• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Lampiran 3. Data Koordinat Kasus Gizi Buruk Memakai GPS Garmin Vista C N o Wilayah Kerja Puskesmas Alamat Responden

Bujur Timur (BT) Lintang Utara (LU) Kecamatan Desa

1 Muara Dua Muara Dua Batuphat Barat 097005’54.9” 05021’85.6”

2 Muara Dua Muara Dua Batuphat Barat 097004’96.2” 05022’28.4”

3 Muara Dua Muara Dua Blang Poroh 097012’32.3” 05016’59.4”

4 Muara Dua Muara Dua Blang Poroh 097012’32.6” 05016’58.8”

5 Muara Dua Muara Dua Keude Cunda 097014’16.8” 05014’17.7”

6 Muara Dua Muara Dua Mns. Mesjid 097007’56.5” 05010’16.9”

7 Muara Dua Muara Dua Mns. Mee 097014’06.2” 05015’55.9”

8 Muara Dua Muara Dua Paya Punteut 097007’06.8” 05010’26.6”

9 Muara Dua Muara Dua Panggoi 097011’51.4” 05019’30.4”

10 Muara Dua Muara Dua Panggoi 097011’53.5” 05019’39.7”

11 Blang Mangat

Blang Mangat

Mane Kareung

097010’23.0” 05005’29.0”

12 Blang Mangat

Blang Mangat

Rayeuk

Kareung 097016’38.1” 05010’52.2”

13 Blang Mangat

Blang Mangat

Rayeuk

Kareung 097016’37.9” 05010’52.4”

14 Blang Cut Blang Mangat

Blang Buloh

097016’57.4” 05010’62.4”

15 Blang Cut Blang Mangat

Blang Buloh

097007’53.5” 05006’28.2”

16 Blang Cut Blang Mangat

Blang Buloh

097007’56.9” 05006’42.4”

17 Blang Cut Blang Mangat

Blang Weu

Baroh 097010’05.1” 05015’65.8”

18 Blang Cut Blang Mangat

Kuala

(6)

19 Blang Cut Blang

Mangat Jambo Timu 097 0

10’08.4” 05008’27.0”

20 Mon

Geudong Banda Sakti

Mon Geudong

097013’73.8” 05017’95.5”

21 Mon

Geudong Banda Sakti

Mon Geudong

097008’00.8” 05010’46.6”

22 Banda Sakti Banda Sakti Kp. Jawa Baru 097014’42.5” 05018’30.3”

23 Banda Sakti Banda Sakti Ulee Jalan 097013’17.8” 05019’83.6”

24 Banda Sakti Banda Sakti Lancang Garam 097008’48.7” 05010’51.1”

25 Banda Sakti Banda Sakti Hagu Teungoh 097008’34.6” 05011’54.3” 26 Banda Sakti Banda Sakti Ulee Jalan 097012’72.4” 05020’38.2” 27 Banda Sakti Banda Sakti Ulee Jalan 097012’97.0” 05020’52.7” 28 Banda Sakti Banda Sakti Tp. Teungoh 097014’42.5” 05018’30.3” 29 Banda Sakti Banda Sakti Kp. Jawa Lama 097008’59.6” 05011’09.7” 30 Banda Sakti Banda Sakti Tp. Teungoh 097004’96.2” 05022’28.4” 31 Banda Sakti Banda Sakti Kuta Blang 097013’23.8” 05018’41.2” 32 Banda Sakti Banda Sakti Kp. Jawa Baru 097014’41.8” 05

0

18’30.6”

33 Banda Sakti Banda Sakti Ulee Jalan 097012’96.8” 05 0

20’53.6”

34 Banda Sakti Banda Sakti Banda Sakti 097013’00.3” 05 0

19’75.8”

35 Muara Satu Muara Satu Batuphat Barat 097004’96.6” 05 0

22’29.9”

36 Muara Satu Muara Satu Batuphat Timur 097005’98.3” 05 0

21’68.8”

37 Muara Satu Muara Satu Paloh Punti 097005’04.3” 05 0

10’59.8”

(7)
(8)
(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H, Z, 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Almatsier, S, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Pramedia Pustaka Utama, Jakarta. Astrini,R, Oswald, P. Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar Versi 1.8.0

Lisboa Untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami. Bappeda Provinsi NTB. Mataram, 2012.

Azwar Azrul, 1999. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta Badan Pusat statistik (BPS) Kota Lhokseumawe, 2013. Lhokseumawe Dalam

Angka 2013. Lhokseumawe

Budiyanto, E, 2010. Sistem Informasi Geografis dengan Arcview GIS. Andi, Yogyakarta.

Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2011. Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe 2010. Lhokseumawe.

Dinas Kesehatan Aceh , 2012. Profil Kesehatan Aceh Tahun 2011. Aceh.

---, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2010. Aceh. FKM USU, 2000. Pedoman Tatalaksana Skripsi . Medan.

Fuad, A, 2006. Pola Spasial TB Di Kota Jogja: Sebuah Proposal.

http://anisfuad.blog.ugm.ac.id/2006/07/08/pola-spasial-tb-di-kota-jogja-sebuah-proposal/. Diakses 10 Agustus 2013.

Hanum, L,N, 2013. Pemetaan Data Penyakit Menular di Kota Semarang. Jurnal Bumi Indonesia. 2 (2) :162-171.

Infogizi, 2011. Pencegahan dan Pengobatan Gizi Buruk pada Anak. http://www.Infogizi.com/94/pencegahan-dan-pengobatan-gizi-buruk-pada-anak.html. Diakses 10 Agustus 2013.

(10)

Jatmiko, 2011. Rangkuman Survey dan Pemetaan. http://jatmiko.smkn1kediri.sch. Id/?page_id=456. Diakses 10 september 2013.

Kemenkes RI, 2011.Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Keehatan Masyarakat. Jakarta.

---. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Keputusan Mendikbud No. 0543a Th 1987. 2008. Ejaan Yang Disempurnakan. Bumi Aksara, Jakarta.

Kesmas, 2012. Kurang Energi Protein. www. Indonesian Publichealth. Com/2012 /12/Kurang-Energi-Protein-Kep.Html. Diakses 10 Agustus 2013.

Kusumadewi, S,. Fauzijah, A,. Dkk, 2009. Informatika Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Moehji, S, 2003. Penanggulangan Gizi Buruk – Ilmu Gizi. Jilid 2. Bhatara, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. PT Rineka Cipta,

Jakarta.

---, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta. ---,2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. PT

Rineka Cipta, Jakarta.

Nurlila, 2010. Faktor Penyebab Gizi Buruk Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari. Jurnal STIKES Mandala Waluya.

Ronny, 2011. Pemetaan Digital dan GPS. http: // bumiangkasa. blogspot. com /2011/03/pemetaan-digital-dan-gps.html. Diakses 13 September 2013.

Riyanto, 2010. Sistem Informasi Geografis Berbasis Mobile. Gavamedia, Yogyakarta.

Samsuri, 2004. Pembuatan Peta dan Analisis Kesesuaian dengan Metode Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Universitas Sumatera Utara.

(11)

Supriadi,. Nasution, Z, 2007. Sistem Informasi Geografis. Usu Press, Medan.

