• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa produksi dan reproduksi domba garut yang mendapat ransum bersuplemen kromium, kalsium dan bernilai kation anion berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa produksi dan reproduksi domba garut yang mendapat ransum bersuplemen kromium, kalsium dan bernilai kation anion berbeda"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

GARUT YAN

KROM

IN

NG MENDAPAT RANSUM BERSUP

OMIUM, KALSIUM DAN BERNILA

KATION ANION BERBEDA

DEDEN SUDRAJAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Performa Produksi dan Reproduksi Domba Garut yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kromium, Kalsium dan Bernilai Kation Anion Berbeda adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir setiap topik disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(4)
(5)

DEDEN SUDRAJAT. Production and Reproduction Performances of Garut Sheep Fed with Different Levels of Chromium, Calcium and Cation-Anion Balance. Supervised by TOTO TOHARMAT, ARIEF BOEDIONO, IDAT G. PERMANA, and R. IIS ARIFIANTINI.

Chromium (Cr) is an essential mineral for ruminants. Its metabolism and interactions with other minerals has not been widely known. Besides that chromium mineral and cation-anion balance in ration affects acid-base balance and mineral metabolism in body liquid. Changes in the acidity of body liquid indirectly affect the characteristics of animal production and reproduction. Two experiments were conducted to assess the production and reproduction performance of Garut sheep offered rations with different dietary cation anion balance (DCAB) and supplemented with chromium (Cr) and calcium (Ca). In the first experiment four dietary treatments, namely: R0 (basal diet); R1 (R0+Cr 3 ppm), R3 (R0+ Ca); R3 (R2+ Cr 3 ppm), were allocated in twenty four of 1.5-2 years old Garut grade rams in a randomized block design. Albumin separation method was used to separated X and Y spermatozoa of Garut sheep. In the second experiment, treatments consisted of combinations of mating patterns and pre-gestating rations, namely: Ram R3 (Cr + DCAB 0) x Ewe R0 (DCAB +14) (RJA); Ram R1 (Cr+ DCAB+14) x Ewe R2 (Cr + DCAB-10) (RBA); Ram R0 (DCAB+14) x Ewe R0 (DCAB+14) (RJBB). In the first experiment, the results showed that Cr supplementation in rations containing different levels of Ca did not affect feed intake, body weight gain, and dry matter digestibility, but reduced the absorption of Cr and also the absorption of Ca of the low Ca diet. The increased of Cr intake decreased the absorption of Cr. Supplementation of Cr had no effect on Cr, Ca, Zn, and Mg status in blood and semen of the rams. Intake of Cr and Ca were not related to the semen Cr and Ca levels. However Level of Cr intake tended to correlate negatively with the Cr absorption and correlate positively with blood Cr levels. There was a positive relationship between the level of Ca intake with the Ca and Mg absorption and blood Ca and Zn levels. The results showed that Cr supplementation in the ration with different level of Ca and dietary cation anion balance (DCAB) not affect the rectal temperature as well as in respiration rate of Garut rams. Supplementation of Cr in the ration does not affect semen quality of Garut rams either macroscopically or microscopically. Supplementation of Cr in ration containing acid DCAB reduced semen pH and membrane integrity the lower fraction spermatozoa on day 49. In the second experiment, results showed that there was a close relationship between gestational periods and body weight gain of gestating ewes. Cr supplementation and DCAB reduction in ram and ewe pre-gestating rations did not affect gestational periods. Lambs number of the same birth from Cr and DCAB10-supplemented ewes mated with Cr-supplemented rams tended to increase. Sex ratio of offspring from ewes mated with Cr and DCAB 0-supplemented rams tended to decrease.

(6)
(7)

DEDEN SUDRAJAT. Performa Produksi dan Reproduksi Domba Garut yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kromium, Kalsium dan Bernilai Kation Anion Berbeda. Dibawah bimbingan TOTO TOHARMAT, ARIEF BOEDIONO, IDAT G. PERMANA, and R. IIS ARIFIANTINI.

Kromium (Cr) adalah mineral penting bagi ternak ruminansia. Metabolisme dan interaksi mineral Cr belum banyak diketahui. Namun demikian beberapa laporan menunjukkan peranannya dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Suplementasi garam mineral kromium dan mineral makro lainnya dapat mempengaruhi keseimbangan kation dan anion cairan tubuh, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan asam basa cairan tubuh. Suplementasi garam mineral Cr juga akan mempengaruhi metabolisme mineral lainnya. Keseimbangan kation anion dalam tubuh dapat dipengaruhi melalui pengaturan kadar natrium (Na), kalium (K), khlor (Cl), dan sulfur (S) ransum yang disebut neraca kation anion ransum (NKAR).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat suplementasi Cr pada ransum dengan nilai NKAR dan berkadar Ca berbeda. Domba Garut yang prolifik digunakan sebagai model untuk mengkaji performa produksi dan reproduksi sebagai respon terhadap suplementasi Cr pada ransum dengan nilai NKAR dan Ca berbeda. Penelitian ini terdiri atas dua tahap percobaan. Percobaan pertama adalah mengkaji performa produksi, metabolisme mineral dan kualitas semen domba Garut. Percobaan menggunakan 24 ekor domba Garut Jantan berasal dari Sumedang berumur ± 1.5 tahun dengan bobot badan 32.02±3.71 kg. Ransum perlakuan terdiri atas: R0 (ransum basal); R1 (R0+Cr 3 ppm); R2 (R0+Ca); R3 (R2+Cr 3 ppm), menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Mineral Cr yang digunakan adalah Cr yang terinkorporasi dalam kacang kedele selama proses fermentasi tempe oleh ragi (ragi kaya Cr). Separasi spermatozoa menggunakan metoda separasi albumin telur. Percobaan kedua adalah mengkaji pola kelahiran anak domba Garut. Sebanyak 17 ekor domba betina umur 20-30 bulan dengan bobot badan awal 30.3±1.98 kg digunakan untuk percobaan ini. Setiap ekor domba betina dikawinkan dengan salah satu dari 3 pejantan yang telah diberi ransum perlakuan selama 49 hari dari percobaan pertama. Perlakuan pada penelitian ini adalah pola perkawinan berdasarkan perbedaan jenis ransum yang diberikan kepada jantan dan betina sebelum bunting. Pola perkawinan domba tersebut adalah sebagai berikut: (1) Perkawinan RJA: Domba Jantan R3 (Cr+NKAR 0) x Domba betina R0 (NKAR +14); (2) Perkawinan RBA: Domba Jantan R1 (Cr+NKAR +14) x Domba betina R2 (Cr+NKAR -10); (3) Perkawinan RJBB: Domba Jantan R0 (NKAR +14) x Domba betina R0 (NKAR +14).

(8)

Konsumsi Cr dan Ca tidak berhubungan dengan kadar Cr dan Ca semen. Namun demikian, tingkat konsumsi Cr cenderung berhubungan negatif dengan tingkat penyerapan Cr dan berhubungan positif dengan kadar Cr darah. Terdapat hubungan positif antara konsumsi Ca dengan tingkat penyerapan Ca dan Mg juga dengan kadar Ca dan Zn darah. Hasil penelitian menunjukkan suplementasi Cr dalam ransum dengan Ca dan NKAR berbeda tidak mempengaruhi suhu rektal dan laju respirasi domba Garut jantan. Suplementasi Cr dalam ransum tidak mempengaruhi kualitas semen domba Garut secara makroskopis ataupun mikroskopis. Suplementasi Cr dalam ransum yang mengandung NKAR asam menurunkan pH semen dan nilai MPU spermatozoa fraksi bawah pada hari ke-49.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang sangat erat antara umur kebuntingan dan pertambahan bobot badan betina bunting. Suplementasi Cr dan penurunan NKAR pada ransum domba jantan dan betina sebelum dikawinkan tidak mempengaruhi lama kebuntingan. Jumlah anak sekelahiran pada anak domba hasil perkawinan domba jantan yang disuplementasi Cr dengan betina yang disuplementasi Cr dan NKAR -10 cenderung meningkat. Rasio jenis kelamin anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan domba jantan yang disuplementasi Cr dan NKAR 0 cenderung menurun.

(9)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

GARUT YANG MENDAPAT RANSUM BERSUPLEMEN

KROMIUM, KALSIUM DAN BERNILAI

KATION ANION BERBEDA

DEDEN SUDRAJAT

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Asep Sudarman, M.RurSc 2. Dr. Ir. Didid Diapari, MS

(13)

Mendapat Ransum Bersuplemen Kromium, Kalsium dan Bernilai Kation Anion Berbeda

Nama Mahasiswa : Deden Sudrajat

NIM : D162070011

Program Studi/Mayor : Ilmu Nutrisi dan Pakan (INP)

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Prof. Dr. drh. Arief Boediono

Ketua Anggota

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc. Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan pada jenjang S3 Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan di Sekolah Pascasarjana IPB serta dapat menyelesaikan penelitian disertasi ini dengan baik. Disertasi ini bertujuan untuk mengkaji suplementasi mineral kromium, kalsium dan neraca kation-anion ransum terhadap performa produksi dan reproduksi domba Garut. selain itu mengkaji pengaruhnya terhadap nilai rasio kelamin anak domba yang dilahirkan.

Sebagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah Media Peternakan No. 34(3) tahun 2011, dengan judul Mineral Utilization in Rams Fed Ration Supplemented with Different Levels of Chromium, Calcium, and Cation-Anion Balance.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. drh. Arief Boediono, Bapak Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc. dan Ibu Prof. Dr. Dra. R.Iis Arifiantini, M.Si. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing atas arahan, nasehat, perhatian dan bimbingannya sejak pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian sampai pada penulisan disertasi, sehingga dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

(16)

disampaikan kepada tim manajemen Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Hibah Penelitian Tim Pascasarjana dan Hibah Penelitian Doktor, atas beasiswa dan dana penelitian yang diberikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Kepala Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan IPB dan Kepala Laboratorium Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi buatan, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB atas izin penggunaan sarana dan fasilitas laboratorium selama penelitian berlangsung. Tidak lupa penulis ucapakan terima kasih kepada Mas Bondan, Mbak Dian, dan Amir atas bantuan selama penelitian berlangsung. Penulis ucapkan pula terima kasih kepada Fahmul, Rimba dan Edo atas bantuan dan kerjasamanya. Kepada rekan sesama mahasiswa program doktor Pak Dede Kardaya, Bu Fauzia Agustin, Mas Iwan dan Bu Sri Suharti, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan diskusinya selama penulis mengikuti pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih setinggi-tingginya dan penulis persembahkan karya ini kepada Mamah, Bapak, Istri dan Anak-anak penulis sayangi serta kakak dan adik-adik penulis atas segala kasih sayang, pengertian, doa dan bantuan moril maupun meteril sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dengan baik.

Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat dan Alloh SWT senantiasa meridoi, memberi hidayah, taufik dan inayah kepada kita semua.

Bogor, Januari 2012

(17)

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta, pada tanggal 4 September 1965. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara dari bapak yang bernama Ading Supriyatna dan Ibu Hj. Tating Fatimah. Pada tahun 1979 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Silih Asuh II, Cirebon. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri III, Cirebon dan lulus pada tahun 1982. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri Cibadak, Sukabumi, mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus tahun 1985.

Pada tahun 1985, penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1991. Sejak tahun 1992 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar Kopertis IV Bandung diperbantukan di Jurusan Peternakan Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Unversitas Djuanda Bogor. Pada tahun 1996 sambil tetap bekerja, penulis melanjutkan pendidikan jenjang S2 pada Program Studi Ilmu Ternak Subprogram Nutrisi Ternak, Program Pascasarjana IPB Bogor dan lulus tahun 2000. Sejak tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program doktor pada Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan, Sekolah Pascasarjana, IPB.

(18)
(19)

Halaman

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

DAFTAR LAMPIRAN... xix

PENDAHULUAN...1

Latar Belakang ...1

Tujuan Penelitian...4

Manfaat Penelitian...5

Hipotesis Penelitian ...6

TINJAUAN PUSTAKA...7

Deskripsi Domba Garut...7

Neraca Kation Anion Ransum...8

Mineral Kromium...9

Kromium sebagai Nutrien ... 9

Metabolisme Kromium... 10

Interaksi Mineral Cr dengan Mineral Lain ... 11

Fungsi dan Keuntungan Bentuk Cr-Organik ... 11

Suplementasi Kromium dalam Ransum ... 12

Fisiologi Semen Domba ...13

Semen Domba ... 13

Spermatogenesis ... 14

Rasio Kelamin Anak yang Dilahirkan...17

UTILISASI MINERAL PADA DOMBA JANTAN DENGAN RANSUMBERSUPLEMEN KROMIUM, KALSIUM DAN KATION-ANION BERBEDA...18

ABSTRAK ...18

PENDAHULUAN...20

MATERI DAN METODE ...21

Pakan Percobaan... 21

(20)

xvi

Pengambilan Sampel dan Analisis... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Jantan... 23

Absorpsi Mineral Ransum pada Domba Garut Jantan... 25

Status Mineral Semen dan Darah Domba Garut Jantan... 28

Kecernaan Nutrien Ransum Perlakuan ... 30

SIMPULAN ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

KONDISI FISIOLOGIS DAN KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN KADAR KROMIUM, KALSIUM DAN NERACA KATION ANION BERBEDA... 35

ABSTRAK... 35

Suhu Rektal dan Laju Respirasi Domba Garut Jantan ... 42

Profil Hematologi Darah Domba Garut Jantan... 44

Kualitas Semen Domba Garut ... 45

Motilitas dan MPU Spermatozoa Hasil Separasi ... 49

SIMPULAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(21)

xvii

HASIL DAN PEMBAHASAN ...64

Konsumsi BK Ransum, Nutrien dan Bobot Badan Domba Betina Bunting ... 64

Jumlah Anak, Rasio Jenis Kelamin, Bobot Lahir Anak dan Lama Kebuntingan Domba Garut... 67

SIMPULAN...70

DAFTAR PUSTAKA...70

PEMBAHASAN UMUM...73

SIMPULAN DAN SARAN...79

Simpulan Umum...79

Saran Umum...80

DAFTAR PUSTAKA...81

(22)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan... 22 2 Konsumsi bahan kering (BK), Cr, Ca, Zn, Mg dan pertambahan bobot

badan harian (PBBH) domba Garut jantan yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca ... 24 3 Absorpsi mineral Cr, Ca, Zn dan Mg ransum domba Garut jantan yang

ransumnya disuplementasi Cr dan Ca... 26 4 Korelasi dan regresi konsumsi mineral dengan absorpsi dan status mineral

dalam semen dan darah domba Garut jantan yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca ... 27 5 Status Cr, Ca, Zn dan Mg (ppm) dalam semen dan darah domba Garut yang

ransumnya disuplementasi Cr dan Ca... 29 6 Kecernaan nutrien dan energi dapat dicerna (DE) ransum domba Garut yang

ransumnya disuplementasi Cr dan Ca... 30 7 Suhu rektal dan laju respirasi domba Garut yang ransumnya disuplementasi

Cr dan Ca ... 43 8 Profil hematologi darah domba Garut jantan yang ransumnya

disuplementasi dengan Cr dan Ca... 45 9 Kualitas semen domba Garut jantan yang ransumnya disuplementasi Cr dan

Ca pada H0... 47

10 Kualitas semen domba Garut jantan uang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca pada H21... 48

11 Kualitas semen domba Garut jantan yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca pada H49... 48 12 Motilitas dan MPU spermatozoa fraksi atas dan bawah (%) hasil separasi

albumin semen domba Garut yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca... 50 13 Komposisi dan kandungan nutrien ransum domba Garut jantan dan betina

pra-bunting... 62 14 Konsumsi nutrien pada domba Garut bunting (g) ... 66 15 Rataan bobot badan domba Garut betina selama kebuntingan (kg) ... 66 16 Jumlah anak sekelahiran, rasio jenis kelamin, lama kebuntingan dan bobot

(23)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir penelitian.………5

2 Domba Garut jantan .……….… 8 3 Pengaturan hormonal proses spermatogenesis ... 15 4 Konsumsi bahan kering ransum domba Garut jantan………. 23 5 Pertambahan bobot badan domba Garut jantan ... 24 6 konsumsi ransum domba Garut betina bunting (g BK) ... 65 7 Pertambahan bobot badan domba Garut betina bunting (kg) ... 67

DAFTAR LAMPIRAN

(24)
(25)

Latar Belakang

Performa produksi suatu ternak tidak hanya dilihat dari sifat pertumbuhannya. Selain itu karakteristik reproduksi ternak merupakan bagian yang penting juga dalam proses produksi. Ternak domba yang menghasilkan banyak anak (prolifik) sangat menguntungkan bagi peternak, dan untuk menghasilkan produksi ternak yang tinggi dibutuhkan induk sebagai penghasil bakalan anak domba. Oleh karena itu kebutuhan ternak domba betina sangat penting bagi proses produksi ternak. Pada ternak perah (kambing dan sapi perah) peningkatan kelahiran anak betina sangat penting bagi produksi susu. Cunningham (1975) menyatakan bahwa ternak sapi perah dapat meningkatkan efsiensi produksi susu sampai 30% jika pada saat inseminasi buatan dapat diseleksi kelahiran anak betina. Hal tersebut dapat dilakukan melalui penentuan jenis kelamin anak sebelum dilahirkan. Menurut Johnson (2000) praseleksi jenis kelamin ternak yang akan dilahirkan merupakan tuntutan dan sangat penting untuk meningkatkan efisiensi produksi tertinggi dari suplai pangan dunia. Bersama dengan perubahan yang terjadi pada bidang peternakan sepanjang generasi terakhir, aplikasi praseleksi jenis kelamin untuk sistem produksi menjadi semakin diperlukan.

(26)

2

(Boediono et al. 2007). Selain itu pelestarian dan pengembangan domba Garut banyak pula dilakukan melalui perbaikan, manipulasi nutrisi dan pemberian pakan.

