• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ripitabilitas sifat kemampuan kuda pacu Indonesia mempertahankan kecepatan berlari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ripitabilitas sifat kemampuan kuda pacu Indonesia mempertahankan kecepatan berlari"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

RIPITABILITAS SIFAT KEMAMPUAN KUDA PACU

INDONESIA MEMPERTAHANKAN

KECEPATAN BERLARI

VANIA DWI ASTUTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN

Vania Dwi Astuti. D14070257. 2011. Ripitabilitas Sifat Kemampuan Kuda Pacu Indonesia Mempertahankan Kecepatan Berlari. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc.

Pembimbing Anggota: Ir. Ben J. Takaendengan, M.si

Kuda Pacu Indonesia merupakan ternak lokal yang dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan Indonesia. Kuda Pacu Indonesia (KPI) merupakan hasil persilangan antara kuda Thoroughbred jantan dengan kuda lokal betina hingga G4 atau keturunan ke-empat. Keberhasilan pembentukan Kuda Pacu Indonesia ditandai dengan adanya standar KPI dengan nomor SNI 01-4226-1996. Salah satu penilaian performa kuda pacu yang baik adalah dengan melihat kecepatan berlari pada jarak tempuh tertentu. Kuda yang unggul akan memiliki kecepatan yang baik serta mampu mempertahankan kecepatan berlarinya. Nilai kemampuan mempertahankan kecepatan berlari digunakan untuk mengestimasi nilai ripitabilitas sifat tersebut. Nilai Ripitabilitas akan mengambarkan kemampuan untuk mempertahankan dan mengulangi keunggulan yang berguna untuk menyeleksi pejantan yang unggul. Penelitian mengenai evaluasi genetik terutama sifat kuantitatif kuda masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendukung pengembangan potensi kuda pacu Indonesia.

Data pada penelitian ini diperoleh dari buku Panduan Buku Panduan Acara Pacuan atau catatan kecepatan lomba yang dilaksanakan di Arena Pacuan Pulo Mas

Jakarta dan arena pacuan “Maesa” Tompaso Minahasa dimana kuda-kuda yang mengikuti lomba berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Catatan hasil perlombaan pacuan dari kejuaraan nasional PORDASI selama dua belas tahun (1997 s/d 2009) dikumpulkan sebagai data yang akan diolah berdasarkan beberapa metode analisis untuk mengestimasi nilai ripitabilitas sifat kemampuan mempertahankan kecepatan berlari. Nilai kemampuan berlari diperoleh dari perbandingan antara selisih kecepatan pada jarak (1200 m, 1400 m, dan 1600 m) dengan selisih dari jarak tersebut. Nilai ini kemudian dihitung ripitabilitasnya dan dilanjutkan dengan perhitungan MPPA (Most Probable Producing Ability).

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat kuda-kuda yang mengalami peningkatan kecepatan seiring bertambahnya jarak dengan nilai ripitabilitas sebesar 0,3421 ± 0,2789 dan kuda-kuda yang mengalami penurunan kecepatan dengan nilai ripitabilitas 0,7714 ± 0,0988. Kuda-kuda yang mengalami peningkatan kecepatan dapat direkomendasikan untuk tipe kuda pacuan jarak jauh sedangkan kuda-kuda yang mengalami penurunan kecepatan dapat direkomendasikan sebagai tipe kuda pacuan jarak pendek (sprint). Nilai ripitabilitas yang tinggi pada kuda-kuda yang mengalami penurunan menunjukkan bahwa kuda pacu di Indonesia lebih terarah pada pacuan jarak pendek.

(3)

ABSTRACT

The Ripitability of Ability Indonesia Racehorse To Maintain Running Speed

Astuti, V. D., R. R. Noor, B. J. Takaendengan

Indonesia racehorse is a domestic animal results of grading up between local mares with Thoroughbred stallion to get a better Indonesia racehorse. Selection of running performance racehorse in Indonesia needs to be done in order to get a racehorse that has good running ability. Performance of Indonesia Racehorse can be estimated by the running speed and ability to maintain these properties. The value of ability to maintain the running speed data used to estimate the ripitability value. The data of running speed at different distances (1200 m, 1400 m, and 1600 m) in each race which was obtained from racing record in PORDASI (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia) competition for twelve years, were used to calculated the value of ability to maintain a running speed. Estimated ripitability value used to calculate the value of MPPA (Most Probable Producing Ability). Estimated ripitability of ability to maintain a running speed horse which ran at decreased speed and increased speed are 0,7714 ± 0,0988 and 0,3421 ± 0,2789, respectively. Indonesia Racehorse which has speed decreased could be recommended for sprint type horse while the increased speed horses could be recommended as long distance horse type.

(4)

RIPITABILITAS SIFAT KEMAMPUAN KUDA PACU

INDONESIA MEMPERTAHANKAN

KECEPATAN BERLARI

VANIA DWI ASTUTI D14070257

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sajarana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN PRODUKSI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

iii Judul : Ripitabilitas Sifat Kemampuan Kuda Pacu Indonesia

Mempertahankan Kecepatan Berlari Nama : Vania Dwi Astuti

NIM : D14070257

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc.) (Ir. Ben J. Takaendengan, M.Si.) NIP. 19610210 198603 1 003 NIP. 19670603 199303 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1989 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Surya Garniwa dan Ibu Henny Prihartini.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di SD Santa Lusia Bekasi dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Santa Lusia Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah atas pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Bekasi.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan anugrahNya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Ripitabilitas Sifat Kemampuan Kuda Pacu Indonesia Mempertahankan Kecepatan Berlari. Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh informasi genetik perihal sifat kemampuan mempertahankan kecepatan berlari Kuda Pacu Indonesia (KPI) dan diharapkan dapat digunakan untuk perkembangan KPI.

Penulis mengawali penelitian ini dengan pengumpulan dan tabulasi data catatan kecepatan lari kuda pacu pada lomba pacuan yang diadakan oleh PORDASI (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia) menjadi kumpulan data yang lebih mudah diolah. Hasil penelitian menjelaskan mengenai sifat kemampuan kuda mempertahankan kecepatan berlari, estimasi nilai ripitabilitas, MPPA dan rekomendasi kuda yang dapat berlari pada jarak jauh dan juga jarak pendek. Hasil ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan potensi Kuda Pacu Indonesia ataupun penelitian lain yang mengarah pada tujuan yang sama.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini dari semua pihak sehingga skripsi ini diharapkan menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan dan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan dunia perkudaan di Indonesia pada umumnya dan bermanfaat bagi penulis secara khusus.

Bogor, Mei 2011

(8)

DAFTAR ISI

Sifat Mempertahankan Kecepatan Berlari dan Ripitabilitasnya 15 Sifat Mempertahankan Kecepatan Berlari ... 15

Ripitabilitas ... 18

Most Probable Producing Ability (MPPA) ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

(9)

ix

Saran ... 23

UCAPAN TERIMAKASIH ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jenis dan Karakteristik Kuda Lokal Indonesia ... 4 2. Standar Fisik dan Kecepatan Kuda Pacu Indonesia ... 6 3. Jumlah Sampel Kuda yang Digunakan Berdasarkan Sifat Berlari 10 4. Analisis Ragam Sifat Mempertahankan Kecepatan Berlari ... 12 5. Rataan Nilai Penurunan Kecepatan Berlari ... 16 6. Rataan Nilai Peningkatan Kecepatan Berlari ... 17 7. Nilai Ripitabilitas Kemampuan Kuda Pacu Mempertahankan

Sifat Kecepatan Berlari pada Selisih Jarak yang Berbeda ... 18 8. Peringkat Berdasarkan Nilai MPPA Sifat Penurunan Kecepatan

Berlari... 20 9. Peringkat Berdasarkan Nilai MPPA Sifat Peningkatan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Persilangan Kuda Pacu Indonesia ... 5

2. Kuda Thoroughbred ... 7

3. Lintasan Pacuan Kuda Pulo Mas Jakarta ... 14

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Kecepatan Kuda Pacu Indonesia ... 28 2. Rekapitulasi Hasil Uji-t Nilai Penurunan Kecepatan dan

Pertambahan Kecepatan antara Jantan dan Betina ... 28 3. Data Peningkatan Nilai Kecepatan Lari Kuda dengan Selisih Dua

Jarak Tempuh ... 29 4. Data Penurunan Nilai Kecepatan Lari Kuda dengan Selisih Dua

Jarak Tempuh ... 29 5. Analisis Keragaman Sifat Peningkatan Kecepatan Berlari Kuda

Pacu Indonesia ... 30 6. Analisis Keragaman Sifat Penurunan Kecepatan Berlari Kuda

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kuda sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daging, alat transportasi dan kemudian berkembang menjadi hewan yang digunakan sebagai hobi serta sarana olahraga. Salah satu pemanfaatan kuda sebagai sarana olah raga yang berkembang di Indonesia adalah kuda pacu. Kuda Pacu Indonesia merupakan ternak lokal yang dapat beradaptasi dengan baik. Berdasarkan hasil keputusan lokakarya di dalam Munas III PORDASI tahun 1975, arah pembentukan kuda pacu Indonesia dilakukan dengan menyilangkan kuda betina lokal dengan kuda Thoroughbred yang bertujuan untuk melakukan grading up kuda lokal Indonesia. Tahun 1996 merupakan puncak keberhasilan dari pembentukan Kuda Pacu Indonesia dengan diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Kuda Pacu Indonesia dengan nomor registrasi SNI 01-4226-1996. Pemilihan kuda Thoroughbred sebagai pejantan dilakukan karena bangsa Thoroughbred merupakan bangsa kuda pacu yang mempunyai kemampuan tinggi dalam kecepatan berlari (Blakely dan Bade, 1991). Kidd (1995) menambahkan bahwa kuda Thorougbred merupakan kuda yang terkenal sebagai kuda pacu tercepat di dunia, sehingga hampir di semua arena pacuan kuda, kuda Thorougbred menjadi juara. Adapun kuda lokal yang paling banyak disilangkan dengan kuda Thorougbred adalah kuda Sandel yang memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, kaki yang cukup kuat, intelegensia yang tinggi, dan kecepatan lari yang baik (Soehardjono, 1990).

(14)

2 dapat dipertahankan. Nilai ripitabilitas dapat menggambarkan proporsi keunggulan suatu sifat dari ternak Kuda Pacu Indonesia yang penting untuk diteliti sebagai upaya untuk menyeleksi pejantan yang unggul. Keunggulan dari masing-masing individu dapat tercermin dari nilai MPPA (Most Probable Producing Ability) yang diperoleh dari nilai ripitabilitas. Penelitian mengenai nilai ripitabilitas kuda di Indonesia masih sangat jarang dilakukan karena sangat sedikitnya informasi, untuk itu penelitian ini penting untuk mendukung pengembangan potensi Kuda Pacu Indonesia.

Tujuan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn horse yang telah mengalami proses evolusi sekitar 60 juta tahun yang lalu (Edward, 1994). Menurut Ensminger (1962), klasifikasi zoologis ternak kuda adalah, kerajaan Animalia (hewan), filum chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Perissodactyla (berteracak tidak memamahbiak), famili Equidae, genus Equus, dan spesies Equus caballus. Populasi kuda di seluruh dunia mencapai 62 juta ekor, yang terdiri dari lima ratus bangsa, tipe, dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempat dikembangbiakan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara spesifik. Bangsa kuda kini seringkali ditentukan oleh komunitas atau lembaga yang melakukan pencatatan keturunan dan membuat buku silsilah kuda hasil seleksi berdasar pada daerah asal, fungsi, dan ciri fenotipik (Bowling dan Ruvinsky, 2000).

(16)

4 Kuda Lokal Indonesia

Edward (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia digolongkan ke dalam kuda poni. Pemuliaan kuda yang terdapat di Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungan. Tinggi badan kuda di Indonesia berkisar antara 1,15-1,35m, sehingga digolongkan dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Kegunaan kuda lokal Indonesia sebagian besar adalah sebagai sarana transportasi, pengangkut barang, sarana hiburan, dan sebagai bahan pangan masyarakat lokal (Prabowo, 2003). Menurut Edward (1994), kuda lokal Indonesia tersebar di beberapa daerah dengan jenis dan karakteristik yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Kuda Lokal Indonesia

Jenis kuda Tinggi (m) Karakteristik

Kuda Sumba 1,27 - Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek

- Sifatnya jinak dan cerdas

- Konformasi badan kurang sempurna, tetapi bagian punggungnya kuat.

Kuda Timor 1,22 - Bentuk badan lurus dan leher pendek

- Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor yang tinggi - Bagian tengkuk dan ekor yang tinggi

Kuda Sandel 1,35 - Ukuran tubuh kecil

- Bentuk kepala kecil dan bagus serta mata yang besar - Bulu lembut dan berkilauan

- Mempunyai kecepatan yang baik dan sangat aktif - Mempunyai kuku kaki yang keras dan kuat.

Kuda Batak 1,32 - Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus dengan posisi ekor cukup tinggi sehingga baik dalam pergerakan

- Kaki belakang ramping

- Mempunyai rump yang tinggi serta punggung yang panjang dan sempit

- Kepalanya bagus dengan muka lurus

- Mempunyai leher yang lemah dan pendek serta kurang berkembang.

Kuda Jawa 1,27 - Mempunyai stamina yang baik dan tahan terhadap panas - Sifatnya jinak

- Kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya.

(17)

5 Indonesia sampai saat ini memiliki 13 jenis kuda lokal, yaitu kuda Makassar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda Sumatera (terdiri dari 4 jenis yaitu kuda Padang, kuda Batak, kuda Agam, dan kuda Gayo), kuda Bali, dan kuda Lombok serta kuda Kuningan. Beberapa diantaranya memilki keunggulan sebagai kuda tunggang dan kuda pacu (Soehardjono, 1990).

Kuda Pacu Indonesia

Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan ternak yang dibentuk melalui program grading up untuk memenuhi permintaan kuda pacu. Proses pembentukan KPI dimulai dari G1 yang merupakan hasil persilangan betina lokal dengan pejantan Thoroughbred dengan darah lokal 50% dan darah Thoroughbred 50%. G2 merupakan hasil silang betina G1 pada umur 3 atau 4 tahun dengan pejantan Thoroughbred. Kuda betina G2 disilangkan dengan jantan Thoroughbred akan menghasilkan G3 dengan komposisi darah lokal 12,5% dan darah Thoroughbred 87,5% yang dirasa sudah cukup baik untuk dijadikan bibit pejantan (parent-stock) Keterangan = tanda *menunjukkan persentase darah lokal yang terdapat pada kuda

(18)

6 G4 selanjutnya dibentuk untuk dijadikan sebagai betina indukan KPI dengan darah lokal 6,25% dan darah Thoroughbred 93,75%, yang merupakan hasil persilangan antara betina G3 dan jantan Thoroughbred. Betina G4 selanjutnya disilangkan dengan jantan G4 atau G3 dan menghasilkan kuda pacu Indonesia saat ini (Soehardjono, 1990). Pembentukan kuda pacu harus memenuhi standar kuda pacu Indonesia yang sesuai dengan SK Dirjenak no: 105/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/95 tanggal 24/02/95 dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) standar komposisi darah, (2) standar fisik atau performans seperti tinggi gumba, lebar dada, panjang badan, dan kecepatan lari, (3) standar warna bulu, (4) standar mutu atau siklus mutu seperti mutu istal, mutu pejantan atau induk, mutu pemeliharaan, mutu reproduksi, mutu pemuliabiakan (seleksi), mutu hasil keturunan, dan evaluasi mutu hasil, (5) sebagai bibit kuda pacu Indonesia harus mempunyai sertifikat lahir, sertifikat pacu dan kecepatan lari, dan sertifikat pemacek (PORDASI, 2000).

Penggolongan kuda pacu Indonesia didasarkan pada sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Persyaratan sifat kualitatif untuk kuda pacu Indonesia adalah hasil persilangan kuda betina lokal dengan Thoroughbred, bentuk badan langsing, kaki kuat dan ringan, bentuknya mengarah pada kuda Thoroughbred, dan tempramen yang aktif. Persyaratan kuantitatif adalah tinggi gumba pada umur 6 tahun minimal 150 cm dan maksimal 170 cm, berat badan pada umur 6 tahun minimal 350 kg. Warna bulu pada kuda pacu Indonesia menurut peraturan No.011/DPP/75 Pordasi Pusat adalah hitam (black), hitam cokelat (brown black), cokelat (brown) jeragem (bay brown), cokelat muda keemasan, kelabu (grey), bopong (creamy), dan putih (PORDASI, 2000).

Tabel 2. Standar Fisik dan Kecepatan Kuda Pacu Indonesia

Kelas Kuda Pacu Tinggi Badan (cm) Kecepatan Lari (detik/1000m)

(19)

7 Tabel 2 merupakan ukuran tubuh yang dijadikan tolak ukur dalam membentuk standar kuda pacu Indonesia berdasarkan tinggi badan dan kecepatan lari menurut Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner Pordasi (2000).

Kuda Thoroughbred

Bangsa Kuda Thoroughbred dikembangkan oleh keluarga kerajaan Inggris sebelum diimpor ke Amerika di Inggris. Bangsawan Inggris menggunakan kuda ini

sebagai hewan pacu dalam olah raga, dan dibiakkan untuk kuda pacu. Menurut Edwards (1994), sejak 200 tahun yang lalu kuda Thoroughbred sudah

dikembangkan sebagai industri pacuan karena mampu memberikan pengaruh besar dalam meningkatkan gerakan misalnya kecepatan, keberanian, dan daya tahan stamina serta secara bersamaan berpotensi untuk menghasilkan keberagaman genetik (meningkatkan ukuran tubuh) dengan sistem seleksi dan pencatatan breeding yang baik. Kuda Thorougbred adalah kuda yang digunakan sejak 1700an yang berasal dari kuda jantan impor dari daerah timur (Arab dan Turki) dengan kuda betina Inggris yang menghasilkan keturunan untuk balapan (Bowling dan Ruvinsky,2000).

Kuda Thoroughbred mempunyai keunggulan yaitu kecepatan lari dan daya tahan yang baik (Blakely dan Bade, 1991). Kuda Thoroughbred memiliki kondisi fisik yang memenuhi syarat untuk berpacu, seperti bentuk kepala yang kecil dan terlihat pintar, leher panjang, badan panjang, kaki langsing dan panjang, tulang yang ramping dengan panjang yang seimbang, serta warna bulu yang halus dan terang (Kidd, 1995).

Gambar 2. Kuda Thoroughbred (www.twilfire.net/theme_8.html)

(20)

8 proporsi badan panjang, kaki bagian belakang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan daya dorong yang maksimum. Kaki bagian depan bagus dan panjang dengan otot yang besar serta persendian yang rata serta tulang di bawah lutut berukuran 20 cm, mempunyai bahu yang panjang dan membentuk slope yang tidak terlalu menonjol sehingga menghasilkan langkah yang panjang dan rendah.

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur pada seekor ternak baik untuk sifat produksi seperti ukuran morfologi tubuh, kecepatan lari, daya tahan, dan tenaga tarik juga untuk sifat reproduksi seperti lama kebuntingan, lama berahi, dan produksi susu (Martojo, 1992). Noor (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen yang bersifat aditif.

Ripitabilitas

Ripitabilias (r) merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut hidup (Noor, 2008). Ripitabilitas juga diartikan sebagai sebuah ukuran kekuatan hubungan antara ukuran yang berulang-ulang pada suatu sifat dalam populasi (Pallawaruka, 1999). Nilai ripitabilitas suatu sifat akan ditentukan oleh keragaman komponen-komponen penyusunnya, yaitu komponen genetik yang terdiri atas gen aditif, dominan, dan epistasis serta komponen lingkungan, yang bersifat permanen maupun yang bersifat sementara (Warwick et al., 1987). Besar nilai ripitabilitas suatu sifat dipengaruhi oleh besar nilai heritabilitas sifat yang sama. Semakin besar nilai ripitabilitas, semakin besar pula nilai heritabilitas untuk sifat yang sama. Nilai ripitabilitas merupakan batas maksimal dari nilai heritabilitas. Nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1 (Noor, 2008). Ripitabilitas dapat juga dihitung dari regresi data pengukuran yang lebih akhir terhadap pengukuran sebelumnya. Nilai inilah yang

akan digunakan sebagai pendekatan terhadap nilai ripitabilitas (Warwick et al., 1987). Noor (2008) membagi nilai ripitabilitas ke dalam tiga

kategori, rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4), dan tinggi (di atas 0,4).

(21)

9 yang dihitung dalam rata-rata beberapa kali pengukuran (Warwick et al., 1987). Hal yang sama juga dinyatakan Martojo dan Mansjoer (1995) bahwa ripitabilitas digunakan untuk menduga kemampuan produksi dalam masa produksi seekor ternak MPPA (Most Probable Producing Ability), dan untuk meningkatkan ketepatan seleksi.

MPPA (Most Probable Producing Ability)

(22)

METODE Lokasi dan Waktu

Pengumpulan dan pengolahan data serta penulisan skripsi dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Genetika Kuantitatif Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Data perlombaan Kuda Pacu Indonesia diperoleh dari data kecepatan lari pada beberapa perlombaaan di Buku Panduan Acara Pacuan atau catatan kecepatan lomba yang dilaksanakan di arena pacuan Pulo Mas Jakarta dan arena pacuan

“Maesa” Tompaso Minahasa. Kuda-kuda yang mengikuti lomba berasal dari berbagai dareah di Indonesia. Catatan hasil perlombaan pacuan dari kejuaraan nasional PORDASI selama dua belas tahun (1997 s/d 2009) dikumpulkan sebagai data mentah yang diolah berdasarkan beberapa metode analisis untuk mendapatkan estimasi nilai ripitabilitas sifat kemampuan mempertahankan kecepatan berlari. Data kuda yang tersedia adalah 1200 tetapi sampel kuda yang memiliki catatan lengkap dan memenuhi syarat untuk diolah nilai ripitabilitas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Sampel Kuda yang Digunakan Berdasarkan Sifat Berlari

Sifat Berlari Kuda (Ekor)

(23)

11 lebih lengkap agar mudah dipelajari. yang meliputi nama kuda, nama induk pejantan, warna rambut, umur, tinggi pundak, nama pemilik, nama event, waktu tempuh lomba, selisih jarak finish dengan kuda peserta sebelumnya, dan waktu pelaksanaan lomba. Hintz (1980) menyatakan bahwa waktu tempuh mengindikasikan jumlah detik yang dibutuhkan seekor kuda untuk menyelesaikan lomba dan merupakan parameter yang paling sering digunakan.

Berdasarkan data yang tersedia, dilakukan pengelompokan berdasarkan nama kuda, dan jarak tempuh lomba. Catatan waktu pada setiap lomba merupakan pengukuran yang dapat digunakan untuk menentukan sifat kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan berlari kuda secara genetik (Moritsu et al., 1994; Oki et al., 1994) di mana catatan waktu tersebut digunakan untuk menghitung kecepatan berlari. Beberapa nama kuda yang pernah berlari pada tiga jarak yang sama diamati kecepatan larinya.

Kuda-kuda yang pernah lari dengan tiga jarak yang sama (1200, 1400, dan 1600 m) dikelompokkan menjadi satu. Nilai hasil perbandingan antara selisih kecepatan lari pada dua jarak yang berbeda dengan selisih kedua jarak tempuh tersebut dijadikan sebagai nilai pertambahan kecepatan lari kuda. Data juga kembali dikelompokkan menjadi kuda yang mengalami penurunan nilai kecepatan tiap detik (perlambatan) terhadap jarak yang semakin meningkat, ataupun kuda yang mengalami peningkatan nilai kecepatan (percepatan). Uji-t dilakukan pada kuda jantan dan betina untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin untuk setiap kelompok. Nilai percepatan dan perlambatan lari tersebut digunakan untuk mengestimasi nilai ripitabilitas. Nilai MPPA dicari setelah diperoleh nilai ripitabilitasnya, kemudian dicari untuk mengestimasi kemampuan individu yang dapat dijadikan sebagai seleksi. Nilai MPPA tersebut kemudian diurutkan untuk mendapatkan individu yang baik untuk pacuan jarak jauh (kuda-kuda yang mengalami percepatan) dan baik untuk pacuan jarak pendek (kuda-kuda yang mengalami perlambatan).

Analisis Data

(24)

12 diperoleh nilai ripitabilitas dan MPPA. Model rancangan percobaan berdasarkan Becker (1968) yaitu:

Yij = µ +αi + eij

Keterangan :

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh individu ke-i

eij = pengaruh lingkungan tak terkontrol dan atribut deviasi genetik individu dalam

kelompok pejantan

Tabel 4. Analisis Ragam Sifat Mempertahankan Kecepatan Berlari Sumber

Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus (Becker, 1968):

dan

Keterangan:

R = ripitabilitas

σ2

W = ragam ketahanan antar individu-individu yang diamati σ2

e = ragam ketahanan dalam individu yang diamati

MSw = kuadrat tengah ketahanan

MSe = kuadrat tengah individu yang diamati

(25)

13 Perhitungan Most Probable Producing Ability

Hasil data ripitabilias yang diperoleh digunakan untuk perhitungan Most Probable Producing Ability (MPPA) yaitu dengan menghitung rataan populasi dan rataan individu terlebih dahulu. Rumus MPPA menurut Warwick et al. (1987) ialah:

̅ ̅ ̅ Keterangan :

(26)
(27)
(28)

16 sifat penurunan kecepatan dan peningkatan kecepatan berlari. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena kuda-kuda tersebut dipacu pada jarak tempuh sedang sehingga perbedaan jenis kelamin menjadi tidak nyata. Jarak tempuh yang diambil sebagai data adalah 1200, 1400, dan 1600 m, yang dikategorikan sebagai jarak tempuh sedang (Moritsu et al., 1994). Hal yang sama juga ditemukan pada hasil penelitian Polak (2008) dan Ricard dan Touvais (2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata dari jenis kelamin pada penelitian yang dilakukan. Moritsu et al., (1994) juga menemukan tidak adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) untuk jenis kelamin pada kuda-kuda Thoroughbred yang berada di Jepang yang lari pada jarak tempuh 1200 m, tetapi pada jarak 1800 m ditemukan pengaruh yang nyata. Banyak pendapat mengatakan bahwa hal ini menjadi kontroversi akibat kuda jantan diketahui sering bermasalah yang disebabkan oleh tempramen yang sulit untuk diatur, sehingga pengaruh perbedaan jenis kelamin tidak terbukti pada hasil penelitian ini. Kuda jantan dan betina tidak dipisahkan dan berlari secara bersamaan pada saat berada di lintasan pacuan.

Tabel 5. Rataan Nilai Penurunan Kecepatan Berlari

No Individu Nama Kuda Rata-rata (per 100 detik)

1 Blue Storm -0,4501

(29)

17 ini menunjukkan bahwa kuda no. 8 (Satria Madura) memiliki nilai penurunan kecepatan berlari sebesar 0,0655 per 100 detik untuk setiap peningkatan jarak sebesar 300 m. Kuda no. 1 (Blue Storm) memiliki nilai penurunan kecepatan yang terbesar yaitu (-0,4501 per 100 detik).

Penurunan nilai kecepatan berlari seiring bertambahnya jarak tempuh sudah lazim terjadi pada kuda pacu. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiologi dari masing-masing kuda. Richard et al., (2000) dalam Bowling dan Ruvinsky (2000) menyatakan bahwa faktor pembatas dari performa berlari kuda tergantung dari panjang lintasan yang ditempuh kuda. Energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot pada saat berlari berasal dari perombakan glukosa dimana perombakan tersebut terbagi menjadi dua tahap anaerobik dan aerobik. Kemampuan berlari pada kuda juga dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah lingkungan. Menurut Buttram et al., (1988a) pengaruh lingkungan permanen pada performa berlari adalah faktor nutrisi, cidera, pemilik, dan pelatih.

Tabel 6. Rataan Nilai Peningkatan Kecepatan Berlari

No Nama Kuda Rata-rata (per 100 detik)

(30)

18 merupakan kuda dengan nilai peningkatan kecepatan berlari terendah (0,0634 per 100 detik). Semakin besar nilai peningkatan kecepatan berlari, menunjukkan bahwa kemampuan kuda tersebut semakin baik untuk pacuan jarak jauh. Peningkatan nilai kecepatan yang terjadi disebabkan karena kuda-kuda tersebut diduga masih mampu meningkatkan kecepatan berlarinya dengan jarak tempuh yang lebih jauh lagi.

Ripitabilitas

Pengukuran sifat kuantitaf berupa nilai dan rataan ukuran sifat tertentu seringkali belum memberikan gambaran sesungguhnya tentang potensi setiap kuda, sifat tersebut memiliki kecenderungan untuk berulang pada pengukuran berikutnya dimasa mendatang. Perhitungan tersebut berguna untuk mengetahui apakah sifat yang diamati merupakan sebuah ekspresi genetis atau hanya merupakan hasil dari pengaruh lingkungan sementara pada seekor atau sekelompok ternak. Kecenderungan pengulangan suatu sifat disebut dengan nilai ripitabilitas. Ripitabilitas (r) merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut hidup (Noor, 2008).

Warwick et al., (1987) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas suatu sifat akan ditentukan oleh keragaman komponen-komponen penyusunnya, yaitu komponen genetik yang terdiri atas gen aditif, dominan dan epistasis serta komponen lingkungan, baik yang bersifat permanen maupun yang bersifat sementara. Keragaman nilai suatu sifat mempengaruhi nilai dugaan ripitabilitas, semakin beragam data, maka semakin rendah nilai ripitabilitas akan dan sebaliknya. Tabel 7 menyajikan estimasi nilai ripitabilitas kemampuan kuda pacu mempertahankan kecepatan.

Tabel 7.Nilai Ripitabilitas Kemampuan Kuda Pacu Mempertahankan Sifat Kecepatan Berlari pada Selisih Jarak yang Berbeda

Sifat Berlari R ± SE

(31)

19 Menurut Noor (2008), nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1 dan digolongkan ke dalam tiga ketegori, yaitu rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4), dan tinggi (>0,4). Nilai ripitabilitas untuk sifat kemampuan mempertahankan kecepatan berlari tergolong dalam ketegori sedang hingga tinggi. Kuda-kuda yang mengalami penurunan kecepatan, estimasi nilai ripitabilitasnya adalah sebesar 0,7714 ± 0,0988. Nilai tersebut menunjukkan bahwa faktor genetis lebih banyak memberikan pengaruh dibandingkan dengan faktor lingkungan, walaupun nilai dari kemampuan mempertahankan berlari bernilai negatif (kuda mengalami perlambatan).

Nilai ripitabilitas peningkatan kecepatan kuda termasuk dalam ripitabilitas sedang yaitu 0,3421 ± 0,2789. Nilai ini menunjukkan bahwa pengaruh dari lingkungan masih cukup tinggi dibandingkan dengan pengaruh genetisnya pada sifat peningkatan kecepatan berlari. Buttram et al., (1988b) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengaruh dari lingkungan permanen sangat nyata terjadi pada jarak tempuh yang semakin jauh. Standar eror untuk estimasi ripitabilitas kuda yang mengalami penurunan kecepatan memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan standar eror kuda yang mengalami peningkatan kecepatan. Nilai standar eror yang cukup tinggi untuk kuda yang mengalami peningkatan kecepatan menunjukkan estimasi ripitabilitas yang kurang akurat. Hal ini diduga terjadi akibat jumlah sampel kuda hanya sedikit sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat mewakili sebuah populasi.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi sifat mempertahankan kecepatan berlari antara lain lingkungan dari dalam tubuh ternak. Lingkungan dalam tubuh ternak meliputi kemampuan kuda dalam mempergunakan cadangan energi pada saat berlari dan mental dari masing-masing individu kuda. Cadangan energi berkaitan

dengan pakan yang diberikan sebelum kuda pacu berlomba. Menurut Mc Bane (1993) kuda pacu membutuhkan kurang lebih 14% kandungan protein

untuk memenuhi kecukupan energi. Pemilik kuda pacu juga dapat memberikan supplement seperti minyak jagung yang kaya akan sumber energi untuk mensuplai kebutuhan kuda pacu saat berada di arena pacuan (Vogel, 1995).

(32)

20 finish. Islami (2007) menyatakan bahwa pelatih memiliki peranan penting dalam menghasilkan kuda pacu yang berprestasi. Pelatih yang baik dan berpengalaman akan sangat mengenali kuda yang akan dilatih dan menetapkan pola latihan yang tepat bagi kuda tersebut. Hal ini akan mempengaruhi kondisi kuda pada saat di arena pacuan. Nilai ripitabilitas dapat ditingkatkan, menurut Pallawaruka (1999) untuk meningkatkan nilai ripitabilitas dapat dilakukan dengan mengupayakan lingkungan (manajemen pemeliharaan, kandang, pemberian pakan) yang seseragam mungkin antar individu.

MPPA (Most Probable Producing Ability)

MPPA merupakan nilai yang dapat digunakan untuk mengestimasi kemampuan produksi pada masa yang akan datang (Lasley, 1978). Nilai MPPA dibuat menjadi sebuah peringkat untuk mengetahui individu yang baik di dalam sebuah populasi. Tabel 8 menyajikan peringkat kuda berdasarkan nilai MPPA sifat penurunan kecepatan berlari. Kuda Blue Strom berada pada peringkat pertama dengan nilai MPPA sebesar 0,004198. Hal ini menunjukkan bahwa kuda Blue Storm dengan pejantan Putra Soputan memiliki penurunan kecepatan yang terbesar dan dapat dinyatakan juga bahwa kuda Blue Strom kurang baik.

Tabel 8. Peringkat Berdasarkan Nilai MPPA Sifat Penurunan Kecepatan Berlari

Peringkat Nama Kuda Nilai MPPA Pejantan

1 Satria Madura 0,000848 Lord Lichen

2 Maesa King 0,001221 Blanford jr

3 Garuda King 0,001333 Manguni

4 Srikandi Wenang 0,001376 Putra Soputan

5 Meraldo 0,001615 Putra Pinabetengan

6 North Lady 0,00219 Century

7 Sakti MM 0,002298 Century

8 Bunga Bangsa 0,003106 Manguni

9 Xena 0,003308 Manguni

10 Blue Storm 0,004198 Putra Soputan

(33)

21 kecepatan. Kuda yang mengalami penurunan nilai kecepatan menunjukkan bahwa kuda tersebut baik digunakan untuk pacuan kuda dengan jarak pendek atau sprint.

Nilai MPPA untuk sifat peningkatan nilai kecepatan berlari memiliki makna berbeda dengan nilai MPPA pada penurunan nilai kecepatan seperti yang disajikan pada Tabel 9. Kuda Wali Nagari dengan pejantan Katipunan menempati posisi pertama untuk nilai MPPA peningkatan kecepatan berlari dengan nilai 0,005287. Nilai ini menunjukkan bahwa kuda Wali Nagari memiliki penambahan kecepatan yang terbesar. Kuda yang mengalami penambahan nilai kecepatan berlari dengan seiringnya bertambahnya jarak tempuh menunjukkan bahwa kuda tersebut baik untuk lari pada jarak tempuh jauh. Hal ini dikarenakan pertambahan jarak tempuh hingga 1600m belum merupakan jarak yang optimal bagi kuda tersebut untuk mengeluarkan kemampuan berlari. Lady Antik dengan pejantan Lord Lichen dan nilai MPPA sebesar 0,001565 berada pada urutan terakhir. Tabel 9 memberikan gambaran bahwa kuda yang baik untuk berlari pada jarak yang jauh berasal dari pejantan yang berbeda-beda.

Tabel 9. Peringkat Berdasarkan Nilai MPPA Sifat Peningkatan Kecepatan Berlari

Peringkat Nama Kuda Nilai MPPA Pejantan

1 Wali Nagari 0,005287 Katipunan

(34)

22 tidak hanya ditentukan oleh genetik pejantan saja, melainkan juga oleh genetik dari kuda betina sehingga hasil persilangannya akan lebih baik.

Nilai MPPA yang tersedia dapat digunakan untuk pemilihan kuda pejantan sesuai kebutuhan sebagai upaya untuk evaluasi genetik dari kuda pacu Indonesia. Kuda jantan yang dinilai unggul akan berhenti untuk dilombakan pada usia di atas 6 tahun. Kuda jantan yang telah dikastrasi memiliki kesempatan lari di pacuan yang lebih lama dibandingkan dengan kuda betina dan kuda jantan yang tidak dikastrasi. Hal ini terjadi karena kuda betina dan kuda jantan yang tidak dikastrasi tidak

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sifat kemampuan kuda mempertahankan kecepatan berlari dikategorikan menjadi kuda yang mengalami penurunan kecepatan berlari dan kuda yang mengalami peningkatan kecepatan berlari. Ripitabilitas sifat mempertahankan kecepatan untuk kelompok kuda pacu Indonesia yang mengalami penurunan kecepatan berlari lebih besar daripada ripitabilitas kuda pacu Indonesia yang mengalami peningkatan kecepatan berlari dengan kisaran angka sedang hingga tinggi (0,7714 dan 0,3421). Kuda Satria adalah kuda yang unggul untuk sifat penurunan kecepatan dan kuda Wali Nagari unggul untuk sifat peningkatan kecepatan berlari. Kuda Pacu Indonesia lebih terarah pada pacuan jarak pendek. Hasil ini belum dapat merepresentasikan kondisi KPI secara keseluruhan akibat minimnya sampel yang digunakan untuk mewakili sebuah populasi.

Saran

(36)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih yang tidak pernah berubah dalam hidup penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. dan Ir.Ben J.Takaendengan, M.Si selaku pembimbing skripsi atas kesabaran dan tanggungjawab yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si. selaku pembimbing akademik serta kepada Ir. Rini H Mulyono, M.Si. selaku dosen pembahas seminar untuk setiap masukan dan motivasi yang terus diberikan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Jakaria S.Pt., M.Si. dan Ir. Moh Agus Setiyana M.S. selaku dosen penguji sidang atas setiap kritik dan saran untuk penulisan ini. Rasa terimakasih juga juga Penulis ucapkan untuk papa dan mama terkasih yang senantiasa menyertai Penulis dengan dukungan doa dan kasih tiada henti hingga Penulis boleh berhasil menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Eka, Olin dan keluarga besar Asaria Sapin yang boleh terus memberikan semangatnya. Terimakasih untuk Priskila dan Cintya sudah menjadi sahabat yang baik dan terus menjadi motivasi dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih juga untuk Justian, Ferdy, Fuad, Omi, Betari, Rischa, Widi, Fasta,Arief, Riri, dan Sidiq sebagai teman seperjuangan dalam penelitian. Terimakasih kepada Van Basten T, Mettha C, Ribkha.S, Verawati, Desi.S, Christa, Joe.H, Bang Mediwan, Bang Icho dan rekan-rekan Komisi Kesenian PMK IPB atas setiap dukungan doa dan perhatian yang telah diberikan. Terimakasih Penulis sampaikan untuk Meiada, Ayu, Diara, Bertha, Uphi, Riri dan teman-teman Kost Tri Dara. Terimakasih untuk asistensi Korintus dan EL-Elyon, rekan-rekan PMK IPB, Kak Vidya, Nikita, Meldha, Silvia, Lasma, Liska dan Ester sebagai komponen kelompok kecil penulis. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih untuk IPTP 44 atas kebersamaan selama 3 tahun. Akhir kata Penulis mengucapkan termakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu dan kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB atas kerjasama dan dedikasi yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Minahasa Dalam Angka. Minahasa.

Becker, W. A. 1968. Manual of Procedures in Quantitative Genetics. 2nd Ed. Washington State University Press, Washington.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan : Bambang Srigandono. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bowling, A.T & A. Ruvinsky. 2000. The Genetics of the Horse. CABI Publishing. London.

Buttram, S.T,R. L. Willham., D. E. Wilson & J. C. Heird. 1988a. Genetics of racing performance in the American Quarter Horse: I. Description of the Data. J. Anim. Sci, 66: 2791-2799.

Buttram, S.T, D.E. Wilson, & R.L. Willham. 1988b. Genetics of racing performance in the American Quarter horse: III. Estimation of variance components. J. Anim. Sci., 66: 2808–2816.

Dinas Komunikasi. 2009. Jakarta Timur. http://prov.jakarta.go.id. [08 April 2011]. Edwards, E. H. 1994. The Encyclopedia of Horse. First Published in Great Britan,

London.

Ensminger, M, E. 1962. Animal Science. Animal Agriculture Series. 5th Ed. Printers & Publisher, Inc. Danville, Illinois.

Hintz, R. L. 1980. Genetics of performance in the horse. J. Anim. Sci. 51: 582-594. Islami, R.Z. 2007. Evaluasi performa kuda pacu Indonesia dan variasi sekuen DNA

mitokondria kuda (Equus caballus). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kidd, J. 1995. Horses and Ponies of the World. Ward Lock Publishing, London. Komisi Peternakan & Kesehatan Veteriner. 2000. Kumpulan Dokumen Pordasi.

Jakarta : PP PORDASI.

Lasley, J.E. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor.

Martojo, H & S. S. Manjoer. 1995. Ilmu Pemuliaan Ternak. Sisdiknas, Intim. Bogor. Mc Bane, S. 1993. Keeping Horse. 2nd Ed. Blackwell Scientific Publication,

(38)

26 Moritsu Y., H. Funakoshi, & S. Ichikawa. 1994. Genetic evaluation of sires and

environmental factors influencing best racing times of Thoroughbred horses in Japan. J. Equine Sci., 5,(2): 53–58.

Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.

Oki H., Y. Sasaki., & R.L. Willham. 1994. Genetics of racing performance in the Japanese Thoroughbred horse: II. Environmental variation of racing time on turf and dirt tracks and the influence of sex, age, and weight carried on racing time. J. Anim. Breed. Genet., (111): 128–137.

Pallawaruka, 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. PORDASI. 2003. Peraturan Pacuan & Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional

Pacuan Kuda. Jakarta: PP. PORDASI.

Polak, G. M. 2008. Characteristics of the polish population of horses competing in long-distance rides. J. Ann. Anim. Sci., 8, (2):103 – 111.

Prabowo, P.P. 2003. Produksi & Konsumen Daging Kuda di Yogyakarta. Makalah Semiloka. Perkudaan Indonesia, Jakarta.

Richard A, E. Burns, & E.P. Cunningham. 2000. Genetics of performance traits. In: A. T. Bowling, A. Ruvinsky Eds. The Geneticof Horse. New York: Cabi Publishing.

Ricard A & M. Touvais. 2006. Genetic parameters of endurance races. Station the genetic quantitative, INRA.

Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta.

Vogel, C. 1995. Complete Horse Care Manual. Dorling Kindersley Limited, London. Warwick, E. J., J. Maria Astuti & W. Harjosubroto. 1987. Pemuliaan Ternak.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(39)
(40)

Lampiran 1. Data Kecepatan Kuda Pacu Indonesia Jarak

Tempuh (Meter)

Kecepatan (meter/detik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1200 16,4179 15,7804 15,3857 15,2876 15,3617 15,6638 15,1898 15,5690 15,1582 16,1080

1400 15,3846 14,9735 15,1981 15,1187 15,0093 15,2215 14,5639 15,5434 14,8936 15,3929

1600 14,8837 14,7959 14,7915 14,7587 14,8373 14,7912 14,5855 15,0957 14,6789 14,7540

Rataan 15,5620 15,18333 15,1251 15,0550 15,0694 15,2255 14,7798 15,4027 14,9102 15,4183

Jarak Tempuh

(Meter)

Kecepatan (meter/detik)

1 2 3 4 5 6 7 8

1200 14,9843 14,7765 15,2155 15,3222 15,5339 14,8513 15,2462 13,4139

1400 15,7127 15,5348 15,7427 16,0919 15,6739 15,0537 15,7303 15,6716

1600 15,2293 15,4313 15,3772 15,4634 15,7614 15,7164 15,6006 15,2462

Rataan 15,3088 15,2476 15,4451 15,6258 15,6564 15,2071 15,5257 14,7772

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Uji-t Nilai Penurunan Kecepatan dan Peningkatan Kecepatan antara Jantan dan Betina

Sifat Berlari Nilai t Nilai P (P-value) Hasil Uji-t

Penurunan Kecepatan 0,50 0,626 tn

Peningkatan Kecepatan 1,20 0,253 tn

(41)

29 Lampiran 3. Data Peningkatan Nilai Kecepatan Lari Kuda dengan Selisih Dua Jarak Tempuh

Jarak Tempuh

(Meter)

Peningkatan Kecepatan Berlari (Per 100 detik)

1 2 3 4 5 6 7 8

1200-1400 0,3642 0,3791 0,2635 0,3848 0,0700 0,1012 0,2420 1,1288 1200-1600 0,0613 0,1637 0,0404 0,0352 0,0569 0,2163 0,0886 0,4581

Rataan 0,2127 0,2714 0,1519 0,2100 0,0634 0,1587 0,1653 0,7935

Keterangan: 1= Better Boy (J), 2= Camry (B), 3= Duta Tonsea (J), 4= Jubah Putih (J), 5= Lady Antik (B), 6= Raskhy Ranger (J), 7= Super Model (B), 8= Wali Nagari (J).

Lampiran 4. Data Penurunan Nilai Kecepatan Lari Kuda dengan Selisih Dua Jarak Tempuh Jarak

Tempuh (Meter)

Penurunan Kecepatan Berlari (Per 100 detik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1200-1400 -0,5166 -0,4034 -0,0938 -0,0844 -0,1762 -0,2212 -0,3129 -0,0128 -0,1323 -0,3575

1200-1600 -0,3835 -0,2461 -0,1485 -0,1322 -0,1311 -0,2181 -0,1511 -0,1183 -0,1198 -0,3385

Rataan -0,4501 -0,3247 -0,1211 -0,1083 -0,1536 -0,2197 -0,232 -0,0655 -0,1261 -0,3480

(42)

Lampiran 5. Analisis Keragaman Sifat Peningkatan Kecepatan Berlari Kuda Pacu Indonesia

Sumber Keragaman

Derajat

Bebas JK KT

KT yang diharapkan

Antara Individu 7 0,0000717 0,0000102 2

Antara pengamatan dalam Individu

8 0,0000399 0,000005

Total 15 0,0001116

= 0,0000102 - 0,000005 = 0,0000026 2 0,0000026 + 0,000005

= 0,0000026 = 0,342105

SE (R) =

= √2 (16-1)(1-0,342105)2[1+(2-1) 0,342105]2 (2)2 (16-8) (8-1)

= 0,278924

(43)

31 Lampiran 6. Analisis Keragaman Sifat Penurunan Kecepatan Berlari Kuda Pacu

Indonesia Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas JK KT

KT yang diharapkan

Antara Individu 9 0,0000279 0,0000031 2

Antara pengamatan dalam Individu

10 0,0000044 0,0000004

Total 19 0,0000323

=0,0000031- 0,0000004 = 0,00000135

2 0,00000135 + 0,0000004

=0,00000135 = 0,771428

SE (R) =

= √2 (20-1)(1-0,771428)2[1+(2-1) 0,771428]2 (2)2 (20-10) (10-1)

= 0,098838

Gambar

Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Kuda Lokal Indonesia
Gambar 1. Diagram Persilangan Kuda Pacu Indonesia (Soehardjono, 1990)
Tabel 2. Standar Fisik dan Kecepatan Kuda Pacu Indonesia
Gambar 2. Kuda Thoroughbred (www.twilfire.net/theme_8.html)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui kemampuan atlet lari sprint dapat dilakukan dengan menggunakan waktu tempuh dengan menggunakan jarak yang telah ditetapkan yaitu 200 meter atau 100 meter

Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh korelasi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pacu pada jarak yang berbeda (600-1100m dan 1200-1600m) ternyata memberikan hasil

Kelebihan lari dengan model repetition sprint antara lain: (1) Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal,

Untuk memaksimalkan potensi gerak yang ada guna meningkatkan kecepatan lari jarak pendek pelari sprint pemula, pemberian penanganan fisioterapi bisa dilakukan

Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh korelasi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pacu pada jarak yang berbeda (600-1100m dan 1200-1600m) ternyata memberikan hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut ada pengaruh sprint training terhadap kecepatan lari jarak pendek

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui heritabilitas, kecepatan lari dan tinggi badan anak kuda pacu umur 2 tahun dengan Materi yang digunakan pada penelitian

Untuk itu, agar mendapatkan waktu tempuh yang pendek maka anak panah harus memiliki kecepatan awal yang relatif besar saat dilepaskan dari busurnya.. Grafik jarak maksimum Grafik di