• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh : Fitri Aryani 109101000089

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

ii Skripsi, Agustus 2013

Fitri Aryani, NIM: 109101000089

GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013

xvii + 103 Halaman + 2 Bagan + 3 Tabel + 7 Singkatan + 8 Lampiran

ABSTRAK

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Pada prinsipnya IMD adalah kontak kulit antara ibu dan bayi setelah lahir minimal selama satu jam (Roesli, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa bidan berperan dominan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan IMD (Fikawati & Syafiq, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap dua orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan pada bulan Februari-Maret 2013, diketahui bahwa tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh dari informan utama (8 bidan penolong persalinan) dan informan pendukung (2 ibu bersalin). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. Untuk menjaga keabsahan data, peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. Namun, saat pelaksanaan IMD, bidan masih mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya, mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan menjahit perineum ibu, serta tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bayi ditimbang, diukur, dan dicap padahal bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya.

Berdasarkan hasil analisis perilaku dapat disimpulkan bahwa bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Hal tersebut menyebabkan bidan melakukan tindakan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD. Oleh sebab itu peneliti menyarankan agar Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai pihak pelaksana pelatihan konselor ASI menekankan pada pemberian materi IMD khususnya mengenai perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Selain itu, diharapkan koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memonitor ketepatan pelaksanaan IMD.

(4)

iii Undergraduated, August 2013

Fitri Aryani, NIM: 109101000089

DESCRIPTION OF MIDWIFE BEHAVIOR IN THE IMPLEMENTATION OF THE EARLY INITIATION OF BRESTFEEDING (EIB) IN PESANGGRAHAN DISTRIC COMMUNITY HEALTH CENTRE IN SOUTH JAKARTA 2013

xvii + 103 pages + 2 diagram + 3 tables + 7 abbreviation + 8 attachments

ABSTRACT

Early initiation of breastfeeding (EIB) is the babies start to suckle by themselves after birth. In principle, the EBI is skin contact between mother and baby after birth for at least an hour (Roesli, 2012). Based on previous research, it’s known that the midwives have dominant role in supporting the successful of EBI implementation (Fikawati & Syafiq, 2003).

Based on introduction research that is two patient where utter in Pesanggrahan Distric Community Health Centre in February-March 2013, it’s revealed that babies did not yet to EBI. Therefore, researcher want to know description of midwife behavior in the implementation of the early initiation of brestfeeding (EIB) in Pesanggrahan Distric Community Health Centre In South Jakarta 2013

This research is qualitative research. Sources of data obtained from key informants (8 birth attendant midwives) and the informant supporters (2 maternal). Data collection techniques used were observation, document study, and in-depth interviews. To maintain the validity of the data, the researcher used observation in two month and triangulation of sources and techniques.

Based on the survey results, it’s revealed that midwives had facilitated baby to EBI. However, while EBI implementation, midwives directed baby's mouth to the nipple, midwives lifted the babies from their mother's breast when they would sew perineum, and also midwives did not give the babiesthe chance to do skin contact with their mother after the babies were weighed, measured, and stamped while the babies were not able yet to find the nipple.

(5)

iv

pesanggrahan distric community health centre to monitor the accuracy of EBI implementation.

(6)
(7)
(8)

vii Nama Lengkap : Fitri Aryani

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Desember 1991

Alamat : Perum Bukit Kemiling Permai Blok U No. 119 Kelurahan Kemiling Permai, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung 35153

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : aryanifitri54@gmail.com

Telepon : 085285578871

Riwayat Pendidikan :

1995 – 1997 TK Muslim Jakarta

1997 – 2003 SDN 01 Pasar Baru Pesawaran Lampung 2003 – 2006 MTs Diniyyah Puteri Lampung

2006 – 2009 MA Diniyyah Puteri Lampung

(9)

viii Bismillahirrohmaanirrohiim

Segala puji hanya milik Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang tak terbilang hingga tiada pilihan selain bersyukur. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung pilihan-Nya Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabat yang tampak indah dengan gaun takwa. Semoga kita termasuk ummat yang akan mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Aamiin.

Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, mamah dan ayah tercinta (Hj. Alimatus Zahro dan H. Maimun Karim) beserta kakak-kakak dan adikku tersayang (Nurlaili hasanah, S.Psi, Desi Amalia, SHI, dan M. Syukron) atas doa, kasih sayang dan kehangatan dalam keluarga yang tak pernah berakhir, selalu menguatkan ananda dalam sujud-sujud panjang menelusuri jejak surga yang dirindukan. Semoga Allah selalu menyayangi dan mengampuni dosa kita. Aamiin.

2. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis untuk melanjutkan kuliah.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat sekaligus dosen pembimbing 1 atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama ini bagaikan pancaran cahaya yang setia menemani.

(10)

ix penyempurnaan skripsi ini.

7. Pihak PKM Kec. Pesanggrahan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

8. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 khususnya gidzaholic yang saling menyemangati dan berbagi keceriaan.

9. Teman-teman seperjuangan Kiki Chairani, SKM, Nur Syamsiah, SKM, dan Desly Ahdikanta, SKM yang selalu melangkah bersama menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Kak Dewi Aminah, S.Psi dan Wahyu Pramana terimakasih telah mendengarkan dan berbagi paham-paham baik akan arti kehidupan.

Dari lubuk hati terdalam, penulis memanjatkan doa agar semua kebaikan juga mendapat balasan pahala dari Allah swt. Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2013

(11)

x Cover

Lembar pernyataan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Lembar persetujuan ... v

Lembar pengesahan ... vi

Riwayat hidup ... vii

Kata pengantar ... viii

Daftar isi ... x

Daftar bagan ... xiv

Daftar tabel ... xv

Daftar singkatan ... xvi

Daftar lampiran ... xvii BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ...

B. Rumusan Masalah ... C. Pertanyaan Penelitian ...

D. Tujuan Penelitian ... E. Manfaat Penelitian ...

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 1

6 6

7 7

(12)

xi

1. Pengertian IMD ...

2. Manfaat IMD ... 3. Langkah-Langkah IMD ... 4. Tatalaksana IMD Pada Kelahiran Normal ...

5. Perilaku Bayi Saat IMD ... 6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD ...

7. Definisi Rawat Gabung ... 8. Manfaat Rawat Gabung ...

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku ... 2. Determinan Perilaku ...

3. Domain Perilaku ... 4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ... C. Bidan

BAB III Kerangka Berfikir Dan Definisi Istilah

(13)

xii

A. Jenis Penelitian ...

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... C. Informan Penelitian ... D. Instrumen Penelitian ...

E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Analisis Data ...

A. Gambaran Umum PKM Kec. Pesanggrahan

1. Profil PKM Kec. Pesanggrahan ... 2. Visi Dan Misi PKM Kec. Pesanggrahan ...

3. Fasilitas PKM Kec. Pesanggrahan ... B. Karakteristik Informan

1. Informan Utama ...

2. Informan Pendukung ... C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ...

(14)

xiii B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ... 2. Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan IMD ... 3. Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan IMD ...

4. Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan IMD ... 71 80 85

94

BAB VII Simpulan Dan Saran

A. Simpulan ... B. Saran ...

102 103

(15)

xiv

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori 29

(16)

xv

Tabel Halaman

3.1 Definisi Istilah 32

5.1 Karakteristik Informan Utama 51

(17)

xvi AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia

AKB : Angka Kematian Bayi

APN : Asuhan Persalinan Normal

ASI : Air Susu Ibu

IMD : Inisiasi Menyusu Dini

MDGs : Mellineum Development Goals

PKM : Puskesmas

(18)

xvii Lampiran 1 Surat izin penelitian skripsi

Lampiran 2 Surat keterangan melakukan penelitian di PKM Kec. Pesanggrahan

Lampiran 3 Panduan observasi langkah-langkah pelaksanaan IMD

Lampiran 4 Pedoman wawancara dengan bidan penolong persalinan

Lampiran 5 Pedoman wawancara dengan ibu bersalin

Lampiran 6a Hasil observasi langkah pertama pelaksanaan IMD

Lampiran 6b Hasil observasi langkah kedua pelaksanaan IMD

Lampiran 6c Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD

Lampiran 6d Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD

Lampiran 7 Matriks wawancara dengan bidan penolong persalinan

Lampiran 8 Matriks wawancara dengan ibu bersalin

Lampiran 9 Hasil studi dokumen data persalinan

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tanda peningkatan derajat kesehatan. Di Indonesia, AKB memang telah mengalami penurunan dari 34 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 31 per

1.000 kelahiran hidup di tahun 2010 dan 30 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2011. Sementara target yang harus dicapai sesuai kesepakatan

Mellinium Development Goals (MDGS) tahun 2015, AKB menjadi 19 per

1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempercepat penurunan AKB adalah melalui pemberian air

susu ibu. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI adalah inisiasi menyusu dini (Legawati, dkk, 2011).

Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting

(20)

dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah

menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten step to successful

breastfeeding. Salah satu isinya menganjurkan seluruh petugas kesehatan

untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).

IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi,

sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit dengan

kulit ibunya, setidaknya selama satu jam setelah lahir. Jika dituntun dengan cara yang benar, maka dalam satu jam pertama kehidupan bayi, dia dapat

mencari sendiri cara untuk menyusu kepada ibunya (Roesli, 2012). IMD tetap dapat dilakukan meskipun bayi dipisahkan dari ibunya untuk keperluan penimbangan ataupun bayi yang lahir dengan cara sesar, vakum, episiotomi.

Hanya peluang untuk menemukan sendiri puting ibu akan berkurang sampai 50% (Wulandari, 2009).

IMD merupakan langkah awal menuju keberhasilan menyusui

(Wulandari, 2009). Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu 50 menit akan mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang

tidak difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu yang sama sebanyak 50% tidak dapat menyusu dengan baik (Mashudi, 2011). Selain itu, IMD juga dapat memberikan kontribusi sebesar 49% untuk praktik menyusui dalam satu bulan

(21)

Berdasarkan penelitian Mashudi (2011), IMD merupakan salah satu

upaya untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif. Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD sebanyak 59% berhasil mencapai ASI

eksklusif selama enam bulan. Selin itu, berdasarkan penelitian Fikawati & Syafiq (2003) bahwa IMD akan 2-8 kali memungkinkan pemberian ASI eksklusif selama empat bulan. Di samping itu, IMD juga akan 1,8-5,3 kali

memungkinkan untuk tidak memberikan makanan atau minuman prelakteal kepada bayi sehingga dapat mencapai keberhasilan ASI Eksklusif.

Kontak kulit ibu dan bayi dalam proses IMD akan meningkatkan kadar hormon prolaktin untuk memproduksi ASI dan merangsang hormon oksitosin

untuk mengeluarkan kolostrum. Melalui IMD, bayi akan mendapatkan kolostrum dan akan memperoleh ASI secara eksklusif (Wulandari, 2009).

Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan

yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Kolostrum mengandung antibodi yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih,

1997). Sedangkan pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya ASI tanpa memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan (WHO, 1998).

Berdasarkan penelitian Tjandrarini dkk (2000) dalam Raya (2008)

(22)

dalam satu jam setelah melahirkan adalah penolong persalinan. Bidan sebagai

tenaga penolong persalinan berperan penting dalam memberikan dukungan pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD. Salah satu faktor yang

menyebabkan bidan memberikan dukungan pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD adalah pengetahuan tentang IMD dan ASI yang dimiliki oleh bidan.

Penolong persalinan merupakan kunci utama keberhasilan IMD karena dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong

persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi

akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman

menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003) .

Apabila penolong persalinan terlambat memfasilitasi IMD lebih dari

20-30 menit, maka kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan menurun dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut menyebabkan produksi

ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah 3 hari atau lebih. Keadaan ini membuat bayi menjadi rewel karena kehauasan, sehingga penolong persalinan akan memberikan makanan atau minuman prelakteal yang meneyebabkan

(23)

Penelitian Niswah dan Noveri (2010) di Semarang menyatakan bahwa

bidan dengan tingkat pengetahuan baik dan memiliki sikap positif yang mendukung program IMD cenderung akan memfasilitasi IMD dengan baik.

Sedangkan penelitian Legawati, dkk (2011) di Palangka Raya menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru, sehingga

menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu, ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan

waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD.

Target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 80%, namun angka pemberian ASI segera di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Laporan Riskesdas (2010), IMD di Indonesia sebesar 29,3%. Sedangkan DKI Jakarta

memiliki persentase IMD sebesar 33,1%. Meskipun DKI Jakarta memiliki persentase IMD lebih tinggi dari rata-rata nasional, namun persentase tersebut menunjukkan bahwa DKI Jakarta belum mencapai target ASI Eksklusif.

Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012 sebesar 51,2% (Anggraeni, 2012). Sedangkan salah satu

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi persalinan, bahwa dari dua orang ibu yang melahirkan secara normal di RB PKM

Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan bulan Februari sampai Maret 2013 tidak ada satupun bayi yang berhasil melakukan IMD. Hal ini terjadi karena bidan belum melakukan tindakan IMD dengan tepat sesuai pedoman

langkah-langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir.

Tindakan bidan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD yaitu bidan

tidak segera meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat dipotong. Selain itu, bidan juga tidak memberi kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam. Ketidaktepatan tindakan bidan tersebut menyebabkan tidak ada kesempatan bagi bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibu untuk mulai

menyusu. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas

(25)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah pertama

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

b. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2013.

c. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2013. E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Menambah wawasan peneliti mengenai inisiasi menyusu dini.

b. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

c. Memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian terkait dengan gizi kesehatan masyarakat.

(26)

3. Bagi Puskesmas

Memberikan masukan kepada pihak puskesmas untuk meningkatkan kualitas bidan penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD.

4. Bagi Kementerian Kesehatan

Mensosialisasikan program IMD secara rutin dan berkesinambungan di seluruh Indonesia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program

Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan April sampai Agustus 2013 tentang gambaran perilaku bidan dalam

pelaksanaan inisasi menyusu dini di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan perpanjangan pengamatan serta triangulasi

sumber dan teknik untuk menjaga validitas data penelitian.

Perpanjangan pengamatan yaitu melakukan observasi terus-menerus terhadap pelaksanaan IMD dalam jangka waktu dua bulan. Selanjutnya,

triangulasi sumber yang digunakan adalah wawancara mendalam terhadap bidan penolong persalinan dan ibu bersalin di Puskesmas Kecamatan

(27)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 1. Pengertian IMD

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera

setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan

kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan IMD ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2012).

Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Di

antaranya obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu pada

payudara ibu. Selanjutnya, kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan, seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu kemampuan

(28)

2. Manfaat IMD

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pelaksanaan IMD dapat

memberikan manfaat bagi ibu dan bayi.

a. Manfaat IMD bagi ibu

IMD akan merangsang produksi hormon prolaktin dan oksitosin

pada ibu. Fungsi hormon prolaktin adalah:

1) Meningkatkan produksi ASI. Setelah melahirkan, kadar hormon

progesteron menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk bereaksi selama masa laktogenesis.

2) Membantu ibu mengatasi stres terhadap berbagai rasa kurang

nyaman.

3) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi selesai menyusu.

4) Menunda ovulasi.

Selanjutnya fungsi hormon oksitosin adalah:

1) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perdarahan

pascapersalinan.

2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi

ASI. Saat bayi mengisap puting susu ibu, serangkaian impuls akan menuju medulla spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam

(29)

hipofisis. Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel

epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung di dalamnya tersembur ke setiap duktus dan

sinus.

3) Ibu menjadi lebih tenang, fasilitasi kelahiran plasenta dan pengalihan rasa nyeri dari berbagai prosedur pascapersalinan

lainnya.

b. Manfaat IMD bagi bayi

1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi.

2) Segera memberikan kekebalan pasif pada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi.

3) Meningkatkan kecerdasan.

4) Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan hisap, telan dan napas.

5) Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi.

6) Mencegah terjadinya gangguan napas pada bayi.

3. Langkah-Langkah IMD

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), terdapat tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir, yaitu:

a. Langkah 1

(30)

2) Kemudian letakkan bayi di perut bawah ibu.

3) Nilai bayi apakah diperlukan resusitasi atau tidak (2 detik).

4) Bila tidak perlu resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka,

kepala dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain kering untuk

menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.

5) Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada

tangan bayi juga membantunya mencari putting ibunya yang berbau sama.

6) Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Pengisapan lendir di dalam mulut atau hidung bayi dapat merusak selaput lendir dan meningkatkan resiko infeksi pernapasan.

7) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan Intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu. Jaga bayi tetap hangat.

b. Langkah 2

1) Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di

(31)

2) Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang

topi di kepala bayi.

3) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu

paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian

besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60 menit.

4) Hindari menyeka atau membasuh payudara ibu sebelum bayi menyusu.

5) Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah manajeman aktif kala 3 persalinan.

c. Langkah 3

1) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu. 2) Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi upaya

bayi untuk menyusu misalnya, memindahkan bayi dari satu

payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu

payudara.

3) Menunda semua asuhan BBL lahir normal lainnya hingga bayi selesai menyusu. Tunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi

(32)

4) Usahakan tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin

hingga bayi selesai menyusu.

5) Segera setelah BBL selesai menghisap, bayi akan berhenti

menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa mengantuk. Bayi kemudian diselimuti dengan kain bersih, lalu lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, mengoleskan salep

antibiotika pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1. Jika bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, posisikan

bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih

belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan BBL dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

6) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat

disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali.

7) Satu jam kemudian berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama. 8) Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Letakkan

kembali bayi dekat ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa

(33)

4. Tata laksana IMD pada kelahiran normal

Menurut Roesli (2012), terdapat 10 poin tatalaksana IMD pada kelahiran normal.

a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi

saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya

dengan cara pijat, aromaterapi, atau geraka-gerakan ringan.

c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya

melahirkan normal; di dalam air, atau dengan cara jongkok.

d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua

tangannya. Lemak putih (vernix caseosa) yang akan membuat kulit bayi terasa nyaman.

e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat

dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai.

f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi

dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting susu.

g. Ayah memberikan dukungan kepada ibu untuk rasa percaya diri ibu. h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit

(34)

i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah

satu jam atau penyusunan awal selesai. Sesuai dengan prosedur misalnya suntik Vitamin K1 untuk bayi (Neo K) dengan dosis 0,5 cc

IM 1/3 paha bagian atas dan salf mata bayi cholamphenicol 1% dapat ditunda.

j. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24

jam ibu bayi tidak dipisahkan. Pemberian minuman pre-laktal (cairan sebelum ASI keluar) dihindarkan.

5. Perilaku Bayi Saat IMD

Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan

dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima

tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.

Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar

melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan.

(35)

Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap

ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan

cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).

Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di

sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).

Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke

kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).

Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu.

Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi

akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).

6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD

Menurut Roesli (2012), terdapat beberapa pendapat yang tidak benar

(36)

a. Bayi Kedinginan

Bayi akan berada pada suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam

waktu 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005) dalam Roesli (2012), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 10C lebih panas

daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 10C.

Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 20C untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan

tempat terbaik bagi bayi baru lahir. b. Ibu Terlalu Lelah

Saat terjadi kontak kulit ibu dan bayi maka hormon oksitosin akan

membantu menenangkan ibu sehingga ibu tidak merasa lelah untuk memeluk bayinya.

c. Tenaga Kesehatan Kurang Tersedia

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah

(37)

d. Kamar Bersalin Atau Kamar Operasi Sibuk

Tetap berikan kesempatan pada bayi untuk mencapai payudara dan menyusu dini saat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan.

e. Ibu Harus Dijahit

Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Sehingga tidak

ada masalah bagi bayi untuk tetap melakukan IMD.

f. Segara Memberikan Vitamin K Dan Tetes Mata Untuk Mencegah Penyakit Gonorrhea

Menurut American Collage of Obstetrics and Gynecology dan

Academy Breastfeeding Medicine (2007) dalam Roesli (2012),

tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

g. Bayi Harus Segera Dibersihkan, Dimandikan, Ditimbang, Dan Diukur

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Penimbangan dan pengukuran dapat

ditunda sampai menyusu awal selesai.

h. Bayi Kurang Siaga

Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu, bayi akan tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang dikonsumsi ibu, justru kontak kulit akan lebih penting lagi karena

(38)

i. Kolostrum Tidak Keluar Atau Jumlah Kolostrum Tidak Mencukupi

Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai

pada saat itu.

j. Kolostrum Berbahaya Bagi Bayi

Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain

sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum juga melindungi dan mematangkan dinding usus bayi.

7. Definisi Rawat Gabung

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak RI (2010), menyatakan bahwa rawat gabung adalah upaya menempatkan ibu dan bayi di tempat yang sama selama 24 jam. Pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman

peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.

Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan lima langkah pelaksanaan rawat gabung. Pertama, mengupayakan

penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasana yang memadai. Kedua, mempraktekkan rawat gabung selama 24 jam kecuali bayi

(39)

menyusui walaupun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis (KP3A

RI, 2010).

8. Manfaat Rawat Gabung

Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi, dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat

dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka

dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui. Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin.

Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya,

karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan

keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan memandikan bayi (Wijayanti, 2011).

Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol

(40)

medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011).

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Menurut Green (1990), perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Selanjutnya, menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa

perilaku dalam bentuk pengetahuan artinya mengetahui situasi dan rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap artinya tanggapan batin

terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan

artinya perbuatan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar. 2. Determinan Perilaku

Menurut Green et all (2005), determinan perilaku merupakan faktor

penentu yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda. Hal ini

berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi sekelompok orang, namun

respon yang dihasilkan pada setiap orang akan berbeda. Green menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu

(41)

causes). Faktor di luar perilaku contohnya genetik dan faktor perilaku

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

a. Faktor predisposing (predisposisi) termasuk ilmu pengetahuan

seseorang/masyarakat, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang

memfasilitasi/menghalangi motivasi untuk perubahan. faktor predisposing

menyangkut pengalaman masa kanak-kanak yang membentuk sikap, nilai,

dan persepsi pertama kali.

b. Faktor reinforcing (penguat) yaitu penghargaan yang diterima dan timbal

balik yang diterima oleh pembelajar dari orang lain yang diikuti

penyerapan tingkah laku yang bisa mendorong atau menghalangi

keberlanjutan dari tingkah laku tersebut. Faktor pendukung menghasilkan

gaya hidup (membentuk pola tingkah laku) yang selanjutnya lingkungan

mempengaruhi norma sosial, permintaan pelanggan, atau sejumlah

perbuatan.

c. Faktor enabling (pemungkin) adalah kemampuan sumber daya atau

batasan yang dapat membantu/menghalangi keinginan perubahan tingkah

laku seperti perubahan lingkungan. Seseorang dapat melihatnya sebagai

kendala/batasan, yang pada umumnya dihasilkan oleh kekuatan sosial

atau sistem. Fasilitas dan sumber daya manusia/masyarakat mungkin bisa

mencukupi atau tidak seperti kekuatan pendapatan atau asuransi

kesehatan dan hukum serta status mungkin dapat mendukung atau

(42)

3. Domain Perilaku

Menurut Bloom (1905) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia itu sangat komplek dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga perilaku manusia dibagi dalam tiga domain (ranah/kawasan) meskipun

kawasan-kawasan tersebut tidak memilki batasan yang tegas dan jelas. a. Domain Kognitif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek

intelektual (otak). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak yaitu berfikir dan bernalar adalah termasuk dalam domin kognitif

(Krathwohl, dkk, 1974).

b. Domain Afektif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan (Krathwohl,

dkk, 1974).

c. Domain Psikomotorik, merupakan perilaku yang menekankan pada

aspek motorik yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik (Huitt, 2003).

4.

Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD

Pemerintah telah menghimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan baik

pemerintah maupun swasta untuk menerapkan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). Poin nomer empat dalam 10 LMKM

(43)

Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010). Selain itu, pemerintah juga

telah mengatur standar operasional tindakan yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru

lahir (Depkes, 2008).

IMD merupakan salah satu wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagai langkah mencapai keberhasilan menyusui

(Kemenkes RI, 2010). Penelitian Rahardjo (2006) menyatakan, ada hubungan yang bermakna antara bidan sebagai tenaga penolong

persalinan dengan pelaksanaan IMD. Bidan merupakan kunci utama keberhasilan pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah melahirkan

(immediate breastfeeding) karena dalam waktu tersebut peran penolong

persalinan masih sangat dominan. Apabila bidan memfasilitasi ibu untuk segera memeluk bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan segera

terjadi. Dengan immediate breastfeeding ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASInya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi merasa nyaman

menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003).

Selanjutnya penelitian Legawati dkk (2011), menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru sehingga menimbulkan keraguan

(44)

dalam memfasilitasi IMD karena alasan waktu padahal masih banyak

tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD.

C. Bidan

1. Pengertian Bidan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia nomor

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan bidan serta diakui oleh pemerintah dan telah lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi

serta memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan. Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

2. Wewenang Bidan

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

(45)

kebidanan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan pelayanan

kesehatan masyarakat.

a. Pelayanan kebidanan meliputi:

1) Pemberian imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah 2) Bimbingan senam hamil

3) Episiotomi

4) Penjahitan luka episiotomi

5) Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan perujukan 6) Pencegahan anemia

7) Inisiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif 8) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

9) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

10) Pemberian minum dengan sonde/pipet

11) Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala tiga

12) Pemberian surat keterangan kelahiran

13) Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti

melahirkan.

b. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan meliputi:

1) Pemberian alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi

(46)

2) Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter 3) Penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

4) Pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah

5) Penyuluhan/konseling dan tindakan pencegahan kepada

perempuan pada masa pranikah dan prahamil

c. Pelayanan kesehatan masyarakat

1) Pembinaan masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi 2) Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas

3) Pelaksanaan deteksi dini, perujukan dan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

D. Kerangka Teori

Departemen Kesehatan RI (2008) telah menyusun pedoman pelaksanaan IMD yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam

(47)

Bagan 2.1

Kerangka Teori (Depkes RI, 2008)

Pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir

Langkah 1

Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi

Langkah 2

Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam

Langkah 3

(48)

30 BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Berpikir

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui gambaran

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI

tahun 2008.

Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan setiap penolong persalinan

dalam pelaksanaan IMD. Langkah pertama, yaitu mencatat waktu kelahiran bayi dan menilai kondisi bayi. Langkah kedua, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu

jam. Langkah ketiga, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi setiap tindakan

yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui alasan bidan dalam

(49)

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir

Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan

Langkah 1

Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi

Langkah 2

Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam

Langkah 3

(50)

B. Definisi Istilah Perilaku Tahapan tindakan yang dilakukan

bidan dalam melaksanakan IMD. Observasi

Pedoman kontak kulit dengan ibunya.

Observasi Pedoman

pada bayi agar mencari dan menemukan puting susu ibunya.

(51)

33 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, secara menyeluruh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006).

Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan untuk memilih jenis penelitian kualitatif. Diantaranya, penelitian kualitatif berfungsi untuk meneliti sesuatu dari segi prosesnya dan penelitian kualitatif berfungsi untuk

keperluan evaluasi (Moleong, 2006).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD secara menyeluruh. Selain itu, hasil penelitian

ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pelaksanaan IMD.

(52)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan dari bulan April sampai Agustus 2013.

C. Informan Penelitian

Pemilihan informan berfungsi untuk mendapatkan informansi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Penentuan informan dianggap

telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy yaitu data yang diperoleh telah jenuh, sehingga informan tidak lagi memberikan informansi

baru (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis informan, yaitu

informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan penolong persalinan yang diobservasi saat menolong persalinan. Observasi tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah

pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan. Selanjutnya, peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap informan utama. Wawancara mendalam bertujuan untuk mendapatkan informansi mengenai alasan bidan

dalam pelaksanaan IMD.

Sedangkan, informan pendukung adalah ibu bersalin di RB PKM

(53)

D. Instrumen Penelitian

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa manusia merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif. Alasannya karena

segala sesuatu dalam penelitian kualitatif belum memiliki bentuk yang jelas. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sehingga masih perlu dikembangkan selama penelitian. Dalam keadaan tersebut, hanya peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat

mencapainya.

Setelah masalah yang akan dipelajari menjadi jelas, maka baru dapat

dikembangkan suatu instrumen. Pengembangan instrument diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan selama penelitian (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini peneliti

mengembangkan instrumen untuk menjawab masalah penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: pedoman observasi, pedoman wawancara, perekam suara, kamera, dan alat pencatat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,

(54)

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera untuk memperoleh informansi yang diperlukan untuk menjawab masalah

penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian

kualitatif (Bungin, 2007).

Observasi banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu

ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Sudjana, 2010). Oleh sebab itu, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan

yang dilakukan bidan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Sehingga, diketahui langkah-langkah IMD yang dilakukan oleh informan utama.

Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam melakukan observasi,

yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil observasi. Tujuan observasi dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tindakan yang

dilakukan bidan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013.

Langkah kedua, yaitu membuat pedoman observasi. Pedoman

(55)

bayi baru lahir. Hasil observasi ditampilkan dalam kolom lembar chek list

pada tiap tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD.

Langkah ketiga, yaitu peneliti melakukan observasi pelaksanaan IMD

terhadap informan utama saat proses persalinan berlangsung. Kemudian, hasil observasi dimasukkan dalam kolom lembar chek list pedoman observasi. Pengisian kolom lembar chek list segera dilakukan setelah

selesai mengobservasi di tempat penelitian.

Langkah keempat, yaitu membuat kesimpulan hasil observasi

berdasarkan isian kolom lembar chek list pedoman observasi. Kesimpulan hasil observasi ditampilkan dalam bentuk narasi.

2. Studi dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen data registrasi persalinan di RB PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Informansi yang digunakan dalam

dokumen data registrasi persalinan, yaitu nama bidan penolong persalinan, nama ibu bersalin beserta suami, jumlah kelahiran, waktu melahirkan, dan

(56)

3. Wawancara mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2006). Kelebihan teknik wawancara ialah terjadinya kontak langsung antara pewawancara dan terwawancara. Selain itu, hasil

wawancara pun dapat direkam (Sudjana, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam

berdasarkan hasil observasi terhadap informan utama dalam melakukan tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir.

Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan informan utama dalam pelaksanaan IMD.

Teknik ini dipilih karena dengan wawancara akan terjadi kontak langsung antara peneliti dan informan, sehingga informan dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu,

peneliti juga dapat mencatat hasil penelitian secara lengkap melalui hasil rekaman wawancara.

(57)

informan utama melakukan tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan

IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013.

Langkah kedua, yaitu membuat pedoman wawancara berdasarkan

hasil observasi. Melalui pedoman ini, peneliti lebih terarah melakukan wawancara untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah ketiga, yaitu melakukan wawancara dengan informan utama dan informan pendukung.

Wawancara direkam melalui alat perekam suara.

Langkah keempat, yaitu mencatat hasil wawancara secara lengkap

berdasarkan hasil rekaman wawancara. Kemudian, peneliti mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan istilah penelitian. Langkah

kelima, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengelompokkan istilah penelitian. Kesimpulan penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

difahami oleh peneliti maupun orang lain (sugiyono, 2009).

Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah content

analysis. Menurut Neuman (2000) dalam Afifah (2008), content analysis

(58)

isi naskah atau hasil data yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan

dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan atau hasil penelitian terdahulu. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan ketiga teknik

pengumpulan data, yaitu observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut. Kemudian,

peneliti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada tinjauan kepustakaan hasil hasil penelitian terdahulu.

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum

terjun ke lapangan, selama di lapangan sampai penulisan hasil penelitian. Namun, analisis lebih difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

1. Analisis sebelum di lapangan

Dalam penelitian kualitatif, analisis data telah dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis ini dilakukan terhadap data hasil

studi pendahuluan (sugiyono, 2009). Dalam studi pendahuluan, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan bidan dalam

(59)

2. Analisis data di lapangan

Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif saat pengumpulan data di lapangan dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, hingga data yang diperoleh telah jenuh. Terdapat tiga tahap aktivitas yang dilakukan dalam analisis data

kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Aktivitas

yang dilakukan pada tahap reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan (Sugiyono, 2009).

Peneliti melakukan reduksi data dari hasil observasi dan wawancara. Sebelum melakukan observasi, peneliti sudah menyiapkan

lembar pedoman observasi yang diadaptasi dari pedoman langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir berdasarkan ketetapan Departemen Kesehatan RI 2008. Melalui lembar pedoman observasi, peneliti dapat

(60)

Proses observasi dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi

temuan baru.

Sedangkan, sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah

menyiapkan pedoman wawancara yang dibuat berdasarkan teori-teori yang memfokuskan dalam pelaksanaan IMD. Wawancara dilakukan terhadap informan utama dan informan pendukung. Setelah melakukan

wawancara, peneliti merangkum hasil wawancara dalam bentuk matriks wawancara. Wawancara dilakukan sampai informansi yang

diperoleh telah jenuh.

b. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel atau teks yang bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah difahami (Sugiyono, 2009).

Peneliti menyajikan data hasil observasi dalam bentuk tabel pada lampiran 6. Sedangkan data hasil wawancara ditampilkan dalam

bentuk matriks wawancara pada lampiran 7 dan lampiran 8. Melalui cara ini, peneliti dapat menentukan kejenuhan data yang telah

diperoleh.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan yang disertai dengan bukti-bukti yang valid

(61)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas

(Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan temuan dalam observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara terhadap informan utama disimpulkan bahwa bidan kurang tepat dalam melaksanakan IMD. Kesimpulan tersebut

didukung berdasarkan kesimpulan wawancara terhadap informan pendukung, yaitu informan utama masih kurang tepat dalam

melaksanakan IMD. G. Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji

kredibilitas data (validitas internal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian degan hasil yang ingin dicapai, uji transferabilitas (validitas eksternal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian dapat

diterapkan wilayah penelitian, uji depenabilitas (reliabilitas) yaitu berkenaan dengan derajat konsistensi temuan, dan uji konfirmabilitas (obyektivitas) yaitu

berkenaan dengan derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap temuan yang diperoleh (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji kredibilitas data

(62)

dapat digeneralisasikan. Selain itu, belum ada hasil penelitian serupa yang

menggunakan instrumen yang sama seperti pada penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan perpanjangan

pengamatan dan triangulasi sebagai cara untuk menguji kredibilitas data penelitian.

1. Perpanjangan Pengamatan

Menurut Sugiyono (2009), perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan observasi ataupun wawancara kembali

dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Melalui perpanjangan pengamatan diharapkan hubungan peneliti dengan sumber

data akan semakin terbentuk. Sehingga, kehadiran peneliti tidak mempengaruhi perilaku yang dipelajari.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan waktu

observasi selama dua bulan. Observasi dilakukan sejak bulan Mei sampai Juni 2013. Melalui perpanjangan waktu observasi ini, diharapkan terjalin hubungan yang terbuka antara peneliti dan bidan. Sehingga, kehadiran

peneliti tidak mengganggu perilaku bidan dalam melakukan setiap tindakan dalam pelaksanaan IMD.

2. Triangulasi

Menurut Sugiyono (2009), triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

(63)

dalam pengujian kredibilitas, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik,

dan triangulasi waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi pelaksanaan

IMD karena keterbatasan waktu penelitian.

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui sumber yang berbeda (Sugiyono, 2009). Dalam triangulasi sumber, peneliti mengumpulkan data dari informan utama

yaitu bidan penolong persalinan dan informan pendukung yaitu ibu bersalin.

b. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam.

(64)

46 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan 1. Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di lokasi Jl. Cenek I

No.1 Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi sejak tahun 2003. Sebelumnya Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

menempati lokasi di Jl. Wijaya Kusuma No.1 bergabung dengan Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan.

2. Visi dan Misi Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan a. Visi

Menjadi puskesmas terdepan yang mengutamakan kepuasan

pelanggan melalui pelayanan prima.

b. Misi

1) Memberdayakan SDM secara Profesional 2) Mengembangkan sistem promosi kesehatan 3) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang prima

(65)

5) Menggalang kemitraan dengan sektor terkait

3. Fasilitas Puskesmas Kec. Pesanggrahan

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di atas tanah seluas

2566 m2 dengan luas bangunan 1677 m2. Puskesmas ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang pelayanan 24 jam, ruang bersalin, poli kesehatan ibu hamil trimester I dan II, poli kesehatan ibu hamil

trimester III, gudang obat dan ruang radiologi. Lantai kedua terdiri dari loket, laboratorium, poli umum, poli gigi, poli keluarga berencana (KB),

poli menejemen terpadu balita sakit (MTBS), poli paru, poli lansia, poli diabetes melitus (DM), ruang konseling, gudang alat kesehatan, ruang

fisioterapi, apotik dan koperasi. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari ruang Kepala Puskesmas, ruang penyakit menular dan kesehatan lingkungan, ruang promosi kesehatan dan program gizi, ruang perencanaan dan satuan

kerja, ruang keuangan, ruang tata usaha (TU), ruang pendidikan dan pelatihan (Diklat), ruang pemeriksaan kesehatan haji dan elektrokardiografi (EKG), aula dan mushola.

Kapasitas listrik yang dimiliki oleh puskesmas ini yaitu sebesar 66.000 watt. Selanjutnya, sumber air yang digunakan di puskesmas ini berasal

dari air tanah. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan juga memiliki dua buah telepon, dua buah faximili, dua buah mobil

ambulance, satu buah mobil dinas merk APV dan enam buah sepeda

(66)

B. Karakteristik Informan

Informan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu informan utama dan informan pendukung. Karakteristik informan utama yang

diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir, lama tugas sebagai bidan, lama tugas di PKM Kec. Pesanggrahan. Sedangkan, karakteristik informan pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu

waktu melahirkan, pendamping persalinan, jumlah kelahiran anak dan bidan penolong persalinan.

1. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di RB

PKM Kecamatan Pesanggrahan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa jadwal kerja bidan di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan terbagi dalam tiga waktu, yaitu dari pukul 07.00-15.00 WIB, kemudian dari pukul

15.00-23.00 WIB, selanjutnya dari pukul 23.00-07.00 WIB. Jadwal kerja tersebut dibagi secara bergilir untuk setiap bidan. Namun, khusus untuk satu orang informan utama yang menjabat sebagai bidan koordinator

memiliki jadwal kerja tetap. Bidan koordinator memiliki jadwal kerja dari hari senin sampai jumat mulai pukul 07.000-16.00 WIB. Meskipun bidan

koordinator memiliki jadwal kerja khusus, namun tugas bidan sebagai penolong persalinan tetap sama.

Informan 1 dengan inisial N berusia 46 tahun yang memiliki latar

Gambar

Tabel
Gambaran perilaku bidan dalam
Tabel 3.1 Definisi Istilah
gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas
+4

Referensi

Dokumen terkait