PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN
SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Oleh
A I Y U B
067004002/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
S E
K O L A
H
P A
S C
A S A R JA
PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN
SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
A I Y U B
067004002/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR
Nama Mahasiswa : A i y u b
Nomor Pokok : 067004002
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui : Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Dr. Delvian, SP., M.Si) Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Januari 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS
Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
2. Dr. Delvian, SP., M.Si
3. Prof. Dr. Chalida Fachruddin
ABSTRAK
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.
Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.
Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “PERANSERTA MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN
SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR”.
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, baik
berupa tenaga, materi maupun pikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setulus tulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana USU Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Ketua Program Studi Magister
dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU
sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Erman
Munir, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU.
4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing
dan Bapak Dr. Delvian, SP, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing
penulis yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian
5. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, dan Bapak Dr. Budi Utomo selaku Dosen
Penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk kesempurnaan
tesis ini.
6. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Magister
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
7. Ayahanda serta Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa untuk
keberhasilan penulis.
8. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menunggu dengan kesabaran dan
penuh pengertian serta memberikan dorongan doa selama penulis menempuh
pendidikan.
9. Rekan-rekan seangkatan 2006/2007 dan semua pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan
tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Terima
kasih.
Medan, Februari 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... x 1.6.Manfaat Penelitian ...
BAB III : METODE PENELITIAN... 25 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 3.3. Populasi dan Sampel... 3.4. Metode Pengumpulan Data... 3.5. Variabel Penelitian... 3.6. Analisis Data...
HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 4.1.1. Keadaan Geografis... 4.2.1. Peranserta Masyarakat... ... 4.2.2. Karakteristik Responden... 4.2.3. Sosial Ekonomi... 4.2.4. Budaya…... 4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan
Berkelanjutan... 4.3. Pembahasan...
4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat... 4.3.2. Jenis Kelamin...
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan ... 4
1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... ... 4
3.1. Ukuran Sampel ± 0,5... 26
3.2. Variabel Peranserta Masyarakat ... 27
3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat... 28
4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi ... 32
4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... 33
4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi... 34
4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 34
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap ... 35
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 36
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 37
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 37
4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 38
4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 54
ABSTRAK
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.
Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.
Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar pulau-pulau
tersebut (10.000 buah) adalah merupakan pulau-pulau berukuran kecil. Pada setiap
pulau terdapat tumbuhan, hewan dan jasat renik yang tinggi. Dari satu pulau dengan
pulau yang lain bahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain dari pulau yang sama
terdapat keadaan alam yang berbeda. Perpaduan antara sumberdaya alam dan hayati
dan tempat hidupnya yang berbeda, menumbuhkan berbagai ekosistem di dalamnya
(Suhendang, 2002).
Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam hutan tropis yang komplek,
menyediakan pohon-pohon berbagai ukuran. Keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi merupakan koleksi yang mempunyai potensi genetik yang besar. Namun
hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan
dan sangat rentan terhadap kerusakan.
Hutan juga merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai
permasalahan lingkungan hidup global. Terlepas dari bagaimana implementasi
pengelolaan hutan di lapangan, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah menyatakan
dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari (sustainable forest
management) (Nurrochmat, 2005).
Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara
besar-besaran untuk diambil kayunya. Penebangan ini menyebabkan berkurangnya
luas hutan yang sangat cepat. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan
Planologi Kehutanan RI tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta
hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia (Suhendang, 2002). Seiring dengan
berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu semakin meningkat, mendorong
masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan
dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya
dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan dan
pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali.
Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut mengakibatkan
luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi
bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.
Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam produksi
tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi
yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber
kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua
makhluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41
pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
Oleh karena itu, hutan lindung perlu perhatian yang serius dari semua pihak agar
kelestariannya tetap terjamin. Masalah tersebut merupakan tantangan bagi semua
pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi pemecahannya. Pembalakan liar,
pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pembukaan pemukiman baru,
transmigrasi, dan pemberlakuan izin hak penebangan hutan (HPH) dan lain
sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan di Indonesia.
Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin tinggi serta
diiringi oleh desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, lapangan kerja
kurang tersedia memaksa kawasan hutan, termasuk kawasan hutan lindung dijadikan
sebagai alternatif sasaran bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun
masyarakat yang jauh dari kawasan untuk memperoleh penghasilan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Kawasan hutan di Indonesia yang dikeluarkan oleh setiap instansi atau
peneliti sangat beragam, yakni seluas 95 juta hektar (Matthews, 2002), 112 juta
hektar (Kartodihardjo, 1999), 97 juta Ha (Dephut, 1996) dan 144 juta Ha (World
Resource Institute, 2003). Kawasan hutan adalah areal yang ditetapkan Pemerintah
sebagai hutan sehingga luasnya tidak selalu sama dengan luas lahan hutan, bisa saja
suatu kawasan yang status "resminya" adalah hutan, tetapi di lapangan
kenyataannya berupa alang-alang, kebun, atau bahkan pemukiman. Akibat sangat
banyak pembalakan liar dan laju konversi lahan hutan yang tinggi, luas kawasan
Data luas kawasan hutan nasional menurut fungsinya berdasarkan Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan dapat dilihat
pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan
No. Kategori Hutan Luas (Ha)
1. Hutan Produksi Terbatas 29.833.302
2. Hutan Lindung 29.784.305
3. Suaka Alam dan Hutan Wisata 19.326.960
4. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi 18.461.538
T o t a l 97.406.105
Sumber: Ditjen Intag, Departemen Kehutanan, 1996.
Kabupaten Aceh Timur, mempunyai kawasan hutan sesuai dengan fungsinya
dengan luas 604.060 Ha. Kawasan hutan di Kabupaten Aceh Timur dapat kita lihat
pada Tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007
No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase
1.
Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Tetap (HP) Taman Nasional (TN)
Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.
Di Kecamatan Serba Jadi memiliki jumlah penduduk 8.687 jiwa dan 1.854
kepala keluarga yang sangat tergantung dengan keberadaan hutan yang ada
di sekitarnya. Dari gambaran tersebut maka harus ada suatu pengaturan yang
di sekitarnya secara berkelanjutan. Maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui
hubungan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan
di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh antara
faktor karakteristik masyarakat, sosial ekonomi, budaya masyarakat dan faktor
penegakan hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan, hubungannya dengan karakteristik masyarakat dan aspek sosial
ekonomi, hukum dan budaya di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
pengelolaan hutan berkelanjutan.
2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur
dalam upaya meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan di wilayahnya.
1.5. Kerangka Berpikir
Penelitian tentang peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan sangat diharapkan, untuk mengukur tingkat peranserta masyarakat
dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi, peneliti mengambil
2 (dua) topik analisis, yaitu:
1. Karakteristik masyarakat (responden) yang terdiri dari:
a. jenis kelamin,
b. lama menetap,
c. pendidikan,
d. pekerjaan, dan
e. pendapatan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta masyarakat
Kecamatan Serba Jadi yang terdiri dari:
a. Sosial – Ekonomi,
b. Hukum
Adapun bentuk kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
1. Sosial – Ekonomi 2. Hukum
3. Budaya
Peranserta Masyarakat Karakteristik Masyarakat
1 Jenis kelamin 2 Lama menetap 3 Pendidikan 4 Pekerjaan 5 Pendapatan
Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Program Pemerintah
GRNHL
Moratorium Ilegal Logging
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan variabel yang akan diteliti, hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pengelolaan hutan
yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
2. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan pengelolaan hutan yang
berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
3. Ada hubungan antara faktor budaya dengan pengelolaan hutan yang
berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.
4. Ada hubungan antara faktor hukum dengan pengelolaan hutan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan
Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan
yang membentuk suatu ekosistem dan saling ketergantungan. Spurr (1973),
mendefinisikan bahwa hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan
berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim
setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Undang-Undang No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan yang
lain tidak dapat dipisahkan.
Dalam Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, hutan dibagi kepada
8 (delapan) jenis, yaitu:
a. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.
b. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
a. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat
hukum adat.
b. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
c. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
d. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
e. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan.
f. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
2.2. Peranserta Masyarakat
2.2.1. Pengertian Peranserta Masyarakat
Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peranserta
masyarakat. Proses tersebut merupakan komunikasi dua arah yang berlangsung
proses kegiatan, di mana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang
dianalisis oleh badan yang berwenang (Canter, 1977).
Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feed-forward information
(Komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan
feedback information (informasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).
Dari sudut terminologi peranserta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara
melakukan interaksi antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non elite) dan kelompok yang
selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahkan yang lebih khusus
lagi, peranserta masyarakat yang sesungguhnya merupakan suatu cara untuk
membahas insentif material yang mereka butuhkan (Gullet, 1989). Tjokroamidjojo
(1996), mengatakan berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak saja dari
pengambil kebijaksanaan tertinggi, para perencana, pegawai pelaksana operasional,
tetapi juga dari petani-petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, pengusaha, dan
lain-lain.
Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting artinya
dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan
model top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima
sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu
handarbeni terhadap hasil pembangunan. Kesadaran berpartisipasi ini sangat
Pentingnya peran dari seluruh masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer
(1991) sebagai berikut:
1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena
mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Hardjasoemantri (1991), mengungkapkan bahwa selain memberikan informasi
yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan
mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. Santosa
(1991), dalam penelitiannya merangkum kegunaan peranserta masyarakat sebagai
berikut :
1. Menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab; Kesempatan untuk
berperanserta dalam kegiatan publik, akan memaksa orang yang bersangkutan
untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan
publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan
2. Meningkatkan proses belajar; Pengalaman berperanserta secara psikologis
akan memberikan seseorang kepercayaan yang lebih baik untuk berperanserta
lebih jauh.
3. Mengeliminir perasaan terasing; Dengan turut aktifnya berperanserta dalam
suatu kegiatan, seseorang tidak akan merasa terasing. Karena dengan
berperanserta akan meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia
merupakan bagian dari masyarakat.
4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah;
Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang
akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan mempunyai
kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu. Jadi, program
peranserta masyarakat menambah legitimasi dan kredibilitas dari proses
perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik atas
proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.
5. Menciptakan kesadaran politik; John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa
peranserta pada tingkat lokal, di mana pendidikan nyata dari peranserta
terjadi, seseorang akan "belajar demokrasi". Ia mencatat bahwa orang tidaklah
belajar membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan
melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam skala
kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana mempraktekkannya dalam
6. Keputusan dari hasil peranserta mencerminkan kebutuhan dan keinginan
masyarakat; Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui peranserta
masyarakat distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan
didapat, karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses
pengambilan keputusan.
7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna; Masyarakat sekitar, dalam
keadaan tertentu akan menjadi "pakar" yang baik karena belajar dari
pengalaman atau karena pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan
sehari-hari. Keunikan dari peranserta adalah masyarakat dapat mewakili pengetahuan
lokal yang berharga yang belum tentu dimiliki oleh pakar lainnya, sehingga
pengetahuan itu haruslah termuat dalam proses pembuatan keputusan.
8. Merupakan komitmen sistem demokrasi; Program peranserta masyarakat
membuka kemungkinan meningkatnya akses masyarakat ke dalam proses
pembuatan keputusan (Devitt, 1974).
Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti adanya tindakan
nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan.
Partisipasi masyarakat tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan: “Setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup”.
Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai
penilaian. Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa peranserta
masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yakni:
(a) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
(b) Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
(c) Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial.
(d) Memberikan saran dan pendapat; dan
(e) Berperan dalam menyampaikan pemikiran dan pendapat dalam setiap
kegiatan agar berwawasan lingkungan.
2.2.2. Pentingnya Peranserta
Peranserta masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,
sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam
semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep
pembangunan dari bawah yang melibatkan peranserta masyarakat (bottom up)
untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain
dan Dodo, 1989).
2.3. Faktor Karakteristik yang Mempengaruhi Peranserta Masyarakat
2.3.1. Tingkat Pendidikan
Peranserta masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor
Sastropoetro (1988), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat, yaitu:
a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial
dan percaya terhadap diri sendiri.
b. Penginterpretasian yang dangkal terhadap agama.
c. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan
organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya persepsi yang
salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk.
d. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan.
e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program
pembangunan.
Slamet (1995) dalam Amba (1998) yang menjelaskan ada 3 (tiga) syarat
yang diperlukan agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pembangunan adalah:
a. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi.
Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang diperlukan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam suatu
kegiatan.
b. Masyarakat harus memiliki kemauan untuk ikut berpartisipasi. Kemauan
adalah aspek emosi dan perasaan terhadap suatu obyek tertentu, yang berupa
kecenderungan reaksi psikis yang timbul dari dalam diri manusia yang dapat
c. Harus ada kesempatan untuk berpartisipasi. Kesempatan adalah peluang
yang tersedia bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi tersebut, mulai dari
tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian.
Tjokroamidjojo (1996) menjelaskan salah satu faktor yang perlu
mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor
pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan
dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.
2.3.2. Pekerjaan
Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil
penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam
pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan
tua dan umumnya dilakukan secara musiman.
2.3.3. Pendapatan
Hasil nyata yang dapat dilihat dari program pemberdayaan masyarakat desa
hutan antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pengetahuan
atas pentingnya kelestarian sumberdaya hutan, meningkatnya ketrampilan berusaha/
usaha produktif, menunjang program pemerintah dalam pengadaan pangan nasional,
mensukseskan kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, memberikan
kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar hutan (http//www.inoscent.org).
Sistem hak milik hutan Indonesia sekarang ini bertentangan dengan kesehatan
hutan, serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara
berkelanjutan. Dengan mengalahkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta
pengaturan peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru ini, telah
mengurangi rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam
jangka panjang. Hal ini menimbulkan konflik sosial di banyak wilayah. Pada waktu
yang sama, besarnya skala dan dalam hal-hal tertentu, terpencilnya wilayah di bawah
konsesi kayu telah menyebabkan pemerintah kewalahan mengumpulkan data seperti
batas-batas wilayah yang dapat dipercaya (http//www.inoscent.org).
2.3.5. Umur
Karakteristik umur mempengaruhi produktivitas kerja seseorang dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pembagian angkatan kerja di sini berdasarkan
usianya, di mana umur 15 – 57 tahun termasuk angkatan kerja produktif dan umur 58
tahun ke atas adalah angkatan kerja tidak produktif (http//www.damarnet.org).
Slamet (1995) dalam Amba (1998) menjelaskan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap kemampuan dan timbulnya kemauan seseorang untuk
berpartisipasi dan berperanserta dalam suatu kegiatan adalah: faktor umur, tingkat
pendidikan, pengalaman, dan manfaat dari kegiatan tersebut.
2.3.6. Jenis Kelamin
Pengetahuan pria dan wanita menunjukkan keefektifan kegiatan penyebaran
dengan wanita, hal ini didukung fakta yang menunjukkan 46 persen partisipan dari
kegiatan proyek yang formal (pertemuan-pertemuan, presentasi, dan pendidikan
lingkungan hidup) tercatat sebagai wanita. Tingkat peranserta wanita yang lebih
rendah dari pria dalam kegiatan-kegiatan peranserta menunjukkan adanya perbedaan
antara pekerjaan pria dan wanita di masyarakat. Selanjutnya Sukmara (2002)
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan peranserta seperti pertemuan-pertemuan,
pembangunan pusat informasi, pencegahan banjir, pembuatan daerah perlindungan
laut, pemantauan terumbu karang, dan lain-lain lebih banyak diikuti kaum pria
dibandingkan dengan wanita.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pria dan wanita mengenai
partisipasi dalam penyusunan rencana pengelolaan desa dan pengetahuan apakah
rencana pengelolaan tersebut sudah disetujui atau belum. Sedikitnya perbedaan antara
pria dan wanita ini mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa penyuluh
lapangan adalah wanita sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan diskusi
informal dalam jumlah yang lebih besar dengan anggota masyarakat wanita. Sebagai
tambahan, sepertinya penyebaran informasi dalam rumah tangga dan masyarakat
adalah melalui pembicaraan dan diskusi informal. Dalam hal pengetahuan tujuan dan
isi peraturan daerah perlindungan laut, terdapat perbedaan yang nyata antara
tanggapan pria dan wanita. Karena daerah perlindungan laut belum ditetapkan pada
saat survei, informasi tentang hal tersebut mungkin belum tersebar secara penuh dan
tidak cukup waktu untuk penyebaran informasi kepada wanita yang tidak
Sebagai tambahan, para nelayan lebih tertarik pada daerah perlindungan laut, dan
mereka hampir selalu pria.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peranserta
2.4.1. Sosial Ekonomi
Hubeis (1990), menyebutkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan
sangat dipengaruhi oleh latar belakang mereka, mencakup karakteristik sosial dan
ekonomi. Pengertian Sosial Forestry menurut Peraturan Menteri Kehutanan
No. PP.01/Menhut-11/2004 adalah Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada
kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada
masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan.
Banyak hutan sekunder dimanfaatkan secara intensif serta sedikit banyaknya
sistematis dan permanen. Hal ini terjadi terutama didekat pemukiman penduduk,
di mana hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat
dan sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada
di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka
(ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan
untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah). Akibat
tekanan pemanfaatan yang sangat tinggi, seringkali timbul bahaya pemanfaatan yang
(untuk tujuan regenerasi) serta peternakan/penggembalaan. Hutan-hutan sekunder
mempunyai arti ekonomi terpenting sebagai sumber pasokan kayu bakar dan sebagai
areal cadangan dalam sistem perladangan berpindah (Emrich, et al, 2000).
2.4.2. Budaya
Keberadaan keanekaragaman hayati dan budaya ini bertumpu pada
keberadaan masyarakat adat yang hidup dan tersebar di seluruh pelosok nusantara.
diperkirakan bahwa dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia, antara 50 sampai 70
juta diantaranya adalah masyarakat adat, yaitu "penduduk yang hidup dalam
satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu
wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan
sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola
keberlangsungan kehidupan masyarakatnya" (KMAN dalam Nababan, 2002).
Walaupun mengalami tekanan berat, banyak studi yang telah membuktikan bahwa
sebagian besar masyarakat adat di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam
pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang
berkembang dan berubah secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe
ekosistem setempat. Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan
kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu
besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam
lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat
Dibandingkan dengan pihak-pihak berkepentingan lain, masyarakat adat
mempunyai motif yang paling kuat untuk melindungi hutan adatnya. Bagi masyarakat
adat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, menjaga hutan dari kerusakan
merupakan bagian paling penting mempertahankan keberlanjutan kelangsungan
kehidupan mereka sebagai komunitas adat. Motivasi ini didasari pada 2 (dua) hal.
Pertama adalah keyakinan atas hak-hak asal usul yang diwarisi dari leluhur.
Masyarakat adat berbeda dari kelompok masyarakat yang lain, bukan semata-mata
karena mereka rentan terhadap intervensi/hegemoni luar, tetapi karena mereka
memiliki hak asal usul atau hak tradisional. Mempertahankan hutan adat bukan
sekedar tindakan konservasi tetapi merupakan tindakan mempertahankan hak adat,
hak asal usul dan hak tradisional mereka (Nababan, 2002).
Kedua, di samping untuk mempertahankan hak, masyarakat adat juga
menyadari posisinya sebagai penerima insentif yang paling besar jika hutan adatnya
utuh dan terpelihara dengan baik. Sebagai penduduk yang sebagian besar
kehidupannya tergantung dengan hutan adat, hutan adat yang lestari akan menjamin
ketersediaan pangan, ramuan obat-obatan, air bersih, bahan bangunan dan kebutuhan
primer lain bagi masyarakat adat. Bagi masyarakat adat yang kehidupannya sudah
terintegrasi dengan ekonomi uang, hutan adat merupakan sumber berbagai jenis hasil
hutan, baik berupa kayu maupun non kayu, yang bernilai jual tinggi untuk
mendapatkan uang membiayai kebutuhan-kebutuhannya seperti menyekolahkan
masyarakat adat, hutan adat juga sangat penting dalam kehidupan budaya dan religi
asli. Sebaliknya jika terjadi pengrusakan terhadap hutan adat, baik oleh mereka
sendiri maupun oleh pihak-pihak luar, maka masyarakat adat akan menjadi korban
yang paling menderita (Nababan, 2002).
Hubeis (1990), menambahkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan
sangat dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan budaya di mana mereka
bertempat tinggal. Kearifan lokal merupakan salah satu manifestasi kebudayaan
sebagai sistem yang cenderung memegang erat tradisi sebagai sarana
untuk memecahkan persoalan yang kerap dihadapi oleh masyarakat lokal.
2.4.3. Penegakan Hukum
Schrechenberg dan Hadely (1995) menyebutkan, untuk memenuhi
keseluruhan fungsinya maka perlu pengaturan dalam pengelolaan hutan yang baik,
setiap upaya menaikkan salah satu fungsi atau salah satu out put akan
memarginalkan fungsi yang lain. Pasal 1 butir 1 UU No. 5 Tahun 1967 yaitu bahwa
hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang ditumbuhi pepohonan)
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
lingkungannya, dan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan. Cormick
(1979), membuat perbedaan peranserta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat
kemitraan. Dalam peranserta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara
pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang
pendapatnya dan untuk diberi tahu, di mana keputusan terakhir tetap berada
ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peranserta
masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan
anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka
bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan
membahas keputusan. Ternyata masih banyak yang memandang peranserta
masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information),
penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan
tanpa hambatan. Karenanya, peranserta masyarakat tidak saja digunakan sebagai
sebagai tujuan (participation is an end itself).
Menurut Hardjasoemantri (1991), menjelaskan bahwa peranserta masyarakat
akan membantu penegakan hukum, bila suatu keputusan akhir diambil dengan
memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil
kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober
2008 s/d Desember 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Metode yang digunakan dalam menentukan populasi dalam penelitian
ini adalah metode Purposive sampling yaitu seluruh kepala keluarga yang
berada di Kecamatan Serba Jadi, yang berjumlah 1.854 kepala keluarga.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah proportionate
stratified random sampling, teknik ini digunakan karena populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, contoh
seperti latar belakang pendidikan masyarakat yang berbeda, pekerjaan dan
lain-lain.
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya sampel yang
Krejcie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas
kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95%
terhadap populasi (Sugiyono, 2002). Tabel Krejcie ditunjukkan pada Tabel
3.1, dari tabel itu terlihat bila jumlah populasi 1.854 maka sampelnya 318.
Tabel 3.1. Ukuran Sampel ± 0,5
3.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
Metode pengumpulan data primer dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur,
kuesioner digunakan untuk mengukur karakteristik masyarakat dan peranserta dalam
pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan pembangunan kehutanan dan pemanfaatan hasil hutan.
Data Sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan, Badan Statistik Kabupaten
Aceh Timur, Kantor Kecamatan Serba Jadi, serta seluruh Kantor Kelurahan/Desa
di Kecamatan Serbajadi, tentang data geografis wilayah, demografi, serta data-data
pendukung lainnya.
3.5. Variabel Penelitian
Tabel 3.2. Variabel Peranserta Masyarakat
No Variabel Indikator Cara dan Alat
Ukur Hasil Ukur
4. Hukum Jumlah Penegak Hukum
Tabel 3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat
No Variabel Indikator Cara dan Alat
Ukur Hasil Ukur
l. Tidak/Belum Sekolah 2. Tamat SD
1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000)
3.6. Analisis Data
Teknik statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengujian
Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang
digunakan untuk pengujian non-parametrik.
Analisis data dilakukan setelah semua data dikumpulkan, maka selanjutnya
ada 4 (empat) proses yang harus dilakukan yaitu entering (memasukkan data
di komputer), tabulating (melakukan tabulasi), cleaning (melakukan pembersihan
Pada analisis data ada 3 (tiga) tahap yang dilakukan yaitu analisis univariat,
bivariat dan multivariat.
a. Analisis Univariat, semua variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
berupa tabel dan presentase.
b. Analisis Bivariat
Pada tahap ini, uji yang digunakan adalah uji Kai-Kuadrat (chi-square test)
yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang digunakan untuk pengujian
non-parametrik. Masing-masing variable independent dilihat hubungannya
dengan variable dependent. Jika P value <0,25, maka variabel tersebut masuk
ke dalam model multivariat.
c. Analisis Multivariat
Uji yang dilakukan pada analisis multivariat adalah regresi logistic ganda.
Di mana variabel yang memiliki P<0,25 yang masuk dalam uji ini. Pada tahap
ini, variable independent yang memiliki p value <0,05 yang berarti
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Serba Jadi terletak di Kabupaten Aceh Timur Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dengan luas wilayah sebesar 2,245,40 Km². Secara Astronomis
Kecamatan Serba Jadi terletak antara Lintang Utara: 04º09, 21,08 - 04º44,48,65, dan
Bujur Timur: 97º15,22,07 - 97º46,24,32. Memiliki suhu rata-rata 25°C - 29°C.
Kecamatan ini merupakan daerah yang berada pada dataran tinggi, dengan ketinggian
antara 300 – 700 m di atas permukaan laut. Kecamatan ini merupakan kecamatan
yang mempunyai kawasan hutan yang paling luas di Kabupaten Aceh Timur.
Kecamatan Serba Jadi mempunyai luas hutan sebesar 224.540 Ha, terdiri dari
hutan lindung 79.822 Ha, hutan produksi terbatas 110.197 Ha, hutan produksi tetap
115.000 Ha dan penggunaan lain 299.041 Ha.
4.1.1. Keadaan Geografis
Geografis Kecamatan Serba Jadi berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara, Kecamatan Julok dan Kecamatan Idi
Rayeuk.
Sebelah Timur : Kecamatan Ranatau Seulamat dan Kecamatan Birem Bayeun.
Sebelah Selatan : Kecamatan Ranto Peureulak dan Kecamtan Pantee Bidari.
4.1.2. Topografi Daerah Penelitian
Topografi daerah penelitian terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian
antara 300 sampai dengan 700 m dari permukaan laut. Kondisi klimatologis
Kecamatan Serba Jadi antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 mempunyai suhu
antara 23º C sampai dengan 30º C, kelembaban udara berkisar antara 82% sampai
dengan 87%, curah hujan terjadi setiap bulan diantara tahun 2007 sampai dengan
tahun 2008 yaitu antara 181 mm sampai dengan 645 mm, dan kecepatan angin
berkisar antara 05 sampai dengan 08 Km/jam. Keadaan iklim yang terjadi
di Kecamatan Serba Jadi sangat mendukung bagi perkembangan dan pertumbuhan
hutan di daerah tersebut.
Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan rata-rata tinggi. Curah
hujan tinggi terjadi pada bulan Juni sampai Januari setiap tahunnya.
4.1.3. Demografi
Secara demografi Kecamatan Serba Jadi adalah kecamatan yang kecil jumlah
penduduknya dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Aceh Timur. Mata
pencaharian penduduknya umumnya adalah petani. Jumlah penduduk terpadat
terdapat di Desa Bunin yaitu 1147 jiwa dan 257 KK. Sedangkan penduduk terendah
terdapat di Desa Ujung Karang dengan jumlah penduduk 153 jiwa dan 39 KK.
Berikut tabel jumlah penduduk Kecamatan Serba Jadi menurut desa tahun
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi
Sumber: Profil Kecamatan Serba Jadi, 2008.
4.1.4. Gambaran Umum Areal Hutan Berdasarkan Fungsinya
Gambaran umum luas areal hutan berdasarkan fungsinya di Kecamatan Serba
Jadi terdapat beberapa jenis pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya yaitu hutan
lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan taman nasional dan
hutan lainnya. Pemanfaatan hutan di Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada
Tabel 4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007
No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase
1. Hutan Lindung (HL) 47.175 21.01
2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) 101.897 45.38
3. Hutan Produksi Tetap (HP) 50.225 22.37
4. Taman Nasional (TN) - -
5. Areal Penggunaan lain 25.243 11.24
Jumlah 224.54 100
Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.
4.2. Hasil
4.2.1. Peranserta Masyarakat
Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam
perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika
mempunyai kesempatan untuk berperanserta dalam kegiatan publik. Hal ini akan
memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan
mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata
memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung
jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.
Bentuk peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh
Tabel 4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi
No Peran Serta Jumlah Persentase (%)
1. Baik 113 35,53
2. Kurang 205 64,47
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.3 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner
peran serta baik (responden yang dapat menjawab lebih dari 4 kuesioner dari 7
kuesioner) sebanyak 35,53%. Sedangkan peranserta kurang adalah responden yang
menjawab kurang dari 4 kuesioner dari 7 kuesioner, yang berjumlah 64,47%.
4.2.2. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan sampel yang diambil jumlah jenis kelamin terbesar ialah laki-
laki, dikarenakan pada umumnya pengisian kuesioner dilakukan oleh kepala keluarga
yang umumnya laki-laki, kecuali janda atau tidak menikah. Distribusi sampel
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 253 79,55
2. Perempuan 65 20,45
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi responden yang berjenis
b. Lama Menetap
Sistem hak milik hutan bertentangan dengan kesinambungan ekosistem hutan,
serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan.
Dengan mengenyampingkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta pengaturan
peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru, telah mempengaruhi
rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam jangka
panjang. Distribusi sampel berdasarkan lama menetap dapat dilihat pada Tabel 4.5
sebagai berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap
No Lama Menetap Jumlah Persentase ( % )
1. 1 s/d 5 thn 21 6,60
2. 6 s/d 10 thn 42 13,20
3. ≥ 11 thn 255 80,20
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.5 menunjukkan distribusi responden yang menetap lebih dari 11
tahun berjumlah 80,20% lebih besar dari pada responden yang menetap 6 s/d 10
tahun (13,20%) dan responden yang menetap 1 s/d 5 tahun (6,60%). Dengan kata lain
penduduk asli lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat pendatang.
c. Pendidikan
Peranserta masyarakat dan bentuk peranserta sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk
ikut berpartisipasi. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki
kegiatan dan dengan pendidikan yang memadai seorang masyarakat dapat berperan
sesuai dengan yang diharapkan. Berikut distribusi sampel berdasarkan pendidikan
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Dasar 160 50,31
2. Menengah 133 41,83
3. Tinggi 25 7,86
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.6 menunjukkan distribusi responden yang berpendidikan dasar
berjumlah 50,31% lebih besar dari pada responden yang berpendidikan menengah
(41,83%) dan sangat sedikit responden yang berpendidikan tinggi (7,86%).
d. Pekerjaan
Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil
penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam
pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan
Berikut distribusi sampel berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Petani 182 57,23
2. Wiraswasta/pedagang 20 6,30
3. PNS/TNI/POLRI 116 36,47
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.7 menunjukkan distribusi responden yang mempunyai pekerjaan
petani lebih besar berjumlah 57,23% dari pada responden yang mempunyai pekerjaan
PNS/TNI/POLRI (36,47%) dan responden yang mempunyai pekerjaan Wiraswasta/
pedagang (6,30%).
e. Pendapatan
Pendapatan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan biasanya akan
mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran tentang kelestarian hutan sebagai suatu
bagian dari ekosistem pemukiman tersebut, sehingga berpengaruh terhadap peranserta
masyarakat dalam mengelola hutan di daerah tersebut.
Distribusi responden di Kecamatan Serba Jadi berdasarkan pendapatan
masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
No Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)
1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 177 55,66
2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000) 141 44,34
Pada Tabel 4.8 tingkat pendapatan menunjukkan distribusi responden yang
berpendapatan tinggi lebih besar yaitu sebesar 55,66% dari pada responden yang
berpendapatan rendah yaitu sebesar 44,34%.
4.2.3. Sosial Ekonomi
Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara atau hutan
hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku atau
mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan
kelestarian hutan. Hal ini terjadi terutama di dekat pemukiman penduduk, di mana
hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan
sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada
di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka
(ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan
untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah).
Dukungan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi
No Sosial Ekonomi Jumlah Persentase (%)
1 Mendukung 127 40
2 Tidak mendukung 191 60
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa distribusi responden yang sosial
yaitu sebesar 60%, sedangkan pada sosial ekonomi yang mendukung peranserta
dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu berjumlah 40%.
4.2.4. Budaya
Di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya
alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang berkembang dan berubah
secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat.
Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan
hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan
juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan
mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat.
Dukungan masyarakat lokal tradisional Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10. Distribusi Dukungan Responden Berdasarkan Budaya Masyarakat
No Budaya Jumlah Persentase (%)
1. Mendukung 243 76,41
2. Tidak mendukung 75 23,59
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.10 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner
budaya yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu
sebesar 76,41%, lebih besar dari pada budaya yang tidak mendukung peranserta
4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Pelestarian hutan serta fungsinya secara berkesinambungan perlu ada suatu
aturan dalam pengambilan keputusan, bersifat konsultif dan kemitraan antara
pemerintah sebagai pengambil keputusan dengan masyarakat yang berkepentingan.
Bentuk dukungan responden terhadap penegakan hukum di Kecamatan Serba Jadi
dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11. Distribusi Dukungan Responden terhadap Penegakan Hukum
No Hukum Jumlah Persentase (%)
1. Mendukung 96 30,18
2. Tidak mendukung 222 69,82
Jumlah 318 100
Pada Tabel 4.11 menunjukkan distribusi responden yang memberikan
jawaban hukum yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan
sebesar 69,82%, lebih besar dari pada hukum yang tidak mendukung peranserta
dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu sebesar 30,18%.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat
Uji bivariat dilakukan dengan uji Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu uji beda
rata-rata dua sampel, untuk mengetahui hubungan variabel dengan peranserta
masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi
Hasil uji statistik hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam
pengelolaan hutan berkelanjutan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Peran Serta Masyarakat P Kurang Baik Baik Value
Hubungan jenis kelamin dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
dan mengikuti pertemuan-pertemuan. pada uji chi-square jenis kelamin tidak terdapat
hubungan yang signifikan dengan peranserta masyarakat terhadap pengelolaan hutan
berkelanjutan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Asep
(2002) menyebutkan bahwa perkerjaan, pengetahuan, peranserta,
pertemuan-pertemuan dan aktivitas di mana umumnya peran serta laki-laki berbeda dengan kaum
perempuan.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Hal ini sesuai dengan
hasil pengamatan peneliti, bahwa kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi umumnya
bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga, walaupun ada juga yang bekerja
di lahan-lahan pertanian, namun mereka hanya mendampingi dan membantu kaum
lelaki dalam bekerja. Dalam hal pendidikan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi
juga umumnya lebih rendah dari pada kaum laki-laki. Sedangkan dari kegiatan-
kegiatan pertemuan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi hanya terbatas dengan
kaum wanita saja, yaitu kegiatan wirit Yasin.
4.3.3. Lama Menetap
Hubungan lama menetap dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
hutan bekelanjutan adalah jangka waktu tinggal menetap masyarakat setempat
di sekitar wilayah hutan yang menggunakan sumberdaya hutan sebagai hak-hak dan
kewajibannya untuk kebutuhan hidupnya pada kelangsungan ekosistem hutan
tersebut.
berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
sistem pengaturan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat setempat
untuk kelangsungan hidup ekosistem belum memadai. Hal ini sesuai dalam opini
(http//www.inoscent.org), menyebutkan bahwa jangka waktu tinggal menetap masyarakat
setempat di sekitar wilayah hutan yang memungkinkan tentang pengaturan hak-hak
dan kewajibannya untuk menentukan kelangsungan ekosistem hutan tersebut.
4.3.4. Pendidikan
Hubungan pendidikan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan memberikan
tingkat peranserta yang tinggi pula.
Pada hasil uji variabel, pendidikan terdapat hubungan antara pendidikan
dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi
tahun 2008. Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekanto, 1985) yang menjelaskan
bahwa pencapaian taraf pendidikan tertentu akan mempunyai potensi yang yang lebih
baik untuk penyesuaian diri tentang sikap dan pendapat, dibandingkan dengan mereka
yang berpendidikan rendah.
Pendidikan responden di Kecamatan Serba Jadi 50,31% adalah pendidikan
dasar dan pendidikan menengah adalah 41,83%, menunjukkan tingkat pendidikan
responden sebahagian besar adalah rendah. Dalam hal ini dapat mempengaruhi
pengetahuan dan sikap responden terhadap peranserta dalam pengelolaan hutan
manusia harus tertanam dalam pengetahuan seseorang sehingga akan membentuk
perilakunya dan perannya sehari-hari terhadap lingkungan hutan di sekitarnya.
Dalam hal peranserta dalam pengelolaan huatan berkelanjutan sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan dan mempengaruhi sikap peranserta seseorang
terhadap pembangunan yang berada di lingkungan hutan (Sastropoetro, 1988). Hal ini
sesuai dengan Tjokroamidjodjo (1996) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor
pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan
dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.
4.3.5. Pekerjaan
Pada variabel pekerjaan menunjukkan peranserta kurang baik pada tiap jenis
pekerjaan yaitu: petani 57,23%, Wiraswasta/pedagang 6,30% dan PNS/TNI/POLRI
36,47%. Namun pada hasil uji variabel pekerjaan diketahui bahwa tidak ada
hubungan antara pekerjaan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan
di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008.
Hubungan pekerjaan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan adalah mata pencaharian masyarakat setempat yang berada di sekitar
hutan secara musiman atau dominan sehingga motivasi dan aktivitas peranserta
masyarakat tersebut bisa terlaksana (Damar, 2008). Hal ini dimungkinkan
dipengaruhi oleh faktor mata pencaharian masyarakat setempat yang tidak menetap
4.3.6. Pendapatan
Hubungan pendapatan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
hutan berkelanjutan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat maka peranserta
masyarakat semakin baik dikarenakan pendapatan yang cukup maka pendidikan,
pengetahuan tentang peranserta pengelolaan hutan di lingkungannya sendiri semakin
meningkat pula.
Pada variabel pendapatan, terlihat pendapatan rendah lebih banyak memiliki
peranserta kurang baik sebanyak 177 orang (55,66%) dan pendapatan tinggi sebanyak
141 orang (44,34%). Dari hasil uji diketahui tidak terdapat hubungan atau pengaruh
antara penghasilan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan
berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh
faktor lain, seperti pengetahuan sehingga mengubah kesadaran terhadap
lingkungannya. Dalam pengamatan peneliti terdapat adanya masyarakat setempat
yang memiliki ekonomi baik, namun mereka memiliki usaha kayu olahan, yang akan
dipasarkan keluar Kecamatan Serba Jadi. Dalam pengamatan lain semakin tinggi
tingkat ekonomi masyarakat maka semakin mampu pula masyarakat untuk membeli
peralatan memadai untuk pengolahan kayu di daerahnya.
4.3.7. Sosial Ekonomi
Pada variabel sosial ekonomi, maka responden yang memiliki sosial ekonomi
mendukung lebih banyak yang memiliki peranserta baik yaitu 127 orang (40%), dan
pada sosial ekonomi tidak mendukung memiliki peranserta kurang baik yaitu 191