• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Zat Warna Rhodamin B Pada Kosmetik Jenis Pemerah Pipi Yang Dijual Di Pusat Pasar Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemeriksaan Zat Warna Rhodamin B Pada Kosmetik Jenis Pemerah Pipi Yang Dijual Di Pusat Pasar Kota Medan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN ZAT WARNA RHODAMIN B

PADA KOSMETIK JENIS PEMERAH PIPI YANG DIJUAL

DI PUSAT PASAR KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

USWATUN HASANAH HTS NIM 050804031

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMERIKSAAN ZAT WARNA RHODAMIN B

PADA KOSMETIK JENIS PEMERAH PIPI YANG DIJUAL

DI PUSAT PASAR KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

USWATUN HASANAH HTS NIM 050804031

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMERIKSAAN ZAT WARNA RHODAMIN B

PADA KOSMETIK JENIS PEMERAH PIPI YANG DIJUAL

DI PUSAT PASAR KOTA MEDAN

OLEH:

USWATUN HASANAH HTS NIM 050804031

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Agustus 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Fat Aminah, M.Si., Apt. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 131 569 408 NIP 130 672 239

Pembimbing II,

Dra. Fat Aminah, M.Si., Apt. NIP 131 569 408

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 130 809 700

Drs. Chairul Azhar D, M.Sc., Apt NIP 131 945 348

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 131 283 719

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat,

karunia, dan ridhoNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “PEMERIKSAAN ZAT WARNA RHODAMIN B

PADA KOSMETIK JENIS PEMERAH PIPI YANG DIJUAL DI PUSAT

PASAR KOTA MEDAN”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Salah satu parameter mutu kosmetik jenis pemerah pipi adalah bebas dari

penggunaan zat warna Rhodamin B, yang dinyatakan sebagai zat warna yang

dilarang penggunaannya dalam sediaan kosmetik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan

hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada:

Kedua orang tua tercinta Alm. H. Rustam Efendi Hutasuhut dan Rosmaini

Gaus dan seluruh anggota keluarga atas kasih sayang, doa, bimbingan, dan

perhatian baik moril maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat

berdiri tegar dalam meraih cita-cita.

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku Penasehat Akademik.

3. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.,

(5)

bimbingan, ilmu dan kesabaran serta tanggung jawab kepada penulis selama

melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Julia Reveni, MSi., Apt., Bapak Drs. Chairul Azhar D, M.Sc., Apt.,

dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku kepala Laboratorium Kimia Farmasi

Kualitatif beserta staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas kepada

penulis selama melaksanakan penelitian.

6. Bapak Drs. Djoni Siaahan, M.M., Apt., Selaku Kepala Bidang Pangan dan

Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan RI Medan

(BPOM RI - Medan).

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Farmasi yang telah memberikan

bantuan moril dan materil serta bimbingan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih sepenuhnya kepada abangku tersayang Zulfahmi atas segala

dukungan, do’a, dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dan rekan-rekan Farmasi cuwi, kikin, anna, rina as, pipi, naya, riza, suci, winda

Tan, kak nisa,winda kir, mumu dan seluruh teman-teman Farmasi yang tidak

dapat disebutkan satu persatu khususnya stambuk 2005, untuk kebersamaan dan

dukungannya selama ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang

(6)

informasi yang bermanfaat kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memilih

kosmetik.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi

ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Dengan bantuan dan dukungan yang telah penulis dapatkan akhirnya

dengan menyerahkan diri dan senantiasa memohon perlindungan Allah SWT.

Semoga amal baik dan perbuatan tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT.

Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, 29 Juli 2010

Penulis,

(7)

ABSTRAK

Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil,

dan kertas. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan

merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta rhodamin dalam

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna

hijau, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi) .

Berdasarkan PERMENKES RI No.376/MENKES/PER/VIII/1990 dan

PERMENKES RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang zat tertentu yang

dinyatakan sebagai bahan berbahaya termasuk rhodamin B yang tidak boleh

dipergunakan untuk pemakaian kosmetik jenis lipstik, eye shadow, dan rouge.

Sehubungan dengan hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

Jakarta pada tahun 2008, telah ditemukan 27 merk kosmetik yang mengandung

bahan berbahaya diantaranya adalah zat warna rhodamin B yang digunakan

sebagai salah satu pewarna termasuk juga pemerah pipi (rouge).

Berdasarkan hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jakarta

tersebut, maka penulis melakukan pemeriksaan zat warna rhodamin B pada

sediaan pemerah pipi. Pemeriksaan kualitatif rhodamin B dilakukan dengan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase gerak n-butanol:amonia:etil

asetat (55:25:20) yang memberikan hasil positif jika menghasilkan noda berwarna

merah muda bila dilihat secara visual dan memberikan fluoresensi kuning bila

dilihat di bawah lampu UV 254 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pemeriksaan kualitatif enam

belas sampel yang dianalisis yaitu Wardah (sampel kode A), Avon (sampel kode

B), Cherveen (sampel kode C), Sutsyu (sampel kode D), Chanel (sampel kode E),

MAC (sampel kode F), aubeau (sampel kode G), Louvre 1 (sampel kode H),

Cosmic (sampel kode I), Sutsyu 2 in 1 (sampel kode J), Silvie Lowrens (sampel

kode K), Louvre 2 (sampel kode L), Siellas (sampel kode M), Implora 1 (sampel

kode N), Implora 2 (sampel kode O), Aich (sampel kode P), tidak ada yang

mengandung Rhodamin B, yang berarti pemerah pipi yang di jual di sekitar Kota

Medan sudah aman dari rhodamin B.

Kata kunci :

(8)

ABSTRACT

Rhodamine-B is a coloring agent used in paint, textile, and paper industry.

This coloring agent can cause irritation in respiration tract and is a carcinogenic

(cancer-causing) substance; also, rhodamine in high concentration can cause heart

damage. Rhodamine-B is a synthetic coloring agent in crystalline powder form,

odorless, green in color, and in liquid form has bright red fluorescence.