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu memetakan sebaran kasus gizi buruk dengan pengambilan titik koordinat pada tiap rumah penderita di 4 wilayah kecamatan di Kota Lhokseumawe meliputi Kecamatan Blang Mangat, Muara Dua, Muara Satu, Banda Sakti, letak puskesmas dan rumah sakit di wilayah Kota Lhokseumawe.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 kecamatan di Kota Lhokseumawe meliputi Kecamatan Blang Mangat, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Banda Sakti. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena masih ditemukan kasus gizi buruk pada balita umur 0-59 bulan pada tahun 2012 dan belum tersedianya peta sebaran kasus gizi buruk Kota Lhokseumawe .

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pada Desember 2012 sampai Januari 2014.

(13)

Seluruh balita gizi buruk di Kota Lhokseumawe yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe tahun 2012.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah total populasi yaitu seluruh balita gizi buruk umur 0-59 bulan yang pernah mendapat perawatan di puskesmas dan terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe selama tahun 2012 sebanyak 43 kasus gizi buruk dengan kriteria sebagai berikut: sembuh 22 orang, meninggal 3 orang, gizi buruk 15 orang, tanpa gejala klinis 2 orang, pindah 1 orang

3.4 Definisi Operasional

1. Kasus : Balita gizi buruk yang berumur 0-59 bulan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe selama tahun 2012.

2. Rumah penderita gizi buruk : Tempat tinggal balita gizi buruk yang berumur 0-59 bulan yang tersebar di 4 kecamatan di Kota Lhokseumawe yang diambil titik koordinat menggunakan Global Positioning System (GPS).

3. Peta Administrasi Kota Lhokseumawe : Peta yang masih dalam format jpeg dan yang sudah dalam format shapefile (shp) dengan skala 1:25.000 dari Bappeda Kota Lhokseumawe tahun 2012 untuk diolah melalui software Quantum GIS 1.8 Lisboa dan Quantum Gis 2.0 Dufour.

(14)

Data ini didapat dari hasil pelacakan kasus gizi buruk menggunakan Global Positioning System (GPS) dengan mengambil titik koordinat pada tiap rumah balita,

puskesmas, rumah sakit, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. 3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe.

3.6 Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Pengambilan titik koordinat dengan menggunakan GPS Garmin seri Vista C pada:

1. Rumah penderita gizi buruk

2. Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe 3. Rumah Sakit Cut Mutia

4. Rumah Sakit Kesrem Lilawangsa 5. Rumah Sakit Sakinah

6. Rumah Sakit PMI

7. Puskesmas Blang Mangat, Blang Cut, Mon Geudong, Banda Sakti, Muara Satu, Muara Dua

Diolah dan dianalisis menggunakan

software Quantum GIS1.8 Lisboa

dan Quantum GIS 2.0 Dufour 1. Titik koordinat yang tersimpan

dalam gps kemudian di transfer ke pc/laptop menggunakan program easy gps yang terlebih dahulu sudah terinstal ke dalam pc/laptop. Data yang direkam dalam gps dalam bentuk garis/lintasan (track) dan titik (waypoint).

2. Peta dasar kota Lhokseumawe yang sudah dalam format

shapefile (shp) dengan skala 1:

25.000

Kemudian dihasilkan sebuah peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di wilayah Kota Lhokseumawe.

(15)

3.6.1 Persiapan Perangkat Keras

1. Global Positioning System (GPS) Garmin seri Vista C untuk menentukan posisi titik sampel tempat tinggal kasus balita gizi buruk dan sarana pelayanan kesehatan.

2. Komputer 3. Printer 4. Kamera

3.6.2 Persiapan Perangkat Lunak

Perangkat lunak dalam melakukan pemetaan ini menggunakan :

1. Quantum GIS Versi 1.8.0 Lisboa dan Quantum GIS Versi 2.0 Dufour. 2. Easy GPS

Easy GPS ini digunakan untuk memindahkan file yang ada pada

Global Positioning System (GPS) yang masih dalam bentuk Track

(16)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Lhokseumawe 4.1.1 Letak Geografis

Lhokseumawe merupakan kota yang terletak pada garis 96020’-97021’ Bujur Timur dan 04054’-05018’ Lintang Utara dengan luas wilayah 181.06 Km2. Secara geografis Kota Lhokseumawe berbatasan sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur (Kabupaten Aceh Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu (Kabupaten Aceh Utara), sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara). Kota Lhokseumawe terdiri dari 68 (enam puluh delapan) Desa dan 4 (empat) Kecamatan (Badan Pusat Statistik, 2012).

4.1.2 Keadaan Administratif

(17)

Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa kecamatan terluas adalah Kecamatan Muara Dua 57,80 km2, sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Banda sakti dengan luas11,24 km2 dengan luas Kota Lhokseumawe sebesar 181,06 km2.

Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun

2012

No Kecamatan Luas

Wilayah (km2)

Desa Jumlah

Penduduk

Kepadatan Penduduk

(Per Km2)

1 Banda Sakti 11,24 18 77.336 880

2 Muara Dua 57,80 17 46.646 807

3 Muara Satu 55,90 11 32.975 590

4 Blang Mangat 56,12 22 22.850 407

Jumlah 181,06 68 179.807 2.684

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe Tahun 2013

(18)
(19)

4.1.3 Kependudukan

Kondisi demografi memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan suatu daerah dan juga terhadap lingkungan pemukiman. Berdasarkan Laporan kependudukan Tahun 2012 dari BPS, jumlah penduduk Kota Lhokseumawe mencapai 179.807 jiwa, terdiri dari laki-laki 89.601 jiwa dan perempuan 90.206 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2013). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

1. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2012 sebesar 179.807 jiwa. Tabel 4.2 di bawah ini

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Jumlah Penduduk

No Kecamatan Puskesmas Jumlah

Penduduk

Laki-laki Perempuan

1 Banda Sakti

Banda Sakti 54.490 27.051 27.439

Mon Geudong

22.846

11.555 11.291

2 Muara Dua Muara Dua 46.646 23.172 23.474

3 Muara Satu Muara Satu 32.975 16.437 16.538

4 Blang Mangat

Blang Mangat

15.457

7.708 7.749

Blang Cut 7.393 3.678 3.715

Jumlah 179.807 89.601 90.206

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe, 2013

(20)

kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk tertinggi, sedangkan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Blang Mangat

4.1.4 Sarana dan Tenaga Kesehatan

Jumlah puskesmas induk di Kota Lhokseumawe adalah enam puskesmas. Banyaknya tenaga kesehatan yang bertugas di sejumlah puskesmas tersebut adalah 31 dokter, 194 perawat, 151 bidan, dan tenaga kesehatan lainnya sebanyak 42 orang.

Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe, 2013

Jumlah bayi umur 0 hari- 11 bulan adalah 3.852 bayi. Jumlah bayi yang diimunisasi DPT 1 + HB1 adalah 3.238 bayi mencapai 84,7 %. Jumlah bayi yang

No Kecamatan

Tenaga Kesehatan

Dokter Perawat Bidan Farmasi Gizi

Tehnisi Medis Sanitasi 1 Puskesmas Blang Mangat

3 36 15 2 2 2 2

2

Puskesmas

Blang Cut

6 21 11 4 3 1 5

3

Puskesmas

MuaraDua

8 36 41 3 2 2 2

4

Puskesmas

Muara Satu

2 20 12 2 2 2 2

5

Puskesmas

Banda Sakti

9 40 39 7 4 - 2

6

Puskesmas

Mon Geudong

3 41 33 4 1 2 3

(21)

diimunisasi DPT 3 + HB3 adalah 2.780 bayi mencapai 72,2%. Jumlah bayi yang di imunisasi campak adalah 3.146 bayi mencapai 81,7 %.

Tabel 4.4 Cakupan Imunisasi DPT, HB dan Campak pada Bayi menurut Puskesmas di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013

Jumlah puskesmas induk di Kota Lhokseumawe adalah 6 puskesmas. Banyaknya posyandu adalah 100 posyandu.

No Puskesmas

Jumlah Bayi (0 Hr – 11 Bln)

Bayi diimunisasi

DPT 1 +HB 1

DPT 3 + HB 3 Campak

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Puskesmas

Banda Sakti 1.168 987 84,5 528 45 883 75.6

2 Puskesmas

Mon Geudong 487 426 87,5 429 88 418 85.8

3 Puskesmas

Muara Dua 995 961 96,6 952 96 926 93.1

4 Puskesmas

Muara Satu 714 524 73,4 506 71 528 73.9

5 Puskesmas

Blang Mangat 330 1.099 65,2 246 75 256 77.6

6 Puskesmas

Blang Cut 158 430 79,1 119 75 135 85.4

Jumlah

(22)

Tabel 4.5 Jumlah Sarana Posyandu di Kota Lhokseumawe Tahun 2012 No Kecamatan Puskesmas Jumlah Posyandu

1 Blang Mangat 2 29

2 Muara Dua 1 24

3 Muara Satu 1 25

4 Banda Sakti 2 32

Jumlah 6 100

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013 4.1.5 Rumah Sehat

Rumah Sehat adalah bangunan rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Syarat-syarat tersebut yaitu memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, dan ventilasi rumah yang baik, kepadatan dunia rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah. Rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan beresiko menjadi sumber penyebab penularan berbagai jenis penyakit. Cakupan rumah sehat pada tahun 2012 mencapai 82,3%, sedangkan secara nasional target yang ditetapkan yaitu 80%.

Tabel 4.6 Persentase Rumah Sehat menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013

No Kecamatan Puskesmas

Jumlah yang Ada Jumlah yang Diperiksa % Diperiksa Jumlah yang Sehat % Rumah Sehat

1 Banda Sakti Banda Sakti 8.806 5.300 60,2 4.466 84,3 Mon Geudong 5.381 1.200 22,3 738 61,5 2 Muara Satu Muara Satu 11.416 11.416 100,0 10.693 93,7 3 Muara Dua Muara Dua 7.209 6.805 94,4 4680 68,8

4 Blang Mangat

Blang Mangat 3.075 1.640 53,3 1054 64,3 Blang Cut 1.569 1.569 100,0 1.344 85,7

(23)

4.1.6 Status Gizi Balita

Langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan status gizi balita diintensifkan, mulai dari penemuan kasus dilapangan hingga bantuan rujukan dalam tata laksana gizi buruk. Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan adalah sebanyak 43 orang. Berikut hasil PSG yang dilaporkan perkecamatan diKota Lhokseumawe. Tabel 4.7 Status Gizi Balita Perkecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

No Kecamatan Balita

Ditimbang Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Buruk

1 Banda Sakti 6309 4 538 15

2 Muara Dua 3525 0 436 8

3 Muara Satu 2605 1 313 11

4 Blang Mangat 1737 2 538 9

Jumlah 14176 7 1825 43

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013

(24)

4.2 Pemetaan

4.2.1 Peta Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Bulan Januari- Desember Tahun 2012 Menurut register kasus gizi buruk Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe pada bulan Januari-Desember tahun 2012 dan dari hasil survei lapangan terdapat 43 kasus gizi buruk dengan kriteria gejala klinis (12 balita mengalami marasmus dan 3 balita mengalami marasmus kwashiorkor), tanpa gejala klinis (2 balita) dan kondisi lainnya seperti (22 balita yang sudah sembuh, 3 balita yang meninggal, dan 1 balita pindah di bawa orang tuanya). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Jumlah Kasus Gizi Buruk Balita di Kota Lhokseumawe Bulan Januari- Desember Tahun 2012

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, data bulan Januari-Desember tahun 2013.

Tabel 4.9 Jumlah Kasus Gizi Buruk berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Kecamatan Gejala Klinis Tanpa Gejala Klinis Kondisi lainnnya Jumlah Kasus Gizi Buruk Marasmus Marasmus Kwashiorkor Kwashiorkor Tanpa Gejala Klinis

Sembuh Meninggal Pindah

Banda Sakti 3 - - - 10 2 - 15

Muara Dua 2 1 - 1 3 - 1 8

Muara Satu 5 2 - - 4 - - 11

Blang Mangat

2 - - 1 5 1 - 9

Jumlah 12 3 - 2 22 3 1 43

Karakteristik n %

Umur

1-11 15 34,9

12-35 18 41,9

36-59 10 23,2

Jumlah 43 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 37,2

Perempuan 27 62,8

(25)

Sebanyak 15 balita (34,9%) berumur 1-11 bulan, 18 balita (41,9%) berumur 12-35 bulan dan 10 balita (23,2%) berumur 36-59 bulan. Ada sebanyak 16 (37,2%) balita laki-laki dan 27 ( 62,8%) balita perempuan.

(26)
(27)

Distribusi kasus gizi buruk di Kota Lhokseumawe bulan Januari-Desember tahun 2012 ada 43 kasus. Kasus paling banyak ada di Kecamatan Banda Sakti yaitu 15 kasus ( 34,88 % dari total kasus) dan Kecamatan Muara Satu yaitu 11 kasus ( 25, 58 % dari total kasus), yang paling sedikit ada di Kecamatan Blang Mangat yaitu 9 kasus (20,93 % dari total kasus) dan Kecamatan Muara Dua yaitu 8 kasus ( 18,60% dari total kasus). Kasus lebih banyak berada di daerah dekat pantai (daerah yang lebih rendah) dan daerah perbukitan ( daerah yang lebih tinggi).

4.2.2 Peta Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 bulan Berdasarkan Kriteria Gejala Klinis dan Tanpa Gejala Klinis di Kota Lhokseumawe Bulan Desember Tahun 2012

Kasus gizi buruk balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Bulan Desember tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Kasus Gizi Buruk Berdasarkan Kriteria Gejala Klinis dan Tanpa Gejala Klinis di Kota Lhokseumawe Bulan Desember Tahun 2012

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013

Kecamatan Puskesmas

Umur (Bulan) Gejala Klinis Tanpa

Gejala Klinis

Jumlah Kasus

Gizi Buruk

1-11 12-35 36-59 M K MK

Banda Sakti

Banda Sakti 3 - - 3 - - -

3 Mon

Geudong - - - -

Muara Dua Muara Dua - 2 2 2 - 1 1 4

Muara Satu Muara Satu 2 3 2 5 - 2 - 7

Blang Mangat

Blang

Mangat 1 1 - 2 - - - 3

Blang Cut 1 - - - - 1

(28)

Ket:

M: Marasmus K: Kwashiorkor

MK: Marasmus Kwashiorkor

(29)
(30)

Berdasarkan Gambar 4.3 sampai akhir bulan Desember tahun 2012 kasus gizi buruk dengan gejala klinis terdapat 15 kasus dan tanpa gejala klinis terdapat 2 kasus, dari kasus tersebut paling banyak ditemukan di Kecamatan Muara Satu sebanyak 7 balita (41,17% dari 17 kasus), Kecamatan Muara Dua 4 balita (23,53% dari 17 kasus), dan yang paling sedikit ditemukan di Kecamatan Banda Sakti 3 balita (17,65% dari 17 kasus) dan Kecamatan Blang Mangat 3 balita (17,65% dari 17 kasus). Kasus terbanyak terdapat di daerah perbukitan (dataran tinggi) dan tersebar di pinggir jalan.

4.2.3 Peta Sebaran Kasus Gizi Buruk dan Keterjangkauan Pelayanan Puskesmas di Kota Lhokseumawe Bulan Januari- Desember Tahun 2012 Jarak antara lokasi kasus gizi buruk dengan sarana pelayanan kesehatan (puskesmas) berdasarkan wilayah kerja puskesmas dihitung dengan bantuan program Quantum gis melalui analisis buffer. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil jarak

lokasi kasus gizi buruk dengan sarana pelayanan kesehatan (puskesmas) dengan jarak dekat < 1 km ada 8 balita ( 18,60 % dari total 43 kasus).

(31)
[image:31.792.116.706.85.500.2]
(32)

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa Jarak tempat tinggal kasus ke puskesmas yang paling dekat yaitu < 1 km sebanyak 8 kasus (18,60 % dari 43 jumlah kasus) dengan rincian sebagai berikut: Puskesmas Banda Sakti terdapat 2 kasus, Puskesmas Mon Geudong terdapat 3 kasus, Puskesmas Muara Dua terdapat 1 kasus, Puskesmas Blang Mangat terdapat 1 kasus dan Puskesmas Blang Cut terdapat 1 kasus. Seharusnya dalam jarak dekat yaitu < 1 km dalam wilayah kerja puskesmas tidak ditemukan lagi kasus gizi buruk.

4.2.4 Peta Sebaran Kasus Gizi Buruk dan Keterjangkauan Pelayanan Rumah Sakit di Kota Lhokseumawe Bulan Januari-Desember Tahun 2012

Jarak antara lokasi kasus gizi buruk dengan sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit) dihitung dengan bantuan program quantum gis melalui analisis buffer. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil jarak lokasi kasus gizi buruk dengan sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit) dengan jarak dekat < 1 km ada 12 balita ( 27,91% dari 43 jumlah kasus).

(33)
[image:33.792.119.710.82.489.2]
(34)

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa Jarak tempat tinggal kasus ke rumah sakit terdekat yaitu < 1 km sebanyak 12 balita ( 27,91 % dari 43 jumlah kasus) terdapat di Rumah Sakit Sakinah terdapat 4 kasus, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) terdapat 4 kasus, Rumah Sakit Kesrem Lilawangsa terdapat 4 kasus. 4.2.5 Peta Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan yang Meninggal dan

Keterjangkauan Layanan Kesehatan di Kota Lhokseumawe Bulan Juni-November Tahun 2012

(35)
[image:35.792.116.701.83.484.2]
(36)
(37)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Bulan Januari-Desember Tahun 2012

Berdasarkan Gambar 4.2 pada bab sebelumnya kasus gizi buruk banyak terdapat pada balita yang berumur 12-35 bulan sebanyak 18 kasus (41,9% dari jumlah semua kasus) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 kasus (62,8% dari jumlah semua kasus).

Letak geografis kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di Kota Lhokseumawe bulan Januari-Desember tahun 2012 berbeda-beda di tiap kecamatan. Kasus paling banyak terdapat di Kecamatan Banda Sakti sebanyak 15 kasus (34,88% dari semua kasus), padahal daerah ini merupakan daerah yang paling dekat dengan pantai dibandingkan kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan apabila dilihat dari potensi alamnya kecamatan ini menghasilkan banyak hasil tangkapan laut seperti ikan, udang, kepiting dan lain sebagainya yang penuh dengan berbagai macam kandungan seperti protein, vitamin dan mineral. Orang tua balita juga banyak bekerja menjadi nelayan sehingga kecil kemungkinan akan terjadinya gizi buruk di kecamatan ini.

(38)

Kasus gizi buruk yang banyak juga terdapat di Kecamatan Muara Satu sebanyak 11 kasus (25,58% dari semua kasus) balita terdapat di daerah perbukitan (dataran tinggi) dan banyak sebarannya hampir semua berada di pinggir jalan, padahal jika dilihat dari kondisi jalan, semua jalan di pelosok-pelosok desa sudah bagus. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan bidan desa dan para kader, untuk kasus yang berada di pinggir jalan lebih dikarenakan kesibukan orang tua mengurus pekerjaan rumah tangga, sibuk ke ladang sehingga tidak sempat membawa anaknya ke pelayanan kesehatan. Lain halnya apabila dilihat dari sudut pandang orang tua balita, mereka mengatakan petugas kesehatan tidak terlalu peduli dengan keadaan anak mereka, tidak pernah melakukan kunjungan ke rumah.

Kemudian dilanjutkan dengan wawancara singkat dengan kepala seksi gizi di tiap puskesmas, gizi buruk di Kota Lhokseumawe ini banyak terjadi karena pola asuh ibu yang salah, pendapatan keluarga yang kurang dengan pekerjaan orang tua yang mayoritas nelayan dan buruh bangunan, asupan protein yang kurang, pengetahuan ibu akan gizi yang kurang

(39)

5.2 Kasus Gizi Buruk Berdasarkan Kriteria Gejala Klinis dan Tanpa Gejala Klinis Bulan Desember Tahun 2012

Berdasarkan Gambar 4.3 pada bab sebelumnya apabila dilihat dari letak geografis, untuk kasus berdasarkan gejala klinis dan tanpa gejala klinis bulan Desember tahun 2012 di Kota Lhokseumawe banyak terdapat di daerah perbukitan (dataran tinggi) dan banyak tersebar di pinggir jalan yaitu di Kecamatan Muara Satu sebanyak 7 kasus (41,18% dari 17 kasus bulan Desember tahun 2012). Kasus gizi buruk yang berada dipinggir jalan pada dasarnya kondisi keluarganya kurang mampu, jauh dengan pelayanan kesehatan bahkan menurut penuturan orang tua balita kurangnya kepedulian bidan desa di desa mereka.

Apabila dilihat dari klinis nya, kasus gizi buruk dengan gejala klinis di Kota Lhokseumawe tanda-tandanya seperti edema, dehidrasi, rambut kecoklatan. Sedangkan tanpa gejala klinis berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe ditandai dengan BB/TB < -3 SD (sangat kurus), LiLa (Lingkar lengan atas) <11,5 cm. Menurut Kemenkes RI (2011) Penentuan status gizi secara klinis seperti badannya tampak kurus dan edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh dan secara antropometri (BB/TB-PB) <-3 SD.

5.3 Jarak Tempat Tinggal Balita Gizi Buruk Terhadap Pelayanan Kesehatan Kesehatan

(40)

dalam radius kilometer sejauh 1 – 4 km dan jaraknya jauh bila di hitung dalam radius kilometer lebih dari 4 km.

Kota Lhokseumawe terdapat 6 puskesmas dan 4 rumah sakit, berdasarkan hasil penelitian diperoleh jarak terdekat tempat tinggal kasus gizi buruk dengan fasilitas kesehatan yaitu < 1 km masih ditemukan kasus gizi buruk diantaranya Puskesmas Banda Sakti, Puskesmas Mon Geudong, Puskesmas Muara Dua, Puskesmas Blang Mangat dan Puskesmas Blang Cut. Sedangkan kasus yang berada di wilayah kerja rumah sakit yaitu Rumah Sakit Kesrem Lilawangsa, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) dan Rumah Sakit Sakinah. Letak rumah sakit lebih banyak berada di Pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe yaitu di Kecamatan Banda Sakti, banyak balita gizi buruk harus menempuh jarak yang jauh apabila ingin berobat ke rumah sakit yang berada di kota.

Walaupun masih ditemukan kasus gizi buruk dekat dengan sumber pelayanan kesehatan, itu lebih dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung, tidak mampu membawa anak berobat lanjut ke rumah sakit dan tidak mampu untuk dirawat inap, ada juga orang tua yang membawa anaknya berobat ke orang pintar dikampung karena tidak manjurnya berobat di pelayanan kesehatan.

(41)

tersedia (available), (b) Pelayanan itu wajar (appropriate), (c) Pelayanan itu tetap berkesinambungan (continue), (d) Pelayanan itu dapat diterima (acceptable), (e) Pelayanan itu mudah dicapai (accessable), (f) Pelayanan dapat dijangkau (affordable), (g) Pelayanan itu efisien (efficient), (h) Pelayanan itu bermutu (quality) (Azwar, 1999).

5.4 Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan yang Meninggal dan Keterjangkauan Layanan Kesehatan di Kota Lhokseumawe Bulan Juni-November Tahun 2012

(42)
(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemetaan dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Jumlah kasus gizi buruk balita selama bulan Januari-Desember 2012 di Kota Lhokseumawe sebanyak 43 kasus dengan kondisi (22 balita yang sudah sembuh, 3 balita yang meninggal, 17 balita yang status gizinya masih buruk dan 1 balita pindah di bawa orang tuanya).

2. Kasus dengan gejala klinis (15 kasus) dan tanpa gejala klinis (2 kasus) banyak terdapat di daerah perbukitan (dataran tinggi) dan banyak tersebar di pinggir jalan .

3. Kasus paling banyak terdapat di daerah dekat pantai (dataran rendah), diatas perbukitan (dataran tinggi) dan di dekat jalan.

4. Masih ada kasus yang berada pada jarak < 1 km dengan puskesmas sebanyak 8 kasus (18,60 % dari 43 kasus) dan dengan rumah sakit sebanyak 12 kasus (27.91% dari 43 kasus) di Kota Lhokseumawe, seharusnya untuk jarak tersebut tidak ditemukan lagi kasus gizi buruk

5. Terdapat 1 kasus yang meninggal dengan jarak <1 km dari rumah balita ke tempat pelayanan kesehatan rumah sakit, seharusnya hal ini tidak terjadi. 6. Pemetaan kasus gizi buruk melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan

(44)

Kesehatan Kota Lhokseumawe dan puskesmas-puskesmas dalam melakukan intervensi untuk penanggulangan gizi buruk.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan:

1. Diharapkan dengan adanya peta sebaran gizi buruk tersebut pihak Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dapat memanfaatkannya untuk mendukung pemantauan dan evaluasi program dimasa yang akan datang.

2. Dalam rangka menurunkan angka kematian anak akibat gizi buruk, sangat diperlukan keterlibatan pemerintah daerah secara langsung, serta melibatkan partisipasi masyarakat terutama tokoh masyarakat, untuk mengelola penanganan anak gizi buruk menjadi baik, sehingga diharapkan semua kasus gizi buruk dapat ditangani dengan baik.

3. Diharapkan kepada instansi kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan semua puskesmas di Wilayah Kota Lhokseumawe untuk kedepannya setiap tahun bisa membuat peta sebaran kasus gizi buruk, dan tidak hanya untuk kasus gizi buruk saja tetapi untuk semua kasus penyakit. 4. Apabila dimungkinkan, jika ada pembangunan puskesmas di masa yang akan

(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemetaan

Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pemetaan adalah suatu proses penyajian informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan buminya maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan (Jatmiko, 2011)

Pemetaan digital atau sering disebut sebagai digital mapping merupakan suatu cara dalam pembuatan peta, baik untuk keperluan pencetakan maupun dalam format peta digital (Ronny, 2011).

Menurut Dickinson (1975) yang dikutip oleh Hanum (2013), beberapa alasan suatu data dapat dipetakan antara lain:

1. Melalui peta dapat menimbulkan daya tarik yang lebih besar terhadap objek yang ditampilkan.

2. Melalui peta dapat memperjelas, menyederhanakan, dan menerangkan suatu aspek yang dipentingkan.

3. Melalui peta dapat menonjolkan pokok-pokok batasan dalam tulisan atau pembicaraan. Melalui peta dapat dipakai sebagai sumber data bagi yang berkepentingan.

(46)

Menurut Hagerstand (1953) yang dikutip oleh Fuad (2006), pemetaan dapat memberikan tiga kontribusi utama yaitu :

1. Dengan menggunakan peta diharapkan muncul gambaran deskriptif mengenai distribusi serta penyebaran kasus.

2. Keberadaan peta diharapkan dapat memberikan aspek prediktif penyebarankasus.

3. Model interaktif, jika pada tahap dua, pola prediksi hanya sebatas ramalan kasus, tetapi jika menggunakan pendekatan interaktif, kita dapat menentukan intervensi serta dampaknya bagi masa depan.

2.1.1 Perolehan Data spasial

Data spasial memberikan amatan terhadap berbagai fenomena yang ada pada suatu objek spasial. Secara sederhana data spasial dinyatakan sebagai informasi alamat. Dalam bentuk yang lain, data spasial dinyatakan dalam bentuk grid koordinat seperti dalam sajian peta atau pun dalam bentuk piksel seperti dalam bentuk citra satelit.

Data spasial diperlukan pada saat harus merepresentasikan atau menganalisis berbagai informasi yang berkaitan dengan dunia nyata. Dunia nyata yang begitu luas pada kenyataannya tidak mungkin diambil secara utuh menjadi sebuah data spasial. Dengan demikian data spasial adalah sebuah gambaran sederhana dari dunia nyata. Dalam sistem informasi geografis, data spasial menggambarkan sebaran dan lokasi fenomena.

(47)

System (GPS) yang digunakan dalam pengambilan data sebenarnya adalah perangkat

penangkap sinyal (receiver) dari beberapa satelit Global Position System (GPS) yang mengorbit diatas lokasi survei. Panduan dari sinyal satelit Global Position System (GPS) memberikan informasi lokasi receiver Global Position System (GPS) tersebut

(Budiyanto, 2010). 2.1.2 Objek Spasial

Objek spasial terdiri dari tiga jenis, yaitu bentuk titik, garis, dan area. Masing-masing objek spasial ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Perbedaan karakteristik ini menentukan pemilihan bentuk simbol yang digunakan dalam penggambaran data spasial tersebut, untuk suatu fenomena seperti kota dalam sebuah pulau sering digunakan simbol titik karena karakteristik jalan yang selalu membentuk garis. Untuk data spasial yang memerlukan perhitungan luas, seperti data-data administrasi, sering digambarkan dengan menggunakan bentuk poligon (Budiyanto,2010).

2.1.3 Model Data Spasial

(48)

2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi berbasis komputer digunakan untuk menyajikan secara digital dan menganalisa penampakan geografis yang ada dan kejadian di permukaan bumi (Supriadi,2007).

Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut ESRI (Environmental System Research Institute, 1996) yang dikutip oleh Riyanto (2010), “Sistem Informasi

Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis, metode, dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis.”

Menurut Groot (1991) yang dikutip oleh Abidin (2007), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah terjemahan dari terminologi berbahasa Inggris Geographical Information System (Eropa) atau Geographic Information System (Amerika Utara)

yang biasa disingkat GIS. Sistem Informasi Geografis (SIG) biasanya dikaitkan dengan suatu sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan informasi spasial. Informasi spasial sendiri dapat didefinisikan sebagai informasi yang mengandung, sebagai karakteristik kunci, lokasinya pada, di bawah, ataupun di atas permukaan bumi, dimana lokasi tersebut didefinisikan dalam suatu sistem koordinasi terkait bumi.

2.2.2 Fungsi Utama Sistem Informasi Geografis (SIG)

(49)

spasial antara obyek.

2. Menyimpan dan memanipulasi berbagai jenis atribut dari obyek. 3. Melakukan analisis spasial.

4. Mengintegrasikan data spasial yang didapat dari berbagai sumber.

Dari perspektif pengguna, paling tidak terdapat 3 fungsi utama dari Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu spatial database management system (DBMS), visualisasi dan mapping, serta analisis spasial. Fungsi dari spatial database

management system adalah meliputi kemampuan untuk identifikasi sumber data,

teknik koleksi data, serta preprocessing data dan atribut-atributnya. Fungsi dari visualisasi dan mapping dapat dimanfaatkan setelah basisdata spasial disiapkan dan terisi oleh data. Visualisasi dan mapping akan membuat data menjadi tersaji dengan jelas di hadapan penggunanya (Kusumadewi, 2009).

2.2.3 Model Data pada Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Puntodewo (2003), yang dikutip oleh Kusumadewi (2009), data yang akan diolah dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas dua bentuk yaitu data spasial (Geografi) dan data atribut (non-spasial). Data spasial adalah data tentang suatu lokasi geografi yang diset ke dalam bentuk koordinat. Sedangkan data non-spasial/atribut adalah gambaran data yang mempunyai informasi yang relevan terhadap suatu lokasi.

Menurut Kusumadewi (2009), data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(50)

lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi lokasi misalnya adalah Kode Pos.

2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non-spasial. Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; sebagai contoh jenis vegetasi, populasi, pendapatan pertahun.

2.2.4 Alur Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG)

Data input

Gambar 2.1 Gambaran Lengkap Subsistem Sistem Informasi Geografis (SIG) Sumber : Prahasta (2002)

2.2.5 Penerapan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Kesehatan Menurut Kusumadewi (2009), beberapa aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) lainnya yang biasa diterapkan dalam lingkup kesehatan adalah:

[image:50.612.119.519.273.539.2]
(51)

kesehatan lainnya.

2. Melakukan analisis spasial terhadap berbagai kecenderungan berjangkitnya suatu penyakit/ masalah kesehatan lainnya.

3. Peta distribusi layanan kesehatan (imunisasi, distribusi makanan). 4. Analisa kebutuhan dan alokasi resource dari suatu komunitas. 5. Peramalan kejadian epidemik

6. Monitoring penyakit.

7. Visualisasi fasilitas kesehatan umum.

8. Rute terdekat untuk para pekerja mencapai lokasi kejadian tertentu. 9. Manajemen dan perawatan serta sumber dayanya.

2.3 Gizi Buruk

Menurut Kemenkes RI (2011), gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut:

1. Sangat kurus

2. Edema, minimal pada kedua punggung kaki 3. BB/TB <-3 SD

4. LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan).

(52)

Menurut Soekirman (2000), gizi buruk itu adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus,kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor.

2.3.1 Kelompok Rentan Gizi

Menurut Moehji (2003), kelompok rentan gizi ialah kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya kelompok ini berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah relatif besar, yang termasuk ke dalam kelompok rentan gizi ini adalah: 1. Bayi, 0-1 tahun.

2. Kelompok balita, 1-5 tahun.

3. Kelompok anak sekolah, 6-13 tahun. 4. Kelompok remaja, 14-20 tahun.

5. Kelompok ibu hamil dan ibu menyusukan. 2.3.2 Kriteria Anak Gizi Buruk

1. Gizi buruk tanpa komplikasi a. BB/TB : < -3 SD.

b. Terlihat sangat kurus. c. Adanya edema.

(53)

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut diatas disertai salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis tersebut :

a. Anoreksia. b. Pneumonia berat. c. Anemia berat. d. Dehidrasi berat. e. Demam sangat tinggi.

f. Penurunan kesadaran (Kemenkes RI, 2011) 2.3.3 Penentuan Status Gizi Anak

Tabel 2.1 Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB-PB) Kemenkes RI 2011

Status Gizi Klinis Antropometri

(BB/TB-PB) Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan edema

pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

< - 3 SD

Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD -<-2 SD

Gizi Baik Tampak sehat -2 SD - 2 SD

Gizi Lebih Tampak gemuk >2 SD

Sumber : Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Kemenkes RI, 2011) 2.3.4 Faktor Penyebab Gizi Buruk

[image:53.612.117.528.360.483.2]
(54)
[image:54.612.98.522.87.490.2]

Gambar 2.2 Penyebab Gizi Buruk (Disesuaikan dari bagan UNICEF (The State of the World’s Children 1998. Oxford Univ. Press)

1. Penyebab Langsung

Timbulnya gizi buruk adalah asupan gizi yang tidak seimbang dan infeksi penyakit sehingga menimbulkan gangguanpertumbuhan. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh, dengan demikian timbulnya gizi buruk tidak hanya karena kurang makan, tetapi juga karena penyakit, terutama diare

Malnutrisi Gangguan Pertumbuhan Asupan Gizi Gizi Buruk Infeksi Penyakit Akibat Penyebab Langsung Penyebab Tidak langsung Masalah Utama Masalah Dasar Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Ketersediaan

Pangan, Kesempatan Kerja

Krisis Politik dan Ekonomi Ketersediaan

Pangan Tingkat Rumah Tangga

Perilaku/Asuhan Ibu dan Anak

(55)

dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi buruk.

Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makan akhirnya berat badan menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung, anak menjadi kurus dan timbullah gizi buruk.

2. Penyebab tidak Langsung

a. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga

Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga menunjukkan adanya kerawanan ketahanan pangan keluarga (household food insecurity). Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya, bagi seluruh anggota keluarga belum terpenuhi. b. Perilaku/asuhan ibu dan anak

Sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya.Semuanya itu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan

(56)

serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan makin kecil resiko anak terkena penyakit gizi buruk.

Semua masalah tersebut diatas pada hakekatnya didasari oleh krisis politik dan ekonomi yang terjadi menyebabkan meningkatnya kemiskinan disertai dengan pendidikan rendah, menurunnya ketersediaan pangan dan kesempatan kerja (Soekirman, 2000).

2.3.5 Pencegahan dan Pengobatan Gizi Buruk pada Anak

1. Pencegahan

Menurut Info Gizi (2011), beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:

a. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

b. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya : untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.

(57)

d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

e. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

2. Pengobatan

a. Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.

(58)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus gizi buruk saat ini merupakan masalah yang menjadi perhatian di Indonesia, karena dapat menimbulkan generasi yang hilang. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi saat ini, terutama balita sehingga akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak.

Gizi buruk itu adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman, 2000).

Kasus gizi buruk dapat disebabkan oleh asupan makanan anak yang kekurangan nutrisi bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk melakukan aktifitas dan berkembang. Hal ini dapat terjadi karena pola asuh yang salah seperti di daerah pedesaan ibu sibuk bekerja di ladang sehingga anak tidak terawat. Keadaan ini ditambah dengan kebiasaan seperti memberikan makanan padat sebelum usia 6 bulan dan kadang tidak higienis.

(59)

dan mampu membudidayakan sumber pangan bergizi, serta mengolahnya dengan memperkecil kerusakan kandungan gizi dan bagaimana memberi makan pada anak. Hal ini termasuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dengan sanitasi rumah tangga. Budidaya sumber pangan selain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Berdasarkan data WHO (2000) yang dikutip oleh Judarwanto (2012), pada tahun 2000 diperkirakan bahwa anak-anak kurang gizi berjumlah 181.900.000 (32%) di negara berkembang. Selain itu, 149.600.000 diperkirakan anak-anak muda dari 5 tahun kekurangan gizi ketika diukur dalam hal berat untuk usia. Di Selatan Asia Tengah dan Timur Afrika, sekitar separuh anak-anak memiliki keterbelakangan pertumbuhan karena kekurangan energi protein. Angka ini adalah 5 kali prevalensi di dunia barat. Berdasarkan data WHO (2010) yang dikutip oleh Kemenkes (2011), lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat

(60)

Retardasi Mental (RM), Spastic, Broncho Pneumonia, Down Syndrom, Patent Ductus

Arterious (PDA), dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan faktor ekonomi

juga memengaruhi (Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2011).

Pada tahun 2012 kasus gizi buruk pada balita yang berumur 0-59 bulan terdapat 43 kasus. Data tersebut didapat dari hasil survei awal pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe pada Desember 2012. Untuk menilai status gizi balita gizi buruk, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe memakai standar antropometri penilaian status gizi anak Kemenkes Tahun 2010 berdasarkan indeks BB/TB.

Menurut penuturan Kepala Seksi Gizi dan Posyandu dalam upaya memulihkan kesehatan balita gizi buruk, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe mengundang orang tua balita untuk dilakukan konsultasi dan berobat dengan dokter anak yang didatangkan oleh pihak dinas kesehatan kemudian diberikan bantuan PMT (pemberian makanan tambahan) seperti susu formula, roti sun, vitamin A. Bagi keluarga yang rumahnya jauh dari puskesmas, mereka membawa balitanya ke puskesmas pembantu yang ditolong oleh bidan desa setempat.

(61)

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem informasi yang menekankan pada unsur data spasial atau informasi geografis. Informasi geografis yang terdapat dalam sistem informasi geografis dapat berupa informasi wilayah administrasi suatu daerah, sebaran penduduk, sebaran kasus penyakit, dan sebagainya. Informasi-informasi yang disajikan melalui peta tersebut merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian. Sistem informasi geografis memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam penyajian data spasial, agar mudah di pahami dan dianalisis oleh pihak lain.

Salah satu pekerjaan yang penting dalam sistem informasi geografis adalah penggunaan data tabular, data koordinat sebaran kasus penyakit dan pengolahannya. Data tabel dalam sistem informasi geografis dapat dimanfaatkan untuk menambahkan informasi dan atribut pada fitur-fitur di dalam peta yang telah didigitasi, baik fitur, point, line, maupun poligon. Data tabular yang memberikan atribut pada fitur-fitur

peta dapat ditampilkan pada peta dan diberikan pewarnaan untuk kepentingan penyajian yang mudah dan menarik.

(62)

dengan adanya peta sebaran kasus gizi buruk ini kiranya dapat menampilkan informasi lokasi pada tiap-tiap wilayah administrasi di Kota Lhokseumawe pada tahun 2012 yang dulunya datanya hanya bisa ditampilkan dalam bentuk data statistik seperti tabel dan grafik sekarang bisa ditampilkan dalam bentuk peta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih ditemukan kasus gizi buruk pada balita umur 0-59 bulan pada tahun 2012 di Kota Lhokseumawe dan belum pernah dilakukan pemetaan kasus gizi buruk balita di Kota Lhokseumawe.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Membuat peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di Kota Lhokseumawe tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Membuat peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 059 bulan menurut kecamatan di Kota Lhokseumawe bulan Januari-Desember tahun 2012

2. Membuat peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di Kota Lhokseumawe berdasarkan gejala klinis dan tanpa gejala klinis tahun 2012. 3. Membuat peta jarak tempat tinggal balita gizi buruk terhadap puskesmas di

(63)

4. Membuat peta jarak tempat tinggal balita gizi buruk terhadap rumah sakit di Kota Lhokseumawe tahun 2012.

5. Membuat peta jarak kasus yang meninggal dengan rumah sakit dan puskesmas di Kota Lhokseumawe tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan memperoleh alternatif cara intervensi didalam integrasi program yang sesuai untuk mengendalikan kasus gizi buruk balita berdasarkan hasil pemetaan

2. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut tentang pemetaan yang berhubungan dengan kasus gizi buruk.

(64)

ABSTRAK

Kasus gizi buruk saat ini merupakan masalah yang menjadi perhatian khusus di Kota Lhokseumawe, karena dapat menimbulkan generasi yang hilang. Data kasus gizi buruk dapat disajikan secara spasial (kewilayahan) dan digambarkan dalam bentuk peta menggunakan Software Quantum GIS. Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di Kota Lhokseumawe tahun 2012. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini seluruh balita gizi buruk umur 0-59 bulan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe tahun 2012 sebanyak 43 balita. Sampel adalah total populasi.

Hasil penelitian menunjukkan dari 43 kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di wilayah Kota Lhokseumawe tahun 2012, paling banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebanyak 15 kasus (34,88%) dan berada di tepi pantai, kasus gizi buruk dengan gejala klinis terdapat 15 kasus (34,88%) dan tanpa gejala klinis terdapat 2 kasus (4,65%) banyak tersebar di daerah perbukitan dan di pinggir jalan, sebanyak 8 kasus (18,60%) dengan jarak dari rumah ke puskesmas < 1 km, 12 kasus (27,91%) dengan jarak dari rumah ke rumah sakit < 1 km dan 1 kasus (2,33%) yang meninggal berada pada jarak rumah ke rumah sakit < 1 km.

Pemetaan kasus gizi buruk melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan software Quantum GIS akan memudahkan pihak Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan puskesmas-puskesmas dalam melakukan intervensi untuk penanggulangan gizi buruk.

(65)

ABSTRACT

Severe malnutrition at this time is a matter of special concern in the city of Lhokseumawe, because it may cause a lost generation. Data of malnutrition cases can be presented spatially and can be drawn in a map by using Quantum GIS Software. This research aimed to make a map of the distribution of under five malnutrition cases in the city of Lhokseumawe in 2012. This is a descriptive research. The population were all of under five malnutrition cases and registered at Lhokseumawe Health Office as many as 43 cases in 2012, and all of them were selected as samples.

The result showed that out of 43 under five malnutrition cases in Lhokseumawe city, the 15 cases (34.88%) were found in Banda Sakti subdistrict and they were near the beach, the cases with clinical symptom were 15 cases, the cases without clinical symptom were 2 cases (4.65%) and they were spread out the hill and on the side of the road, 8 cases (18.60%) were in radius < 1 km from their houses to health center, 12 cases (27.91%) were in radius < 1 km to the hospital, and 1 case (2.33%) died in radius < 1 km to the hospital.

By using Quantum GIS software through Geographic Information System (GIS), it would be easy for Health Office of Lhokseumawe City and health centers in making intervention to malnutrition countermeasure.

(66)

PEMETAAN SEBARAN KASUS GIZI BURUK BALITA UMUR 0-59 BULAN DI KOTA LHOKSEUMAWE

TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

RISA AMALIA NIM 101000376

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(67)

PEMETAAN SEBARAN KASUS GIZI BURUK BALITA UMUR 0-59 BULAN DI KOTA LHOKSEUMAWE

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RISA AMALIA NIM 101000376

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(68)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

Nama Mahasiswa : Risa Amalia

Nomor Induk Mahasiswa : 101000376

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Biostatistika dan Informasi Kesehatan Tanggal Lulus : 12 Februari 2014

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Medan, April 2014

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

Dr.Drs.Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001

Pembimbing II

Dra. Jumirah. Apt, M.Kes NIP. 19580315 198811 2 001 Pembimbing I

(69)

ABSTRAK

Kasus gizi buruk saat ini merupakan masalah yang menjadi perhatian khusus di Kota Lhokseumawe, karena dapat menimbulkan generasi yang hilang. Data kasus gizi buruk dapat disajikan secara spasial (kewilayahan) dan digambarkan dalam bentuk peta menggunakan Software Quantum GIS. Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta sebaran kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di Kota Lhokseumawe tahun 2012. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini seluruh balita gizi buruk umur 0-59 bulan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe tahun 2012 sebanyak 43 balita. Sampel adalah total populasi.

Hasil penelitian menunjukkan dari 43 kasus gizi buruk balita umur 0-59 bulan di wilayah Kota Lhokseumawe tahun 2012, paling banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebanyak 15 kasus (34,88%) dan berada di tepi pantai, kasus gizi buruk dengan gejala klinis terdapat 15 kasus (34,88%) dan tanpa gejala klinis terdapat 2 kasus (4,65%) banyak tersebar di daerah perbukitan dan di pinggir jalan, sebanyak 8 kasus (18,60%) dengan jarak dari rumah ke puskesmas < 1 km, 12 kasus (27,91%) dengan jarak dari rumah ke rumah sakit < 1 km dan 1 kasus (2,33%) yang meninggal berada pada jarak rumah ke rumah sakit < 1 km.

Pemetaan kasus gizi buruk melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan software Quantum GIS akan memudahkan pihak Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan puskesmas-puskesmas dalam melakukan intervensi untuk penanggulangan gizi buruk.

(70)

ABSTRACT

Severe malnutrition at this time is a matter of special concern in the city of Lhokseumawe, because it may cause a lost generation. Data of malnutrition cases can be presented spatially and can be drawn in a map by using Quantum GIS Software. This research aimed to make a map of the distribution of under five malnutrition cases in the city of Lhokseumawe in 2012. This is a descriptive research. The population were all of under five malnutrition cases and registered at Lhokseumawe Health Office as many as 43 cases in 2012, and all of them were selected as samples.

The result showed that out of 43 under five malnutrition cases in Lhokseumawe city, the 15 cases (34.88%) were found in Banda Sakti subdistrict and they were near the beach, the cases with clinical symptom were 15 cases, the cases without clinical symptom were 2 cases (4.65%) and they were spread out the hill and on the side of the road, 8 cases (18.60%) were in radius < 1 km from their houses to health center, 12 cases (27.91%) were in radius < 1 km to the hospital, and 1 case (2.33%) died in radius < 1 km to the hospital.

By using Quantum GIS software through Geographic Information System (GIS), it would be easy for Health Office of Lhokseumawe City and health centers in making intervention to malnutrition countermeasure.

(71)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Risa Amalia

Tempat/Tanggal Lahir : Teupin Punti/ 03 Februari 1988

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah

Nama Orang Tua

Ayah : T. Razali Bardan

Ibu : Ramlah

Anak ke : 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara

Alamat Rumah : Desa Pante, Teupin Punti Kec. Syamtalira Aron Kab. Aceh Utara

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD 08 Keutapang Kec. Syamtalira Aron Tahun 2000 - 2003 : MTsS Ulumuddin Uteunkot, Cunda

Tahun 2003 - 2006 : SMAN 1 Lhokseumawe

Tahun 2006 – 2009 : D3 Kesehatan Lingkungan Poltekkes NAD Tahun 2010 – 2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

(72)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul :“Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012”. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa tercurahkan pada beliau yang telah menjadi teladan utama bagi ummatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda tercinta T. Razali Bardan dan ibunda tercinta Ramlah, Ama.Pd yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang dan tak henti mendoakan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah memberikan kebahagiaan kepada keduanya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin.

Selama menulis laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(73)

3. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Ibu Dra. Jumirah, Apt, M. Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.si dan Bapak Drs. Abdul Jalil Amri. Arma, M. Kes selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu dr.Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di fakultas.

7. Pimpinan dan staf di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe

8. Staf di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe buat Bang Zakaria, Kak Ubiet, Cek non penulis ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Untuk Staf Bappeda Kota Lhokseumawe buat Kak Putri, Bang Nasrul, Bang Bayu penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya dalam memberikan data-data dan informasi yang diperlukan selama menulis skripsi ini.

(74)

data-data yang diperlukan serta bagi bides-bides dan kader sudah mau menemani penulis turun ke lapangan mencari lokasi tempat tinggal balita selama ini.

11.Untuk Abangku T.M. Aidil Fajri, Lc dan T.M. Ilhamuddin, Amd yang tersayang, yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis.

12.Untuk Keluarga besarku : Keluarga Popo ku tercinta Cut Ramlah, Keluarga Ahmad Andib, Keluarga Teuku Halim, Keluarga Cek Sal, Keluarga Kak Mah, Keluarga Kak Lela, Bang Ni, Dek Taufik yang tersayang, yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis.

13.Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Kependudukan dan Biostatistik : Juwita, Alas, Ayu, Desi, Anggi, Ade, Ayu Indah, Neni, Ulia, bang ramzi yang sering membantu memberi masukan dan diskusi dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk teman baikku selama di FKM : Rita, Kak Dewi, Ayu, Afni, Kak Santi, Kak Ros, Diah, Bang Mansur,serta sahabat dekat penulis yang jauh dimata tapi dekat dihati yang selalu mensupport penulis: Sari, Risna, Sri, Rini, Lia, Darti, Nana, Wulan, Ika, Nurul, Dek Nur. Adek-adek kos “Pak Kombes” (Nenek, wilda, suci, kiki, ummi, dewi, yuli, milda, all) .Terima kasih atas dukungan dan cintanya selama ini sehingga penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini.

14.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(75)

baik. Semoga tugas sarjana ini memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2014 Penulis,

(76)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR. ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengertian Pemetaan... 7

2.1.1 Perolehan Data Spasial ... 8

2.1.2 Objek Spasial ... 9

2.1.3 Model Data Spasial ... 9

2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 10

2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 10

2.2.2 Fungsi Utama Sistem Informasi Geografis (SIG)... 10

2.2.3 Model Data pada Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 11

2.2.4 Alur Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 12

2.2.5 Penerapan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Kesehatan ... 12

2.3 Gizi Buruk …………. ... ... 1

Gambar

Gambar 3.1 Tahapan membuat peta
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun
Gambar 4.1  Peta Lokasi Penelitian di Kota Lhokseumawe Tahun 2012
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil program pengabdian masyarakat yang telah dikalsanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, pada awalnya warga masyarakat dusun Gokerten desa

Pertanian organik juga menawarkan manfaat berikut: Melindungi jutaan petani dan pekerja pertanian di seluruh dunia dari racun pestisida serta bahaya lain yang berhubungan,

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Tri

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan

Uji Perbedaan Rerata Skor Pretes Hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan bahwa data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Walau tidak dalam skala yang besar, saya ingin masyarakat kelurahan kami tidak tergantung dengan harga pemasok dari Toko Junior dan Chantates” demikian obsesinya,

(1) Analisis faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek perumahan berdasarkan biaya, mutu, dan waktu, (a) faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek