HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN RESPON
CEMAS ANAK USIA SEKOLAH YANG AKAN
MENJALANI PEMBEDAHAN DI RUANG
IX RSUD dr. PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh
LILIS ANDRIANI 121121092
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya
Saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk
memenuhi tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan. Penulis
menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan waktu, motivasi, arahan, bimbingan
dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Reni Asmara Ariga, SKp, MARS, dan ibu Nur Asnah Sitohang S.Kep,
Ns., M.Kep, sebagai penguji yang memberikan masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan USU dan seluruh Staf
nonakademik Fakultas Keperawatan USU.
6. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan
bagi peneliti untuk menggunakan RSUD dr. Pirngadi medan sebagai
7. Teristimewa kepada keluargaku, Ayahanda Abdul Rahman dan ibunda
yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril dan materil serta doa
yang tiada henti bagi peneliti. Buat kakak dan adikku yang terkasih yang
menjadi motivator dan anugerah terindah dalam hidupku.
8. Teman-teman terbaikku (Rheny Puspita M, Nora Royekha S dan Sri
Pratiwi T), dan teman satu bimbingan (Alvionita, M. Adiul Ilham, Mukti
Ali) yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita sukses
dalam segala cita-cita kita.
9. Teman-teman seperjuangan FKep USU Ekstensi angkatan 2012 yang
selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita semua sukses dan
mendapatkan hasil yang terbaik.
10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak membantu peneliti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan
dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Medan, 27 Januari 2014
DAFTAR ISI
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Dukungan Keluarga ... 8
2.2 Konsep Anak Usia Sekolah ... 13
2.3 Konsep Cemas ... 16
2.4 Respon Cemas Anak Usia Sekolah ... 18
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Respon Cemas Anak... 23
2.6 Konsep Persiapan Sebelum Menjalani Pembedahan ... 24
Bab 3. Kerangka Penelitian 3.1 Kerangka Konsep ... 27
3.2 Defenisi Operasional ... 28
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1Desain Penelitian ... 30
4.2 Populasi dan Sampel ... 30
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 31
4.5 Instrumen Penelitian... 32
4.6 Validasi dan Reliabilitas instrument ... 35
4.7 Pengumpulan Data ... 37
4.8 Analisa data ... 38
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.1 Hasil ... 41
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan ... 53 6.2 Saran.. ... 53
Daftar Pustaka Lampiran
1. Lembar Persetujuan Kuesioner 2. Lembar Kuesioner
3. Surat Survey Awal
4. Surat Selesai Pengambilan Data 5. Surat Penelitian
6. Surat Selesai Penelitian 7. Surat Ethical Clearance
8. Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan 9. Riwayat Hidup
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi
Medan……….. 28
Tabel 4.1 Kriteria penafsiran korelasi………. 39
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi data demografi keluarga dan anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di
ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan………... 42
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat dukungan keluarga pada anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan……….. .
43
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Kuesioner dukungan keluarga pada anak usia keluarga pada anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang
IX RSUD dr. Pirngadi Medan………. 43
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan total skor respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan………... 45
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap kuesioner respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan………….. 45
Tabel 5.6 Hasil analisa antara dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang
IX RSUD dr. Pirngadi Medan………. 47
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1 Rentang respon kecemasan... 18
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Respon Cemas Anak Usia Sekolah yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
Nama : Lilis Andriani NIM : 121121092
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Anak yang dirawat dirumah sakit pasti akan mengalami kecemasan dan tekanan sebelum menjalani pembedahan. Anak-anak yang sangat cemas dan tertekan sebelum menjalani pembedahan kemungkinan akan menunjukkan perilaku yang negatif setelah menjalani pembedahan. Maka untuk itu persiapan sebelum pembedahan lebih efisien dilakukan dengan adanya dukungan orang tua kepada anaknya. Dukungan keluarga adalah suatu dukungan yang bermanfaat bagi anak dalam mengatasi respon cemas dan dapat meredakan tekanan yang dirasakan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling, dan jumlah sampel adalah 30 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai dukungan keluarga dan respon kecemasan. Pengumpulan data berlangsung selama bulan September sampai November 2013. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman Rank (Rho). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang
akan menjalani pembedahan, kekuatan hubungan kuat dan berpola negatif (p = 0,000, r = -0,606), semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah
respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Disarankan agar perawat dapat melakukan pendidikan kesehatan dan memberikan motivasi kepada keluarga dalam memberikan dukungan pada pasien anak yang akan menjalani pembedahan untuk mengurangi respon cemas anak.
Title of the Thesis : The Correlation Between the Family Support and the Anxious Response of the School-Age Children Who Will Undergo The Surgery in Room IX RSUD dr. Pirngadi
Children who are hospitalized will surely experience the anxiety and pressure before undergoing surgery. Children who are extremely anxious and depressed before undergoing surgery likely will show a negative behavior after undergoing surgery. Then for that preparation before surgery more efficiently done with the support of parents to their children, family support is a useful support for children in overcoming anxious response and can relieve the pressure is felt. This research aims to identify the correlation between the family support and the anxious response of the school-age children who will undergo the surgery in room IX RSUD dr. Pirngadi Medan. This research uses descriptive correlation design. Taking of sample using the technique of Accidental Sampling and the number of samples is 30 people. Research instrument in the form of a questionnaire, which includes demographic data and statements about family support and response to anxiety. Data collection took place during the months of September to November 2013. A correlation test was used in this study is testing the correlation of Spearman Rank (Rho). From the results of this research it can be concluded that there is a relationship support families with school-age children anxious response that will undergo surgery, the strength of the relationship is strong and is negative (p = 0.000, r =-0, 606) the higher family support then the lower school age children anxious response that will undergo the surgery in room IX RSUD dr. Pirngadi Medan. It is recommended that nurses can make health education and provide motivation to the family in providing support on patients who will undergo surgery to reduce your child's anxiety response
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Respon Cemas Anak Usia Sekolah yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
Nama : Lilis Andriani NIM : 121121092
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Anak yang dirawat dirumah sakit pasti akan mengalami kecemasan dan tekanan sebelum menjalani pembedahan. Anak-anak yang sangat cemas dan tertekan sebelum menjalani pembedahan kemungkinan akan menunjukkan perilaku yang negatif setelah menjalani pembedahan. Maka untuk itu persiapan sebelum pembedahan lebih efisien dilakukan dengan adanya dukungan orang tua kepada anaknya. Dukungan keluarga adalah suatu dukungan yang bermanfaat bagi anak dalam mengatasi respon cemas dan dapat meredakan tekanan yang dirasakan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling, dan jumlah sampel adalah 30 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai dukungan keluarga dan respon kecemasan. Pengumpulan data berlangsung selama bulan September sampai November 2013. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman Rank (Rho). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang
akan menjalani pembedahan, kekuatan hubungan kuat dan berpola negatif (p = 0,000, r = -0,606), semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah
respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Disarankan agar perawat dapat melakukan pendidikan kesehatan dan memberikan motivasi kepada keluarga dalam memberikan dukungan pada pasien anak yang akan menjalani pembedahan untuk mengurangi respon cemas anak.
Title of the Thesis : The Correlation Between the Family Support and the Anxious Response of the School-Age Children Who Will Undergo The Surgery in Room IX RSUD dr. Pirngadi
Children who are hospitalized will surely experience the anxiety and pressure before undergoing surgery. Children who are extremely anxious and depressed before undergoing surgery likely will show a negative behavior after undergoing surgery. Then for that preparation before surgery more efficiently done with the support of parents to their children, family support is a useful support for children in overcoming anxious response and can relieve the pressure is felt. This research aims to identify the correlation between the family support and the anxious response of the school-age children who will undergo the surgery in room IX RSUD dr. Pirngadi Medan. This research uses descriptive correlation design. Taking of sample using the technique of Accidental Sampling and the number of samples is 30 people. Research instrument in the form of a questionnaire, which includes demographic data and statements about family support and response to anxiety. Data collection took place during the months of September to November 2013. A correlation test was used in this study is testing the correlation of Spearman Rank (Rho). From the results of this research it can be concluded that there is a relationship support families with school-age children anxious response that will undergo surgery, the strength of the relationship is strong and is negative (p = 0.000, r =-0, 606) the higher family support then the lower school age children anxious response that will undergo the surgery in room IX RSUD dr. Pirngadi Medan. It is recommended that nurses can make health education and provide motivation to the family in providing support on patients who will undergo surgery to reduce your child's anxiety response
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sakit dan dirawat dirumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada
anak jika anak di rawat dirumah sakit. Anak tersebut akan mudah mengalami
krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status
kesehatanya maupun lingkungan sehari-hari dan anak mengalami keterbatasan
dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian yang
bersifat menekan (Nursalam, 2005).
