• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan HAM Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Di Malaysia Ditinjau Dari Kovensi ILO Tentang Buruh Migran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan HAM Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Di Malaysia Ditinjau Dari Kovensi ILO Tentang Buruh Migran"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA

INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI

ILO TENTANG BURUH MIGRAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Bagian Hukum Internasional

Oleh

JUNIO GERFASIUS DAMANIK

NIM 070200250

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

(2)

PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA

INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI

ILO TENTANG BURUH MIGRAN

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JUNIO GERFASIUS DAMANIK

NIM 070200250

KETUA DEPARTEMEN

ARIF, SH. MH

(NIP. 19640330 199303 1 002)

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

PROF. SULAIMAN, SH

ABDUL RAHMAN, SH. MH

(3)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Hormat dan Kuasa hanya bagi-Nya. Yang menciptakan segala yang ada di bumi dan surga dan yang memampukan penulis untuk menjalani perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini pada akhirnya. Di dalam Kasih dan Anugrah-Nya yang begitu besar, yang sama sekali tidak terpikirkan oleh akal budi Penulis, membuat Penulis selalu bersyukur karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dengan judul:

“PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA

INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO

TENTANG BURUH MIGRAN”

Penulis, dalam hal penyusunan skripsi ini mengupas tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia yang bagaimana yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Buruh Migran Indonesia yang sedang bekerja di Malaysia yang lebih memfokuskan kepada Pelanggaran-Pelanggaran yang terjadi terhadap buruh migran, serta membahas tentang tenaga kerja migran Indonesia di mata International Labour Organisation (ILO), situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga permasalahan-permasalahan apakah yang terjadi terhadap buruh migran Indonesia di Malaysia.

(4)

saran-saran yang kondusif, guna memperbaiki kualitas dari penulisan penulis pada masa-masa yang akan datang nantinya.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari tidak akan mampu untuk membalas kebaikan berbagai pihak tersebut, dan penulis hanya dapat berdoa supaya para pihak yang membantu penulis selalu dalam lindungan Allah SWT.

Sebagai ucapan terima kasih, maka izinkanlah penulis untuk menyampaikan rasa hormat da terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Runtung, SH, Mhum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Arief, SH, Mhum, selaku ketua Bagian Hukum Internasional yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan pengarahan dan petunjuk kepada penulis.

3. Bapak Prof. Sulaiman Hamid, SH selaku Dosen Pembimbing- I, yang telah memberikan dukungan baik berupa saran dan arahan-arahan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Abdurrachman, SH, Mhum, selaku Dosen Pembimbing-II, yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta petunjuk bagi penulis dalam pembuatan skripsi ini.

(5)

6. Orang yang paling penulis hormati, sayangi, dan kasihi, Ibunda penulis Aurelia Rofina Pakpahan dan Ayahanda T. Damanik, yang dengan susah payah, banting tulang untuk menghidupi, membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus dan cinta kasih. Penulis juga berterima kasih kepada adik-adik penulis (Judith Thalia, Juvito Solange) dan juga seluruh keluarga besar yang begitu banyak membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

7. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman terutama (Festy, Hendri, Gerard, Ametha, Indra, dan Debora) dan juga rekan-rekan Mahasiswa di Kampus baik senior maupun junior yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam perkuliahan maupun dalam menyelesaikan skripsi, dan penulis sangat berterima kasih.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermamfaat dan berguna bagi kita semua dan semoga dapat memberikan Ilmu Pengetahuan Hukum bagi kita semua.

Medan Maret 2011 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM HAM ... 13

A. Pengertian HAM ... 13

B. Sejarah Perkembangan HAM ... 17

C. Kedudukan Individu dalam Hukum Internasional ... 27

D. Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945 ... 30

BAB III : PELANGGARAN HAM TERHADAP BURUH MIGRAN DI MALAYSIA ... 36

(7)

yang terjadi ... 53

C. Langkah Pemerintah Indonesia-Malaysia atas Penyelesaian Pelanggaran yang terjadi ... 58

BAB IV : PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN ... 67

A. Perlindungan TKI dalam hubungan Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia dalam bidang Ketenagakerjaan ... 67

B. Perlindungan HAM Buruh Migran menurut UU No.39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ... 80

C. Perspektif TKI menurut Internasional Labour Organisation (ILO) tentang Buruh Migran ... 84

BAB V : PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

(8)

ABSTRAK

Hak Asasi Manusia adalah khas milik manusia dan itu tidak dapat dipisahkan merupakan hak-hak sebagai manusia yang bermartabat, sehingga tidak seorang pun penguasa dan tidak satupun sistem hukum dapat menguranginya. HAM didasarkan pada prinsip fundamental bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama tanpa prinsip memandang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal usul bangsa, umur, kelas, keyakinan politik, dan agama.

Seperti yang diamanatkan UU bahwa negara bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan kepada warga negara, namun pada kenyataannya negara lain yang memberikan pekerjaan itupun tidak dikelola dengan baik dan banyak hambatan-hambatan yang dialami oleh TKI atau buruh migran, walaupun mereka telah ikut menyumbangkan devisa bagi ekonomi negara. Pemerintah Indonesia belum maksimal dalam melindungi TKI dan telah mengabaikan mereka dari standar perlindungan yang baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia tidak mempunyai sistem yang memadai untuk memonitor agen-agen penerima atau pusat-pusat penerima atau pusat-pusat pelatihan tenaga kerja yang mempersiapkan mereka sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Agen-agen dan pusat-pusat pelatihan tenaga kerja tersebut melakukan pemerasan terhadap TKI atau buruh migran.

(9)

Hak-hak pekerja migran sangat rentan sekali dilecehkan dan diabaikan oleh pemberi kerja khususnya para pekerja migran yang tidak mempunyai skill dan hanya mengandalkan tenaga saja dalam melakukan pekerjaannya, seperti pembantu rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik dan buruh perkebunan. Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah Indonesia perlu meningkatkan koordinasi dan komunikasi intensif dengan negara-negara tujuan para pekerja migran Indonesia.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyiksaan yang terjadi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir jumlahnya semakin terus meningkat. Penyiksaan yang kerap terjadi pada buruh migran Indonesia yang berada diluar negeri terlihat jelas telah terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka hadapi namun ironisnya seakan-akan kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia. Salah satu contoh kasus yang sangat menyita perhatian masyarakat yang terjadi pada bulan Mei 2004, dimana sejumlah foto wanita muda asal Indonesia yang sekujur tubuhnya penuh luka bakar dan memar, Nirmala Bonet1

1 Seterusnya disebut dengan pekerja rumah tangga

(11)

penukaran uang dengan nilai tukar yang sangat rendah nilai tukarnya, pemaksaan menggunakan angkutan tertentu dan sebagainya. Seperti yang diamanatkan UU bahwa negara bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, namun pada kenyataannya negara lain yang memberikan pekerjaan itupun tidak disyukuri oleh pemerintah karena tidak melindungi kepentingan buruh migran, walaupun mereka telah berjasa menyumbangkan devisa bagi negara.

Ketika penyiksaan terjadi oleh majikan seperti yang dialami Bonet, dan para perempuan dan tenaga kerja wanita (TKW) lainnya hanya memiliki sedikit peluang untuk mendapatkan perlindungan negara baik pada negara Indonesia maupun negara asing tempat mereka bekerja misalnya mendapatkan perlindungan hukum, memperoleh kompensasi ganti rugi karena gajinya tidak dibayar atau kompensasi cacat karena penyiksaan majikan , bahkan perusahaan asuransi yang preminya mereka bayarpun tidak bertanggung jawab pada kliennya, karena tidak adanya perlindungan negara. Pengalaman-pengalaman pahit mereka tersembunyi dari pengamatan umum. Agen-agen pengerah tenaga kerja keluar negeri atau Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang mengontrol sebagian besar proses keberangkatan TKW tanpa adanya pengawasan pemerintah. Yang dikeluhkan oleh PJTKI adalah pemerasan-pemerasan oleh aparat pemerintah dan polisi.