Usaha menggeser rasio jenis kelamin telah dilakukan. Sebagian penelitian yang dilakukan adalah pemisahan secara langsung spermatozoa X dan Y dari ejakulat dengan menggunakan berbagai metode. Beberapa metode pemisahan spermatozoa X dan Y telah dilakukan dengan teknik Motilty and electrophoretic separation, Iso electric focusing dan sephadex column(Hafez 1987). Penggunaan larutan 6% BSA (Bovine Serum Albumin) untuk memisahkan spermatozoa X dan Y menghasilkan rasio jantan 22.2% dan betina 77.8% (Hendri 1992). Saili (1999) melakukan separasi spermatozoa dengan menggunakan albumin telur sebagai medium separasi menghasilkan 71.43% spermatozoa betina pada bagian lapisan atas.

Selain daripada itu upaya lain dilakukan untuk tujuan tersebut dengan melakukan manipulasi nutrisi baik itu nutrien makro maupun nutrien mikro dan mineral. Makanan dapat mempengaruhi rasio jenis kelamin anak, khususnya kalori tinggi dalam ransum secara nutrisi lengkap mempengaruhi jenis kelamin anak (Rosenfeld et al. 2003: Rosenfeld & Robert 2004). Suplementasi mineral tertentu juga dapat mempengaruhi rasio jenis kelamin, terutama mineral yang mempengaruhi keasaman cairan tubuh. Ketidakseimbangan Na, K, dan Ca dalam ransum dapat mempengaruhi rasio jenis kelamin (Stolkowski & Lorrain 1980; Celik et al. 2003). Pengaturan mineral ransum menghasilkan perubahan neraca kation anion ransum (NKAR). Kation dan anion tertentu memiliki pengaruh besar terhadap proses metabolisme dalam tubuh. Kation Na dan K, serta anion Cl dan S adalah ion utama yang dapat mempengaruhi status asam-basa dalam tubuh (Chan et al.2005; Fathulet al. 2008).

(27)

tolerance factor (GTF) dalam aliran darah diketahui berperan meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel melalui peningkatan potensi aktivitas insulin (NRC 2001), yang dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan sintesis protein (Pollardet al. 2001; Suttle 2010), berpartisipasi menjaga stabilitas struktur protein dan asam nukleat dan berperan dalam proses reproduksi untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Lindemann et al. 2004; Pechova & Pavlata 2007). Defisiensi Cr dapat menekan sintesis asam nukleat dan menurunkan jumlah spermatozoa serta fertilitas pada rodensia (Anderson & Polansky 1981). Kadar Cr yang tinggi merugikan dalam produksi spermatozoa (Skandhan et al. 2005), mengubah kualitas semen dan hormon reproduksi serta menurunkan jumlah dan morfologi spermatozoa yang normal (Kumar 2008).

Penelitian mengenai Cr masih sedikit demikian juga rekomendasi kebutuhan mineral maupun ketersediannya dalam pakan masih terbatas (NRC 1997). Kebutuhan nutrisi untuk Cr tidak didefinisikan, tetapi akan meningkat pada kondisi seperti aktivitas gerak, tranportasi, dan infeksi ketika kehilangan Cr dalam urin meningkat (NRC 2007) dan pada kondisi cekaman panas (Alsaiady 2004). Beberapa peneliti memberikan Cr dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan akan Cr. Usaha untuk menentukan kebutuhan konsentrasi Cr serta ketersediaannya dalam pakan dan suplemen untuk diberikan pada ternak ruminan terus dilakukan oleh beberapa peneliti. Suplemen Cr meliputi CrNic, CrCl3, CrPic, Cr-khelat dan

jamur kaya Cr. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh positif tetapi hasilnya tidak konsisten (NRC 1997).

(28)

4

tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh suplementasi Cr dan Ca dalam ransum dengan nilai NKAR berbeda terhadap rasio jenis kelamin anak yang dilahirkan tanpa mengganggu performa produksi dan reproduksi domba Garut betina dan jantan.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap percobaan (Gambar 1). Perobaan pertama dilakukan untuk mengkaji performa produksi, metabolisme mineral dan kualitas semen domba Garut jantan yang mendapat suplementasi Cr pada ransum dengan kadar Ca dan NKAR berbeda. Ransum yang memberikan respon positif terhadap kualitas semen dan karakteristik spermatozoa, digunakan pada percobaan kedua. Percobaan kedua dilakukan untuk mengkaji pola kelahiran anak domba Garut dari induk domba yang mendapat ransum bersuplemen Cr dan Ca dengan NKAR berbeda. Pada penelitian tahap kedua, khususnya akan diperoleh ransum percobaan yang dapat menggeser ratio jenis kelamin anak dari domba Garut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa produksi dan reproduksi domba Garut jantan yang diberi ransum bersuplemen Cr dan Ca dalam ransum dengan neraca kation anion ransum (NKAR) berbeda. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengaruh suplementasi Cr dan Ca dalam ransum dengan neraca kation anion berbeda pada performa produksi yaitu utilisasi mineral dan pertambahan bobot badan domba Garut jantan.

2. Mempelajari pengaruh suplementasi Cr dan Ca dalam ransum dengan neraca kation anion berbeda pada performa reproduksi yaitu kualitas semen dan karakteristik spermatozoa fraksi atas dan bawah hasil separasi albumin semen domba Garut.

(29)

Gambar 1. Bagan alir penelitian

Ransum yang disuplementasi Cr, Ca, pada NKAR Berbeda

Domba Garut Jantan Domba Garut Betina

Pertumbuhan dan Utilisasi Mineral Ca, Ca, Zn dan Mg domba Garut Jantan

Kualitas Semen Segar dan Semen Hasil Separasi Albumin

Pola kelahiran Anak: Rasio jenis kelamin

Jumlah kelahiran Bobot badan Pemberian ransum

perlakuan dan pengamatan selama 49

hari

Pemberian ransum perlakuan selama 49 hari

(30)

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya peternak mengenai:

1. Suplementasi Cr dan Ca pada ransum dengan nilai NKAR berbeda pada ternak ruminansia, khususnya domba.

2. Pola interaksi mineral yang terjadi karena suplementasi Cr dan Ca dalam ransum.

3. Pola kelahiran anak domba Garut khususnya rasio jenis kelamin akibat suplementasi Cr dan perubahan nilai NKAR.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Suplementasi Cr dan Ca dalam ransum dengan NKAR 0 akan mempengaruhi konsumsi, pertumbuhan, status mineral semen dan darah, dan absorpsi mineral ransum domba Garut.

2. Suplementasi Cr dan Ca dalam ransum dengan NKAR 0 akan mempengaruhi kualitas makroskopis dan mikroskopis semen serta dan mempengaruhi karakteristik spermatozoa fraksi atas dan bawah semen domba Garut hasil separasi albumin.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Domba Garut

Domba Priangan atau domba Garut adalah hasil persilangan antara tiga bangsa domba yaitu domba lokal, merino dan ekor gemuk dari Afrika Selatan. Ciri-ciri domba priangan adalah berbadan besar dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan. Bobot domba jantan mencapai 60 – 80 kg dan domba betina 30 – 40 kg. Domba jantan bertanduk besar dan melengkung ke belakang berbentuk spiral (Gambar 2). Bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu. Domba betina tidak bertanduk. Warna bulu beragam ada yang putih hitam dan coklat atau warna campuran tetapi umumnya berwarna dasar putih dan berbulu lurus. Ciri khas domba ini ialah mempunyai daun telinga yang kecil kuat dan agak runcing, atau ada yang tidak mempunyai daun telinga sama sekali. Domba Garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Domba ini banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Sesuai dengan namanya domba Priangan berasal dari daerah Priangan di Jawa Barat dan berpusat di Kabupaten Garut, khususnya domba Garut tipe pedaging banyak tersebar di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening (Mansjoeret al. 2007; Riwantoro 2005; Sudarmono & Sugeng 2008).

(32)
(33)

stabil. Ion SO4-2secara langsung bersifat asam terhadap cairan biologis dan dapat mengubah keseimbangan asam-basa jika ditambahkan ke dalam ransum konsentrasi tinggi .

Penelitian mengenai keseimbangan kation-anion telah banyak dilakukan, tetapi sebagian besar pada sapi perah. Harris dan Beede (1993) menyatakan bahwa ransum dengan keseimbangan kation-anion positif diberikan pada sapi perah selama laktasi dapat meningkatkan produksi susu. Sebaliknya, pemberian ransum dengan keseimbangan kation-anion negatif lebih baik diberikan pada sapi-sapi perah pada waktu kering kandang sebelum beranak untuk mengurangi resiko milk fever dan mencegah parturient paresis, melalui mekanisme homeostasis metabolisme kalsium (Hu & Murphy 2004; Ramberget al.2009).

Mineral Kromium

Kromium sebagai Nutrien

Kromium (Cr) adalah unsur logam transisi yang terdapat umumnya pada kondisi oksidasi 0, 2+, 3+, dan 6+. Mineral ini paling stabil pada valensi 3. Chromium berasal dari bijih, chromite (FeOCr2O3). Sebagian besar bijih Cr

digunakan pada produksi baja stainless. Unsur Cr telah digunakan sebagai marker untuk laju makanan dan nutrien dalam saluran pencernaan. Unsur ini tersebar di air, tanah dan materi hidup. Bervariasi besar antara konsentrasi mungkin karena perbedaan prosedur analisis, standar dan lokasi geografis. Teknologi sekarang dapat mengukur konsentrasi Cr yang sangat kecil (sampai sekecil 1 ppb) namun sayangnya, sampel dapat mudah terkontaminasi bahkan oleh peralatan baja stainless dan Cr organik glucose tolerance factor (GTF) mudah hilang pada temperatur pengabuan yang tinggi (McDowell 1992).