Anak usia sekolah merupakan periode dalam kehidupan yang dimulai pada
usia 6-12 tahun. Dimana anak usia sekolah memiliki peningkatan kekhawatiran
terhadap integritas tubuhnya. Karena tubuh merupakan hal yang penting dan
bernilai khusus, anak menjadi sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang
dianggap mengancam atau menjadi indikasi timbulnya cedera pada tubuhnya
(Wong, 2008).
Bedah telah menjadi salah satu bentuk keahlian sejak pertengahan abad
19. Pembedahan merupakan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau
tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana. Saat
menghadapi pembedahan, klien akan mengalami berbagai stresor. Pembedahan
yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan rasa takut dan cemas pada klien
yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat,
Kecemasan adalah keadaan yang tidak mengenakan dan tidak merasa
nyaman yang terjadi dikehidupan sehari-hari yang juga dapat terjadi pada
seseorang yang akan menjalani pembedahan. Banyak hal yang mendukung
pendapat bahwa perawatan dirumah sakit dan pembedahan akan menimbulkan
stress besar pada anak. Rasa cemas anak akan mempengaruhi respon anak
terhadap penaganan medis. Melamied dan siegal (1975) mencatat bahwa karena
stress yang dialaminya, sangat besar 10% sampai 35% anak memperlihatkan
masalah emosi atau perilaku yang akut atau jangka lama seperti mimpi buruk,
peningkatan ketergantungan, regresi dan hilangnya kemampuan buang air sendiri,
gangguan makan dan peningkatan rasa takut.
Rasa takut anak terkait dengan rumah sakit terutama disebabkan oleh
keberadaanya di lingkungan yang baru, terhentinya kegiatan rutin dan prosedur
yang menimbulkan nyeri, multilasi tubuh dan perasaan disia-siakan serta
pemisahan (Gruendemann, 2005). Hal ini berkaitan pada kecemasan yang dialami
anak usia sekolah yaitu selain berpisah dengan kelompok sosial dan keluarga,
anak usia sekolah juga merasakan cemas saat mengalami luka pada tubuh dan
adanya rasa nyeri (Supartini, 2004). Kecemasan anak usia sekolah lebih terpusat
pada hal yang nyata, yaitu cedera pada tubuhnya (Rudolph, 2006).
Takut cedera dan nyeri tubuh merupakan akibat dari rasa takut terhadap
penyakit, kecacatan, dan kematian (Muscari, 2005). Ketakutan tentang tubuh yang
disakiti dan nyeri merupakan penyebab utama yang menimbulkan kecemasan
pada anak (Potter, 2005). Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri
kemungkinan kematian (Wong, 2008). Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri
akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena
anak usia sekolah sudah mampu mengkomunikasikannya (Supartini, 2004).
Menurut Alifatin (2001) dalam Christine (2010), respon cemas yang
ditunjukkan anak saat perawat melakukan tindakan invasif sangat
bermacam-macam, ada yang bertindak agresif, bertindak dengan mengekspresikan secara
verbal, membentak, serta dapat bersikap dependen yaitu menutup diri dan tidak
kooperatif .
Intervensi yang dilakukan perawat melalui persiapan dan bantuan bagi
anak yang dijadwalkan menjalani pembedahan dapat mendeteksi adanya rasa
cemas serta mencegah masalah jangka pendek atau panjang yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan (Gruendemann, 2005).
Kehidupan anak juga sangat ditentukan keberadaan bentuk dukungan dari
keluarga (Hidayat, 2005). Dukungan keluarga adalah memberikan motivasi, rasa
nyaman, kasih sayang, dan perhatian (Novtaria, 2011). Anggota keluarga dapat
memberi dukungan melalui kehadiran mereka disana, tetapi mereka akan
menghadapi stresor yang sama seperti yang dihadapi klien (Potter, 2005).
Keluarga juga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan
anaknya, proses pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut
tidak bersifat langsung terhadap anak, secara psikologis anak akan merasakan
perubahan perilaku orang tua yang mendampinginya selama perawatan (Marks,
1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses
Wijayanti (2009) menjelaskan bahwa pada pasien pre operasi sangat
membutuhkan dukungan keluarga, pasien dapat mengekspresikan ketakutan dan
kecemasannya pada keluarga dengan mengurangi kecemasan dan ketakutan yang
berlebihan dan tidak beralasan, akan mempersiapkan pasien secara emosional.
Dan dari penelitian Novtaria (2011) yang berjudul hubungan dukungan keluarga
terhadap respon cemas pasien prabedah yaitu dengan adanya dukungan keluarga
dapat membuat respon cemas pasien berkurang.
Kesimpulan dari hasil penelitian Fincer dkk, (2012) yang berjudul The
effectiveness of a standardised preoperative preparation in reducing child and
parent anxiety: a single-blind randomised controlled trial. Diperkirakan bahwa
sekitar 50-70% anak dirawat di rumah sakit mengalami kecemasan dan tekanan
sebelum menjalani pembedahan. Anak-anak yang sangat cemas dan tertekan
sebelum menjalani pembedahan kemungkinan akan menunjukkan perilaku negatif
setelah menjalani pembedahan. Persiapan sebelum pembedahan lebih efisien
dilakukan dengan adanya dukungan orang tua kepada anak, oleh karena itu orang
tua harus terlibat aktif dalam persiapan sebelum pembedahan pada anak mereka.
Pada saat peneliti melakukan survey awal ke ruang IX di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Pirngadi Medan mendapati suatu keadaan ternyata pada pasien
anak yang akan menjalani pembedahan dapat menimbulkan respon cemas.
Dimana pasien anak harus menjalani berbagai prosedur persiapan pembedahan
yang salah satunya menjalani tindakan anestesi. Menurut Wong (2008) dimana
salah satu penelitian terhadap anak sekolah menemukan bahwa hal yang
pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan kematian. Sedangkan menurut
Gruendemann (2005) rasa cemas anak juga disebabkan oleh keberadaanya
dilingkungan yang baru, terhentinya kegiatan rutin, prosedur yang menimbulkan
nyeri, mutilasi tubuh, dan perasaan disia-siakan serta pemisahan. Jauh dari
keluarga juga dapat membuat cemas pada anak (Muscari, 2005).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Respon Cemas Anak Usia
Sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013”.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia
sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.3 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini hipotesa yang dibuat adalah hipotesa kerja (hipotesa
alternatif) yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan respon cemas
anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia
sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada anak usia sekolah di Ruang
IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
2. Mengidentifikasi respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani
pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
3. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas
anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX
RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi respon cemas
pada anak dengan memfasilitasi keluarga dalam memberikan dukungan bagi anak
1.5.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna bagi
para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan anak sehingga
masalah psikologis dapat teratasi yang dapat membantu proses penyembuhan.
1.5.3 Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan peneliti sehingga
menjadi masukan pentingnya dukungan keluarga dalam setiap intervensi
keperawatan yang dilakukan pada anak dan dapat mengurangi dampak trauma
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dukungan Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga
WHO (1969) mendefinisikan keluarga adalah anggota rumah tangga yang
saling behubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Mubarak,
2006). Menurut Dep. Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal
disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Setiawati, 2008).
Sedangkan Freidman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian
dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis
bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anak-anaknya,
Adapun tipe keluarga menurut Suprajitno (2004) dikelompokkan menjadi
dua yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah
ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi).
2.1.2 Dukungan keluarga
Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan Dukungan keluarga
adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota
keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan
keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan.
Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga
dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Menurut Smet (1994) dalam Christine (2010)
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya .
2.1.3 Komponen dukungan keluarga
Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Sarafino, (1994) dalam
Christine (2010), terdiri dari :
a. Dukungan pengharapan
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk
memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan
strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai
seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi
melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang
dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang
yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu
meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi
alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek
yang positif.
b. Dukungan nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
(instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda
atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di
dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau
meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan
pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit
ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan
masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan
mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai
sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
c. Dukungan informasi
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa
yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi
dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan
tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Individu yang
mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed
back (Sheiley, 1995). Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi.
d. Dukungan emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara
mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai.
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa
dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat,
empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan
tempat istirahat dan memberikan semangat.
2.1.4 Dukungan Keluarga Pada Anak Yang Akan Menjalani Pembedahan
Anak usia sekolah membutuhkan dan menginginkan bimbingan atau
dukungan dari orang tuanya, namun itu tidak akan diungkapkan karena keinginan
mandirinya. Saat dalam masa hospitalisasi reaksi negative yang muncul adalah
iritabilitas terhadap orang tua, menarik diri dari petugas dan tidak mau
berhubugan dengan teman sebaya. Reaksi positif akan muncul ketika anak merasa
mandiri (Wong, 2008).
Menurut Muscari (2005) anak usia sekolah mulai menginternalisasikan
pengendalian diri dan membutuhkan sedikit pengarahan dari luar. Mereka
melakukannya, walau membutuhkan orang tua atau orang dewasa lain yang
dipercaya untuk menjawab pertayaan dan memberikan bimbingan untuk membuat
keputusan. Perasaan hilang kendali dikaitkan dengan bergantung kepada orang
lain dan gangguan peran dalam keluarga. Takut cedera dan nyeri tubuh
merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit, kecacatan, dan kematian.
Rasa cemas anak dan ketakutan akan mempengaruhi respon anak terhadap
sebelum operasi lebih efisien dilakukan dengan adanya dukungan orang tua
kepada anak maka untuk itu orang tua harus terlibat aktif dalam persiapan pra
operasi anak mereka.
Menurut Anderson dan Masur (1989) dalam Wijayanti (2009) menjelaskan
bahwa pada pasien pra operasi sangat membutuhkan dukungan keluarga, pasien
dapat mengekspresikan ketakutan dan kecemasannya pada keluarga dengan
mengurangi kecemasan dan ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan, akan
mempersiapkan pasien secara emosional. Selain itu, mempersiapkan keluarga
terhadap kejadian yang akan dialami pasien dan diharapkan keluarga banyak
memberi dukungan pada pasien dalam menghadapi operasi. Dan dengan adanya
dukungan keluarga dapat membuat respon cemas pasien berkurang (Novtaria,
2011).
2.2 Konsep Anak Usia Sekolah
Masa usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan kematangan
seiring dengan peningkatan keterlibatan anak dalam aktivitas yang lebih komplek,
membuat keputusan, dan kegiatan yang memiliki tujuan (Muscari, 2005).
Sedangkan menurut Wong (2008) usia sekolah atau masa sekolah merupakan
rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun memiliki
berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari
periode tersebut.
Perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, psikoseksual, moral,
anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial belajar tentang nilai
moral dan budaya dari lingkungan keluarga, dan mulai mencoba mengambil
bagian dikelompok. Terjadi perkembangan konsep diri, keterampilan membaca,
menulis, berhitung, serta belajar bersosialisasi dengan baik disekolah (Hidayat,
2009).
Menurut Hockenbery & Wilson (2007) dalam Purwandari (2009)
karakteristik perkembangan pada anak usia sekolah di tandai dengan:
perkembangan biologis, psikososial, tempramen, kognitif, moral, spiritual, bahasa,
sosial, konsep diri dan seksualitas.
a. Perkembangan biologis ditandai dengan perkembangan pertumbuhan
dan berat, perubahan proporsi tubuh, dan kematangan system tubuh.
perkembangan system tubuh pada anak usia sekolh ditandai dengan:
maturnya system gastro intestinal, jaringan tubuh dan organ, imun, dan
tulang.
b. Perkembangan psikososial anak usia sekolah ditandai dengan
pengembangan fase industri. Pada tahap industri anak
mengembangkan kemampuan personal dan kemampuan sosial.
c. Perkembangan tempramen anak di kembangkan melalui interaksi
dengan lingkungan, pengalaman, motivasi dan kemampuan. Tiga
temperamen anak adalah: anak yang mudah, anak yang lambat, dan
anak yang sulit.
d. Perkembangan kognitif usia 7-11 tahun piaget berada pada tahap
memahami hubungan diantara sesuatu dan ide yang ada didalamnya.