(12)

TKW buruh migran asal Indonesia yang berada di Malaysia kerap menghadapi pelecehan yang sangat beragam atas hak-hak pekerja di tempat kerja, termasuk jam kerja yang sangat panjang tanpa adanya uang lembur, tidak adanya hari libur, da pembayaran upah yang tidak seutuhnya dan tidak rutin. Dalam beberapa kasus, ditipu mengenai kondisi dan jenis pekerjaan, dikurung di tempat kerja, dan tidak menerima gaji sama sekali, para perempuan tersebut terjebak dalam situasi perdagangan tenaga kerja dan kerja paksa.

Indonesia dan Malaysia telah gagal melindungi pekerja migran asal Indonesia dan telah mengabaikan hak-hak asasi manusia. Tidak ada standar perlindungan keselamatan yang dijamin bagi tenaga kerja. Indonesia tidak mempunyai sistem yang memadai untuk memonitor agen-agen penerima atau pusat-pusat pelatihan tenaga kerja, kecuali penerbitan berbagai peraturan yang ujung-ujungnya akan dibebankan kepada mereka oleh PJTKI yang merekrut mereka. Agen resmi yang diinvestigasi mengindikasikan 5 bulan gaji dipotong selama 24 bulan kontrak kerja di Malaysia.

Undang-undang ketenagakerjaan Malaysia tidak memberikan pertimbangan yang sama bagi para pekerja rumah tangga dari Indonesia, dengan tidak adanya aturan cuti atas jam kerja mereka, pembayaran uang lembur, dan ganti rugi atas kecelakaan di tempat kerja. Pemerintah Malaysia juga menunda keputusan bersama (resolusi) atas sebagian besar kasus penyiksaan dan pelecehan di tempat kerja. Demikian pula terhadap para agen penyalur tenaga kerja baik yang berada di Indonesia dan Malaysia, motivasinya hanya mencari keuntungan semata. Mereka juga bagian dari kemelut TKW di Malaysia.

(13)

bagian kecil dari reformasi yang memasang harus dilakukan oleh kedua pemerintahan untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja rumah tangga mingran. Mereka jugga harus mengkaji ulang undang-undang keimigrasian dan ketenagakerjaan dalam negeri, menyediakan sumber daya untuk layanan pendukung, menciptakan mekanisme kebijakan dan pemantauan untuk mengatur tindakan-tindakan yang dialkuakn agen-agen tenaga kerja dan para majikan, serta melatih petugas pemerintah dan lembaga-lembaga bantuan hukum untuk menjalankan perlindungan tersebut.

Diperkirakan ada 250,000 pekerja rumah tangga di Malaysia, dan 240,000 diantaranya berasal dari Indonesia, karena ciri-ciri pekerjaan di keluarga-keluarga bersifat pribadi dan tertutup, kurangnya perlindungan hukum, terbatasnya jumlah layanan dan organisasi pendukung, dan pengawasan yang dikerahkan atas gerakan para pekerja rumah tangga di Malaysia, hanya sebagian kecil dari para pekerja rumah tangga yang mengalami pelecehan dapat mengadukan masalahnya atau mencari bantuan. Hampir 18,000 pekerja rumah tangga meloloskan atau melarikan diri dari para majikan Malaysia yang kejam pada tahun 2003, dimana para pejabat kedua pemerintahan itu bersama-sama dengan LSM-LSM turun tangan mengatasi sebagian besar praktek-praktek pelecehan kerja tersebut.

(14)

memberikan informasi yang lengkap mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan, kondisi pekerjaan, atau tempat para wanita dapat memperoleh bantuan. Para wanita tersebut yang berharap hanya akan menghabiskan waktu sebulan untuk memperoleh fasilitas pelatihan sebelum berangkat kerap terjebak dalam pusat-pusat pelatihan yang dijaga ketat selama tiga hingga enam bulan tanpa mendapat penghasilan. Kadangkala beberapa TKI adalah gadis dibawah usia delapan belas tahun yang usianya diubah seakan berusia diatas 21 tahun dalam dokumen perjanjian kontrak tenaga kerja mereka.

Para pekerja rumah tangga asal Indonesia yang dipekerjakan di Malaysia, rata-rata bekerja 16 jam hingga 18 jam per hari, tujuh hari per minggu, tanpa libur. Sebagian besar mereka hampir tidak punya waktu untuk beristirahat dalam seharinya. Mereka yang bertugas mengawasi anak-anak, di samping tugas membersihkan mereka, dilaporkan harus siap “bertugas” sepanjang waktu. Seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia pada umumnya menerima 350-400 ringgit (U.S.$92-105) per bulan, bila dibandingkan dengan TKW dari Filipina hanya setengah dari pada gaji asal TKW asal Indonesia. Jika sebagian besar pekerjaan yang diberikan tersebut memerlukan lebih dari lima belas jam per hari, setiap hari dalam sebulan, jumlah tersebut kurang dari satu ringgit (U.S.$0,25) per jam. Para majikan sering memberi para pekerja rumah tangga mereka gaji sekaligus hanya untuk memenuhi standar kontrak dua tahun, yang pada waktu itu, banyak majikan yang tidak bisa membayar gaji penuh atau sama sekali tidak memberi gaji.

(15)

keimigrasian Malaysia mengaitkan visa kerja para pekerja rumah tangga dengan majikan mereka, yang sesungguhnya kerap menjebak mereka dalam keadaaan yang ekploitatif, karena pelarian berarti mereka kehilangan status hukum keimigrasian mereka. Polisi dan pejabat-pejabat keimigrasian dengan ceoat menahan dan mendeportasikan para tenaga kerja yang tertangkap tanpa memiliki izin yang sah, dan tanpa mengidentifikasikan kasus-kasus pelecehan atau eksploitasi. Lebih lanjut, para majikan menurut sebagian besar para pekerja rumah tangga yang berhasil diwawancarai untuk laporan ini, melarang mereka meninggalkan rumah, menggunakan telepon, atau menulis surat. Isolasi ini bermaksud bahwa mereka tidak banyak mempunyai akses untuk memperoleh informasi, layanan pendukung atau individu-individu yang dapat membantu mereka. Para pekerja yang menghentikan kontrak dua tahun mereka lebih awal harus membayar sendiri ongkos perjalanan pulang mereka ke Indonesia, yang ditambah dengan tindakan pemotongan gaji oleh majikan, membuat banyak pekerja rumah tangga tersebut tidak mempunyai cukup dana untuk pulang. Mereka harus memperoleh kontrak mereka dalam keadaan yang buruk atau bekerja tanpa izin untuk membayar ongkos pulang.

Malaysia dan Indonesia gagal menegakkan kewajiban-kewajiban hak asasi manusia internasional mereka menurut berbagai perjanjian, meliputi: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)2 dan Konvensi Hak-Hak Anak (CRC)3

2 CEDAW : Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 3 CRC : Convention on the Right of the Child

(16)

termasuk konvensi. Internasional hak-hak sipil dan politik (ICCPR)4, Konvensi Internasional Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota-Anggota Keluargannya (Konvensi Pekerja Migran), dan Protokol5

1. Kendala apa yang dihadapi dalam mengatasi perlindungan terhadap Pekerja migran di Malaysia dan apa yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengatasi kendala tersebut?

untuk Mencegah, Menindas, Menghukum Pelaku Perdagangan Tenaga Kerja, khususnya perempuan dan anak-anak, serta tambahan Konvensi PBB terhadap Kejahatan Transnational yang Terorganisir (Protokol Perdagangan).

B. Perumusan Masalah

Adapun yang jadi permasalahan dalam skripsi ini antara lain:

2. Dalam Undang-Undang No.39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Pasal-Pasal apa sajakah yang mengatur tentang perlindungan terhadap buruh migran?

3. Apakah pandangan International Labour Organisation terhadap buruh migran?

(17)

C. Tujuan Penulisan

Selain untuk menambah wawasan berfikir penulis dan pihak lain yang tertarik dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Ditinjau dari Konvensi ILO Tentang Buruh Migran, adapun tujuan lain dari penulisan skripsi ini:

1. Untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum apa yang diberikan terhadap Buruh Migran di Malaysia

2. Untuk mengetahui isi undang-undang HAM yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap Buruh Migran

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan International Labour Organisation (ILO) terhadap Buruh Migran.

