• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kompetensi Perawat dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kompetensi Perawat dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan Tahun 2015"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

PENELITIAN

Selamat pagi/siang/malam Ibu

Nama saya Desika Anita Gultom/141121014 dan akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi Perawat Dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis di Ruang Pediatrik RS Columbia Asia Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Kompetensi Perawat dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis. Jika Ibu bersedia dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini, maka akan dilakukan pengambilan data sesuai dengan yang dibutuhkan dengan menggunakan lembar observasi. Saya sangat mengharapkan keikutsertaan Ibu dalam penelitian ini karena selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk orang lain.

Selama penelitian ini, Ibu tidak dibebankan biaya apapun. Semua data/keterangan dari Ibu bersifat rahasia. Apabila keberatan Ibu bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, tanpa sanksi apapun.

Jika Ibu sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini, maka ibu dapat menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent).

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Desember 2015

(2)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Desika Anita Gultom/141121014 adalah mahasiswa Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Kompetensi Perawat Dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis pada pasien pediatrik yang dilakukan pemasangan infus.

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan Ibu untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Partisipasi Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Ibu bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Identitas Ibu dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian. Atas kesediaan Ibu saya ucapkan terimakasih.

Medan, Desember 2015

Peneliti Responden

(3)

Lampiran 2

Pengaruh Kompetensi Perawat dalam Memasang dan Merawat

Infus terhadap Kejadian Flebitis di Ruang Pediatrik

Rumah Sakit Columbia Asia Medan

A.

Data demografi

:

No. responden :

Tanggal Penelitian :

Lama perawat bekerja : 1-5 tahun 10-15 tahun 5-10 tahun 15-20 tahun

B. Kompetensi Pemasangan Infus

Isilah pernyataan di bawah ini dan berilah tanda checklist (√), jika tanda

checklist (√) diberikan pada kolom “Ya” diberikan skor “1” dan pada kolom “Tidak”

diberikan skor “0”.

1.Tempat vena yang dipilih :

2. SOP Pemasangan Infus :

No Pemasangan Infus Dilaksanakan Skor

Ya Tidak 1 Persiapan alat dan bahan : set infus, IV kateter (adsyte)

sesuai ukuran, cairan infus, alkohol swab, tegaderm, torniquet, gunting, mikropore, kidney dish, yellow bag,

glove, dan sharp box

2 Prosedur Kerja :

a. membawa peralatan ke dekat pasien

(4)

c. Menjaga privasi pasien

d. Mencuci tangan dan memakai glove jika perlu e. Menyiapkan cairan yang akan dipasang

f. Memasang pengalas di bawah tangan yang akan di infus

g. Mencari lokasi vena yang tepat, memasang turniquet sekitar 10 cm dari vena yang akan ditusuk

h. Melakukan desinfeksi dengan alkohol swab i. Memasukkan IV kanula dengan sudut 45 derajat,

setelah darah keluar menurunkan IV kanula 30 derajat, kemudian memasukkan sedikit IV kanula dan tarik madrain, lalu masukkan IV kanula secara perlahan, melepaskan torniquet, sambil memegang ujung dengan sayap IV kanula, keluarkan madrain dan buang ke dalam sharp

box

j. Menyambungkan set infus dengan IV kanula, jalankan cairan infus sesuai kebutuhan, pastikan bahwa penyambungan antara IV kanula dan set infus sudah kuat

k. Melakukan fiksasi dengan transparan IV dressing

(tegaderm)

l. Merapikan pasien dan peralatan, pastikan selang infus sudah difiksasi dengan aman

(5)

C. Kompetensi Perawatan Infus

Berilah tanda checklist (√), jika tanda checklist (√) diberikan pada kolom “Ya” diberikan skor “1” dan pada kolom “Tidak” diberikan skor “0”.

No Perawatan Infus Dilaksanakan Skor

Ya Tidak 1 Alat dan bahan : Pinset anatomis steril 2 buah, kasa steril,

gunting, tegaderm, set infus, cairan infus, plester (mikropore), alkohol swab, larutan NaCl 0,9 %, kidney dish, yellow bag,

glove, dan sharp box

2 Prosedur kerja :

a. menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada keluarga/pasien

b. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

c. Mengatur posisi pasien supaya tempat penusukan infus terlihat dengan jelas

d. Mencuci tangan

e. Memakai sarung tangan

f. Menyiapkan set infus dan cairan infus yang baru

g. Membasahi plester dengan alkohol swab dan buka balutan dengan menggunakan pinset, membersihkan bekas plester dan membersihkan daerah tusukan dengan larutan NaCl 0,9%

h. Menyambungkan set infus yang sudah diganti dengan IV kanula

i. Melakukan fiksasi dengan tegaderm dan diplester dengan rapi

j. Mengatur tetesan infus sesuai program

k. Merapikan alat-alat, berpamitan dengan pasien/ keluarga l. Mencuci tangan kembali

(6)

D. Kejadian Flebitis

Berilah tanda checklist (√), jika tanda checklist (√) diberikan pada kolom “Ya” diberikan skor “0” dan pada kolom “Tidak” diberikan skor “1”.

No Tanda Infeksi Hari I Hari II Hari III Skor Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk

1. Eritema

2. Nyeri

3. Bengak (Oedem) 4. Vena teraba mengeras

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

FREQUENCIES VARIABLES=pemasanganinfus perawatannfus flebitis /ORDER=ANALYSIS.

[DataSet1] E:\FILE USU S1 KEPERAWATAN 2014\SKRIPSI\REVISI SKRIPSI\SPSS SKRIP SI\gabungan 3 variabel_1.sav

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(16)

kejadian flebitis

Kolmogorov-Smirnov Z 1.467 1.755 1.618

Asymp. Sig. (2-tailed) .027 .004 .011

(17)

NONPAR CORR

/VARIABLES=pemasanganinfus perawatannfus flebitis /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG

/MISSING=PAIRWISE.

Nonparametric Correlations

(18)

MASTER TABEL

PENGARUH KOMPTENSI PERAWAT DALAM MEMASANG DAN MERAWATINFUS TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PEDIATRIK RUMAH SAKIT COLUMBIA ASIA MEDAN TAHUN 2015

No

Pemasangan Infus skor Perawatan Infus skor

(19)

MASTER TABEL

PENGARUH KOMPTENSI PERAWAT DALAM MEMASANG DAN MERAWATINFUS TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PEDIATRIK RUMAH SAKIT COLUMBIA ASIA MEDAN TAHUN 2015

NO Pemantauan Kejadian flebitis

skor Kategori

Hari I Hari II Hari III

1 0 0 0 0 Tidak flebitis

2 0 0 2 2 Flebitis

3 0 0 2 2 Flebitis

4 0 0 0 0 Tidak flebitis

5 0 1 0 1 Flebitis

6 0 0 0 0 Tidak flebitis

7 0 0 0 0 Tidak flebitis

8 0 0 0 0 Tidak flebitis

9 0 0 0 0 Tidak flebitis

10 0 0 0 0 Tidak flebitis

11 0 0 0 0 Tidak flebitis

12 0 0 1 1 Flebitis

13 0 0 0 0 Tidak flebitis

14 0 0 0 0 Tidak flebitis

(20)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN No Kegiatan Penelitian Maret

(21)

TAKSASI DANA

No Keterangan Unit Harga/unit Dana yang

dibutuhkan 1 Persiapan proposal

- Kertas A4 2 rim Rp 35.000 Rp 70.000

- Tinta printer 2 buah Rp 25.000 Rp 50.000 - Pengadaan tinjauan pustaka 4 buah Rp 50.000 Rp 200.000 - Perbanyak proposal 4 buah Rp 15.000 Rp 60.000

- Sidang proposal - - Rp 100.000

2 Pengumpulan data

- Administrasi survei awal - - Rp 200.000

- Administrasi penelitian - - Rp 100.000

- Transportasi - - Rp 100.000

- Penggandaan kuesioner - - Rp 50.000

3 Analisa data dan penyusunan laporan perbaikan

- Kertas A4 1 rim Rp.35.000 35.000

- Tinta printer 1 buah Rp. 25.000 25.000 - Penggandaan laporan

penelitian

4 buah Rp. 20.000 80.000

- Sidang skripsi - Rp.450.000 450.000

Total Rp 1.440.000

(22)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NamaLengkap : Desika Anita Gultom

NIM : 141121014

JenisKelamin : Perempuan

Tempat/tgl.Lahir : Lumban Joro, 31 Desember 1988

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Mandolin No 2 Padang Bulan

Hp. : 081362022867

RiwayatPendidikan :

1. Tahun 1995 - 2001 : SD Negeri 174575 2. Tahun 2001 - 2004 : SMP Negeri 1 Sarulla

3. Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 1 Sarulla 4. Tahun 2008- 2011 : Politeknik Kesehatan Kemenkes RI

Medan Prodi D-III Jurusan Keperawatan 5. Tahun 2014-sekarang : Kuliah di Universitas Sumatera Utara

Jurusan Ilmu Keperawatan

Pengalaman Bekerja :

1. Tahun 2011-2012 : RS Mitra Sejati

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilin.(2011). Hubungan perawatan infus dengan terjadinyaflebitis, Sidoarjo: Puskesmas Krian Sidoarjo.

Arifin, H. (2014). Training Perawat RSCAM “Practice and Care Peripheral IV

Line”, Medan: Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.

Depkes RI.(2008). Distribusi penyakit sirkulasi darah, Jakarta : Depkes RI.

Dokumen. (2014). Undang-undang keperawatan no 38, Jakarta: UU Keperawatan. Dokumen. (2014). Standart Operatinal Procedure (SOP) Rumah Sakit Columbia

Asia, Medan : RS Columbia Asia.

Dokumen. (2015). Quality Control: Sasaran mutu rumah sakit Columbia Asia, Medan: RS Columbia Asia.

Endacott, R,. et al. (2009). Clinical Nursing skills, core and advanced, Oxford : Oxford University Press.

Hidayat, A. A. (2004). Buku Saku Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta : EGC.

---.(2005). Pengantar ilmu keperawatan anak I, Jakarta: Salemba Medika.

---.(2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Jakarta: Salemba Medika.

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing.(8th ed). St.Louis: MosbyElsevier.

Infusion Nurses Society. (2006). Infusion Nursing Standards of Practice. The Journal

of Infusion Nursing.

Jarumiyati. (2011). Hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian

flebitis, Yogyakarta: RSUD Wonosari.

Kohno, E,. et al. (2009). Effects of corticostreroids on phlebitis induced by Intravenous infusion of antineoplastic agents in rabbits. International journal

(24)

Latief, A,. Dkk. (2005). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : FKUI.

Macklin, D. (2003). Phlebitis, a painful complication of peripheral IV catheterization that may be prevented. American journal of nursing.

Maki, D,.& Ringer, M.(2009). Risk factors for infusion-rhelated phlebitis with small peripheral venous chateters. A randomiezed controlled trial.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selecta Kedokteran, edisi 3 jilid 2, Jakarta : FKUI. Mardiah.(2011). Rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis,

Medan: RSUP Haji Adam Malik.

Martinho, RFS,. & Rodrigues, A.B. (2008). Occurrence of phlebitis on intravenious

Amiodarione, Einstein.

Mubarak, W. I. ( 2008 ). Buku Ajar Kebutuhan Manusia: Teori & Aplikasi, Jakarta: CVSagung Seto.

Notoadmojdo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:Rineka Cipta. Potter,. & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan

Praktik, Edisi 4 Volume 1, Jakarta : EGC.

Roe, R.A.(2001). Enterprise planning :small business, start up, survival and

development, USA: Elservier Ltd.

Royal Colage of Nursing. (2010). Standards for infusion therapy, London : Royal Colage of Nursing.

Setyorini. (2006). Skill Labs, Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran UGM. Smeltzer & Bare.(2001).Keperawatan medical bedah, Jakarta: EGC

Spencer, P. M,. & Signe,.M Spencer. (2003). Competence at Work “Models for

Supervisor and Performance”, John Wiley & Son, Inc.

Stokowski, G,. et all. (2009). The use of ultrasound to improve practice and reduce complication rates in peripherally inserted central catheter insertions: final repot of investigation. Journal of infusion nursing.

(25)

Wang, Z.X.,.et all. (2008). The efficacy of non-pharmacological methods of pain management in school age children receiving venepuncture in a paediatric department. journal of A randomized controlled trial of audiovisual distractin

and routine psychological intervention. Swiss Med.

Zwell, M. (2000). Creating a culture of competence, New york : John Wiley & Son, Inc.

(26)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya. Kerangka konsep harus didukung landasan teori yang kuat serta ditunjang oleh informasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmiah, hasil penelitian, jurnal penelitian dan lain-lain (Hidayat, 2009). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kompetensi perawat dalam memasang, dan merawat infus dengan kejadian flebitis di ruang pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

(27)

35

3.2.Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2009).

Tabel 3.1.Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Operasional Alat

(28)

36

Tabel 3.1.Lanjutan 3 Dependent:

Flebitis Flebitis merupakan peradangan akibat pemasangan infus yang terjadi saat dimulainya sampai ≥72 jam pemasangan infus, yang ditandai dengan eritema, nyeri, pembengkakan (oedem), dan vena teraba mengeras (Palpable

vena cord) yang terjadi pada vena

pasien anak yang di pasang infus di ruang pediatrik rumah sakit Columbia Asia Medan

Lembar Observasi

Jawaban “Ya” = 0 dan “Tidak” = 1

skor 12= tidak flebitis skor < 12= flebitis

(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1.Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif korelasi (Hidayat, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan pemasangan, dan perawatan infus terhadap kejadian flebitis dengan melakukan pengamatan terhadap pemasangan, dan perawatan infus. Hasil pengamatan akan dianalisis dengan menggunakan komputerisasi untuk melihat ada tidaknya hubungan kompetensi perawat dalam hal pemasangan, dan perawatan infus terhadap kejadian flebitis.

4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Jumlah perawat di ruang Pediatrik RSCAM adalah 20 orang termasuk peneliti, dimana terdapat 1 orang kepala ruangan, 15 orang perawat sebagai perawat pelaksana yang diberikan wewenang dan tanggung jawab dalam hal pemasangan dan perawatan infus, sementara 3 orang orang perawat masih dalam percobaan (new

(30)

38

4.2.2. Sampel

Menurut Arikunto (2010), Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini adalah hasil kerja perawat terhadap pemasangan dan perawatan infus. Sampel penelitian ini terdiri dari 15 orang perawat.

4.2.3. Tehnik Sampling

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

total sampling yang berarti pengambilan sampel dilakukan dengan menjadikan

seluruh jumlah populasi menjadi sampel penelitian ini. Responden yang akan dijadikan sampel adalah perawat yang bersedia dijadikan sampel penelitian dan sesuai dengan kriteria sampel yang sudah ditetapkan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria inklusi sampel yang digunakan adalah :

1) Perawat yang bersedia untuk dijadikan sebagai responden dan menandatangani

informed consent.

2) Perawat yang melakukan tindakan pemasangan dan perawatan infus di ruang Pediatrik RSCAM, bukan perawat yang melakukan tindakan pemasangan dan perawatan infus di ruangan lain.

3) Perawat yang diberikan wewenang untuk pemasangan dan perawatan infus di ruang pediatrik RSCAM merupakan perawat pelaksana, bukan perawat yang sedang dalam masa percobaan (new staff).

(31)

39

4.3.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di ruang pediatrik rumah sakit Columbia Asia Medan. Pemilihan tempat di rumah sakit Columbia Asia Medan (RSCAM) dikarenakan angka kejadian flebitis menurut dokumen sasaran mutu RSCAM pada Januari-Agustus 2015 adalah 1,8% atau tercatat 12 pasien mengalami flebitis dari 635 orang yang dilakukan pemasangan dan perawatan infus. Alasan kedua pemilihan tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan tempat bekerja peneliti sehingga mempermudah untuk pengambilan data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 -20 Desember 2015.

4.4.Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik yaitu penelitian ini dapat dilakukan setelah mendapat izin dari institusi pendidikan dan persetujuan dari komisi etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat izin permohonan penelitian ke rumah sakit Columbia Asia Medan. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan pengumpulan data dimana peneliti meminta persetujuan responden dalam hal ini perawat sesuai dengan kode etik yang berlaku tanpa ada unsur paksaan . Sebelum melakukan penelitian, peneliti memperkenalkan diri dan memberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan dan manfaat kegiatan penelitian kepada responden.

(32)

40

persetujuan yang telah dibuat. Responden berhak menentukan sendiri kesediaan berpartisipasi sampai akhir penelitian walaupun penelitian masih berlangsung dan belum selesai. Hal tersebut tercantum dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara tulisan atau yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan. Jika responden tidak bersedia atau menolak untuk berpartisipasi maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. Dalam menjaga kerahasiaan informasi responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup memakai inisial responden dan hanya diketahui oleh peneliti dan responden. Rahasia informasi responden dijamin oleh peneliti.

4.5.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 bagian yaitu data demografi, lembar observasi pemasangan infus, lembar observasi perawatan infus, dan lembar observasi kejadian flebitis. Bagian pertama berupa lembar observasi pemasangan infus yang meliputi data demografi (nomor responden, tanggal, lama perawat bekerja, dan usia anak yang dilakukan pemasangan dan perawatan infus). Untuk lembar observasi pemasangan infus terdiri dari pernyataan tempat pemilihan vena, dan SOP pemasangan infus yang terdiri dari 14 item yang mencakup persiapan alat dan bahan serta prosedur kerja. Kemungkinan jawaban dari instrumen tersebut adalah “ya” dan “tidak”. Jawaban “ya” diberi skor 1, dan jawaban

(33)

41

pengukuran akan diklasifikasikan menjadi 2 kelas dinyatakan perawat kompeten jika melaksanakan 100% dari SOP dan tidak kompeten jika < 100% SOP pemasangan infus .

Untuk lembar observasi bagian ketiga adalah lembar observasi perawatan infus yang meliputi SOP perawatan infus. Lembar observasi tersebut terdiri dari 14 item yang mencakup persiapan alat, bahan da langkah kerja perawatan infus. Kemungkinan jawaban dari instrumen tersebut adalah “ya” dan “tidak”. Jawaban

“ya” diberi skor 1, dan jawaban “tidak” diberi skor “0”, skor tertinggi adalah 14, dan

terendah adalah 0. Hasil pengukuran akan diklasifikasikan menjadi 2 kelas dinyatakan perawat kompeten jika melaksanakan 100% dari SOP dan tidak kompeten jika < 100% SOP perawatan infus.

Untuk lembar observasi keempat adalah pemantauan kejadian flebitis, terdapat 4 item yang meliputi tanda dan gejala flebitis. Kemungkinan jawaban dari instrumen tersebut adalah “ya” dan “tidak”. Jawaban “ya” diberi skor 1, dan jawaban “tidak”

diberi skor “0”, skor tertinggi adalah 4. Observasi atau pemantauan flebitis akan

dilakukan selama 1x72 jam (3hari) setelah pemasangan infus dilaksanakan.. Dinyatakan flebitis jika skor ≥1, hasil observasi akan dinyatakan flebitis jika terdapat

(34)

42

4.6.Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian 4.6.1.Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2010). Lembar observasi dalam penelitian telah divalidasi oleh dosen yang ahli dalam bidang tersebut, dalam hal ini dosen yang mengajarkan materi kebutuhan dasar manusia (KDM) yaitu ibu RikaEndah dan pihak Rumah Sakit Columbia Asia Medan yaitu ibu Desi arisandi selaku koordinator

Infection Control dan Ibu Retno Prihatin selaku Kepala ruangan Pediatrik Rumah

Sakit Columbia Asia Medan.

4.6.2. Uji Reliabilitas

Setelah mengukur validitas, maka perlu dilakukan uji reliabilitas data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak(Hidayat, 2009). Penelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas karena instrumen penelitian yang dipakai adalah berupa Standard

Operation Procedure (SOP) Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat izin melakukan penelitian dari Fakultas Keperawatan dan Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian dengan cara memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Calon responden dalam hal ini perawat yang bersedia diteliti diminta untuk menandatangani

(35)

43

atau tanpa asisten, dimana peneliti mengambil data pada setiap shift perawat yakni

shift pagi, siang dan malam. Jumlah perawat yang bertugas setiap harinya adalah shift

pagi ada 5 orang, siang ada 4 orang dan malam ada 4 orang. Jika setiap shift ada pemasangan infus oleh perawat yang berbeda, peneliti menjadikannya sebagai responden. Peneliti mengamati tindakan responden dalam melakukan pemasangan infus dan melakukan observasi terhadap hasil pemasangan infus yang dilakukan perawatan infus dalam waktu 1X72 jam setelah dilakukan pemasangan infus. Pada hari ketiga(1x72jam) setelah pemasangan infus, perawat yang memasang infus akan melakukan perawatan infus pada pasien yang sama, peneliti mengobservasi kerja perawat dalam hal perawatan infus, selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk di analisis.

4.8. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data dengan cara:

a. Editing yaitu memeriksa kembali semua data satu persatu yakni data observasi

terhadap responden dan memastikan bahwa semua lembar observasi telah di isi sesuai dengan petunjuk.

b. Coding yaitu pemberian kode terhadap semua pernyataan yang telah diajukan

(36)

44

akan diberikan code 1, dan responden yang mendapat nilai kurang dari 14 diberikan kode 0. Untuk lembar observasi kejadian flebitis, skor tertinggi adalah 4 dan terendah adalah 0, Jika responden mendapat skor 0 yang artinya tidak ada kejadian flebitis, maka akan diberikan kode 1, dan skor ≥ 1 yang artinya flebitis

diberikan kode 0.

c. Processing yaitu memasukkan data kedalam program analisa statistik pada

komputer.

d. Cleanning yaitu mengecek ulang kelengkapan data. Setelah semua data dipastikan

benar kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan bantuan komputer.

e. Analisis statistik

Analisis penelitian ini dilakukan dengan komputerisasi yang berguna untuk mengetahui hubungan kompetensi perawat dalam pemasangan infus terhadap kejadian flebitis, dan hubungan kompetensi perawat dlam perawatan infus terhadap kejadian flebitis di ruang pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik korelasi spearman yang dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu uji kenormalan data untuk melihat apakah data terdistribusi secara normal dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov test. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov

test menujukkan nilai sig < 0.05, nilai sig untuk kompetensi pemasangan infus

(37)

45

dianalisa menggunakan korelasi spearman , kesimpulan hasilnya dilakukan dengan membandingkan nilai ρ dan nilai alpha (a=0,05). Jika nilai ρ<0,05 maka

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai pengaruh kompetensi perawat dalam memasang, dan merawat infus terhadap kejadian flebitis. 5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan, Jl Listrik no 2A sejak tanggal 4-20 Desember 2015. Selama penelitian ini telah dihimpun 15 orang perawat sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik data demografi responden, karakteristik kompetensi perawat dalam hal pemasangan dan perawatan infus yang sesuai pelaksanaan

standard operation procedure (SOP) dan analisa kompetensi perawat dalam

memasang dan merawat infus terhadap kejadian flebitis. 5.1.1.Karekteristik data demografi responden

(39)

47

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi masa kerja perawat yang memasang dan merawat infus (N=15)

5.1.2.Karakteristik kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus sesuai pelaksanaan SOP

Kompetensi perawat dalam hal memasang infus dalam penelitian ini, dinilai berdasarkan kemampuan perawat dalam memilih lokasi vena yang tepat, pelaksanaan SOP yang sesuai. Untuk perawatan infus dinilai berdasarkan pelaksanaan SOP yang sesuai. Data hasil penelitian ini menujukkan karakteristik lokasi pemilihan vena dalam hal pemasangan infus yakni terdapat 13 orang perawat (86,6%) yang memilih memasang infus pada vena metacarpal di ekstremitas atas. Pelaksanaan standart

operation procedure (SOP) pemasangan dan perawatan infus terdapat 13 orang

(40)

48

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi kompetensi perawat dalam memasang infus sesuai pelaksanaan SOP (N=15)

5.1.2.Analisa pengaruh kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian flebitis

(41)

49

Tabel 5.3 Distribusi uji kenormalan data dengan kolmogorov-smirnov test pada pemasangan dan perawatan infus

Variabel Mean SD KS test P value

Pemasangan Infus 13.56 0.814 1.568 0.015

Perawatan Infus 13.75 0.447 1.848 0.002

Kejadian Flebitis 11.12 1.893 1.712 0.006

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal, karena hasil uji kolmogorov-smirnov test terdapat nilai p value < 0.05. Langkah selanjutnya adalah menentukan uji statistik yang digunakan, dalam hal ini uji statistik yang digunakan adalah jenis statistik non parametrik dengan uji korelasi spearman. Untuk mengetahui lebih rinci ada tidaknya hubungan kompetensi pemasangan dan perawatan infus terhadap kejadian flebitis, berikut ini adalah tabel distribusi uji korelasi spearman yang dilakukan peneliti.

Tabel 5.4 Distribusi hubungan pemasangan dan perawatan infus terhadap kejadian flebitis

(42)

50

value < 0.05. Untuk kompetensi perawatan infus menghasilkan p value 0.004 yang berarti ada pengaruh kompetensi perawatan infus dengan kejadian flebitis, p value < 0.05, maka Ho ditolak.

5.2.Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan kompetensi perawat dalam hal pemasangan dan perawatan infus terhadap kejadian flebitis. Hal ini dibuktikan dengan nilai p value < 0.05 yaitu 0.006 untuk pemasangan infus, maka Ho ditolak. Untuk kompetensi perawatan infus juga terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian flebitis, dimana p value 0.05 yaitu 0.004, maka Ho ditolak. Hasil ini didapatkan dari hasil observasi peneliti terhadap kompetensi perawat dalam hal pemasangan dan perawatan infus. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, masih terdapat 2 orang perawat yang belum melaksanakan SOP perawatan dan pemasangan infus yang tidak sesuai aturan, dimana terdapat 2 0rang perawat yang tidak melaksanakan langkah kerja pada tahap 5 yaitu mencuci tangan, hal ini berkaitan dengan tehnik aseptik pada pemasangan dan perawatan infus. Hal ini sejalan dengan teori bahwa kejadian flebitis disebabkan oleh multifaktor, diantaranya yaitu kompetensi perawat dalam hal pemilihan lokasi vena, pemilihan ukuran IV kateter yang sesuai dan tehnik aseptik yang dilakukan oleh seorang perawat (Latief,dkk, 2005).

(43)

51

menggangu mobilisasi pasien. Banyak tempat yang dapat digunakan untuk terapi intravena, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di setiap vena. Vena di ekstremitas dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki kateter infus. Vena-vena di ekstremitas atas paling sering digunakan, hal ini disebabkan oleh resiko terjadinya tromboemboli lebih kecil dibandingkan vena pada ektremitas bawah Smeltzer & Bare, 2002).

(44)

52

yang lebih maksimal lagi dalam hal pemasangan dan perawatan infus sehingga kejadian flebitis dapat diminimalkan.

Kejadian flebitis pada pemasangan infus juga erat kaitanya dengan lama hari pemasangan infus tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Jarumiyati (2011), yang berjudul hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian flebitis pada pasien rawat inap di RSUD Wonosari, menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian flebitis, ini dibuktikan dengan nilai korelasinya 0,007. Rata-rata lama perawatan di ruang pediatrik adalah 3 hari, data ini diperoleh dari perhitungan total long of stay (LOS) dibagi dengan jumlah pasien setiap bulannya. Pada penelitian ini tidak dibahas mengenai lama hari pemasangan infus karena keterbatasan peneliti dan jumlah sampel yang sangat terbatas.

Hal-hal berikut menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena adalah kondisi vena, jenis cairan atau obat yang akan diinfuskan, lamanya terapi, usia, dan ukuran kateter infus yang sesuai untuk pasien, riyawat kesehatan dan status kesehatan pasien sekarang dan keterampilan tenaga kesehatan. Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi, vena harus teraba kuat, elastis, besar dan bulat, tidak keras, datar dan tidak bergelombang (Smeltzer & Bare, 2002).

(45)

53

(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan hasil Penelitian

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah terdapat 13 (86,6%) orang perawat yang memilih memasang infus pada vena metacarpal di ekstremitas atas. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena tempat ini merupakan tempat yang mudah diobservasi dan tidak menggangu mobilisasi pasien.Pada penelitian ini juga terdapat 4 (25%) kejadian flebitis yang ditemukan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh tehnik aseptik yang kurang dari perawat. Tehnik aseptik yang dimaksud adalah mencuci tangan sering terlupakan oleh perawat pada saat melakukan pemasangan dan perawatan infus.

Hasil uji statistik korelasi spearman, terdapat hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus dengan kejadian flebitis , hal ini dibuktikan bahwa p value untuk kompetensi pemasangan infus adalah 0.006. Hal ini berarti Ho ditolak, karena

p value < 0.05. Untuk kompetensi perawatan infus menghasilkan p value 0.004 yang

berarti ada pengaruh kompetensi perawatan infus dengan kejadian flebitis, p value < 0.05, maka Ho ditolak.

6.2. Rekomendasi

a. Rekomendasi untuk Rumah Sakit

(47)

55

perawatan infus yang baik dapat dicapai dengan edukasi dan pelatihan bagi perawat, sehinggaangka kejadian flebitis dapat diminimalkan.

b. Rekomendasi untuk Penelitian Keperawatan

Pada penelitian ini tidak dibahas secara mendalam tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian flebitis pada pemasangan infus. Peneliti hanya membahas kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus, oleh sebab itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti hal tersebut.

c. Rekomendasi untuk Institusi Keperawatan

(48)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemasangan Infus 2.1.1. Definisi

Pemberian cairan intravena (infus) adalah memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet yang kaku, seperti angiokateter atau dengan jarum yang di sambungkan. Terapi intravena atau yang biasa disebut dengan terapi infus merupakan metode yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi, dan obat melalui pembuluh darah atau intravaskular (Mubarak, 2008). Kateterisasi vena adalah pembuatan jalur vena untuk pemberian cairan, darah atau obat, dan suntikan berulang (Mansjoer, 2000).

(49)

10

pemasangan infus termasuk jenis larutan yang akan diberikan, lamanya terapi intravena yang diharapkan, keadaan umum pasien, dan vena yang digunakan. Keterampilan orang yang melakukan pemasangan infus juga merupakan pertimbangan penting (Latief,dkk, 2005).

2.1.2.Tujuan Pemasangan Infus

Pilihan untuk memberikan terapi intravena tergantung pada tujuan spesifik untuk apa hal itu dilakukan. Menurut Smeltzer & Bare (2002), umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan berikut : menyediakan air, elektrolit, menyediakan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan menjadi medium untuk pemberian obat secara intravena.

Menurut Setyorini (2006), tujuan pemberian terapi intravena yaitu : pertama, memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral. kedua, memperbaiki keseimbangan asam-basa. Ketiga, memperbaiki volume komponen-komponen darah. Keempat, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh. Kelima, Memonitor tekanan vena sentral (CVP). Keenam, Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan. 2.1.3. Pedoman Pemilihan vena

(50)

Vena-11

(51)

12

diinfuskan, lamanya terapi, usia, dan ukuran kateter infus yang sesuai untuk pasien, riyawat kesehatan dan status kesehatan pasien sekarang dan keterampilan tenaga kesehatan. Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi, vena harus teraba kuat, elastis, besar dan bulat, tidak keras, datar dan tidak bergelombang (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.4. Pemilihan Alat dalam Pemasangan Infus 2.1.4.1. Jenis Larutan Intravena

Larutan intravena sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik. Hal ini sesuai dengan osmolaritas total larutan intravena , kurang dari atau lebih besar dari osmolaritas darah. Larutan elektorlit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion ditambah kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan dianggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250mEq/L, dan larutan hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L. Perawat juga harus mempetimbangkan osmolaritas suatu larutan, tetap mengingat bahwa osmolaritas plasma adalah kira-kira 300 mosm/L. Jika memberikan cairan parenteral, penting untuk memantau respons pasien terhadap cairan. Perawat harus mempertimbangkan volume cairan, kandungan cairan dan status klinis pasien. Jenis-jenis cairan intravena menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain :

1. Cairan Isotonik

(52)

13

memungkinkan mendekati komposisi CES. Cairan isotonik meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik meningkatkan cairan ekstraseluler sebesar 1 liter, meskipun demikian cairan ini meningkatkan plasma hanya sebesar ¼ liter karena cairan isotonik merupakan cairan kristaloid dan berdifusi dengan cepat ke dalam kompartemen CES. Untuk alasan yang sama, 3 liter cairan isotonik dibutuhkan untuk menggatikan 1 liter darah yang hilang. Larutan dekstrosa 5% dalam air mempunyai osmaliritas serum sebesar 252 mosm/L. Sekali diberikan, glukosa dengan cepat dimetabolisasi dan larutan yang pada awalnya merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan hipotonik, sepertiga ekstraseluler dan dua pertiga intraseluler. Karena itu, dekstrosa 5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk memperbaiki osmaliritas serum yang meningkat. Satu liter dekstrosa 5% dalam air memberikan kurang dari 200 kkal dan merupakan sumber kecil kalori untuk kebutuhan sehari-hari tubuh. Saline normal (0,9 % natrium klorida) mempunyai osmalalitas total sebesar 308mOsm/L. Karena osmolalitasnya secara keseluruhan ditunjang oleh elektrolit, larutan ini tetap dalam kompartemen ekstra seluler. Untuk alasan ini, salin normal sering dugunakan untuk mengatasi

kekurangan volume ekstraseluler, meskipun disebut sebagai “normal”, salin normal

(53)

14

2. Cairan Hipotonik

Salah satu tujuan dari cairan hipotonik adalah untuk mengganti cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya adalah untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-sat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi hipernatremia dan kondisi hperosmolar yang lain. Salin berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%) sering digunakan. Larutan elektrolit multipel juga tersedia. Infus larutan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler, penurunan tekanan darah, edema seluler dan kerusakan sel. Larutan ini menghasilkan tekanan osmotik yang kurang dari cairan ekstraseluler.

3. Cairan Hipertonik

(54)

15

kompartemen ekstraselular dan menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dengan cepat atau dalam jumlah besar mereka mungkin menyebabkan kelebihan volume ekstraselular dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi. Sebagai akibatnya, larutan ini diberikan dengan hati-hati dan biasanya hanya jika osmolalitas serum menurun sampai ke batas rendah yang berbahaya. Larutan hipertonik menghasilkan tekanan osmoltik yang lebih besar dibandingkan dengan cairan ekstraseluler.

4. Subtansi lain yang diberikan secara intravena

Jika saluran gastrointestinal pasien tidak dapat menerima makanan, kebutuhan nutrisi sering kali dipenuhi melalui intravena. Pemberian parenteral mungkin termasuk konsentrasi tinggi dari glukosa, protein atau lemak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Banyak pengobatan juga diberikan secara intravena baik melalui infus atau langsung ke dalam vena. Karena pengobatan intravena bersirkulasi dengan cepat, pemberian melalui cara ini berpotensi sangat berbahaya. Kecepatan pemberian dan dilusi yang dianjurkan untuk tiap obat tersedia dalam teks-teks khusus yang menyangkut medikasi intravena dan dalam lampiran paket pabrik, hal ini harus dibaca untuk memastikan pemberian medikasi secara intravena yang aman.

2.1.4.2. Ukuran Kateter Intravena

Jarum infus atau abocath atau kateter intravena, secara umum diberi warna yang berbeda-beda dengan alasan untuk mempermudah petugas mengenali ukuran

abbocath yang diperlukan. Semakin rendah ukuran abochath maka semakin besar

(55)

16

digunakan adalah : Ukuran 16G berwarna abu-abu berguna bagi pasien dewasa, bedah Mayor, dan trauma. Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan pertimbangan perawat dalam penggunaan ukuran 16G adalah adanya rasa sakit pada insersi dan membutuhkan vena besar. Ukuran 18G berwarna hijau digunakan pada pasien anak dan dewasa, biasanya untuk tranfusi darah, komponen darah, dan infus kental lainnya. Ukuran 20G berwarna merah muda biasanya umum dipakai pada pasien anak dan dewasa, Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya. Ukuran 22G warna biru digunakan pada bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut), cocok untuk sebagian besar cairan infus dan memerlukan pertimbangan perawat karena lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh, Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, dan Sulit insersi melalui kulit yang keras. Ukuran 24G berwarna kuning, 26 berwarna putih digunakan pada nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut), Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.Wing yaitu jarum infus yang mirip sayap kupu-kupu yang jarumnya padat dan sangat halus (Potter & Perry, 2005)

(56)

17

Tabel 2.1. Kecepatan aliran cairan infus menurut ukuran abocath

Rata-rata kecepatan aliran cairan infus menurut ukuran abocath Ukuran

Dalam pemasangan infus, persiapan yang harus dilakukan meliputi persiapan alat dan bahan serta pemahaman mengenai prosedur kerja yang sesuai dengan SOP. Adapun prosedur pemasangan infus menurut SOP Rumah Sakit Columbia Asia Medan (2014) yaitu 1) Alat dan bahan : set infus, IV kateter (adsyte) sesuai ukuran, cairan infus, alkohol swab, tegaderm, torniquet, gunting, mikropore, kidney dish,

yellow bag, glove, dan sharp box. 2) Prosedur kerja : bawa peralatan ke dekat pasien,

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada keluarga/pasien, jaga privasi pasien, cuci tangan dan pakai glove jika perlu, sediakan cairan yang akan dipasang, pasang pengalas di bawah tangan yang akan di infus, cari lokasi vena yang tepat, pasang turniquet sekitar 10 cm dari vena yang akan ditusuk, lakukan desinfeksi dengan alkohol swab, masukkan Iv kanula dengan sudut 45 derajat, setelah darah keluar turunkan IV kanula 30 derajat, kemudian masukkan sedikit IV kanula kemudian tarik

(57)

18

memegang ujung dengan sayap IV kanula , keluarkan madrain dan buang ke dalam

sharp box, sambungkan set infus dengan IV kanula, jalankan cairan infus sesuai

kebutuhan, pastikan bahwa penyambungan antara IV kanula dan set infus sudah kuat, lakukan fiksasi dengan transparan IV dressing (tegaderm), rapikan pasien dan peralatan, pastikan selang infus sudah difiksasi dengan aman, atur tetesan infus sesuai kebutuhan, dokumentasikan tindakan dan hasil tindakanyang dilakukan pada catatan keperawatandan formulir terkait.

2.2. Perawatan Infus

(58)

19

kental, seperti darah membutuhkan kanula yang lebih besar dibandingkan dengan air atau larutan salin (Smeltzer & Bare, 2002).

Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan perawat kepada pasien yang telah dilakukan pemasangan infus sesuai prodesur yang dilakukan dalam 24-72 jam setelah pemasangan infus dan bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Prinsip perawatan infus dilakukan dengan prinsip aseptik (steril) seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, memakai sarung tangan tujuannya agar pasien terhindar dari infeksi nasokomial. Adapun persiapan perawatan infus meliputi persiapan alat dan bahan serta prosedur kerja yaitu sebagai berikut : 1) Alat dan bahan : Pinset anatomis steril 2 buah, kasa steril, gunting, tegaderm, set infus, cairan infus, plester (mikropore), alkohol swab, larutan NaCl 0,9 %, kidney dish, yellow bag,

glove, dan sharp box. 2) Prosedur kerja: Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

(59)

20

(60)

21

pengontrol infus. Penting artinya untuk membaca petunjuk dari pabrik dengan teliti sebelum menggunakan pompa infus atau mengontrol infus model mana saja karena banyaknya variasi dalam berbagai model yang tersedia. Penggunaan peralatan ini tidak menghilangkan perlunya pemantauan infus yang sering dan pemantauan pasien (Smeltzer & Bare, 2002).

(61)

22

kateter melalui jarum pengisersi. Pedoman dari pabrik pembuat harus di ikuti dengan seksama, seperti menutup ujung jarum dengan penutupnya untuk mencegah kateter rusak. Pendekatan yang cermat akan membantu mencegah kateter memasuki sirkulasi umum jika secara tidak disengaja kateter tersebut terlepas dari adapternya (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3. Konsep Flebitis

Terapi intravena menimbulkan kecenderungan berbagai bahaya termasuk komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi seringakali lebih serius dibandingkan komplikasi lokal dan termasuk kelebihan sirkulasi, emboli paru, reaksi demam dan infeksi.

Flebitis didefenisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang di infuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan. Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan pembentukan trombus (Royal

College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh pergerakan benda asing

(62)

23

Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk vena yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan katup kanula terlalu dekat dengan vena akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding pembuluh darah dengan ujung kanula (Macklin, 2003). Flebitis kimia disebabkan oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kannula. Faktor-faktor seperti pH dan osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap kejadian flebitis (Kohno et al, 2009). Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang kurang dari keterampilan perawat dalam memasang infus. Menurut Infusion Nurses

Society(2006), skala flebitis dibedakan berdasarkan tanda dan gejala yang

ditimbulkanya.

Adapun skala flebitis tersebut adalah :

Tabel 2.2. Skala Flebitis berdasarkan Tanda dan Gejala

Grade Manifestasi

0 Tidak ada tanda dan gejala

1 Kemerahan dan nyeri di sekitar vena yang dipasang infus

2 Nyeri, kemerahan, dan bengkak pada sekitar vena yang dipasang infus 3 Nyeri, kemerahan (eritema), bengkak, dan vena teraba mengeras

(palpable venous cord)

4 Nyeri, kemerahan (eritema), bengkak, vena teraba mengeras (palpable

venous cord), dan tampak bernanah (pus) pada area yang dipasang infus.

(63)

24

2.3.1. Komplikasi Sistemik a. Kelebihan beban cairan

Kelebihan cairan intraven akan membebani sistem sirkulasi dan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat dan sianosis. Tanda dan gejala lainya, termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin adalah tetesan infus yang cepat atau penyakit hati, jantung atau ginjal. Hal ini terutama mungkin terjadi pada pasien dengan gangguan jantung dan disebut dengan kelebihan beban sirkulasi. Pengobatan untuk kelebihan beban sirkulatori adalah menurunkan kecepatan infus, sering memantau tanda-tanda vital, mengkaji bunyi nafas dan membaringkan pasien dengan posisi semi fowler tinggi. Komplikasi ini dapat dihindari dengan menggunakan infusepump dan pemantauan yang cermat terhadap semua infus. Komplikasi dari kelebihan beban sirkulasi termasuk gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.

b. Emboli udara

(64)

25

kematian. Jumlah udarayang dibutuhkan untuk menyebabkan kematian untuk manusia tidak diketahui, meskipun demikian, kecepatan masuknya udara mungkin sama pentingnya dengan volume aktual udara yang masuk.

c. Septikemia

Adanya subtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mencetuskan terjadinya reaksi demam dan septikemia. Dengan reaksi demam semacam ini, perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi perrnafasan, mual dan muntah, diare, demam dan mengigil, malaise umum dan jika parah dapat terjadi kolaps vaskuler. Penyebab septikemia termasuk kontaminasi pada produk intravena atau kelalaian pada tehnik aseptik, terrutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun. Pengobatan bersifat simptomatik dan termasuk melakukan kultur kateter IV, selang atau larutan jika dicurigai dan melakukan tempat penusukan IV yang baru untuk pengobatan dan pemberian cairan.

d. Infeksi

(65)

26

suatu larutan terkontaminasi, menggunakan tehnik aseptik yang kuat, menepatkan kanula IV dengan kuat untuk mencegah pergerakan keluar masuk, memeriksa tempat penusukan IV setiap hari dan mengganti balutan steril, lepaskan kateter IV pada adanya tanda pertama peradangan lokal, kontaminasi atau komplikasi, mengganti kanula IV perifer setiap 48 jam sampai 72 jam sesuai indikasi, mengganti IV canula yang dipasang saat keadaan gawat (dengan asepsis yang dipertanyakan) sesegera mungkin, mengganti kantong setiap 24 jam dan seluruh set pemberian sedikitnya setiap 48 sampai 72 jam dan setiap 24 jam jika produk darah atau lemak yang di infuskan.

2.3.2. Komplikasi Lokal

Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrai, flebitis, tromboflebitis, hematoma dan bekuan pada jarum.

a. Infiltrasi

(66)

27

selang membuktikan bahwa kanul berada di dalam pembuluh darah. Meskipun demikian, jika ujung kateter menembus dingding pembuluh darah, cairan intravena akan merembes ke jaringan dan juga mengalir ke dalam vena. Suatu cara yang lebih dapat dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang turniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan turniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus terus menetes meskipun ada obstruksi vena terjadi infiltrasi. Segera setelah infiltrasi terlihat, infus harus dihentikan dan IV dilepaskan. Balutan yang steril diberikan ke daerah penusukan setelah inspeksi yang teliti. Infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan. Kompres hangat pada daerah yang terkena dapat diberikan dengan meninggikan lengan untuk meningkatkan absorpsi cairan. Infiltrasi dapat dideteksi dan dirawat lebih cepat dengan melakukan inspeksi pada daerah pemasangan setiap jam untuk adanya kemerahan, edema, aliran balik darah atau rasa dingin di daerah penusukan. Penggunaan ukuran dan jenis kanula yang sesuai untuk vena menghindarkan komplikasi ini.

b. Tromboflebitis

(67)

28

c. Hematoma

Hematoma tejadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar tempat penusuka. Hal ini dapat disebabkan oleh pecahnya dingding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum bergeser ke luar vena dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan segara pada tempat penusukan dan kebocoran darah pada tempat penusukan. Perawatan termasuk melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril, memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah, mengkaji tempat penusukan dan memulai kembali jalur di ekstremitas lain jika di indikasikan. Hematoma dapat dicegah dengan memasukkan jarum secara hati-hati dan menggunakan perawatan yang baik jika pasien mempunyai kelainan perdarahan, jika pasien menerima antikoagulan atau mempuna penyakit hati yang sudah parah.

d. Bekuan (clotting)

(68)

29

melakukan aspirasi bekuan dari kanul. Bekuan pada jarum mungkin dicegah dengan tidak membiarkan kantong IV menjadi kosong, penempatan selang untuk mencegah tertekuknya selang, mempertahankan kecepatan aliran yang adekuat dan memberikan aliran ke selang setelah pemberian medikasi atau larutan intermiten.

2.4. Konsep Kompetensi 2.4.1. Definisi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja atau perilaku ditempat kerja. Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu yang lama. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat memuaskan di tempat kerja. Secara garis besar, Kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan orang di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standard masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan, dan ketrampilan yang diperlukan individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehingga mencapai standard kualitas profesional dalam bekerja (Spencer & Signe, 2003).

(69)

30

mental, moral, penguasaan bahasa dan tehnologi.Terdapat 5 tipe karakteristik kompetensi menurut Spencer dan Signe (2003) yaitu : 1) Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. 2) Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi. 3) Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang. 4) Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. 5) Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. 2.4.2. Kategori kompetensi

Zwell (2000) mendefinisikan lima kategori kompetensi yaitu: Task Achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja yang baik. Kompetensi berkaitan dengan task achievement ditunjukkan oleh orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mempengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.

Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi,

(70)

31

pengelolaan, pengawasan, dan mengembangkan orang. Kompetensi manajerial berupa motivasi, memberdayakan/empowering, dan mengembangkan orang lain.

Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi

dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi ini meliputi Kepemimpinan visioner, berpikir strategis, orientasi kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun komitmen organisasi, membangun fokus, dan maksud, nilai-nilai. Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam hal pemasangan dan perawatan infus ini meliputi kompetensi (keahlian) tehnikal yang merupakan bagian dari task achievement. Kompetensi tehnikal merupakan Penguasaan bidang pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan (teknik, manajerial maupun profesional), dan motivasi untuk menggunakan, mengembangkan dan membagikan pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan kepada orang lain.

2.5. Konsep Anak 2.5.1. Definisi Anak

(71)

32

ciri fisik, kognitif, konsep diri dan pola koping, dan perilaku sosial. Pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif berbeda pada setiap anak, hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang anak yang berbeda. Perkembangan konsep diri anak sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia anak. Demikian juga dengan pola koping dan perilaku sosial yang dimiliki anak, hampir sama dengan perkembangan konsep diri pada anak, sudah terbentuk mulai dari bayi. Pola koping yang dimiliki anak mulai dari bayi ditunjukkan menangis saat lapar, menangis saat buang air kecil dan buang besar, menangis jika ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya dan lain sebagainya . Perilaku sosial yang ditunjukan anak dengan menunujukan keceriaan saat melihat orang yang dekat padanya atau menangis saat melihat orang yang tidak dikenal (Hidayat, 2005).

2.5.2. Pengaruh dan Respon Anak pada Pemasangan Infus

Penyakit dan perawatan anak di rumah sakit (hospitalisasi) seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak karena menimbulkan stress pada anak. Salah satu stresor utama hospitalisasi pada anak adalah nyeri yang akan berdampak menimbulkan trauma. Oleh karena itu, anak perlu dipersiapkan dalam menghadapi pengalaman hospitalisasi dan berbagai prosedur yang menimbulkan nyeri agar anak mampu mengarahkan energi mereka untuk menghadapi stres akibat hospitalisasi yang tidak dapat dihindari (Hockenberry & Wilson, 2009).

(72)

33

(73)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus dapat menggantikan air dan memperbaiki kekurangan cairan elektrolit serta merupakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

(74)

2

lengan dengan arteriovena atau fistula, atau lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, dan kerusakan kulit (Smeltzer & Bare, 2001).

Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan pembentukan trombus (Royal College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh pergerakan benda asing (kanula) yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena (Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk vena yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan kanula terlalu dekat dengan katup, akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding pembuluh darah dengan ujung kanula (Macklin, 2003). Flebitis kimia disebabkan oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kanula. Faktor-faktor seperti pH dan osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap kejadian flebitis. Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang kurang dari keterampilan perawat dalam memasang infus (Kohno et al, 2009).

(75)

3

gumpalan darah yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan menimbulkan kematian (Sylvia, 2005).

Tanda dan gejala yang paling umum dari flebitis adalah eritema, pembengkakan di sepanjang jalur vena, vena akan teraba mengeras, daerah pemasangan infus terasa hangat, dan pasien mungkin mengalami rasa sakit atau ketidaknyamanan selama pemberian obat. Untuk itu perawat harus menilai apakah rasa sakit ini terus berlanjut atau tidak (Endacott et all, 2009).

(76)

4

kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata hari pemasangan infus pada hari ketiga pemasangan infus dan hari pertama pemasangan infus belum terjadi flebitis sama sekali. Hasil- hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa pemasangan dan perawatan infus adalah hal yang harus dilakukan secara benar dan sesuai dengan ketentuan Standart Operasional

Procedure (SOP). Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan bagi

perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi intravena kateter, melakukan tindakan aseptik pada pemasangan infus, dan juga cara kerja yang sesuai SOP agar terhindar dari flebitis.

Pemantauan pemasangan dan perawatan infus di Rumah Sakit Columbia Asia Medan (RSCAM) merupakan salah satu sasaran mutu yang harus dicapai, dimana angka kejadian flebitis yang tinggi menunjukkan mutu yang rendah. Pada bulan Januari - Agustus 2015 tercatat jumlah pasien yang dilakukan pemasangan infus di ruang pediatrik RSCAM sebanyak 635 orang dan terdapat 12 pasien (1,8%) mengalami flebitis pada ≤ 72 jam setelah pemasangan infus (Unit Quality Control

dalam Sasaran Mutu RSCAM, 2015). Depkes RI merekomendasikan kejadian flebitis pada setiap pemasangan infus adalah ≤ 1,5%. Sementara itu, perawatan infus yang

dilakukan di RSCAM adalah 1x72 jam sesuai dengan SOP yang berlaku. The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), merekomendasikan untuk

(77)

5

mengganti set yang digunakan untuk mengelola darah, produk darah, atau lipid emulsi dalam waktu 24 jam.

Pemasangan dan perawatan infus memerlukan kompetensi perawat dalam mengontrol angka kejadian flebitis. Roe (2001) menyatakan bahwa kompetensi itu adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas atau peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi menurut Undang-Undang Keperawatan Bab IV pasal 16 ayat (2), standart kompetensi perawat meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, mental, moral, penguasaan bahasa dan tehnologi. Kompetensi perawat dalam hal pemasangan, dan perawatan infus harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan tehnologi untuk mengurangi angka kejadian flebitis, sehingga citra dan kualitas pelayanan rumah sakit dapat tercapai.

1.2.Rumusan Masalah

(78)

6

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian flebitis di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan tahun 2015

1.3.2.Tujuan Khusus :

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam memasang infus di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

2. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam merawat infus di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

3. Untuk menganalisis hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus terhadap kejadian flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

Gambar

Tabel 3.1.Definisi Operasional
Tabel 3.1.Lanjutan
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi masa kerja perawat yang memasang dan merawat infus (N=15)
Tabel 5.2  Distribusi frekuensi kompetensi perawat dalam memasang infus sesuai pelaksanaan SOP (N=15)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari ke 30 artikel tersebut ter- dapat 8 artikel yang mengemukankan bahwa hubungan kepatuhan perawat, dalam hal SOP, hand hygiene maupun ketrampilan perawat dalam memasang

Hasil penelitian analisa karakteristik dan perilaku perawat dalam penerapan SOP pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap Rumah Sakit Umum

Hasil penelitian analisa karakteristik dan perilaku perawat dalam penerapan SOP pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap Rumah Sakit Umum

Haji Adam Malik Medan dengan judul: “ Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat terhadap Penerapan SOP Pemasangan Infus dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan angka kejadian low back pain pada perawat di lingkup kerja ruang operasi RSUD Kota

Penelitian ini menggunakan desain penelitian fenomenologi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi depresi perawat yang merawat pasien Covid- 19. sepuluh

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara penggunaan c airan infus dan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RS DKT Bandar Lampung

Hasil penelitian diketahui ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis (p=0.000), dan ada hubungan antara