(34)

10

limbah Cr sangat sedikit dibandingkan limbah dari penggunaan industri. Di samping itu Cr ekskreta dari ternak dalam bentuk valensi 3 yang tidak beracun sedangkan limbah industri mengandung Cr valensi 6 (Mowat 2008).

Unsur Cr merupakan nutrien penting untuk manusia dan hewan. Peranan utamanya adalah meningkatkan aksi insulin sebagai bagian dari glucose tolerance factor(GTF); suatu senyawa organometalik yang terdiri atas Cr+3, asam nikotinat, glisin dan sistein. Koefisien cerna bentuk Cr anorganik pada ruminansia belum diketahui, tetapi berkisar antara 0,5 – 2% pada manusia dan hewan laboratorium (NRC 1997). Efisiensi penyerapan dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh karena itu kandungan Cr total dalam ransum sangat tidak berhubungan dengan ketersediaan Cr dalam makanan. Bentuk Cr organik lebih tersedia dibandingkan bentuk anorganik. Terdapat beberapa Cr organik yang menjadi perhatian dalam suplementasi bentuk organik Cr ke ternak, diantaranya adalah pikolinat, Cr-nikotinat, dan khamir berkadar tinggi Cr (NRC 1997)

Metabolisme Kromium

Dalam larutan asam Cr ditemukan di lambung, Cr3+terlarut dan membentuk kompleks dengan ligan. Kromium diserap di seluruh saluran pencernaan terutama jejenum. Meskipun model penyerapan belum jelas diketahui, namun diduga diserap secara difusi dan melaluicarrier-mediated tranporter. Sekitar 0,4–2,5% Cr yang dikonsumsi diserap masuk ke sel usus.

Dalam darah Cr3+ anorganik berikatan secara kompetisi dengan tranferin dan diangkut bersama dengan Fe . Jika tranferin sitetidak tersedia bagi Cr maka albumin diduga dapat mengangkut Cr. Tubuh mengandung sekitar 4 – 6 mg Cr. Jaringan yang mengandung Cr tinggi adalah ginjal, hati, otot, limpa, jantung, pankreas dan tulang. Kadar Cr jaringan menurun sesuai dengan umur. Unsur Cr diduga disimpan dalam jaringan bersama dengan besi dalam bentuk ferri (Fe3+) karena diangkut oleh tranferin (Gropperet al. 2009).

Peningkatan penyerapan Cr dipengaruhi oleh: adanya asam amino dan ligan lain dapat membentuk chelat dengan Cr dalam lambung. Asam amino seperti phenylalanin, methionin dan histidin, dapat berperan sebagai ligan untuk memperbaiki penyerapan Cr. Pikolinat dapat berperan sebagai ligan Cr.

(35)

pada pH alkalin di usus halus. Senyawa lipophilic seperti pikolinat juga bermanfaat meningkatkan penyerapan melalui membran sel lipid. Vitamin C juga meningkatkan penyerapan Cr. Mengkonsumsi 1 mg Cr (CrCl2) bersama dengan

100 mg ascorbate akan meningkatkan kadar Cr plasma dibandingkan tanpa minum askorbat.

Terdapat inhibitor yang mempengaruhi penyerapaan Cr. Kromium anorganik dalam lingkungan netral atau basa bereaksi dengan hidroksil (OH-), yang akan segera berpolimerisasi membentuk senyawa dengan bobot molekul tinggi dalam proses yang disebut olasi. Reaksi ini mengkibatkan presipitasi (pengendapan) Cr sehingga menurunkan penyerapan. Antacid dan phytat menurunkan penyerapan Cr secara nyata (Gropper et al. 2009; Solomon 1988; Luseba 2005).

Interaksi Mineral Cr dengan Mineral Lain

Mineral mikro dapat berinteraksi dengan mineral lain, yang berpotensi menyebabkan gejala keracunan ataupun defisiensi (Luseba 2005). Interaksi mineral dengan mineral lainnya dapat terjadi dalam makanan, pada jaringan tertentu dan selama proses transpor dan ekskresi mineral. Namun yang paling utama adalah interaksi yang terjadi dalam saluran pencernaan. Interaksi mineral dengan mineral lainnya terjadi melalui mekanisme kompetisi atau coadaptation yang berhubungan dengan bentuk yaitu kemiripan mineral secara kimia (Solomon 1988). Konsumsi Cr yang tinggi akan menurunkan retensi mineral lain seperti Co, Fe, dan Mn (Luseba 2005). Dalam darah Cr3+ anorganik berikatan secara kompetisi dengan tranferin yang diangkut bersama dengan Fe (Gropper et al. 2009).

Fungsi dan Keuntungan Bentuk Cr-Organik

(36)

12

glukosa dalam jaringan perifer, yang berperan bersama dengan insulin. Secara biologis bentuk-bentuk aktif kromium adalah disebut glucose tolerance factor (GTF). Suatu molekul organik kecil yang mengandung asam nikotinat, glisin, asam glutamat, sistein dan kromium, tetapi struktur tepatnya belum diketahui (Vincent 2000).

Kromium dalam tanaman berada dalam bentuk organik dengan konsentrasi sekitar 30 – 50 ppb. Konsentrasi kromium total yang tinggi dalam makanan mungkin disebabkan oleh kontaminasi (tanah, debu, baja stainless) dalam pakan, terutama hijauan, atau kontaminasi dalam suplemen mineral. Analisis kromium terbatas dan membutuhkan spesialisasi tinggi. Kromium anorganik sangat buruk diserap, juga kromium anorganik ini harus diubah menjadi komplek organik, seperti GTF agar dapat berfungsi secara fisiologis. Pengubahan kromium anorganik (misalnya kromium klorida) dalam hati dan ginjal menjadi bentuk aktif rendah, bahkan sangat kurang, pada yang tua. Suplementasi bentuk komplek kromium organik meningkatkan penyerapan, menurunkan variabilitas respon dan meniadakan kebutuhan untuk kecukupan prekursor makanan (yaitu asam nikotinat, asam amino tertentu) untuk membantu penyerapan kromium anorganik dan mengubahnya menjadi bentuk bioaktif (Mowat 2008).

Defisiensi Cr mempunyai kemampuan untuk menekan sintesis asam nukleat. Tikus yang diberi pakan rendah Cr secara nyata lebih rendah jumlah sperma dan menurunkan fertilitasnya dibandingkan kontrol yang disuplementansi Cr. Kromium penting untuk menjaga stabilitas struktural protein dan asam nukleat dan penelitian pada hewan menunjukkan bahwa unsur ini sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fetus (Anderson & Polansky 1981). Sedangkan Cr bervalensi 6 dapat mengganggu spermatogenesis dengan merangsang terbentuknya racun radikal bebas, dan suplementasi vitamin antioksidan dapat bermanfaat terhadap ternak yang dipengaruhinya (Aruldhas 2005)

Suplementasi Kromium dalam Ransum

(37)

dan suplemen untuk diberikan ke ternak ruminan. Suplemen kromium meliputi CrNic, CrCl3, CrPic, kromium khelat, dan jamur berkromium tinggi. Beberapa

penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh positif tetapi hasilnya tidak konsisten (NRC 1997).

Kromium meningkatkan (P<0.08) jumlah eristrosit domba yang diberi pakan tinggi protein dan suplemen 400 ppb Cr-pic. Pada penelitian ini menunjukkan suplementasi Cr pengaruhnya tidak konsisten terhadap produksi dan karakter metabolik domba (Gentryet al. 1999). Penelitian Kichalong et al. (1995) pada domba Suffolk juga menunjukkan suplementasi Cr-pic tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan dan imbangan nitrogen. Sebaliknya pada penelitian Kornegay et al (1997) menunjukkan bahwa suplementasi Cr-picolinat sebanyak 200 ppb dapat memperbesar otot longissimus dan suplementasi ini juga memperbaiki absorpsi N dan kecernaan bahan kering. Suplementasi Cr menurunkan plasma NEFA (Non Esterified Fatty Acid) dan 15% kolesterol selama pemberian 2 minggu. Di samping itu Cr-pic menurunkan 18% lemak rusuk ke-10 pada domba dan babi (Kichalonget al. 1995; Van de Liget al. 2002).

Suplementasi Cr-pic pada ransum ternak babi meningkatkan jumlah anak hidup yang dilahirkan tetapi menurunkan bobot lahir anak. Kadar Cr di kelenjar adrenal, ginjal dan hati meningkat secara linier oleh peningkatan suplementasi Cr-pic (Lindemann et al. 2004). Sapi jantan kastrasi yang diberi Cr nikotinat memiliki insulin serum yang lebih tinggi 15 dan 30 menit setelah infusi daripada yang disuplementasi dengan CrCl3dan khamir ber-Cr tinggi. Hal ini menunjukkan

bahwa kompleks Cr nikotinat khamir ber-Cr tinggi dapat mempengaruhi respon imun, dan kompleks Cr nikotinat mempengaruhi fungsi-fungsi yang berhubungan dengan insulin (Kegley & Spears 1995). Cara kerjanya, adalah dengan meningkatkan laju keluarnya glukosa setelah infusi insulin dan meningkatkan respon insulin pada sapi pedet yang diberi Cr-L methionin (Kegleyet al. 2000).

Fisiologi Semen Domba

Semen Domba

(38)

14

dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan. Semen terdiri atas dua bagian yaitu spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan yang bersuspensi di dalam suatu cairan atau medium semi-gelatinous yang disebut plasma semen. Spermatozoa dihasilkan di dalam testes sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi yang dibuat oleh epididymis dan kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yaitu vesikularis dan prostata (Toelihere 1985).

Komposisi kimia plasma semen domba dalam 100 ml semen adalah: protein 5000 mg, fruktosa 250 mg, asam sitrat 110-260 mg, natrium 178 mg, kalium 155 mg, kalsium 6 mg, magnesium 6 mg, dan klorida 86 mg (Garner & Hafez 2000). Sedangkan pada domba Garut, komposisi kimia plasma semen dalam 100 ml semen adalah: lemak 220 mg, protein 4.140 mg, karbohidrat 800 mg, fruktosa 180 mg, glukosa 5.6 mg, manosa 2.8 mg, maltotriosa 40 mg, vitamin C 3.2 mg, vitamin E 24 mg, natrium 180 mg, kalium 117 mg, kalsium 9 mg, magnesium 6.12 mg, fosfat 60 mg, klorida 14 mg dan mangan 5 mg (Rizal et al. 2003)

Spermatogenesis

(39)

1985; Senger 2005; B Sertoli dan sel peritubul hormon pada sel-sel s denohypophysa dan testesteron (Toelihere 1985)

dari disekresikannya gonadotrophin releasi pothalamus yang akan mempengaruhi hi

on FSH dan LH yang akan mengatur sel-). Testosteron dihasilkan sebagai akibat dari aksi g bekerja pada reseptor-reseptor yang terlet itubular. Pengaruhnya terhadap sel-sel gamet l sertoli dan selanjutnya sekresi faktor-faktor p

(40)

16

Sertoli. Umpan balik terhadap pituitary terjadi melalui testosteron dan inhibin. Sel sertoli dibutuhkan untuk perkembangan sel-sel gamet (Griswold 1995).

Sel-sel Sertoli dan epitelium epididymis mensekresikan cairan nutrien yang ejakulasikan bersama dengan spermatozoa. Cairan ini mengandung hormon (testosteron dan estrogen, enzim dan nutrien tertentu yang penting untuk maturasi spermatozoa. Selanjutnya dalam perjalanan melalui vas deferens, plasma semen berasal dari ampula, kelenjar prostat, kelenjar vesikularis dan kelenjar bulbourethralis (Cowper gland’s). Kelenjar vesikularis mensekresikan bahan-bahan mucoid yang mengandung banyak fruktosa, asam sitrat dan nutrien lain. Kelenjar prostat menghasilkan kalsium, ion klorida, ion sitrat, posfat, dan enzim. Sifat alkalin dari prostar penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum karena cairan vas deferens relatif asam karena adanya asam sitrat dan produk akhir metabolik dari sperma dan tentunya akan membantu meningkatkan fertilitas spermatozoa (Senger 2005; Guyton & Hall 2006).

(41)

Rasio Kelamin Anak yang Dilahirkan

Prapenentuan jenis kelamin ternak yang akan dilahirkan merupakan tuntutan dan sangat penting untuk memberikan efisiensi produksi tertinggi dari suplai pangan dunia. Bersama dengan perubahan yang terjadi pada bidang peternakan sepanjang generasi terakhir, aplikasi praseleksi jenis kelamin untuk sistem produksi menjadi semakin diperlukan (Johnson 2000). Aplikasi teknologi tersebut mengakibatkan perubahan jenis kelamin ternak yang dilahirkan.

Rasio jenis kelamin didefinisikan sebagai proporsi jantan terhadap betina pada suatu populasi yang hidup dan biasanya dinyatakan sebagai jumlah jantan per 100 betina. Cara untuk menyebutkan rasio kelamin dengan angka yang dibatasi oleh titik dua (misalnya 1.05:1) atau dengan satu nilai misalnya 1.05 (Hylan 2007). Fathul et al. (2008) menyatakan rasio kelamin anak dengan membagi jumlah anak jantan dengan jumlah total anak sekelahiran dalam persen.

Proses separasi jenis kelamin pada saat ini berdasarkan perbedaan jumlah DNA dalam kromosom X dan Y, kromosom X manusia mengandung sekitar 2.8% lebih banyak DNA dibandingkan kromosom Y, sedangkan pada mamalia lain berkisar 3-5% (Geldhill 1988). Meskipun sekarang metoda pemisahan spermatozoa yang mengandung kromosom X dan Y sudah efisien, namun semua laju fertilitas sperma yang dipisahkannya tidak bagus (Grant & Chamley 2007), dan viabilitasnya rendah (Olleroet al. 2000).

(42)

18

UTILISASI MINERAL PADA DOMBA JANTAN DENGAN

RANSUM BERSUPLEMEN KROMIUM, KALSIUM DAN

KATION-ANION BERBEDA

ABSTRAK

Kromium (Cr) adalah mineral penting bagi ternak ruminansia. Metabolisme dan interaksi mineral Cr belum banyak diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji utilisasi mineral dan pertumbuhan domba Garut yang diberi mineral Cr, Ca dan neraca kation anion berbeda. Perlakuan ransum adalah R0 (ransum basal, NKAR+14); R1 (R0+Cr 3ppm, NKAR+14 ), R2 (R0+ Ca, NKAR 0); R3 (R2+ Cr 3 ppm, NKAR 0). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Kelompok dengan menggunakan 24 ekor domba Garut jantan berumur 1.5-2 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi Cr dalam ransum yang mengandung Ca berbeda tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan kecernaan bahan kering ransum, tetapi menurunkan penyerapan Cr dan juga menurunkan penyerapan Ca pada ransum rendah Ca. Suplementasi Cr tidak berpengaruh pada status Cr, Ca, Zn dan Mg dalam darah dan semen. Tingkat konsumsi Cr cenderung berhubungan negatif dengan tingkat penyerapan Cr dan berhubungan positif kadar Cr darah. Terdapat hubungan positif antara konsumsi Ca dengan tingkat penyerapan Ca dan Mg juga dengan kadar Ca dan Zn darah. Konsumsi Cr dan Ca tidak berhubungan dengan kadar Cr dan Ca semen.

(43)

MINERAL UTILIZATION IN RAM FED RATION

SUPLEMENTED WITH DIFFERENT LEVELS OF

CHROMIUM, CALCIUM AND CATION-ANION

ABSTRACT

Chromium (Cr) is an essential mineral for ruminants. Its metabolism and interactions with other minerals has not been widely known. This experiment was designed to evaluate the utilization of minerals and growth of Garut ram fed ration suplemented with different level of Cr, Ca and Dietary Cation Anion Balances (DCAB). Dietary treatments, namely: R0 (basal diet, DCAB+14); R1 (R0+Cr 3ppm, DCAB+14 ), R2 (R0+ Ca, DCAB 0); R3 (R2+ Cr 3 ppm, DCAB 0), were alloted in twenty four of 1.5-2 years old Garut rams in a randomized block design. The results showed that Cr supplementation in rations containing different levels of Ca did not affect feed intake, body weight gain, and dry matter digestibility, but reduced the absorption of Cr as well as the absorption of Ca of the low Ca diet. Supplementation of Cr had no effect on Cr, Ca, Zn, and Mg status in blood and semen of the rams. Level of Cr intake had tend to negative correlation with the Cr absorption and tend to positive correlation with blood Cr levels. There is a positive relationship between the level of Ca intake with the Ca and Mg absorption and blood Ca and Zn levels. Intake of Cr and Ca were not related to the semen Cr and Ca levels.

(44)

20

PENDAHULUAN

Mineral kromium (Cr) adalah mineral penting bagi ternak. Manfaat Cr telah diketahui 40 tahun lalu, sejak itu mulai banyak dilakukan penelitian mengenai peranan Cr dalam tubuh (NRC 1997). Mineral Cr dalam bentuk glucose tolerance factor (GTF) dalam aliran darah diketahui berperan meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel melalui peningkatan potensi aktivitas insulin (NRC 2001), yang dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan sintesis protein (Pollardet al. 2001; Suttle 2010). Peran tersebut memungkinkan Cr berpartisipasi dalam menjaga stabilitas struktur protein dan asam nukleat dan berperan dalam proses reproduksi karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Lindemannet al. 2004; Pechova & Pavlata 2007).

Defisiensi Cr dapat menekan sintesis asam nukleat dan menurunkan jumlah spermatozoa serta fertilitas pada rodensia (Anderson & Polansky, 1981). Kadar Cr yang tinggi merugikan dalam produksi spermatozoa (Skandhan et al. 2005), mengubah kualitas semen dan hormon reproduksi serta menurunkan jumlah dan morfologi spermatozoa yang normal (Kumar, 2008).

Mineral dapat berinteraksi satu dengan lainnya, yang berpotensi menyebabkan keracunan ataupun defisiensi. Tingkat nutrien yang berlebihan dapat didiagnosis dan dicegah, sebaliknya defisiensi seringkali sukar dikendalikan dan diantisipasi karena suatu unsur memiliki berbagai peranan fungsional. Interaksi mineral terjadi di dalam saluran pencernaan, sehingga konsumsi mineral secara bersamaan mengakibatkan kompetisi dalam penyerapannya. Konsumsi Cr yang tinggi menurunkan retensi Co, Fe, dan Mn (Gropper et al. 2009; Luseba 2005). Sebaliknya penurunan penyerapan Cr dapat terjadi jika Ca diberikan dalam bentuk kalsium karbonat dan antasida (Mateljan 2010) dan ransum disuplementasi dengan Zn, V dan Fe (Krejpcio 2001). Selain itu asam fitat dalam pakan secara signifikan mengurangi penyerapan Cr (Krejpcio 2001; Mateljan 2010).

Kation (Na+ dan K+) dan anion (Cl- dan SO4-2) memiliki pengaruh besar

(45)

ransum, metabolisme Ca (Tauriainen 2001), kadar Mg dalam plasma dan semen (Hidayatet al. 2009) dan metabolisme asam amino (Mowat 2008).

Mengingat pentingnya Cr dalam metabolisme nutrien, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji utilisasi mineral dan penampilan domba Garut jantan yang diberi ransum bersuplemen Cr dengan kadar Ca dan NKAR berbeda.

MATERI DAN METODE

Pakan Percobaan

Pakan yang digunakan terdiri atas jerami jagung, jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai, minyak jagung, dan urea. Suplementasi mineral diberikan dalam satu kg ransum sebanyak 0.124 g ZnSO4

untuk semua ransum dan 9.7 g CaSO4 untuk ransum R2 dan R3 (NKAR 0)

Unsur Cr yang disuplementasikan, berupa hasil fermentasi ragi dengan media kacang kedelai berkadar 3000 ppm Cr sebanyak 3 ppm (Astuti et al. 2006). Ransum disusun secara isoenergi dan isoprotein sesuai rekomendasi NRC (1985) (Tabel 1).

Perlakuan dalam percobaan ini adalah suplementasi Cr pada tingkat Ca dan neraca kation anion ransum (NKAR) berbeda. Ransum percobaan adalah sebagai berikut: R0 (Ransum Ransum basal, NKAR +14); R1 (Ransum basal +Cr, NKAR+14); R2(Ransum basal+Ca, NKAR 0); R3 (Ransum basal+ Ca + Cr, NKAR 0). Ransum perlakuan dialokasikan pada 24 ekor domba Garut jantan dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dan 6 kelompok sebagai ulangan.

Hewan Percobaan dan Pemeliharaanya

Domba jantan berumur ±1.5 tahun dengan bobot badan 32.02±3.71 kg digunakan pada percobaan ini. Domba dikelompokkan sesuai dengan bobot badannya. Domba dipelihara selama tiga bulan pada kandang individu bertempat di kandang Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(46)

22

hari ke 96 domba diberi pakan komplit perlakuan sebanyak ±3% dari bobot badan. Selama percobaan pakan domba diberikan sekitar pukul 7:00 dan 14:00. Air minum disediakanad libitum.

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan

Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Basal (R01) Komposisi

Pakan

Kadar

(% BK) Nutrien Kadar

Hijauan jagung 35 Bahan kering (%) 90.31

Dedak halus 21.5 Abu (%) 7.4

Jagung kuning 19.65 Protein kasar (%) 13.5

Bungkil kedelai 13.6 Lemak kasar (%) 7.5

Bungkil kelapa 8 Serat kasar (%) 17.5

Urea 0.25 BETN (%) 44.4

Hasil analisis proksimat Lab Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, 2009 2

Hasil analisis mineral Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fapet, IPB dan Laboratorium Pakan Balitnak, 2009

Pengambilan Sampel dan Analisis

(47)

Pemberian pakan perlakuan diteruskan selama 49 hari (satu periode spermatogenesis). Pada hari ke 50 dilakukan koleksi semen pada setiap domba, kemudian kadar mineral semen dianalisis. Koleksi semen dilaksanakan pada pagi hari. Pada hari ke 53 dilakukan pengambilan sampel darah untuk mengetahui status mineral darah. Pengambilan sampel darah dilaksanakan 2 jam setelah pemberian pakan.

Analisis kadar bahan kering dan nutrien sampel pakan dan feses menggunakan metode proksimat (AOAC 2005). Analisis mineral (Cr, Mg, Zn, dan Ca) sampel pakan, feses, darah dan semen domba diawali dengan pengabuan basah dan diukur dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS) Spectra AA220 series Varian (Carry & Allaway 1971).

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Jantan

Konsumsi ransum merupakan indikator dasar dalam menilai performans ternak maupun kualitas pakan. Pertambahan bobot badan ternak dipengaruhi oleh konsumsi, demikian pula dengan nilai kecernaan nutrien suatu pakan erat hubungannya dengan konsumsi.

(48)

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3

Konsumsi:

BK (g/h) 873±176 865±145 922±167 1088±167

BK (%BB) 2.64±0.40 2.63±0.45 2.83±0.29 3.02±0.59

Cr (mg) 4.16±0.80a 6.63±1.18b 4.56±0.80a 7.97±1.50b Ca (g) 1.57±0.30a 1.63±0.29a 3.46±0.61b 3.93±0.74b Zn (mg) 103.61±19.86 107.5±19.21 113.48±19.95 129.12±22.33 Mg (g) 10.84±2.08 11.25±2.01 11.88±2.09 13.52±2.55

PBBH (g) 114±70 102±32 116±25 109±64

600 700 800 900 1000 1100 1200

1 2 3 4 5 6 7

R0

R1

R2

R3

Minggu

K

o

ns

u

m

si

(

g

(49)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

I II III IV V VI VII

R0

R1

R2

R3

P

e

rt

am

b

a

ha

n

B

o

bo

t

B

a

da

n

(k

(50)

26

Tabel 3 Absorpsi mineral Cr, Ca, Zn dan Mg ransum domba Garut jantan yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca (mg) 31.92 ±11.14 31.69 ±7.49 40.98 ±14.81 41.56 ±19.02 Mg (%) 73.05 ±7.95 71.25 ±11.89 65.82 ±5.44 61.75 ±6.59

(g) 73.28 ±14.11 75.75 ±12.76 79.56 ±14.06 79.68 ±17.56 Keterangan: superksrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05). R0 = Ransum basal (NKAR+14), R1 = R0 + Cr (NKAR+14), R2 = R0 + Ca (NKAR 0), R3 = R2 + Cr (NKAR 0)

Suplementasi Cr dalam ransum domba Garut menurunkan absorpsi Ca pada ransum R1 yang rendah Ca. Hal ini berarti bahwa suplementasi Cr pada ransum rendah Ca memperburuk absorpsi Ca. Pada ransum R2 dan R3 yang mengandung cukup Ca, suplementasi Cr tidak mempengaruhi absorpsi Ca. Absorpsi Ca dalam saluran pencernaan memerlukan Calbindin yaitu suatu Ca-binding protein (CaBP) untuk masuk ke dalam membran saluran pencernaan. Molekul CaBP memiliki afinitas yang tinggi terhadap Ca (Georgievskii et a1 1982). Namun afinitas yang lebih tinggi pada mineral lain mempengaruhi ikatan antara Ca dan Calbindin dalam usus (Suttle 2010). Berdasarkan perioda pada tabel periodik unsur, afinitas Cr lebih besar dibandingkan Ca, sehingga Cr lebih mudah berikatan dengan senyawa protein seperti CaBP. Selain itu terdapat kemiripan mekanisme kerja dan struktur antara Calbindin dan low molecular-weight chromium binding substance (LMWCr) (Vincent 1999) akan menyebabkan kompetisi antara mineral (Lehninger et al. 2004). Oleh karena itu rendahnya absorpsi Ca pada R1 diduga disebabkan oleh adanya kompetisi diantara kedua mineral tersebut untuk berikatan dengan CaBP.

(51)

1,25-(OH)2D3 dalam ginjal, sehingga meningkatkan efisiensi absorpsi Ca dan

mobilisasi Ca dari tulang.

Absorpsi Zn tidak dipengaruhi oleh suplementasi Cr pada tingkat Ca ransum berbeda. Nilai absorpsi Zn ransum domba perlakuan berada dalam kisaran cukup sempit yaitu antara 30.21– 35.58 ppm. Nilai absorpsi mineral Mg dalam ransum domba tidak dipengaruhi oleh suplementasi Cr pada tingkat Ca berbeda. Namun terdapat hubungan negatif antara konsumsi Ca dengan nilai absorpsi Mg (R=0.43, P<0.05). Tingkat konsumsi Ca yang tinggi dapat mengurangi absorpsi Mg dalam saluran pencernaan (Gropperet al. 2009).