Based on PERMENKES RI No.376/MENKES/PER/VIII/1990 and

PERMENKES RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 about certain substances stated

as dangerous, including rhodamine-B, which must not be used in cosmetics type

lipstick, eye shadow, and rouge.

Based on the recent discovery of Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

(Republic Indonesia’s Drug and Food Administration Bureau) Jakarta in 2008,

there were 27 cosmetic brands containing dangerous substances, among them

were rhodamine-B used as one of the coloring agent as well as rouge.

Based on mentioned discovery, the writer conducted an analysis of

rhodamine-B coloring agent in rouge preparations. The qualitative analysis of

rhodamine-B was done with Thin Layer Chromatography (TLC) method using

n-butanol:ammonia:ethyl acetate (55:25:20) as mobile phase, which gave positive

result in form of spot with pink color if observed visually, and with yellow

fluorescence if observed under 254 nm UV lamp.

The result of the research showed that from the qualitative analysis

sixteen samples analyzed, which were : Wardah (sample code A), Avon (sample

code B), Cherveen (sample code C), Sutsyu (sample code D), Chanel (sample

code E), MAC (sample code F), Aubeau (sample code G), Louvre 1 (sample code

H), Cosmic (sample code I), Sutsyu 2 in 1 (sample code J), Silvie Lowrens

(sample code K), Louvre 2 (sample code L), Siellas (sample code M), Implora 1

(sample code N), Implora 2 (sample code O), Aich (sample code P), there were no

sample containing rhodamine-B, which means that the rouge preparations sold

around Medan are safe from rhodamin B.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRAC ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kosmetik ... 4

2.1.1 Pengertian Kosmetik ... 4

2.1.2 Penggolongan Kosmetik ... 5

2.1.3 Persyaratan Kosmetik ... 8

(10)

2.2.1 Persyaratan Kosmetik Dekoratif ... 8

2.2.2 Pembagian Kosmetik Dekoratif ... 9

2.2.3 Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif ... 9

2.2.4 Pemerah pipi ... 11

2.3 Rhodamin B ... 12

2.3.1 Struktur Molekul Rhodamin B ... 12

2.3.2 Gambar Absorpsi Rhodamin B dalam Pelarut Etanol pada λ 542.72 nm ... 12

2.3.3 Tanda-tanda Umum Terpapar Rhodamin B ... 15

2.4 Kromatografi Lapis Tipis ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-alat ... 20

3.2 Bahan-bahan ... 20

3.3 Metode Pengambilan Sampel ... 21

3.4 Prosedur Penelitian ... 21

3.4.1 Penentuan Kualitatif Rhodamin B ... 21

3.4.1.1 Pembuatan Larutan Uji (A) ... 21

3.4.1.2 Pembuatan Larutan Baku (B) ... 21

3.4.1.3 Pembuatan Larutan Campuran (C) ... 22

3.4.1.4 Identifikasi Sampel ... 22

3.4.2 Penentuan Kuantitatif Rhodamin B ... 23

3.4.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Rhodamin B ... 23

3.4.2.1.1 Larutan Induk Baku I Rhodamin B ... 23

(11)

3.4.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Rhodamin B ... 23

3.4.2.3 Penentuan Operating Time ... 23

3.4.2.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B ... 24

3.4.2.5 Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Sampel ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Analisis Kualitatif Rhodamin B Pada Sampel ... 25

4.2. Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B ... 28

4.3. Penentuan Operating Time ... 29

4.4. Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Zat Warna Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya ... 12

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kualitatif Rhodamin B Pada Sampel ... 25

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Kurva Resapan Rhodamin B ... 28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Harga Rf ... 34

Lampiran 1. Penentuan Operating Time ... 35

Lampiran 2. Data Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B Pada Panjang Gelombang 544 nm ... 36

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi ... 37

Lampiran 4. Alat Spektrofotometer ... 38

Lampiran 5. Alat Timbangan Digital ... 29

Lampiran 6. Gambar Sampel ... 40

Lampiran 7. Gambar Plat KLT 20 x 20 ... 46

Lampiran 8. Gambar Chamber ... 50

Lampiran 9. Sertifikat Pengujian BADAN POM ... 51

Lampiran 10. Metode Analisis Kosmetik ... 52

(15)

ABSTRAK

Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil,

dan kertas. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan

merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta rhodamin dalam

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna

hijau, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi) .

Berdasarkan PERMENKES RI No.376/MENKES/PER/VIII/1990 dan

PERMENKES RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang zat tertentu yang

dinyatakan sebagai bahan berbahaya termasuk rhodamin B yang tidak boleh

dipergunakan untuk pemakaian kosmetik jenis lipstik, eye shadow, dan rouge.

Sehubungan dengan hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

Jakarta pada tahun 2008, telah ditemukan 27 merk kosmetik yang mengandung

bahan berbahaya diantaranya adalah zat warna rhodamin B yang digunakan

sebagai salah satu pewarna termasuk juga pemerah pipi (rouge).

Berdasarkan hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jakarta

tersebut, maka penulis melakukan pemeriksaan zat warna rhodamin B pada

sediaan pemerah pipi. Pemeriksaan kualitatif rhodamin B dilakukan dengan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase gerak n-butanol:amonia:etil

asetat (55:25:20) yang memberikan hasil positif jika menghasilkan noda berwarna

merah muda bila dilihat secara visual dan memberikan fluoresensi kuning bila

dilihat di bawah lampu UV 254 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pemeriksaan kualitatif enam

belas sampel yang dianalisis yaitu Wardah (sampel kode A), Avon (sampel kode

B), Cherveen (sampel kode C), Sutsyu (sampel kode D), Chanel (sampel kode E),

MAC (sampel kode F), aubeau (sampel kode G), Louvre 1 (sampel kode H),

Cosmic (sampel kode I), Sutsyu 2 in 1 (sampel kode J), Silvie Lowrens (sampel

kode K), Louvre 2 (sampel kode L), Siellas (sampel kode M), Implora 1 (sampel

kode N), Implora 2 (sampel kode O), Aich (sampel kode P), tidak ada yang

mengandung Rhodamin B, yang berarti pemerah pipi yang di jual di sekitar Kota

Medan sudah aman dari rhodamin B.

Kata kunci :

(16)

ABSTRACT

Rhodamine-B is a coloring agent used in paint, textile, and paper industry.

This coloring agent can cause irritation in respiration tract and is a carcinogenic

(cancer-causing) substance; also, rhodamine in high concentration can cause heart

damage. Rhodamine-B is a synthetic coloring agent in crystalline powder form,

odorless, green in color, and in liquid form has bright red fluorescence.

Based on PERMENKES RI No.376/MENKES/PER/VIII/1990 and

PERMENKES RI No. 445/MENKES/PER/V/1998 about certain substances stated

as dangerous, including rhodamine-B, which must not be used in cosmetics type

lipstick, eye shadow, and rouge.

Based on the recent discovery of Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

(Republic Indonesia’s Drug and Food Administration Bureau) Jakarta in 2008,

there were 27 cosmetic brands containing dangerous substances, among them

were rhodamine-B used as one of the coloring agent as well as rouge.

Based on mentioned discovery, the writer conducted an analysis of

rhodamine-B coloring agent in rouge preparations. The qualitative analysis of

rhodamine-B was done with Thin Layer Chromatography (TLC) method using

n-butanol:ammonia:ethyl acetate (55:25:20) as mobile phase, which gave positive

result in form of spot with pink color if observed visually, and with yellow

fluorescence if observed under 254 nm UV lamp.

The result of the research showed that from the qualitative analysis

sixteen samples analyzed, which were : Wardah (sample code A), Avon (sample

code B), Cherveen (sample code C), Sutsyu (sample code D), Chanel (sample

code E), MAC (sample code F), Aubeau (sample code G), Louvre 1 (sample code

H), Cosmic (sample code I), Sutsyu 2 in 1 (sample code J), Silvie Lowrens

(sample code K), Louvre 2 (sample code L), Siellas (sample code M), Implora 1

(sample code N), Implora 2 (sample code O), Aich (sample code P), there were no

sample containing rhodamine-B, which means that the rouge preparations sold

around Medan are safe from rhodamin B.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,

diletakkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan

kedalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud

untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan

tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

Pemerah pipi (rouge) adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk

memberi warna bayangan merah wajah, zat warna yang digunakan tidak larut

dalam air, seperti misalnya besi oksida (Lesmono, M.B, dkk, 1985).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

(BPOM RI) pada tahun 2008 telah ditemukan 27 merek kosmetik yang

mengandung bahan berbahaya yang diantaranya adalah rhodamin B (Anonimb,

2008).

Rhodamin B adalah zat warna sintetis yang biasa digunakan untuk

pewarnaan kertas, tekstil atau tinta. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada

kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang bersifat karsinogenik

(dapat menyebabkan kanker). Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat

menyebabkan kerusakan pada hati (lever) (Anonima, 2006).

Rhodamin B dengan metode Kromatografi Lapis Tipis akan memberikan

fluoresensi warna kuning jika dilihat di bawah lampu Ultra Violet 254 nm dan

berwarna merah muda jika dilihat secara visual. Penentuan kadar rhodamin B

(18)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Spektrofotometri Sinar Tampak. Dalam

penelitian ini dilakukan pemeriksaan rhodamin B secara Kromatografi Lapis Tipis

dan Spektrofotometri Sinar Tampak (Ditjen POM, 1997).

Hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan RI beberapa merek

pemerah pipi mengandung rhodamin B antara lain adalah merek KAI (tidak ada

nama produsen), Noubeier (produksi China), dan Cameo Make Up Kit 3 in 1

(produksi China). Dari survey yang dilakukan di pusat pasar kota Medan, ketiga

merek tersebut tidak ditemukan lagi sehingga peneliti mencurigai produsen dari

kosmetik tersebut mengganti merek dengan bahan yang sama. Selain itu, masih

terdapat pemerah pipi yang dijual dengan harga yang sangat murah, dimana pada

kemasannya menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia dan tidak memiliki

nomor bats dan nomor register.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk memeriksa rhodamin B

pada pemerah pipi yang beredar di masyarakat khususnya kota Medan.

1.2 Perumusan masalah 1. Apakah kosmetik jenis pemerah pipi bermerek yang dijual di pusat pasar

kota Medan mengandung rhodamin B.

2. Berapakah kadar rhodamin B yang disalahgunakan pemakaiannya pada

kosmetik jenis pemerah pipi.

a. Hipotesis

H0 diterima jika :

1. Pemerah pipi yang beredar di pusat pasar kota Medan masih ada yang

(19)

2. Terdapat sejumlah tertentu rhodamin B yang digunakan pada pemerah

pipi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan uji kualitatif rhodamin B pada pemerah pipi dengan

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

2. Melakukan penetapan kadar rhodamin B pada pemerah pipi dengan

menggunakan metode Spektrofotometri Sinar Tampak.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi yang berwenang

tentang kandungan rhodamin B dalam kosmetik jenis pemerah pipi yang dijual di

(20)

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

2.1.1 Pengertian Kosmetik

Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak

berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat

perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan

ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad

ke-20 (Tranggono, ke-2007).

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari

bahan-bahan alami yang tedapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia

tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud

meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau

ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar

kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam

perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik

dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan

pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga

mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah

(21)

badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit (Tranggono, 2007).

2.1.2 Penggolongan Kosmetik

Penggolongan kosmetik terbagi atas beberapa golongan, yaitu :

a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13

preparat (Tranggono, 2004) :

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lain-lain.

3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain-lain.

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dan

lain-lain.

9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.

10.Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain-lain.

11.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dan

lain-lain.

12.Preperat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

13.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan

(22)

b. Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan (Tranggono, 2004) sebagai

berikut:

1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern

(termasuk di antaranya adalah cosmedic).

2. Kosmetik tradisional:

a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan

alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun.

b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet

agar tahan lama.

c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar

tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional.

c. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit:

1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di

dalamnya:

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing

cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mosturizer), misalnya mosturizer

cream, night cream, anti wrinkel cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen

foundation, sun block cream/lotion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),

misalnya scrub ceram yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi

(23)

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga

menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik

riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif

terbagi menjadi 2 golongan (Tranggono, 2004), yaitu:

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan

dan pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eyes

shadow, dan lain-lain.

b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam baru

lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,

pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.

d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk kosmetik

dibagi menjadi 2 golongan (Ditjen POM, 2004):

1. Kosmetik golongan I adalah:

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa

lainnya

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan

penandaan

d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta

belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk ke dalam

(24)

2.1.3 Persyaratan Kosmetik

Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta

persyaratan lain yang ditetapkan.

b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.

c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan

Makanan RI (BPOM RI).

2.2 Kosmetik Dekoratif

Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan

semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan

noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu

menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak

kulit (Tranggono, 2007).

2.2.1 Persyaratan Kosmetik Dekoratif

Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono, 2007):

a. Warna yang menarik.

b. Bau harum yang menyenangkan.

c. Tidak lengket.

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.

(25)

2.2.2 Pembagian Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu (Tranggono,

2007):

1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan

pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow,

dan lain-lain.

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama

baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting

rambut.

2.2.3 Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif

Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar.

Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok :

1. Zat warna alam yang larut.

Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak

zat alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi kekuatan

pewarnaanya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya carmine

zat warna merah yang diperoleh dari dari tubuh serangga coccus cacti yang

dikeringkan , klorofil daun-daun hijau, henna yang diekstraksi dari daun Lawsonia

inermis, carotene zat warna kuning.

2. Zat warna sintetis yang larut.

Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, sekarang benzena,

toluena, anthracene yang berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat

warna. Sifat-sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain :

(26)

b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya. Yang larut air

untuk emulsi O/W dan larut minyak untuk emulsi W/O. Yang larut air hampir

selalu juga larut dalam alkohol encer, gliserol, dan glikol. Yang larut minyak

juga larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan pelarut organik lainnya,

kadang-kadang juga dalam alkohol tinggi. Tidak pernah ada zat warna yang

sekaligus larut dalam air dan minyak.

c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut dalam pH

asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.

d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada kulit dan

rambut barbeda-beda. Terkadang kita memerlukan daya lekat besar seperti cat

rambut, namun terkadang kita menghindarinya misalnya untuk pemerah pipi.

e. Toksisitas. Yang toksis harus dihindari, tetapi ada derajat keamanannya.

3. Pigmen alam.

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat

secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada

kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah

bata, coklat tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk

mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung

asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.

4. Pigmen sintetis.

Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat warna alam.

Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning,

coklat sampai merah, dan macam-macam violet.

Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan titanium oxida termasuk dalam

(27)

memainkan satu peran dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam

preparat kosmetik dan farmasi lainnya.

Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetik

karena toksis, misalnya kadmiun sulfat dan cupri sulfat.

2.2.4 Pemerah pipi

Pemerah pipi adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai

pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tatarias

wajah (Depkes RI, 1985).

Pemerah pipi dibuat dalam berbagai corak warna yang bervariasi mulai

dari warna merah jambu hingga merah tua. Pemerah pipi konvensional lazim

mengandung pigmen merah atau merah kecoklatan dengan kadar tinggi. Pemerah

pipi yang mengandung pigmen kadar rendah digunakan sebagai pelembut warna

atau pencampur untuk memperoleh efek yang menyolok.

Pemerah pipi dapat digunakan langsung dengan melekatkan pada kulit

pipi, tetapi dalam banyak hal lebih baik digunakan setelah sediaan alas rias, baik

sebelum maupun sesudah menggunakan bedak (Depkes RI, 1985).

Contoh formula pemerah pipi bubuk kompak

Kaolin ringan 50

Kalsium karbonat endap 50

Magnesium karbonat 50

Seng stearat 50

Talek 750

Pigmen 50

Parfum 2,0

Zat pengikat : isopropil miristat sama banyak

(28)

2.3 Rhodamin B

2.3.1 Struktur molekul rhodamin B

(Windholz, 1989)

2.3.2 Gambar Absorpsi Rhodamin B dalam Pelarut Etanol pada λ 542.75 nm.

(Aldrich, 1992)

Nama umum : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia :

N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-ylidene]-N-ethylethanaminium chlorida

Nama Lazim : Tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B chlorida;

C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170

(29)

BM : 479

Pemerian : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah

kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah

larut dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam

larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa

dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut

dalam isopropil eter (Budavari, 1996).

Penggunaan : Sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, kertas, tinta,

sabun, pewarna kayu, bulu, dan pewarna untuk keramik China

(Budavari, 1996).

Penggunaan rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama

akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila

terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi

gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui

makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan

gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain

melalui makanan ataupun kosmetik, rhodamin B juga dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan, jika terhidup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata

yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata

kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Jika terpapar pada bibir

dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, dan gatal. Bahkan, kulit bibir

(30)

Daftar tabel Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/ MENKES/ PER/ V/

1985 tentang zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya adalah sebagai

[image:30.595.121.488.183.680.2]

berikut:

Tabel 2.1. Zat Warna Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya

No. Nama Indeks warna

1 Auramine (*CI basic yellow 2) 41000

2 Alkanet 75520

3 Butter yellow (CI solvent yellow) 11020 4 Black 7984(Food black) 27755 5 Burn amber (Pigment brown 7) 77491 6 Chrysoidine (CI basic orange 2) 11270 7 Chrysoidine S (CI food yellow B) 114270

8 Citrous red No.2 22156

9 Chocolate brown FB (Food brown 2) - 10 Fast red E (CI food red 4) 16045 11 Fast yellow AB (CI food yellow 2) 13015 12 Guinea breen B (CI acid green 3) 42085 13 Indhantrene blue RS (CI food blue 4) 69800 14 Magenta (CI basic violet 14) 42510 15 Methanyl yellow (ext DC yellow 1) 13065 16 Oil orange SS (CI solvent orange 2) 12100 17 Oil orange XO (CI solvent orange 7) 12140 Lanjutan tabel 2.1

No. Nama Indeks warna

18 Oil yellow AB (CI solvent yellow 5) 11380 19 Oil yellow OB (CI solvent yellow 6) 11390 20 Orange G (CI food orange 4) 16230 21 Orange GGN (CI food orange 2) 15980 22 Orange RN (CI food orange 1) 15970

23 Orchil dan orcein -

24 Ponceau 3R (CI food red 6) 16135 25 Ponceau SX (CI food red 1) 14700 26 Ponceau 6R (CI food red 8) 16290

27 Rhodamin B 45170

28 Sudan I (CI solvent yellow 14) 12055 29 Scarlet GN (food red 2) 14815

30 Violet 6B 42640

(31)

− Jika tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan

menimbulkan gejala keracunan serta air seni berwarna merah atau merah

muda.

− Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.

− Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata

kemerahan, oedema pada kelopak mata.

− Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.

(Rachdie, 2006).

2.4Kromatogarafi Lapis Tipis

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tswett, ia telah

menggunakannya untuk memisahkan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama

kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian

pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir

kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan

pada senyawa-senyawa yang tak berwarna (Hardjono, 1985).

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase

diam (stationary) dan fase gerak (mobile), pemisahan-pemisahan tergantung pada

gerakan relatif dari dua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai

dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika

fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi

serapan (absorption chromatography), jika zat cair, dikenal sebagai kromatografi

partisi (partition chromatography). Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau

gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi. Keempat macam sistem

(32)

1). Fase gerak zat cair - fase diam padat:

Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi

- Kromatografi lapis tipis

- Kromatografi penukar ion.

2). Fase gerak gas - fase diam padat :

- Kromatografi gas padat

3). Fase gerak zat cair – fase diam zat cair :

Dikenal sebagai kromatografi partisi

- Kromatografi kertas

4). Fase gerak gas – fase diam zat cair :

- Kromatografi gas – cair

- Kromatografi kolom kapiler

(Hardjono, 1985).

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa

senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan

fase diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa

terhadap senyawa yang lain (Hardjono, 1985).

Dari berbagai kromatografi di atas peneliti memilih kromatografi lapis

tipis karena mempunyai keuntungan yaitu, membutuhkan waktu yang lebih cepat

dan diperoleh pemisahan yang lebih baik.

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan dimana

yang memisahkan terdiri atas fase diam yang ditempatkan pada penyangga berupa

(33)

kromatografi adsorpsi (serapan), dimana fase diam digunakan zat padat yang

disebut adsorben (penjerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut dengan

larutan pengembang. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan ditotolkan

berupa bercak atau pita, kemudian plat (lapisan) dimasukkan ke dalam bejana

tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) sehingga

pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Zat penjerap pada

KLT merupakan lapisan tipis serbuk yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik,

atau logam secara merata (Stahl, 1985).

Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti

senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-organik,

dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat

yang harganya tidak terlalu mahal (Gritter, 1991).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis

tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :

1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan.

2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

(Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan

mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari

penyerap).

3). Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

Meskipun dalam prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tapi

perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan

aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

(34)

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase gerak pada kromatografi

lapis tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut diguanakan maka

perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.

5). Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

6). Teknik percobaan.

7). Jumlah cuplikan yang digunakan.

Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi

penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak

seimbang lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada

harga-harga Rf.

8). Suhu.

Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama

untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang

disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.

9). Kesetimbangan.

Kesetimbangan dalam lapisan tipis sangat penting, hingga perlu

mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala

bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan

pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang

berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dari

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode Deskriptif (Sudjana,

2002). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah UV Mini 1240

Spektrofotometri UV Visibel (Shimadzu) yang dihubungkan dengan printer Epson

LQ 300, neraca analitis (Vibra), chamber, lampu UV 254 nm, pipa kapiler, kertas

saring whatman No. 1, penangas air, dan alat-alat gelas seperti labu ukur, pipet

volume, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, corong, maat pipet, cawan penguap,

batang pengaduk, botol metanol p.a, dan botol hisap.

2.2 Bahan-bahan

Semua bahan yang digunakan pada penelitian ini berkualitas pro analisis

kecuali dinyatakan lain, yaitu metanol, plat silika gel GF 254, amonia, etil asetat,

n-butanol, rhodamin B (BPFI), pemerah pipi merek Wardah (sampel kode A),

pemerah pipi merek Avon (sampel kode B), pemerah pipi merek Cherveen

(sampel kode C), pemerah pipi merek Sutsyu (sampel kode D), pemerah pipi

merek Chanel (sampel kode E), pemerah pipi merek MAC (sampel kode F),

pemerah pipi merek aubeau (sampel kode G), pemerah pipi merek Louvre 1

(sampel kode H), pemerah pipi merek Cosmic (sampel kode I), pemerah pipi

(36)

kode K), pemerah pipi merek Louvre 2 (sampel kode L), pemerah pipi merek

Siellas (sampel kode M), pemerah pipi merek Implora 1 (sampel kode N),

pemerah pipi merek Implora 2 (sampel kode O), pemerah pipi merek Aich

(sampel kode P), air suling (Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif).

2.3 Metode Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan kosmetik jenis pemerah pipi bermerek yang dijual

di pusat pasar kota Medan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

sampling purposif dan diasumsikan semua jenis merek pemerah pipi yang dijual

di kota Medan adalah homogen. Pemilihan cara pengambilan ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan dianggap sebagai

sampel yang representatif (Sudjana, 2002).

2.4 Prosedur Penelitian

2.4.1 Penentuan Kualitatif Rhodamin B 2.4.1.1 Pembuatan Larutan Uji (A)

Sejumlah lebih kurang 100 mg sampel dilarutkan dengan 20 ml larutan

metanol p.a di dalam erlenmeyer, dikocok hingga larut, kemudian disaring dan

diambil filtratnya, lalu diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak

pekat larutan uji dimasukkan ke dalam vial 5 ml.

2.4.1.2 Pembuatan Larutan Baku (B)

Sejumlah lebih kurang 5 mg rhodamin B BPFI dilarutkan dengan 10 ml

(37)

2.4.1.3 Pembuatan Larutan Campuran (C)

Sejumlah volume yang sama larutan A dan B dicampur, kemudian

dihomogenkan.

2.4.1.4 Identifikasi Sampel

Larutan A, B dan C ditotolkan pada plat secara terpisah dan dilakukan

kondisi sebagai berikut:

Fase diam : Silika Gel GF 254

Fase gerak : n-butanol – etil asetat – amonia

( 55 : 20 : 25 )

Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing-masing 10 µ l

Jarak rambat : 15 cm

Penampak bercak : Cahaya UV 254 nm berfluoresensi kuning.

Plat KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di

dalam oven pada suhu 1000 C selama + 30 menit. Larutan A, B, dan C ditotolkan

pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah

plat. Jarak antara noda adalah 2 cm kemudian dibiarkan beberapa saat hingga

mengering. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam

chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan. Kemudian dibiarkan fase gerak

naik sampai batas atas plat KLT lalu diangkat dan dibiarkan kering di udara. Di

(38)

2.4.2 Penentuan Kuantitatif Rhodamin B

2.4.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Rhodamin B 2.4.2.1.1 Larutan Induk Baku I Rhodamin B

Ditimbang dengan seksama 50 mg rhodamin B BPFI kemudian di

masukkan dalam labu tentukur 50 ml, larutkan dengan metanol p.a hingga larut,

cukupkan volume dengan metanol p.a sampai 50 ml.

Konsentrasi Larutan Induk Baku I ml 50

mg 50

= 1 mg/ml = 1000 mcg/ml

2.4.2.1.2 Larutan Induk Baku II Rhodamin B

Dipipet 2,5 ml Larutam Induk Baku I dengan menggunakan pipet volum,

dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml diencerkan dengan metanol p.a sampai

garis tanda.

Konsentrasi Larutan Induk Baku II ml 50 ml 5 , 2

x 1 mg/ml = 50 mcg/ml

2.4.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Rhodamin B

Dipipet 2 ml dari Larutan Induk Baku II dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml, cukupkan volume dengan metanol p.a sampai 50 ml (kadar 2

mcg/ml), ukur resapan pada λ 400 - 800 nm, dengan menggunakan blanko. Sebagai blanko digunakan metanol p.a.

2.4.2.3 Penentuan Operating Time

Larutan induk baku II dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, cukupkan

volume dengan metanol p.a hingga 50 ml. Penentuan waktu kerja kestabilan

warna merah pada sampel adalah dilakukan dengan mengukur serapan larutan di

(39)

2.4.2.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B

Larutan induk baku II dipipet dengan menggunakan maat pipet ke dalam

labu tentukur 50 ml berturut-turut dipipet 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 ml, ditambahkan

metanol p.a dan cukupkan volume sampai garis tanda kemudian di kocok

homogen. (larutan kerja ini mengandung 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 (mcg/ml) biarkan

selama 15 menit, kemudian diukur resapannya pada panjang gelombang 544 nm

menggunakan blanko.

2.4.2.5 Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Sampel

Penetepan kadar rhodamin B pada sampel tidak dilakukan, sebab hasil

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif Rhodamin B pada Sampel

Analisis sampel dilakukan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis dengan

kondisi sebagai berikut :

Fase diam : Silika Gel GF 254

Fase gerak : n-butanol – etil asetat – amonia

( 55 : 20 : 25 )

Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing-masing 10 µ l

Jarak rambat : 15 cm

Penampak bercak : Cahaya UV 254 nm berfluoresensi kuning

(Ditjen POM, 1997)

Hasil analisis kualitatif rhodamin B pada sampel di atas dapat dilihat pada

[image:40.595.114.512.460.747.2]

tabel 3.1.

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kualitatif Rhodamin B pada Sampel No Sampel Harga Rf Visual Fluoresensi

Lampu UV 254nm Hasil 1

BPFI Rhodamin B

(Baku)

0.870 Merah Jambu Kuning Positif

2

Sampel A

(Wardah) – – –

Negatif Sampel

A+Baku 0.841 Merah Jambu Kuning

3

Sampel B

(Avon) – – –

Negatif Sampel

B+Baku 0.835 Merah Jambu Kuning

4

Sampel C

(Chervee) – – –

Negatif Sampel

(41)

Lanjutan tabel 4.1

No Sampel Harga Rf Visual Fluoresensi

Lampu UV 254nm Hasil

5

Sampel D

(Sutsyu) – – –

Negatif Sampel

D+Baku 0.864 Merah Jambu Kuning

6

Sampel E

(Chanel) – – –

Negatif Sampel

E+Baku 0.841 Merah Jambu Kuning

7

Sampel F

(MAC) – – –

Negatif Sampel

F+Baku 0.829 Merah Jambu Kuning

8

Sampel G

(Aubeau) – – –

Negatif Sampel

G+Baku 0.835 Merah Jambu Kuning

9

Sampel H

(Louvre 1) – – –

Negatif Sampel

H+Baku 0.847 Merah Jambu Kuning

10

Sampel I

(Cosmic) – – –

Negatif Sampel

I+Baku 0.847 Merah Jambu Kuning

11

Sampel J

(Sutsyu 2in1) – – –

Negatif Sampel

J+Baku 0.841 Merah Jambu Kuning

12

Sampel K (Silvie Lowrens)

0.794 Merah Jambu Kuning

Negatif Sampel

K+Baku

0.794

0.829 Merah Jambu Kuning

13

Sampel L

(Louvre 2) – – – Negatif

Sampel

(42)

Lanjutan tabel 4.1

No Sampel Harga Rf Visual Fluoresensi

Lampu UV 254nm Hasil

14

Sampel M

(Seillas) – – –

Negatif Sampel

M+Baku 0.876 Merah Jambu Kuning

15

Sampel N

(Implora 1) 0.835 Merah Jambu Kuning

Negatif Sampel

N+Baku

0.829

0.882 Merah Jambu Kuning

16

Sampel O

(Implora 2) 0.829 Merah Jambu Kuning

Negatif Sampel

O+Baku

0.823

0.870 Merah Jambu Kuning

17

Sampel P

(Aich) 0,823 Merah Jambu Kuning

Negatif Sampel

P+Baku

0.829

0.864 Merah Jambu Kuning Keterangan : ─ = negatif

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada sampel yang memberikan

hasil positif. Suatu senyawa yang mengandung rhodamin B dapat dilihat nodanya

yang jelas secara visual berwarna merah jambu dan dengan lampu UV 254 nm

memberikan fluoresensi kuning.

Selain itu, untuk mengidentifikasi suatu senyawa dapat kita lakukan

dengan melihat harga Rf-nya. Identifikasi sahih dilakukan jika senyawa yang

dianalisis dibandingkan dengan senyawa pembanding dan dengan campuran yang

terdiri atas senyawa yang dianalisis dan senyawa pembanding (cara spiking) pada

lapisan yang sama (Gritter, 1991).

Dari tabel dapat dilihat bahwa tidak ada sampel yang memberikan harga

Rf yang berdekatan dengan pembandingnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa

(43)

4.2 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B

Penentuan panjang gelombang maksimum larutan rhodamin B dilakukan

pada konsentrasi 2 ppm dengan rentang panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini

dilakukan karena larutan rhodamin B merupakan larutan berwarna. Menurut

Sujdadi (2007), sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Selain

itu pengukuran dilakukan pada rentang tersebut karena pada panjang gelombang

maksimum kepekaannya juga maksimum dan sekitar panjang gelombang

maksimum bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum

Lambert-Beer akan terpenuhi (Rohman, 2007).

[image:43.595.194.428.389.594.2]

Hasil penentuan panjang gelombang larutan rhodamin B dapat dilihat pada

gambar 3.1.

Gambar 1. Kurva Resapan Rhodamin B (Konsentrasi 2 mcg/ml)

Panjang gelombang maksimum untuk larutan rhodamin B yang digunakan

dalam penelitian ini adalah λ 544 nm. Menurut literatur panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 543,335 (Aldrich, 1992). Perbedaan panjang

(44)

Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 3 nm. Berarti dalam hal ini bahwa panjang

gelombang maksimum larutan rhodamin B dapat diterima sebagai analisis

rhodamin B pada sampel.

Perbedaan panjang gelombang ini kemungkinan disebabkan karena

kondisi dari alat yang digunakan, dimana spektrofotometer yang digunakan untuk

pengukuran seharusnya dikalibrasi dengan baik terhadap skala panjang

gelombang dan absorbansinya.

4.3 Penentuan Operating Time

Penentuan operating time dari rhodamin B secara Spektofotometri Sinar

Tampak dilakuan dengan selang waktu 1 menit setelah ditambahkan metanol p.a.

Dari data yang diperoleh, waktu pengukuran yang stabil dimulai dari menit ke-15

sampai menit ke-18 (Data pengamatan pada lampiran 1).

Dari data operating time yang diperoleh, diambil untuk penentuan waktu

kerja adalah data yang mempunyai kesamaan angka tiga desimal. Tidak

diperolehnya kesamaan angka empat desimal. Hal ini disebabkan kondisi alat dan

arus listrik yang tidak stabil yang mempengaruhi alat spektrofotometer.

4.4 Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B

Penentuan linearitas kurva kalibrasi larutan rhodamin B dilakukan dengan

membuat berbagai konsentrasi pengukuran yaitu 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 mcg/ml.

(45)
[image:45.595.120.446.116.428.2]

Tabel 4.2. Tabel Kurva Kalibrasi Rhodamin B

Linearitas kurva kalibrasi rhodamin B dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 4.2. Hasil Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B λ 544 nm. Hasil perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi diatas diperoleh

persamaan regresi Y = 0,2053 X + 0,00462 dengan koefisien korelasi (r) sebesar

0,9999 yang menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan

konsentrasi, artinya dengan meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga

meningkat. Hal ini berarti terdapat 99,99% data yang memiliki hubungan linear

(Sudjana, 2002).

Penentuan kadar tidak dilakukan sebab hasil analisis kualitatif tidak

(46)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Bahwa dari hasil identifikasi, tidak ditemukan adanya pewarna rhodamin

B pada pemerah pipi yang berarti bahwa pemerah pipi yang beredar di Pusat Pasar

Kota Medan sudah aman dari rhodamin B.

4.2. Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan

kadar zat pewarna barbahaya lain yang beredar di pasaran secara HPLC baik

dalam betuk pemerah pipi atau bentuk sedian kosmetik lainnya.

Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. (2006). Waspadai Kosmetik Murah!

Anonimb. (2008). Kenali Bahaya Kosmetik. kenali-bahaya-kosmetik/trackback.

Aldrich. (1992). Aldrich Chemical Catalogue. Milwaukee, USA: Aldrich Chemical Company.

Budavari, S. (1989). The Merck Index. Encyclopedia of chemicals, Drugs, and Biologicals. Elevent Edition. Whitehouse: Merck & Co., Inc.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 189.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1061.

Ditjen POM. (1998). Permenkes RI No445/Menkes/Per/V/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. (2000). Metode Analisa PPOMN. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 35-36.

Gritter, R.J., dan James, M.R. (1991). Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 107, 133.

Lesmono, M.B, dkk. (1985). Kamus Istilah kosmetik. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 38.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 222-223, 261-262.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 1-2, 35-36.

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: ITB Press. Hal. 20-25.

(48)

Tranggono, R.I.S dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-8, 93-96.

Vogel.A.I. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 810.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 26-29, 40, 63, 122-124.

(49)

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Harga Rf

Harga Rf =

awal titik dari depan garis jarak awal titik dari bercak pusat titik jarak

Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal = 17

Harga Rf untuk baku pembanding = 0,976 17

6 , 16

=

Harga Rf untuk sampel I + baku pembanding = 0,929 17

15,8

=

Harga Rf untuk sampel I = 0,918 17

6 , 15

(50)

Lampiran 2. Penentuan Operating Time

(51)
(52)

Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi

No

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

XY X2 Y2

X Y

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 1,0000 0,212 0,212 1,0000 0,0449

3 1,5000 0,316 0,474 2,2500 0,0998

4 2,0000 0,415 0,83 4,0000 0,1727

5 2,5000 0,520 1,3 6,2500 0,2704

6 3,0000 0,619 1,857 9,0000 0,3831

n=6 ∑X=10,000

0 ∑Y=2,0850

∑XY=4,673 0

∑X2

=22,500

0 ∑Y

2

= 0,9706

1,6667 0,3470

Y = ax + b

a =

(

) ( )( )

(

X

)

( )

X n

n Y X XY / / 2 2

− − =

(

) ( )(

)

(

22,5000

) ( )

10 /6

6 / 0850 , 2 10 6730 , 4 2 − −

= 0,2053 b =

= (0,347) ─ (0,2053) (1,6667) = 0,0046

Sehingga diperoleh persamaan regresi Y = 0,2053 X + 0,0046

Untuk mencari hubungan kadar (X) dengan luas puncak (Y) digunakan pengujian

koefisien korelasi

r =

(

) ( )( )

(

)

( )

[

X X n

]

[

( )

Y

( )

Y n

]

n Y X XY / / / 2 2 2 2

− −

r =

(

) ( )(

)

( ) ( )

[

22,5 10 /6

]

[

(

0,9706

) (

2,0856

)

/6

]

6 / 0856 , 2 10 6730 , 4 2 2 − −
(53)
[image:53.595.131.494.95.347.2]

Lampiran 5. Alat Spektrofotometer

(54)
[image:54.595.183.440.127.405.2]

Lampiran 6. Alat timbangan digital

(55)
[image:55.595.183.441.97.694.2]

Lampiran 7. Gambar Sampel

Gambar 3. Pemerah Pipi Wardah (Kode Sampel – A)

Gambar 4. Pemerah Pipi Avon (Kode Sampel – B)

(56)

Gambar 6. Pemerah Pipi Sutsyu (Kode Sampel – D)

Gambar 7. Pemerah Pipi Chanel (Kode Sampel – E)

(57)

Gambar 9. Pemerah Pipi aubeau (Kode Sampel – G)

Gambar 10. Pemerah Pipi Louvre 1 (Kode Sampel – H)

(58)

Gambar 12. Pemerah pipi Sutsyu 2 in 1 (Kode Sampel – J)

[image:58.595.177.453.83.675.2]

Gambar 13. Sylvie Lawrens (Kode Sampel – K)

(59)

Gambar 15. Pemerah pipi Siellas (Kode Sampel – M)

[image:59.595.179.447.81.679.2]

Gambar 16. Pemerah pipi Implora (Kode Sampel – N,O)

(60)

Lampiran 8. Gambar Plat KLT 20 x 20

[image:60.595.133.488.95.483.2]

X A+X A B+X B C+X C D+X D

Gambar 18. Plat A

Keterangan :

Kode X : BPFI Rhodamin B

Kode A : Wardah

Kode A+X : Wardah + BPFI Rhodamin B

Kode B : Avon

Kode B+X : Avon + BPFI Rhodamin B

Kode C : Cherveen

Kode C+X : Cherveen + BPFI Rhodamin B

Kode D : Sutsyu

(61)
[image:61.595.135.490.84.483.2]

X E+X E F+X F G+X G H+X H

Gambar 19. Plat B

Keterangan :

Kode X : BPFI Rhodamin B

Kode E : Chanel

Kode E+X : Chanel + BPFI Rhodamin B

Kode F : MAC

Kode F+X : MAC + BPFI Rhodamin B

Kode G : Aubeau

Kode G+X : Aubeau + BPFI Rhodamin B

Kode H : Louvre 1

(62)
[image:62.595.135.491.83.468.2]

X I I+X J J+X K K+X L L+X

Gambar 20. Plat C

Keterangan :

Kode X : BPFI Rhodamin B

Kode A : Cosmic

Kode A+X : Cosmic + BPFI Rhodamin B

Kode B : Sutsyu

Kode B+X : Sutsyu + BPFI Rhodamin B

Kode C : Silvie Lowrens

Kode C+X : Silvie Lowrens + BPFI Rhodamin B

Kode D : Louvre 2

(63)
[image:63.595.136.486.83.489.2]

X M M+X N N+X O O+X P P+X

Gambar 21. Plat D

Keterangan :

Kode X : BPFI Rhodamin B

Kode M : Siellas

Kode M+X : Siellas + BPFI Rhodamin B

Kode N : Implora I

Kode N+X : Implora I + BPFI Rhodamin B

Kode O : Implora II

Kode O+X : Implora II + BPFI Rhodamin B

Kode P : Aich

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)

Gambar

Gambar Sampel  ..................................................................  40
Tabel 2.1. Zat Warna Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
Tabel 4.1. Hasil Analisa Kualitatif Rhodamin B pada Sampel
gambar 3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengangkat judul Pengaruh Adopsi Inovasi Dan Harga Produk Terhadap Keberhasilan Usaha Online Shop Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Usaha Bisnis Online Artemis

(1) Penerbitan sertifikat fasilitas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), untuk kelompok fasilitas peralatan dan utilitas bandar

Membuat sistem pengambilan keputusan yang optimal dengan beberapa kriteria menggunakan fuzzy multi- criteria decision making untuk memilih lokasi. penempatan pemancar stasiun

Citra digital merupakan salah satu dari beberapa jenis informasi yang dapat ditemukan pada internet. Kemudahan dalam bertukar informasi pada saat ini tentu saja tidak

sesi tanya jawab tersebut terdapat pertanyaan yang diajukan oleh calon peserta lelang. Tipe Madya Pabean

Kontribusi Secara Bersama Komitmen Organisasi, Kecerdasan emosional, Budaya Organisasi, Kompensasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja profesional guru SMA Negeri di Kota

Kodotchigova (2001) has suggestions about step-by-step guide to make successful role play based on her research, first step is a situation for a role play, where the teacher

TT = Dummy-muuttuja, joka saa arvon 1, jos yritys on hyväksytyn tilintarkastajan tarkastama tai arvon 0, jos yritys on maallikon tarkastama; LnKoko = yrityksen kokoa