SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEND PER SHARE PADA INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH
KHALIJAH 090521067
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji faktor yang mempengaruhi Dividen Per Share pada industri barang konsumsi Di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini terdiri dari 5 variabel yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share. Periode penelitian ini adalah pada tahun 2006-2009.
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Dividen Per Share pada industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia yaitu analisis deskriptif dan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik yaitu uji signifikansi simultan (uji statistik F) dan uji signifikansi parsial (uji statistik t) dengan α=5%.
Hasil uji signifikansi simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap Dividen Per Share. Hal ini dapat dilihat dari hasil SPSS
yang menunjukkan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α=5% (0,002<0.05). Hasil uji signifikansi parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel Firm Size dan Earning Per Share mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Dividen Per Share dimana tingkat
signifikannya lebih kecil dari α=5% (0,000<0.05). Sedangkan variabel bebas yang lain yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Return On Asset tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Dividen Per Share
ABSTRACT
This research has purposed to proof the influence of dividen per share in industry goods consumption on Indonesia Stock Exchange. This research contains of five variable, such as Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share. This research during 2006 to 2009.
Analisys method used to proof the influence of Dividen Per Share in industry goods consumption on Indonesia Stock Exchange is analysis deskriptif and statistic. Hypothesis test in this research use F-test and t-test.
The result of research used F-test indicate that Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share are together have significant effect to Dividen Per Share. The result of research used t-test indicate that Firm Size variable and Earning Per Share variable is partiality have positive and signifikan effect to Dividen Per Share, but Current Ratio, Debt to Equity Ratio and Return On Asset has no significant effect to Dividen Per Share.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT semata atas rahmat
dan Hidayah-Nya. Salawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga,
sahabat, dan pengikutnya hingga akhir masa.
Alhamduliilah hanya dengan kekuatan dan kemudahan yang diberikan-Nya dalam
menghadapi berbagai cobaan dan tantangan, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ ANALISIS FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEN PER
SHARE PADA INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA ”
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa segala daya upaya yang telah penulis lakukan tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada seluruh pihak yang
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu DR. Endang Sulystia Rini SE, MSi selaku Ketua Program Studi Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu DR. Isfenti Sadalia, ME selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing saya.
4. Ibu DRA. Marhayanie, MSi selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi
5. Bapak DR. Muslich Lufti, MBA selaku dosen penguji I yang telah bersedia meluangkan
waktunya dalam memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs Nakman Harahap selaku dosen penguji II yang telah bersedia meluangkan
waktunya dalam memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan Staff Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
8. Terima kasih yang tak terhingga buat kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Kasijo dan
Ibunda Nurleli yang telah memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungannya
secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
9. Untuk adik-adikku yang kusayangi Hardiansyah dan Hana Karmila yang telah
memberikan motivasi dan doanya selama ini.
10.Terima kasih buat tulang Marosolo yang telah memberikan doa dan bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11.Kepada teman-temanku, Afrina, Rini, Leli, Falen, Elvi, Mona , Hotma terima kasih atas
pertemanan dan dukungannya selam ini kepada penulis dan semua teman-teman stambuk
Terima kasih atas segala bantuan yang penulis terima, semoga Allah SWT
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga kita selalu berada dalam
lindungan-Nya.
Medan, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.2 Kebijakan Pemberian Dividen ... 10
2.1.3 Teori Kebijakan Dividen ... 12
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen ... 14
2.1.5Kendala Atas Pembagian Dividen ... 16
2.1.6 Rasio Keuangan ... 17
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Perusahaan ... 36
4.1.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 36
4.1.2 Profil Perusahaan ... 40
4.3 Analisis Data ... 54
4.3.1 Uji Asumsi Klasik ... 54
4.3.2 Regresi Linear Berganda ... 66
4.3.2.1 Koefisien Determinasi ... 68
4.3.2.2 Pengujian Hipotesis ... 68
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Dividen Per Share Industri Barang Konsumsi ... 5
3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Karateristik Penarikan Sampel pada Industri Barang Konsumsi ... 29
3.2 Sampel Penelitian Industri Barang Konsumsi... 30
3.3 Kriteria Pengambilan Keputusan Durbin Watson ... 33
4.1 Rata-rata Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Assets, Firm Size, Earning Per Share, dan Dividend Per Share pada Industri Barang Konsumsi yang Terdaftardi Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009 ... 60
4.2 Current Ratio Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 45
4.3 Debt to Equity Ratio Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 47
4.4 Return on Assets Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 48
4.5 Firm Size Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 50
4.6 Earning Per Share Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 51
4.7 Dividend Per Share Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ... 53
4.8 Uji Normalitas pada Industri Barang Konsumsi One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 60
4.9 Uji Glejser pada Industri Barang Konsumsi ... 63
4.10 Uji Multikolinearitas pada Industri Barang Konsumsi ... 64
4.11 Uji Autokorelasi Durbin Watson pada Industri Barang Konsumsi ... 65
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 24 4.1 Histogram Dependent Variable (LN Dividen Per Share)
pada Industri Barang Konsumsi ... 56 4.3 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent
Variable (LN Dividen Per Share) pada Industri Barang Konsumsi ... 58 4.5 Scatterplot Dependent Variabel (LN Dividen Per Share) pada
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
I Sampel Penelitian Industri Barang Konsumsi ... 123 II Hasil Pengolahan Data dengan Pengolahan SPSS 17.0 for
DAFTAR SINGKATAN
CR = Current Ratio
DER = Debt to Equity ratio
DPS = Dividend Per Share
FS = Firm Size
LN = Logaritma Natural
ROA = Return on Asset
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji faktor yang mempengaruhi Dividen Per Share pada industri barang konsumsi Di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini terdiri dari 5 variabel yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share. Periode penelitian ini adalah pada tahun 2006-2009.
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Dividen Per Share pada industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia yaitu analisis deskriptif dan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik yaitu uji signifikansi simultan (uji statistik F) dan uji signifikansi parsial (uji statistik t) dengan α=5%.
Hasil uji signifikansi simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap Dividen Per Share. Hal ini dapat dilihat dari hasil SPSS
yang menunjukkan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α=5% (0,002<0.05). Hasil uji signifikansi parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel Firm Size dan Earning Per Share mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Dividen Per Share dimana tingkat
signifikannya lebih kecil dari α=5% (0,000<0.05). Sedangkan variabel bebas yang lain yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Return On Asset tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Dividen Per Share
ABSTRACT
This research has purposed to proof the influence of dividen per share in industry goods consumption on Indonesia Stock Exchange. This research contains of five variable, such as Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share. This research during 2006 to 2009.
Analisys method used to proof the influence of Dividen Per Share in industry goods consumption on Indonesia Stock Exchange is analysis deskriptif and statistic. Hypothesis test in this research use F-test and t-test.
The result of research used F-test indicate that Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share are together have significant effect to Dividen Per Share. The result of research used t-test indicate that Firm Size variable and Earning Per Share variable is partiality have positive and signifikan effect to Dividen Per Share, but Current Ratio, Debt to Equity Ratio and Return On Asset has no significant effect to Dividen Per Share.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri barang konsumsi.
Industri barang konsumsi bergerak cepat (fast moving consumergoods) tumbuh pesat sebesar
11,8% pada tahun 2010 seiring bergesernya perilaku belanja konsumen. Pertumbuhan industri
barang konsumsi didukung bangkitnya perekonomian Indonesia dari krisis keuangan global pada
tahun 2008 dan tahun 2009 dengan capaian produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan
ekonomi sebesar 6,1% pada tahun 2010.
Sepanjang semester I tahun 2010, tercatat ada 3 (tiga) indeks sektoral yang tumbuh paling
tajam, yaitu sektor industri barang konsumsi sebesar 41,93%, sektor aneka industri sebesar
32,22%, dan yang terakhir sektor manufaktur sebesar 29,94%. Kenaikan indeks sektoral tersebut
banyak didukung oleh kenaikan barang-barang yang dihasilkan oleh emiten-emiten yang
tergabung didalamnya, antara lain sektor industri barang konsumsi yang terdiri dari 32 emiten.
Beberapa nama emiten yang cukup dikenal dan disinyalir ikut mendongkrak kinerja
indeks sektor barang konsumsi secara signifikan antara lain PT Gudang Garam (GGRM), PT
Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Kalbe Farma
Tbk (KLBF), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR). Kenaikan
barang konsumsi diatas terbilang cukup tinggi dengan rata-rata kenaikan sebesar 53,81%.
Kenaikan harga yang cukup tajam tersebut menjadikan emiten-emiten yang terdaftar dalam
industri barang konsumsi tersebut sebagai market mover untuk indeks sektoral konsumsi bahkan
Pembagian dividen sangat penting bagi perusahaan karena dengan membagikan dividen
dapat membantu perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan. Kebijakan pembayaran
dividen mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan yang membayar dividen.
Para pemegang saham umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil karena
akan meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan sehingga mengurangi
ketidakpastian pemegang saham dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan.
Besar kecilnya dividen yang dibayarkan tergantung pada kebijakan dividen suatu
perusahaan. Kebijakan dividen suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang
berkepentingan dan saling bertentangan, kepentingan para pemegang saham dengan dividennya,
dan kepentingan perusahaan dengan laba ditahannya. Dividen yang dibayarkan kepada
pemegang saham tergantung kepada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga
memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari manajemen perusahaan. Kebijakan dividen
pada hakikatnya adalah menentukan posisi keuntungan yang akan dibagikan kepada para
pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan.
Kebijakan dividen perusahaan tergambar pada dividen per share-nya yaitu besar dividen
yang diberikan kepada para investor. Besar kecilnya dividen per share yang dibagikan akan
mempengaruhi keputusan investasi para investor dan disisi lain berpengaruh pada kondisi
keuangan perusahaan. Pertimbangan mengenai dividen per share berkaitan dengan kinerja
keuangan perusahaan. Bila kinerja keuangan perusahaan bagus maka perusahaan tersebut akan
mampu menetapkan dividen per share-nya sesuai dengan harapan investor dan tentu saja tanpa
mengabaikan kepentingan perusahaan untuk tetap sehat dan tumbuh.
Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya
penting karena mewakili kepentingan perusahaan berhubungan dengan pihak lain. Suatu
perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajiban
utang-utangnya. Current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Dimana jika current ratio nya lebih dari satu maka semakin besar kemampuan perusahaan
membayar kewajibannya. Sehingga kemampuan membayar dividennya juga tinggi.
Debt to Equity Ratio merupakan rasio hutang terhadap modal. Rasio ini mengukur
seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini
menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono,2001:66). Suatu perusahaan
akan memprioritaskan keuntungan yang diperolehnya untuk membayar hutang sedangkan
sisanya akan dibagikan sebagai dividen per share. Hal ini yang menyebabkan debt to equity ratio
berpengaruh dalam pembagian dividen.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa
mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Return On Asset
(ROA) adalah satu ukuran profitabilitas dan juga merupakan ukuran efektivitas perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan. Return On Asset (ROA) diukur dari laba bersih setelah pajak
(earning after tax) terhadap total assetnya yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan
profitabilitas perusahaan. Semakin besar Return On Asset menunjukkan kinerja perusahaan yang
semakin baik karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar. Tingkat hasil
pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut
dalam bentuk dividen kepada pemegang saham. Perusahaan yang memperoleh keuntungan
keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.
Ukuran perusahaan (firm size) menunjukkan dimana perusahaan besar cenderung
membagi dividen yang besar dari pada perusahaan kecil. Perusahaan yang lebih besar yang
memiliki asset yang besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga untuk menjaga
nama baik perusahaan tersebut, mereka akan membagikan dividen dalam jumlah besar
dibandingkan dengan perusahaan kecil yang lebih banyak menggunakan laba yang diperolehnya
untuk mendanai operasi perusahaan dari pada membagikan dividen kepada pemegang saham.
Setiap perusahaan yang menjalankan operasi perusahaanya tentu mampu menghasilkan
keuntungan bersih (earning). Keuntungan bersih (earning) yang dinyatakan dalam tiap
lembarnya dinyatakan dalam Earning Per Share. Dividen akan dibayarkan jika perusahaan
mampu mendapatkan keuntungan bersih, dengan begitu laba bersih per saham (EPS) akan
mempengaruhi dalam pembagian dividen. Berikut adalah dividen per share yang dihasilkan
industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia
Tabel 1.1
Dividen Per Share Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia
Sumber:
No. Perusahaan Dividen Per Share (dalam Rupiah)
Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dividen per share yang dibagikan setiap tahun mengalami
peningkatan dan penurunan setiap tahunnya. Namun ada beberapa perusahaan yang membagikan
dividen setiap tahunnya yang mengalami peningkatan yaitu AQUA, DLTA, GGRM, INDF,
KLBF, MYOR. Pada tahun 2009 DLTA membagikan dividen per share yang cukup besar
dibanding tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 9.500. Meningkatnya pembayaran dividen dikarenakan
perusahaan mampu memperoleh keuntungan yang cukup besar dan memiliki kinerja perusahaan
yang baik. Begitu juga dengan MERK, dividen per share yang dibagikan pada tahun 2008
sebesar Rp 5.350 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun 2007 sebesar
Rp 2.300. Pada tahun 2008 MLBI juga membagikan dividen per share sebesar Rp. 15 yang
mengalami peningkatan dibanding dividen per share pada tahun 2007 sebesar Rp. 3,6.
Sedangkan perusahaan lainnya dividen per share yang dibagikan mengalami peningkatan dan
penurunan setiap tahunnya.
Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penulis akan melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Dividen Per Share Pada Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
“Apakah Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share,
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Dividen Per Share pada Industri Barang
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah ntuk mengetahui dan
menganalisis hubungan pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm
Size, Earning Per Share, terhadap Dividend Per Share pada Industri Barang Konsumsi di Bursa
Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam
mengambil keputusan penentuan pembagian dividen agar dapat memaksimalkan nilai
perusahaan sehingga dapat menarik para investor atau calon investor untuk menanamkan
modalnya pada waktu yang akan datang.
b. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan
berpikir yang ilmiah khususnya mengenai Dividen Per Share dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
c. Bagi Investor
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil
keputusan untuk membeli atau menjual saham sehubungan dengan harapan atas dividen
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti
selanjutnya yang akan memberikan perbandingan dalam kegiatan penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Dividen
Dividen adalah sumber aliran kas untuk perusahaan dan memberikan informasi tentang
kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. Dividen merupakan bagian dari laba yang dibagikan
kepada pemegang saham. Ada dua jenis dividen, yaitu dividen saham preferen yang dibayarkan
secara tetap dalam jumlah tertentu, dan dividen saham biasa yang dibayarkan apabila perusahaan
mendapat laba. Pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham perlu diputuskan oleh Dewan
Direksi Perusahaan. Direksi biasanya mengadakan pertemuan yang membahas tentang dividen
setiap kuartalan atau setengan tahun dengan melakukan evaluasi posisi keuntungan periode lalu
dan menentukan posisi yang akan datang dengan menentukan jumlah dividen yang harus dibayar
dan menentukan tanggal-tanggal yang berkaitan dengan dividen.
Adapun tujuan dari pembagian dividen adalah sebagai berikut:
a. Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena tingginya dividen
yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham.
b. Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen, diharapkan kinerja
perusahaan dimata investor bagus dan dapat diakui bahwa perusahaan mampu menghadapi
gejolak ekonomi dan mampu memberikan hasil kepada investor.
c. Sebagian investor memandang bahwa resiko dividen adalah lebih rendah dibanding resiko
capital gain.
d. Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan
e. Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham.
2.1.2. Kebijakan Pemberian Dividen
Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau
akan ditahan untuk menambah modal guna pembiyaan di masa yang akan datang. Ada beberapa
bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash devidend yang diberikan oleh perusahaan
kepada pemegang saham. Bentuk-bentuk kebijakan dividen tersebut adalah:
1. Kebijakan pemberian dividen stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya akan diberikan secara tetap per lembar
sahamnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan
berfluktuasi. Kebijakan pembayaran dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh
perusahaan, karena beberapa alasan :
a. Bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil diprediksi memiliki risiko
yang kecil.
b. Bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek
yang baik di masa akan datang.
c. Akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi sebab
dividen selalu dibayarkan.
2. Kebijakan dividen yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham
3. Kebijakan dividen dengan rasio yang konstan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh
oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh, semakin besar dividen yang
dibayarkan. Demikian pula sebaliknya bila laba kecil, dividen yang dibayarkan juga kecil.
4. Kebijakan pemberian dividen reguler ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen, dengan cara ini perusahaan menentukan jumlah pembayaran
dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila
keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
Kebijakan dividen yang yang optimal pada pada suatu perusahaan adalah kebijakan
keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga
memaksimumkan harga saham. Secara umum ada tiga dasar dari kebijakan dividen, antara lain:
1. Kebijakan dividen biasa
Pada kebijakan dividen biasa atau reguler dividend policy, perusahaan membayar dividen
per lembar saham dalam rupiah yang tetap setiap periode. Kebijakan ini meniadakan
keragu-raguan investor atau pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa
perusahaan dalam keadaan baik dan lancar. Pada kebijakan ini dividen per lembar saham
tidak pernah turun.
2. Kebijakan dividen dengan persentase tetap pembayaran dividen tunai
Kebijakan ini dikenal dengan nama constant payout ratio dividend policy.
3. Kebijakan dividen rendah plus ekstra
Kebijakan ini dikenal dengan nama lower reguler and ekstra dividend policy. Menurut
kebijakan ini perusahaan membayar dividen tunai secara rutin setiap periode dalam jumlah
jumlah pembayaran tetap tersebut akan ditambah pembayaran dividen ekstra. Pada jumlah
pembayaran reguler atau biasa, yang tetap ini menjamin kepastian bagi pemilik saham dan
karena jumlahnya rendah hal ini juga akan menenteramkan perusahaan. Pada laba yang
sangat bagus, perusahaan akan membayarakan ekstra dividen bagi pemegang saham.
Pembayaran ekstra ini akan disambut baik oleh pasar dan akan menaikkan harga saham.
2.1.3. Teori-teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa teori dari preferensi investor tentang pembayaran dividen antara lain
(Brigham dan Houston, 2006: 66):
1. Teori Ketidakrelevanan Dividen
Teori yang dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai
suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan
resiko bisnisnya. Dengan kata lain, MM berpendapat bahwa pendapatan tersebut dibagi
diantara dividen dan laba yang ditahan.
2. Teori Bird in the Hand
Teori yang dikemukakan oleh Gordon dan Lintner. Mereka berpendapat bahwa tingkat
pengembalian atas ekuitas akan turun apabila rasio pembagian dividen dinaikkan karena para
investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang akan
dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan dengan seandainya mereka menerima
dividen. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih
menghargai pendapatan yang diharapkan dividen daripada pendapatan dari keuntungan
3. Teori Preferensi Pajak
Teori yang menyatakan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah
daripada tinggi. Hal ini karena adanya pajak yang dikenakan pada dividen. Investor
menganggap bahwa pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga
saham, dan keuntungan modal (capital gain) yang pajaknya rendah akan menggantikan
dividen yang pajaknya lebih tinggi.
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003 :387) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen antara lain yaitu :
1. Peraturan hukum:
a. Peraturan mengenai laba bersih menetukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba tahun
yang lalu dan laba tahun berjalan.
b. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal dengan melarang pembayaran
dividen yang berasal dari modal.
c. Peraturan mengenai tidak mampu membayar, artinya perusahaan boleh tidak membayar
dividen jika tidak mampu.
2. Posisi Likuiditas
Posisi kas atau likuiditas perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan membayar
dividen. Bagi perusahaan yang memiliki laba ditahan yang cukup, tetapi manajemen
memutuskan untuk menginvestasikan kedalam aktiva maka perusahaan tidak dapat
3. Membayar Pinjaman
Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya atau untuk
pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo atau ia dapat
menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman.
4. Kontrak Pinjaman
Kontrak pinjaman yang menyangkut pinjaman jangka panjang sering kali membatasi
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai.
5. Pengembangan Aktiva
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan semakin besar kebutuhannya untuk membiayai
pengembangan aktiva perusahaan. Semakin banyak dana yang dibutuhkan dikemudian hari,
semakin banyak laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan.
6. Tingkat Pengembalian
Tingkat pengembalian atas asset menentukan pembagian laba dalam bentuk dividen yang
dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali didalam perusahaan
maupun tempat lain.
7. Stabilitas keuntungan
Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dpat memperkirakan bagaimana
keuntungan dikemudian hari. Maka perusahaan tersebut kemungkinan besar akan
membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan presentase yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi.
8. Pasar modal
Perusahaan besar dengan profitabilitas yang tinggi dan keuntungan yang teratur dapat
untuk pembiayaannya dan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan kecil atau yang masih baru.
9. Kendali perusahaan
Jika perusahaan hanya memperluas uasahanya dari pembiayaan intern maka
pembayarandividen akan berkurang.
2.1.5. Kendala Atas Pembagian Dividen
Beberapa kendala dalam pembagian dividen, antara lain:
1. Kontrak Utang
Biasanya membatasi pembagian dividen dari laba ditahan yang dihasilkan setelah pinjaman
diberikan. Kontrak utang juga seringkali mensyaratkan bahwa tidak ada dividen yang dapat
dibagikan kecuali rasio lancar, rasio kemampuan membayar bunga
(time-interst-earned-ratio) dan rasio-rasio pengaman lainnya melebihi batas minimum yang ditetapkan.
2. Pembatasan saham preferen
Biasanya, dividen saham biasa tidak akan dapat dibayarkan jika perusahaan belum
membayarkan dividen untuk saham preferennya.
3. Ketidakcukupan Laba
Pembayaran dividen tidak boleh melebihi “laba yang ditahan” pada pos neraca. Pembayaran
resmi ini disebut “impaiment of capital rule”, dirancang untuk melindungi kreditor.
4. Ketersediaan Kas
Dividen tunai dapat dibagikan hanya dengan uang kas. Jadi kekurangan kas di perusahaan
dapat membatasi pembagian dividen. Namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan
5. Denda pajak atas penahanan laba yang tidak wajar.
Jika rasio pembayaran dividen suatu perusahaan sengaja dibuat rendah untuk menolong
para pemegang sahamnya menghindari pajak pribadi, perusahaan tersebut akan dikenai
denda yang berat.
2.1.6. Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2008: 297), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan
yang signifikan. Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi
keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio ini memiliki keunggulan dibanding dengan teknik
analisis lainnya.
Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan
ditafsirkan.
b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan
yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan
model prediksi (Z-score).
e. Menstandarisir ukuran (size) perusahaan.
f. Lebih mudah memperbandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat
perkembangan perusahaan secara periodik atau ”time series”.
Teknik analisis rasio disamping memiliki keunggulan, juga memiliki beberapa keterbatasan
yang harus disadari ketika penggunaannya. Adapun keterbatasan analisis rasio itu adalah sebagai
berikut:
a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan
pemakainya.
b. Keterbatasan yang dimiliki laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik seperti ini:
1. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan
judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif.
2. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost)
bukan harga pasar.
3. Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio.
4. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda
oleh perusahaan yang berbeda.
c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan untuk
menghitung rasio.
d. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
e. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak
sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
Analisis fundamental berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Dengan analisis
ini diharapkan calon investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang
nantinya menjadi milik investor. Pada umumnya nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh
Informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis
informasi yang paling mudah didapatkan dibandingkan alternatif informasi lainnya bagi
investor yang melakukan analisis fundamental. Disamping itu, informasi laporan keuangan
akuntansi sudah cukup menggambarkan kepada investor sejauh mana perkembangan kondisi
perusahaan selama ini dan apa yang telah dicapainya.
Analisis rasio keuangan akan melihat teknik analisis laporan keuangan dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam
jangka waktu pendek. Rasio ini terbagi menjadi Current Ratio, Quick Ratio, dan
Net-Workoing Capital.
2. Rasio Leverage
Rasio leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
panjang, dimana rasio ini terbagi menjadi Debt Ratio, Debt to Equity Ratio, Long-Term Debt
to Equity Ratio, Long-Term Debt to Capilization Ratio, Times Interest Earned, Cash Flow
Interest Coverage dan Cash Return on Sales.
3. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan, terbagi menjadi Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets
4. Rasio Pasar
Rasio pasar menunjukkan informasi penting perusahaan dan diungkapkan dalam basis per
saham. Rasio ini terbagi menjadi Dividend per Share, Earning per Share, Dividend Payout
Ratio, Price Earning Ratio, Book Value per Share, dan Price to book Value.
2.2. Penelitian Terdahulu
Surbakti (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Faktor-faktor Internal Yang
Mempengaruhi Dividen Per Share Perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”.
Pada penelitian ini digunakan variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Earning Per Share,
Dividen Tahun Sebelumnya, Total Asset Turn Over. Hasil uji signifikansi simultan (uji F)
menunjukkan bahwa variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Dividen
Tahun Sebelumnya, Total Asset Turn Over mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Dividen Per Share. Hasil uji signifikansi individual (uji t) menunjukkan bahwa variabel Earning
Per Share, dan Dividen Tahun Sebelumnya mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
Dividen Per Share. Sedangkan variabel bebas yang lain yaitu Current Ratio, Debt to Equity
Ratio, dan Total Asset Turn Over tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividen
per share.
Sumariyati (2009) melakukan penelitian dengan judul” Analisis Pengaruh ROI, Cash
Ratio, dan EPS Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2006-2008.” Berdasarkan Uji F diperoleh hasil bahwa variabel ROI, CR, dan
EPS berpengaruh secara signifikan terhadap DPR, dan dengan menggunakan Uji t maka di
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penjelasan secara teoritis pertautan antara variabel yang
akan diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan (Sugiyono, 2006: 49).
Dividen merupakan aliran tunai bersih bebas yang didistribusikan perusahaan kepada
pemegang saham. Jumlah dividen yang dibayarkan terhadap pendapatan perusahaan atau
pendapatan tiap lembar disebut rasio pembayaran dividen.
Likuiditas perusahaan merupakan posisi perusahaan dalam aktiva lancar termasuk kas.
Perusahaan dengan laba ditahan yang besar sukses dalam mengumpulkan kas dari operasi. Tapi
dana ini biasanya tidak diinvestasikan kembali dalam perusahaan untuk periode pendek atau
digunakan untuk membayar kas. Karena dividen dibayarkan dengan kas tidak dengan laba
ditahan, perusahaan harus memiliki kas yang tersedia untuk pembayaran dividen. Maka, posisi
likuiditas perusahaan sangat berpengaruh pada kemampuan membayar dividen
(Keown,2000:621).
Penggunaan hutang dalam perusahaan dapat mengurangi keuntungan perusahaan karena
perusahaan harus membayar sejumlah biaya berupa bunga pinjaman (Sartono, 2001:121)
Dimana debt to equity ratio merupakan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan untuk keseluruhan utang. Dimana semakin tinggi debt to equity ratio akan
mengakibatkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan, yang mengakibatkan pembagian
dividen juga akan semakin kecil.
Return On Asset (ROA) adalah satu ukuran profitabilitas dan juga merupakan ukuran
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Return On Asset (ROA) diukur dari
laba bersih setelah pajak (earning after tax) terhadap total assetnya yang mencerminkan
dalam rangka menghasilkan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi Return On Asset (ROA)
maka pembagian dividen juga semakin besar.
Akses perusahaan pada pasar modal yang menunjukkan bahwa perusahaan dapat
menahan laba untuk tujuan investasi, atau membayar dividen dan menerbitkan utang baru atau
sekuritas modal untuk mendanai investasi. Perusahaan besar dapat dengan mudah mengakses ke
pasar modal, sehingga memiliki fleksibilitas dan kemampuan lebih besar untuk mendapatkan
dana bagi pembayaran dividen. Tetapi untuk sebagian besar perusahaan kecil atau baru tidak
memiliki akses kepasar modal, jadi mereka harus bergantung pada dana internal. Yang
mengakibatkan, rasio pembayaran dividen biasanya jauh lebih rendah untuk perusahaan kecil
atau baru daripada perusahaan besar dan milik publik. Hal ini dibedakan dengan ukuran
perusahaan (Keown,2000:621).
Menurut Brigham, kenaikan dividen seringkali menyebabkan kenaikan harga saham
(Brigham,2006:250). Jika Earning Per Share (EPS) besar maka besar pula kemungkinan
perusahaan untuk membagikan dividen, sebalikanya jika Earning Per Share (EPS) kecil maka
kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen, karena investor lebih meminati
saham yang memiliki Earning Per Share (EPS) yang tinggi dibanding yang memiliki Earning
Per Share (EPS) yang rendah.
Berdasarkan uraian diatas, maka model kerangka konseptual dapat digambarkan adalah
Gambar 2.1.Kerangka Konseptual
Sumber: Keown(2000), Sartono(2000), Brigham (2006)
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian oleh
karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang peroleh melalui pengumpulan data (Sugiyono,2003:306).
Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini adalah :
Ada pengaruh yang signifikan antara Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset,
Firm Size, Earning Per Share, terhadap dividen per share pada Industri Barang Konsumsi di
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian asosiatif, dimana penelitian asosiatif merupakan
penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian
ini, diteliti sejauh mana pengaruh antara Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset,
Firm Size, Earning Per Share, terhadap Dividen Per Share pada Industri Barang Konsumsi di
Bursa Efek Indonesia.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan
menggunakan situs www.dunia investasi.com dan
Juni 2011 sampai dengan Juli 2011.
3.3. Batasan Operasional
Keterbatasan teori-teori dan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan
menganalisis permasalahan, maka ditetapkan batasan operasional dari penelitian sebagai berikut
a. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1) Variabel Terikat yaitu Dividen Per Share.