Tabel 4 Korelasi dan regresi konsumsi mineral dengan absorpsi dan status mineral dalam semen dan darah domba Garut jantan yang ransumnya

disuplementasi Cr dan Ca

Peubah R Signifikansi Regresi

Konsumsi Cr–Absorpsi Cr -0.58 0.08 Y= 84.691-6.390X

Konsumsi Cr–Cr darah 0.42 0.067 Y=0.022+0.016X

Konsumsi Ca–Absorpsi Ca 0.48 0.02 Y=69.46+3.58X Konsumsi Ca–Absorpsi Mg -0.45 0.03 Y=77.01-3.41X

Konsumsi Ca–Ca darah 0.56 0.005 Y=30.30+2.84X

Konsumsi Ca–Zn darah 0.46 0.024 Y=4.65+0.221X

Konsumsi Zn–Zn darah 0.52 0.009 Y=3.695+0.14X

Konsumsi Mg–Ca darah 0.43 0.043 Y=24.87+1.101X

Konsumsi Mg–Zn darah 0.52 0.009 Y=3.696+0.13X

(52)

28

tinggi konsumsi Ca maka terjadi peningkatan absorpsi Ca. Sementara itu konsumsi Ca berhubungan negatif dengan aborbsi Mg karena adanya kompetisi dalam saluran pencernaan. Sehingga konsumsi Ca yang tinggi akan menurunkan absorpsi Mg. Nilai status Ca dan Zn darah berhubungan dengan konsumsi Ca. Semakin tinggi Konsumsi Ca, meningkatkan nilai Ca dan Zn darah tetapi tidak diikuti dengan nilai Ca dalam semen. Dengan demikian status Cr dan Ca darah dapat dijadikan indikator kecukupan Cr dan Ca dalam ransum sedangkan Cr dan Ca dalam semen tidak menunjukkan informasi Cr maupun Ca dalam ransum.

Status Mineral Semen dan Darah Domba Garut Jantan

Suplementasi Cr pada tingkat Ca berbeda tidak mempengaruhi status Cr semen dan darah. Namun pada kondisi ransum dengan Ca cukup (R3), rataan kadar Cr semen cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ransum rendah Ca (R1). Kadar Cr darah domba perlakuan berkisar antara 0.13 dan 0.22 ppm. Status Cr tersebut berada dalam kisaran kadar normal yaitu 0.01–0.3 ppm (NRC 1997). Nilai Cr semen tidak dipengaruhi oleh suplementasi Cr dalam ransum dan tidak juga mempunyai korelasi dengan konsumsi Cr. Hal ini berarti bahwa status Cr plasma semen lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti antagonisme mineral, hormon, vitamin, penyakit, stres (NRC 1997; Watts 1989)

Status Ca dalam semen menunjukkan nilai yang sangat bervariasi 30.15 – 90.53 ppm. Hal ini menunjukkan pengaturan imbangan Ca semen tidak ketat seperti pada homeostasis mineral darah. Namun tampak bahwa suplementasi Cr cenderung menurunkan kadar Ca dalam semen (Tabel 5). Suplementasi Cr dan penurunan NKAR 0 tidak mempengaruhi status Ca darah domba. Kadar Ca darah berada dalam kisaran 32.19 – 42.05 ppm, yang berarti bahwa status Ca domba dalam kondisi marjinal. Kisaran Ca darah yang normal adalah 40 – 60 ppm (Georgievskii et al. 1982). Walaupun konsentrasi Ca darah dijaga dalam batas yang sempit oleh calcitonin dan parathyroid hormon (Suttle 2010), kadar Ca darah dapat mencapai nilai 112.5–118.1 ppm (Ratchford et al. 2001 ; Stojkovic 2009). Respon domba Garut terhadap suplementasi Cr dalam kondisi Ca tinggi diperkirakan akan lebih positif dibandingkan dengan kondisi rendah Ca.

(53)

masih dalam batas normal 4 –6 ppm (Suttle 2010). Walaupun kadar Zn ransum domba penelitian cukup tinggi mencapai 139.12 ppm. Kadar Zn darah domba Garut lebih rendah dibandingkan kadar Zn plasma darah domba hasil penelitian Ratchford et al. (2001) yaitu berkisar 9.1 ppm. Rendahnya kadar Zn darah domba Garut dapat menggambarkan adanya faktor-faktor yang membatasi penyerapan Zn. Faktor yang membatasi penyerapan Zn dan status Zn dalam darah adalah interaksi mineral, kecukupan Zn dalam ransum, vitamin, and chelating agent(Gropper 2009)

Tabel 5 Status Cr, Ca, Zn dan Mg (ppm) dalam semen dan darah domba Garut yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca Keterangan: Rataan perlakuan pada semua peubah tidak berbeda nyata (P > 0.05)

R0 = Ransum basal (NKAR+14), R1 = R0 + Cr (NKAR+14), R2 = R0 + Ca (NKAR 0), R3 = R2 + Cr (NKAR 0)

(54)

30

Kecernaan Nutrien Ransum Perlakuan

Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein, lemak dan serat kasar tidak dipengaruhi oleh suplementasi Cr dalam ransum domba (Tabel 6). Suplementasi Cr tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) ransum. Penambahan Cr tidak mempengaruhi pencernaan dalam rumen maupun pasca rumen. Hasil ini sama dengan laporan Kitchalong et al. (1995) bahwa suplementasi Cr pikolinat 250 ppb pada ransum domba Suffolk tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan dan imbangan nitrogen. Namun hasil ini berbeda dengan percobaan pada babi, dimana pemberian Cr pikolinat 200 ppb meningkatkan kecernaan bahan kering dan retensi nitrogen (Kornegay et al. 1997). Mackieet al. (2002), menyatakan bahwa aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Pemberian Cr kecil pengaruhnya terhadap fungsi rumen (Besonget al. 2001). Hal ini berarti bahwa suplementasi Cr ransum tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen.

Tabel 6 Kecernaan nutrien dan energi dapat dicerna (DE) ransum domba Garut yang ransumnya disuplementasi Cr dan Ca

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3

KCBK (%) 63.24±5.70 61.22±3.30 63.61±4.62 60.16±6.42 KCBO (%) 65.2±2.77 64.75±3.00 66.91±4.29 65.15±4.07 Protein Kasar (%) 60.08±3.1 59.43±1.86 61.48±4.79 59.78±5.19 Lemak Kasar (%) 96.5±1.53 94.5±2.30 94.35±2.68 93.04±1.22 Serat Kasar (%) 32.78±3.87 30.7±8.14 34.68±11.19 31.48±15.19

DE (Kkal/kg) 1263±247 1432±268 1518±419 1704±462

Keterangan: Rataan perlakuan pada semua peubah tidak berbeda nyata (P > 0,05)

R0 = Ransum basal (NKAR+14), R1 = R0 + Cr (NKAR+14), R2 = R0 + Ca (NKAR 0), R3 = R2 + Cr (NKAR 0)

SIMPULAN

(55)

dengan absorpsi Cr dan berkorelasi positif dengan kadar Cr dalam darah. Terdapat hubungan positif antara konsumsi Ca dengan absorpsi Ca dan Mg serta kadar Ca dan Zn dalam darah. Tingkat konsumsi Cr dan Ca tidak berhubungan dengan kadar Cr dan Ca semen.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson RA, Kozlovsky AS. 1985. Chromium intake, absorption and excretion of subjects consuming self-selected diets. Ame J Clin Nutr 41(6): 1177-1183.

Anderson RA, Polansky MM. 1981. Dietary chromium deficiency: Effect on sperm count and fertility in rats.Biol Trace Element Res.3:1-5.

Anderson RA, Polansky MM, Bryden NA. 2004. Stability and absorption of chromium and absorption of chromium histidinate complexes by humans. Biol Trace Element Res 101(3):211-218

[AOAC] Association of Official of Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. 18th Ed. Assoc Off Anal Chem, Arlington.

Astuti WD, Sutardi T, Evvyernie D, Toharmat T. 2006. Inkorporasi kromium pada khamir dan kapang dengan substrat singkong yang diberi kromium anorganik.Med Pet29: 83-88.

Besong S, Jackson JA, Trammell DS, Akay V. 2001. Influence of supplemental chromium on concentrations of liver triglyceride, blood metabolites and rumen VFA profile in steers fed a moderately high fat diet. J Dairy Sci 84(7):1679-85.

Chan PS, West JW, Bernard JK, Fernandez JM. 2005. Effects of dietary cation-anion difference on intake , milk yield, and blood components of the early lactation cow.J Dairy Sci. 88: 4384-4392.

Carry EE, Allaway WH. 1971. Determination of chromium (III) in yeast. Food Technol Biotechnol4: 291-297.

Georgievskii VI, Annenkov BN, Samokhin VT. 1982. Mineral Nutrition of Animals.Butterworth English.

Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism, Fifth edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont USA. Hal.513-516

(56)

32

Kitchalong L, Fernandez JM, Bunting LD, Southern LL, Bidner TD. 1995. Influence of Chromium Tripicolinate on Glucose Metabolism and Nutrient Partitioning in Growing Lambs. J Anim Sci73: 2694-2705.

Kraidees MS et al. 2009. Effect of supplemental chromium levels on performance, digestibility and carcass characteristic of transport-stressed lambs.Asian-Aus. J Anim Sci22(8):1124-1132.

