(Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor) Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Renny Retno Waty NIM. 205044100578
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.sy)
Oleh :
Renny Retno Waty NIM. 205044100578
Di Bawah Bimbingan
Drs. H Ahmad Yani, M.Ag Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M.Ag NIP. 196404121994031004 NIP. 196803202000031001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Akhwal Syakhsiyyah (Peradilan Agama)
Jakarta, 23 September 2010 Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA ( ...)
NIP. 195510151979031002
Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag ( ...)
NIP. 196404121994031004
Pembimbing I : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag ( ...)
NIP. 196404121994031004
Pembimbing II : Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M. Ag ( ...)
NIP. 196803202000031001
Penguji I : Hotnidah Nasution, S. Ag.,MA ( ...) NIP. 197106301997032002
Penguji II : Dr. Asmawi, M. Ag ( ...)
Dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu dicurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, para tabi’in serta kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada risalahnya hingga akhir zaman dan membawa manusia keluar dari kubangan lumpur jahiliyah menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 Sarjana Syariah (S. Sy). Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis betul-betul menyadari adanya rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari berbagai pihak yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis guna penyempurnaan skripsi ini.
Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., MA. dan Kamarusdiana, S.Ag., M.H. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Konsentrasi Peradilan Agama.
3. Drs. Djwahir Hejazziey, SH, MA. Sebagai ketua Koordinator Teknis dan Drs. Ahmad Yani, M.Ag. selaku Seketaris Koordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. H Ahmad Yani,M.Ag. Dosen pembimbing I, dan Ahmad Bisyri Abdul, LC, M.Ag Dosen pembimbing II, yang dengan sabar dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa terima kasih dan doa semoga Allah SWT membalasnya.
5. Seluruh dosen Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada Keluarga Besar Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor yaitu Bapak Aceng
Irawan dan staff, Abah Syafudin, Pak Jawawi dan UmiKu tercinta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai yang secara langsung dengan penulis, membimbing, memberi masukan dan informasi yang sangat berharga bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
memberikan nasehat, dukungan baik moriil dan materiil yang tak terhingga, motivasi serta doa yang tak pernah lelah dipanjatkan untuk penulis, memberikan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 ini. Makasih juga buat adik-adikku Agung Laksono Wibowo dan Anita Mafhilinda Adam makasih Doanya ya
8. Untuk Kakek dan nenek yaitu Buyah H. Ir. Ramzy Nasroen dan Bunda Hj. Ir ariyanti Ramzy,Buyah H. Sutan Akbar dan Bunda Hj. Asni Sutan Akbar dan Myjend Purnawirawan H. M. Joesoef Effendi, SH.serta . keluarga besar Tante Yanti dan keluarga, Ibu Hj Etty yang selalu memberikan motivasi, solusi dan inspirasi bagi penulis. Serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberi semangat penulis dalam menimba ilmu untuk menyelesaikan studi S1 ini, keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya.
9. Especially&my Sahabat-sahabat ku tercinta dalam suka maupun duka kita lalui bersama Nurhayani S. Sy, Dwi, Maemunah S.Sy, Riri, Ucup, Fatah, Ahadiana, M.Nasir PS A 06 (yang sudah meluangkan waktunya buat mengantar sepupumu dalam penelitian) Khususan untuk Ria Ramania, Kembar DiAn dan DiaH serta ibu wiwi yang mau mengajari dan membantu penulis dalam mengelola data dan membolehkan penulis singgah dirumahnya Makasih banyak. Dan Terimakasih atas semangat, motivasi dan
iv
aku dan menemani aku saat susah dan senang. Semangat!!!!.
10.Yang tak pernah terlupakan teman-teman seperjuangan di Jurusan Peradilan Agama 2005,
11.Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini dan tidak dapat disebut satu persatu.
Akhirnya, kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dan semoga amal kebajikan mereka diterima disisi-Nya dan diberikan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan masyarakat umumnya.
Jakarta, 24 September 2010 M 23 Ramadhan 1431 H
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan ... 6
E. Riview Studi Terdahulu ... 15
F. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA A. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukumnya... 18
B. Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974... 21
C. Kesejahteraan Rumah Tangga ... 34
vi
A. Letak Geografis Desa... 46
B. Kondisi Sosial Masyarakat... 47
1. Sarana Pendidikan... 47
2. Sarana Ibadah ... 48
3. Mata Pencarian... 49
4. Sarana Sosial Masyarakat ... 50
C. Struktur Pemerintahan... 52
BAB IV HUBUNGAN PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA A. Profil Responden...….. ... 54
B. Analisa Penghitungan Pengaruh Pernikahan Dibawah Umur Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga ... 59
BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... . 80
A. Saran... 82
1 4 4 2 2 4 4 3 4 4 4 36
2 5 2 2 3 3 4 4 4 3 4 36
3 5 2 1 2 2 4 2 4 2 5 32
4 4 2 1 1 1 4 2 4 2 4 29
5 4 2 1 1 1 4 2 4 2 4 30
6 5 2 1 2 3 5 3 2 2 5 36
7 4 4 4 4 4 5 5 2 2 1 42
8 3 4 4 4 4 4 4 2 2 3 42
9 4 3 2 2 4 4 4 4 2 4 42
10 2 4 4 4 4 4 4 2 3 3 44
11 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 54
12 5 4 4 4 4 4 4 4 2 5 52
13 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 56
14 4 4 2 2 4 4 4 5 4 4 51
15 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 51
16 4 5 4 5 4 5 4 3 4 4 58
17 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 53
18 4 2 3 2 4 4 3 4 4 4 52
19 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 63
20 4 4 3 4 4 4 4 2 2 3 54
21 5 5 3 3 2 2 2 4 4 4 55
22 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 58
23 3 4 4 4 4 4 4 2 2 4 58
24 5 5 4 2 2 2 2 4 2 3 55
25 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 64
26 4 4 4 2 2 2 2 4 4 4 58
27 4 4 2 4 2 2 4 2 2 2 55
28 4 4 4 4 3 3 2 3 2 4 61
2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 65
5 5
5 9
1 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 43
2 5 4 3 5 5 3 4 5 5 5 46
3 5 4 4 4 4 2 5 5 5 5 46
4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 42
5 4 4 2 4 4 2 4 4 4 3 40
6 4 4 4 4 2 5 4 4 3 3 43
7 3 3 5 3 3 2 5 5 5 3 44
8 4 3 5 3 3 3 5 3 5 2 44
9 4 4 5 4 4 3 5 4 4 4 50
10 3 3 4 3 3 3 5 3 5 2 44
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 51
12 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 54
13 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 52
14 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 58
15 4 4 4 4 4 3 5 3 5 2 53
16 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 54
17 3 3 4 3 3 2 4 3 5 2 49
18 4 4 4 4 3 4 5 5 5 4 60
19 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 58
20 3 3 5 3 4 2 4 3 5 2 54
21 4 4 4 4 3 4 5 4 2 4 59
22 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 68
23 3 3 4 3 3 3 4 3 5 3 57
24 5 4 5 4 4 3 5 4 4 4 66
25 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 63
26 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 63
27 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 63
28 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 64
29 2 3 5 3 3 3 5 4 4 2 63
A. Latar Belakang Masalah
Islam mensyariatkan perkawinan supaya manusia mempunyai keturunan
dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia dunia akhirat di bawah
naungan cinta kasih dan Ridha Illahi. Bahwasannya manusia diciptakan
berpasang-pasangan, agar merasa tentram dalam hidup.1 Hal ini sesuai dengan
apa yang terkandung di dalam surat an-Nisa Ayat1:
ﺎﻬ أﺎ
سﺎ ا
اﻮ ﺗا
ﻜ ر
يﺬ ا
ْ ﻜ ﺧ
ْﻦ
ﺲْﻔ
ةﺪﺣاو
ﺧو
ﺎﻬْ
ﺎﻬﺟْوز
ﺚ و
ﺎ ﻬْ
ﺎًﺎﺟر
اًﺮﻴﺜآ
ًءﺎﺴ و
اﻮ ﺗاو
ﻪ ا
يﺬ ا
نﻮ ءﺎﺴﺗ
ﻪ
مﺎﺣْرﺄْاو
نإ
ﻪ ا
نﺎآ
ْ ﻜْﻴ ﻋ
ﺎًﻴ ر
)
ا
ءﺎﺴ
/
4
:
1
(
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (an-Nisa’/4: 1)
Ikatan perkawinan (pernikahan) adalah suatu hal yang sangat sakral, baik
menurut ajaran agama ataupun kedudukannya dalam Undang-Undang
Perkawinan No 1 Tahun 1974 misalnya dalam Pasal 1 Undang-Undang
1
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 1
Perkawinan No 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia atau kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.2
Dengan adanya Undang-Undang Perkawinan tersebut tuntutan pokok yang
telah lama diperjuangkan terutama oleh pergerakan wanita Indonesia segala
golongan sebagian besar telah terpenuhi. Adapun asas-asas atau prinsip-prinsip
perkawinan yang tertera dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 ini
adalah sebagai berikut :
1. Asas sukarela
2. Asas partisipasi keluarga
3. Asas perceraian dipersulit
4. Asas monogami (poligami dibatasi dan diperketat)
5. Asas kedewasaan calon mempelai (usia nikah)
6. Asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita
7. Asas selektivitas.3
Dalam hal asas-asas yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan di atas,
penulis akan lebih memfokuskan pembahasaan tentang asas kedewasaan calon
mempelai yang akan melangsungkan pernikahan yaitu mengenai pembatasaan
usia dalam perkawinan yang merupakan salah satu asas penting, karena
2
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU Perkawinan dan Hukum Perdata / BW, (Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1996), h.7.
3
undang perkawinan sudah mengatur dengan jelas mengenai batasan usia dimana
dalam undang-undang dijelaskan bahwa setiap calon suami dan calon istri yang
hendak melakukan akad pernikahan, harus benar-benar telah matang secara fisik
maupun psikis (rohani), atau harus sudah siap jasmani maupun rohani.
Oleh karena itu, pernikahan membutuhkan persiapan yang matang, yaitu
kematangan fisik serta kedewasaan mental bukan cinta semata yang terjebak oleh
buaian cinta romantis, sehingga mereka terpaksa menikah pada usia muda. Hal
tersebut tentunya sangat bertentangan dengan ketentuan pada pasal 7 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun1974, yang menjelaskan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Disisi lain untuk mewujudkan sebuh pernikahan yang sejahtera yakni
sebuah keluarga yang bahagia dan tentram dengan sebaik-baiknya, maka suami
isteri memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera,
diantaranya perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana
membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup
bermasyarakat sehingga diharapkan setiap anggota keluarga khususnya suami
isteri mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh dengan
ketentraman dan kedamaian. Karena stabilitas kehidupan rumah tangga inilah
yang merupakan modal dasar bagi berbagai upaya pembinaan keluarga yang
Dalam mencapai kesejahteraan tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh
banyak hal salah satunya kedewasaan atau kematangan suami istri yang mana
tanpa dibarengi oleh kedewasaan sangat mustahil untuk meraih kebahagiaan
karena akan mepengaruhi pola fikir dalam berumah tangga misalnya dalam hal
pemecahan masalah yang terjadi dalam rumah tangga tentunya sangat berbeda
ketika diselesaikan dengan cara fikir yang baik dan dewasa dengan pola fikir yang
tidak dewasa tentunya permasalah yang diselesaikanpun bukan membawa solusi
akan tetapi membawa dampak yang kurang baik terhadap keadaan keluarga dan
tentunya akan mempengaruhi kebahagian keluarga yang diharapkan.
Dalam hal ini penulis melihat dan mengamati kehidupan masyarakat Desa
Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor dalam hal pernikahan. Dimana diantara
rmereka masih banyak yang menikah dibawah umur. Terjadinya pernikahan
tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor tertentu.
Untuk itu penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai faktor yang
mendukung terjadinya pernikahan dibawah umur serta pengaruhnya terhadap
kesejahteraan rumah tangga, yang terjadi dimasyarakat khususnya di Desa
Tanjung Sari, oleh karenanya penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh yang
penulis susun dalam bentuk skripsi. Adapun judul yang diangkat adalah
“Pengaruh Pernikahan Dibawah Umur Terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga ( Study Kasus pada Masyarakat di Desa Tanjung Sari Kecamatan
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalahnya lebih menitik beratkan pada faktor
yang mempengaruhi terjadinya pernikahan di bawah umur serta pengaruhnya
terhadap kesejahteraan rumah tangga. Adapun yang menjadi populasi adalah
masyarakat di Desa Tanjung Sari Kecamatan Cijeruk Bogor.
Sedangkan yang menjadi sampel adalah sebagian dari masyarakat yang
melangsungkan pernikahan di bawah umur. Agar skripsi ini lebih terarah,
penulis membatasi masalah yang akan di teliti kepada: Kehidupan rumah
tangga pada pasangan usia muda
2. Perumusan Masalahnya
Seharusnya seorang yang akan melangsungkan pernikahan, adanya
batasan minimal sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun
1974 dan pada kenyataannya dilapangan banyak yang melangsungkan
pernikahan dibawah batas umur minimal, hal ini yang saya teliti ini :
a. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur
di Rw 05, desa tanjung sari ?
b. Bagaimana pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan di bawah
umur.
b. Untuk mengetahui pengaruh dari pernikahan dibawah umur terhadap
kesejahteran rumah tangga.
c. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga.
2. Sedangkan manfaat dari penelitian ini, antara lain :
a. Untuk menambah khazanah keilmuan khususnya pada diri sendiri,
mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya.
b. Hasil studi ini kiranya dapat dimanfaatkan oleh institusi atau lembaga
terkait maupun sebagai study lanjut bagi para mahasiswa,praktisi hukum
dan pihak-pihak yang membutuhkan.
c. Untuk memberikan gambaran kepada masyarakat Di Desa Tanjung Sari
Kecamatan Cijeruk Bogor terhadap pernikahan di bawah umur dan
pengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga
D. Metodologi Penelitian dan teknik penulisan
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi
1. Pendekatan
Pendekatan dari penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif,
yaitu untuk mengetahui pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap
kesejahteraan rumah tangga di desa tanjung sari kecamatan cijeruk bogor,
dengan menggunakan bantuan statistik yaitu regresi. Sedangkan untuk
menjabarkan data-data deskriptif dijawab secara kualitatif
2. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah riset kepustakaan (Library
Research) dan riset lapangan (field research).
Library Research diperoleh dari buku-buku dan bahan-bahan referensi lainnya
yang berhubungan dengan penelitian ini.
Jenis penelitian ini. Field Research diperoleh dengan cara melakukan
penelitian langsung di obyek penelitian yaitu di desa tanjung sari kecamatan
cijeruk bogor. 4
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer diperoleh secara langsung dari responden yaitu pernikahan di
bawah umur yang ada di desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan yang mengadakan
studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
4
masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksudkan adalah
al-Qur’an hadits buku-buku ilmiah, Undang-undang, Kompilasi Hukum
Islam (KHI) serta peraturan yang lain yang berhubungan erat kaitannya
dengan masalah yang diajukan.
4. Teknik Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh
pernikahan di bawah Umur terhadap kesejahteraan rumah tangga
dikumpulkan melalui data kuantitatif, yaitu dengan menggunakan instrument:
a. Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan angket berisi pertanyaan yang di
jawab oleh pelaku pernikahan di bawah umur
b. Wawancara, yaitu dengan mewawancarai secara langsung dengan pelaku
yang melangsungkan pernikahan di bawah umur
c. Studi Pustaka, yaitu diperoleh dari buku-buku atau sumber-sumber yang
lainnya
5. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau
subnyek yang menjadi kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.5 Populasi
dari penelitian ini. Dalam penelitian ini populasinya adala ibu-ibu yang
menikah di usia muda dan yang menikah dalam usia dewasa, dan telah
menjalani pernikahan yang lebih dari dua tahun dan telah mempunyai anak,
5
jumlah meraka tiga puluh orang6. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Karena populasinya berjumlah tiga puluh orang maka penulis
mengambil sampel seluruhnya, dengan perincian 15 ibu-ibu yang menikah di
usia muda dan 15 yang menikah di usia dewasa.
Sampel adalah bagian dari populasi (sebagaian atau wakil populasi
yang teliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil
sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.7 Dalam hubungan
dengan penarikan sampel Suharsimi Arikunto mengemukakan apabila
Sampelnya diambil semua dari total sampling, sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30
orang yang melangsungkan pernikahan dibawah umur, dimana semua
populasi dijadikan responden.
6. Tempat penelitian
Adapun tempat yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah di
Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .
7. Variabel Penelitian
Kata “Variabel” berasal dari dari Bahasa Inggris “variable” yang
berarti“ubahan”, “faktor tidak tetap, atau “gejala yang dapat berubah”.1
Variabel adalah obyek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian.3 Adapun penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu:
6
Data didapatkan dari wawancara dengan Kepala Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor yaitu Bapak Aceng Irawan, Bogor 11 September 2009.
7
X Y
Ke se ja hte ra a n Rum a h Ta ng g a
Pe rnika ha n Di Ba wa h Um ur
1. Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau yang
mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini adalah variabel pernikahan
di bawah umur
2. Variabel Dependen Y
Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang
dalam penelitian adalah kesejahteraan rumah tangga
Variabel X dan variabel Y memiliki kriteria jawaban SS, S, R, TS,STS,
dengan penilaian skor pada masing-masing kriteria sebagai berikut:
[image:21.612.114.542.100.670.2]Tabel 1.4 Skor Jawaban
Alternatif Jawaban Pertanyaan Positif Pertanyaan Negatif
Sangat Setuju 5 1
Setuju 4 2
Ragu 3 3
Tidak Setuju 2 4
8. Uji Validitas dan Reabilitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk melihat ketepatan instrumen pengukur
dalam penelitian. Pengujian ini untuk mengetahui ketepatan instrumen
penelitian agar dapat memberikan informasi yang akurat tentang hal yang
diukur. Uji validitas dilakukan dengan cara melihat korelasi skor butir
pertanyaan dengan total skor variabel.8
Untuk membantu pengujian validitas, maka prosedur pengujiannya
adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan hipotesis operasional, yaitu Ho dan Ha
Ho : Instrumen penelitian tidak valid
Ha : Instrumen penelitian valid
b) Syarat minimum untuk dianggap suatu butir instrumen valid adalah
indeks validitasnya > 0,3. Dengan demikian, jika korelasi antara butir
dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut tidak
valid. Semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1,00) maka
semakin baik pula konsistensinya atau validitasnya
c) Menentukan pendekatan (alat) statistik yang digunakan dengan kriteria
pengujian:
• Jika r hitung > r tabel maka Ho ditolak
• Jika r hitung < r tabel maka Ha ditolak
8
d) Melakukan perhitungan sesuai dengan pendekatan (alat) statistika
menggunakan program komputer SPSS
e) Mengambil kesimpulan
b. Uji Realibilitas
Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui koefisien alat ukur jika
dilakukan dengan pengukur ulang. Suatu kuesioner reliabel jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten / stabil dari waktu ke waktu.
Program SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji
statistik cronbach alpha (α).
Untuk membantu pengujian reliabilitas, maka prosedur pengujiannya
adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan hipotesis operasional, yaitu Ho dan Ha
Ho : Instrumen penelitian tidak reliabel
Ha : Instrumen penelitian reliabel
b) Metode alpha cronbach, batasan reliabilitas sebenarnya sudah ditentukan
(Sekarang yang dikutip oleh Dwi Priyatno, 172). Batasan tersebut adalah:
• Koefisien alpha berada di atas angka 0,8 baik
• Koefisien alpha berada di 0,7 dapat diterima
• Koefisien alpha berada di bawah 0,6 kurang baik/tidak reliable9
9
c) Menentukan pendekatan (alat) statistik yang digunakan dengan kriteria
pengujian:
• Jika r Alpha > r tabel maka Ho ditolak
• Jika r Alpha < r tabel maka Ho diterima
d) Melakukan perhitungan sesuai dengan pendekatan (alat) statistika
menggunakan program komputer SPSS
e) Mengambil kesimpulan
9. Metode Analisis Data
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah mentranformasikan data kualitatif ke dalam data
kuantitatif yaitu dengan pengolahan data mentah yang diperoleh dari jawaban
responden terhadap kuesioner yang disebarkan, dan untuk mengetahui
pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga
dengan metode statistik yang diterapkan.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua
bagian yaitu analisa deskriptif dan analisa regresi. Analisis deskripsi
dilakukan dengan menyajikan data melalui distribusi frekuensi untuk
mengetahui distribusi respon dari setiap responden (Sangat Setuju, Setuju,
Ragu-Ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju), grafik responden
berdasarkan jumlah melalui, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
terakhir, status dan penghasilan, dan statistik deskriptif untuk mengetahui
setiap pertanyaan variabel pernikahan dibawah umur dan kesejahteraan rumah
tangga. Sedangkan analisa regresi sederhana adalah sebuah pendekatan yang
digunakan untuk mendefinisikan hubungan matematis antara variabel output /
dependen (y) dengan satu atau beberapa variabel input / independen (x),
hubungan matematis digunakan sebagai suatu model regresi yang digunakan
untuk meramalkan atau memprediksikan nilai output (y) berdasarkan nilai
input (x) tertentu.10 Analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh pernikahan dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga di
Desa Tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor. Persamaan dari regresi sederhana
yaitu:
Y = a+bX
Dimana: Y adalah variabel dependen
X adalah variabel independen
A adalah intersep
B adalah koefisien variabel x
Untuk mengetahui Korelasi antara pernikahan dibawah umur dengan
kesejahteraan rumah tangga, maka korelasi dilambangkan dengan nilai R =
koefisien korelasi, jika nilai R tidak lebih dari harga (1-<R,+1), apabila R=-1
artinya korelasinya negative sempurna, R=0 tidak ada korelasi dan R=1
berarti korelasinya sempurna positif. Selanjutnya harga R akan
10
dikonsultasikan dengan tabel interprestasi nilai R untuk mengetahui seberapa
[image:26.612.117.545.161.537.2]besar tingkat hubungan, penjelasaannya sebagai berikut:
Tabel 1.6
Interplasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,199
0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000
Sangat Rendah Rendah
Cukup Kuat Sangat Kuat
Sedangkan untuk koefisien determinasi di dalam penelitian ini
dilambangkan dengan nilai R square. Koefisien determinasi (R squere)
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen
menjelaskan variabel dependen.
Teknik penulisan yang digunakan penulis berpedoman pada buku
“Buku Pedoman Penulisan Skripsi” Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
E. Riview Studi Terdahulu
Selama penelusuran penulis, bahwa pembahasan pengaruh perkawinan
dibawah umur (studi kasus di desa tanjung sari kecamatan cijeruk Bogor) belum
menemukan secara langsung yang membahas tentang itu. Namun ada beberapa
pengaruh terhadap perkawinan di bawah umur, terdapat beberapa kekurangan di
dalamnya, sedangkan penulis membahas skripsi ini lebih lanjut mengenai
pandangan masyarakat terhadap perkawinan di bawah umur, dampak-dampak apa
saja yang ditimbulkan terhadap perkawinan tersebut serta upaya apa saja yang
dapat ditempuh untuk mencegah perkawinan di bawah umur. Dan referensi dari
skripsi ada dua yang dapat penulis dapatkan di antaranya Perkawinan di Bawah
Umur Dalam Pandangan Masyarakat Betawi oleh Evi Jayanti, yang menjelaskan
tentang perkawinan yang terjadi di masyarakat betawi, isi skripsinya ini dapat
dikatakan telah mencakup apa yang berkaitan dengan masalah judulnya.
Skripsi yang kedua, Dispensasi Nikah bagi Perkawinan dibawah umur
(Studi Analisis Putusan No: 008/Pdt.P/2006/PAJP), yang dibahas oleh Boy Valdi.
Skripsi ini membahas bagaimana prosedur permohonan dispensasi perkawinan di
bawah umur yang terjadi di PA dengan No:008/Pdt.P/2006/PA.JP yang mana
pemohon telah meminta orang tuanya untuk menikahkan anak gadisnya agar
terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam dan
mengindari fitnah apabila tidak dinikahkan. Permohonan telah dikabulkan karena
telah memenuhi persyaratan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam skripsi ini, penulis membagi dalam V Bab,
BAB 1 : PENDAHULUAN yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian dan teknik penulisan, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI
BAWAH UMUR DAN KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA, yang pertama meliputi: pengertian perkawinan dan
dasar hukumnya definisi perkawinan dan dasar-dasar hukum
perkawinan. Kedua, perkawinan di bawah umur menurut
undang-undang no 1 tahun 1974, yang meliputi: pengertian perkawinan di
bawah umur, dasar hukum pelaksanaan perkawinan di bawah
umur syarat-syarat perkawinan dibawah umur dan prosedur
pelaksanaan perkawinan di bawah umur. Ketiga adalah:
kesejahteraan rumah tangga yang meliputi: pengertian
kesejahteraa dan ciri-ciri rumah tangga sejahtera.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG DESA TANJUNG SARI
KEC CIJERUK BOGOR yang terdiri dari, letak geografis desa
tanjung sari Kec. Cijeruk bogor, kondisi demografi sosial
masyarakat Desa Tanjung Sari yang meliputi : Sarana pendidikan,
sarana ibadah, mata pencarian, sarana sosial masyarakat, dan
struktur pemerintahan.
BAB IV : HUBUNGAN PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DENGAN
responden dan analisa penghitungan pengaruh pernikahan
dibawah umur terhadap kesejahteraan rumah tangga Di Desa
tanjung Sari Kec Cijeruk Bogor
A. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh.1 Perkawinan disebut juga “pernikahan”,
berasal dari kata nikah (حﺎــﻜﻧ) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan,
saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).2 Kata
“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga
untuk arti akad nikah.3
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya
adalah:
عﺎ ْ ْ ا
ﻚْ
ﺪْﻴﻔﻴ
عرﺎ ا
ﻪ ﺿو
ﺪْﻋ
ﻮه
ﺎًﻋْﺮ
جاوﺰ ا
ﺟﺮ ا
ﺎ
ةأْﺮ ا
عﺎ ْ ْ ا
ﺣو
ةأْﺮ اﺎ
ﺟﺮ ا
4
1
Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. III edisi 2, h. 456
2
Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul al-Salam, (Bandung: Dahlan, t.t), jilid 3, h. 109 3
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Cet III, h.29
4
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Cet. II, h. 8
Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dan laki-laki.
2. Dasar-dasar Hukum Perkawinan
Tentang melakukan perkawinan, Ibnu Rusyd5 menjelaskan:
Segolongan fuqaha, yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat
bahwa nikah itu hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa
nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah
itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah
untuk segolongan yang lain. Demikian itu menurut mereka ditinjau
berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.
Perbedaan pendapat ini kata Ibnu Rusyd disebabkan adanya penafsiran
apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits-hadits yang berkenaan
dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnat ataukah mungkin mubah?
Ayat tersebut adalah:
....
...
)
ءﺎﺴ ا
:
3
(
.... maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua tiga atau empat.... (QS. An-Nisaa’: 3)
Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang
melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara’
5
yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat (mandub) dan
adakalanya mubah.
Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah,
di samping ada yang sunnat, wajib, haram dan makruh. Di Indonesia,
umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan
ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi’iyah.6
Namun demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang
melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu
dapat dikenakan hukum wajib, sunnat, haram, makruh ataupun mubah.
a. Melakukan perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah
mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan
akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum
melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib.
b. Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan
akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah sunnah.
c. Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tadak mempunyai
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
6
perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum
melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
d. Melakukan perkawinan hukumnya makruh bagi orang yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai
kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya
tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak
mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami
isteri dengan baik.
e. Menikah diMubahkan bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan
isteri. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong
dan penghambatnya untuk kawin itu sama, seperti mempunyai keinginan
tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk
melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.7
B. Perkawinan di Bawah Umur Menurut UU No. 1 Tahun 1974 1. Pengertian Perkawinan Di Bawah Umur
Dalam Pasal 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
7
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.8
Apabila dianalisis lebih lanjut, kondisi perkawinan di Indonesia secara
umum dapat dikategorikan mempunyai pola perkawinan muda. Usia muda
secara global dimulai sejak umur 12 (dua belas) tahun dan berakhir sekitar 21
(dua puluh satu) tahun.9 Jadi perkawinan usia muda adalah perkawinan yang
dilaksanakan di mana kedua calon mempelai atau salah satunya berusia 12
(dua belas) sampai 21 (dua puluh satu) tahun.
Sarlito Wirawan Sarwono melihat bahwa usia kedewasaan untuk
siapnya seseorang memasuki hidup berumah tangga harus diperpanjang
menjadi 20 (dua puluh) tahun untuk wanita dan 25 (dua puluh lima) tahun
untuk pria.10 Hal ini diperlukan untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun tanggung jawab
sosial.
Sedangkan yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah
perkawinan yang dilangsungkan oleh satu calon mempelai atau keduanya
belum memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-undang No. 1
Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini pasal 7
8
Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2007), Cet. I
9
Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan dan Bagian-bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1989), h. 219
10
Helmi Karim, Kedewasaan Untuk Menikah (Problematika Hukum Islam Kontemporer,
ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 tahun.
Sedangkan perkawinan di bawah umur dalam pandangan hukum Islam
tidak selamanya negatif, karena pada kenyataannya banyak keluarga yang
sukses dalam perkawinannya sekalipun mereka menikah pada usia muda.
Seperti perkawinan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap Aisyah.
Pada saat itu Aisyah baru berusia 6 tahun. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Aisyah r.a yang berbunyi:
ْ ﺎ
ﺎﻬْﻋ
ﷲا
ﻲﺿر
ﺔ ﺋﺎﻋ
ْﻦﻋ
ﺎ ﺛﺪﺣ
:
ﷲا
لﻮ ر
ﺎﻬﺟوﺰﺗ
ْﺴﺗ
ْ
ﻲهو
ﺎﻬ
ﻰ و
ْ
ﻲهو
و
ﻪْﻴ ﻋ
ﷲا
ﻰ ﺻ
ةﺮْ ﻋ
نﺎ ﺛ
ـْ
ﻰهو
ﺎﻬْﻋ
تﺎ و
)
ىرﺎﺨ ا
اور
(
Artinya: Dari Aisyah r.a berkata: “Bahwa beliau dinikahi oleh Rasulullah SAW, ketika berumur 6 tahun, mulai bergaul dalam usia 9 tahun, dan ketika umurnya delapan belas tahun Rasulullah SAW meninggal dunia”. (Riwayat Bukhari).
Hadits ini menunjukkan sahnya perkawinan di usia muda. Umur 6
tahun seperti yang diungkapkan di atas, jelas menunjukkan terjadinya
perkawinan usia muda oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian perkawinan
usia dini atau nikah di bawah umur itu hukumnya sah.
Dalam Qur’an disebutkan, bahwa manusia diciptakan
berpasang-pasangan. Hal yang menjadi permasalahan adalah pada usia berapa dan
bagaimana manusia dipandang layak untuk menikah.
Kenyataan dewasa itu menunjukkan begitu banyak pasangan usia
muda yang menjalani perkawinan. Tidak terkecuali para penduduk Ibukota
apalagi masyarakat pedesaan. Perkawinan yang berlangsung pada usia muda
banyak membawa dampak, baik positif maupun negatif. Walaupun
sesungguhnya batasan usia bukanlah masalah yang paling pokok terciptanya
kebahagiaan suatu perkawinan.11
Ma’sum Jauhari menyatakan bahwa kalau seseorang belum mencapai
umur minimal untuk menikah, sebaiknya pernikahan/perkawinan itu ditunda
terlebih dahulu sampai umur itu mencapai batas minimal.12 Akan tetapi jika
seandainya tidak dapat ditunda sampai mencapai umur, maka melalui orang
tua memohon dispensasi ke Pengadilan Agama/Negeri di daerah di mana
perkawinan itu dilaksanakan.
Dalam hal ini UU. No. 1 Tahun 1974 memberikan satu aturan yang
dapat dijadikan sebagai solusi untuk dapat melegitimasi perkawinan bagi
pasangan usia muda.
11
Sarlito Wirawan, Kiat Bahagia Bagi Pasangan Muda, Nasehat Perkawinan dan Keluarga, BP4, XXIII, 271, Januari 1992, h. 216
12
Untuk dapat melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua (Pasal 6
(2) UU. No. 1 Tahun 1974). Jadi bagi pria atau wanita yang telah mencapai
umur 21 tahun tidak perlu izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan.
Yang perlu memakai izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan ialah
pria yang telah mencapai 19 tahun dan wanita yang mencapai umur 16 tahun
(Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974). Usia di bawah umur tersebut berarti tidak
boleh melakukan perkawinan kendatipun mendapat izin dari orang tua.
Seandainya terjadi hal-hal yang tidak diduga, misalnya mereka yang
belum mencapai umur 19 tahun bagi pria dan belum mencapai umur 16 tahun
bagi wanita, karena pergaulan bebas (kumpul kebo dan sebagainya), sehingga
wanita tersebut hamil sebelum perkawinan, dalam hal ini apakah UU No. 1
Tahun 1974 masih memberikan kemungkinan untuk menyimpang dengan
meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang berkompeten
dalam hal ini. Jika orang tua tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka
dapat dilakukan oleh wali, atau orang yang memelihara atau keluarga sedarah
dalam garis keturunan ke atas (Pasal 7 (3) UU No. 1974).13
Dengan adanya dispensasi kawin dari Pengadilan maka syarat izin
orang tua tidak diperlukan lagi, karena dengan adanya syarat dispensasi kawin
tersebut berarti orang tua dalam sidang Pengadilan dipanggil dan dimintai
persetujuan.
13
Jadi berdasarkan uraian di atas, ketika dalam keadaan yang sangat
memaksa (darurat), maka perkawinan dibawah batas umur minimum
sebagaimana ditekankan dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan,
setelah memperoleh dispensasi kawin dari Pengadilan atas permintaan orang
tua.
3. Syarat-Syarat Perkawinan Dibawah Umur
Seperti telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa sahnya suatu
perkawinan, disamping harus memenuhi ketentuan-ketentuan agama, para
pihak yang akan melangsungkan perkawinan itu harus memenuhi
syarat-syarat yang disebutkan dalam UU Perkawinan beserta penjelasannya.14
Selanjutnya tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
perundangan yang berlaku. Pencatatan ini merupakan satu keharusan dan
diperlukan untuk mendapatkan kepastian hukum, artinya pencatatan itu
merupakan bukti tertulis bahwa pasangan itu telah melangsungkan
perkawinan dengan sah.15
Adapun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan di bawah
umur adalah sama dengan perkawinan orang yang telah mencapai umur
dewasa atau batas umur minimal menurut UU. Akan tetapi dalam hal ini ada
14
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU PErkawinan dan Hukum Perdata Barat (BW), (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1981), h. 31
15
penambahan berupa penetapan dispensasi kawin dari pengadilan, dan untuk
lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami isteri dapat
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, maka suatu perkawinan
harus mendapat persetujuan dari kedua calon mempelai, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Selain itu sebaiknya persetujuan itu adalah
sesuatu g murni, yang betul-betul tercetus dari para calon mempelai
sendiri dalam bentuk kemauan untuk hidup bersama seumur hidup, bukan
secara pura-pura atau hasil suatu paksaan. Dengan demikian dapat
dihindari terjadinya kawin paksa, untuk itu diisi surat persetujuan
mempelai (Model N3).16
b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Perkawinan
merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, karena ia akan
memasuki dunia baru, membentuk keluarga sebagai unit terkecil dari
keluarga besar bangsa Indonesia yang bersifat religius dan kekeluargaan.
Maka diperlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. Oleh
karena itu bagi yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun baik pria
maupun wanita diperlukan izin dari orang tua. Untuk itu perlu diisi surat
16
izin orang tua dengan formulir (N5). Dalam keadaan orang tua tidak ada,
maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga
dalam garis keturunan lurus ke atas. Akhirnya izin akan dapat diperoleh
dari Pengadilan.
c. Perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai yang masih berusia di
bawah umur harus mendapatkan dispensasi kawin dari Pengadilan. Dalam
hal ini Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan
Pengadilan Negeri bagi orang-orang non Muslim. UU Perkawinan
menganut prinsip kematangan calon mempelai dimaksudkan bahwa calon
suami isteri harus matang jasmani rohani untuk melangsungkan
perkawinan, agar dapat memenuhi tujuan luhur dari perkawinan dan
mendapat keturunan yang baik dan sehat sehingga harus dicegah
perkawinan di bawah umur.
Dalam hal ini perkawinan dianjurkan dilakukan pada usia 25 (dua
puluh lima) tahun bagi pria 20 (dua puluh) tahun bagi wanita, kendatipun
demikian dalam keadaan darurat perkawinan di bawah umur minimum
sebagaimana terdapat dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan, setelah
memperoleh dispensasi kawin dari Pengadilan atas permintaan orang tua.
Adapun yang dijadikan bahan pertimbangan hukum untuk
a. Kondisi yang sangat memaksa (darurat), perkawinan di bawah umur batas
minimum sebagaimana ditentukan dalam UU Perkawinan tersebut
dimungkinkan
b. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, menyangkut susila yang
berlaku di masyarakat pada umumnya;
c. Ada kepentingan yang mendesak, misalnya calon isteri hamil lebih dahulu
yang dibuktikan dengan keterangan dokter;
d. Larangan perkawinan dalam hal ini berlaku juga bagi perkawinan yang di
bawah umur, sedangkan surat-surat yang harus dipenuhi bagi seseorang
yang hendak melakukan perkawinan di bawah umur adalah.17
1) Surat Model P1 yaitu berisi tentang surat pemberitahuan kepada
pegawai pencatat perkawinan dari calon mempelai;
2) Surat Model NA yaitu surat keterangan untuk kawin yang dikeluarkan
oleh kepala Desa di mana calon mempelai bertempat tinggal;
3) Surat model NI yaitu surat keterangan asal-usul calon mempelai
dikeluarkan oleh kepala Desa di mana calon mempelai bertempat
tinggal;
4) Surat model NH yaitu surat keterangan orang tua dari calon mempelai
yang dikeluarkan oleh calon mempelai.
17
e. Persetujuan yang menyatakan bahwa atas dasar sukarela tanpa ada
tekanan atau paksaan dari pihak manapun dan setuju untuk
melangsungkan perkawinan, ditandatangani oleh kedua calon mempelai.
4. Prosedur Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur
Prosedur pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah suatu cara melangsungkan perkawinan di bawah
umur mulai surat pengantar dari RT tempat tinggal mempelai sampai
memperoleh kutipan akta nikah.
Sebelumnya penulis akan memaparkan salah satu fungsi BP-4 dalam
memberikan nasehat dan bimbingan agar masyarakat yang akan
melangsungkan perkawinan melakukan persiapan pendahuluan sebagai
berikut:
a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian tentang
apakah mereka saling cinta atau setuju dan apakah kedua orang tua
mereka menyetujui atau merestui. Ini erat hubungannya dengan surat-surat
persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua, agar
surat-surat tersebut tidak hanya formulir saja.
b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan, baik
menurut hukum masyarakat maupun menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembatalan
c. Calon mempelai harus memiliki ilmu pengetahuan tentang seputar
kerumah tanggan, hak dan kewajiban suami isteri dan lain-lain.
d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkan,
calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya.
Persiapan di atas dapat dikatakan persiapan pendahuluan, dan setelah
semuanya dilakukan maka orang yang akan menikah memberitahukan
kehendaknya kepada PPN atau Pembantu PPN yang mewilayahi tempat akan
dilangsungkan akad nikah, sekurang-kurangnya 10 hari sebelum akad nikah
dilangsungkan.18
Adapun prosedur pelaksanaan perkawinan di bawah umur, dalam hal
ini adalah bagi mereka yang beragama Islam, sebab yang menjadi sentral
penulisan dalam karya tulis ini adalah perkawinan di bawah umur bagi
mereka yang beragama Islam, dan prosedurnya adalah:
a. Minta surat pengantar dari ketua RT (Rukun Tetangga) di mana calon
mempelai bertempat tinggal, yang ditujukan ke kelurahan. Dan dari
kelurahan itulah calon mempelai akan mendapatkan surat Model PI yang
berisi surat pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Nikah, surat Model
NA yang berisi surat keterangan untuk kawin, surat Model NH yang berisi
surat keterangan tentang orang tua, surat Model NI yang berisi surat
keterangan asal-usul dan surat persetujuan yang menyatakan bahwa atas
18
dasar sukarela tanpa ada tekanan dari pihak lain dan setuju untuk
melangsungkan perkawinan yang ditandatangani kedua calon mempelai.19
b. Setelah mendapatkan surat-surat di atas kemudian mempelai mengajukan
permohonan dispensasi kawin kepada Ketua Pengadilan Agama yang di
buat oleh orang tua/walinya atau wakilnya.
c. Sebelum diadakan sidang Pengadilan, calon mempelai harus terlebih
dahulu mendapat nasehat perkawinan dari BP-4, seperti yang telah
diungkapkan di atas.
d. Setelah Pengadilan mempelajari arti permohonan ini kemudian
mengadakan sidang. Sidang dihadiri oleh kedua orang tua/walinya, calon
mempelai dan saksi-saksi.
e. Setelah mendapatkan penetapan dispensasi kawin dari pengadilan agama,
kemudian ke Kantor Urusan Agama dengan membawa sekaligus
menyerahkan surat-surat yang telah diisi oleh Kepala Desa, yang
meliputi:20
1) Surat keterangan untuk nikah (model N1)
2) Surat keterangan asal-usul (Model N2)
3) Surat Persetujuan Mempelai (Model N3)
4) Surat tentang orang tua (Model N4)
5) Surat izin orang tua (Model N5)
19
KONAWI (Kongres Wanita Indonesia), 59 20
6) Surat pemberitahuan kehendak nikah (Model N7)
7) Setelah Kantor Urusan Agama menerima berkas-berkas itu kemudia
diadakan penelitian dan selanjutnya mengadakan pengumuman.
