmodjo, 2010).

(24)

mengenai gizi dibandingkan dengan siswa dari sekolah yang belum menerapkan materi gizi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Shariff el.al (2008) dengan melatih guru-guru sekolah untuk mengajarkan materi gizi kepada siswa SD, dan selama 6 minggu siswa diberi intervensi pendidikan gizi didapatkan hasil bahwa pemberian pendidikan gizi mempunyai pengaruh yang positif terhadap perilaku gizi terkait diet sehat. Intinya, dari semua intervensi gizi yang diberikan di sekolah dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang gizi.

Muatan gizi dalam kurikulum yang terangkum pada mata pelajaran di sekolah perlu diperhatikan sebagai salah satu upaya meningkatkan pengetahuan gizi anak sekolah. Berdasarkan survei yang Peneliti lakukan dari beberapa buku pelajaran biologi SMA/sederajat untuk kelas X, kelas XI, dan kelas XII menunjukkan bahwa materi gizi hanya terdapat pada buku biologi kelas XI. Adapun materi gizi yang terdapat dalam buku tersebut adalah mengenai makanan dan sistem pencernaan, dimana materi gizi yang disampaikan masih bersifat umum, tidak ada materi gizi yang terkait siklus kehidupan manusia. Padahal setiap remaja khususnya di tingkat SMA/sederajat akan segera memasuki masa-masa reproduktif, sehingga pendidikan gizi seperti 1000 HPK penting untuk disampaikan demi menambah pengetahuan siswa dan membentuk sikap yang positif terhadap gizi dan kesehatan.

(25)

pendahuluan peneliti juga melakukan wawancara kepada tiga orang siswa SMA Negeri 1 Secanggang, ternyata dari hasil wawancara didapatkan bahwa ketiga siswa tersebut tidak mengetahui tentang gizi pada 1000 HPK, termasuk kebutuhan gizi untuk ibu hamil, ASI eksklusif diberikan hingga usia berapa dan Kolustrum. Mereka hanya mengetahui bahwa ibu hamil harus makan makanan yang bergizi dan cukup istirahat, ketika peneliti bertanya tentang manfaat tablet besi dan asam folat untuk ibu hamil, ketiga siswa tersebut menjawab tidak tahu manfaatnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pendidikan gizi yang berfokus pada 1000 HPK kepada siswa SMA Negeri 1 Secanggang dan melihat pengaruh dari pendidikan gizi tersebut terhadap pengetahuan dan sikap siswa. Dengan adanya pendidikan gizi ini diharapkan siswa dapat mempersiapkan dirinya dengan gizi yang baik dan pengetahuan yang mumpuni sebagai persiapan saat mereka menjadi orang tua kelak, agar dapat menerapkan pola asuh yang baik terutama pada masa 1000 HPK yang sangat berperan dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang.

1.2. Permasalahan

(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2014.

1.4.Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruhpendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang.

Ha : Ada pengaruhpendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan agar pendidikan gizi 1000 HPK dapat diterapkan sebagai bahan pembelajaran di setiap Sekolah tingkat SMA/ sederajat.

2. Bagi Puskesmas di Kecamatan Secanggang, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk melakukan promosi kesehatan kepada siswa di tingkat SMA/ sederajat tentang gizi 1000 HPK.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan pada hakikatnya adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan informasi atau pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian peserta didik (Haryoko, 2009). Pendidikan mendorong terciptanya manusia yang memiliki kemampuan optimal. Kemampuan tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang berguna untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Wood yang dikutip oleh Supariasa (2012) Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh serta menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perorangan, masyarakat dan bangsa. Intinnya adalah bagaimana seseorang dapat berperilaku agar dapat meningkatkan dan memelihara kesehatannya.

(28)

Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan pada aspek promotif kurang mendapat perhatian dalam upaya kesehatan masyarakat. Padahal kelompok orang sehat pada suatu komunitas terdapat sekitar 80-85% dari populasi. Apabila jumlah ini tidak dibina kesehatannya maka dikhawatirkan akan menyebabkan peningkatan terhadap masalah kesehatan. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan pada kelompok ini perlu ditingkatkan dan dibina agar tetap sehat.

Derajat kesehatan adalah dinamis, oleh sebab itu meskipun seseorang telah dalam kondisi sehat tetapi perlu ditingkatkan dan dibina lagi kesehatannya. Sama halnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, dimana peneliti melakukan pendidikan kesehatan dari aspek promotif, yaitu kepada siswa SMA yang tergolong kelompok sehat namun tetap perlu dilakukan pembinaan berupa pendidikan gizi yang terintegrasi dengan pendidikan di sekolah agar siswa lebih paham mengenai gizi dan dapat terus mempertahankan kesehatannya serta meningkatkan kualitas hidupnya.

Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari proses belajar mengajar, oleh sebab itu penting untuk diketahui mengenai konsep yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Belajar adalah usaha untuk menguasai sesuatu yang berguna untuk hidup agar memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat (Notoatmodjo, 2003).

(29)

menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila dan emosional.

2.2. Metode dalam Pendidikan Kesehatan

Pada suatu proses tercapainya tujuan belajar maka banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah metode yang digunakan. Dalam memilih suatu metode yang akan digunakan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, siapa sasarannya, apakah hanya ingin merubah pengetahuan saja, sikap saja, tindakan saja, atau ketiganya.

Menurut Karo-karo yang dikutip oleh Supariasa (2012) menyatakan bahwa jika hanya sebatas ingin merubah pengetahuan dan pemahaman saja, dapat digunakan dengan metode ceramah, seminar, presentasi, tulisan-tulisan membuat perencanaan dan desain. Apabila ingin merubah sikap, maka dapat dilakukan dengan metode diskusi kelompok, bermain peran, film dan diskusi serta konsultasi. Jika tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk merubah keterampilan, maka metode yang dapat digunakan adalah studi kasus, learning by doing, dan demonstrasi. Oleh sebab itu setiap orang yang ingin melakukan pendidikan kesehatan harus mampu memilih metode yang tepat agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

(30)

Jumlah sasaran juga perlu dipertimbangkan untuk menetapkan metode yang akan digunakan. Misalnya untuk sasaran individu dilakukan dengan menggunakan pendekatan perorangan, seperti bimbingan dan konseling. Pendekatan yang bersifat kelompok, dapat dilakukan dengan ceramah dan diskusi. Pendekatan yang bersifat massa dapat dilakukan dengan kampanye, pemutaran film, pemasangan baliho dan iklan di televisi.

Pada uraian sebelumnya telah diketahui bahwa sangat banyak metode yang dapat digunakan dalam menyampaikan pesan atau materi, namun dalam hal ini peneliti hanya membahas metode dengan pendekatan kelompok, karena sasaran yang digunakan oleh peneliti adalah kelompok, yaitu siswa SMA. Adapun beberapa metode yang lazim digunakan pada proses belajar mengajar di kelas adalah metode ceramah dan diskusi.

2.2.1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah lebih ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi. Metode ini akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi yang disampaikan, menyampaikan materi dengan sistematika yang baik dan menggunakan alat bantu misalnya slide, transparan, sound system dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

(31)

seorang fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar peserta mengetahui dan memahami materi pendidikan tertentu dengan jalan menyimak dan mendengarkan.

Tujuan dari kegiatan ceramah adalah menyajikan fakta, menyampaikan pendapat tentang suatu masalah, menyampaikan pengalaman perjalanan atau pengalaman pribadi, membangkitkan semangat atau merangsang pikiran peserta dan membuka suatu permasalaha baru untuk di diskusikan (Supariasa, 2012).

Metode ceramah merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pendidikan kesehatan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Supardi dkk (2002) menyatakan bahwa metode ceramah dan media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam pengobatan sendiri sesuai dengan aturan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti dkk (2005) tentang promosi kesehatan jiwa melalui metode ceramah dengan role-play pada keluarga penderita skizofrenia dan tokoh masyarakat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terbukti bahwa promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan.

2.2.2. Metode Diskusi

(32)

didiskusikan. Dengan diskusi pengajar dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi, mengumpulkan pendapat dan membuat suatu kesimpulan untuk memecahkan suatu masalah (Mubarak, dkk, 2007).

Metode diskusi ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar. Efektifitas metode diskusi ini sering dibandingkan dengan efektifitas metode ceramah, seperti penelitian yang dilakukan oleh Saleha (2009) mengenai perbedaan metode diskusi dengan metode ceramah terhadap pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa setelah dilakukan metode ceramah dan diskusi terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang kesehatan reproduksi remaja, namun skor peningkatan pada metode diskusi lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lubis dkk (2013) tentang pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap anak SD tentang PHBS menyimpulkan bahwa, terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap responden akibat dari intervensi melalui metode ceramah dan diskusi, dimana metode yang paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap adalah melalui metode diskusi.