D. Keaslian Penulisan

Penulis dalam karya ilmiah ini menulis tentang “Perlindungan HAM Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Di Malaysia Ditinjau Dari Konvensi ILO Tentang Buruh Migran” adalah tulisan penulis sendiri, dan apabila ada karya ilmiah lain yang serupa mungkin hanya judulnya saja, karena penulis menuangkan tulisan ini adalah berdasarkan hasil survey penulis sendiri yang diambil dari buku-buku, media cetak maupun media elektronik.

E. Tinjauan Kepustakaan

(18)

• Perlindungan, berasal dari kata ‘lindung’ suatu perbuatan yang menjaga atau perbuatan yang mencegah (hal dsb), melindungi ; mis. memberi perlindungan kepada orang-orang yang lemah.6

• Hak, Benar : sungguh ada ; kekuatan yang besar untuk menuntut sesuatu ; kekuasaan untuk melakukan sesuatu ; wewenang ; milik kepunyaan.7

• Asasi, Yang menjadi asas pokok, hak-hak asasi manusia, hak-hak yang mendasar.8

• Manusia, Mahkluk yang berakal budi sebagai jawan binatang ; insanulkamil : manusia sempurna.9

• Tenaga, (kekuatan badan; daya, sesuatu yang menyebabkan bergerak : kegiatan bekerja, berusaha dsb : tenaga kerja : orang yang bekerja atau yang mengerjakan sesuatu seperti pekerja, pegawai dsb.10

• Kerja, Perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan : sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.11

Indonesia, disebut sebagai Negara Republik Indonesia.

• Di, kata depan yang menyatakan tempat tempat : keberadaan : keterangan yang menjelaskan tentang suatu tempat dsb.12

Malaysia, disebut sebagai Negara Malaysia.

• Ditinjau, berasal dari kata ‘tinjau’ memiliki arti melihat ke dalam di sesuatu tempat.13

• Dari, artinya perbandingan atau menyatakan asal.14

6 W.J.S Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, hal 600 7

Ibid, Hal 118.

8 Ibid, Hal 18. 9 Ibid, Hal 242.

10 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, Pustaka Amani Jakarta, Hal 525. 11

Ibid, Hal 181.

(19)

• Kovensi, disebut sebagai peraturan yang diratifikasi ataupun yang disesuaikan.15

ILO, merupakan singkatan dari International Labour Organisation ; yang berarti Organisasi Perburuhan Internasional.

• Tentang, sesuatu yang berhubungan : segala hal-hal yang berkaitan atau berhubungan dengan sesuatu.16

• Buruh, disebut sebagai pekerja17

• Migran, disebut sebagai migrasi atau perpindahan18

F. Metode Penulisan

Dalam rangka penulisan untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan untuk penyusunan skripsi ini menggunakan Library Research (Metode Kepustakaan). Dalam hal ini, bahan-bahan dan data-data tersebut diperoleh dari berbagai Text Book (Buku Teks), dokumen resensi, bulletin, jurnal serta artikel-artikel dari berbagai maxs media (Cetak maupun Elektronik) yang semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data yang sifatnya teoritis yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian dan menganalisa permasalahan yang dihadapi.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran untuk memudahkan materi skripsi ini, maka penulis membagi skripsi ini dalam 5 bab dan dilengkapi sub-sub bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan.

14 Ibid, Hal 82. 15 Ibid, Hal 193. 16

Ibid, Hal 560.

(20)

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisa.

Bab II Tinjauan Umum Hak Asasi Manusia.

Bab ini berisi tentang pengertian Hak Asasi Manusia, sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia, sekilas wajah hak asasi manusia dan hak asasi manusia menurut UUD 1945.

Bab III Pelanggaran HAM terhadap buruh migran di Malaysia.

Bab ini membahas tentang kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi terhadap buruh migran Indonesia yang bekerja di Malaysia dan bagaimana peran pemerintah Indonesia dalam menanggulanginya. Serta upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dan Malaysia pada saat penyelesaian masalah pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap TKI yang sedang bekerja di Malaysia.

Bab IV Perlindungan HAM Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Di Malaysia Ditinjau Dari Konvensi ILO Tentang Buruh Migran

A. Perlindungan TKI dalam hubungan Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia dalam bidang Ketenagakerjaan

Bab ini berisikan tentang Perlindungan Hukum terhadap TKI dalam hubungan Bilateral Indonesia – Malaysia. Membahas tentang perjanjian antara kedua negara dalam menanggulangi atau mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi pada TKI.

(21)

Bab ini membahas tentang hak untuk bekerja di luar negeri; hak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; hak mendapatkan upah yang layak; hak memperoleh jaminan perlindungan hukum dari tindakan merendahkan martabat dan kondisi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran HAM dan juga membahas tentang perlindungan hukum apa yang didapatkan buruh migran Indonesia.

C. Perspektif TKI menurut International Labour Organisation (ILO). Bab ini membahas tentang bagaimana pandangan ILO terhadap pekerja atau buruh migran dan bab ini juga membahas tentang buruh migran dan kebijakan moratorium sebagai tindakan penangguhan pengiriman pekerja migran, tidak berarti menghalangi hak bermigrasi warga negaranya. Akan tetapi dijadikan sebagai kebijakan yang diambil dalam situasi konkret mengingat meningkatnya kekerasan yang dialami oleh pekerja migran.

Bab V Penutup

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. HAM didasarkan pada prinsip fundamental bahwa semua manusia memiliki martabat yang interen tanpa memnadang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal-usul bangsa, umur, kelas, keyakinan politik, dan agama. Mereka semua berhak menikmati hak-hakny. Pengertian sederhana ini menjadi sangat kompleks ketika dihadapkan pada kehidupan yang dinamik.19

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

19Moh, Yasir Alimi, DKK, Advokasi Hak-hak perempuan membela hak mewujudkan perubahan,

(23)

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right

- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat - Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan

- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right

- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan - hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya - Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right

- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan - Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns

- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths - Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli - Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll - Hak kebebasan untuk memiliki susuatu

(24)

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights - Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan - Hak mendapatkan pengajaran

- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Seperti yang kita ketahui HAM yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights dan Fundamental Rights, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Mesenrechten, Grondrechten, Rechten Van Denmens sering disebut juga sebagai hak kodrat, hak dasar manusia atau hak mutlak, dan dalam terjemahan bahasa Indonesia, sampailah pada hak-hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.20

Hak Asasi Manusia merupakan khas milik manusia dan oleh karena itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tidak seorang pun penguasa dan tidak satu pun sistem hukum dapat menguranginya. Dalam keputusan hukum tata negara di Belanda, terdapat pula istilah grond rechten, kalau rechten diartikan sebagai hak-hak dan grond diterjemahkan sebagai dasar, maka grond rechten dapat kita terjemahkna dengan hak-hak dasar. Oleh karena itu, kalau kemudian Human Rights, droit de I’hommes dan mensenrechten diartikan Hak Asasi Manusia, maka HAM dirumuskan sebagai hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Secara kodrat, yang tanpa hal itu seseorang tidak dapat hidup layak sebagai manusia.

20 AL Subandi Marsudi, Pancasila dan UUD 45 dalam Predigma Reformasi, PT Raja Grafindo

(25)

HAM ini adalah sebagian dari sejumlah hak yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang hidup di masyarakat.21

21 Sri Soemantri M, HAM ditinjau dari Hukum Nasional dan Hukum Internasional, Makalah dalam

seminar Internasional Refugee and Human Rights Protection, 1998, Hal 1

Pembahasan konflik antara Teori Hukum Kodrat dan Positivisme Hukum menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun bidang hukum harus dibedakan dari bidang moral, namun hukum tidak dapat dipertahankan legitimasinya kalau dilepaskan dari tuntutan-tuntutan wujud kehidupan yang adil dan sesuai dengan martabat manusia. Maksud untuk menjamin keadilan, kebebasan, dan kesetiakawanan sosial termasuk hakikat hukum. Sarana untuk mewujudkan maksud itu adalah hak-hak asasi manusia.

(26)

Paham hak-hak asasi manusia ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang kedudukan hak asasi sebagai hak, tentang apakah dapat dipaksakan, tentang dasar perumusan hak-hak asasi tertentu, tentang universalitas dan relavitasnya, terutama apakah paham ini berlaku secara struktural tentang perubahan dan perkembangannya. Pertanyaan-pertanyaan itu sudah dikemukakan hampir sejak paham hak asasi lahir, yang barangkali paling mengesankan ialah bahwa paham ini tidak dapat dimatikan; bahwa semakin banyak sistem kekuasaan, dengan rela atau ditekan oleh masyarakat, mengakui semakin banyak hak asasi, bahwa tidak ada sistem kekuasaan yang masih dapat bersikap masa bodoh terhadap hak-hak asasi manusia.22

Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, merupakan bagian dari prinsip perlindungan hukum. Istilah hak asasi manusia di Indonesia, sering disejajarkan dengan istilah hak- hak kodrat, hak-hak dasar manusia. natural rights, human rights, fundamental rights, gronrechten, mensenrechten,

rechten van den mens dan fundamental rechten Menurut Philipus M Hadjon, di dalam

hak (rights), terkandung adanya suatu tuntutan (claim). B. Sejarah Perkembangan HAM

23

22 Bambang Sunggono, SH, MS. Aries Harianto, SH, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV.

Mandar Maju, Hal 70.

23

Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia (suatu studi tentang

Prinsip-prinsipnya, penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan pembentukan peradilan administrasi), Peradaban, 2007, Hal. 33-34.

(27)

Perkembangan konsep hak asasi manusia ditelusuri secara historis berawal dari dunia Barat dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX. Pada abad XVII, hak asasi manusia berasal dari hak kodrat (natural rights) yang mengalir dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik (political freedom) dan hak untuk ada (rights to be). Hal ini dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang absolut. Pada abad XVIII, hak kodrat dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial dan mebuat hak tersebut menjadi sekular, rational, universal, individual demokratik dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil (civil libertis) dan hak untuk memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan penekanan

pada masyarakat (society). Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-hak individu. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi (participation rights) dan hak untuk berbuat (rights to do). Pada abad XX ditandai dengan usaha untuk mengkonversikan hak-hak individu yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum (form natural human rights into positive legal rights). Saat itu lahirlah The Universal Declaration of Human Rights. Hak yang meonjol pada abad ini adalah hak-hak sosial

ekonomi (sosial economic rights) dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive)24

Pemikiran konsep hak asasi manusia, secara umum menurut Philipus M Hadjon, dibedakan dalam tiga kelompok, berdasarkan ide/ gagasan yaitu political and ideological thought yaitu Barat, sosialis dan dunia ketiga. Yang dikelompokkan dalam

pemikiran barat meliputi Eropa Barat, amerika Serikat, Kanada, Aistralia, New Zealan, sebagian Amerika Latin yang dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok sosialis meliputi negara sosialis di Eropa timur, Kuba,

(28)

Yugoslavia. Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang tidak mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia. 25

- kodratlah yang menciptakan dan mengilhami akal budi dan pendapat manusia; Berkaitan dengan konsepsi hak asasi manusia di Barat disebutkan oleh Philipus M Hadjon, bahwa hak asasi manusia bersumber pada hak-hak kodrat (natural rights/ jus naturalis) yang mengalir dari hukum kodrat dan telah mengalami proses

perkembangan yang panjang sejak abad XVII hingga abad XX. Konsep hak asasi manusia pada abad XX merupakan sintesis dari tesis abad XVIII dan antitesis abad XIX.

Tesis abad XVIII : hak asasi manusia tidaklah ditasbihkan secara ilahi (divinely ordained) juga tidak dipahami secara ilahi (divinely conceived); hak-hak itu adalah pemberian Allah sebagai konsekuensi dari manusia adalah ciptaan Allah. Hak-hak itu sifatnya kodrati (natural) dalam arti :

- setiap orang dilahirkan dengan hak-hak tersebut;

- hak-hak itu dimiliki manusia dalam keadaan alamiah (state of nture) dan kemudian dibawanya dalam hidup bermasyarakat. Sebelum adanya pemerintah individu itu otonom dan berdaulat, oleh karenanya tetap berdaulat di bawah setiap pemerintah karena kedaulatan tidak dapat dipindahkan (inalienable) dan adanya pemerintah hanya atas persetujuan dari yang diperintah.

Antitesis abad XIX : pertama masuknya dukungan etik dan utilitarian, kedua pengaruh sosialisme yang lebih mengutamakan masyarakat atau kelompok daripada individu, bahwa keselamatan individu hanya dimungkinkan dalam keselamatan kelompok atau masyarakat. Sintesis abad XX : pertama , abad XX menjembatani

(29)

hukum kodrat dan hukum positif yaitu dengan menjadikan hak-hak kodrat sebagai hak-hak hukum posistif ( positive legal rights); kedua mengawinkan penekanan pada individu (yang sifatnya otonom dan memiliki kebebasan) dengan penekanan (sosialisme) pada kelompok serta penekanan kesejahteraan sosial dan ekonomi untuk semua, mengawinkan pandangan pemerintah sebagai ancaman bagi kebebasan dengan pandangan terhadap pemerintah sebagai alat yang dibutuhkan untuk memejukan kesejahteraan bersama. Salah satu aspek dari sintesis ini adalah pandangan atas hak kebebasan dan persamaan : kalau abad XVIII lebih mengedepankan hak atas kebebasan, dan abad XIX lebih mengedepankan pada asas persamaan sehingga hak atas persamaan berada di atas hak atas kebebasan, maka bad XX menerima kedua hak tersebut (hak atas kebebasan dan persamaan) sebagai hak dasar (basic rights).

Dalam konteks ini, abad XVII merupakan titik awal atau peletak dasar dari konsep tentang hak karena sebelumnya (abad XVI) yang mengedepan adalah kewajiban. Mengedepannya konsep kewajiban pada abad XVI karena dibutuhkan untuk membatasi kekuasaan hawa nafsu.26

26 Ibid., Hal 37.

(30)

dari hukum kodrat, menganggap setiap usaha dalam rangka perlindungan tehadap hak-hak asasi manusia dimanapun adalah tugas suci dan mulia.27

Perbandingan konsep hak asasi manusia dalam tiga kelompok yaitu berdasar konsep Barat, konsep sosialis dan konsep negara-negara dunia ketiga. Konsep hak asasi manusia di India, mendasarkan pada surat Mahatma Ghandi tentang hak asasi manusia kepada Direktur Jendral UNESCO di Paris tanggal 25 Mei 1947, yaitu : Segala hak individu yang patut memperoleh pengakuan dan dimiliki dengan sah serta mendapat perlindungan ialah yang timbul dari kewajiban atau tugas yang dilaksankan dengan baik. Hak-hak tersebut meliputi 10 macam hak yang terbagi atas 5 hak yang termasuk kategori hak-hak sosial da 5 hak yang termasuk kategori hak-hak perseorangan. Hak-hak sosial meliputi : ahimsa (freedom from violence), asteya (freedom from wants), aparigraha (freedom from exploitation), avyabhicara (freedom

from violation or dishonour), armitawa dan arogya (freedom from early dead and

disease). Hak-hak perorangan meliputi : akredha ( absence of intolerance), bhutadaya

atau astreha (compassion or fellow feeling), jnana vidya (knowledge), satya atau sunrta (freedom of thought and conscience), pravtti atau abhaya atau dhrti (freedom

from fear and frustation or de spair)28

Indonesia merupakan contoh dari kelompok konsep dunia ketiga yang tidak ikut dalam perumusan The Universal Declaration of Human Rights tanggal 10 Desember 1948. The Universal Declaration of Human Rights merupakan suatu deklarasi yang tidak memiliki watak hukum. Kekuatan mengikatnya karena ada pengakuan terhadap deklarasi itu oleh sistem hukum bangsa-bangsa beradab atau mendapat kekuatan dari hukum kebiasaan setelah memeuhi dua syarat yaitu keajegan

(31)

dalam kurun waktu yang lama dan adanya opinion necesitatis.29 Konsep hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia telah dirumuskan dalam Undang – Undang Dasar 1945. Perumusannya belum diilhami oleh The Universal Declaration of Human Rights karena terbentuknya lebih awal. Dengan demikian rumusan HAM dalam

UUD’45 merupakan pikiran-pikiran yang didasarkan kepada latar belakang tradisi budaya kehidupan masyarakat Indonesia sendiri30

Konsepsi hak asasi manusia Hak-hak Sipil dan Politik (Generasi I) .

Perkembangan konsep hak asasi manusia di dunia internasional secara umum dibedakan dalam tiga generasi yaitu generasi I dengan penekanan hak sipil dan politik, generasi II dengan penekanan hak sosial ekonomi dan budaya serta generasi ketiga yang melahirkan hak pembangunan.

Hak-hak bidang sipil mencakup, antara lain :

1. Hak untuk menentukan nasib sendiri 2. Hak untuk hidup

3. Hak untuk tidak dihukum mati 4. Hak untuk tidak disiksa

5. Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang 6. Hak atas peradilan yang adil

Hak-hak bidang politik, antara lain :

1. Hak untuk menyampaikan pendapat 2. Hak untuk berkumpul dan berserikat

(32)

3. Hak untuk mendapat persamaan perlakuan di depan hukum 4. Hak untuk memilih dan dipilih

Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (Generasi II)

Hak-hak bidang sosial dan ekonomi, antara lain :

1. Hak untuk bekerja

2. Hak untuk mendapat upah yang sama 3. Hak untuk tidak dipaksa bekerja 4. Hak untuk cuti

5. Hak atas makanan 6. Hak atas perumahan 7. Hak atas kesehatan 8. Hak atas pendidikan

Hak-hak bidang budaya, antara lain :

1. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan 2. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan

3. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)

Hak Pembangunan (Generasi III)

Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :

(33)

3. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai31

Berbeda dengan pendapat Jimly Asshiddiqie yang membedakan perkembangan konsep hak asasi manusia dalam lima generasi. Jimly Asshiddiqie menyebut Generasi I dan II sebagai generasi II, sedangkan generasi I mulai ditandatanganinya Piagam PBB sampai dengan tahun 1966.

Generasi Pertama, dimulai dari persitiwa penandatanganan naskah Universal Declaration of Human oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah

sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat dengan Declaration of Independence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.

Generasi Kedua, dimulai dari persitiwa penandatanganan International Couvenant on Civil and Political Rights dan International Couvenant on

Eco-nomic, Sosial and Cultural Rights (Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum

2200 A (III) tertanggal 16 Desember 1966)

Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak atau

kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap

(34)

orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya.

Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu negara. Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke dalam pengertian political crime (kejahatan politik) sebagai lawan dari pengertian crime against

government (kejahatan terhadap kekuasaan resmi). Sasaran perjuangan hak asasi

manusia adalah kekuasaan represif negara terhadap rakyatnya.

Generasi Keempat, mempunyai sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi yang bersifat horizontal. Hal ini dipengaruhi adanya fenomena :

Pertama, fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala besar dalam suatu negara yang kemudian berkembang menjadi Multi National Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National Corporations (TNC’s) dimana-mana di

dunia. Hubungan kekuasaan yang dipersoalkan dalam hal ini adalah antara produsen dan konsumen.

(35)

dalam jumlah yang sangat besar di hampir semua negara di dunia; bangsa Persia (Iran), Irak, dan Bosnia.

Ketiga, fenomena berkembangnya suatu lapisan sosial tertentu dalam setiap masyarakat di negara-negara yang terlibat aktif dalam pergaulan internasional, yaitu kelompok orang yang dapat disebut sebagai global citizens, dikalangan diplomat dan pekerja atau pengusaha asing. Sebagai contoh, di setiap negara, terdapat apa yang disebut dengan diplomatic shop yang bebas pajak, yang secara khusus melayani kebutuhan para diplomat untuk berbelanja.

Keempat, fenomena berkembangnya corporate federalism sebagai sistem yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar pertimbangan-pertimbangan ras tertentu ataupun pengelompokan kultural penduduk. Pembagian kelompok English speaking community dan French speaking community di Kanada,

kelompok Dutch speaking community dan German speaking community di Belgia, dan prinsip representasi politik suku-suku tertentu dalam kamar parlemen di Austria, dapat disebut sebagai corporate federalism dalam arti luas. Kelompok-kelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai suatu entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat otonom dan karena itu berhak atas representasi yang demokratis dalam institusi parlemen.

Generasi kelima dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman mengenai struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen yang memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak adil.32

(36)

Dari kondisi-kondisi diatas kita dapat melihat bahwa secara struktural implementasi hak-hak asasi manusia sangat berbekas baik pada faktor-faktor hukum, sosial politik, budaya maupun ekonomi yang terdapat dalam suatu negara. Disamping itu, tampak bahwa faktor hukum merupakan persyaratan mutlak untuk perlindungan dan pengamanan bagi hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum yang esensial yaitu sebagai penjamin stabilitas dan kepastian.

C. Kedudukan Individu Dalam Hukum Internasional

Individu sebagai salah satu subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional telah diterima dalam praktek kontemporer. Praktek kontemporer ini didasarkan pada perkembangan cabang hukum internasional yaitu hukum hak asasi manusia, hukum maniter internasional, dan hukum pidana internasional sejak permulaan abad XX yang memberikan peran dan kedudukan individu secara de facto maupun de jure sebagai subjek internasional.

Secara normatif, pandangan Hans Kelsen memperkuat peran dan kedudukan individu sebagau subjek hukum internasional. Kelsen (1881-1973), beragumentasi bahwa tidak ada perbedaan antara Negara dengan hukum internasional karena keduanya berlaku mengikat terhadap individu.33

Pandangan Kelsen didasari asumsi bahwa hukum internasional , seperti hukum pada umumnya merupakan suatu aturan yang mengatur tingkah laku manusia, kepada manusialah hukum internasional itu berlaku; kepada manusialah hukum

Kelsen mendasari hukum internasional pada pandangan monistik yang menyatakan bahwa hukum internasional berada diatas hukum nasional dari pada merupakan dua hukum yang saling berbeda.

(37)

internasional menyediakan sanksi, dan kepada manusia pulalah hukum internasional menciptakan norma-norma yang mengatur kehidupan mereka.34

34 Hans Kelsen, 1996, Principles of International Law, Hal. 180.

Dengan demikian, menurut Kelsen, posisi individu sebagai subjek hukum internasional memainkan peranan vital karena individu merupakan pusat dari hak dan kewajiban hukum dalam hukum internasional. Peranan dan posisi individu dalam hukum internasional memperoleh penegasan, walaupun hanya secara implisit dalam pertanyaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada Mahkamah Internasional mengenai personalitas hukum dari PBB. Pertanyaan kapasitas PBB diajukan pada kasus Reperations for Injuries Suffered in the Service of the United Nations Case. Mahkamah Internasional menyatakan bahwa subjek hukum internasional mengacu pada suatu entitas yang memiliki kewajiban-kewajiban, hak-hak internasional dan dengan memiliki hak tersebut mereka dapat mengajukan tuntutan-tuntutan internasional.

(38)

Setelah pembentukan Mahkamah Nuremberg dan Mahkamah Tokyo, yurisprudensi atas peranan dan tanggung jawab individu sebagai salah satu subjek hukum internasional terhadap kejahatan internasional yaitu kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip-prinsip tersebut merupakan produk legal dari Mahkamah Nuremberg untuk mencegah terjadinya kejahatan internasional yang dilakukan oleh individu dan untuk menyediakan sarana pertanggungjawaban bagi individu yang melanggar hukum internasional.

Dengan demikian ratio personae memiliki kapasitas hukum berdasarkan hukum internasional adalah mendasarkan asumsi pada pandangan hukum positif yang didukung dengan kenyataan empiris yang terjadi hingga saat sekarang ini. Dasar pada asumsi pembenar ini adalah tidak adanya ketentuan yang mencegah individu untuk dapat bertanggung jawab dan dipertanggungjawabkan dari perbuatan-perbuatannya dalam konteks hukum internasional.

(39)

suatu kondisi-kondisi tertentu bagi pertanggungjawaban individu terhadap pelanggaran tersebut.35

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, D. Hak Asasi menurut UUD 1945.

Secara historis hak asasi manusia yang saat ini kita dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD 1945), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad XIII perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini

permulaan dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia.

Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons), Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim (1981:308), bahwasannya

perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles kenyataan ini memperlihatkan bahwa

perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali dengan perkembangan demokrasi. Namun dalam hal ini yang perlu dicatat hak asasi manusia itu telah ada sejak abad 13, karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan gagasan hak asasi mausia .

35 Lyal Sunga, 1992, Individual Responsibility in International Law for Serious Human Rights

(40)

pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:

• Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan). • Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.

• Permanen dan tidak dapat dicabut.

• Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.

Telah di jelaskan pada pembangian sebelumnya bahwa Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari tiga bagian yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu pembukaan, batang tubuh yang terdiri dari Pasal 37.dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 banyak menyebutkan hak-hak asasi sejak alinia 1 sampai alinea ke4.

- Alinea pertama: pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan adanya kebebasan untuk merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan adalah inti sari dari hak-hak asasi manusia,

- Alinea kedua: Indonesia sebagai negara yang adil

-Alinea ketiga: Dapat disimpulkan bahwa rakyat indonesia menyatakan kemerdekaannya supaya tercapai kehidupan bangsa indonesia yang bebas.

(41)

1. Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi manusia.

2. Pasal 28: Tentang kebebasan berserikat,berkumpul,dan mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan.

3. Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama 4. Pasal 31: Tentang hak untuk mendapat pengajaran 5. Pasal 32: Perlindungan yang bersifat kulturil 6. Pasal 33: Tentang hak ekonomi

7. Pasal 34: Tentang kesejahteraan sosial

Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak asasi itu telah ada. Karena itu tidak heranlah bahwasannya Negara Indonesia saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang harus dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang pelaksanaannya. Bangsa Indonesia menyatakan hak-hak asasinya dalam berbagai peraturan perundangan sebagai berikut:

1. UUD 1945

2. Tap. MPR No. XXVI/MPR/1998 tentang HAM 3. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

4. UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

(42)

E. Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Kerangka Internasional

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki manusia karena dirinya manusia.

Konsep HAM membuat perbedaan status seperti ras, gender, dan agama tidak relevan

secara politis dan hukum dan menuntut adanya perlakuan yang sama tanpa

memandang apakah orang yang bersangkutan memenuhi kewajiban terhadap

komunitasnya. Secara konseptual, ada beberapa teori yang berkenaan dengan HAM,

yaitu:

1. Teori hak-hak alami (natural rights), yang berpandangan bahwa HAM

adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan

tempat.

2. Teori positivis (positivist theory), yang berpandangan bahwa hak harus

dituliskan dalam hukum yang riil, misalnya melalui konstitusi.

3. Teori relativis kultural (cultural relativist theory), teori ini merupakan

anti-tesis dari teori hak alami, karena berpandangan bahwa hak yang bersifat

universal merupakan pelanggaran terhadap dimensi kultural yang lain, atau

dalam kata lain disebut dengan imperialisme kultural.

4. Doktrin Marxis (marxist doctrine and human rights), teori ini juga

menolak natural rights karena beranggapan bahwa negara atau sifat

kolektif yang menjadi sumber segala hak.

Namun demikian, konsepsi HAM yang berkembang mempunyai hakikat

untuk melindungi kepentingan perseorangan setiap individu. Pada saat ini telah ada

beberapa instrumen yuridik untuk melindungi HAM dalam konteks hukum

internasional. Namun sebelum munculnya instrumen yuridik tersebut, telah terjadi

(43)

Dalam hukum internasional, paradigma negara-sentris telah mengakar sejak

lama. Sehingga ketika muncul ide untuk membuat perlindungan internasional

terhadap HAM, maka pro-kontra terjadi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa

hukum internasional hanya mengatur hubungan antar negara, sehingga individu tidak

dapat dianggap sebagai subyek hukum internasional.36

Untuk melindungi HAM, instrumen yuridik menjadi sebuah hal yang sangat

diperlukan agar dapat memberikan kepastian hukum dalam melaksanakan penegakan

HAM. Secara historis-empiris, ada beberapa instrumen yuridik yang muncul untuk

melindungi HAM, antara lain :

Namun menurut Prof. George

Scelle, hanya individu yang menjadi subyek hukum internasional. Pendukung

terhadap pendapat ini mengatakan bahwa tujuan akhir dari pengaturan-pengaturan

konvensional adalah individu dan oleh karena itu individu mendapatkan perlindungan

internasional. Pendapat lain mengatakan bahwa negara sebenarnya adalah entitas yang

abstrak, dan pada dasarnya negara terdiri dari individu-individu, sehingga sudah

sewajarnya individu dapat dikategorikan sebagai subyek hukum internasional

meskipun hanya dalam hal-hal tertentu. Hadirnya Pengadilan Nuremberg, yang

ditujukan untuk menghukum para pelaku kejahatan perang selama Perang Dunia II,

berhasil menegaskan status individu menjadi subyek hukum internasional, sehingga

secara langsung individu mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional.

37

1. Magna Charta 1215, dokumen ini mencatat beberapa hak yang diberikan oleh

Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan

mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John itu.

36 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,

Penerbit Alumni, Bandung, 2003, Hal. 591.

(44)

2. Bill of Rights 1698, undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris

setelah terjadi perlawanan terhadap Raja James II dalam revolusi tidak

berdarah yang dikenal dengan The Glorious Revolution of 1688.

3. Declaration des droits de l’homme et du citoyen 1789, naskah yang dicetuskan

pada permulaan Revolusi Prancis, sebagai perlawanan terhadap rezim yang

lama.

4. Declaration of Independence, naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada

tahun 1789 dan kemudian menjadi bagian dari Konstitusi Amerika pada tahun

1791

Hak-hak yang dihasilkan dalam dokumen-dokumen tersebut sangat

dipengaruhi o;eh gagasan Hukum Alam, dan hanya terbatas pada hak-hak yang

bersifat politis seperti persamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih, dan

lainnya. Namun instrumen yuridik yang lahir pada masa pertengahan tersebut menjadi

dasar bagi pembentukan instrumen yuridik perlindungan HAM modern. Salah satu

tonggak terwujudnya perlindungan HAM modern adalah empat hak yang dirumuskan

Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, yaitu:

1. kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech);

2. kebebasan beragama (freedom of religion);

3. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear);

(45)

BAB III

PELANGGARAN HAM TERHADAP BURUH MIGRAN DI

MALAYSIA

A. Isu-Isu Pelanggaran HAM dihadapi buruh migran di Malaysia dan Implikasinya.

Pekerja migran adalah seseorang yang melakukan pekerjaan yang dibayar disuatu negara dimana ia bukan menjadi warga negara dari negara yang bersangkutan. Adanya perbedaan kewarganegaran sering kali menimbulkan perbedaan perlakukan dari negara yang bersangkutan terhadap hak-hak pekerja migran yang ada di negaranya. Padahal para pekerja migran merupakan manusia-manusia yang hanya bertujuan mengais rejeki dengan menjadi pekerja disektor-sektor informal dalam rangka menafkahi keluarganya. Bahkan tidak jarang pekerja migran dianggap sebagai kelompok orang yang harkat dan martabatnya lebih rendah dibandingkan dengan warga negara di negara mana para pekerja migran tersebut bekerja. Kondisi demikian memicu terjadinya prilaku ketidakadilan yang dilakukan oleh para majikan, seperti penyiksaan fisik, penyiksaan seksual, perampasan paspor, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang sangat merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan.

(46)

mengapa TKI sangat diinginkan di Malaysia. Pertama, demografi umum dan ketidakseimbangan ekonomi antara Indonesia dan Malaysia. Kedua, jaringan kerja para perantara, makelar dan agen penempatan kerja yang telah dilembagakan. Dalam jaringan kerja ini, para perantara juga berfungsi sebagai makelar sehingga menyebabkan derasnya arus TKI ke Malaysia. Ketiga, hubungan linguistik, budaya dan sejarah antara kedua negara memungkinkan hubungan kerja sama yang lebih mudah antara majikan dan TKI, dibandingkan dengan tenaga kerja migran dari negara lain. Tiga gelombang utama pergerakan TKI ke Malaysia telah terjadi selama lebih dari 40 tahun, menunjukkan betapa TKI memainkan peranan penting dalam perekonomian Malaysia.38

Di tahun ’70-an dan ’80-an ketika peraturan imigrasi Malaysia masih terbatas (Kanapathy, 2004b), gelombang pertama TKI banyak dipekerjakan di sektor perkebunan/pertanian, diikuti sektor industri pengolahan dan jasa. Selama gelombang kedua migrasi tenaga kerja tahun ’80-an, TKI lebih banyak dipekerjakan di sektor industri manufaktur? pengolahan dan sektor jasa tidak formal karena adanya gelombang besar migran legal dan ilegal pada waktu itu. Kebijakan imigrasi baru yang aktif sekitar tahun 1991-1992 memasukkan retribusi kepada penempatan tenaga kerja asing (Kanapathy, 2004). Dalam upaya mensahkan tenaga kerja ilegal di sektor domestik, konstruksi, pertanian, industri pengolahan/manufaktur? dan jasa, program amnesti dijalankan selama periode ini (APMRN, 2010). Kombinasi antara krisis keuangan Asia tahun 1997, dengan pelaksanaan kebijakan nasional yang sangat ketat untuk melarang masuknya tenaga kerja ilegal, memperlambat masuknya tenaga kerja dan menstabilkan arus TKI ke Malaysia. Menurut Kementerian Sumber Daya

(47)

Manusia Malaysia39

39

Data berasal presentasi oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Pemerintah Malaysia pada saat Kunjungan Studi Delegasi Pemerintah Indonesia 1-2

September 2009

, kira-kira terdapat 2.109.954 tenaga kerja migran yang saat ini bekerja di Malaysia, 50 persennya adalah TKI. Angka ini sekaligus menunjukkan betapa besarnya skala migrasi TKI ke Malaysia. Kebanyakan tenaga kerja migran yang tiba di Malaysia berasal dari negara-negara Asia Selatan dan Tenggara, khususnya tertarik dengan penawaran gaji lebih tinggi di Malaysia daripada dari negara mereka sendiri.

Juli 2008, 35 persen majikan mendaftar ke Kementerian Tenaga Kerja untuk mempekerjakan tenaga kerja migran. Pemerintah Malaysia mengkategorikan tenaga kerja migran ke dalam 3 kelompok:

i. Tenaga kerja migran berdokumen

- masuk secara legal dan memiliki visa kerja sah sementara yang dikeluarkan oleh Departemen Imigrasi Malaysia;

- mempunyai hak untuk menerima perlindungan dan manfaat yang disediakan oleh berbagai layanan

- biasanya dipekerjakan di sektor kerja kelas rendah dan tidak terampil.

ii. Tenaga kerja asing (ekspatriat) - memiliki ijin kerja;

- diijinkan untuk membawa pasangan dan keluarga ke Malaysia; dan

(48)

iii. Tenaga kerja ilegal

- melanggar undang-undang imigrasi dan bekerja di Malaysia tanpa ada kuasa/wewenang;

- tidak memenuhi persyaratan untuk mendapat perlindungan hukum; dan - rentan terhadap eksploitasi atau perlakuan yang tidak benar.

Kebanyakan tenaga kerja migran yang ke Malaysia berketerampilan rendah atau semi terampil dan umumnya menempati kerjaan yang bahaya, kotor dan/atau merendahkan (atau juga disebut pekerjaan “3D”) di sektor industri pengolahan/manufaktur, pertanian, konstruksi, dan domestik. Pekerjaan yang tidak diminati oleh sebagian besar warga negara Malaysia karena kecilnya gaji yang ditawarkan.

(49)

Jumlah Tenaga Kerja Migran di Malaysia Berdasarkan Negara Pengirim Negara Asal Jumlah Tenaga Kerja (2006) Jumlah Tenaga Kerja (2008)

Catatan: * 50 persen dari jumlah total tenaga kerja migran di Malaysia

Sumber: Data diperoleh dari presentasi yang diberikan oleh Kementerian Sumber Daya Manusia

Malaysia selama kunjungan studi ke Malaysia yang dilakukan oleh delegasi Pemerintah Indonesia pada

tanggal 1-2 September 2009.

Menurut Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia, terdapat sekitar 2,1 juta tenaga kerja migran di Malaysia yang bekerja di hampir semua sektor ekonomi (kira-kira 170.000 perusahaan mempekerjakan orang asing). Jumlah tenaga kerja migran yang cukup besar di kebanyakan sektor ekonomi menunjukkan ketergantungan ekonomi Malaysia kepada mereka. Tabel 15 menunjukkan distribusi TKI berdasarkan sektor di Malaysia: perkebunan, PRT (domestik), konstruksi dan pabrik merupakan sektor utama bagi TKI.

Indonesia meratifikasi konvensi pekerja migran tanggal 22 september 2004, sekitar 1 (satu) tahun setelah keluarnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak pekerja di Indonesia diatur dan dilindungi oleh UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahkan di dalam peraturan pelaksanaannya memberikan ruang gerak yang luas bagi para pekerja asing. Tetapi harus diakui juga

(50)

bahwa tidak ada satu pun Pasal yang ada didalam UU Ketenagakerjaan yang secara spesifik mengatur dan melindungi hak-hak pekerja migran. Ketiadaaan pengaturan tersebut secara jelas di dalam UU Ketenagakerjaan merupakan hal yang wajar karena UU Keternagakerjaan lebih dahulu diterbitkan oleh pemerintah dibandingkan dengan ratifikasi konvensi pekerja migran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

(51)

Pekerja migran yang datang ke Indonesia pada umumnya adalah para pekerja professional dan tenaga terdidik, sehingga mereka datang dan bekerja di Indonesia karena pengetahuan dan pengalaman mereka sangat dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Proses perlindungan hukum mereka menjadi lebih mudah karena mereka adalah orang-orang yang terdidik dan mengetahui hak-hak dan kewajiban yang dimilikinya sebagai pekerja migran.bahkan tidak jarang pekerja migran asing tersebut menjadi pimpinan pekerja-pekerja Indonesia di berbagai perusahaan dan pabrik di Indonesia. Kondisi pekerja migran Indonesia di negara lain khususnya negara tetangga Malaysia sangat kontras dengan kondisi pekerja migran yang di Indonesia. Pekerja migran Indonesia yang ada di Malaysia cenderung dilecehkan baik secara fisik maupun seksual, gaji tidak dibayar, paspor ditahan oleh majikan, dan berbagai macam bentuk-bentuk penghinaan lainnya yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan.

Kasus penganiayaan dan perkosaan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri terus berulang sepanjang tahun. Kasus Winfaidah yang mengalami penganiayaan dan perkosaan adalah puncak gunung es dari tumpukan persoalan yang dihadapi perempuan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Demikian pula kasus ancaman hukuman mati yang dihadapi oleh empat perempuan dari ratusan pekerja Indonesia yang juga menghadapi ancaman hukuman serupa. Semua berpulang pada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia, sejak proses perekrutan, selama penempatan dan ketika kembali ke daerah asalnya.

(52)

HAM), menunjukkan bahwa, pertama, Malaysia adalah negara terbanyak penerima pekerja migran asal Indonesia yang mencapai 1,2 juta jiwa. Data tersebut belum termasuk jumlah pekerja migran yang tidak berdokumen yang jumlahnya diperkirakan dua kali lipatnya. Kedua, jumlah pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia pada tahun 2009 mencapai 33.111 jiwa. Artinya, ada lebih 2.700 TKI Indonesia yang dideportasi perbulan. Hingga triwulan I tahun 2010, jumlah pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia mencapai 4.201 orang. Ketiga, lebih seribu pekerja migran Indonesia yang harus berhadapan dengan hukum setiap tahunnya; 60% diantaranya terkait gaji tidak dibayar, 20% adalah kasus kekerasan seksual, dan 5% kasus perdagangan manusia.

Selain kasus-kasus tersebut, Komnas Perempuan juga mencatat berbagai persoalan pelanggaran HAM yang dialami oleh perempuan pekerja migran termasuk menjadi pekerja tidak berdokumen karena melarikan diri dari majikan yang menyandera dokumennya, dipaksa bekerja tanpa waktu istirahat, bekerja pada lebih satu majikan tanpa upah yang layak, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain selain majikan dan keluarganya, tidak berhak atas cuti maupun libur, tidak memperoleh hak berkumpul dan berserikat, serta kehilangan hak untuk cuti menstruasi. Dalam hal kekerasan, perempuan pekerja migran berhadapan dengan penganiayaan secara fisik, secara verbal dalam bentuk caci maki, hinaan dan intimidasi, dan juga secara seksual, khususnya perkosaan.

(53)

1. Mengingatkan bahwa bermigrasi untuk bekerja adalah bagian dari hak asasi manusia sekaligus hak konstitusional warga negara. Kebijakan moratorium sebagai tindakan penangguhan pengiriman pekerja migran, tidak berarti menghalangi hak bermigrasi warga negaranya. Akan tetapi dijadikan sebagai kebijakan yang diambil dalam situasi konkret mengingat meningkatnya kekerasan yang dialami oleh pekerja migran. Selain itu juga sebagai bentuk tekanan politis dan ekonomi bagi negara tujuan pekerja migran yang berlaku sewenang-wenang melanggar Hak Asasi Manusia Pekerja Migran. Sehingga moratorium digunakan sebagai suatu strategi untuk mendorong perbaikan sistem bermigrasi secara aman dalam tiap tahapannya ; Pra-pemberangkatan, khususnya dalam hal peningkatan kapasitas calon pekerja migran, perlindungan pada masa bekerja dan pada saat pasca bekerja. Karenanya, prinsip moratorium untuk menunda penempatan tenaga kerja di luar negeri tidak boleh berlarut-larut dan pembenahan kebijakan harus segera diselesaikan. Untuk itu harus diikuti dengan upaya-upaya yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kebijakan tersebut yaitu :

a. Pemerintah perlu memenuhi tanggungjawabnya untuk menyediakan perlindungan bagi warga negara dan mengatur migrasi yang aman

b. Pemerintah harus membuat batas waktu dan target perbaikan kebijakan yang terukur dan diketahui publik, khususnya calon pekerja migran dan pihak-pihak yang terkait dengan proses migrasi.

c. Pemerintah harus tetap menangani pekerja migran yang terlanjur berangkat dan bermasalah selama proses moratorium ini.

(54)

khususnya alternatif penyelesaian ketenagakerjaan untuk menjawab persoalan selama pemberlakuan moratorium.

3. Memberikan saran kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Kementerian Luar Negeri dan jajaran Pemerintahan lain yang terkait untuk segera melakukan pendampingan hukum dan penyelesaian kasus-kasus lain termasuk 177 WNI yang saat ini mendapat ancaman hukuman mati di Malaysia dan di Negara-negara lain.

4. Mendorong Pemerintah Indonesia dan Malaysia agar Letter of Intent yang sudah ditandatangani segera ditingkatkan menjadi kesepakatan kedua Negara yang memiliki kekuatan hukum yang pasti dengan beberapa catatan perbaikan, seperti perbaikan standar upah bukan berdasarkan determinasi pasar namun berdasarkan standar upah layak, perbaikan standar biaya penempatan yang tidak membebankan pekerja migran, pemastian hak hari libur dan pemenuhan hak memegang paspor.

5. Mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat segera meratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Agenda ratifikasi ini telah tertunda selama lebih dari 5 tahun dari target Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia.

(55)

(JARI PPTKLN) yang saat ini sedang menggodok Naskah Akademik dan menyusun RUU Revisi UU 39/2004 tersebut.40

Ribuan tenaga kerja Indonesia ilegal kini berada di hutan-hutan Malaysia, menghindari kejaran polisi. Mereka mimilih hutan sebagai tempat bersembunyi. Pastilah mereka hidup seadanya dengan menjaga kewaspadaan agar Polisi Diraja Malaysia tidak menemukannya. Sebab, jika tertangkap, mereka akan digelandang, disiksa, dan dipenjarakan. Alasan lain, gaji mereka juga belum dibayar majikan. Pastilah mereka akan tambah sengsara jika harus pulang ke tanah air dengan tangan hampa. Pertanyaan sekarang, bagaimanakah caranya menuntut perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab di negeri jiran itu? Bisakah kita menekan pemerintahan Malaysia? Kita tahu, Malaysia hanya manis di bibir dengan janji menindak majikan da perusahaan yang melakukan perekrutan tenaga kerja ilegal. Kenyataanya tidak satu pun perusahaan yang tidak bertanggung jawab ditindak. Padahal menurut Akta Imigresen 1154/2002, penegakan hukum tidak hanya menindak para TKI ilegal, tetapi juga perusahaan/majikan yang memperkerjakan mereka. Malaysia ternyata bertindak diskriminatif. Dalam banyak kenyataan, posisi TKI ilegal

Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 dan telah diperbaharui menjadi Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Salah satu mandatnya memberikan pertimbangan kepada eksekutif, legislatif dan yudikatif serta masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan.

40

(56)

justru dieksploitasi. Dengan posisi lemah seperti itu, para TKI hanya bisa gigit jari. Mereka orang-orang kalah di negeri orang setelah kalah di negeri sendiri.

Persoalan TKI (khususnya TKI ilegal) adalah problem yang sangat kompleks. Ini telah menjadi sindikat yang teramat kuat dan melibatkan aparat kedua negara Indonesia dan Malaysia, para calo, dan majikan di negeri Jiran. Hal ini telah menjadi mata rantai yang jalin-menjalin dan sulit dibongkar. Karena uang telah menjadi berhala yang amat memikat. Jika aparat tidak hijau matanya melihat uang, semuanya bisa dibereskan.

Permasalahan-permasalahan buruh migran terutama TKW yang terjadi di Malaysia sangatlah banyak dan beragam dari kasus seperti penganiayaan, pemerkosaan, dan tindak kekerasan lainnya yang sangatlah merugikan tenaga kerja Indonesia. Sebagai contoh ada beberapa kasus di bawah ini yang akan menceritakan tentang pelanggaran-pelanggaran HAM Tenaga Kerja Indonesia yang terjadi di Malaysia

KASUS I

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian kinerja merupakan salah satu dari rangkaian fungsi manajemen sumber daya manusia, kegunaan penilaian kinerja adalah untuk mengukur kemampuannya dalam melakukan

Waktu kontak sediaan dengan permukaan kulit juga berpengaruh pada absorpsi obat melalui kulit.Semakin besar waktu kontak obat pada kulit maka konsentrasi obat

Matematika merupakan ilmu yang universal, mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Cognitive behavioral treatment for older adults with generalized anxiety disorder: A therapy manual for primary care settings.. Buku Saku

Parameter utama dari penelitian ini adalah laju pertumbuhan spesifik, respon imun THC dan DHC pada umur 30, 60 dan 90 hari di tambak, serta kelulushidupan

Buku ini juga dapat membantu penggemar burung parkit baru yang tertarik untuk memeliharanya, agar penggemar tidak salah dalam menangani dan memelihara burung parkit.. Melalui buku

Minuman teh seduhan memiliki beberapa kelebihan dalam menarik minat konsumen, diantaranya kemasan yang mudah dibawa dan selalu segar tetapi juga dapat

Fungsi transfer yang didapatkan kemudian digunakan sebagai persamaan dalam program pada sensor serat optik untuk mengukur konsentrasi ion logam berat timbal yang terbaca