Kumar S. 2008. Is environmental exposure associated with reproductive health impairments? (Review). J Turkish-German Gynecol Assoc 9(1): 60-69. Kornegay ET, Wang Z, Wood CM, Lindemann MD. 1997. Supplemental

chromium picolinate influences nitrogen balance, dry matter digestibility, and carcass traits in growing-finishing pigs. J Anim Sci75: 1319-1323. Krejpcio Z. 2001. Essentiality of Chromium for Human Nutrition and Health.

Polish J Environ Studies10: 399-404.

Lehninger AL, Nelson, David L, Cox MM. 2004.Principles of Biochemistry4th edition. WH. Freeman, USA.

Lindemann MD et al. 2004. A regional evaluation of chromium tripicolinate supplementation of diets fed to reproducing sows. J Anim Sci 82:2972-2977.

Luseba D. 2005. The effect of selenium and chromium on stress level, growth performance selected carcass characteristic and mineral status of feedlot cattle [Thesis]. Universitiy of Pretoria Etd.

Mackie RI, McSweeney CS, Klieve AV. 2002. Microbial ecology of the ovine rumen. Dalam: M. Freer dan H. Dove (Ed). Sheep Nutrition. CSIRO Plant Industry. Canberra Australia. hlm.73-80.

Mathius IW, Yulistiani M, Puastuti, Martawidjaya. 2005. Pemanfaatan mineral kromium dalam ransum untuk induk domba bunting dan laktasi (Utilization of Organic Chromium in The Diet for Pregnant and Lactating Local Ewes). Seminar Peternakan dan Veteriner. hlm. 422-429.

Mateljan, G. 2010. Chromium. The World’s Healthy Food. http://www.whfood.org. [27 Okt 2010].

Mowat DN. 2008. Supplemental organic chromium for beef and dairy cattle. University of Guelph, Canada. www.ksu.edu.sa/sites/Colleges/Foods AndAgriculture/AnimalProduction/Documents/alhaidary%20i.pdf. [20 Maret 2009]

[NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Ed. Washington DC: National Academic Press.

[NRC] National Research Council. 1997. The Role of Chromium in Animal Nutrition.Washington DC: National Academic Press.

[NRC] National Research Council. 2001.Nutrient requirements of dairy cattle.7th revised edition. Washington DC: National Academic Press.

(57)

Pollard GV et al. 2001. Effects of organic chromium on protein synthesis and glucose uptake in ruminants.The Professional Anim Scientist17:261-266. Ramberg CF, Ferguson JD, Galligan DT. 2009. Metabolic Basis of the Cation

Anion Difference Concept DCAD. Center for Animal Health and Productivity University of Pennsylvania. http://130.91.88.59/pc96/ cationanion.html [2 Maret 2009]

Ratchford WA, Milliken, Coffey KP,Kegley EB, Galloway DL. 2001. Apparent magnesium absorption and retention and serum mineral concentrations in lambs fed different sources of magnesium. The professional Anim Scientist 17:267–273.

Suttle NF. 2010. Mineral Nutrition of Livestock. 4th edition. CAB International, Wallingford. Hlm.453.

Skandhan KP, Makada MT, Amit S. 2005. Levels of cadmium, chromium, nickel, manganese and lead in normal and pathological human seminal plasma. Urologia72: 461-464.

Stojkovic J. 2009. The contents of some mineral elements in the blood serum of sheep in different Physiological cycles and with the Different level of minerals in a meal.Biotechnol Anim Husbandry25 (5-6): 979-984.

Tauriainen S. 2001. Dietary cation-anion balance and calcium and magnesium intake of the dry cow [Dissertation]. Helsinki: University Of Helsinki, Dept. of Animal Science.

Vincent JB. 1999. Mechanisms of Chromium Action : Low-Molecular-Weight Chromium-Binding Substance.J Ame College Nutr18:6 -12.

(58)
(59)

KONDISI FISIOLOGIS DAN KUALITAS SEMEN DOMBA

GARUT YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN KADAR

KROMIUM, KALSIUM DAN NERACA KATION ANION

BERBEDA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi fisiologis dan kualitas semen domba Garut yang mendapat ransum dengan kadar Cr, Ca dan neraca kation anion yang berbeda. Sebanyak 24 ekor domba Garut jantan berumur 1.5-2 tahun ditempatkan ke dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan ransum adalah R0 (ransum basal, NKAR+14); R1 (R0+Cr 3ppm, NKAR+14 ), R2 (R0+ Ca, NKAR 0); R3 (R2+ Cr 3 ppm, NKAR 0). Metode separasi albumin digunakan untuk memisahkan fraksi bawah yang banyak mengandung spermatozoa Y dan fraksi atas yang banyak mengandung spermatozoa X. Hasil penelitian menunjukkan suplementasi Cr dalam ransum dengan Ca dan NKAR berbeda tidak mempengaruhi suhu rektal dan laju respirasi domba Garut jantan tetapi kenaikan laju respirasi dipengaruhi oleh suhu panas lingkungan pada siang hari. Suplementasi Cr dalam ransum tidak mempengaruhi profil hematologi darah, kualitas semen domba Garut secara makroskopis ataupun mikroskopis. Suplementasi Cr dalam ransum yang mengandung NKAR asam menurunkan pH semen dan nilai MPU spermatozoa fraksi bawah pada hari ke-49.

(60)

36

PHYSIOLOGICAL CONDITION AND QUALITY OF SEMEN

GARUT RAM FED WITH DIFFERENT LEVELS OF

CHROMIUM, CALCIUM AND DIETARY CATION ANION

BALANCE

ABSTRACT

The study was conducted to assess the physiological condition and quality of semen Garut ram fed with different levels of Chromium (Cr), Calcium (Ca) and dietary cation anion balance (DCAB). Twenty four of male lambs 1.5-2 year old male was alloted into a randomized block design. Ration treatment, namely: R0 (basal ration, DCAB +14); R1 (R0 + Cr 3ppm, DCAB +14), R2 (R0 + Ca, DCAB 0); R3 (R2 + 3 ppm Cr, DCAB 0). Albumin separation method used to separate the lower fraction bearing spermatozoa Y and the upper fraction bearing spermatozoa X. The results showed that Cr supplementation in the ration with different level of Ca and dietary cation anion balance (DCAB) not affect the rectal temperature and respiration rate of Garut ram, but the increased rate of respiration is influenced by environmental temperatures during the day. Supplementation of Cr in the ration did not affect hematology profile, semen quality of Garut sheep either macroscopically or microscopically. Supplementation of Cr in ration containing acid DCAB decreased semen pH and hypoosmotic swelling test of the lower fraction spermatozoa on day 49.

(61)

PENDAHULUAN

Nutrisi mineral telah dipelajari lebih dari 100 tahun oleh peneliti untuk memperbaiki penampilan ternak, keuntungan dan penerimaan konsumen melalui rekomendasi nutrisi. Sampai saat ini telah ditetapkan kebutuhan akan semua makro mineral dan mikro mineral untuk ternak ruminansia (NRC 1996). Mineral penting lainnya yaitu kromium (Cr) baru ditemukan setelah 50 tahun kemudian. Manfaat Cr telah diketahui namun sampai saat ini kebutuhannya belum belum dapat dinyatakan dengan tepat (Suttle 2010).

Mineral Cr dalam bentukglucose tolerance factor(GTF) dalam aliran darah diketahui berperan meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel melalui peningkatan potensi aktivitas insulin (NRC 2001), yang dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan sintesis protein (Pollardet al. 2001; Suttle 2010). Peran tersebut memungkinkan Cr berpartisipasi dalam menjaga stabilitas struktur protein dan asam nukleat dan berperan dalam proses reproduksi karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Lindemann et al. 2004; Pechova & Pavlata 2007). Defisiensi Cr dapat menekan sintesis asam nukleat dan menurunkan jumlah spermatozoa serta fertilitas pada rodensia (Anderson & Polansky 1981). Sebaliknya kadar Cr yang tinggi merugikan dalam produksi spermatozoa (Skandhan et al. 2005), mengubah kualitas semen, hormon reproduksi dan menurunkan jumlah dan morfologi spermatozoa normal (Kumar 2008).

Gambar

Gambar 1.  Bagan alir penelitian
Gambar 3 Penengaturan hormonal proses spermatogenesis
Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan
Tabel 3 Absorpsi mineral Cr, Ca, Zn dan Mg ransum domba Garut jantan yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rule yang dipilih bisa lebih dari satu sesuai dengan karakteristik data yang akan diterapkan topology.. Lihat ilustrasi

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 62 responden atau 62% memberikan jawaban sangat setuju dengan penelitian yang diajukan oleh peneliti

Perkiraan Tanggal Terakhir perdagangan IDKM di Bursa 24 April 2013 Tanggal Efektif Penggabungan 01 Mei 2013 Perkiraan Tanggal Perdagangan saham di Bursa hasil Penggabungan 06

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan suatu kegiatan baik di dalam ataupun di luar kelas yang dilakukan oleh pendidik (guru)

Merupakan prioritas utama yang perlu diperhati- kan dalam menilai pentingnya kualitas pelayanan suatu perusahaan, adalah sejauh mana pelayanan itu dapat menciptakan tingkat

[r]

Pengawas Sekolah atau Kepala Sekolah , agar guru lain mau meniru dan mencoba pembaharuan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru

“(2) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat