• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A.

Simatupang, Taufik H. 2004. Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Buku

Heryanto, Dedi. 2010. Perlindungan Hukum Bagi konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor: Ghalia Indonesia.

Sidabalok, Janus. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 2014. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Jaiz, Muhammad. 2014. Dasar-Dasar Periklanan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Ali, Chidir Ali. 2005. Badan Hukum, Bandung : PT Alumni.

Racmadi, Usman. 2004. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Riswandi 2004. Dasar-Dasar Penyiaran.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kasali, Rhenald 2007. Manajemen Periklanan: Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia. Jakarta : Grafiti.

Kamaidi. 2011. Dasar-Dasar Periklanan. Bandung : Politektik Pos Indonesia. Shimp Terence A. 2003. Periklanan Promosi Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Somartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan:Meneropong Imbas Pesan Iklan

Televisi, Bandung:Alfabeta.

Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta : Prenada Media Group.

(2)

Madjiara, Agus S. 2005. Bagaimana biro iklan memproduksi iklan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Somartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan:Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi, Bandung:Alfabeta.

Gunawan, Johanes. 2013. Hukum PerlindunganKonsumen Indonesia dan Perdagangan Bebas. Kumpulan tulisan dalam Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, Bandung: Universitas Parahyangan dan Citra Aditya Bakti.

Miru, Ahmad Miru dan Yodo, Sutarman. 2004 HukumPerlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Krisyanto, Rahmat. 2013. Manjemen Periklanan : Teori dan Praktek, Jakarta :UB Press.

Bertens, Kees . 2000. Pengantar Etika Bisnis,, Yogyakarta : Kanisius

Suyanto 2003. . Strategi Periklanan Pada e-Commerce Perusahaan Top Dunia. Yoyakarta : Andi

B.

Netty Endrawaty, ”Tanggung jawab Pelaku usaha atas iklan yang menyesatkan” Perspektif, Edisi XII, Oktober 2006,

Jurnal/Majalah

Dewan periklanan indonesia 2014, Etika Pariwara Indonesia.Jakarta.

C.

(3)

Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia

Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Penerangan No. 252/Menkes/SKB/VIII/80 dan No. 122/Kep/Menpen/1980 (sekarang menteri negara komunikasi dan informasi) tentang Pengendalian dan Pengawasan Iklan Obat, Makanan, Minuman, Kosmetika, dan Alat Kesehatan.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 02823/A/SK/XI/90 tentang Kriteria Terperinci Kelengkapan Permohonan dan Tata Laksana Pendaftaran Obat jadi.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/Menkes/Per/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran.

Peraturan Menteri No. 240/Menkes/per/V/85 tentang Pengganti Air Susu Ibu ( PASI). peraturan menteri kesehatan No. 96/Menkes/Per/V/1977 tentang wadah,

pembungkus, penandaan, serta periklanan kosmetik dan alat kesehatan.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang pedoman periklanan, obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan, kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol Dan Label Bahan Berbahaya Dan Beracun.

Peraturan Menteri kesehatan No. 76 Tahun 2013 tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

D.

(4)

http://iwanrosadi.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-periklanan-di-dunia-dan-di.html https://dictum4magz.wordpress.com/2008/01/07/sejarah-periklanan-indonesia.html http://uwirband.blogspot.co.id/2014/08/analisis-iklan-persuasi.html

http://www.pppi.or.id/rambu-EPI2.html

(5)

Pengaturan Iklan di Indonesia

1. Pengertian Penyampaian Informasi Iklan

Hakikatnya iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang produk atau jasa yang dimiliki suatu perusahaan. Iklim persaingan menuntut para kreator melakukan inovasi dan terus berkreasi dalam mengemas pesan yang akan mereka sampaikan.38 Daya pikat pesan suatu iklan bisa jadi cocok untuk iklan merek produk tertentu, namun belum tentu cocok untuk merek lainnya, atau pada semua situasi, karena efektivitas suatu pesan tergantung (it-depends) pada keadaan, seperti sifat persaingan,lingkungan periklanan, dan sejauhmana keterlibatan konsumen.39

2. Latar Belakang Penyampaian Informasi Iklan

Periklanan saat ini sedang mendapat sorotan tajam semenjak aspek informasi menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Periklanan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowledge). Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan

38 Badan Pom, Majalah Info Pom,Vol. 16 No. 2 Maret-April 2015.

39 Kamaidi, SE., M.Si. Dasar-Dasar Periklanan. (Bandung : Politektik Pos Indonesia.

(6)

(khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Konsumen lebih mudah dibujuk dengan pesan-pesan yang meyakinkan dan dapat dipercaya, dibandingkan dengan argument-argumen yang lemah.40

a. Saluran Komunikasi Pribadi (manusia)

Periklanan sebagai proses komunikasi menurut Kotler dan Armstrong (2008) terdapat dua tipe besar saluran komunikasi, yaitu saluran komunikasi manusia dan bukan manusia, yang dijelaskan sebagai berikut:

Saluran komunikasi pribadi, dua orang atau lebih saling berkomunikasi langsung. Mereka mungkin berkomunikasi tatap muka, lewat telepon, atau bahkan lewat surat.

b. Saluran Komunikasi bukan Pribadi (manusia)

Saluran komunikasi bukan pribadi adalah media yang membawa pesan tanpa kontak pribadi atau umpan balik. Termasuk dalam kelompok ini adalah media utama, suasana, dan peristiwa. Media utama termasuk media cetak (koran, majalah, surat); media siar (radio, televisi); dan media tampilan (billboard, papan iklan, poster). Suasana termasuk rancangan lingkungan yang menciptakan atau mendorong kecenderungan pembeli kearah membeli produk. Peristiwa adalah kejadian yang ditonjolkan untuk mengkomunikasikan pesan kepada masyarakat sasaran.

(7)

B. Fungsi dan Tujuan Penyampaian Informasi Iklan 1. Fungsi Penyampaian Informasi Iklan

Pengiklan bertanggung jawab terhadap kandungan informasi yang terdapat dalam iklan, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawab terhadap unsur persuasinya.41

a. Menginformasikan

Iklan memiliki peran yang sangat penting karena memiliki fungsi Penyampaian informasi yang kritis, diantaranya:

Iklan membuat konsumen sadar akan adanya produk baru, memberikan informasi mengenai merk tertentu, dan menginformasikan karakteristik serta keunggulan suatu produk. Tahap awal dari kategori produk, iklan sangat diperlukan untuk membangun permintan primer. Iklan merupakan bentuk komunikasi yang efisien karena mampu meraih khalayak luas dengan biaya yang relativ rendah.

b. Membujuk

Tujuan ini sangat penting pada tahap persaingan, dimana perusahaan ingin membangun permintaan selektif untuk produk tertentu. Beberapa iklan menggunakan comparative advertising yang memberikan perbandingan atribut dari dua atau lebih merk/produk secara eksplisit. Iklan yang efektif akan membujuk konsumen utnuk mencoba menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk.42

41

Somartono,.Terperangkap dalam Iklan:Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. (Bandung:Alfabeta, 2002), hlm. 64.

(8)

Kadang-kadang iklan dapat mempengaruhi permintaan primer yang membentuk permintaan untuk seluruh kategori produk. Seringkali iklan ditujukan untuk membangun permintaan sekunder yaitu permintaan untuk merk perusahaan tertentu.

2. Tujuan Penyampaian Informasi Iklan

Menurut Kasali (2007:45), mengatakan bahwa tujuan penyampaian informasi iklan adalah :

a. Sebagai alat bagi komunikasi dan koordinasi.

Tujuan memberikan tuntunan bagi pihak-pihak yang terlibat, yakni pengiklan (klien), account executive dari pihak biro, dan tim kreatif untuk saling berkomunikasi. Tujuan juga membantu koordinasi bagi setiap kelompok kerja, seperti suatu tim yang terdiri dari copywriter, spesialis radio, pembeli media, dan spesialis riset.

b. Memberikan kriteria dalam pengambilan keputusan.

Jika ada dua alternatif dalam kampanye iklan, salah satu daripadanya harus dipilih. Berbeda dengan keputusan yang dilakukan berdasarkan selera eksekutif (atau istrinya), mereka semua harus kembali pada tujuan dan memutuskan mana yang lebih cocok.

c. Sebagai alat evaluasi.

(9)

Adapun tujuan dari penyampaian informasi iklan sebagai pelaksanaan yang beragam dari alat komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya, adalah sebagai berikut:43

a. Informing (memberikan informasi), periklanan membuat konsumen sadarakan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.

b. Persuading (mempersuasi), iklan yang efektif akan mampu membujukkonsumen untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. c. Remainding (mengingatkan), iklan menjaga agar merek perusahaan

tetapsegar dalam ingatan para konsumen.

d. Adding Value (memberikan nilai tambah), periklanan memberikan nilaitambah dengan cara penyempurnaan kualitas dan inovasi pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen.

e. Assisting (mendampingi), peranan periklanan adalah sebagai pendampingyang menfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran.

Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:244-245) mengatakan bahwa tujuan-tujuan iklan harus mengalir dari keputusan-keputusansebelumnya mengenai pasar sasaran (sasaran yang dituju), pemosisian pasar, dan program pemasaran.

(10)

Tujuan (sasaran) iklan merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu. Tujuan iklan dapat digolongkan menurut apakah sasarannya untuk menginformasikan membujuk, mengingatkan atau memperkuat.

a. Iklan Informatif

Dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan untuk produk baru atau ciri baru produk yang sudah ada.

b. Iklan Persuasif

Dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian suatu produk atau jasa.

c. Iklan Pengingat

Dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali d. Iklan Penguatan

Dimaksudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka tlah melakukan pilihan yang tepat

C. Standar Penentuan Penyampaian Informasi Iklan

(11)

konsumen, serta ciri fungsi produk. Rumus SUPER “A” ini merupakan singkatan dari elemen-elemen berikut ini.44

1. Simple (S)

Simple artinya sederhana. Untuk brand baru kesederhanaan ini dipahami sebagai ‘dapat dimengerti sekali lihat’. Contohnya iklan Kit Kat dengan slogannya “ ada break ada kit kat.” Slogan ini dengan mudahnya masukdalam ingatan kita bahwa Kit Kat adalah makanan ringan untuk waktu istirahat.

Sebaliknya, untuk brand yang sudah mapan, sederhna dipahi dengan tidak banyak elemen, namun tetap komunikatif. Bentuk sederhana konsumen dapat menangkap adanya makna di balik makna yang terdapat dalam permukaan. Tampilan iklan bersifat simple, tetapi pemikiranya tidak simple, bertingkat, mendalam, dan melebar.

2. Unexpected (U)

Unexpected artinya tidak terduga. Di tengah derasnya arus iklan yang kita lihat setiap harinya, iklan yang baik adalah iklan yang idenya tidak terduga, di luar bayangan kita sehingga kita berdecak kagum. Iklan seperti ini akan selalu diingat dan menjadi the top of mind, paling tidak dalam segmentnya.

3. Persuasive (P)

Persuasif disebut juga dengan daya bujuk, yang berarti mempunyai kemampuan menyihir orang untuk melakukan sesuatu. Iklan yang berpesuasif mampu mengerakkan konsumen untuk mendekatkan diri dengan brand dan tertarik untuk mencoba.

(12)

4. Entertaining (E)

Iklan yang mempunyai maksud menghibur mampu memainkan emosi konsumen untuk tertawa, menyanyi, menari, menangis, atau terharu. Iklan seperti ini mampu mengangkat simpati konsumen terhadap brand yang diiklankan

5. Relevant (R)

Penyampaian iklan tidak harus lugas untuk menunjukkan persuasive agar konsumen segera menggunakan iklan yang kita tawarkan. Iklan yang baik harus menggunakan berbagai gya berbahasa : asosiasi, analogi, hiperbola, metafora, dan lain-lain. Atau dengan kata lain, iklan bolehlah melantur kemana-mana, dengan syarat harus relevan.

6. Acceptable (A)

Unsur acceptable atau penerimaan sangat berkaitan dengan budaya yang berlaku di masyarakat. Membandingan secara langsung produk competitor dengan produk yang kita iklankan, dirasa tidak dapat diterima oleh masyarakat. Iklan yang baik adalah iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan nilai budaya setempat. Kode Etik Periklanan dan Undang-Undang tentang perlindungan konsumen merupakan kesepakatan yang

D. Penerapan Umum dan Khusus dalampenyampaian Informasi Iklan sesuai Tata Cara Periklanan Indonesia

(13)

1. Individu atau organisasi usaha periklanan harus merupakan entitas yang didirikan secara sah dan beri identitas jelas.

2. Semua pelaku dan usaha periklanan wajib mengindahkan hak cipta.

3. Penawaran harga produksi atau penyiaran materi periklanan, harus diajukan berdasarkan permintaan dan taklimat (brief) resmi dari pemesan yang dilampiri naskah, serta segala hal yang terkait dengan kebutuhan pesanannya. 4. Izin produksi dan beban pajak yang timbul dalam proses produksi atau

penyiaran materi periklanan, menjadi tanggung jawab pelaksana pesanan dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan penawaran harga yang diajukan kepada pemesan.

5. Ikatan kerja antara pemesan dan pelaksana pesanan harus dikukuhkan dengan suatu perjanjian, yang sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Kesanggupan pelaksana untuk melaksanakan dan menyelesaikan pesanan

tersebut.

b. Spesifikasi, kualitas, dan atau jumlah pesanan.

c. Syarat-syarat pemesanan dan jangka waktu penyelesaiannya. d. Harga, cara, dan waktu pelunasan yang disepakati.

6. Pemesan wajib membayar pesanannya kepada pelaksana pesanan sesuai jumlah, cara, dan batas waktu yang sudah disepakati.

7. Komisi dan rabat harus diterimakan hanya kepada pemesan sebagai suatu badan usaha, bukan sebagai pribadi.

(14)

lain yang diproduksi, diserahkan, atau dipinjamkan untuk keperluan sesuatu pesanan.

9. Setiap usaha periklanan wajib memegang teguh dan bertanggung jawab atas kerahasiaan segala informasi dan kegiatan periklanan dari klien, produk, atau materi iklan yang ditanganinya.

10. Ketidaksempurnaan hasil pesanan, tampilan iklan, atau pelaksanaan kesepakatan akibat kelalaian pelaksana pesanan, wajib diganti tanpa dipungut pembayaran, atau sesuai perjanjian sebelumnya di antara para pihak

Etika Pariwara Indonesia (EPI) menetapkan bahwa penerapan khusus adalah :

1. EPI mendorong para asosiasi dan lembaga pengemban dan pendukungnya untuk

menjalankan swakrama (self regulation).

2. Setiap asosiasi atau lembaga periklanan nasional wajib ikut menegakkan EPI di

lingkungan anggotanya.

3. Setiap asosiasi atau lembaga periklanan nasional wajib menegur atau menjatuhkan

(15)

A. Pelanggaran Kode Etik Dalam Periklanan

Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi, yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran. Hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada iklan-iklan obat-obatan dan makanan.

Beberapa produk seperti obat-obatan tradisional, makanan dan minuman sudah mempunyai aturan baku dalam beriklan. Hal ini sering dianggap menghambat kreativitas, namun sebenarnya di sinilah tantangannya. Menciptakan sebuah iklan yang dapat diterima semua kalangan tanpa dianggap menyesatkan atau membodohi masyarakat, memang tidak mudah.45

Menurut siaran pers Badan Pengawas Periklanan, bentuk-bentuk pelanggaran ketentuan hukum positif dan etika periklanan yang saat ini banyak dilanggar oleh pelaku usaha periklanan adalah sebagai berikut:

46

1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, Pasal 17 Ayat (1) a yang berbunyi: "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan

45Ibid 46

(16)

2. yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa".

3. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II C No. 2 yang berbunyi: "Dokter, ahli farmasi, tenaga medis dan paramedis lain atau atribut-atribut profesinya tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk obat-obatan, alat kesehatan maupun kosmetika.

4. SK Menkes 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas Bagian A No. 9 yang berbunyi : "Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium".

5. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II C No. 10 ayat g yang berbunyi: "Iklan tidak boleh memanipulasi rasa takut seseorang terhadap sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang diiklankan".

6. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B No. 1 Ayat a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan memberikan janji yang berlebihan.

7. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman Bagian A No. 8 yang berbunyi: "Iklan tidak boleh dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan, sehingga dapat menyesatkan konsumen". 8. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas, Bagian B No. 103

(17)

adalah iklan-iklan TV Adem Sari, iklan TV Segar Dingin, dan iklan TV Kuku Bima yang melanggar butir I a dan b, sedangkan iklan TV Vegeta melanggar butir I a dan e. Di samping itu, iklan TV Marem Salep Kulit dianggap melanggar butir I f, dan iklan TV Betadine Mouth Wash melanggar butir I a, c, d dan f.

9. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab B II B No. 3 Ayat a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh mengunakan kata-kata "ter", "paling", "nomor satu" dan atau sejenisnya tanpa menjelaskan dalam hal apa keunggulannya itu dan harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik pernyataan tersebut. 10. SK Menkes No. 368, Pedoman Periklanan Obat Bebas No. 8 yang berbunyi

"Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak". Contoh Iklan-Iklan yang melanggar ketentuan-ketentuan di atas adalah iklan TV Lactamil dan Iklan Cetak Mobil Ford, keduanya melanggar butir II a, dan iklan TV Betadine Plester yang melanggar butir II a dan b.

11. Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B No. 3 Ayat b yang berbunyi: "Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. Perbandingan tidak langsung didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan konsumen. 12. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia Bab II B Ayat c yang

(18)

13. Di antara iklan-iklan yang melanggar ini terdapat iklan TV Motor Honda yang melanggar butir III b, iklan Cetak Tantum Verde melanggar butir III a, serta iklan TV Adem Sari dan Iklan TV Ellips Facial Creamy Foam yang melanggar butir III a dan b.

14. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, bab II B No. 1 Ayat a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan janji yang berlebihan". Contoh Iklan yang melanggar ketentuan ini adalah iklan TV "Jeruk Minum Jeruk" Nutrisari.

15. Undang-Undang No. 40 tahun 1999, Paal 13 Ayat (1) b yang berbunyi: "Perusahaan Pers dilarang memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku".

16. Peraturan pemerintah No. 69 tahun 1999 Pasal 58 Ayat 1 yang berbunyi :"Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa manapun". Sebagai contoh yang melanggar, tercatat iklan media cetak Bir Bintang.

17. Peringatan "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin" harus ditayangkan dengan durasi yang cukup, contohnya yaitu : iklan TV LA Light

(19)

B. Unsur-Unsur yang Dilarang dalam Periklanan

Perbuatan yang dilarang terdiri dari dua kata yaitu perbuatan dan dilarang. Menurut KBBI, perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (atau dilakukan), tindakan, kelakuan atau tingkah laku. Kata ‘dilarang’ memiliki kata dasar ‘larang(an)’ yang berdasarkan definisi KBBI adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan berbuat sesuatu. Berdasarkan definisi tersebut maka ‘perbuatan yang dilarang’ adalah sesuatu yang dilakukan atau suatu tindakan yang diperintahkan supaya tidak dilakukan.

Definisi yang diuraikan diatas merupakan hasil penelusuran secara etimologis. Perbuatan yang dilarang yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen menjadi konsep hukum perlindungan konsumen. UU Perlindungan Konsumen tidak memberikan penjelasan mengenai konsep perbuatan yang dilarang. Hukum perdata dikenal dengan istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang memiliki landasan hukum di dalam Pasal 1365 KUHPerdata,

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”

(20)

kesusilaan dan keempat, bertentangan dengan keepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.47

Pasal ini masih belum focus karena menampung tiga hal yaitu menawarkan, memproduksi dan mengiklankan. Terdapat pasal lain yang focus mengenai larangan mengiklankan dengan kriteria tertentu.

Bagian ini akan difokuskan pada perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sebagai langkah ‘awal’ dalam upaya memberikan kepastian hukum sekaligus menjamin pelaksanaan asas-asas lain yang terdapat dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen. Larangan bagi pelaku usaha menjadi bagian penting untuk memberikan perlindungan bagi konsumen, yang didalamlarangan tersebut membuat pembatasan bagi pelaku usaha dalam produksi atau penjualan barang/jasa.

Pembatasan dimaksud sebagai tindak lanjut bagi kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha merupakan manifestasi kewajiban pelaku usaha.

Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai larangan pelaku usaha yang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang secara tidak benar dan/atau seolah-olah memenuhi kriteria tertentu sebagaimana ditampilkan pada media pemasaran yang digunakan. Pasal ini mengatur dua hal, pertama, mengenai strategi menawarkan, memproduksi, mengiklankan yang menggunakan cara-cara manipulative atau deceptive.

48

47

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5142a15699512/perbuatan-melawan-hukum-dalam-hukum-perdata-dan-hukum-pidana, diakses pada tanggal 10 April 2016.

(21)

Pengaturan mengenai iklan dalam perlindungan konsumen juga diberlakukan bagi perusahaan periklanan. Pasal 17 UU Perlindungan Konsumen bagi perusahan periklanan dalam memproduksi iklan. Perusahaan iklan dalam memproduksi iklan dilarang:

1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

2. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

3. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

4. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

5. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

6. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

7. Pengaturan Pasal 17 ayat (1) di atas perlu dibedakan antara pihak pelaku

(22)

C. Pertanggungjawabah Hukum Oleh Pelaku Usaha Periklanan Terhadap Penyampaian Informasi Iklan Menurut Undang-undang No 8 Tahun 1999

Pengiklan bertanggung jawab terhadap kandungan informasi yang terdapat dalam iklan, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawab terhadap unsur persuasinya.49 Mengenai muatan informasi produk, tentu pihak yang paling bertanggung jawab adalah pengiklan sebagai pihak penghasil barang dan/atau jasa. Menyangkut daya kreativitas dalam pembuatan iklan, tentu merupakan tanggung jawab perusahaan periklanan dan media iklan, karena berdasarkan daya imajinasi mereka iklan dapat tampil lebih memikat dan mampu mengundang perhatian konsumen.50 Iklan adalah segala bentuk promosi yang ditujukan untuk memperbesar penjualan barang dan jasa dari pemberi pesan kepada masyarakat dengan mempergunakan media yang dibayar berdasarkan tarif tertentu.51

Iklan bukan hanya sebagai sarana bagi kepentingan pelaku usaha untuk memasarkan produk tetapi didalamnya juga terdapat kepentingan konsumen untuk memperoleh informasi secara jujur, objektif, dan tidak menyesatkan, sehingga

Tampak dari pengertian ikilan ini, aspek peningkatan penjualan barang dan jasa menjadi tujuan utama pelaku usaha untuk beriklan, sehingga pelaku usaha berupaya seoptimal mungkin memanfaatkan media iklan untuk menggali sisi konsumsi konsumen dengan berbagai barang atau jasa yang belum tentu jelas manfaatnya bagi konsumen.

49 Somartono, Terperangkap dalam Iklan:Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi,

(Bandung : Alfabeta, 2002), hlm 64

50 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta : Prenada Media

(23)

konsumen dapat mempergunakan sumber dananya yang terbatas secara optimal. Oleh karena itu, penyesatan informasi melalui iklan yang dilakukan pelaku usaha periklanan dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen, secara menghilangkan kepercayaan konsumen kepada pelaku usaha dalam jangka panjang.

Secara umum, tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen didasarkan pada prinsip-prinsip contractual liability, product liability, professional liability, dan criminalresponsibility52

1. Contractual Liability

Contractual Liability yaitu tanggungjawab perdata atas dasar perjanjian/ kontrak dari pelaku usaha (baik barang maupun jasa) atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengonsumsi barang yang dihasilkannya atau memanfaatkan jasa yang diberikannya. Contractual liability ini terdapat suatu perjanjian atau kontrak (langsung) antara pelaku usaha dengan konsumen, yang obyeknya bisa barang atau jasa.

Dewasa ini, perjanjian atau kontrak antara pelaku usaha dengan konsumen nyaris selalu menggunakan perjanjian atau kontrak yang berbentuk standar atau baku. Oleh sebab itu di dalam hukum perjanjian, perjanjian atau kontrak semacam itu dinamakan perjanjian atau kontrak standar atau kontrak baku. Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang telah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya telah distandarisasi atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak yang menawarkan (pelaku usaha), serta

(24)

ditawarkan secara massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. Berhubung isi kontrak baku telah ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha, maka pada umumnya, isi kontrak baku tersebut akan lebih banyak memuat hak-hak pelaku usaha. Bahkan tidak jarang terjadi pelaku usaha mengalihkan kewajiban-kewajiban, yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya, kepada konsumen. Ketentuan semacam ini di dalam kontrak baku disebut exoneration clause atau exemption clause, yang pada umumnya sangat memberatkan atau bahkancenderung merugikan konsumen.

Kondisi ketidakseimbangan pengaturan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen dalam kontrak itulah yang oleh UUPK diatur di dalam Pasal 18 UUPK. Pasal ini pada dasarnya melarang pencantuman exonertion clauses yang berbentuk klausula baku di dalam suatu perjanjian standar, karena bertentangan dengan prinsip kebebasan berkontrak.

Pasal 18 UUPK tersebut mengatur bahwa dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan, pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian dengan persyaratan-persyaratan tertentu baik isinya, letak dan bentuknya.

(25)

bahwa perjanjian standar tersebut batal demi hukum (void/nietig) (Pasal 18 ayat 3 UUPK); (2)

Sikap pelaku usaha yang pada saat ini telah mencantumkan klausula baku dalam dokumen atau perjanjian standar yang digunakannya, maka wajib merivisi perjanjian standar yang digunakannya itu agar sesuai dengan UUPK, dengan batas waktu sampai tanggal 20 /April 2000 (Pasal 18 ayat 4); Adapaun sanksi pidana dapat berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 Ayat 1 UUPK). Selain berlaku ketentuan-ketentuan UUPK seperti diuraikan di atas, karena perjanjian standar pada dasarnya adalah juga perjanjian, maka ketentuan di dalam Buku III KUHPerdata yang penting antara lain: (1) Ketentuan tentang keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata (tentang syarat sahnya perjanjian); (2) Ketentuan-ketentuan tentang kerugian akibat breach of contract/non performance atau wanprestasi, sebagaimana diatur oleh Pasal 1243 KUHPerdata.

2. Product Liability

(26)

tanggungjawab berdasarkan perbuatan melawan hukum (tortius liability) yang telah dimodifikasi menjadi strict liability. Product liability ini dapat digunakan oleh konsumen untuk memperoleh ganti rugi secara langsung dari produsen (barang), sekalipun konsumen tidak memiliki hubungan kontraktual (privaty ofcontract) dengan produsen tersebut.

Ketentuan di dalam UUPK yang mengatur tentang product liability ini adalah Pasal 19 UUPK, yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas: kerusakan; pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan. Kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan dapat terjadi karena pelaku usaha (produsenbarang) melanggar larangan-larangan sebagaimana dicantumkannya dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK.

Pelaku usaha (produsen barang) yang memproduksi barang dan kemudian ternyata barang tersebut menimbulkan kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian pada badan, jiwa dan barang milik konsumen, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi perdata maupun pidana. Sanksi Perdata dapat berupa : Pengembalian uang atau; Penggantian barang yang sejenis atau yang setara nilainya, atau; Perawatan kesehatan, dan /atau; Pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(27)

dan unsur hubungan kausal antara pmh dengan kerugian yang timbul, tetap harus ada. Hanya pembuktian unsur kesalahan tidak merupakan beban konsumen lagi, tetapi justru merupakan beban pihak produsen untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah (shifting the burden of proof atau pembuktian terbalik). Hal ini diatur di dalam Pasal 28 UUPK yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi dalam Pasal 19 UUPK merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

Adapun sanksi pidana diatur dalam Pasal 62 ayat 3 UUPK yaitu pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku (KUHP). Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UUPK merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.

Kerusakan, pencemaran, dan / atau kerugian konsumen akibat memanfaatkan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, karena pelaku usaha (pemberi jasa) melanggar larangan-larangan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK

Pelaku usaha (pemberi jasa) yang memberikan jasanya, dan kemudian ternyata jasa tersebut menimbulkan kerusakan, pencemaran dan / atau kerugian pada badan, jiwa dan barang milik konsumen, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi perdata maupun pidana. Sanksi Perdata dapat berupa:53

53 Netty Endrawaty, Loc. Cit. hlm: 45

(28)

a. Apabila tanggungjawab pemberi jasa adalah berdasarkan strict liability, maka ganti rugi yang dapat dituntut dari pemberi jasa diatur di dalam Pasal 19 Ayat 2 UUPK, yaitu: pengembalian uang / penggantian jasa yang sejenis / yang setara nilainya / perawatan kesehatan, dan / pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berhubung intisari dari strict liability adalah tortious liability ( tanggung jawab atas dasar perbuatan melawan hukum), maka keempat unsur di dalam totious liability, yaitu unsur perbuatan melawan hukum (pmh), unsur kesalahan, unsur kerugian, dan unsur hubungan kausal antara pmh. Kerugian yang timbul tetap harus ada, hanya pembuktian unsur kesalahan tidak merupakan beban konsumen lagi, tetapi justru merupakan beban pihak pemberi jasa untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah (shifting the burden of proof atau pembuktian terbalik). Hal ini diatur di dalam Pasal 28 UUPK yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi dalam Pasal 19 UUPK merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha (pemberi jasa).

(29)

oleh Pasal 1243 KUH Perdata, yakni penggantian berupa biaya, rugi, dan/atau bunga.

c. Apabila perjanjian pemberian jasa tersebut melanggar larangan-larangan yang dicantumkan di dalam butir 1 s.d. 8 di atas (vide Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK), maka perjanjian pemberian jasa tersebut telah melanggar syarat sebab/causa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Alhasil jika diajukan ke pengadilan, hakim harus menetapkan putusan yang declaratoir bahwa perjanjian pemberian jasa tersebut batal demi hukum (void, nietig). Adapun sanksi pidana diatur dalam Pasal 62 ayat 3 UUPK yaitu pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku (KUHP). Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UUPK merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.

d. Criminal responsibility

(30)

terganggunya keselamatan dan keamanan masyarakat (konsumen). Sanksi pidana di dalam contract liability, product liability, maupun profesional liability telah dikemukakan di atas. Selain sanksi pidana itu, terhadappelaku usaha yang barang dan /atau jasanya merugikan konsumen, masih dapat dikenakan hukuman pidana tambahan berupa: 1) Perampasan barang tertentu;

2) Pengumuman keputusan hakim; 3) Pembayaran ganti rugi;

4) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

5) Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau (6) Pencabutan izin usaha.

Ruang lingkup tanggungjawab hukum pelaku usaha di atas, yang didasarkan pada contractual liability, product liability, professional liability dan criminal responsibility, maka untuk produksi iklan yang dianggap telah melanggar etika periklanan dapat dimasukkan dalam dua ranah pertanggungjawaban sekaligus yaitu : (1) product liability yang pada intinya adalah perbuatan melawan hukum/tortius liability; dan (2) professional liablity atas dasar strict liability.

(31)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (UUPK), peraturan pemerintah, serta berbagai peraturan yang bersifat administratif, misalnya dalam surat keputusan menteri kesehatan, maupun BPOM. Secara garis besar pertanggung jawaban itu sendiri muncul terkait dengan 2 hal yaitu informasi produk yang disajikan melalui iklan tidak sesuai dengan kenyataan, menyangkut kreativitas perusahaan periklanan dan/atau media periklanan ternyata bertentangan dengan asas-asas etik periklanan.

Mengenai muatan informasi produk, tentu pihak yang paling bertanggung jawab adalah pengiklan sebagai pihak penghasil barang dan /atau jasa. Sedangkan yang menyangkut daya kreativitas dalam pembuatan iklan, tentu merupakan tanggung jawab perusahaan periklanan dan media iklan, karena berdasarkan daya imajinasi mereka iklan dapat tampil lebih memikatdan mampu mengundang perhatian konsumen.54

Pengertian yang diatur dalam Pasal 1 angka (4) PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan ini menekankan aspek penyebaran/peberianinformasi produk kepada konsumen, sehingga iklan bukan hanya semata menjadi sarana promosi untuk meningkatkan penjualan tetapi dapat

Berdasarkan Pasal 1 angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan bahwa Iklan Pangan adalah :

“Setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan/atau perdagangan pangan”.

54Yusuf Shofie, “Sistem Tanggung Jawab DalamPeriklanan”, Hukum dan

(32)

juga diandalkan oleh konsumen untuk memperoleh informasi suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan periklanan dalam menjalankan fungsinya masing-masing antara lain : Pengiklan, yaitu badan usaha yang memesan iklan dan membayar biaya pembuatannya untuk promosi/pemasaran produknya dengan menyampaikan pesan-pesan dan berbagai informasi lainnya tentang produk tersebut kepada perusahaan iklan, perusahan iklan yaitu perusahaan atau biro iklan yang merancang, membuat atau menciptakan iklan berdasarkan pesan atau informasi yang disampaikan pengiklan kepadanya, media periklanan, yaitu media non elektronik (koran, majalah) atau media elektronik (radio, televisi) yang digunakan untuk menyiarkan dan/atau menayangkan iklan-iklan terentu.

Proses pembuatan iklan, sumber informasi utama berasal dari pengiklan sebagai penghasil produk yang akan diiklankan. Upayanya untuk memperkenalkan produk kepada konsumen, pengiklan dapat melakukan beberapa upaya, salah satu diantaranya adalah pengiklan akan menghubungi perusahaan periklanan untuk menungkan berbagai informasi produk tersebut dalam suatu konsep iklan yang dapat menarik perhatian konsumen, sekaligus dapat memenuhi keingintahuan konsumen terhadap informasi produk yang diiklankan. Tahap ini, tarjadi pembauran dua fungsi periklanan, yaitu fungsi informatif dan fungsi persuasif.55

(33)

Pengiklan bertanggung jawab terhadap kandungan informasi yang terdapat dalam iklan, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawan terhadap unsur persuasinya.56

Pembuatan iklan dibutuhkan suatu proses yang cukup panjang, memperhatikan proses pembuatan sebuah iklan, maka akan terlihat bahwa perusahaan periklanan dalam menjalankan kegiatannya terikat oleh hubungan tertentu dalam sebuah kontrak keagenan. Hubungan ini merupakan salah satu bentuk hubungan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata mengenai perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa.57

Kewajiban perusahan periklanan adalah kepatuhan, Perusahaan periklana harus mematuhi perintah dan petunjuk dari perusahaan periklanan. Pelaksanaa pribadi, perusahaan periklanan tidak dapat mendelegasikan kewajibannya secara sah kepada pihak lain, kehati-hatian dan keahlian, perusahaan periklanan dalam melaksanakan pekerjaannya harus dilakukan dengan tingkat ketelitian dan

Umumnya, dalam kontrak keagenan diantara kedua belah pihak diatur hak dan kewajiban para pihak, serta pertanggungjawaban atas hasil karya yang dihasilkan oleh perusahaan periklanan tersebut dengan pengiklan. Hak dan kewajiban perusahaan periklanan, hak perusahaan periklanan adalah melaksanakan tugas-tugas sesuai petunjuk yang diberikan pengiklan, menerima upah sesuai dengan yang diperjanjikan setelah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pengiklan, meminta dan menerima ganti kerugian atas kerugian yang diderita perusahaan periklanan apabila diperjanjikan kedua belah pihak.

56Somartono, Terperangkap dalam Iklan:Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi,

(Bandung:Alfabeta, 2002), hlm 64.

(34)

keahlian secara profesional, kewajiban dan itikad baik, perusahaan periklanan harus dapat mencegah terjadinya konflik kepentingan perusahaan dengan kepentingan pengiklan. Hak dan kewajiban pengiklan, hak pengiklan adalah memberikan perintah dan petunjuk dalam melaksanakan pekerjaan, melarang perusahaan periklanan mengalihkan tugas-tugas yang diberikan kepada pihak lain, guna menghindarkan terjadinya ketidaksesuaian hasil pekerjaan dengan petunjuk pengiklan, juga untuk mencegah kemungkinan tuntutan konsumen, meminta laporan dan perhitungan biaya-biaya yang timbul dalam melaksanakan pekerjaan, meminta pertanggungjawaban perusahaan periklanan atas pemberian tugas dan kewenangan tersebut.58

(35)

Melahirkan suatu iklan, dibutuhkan peran serta beberapa pihak, mulai dari pengiklan, perusahaan periklanan, dan media massa, dimana masing-masing pihak dapat memberikan kontribusinya dalam proses pembuatan sampai penayangan iklan di media massa. Kegiatan periklanan, ketiadaan undang-undang khusus periklanan yang seharusnya dapat dijadikan pedoman tidak kunjung terwujud, sehingga persoalan penentuan tanggung jawab ini harus dilakukan kasus-perkasus, tergantung kepada peran masing-masing pihak dalam proses pembuatan dan pemasangan iklan tersebut.

Pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan dapat dilihat pada produsen, apabila sebuah iklan yang ditayangkan atas permintaan produsen baik itu bentuknya maupun yang menyangkut tentang isinya, sehingga biro iklan dan media yang mengiklankannya hanya bersifat pasif dalam arti bahwa mereka hanya membuat secara utuh sesuai dengan permintaan produsen, maka dalam hal ini yang bertanggung jawab secara penuh adalah produsen yang bersangkutan. Biro Iklan, dalam hal ini produsen media iklan bersifat pasif, sedang biro iklan yang mendesain bentuk termasuk isinya, maka yang bertanggung jawab adalah biro Iklan yang bersangkutan. Media iklan, apabila dalam mengiklankan suatu produk produsen dan biro iklan telah menetapkan bentuk dan isi iklan, akan tetapi dalam penayangannya terjadi perubahan, dimana setelah ditayangkan berbeda dengan yang sebenarnya, maka yang bertanggung jawab adalah media iklan yang bersangkutan.

(36)

informasi berasal dari pengiklan sebagai penghasil produk, maka tanggung jawab akan dibebankan kepada pengiklan atas penyesatan informasi iklan tersebut. Sedangkan apabila sumber informasi berasal dari perusahaan periklanan dan dibuat tanpa sepengetahuan atau persetujuan pengiklan, maka tanggung jawab terhadap informasi iklan yang menyesatkan tersebut dibebankan kepada perusahaan periklanan. Selain itu, apabila sumber informasi yang dimuat dalam iklan berbeda dengan informasi aslinya akibat kesalahan media iklan, maka tanggung jawab terhadap informasi menyesatkan tersebut berada di pihak media iklan.

Melihat keberagaman pengaturan kegiatan periklanan tersebut, maka pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk pertanggung jawaban, yaitu pertanggungan jawaban secara perdata, pidana, dan administrasi negara, sesuai dengan jenis pelanggaran dan pasal-pasal yang dituduhkan kepada pelaku usaha periklanan.

Pertanggungjawaban secara perdata dapat muncul didasarkan pertanggungjawaban kontraktual, pertanggungjawaban produk, serta pertanggungjawaban profesional. Pemanfaatan ketiga bentuk pertanggungjawaban tersebut disesuaikan dengan pihak yang akan dimintakan pertanggungjawabannya serta melihat ketersedian kontrak sebagai dasar pengajuan tuntutan.

(37)

dihasilkannya atau memanfaatkan jasa yang ada diberikannya.59

Perbuatan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang tidak benar, menyesatkan, dan menipu konsumen melalui media iklan telah menimbulkan kecacatan terhadap unsur kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya suatu perjanjian. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320, Pasal 1321, Pasal 1328, dan Pasal 1338 KUH Perdata. Ketentuan-ketentuan sebagaimana termuat dalam Pasal-Pasal KUH Perdata tersebut, kiranya dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen periklanan, yaitu dengan

Dengan demikian, ciri khas dari pertanggungjawaban kontraktual ini adalah terdapat hubungan kontraktual dalam bentuk perjanjian/kontrak sebagai landasan hukum yang mengatur hubungan pelaku usaha dengan konsumen.

Sebagaimana dikemukakan oleh AZ Nasution, yang menilai bahwa iklan atau periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan penawaran barang dan/atau jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen. Pesan iklan barang dan/atau jasa, tidak jarang secara tegas dinyatakan janji akan memberikan suatu hadiah beruapa barang atau jasa lain. Pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam bentuk iklan ini tentu saja dibuat dengan sengaja dan mempunyai tujuan tertentu. Perbuatan-perbuatan penawaran untuk menjual barang dan/atau jasa yang merupakan pernyataan kehendak, dan syarat yang dikaitkan pada penawaran tersebut, termasuk kegiatan perdata yang merupakan objek pengaturan tentang perikatan khususnya perikatan yang timbul dari perjanjian.

59 Johanes Gunawan, Hukum PerlindunganKonsumen Indonesia dan Perdagangan

(38)

menjadikan perbuatan penyesatan informasi iklan sebagai tindakan yang dapat menimbulkan kecacatan terhadap unsur kesepakatan terkait sahnya suatu perjanjian.

Peluang yang diberikan KUH Perdata untuk meminta pembatalan perjanjian yang mengandung cacat kehendak tentu dirasakan belum cukup mengingat konsumen tentu sedikit banyaknya telah mengalami kerugian akibat penyesatan yang dilakukan pelaku usaha. Oleh karena itu, tindakan penyesatan informasi iklan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menuntut pertanggung jawaban pengiklan, perusahaan periklanan, maupun media iklan, berdasarkan adanya wanprestasi (ingkar Janji) atau perbuatan melawan hukum, berkaitan dengan suatu gugatan ganti-rugi dalam periklanan.

Mengenai kemungkinan bagi konsumen untuk mengajukan gugatan ganti rugi berkaitan dengan penyesatan informasi iklan, bahwa informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur dapat jadi alat bukti yang dipertimbangkan oleh hakim dalam gugatan konsumen terhadap produsen.

Tindakan produsen berupa penyampaian informasi melalui brosur-brosur secara tidak benar yang merugikan konsumen, dapat dikatagorikan sebagai wanprestasi karena brosur dianggap sebagai penawaran dan janji-janji yang bersifat perjanjian, sehingga isi brosur dianggap perjanjian dalam ikatan jual beli, meskipun tidak dinyatakan dengan tegas.60

60 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, HukumPerlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja

(39)

gugatan terhadap para pihak dalam kegiatan periklanan dengan mempergunakan mekanisme gugatan wanprestasi.

Agnes M. Toar mengertikan tanggung jawab produk sebagi tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.61

Johanes Gunawan, mendifinisikan tanggung jawab produk sebagai pertanggung jawaban perdata dari produsen barang (dapat pihak lain dalam mata rantai distribusi) untuk mengganti kerugian kepada pihak tertentu (dapat pembeli,pemakai, atau bahkan pihak ketiga) atas kerusakan benda, cedera dan/atau kematian sebagai akibat menggunakan produk yang dihasilkan oleh produsen.62

Tanggung jawab produk pada awalnya diterapkan bagi cacat produk yang disebabkan karena adnya kesalahan dalam proses produksi. Konsumen dalam hal ini, cukup hanya membuktikan bahwa produk yang dikonsumsinya memang cacat dan mengakibatkan kerugian baginya. Sedangkan ada tidaknya kelalaian atau kesalahn dalam proses produksi barang dan/atau jasa menjadi tanggung jawab pelaku usaha untuk membuktikan (membuktian terbalik). Pembuktian dari hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPK yang telah

Tanggung jawab produk ini timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat karena kekurangcermatan, dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan /jaminan, atau kesalahan yang dilakukan pelaku usaha.

61 Sidarta, Op.Cit, hlm. 65

(40)

menetapkan kegiatan produksi bersambungan dengan kegiatan perdagangan sebagai berikut:

“Pelaku usaha dilarang memproduksidan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut”.

Terdapatnya lembaga pertanggung jawaban produk, maka kesulitan konsumen ketiadaan kontrak dapat teratasi. Kesepakatan atas kondisi produk,harga,kualitas dan sebagainya, terbentuk berdasarkan informasi produk yang diterima oleh konsumrn melalui media televisi, radio, tanpa terdapat bukti-bukti tertulis.Pemberian informasi iklan yang menyesatkan maka pelaku usaha periklanan adalah pihak yang paling tahu keakuratan informasi yang disampaikannya dalam iklan, khususnya pihak pengiklan sebagai produsen penghasil produk.

UUPK dianut asas pebuktian terbalik dengan menempatkan pelaku usaha (khususnya pelaku periklanan) sebagai pihak yang harus membuktikan kebenaran informasi iklan.63

Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 UUPK, yaitu: “Pembuktian terhadap ada tidaknyaunsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha”.

(41)

Pertanggungjawaban produk lebih ditujukan kepada produk pelaku usaha berupa barang, maka pertanggungjawaban profesional ditujukan kepada produk pelaku usaha berupa jasa. Pertanggungjawaban profesional merupakan tanggung jawab hukum dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Ciri khas lembaga pertanggungjawaban profesional ditujukan bagi upaya meminta pertanggungjawaban pelaku usaha penyedia jasa, sehingga aplikasi lembaga pertanggungjawaban ini dalam meminta pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan lebih ditujukan kepada perusahaan periklanan dan media iklan, yang menjalankan aktivitas bisnisnya memerlukan keahlian khusus. Kegiatan periklanan, tanggung jawab profesional perusahaan periklanan dan media iklan tidak hanya sebatas tanggung jawab kepada klien (pengiklan) tetapi meliputi pula pertanggungjawaban pengemban profesi terhadap pihak ke tiga atas jasa yang diberikannya (konsumen Iklan).

Berdasarkan Pasal 19 UUPK, bahwa pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(42)

2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- Lima ratus juta rupiah).

(43)

Dari uraian Bab-bab di muka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara umum pengaturan iklan di Indonesia dimaksudkan untuk menjaga citra bisnis periklanan di mata masyarakat, sedangkan tata cara bertujuan untuk menjaga persaingan antara pelaku usaha periklanan agar berjalan dengan wajar dan mencegah terjadinya persaingan tidak sehat dalam penyelenggaraan bisnis periklanan. Titik beratnya adalah agar terdapat praktek usaha periklanan yang wajar dan sehat. Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) bukan merupakan produk undang-undang yang mengikat secara luas (public) tetapi sebagai self regulation bagi anggotanya, kode etik ini memiliki arti penting dalam rangka memberikan kejelasan aturan main dalam usaha periklanan di Indonesia. Sekaligus untuk menjaga tindakan dan perilaku anggotanya agar tetap menjunjung etika dalam berusaha bidang periklanan. Hal ini dilakukan agar persaingan bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya melalui periklanan tidak menimbulkan penyesatan informasi, yang pada akhirnya sangat merugikan konsumen.

(44)

3. mengemas pesan yang akan mereka sampaikan. Daya pikat pesan suatu iklan bisa jadi cocok untuk iklan merek produk tertentu, namun belum tentu cocok untuk merek lainnya, atau pada semua situasi, karena efektivitas suatu pesan tergantung (it-depends) pada keadaan, seperti sifat persaingan,lingkungan periklanan, dan sejauh mana keterlibatan konsumen.

(45)

B. Saran

1. Sebagai calon sarjana diperlukan sosialisasi yang baik, alangkah baiknya jika kita membekali diri kita dengan hardskill maupun memperkaya softskill. Supaya kita bisa memperluas pemasaran khususnya pada alat dalam penyampaian informasi kepada konsumennya, yaitu iklan. Memberikan kontrol pengawasan sekaligus ide tentang produk suatu perusahaan yang menarik bagi konsumen, baik cara penyampaiannya dan temanya yang pada akhirnya konsumen juga akan tertarik untuk menggunakan produk yang diiklankan dan mempunyai peranan penting dalam menancapkan merek suatu produk ke pikiran konsumen.

2. Pelaku usaha agar mematuhi segala ketentuan rambu-rambu hukum yang mengatur tentang periklanan ini sendiri. Baik dalam proses perencanaan, proses pembuatan, atau pada tahap pelaksanaannya sehingga dapat menghasilkan iklan yang baik dan informatf bagi masyarakat.

(46)

A. Dasar Pegaturan Periklanan di Indonesia

Iklan merupakan salah satu alat marketing untuk memperlihatkan dan menjual produk dari perusahaan kepada masyarakat tertentu (target audience) menggunakan elemen-elemen verbal dan visual melalui media yang dianggap efektif. Ada iklan yang bertujuan menciptakan awareness agar tetap dikenal masyarakat, namun tujuan akhirnya tetap showing and selling the product.

1. Sejarah Periklanan di Indonesia

Sejarah memang membuktikan bahwa iklanlah yang mengembuskan nafas awal bagi kehidupan surat kabar di Indonesia. Masa-masa awal keidupan pers Indonesia dan keadaan ini berlanjut hingga awal abad ke-20 surat kabar tidak lain adalah advertentieblad (media iklan) belaka. Koran (dari bahasa Belanda: het krant, dan dari bahasa perancis: courant ), sebagian besar isi beritanya adalah iklan tentang perdagangan, pelelangan, dan pengumuman resmi Pemerintah Hindia Belanda.

(47)

kabar. Mungkin karena masih merupakan seller’s market dan pembeli mobil malah harus antre sebelum mobil yang dipesan didatangkan dari negri jauh. Berbeda sekali dengan kondisi pasar kendaraan bermotor yang sangat kompetitif di masa sekarang.

Awal abad ke-20 perusahaan terbesar pada saat itu, Aneta, mendatangkan tiga orang tenaga spesialis periklanan dari Negeri Belanda. Mereka adalah: F. Van Bemmel, Is van Mens, dan Cor van Deutekom. Mereka didatangkan atas sponsorship BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij, perusahaan minyak terbesar saat itu) dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka. Pemilik surat kabar Java Bode, misalnya, juga memilki sebuah perusahaan periklanan HM van Drop yang diawaki oleh seorang bernama C.A Kruseman. Ia dianggap sebagai salah seorang perintis dalam periklanan di Indonesia.12

Menjelang akhir abad ke-19 perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki dan dikelola oleh Cina keturunan mulai bermunculan. Resesi ekonomi yang melanda dunia tahun 1890 rupanya berdampak sangat buruk bagi dunia usaha. Termasuk banyak percetakan pers milik orang-orang Belanda. Peluang inilah yang ternyata mampu dimanfaatkan oleh kelompok Cina keturunan. Pelopor periklanan dari kelompok ini adalah Yap Goan Ho, yang memiliki perusahaan periklanan sendiri di Batavia. Yap Goan Ho sebelumnya adalah seorang copywriter di perusahaan periklanan De Locomotief. Perusahaan periklanannya diberi nama Yap Goan Ho, mulanya dikontrak olah suratkabar

(48)

berbahasa Melayu, Sinar Terang (terbit 1888-1891). Perusahaan periklanan ini hanya bertahan tiga tahun, akibat bangkrutnya surat kabar Sinar Terang.13

Iklan-iklan yang ditangani Yap Goan ho kebanyakan untuk produk buku. Khususnya yang diterbitkan untuk masyarakat Cina Tokoh Cina keturunan lain adalah Liem Bie Goan. Seperti juga Yap Goan Ho, perusahaan periklanan Liem Bie Goan juga dikontrak oleh suratkabar. Suratkabar yang mengontraknya adalah Pertja Barat yang terbit di Padang tahun 1890-1912. Iklan yang menonjol dari perusahaan periklanan ini adalah produk pecah belah. Khalayak sasarannya adalah penduduk Eropa yang tinggal di Hindia Belanda.14

a. Perusahaan Periklanan Perintis

Salah satu perusahaan consumer products yang aktif beriklan pada masa itu adalah Unilever-amalgamasi perusahaan Margarine Union (Belanda) dan Lever Brothers (Inggris)- yang sejak tahun 1933 telah membangun pabrik sabun di Bacherachtsgracht, Batavia (sekarang Angke, Jakarta Barat). Setelah berdirinya pabrik sabun itu,Unilever juga membangun pabrik margarin. Sebelumnya, produk-produk Unilever diimpor langsung dari Negeri Belanda. Hadirnya Unilever juga kemudian membawa masuknya cikal bakal Lintas (singkatan dari Lever International Advertising Services) ke Nusantara. Semula, Lintas adalah divisi periklanan dari Lever Brothers, sebelum kemudian berdiri sendiri menjadi perusahaan periklanan independen. Apa yang dilakukan Lintas yang berlogo bola dunia pada masa-masa awal itu sebetulnya tidak lain

13 Ibid, hlm 20

(49)

adalah melakukan adaptasi bentuk-bentuk iklan yang telah mereka luncurkan terhadap produk-produk serupa di bagian dunia lainnya, serta melakukan media placement. Perlu dicatat bahwa Lintas pada saat itu sudah memiliki keberanian membuat iklan dalam bahasa daerah. Misalnya, iklan Margarine Blue Band dalam bahasa Sunda memakai judul ”Pamoeda Sehat… Rajat Kiat” (Pemuda Sehat…Rakyat Kuat), dengan tagline ”Blue Band Mengandoeng Seueur Vitamin” (Mengandung Banyak Vitamin).15

Masa pendudukan Jepang, beberapa perusahaan periklanan yang terkenal di Jakarta adalah, antara lain: A de la Mar, di Koningsplein (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, dekat Istana Merdeka), Aneta (sebagai bagian dari kantor berita bernama sama), di Passer Baroe (sekarang Museum LKBN Antara di Jalan Antara), Globe, di Jalan Kali Besar Timur, IRAB (Indonesia Reclame en Advertentiebureau), semula berkantor di Molenvliet (sekarang Jalan Hayam Wuruk), tetapi kemudian pindah ke Asem Reges (kemudian menjadi Sawah Besar, sekarang Jalan KH Samanhudi),Preciosa, di Gang Secretarie (kantor Sekretariat Negara sekarang, Jalan Veteran IV ), Hampir semua perusahaan periklanan itu dipimpin oleh orang-orang Belanda, kecuali IRAB dan Elite yang diselenggarakan oleh kaum Bumiputra. Masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan lanskap periklanan Indonesia. Banyak warga Belanda yang

15https://dictum4magz.wordpress.com/2008/01/07/sejarah-periklanan-indonesia.html

(50)

mengungsi-sebagian lagi ditawan maka kondisi vakum itu diisi dengan munculnya berbagai perusahaan periklanan baru milik kaum pribumi. Sayangnya, tidak cukup catatan tentang kehadiran perusahaan periklanan yang dijalankan etnis Tionghoa. Padahal, dari mulut ke mulut kita sering mendengar bukti-bukti peran mereka dalam perintisan periklanan Indonesia. Etnis Tionghoa sangat berperan dalam menumbuhkan dunia persuratkabaran di Indonesia, sehingga dengan demikian dapat dilihat pula keterlibatan mereka dalam periklanan secara langsung maupun tidak. Sekalipun kebanyakan perusahaan periklanan baru itu berukuran kecil, tetapi tercatat lima perusahaan periklanan yang berskala cukup besar, yakni Elite, RAB, Korra, Pikat, Tandjoeng. Selama masa pendudukan Jepang, merosotnya aktivitas ekonomi ikut mengkerdilkan dunia periklanan Indonesia Kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Jakarta menandai kebangkitan baru perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan nasional mulai bertumbuhan, seiring dengan masuknya kembali beberapa perusahaan multinasional.16

b. Kebangkitan Asosiasi Periklanan Indonesia

Menurut catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo Tjokrosisworo, untuk menggantikan istilah reklame atau advertensi yang ke belanda-belandaan. Senapas dengan semangat kebangsaan itu, sebuah biro reklame di bandung yang sebelumnya bernama Medium, juga

(51)

mengubah nama menjadi Balai Iklan. Prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta dan Bandung, pada awal September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi perusaaan-perusahaan periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van Reclamebureaux in Indonesia atau dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang Belanda.17

Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun 1953, dan sertamerta menjadi organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas mengapa semangat nasionalisme di dalam SBRN tidak memunculkan istilah iklan yang sudah dikenal sejak dua tahun sebelumnya, dan masih Sebelas perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu: Budi Ksatria, Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika, Life, Limas, Lintas, Rosada, dan Studio Berk. Akan tetapi, kehadiran PBRI dianggap hanya mewakili perusahaan-perusahaan periklanan besar khususnya yang dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Belanda. Perusahaan-perusahaan periklanan kecil merasa bahwa aspirasi mereka tidak memuka jalan untuk disampaikan ke dalam PBRI. Suasana seperti itu kemudian memicu lahirnya sebuah asosiasi perusahaan periklanan nasional yang dimliki dan diawaki oleh orang-orang Indonesia.

(52)

menggunakan istilah biro reklame yang berbau Belanda. Anggota SBRN yang tercatat adalah 13 perusahaan periklanan: Azeta, Elite, Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot, Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio. Tidak semua perusahaan perilanan bersedia bergabung ke dalam asosiasi. Contonya adalah Medium yang telah bertukar nama menjadi Balai Iklan. Ia memilih untuk tidak bergabung dengan salah satu dari dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra, pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan tidak menangani iklan display dan karena itu tidak menganggap perusahaan sebagai full-service agency. Balai Iklan memang mengkhususkan diri pada iklan-iklan klasika berukuran kecil tentang lowongan kerja dan berita keluarga.

c. Awal Artis Memasuki Periklanan Indonesia

Iklan sebgai salah satu alat pemasaran yang ampuh langsung saja berdenyut dengan nafas baru yang segar. Beberapa perusahaan periklanan muncup pada masa ini. Demikian juga media untuk beriklan. Dan periklanan pun menjadi marak. Dasawarsa 1970an juga ditandai dengan tampilanya selebritis Indonesia sebagai bintang iklan. Sabun Lux produksi Unilever boleh jadi merupakan trendsetter di bidang itu. Sejak dasawarsa 1950an, Lux sudah memakai slogan ”dipakai oleh 9 dari 10 bintang-bintang film”. Lux diidentifikasikan dengan bintang-bintang film rupawan berkelas dunia, antara lain : Sophia Loren.

(53)

bintang-bintang film Indonesia untuk menjadi duta produknya. Widyawati, bintang film populer berpribadi lembut dengan kecantikkan memukau, tampil sebagai spokesperson Lux. Beberapa bintang film papan atas pun silih berganti tampil sebagai ”The Lux Lady”. Salah satu yang legendaris adalah Christine Hakim, bintang film temuan Teguh Karya. Produk detergen bermerk rinso pun memilih Krisbiantoro sebgai duta produk. Kris adalah seorang penyanyi merangkap master of ceremony yang kocak dan menjadi presenter berbagai program televisi populer pada saat itu.18 d. Kelahiran Periklanan Modern Indonesia

Berbagai merk internasional mulai bermunculan di Indonesia dan dengan garangnya berupaya meraup pangsa pasar sebesar-sebesarnya. Coca cola, Toyota, Mitsubishi, Fuji Film, American Express, Citibank, adalah sebagian dari nama-nama besar yang mulai membanjiri pasar Indonesia. Saat yang sama, muncul pula local brands yang dipicu oleh kemudahan mendapatkan kredit penanaman modal dari lembaga-lembaga perbankan yang juga sedang bertumbuh pesat. Salah satu sektor yang paling hidup pada dasawarsa 1970an itu adalah industri farmasi dengan berbagai jenis obat baru yang diluncurkan pada saat itu antara lain adalah Bodrex-obat sakit kepala yang populer hingga saat ini. Begitu populernya nama Bodrex bahkan sampai dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk menyebut wartawan yang datang tak diundang.

18 http://uwirband.blogspot.co.id/2014/08/analisis-iklan-persuasi.html diakses terakhir

(54)

Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan nasional lama pun mendapat angin dari transformasi ekonomi yang terjadi. Perusahaan itu antara lain: Bhineka yang dipimpin oleh tokoh lama Muhammad Napis, dan InterVista yang dipimpin oleh Nuradi seorang mantan diplomat yang beralih ke dunia periklanan. InterVista adalah sebuah fenomena yang perlu dicatat secara khusus dalam sejarah periklanan Indonesia, khususnya karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai perintis periklanan modern Indonesia. Setelah Proklamasi kemerdeaan Indonesia, Nuradi diangkat menjadi pegawai Departemen Luar Negri, Nuradi bertugas sebagai jurubahasa yang mendampingi Presiden Soekarno. Sebagai karyawan Departemen Penerangan, tugas Nuradi adalah penyiar siaran bahasa Inggris di RRI. Tahun 1950, Nuradi ditunjuk untuk menjalankan misi khusus Uni soviet, dan kemudian menjadi anggota Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa di New York selama di Amerika Serikat, Nuradi juga sempat menyelesaikan studi di Harvard University.

2. Dasar Hukum Periklanan di Indonesia

(55)

penyataan yang tidak benar dan menyesatkan, baik menyangkut harga, kegunaan, kondisi, jaminan/garansi, maupun daya tarik potongan harga (discount) yang belum tentu benar. Pasal 12 tentang iklan yang menawarkan, mempromosikan produk dengan tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu. Kecenderungan ini sering kali dilakukan pelaku usaha dalam iklan perumahan, padahal kenyataannya tipe rumah dimaksud tidak tersedia dan akhirnya konsumen diarahkan pada tipe yang lain yang justru lebih mahal. Pasal 13 tentang iklan produk barang dan jasa dengan memberikan janji pemberian souvenir atau hadiah secara gratis, tetapi ketika produk dibeli, janji tersebut tidak dipenuhi dengan dalih persediaan sudah habis. Pasal 14 yang berkenaan dengan janji iklan dalam undian yang tidak dipenuhi pelaku usaha atau mengganti dengan hadiah lain, bahkan sering kali undian tersebut ternyata tidak ada atau kalaupun ada tidak diumumkan secara patut melalui media yang diketahui konsumen secara luas. Pasal 15 tentang penawaran barang secara paksa, baik fisik maupun psikis. Pasal 16 tentang produk melalui pesanan yang tidak sesuai dengan kesepakatan semula atau waktu pengiriman pesanan seperti yang dijanjikan. Secara khusus Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha periklanan diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dengan memproduksi iklan yang dapat:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

(56)

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/ atau jasa.

e. Mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.19

Periklanan termasuk dalam bentuk kegiatan yang melibatkan beberapa ketentuan, hukum dalam upaya penegakannya. Hal ini berkaitan dengan struktur hukum perlindungan konsumen yang meliputi:

a. Hukum perdata dalam arti luas, terdiri atas hukum perdata, hukum, dagang, dan hukum adat;

b. Hukum publik, terdiri atas hukum administrasi, hukum pidana, hukum perdata internasional, dan hukum acara perdata/hukum acara pidana.20 Keterlibatan aturan-aturan hukum tersebut, dapat dipahami dengan adanya aspek perlindungan konsumen di dalamnya, misalnya berkenaan hak dan kewajiban para pihak, dan bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan dan pihak lain. Kemungkinan berlakunya ketentuan hukum di luar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

19 Repubilk Indonesia, Pasal 9, 10 , 12, 13, 14, 15, dan 17 ayat (1) Undang-undang no 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

20 A.Z. Nasution, ”Ketentuan hukum di luar Undang-undang Perlindungan Konsumen

(57)

dimungkinkan oleh adanya Ketentuan Peralihan, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan:

“Segala peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.”

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditemukan beberapa peraturan mengenai periklanan yang sifatnya parsial sebagai hukum positif di Indonesia yaitu

a. Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Ketentuan mengenai periklanan memeiliki keterkaitan erat dengan undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Huruf 2 diartikan sebagai kegiatan pemancarluasaan siaran melalui sarana pemancar dan/atau sarana transmisi di darat di laut atau di antariksa dengan memperguakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk apat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

b. Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan

(58)

1) Set

Referensi

Dokumen terkait

Pada Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, telah diatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan Pada Pasal 19 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Hal ini ditentukan dalam Pasal 19 UUPK yang menyebutkan bahwa tanggung jawab pelaku usaha dalam perlindungan konsumen apabila terjadi kerugian di pihak konsumen,

Hal ini menunjukkan janji sepihak dari produsen pembuat (pabrik), di mana dengan memproduksi produk tertentu dengan menyebutkan kegunaan, manfaat, dan kenikmatannya melalui label

Pentingnya hukum perlindungan konsumen tentang tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen yang menganut prinsip-prinsip hukum salah satunya tanggung jawab

Prosedur penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah: Dapat dilakukan melalui badan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ternyata memberikan pemahaman secara normatif pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha untuk

terkait dengan 5 (lima) parameter perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu: barang yang tidak memenuhi standar, informasi yang

Hal ini ditentukan dalam Pasal 19 UUPK yang menyebutkan bahwa tanggung jawab pelaku usaha dalam perlindungan konsumen apabila terjadi kerugian di pihak konsumen,