• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan liga arab dalam konflik Suriah: studi kasus dukungan liga arab pada pihak oposisi Suriah Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan liga arab dalam konflik Suriah: studi kasus dukungan liga arab pada pihak oposisi Suriah Tahun 2013"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Dhimas Ardhiyanto

1110113000069

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JAKARTA

(2)

ii

KEBIJAKAN LIGA ARAB DALAM KONFLIK SURIAH:

STUDI KASUS DUKUNGAN LIGA ARAB PADA PIHAK OPOSISI SURIAH TAHUN 2013

1. Merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Desember 2014

(3)

iii

Nama : Dhimas Ardhiyanto

NIM : 1110113000069

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

KEBIJAKAN LIGA ARAB DALAM KONFLIK SURIAH: STUDI KASUS

DUKUNGAN LIGA ARAB PADA PIHAK OPOSISI SURIAH TAHUN 2013

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 11 Desember 2014 Menyetujui Pembimbing,

(4)

iv

DUKUNGAN LIGA ARAB PADA PIHAK OPOSISI SURIAH TAHUN 2013

Oleh

Dhimas Ardhiyanto 1110113000069

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua Sidang,

Debbie Affianty, MA

Penguji I, Penguji II,

Eva Mushoffa, MHSPS Andar Nubowo, DEA

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 22 Desember 2014

Ketua Program Studi FISIP UIN Jakarta

(5)

v

Suriah. Tujuan penulisan skripsi ini guna mengetahui alasan kebijakan Liga Arab dalam memberi dukungan pada kelompok oposisi Suriah. Penulisan skripsi ini didukung dengan data dari berbagai sumber yang diperoleh melalui studi kepustakaan.

(6)

vi

sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Liga Arab dalam

Konflik Suriah: Studi Kasus Dukungan Liga Arab pada Pihak Oposisi Suriah Tahun 2013”.

Skripsi ini di tulis dengan tjuan untuk memenuhi tugas akhir serta memenuhi syarat wajib kelulusan bagi mahasiswa/i Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sang Maha Pengampun, Maha Pengasih dan pemberi kasih, Allah SWT.

2. Ibuku tercinta Tutik Sukayatiningsih.

3. Yang terhormat, Bapak A. Fuad Fanani, selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Yang terhormat, Ibu Debbie Affianty Lubis, selaku Kepala Prodi HI. Serta

seluruh dosen dan karyawan FISIP UIN yang memberikan bantuan selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

5. Guruku, Mbah Amin, Pak Yoto, Mbah Nun.

6. Mbah Siti Khotijah (Mbah Diro), Mbah Tugiyo, Mbah Harti, Mbah Jamilah,

Mbah Mantri, serta sesepuh lainnya.

7. Yang turut membesarkan dan merawatku sampai besar, Lek Kasmani, Lek

Ngatmini, Lek Saryanto, Lek Menik, Bude Ginem, Pakde Gun.

8. Yang tersayang, Mbak Nonik Dhianggarani, Mas Lilik Ismul Fadli, Mas

Sudarso.

9. Saudariku, sahabat dalam belajar banyak hal mengenai kehidupan, Aufa Salimah.

10.Sahabat dalam nenimba ilmu di UIN, Siti Lutfi Jamilatul Wardah, Asri

Kusumastuty, Balqis Faradiba, Dara Amalia, Riko Febrian Eltari, M. Hafied Noval, Sauri Susanto, Rahmi Kamilah, Thufeil Izzharuddin, Rifqi Fauzan, Wildan Ramadhan, Sabana Putra Maka, Ray Putra Mahardika, Novian Dwi Chayo, M. Faisal Akbar, Whisnu Mardiansyah, Rizal, Fatah, Fini, Eko, Rosyid, Mas Ibad, Mas Qobul, Dede, Meli, Shofi, Fahmi, Dendy, atas segala bantuan, dukungan, dan kenangan selama masa kuliah.

(7)

vii Jakarta, 11 Desember 2014

(8)

viii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kerangka Teori... 9

1. Liberal Institusional ... 9

2. Organisasi Internasional ... 13

F. Metodologi Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LIGA ARAB DAN PERANNYA DI TIMUR TENGAH ... 19

A. Sejarah dan Perkembangan Liga Arab ... 19

B. Stuktur dan Sistem Organisasi Liga Arab ... 25

C. Peran Liga Arab Dalam Peta Politik Timur Tengah ... 30

BAB III KONFLIK DI SURIAH PADA ERA ARAB SPRING DAN KONDISI DI TIMUR TENGAH ... 37

A. Sekilas Mengenai Negara Suriah ... 37

B. Konflik Antara Pemerintah dan Pihak Oposisi Suriah ... 44

C. Dampak Konflik Suriah Pada Era Arab Spring Terhadap Negara-Negara di Timur Tengah ... 53

BAB IV KEBIJAKAN LIGA ARAB DALAM KONFLIK SURIAH PADA ERA ARAB SPRING ... 59

A. Dukungan Liga Arab Pada Kubu Oposisi Suriah ... 59

(9)

ix

Konflik di Suriah ... 71

BAB V KESIMPULAN ... 80

(10)

x

[image:10.612.117.525.142.575.2]
(11)

xi

BADEA Bank for Economic Development in Africa

FSA Free Syrian Army

GAFTA Greater Arab Free Trade Area

GCC Gulf Cooperation Council

HAM Hak Asasi Manusia

ISIS Islamic State of Iraq and al-Sham

IM Ikhwanul Muslimin

JDEC Joint Defense and Economic Cooperation

KTT Konferensi Tingkat Tinggi

NATO North Atlantic Treaty Organization

NBC National Coordinator Bureau

NC National Council

OAPEC Organization of Arab Petroleum Exporting Countries

PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

PDB Produksi Domestik Bruto

SIF Syrian Islamic Front

SLF Syrian Liberation Front

SNC Syrian National Coalition

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis yang terjadi di Suriah saat ini tidak terlepas dari fonemena Arab Spring,

yaitu suatu fenomena yang berawal dari peristiwa membakar diri yang dilakukan oleh

Mohamed Bouazizi pada 26 Desember 2010 di Tunisia. Bouazizi melakukan hal

tersebut sebagai protes atas penyitaan gerobak dagangannya untuk kesekian kalinya

oleh polisi. Kisah mengenai kemiskinan dan perjuangan tersebut bergaung diseluruh

negeri yang memicu demonstrasi besar untuk memprotes tingginya biaya hidup,

pengangguran dan pembatasan hak berserikat kepada diktator Tunisia, Zein El

Abidine Ben Ali. Peristiwa serupa kemudian menular ke Mesir, Libia, Yaman, dan

Suriah. Demonstrasi menuntut perubahan muncul dan mampu menumbangkan

rezim-rezim yang berkuasa di Tunisia, Mesir dan Libia. Sementara rezim-rezim penguasa Suriah,

Bashar al-Assad hingga permasalahan ini dibahas belum mampu ditumbangkan dan

demostrasi terhadap Assad berubah menjadi perang saudara.1

Perang saudara di Suriah berawal dari penahanan terhadap 15 anak-anak

sekolah yang menuliskan graffiti“rakyat ingin menggulingkan rezim” (al-sha’b yurid

isqat al-nizam) di kota Derra yang tidak jauh dari perbatasan Jordania. Protes

kemudian muncul pada 18 Maret 2011 yang menuntut pembebasan anak-anak

1Mandel Daniel, ”False Dawn: The Arab Spring,”

(13)

tersebut, peristiwa tersebut memicu unjuk rasa tidak hanya di kota Derra, namun juga

di kota lain seperti Damaskus, Homs, Hama, Idlib, dan Aleppo. Demonstrasi di

Suriah yang dimulai tahun 2011 tersebut kini menjadi peristiwa perang yang anarkis

antara pihak pemerintahan Bashar dan pihak oposisi. Warga sipil Suriah yang muncul

tanpa senjata saat demonstrasi kemudian beradaptasi dengan kondisi yang kacau

dengan membangun kekuatan militer sehingga menjadi aktor politik dan militer yang

bertarung dengan pemerintah yang berkuasa di Suriah.2

Suriah telah berubah menjadi medan tempur yang menyeramkan. Menurut

Komisioner tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang Hak Asasi Manusia

(HAM) Navi Pillay, pada awal 2013, perang saudara tersebut telah menewaskan lebih

dari 60.000 jiwa.3 Menurut Pillay, situasi di Suriah semakin memburuk dan

bertambahnya korban jiwa juga disebabkan oleh kelompok bersenjata antipemerintah

dan meluasnya kejahatan serius serta kejahatan perang, khususnya kejahatan

kemanusiaan oleh kedua belah pihak yang bertikai.4 Pejabat Komisi Tinggi PBB

Urusan Pengungsi, Antonio Guterres mengungkapkan pengungsi Suriah yang lari dari

negaranya menuju negara tetangga sudah mencapai 1 juta jiwa. Sedangkan pengungi

di dalam negeri mencapai 5 juta-10 juta jiwa. Selain itu, sistem medis di Suriah telah

2Philippe Droz & Vincent. ““State of Barbary” (Take Two): From the Arab Spring to the Return of Violence in Syria,” Middle East Journal, volume 68, no.1, (winter 2014), hal 57.

3“Data suggests Syria death toll could be more than 60,000, says UN human rights office,”

UN News Centre, 2Januari 2013, tersedia di:

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=43866#.U3lY0tKSySo diunduh pada 19 Mei 2014. 4

(14)

ambruk dan sepertiga rumah sakit sudah tidak layak beroperasi, serta banyak tenaga

medis yang ditahan dan bantuan medis kerap tidak sampai tujuan.5

Sedangkan kondisi perekonomian Suriah menurut ekonom Suriah, Jihad

Yazigi telah berubah drastis, aktivitas perekonomian yang selama ini ada telah rusak

dan mengalami kekacauan. Para pelaku ekonomi juga telah hengkang karena

ketidakamanan, produksi terhenti total di banyak tempat karena aset serta

infrastruktur yang rusak parah. Pengangguran meningkat lebih dari 50 persen dan

setengah dari populasi berada dalam garis kemiskinan. Produksi Domestik Bruto

(PDB) Suriah anjlok 33 persen sejak tahun 2010. Hal ini diperburuk lagi dengan

sanksi internasional yang melarang transaksi internasional dengan Suriah serta

pembekuan asset-aset Suriah di luar negeri. Kerusakan ekonomi Suriah tersebut

membutuhkan sekitar 30 tahun untuk pulih seperti tahun 2010 dengan syarat

pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen.6

Menurut Yazigi, perekonomian yang ada saat ini adalah kegiatan ekonomi

perang yang berupa penyelundupan dan penjualan barang-barang kebutuhan dasar

dengan harga mahal. Selain itu, perampokan, penculikan, dan pungutan liar di

pos-pos pemeriksaan perbatasan. Penguasaan ladang-ladang minyak secara ilegal menjadi

penghidupan bagi mereka yang berkuasa di tengah negara yang berjalan dengan

hukum rimba. Hal ini membuka jaringan bisnis baru beberapa kelompok pengusaha

5Musthafa Abd. Rahman, “Dua Tahun Revolusi Suriah: Po

litik Terseok, Derita Berlanjut”, Harian Kompas, 10 Maret 2013, hal 10.

6Jihad Yazigi, “Syria‟s War Economy,”

(15)

maupun individu yang meraih keuntungan dari perang. Lembaga-lembaga baru

muncul dan berkembang serta meraih keuntungan dari perang.7

Berbagai usulan politik telah ditawarkan untuk mengakhiri perang saudara di

Suriah, namun upaya-upaya tersebut belum ada yang menuai hasil. Mantan Sekretaris

Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan yang juga merupakan

Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Maret-Agustus 2012, akhirnya

mengundurkan diri karena frustasi.8 Upaya mantan Menteri Luar Negeri Aljazair

Lakhdar Brahimi yang menggantikan Kofi Annan juga belum menuai hasil hingga

skripsi ini ditulis.9

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Doha, Qatar pada 26

Maret 2013 dalam salah satu rekomendasinya memutuskan untuk memberi hak

kepada setiap negara anggota Liga Arab memasok bantuan alat pertahanan diri serta

senjata kepada kubu oposisi Suriah. Pada KTT tersebut kursi delegasi pemerintah

Suriah juga diberikan kepada pihak oposisi yang dihadiri oleh ketua Koalisi Nasional

Suriah (SNC), Moaz al-Khatib.10 Keputusan Liga Arab ini menuai kritik dari Duta

Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin yang mengatakan bahwa Liga Arab

menyimpang dari upaya penyelesaian politik di Suriah. Churkin juga menyayangkan

7

Ibid. hal 4-5.

8 Dua Tahu ‘e olusi “uriah, Politik Terseok, Derita Berla jut, Harian Kompas, 10 Maret 2013, hal

10.

9

Ibid.

10 Doha su it gi es Arab states right to ar “yria rebels, Al Arabiya News, 26 Maret 2013,

(16)

keputusan Liga Arab memberikan kursi delegasi Suriah pada SNC, menurutnya

keanggotaan Suriah di Liga Arab belum hilang, namun hanya dibekukan.11

Kebijakan Liga Arab tersebut bertentangan dengan upaya penyelesaian

konflik secara damai. Dari kondisi Suriah tergambar jelas bahwa tentara pemerintah

maupun oposisi sama-sama bertindak diluar rasa kemanusiaan. Hal ini terlihat dari

kerusakan dan kehancuran infrastruktur, bangunan rumah, sekolah, rumah sakit,

maupun fasilitas umum, demikian banyak tersebar di hampir seluruh penjuru kota

Suriah. Korban tewas dan kehancuran Suriah pun akan terus berlanjut selama perang

masih berkecamuk.12

Selain itu, jika pihak oposisi Suriah berhasil menggulingkan rezim yang

berkuasa dengan kekerasan maka tidak lantas permasalahan akan langsung selesai.

Profesor pada Naval Postgraduate School, Glenn Robinson berpendapat bahwa jika

pemberontak Suriah menang, maka mereka akan melakukan balas dendam dan

memalukan demokrasi serta liberalisme. Sejalan dengan Robinson, Peneliti senior University of Notre Dame’s Kroc Institute for International Peace Study, Madhav

Joshi mengungkapkan bahwa kemenangan militer dalam perang sipil mempunyai

dampak yang sangat berbahaya. Menurut Joshi, pihak pemenang akan berusaha untuk

11“Russia criticizes Arab League over Syria seat”,

Aljazeera, 28 Maret 2013, tersedia di:

http://www.aljazeera.com/news/europe/2013/03/2013328173751138369.html diunduh pada 20 Mei 2014

12Trias Kuncahyono, “Suriah Dua Tahun Berlalu,”

(17)

menyingkirkan pihak lain dari pemerintahan dengan kekuatan militernya dari pada

berusaha untuk bekerja sama dengan musuhnya dalam perang.13

Dengan melihat fenomena seperti ini maka Liga Arab yang bertindak sebagai

organisasi regional yang salah satu anggotanya mengalami perang saudara yang

berlarut-larut menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai kebijakannya

untuk mendukung salah satu pihak yang bertikai. Mengapa Liga Arab memberi hak

kepada anggotanya untuk memasok senjata kepada pihak oposisi Suriah? Bukankah

ini akan memperburuk perang saudara yang tengah berkecamuk? Mengapa Liga Arab

memberikan dukungan pada salah satu pihak saja dalam penyelesaian konflik yang

terjadi di Suriah yang telah berlarut larut?

B. Pertanyaan Penelitian

Dari penjelasan pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang

akan diungkap dalam skripsi ini adalah: mengapa Liga Arab memberi dukungan

terhadap pihak oposisi Suriah dalam krisis politik yang terjadi di Suriah pada era

pemerintahan Bashar al Asad pada tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

13

Bilal Y.Saab dan Andrew J. Tabler, “No Settlement In Damascus: The Danger of a Negotiated

Peace,” Foreign Affairs, 2 Januari 2013, tersedia di

(18)

1. Mengetahui alasan kebijakan Liga Arab yang memberi dukungan

kepada pihak oposisi Suriah.

2. Mengetahui dinamika politik Timur-Tengah

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberi

perkembangan bagi studi hubungan internasional khususnya dalam

studi organisasi internasional.

2. Penelitian ini juga diharapkan mampu memahami perkembangan Liga

Arab dan Timur-Tengah.

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum skripsi ini ditulis, sebelumnya telah terdapat penelitian yang terkait

dengan skripsi ini. Pertama, tulisan Bruce Maddy-Weitzman yang berjudul The Arab

League Comes Alive. Artikel tersebut memuat mengenai suatu hal yang berada diluar

ekspektasi, yaitu adanya perubahan dalam Liga Arab yang di sangsikan oleh banyak

pihak sebagai organisasi yang tak bergigi menjadi organisasi yang anggotanya

menjadi kesatuan dalam manuver diplomatik dalam beberapa hal.14

Maddy-Weitzman memberikan contoh perubahan tersebut yakni ketika Liga

Arab memberikan legitimasi kepada Barat untuk mengintervensi penggulingan rezim

14

(19)

Muammar al-Qaddafi di Libia. Liga Arab juga memberikan dukungan terhadap Gulf Cooperation Council’s (GCC) yang sukses menekan Presiden Yaman, Ali Abdullah

Saleh untuk menyerahkan kekuasannya. Selain itu, Liga Arab telah secara aktif dalam

upaya penyelesain krisis di Suriah.15

Kedua, artikel jurnal yang ditulis oleh Philippe Droz-Vincent yang berjudul “State of Barbary (Take Two): From the Arab Spring to the Return of Violence in

Syria”. Artikel ini membahas serangkaian protes oleh warga sipil terhadap

pemerintah yang berkuasa di Suriah yang berubah menjadi perang saudara.

