• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranserta Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranserta Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

A I Y U B

067004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

S E

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

(2)

PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

A I Y U B

067004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa : A i y u b

Nomor Pokok : 067004002

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS) Ketua

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Dr. Delvian, SP., M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Januari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

2. Dr. Delvian, SP., M.Si

3. Prof. Dr. Chalida Fachruddin

(5)

ABSTRAK

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.

Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “PERANSERTA MASYARAKAT

DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN

SERBA JADI KABUPATEN ACEH TIMUR”.

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada

Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, baik

berupa tenaga, materi maupun pikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan

yang setulus tulusnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana USU Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Ketua Program Studi Magister

dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU

sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Erman

Munir, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPs USU.

4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing

dan Bapak Dr. Delvian, SP, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing

penulis yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian

(7)

5. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, dan Bapak Dr. Budi Utomo selaku Dosen

Penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk kesempurnaan

tesis ini.

6. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Magister

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda serta Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa untuk

keberhasilan penulis.

8. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menunggu dengan kesabaran dan

penuh pengertian serta memberikan dorongan doa selama penulis menempuh

pendidikan.

9. Rekan-rekan seangkatan 2006/2007 dan semua pihak yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan

tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun

penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Terima

kasih.

Medan, Februari 2010

(8)
(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x 1.6.Manfaat Penelitian ...

(10)

BAB III : METODE PENELITIAN... 25 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 3.3. Populasi dan Sampel... 3.4. Metode Pengumpulan Data... 3.5. Variabel Penelitian... 3.6. Analisis Data...

HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 4.1.1. Keadaan Geografis... 4.2.1. Peranserta Masyarakat... ... 4.2.2. Karakteristik Responden... 4.2.3. Sosial Ekonomi... 4.2.4. Budaya…... 4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan

Berkelanjutan... 4.3. Pembahasan...

4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat... 4.3.2. Jenis Kelamin...

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan ... 4

1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... ... 4

3.1. Ukuran Sampel ± 0,5... 26

3.2. Variabel Peranserta Masyarakat ... 27

3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat... 28

4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi ... 32

4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007... 33

4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi... 34

4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 34

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap ... 35

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 36

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 37

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 37

4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 38

(12)

4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 54

(15)

ABSTRAK

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik. Hal ini akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin masyarakat, lama menetap, pendidikan, pekerjaan pendapatan, sosial ekonomi, hukum dan budaya dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan crossectional.

Peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur berpengaruh pada karakteristik pendidikan, sosial ekonomi dan aspek hukum dalam pengelolaan hutan berkelanjutan, sedangkan pada karakteristik jenis kelamin, lama menetap, pekerjaan, budaya dan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh pada peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

17.508 pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar pulau-pulau

tersebut (10.000 buah) adalah merupakan pulau-pulau berukuran kecil. Pada setiap

pulau terdapat tumbuhan, hewan dan jasat renik yang tinggi. Dari satu pulau dengan

pulau yang lain bahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain dari pulau yang sama

terdapat keadaan alam yang berbeda. Perpaduan antara sumberdaya alam dan hayati

dan tempat hidupnya yang berbeda, menumbuhkan berbagai ekosistem di dalamnya

(Suhendang, 2002).

Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam hutan tropis yang komplek,

menyediakan pohon-pohon berbagai ukuran. Keanekaragaman hayati yang sangat

tinggi merupakan koleksi yang mempunyai potensi genetik yang besar. Namun

hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan

dan sangat rentan terhadap kerusakan.

Hutan juga merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai

permasalahan lingkungan hidup global. Terlepas dari bagaimana implementasi

pengelolaan hutan di lapangan, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah menyatakan

(17)

dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari (sustainable forest

management) (Nurrochmat, 2005).

Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara

besar-besaran untuk diambil kayunya. Penebangan ini menyebabkan berkurangnya

luas hutan yang sangat cepat. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan

Planologi Kehutanan RI tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta

hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia (Suhendang, 2002). Seiring dengan

berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu semakin meningkat, mendorong

masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan

dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya

dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan dan

pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali.

Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut mengakibatkan

luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi

bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam produksi

tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi

yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber

kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua

makhluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41

(18)

pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

Oleh karena itu, hutan lindung perlu perhatian yang serius dari semua pihak agar

kelestariannya tetap terjamin. Masalah tersebut merupakan tantangan bagi semua

pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi pemecahannya. Pembalakan liar,

pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pembukaan pemukiman baru,

transmigrasi, dan pemberlakuan izin hak penebangan hutan (HPH) dan lain

sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan di Indonesia.

Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin tinggi serta

diiringi oleh desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, lapangan kerja

kurang tersedia memaksa kawasan hutan, termasuk kawasan hutan lindung dijadikan

sebagai alternatif sasaran bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun

masyarakat yang jauh dari kawasan untuk memperoleh penghasilan yang dapat

memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Kawasan hutan di Indonesia yang dikeluarkan oleh setiap instansi atau

peneliti sangat beragam, yakni seluas 95 juta hektar (Matthews, 2002), 112 juta

hektar (Kartodihardjo, 1999), 97 juta Ha (Dephut, 1996) dan 144 juta Ha (World

Resource Institute, 2003). Kawasan hutan adalah areal yang ditetapkan Pemerintah

sebagai hutan sehingga luasnya tidak selalu sama dengan luas lahan hutan, bisa saja

suatu kawasan yang status "resminya" adalah hutan, tetapi di lapangan

kenyataannya berupa alang-alang, kebun, atau bahkan pemukiman. Akibat sangat

banyak pembalakan liar dan laju konversi lahan hutan yang tinggi, luas kawasan

(19)

Data luas kawasan hutan nasional menurut fungsinya berdasarkan Tata Guna Hutan

Kesepakatan (TGHK) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan dapat dilihat

pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan

No. Kategori Hutan Luas (Ha)

1. Hutan Produksi Terbatas 29.833.302

2. Hutan Lindung 29.784.305

3. Suaka Alam dan Hutan Wisata 19.326.960

4. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi 18.461.538

T o t a l 97.406.105

Sumber: Ditjen Intag, Departemen Kehutanan, 1996.

Kabupaten Aceh Timur, mempunyai kawasan hutan sesuai dengan fungsinya

dengan luas 604.060 Ha. Kawasan hutan di Kabupaten Aceh Timur dapat kita lihat

pada Tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007

No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase

1.

Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Tetap (HP) Taman Nasional (TN)

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.

Di Kecamatan Serba Jadi memiliki jumlah penduduk 8.687 jiwa dan 1.854

kepala keluarga yang sangat tergantung dengan keberadaan hutan yang ada

di sekitarnya. Dari gambaran tersebut maka harus ada suatu pengaturan yang

(20)

di sekitarnya secara berkelanjutan. Maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui

hubungan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan

di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh antara

faktor karakteristik masyarakat, sosial ekonomi, budaya masyarakat dan faktor

penegakan hukum dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan, hubungannya dengan karakteristik masyarakat dan aspek sosial

ekonomi, hukum dan budaya di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam

pengelolaan hutan berkelanjutan.

2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur

(21)

dalam upaya meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan di wilayahnya.

1.5. Kerangka Berpikir

Penelitian tentang peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan sangat diharapkan, untuk mengukur tingkat peranserta masyarakat

dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi, peneliti mengambil

2 (dua) topik analisis, yaitu:

1. Karakteristik masyarakat (responden) yang terdiri dari:

a. jenis kelamin,

b. lama menetap,

c. pendidikan,

d. pekerjaan, dan

e. pendapatan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta masyarakat

Kecamatan Serba Jadi yang terdiri dari:

a. Sosial – Ekonomi,

b. Hukum

(22)

Adapun bentuk kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Faktor-faktor yang

mempengaruhi:

1. Sosial Ekonomi 2. Hukum

3. Budaya

Peranserta Masyarakat Karakteristik Masyarakat

1 Jenis kelamin 2 Lama menetap 3 Pendidikan 4 Pekerjaan 5 Pendapatan

Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Program Pemerintah

GRNHL

Moratorium Ilegal Logging

(23)

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dan variabel yang akan diteliti, hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pengelolaan hutan

yang berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

2. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan pengelolaan hutan yang

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

3. Ada hubungan antara faktor budaya dengan pengelolaan hutan yang

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

4. Ada hubungan antara faktor hukum dengan pengelolaan hutan yang

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan

yang membentuk suatu ekosistem dan saling ketergantungan. Spurr (1973),

mendefinisikan bahwa hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan

berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim

setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Undang-Undang No.

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan

ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan yang

lain tidak dapat dipisahkan.

Dalam Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, hutan dibagi kepada

8 (delapan) jenis, yaitu:

a. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak

atas tanah.

b. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

a. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat

hukum adat.

b. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

(25)

c. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

kesuburan tanah.

d. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

serta ekosistemnya.

e. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah

sistem penyangga kehidupan.

f. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan

secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

2.2. Peranserta Masyarakat

2.2.1. Pengertian Peranserta Masyarakat

Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peranserta

masyarakat. Proses tersebut merupakan komunikasi dua arah yang berlangsung

(26)

proses kegiatan, di mana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang

dianalisis oleh badan yang berwenang (Canter, 1977).

Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feed-forward information

(Komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan

feedback information (informasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).

Dari sudut terminologi peranserta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara

melakukan interaksi antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak

diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non elite) dan kelompok yang

selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahkan yang lebih khusus

lagi, peranserta masyarakat yang sesungguhnya merupakan suatu cara untuk

membahas insentif material yang mereka butuhkan (Gullet, 1989). Tjokroamidjojo

(1996), mengatakan berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan

memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak saja dari

pengambil kebijaksanaan tertinggi, para perencana, pegawai pelaksana operasional,

tetapi juga dari petani-petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, pengusaha, dan

lain-lain.

Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting artinya

dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan

model top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima

sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu

handarbeni terhadap hasil pembangunan. Kesadaran berpartisipasi ini sangat

(27)

Pentingnya peran dari seluruh masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer

(1991) sebagai berikut:

1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika

merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena

mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan

mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Hardjasoemantri (1991), mengungkapkan bahwa selain memberikan informasi

yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan

mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. Santosa

(1991), dalam penelitiannya merangkum kegunaan peranserta masyarakat sebagai

berikut :

1. Menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab; Kesempatan untuk

berperanserta dalam kegiatan publik, akan memaksa orang yang bersangkutan

untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan

publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan

(28)

2. Meningkatkan proses belajar; Pengalaman berperanserta secara psikologis

akan memberikan seseorang kepercayaan yang lebih baik untuk berperanserta

lebih jauh.

3. Mengeliminir perasaan terasing; Dengan turut aktifnya berperanserta dalam

suatu kegiatan, seseorang tidak akan merasa terasing. Karena dengan

berperanserta akan meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia

merupakan bagian dari masyarakat.

4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah;

Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang

akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan mempunyai

kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu. Jadi, program

peranserta masyarakat menambah legitimasi dan kredibilitas dari proses

perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik atas

proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.

5. Menciptakan kesadaran politik; John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa

peranserta pada tingkat lokal, di mana pendidikan nyata dari peranserta

terjadi, seseorang akan "belajar demokrasi". Ia mencatat bahwa orang tidaklah

belajar membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan

melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam skala

kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana mempraktekkannya dalam

(29)

6. Keputusan dari hasil peranserta mencerminkan kebutuhan dan keinginan

masyarakat; Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui peranserta

masyarakat distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan

didapat, karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses

pengambilan keputusan.

7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna; Masyarakat sekitar, dalam

keadaan tertentu akan menjadi "pakar" yang baik karena belajar dari

pengalaman atau karena pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan

sehari-hari. Keunikan dari peranserta adalah masyarakat dapat mewakili pengetahuan

lokal yang berharga yang belum tentu dimiliki oleh pakar lainnya, sehingga

pengetahuan itu haruslah termuat dalam proses pembuatan keputusan.

8. Merupakan komitmen sistem demokrasi; Program peranserta masyarakat

membuka kemungkinan meningkatnya akses masyarakat ke dalam proses

pembuatan keputusan (Devitt, 1974).

Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti adanya tindakan

nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan.

Partisipasi masyarakat tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan: “Setiap orang mempunyai hak

dan kewajiban untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup”.

Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai

(30)

penilaian. Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa peranserta

masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yakni:

(a) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.

(b) Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

(c) Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan

pengawasan sosial.

(d) Memberikan saran dan pendapat; dan

(e) Berperan dalam menyampaikan pemikiran dan pendapat dalam setiap

kegiatan agar berwawasan lingkungan.

2.2.2. Pentingnya Peranserta

Peranserta masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,

sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam

semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep

pembangunan dari bawah yang melibatkan peranserta masyarakat (bottom up)

untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain

dan Dodo, 1989).

2.3. Faktor Karakteristik yang Mempengaruhi Peranserta Masyarakat

2.3.1. Tingkat Pendidikan

Peranserta masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor

(31)

Sastropoetro (1988), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat, yaitu:

a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial

dan percaya terhadap diri sendiri.

b. Penginterpretasian yang dangkal terhadap agama.

c. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan

organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya persepsi yang

salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk.

d. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan.

e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program

pembangunan.

Slamet (1995) dalam Amba (1998) yang menjelaskan ada 3 (tiga) syarat

yang diperlukan agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pembangunan adalah:

a. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi.

Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki pengetahuan

dan ketrampilan yang diperlukan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam suatu

kegiatan.

b. Masyarakat harus memiliki kemauan untuk ikut berpartisipasi. Kemauan

adalah aspek emosi dan perasaan terhadap suatu obyek tertentu, yang berupa

kecenderungan reaksi psikis yang timbul dari dalam diri manusia yang dapat

(32)

c. Harus ada kesempatan untuk berpartisipasi. Kesempatan adalah peluang

yang tersedia bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam suatu

kegiatan. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi tersebut, mulai dari

tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian.

Tjokroamidjojo (1996) menjelaskan salah satu faktor yang perlu

mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor

pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan

dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

2.3.2. Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam

peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil

penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam

pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan

tua dan umumnya dilakukan secara musiman.

2.3.3. Pendapatan

Hasil nyata yang dapat dilihat dari program pemberdayaan masyarakat desa

hutan antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pengetahuan

atas pentingnya kelestarian sumberdaya hutan, meningkatnya ketrampilan berusaha/

usaha produktif, menunjang program pemerintah dalam pengadaan pangan nasional,

mensukseskan kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, memberikan

kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar hutan (http//www.inoscent.org).

(33)

Sistem hak milik hutan Indonesia sekarang ini bertentangan dengan kesehatan

hutan, serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara

berkelanjutan. Dengan mengalahkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta

pengaturan peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru ini, telah

mengurangi rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam

jangka panjang. Hal ini menimbulkan konflik sosial di banyak wilayah. Pada waktu

yang sama, besarnya skala dan dalam hal-hal tertentu, terpencilnya wilayah di bawah

konsesi kayu telah menyebabkan pemerintah kewalahan mengumpulkan data seperti

batas-batas wilayah yang dapat dipercaya (http//www.inoscent.org).

2.3.5. Umur

Karakteristik umur mempengaruhi produktivitas kerja seseorang dalam

melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pembagian angkatan kerja di sini berdasarkan

usianya, di mana umur 15 – 57 tahun termasuk angkatan kerja produktif dan umur 58

tahun ke atas adalah angkatan kerja tidak produktif (http//www.damarnet.org).

Slamet (1995) dalam Amba (1998) menjelaskan beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap kemampuan dan timbulnya kemauan seseorang untuk

berpartisipasi dan berperanserta dalam suatu kegiatan adalah: faktor umur, tingkat

pendidikan, pengalaman, dan manfaat dari kegiatan tersebut.

2.3.6. Jenis Kelamin

Pengetahuan pria dan wanita menunjukkan keefektifan kegiatan penyebaran

(34)

dengan wanita, hal ini didukung fakta yang menunjukkan 46 persen partisipan dari

kegiatan proyek yang formal (pertemuan-pertemuan, presentasi, dan pendidikan

lingkungan hidup) tercatat sebagai wanita. Tingkat peranserta wanita yang lebih

rendah dari pria dalam kegiatan-kegiatan peranserta menunjukkan adanya perbedaan

antara pekerjaan pria dan wanita di masyarakat. Selanjutnya Sukmara (2002)

menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan peranserta seperti pertemuan-pertemuan,

pembangunan pusat informasi, pencegahan banjir, pembuatan daerah perlindungan

laut, pemantauan terumbu karang, dan lain-lain lebih banyak diikuti kaum pria

dibandingkan dengan wanita.

Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pria dan wanita mengenai

partisipasi dalam penyusunan rencana pengelolaan desa dan pengetahuan apakah

rencana pengelolaan tersebut sudah disetujui atau belum. Sedikitnya perbedaan antara

pria dan wanita ini mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa penyuluh

lapangan adalah wanita sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan diskusi

informal dalam jumlah yang lebih besar dengan anggota masyarakat wanita. Sebagai

tambahan, sepertinya penyebaran informasi dalam rumah tangga dan masyarakat

adalah melalui pembicaraan dan diskusi informal. Dalam hal pengetahuan tujuan dan

isi peraturan daerah perlindungan laut, terdapat perbedaan yang nyata antara

tanggapan pria dan wanita. Karena daerah perlindungan laut belum ditetapkan pada

saat survei, informasi tentang hal tersebut mungkin belum tersebar secara penuh dan

tidak cukup waktu untuk penyebaran informasi kepada wanita yang tidak

(35)

Sebagai tambahan, para nelayan lebih tertarik pada daerah perlindungan laut, dan

mereka hampir selalu pria.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peranserta

2.4.1. Sosial Ekonomi

Hubeis (1990), menyebutkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan

sangat dipengaruhi oleh latar belakang mereka, mencakup karakteristik sosial dan

ekonomi. Pengertian Sosial Forestry menurut Peraturan Menteri Kehutanan

No. PP.01/Menhut-11/2004 adalah Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada

kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada

masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka

meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan.

Banyak hutan sekunder dimanfaatkan secara intensif serta sedikit banyaknya

sistematis dan permanen. Hal ini terjadi terutama didekat pemukiman penduduk,

di mana hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat

dan sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada

di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka

(ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan

untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah). Akibat

tekanan pemanfaatan yang sangat tinggi, seringkali timbul bahaya pemanfaatan yang

(36)

(untuk tujuan regenerasi) serta peternakan/penggembalaan. Hutan-hutan sekunder

mempunyai arti ekonomi terpenting sebagai sumber pasokan kayu bakar dan sebagai

areal cadangan dalam sistem perladangan berpindah (Emrich, et al, 2000).

2.4.2. Budaya

Keberadaan keanekaragaman hayati dan budaya ini bertumpu pada

keberadaan masyarakat adat yang hidup dan tersebar di seluruh pelosok nusantara.

diperkirakan bahwa dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia, antara 50 sampai 70

juta diantaranya adalah masyarakat adat, yaitu "penduduk yang hidup dalam

satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu

wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan

sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola

keberlangsungan kehidupan masyarakatnya" (KMAN dalam Nababan, 2002).

Walaupun mengalami tekanan berat, banyak studi yang telah membuktikan bahwa

sebagian besar masyarakat adat di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam

pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang

berkembang dan berubah secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe

ekosistem setempat. Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan

kawasan-kawasan hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu

besar-besaran dan juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam

lainnya, hanya dengan mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat

(37)

Dibandingkan dengan pihak-pihak berkepentingan lain, masyarakat adat

mempunyai motif yang paling kuat untuk melindungi hutan adatnya. Bagi masyarakat

adat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, menjaga hutan dari kerusakan

merupakan bagian paling penting mempertahankan keberlanjutan kelangsungan

kehidupan mereka sebagai komunitas adat. Motivasi ini didasari pada 2 (dua) hal.

Pertama adalah keyakinan atas hak-hak asal usul yang diwarisi dari leluhur.

Masyarakat adat berbeda dari kelompok masyarakat yang lain, bukan semata-mata

karena mereka rentan terhadap intervensi/hegemoni luar, tetapi karena mereka

memiliki hak asal usul atau hak tradisional. Mempertahankan hutan adat bukan

sekedar tindakan konservasi tetapi merupakan tindakan mempertahankan hak adat,

hak asal usul dan hak tradisional mereka (Nababan, 2002).

Kedua, di samping untuk mempertahankan hak, masyarakat adat juga

menyadari posisinya sebagai penerima insentif yang paling besar jika hutan adatnya

utuh dan terpelihara dengan baik. Sebagai penduduk yang sebagian besar

kehidupannya tergantung dengan hutan adat, hutan adat yang lestari akan menjamin

ketersediaan pangan, ramuan obat-obatan, air bersih, bahan bangunan dan kebutuhan

primer lain bagi masyarakat adat. Bagi masyarakat adat yang kehidupannya sudah

terintegrasi dengan ekonomi uang, hutan adat merupakan sumber berbagai jenis hasil

hutan, baik berupa kayu maupun non kayu, yang bernilai jual tinggi untuk

mendapatkan uang membiayai kebutuhan-kebutuhannya seperti menyekolahkan

(38)

masyarakat adat, hutan adat juga sangat penting dalam kehidupan budaya dan religi

asli. Sebaliknya jika terjadi pengrusakan terhadap hutan adat, baik oleh mereka

sendiri maupun oleh pihak-pihak luar, maka masyarakat adat akan menjadi korban

yang paling menderita (Nababan, 2002).

Hubeis (1990), menambahkan bahwa bentuk peranserta masyarakat akan

sangat dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan budaya di mana mereka

bertempat tinggal. Kearifan lokal merupakan salah satu manifestasi kebudayaan

sebagai sistem yang cenderung memegang erat tradisi sebagai sarana

untuk memecahkan persoalan yang kerap dihadapi oleh masyarakat lokal.

2.4.3. Penegakan Hukum

Schrechenberg dan Hadely (1995) menyebutkan, untuk memenuhi

keseluruhan fungsinya maka perlu pengaturan dalam pengelolaan hutan yang baik,

setiap upaya menaikkan salah satu fungsi atau salah satu out put akan

memarginalkan fungsi yang lain. Pasal 1 butir 1 UU No. 5 Tahun 1967 yaitu bahwa

hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang ditumbuhi pepohonan)

yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta

lingkungannya, dan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan. Cormick

(1979), membuat perbedaan peranserta masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat

kemitraan. Dalam peranserta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara

pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang

(39)

pendapatnya dan untuk diberi tahu, di mana keputusan terakhir tetap berada

ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peranserta

masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan

anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka

bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan

membahas keputusan. Ternyata masih banyak yang memandang peranserta

masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information),

penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan

tanpa hambatan. Karenanya, peranserta masyarakat tidak saja digunakan sebagai

sebagai tujuan (participation is an end itself).

Menurut Hardjasoemantri (1991), menjelaskan bahwa peranserta masyarakat

akan membantu penegakan hukum, bila suatu keputusan akhir diambil dengan

memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil

kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober

2008 s/d Desember 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Metode yang digunakan dalam menentukan populasi dalam penelitian

ini adalah metode Purposive sampling yaitu seluruh kepala keluarga yang

berada di Kecamatan Serba Jadi, yang berjumlah 1.854 kepala keluarga.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah proportionate

stratified random sampling, teknik ini digunakan karena populasi mempunyai

anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, contoh

seperti latar belakang pendidikan masyarakat yang berbeda, pekerjaan dan

lain-lain.

Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya sampel yang

(41)

Krejcie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas

kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95%

terhadap populasi (Sugiyono, 2002). Tabel Krejcie ditunjukkan pada Tabel

3.1, dari tabel itu terlihat bila jumlah populasi 1.854 maka sampelnya 318.

Tabel 3.1. Ukuran Sampel± 0,5

(42)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

Metode pengumpulan data primer dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur,

kuesioner digunakan untuk mengukur karakteristik masyarakat dan peranserta dalam

pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan pembangunan kehutanan dan pemanfaatan hasil hutan.

Data Sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan, Badan Statistik Kabupaten

Aceh Timur, Kantor Kecamatan Serba Jadi, serta seluruh Kantor Kelurahan/Desa

di Kecamatan Serbajadi, tentang data geografis wilayah, demografi, serta data-data

pendukung lainnya.

3.5. Variabel Penelitian

Tabel 3.2. Variabel Peranserta Masyarakat

No Variabel Indikator Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

4. Hukum Jumlah Penegak Hukum

(43)

Tabel 3.3. Variabel Karakteristik Masyarakat

No Variabel Indikator Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

l. Tidak/Belum Sekolah 2. Tamat SD

1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000)

3.6. Analisis Data

Teknik statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengujian

Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang

digunakan untuk pengujian non-parametrik.

Analisis data dilakukan setelah semua data dikumpulkan, maka selanjutnya

ada 4 (empat) proses yang harus dilakukan yaitu entering (memasukkan data

di komputer), tabulating (melakukan tabulasi), cleaning (melakukan pembersihan

(44)

Pada analisis data ada 3 (tiga) tahap yang dilakukan yaitu analisis univariat,

bivariat dan multivariat.

a. Analisis Univariat, semua variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi

berupa tabel dan presentase.

b. Analisis Bivariat

Pada tahap ini, uji yang digunakan adalah uji Kai-Kuadrat (chi-square test)

yaitu untuk uji beda rata-rata dua sampel yang digunakan untuk pengujian

non-parametrik. Masing-masing variable independent dilihat hubungannya

dengan variable dependent. Jika P value <0,25, maka variabel tersebut masuk

ke dalam model multivariat.

c. Analisis Multivariat

Uji yang dilakukan pada analisis multivariat adalah regresi logistic ganda.

Di mana variabel yang memiliki P<0,25 yang masuk dalam uji ini. Pada tahap

ini, variable independent yang memiliki p value <0,05 yang berarti

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Serba Jadi terletak di Kabupaten Aceh Timur Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam dengan luas wilayah sebesar 2,245,40 Km². Secara Astronomis

Kecamatan Serba Jadi terletak antara Lintang Utara: 04º09, 21,08 - 04º44,48,65, dan

Bujur Timur: 97º15,22,07 - 97º46,24,32. Memiliki suhu rata-rata 25°C - 29°C.

Kecamatan ini merupakan daerah yang berada pada dataran tinggi, dengan ketinggian

antara 300 – 700 m di atas permukaan laut. Kecamatan ini merupakan kecamatan

yang mempunyai kawasan hutan yang paling luas di Kabupaten Aceh Timur.

Kecamatan Serba Jadi mempunyai luas hutan sebesar 224.540 Ha, terdiri dari

hutan lindung 79.822 Ha, hutan produksi terbatas 110.197 Ha, hutan produksi tetap

115.000 Ha dan penggunaan lain 299.041 Ha.

4.1.1. Keadaan Geografis

Geografis Kecamatan Serba Jadi berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara, Kecamatan Julok dan Kecamatan Idi

Rayeuk.

Sebelah Timur : Kecamatan Ranatau Seulamat dan Kecamatan Birem Bayeun.

Sebelah Selatan : Kecamatan Ranto Peureulak dan Kecamtan Pantee Bidari.

(46)

4.1.2. Topografi Daerah Penelitian

Topografi daerah penelitian terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian

antara 300 sampai dengan 700 m dari permukaan laut. Kondisi klimatologis

Kecamatan Serba Jadi antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 mempunyai suhu

antara 23º C sampai dengan 30º C, kelembaban udara berkisar antara 82% sampai

dengan 87%, curah hujan terjadi setiap bulan diantara tahun 2007 sampai dengan

tahun 2008 yaitu antara 181 mm sampai dengan 645 mm, dan kecepatan angin

berkisar antara 05 sampai dengan 08 Km/jam. Keadaan iklim yang terjadi

di Kecamatan Serba Jadi sangat mendukung bagi perkembangan dan pertumbuhan

hutan di daerah tersebut.

Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan rata-rata tinggi. Curah

hujan tinggi terjadi pada bulan Juni sampai Januari setiap tahunnya.

4.1.3. Demografi

Secara demografi Kecamatan Serba Jadi adalah kecamatan yang kecil jumlah

penduduknya dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Aceh Timur. Mata

pencaharian penduduknya umumnya adalah petani. Jumlah penduduk terpadat

terdapat di Desa Bunin yaitu 1147 jiwa dan 257 KK. Sedangkan penduduk terendah

terdapat di Desa Ujung Karang dengan jumlah penduduk 153 jiwa dan 39 KK.

Berikut tabel jumlah penduduk Kecamatan Serba Jadi menurut desa tahun

(47)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Serba Jadi

Sumber: Profil Kecamatan Serba Jadi, 2008.

4.1.4. Gambaran Umum Areal Hutan Berdasarkan Fungsinya

Gambaran umum luas areal hutan berdasarkan fungsinya di Kecamatan Serba

Jadi terdapat beberapa jenis pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya yaitu hutan

lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan taman nasional dan

hutan lainnya. Pemanfaatan hutan di Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat pada

(48)

Tabel 4.2. Luas Areal Berdasarkan Fungsi Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007

No Berdasarkan Fungsi Luas (Ha) Persentase

1. Hutan Lindung (HL) 47.175 21.01

2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) 101.897 45.38

3. Hutan Produksi Tetap (HP) 50.225 22.37

4. Taman Nasional (TN) - -

5. Areal Penggunaan lain 25.243 11.24

Jumlah 224.54 100

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, 2007.

4.2. Hasil

4.2.1. Peranserta Masyarakat

Peranserta masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam

perencanaan pembangunan. Masyarakat akan lebih bertanggung jawab jika

mempunyai kesempatan untuk berperanserta dalam kegiatan publik. Hal ini akan

memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan

mempertimbangkan kepentingan publik. Sehingga orang tersebut tidak semata-mata

memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung

jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.

Bentuk peranserta masyarakat di Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Aceh

(49)

Tabel 4.3. Distribusi Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi

No Peran Serta Jumlah Persentase (%)

1. Baik 113 35,53

2. Kurang 205 64,47

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.3 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner

peran serta baik (responden yang dapat menjawab lebih dari 4 kuesioner dari 7

kuesioner) sebanyak 35,53%. Sedangkan peranserta kurang adalah responden yang

menjawab kurang dari 4 kuesioner dari 7 kuesioner, yang berjumlah 64,47%.

4.2.2. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan sampel yang diambil jumlah jenis kelamin terbesar ialah laki-

laki, dikarenakan pada umumnya pengisian kuesioner dilakukan oleh kepala keluarga

yang umumnya laki-laki, kecuali janda atau tidak menikah. Distribusi sampel

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki-laki 253 79,55

2. Perempuan 65 20,45

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi responden yang berjenis

(50)

b. Lama Menetap

Sistem hak milik hutan bertentangan dengan kesinambungan ekosistem hutan,

serta dengan masa depan bagi pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan.

Dengan mengenyampingkan hak-hak tradisional, sistem hak-hak serta pengaturan

peluang masuk yang didukung secara nasional dan relatif baru, telah mempengaruhi

rangsangan masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan dalam jangka

panjang. Distribusi sampel berdasarkan lama menetap dapat dilihat pada Tabel 4.5

sebagai berikut.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap

No Lama Menetap Jumlah Persentase ( % )

1. 1 s/d 5 thn 21 6,60

2. 6 s/d 10 thn 42 13,20

3. ≥ 11 thn 255 80,20

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.5 menunjukkan distribusi responden yang menetap lebih dari 11

tahun berjumlah 80,20% lebih besar dari pada responden yang menetap 6 s/d 10

tahun (13,20%) dan responden yang menetap 1 s/d 5 tahun (6,60%). Dengan kata lain

penduduk asli lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat pendatang.

c. Pendidikan

Peranserta masyarakat dan bentuk peranserta sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk

ikut berpartisipasi. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang karena memiliki

(51)

kegiatan dan dengan pendidikan yang memadai seorang masyarakat dapat berperan

sesuai dengan yang diharapkan. Berikut distribusi sampel berdasarkan pendidikan

dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. Dasar 160 50,31

2. Menengah 133 41,83

3. Tinggi 25 7,86

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.6 menunjukkan distribusi responden yang berpendidikan dasar

berjumlah 50,31% lebih besar dari pada responden yang berpendidikan menengah

(41,83%) dan sangat sedikit responden yang berpendidikan tinggi (7,86%).

d. Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam

peranserta masyarakat pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil

penelitian Damar (2008), menyimpulkan bahwa: Peranserta masyarakat dalam

pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mata pencaharian pokok, dominan oleh golongan

(52)

Berikut distribusi sampel berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1. Petani 182 57,23

2. Wiraswasta/pedagang 20 6,30

3. PNS/TNI/POLRI 116 36,47

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.7 menunjukkan distribusi responden yang mempunyai pekerjaan

petani lebih besar berjumlah 57,23% dari pada responden yang mempunyai pekerjaan

PNS/TNI/POLRI (36,47%) dan responden yang mempunyai pekerjaan Wiraswasta/

pedagang (6,30%).

e. Pendapatan

Pendapatan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan biasanya akan

mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran tentang kelestarian hutan sebagai suatu

bagian dari ekosistem pemukiman tersebut, sehingga berpengaruh terhadap peranserta

masyarakat dalam mengelola hutan di daerah tersebut.

Distribusi responden di Kecamatan Serba Jadi berdasarkan pendapatan

masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)

1. Tinggi (>UMP Rp.1.000.000) 177 55,66

2. Rendah (<UMP Rp.1.000.000) 141 44,34

(53)

Pada Tabel 4.8 tingkat pendapatan menunjukkan distribusi responden yang

berpendapatan tinggi lebih besar yaitu sebesar 55,66% dari pada responden yang

berpendapatan rendah yaitu sebesar 44,34%.

4.2.3. Sosial Ekonomi

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara atau hutan

hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku atau

mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan

kelestarian hutan. Hal ini terjadi terutama di dekat pemukiman penduduk, di mana

hasil-hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan

sebagian kecil untuk dijual. Sebagian besar dari hutan-hutan sekunder berada

di dalam siklus pemanfaatan yang kontinyu, di mana hutan-hutan tersebut dibuka

(ditebang) untuk tujuan pertanian dan kemudian diikuti dengan regenerasi hutan

untuk mengembalikan produktivitasnya (sistem perladangan berpindah).

Dukungan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Dukungan Responden terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berdasarkan Sosial Ekonomi

No Sosial Ekonomi Jumlah Persentase (%)

1 Mendukung 127 40

2 Tidak mendukung 191 60

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa distribusi responden yang sosial

(54)

yaitu sebesar 60%, sedangkan pada sosial ekonomi yang mendukung peranserta

dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu berjumlah 40%.

4.2.4. Budaya

Di Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya

alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang berkembang dan berubah

secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat.

Di banyak wilayah adat di pelosok nusantara masih ditemukan kawasan-kawasan

hutan adat yang masih alami, bebas dari kegiatan penebangan kayu besar-besaran dan

juga bertahan dari berbagai jenis eksploitasi sumberdaya alam lainnya, hanya dengan

mengandalkan pengelolaan yang diatur dengan hukum adat.

Dukungan masyarakat lokal tradisional Kecamatan Serba Jadi dapat kita lihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10. Distribusi Dukungan Responden Berdasarkan Budaya Masyarakat

No Budaya Jumlah Persentase (%)

1. Mendukung 243 76,41

2. Tidak mendukung 75 23,59

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.10 menunjukkan distribusi responden yang menjawab kuesioner

budaya yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu

sebesar 76,41%, lebih besar dari pada budaya yang tidak mendukung peranserta

(55)

4.2.5. Penegakan Hukum Bidang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Pelestarian hutan serta fungsinya secara berkesinambungan perlu ada suatu

aturan dalam pengambilan keputusan, bersifat konsultif dan kemitraan antara

pemerintah sebagai pengambil keputusan dengan masyarakat yang berkepentingan.

Bentuk dukungan responden terhadap penegakan hukum di Kecamatan Serba Jadi

dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Dukungan Responden terhadap Penegakan Hukum

No Hukum Jumlah Persentase (%)

1. Mendukung 96 30,18

2. Tidak mendukung 222 69,82

Jumlah 318 100

Pada Tabel 4.11 menunjukkan distribusi responden yang memberikan

jawaban hukum yang mendukung peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan

sebesar 69,82%, lebih besar dari pada hukum yang tidak mendukung peranserta

dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu sebesar 30,18%.

4.3. Pembahasan

4.3.1. Analisis dengan Uji Bivariat

Uji bivariat dilakukan dengan uji Kai-Kuadrat (chi-square test) yaitu uji beda

rata-rata dua sampel, untuk mengetahui hubungan variabel dengan peranserta

masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi

(56)

Hasil uji statistik hubungan variabel dengan peranserta masyarakat dalam

pengelolaan hutan berkelanjutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12. Hasil Uji Statistik Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Peran Serta Masyarakat P Kurang Baik Baik Value

Hubungan jenis kelamin dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan

(57)

dan mengikuti pertemuan-pertemuan. pada uji chi-square jenis kelamin tidak terdapat

hubungan yang signifikan dengan peranserta masyarakat terhadap pengelolaan hutan

berkelanjutan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Asep

(2002) menyebutkan bahwa perkerjaan, pengetahuan, peranserta,

pertemuan-pertemuan dan aktivitas di mana umumnya peran serta laki-laki berbeda dengan kaum

perempuan.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

hasil pengamatan peneliti, bahwa kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi umumnya

bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga, walaupun ada juga yang bekerja

di lahan-lahan pertanian, namun mereka hanya mendampingi dan membantu kaum

lelaki dalam bekerja. Dalam hal pendidikan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi

juga umumnya lebih rendah dari pada kaum laki-laki. Sedangkan dari kegiatan-

kegiatan pertemuan kaum wanita di Kecamatan Serba Jadi hanya terbatas dengan

kaum wanita saja, yaitu kegiatan wirit Yasin.

4.3.3. Lama Menetap

Hubungan lama menetap dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan

hutan bekelanjutan adalah jangka waktu tinggal menetap masyarakat setempat

di sekitar wilayah hutan yang menggunakan sumberdaya hutan sebagai hak-hak dan

kewajibannya untuk kebutuhan hidupnya pada kelangsungan ekosistem hutan

tersebut.

(58)

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

sistem pengaturan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat setempat

untuk kelangsungan hidup ekosistem belum memadai. Hal ini sesuai dalam opini

(http//www.inoscent.org), menyebutkan bahwa jangka waktu tinggal menetap masyarakat

setempat di sekitar wilayah hutan yang memungkinkan tentang pengaturan hak-hak

dan kewajibannya untuk menentukan kelangsungan ekosistem hutan tersebut.

4.3.4. Pendidikan

Hubungan pendidikan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan memberikan

tingkat peranserta yang tinggi pula.

Pada hasil uji variabel, pendidikan terdapat hubungan antara pendidikan

dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi

tahun 2008. Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekanto, 1985) yang menjelaskan

bahwa pencapaian taraf pendidikan tertentu akan mempunyai potensi yang yang lebih

baik untuk penyesuaian diri tentang sikap dan pendapat, dibandingkan dengan mereka

yang berpendidikan rendah.

Pendidikan responden di Kecamatan Serba Jadi 50,31% adalah pendidikan

dasar dan pendidikan menengah adalah 41,83%, menunjukkan tingkat pendidikan

responden sebahagian besar adalah rendah. Dalam hal ini dapat mempengaruhi

pengetahuan dan sikap responden terhadap peranserta dalam pengelolaan hutan

(59)

manusia harus tertanam dalam pengetahuan seseorang sehingga akan membentuk

perilakunya dan perannya sehari-hari terhadap lingkungan hutan di sekitarnya.

Dalam hal peranserta dalam pengelolaan huatan berkelanjutan sangat

dipengaruhi oleh pengetahuan dan mempengaruhi sikap peranserta seseorang

terhadap pembangunan yang berada di lingkungan hutan (Sastropoetro, 1988). Hal ini

sesuai dengan Tjokroamidjodjo (1996) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah adalah faktor

pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/masyarakat akan

dapat memberikan partisipasi yang diharapkan.

4.3.5. Pekerjaan

Pada variabel pekerjaan menunjukkan peranserta kurang baik pada tiap jenis

pekerjaan yaitu: petani 57,23%, Wiraswasta/pedagang 6,30% dan PNS/TNI/POLRI

36,47%. Namun pada hasil uji variabel pekerjaan diketahui bahwa tidak ada

hubungan antara pekerjaan dengan peranserta dalam pengelolaan hutan berkelanjutan

di Kecamatan Serba Jadi tahun 2008.

Hubungan pekerjaan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan adalah mata pencaharian masyarakat setempat yang berada di sekitar

hutan secara musiman atau dominan sehingga motivasi dan aktivitas peranserta

masyarakat tersebut bisa terlaksana (Damar, 2008). Hal ini dimungkinkan

dipengaruhi oleh faktor mata pencaharian masyarakat setempat yang tidak menetap

(60)

4.3.6. Pendapatan

Hubungan pendapatan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan

hutan berkelanjutan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat maka peranserta

masyarakat semakin baik dikarenakan pendapatan yang cukup maka pendidikan,

pengetahuan tentang peranserta pengelolaan hutan di lingkungannya sendiri semakin

meningkat pula.

Pada variabel pendapatan, terlihat pendapatan rendah lebih banyak memiliki

peranserta kurang baik sebanyak 177 orang (55,66%) dan pendapatan tinggi sebanyak

141 orang (44,34%). Dari hasil uji diketahui tidak terdapat hubungan atau pengaruh

antara penghasilan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan

berkelanjutan di Kecamatan Serba Jadi. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh

faktor lain, seperti pengetahuan sehingga mengubah kesadaran terhadap

lingkungannya. Dalam pengamatan peneliti terdapat adanya masyarakat setempat

yang memiliki ekonomi baik, namun mereka memiliki usaha kayu olahan, yang akan

dipasarkan keluar Kecamatan Serba Jadi. Dalam pengamatan lain semakin tinggi

tingkat ekonomi masyarakat maka semakin mampu pula masyarakat untuk membeli

peralatan memadai untuk pengolahan kayu di daerahnya.

4.3.7. Sosial Ekonomi

Pada variabel sosial ekonomi, maka responden yang memiliki sosial ekonomi

mendukung lebih banyak yang memiliki peranserta baik yaitu 127 orang (40%), dan

pada sosial ekonomi tidak mendukung memiliki peranserta kurang baik yaitu 191

Gambar

Tabel 1.2. Luas Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
Tabel 3.1. Ukuran Sampel   ± 0,5
Tabel 3.2. Variabel Peranserta Masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Seksi Operasi &amp; Pemeliharaan Balai PSDA Serang Lusi Juana selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan;. PEMERINTAH PROVINSI

Berdasarkan hasil penelitian pengolahan data dan analisa data yang telah dilakukan oleh penulis, maka kesimpulan penulis mengenai Pengawasan Program Siaran Televisi

hasil yang lebih baik lagi sesuai dengan kompetensi praktik keperawatan yang... diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dan tuntutan

Aturan yang berupa larangan dan sanksi yang diberlakukan dalam Hukum Adat Sasi di Desa Ohoider Tawun sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat desa tersebut

Bagi kalangan pemrakarsa/usaha, sistem informasi terpada mempermudah perolehan data untuk dapat dijadikan faktor kajian kelayakan usaha, pemilihan jenis usaha,

Seperti kita ketahui, buku-buku sejarah masa para Kalifah Teladan (al-Khulafa' ar-Rasyidiun) banyak mengutamakan sumber-sumber yang berhubungan dengan perang dan politik, jarang

Host atau perangkat yang terletak pada subnet yang sama dapat berkomunikasi antara satu sama lain secara langsung (tanpa melibatkan router atau routing ). Berikut ini

Tujuan penulisan skripsi ini adalah dalam rangka mencari ilmu pengetahuan dan menyelesaikan tugas akhir guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada jurusan