8) Setelah hari kesepuluh kerja, tidak ada halangan dan pencegahan
perkawinan, maka pada hari yang telah ditentukan kemudian
dilangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan. Akan tetapi
sebelumnya diadakan pemeriksaan ulang yang meliputi;21
a) Daftar Pemeriksaan Nikah, Meliputi;
1) Waktu Pelaksanaan akad nikah
2) Identitas Calon Suami
3) Identitas calon isteri
4) Wali nikah
5) Mas kawin
6) Perjanjian perkawinan
7) Ta’lik talak
8) PPN/wakil yang memeriksa
9) Saksi
10)Tanda tangan calon mempelai
b) Pemeriksaan surat-surat dari Kelurahan
c) Pemeriksaan penetapan dispensasi untuk kawin dari pengadilan
21
f. Setelah pemeriksaan ulang selesai, tidak ada larangan atau pencegahan
untuk kawin kemudian dilangsungkan ijab qabul.
g. Setelah acara ijab qabul, kepada yang bersangkutan (suami-isteri),
masing-masing diberi kutipan akta nikah (model NA), hal ini terdapat
dalam Pasal 28 (4) PMA. RI. No. 2 Tahun 1990 tentang kewajiban
Pegawai Pencatat Nikah.
C. Kesejahteraan Rumah Tangga
1. Pengertian Kesejahteraan Lahir dan Batin
Sejahtera adalah keadaan lahiriyah yang diperoleh dalam kehidupan
duniawiyah yang meliputi kesehatan, sandang, pangan, papan, keguyuban,
perlindungan hak asasi dan sebagainya.
Seseorang yang sejahtera hidupnya adalah orang yang terpelihara
kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papannya, diterima dalam
pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak asasinya terlindungi oleh
norma agama, norma hukum dan norma susila.22
Agar cita-cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya, maka suami isteri yang memegang peranan utama dalam
mewujudkan keluarga bahagia sejahtera, perlu meningkatkan pengetahuan
dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai
22
dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat. Dengan
mempedomani tuntunan agama serta ketentuan-ketentuan hidup
bermasyarakat, diharapkan setiap anggota keluarga khususnya suami isteri
mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh dengan
ketentraman dan kedamaian. Stabilitas kehidupan rumah tangga inilah yang
merupakan modal dasar bagi berbagai upaya pembinaan keluarga bahagia dan
sejahtera.
Kesejahteraan lahir-batin merupakan cita-cita setiap insan.
Kesejahteraan lahiriah, lazimnya merupakan sarana yang mendasar bagi
tercapainya kesejahteraan batiniah, meskipun ada juga orang yang
memperoleh kesejahteraan batiniyah tanpa mendapat kesejahteraan lahiriyah,
menurut ukuran yang lazim. Indikator kesejahteraan masyarakat -di rnana
keluarga/rumah tangga (usrah) sebagai unit terkecil- memang sulit
dirumuskan secara terinci. Namun sekurang-kurangnya ajaran syari'at Islam
dengan konsep fiqih sosial telah banyak menunjang sebagai isyarat yang
mendekati rumusan tersebut.
Dalam hal ini, kemaslahatan umum -kurang lebih- adalah kebutahan
nyata masyarakat dalam suatu kawasan tertentu untuk menunjang
kesejahteraan lahiriahnya. Baik kebutuhan itu berdimensi dlaruriyah atau
kebutuhan dasar (basic need) yang menjadi sarana pokok untuk mencapai
benda, rnau pun kebutahan sekunder dan kebutahan yang berdimensi
tahsiniyah atau pelengkap (suplementer).
Pada gilirannya, keseimbangan antara aqidah dan syari'at dapat
disadari oleh masyarakat dalam bentuk sikap dan tingkah laku yang rasional
dan bertanggungjawab terhadap eratnya hubungan antara keluarga maslahah
dengan aspek aspek kehidupan yang meliputi bidang-bidang agama, sosial,
ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban dalam rangka
mencapai kesejahteraan lahir dan batin.
Kesejahteraan lahir batin atau saadatud daaraini merupakan tujuan
utama dalam hidup dan kehidupan masyarakat muslim. Kesejahteraan
keluarga tidak hanya diukur dengan kecukupan materi saja. Masih banyak
syarat lain yang harus dipenuhi. Kalau kita baca Bab I Pasal 1 Ayat 11 dari
Undang Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, maka kita akan mengetahui bahwa
keluarga yang sejahtera itu tidak hanya tercukupi kebutuhan materiilnya,
tetapi juga harus didasarkan pada perkawinan yang sah, tercukupi kebutuhan
spirituilnya, memiliki hubungan yang harmonis antar anggota keluarga,
antara keluarga dengan masyarakat sekitarnya, dengan lingkungannya dan
sebagainya.
Konsep keluarga sakinah tidak jauh berbeda dengan konsep
Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Paling tidak, unsur-unsur yang mendasar
seperti perkawinan yang sah, terpenuhinya kebutuhan materiil dan spirituil
yang layak, serta terjalinnya hubungan yang harmonis di antara anggota
keluarga serta dengan masyarakat, telah menunjukkan kesamaan persepsi.
Kesamaan persepsi tersebut akan terlihat jelas apabila kita mencermati
indikator tahapan-tahapan keluarga sejahtera yang dimanifestasikan dalam
bentuk Keluarga Pra Sejahtera, KS I, KS II, KS III dan KS III Plus. Hal ini
dapat kita maknai, dalam konteks yang lebih luas, agama Islam telah
memberikan kontribusi yang tidak ternilai harganya dalam upaya
mewujudkan keluarga sejahtera di Indonesia.23
2. Tahapan-tahapan Keluarga Pra Sejahtera, KS 1, KS II, KS III dan KS III Plus
yaitu :
a. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal seperti
kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan
b. Keluarga sejahtera tahap I yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan social psikologisnya (socio
psychological need), seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga
23
berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat
tinggal dan transportasi.
c. Keluarga Sejahtera Tahap II yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi
kebutuhan social psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan perkembangannya, seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
d. Keluarga Sejahtera Tahap III yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan
pengembangannya namun belum dapat memberikan sumbangan
(kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur
(waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk materiil dan
keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan secara
aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau
yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan
sebagainya.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis
maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan
sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat, dan aktif
Sekitar 56% keluarga di Indonesia masih berada dalam tingkat Pra
Sejahtera dan Sejahtera 1. Mereka belum tergolong miskin, tetapi baru bisa
memenuhi kebutuhan fisik minimal. Pada kondisi tersebut, mereka mudah
sekali jatuh menjadi miskin. Dalam Program Pembangunan Keluarga
Sejahtera BKKBN, Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I lebih
tepat disebut sehagai Keluarga Tertinggal. Karena yang disebut sebagai
Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan
agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali
sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian,
memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu
untuk berobat di sarana kesehatan modern.
Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan upaya menanggulangi
kemiskinan pada keluarga-keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I, diperlukan
kesabaran yang cukup tinggi. Kepada mereka perlu dilakukan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan secara berkesinambungan
dan terpadu, sehingga mereka mampu mengubah kehidupan menjadi lebih
baik.
3. Indikator Keluarga Sejahtera
Terdapat 23 indikator yang menggambarkan tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan
a. Keluarga Pra Sejahtera :
1) Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya masing-masing
2) Makan dua kali sehari atau lebih
3) Memiliki pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
4) Memiliki rumah yang sebagian besar lantainya bukan dari tanah
5) Membawa anggota keluarga yang sakit kepelayanan kesehatan.
Termasuk bila keluarga adalah pasangan usia subur yang ingin
menjadi AKSEPTOR KB
b. Keluarga Sejahtera 1
Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indikator 1-5 (pada
keluarga sejahtera), tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator
sebagai berikut :
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama
yang dianut masing-masing
2) Makan daging / ikan / telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali
dalam seminggu
3) Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir
4) Luas lantai tiap penghuni rumah 8 M2
5) Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat
melaksanakan fungsi masing-masing
6) Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 Tahun keatas
7) Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berumur 10
SD 60 Tahun
8) Anak usia sekolah (7-15 Tahun Bersekolah)
9) Anak hidup dua atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur
(PUS) saat ini memakai kontrasepsi
c. Keluarga Sejahtera 2
Bila indikator sudah mampu melaksanakan indikator 1-14 (Pada
keluarga sejahtera 1), tetapi belum mampu melaksanakan indikator
sebagai berikut :
1) Upaya keluarga meningkatkan / menambah pengetauan agama
2) Keluarga mempunyai tabungan
3) Makan bersama paling kurang sekali sehari
4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat
5) Rekreasi bersama / penyegaran paling kurang sekali dalam sebulan
6) Memperleh berita dari surat kabar, radio, tv, majalah
7) Anggota keluarga mampu menggunakan transportasi
d. Keluarga Sejahtera 3
Bila keluarga sesudah mampu melaksanakan indikator 1-21 (pada
tahapan keluarga sebelumnya), tetapi mampu melaksanakan indikator
1) Memberikan sumbangan secara teratur (dalam waktu tertentu) secara
sukarela dalam bentuk materi kepada masyarakat
2) Aktif sebagai pengurus yayasan / institusi dalam kegiatan
kemasyarakatan
e. Keluarga Sejahtera 3 Plus
Bila keluarga sudah mampu melaksanakan seluruh indikator
keluarga sejahtera (yang berjumlah 23).
4. Aspek-aspek kesejahteraan
Berbicara mengenai upaya mewujudkan keluarga sejahtera, tentu kita
tidak akan lepas empat aspek yang menjadi bidang garapan pokok dalam
Keluarga Berencana (KB) sebagaimana tercantum dalam pengertian KB
menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 Ayat 12, yakni
1. Pendewasaan Usia Perkawinan,
2. Pengaturan Kelahiran,
3. Pembinaan Ketahanan Keluarga dan
4. Peningkatan Kesejahteraan Keluarga.
Di sini agama Islam telah memberikan gambaran yang jelas di setiap
aspek, yang secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan dukungan
positif agama Islam terhadap upaya mewujudkan keluarga kecil yang bahagia
dan sejahtera. Terkait dengan aspek Pendewasaan Usia Perkawinan,
meskipun dalam Islam tidak ada ketetapan usia kawin, namun merujuk pada
☺
⌧
⌧
⌧
☺
⌧ ⌧
Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Disyaratkan bahwa mereka yang melaksanakan perkawinan harus
sudah cukup umur, dan telah cerdas (pandai) memelihara harta. Hal tersebut
dapat kita terjemahkan bahwa perkawinan dalam Islam baru dapat
dilaksanakan bila pria atau wanitanya telah mencapai kedewasaan (fisik
modal dasar untuk mencapai keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Pertimbangannya, usia kawin mengandung makna biologis, sosio-kultural,
dan demografis. Secara biologis, hubungan kelamin dengan isteri yang terlalu
muda (yang belum dewasa secara fisik) dapat menyebabkan nyeri kemaluan,
cabikan dan robekan. Lagi pula, apabila terjadi kehamilan, maka hal itu akan
membawa resiko besar terhadap si ibu maupun anak. Secara sosio-kultural,
pasangan tersebut (terutama si istri) harus mampu memenuhi tuntutan sosial
perkawinan, mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Usia yag
terlalu muda bisa menyebabkan tidak hadirya unsur yang disebutkan dalam
Al Qur’an, yaitu hidup dalam ketenteraman (sakan). Secara demografis
(kependudukan), usia kawin yang lebih tinggi merupakan salah satu cara
dalam mengurangi kesuburan tanpa penggunaan kontrasepsi.
Sementara itu, terkait dengan aspek Pengaturan Kelahiran, meskipun
dalam Islam tidak ada pembatasan tentang jumlah anak yang dilahirkan,
namun ada harus memperhatikan kualitasnya. Upaya menjarangkan kelahiran
anak ini secara langsung maupun tidak langsung berkaita erat dengan upaya
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Karena dengan jarak anak yang cukup,
orangtua khususnya ibu tetap dalam kondisi sehat dan akan lebih leluasa
dalam bekerja mencari rezeki di jalan Allah SWT.
Selanjutnya, terkait dengan aspek Pembinaan Ketahanan Keluarga,
tanggung jawab suami kepada isteri dan sebaliknya serta kewajiban dan
tanggung jawab orangtua terhadap anak-anaknya dan sebaliknya.24 Akhirnya
terkait dengan aspek Peningkatan Kesejahteraan Keluarga, Agama Islam telah
memberikan penuh pada seluruh keluarga untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Hal ini tidak saja tercermin dari Ayat-ayat dalam Al
Qur’an, tetapi juga dalam Hadist. Namun demikian, upaya mencari rezeki
yang dilakukan hendaklah dengan cara yang halal. Nabi Muhammad SAW
bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi antara lain
sebagai hak anak atas oragtuanya ialah bahwa orangtua mengajarinya
menulis, berenang, memanah dan hanya memberinya rezeki yang hahal. Dari
hadist tersebut kita dapat mengetahui bahwa semua dana dan sumber yang
digunakan untuk nafkah anak-anak harus bersumber dari pendapatan yang sah
dan halal. Selanjutnya upaya pemberdayaan ekonomi dalam rangka
peningkatan kesejahteraan keluarga oleh pemerintah sebagai bagian dari
upaya menurunkan kemiskinan, dalam Islam dianjurkan dengan
meningkatkan ekonomi kerakyatan yang dilaksanakan dengan
mengembangkan koperasi masjid, majelis taklim, LMS Agama dan
Kelompok Keluarga Sakinah serta membentuk Desa Binaan Gerakan
Keluarga Sakinah.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Agama Islam sangat
mendukung upaya membangun keluarga yang sejahtera. Bentuk dukungan ini
24
bukan hanya sebatas pada upaya mendewasakan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran atau pembinaan ketahanan keluarga, tetapi juga upaya-upaya untuk
KEC. CIJERUK BOGOR
A. Letak Geografis Desa Tanjung Sari Kec. Cijeruk Bogor
Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor adalah suatu wilayah desa yang berbatasan dengan Desa