• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

PADA TANAMAN CABAI ( Capsicum annuum L ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH

FRISKA M. SIBARANI 030302028

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

2

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici)

PADA TANAMAN CABAI ( Capsicum annuum L ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH

FRISKA M. SIBARANI 030302028

HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Skripsi :UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI

(Capsiccum annum) DI LAPANGAN

Nama : FRISKA M. SIBARANI Nim : 030302028

Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. H. Hassanuddin, MS) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP)

Ketua Anggota

Mengetahui :

(Ir. Marheni, MP) Ketua Departemen

(4)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

4

i

ABSTRACT

Friska M. Sibarani “UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA

NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsiccum annum) DI

LAPANGAN’’ with the conselling Mr. Dr. Ir. H. Hassanuddin, MS. As a leader

and Mr. Ir. Lahmuddin Lubis, MP as co-author.

The object of study is to know some effectiveness fungicides against plant purple strain disease Colletotrichum capsici. Red chili

The research was done in Merek, Kabupaten Karo above 1350 m from sea level. Reseach starting in Augustus until February 2008.

Reseach applies Non Factorial Randomized Block Design (Non Factorial RBD) which consist of FO (control/non act), F1 (Nimba leaf extracts), F2 (Sirih leaf extracts), F3 (Cengkeh leaf extracts), F4 (Gambir) as compared. The parameter perceived intensity attack (%) percentage of attack

(Colletotrichum capsici) and the shallot production (Ton/ha).

The result of the study shows that values of natural fungicides, significantly influences after application to the intensity of attack

(5)

ABSTRAK

Friska M. Sibarani “UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA PESTISIDA

NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA

(Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsiccum annum) DI

LAPANGAN’’ Dengan komisi pembimbing Bapak Dr.Ir.H.Hasanuddin,MS.

selaku ketua dan Bapak Ir.Lahmuddin Lubis MP. Selaku anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas beberapa fungisida nabati terhadap penyakit antraknosa pada tanaman cabai.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Merek Kabupaten Karo pada ketinggian kurang lebih 1350 m dpl. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai Februari 2008.

Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial yang terdiri dari F0 (Kontrol/Tanpa perlakuan), F1 (Larutan daun Nimba), F2 (Larutan daun Sirih), F3 (Larutan daun Cengkeh), F4 (Larutan Gambir) sebagai pembanding. Parameter yang diamati adalah intensitas serangan (%) dan produksi cabai (Ton/ha).

(6)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

6

iii

RIWAYAT HIDUP

“Friska M. Sibarani” lahir di Ambarita pada tanggal 18 Januari 1986 dari

pasangan Ayahanda J.Sibarani dan Ibunda T.M.Sianipar. Penulis merupakan anak

ke empat dari empat bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah :

SD Negeri 2 Ambarita di Kabupaten Samosir Lulus Tahun 1997.

SMP Negeri 1 Simanindo di Kabupaten Samosir Lulus Tahun 2000.

SMA Negeri 1 Simanindo di Kabupaten Samosir Lulus Tahun 2003.

Dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui

jalur SPMB, di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Pertanian.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perkebunan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini dengan baik.

Adapun judul dari penelitian adalah UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA

PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L ) DI LAPANGAN. Penelitian ini bertujuan untuk untuk

mengetahui jenis fungisida botanis dan dosis yang tepat untuk mengendalikan

penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici ) pada tanaman cabai di lapangan.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS selaku ketua komisi pembimbing dan

Ir. Lamuddin Lubis, MP selaku anggota komisi pembimbing dan juga kepada

teman-teman yang telah memberikan saran dan arahan sehingga proposal

penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga proposal penelitian

ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, april 2007

(8)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

8

v

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit ... 4

Gejala serangan ... 5

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ... 6

Pengendalian ... 6

Fungisida Botanis ... 7

Nimba ... 8

Sirih ... 9

Cengkeh ... 9

Gambir ... 10

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Larutan Cengkeh ... 15

(9)

Aplikasi Fungisida Botanis ... 16

Panen ... 16

Parameter Pengamatan ... 16

Intensitas Serangan ... 16

Produksi... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 18

Pembahasan ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

(10)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

10

vii

DAFTAR TABEL

NO Judul Tabel Hlm

1. Rataan intensitas Serangan Colletotrichum capsici……… 18

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Hlm

1. Pathogen penyebab penyakit Antraknosa... 5

2. Gejala serangan penyakit Antraknosa ... 6

3. Histogram intensitas serangan penyakit Antraknosa ... 20

4. Histogram produksi cabai merah ... 24

(12)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

12

ix

DAFTAR LAMPIRAN

NO Judul Lampiran Hal

1. Bagan Lahan penelitian ... 29

2. Bagan pengambilan Sampel ... 30

3. Data Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa 122 HST ... 31

4. Data Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa 129 HST ... 32

5. Data Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa 139 HST ... 33

6. Data Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa 146 HST ... 34

7. Data Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa 153 HST ... 35

8. Data Produksi I (g/plot) 139 MST ... 36

9. Data Produksi I (g/plot) 146 MST ... 37

10.Data Produksi I (g/plot) 153 MST ... 38

11.Data Produksi I (g/plot) 160 MST ... 39

12.Data Produksi I (g/plot) 167 MST ... 40

13.Foto Lahan Penelitian ... 41

14.Data Klimatologi bulan Oktober 2007 ... 42

15.Data Klimatologi bulan November 2007 ... 44

16.Data Klimatologi bulan Desember 2007 ... 46

17.Data Klimatologi bulan Januari 2008 ... 48

18.Data Klimatologi bulan Februari 2008... 50

(13)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

Latar belakang

Tanaman cabai ternasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam

family solanaceae, buahnya sangat digemari karena memiliki rasa pedas dan

merupakan perangsang bagi selera makan. Selain itu cabai memiliki kandungan

vitamin–vitamin, protein dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai

arti ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah tanaman kacang –

kacangan (Rusli, dkk, 1997).

Penanaman cabai besar seringkali menghadapi banyak kendala dalam

meningkatkan produktivitas baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Serangan

hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang menghambat kelancaran

dalam budidaya cabai. Salah satu penyakit yang menyerang dan sangat ditakuti

pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh

jamur Colletotrichum sp yang pada tingkat tertentu dapat merugikan hasil yang

cukup besar ( Rohmawati, 2002)

Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan

Coletotrichum capsici dan Goeosporium piperatum merupakan salah satu faktor

pembatas produksi cabai merah. Kerugian akibat penyakit ini di lapangan dapat

mencapai 65 % (Hersanti, dkk, 2001)

Sampai saat ini pengendalian penyakit tersebut adalah dengan pestisida

sintetik. Tigapuluh persen pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau dan

80 % pada musim hujan terbuang ke perairan. Dilema pestisida tersebut perlu

(14)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

2

dengan bahan kimia tetapi minimum dampak negatifnya.

(Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004).

Penggunaan fungisida sintetik seringkali memberi dampak negatif, selain

terhadap manusia yang mengkomsumsinya tetapi juga terhadap lingkungan. Oleh

sebab itu perlu dicari alternatif lain untuk pengendalian penyakit antraknosa ini;

salah satu diantaranya adalah menggunakan fungisida botani yaitu bahan yang

berasal dari tumbuhan (Mirin, 1997)

Akhir-akhir ini perhatian terhadap fungisida nabati makin besar dengan

makin diketahuinya beberapa pengaruh samping yang sangat merugikan dari

penggunaaan pestisida sintetik ( kimiawi). Tanaman tersebut antaralain adalah

cengkeh, kemangi, teh, nimba, sirih, dan lain-lain. Daun tersebut dikenal sebagi

obat tradisional dan minuman. Bahan-bahan tersebut murah dan mudah didapat

(Sumardiyono dan Agung, 1995).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti

efektifitas daun nimba, sirih, cengkeh dan gambir sebagai fungisida botanis

untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman cabai.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas beberapa fungisida botanis untuk

(15)

Hipotesis Penelitian

Setiap jenis fungisida botanis mempunyai efektifitas yang berbeda dalam

mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici).

Kegunaan Penelitian

 Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen

Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

(16)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit

Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh ( 1998 ) adalah :

Divisio : Ascomycotina

Subdivision : Eumycota

Kelas : Pyrenomycetes

Ordo : Sphaeriales

Famili : Polystigmataceae

Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

Busuk buah disebabkan oleh Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan

Bisby. Miselium terdiri dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus

dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 µ m, seta

menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa

septa dan ukuran 150 µ m. Konidiofor tidak bercabang , massa konidia nampak

berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia

berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 µ m. Konidia dapat berkecambah

di dalam air selama 4 jam. Namun konidia lebih cepat berkecambah

pada permukaan buah yang hijau atau tua daripada didalam air. Tabung kecambah

akan segera membentuk apresoria (Singh, 1998).

Colletotrichum capsici telah diidentifikasi sebagai suatu patogen yang

(17)

pada buah setelah panen dan juga pada tempat penyimpanan. Infeksi laten terjadi

di alam (Aradhya, et al, 2005).

Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni

miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan.

Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk

aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang

sebetulnya adalah massa konidia (Rusli, dkk, 1997).

Gbr 1. Jamur Colletotrichum capsici

Sumber

Gejala Serangan

Jamur Coletotrichum sp dapat menginfeksi cabang, ranting, dan buah.

Infeksi pada buah biasanya terjadi pada buah yang menjelang tua. Gejala diawali

berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk.

Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh

(Rusli, dkk, 1997 ).

Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan

germinasi pada permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah

(18)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

6

melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat disebarkan oleh air hujan

dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat

(Kronstad, 2000).

Gambar 2. Gejala serangan penyakit Antraknosa pada tanaman cabai Sumber : Foto Langsung

Faktor yang Mempengaruhi

Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang tanaman cabai di

Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi.

Penyakit antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai

tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak

(Syamsudin, 2002).

Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici

tidak maksimal. Derajat keasaman (pH) optimal untuk pertumbuhan jamur

Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5 (Yulianty, 2006).

Periode inkubasi Colletotrichum sp antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah

inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30oC dengan

kelembaban relatif 80-92 % (Rompas, 2001).

(19)

Pengendalian

Dalam teknologi pertanian modern, kebanyakan yang dipergunakan adalah

pestisida kimia; sangat sedikit dipergunakan pestisida mikroba dan boleh

dikatakan tidak dipergunakan pestisida nabati atau botanik (Oka, 1994)

Dari hasil penelitian Hersanti, dkk (2001) penggunaan campuran

Benzothiadiazola 1 % dan mankozeb 48 % dengan konsentrasi 5 g/l dan 2,5 g/l,

efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa di lapangan dengan kisaran

persentase penekanan sebesar 90-96 %.

Pada prinsipnya, konsep PHT adalah memadukan berbagai komponen

pengendalian dengan mengacu pada pelestarian lingkungan, ekonomi dan secara

sosial dapat diterima petani. Komponen yang dimaksud terdiri atas cara cocok

tanam, mekanik, fisik, biologi, kimiawi, genetik dan peraturan-peraturan. Dengan

pengertian tersebut berarti bahwa pemanfaatan pestisida nabati termasuk dalam

komponen kimiawi (Soehardjan, 1994)

Apabila ditemukan gejala serangan penyakit antraknosa pengendalian

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

 Untuk mengurangi sumber infeksi agar serangannya tidak meluas, maka

tanaman yang terserang dicabut dan dimusnahkan

 Jika kerusakan tanaman telah mencapai ambang pengendalian dilakukan

penyemprotan fungisida yang dianjurkan misalnya difenokonazol

( Score 250 EC, 2 ml/l ), klorotalonil ( Daconil 5000 f, 2 g /l )

(20)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

8

Pestisida Nabati

Pengertian pestisida nabati mencakup bahan nabati yang berfungsi

sebagai zat pembunuh, zat penolak, zat pengikat dan zat penghambat

pertumbuhan organisme pengganggu. Dengan ditemukannya pestisida sintetik

DDT, yang waktu itu dianggab sangat bermanfaat dan disusul dengan pestisida

sintetik lainnya, penggunaan pestisida nabati terdesak (Soehardjan, 1994)

Saat ini kita perlu memprioritaskan penelitian yang bertujuan untuk

mencari atau mengidentifikasi tanaman-tanaman yang mengandung pestisida

nabati, maksudnya agar tenaga peneliti yang terbatas jumlahnya dapat

memfokuskan pada penelitian yang lebih intensif terhadap temuan-temuan yang

dihasilkan (Soehardjan, 1994)

Berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dapat

diinformasikan, berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai peran dan sangat

potensial sebagai sumber pestisida nabati seperti Nimba (Azadirachta indica),

Mindi (Melia azadirach), tenbakau (Nicotiana tobacum), Gadung

(Discorea hispida), cengkeh (Syzygium aromaica), dan lain-lain (BPTP, 1998)

Nimba

Nimba (Azadirachta indica) adalah salah satu jenis tanaman yang

menghasilkan berbagai zat aktif, salah satu bahan aktif tersebut adalah

Azadirachtin, suatu senyawa triterpenoid yang berguna sebagai sumber terbaik

untuk biopestisida (Zakiah, 2003)

Nimba dikenal sebagai pohon peneduh mengandung senyawa aktif sebagai

(21)

melontriol dan nimbin. Selain dari itu, nimba mengandung belerang sebagaimana

kita ketahui, belerang adalah salah satu bahan aktif pembunuh jamur.

Tidak toksik terhadap manusia dan vertebrata lainnya. Oleh sebab itu dalam

rangka menuju ke penggunaan bahan nabati sebagai fungisida maka sebagai

langkah awal ingin diketahui tingkat kemempanan ekstrak daun nimba dalam

menghambat pertumbuhn jamur Colletotrichum capsici (Mirin, 1997)

Sirih

Tanaman yang berasal dari India dan Srilangka ini dikenal sejak 600 tahun

SM. Bentuk daun bulat telur melebar, elips melonjong dengan pangkal seperti

jantung dan ujung meruncing pendek. Senyawa yang terkandung didalamnya yang

terbesar adalah Chavicol dan Betlephenol. Senyawa Chavicol memiliki daya

antiseptic yang kuat (Suharso, 2003)

Pengamatan secara kasar dilapangan menunjukkan bahwa daun sirih

jarang ditemui terserang Phytophthora palmivora. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa cairan perasan berpengaruh terhadap pertumbuhan koloni dan

pembentukan klamidiospora. Pada uji perkecambahan zoospore, cairan perasan

mempunyai pengaruh yang nyata terhadap panjang tabung kecambah

(Darsam, dkk, 1994)

Cengkeh

Tanaman cengkeh diketahui salah satu penghasil senyawa metabolik

sekunder yang dapat berfungsi sebagai pestisida nabati. Penggunaan senyawa

eugenol yang terdapat didalam daun, gagang dan bunga telah banyak dilaporkan

efektif untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit seperti

(22)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

10

Sclerotium rolfsii, Rigidoporus lignosus dan Rhizoctonia solani. Uji coba pada

beberapa tanaman menunjukkan bahwa produk cengkeh tersebut tidak toksik

terhadap tanaman dan hewan serta ada tendensi menstimulasi pertumbuhan

tanaman (Noveriza dan Tombe, 2000).

Pengujian pengaruh tepung cengkeh (asal daun, gagang dan bunga ),

minyak dan komponen minyaknya ( eugenol, eugenol asetat dan ß-caryopyllene )

terhadap pertumbuhan 5 isolat jamur patogen Phytophthora palmivora, 3 isolat

Sclerotium spp, serta 1 isolat Rigidoporus lignosus. Pemberian tepung bunga

cengkeh dengan konsentrasi 0,2 % sudah dapat menghambat pertumbuhan jamur

sedangkan tepung dan gagang cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur

pada konsentrasi 0,4 % ( Manohara, dkk, 1993 ).

Gambir

Perlakuan tepung gambir 400 mg/ L air menurunkan intensitas serangan

embun tepung (Oidium sp) dari 100% menjadi 73,24% . Gambir mengandung

asam tanin dan cathectine sebagai unsur utama yang dapat digunakan sebagai

(23)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek,

Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat 1350 m dpl. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai

Lokal, kompos, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pupuk ZA,

daun cengkeh, daun sirih, daun nimba, gambir dan air.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,

ember, blender, timbangan, kain saring, handsprayer, meteran, parang, kalkulator

dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode RAK

(Rancangan Acak Kelompok) non faktorial yang terdiri dari 5 perlakuan.

Adapun perlakuan yang diuji adalah :

F0 = Kontrol (Tanpa Perlakuan)

F1 = Larutan Nimba 100 gr/ L air

F2 = Larutan Sirih 100 gr/ L air

F3 = Larutan Cengkeh 100 gr/ L air

(24)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

12

Metode linear yang digunakan adalah sebagai berikut :

ij

Tempat penyemaian dibuat diatas bedengan dengan panjang 1,5 m dan lebar 1m

dengan tinggi 20 cm. Untuk media persemaian digunakan lapisan tanah bawah

yang dicampur dengan pupuk dan kompos dengan perbandingan 1: 1 sehari

sebelum benih ditabur. Setelah 1 hari benih cabai ditabur dan ditutup dengan

tanah halus. Pada persemaian dibuat naungan dengan atap terbuat dari rumbian

agar persemaian tidak mengenai matahari langsung. Persemaian disiram setiap

(25)

Persiapan Media Tanam

Pengolahan diawali dengan pembersihan lahan yang dilanjutkan dengan

pencangkulan tanah dengan kedalaman 30-40 cm. Selanjutnya lahan disisir untuk

membersihkannya dari sisa-sisa tanaman atau material-naterial yang tidak berguna

lainnya seperti batang-batang, akar-akar atau bongkol-bongkol tanaman

sebelumnya.

Setelah dibersihkan, pada lahan dibentuk bedengan-bedengan atau

plot-plot bersamaan dengan pembersihan sisa-sisa tanaman sebelumnya. Ukuran

bedengan atau plot adalah panjang 2,7 m dan lebar 2,5 m serta tingginya 30 cm.

Jarak antar plot 30 cm. Jumlah plot sebanyak 25 plot.. Bersamaan dengan ini

dilakukan pembuatan parit utama sebagai pengendali kelebihan air pada musim

hujan.

Penanaman Bibit ke Lapangan

Setelah bibit berumur 18-21 (± 3 minggu ) bibit sudah mempunyai 3-4

helai daun sejati, maka bibit sudah siap dipindahkan ke lahan pertanaman yang

telah tersedia dengan pembuatan lubang-lubang tanaman pada lahan yang

memiliki jarak 60 cm x 50 cm

Pemupukan

Kebutuhan pupuk untuk cabai perhektar adalah sebagai berikut :

- 200 kg Urea/ha atau 500 kg ZA/ha

- 150 kg TSP /ha

(26)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

14

Dimana pupuk dasar dilakukan dengan menggunakan TSP sebanyak

75 gr /tan, dan KCL sebanyak 75 gr /tan diletakkan pada lubang tanam 1-2 hari

sebelum bibit dipindahkan dari persemaian. Untuk pemupukan Urea (N) diberikan

setelah tanaman berumur 14 hari setelah tanam yang diberikan pada guritan

sekeliling batang tanaman lebih kurang 10 cm sebanyak 10 gr/tan. Pupuk Urea,

ZA dan KCL diberikan secara bersama-sama pada waktu 1 dan 2 bulan setelah

tanam yaitu pada minggu pertama.

Kebutuhan pupuk Urea, TSP, ZA dan KCL dalam satu plot adalah untuk

Urea sebanyak 150 gr/plot, untuk TSP 112,5 gr/plot, untuk ZA 375 gr/plot, untuk

KCL 112,5 gr / plot.

Pemeliharan Tanaman

Penyiraman dilakukan pada sore hari dan dilakukan apabila dalam satu

hari hujan tidak turun dimana penyiraman tidak terlalu basah atau becek

sehingga tidak memacu pertumbuhan patogen penyebab penyakit.

Penyiangan dilakukan sekali seminggu dimana gulma yang tumbuh di

sekitar penanaman dibersihkan dengan cangkul .Penyulaman dilakukan pada saat

bibit muda rusak ataupun mati. Penyulaman ini dilakukan pada saat umur tanaman

1-2 minggu setelah penanaman.

Pembuatan Larutan Fungisida Botanis

Larutan Nimba

Diambil daun nimba dari lapangan, kemudian dicuci dengan air bersih.

Ditimbang dengan berat 100 gr. Daun Nimba selanjutnya diblender. Daun nimba

(27)

(Sumardiyono dan Agung, 1995 ). Direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam

larutan disaring dengan kain halus atau kain kasa. Larutan hasil saringan telah siap

digunakan (Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004).

Larutan Sirih

Diambil daun Sirih dari lapangan, kemudian dicuci dengan air bersih.

Ditimbang dengan berat 100 gr. Daun sirih selanjutnya diblender. Daun sirih

yang telah diblender dicampur dengan 1 L air dan dimasukkan kedalam ember

(Sumardiyono dan Agung, 1995 ). Direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam

larutan disaring dengan kain halus atau kain kasa. Larutan hasil saringan telah siap

digunakan (Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004).

Larutan Cengkeh

Diambil daun cengkeh dari lapangan, kemudian dicuci dengan air bersih.

Ditimbang dengan berat 100 gr. Daun cengkeh selanjutnya diblender. Daun

cengkeh yang telah diblender dicampur dengan 1 L air dan dimasukkan kedalam

ember (Sumardiyono dan Agung, 1995 ). Direndam selama 24 jam. Setelah 24

jam larutan disaring dengan kain halus atau kain kasa. Larutan hasil saringan telah

siap digunakan (Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004).

Larutan Gambir

Gambir di haluskan sebanyak 10 gr kemudian dicampur dengan 1 L air.

setelah larut, larutan direndam selama 24 jam kemudian disaring dan siap

(28)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

16

Aplikasi Fungisida Botanis

Larutan nimba, sirih, cengkeh dan gambir yang telah diperoleh telah siap

diaplikasikan ke lapangan.. Sebelum aplikasi ditambahkan bahan perata kedalam

larutan. Aplikasi I dilakukan pada saat tanaman berumur 122 hari setelah tanam

(HST), aplikasi II dilakukan pada saat tanaman berumur 129 HST, aplikasi III

dilakukan pada saat tanaman berumur 139 HST, aplikasi IV dilakukan pada saat

tanaman berumur 146 HST , aplikasi V dilakukan pada saat tanaman berumur 153

HST.

Aplikasi larutan nimba, sirih, cengkeh dan gambir dilakukan dengan

menggunakan handsprayer dengan cara menyemprotkan ke tanaman . Aplikasi

fungisida botanis ini dilakukan pada sore hari.

Panen

Bila cabai merah ditanam di dataran tinggi, pemungutan hasil dapat

dilakukan pada saat tanaman berumur 139-167 hari setelah tanam. Pemanenan

cabai merah dapat dilakukan sekali seminggu.

Parameter Pengamatan Intensitas Serangan

Pengamatan intensitas serangan mulai dilakukan setelah 1minggu sesudah

pengaplikasian sampai panen terakhir yaitu sebanyak 5 kali pengamatan.

Pengamatan intensitas serangan dilakukan sekali seminggu ketika buah masih

(29)

Intensitas serangan dihitung dengan rumus :

I = ∑ ( n x v ) x 100 % N x Z

I = Intensitas buah sakit

n = jumlah buah sakit

v = nilai skala buah yang diamati

N = jumlah buah yang diamati

Z = nilai skala kategori tertinggi

Dengan nilai kerusakan sebagai berikut :

0 = Tidak ada gejala serangan

1 = Luas kerusakan buah > 0-5 %

2 = Luas kerusakan buah > 5-15 %

3 = Luas kerusakan buah > 15-30 %

4 = Luas kerusakan buah > 30 %

( Rusli, dkk, 1997 )

Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang buah cabai setiap perlakuan dan

ditimbang pada tiap-tiap panen atau setiap melakukan pemanenan dengan

kriteria 5 kali panen kemudian semua produksi ditotal dan kemudian

dikonversikan dalam ton/ha.

Produksi dihitung dengan rumus :

(30)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan Colletotrichum capsici.

Hasil pengamatan intensitas serangan Colletotrichum capsici. Pada waktu

setiap pengamatan mulai 122 – 153 HST dapat dilihat pada lampiran 3-7. Dari

Analisa Sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar

perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji

Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan Intensitas serangan Colletotrichum capsici pada setiap pengamatan.

Perlakuan Intensitas Serangan (%)

122HST 129HST 139HST 146HST 153HST

F0 (Kontrol) 8,71 a 11,75 a 36,72 a 5,56 a 7,77 a

F1 (Nimba) 2,96 b 3,27 c 10,7 e 1,75 c 1,66 b

F2 (Sirih) 6,41 a 9,53 a 21,87 c 3,44 b 2,64 b

F3 (Cengkeh) 6,39 a 7,12 b 15,72 d 2,3 c 3,11 b

F4 (Gambir) 8,41 a 8,51 a 30,08 b 3,21 b 0,13 c

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan Uji Jarak Duncan (DMRT).

Tabel 1. Menunjukkan intensitas serangan pada 122 HST sampai 153 HST

berbeda nyata antar setiap perlakuan. Pengamatan 122 HST perlakuan F1 sangat

berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F2, F3 dan F4. Perlakuan F1 berbeda sangat

nyata dengan perlakuan lain dipengaruhi oleh karena Fungisida telah

diaplikasikan ketanaman sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan pathogen pada jaringan tanaman.

Pada pengamatan 129 HST perlakuan larutan nimba (F1) berbeda sangat

(31)

Perlakuan F3 (Cengkeh) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan F2, F4 dan F0.

Perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan sirih (F2) dan gambir

(F4).

Pada pengamatan 139 HST perlakuan F1, F2, F3 dan F4 berbeda sangat

nyata terhadap perlakuan kontrol (F0). Dan perlakuan antara fungisida nabati

berbeda sangat nyata antar nimba (F1), sirih (F2), cengkeh (F3) dan gambir (F4).

Pada pengamatan 146 HST perlakuan F1 dan F3 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan kontrol dan perlakuan antara F2 dan F4 tidak berbeda nyata

tetapi sangat berbeda nyata terhadap F0. Perlakuan antara F1 dan F3 juga tidak

berbeda nyata.

Pada pengamatan 153 HST perlakuan fungisida nabati berbeda sangat

nyata terhadap perlakuan kontrol. Perlakuan antara F1, F2, F3 tidak berbeda nyata,

tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan gambir (F4).

Dari pengamatan 122 dan 129 HST tanpak penggunaan pestisida nabati

kurang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya kelembapan pada saat

penelitian berlangsung yang mendukung bagi perkembangan penyakit. Rompas,

2001 menyatakan jamur membutuhkan hujan dan embun serta kelembapan yang

tinggi untuk pertumbuhan jamur. Sementara pada pengamatan 139 HST, 146 HST

dan 153 HST setiap perlakuan fungisida nabati sangat berbeda nyata. Hal ini dapat

(32)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

20

122 HST 129 HST 139 HST 146 HST 153 HST

Intensitas Serangan (%)

Gambar 3. Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap Intensitas Serangan (%) pada Setiap Pengamatan

Dari gambar 3, pengamatan 122 HST berada dibawah 10%. Pengamatan

fungisida nabati dengan menggunakan aplikasi ekstrak nimba berada pada posisi

paling rendah yaitu dibawah 5% tetapi fungisida F2. F3, dan F4 berada diatas 5%.

Pada pengamatan selanjutnya intensitas serangan penyakit

colletotrichum capsici terus mengalami peningkatan terlebih pada perlakuan

kontol (F0) atau tidak ada aplikasi fungisida.Pada pengamatan 129 HST intensitas

serangan masih stabil dari pengamatan sebelumnya tetapi pada pengamatan 139

HST tampak intensitas serangan penyakit colletotrichum capsici yang sangat

tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaplikasian dilakukan setelah 10 hari,

sementara pada pengaplikasian sebelumnya dilakukan setelah 7 hari.

Pada prosedur percobaan, aplikasi seharusnya 1 kali seminggu (7 hari).

Aplikasi dilakukan setelah 10 hari dari 129 HST sampai 139 HST terjadi karena

keterlambatan peneliti dalam melakukan aplikasi. Akan tetapi akibat

keterlambatan itu semakin jelas bagi peneliti bahwa intensitas serangan semakin

(33)

dapat mengambil kesimpulan bahwa aplikasi sebaiknya dilakukan 1 kali ≤ 7

hari.

Aplikasi yang dilakukan setelah 5 hari dan diamati pada 146 HST

tampak intensitas serangan mengalami penurunan drastis, demikian juga pada

pengamatan 153 HST intensitas serangan tampak semakin normal.

Pada perlakuan fungisida nabati, intensitas serangan penyakit

Antraknosa (colletotrichum capsici) terhambat. Jika dibandingkan intensitas

serangan pada perlakuan F1 (daun nimba) terhadap perlakuan F2, F3 dan F4 pada

pengamatan 122, 129, 139, 146 dan 153 HST tampak lebih efektif. Hal ini

dipengaruhi oleh karena adanya senyawa aktif dalam larutan daun yang

diaplikasikan ketanaman bertindak sebagai pestisida. Senyawa yang dimiliki oleh

daun nimba adalah Azadirachtin. Zakiah (2003) menyatakan bahwa Azadirachtin

pada daun nimba merupakan satu senyawa triterpenoid yang berguna sebagai

sumber terbaik untuk biopestisida.

Perlakuan F3 (larutan cengkeh) berbeda sangat nyata dari F0 (Kontrol). F2

(Sirih) dan F4 (Gambir) pada pengamatan 129 HST. Hal ini dipengaruhi oleh adanya

senyawa Eugenol Asetat, Eugenol dan – Caryopyllene yang terdapat pada cengkeh dan

dapat menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini dikemukakan oleh Manohara (1993)

Perlakuan F2 (Sirih) pada pengamatan 139 HST sangat berbeda nyata

dengan F0 (Tanpa Perlakuan) hal ini dipengaruhi oleh karena adanya senyawa

aktif yang terkandung didalamnya dan dapat menghambat pertumbuhan koloni

dan pembentukan klamidospora pada jamur. Pernyataan ini sesuai dengan Suharso

(2003) yang menyatakan bahwa senyawa chavicol pada sirih memiliki daya

(34)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

22

Perlakuan F4 (Gambir) pada pengamatan 122 HST, 129 HST tampak

tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan pada pengamatan 146 HST

tidak berbeda nyata dengan perlakuan F2. Tetapi pada pengamatan 153 HST

perlakuan gambir (F4) berbeda nyata dari perlakuan F1, F2 dan F3 tetapi sangat

berbeda nyata dengan F0 (Tanpa perlakuan).

2. Produksi

Dari hasil analisa sidikragam untuk pengamatan produksi dapat dilihat

bahwa perlakuan fungisida nabati berbeda sangat nyata denga perlakuan kontrol.

Dapat dilihat pada lampiran 16

Tabel 2. Rataan Produksi (ton/ha) pada setiap pengamatan

Perlakuan Produksi (ton/ha)

139HST 146HST 153HST 160HST 167HST

F0 0.39 d 0.42 c 0.67 d 0.65 d 0.25 d

F1 2.15 a 1.54 a 1.47 a 1.26 a 0.54 a

F2 0.58 c 0.57 c 0.97 c 0.85 c 0.37 c

F3 1.06 b 0.93 b 1.15 b 0.95 b 0.46 b

F4 0.39 d 0.49 c 0.79 d 0.71 d 0.37 c

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan Uji Jarak Duncan (DMRT)

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa produksi buah cabai merah

tertinggi terdapat pada perlakuan F1 (nimba) sebesar 1.13 ton/ha sedangkan

terendah pada perlakuan kontrol (Fo) sebesar 0.2 ton/ha. Hal ini dipengaruhi oleh

tingginya intensitas serangan pada perlakuan kontrol (Fo) yang tidak mendapat

perlakuan pengendalian sehingga penyakit berkembang sangat cepat . Sedangkan

pada perlakuan pestisida nabati menunjukkan perlakuan F1 sangat berbeda nyata

(35)

Pada pengamatan 146 HST, pengamatan antar setiap perlakuan sangat

berbeda nyata. Pada pengamatan 153 HST F1, F2, F3, F4 sangat berbeda nyata

terhadap perlakuan kontrol. Tetapi pada prlakuan antara F2 dan F3 tidak berbeda

nyata.

Dari tabel 2 , pada pengamatan 153 HST didapatkan hasil bahwa

perlakuan Fo (Kontrol) berbeda sangat nyata dengan perlakuan F1 (Nimba), F2

(sirih), F3 (Cengkeh). Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F4 (Gambir ).

Rataan produksi terendah terdapat pada Fo yaitu 0.67 ton/ha dan tertinggi terdapat

pada F1 yaitu 1.47 ton/ha.

Pada pengamatan 160 HST., diperoleh bahwa Fo (Kontrol) berbeda sangat

nyata dengan perlakuan F1 (Nimba), F2 (sirih), F3 (Cengkeh). Tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan F4 (Gambir ). Rataan produksi terendah terdapat

pada Fo yaitu 0.65 ton/ha dan tertinggi terdapat pada F1 yaitu 1.26 ton/ha.

Dari tabel 2 pada pengamatan terakhir (167 HST) di dapatkan hasil bahwa

perlakuan Fo (Kontrol) berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan

F2 (larutan sirih) tidak berbeda nyata dengan perlakuan F4 9larutan gambir).

Rataan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan F1 (larutan nimba) yaitu 0.54

ton/ha dan yang terendah terdapat pada perlakuan Fo yaitu 0.25 ton/ha. Produksi

yang rendah pada Fo disebabkan karena intensitas serangan C. capsici sangat

tinggi sehingga mengakibatkan penurunan hasil yang besar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Syamsudin (2002) yang menyatakan antraknosa adalah penyakit

(36)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

24

139 HST 146 HST 153 HST 160 HST 167 HST

Hari Setelah Tanam (HST)

P

Gambar-4 : Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap produksi pada Setiap Pengamatan

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa produksi cabai tertinggi

diperoleh pada pengamatan 139 HST dan yang terendah pada 167 HST . Rataan

produksi tertinggi terdapat pada pengamatan 153 HST merupakan titik puncak

panen (buah paling banyak masak) pada setiap perlakuan sehingga produksinya

lebih tinggi dibandingkan dengan pengamatan 139 HST, 146 HST, 160 HST

(37)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

Kesimpulan

1. Aplikasi fungisida nabati berpengaruh sangat nyata tehadap penyakit

Antraknosa (Colletotrichum capsici) pada pengamatan 122, 129,

139, 146, 153 HST

2. Dari keempat fungisida nabati yang diuji intensitas terendah pada

daun nimba (F1) sebesar 1.66% pada pengamatan 153 HST dan

tertinggi pada perlakuan gambir (F4) sebesar 30.08 %

3. Rataan Produksi tertinggi pada perlakuan daun nimba (F1) seberat

2.15 ton/ha dan terendah pada perlakuan Kontrol (Fo) seberat 0.25

ton/ha

4. Keempat fungisida nabati yang diuji produksi tertinggi ada pada

perlakuan daun nimba (F1) seberat 2.66 ton/ha dan terendah pada

perlakuan Gambir (F4) seberat 0.22 ton/ha.

5. Pada pengamatan intensitas serangan penyakit, setiap fungisida nabati

berbeda sangat nyata dengan tanpa perlakuan (F0) pada pengamatan

122 , 129, 139, 146 dan 153 HST.

Saran

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang konsentrasi dan waktu

aplikasi fungisida nabati serta penambahan waktu pengamatan untuk

(38)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

26

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I dan Djatnika, I., 1999. upaya Pengendalian Embun tepung pada bibit Acacia mangium dengan benomil, tepung gambir dan kulit buah mahoni. Prosiding kongres nasional XV dan seminar Ilmiah PFI, 16-18 september 1999. Purwokerto.

Aradhya, Lakshmesha, K. Lakshmidevi, N. Mallikarjuna, 2005. ( Abs ) Changes in Pectinase and Cellulosa Activity of Coletotrichum capsici Mutans and Their Effect on Antraknosa Disease on Capsicum Fruit. Archives of Phytophatology and Plan Protection, Volume 38, No. 4, 4/ 11/ 2005.

Diakses dari http ://

BPTP., 1998. Pengenalan dan Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman. PHT-PR. Sumatera utara Medan.

Darsam, Soesanto, L., dan Pudjiastuti, C. 1994. Kajian Pendahuluan cairan Perasan Daun sirih, lada dan cabe jawa terhadap pertumbuhan jamur Phytophthora palmivora. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

Herstanti, Fei Ling dan I. Zulkarnaen, 2001. Pengujian Kemampuan Campuran Senyawa Benzothiadiazole 1 %-Mankozeb 48 % Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Cabai Merah Terhadap Penyakit Antraknosa. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Bogor, 22-24 Agustus 2001.

Kronstad, J.W., 2000. Fungal Pathology. Klower Academic Publishers, Nederlands.

Manohara, D., Dono Wahyono dan Sukamto, 1993. Pengaruh Tepung dan Minyak Cengkeh Terhadap Phytophthora, Rigidoporus, dan Sclerotium. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

Mirin, A., 1997. Percobaan Pendahuluan pengaruh Ekstrak daun Nimba Terhadap pertumbuhan Jamur Colletotrichum capsici. Risalah Kongres nasional XIII dan seminar ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram 25-27 September 1995.

(39)

Noveriza, R dan M. Tombe, 2000. Uji In Vitro Limbah Pabrik Rokok Terhadap Beberapa Jamur Patogenik Tanaman. Diakses dari http:// www. Balittro.go.id / tanggal 20 Februari 2007.

Oka, I. N., 1994. Penggunaan, Permasalahan serta prospek Pestisida nabati dalam Pengendalian hama Terpadu. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

Rohmawati, A., 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa dan Hasil Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L. ). Diakses dari http :// digilib.si.itb.ac.id/ tanggal 19 Februari 2007.

Rompas, J., 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap Penyakit Antraknosa Pada Cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22-24 Agustus 2001.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli, 1997. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai di Sumatera Barat. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang , 27-29 Desember 1997.

Singh, R.S., 1998. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT.LTD, New Delhi, India.

Soehardjan, M., 1994. Konsepsi dan Strategi Penelitian dan pengembangan pestisida Nabati. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

Sumardiyono, C. dan Agung. S., 1995. Pengendalian Karat Daun Kopi ( Hemileia vastratrix ) dengan Fungisida Nabati. Kongres Nasional XIII

dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram, 27-29 September 1995.

Suryaningsih, E., dan Hadisoeganda., 2004. Pestisida Botani Untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung.

(40)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

28

Yulianty, Msi, Dra., 2006. ( Abs ) Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Jamur

Colletotrichum capsici Penyebab Antraknosa Pada Cabai ( Capsicum annuum L.) Asal Lampung. Diakses dari

http: / guide.disease. sssstanggal

13 Maret 2007.

(41)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Penelitian

Keterangan :

F0 : Kontrol (Tanpa Perlakuan) F1 : Larutan Nimba

F2 : Larutan Sirih F3 : Larutan Cengkeh F4 : Larutan Gambir

F0 F3 F2 F4 F1

F3 F2 F1 F0 F4

F2 F0 F4 F1 F3

F4 F1 F0 F3 F2

(42)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

30

BAGAN PENELITIAN

Keterangan bagan 1 plot

(43)

Lampiran 3. Data Intensitas Serangan pada Umur 122 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Intensitas Serangan pada Umur 122 HST setelah Ditransformasi Kedalam ArcSin(X)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(44)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

32

Lampiran 4. Data Intensitas Serangan pada Umur 129 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Intensitas Serangan pada Umur 129 HST setelah Ditransformasi Kedalam ArcSin(X)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(45)

Lampiran 5. Data Intensitas Serangan pada Umur 139 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Intensitas Serangan pada Umur 139 HST setelah Ditransformasi Kedalam ArcSin(X)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(46)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

34

Lampiran 6. Data Intensitas Serangan pada Umur 146 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Intensitas Serangan pada Umur 144 HST setelah Ditransformasi Kedalam ArcSin(X)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(47)

Lampiran 7. Data Intensitas Serangan pada Umur 153 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Intensitas Serangan pada Umur 150 HST setelah Ditransformasi Kedalam ArcSin(X)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(48)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

36

Lampiran 8. Data Produksi (ton/ha) 139 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Produksi (ton/ha) 122 HST setelah Ditransformasi Kedalam (X+0.5)0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(49)

Lampiran 9. Data Produksi (ton/ha) 146 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Produksi (ton/ha) 129 HST setelah Ditransformasi Kedalam (X+0.5)0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(50)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

38

Lampiran 10. Data Produksi (ton/ha) 153 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Produksi (ton/ha) 139 HST setelah Ditransformasi Kedalam (X+0.5)0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(51)

Lampiran 11. Data Produksi (ton/ha) 160 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Produksi (ton/ha) 144 HST setelah Ditransformasi Kedalam (X+0.5)0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(52)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

40

Lampiran 12. Data Produksi (ton/ha) 167 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

Data Produksi (ton/ha) 150 HST setelah Ditransformasi Kedalam (X+0.5)0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(53)
(54)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

42

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : OKTOBER 2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK K KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(55)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : OKTOBER2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(56)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

44

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : NOVEMBER 2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK K KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(57)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : NOVEMBER 2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(58)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

46

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : DESEMBER 2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK K KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(59)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : DESEMBER2007

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(60)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

48

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : JANUARI 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(61)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : JANUARI 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK K KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(62)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

50

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : FEBRUARI 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(63)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : FEBRUARI 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(64)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

52

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : MARET 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL TEMPERATUR °C CURAH

HUJAN (mm)

PENYINARAN MATAHARI (%)

NO 7.00 13.00 18.00 RATA²

DITAKAR

JAM 07.00 08.00-16.00

(65)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN

DATA : KLIMATOLOGI

BULAN : MARET 2008

TINGGI DI ATAS PERMUKAAN LAUT : ±1350 m dpl

STASIUN : SMPK KUTA GADUNG

TANGGAL KELEMBABAN NISBI % ANGIN

(66)

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L ) Di Lapangan, 2008.

USU Repository © 2009

Gambar

Gambar 2. Gejala serangan penyakit Antraknosa pada tanaman cabai  Sumber : Foto Langsung
Tabel 1. Rataan Intensitas serangan Colletotrichum capsici pada setiap  pengamatan.
Gambar 3.  Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap Intensitas Serangan (%) pada Setiap Pengamatan
Tabel 2. Rataan Produksi (ton/ha) pada setiap pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN PADA CABAI (Capsicum annuurn x Capsicum clrinense).. TERHADAP PENYAKlT ANTRAKNOSA (CoICetotrichum g2oeosporioides

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Analisis Genetik dan Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa; Kultivar cabai merah yang memiliki ketahanan tinggi terhadap serangan jamur Colletotrichum

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan ekstrak umbi kembang sungsang untuk mengendalikan penyakit antraknosa (C. capsici) pada tanaman cabai merah (C. annuum L.)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Minyak Nilam sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kendali genetik pewarisan sifat ketahanan cabai ( C. annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh

Tanaman cabai merah ( Capsicum annum , L) adalah salah satu komoditas penting yang dikenal sebagai penyedap dan pelengkap menu masakan

Penyakit antraknosa lebih banyak menyerang pada buah cabai yang sudah. masak karena pada buah cabai masak mengandung glukosa, sukrosa,