(33)

membina untuk terbiasa bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mc. Keachie yang dikutip oleh Simamora (2009) yang menyakatakan bahwa, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan anak dalam memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.

2.3. Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2010) Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator kepada komunikan. Berdasarkan hal tersebut maka proses belajar merupakan proses komunikasi.

(34)

Pada proses belajar mengajar tentu saja tidak terlepas dari penggunaan media, karena dengan menggunakan media pesan yang disampaikan dapat lebih menarik, mudah dipahami dan siswa dapat mempelajari pesan tersebut sehingga dapat menambah pengetahuan, membentuk sikap dan perilaku yang positif (Notoatmodjo, 2010).

Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam memilih media yaitu, harus menarik baik dari segi desain, tata letak, pewarnaan dan isi pesan. Disesuaikan dengan sasaran atau peserta didik yang dilihat dari segi umur, status pendidikan, adat istiadat, selanjutnya media harus mudah ditangkap, singkat dan jelas, tidak menimbulkan multi-interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda, serta harus sesuai dengan materi yang hendak disampaikan, tidak boleh melanggar norma, etika, dan budaya (Supariasa, 2012).

Seseorang atau masyarakat didalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui media yang berbeda-beda. Media pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu ini disebut sebagai alat peraga atau media. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh.

(35)

Media Visual (visual aids) adalah media yang mengandalkan indera pengelihatan pada waktu terjadinya proses pendidikan. contohnya seperti slide, gambar peta, bagan, bola dunia dan sebagainya.Media Audio Visual, adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar, yang tentunya dapat dilihat dan didengar seperti film (video). Kedua media ini lazim digunakan karena kedua media ini merangsang banyak indera, sehingga materi lebih mudah diserap oleh sasaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Haryoko (2009) tentang pemanfaatan media audio-visual sebagai alternatif optimalisasi pembelajaran menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan media audio-visual memiliki skor yang jauh lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang diajarkan dengan media konvensional. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan tentang perbedaan pengaruh penyuluhan kesehatan dengan media visual dan media audio visual terhadap perubahan sikap membuang sampah pada siswa di SMP Balung Kabupaten Jember menyimpulkan bahwa, penyuluhan dengan media audio visual dan media visual secara signifikan berpengaruh terhadap sikap membuang sampah dan media audio visual dinyatakan lebih efektif dibandingkan dengan media visual.

(36)

pengetahuan, sikap dan tindakan lebih efektif dengan menggunakan media audio visual.

Media yang digunakan disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Jadi, semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas informasi yang disampaikan sehingga informasi dapat dengan mudah dipahami oleh audiens, dimana kemampuan daya serap manusia 2,5 % ,melalui pengecapan, 3,5% melalui perabaan, 1% melalui penciuman, 11% melalui pendengaran dan 82% melalui pengelihatan (Daryanto, 2010). Maka, tidak heran jika media audio-visual lebih efektif karena media audio-visual lebih banyak merangsang indera, dimana semakin banyak indera yang dirangsang, maka semakin mudah pula responden mengerti pesan yang disampaikan dan lebih mudah untuk diingat.

2.4.Materi dalam Pendidikan Kesehatan

Menurut Supariasa (2012) materi pendidikan kesehatan yang disampaikan harus dalam bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran, tidak menggunakan istilah yang sulit untuk dipahami, pesan tidak bertele-tele, dan dapat dilaksanakan oleh sasaran sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Materi pendidikan kesehatan yang disampaikan harus dikuasai pemateri agar pemateri dapat tampil dengan percaya diri.

(37)

1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenar-benaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari. 3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis

maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.

(38)

2.5. Perilaku Gizi

Perilaku gizi seperti pola asuh yang buruk dapat menyumbang terjadinya masalah gizi di masyarakat. Pola asuh yang dimaksud dapat berupa dukungan dan perhatian dalam praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, kebersihan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Perilaku gizi yang baik akan berdampak positif pada status gizi.

Penelitian yang dilakukan oleh Renyoet dkk menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perhatian atau dukungan ibu terhadap praktek pemberian makan terhadap kejadian stunting pada anaknya. Hal ini juga sejalan dengan Pendapat Sawadogo yang dikutip oleh Renyoet dkk, menyatakan bahwa perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan, cara makan yang sehat, memberi makanan bergizi dan mengontrol besar porsi makanan yang dihabiskan oleh anak akan meningkatkan status gizi anak.

(39)

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari manusia baik yang dapat langsung diamati maupun tidak diamati. Dengan kata lain perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2003) membagi menjadi ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga domain ini diukur dari:

1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).