2) Variabel Bebas yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset,
Firm Size, Earning Per Share,
b. Data yang digunakan adalah data sekunder pada Indutri Barang Konsumsi di Bursa Efek
c. Menggunakan data laporan keuangan tahunan 2006-2009
3.4. Defenisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Dividen Per Share (Y)
Dividen Per Share digunakan untuk mengukur berapa jumlah rupiah yang diberikan
kepada pemilik saham dari keuntungan untuk tiap lembar saham. Variabel terikat yang
digunakan adalah nilai dividen per share masing-masing perusahaan sektor Industri
Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
b. Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel independen merupakan variabel tidak terikat yang dapat mempengaruhi variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Current Ratio (X1)
Current Ratio adalah kemampuan aktiva lancar dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
Rumus:
Current Ratio=
2) Debt to Equity Ratio (X2)
Merupakan perbandingan utang dengan ekuitas. Penggunaan hutang dalam
perusahaan dapat mengurangi keuntungan perusahaan karena perusahaan harus
membayar sejumlah biaya berupa bunga pinjaman.
Rumus:
3) Return On Asset (X3)
Merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam
perusahaan.
Rumus:
Return on Asset =
4) Firm Size (X4)
Ukuran perusahaan mencerminkan ukuran berdasarkan kapitalisasi pasar. Perusahaan
besar dengan mudah dapat masuk kepsar modal sementara perusahaan kecil akan
mengalami banyak kesulitan untuk masuk kepasar modal dan kemampuannya untuk
meningkatkan modal akan terbatas. Perusahaan besar akan mempunyai tingkat
dividen yang lebih tinggi dibanding perusahaan kecil.
Rumus:
Firm Size = Natural Log Total Aktiva
5)Earning Per Share (X5)
Earning Per Share (EPS) menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham
menghasilkan laba.
Rumus:
3.5. Skala Pengukuran Variabel
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tesebut
bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono,2003:84). Skala
pengukuran Dividen Per Share, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset Firm size,
Earning Per Share, adalah menggunakan skala rasio. Dengan meggunakan laporan keuangan
sebagai instrument untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti.
3.6. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2006:72). Populasi penelitian ini adalah Indutri Barang
Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009. Penarikan sampel yang
dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan kriteria atau pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2003:78).
Kriteria penarikan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan yang terdaftar pada Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI)
selama periode penelitian, yaitu 2006-2009.
b. Perusahaan yang memiliki data laporan keuangan tahunan yang lengkap selama periode
penelitian, yaitu 2006-2009.
Tabel 3.1
Jumlah Sampel Berdasarkan Karateristik Penarikan Sampel
No
Karateristik Sampel Jumlah1 Emitenyang terdaftar pada Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian, yaitu 2006-2009
32
2 Emiten yang tidak memiliki data laporan keuangan yang lengakap selama periode penelitian, yaitu 2006-2009
(4)
3 Perusahaan yang tidak membagikan dividen selama periode penelitian, yaitu 2006-2009
(15)
Jumlah Sampel 13
Sumber:
Berdasarkan karateristik penarikan sampel, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 13
perusahaan. Adapun sampel perusahaan tersebut antara lain:
Tabel 3.2
Nama–Nama Perusahaan Dalam Sampel Penelitian
NO Kode Nama Perusahaan
1 AQUA Aqua Golden Mississippi, Tbk
2 DLTA Delta Djakarta, Tbk
3 GGRM Gudang Garam, Tbk
4 HMSP HM Sampoerna, Tbk
5 INDF Indofood Sukses Makmur, Tbk
6 KAEF Kimia Farma, Tbk
7 KLBF Kalbe Farma, Tbk
8 MERK Merck, Tbk
9 MLBI Multi Bintang Indonesia, Tbk
10 MYOR Mayora Indah Tbk
11 TCID Mandom Indonesia Tbk
12 TSPC Tempo Scan Pasific
13 UNVR Unilever Indonesia Tbk
3.7. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumentasi,
dengan mengumpulkan data pendukung berupa buku, jurnal, skripsi, dan data-data internet.
3.8. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
secara tidak langsung. Data sekunder peneliti diperoleh melalui media internet dengan
menggunakan situs
penelitian ini adalah data laporan keuangan Industri Barang Konsumsi.
3.9. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai beikut:
a. Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode dimana data-data yang dikumpulkan dan
dikelompokkan kemudian dianalisis dan diintrepretasikan secara objektif.
b. Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan rumus:
Y= a + bıXı + b2X 2 + b3X 3 + b4X 4 + b5X5+ e
Dimana :
Y = Dividen Per Share
a = Konstanta
X1 = Current Ratio
X3 = Return On Asset
Sebelum data tersebut dianalisis, model regresi berganda harus memenuhi syarat uji
asumsi klasik yang meliputi :
1. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel bebas,
variabel terikat atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang
paling baik adalah data terdistribusi normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan
melalui analisis Kolmogrov-Smirnov. Apabila diperoleh nilai signifikan uji
Kolmograv-Smirnov lebih besar dari (>) 0,05 maka data dinyatakan normal (Situmorang et al,
2010:97).
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual
satu pengamatan kepengamatan yang lainnya tetap, maka terjadi homokedasitas dan jika
berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala
heteroskedasitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
disekitar nilai X dan Y, jika ada pola tertentu, maka terjadi gejala heteroskedasitas.
3. Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ditemukan adanya
korelasi yang tinggi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi sebagai berikut: jika nilai tolerance < 0,1 atau
nilai varians inflation factor (VIF) > 5 untuk setiap variabel bebas. Hubungan linear antar
variabel inilah yang disebut dengan multikolinearitas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi kolerasi antar variabel independen. (Situmorang et al, 2010:136)
4. Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada periode t-ı
(periode sebelumnya) (Situmorang et al,2010:113). Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam
suatu model regresi, maka digunakan model statistik dari D-W (Durbin-Watson) dengan
ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.4
Kriteria Pengambilan Kepurtusan Durbin Watson
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi negative Tolak 4 - dl ≤ d < 4
Tidak ada autokorelasi negative No decision 4 - du ≤ d ≤ 4 - dl Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4 - du
Sumber : Situmorang, et al (2010:120)
d. Koefesien Determinasi
Koefesien determinasi merupakan seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel independen. Nilai Adjusted R Square menunjukkan proporsi variabel dependen
baik bagi model regresi karena menandakan bahwa kemampuan variabel bebas menjelaskan
variabel terikat juga semakin besar.
e. Pengujian Hipotesis
1. Uji-F atau Uji Simultan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
Bentuk pengujian :
H0 : b1=b2=b3=b4=b5=0, artinya variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On
Asset, Firm Size, Earning Per Share, secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Dividen Per Share.
H0 : b1#b2#b3b4#b5=0, artinya variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio Return On Asset,
Firm Size, Earning Per Share, secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Dividen Per Share.
Pada penelitian ini nilai F-hitung akan dibandingkan dengan F-tabel pada tingkat signifikan (α) =
5%.
Kriteria penilaian hipotesis pada uji-F ini adalah :
Terima Hο bila Fhitung≤ Ftabel
Tolak Hο (terima Hı) bila Fhitung > Ftabel
2. Uji-t (secara parsial)
Pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual (secara parsial) dalam menerangkan variasi dependen.
H0 : b1=b2=b3=b4=b5=0, artinya variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On
Asset, Firm Size, Earning Per Share, secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Dividen Per Share.
H0 : b1#b2#b3b4#b5#0, artinya variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset,
Firm Size, Earning Per Share, secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Dividen Per Share.
Pada penelitian ini nilai t-hitung akan dibandingkan dengan t-tabelpada tingkat signifikan (α) =
5%.
Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t adalah :
Terima Hο bila t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang
investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan Ekonomi Nasional.
Bursa Efek Indonesia berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal untuk
menciptakan Pasar Modal Indonesia yang stabil.
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal
atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di
Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar
modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar
modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia
ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik
Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan
beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif
dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut:
1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
2. Tahun 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I.
3. Tahun 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek
di Semarang dan Surabaya.
4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan
Surabaya ditutup.
5. Tahun 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II.
6. Tahun 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal
1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri
keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan:
Obligasi Pemerintah RI (1950).
7. Tahun 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
8. Tahun 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum. 10 Agustus 1977 Bursa Efek
diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong
sebagai emiten pertama.
9. Tahun 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987
baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan
instrumen Pasar Modal.
10.Tahun 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan
investor asing menanamkan modal di Indonesia.
11.Tahun 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan.
Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
12.2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan
Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan
dealer.
13.Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang
memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang
positif bagi pertumbuhan pasar modal.
14.Tanggal 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
15.Tanggal 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas
16.Tanggal 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem
computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
17.10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
18.Tahun 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
19.Tahun 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan
di pasar modal Indonesia.
20.Tahun 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading).
21.Tahun 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.1.2. Profil Perusahaan
1) PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA)
PT Aqua Golden Mississippi Tbk adalah pelopor dalam air mineral botol di Indonesia.
AQUA mulai beroperasi pada tahun 1974. Saat ini perusahaan memiliki pabrik
pembotolan di Bekasi, Citeureup (Bogor) dan Sukabumi dengan kapasitas produksi 640
liter per tahun. Status Perusahaan AQUA adalah Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN). AQUA pertama kali terdaftar di Bursa Efek pada tanggal 1 Maret 1990.
2) PT Delta Djakarta Tbk (DLTA)
Anker Bir, Anker Stout serta berlisensi merek San Miguel dan Carlsberg. Status
Perusahaan merupakan penanaman modal asing (PMA). DLTA pertama kali terdaftar di
Bursa Efek pada tanggal 27 februari 1984.
3) PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
PT Gudang Garam Tbk merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam produksi
rokok. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 26 Juni 1958. Perusahaan ini terdaftar
(listing) sebagai perusahaan yang Go Public pada tanggal 27 Agustus 1990 dengan harga
perdana Rp 1.000 perlembar sahamnya. Pemegang saham perusahaan ini adalah PT
Suryaduta Investama sebesar 66,80%.
4) PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
PT HM Sampoerna Tbk adalah produsen rokok kretek terbesar kedua di Indonesia
dengan sekitar 15 persen (dalam hal volume) dari jumlah pasar rokok. Didirikan pada
tahun 1913, dan merupakan perusahaan tertua dari produsen-produsen rokok terbesar.
Status perusahaan termasuk dalam jenis penanaman modal dalam negeri (PMDN). HMSP
pertama kali terdaftar di Bursa Efek pada tanggal 15 Agustus 1990.
5) PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
PT Indofood Sukses Makmur Tbk didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 dengan nama
awal PT. Panganjaya Intikusuma. Perusahaan ini bertempat di Jakarta, sedangkan
pabriknya berlokasi di berbagai lokasi di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Status perusahaan merupakan penanaman modal asing (PMA). Perusahaan ini bergerak
dalam industri konsumsi yaitu memproduksi mie instans, makanan ringan, bumbu
38.762 orang. Perusahaan ini pertama kali terdaftar di Bursa Efek pada tanggal 14 Juli
1994.
6) PT Kimia Farma Tbk (KAEF)
Didirikan di Jakarta 23 Januari 1969 sebagai PN Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka
Kimia Farma. Disebut PN Farmasi Kimia Farmasi karena merupakan perusahaan negara
yang tergabung dari Badan Pimpinan Umum Anak-Anak Negara Farmasi dan Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Farmasi PN Radja Farma, PN Sari Husada , PN Farmasi Alat
Kesehatan Nakula Farma, PN Farmasi Alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma. Merupakan
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan ini pertama kali terdaftar
pada tanggal 04 Juli 2001.
7) PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)
Didirikan pada 10 September 1966, Kalbe Farma berkomitmen untuk memproduksi dan
memasarkan berbagai produk farmasi yang komprehensif untuk memenuhi beragam
kebutuhan konsumen. Kalbe Farma menguasai sekitar 12 persen dari seluruh penjualan
farmasi di Indonesia, 19 persen pasar OTC dan 8 persen pasar etis, melalui usaha sendiri
dan tujuh anak perusahaan. Status perusahaan termasuk dalam penanaman modal dalam
negeri (PMDN). Perusahaan ini pertama kali terdaftar pada tanggal 30 Juli 1991.
8) PT Merc Tbk (MERK).
PT Merc Tbk Indonesia merupakan anggota dari Merck International Group. Perusahaan
memproduksi produk farmasi dengan fasilitas produksi di Jakarta Timur. Perusahaan ini
mulai beroperasi pada tahun 1974 di bidang produksi produk medis, seperti Songobian
dan Neurobion. Status perusahaan merupakan perusahaan penanaman modal asing
9) PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)
PT Multi Bintang Indonesia Tbk merupakan penghasil bir terbesar di Indonesia dan
didirikan pada 1931 dengan nama NV Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen.
Perusahaan ini merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA). Perusahaan ini
pertama kali terdaftar pada tanggal 15 Desember 1981.
10)PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
PT Mayora Indah Tbk didirikan pada tahun 1977 dikenal sebagai salah satu produsen
produsen makanan olahan dan produsen dalam negeri terbesar di Indonesia. PT. Mayora
Indah tercatat di Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada Mei 1990. PT Mayora dan anak
perusahaan memproduksi berbagai macam makanan konsumen seperti biskuit, wafer,
permen, coklat produk coklat, dan produk kopi.
11)PT Mandom Indonesia Tbk (TCID)
PT Tancho Indonesia Tbk pada awalnya didirikan sebagai perusahaan patungan oleh
Mandom Corporation, Jepang dan NV Pabrik City, Indonesia. Produk ini dijual kepada
dua agen utama, PT Asia Pramita dan PT Tanesia. Perusahaan ini bergerak dalam
industry kosmetik, parfum dan barang-barang plastik. Merupakan perusahaan penanaman
modal asing (PMA). Pertama kali terdaftar pada tanggal 30 September 1993.
12)PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC)
PT Tempo Scan Pacific Tbk adalah salah satu produsen produk farmasi, perawatan
kesehatan dan kosmetik yang didirikan pada tahun 1970. Perusahaan ini terkenal dengan
produk-produk farmasi seperti Bodrex, Hemaviton dan Neo-Rheumacyl. Merupakan
perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pertama kali terdaftar pada tanggal
13)PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
PT Unilever Indonesia Tbk mulai beroperasi sejak 1934, awalnya dimiliki oleh Belanda
Corporation (Lever`s Zeepfabrieken NV). Perusahaan ini memproduksi 19 kategori dari
lini produk konsumen seperti sabun, deterjen, memasak kebutuhan dan kosmetik.
Merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA). Pertama kali tanggal 11 Januari
1982.
4.2. Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi Dividen Per Share
Deskripsi nilai variabel independen, yaitu: Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on
Assets, Firm Size, Earning Per Share serta variabel dependen, yaitu Dividen Per Share pada
industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1
Rata-rata Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Firm Size, Earning Per Share dan Dividen Per Share pada Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia
Periode 2006-2009
Pada table 4.1 menunjukkan bahwa terdapat 3 perusahaan yang mempunyai dividen per
share diatas rata-rata total keseluruhan dividen per share industrI barang konsumsi yaitu Rp 497.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain: PT.Aqua Golden Mississippi sebesar Rp 858,
PT.Delta Djakarta sebesar Rp3.633, PT.HM Sampoerna sebesar Rp 830.
4.2.1. Deskripsi Nilai Variabel Current Ratio Tabel 4.2 Current Ratio
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009
Sumber:www.idx.co.id (data diolah, Juni 2011)
Tabel 4.2 ini menunjukkan nilai variabel current ratio pada masing-masing industry
barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. yaitu tahun 2006-2009
yang terdiri dari 4 tahun. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat current ratio yang mengalami kenaikan
dan penurunan pada setiap tahun.
Pada tahun 2006 nilai current ratio tertinggi pada PT Mandom Indonesia Tbk yaitu sebesar
878.07 Nilai current ratio terendah pada PT Kalbe Farma Tbk sebesar 93.30.
Pada tahun 2007 nilai current ratio tertinggi pada PT Aqua Golden Mississippi Tbk yaitu
sebesar 1761. Nilai current ratio terendah pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu sebesar
59.12.
Pada tahun 2008 nilai current ratio tertinggi pada PT Mandom Indonesia Tbk yaitu sebesar
726.31. Nilai current ratio terendah pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk yaitu sebesar 89.77.
Pada tahun 2009 nilai current ratio tertinggi pada PT Mandom Indonesia Tbk yaitu sebesar
809.78. Nilai current ratio terendah pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu sebesar 65.89.
4.2.2. Deskripsi Nilai Variabel Debt to Equity Ratio Tabel 4.3 Debt to Equity Ratio
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009
Sumber
Tabel 4.3 ini menunjukkan nilai variabel debt to equity ratio pada masing-masing industri
barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. yaitu tahun 2006-2009
yang terdiri dari 4 tahun. Pada Tabel 4.3 dapat dilihat debt to equity ratio yang mengalami
Pada tahun 2006 nilai debt to equity tertinggi pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu
sebesar 2,08. Nilai debt to equity ratio terendah pada PT Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,11.
Pada tahun 2007 nilai debt to equity tertinggi pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk yaitu
sebesar 2,61. Nilai debt to equity ratio terendah pada PT Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,08.
Pada tahun 2008 nilai debt to equity tertinggi pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk yaitu
sebesar 3,11. Nilai debt to equity ratio terendah pada PT Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,12.
Pada tahun 2009 nilai debt to equity tertinggi pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu
sebesar 8,44. Nilai debt to equity ratio terendah pada PT Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,13.
4.2.3. Deskripsi Nilai Variabel Return On Asset Tabel 4.4 Return On Asset
Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009
Sumber
Tabel 4.4 ini menunjukkan nilai variabel return on asset pada masing-masing industri
barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. yaitu tahun 2006-2009