Kekacauan di Suriah juga dipengaruhi oleh faktor regional dan internasional sehingga

menjadikan kekacauan semakin pelik. Hal tersebut dikarenakan Suriah berada di

tengah-tengah persaingan stategis di Timur Tengah, Suriah berbatasan langsung

dengan wilayah penting di wilayah Timur Tengah, yaitu: Irak, Lebanon, Israel,

Palestina dan Turki. Internasional dan regional faktor telah memperburuk

pertentangan yang terjadi di Suriah, yaitu: pertentangan perdamaian vs angkatan

bersenjata, nasionalis vs pergerakan sekte (anti Alawi), kemunculan pemberontakan

Arab vs Kurdi, secular vs pergerakan agama, dan lain sebagainya.16

Ketiga, thesis yang ditulis oleh Jacob M. Maddox yang berjudul Building

Peace In A Post- Assad Syria pada Naval Postgraduate School, Monterey, California

pada tahun 2013. Thesis tersebut membahas perang sipil di Suriah antara pemerintah

15 Ibid., 16

(20)

dengan berbagai macam kelompok oposisi yang terus berlanjut. Konflik berlanjut dan

berdampak pada negara-negara tetangga dan memperluas konflik dan meningkatkan

beban ekonomi yang disebabkan dari korban pengungsi. Thesis ini menganalisis

rencana pasca konflik yang penting bagi stabilitas regional dan bagi Suriah. Selain

itu, menjelaskan suatu skenario setelah konflik usai menuju perdamaian.17

Perbedaan antara penelitian-penelitian di atas dengan skripsi ini adalah skripsi

ini lebih memfokuskan pada kebijakan Liga Arab dalam konflik Suriah yang lebih

khusus lagi pada dukungan Liga Arab terhadap pihak oposisi Suriah. Sehingga

permasalahan yang akan dibahas lebih spesifik dan mempunyai ruang lingkup yang

lebih sempit dibanding dengan penelitian yang telah dilakukan di atas.

E. Kerangka Teori

Untuk membantu menganalisis Kebijakan Liga dalam memberi dukungan

kepada pihak oposisi Suriah digunakan teori Liberal Institusional dan Organisasi

internasional.

1. Liberal Institusional

Menurut David Baldwin Liberal Institusional atau neo-liberal institutional

mempunyai pengaruh terhadap hubungan internasional pada masa kini. Liberal

Institusional dipercaya oleh para peneliti untuk melawan pemikiran Realis dan

17

(21)

realis. Liberal Institusional mempunyai asumsi bahwa jalan menuju perdamaian dan

pencapaian keuntungan adalah dengan membuat negara independen mengumpulkan

segala sumber yang ada dalam kedaulatannya untuk menciptakan komunitas yang

terintegrasi. Hal tersebut guna mempromosikan pertumbuhan ekonomi atau merespon

masalah regional.18

Liberal Institusional memiliki asumsi mengenai interdependensi internasional,

yaitu suatu deskripsi tentang hubungan antara aktor negara dan aktor non negara

dalam lingkungan anarki pada dunia politik. Ide inti dari Liberal Institusional adalah

kompleks interdependen, yang menurut Keohane dan Nye merupakan suatu dunia

dimana aktor selain negara berpartisipasi langsung dalam dunia politik dan tidak ada

hirarki isu yang jelas serta kekuatan militer menjadi instrument kebijakan yang tidak

efektif.19

Para peneliti berpendapat bahwa dunia telah berubah menjadi pruralis akibat

bentuk aktor yang terlibat dalam interaksi internasional dan aktor yang terlibat

tersebut lebih bergantung satu dengan yang lainnya. Kompleks interdependen

mempunyai asumsi bahwa dunia identik pada empat karakteristik yaitu: pertama,

peningkatan hubungan antara aktor negara dan aktor non-negara. Kedua, agenda baru

dalam isu-isu internasional dengan tanpa pembedaan antara high politics dan low

politics. Ketiga, terdapatnya berbagai jaringan guna berinteraksi antar aktor lintas

18

John Baylis & Steve Smith, The Globalization of World Politics, An introduction to international relations, Third Edition, (New York: Oxford University Press Inc. 2001), hal 213.

19

(22)

batas negara. Keempat, penurunan penggunaan kekuatan militer sebagai alat negara.

Kompleks interdependen juga memunyai anggapan bahwa globalisasi menghasilkan

suatu peningkatan dalam jaringan untuk berinteraksi, sebagaimana jumlah

interkoneksi.20

Liberal Institusional atau Institutional theory mempunyai banyak kesamaan

asumsi dengan Neo-realis. Neo-realis memberikan fokus lebih terhadap konflik dan

kompetisi serta meminimalkan peluang kerjasama sekalipun dalam sistem

internasional yang anarki. Sedangkan Neo-liberal Institutional melihat institusi

sebagai mediator guna menghasilkan kerjasama antar aktor dalam sistem. Liberal

Institutional memiliki fokus pada isu global governance serta penciptaan dan

pemeliharaan institusi yang berkaitan dengan manajemen proses globalisasi.21

Dengan berakhirnya perang dingin, negara-negara mengubah haluan

keamanan pada ancaman terorisme, pengembangan senjata pemusnah masal,

peningkatan konflik internal yang mengancam keamanan regional maupun global.

Graham Allison mengungkapkan, konsekuensi dari globalisasi adalah keamanan dari

terorisme, penjualan obat terlarang yang merupakan masalah yang tidak dapat

diselesaikan oleh satu negara. Kesuksesan dalam merespon ancaman keamanan

membutuhkan penciptaan tatanan regional dan tatanan global yang mempromosikan

20

Baylis & Smith. The Globalization, hal 213.

21

(23)

kerjasama antar negara dan koordinasi kebijakan untuk merespon ancaman keamanan

tersebut.22

Kaum Liberal Institusional menganggap bahwa peran institusi akan

membantu menekan kekacauan anarki internasional, melalui institusi yang dibentuk

maka setiap negara memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan yang berlaku di

antara mereka.23 Robert Keohane berpendapat bahwa akibat peristiwa serangan

teroris 9/11 di Amerika Serikat telah menciptakan koalisi besar melawan terorisme

yang melibatkan banyak negara dan institusi penting regional dan global. Liberal

Institusioanl mendukung kerjasama multilateral dan mengkritik preemptive dan

uniteralism penggunaan militer.24

Menurut Baylis dan Smith terdapat beberapa asumsi inti dari Liberal

Institusional, yaitu:

1. Negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional, akan tetapi

bukan merupakan satu-satunya aktor yang signifikan. Negara merupakan

aktor atau instrumen rasional yang selalu berusaha memaksimalkan

kepentingannya dalam segala isu.

2. Dalam lingkungan yang kompetitif, negara berusaha memaksimalkan

absolute gains melalui kerjasama. Perilaku rasional mengarahkan negara

22

Ibid.

23

Rachamawati, Iva. 2012. Memahami Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. hal 86.

24

(24)

untuk melihat nilai dalam perilaku kerjasama. Negara sedikit

memperhatikan pada keuntungan yang didapat dari negara lain dalam

kerjasama.

3. Tantangan terbesar untuk menyukseskan kerjasama adalah ketidakpatuhan

atau kecurangan yang dilakukan oleh negara.

4. Kerjasama merupakan suatu hal yang tidak pernah tidak bermasalah, akan

tetapi negara akan memberikan loyalitas dan sumber daya kepada institusi

jika hal tersebut dilihat sebagai sesuatu yang saling menguntungkan dan

meningkatkan kesempatan kepada negara untuk mengamankan

kepentingan internasionalnya. 25

Perspektif Liberal Institusional lebih relevan dalam area isu dimana

negara-negara saling memiliki kepentingan. Institusi diciptakan untuk mengatur perilaku

internasional. Pandangan tersebut mungkin kurang relevan dalam area di mana

negara-negara tidak saling mempunyai kepentingan.26

2. Organisasi Internasional

Selain Liberal Institusional perlu juga dipahami mengenai konsep organisasi

internasional. Menurut Michael Hass yang dikutip oleh James N. Rosenau, organisasi

internasional memiliki dua pengertian yaitu: pertama, sebagai suatu lembaga atau

struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu

25

Baylis & Smith, The Globalization , hal 213-124.

26

(25)

pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian

menjadi satu kesatuan yang utuh di mana tidak ada aspek non-lembaga dalam istilah

organisasi internasional ini.27

Organisasi internasional memiliki tujuan untuk mengkoordinasikan

kegiatan-kegiatan dengan metode melangsungkan koordinasi secara rutin dengan teknik seperti

pembagian tugas-tugas khusus. Hal tersebut dilakukan secara formal dalam struktur

resmi beserta aparat lembaga atau secara informal dengan sistem praktek yang tidak

tertulis di mana unit-unit dalam sistem mempunyai peranan yang berbeda seperti

peranan sebagai pemimpin dan yang dipimpin.28

Menurut Clive Archer, organisasi internasional setidaknya memiliki tiga

peranan, yaitu:

1. Organisasi internasional sebagai instrumen yang digunakan oleh

negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan kepentingan

negaranya.

2. Organisasi internasional sebagai arena atau tempat bertemu bagi

anggota-anggotanya untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi. Organisasi

internasional digunakan oleh negara-negara untuk berdiskusi, mengangkat

masalah dalam negerinya, ataupun masalah dalam negeri orang lain.

27

James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research Theory, (New York: The Free Press, 1969), hal 131.

28

(26)

3. Organisasi internasional sebagai aktor independen yang dapat membuat

keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan

dari luar organisasi.29

Sedangkan menurut A. Le Roy Bennet yang juga dikutip oleh Perwita dan

Yani, organisasi internasional memiliki setidaknya dua fungsi, yaitu:

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan antar

negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi

seluruh bangsa.

2. Menyediakan banyak saluran-saluran komunikasi antar pemerintahan

sehingga ide-ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke permukaan.30

Dalam aktivitas organisasi internasional dapat terlihat beberapa peran yang

signifikan, yaitu organisasi inetrnasional sebagai inisiator, fasilitator, mediator,

rekonsiliator dan determinator. Dalam isu-isu tertentu organisasi internasional

muncul sebagai aktor independen dengan hak-hak sendiri untuk

mengimplementasikan, memonitor, dan menengahi perselisihan yang timbul dari

adanya keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara.31

Teori Liberal Instutional dan teori organisasi internasional merupakan dua

teori yang tepat untuk memahami fenomena kebijakan Liga Arab di Suriah pada

29

Archer Clive, International Organizations, (London: Allen & Unwin Ltd. 1983), hal 130-141.

30

Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Yani, Pengantar Hubungan Internasional (Bandung: Rosda Karya, 2006), hal 97.

31

(27)

tahun 2013. Kedua teori tersebut dapat digunakan untuk memahami perilaku Liga

Arab serta negara-negara anggotanya dalam mengambil kebijakan. Pertama-tama

akan dijelaskan permasalahan yang ada, kemudian dielaborasi dengan kedua teori

yang ada guna mendapatkan analisis yang tepat.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualititatif. Penelitian kualitatif menurut W. Lawrence Neuman menggunakan suatu

bahasa dari kasus dan konteks, dengan memperhatikan proses sosial serta kasus

dalam konteks sosial, dan juga melihat interpretasi atau pemberian makna pada

sesuatu hal yang spesifik. Selain itu juga melihat kehidupan sosial dari berbagai sudut

pandang berbeda dan menjelaskan bagaimana manusia mengkonstruksi identitas.32

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah penyebab Liga Arab dalam memberi

dukungan kepada pihak oposisi Suriah.

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian adalah data sekunder yang

diperoleh dari berbagai sumber, yakni buku, jurnal, skripsi, surat kabar dan media

elektronik. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber, yakni Perpustakaan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia, dan internet.

G. Sistematika Penulisan

32

(28)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Teori

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

BAB II LIGA ARAB DAN PERANNYA DI TIMUR TENGAH

A. Sejarah dan Perkembangan Liga Arab

B. Stuktur dan Sistem Organisasi Liga Arab

C. Peran Liga Arab Dalam Peta Politik Timur Tengah

BAB III KONFLIK SURIAH PADA ERA ARAB SPRING DAN

KONDISI DI TIMUR TENGAH

A. Sekilas Mengenai Negara Suriah

B. Konflik Antara Pemerintah dan Pihak Oposisi Suriah

C. Dampak Konflik Suriah Pada Era Arab Spring Terhadap

Negara-Negara di Timur Tengah

BAB IV KEBIJAKAN LIGA ARAB DALAM KONFLIK SURIAH

(29)

A. Dukungan Liga Arab Pada Kubu Oposisi Suriah

1. Pemberian Kursi Delegasi Suriah Kepada Kubu Oposisi

Pada KTT Liga Arab di Doha, Qatar 2013

2. Pemberian Hak oleh Liga Arab Kepada Anggotanya untuk

Memasok Senjata Kepada Pihak Oposisi Suriah

B. Alasan Liga Arab Mendukung Kubu Oposisi Suriah

C. Dampak Keputusan Liga Arab Mendukung Oposisi Suriah

terhadap Konflik di Suriah

(30)

BAB II

LIGA ARAB DAN PERANNYA DI TIMUR TENGAH

Pada bab ini akan dijelaskan dinamika Liga Arab sebagai organisasi regional

serta kontribusinya bagi negara-negara anggotanya. Pertama akan dijelaskan

mengenai awal mula terbentuknya Liga Arab serta perkembangan yang terjadi

didalam Liga Arab. Dilanjutkan dengan pembahasan struktur dan sistem organisasi

Liga Arab. Kemudian diakhir bab akan dibahas kontribusi Liga Arab dalam

dinamika politik kawasan Timur Tengah.

A. Sejarah dan Perkembangan Liga Arab

Organisasi regional Liga Arab (Al-Jami’a al-Arabiyah) didirikan pada 22

Maret 1945. Organisasi ini mempunyai tujuan untuk mengkoordinasikan kebijakan

negara-negara anggota serta mempersatukan kebijakan politik mereka serta

membangun masa depan bersama yang lebih baik. Liga Arab berkoordinasi tidak

hanya dalam bidang politik, namun juga dalam bidang pendidikan, keuangan, hukum,

keamanan, budaya, sosial dan komunikasi.33 Regionalisme yang dibangun Liga Arab

tidak hanya berdasar pada letak geografis yang berdekatan, namun juga pada aspek

identitas dan budaya.34

33

Cris E. Toffolo, Global Organizations: The Arab League, (New York: Chelsea House, 2008), hal 7

34Ziyad Falahi, ”Prospek Regionalisme Timur Tengah Pasca

-Arab Spring: Telaah terhadap Identitas

(31)

Ketika Liga Arab didirikan, organisasi regional ini hanya beranggotakan tujuh

anggota, yaitu: Mesir, Suriah, Irak, Jordania, Arab Saudi, dan Yaman. Persiapan

pembentukan Liga Arab secara formal dimulai pada 6 Oktober 1994 di Alexandria,

Mesir. Dari pertemuan tersebut dihasilkan Protokol Alexandria yang intinya berisi

mengenai pembentukan Liga Arab, kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya

serta bidang lainnya, dan upaya perlindungan terhadap Palestina. Pasca dihasilkan

Protokol Alexandria, terdapat serangkaian negosiasi yang kemudian melahirkan

Piagam Liga Arab yang secara formal menandakan berdirinya organisasi Liga Arab

pada 22 Maret 1945.35

Keanggotaan Liga Arab semakin bertambah ketika negara-negara di kawasan

tersebut merdeka dari penjajahan serta melihat keuntungan dalam bergabung

organisasi tersebut. Selain itu dalam Liga Arab juga terdapat beberapa negara

pengamat, yaitu: Armenia, Chad, Turki, Venezuela, India, Eritia. Hingga saat ini

negara anggota Liga Arab memiliki luas daerah mencapai 13,5 juta kilometer persegi.

Di bawah ini disajikan gambar mengenai keanggotaan Liga Arab dan negara

pengamat serta tahun negara tersebut bergabung dalam Liga Arab36:

35

Amitav Acharya dan Alastair Iain Johnston, Crafting Cooperation: Regional International Institutions in Comparative Perspective, (New York: Cambridge University Press, 2007), hal 190.

36

(32)
[image:32.612.124.521.150.602.2]

Gambar 1. Peta Negara Negara Anggota Liga Arab

(33)

Liga Arab merupakan organisasi regional pertama yang didirikan, bahkan

sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan secara resmi pada 24 Oktober

1945. Organisasi ini muncul dari ide mengenai Pan-Arabisme, yakni suatu gagasan

yang memandang bahwa negara-negara Arab harus bersatu untuk menghentikan

dominasi bangsa Eropa. Salah satu upaya Liga Arab untuk merealisasikan ide

Pan-Arabisme tersebut adalah dengan membentuk Kerjasama Keamanan dan Ekonomi

(JDEC) yang bertujuan untuk melarang penggunaan senjata dalam penyelesaian

konflik antar anggota Liga Arab dan saling membantu ketika terjadi serangan dari

luar Liga Arab.37 Gagasan Pan-Arabisme tersebut kemudian mengalami

perkembangan dalam Liga Arab yang terejawantah dalam mempromosikan

kepentingan-kepentingan negara Arab dalam bidang politik, ekonomi, militer,

keamanan, dan budaya.38

Organisasi regional yang dibentuk dengan kerangka Pan-Arabisme ini juga

ditujukan untuk menjaga kedaulatan negara dan berkomitmen untuk membuat aturan

bersama secara konsensus dengan negara-negara anggotanya. Pada tahun 1950an

hingga 1960an Liga Arab berupaya menyelesaikan permasalahan serta bekerjasama

dengan dilandasi nilai-nilai yang berkaitan dengan Pan-Arabisme yang

mengedepankan persatuan negara-negara Arab. Pada masa ini negara-negara anggota

37

Toffolo, Global Organization, hal 18

38Wan Chen & Jun Zhao, “The Arab League‟s Decision

-making System and Arab Intergration”,

(34)

Liga Arab mulai mengupayakan pembangunan negara dan berusaha mempertahankan

keamanan negara mereka.39

Tujuan lain didirikannya Liga Arab adalah untuk memperjuangkan

kepentingan-kepentingan negara Arab di PBB dan organisasi dunia lainnya.

Organisasi regional ini juga berusaha untuk menyelesaikan konflik yang muncul di

antara negara anggota maupun antara negara anggota dengan negara lain. Hal ini

dapat dilihat dari upaya Liga Arab menyelesaikan konflik antara Lebanon dan Suriah

yang juga melibatkan Israel. Selain itu, terdapat upaya penyelesaian masalah yang

juga dilakukan pada peristiwa genosida di Darfur, Sudan yang menewaskan ratusan

ribu jiwa dan mengakibatkan jutaan orang mengungsi. Hal serupa juga dilakukan oleh

Liga Arab di Somalia yang mengalami perang sipil serta invasi dari Ethiopia.40

Pada awal pembentukan organisasi, Liga Arab memandang bahwa terdapat

kesamaan masalah yang dihadapi oleh wilayah-wilayah negara berkembang, yaitu

perjuangan untuk menghentikan penjajahan dan peningkatan pembangunan ekonomi.

Melihat permasalahan tersebut kemudian Liga Arab mendirikan institusi-institusi

yang diharap mampu membantu pembangunan ekonomi negara-negara anggota Liga

Arab. Sebagai contoh didirikannya Dana Arab untuk Bantuan Teknik kepada Afrika

dan negara-negara Arab (AFTAAAC).41

39

Acharya dan Johnston, Crafting Cooperation, hal 213.

40

Toffolo, Global Organization, hal 20.

41

(35)

Selain itu juga terdapat Bank Arab untuk Pembangunan Ekonomi di Afrika

(BADEA). Bank ini dibentuk untuk menindaklanjuti Konfersensi Tingkat Tinggi

Liga Arab di Aljazair pada 28 November 1973 dan bank tersebut mulai beroperasi

pada Maret 1975. BADEA didirikan untuk memperkuat perekonomian, keuangan dan

kerjasama antara Arab dan Afrika serta mempererat hubungan antara negara-negara

yang terlibat didalamnya. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberikan bantuan

keuangan guna mengembangkan ekonomi serta memberikan bantuan teknis untuk

negara-negara Afrika.42

Kemudian pada perkembangannya, Liga Arab juga membentuk institusi lain

di bawahnya, program-program, serta mengeluarkan kebijakan regional guna

membantu pembangunan negara-negara anggota. Hal ini terlihat pada pembentukan

Dewan Sosial dan Ekonomi serta pembentukan Bank Pembangunan Arab yang kini

dikenal sebagai Arab Financial Organization. Kemudian pada tahun 1965 dibentuk

Arab Common Market guna membebaskan pajak, memberikan bantuan keuangan,

dan perpindahan pekerja secara bebas antar negara anggota Liga Arab. Di bidang

perminyakan dibentuk Organisasi Pengekspor Minyak Negara Arab (OAPEC) yang

bertujuan untuk memformulasi kebijakan dalam produksi dan penjualan minyak.

Terdapat juga Greater Arab Free Trade Area (GAFTA) sebagai kebijakan pasar

bebas di wilayah Liga Arab yang berlaku pada tahun 2005.43

42“Introduction”,

Arab Bank for Economic Development in Africa, tersedia di: http://www.badea.org/introduction.htm diunduh pada 22 september 2014.

43

(36)

B. Stuktur dan Sistem Organisasi Liga Arab

Dalam organisasi Liga Arab terdapat struktur yang komplek yang terdiri dari

beberapa dewan spesial, komite permanen, agensi spesial, dan badan-badan lain.

Secara struktur Liga Arab memiliki dua badan yang menjadi pusat dari badan-badan

lain, yaitu Dewan Liga Arab dan Komite Spesial Permanen.44 Dewan Liga

keanggotaannya terdiri dari perwakilan setiap negara anggota yang biasanya diwakili

oleh masing-masing menteri luar negeri negara anggota Liga Arab. Dewan ini

melakukan pertemuan dua kali dalam setahun di markas besar Liga Arab di Kairo,

Mesir setiap bulan Maret dan September. Pertemuan tambahan juga dapat digelar jika

terdapat dua atau lebih anggota atau Sekretaris Jenderal yang ingin menggelar

pertemuan dan mendapat persetujuan dari sepertiga negara anggota. Pada pertemuan

yang dilaksanakan setiap bulan Maret tiap tahunnya juga akan dihadiri oleh para

kepala negara anggota Liga yang akan membahas mengenai isu-isu regional.45

Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Liga Arab memunyai sedikitnya lima

fungsi utama, yaitu46:

1. Sebagai pengambil keputusan untuk menerima anggota baru Liga Arab

dan pengeluaran anggota Liga Arab;

44Marco Pinfari, “Nothing but Failure? The Ara

b League and the Gulf Cooperation Council as

mediators in Middle Eastern Conflicts”. Crisis State Research Center, Working Paper no. 45 (Maret 2012) hal 3.

45

Toffolo, Global Organization, hal 46.

46Andreas Kettis, “EU

-League of Arab States relations: Prospects for closer parlementary

(37)

2. Sebagai penentu dalam mengawali amandemen piagam atau pakta Liga Arab;

3. Melakukan mediasi guna menyelesaikan permasalahan yang dapat

mengakibatkan perang antara negara anggota Liga Arab maupun negara anggota dengan negara non-anggota;

4. Membentuk badan-badan pendukung dan yang berafiliasi dengan Liga

Arab;

5. Menetapkan Sekretaris Jenderal.

Dewan Liga Arab juga bertugas untuk membuat laporan dan menyusun

agenda pertemuan serta membuat kebijakan dan memastikan implementasinya.47

Selain itu Dewan Liga Arab juga bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik

tanpa penggunaan senjata serta pengambilan keputusan yang oleh Dewan Liga Arab

didasarkan pada suara mayoritas dalam voting. Dewan juga bertugas melindungi

negara yang mendapatkan agresi, dan mengkoordinasikan kerjasama dengan

organisasi internasional lain.48

Dewan Liga Arab memiliki penasihat dalam melaksanakan tugasnya,

penasihat tersebut merupakan Komite Spesial Permanen. Komite ini terdiri dari

beberapa menteri dari negara anggota dan ditambah dengan beberapa staf teknis.

Selain memberikan nasihat terhadap Dewan Liga Arab, komite ini juga memberi

nasihat kepada badan badan lain pada Liga Arab dan membantu dewan dalam

mengimlementasikan kebijakan yang dihasilkan oleh Liga Arab. Selain itu juga

47

Toffolo, Global Organization, hal 48.

(38)

terdapat Dewan Menteri Spesial dari setiap negara anggota yang bekerja untuk

memformulasikan kebijakan dan bekerjasama di bidang-bidang tertentu.49

Untuk menjalankan roda organisasi secara baik dan berkesinambungan Liga

Arab membentuk Sekretariat Jenderal. Dalam sekretariat tersebut terbagi menjadi

beberapa departemen yang dipimpin oleh asisten Sekretaris Jenderal. Terdapat empat

departemen utama di bawah pimpinan Sekretaris Jenderal yang saat ini dipimpin oleh

Nabil El Araby, yaitu departemen ekonomi, departemen militer, departemen

Palestina, dan departemen administrasi dan keuangan. Sekretaris Jenderal dipilih oleh

Dewan Liga Arab dengan menggunakan voting setiap lima tahun sekali. Sekretaris

Jenderal bertugas mewakili Liga Arab dalam forum internasional dan

mengkoordinasikan posisi Liga Arab dalam isu-isu utama pada tataran internasional

serta memediasi konflik yang terjadi antara anggota Liga Arab.50

Berdasarkan fungsi dan tugas dari masing-masing posisi dalam struktur Liga

Arab maka dapat juga di gambarkan bahwa Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab

sebagai acuan organisasi dalam tataran makro. Sedangkan Dewan Liga Arab dan

Komite sebagai pembangun kerangka kebijakan yang lebih spesifik. Sementara

Dewan Menteri sebagai pemberi nasihat dan saran dalam pembuatan kebijakan.51

Pada tahun 2005 Liga Arab membentuk Parlemen Liga Arab yang disisi oleh

empat perwakilan dari masing-masing negara anggota. Parlemen ini menangani

49

Toffolo, Global Organization, hal 48

50

Ibid., hal 49.

(39)

isu sosial, ekonomi, dan budaya. Badan ini dipandang lemah karena tidak mempunyai

kekuatan untuk mencitpatakan peraturan atau hukum yang mengikat.52 Meski

demikian dengan seiring berjalannya waktu Parlemen ini diharapkan dapat

memainkan peran penting dalam Liga Arab seperti halnya Parlemen Uni Eropa yang

pada awal berdirinya juga memiliki kelemahan. Parlemen memiliki potensi untuk

tumbuh menjadi institusi yang lebih kuat dengan adanya momentum Arab Spring

dengan menyuarakan demokrasi, HAM dan keadilan sosial pada negara-negara

Arab.53

Pada proses penentuan kebijakan pada Liga Arab terdapat sistem voting yang

dimiliki oleh setiap negara anggota, yaitu satu suara untuk setiap negara anggota.

Dibutuhkan dua pertiga suara dalam menentukan sebuah kebijakan yang akan diambil

oleh dewan, namun untuk hal-hal yang dianggap penting dibutuhkan konsensus guna

menentukan kebijakan tersebut.54 Selain prinsip konsensus juga terdapat prinsip

hukum domestik yang mengisyaratkan bahwa negara anggota memunyai keputusan

final dalam isu-isu penting. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses pengambilan

keputusan dalam Liga Arab didasarkan pada negosiasi di antara anggota Liga Arab.55

Organisasi ini tidak memunyai mekanisme untuk memaksa atau mengikat anggotanya

52

Toffolo, Global Organization, hal 51.

53Kettis, “EU

-League of Arab States relations”, hal 8-9.

54

Toffolo, Global Organization, hal 48.

(40)

dengan resolusi yang telah dibuat. Selain itu, kedaulatan nasional negara anggota

yang harus lebih dihargai dibanding dengan kebijakan Liga Arab.56

Dengan demikian kepentingan negara-negara anggota Liga Arab sangat

menentukan proses pembuatan kebijakan organisasi. Suatu kebijakan dapat dibuat

dan diimplementasikan bergantung pada kepentingan negara-negara anggota Liga

Arab. Jika kepentingan negara-negara anggota Liga Arab memiliki kesamaan maka

kebijakan akan mudah untuk diciptakan dan diimplementasikan. Namun jika terdapat

perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota maka kebijakan akan sulit

untuk di buat dan dilaksanakan pada Liga Arab.57

Badan-badan dalam Liga Arab mempunyai tujuan utama untuk bekerjasama

guna menyelesaikan masalah anggotanya dan membantu anggotanya tumbuh menjadi

kuat dan independen. Tujuan tersebut diupayakan melalui beberapa tugas Liga Arab

yaitu58:

1. Mempromosikan keamanan negara-negara Arab;

2. Mendukung Palestina;

3. Membantu negara-negara Arab independen dari penjajahan Barat;

4. Mengkoordinasi kebijakan luar negeri anggota Liga Arab;

56Jonathan Masters, “The Arab League”,

Council of Foreign Relations, 26 Januari 2012, tersedia di http://www.cfr.org/middle-east-and-north-africa/arab-league/p25967 diunduh pada 19 September 2014.

57Chen & Zhao, “The Arab League‟s decision”, hal 62. 58

(41)

5. Melarang anggota untuk menggunakan kekerasan di antara anggota dan membantu menyelesaikan konflik di antara anggota dengan damai;

6. Meningkatkan perekonomian dan pengembangan keuangan serta

berintegrasi;

7. Mengembangkan pertanian dan industri;

8. Mengembangkan komunikasi dan transportasi;

9. Memelihara budaya dan membangun pendidikan;

10. Mengesampingkan isu-isu nasionalisme (paspor, visa, dan ekstradisi

kriminal);

11. Mempromosikan kesehatan publik.

C. Peran Liga Arab Dalam Peta Politik Timur Tengah

Liga Arab yang telah dibentuk sejak tahun 1945 telah turut andil dalam

dinamika hubungan regional di kawasan Timur-Tengah. Pada masa awal

eksistensinya, Liga Arab telah aktif dalam pembebasan negara-negara Arab dari

penjajahan. Organisasi kawasan ini juga berupaya menguatkan kerjasama di bidang

ekonomi, keuangan, dan perdagangan walau hasilnya dinilai oleh sebagian kalangan

tidak begitu memusakan.59

Pendirian Liga Arab memunyai berbagai tujuan guna memenuhi kepentingan

negara-negara anggotanya di berbagai bidang. Akan tetapi dalam perjalanannya aspek

politik memunyai andil yang sangat penting dalam dinamika Liga Arab. Hal ini dapat

(42)

dilihat dari masalah terusan Suez tahun 1967 dan perang Yom Kippur tahun 1973

yang berpengaruh terhadap dinamika ekonomi politik internasional. Selain itu,

pemberhentian keanggotaan Mesir dari Liga Arab karena mengadakan perjanjian

damai dengan Israel juga memperlihatkan bahwa aspek politik merupakan aspek yang

sangat berperan penting dalam Liga Arab.60

Sebagian kalangan menilai bahwa Liga Arab sebagai organisasi yang kurang

efektif dan efisien. Organisasi ini kurang tanggap dan sigap dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan penting di kawasannya. Hal ini dikarenakan sistem

Dewan Liga Arab yang menggunakan sistem konsensus untuk melakukan segala

tindakan yang dianggap penting. Sistem tersebut memperlambat proses pembuatan

kebijakan dan implementasinya serta memperkecil kemungkinan kebijakan dapat

dihasilkan karena terdapat perbedaan pendapat di antara anggota Liga Arab.61

Liga Arab juga dipandang sebagai organisasi yang tidak mampu menjalin

kerjasama yang baik dalam bidang politik dan militer dalam mencegah konflik

maupun menyelesaikan konflik yang telah terjadi. Menurut Zacher yang dikutip oleh

Pinfari, berdasarkan data konflik yang terjadi antara tahun 1946-1977, Liga Arab

hanya mampu memediasi 12% konflik yang terjadi di wilayah negara-negara anggota

60Falahi, “Prospek Regionalisme Timur

-Tengah”, hal 93.

61

(43)

Liga Arab. Sedangkan menurut Ibrahim Awad, Liga Arab hanya mampu

menyelesaikan enam konflik dari 77 konflik ada antara tahun 1945-1981. 62

Sementara dari sejumlah data yang dikumpulkan oleh Pinfari sejak tahun

1945-2008 Liga Arab memediasi 19 konflik dari 56 konflik yang terjadi dan berhasil

menyelesaikan lima dari 19 konflik yang dimediasi. Berdasarkan upaya-upaya yang

dilakukan oleh Liga Arab dalam menyelesaikan masalah konflik yang terjadi di

kawasannya, Liga Arab sangat mengecewakan, khususnya dalam masalah perang

sipil. Hal tersebut terlihat dari keterlibatan Liga Arab yang hanya menjadi mediator

pada lima perang sipil dari 22 perang sipil berskala besar yang terjadi di kawasan

Timur-Tegah sejak tahun 1945.63

Di sisi lain, sejak tahun 1945 hingga tahun 1980an Liga Arab telah

menghasilkan lebih dari 4000 resolusi, namun sekitar 80% dari resolusi tersebut tidak

pernah terimplementasi. Oleh sebab itu Michael Barnet dan Etel Soligen yang dikutip

oleh Acharya, menjuluki Liga Arab “be seen but not heard”. Hal tersebut

dikarenakan negara-negara anggota Liga Arab berupaya untuk memaksimalkan

kepentingan negaranya masing-masing seperti mengedepankan keberlangsungan

hidup negaranya dan aliansi politiknya masing-masing.64

Dalam debat regional yang diselenggarakan oleh Qatar Foundation tahun

2006, kandidat Presiden Lebanon pernah mengatakan bahwa Liga Arab sebagaimana

62Pinfari, “Nothing but Failure?”, hal 6. 63

Ibid., hal 10.

64

(44)

banyak orang Arab melihat organisasi regional tersebut “inefficient, counter-productive, a sham and corrupt.” Liga Arab juga dipandang gagal dalam melindungi hak asasi manusia dan tidak mampu melawan tindakan yang semena-mena. Namun

beberapa pihak mengatakan bahwa kegagalan-kegagalan ini disebabkan oleh berbagai

masalah yang dihadapi, seperti permasalahan konflik Arab dengan Israel, intervensi

kekuatan asing, kepentingan minyak, dan perang melawan terorisme yang

digaungkan oleh Amerika Serikat.65 Pandangan lain mengatakan bahwa kegagalan

tersebut disebabkan oleh adanya ambisi dari masing-masing negara anggota yang

menghambat kebijakan-kebijakan dalam berbagai bidang penting dalam Liga Arab.66

Walaupun terdapat banyak kritik mengenai keefektifan dan efisiensi dalam

menjalankan roda organisasinya, Liga Arab telah berperan penting dalam

meningkatkan perhatian diantara negara-negara anggotanya, di PBB dan organisasi

regional lain. Hal ini dapat dilihat dari kerjasama ekonomi yang kuat pada tataran

regional. Selain itu, Liga Arab juga telah membuat standar pendidikan dan kurikulum

regional serta memfasilitasi pelatihan bagi para guru dan pelestarian kebudayaan.

Lebih lanjut pemimpin-pemimpin di kawasan tersebut juga telah menyetujui

kolaborasi dalam penelitian dan meningkatkan pendanaan untuk pengembangan ilmu

dan teknologi. Pandangan lain yang juga melihat bahwa Liga Arab merupakan suatu

65

Toffolo, Global Organization, hal 121-122.

(45)

organisasi yang penting untuk mengkoordinasikan negara-negara di kawasan pada

tingkat yang lebih tinggi seperti di PBB.67

Lebih lanjut, Bruce Maddy dan Weitzman memandang bahwa telah terjadi

perubahan yang signifikan dalam Liga Arab. Liga Arab telah menjadi bagian yang

penting dalam proses diplomatik dalam berbagai isu di kawasan. Hal ini dapat dilihat

pada pemberian legitimasi terhadap intervensi Barat dalam penggulingan rezim Mu‟ammar al-Qaddafi di Libia. Liga Arab juga mendukung Dewan Kerjasama

negara-negara Teluk (GCC) dalam mendorong Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh

untuk mundur dari jabatannya. Selain itu, hingga saat ini Liga Arab juga aktif dalam

upaya penyelesaian konflik di Suriah.68

Perubahan siginifikan yang terjadi pada Liga Arab di atas tidak luput dari

pandangan negatif. Armenak Tokmajyan misalnya, dia memandang bahwa

Organisasi regional ini rawan berubah menjadi alat legal bagi intervensi pada politik

regional serta masalah internal negara-negara anggota Liga Arab. Tokmajyan

memandang bahwa Liga Arab saat ini menjadi alat politik bagi negara-negara seperti

Qatar dan Arab Saudi untuk memengaruhi wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.

Selain itu Organisasi regional ini kini menjadi penting bagi pemerintahan baru

67

Toffolo, Global Organization, hal 122.

68Bruce Maddy dan Weitzman, ”The Arab League Comes Alive,”

(46)

negara-negara yang dilanda Arab Spring dan Koalisi Nasional Suriah (SNC) sebagai

sumber legitimasi mereka.69

Sementara Marina Sapronova memandang bahwa Liga Arab mencoba untuk

kembali eksis dengan berupaya untuk mempengaruhi kondisi dan situasi yang terjadi

pada fenomena Arab Spring yang dimulai pada tahun 2010 lalu. Akan tetapi Liga

Arab tidak bertindak sesuai dengan kebiasaan kolektivitasnya, melainkan hanya

mengedepankan kepentingan negara-negara tertentu saja. Hal ini terlihat dari

penggulingan rezim Muamar Gadhafi di Libia yang mengindahkan resolusi

penyelesaian masalah dengan damai dan Liga Arab memilih Barat untuk

mengintervensi secara militer. Hampir serupa dengan kasus Libia, Liga Arab

menghentikan keanggotaan Suriah dan memberikan sanksi politik dan ekonomi

walaupun mendapat tentangan dari Lebanon dan Yaman.70

Selain itu, menurut Hamid yang dikutip oleh Masters, fenomena Arab Spring

dan Sekretaris Jendreal Liga Arab yang baru yaitu Nabil el Araby membawa angin

segar perubahan. Araby dipandang mampu memahami dan menyerap aspirasi

masyarakat Arab serta menghargai para aktivis Arab, para demonstran, dan juga

pihak oposisi. Selain itu Araby juga dianggap bukan bagian dari rezim terdahulu dan

mampu membawa perubahan.71

69Armenak Tokmajyan, “A Brand New Arab League”,

Middle East Online, 23 Mei 2013, tersedia di http://www.middle-east-online.com/english/?id=58941 diunduh pada 25 September 2013.

(47)

Menurut Tokmajyan, Liga Arab dengan berbagai perkembangannya di atas

diperkirakan akan memunyai peran penting dalam penyelesaian konflik dan

penciptaan perdamaian di masa yang akan datang. Pandangan tersebut didasarkan

pada peningkatan kapasitas dan kemampuan Liga Arab. Lebih jauh, Tokmajyan

beranggapan bahwa Liga Arab saat ini menjadi organisasi yang lebih fleksibel

dibandingkan dengan PBB.72

Dinamika hubungan internasional memang dapat berubah dengan sangat

cepat, begitu juga yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Fenomena Arab Spring

yang bermula pada tahun 2010 oleh sebagian kelompok dipandang sebagai suatu

momentum yang baik guna kemajuan Liga Arab di kawasan tersebut. Kelompok

tersebut memandang bahwa penggulingan rezim-rezim otoriter akan merubah

negara-negara di kawasan menjadi lebih demokratis. Namun sebagian kelompok lain

memandang bahwa Arab Spring sebagai ancaman terhadap Liga Arab yang

disebabkan instabilitas politik yang terjadi di kawasan. Kelompok ini memandang

bahwa instabilitas politik di kawasan tersebut tidak akan mudah untuk dipulihkan

seperti sedia kala, terlebih lagi dengan adanya intervensi dari negara lain.73

72Tokmajyan, “A Brand New Arab League”

.

73Falahi, “Prospek Regionalisme Timur

(48)

BAB III

KONFLIK SURIAH PADA ERA ARAB SPRING DAN KONDISI DI TIMUR

TENGAH

Pada bab ini akan dijelaskan kondisi Suriah yang mengalami konflik yang

berdampak ke negara-negara tetangganya. Dimulai dengan menjelaskan negara

Suriah secara umum. Dilanjutkan dengan permulaan konflik di Suriah pada tahun

2011 dan perkembangannya. Kemudian dijelaskan akibat konflik yang terjadi di

Suriah terhadap negara-negara tetangganya.

A. Sekilas Mengenai Negara Suriah

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai sejarah singkat Suriah yang akan

dimulai pada tahun 1946. Uraian mengenai sejarah Suriah ini dibatasi dengan tahun

dan pembahasan yang berkaitan dengan skripsi ini saja karena Suriah memunyai

sejarah yang cukup panjang dan kaya. Pembatasan tahun tersebut dipilih karena pada

tahun itulah Suriah merdeka dari okupasi yang dilakukan oleh Perancis dan berubah

menjadi negara moderen hingga kini. Kemerdekaan yang diraih oleh Suriah tersebut

kemudian dipimpin oleh Blok Nasional yang kemudian menunjuk al-Quwatli sebagai

kepala negara Suriah untuk pertama kalinya.74

Radwan Ziadeh menilai bahwa Suriah merupakan negara yang demokratis

dan pruralis. Hal ini dapat dilihat pada proses kemerdekaan Suriah pada tahun 1946

74

(49)

mengedepankan diplomasi diantara para elit politik dan partai politik yang memunyai

ideologi bermacam-macam. Suriah juga telah memunyai spesial konstitusi pada tahun

1950 yang diantaranya berisi mengenai kesetaraan pria dan wanita, kebebasan publik,

menghormati hak dasar masyarakat dan hak asasi manusia. Di Suriah pada tahun

1949 juga telah memberikan hak pada kaum wanita untuk memilih dalam pemilihan

umum serta pada tahun 1953 wanita mempunyai hak untuk dipilih.75

Namun situasi kondusif tersebut tidak bertahan lama, menurut Barry Rubin

negara Suriah pada rentang tahun 1949 hingga 1970 berubah menjadi negara yang

sangat tidak stabil. Pada rentang waktu tersebut juga terjadi banyak kudeta dalam

pemerintahan di Suriah. Pada tahun 1946-1956 saja Suriah memunyai dua puluh

kabinet yang berbeda serta empat konstitusi yang berbeda pula. Hal ini disebabkan

karena Suriah belum mampu menemukan identitas negara, paradigma, atupun sistem

yang koheren.76 Selain itu juga terdapat faktor perbedaan etnisitas dan aliran-aliran

penduduk Suriah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya ketegangan sosial

yang terjadi pada masyarakat Suriah. Faktor-faktor tersebut juga dipandang menjadi

penghambat kesuksesan integrasi masyarakat Suriah menuju suatu negara moderen

pada awal kemerdekaan negara tersebut pada tahun 1946.77

75

Radwan Ziadeh, Power and Policy in Syria: Intelligence Services, Foreign Relations and Democracy in The Modern Middle East, (London: I.B. Tauris, 2011) hal 33.

76

Barry Rubin, The Truth About Syria, (New York: Palgrave Macmillan, 2007), hal 36.

77

(50)

Pada tahun 2012 Suriah memiliki penduduk yang berjumlah sekitar 22 juta

jiwa dan memunyai wilayah terbesar ketiga di Liga Arab. Sekitar 90% penduduk

Suriah adalah Muslim. Penduduk Muslim tersebut terdiri dari 74 Sunni, dan

kelompok Syiah, Alawi, Druze, serta Islamili berjumlah sebanyak 16%. Sedangkan

10% sisanya terdiri dari pemeluk agama Kristen Protestan, ortodok serta aliran

lainnya.78 Sementara berdasarkan etnisitas, Suriah terdiri dari etnis Arab yang

berjumlah 90%, suku Kurdi 9%, dan sisanya suku Armenia, Circassia, serta

Turkoman.79 Lebih lanjut, kelompok-kelompok diatas tinggal

berkelompok-kelompok pada suatu wilayah tertentu. Hal ini menyebabkan semakin bertambah

besar potensi ketegangan sosial di Suriah.80 Dibawah ini disajikan peta negara Suriah

beserta persebaran aliran-aliran yang dianut oleh penduduk Suriah:

78

Margaret K. Nydell, Understanding Arabs: A Contemporary Huide to Arab Society, (Boston: Intercultural Press, 2012), hal 174.

79

Leverett, Inheriting Syria, hal 2.

80

(51)
[image:51.612.120.527.145.535.2]

Gambar 2. Peta negara Suriah dan aliran agama penduduk.

Sumber: Flynt Leverett, Inheriting Syria: Bashar’s Trial By Fire, hal 3

Setelah sekian lama mengalami instabilitas dalam negeri, kepemimpinan

Suriah diambil alih oleh Hafiz al Assad pada tahun 1970. Hafiz menjanjikan stabilitas

dalam negeri serta kejayaan di dunia internasional. Namun menurut Barry Rubin hal

tersebut tidak dapat direalisasikan oleh Hafiz, bahkan menurutnya Suriah termasuk

kedalam jajaran negara yang sangat kacau di dunia. Hal tersebut dikarenakan masih

(52)

juga masih terdapat masalah pembangunan yang belum jelas dan ditambah dengan

letak Suriah yang berada di kawasan yang tidak stabil.81

Setelah berhasil menduduki kursi kepemimpinan Suriah yang baru, Hafiz

memimpin Suriah secara otoriter. Pemerintahnya hanya mengijinkan satu partai yang

berdiri di Suriah dan selalu berusaha menekan munculnya oposisi. Sebagai presiden, Hafiz juga memunyai kekuasaan atas militer dan aparat kemanan Suriah. Partai Ba‟th

yang merupakan partai tunggal di Suriah juga berada di bawah kontrol Hafiz. Selain

itu, dia juga mengotrol dewan menteri, parlemen, serta pengadilan.82

Hafiz mampu mempertahankan kekuasaan yang digenggamnya hingga akhir

hayat pada 10 Juni 2000. Kekuasaan yang mampu digenggam selama 30 tahun

tersebut dipertahankan dengan cara mengkondisikan para pendidik, jurnalis, intelek,

serta budayawan guna mempengaruhi masyarakat guna patuh dan mencintai pemimpinnya. Hafiz bersama partai Ba‟th mengontrol hampir semua lini kehidupan

rakyatnya seperti dalam hal perekonomian, militer, media, pendidikan, agama, dan

lain sebagainya guna menjaga kekuasaannya tetap aman di genggamannya.83 Selain

itu Hafiz juga melakukan restrukturisasi dan membuat sistem politik formal yang

81

Rubin, The Truth about Syria, hal 32.

82Janis Berzins, “Civil War in Syria: Origin, Dynamics, and Possible Solutions”,

National Defence Academy of Latvia, Strategic Review, no 7, (Agustus 2013), hal 1.

83

(53)

dapat melegitimasi pemerintahannya dengan tujuan untuk mengontrol masyarakat

Suriah.84

Partai Ba‟th mempunyai peran penting dalam mendukung langgengnya kekuasaan Hafiz. Partai Ba‟th memiliki anggota sekitar 65,000 orang pada tahun

1970 saat Hafiz memulai kekuasaannya di Suriah. Namun dengan seiring berjalannya

waktu partai tersebut mengalami peningkatan jumlah anggota yang signifikan yaitu

mencapai satu juta anggota pada tahun 1992 dan pada tahun 2005 total anggotanya

berjumlah 1,8 juta anggota. Partai ini juga bertugas untuk memastikan berbagai pihak

untuk tunduk dan loyal terhadap kepemimpinan Hafiz yang mendominasi partai

tersebut.85

Setelah berkuasa sekian lama, Hafiz mempersiapkan anak laki-laki tertuanya

Basil untuk meneruskan kepemimpinannya kelak ketika ia telah berpulang. Namun

rencana hanyalah tinggal rencana, Basil mengalami kecelakaan yang mengakibatkan

ia meregang nyawa pada Januari tahun 1994. Akibat peristiwa tersebut Bashar adik

Basil yang tidak memunyai latar belakang di bidang politik kemudian dipersiapkan

dengan sedemikian cara untuk menjadi pemimpin Suriah kelak menggantikan

ayahnya. Hafiz mengkondisikan Bashar sehingga ia mendapat dukungan dari militer

84

Rabil, Syria, The United State, and The War on Terror, hal 28.

85

(54)

dan aparat keamanan. Selain itu Hafiz juga membangun citra baik Bashar di kalangan

rakyat Suriah, serta mendidiknya untuk menjadi pemimpin masa depan Suriah.86

Ketika Hafiz wafat pada 10 Juni 2000 berdasarkan konstitusi maka wakil

presiden Khaddam menjadi presiden sementara. Tidak lama dari waktu tersebut Bashar menjadi sekretaris jenderal partai Ba‟th dan kemudian mencalonkan diri

sebagai kandidat presiden Suriah. Pada 10 Juli 2000 dilakukan referendum guna

menentukan Presiden Suriah sepeninggal Hafiz. Referendum tersebut kemudian

memenangkan Bashar dengan suara sebesar 97,3% sebagai presiden terpilih

menggantikan ayahnya.87

Pada saat Bashar telah menjadi presiden, ia mempunyai agenda untuk

membuka perekonomiannya bagi pasar internasional serta menyesuaikan negaranya

dengan globalisasi yag telah merebak. Bashar memiliki prioritas untuk mempercepat

moderenisasi para kader serta memperkuat institusi negara melalui reformasi

administrasi. Selain itu, pemerintah menginisiasi prinsip jalan tengah dengan cara

ekspansi sektor swasta dan pada waktu yang bersamaan pemerintah melakukan

reformasi pada sektor publik. Lebih lanjut pemerintah melakukan perlindungan sosial

selama liberalisasi ekonomi berjalan.88

86

Leverett, Inhereting Syria, hal 61.

87

Ibid., hal 65-67.

88Raymond Hinnebusch, “Syria: From „Authorian Upgrading‟ to Revolution?”

<

Gambar

Gambar 1. Peta Negara Anggota Liga Arab ........................................................
Gambar 1. Peta Negara Negara Anggota Liga Arab
Gambar 2. Peta negara Suriah dan aliran agama penduduk.
Gambaran konflik yang terjadi antara pemerintah Suriah dan pihak oposisi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Telah pula dapat ditunjukkan bahwa kadar total kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada temulawak segar (dari berat segar yang

Sebuah hubungan yang positif diantara organisasi pembeli dan pemasok dengan budaya organisasi yang sesuai, dapat menjadi keuntungan nyata dalam membuat rantai

Pada penelitian kali ini, peneliti akan melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya dengan cara mengembangkan algoritma MOW untuk pengembalian uang secara optimal dan

Jika dosis yang tertelan tidak diketahui, dapat diberikan dosis awal pyridoxine sebanyak 5 g secara intravena pada pasien yang mengalami keracunan parah, dan diulang

Apabila puskesmas memiliki kemampuan, identifikasi masalah dilakukan bersama masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan (Survei Mawas

Pada pertanyaan use the netwotk mirror, pilih saja No jika anda tidak akan menggunakan jaringan lain pada SO yang anda

Tugas Akhir dengan judul “Inverter 3 Fasa 220 Volt Dengan Output Sinusoidal Frekuensi 50 Hz Menggunakan Arduino Dengam Teknik Direct Digital Synthesis” ini telah

Proses relokasi di kawasan jembatan layang Kecamatan Buduran tidak sesuai dengan tahapan relokasi seperti yang tertuang di dalam Peraturan Dalam Negeri Nomor 41