2. Sikap peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). 3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

materi pendidikan yang diberikan (practice).

2.6. Pengetahuan Gizi

Masalah gizi dapat timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yang terjadi melalui panca indera yakni pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).

(40)

keluarga, teman dan orang-orang disekitar. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi, sebelum seseorang berperilaku baru, dia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif dibagi menjadi enam yaitu :

1. Tahu (know) : Kemampuan dalam mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan sesuatu.

2. Memahami (comprehension) : Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar, mampu menyebutkan contoh, dan menyimpulkan.

3. Aplikasi (applicant) : Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam kondisi yang sebenarnya.

(41)

5. Sintesis (syntesis) : Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk secara keseluruhan atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (evaluation) : Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan pengalaman yang dialami. Menurut Bunner yang dikutip oleh Mubarak (2011), proses pengetahuan tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu proses mendapatkan informasi, proses transformasi dan evaluasi. Informasi baru yang didapat merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan dari informasi sebelumnya.

Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang, serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo dalam Ikada, 2010).

(42)

dimaksudkan agar masyarakat senantiasa mengetahui perubahan dan perkembangan-perkembangan baru mengenai gizi, meluruskan pengetahuan masyarakat yang keliru dan menyempurnakan informasi gizi yang pernah didapat selama ini.

2.7. Sikap Gizi

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap hanyalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara. Jadi, sikap adalah pandangan, pendapat, tanggapan ataupun penilaian dan juga perasaan seseorang terhadap stimulus atau objek yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak. Perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan keyakinan atau kepercayaan yang didapat dari hasil penginderaan, yang salah satunya didapatkan melalui pendidikan atau proses belajar (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan merupakan proses komunikasi, efek suatu komunikasi berupa perubahan sikap tergantung sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, difahami dan diterima (Hovland dkk dalam Azwar,1995).

(43)

Notoatmodjo (2003) membagi sikap mejadi empat tingkatan, tingkatan pertama adalah menerima (receiving) yaitusubjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan, kedua adalah merespon (responding) yaitu subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan menandakan bahwa subjek menerima ide tersebut, ketiga adalah menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, yang keempat adalah bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang pilihnya dengan segala resiko yang ada.

Sikap gizi adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat), dan sebagainya bagi kesehatan. Sikap seseorang terhadap gizi sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat (Haryanto, 2011).

Ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan yang tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (2003), disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap diikuti ataupun tidak diikuti tindakan mengacu pada pengalaman orang

lain.

3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

(44)

tersedianya fasilitas, dukungan (support) dari pihak lain, seperti suami atau istri, orang tua, mertua, petugas kesehatan dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).

2.8. Pendidikan Gizi 1000 HPK dalam Proses Perubahan Perilaku

Seiring dengan meningkatnya masalah gizi di Indonesia telah banyak kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi. Kegiatan tersebut, salah satunya seperti yang tertuang dalam rencana aksi Kementerian Kesehatan RI, yaitu meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan kampanye gizi.

Pendidikan gizi diartikan sebagai penyebaran informasi tentang ilmu gizi. Menurut WHO yang dikutip oleh Supariasa (2012) pendidikan gizi adalah usaha terencana untuk meningkatkan status gizi melalui perubahan perilaku. Perubahan dan modifikasi perilaku berhubungan dengan produksi pangan, persiapan makanan, distribusi makanan dalam keluarga, pencegahan penyakit gizi dan perawatan anak.

Pendidikan gizi merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah gizi. Pendidikan gizi diharapkan dapat merubah perilaku kearah perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku seseorang dalam konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan gizi maupun sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah dalam Basit, 2012).

(45)

perbaikan kadar hemoglobin menyimpulkan bahwa, secara signifikan terdapat pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan konsumsi zat gizi ibu hamil yang anemia. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Syarkowi (2008) yang meneliti tentang tingkat pengetahuan gizi masyarakat melaui pendidikan dan latihan menyimpulkan bahwa, terjadi peningkatan kemampuan gizi serta kemampuan menyusun menu seimbang setelah pemberian materi gizi.

Secara umum, pendidikan gizi adalah suatu proses yang berdimensi luas untuk merubah perilaku masyarakat sehingga kebiasaan makan yang baik dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan gizi juga bertujuan utnuk meluruskan pendapat-pendapat gizi yang keliru yang dapat mengakibatkan terjadinya masalah gizi.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa program 1000 HPK merupakan program yang terfokus sejak bayi dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. 1000 HPK merupakan periode terpenting dan perlu mendapatkan perhatian terbesar. anak-anak yang tidak menerima asupan gizi yang memadai pada masa ini dapat menderita kerusakan tetap yang tidak bisa diperbaiki pada saat dewasa.

(46)

Pendidikan gizi pada 1000 HPK merupakan pendidikan gizi yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan gizi selama masa tersebut, mulai dari gizi selama kehamilan, gizi selama menyusui, gizi pada bayi dan anak dibawah usia dua tahun. Telah banyak intervensi berupa pendidikan gizi pada masa 1000 HPK yang dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wiswaati (2013) dengan melakukan penyuluhan berupa pemberian materi gizi dan kehamilan pada kelas ibu hamil terhadap pencapaian kadar hemoglobin harapan menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan ibu hamil dan pencapaian kadar hemoglobin harapan sebelum dan sesudah pemberian penyuluhan atau pendidikan gizi.

Kebutuhan gizi pada masa menyusui juga perlu diperhatikan, karena masa menyusi merupakan bagian dari 1000 HPK. Pendidikan gizi pada masa menyusui bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan yang diharapkan akan diikuti dengan perilaku yang positif pula. Pemberian pendidikan gizi pada masa menyusui memang sebaiknya diberikan sebelum seseorang memasuki masa tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2011) tentang pengaruh penyuluhan melaui media KIE mengenai ASI Eksklusif dan IMD terhadap pengetahuan Ibu hamil, hasilnya didapatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan ibu hamil tentang Asi eksklusif dan IMD setelah diberikannya penyuluhan melalui media KIE.

(47)

pemberian ASI, namun harus dibarengi dengan pemberian MP ASI. Pemberian pendidikan mengenai MP ASI ditujukan agar tidak ada lagi kesalahan dalam praktek pemberian MP ASI, yaitu pemberian MP ASI yang terlalu dini. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Carnoto (2000) menyatakan bahwa 52,1% bayi diberikan MP ASI oleh ibunya di bawah usia 6 bulan. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Mariastuti (2010) menunjukkan bahwa dari 30 ibu yang telah memberikan MP ASI terdapat 27 ibu yang sudah memberikan MP ASI sebelum bayinya berumur 6 bulan.

Penelitian yang dilakukan oleh Bhandari et.all (2004) menyatakan bahwa praktek pemberian makanan pendamping ASI di negara berkembang sering tidak memadai, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi yang signifikan antara usia 6 sampai 18 bulan, oleh sebab itu dilakukan penelitian berupa intervensi pendidikan gizi untuk mempromosikan praktek pemberian makanan pelengkap yang tepat terhadap pertumbuhan fisik bayi dan anak-anak di India, hasilnya dapat disimpulkan bahwa, terjadi penambahan tinggi badan yang signifikan pada kelompok yang diberi intervensi.

(48)

2.9.Pendidikan Gizi di Sekolah sebagai Proses Perubahan Perilaku

Pada dasarnya pemberian materi gizi di sekolah termasuk dalam pendidikan gizi. Karena dalam melakukan pendidikan gizi telah tersusun berbagai materi gizi yang akan diajarkan kepada siswa, dengan adanya materi gizi yang disampaikan diharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan gizi yang lebih baik dan diharapkan akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik pula.

Sekolah adalah perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk pendidikan gizi. Pendidikan gizi yang diterapkan di sekolah merupakan langkah strategis dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, karena sekolah merupakan lembaga yang dengan sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental, moral, maupun intelektual. Selain itu dengan adanya pendidikan gizi pada komunitas sekolah merupakan suatu cara yang efektif dalam upaya kesehatan masyarakat khususnya dalam pengembangan perilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2010).

(49)

kondisi peka terhadap stimulus sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan kebiasaan baik (Notoatmodjo, 2010).

Pendidikan gizi merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan sedini mungkin kepada anak, terutama anak usia sekolah. Anak sekolah tentu tidak dapat diabaikan karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu pendidikan gizi di sekolah dapat dijadikan investasi bagi pembangunan bangsa. Pengenalan tentang gizi sedini mungkin dapat menimbulkan sikap yang positif terhadap peserta didik karena telah lebih dahulu mengetahui manfaat dan bahaya yang ditimbulkan jika tidak berperilaku sehat.

Intervensi terkait gizi telah banyak dilakukan di sekolah, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ikada (2010) tentang pengaruh pemberian buku cerita bergambar sebagai media pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi anak sekolah, hasilnya menunjukkan bahwa anak yang diberi kesempatan untuk membaca buku cerita tersebut mengalami peningkatan pengetahuan, yang sebelumnya tergolong kurang kini menjadi baik pengetahuan gizinya. Namun setelah satu bulan dan kembali dilakukan pengukuran terhadap pengetahuan siswa, ternyata mengalami penurunan, yaitu yang sebelumnya berpengetahuan gizi baik turun menjadi sedang, Oleh karena itu pemberian materi gizi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan agar siswa tetap memiliki pengetahuan gizi yang baik sehingga berdampak pada tindakan gizi yang baik pula.

(50)

adanya kesadaran, pengetahuan dan perilaku kesehatan dan gizi yang baik pada anak didasarkan dengan menerapkan program kelas aktif yang didukung oleh pelatihan terahadap guru dan adanya keterlibatan orangtua.

Seperti yang diketahui bahwa proses adopsi suatu perilaku baru bukanlah hal yang mudah. Teori Rogers yang di kutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru maka dalam diri seseorang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan,yaitu awareness(kesadaran), yakni seseorang mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain, misalnya dari teman, orang tua ataupun guru di sekolah, interest (tertarik) yakni seseorang mulai ingin mengetahui hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan cara mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci, misalnya membaca buku terkait dengan perilaku baru, evaluation (menilai) pada tahap ini seseorang mulai mempertimbangkan serta menghubungkan dengan keadaan dan kemampuan diri, misalnya kesanggupan baik dari segi sosial maupun ekonomi, trial (mencoba) pada tahap ini seseorang mulai menerapkan dalam skala kecil sebagai upaya mencoba apakah dapat dilanjutkan atau tidak, tahap terakhir adalah adoption (adopsi) pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

2.10. Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)

(51)

(SUN)Movement. Gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan suatu gerakan global dibawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Hadirnya gerakan ini merupakan respon dari negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di negara berkembang. Tujuan Global dari SUN Movement adalah untuk menurunkan masalah gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun. Periode 1000 HPK ini telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan seseorang, oleh karena itu periode ini sering disebut sebagai “periode emas” (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Pada periode emas tersebut kebutuhan gizi perlu diperhatikan, adapun zat-zat gizi yang diperlukan selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah sebagai berikut :

1. Periode dalam Kandungan (280 hari)

Wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi oleh sebab itu penting untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak (Arisman, 2004).

(52)

penumpukan lemak. Sepanjang trimester III, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman, 2004).

Kebutuhan protein juga mengalami peningkatan selama kehamilan yaitu hingga 68%, Protein diperlukan untuk pembentukkan jaringan baru pada janin, pertumbuhan organ-organ pada janin, perkembangan kandungan ibu, pertumbuhan plasenta, cairan amnion dan penambahan volume darah. Kekurangan asupan protein dapat berdampak buruk terhadap janin sepeti Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), cacat bawaat, BBLR dan keguguran (Purwitasari &Maryanti, 2009).

Kebutuhan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan kalsium juga meningkat. Untuk kebutuhan zat besi selama kehamilan mengalami peningkatan sebesar 200% sampai 300%, hal ini diperlukan untuk pembentukan plasenta dan pembentukan sel darah merah, untuk menjaga agar tidak kekurangan zat besi maka wanita hamil di sarankan untuk menelan sebanyak 90 tablet besi selama kehamilan. WHO (2006) menegaskan bahwa semua wanita hamil di daerah prevalensi tinggi gizi buruk harus secara rutin menerima suplemen zat besi dan folat, untuk mencegah anemia. Dimana prevalensi anemia pada wanita hamil yang tinggi (>40 %), suplemen harus terus diberikan selama tiga bulan pada periode postpartum.

(53)

Kalsuim, Wanita hamil yang berusia lebih dari 25 tahun membutuhkan kalsium kira-kira 1200 mg/hari dan cukup 800 mg/hari untuk yang berusia lebih muda. Kalsium di gunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, maka kebutuhan kalsium akan diambil dari cadangan kalsium pada tulang ibu, ini akan mengakibatkan tulang keropos atau osteoporosis dan tidak jarang ibu hamil yang mengeluh giginya merapuh atau mudah patah.

Kebutuhan yodium penting selama kehamilan. Yodium merupakan bahan dasar hormon tiroksin yang berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Ibu hamil dianjurkan untuk menambah asupan yodiumnya sebesar 50 µg/ hari dari kebutuhan sebelum hamil yang hanya 150 µg/ hari (Sibagariang, 2010).

2. Periode 0 – 6 Bulan (180 hari)

(54)

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. Tindakan ini akan terus merangsang produksi ASI sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi dan bayi akan terhindar dari diare. Pada tahun 2001 WHO menyatakan bahwa ASI Eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik.

3. Periode 6 – 24 Bulan (540 hari)

Mulai usia 6 bulan keatas, anak mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena sejak usia ini, ASI saja tidak mencukupi kebutuhan anak.Pengetahuan dalam pemberian MP ASI menjadi sangat penting mengingat banyak terjadi kesalahan dalam praktek pemberiannya, seperti pemberian MP ASI yang terlalu dini pada bayi yang usianya kurang dari 6 bulan, hal ini dapat menyebabkan gangguan pencernaan atau diare. Sebaliknya, penundaan pemberian MP ASI akan menghambat pertumbuhan bayi karena alergi dan zat-zat gizi yang dihasilkan dari ASI tidak mencukupi kebutuhan lagi sehingga akan menyebabkan kurang gizi (Pudjiadi, 2005).

Sistem pencernaan bayi usia enam bulan keatas (>6) sudah relatif sempurna, untuk itu pemberian MP ASI perlu dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit dalam bentuk encer menjadi bentuk yang lebih kental (Arisman, 2004).

(55)

Tabel 2.1. Prinsip Pemberian MP ASI

6-8 Bulan 8-9 Bulan 9-12 Bulan 12-24 Bulan

Jenis 1 jenis bahan dasar (6 bulan)

2 jenis bahan dasar (7 bulan)

Tekstur Semi cair

(dihaluskan),

Frekuensi Makanan utama 1-2 kali sehari,

ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sumber : Safitri, 2006

(56)

penyakit-penyakit degenaratif serta disabilitas pada usia tua. Kesemuanya ini akan menurunkan kualitas SDM di Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa.

2.11. Kegiatan 1000 HPK

Pada pedoman perencanaan program gizi pada 1000 HPK menjelaskan bahwa gerakan 1000 HPK terdiri dari 2 jenis kegiatan, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Kedua intervensi ini sangat baik bila mampu berjalan beriringan. 2.11.1. Kegiatan Intervensi Spesifik

Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya juga dapat dicatat dalam waktu yang relatif pendek. Jenis-jenis intervensi gizi spesifik adalah sebagai berikut :

1. Ibu hamil : Suplementasi besi folat, pemberian makanan pada ibu KEK, penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang postif malaria.

2. Kelompok 0-6 bulan : Promosi menyusui (konseling individu dan kelompok) 3. Kelompok 7-23 bulan : Promosi menyusui, KIE perubahan perilaku untuk

(57)

2.11.2. Kegiatan Intervensi Sensitif

Intervensi gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan yang berada di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masayarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila dilaksanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan kelompok 1000 HPK. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif bersifat langgeng dan jangka panjang. Intervensi gizi sensitif meliputi, penyediaan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan gizi, keluarga berencana, jaminan kesehatan masyarakat, jaminan persalinan dasar, fortifikasi pangan, pendidikan gizi masyarakat, intervensi untuk remaja perempuan dan pengentasan kemiskinan.

(58)

2.12. Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut masa pubertas atau adolesen. Para ahli merumuskan bahwa istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk fisiologis yang terjadi dengan cepat dari mas anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi. Sedangkan adolesens lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Soetjiningsih dalam Poltekkes I Depkes, 2012).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari kertergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

2.12.1 Fase-Fase Pada Remaja

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah dua belas tahun hingga dua puluh satu tahun. Menurut Monks dalam Lutfiah, dkk (2013) fase-fase masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut:

1. Remaja Awal (Early Adolescence)

(59)

kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas, dan merasa kecewa.

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis. 2. Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)

Rentang usia pada masa remaja pertengahan yaitu 15-17 tahun. Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis.

(60)

3. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Rentang usia pada masa remaja akhir yaitu 18-21 tahun. Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.13.Gizi Remaja Pra Reproduksi

Remaja mempunyai kebutuhan gizi yang spesial, karena pada saat remaja terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan timbulnya masa pubertas. Perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan, absorbsi, serta cara penggunaan zat gizi. Hal ini disertai dengan pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat. Perubahan hormon yang menyertai pubertas juga menyebabkan banyak perubahan fisiologis yang memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

(61)

anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga (Arisman, 2004).

Menurut Poltekkes Jakarta I (2012) Kebutuhan gizi yang meningkat selama masa remaja adalah energi,protein, kalsium, besi dan seng. Kebutuhan energi pada remaja per individu sulit ditentukan secara tepat, karena bergantung pada aktifitas fisik seperti olah raga. Dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (AKG 2004) menganjurkan bahwa kecukupan gizi remaja pria usia 16-18 tahun adalah 2600 kkal/ hari dan untuk remaja perempuan usia 16-18 tahun adalah 2200 kkal/ hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat yaitu: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni), umbi-umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula dan lain-lain (Proverawati, 2010).

Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan terjadi dengan cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein lebih besar pada remaja laki-laki, karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein harus memenuhi 12-14% dari pemasukan energi. Bila pemasukan energi tidak adekuat, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, dan hal ini akan menyebabkan malnutrisi. Makanan bersumber protein hewani seperti daging dan ikan memiliki nilai biologis lebih tinggi dibandingkan dengan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

(62)

osteoporosis pada kehidupan selanjutnya. Kebutuhan kalsium pada remaja usia 16-18 tahun adalah 1000 mg per hari (AKG, 2004). Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya, sumber lainnya adalah ikan, kacang-kacangan dan sayuran.

Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang dan disertai dengan kehilangan besi yang meningkat, akan mengalami anemia gizi besi (Proverawati, 2010).

Mineral Seng juga diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 17 mg per hari untuk remaja laki-laki dan perempuan. Makanan yang mengandung seng adalah daging, hati, kerang, telur, serealia tumbuk dan kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

(63)

Pada pedoman program perencanaan Gerakan 1000 HPK terdapat intervensi yang ditujukan untuk remaja, khususnya remaja perempuan. Dimana kegiatan yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada remaja dalam rangka persiapan sebagai calon pengantin. Status gizi remaja putri atau pranikah memiliki kontribusi besar pada keselamatan kehamilan dan kelahiran kelak. Untuk itu keadaan gizi remaja putri harus diperhatikan sedini mungkin untuk menghindari terjadinya masalah kekurangan gizi.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan janin, BBLR dan anak pendek terkait dengan kesehatan dan status gizi remaja perempuan yang akan menjadi ibu. Remaja perempuan yang anemia dan kurus, apabila hamil akan beresiko melahirkan BBLR dengan berbagai masalahnya. Selain itu masih tingginya perkawinan pada usia remaja (15-19 tahun) di Indonesia yaitu 23,9%.

(64)

adalah kepatuhan terhadap orang tua yaitu perkawinan dapat berlangsung karena adanya kepatuhan remaja terhadap orang tua.

Dalam rangka menyelamatkan 1000 HPK, perlu ada kebijakan yang mencegah usia menikah muda, remaja perempuan sebagai calon pengantin harus sehat dan dalam status gizi baik, tidak kurus dan tidak anemi atau kekurangan gizi lainnya (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2013).

Kurang gizi di negara berkembang pada masa pra hamil dan ibu hamil akan berdampak pada anak yang IURG (Intra Uterine Growth Retardation). Kondisi ini hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat badan ibu pra hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan yang kurang selama kehamilannya. Ibu yang pendek waktu usia dua tahun cenderung bertubuh pendek pada usia dewasa dan apabila ibu hamil pendek akan cenderung menghasilkan bayi BBLR (Victoria dkk dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Gambar

Tabel 2.1. Prinsip Pemberian MP ASI
Gambar 2.1. Siklus Gangguan Pertumbuhan Inter Generasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Model Rancangan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis efektifitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Efektifitas Metode Ceramah dan metode Diskusi Untuk

Hasil penelitian terhadap peningkatan pengetahuan tentang pubertas menunjukan metode diskusi kelompok lebih efektif dibandingkan metode ceramah dengan rata- rata

Penelitian ini sejalan dengan penelitian penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2010) dalam tesisnya tentang efektifitas metode diskusi kelompok dan ceramah

Hasil penelitian menunjukkan diperoleh ada perbedaan pengetahuan siswi tentang dismenorea sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi dengan

Hasil penelitian ini adalah sebagian besar pengetahuan responden tentang gizi 1000 hari pertama kehidupan adalah baik, dan sebagian besar sikap responden terhadap gizzi 1000

Salah satu cara memperoleh status kesehatan dan gizi yang baik khususnya untuk baduta yaitu dengan meningkatkan pengetahuan ibu terkait gizi karena ibu mempunyai pengetahuan yang baik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap ibu dalam pencegahan stunting pada seribu hari pertama kehidupan sebelum dan sesudah pemberian flyer