Perkembangan kognitif anak usia sekolah memasuki tahap opersional
konkret, dimana anak mulai memiliki kemampuan untuk
menghubungkan serangkaian kejadian yang dapat diungkapkan secara
verbal ataupun simbolik.
e. Perkembangan moral anak usia sekolah ditandai dengan mempelajari
standar perilaku dan merasa bersalah apabila melanggar standar
perilaku.
f. Perkembangan spiritual anak usia sekolah ditandai dengan
menggunakan kata sifat seperti mencintai dan menolong untuk
menggambarkan sifat dari Tuhan.
g. Perkembangan bahasa anak usia sekolah ditandai dengan anak mulai
meningkatkan kemampuan menggunakan bahasa dan kemampuan
berkembang seiring dengan pendidikan di sekolah. Anak usia sekolah
8 sampai 12 tahun sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang
dewasa. Pembedaharaan kata sudah lebih banyak dikuasai dan anak
sudah mampu berfikir secara konkret (Supartini, 2004).
h. Kemampuan sosialisasi anak usia sekolah ditandai dengan
keingintahuan tentang dunia luar keluarga dan pengaruh kelompok
sangat kuat pada anak.
i. Perkembangan konsep diri pada anak usia sekolah ditandai anak mulai
mengetahui tentang tubuh manusia dan anak mampu menggambarkan
keingintahuan tentang hubungan seksual. Fakta menunjukkan anak
memiliki pengalaman berhubungan seksual sebelum mencapai usia
remaja sebagai respon normal terhadap keingintahuan tentang seksual.
2.3 Konsep Cemas 2.3.1 Pengertian cemas
Cemas dalam istilah medisnya sering disebut ansietas. Ansietas sangat
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas dapat diartikan
sebagai salah satu respon perasaan yang tidak berdaya dan tidak terkendali
(Muwarni, 2008).
Kecemasan adalah repon emosional terhadap penilaian. Cemas yaitu
perasaan tidak menyenangkan disebabkan oleh sumber yang tidak jelas atau tidak
spesifik (Tarwoto, 2010). Dan menurut Rasmun (2004) cemas adalah perasaan
yang tidak menyenangkan tidak menentu dari individu.
Sedangkan menurut Suliswati (2005) dan Trismiati (2004) dalam
Marlindawani, dkk (2012) menyatakan ansietas merupakan respon individu
terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangan yang dialami oleh setiap
makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Ansietas merupakan pengalaman
subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta
merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Ansietas adalah
perasaan was-was, kuatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang
dirasakan sebagai ancaman. Ansietas merupakan suatu perasaan yang tidak
jantung dan pernapasan. Ansietas melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak
menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain ansietas adalah reaksi atas
situasi yang dianggap berbahaya.
Cemas adalah suatu respon emosional dari rasa takut, tertekan, dan
khawatir yang secara subjektif dialami oleh seseorang dengan objek tidak spesifik
atau tidak jelas, terutama oleh adanya pengalaman baru termasuk pada pasien
yang akan mengalami tindakan invasif seperti pembedahan atau operasi yang
berpengaruh terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau bahkan
kehidupannya sendiri (Atree & Merchant, 1996 dalam Christine, 2010).
2.3.2 Tingkat kecemasan
Peplau (1963, dikutip dari Laraia & Stuart, 1998 dalam Marlindawani, dkk
2012) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan menggambarkan efek pada
tiap individu sebagai berikut:
Kecemasan ringan: cemas yang normal yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
Kecemasan sedang: cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
Kecemasan berat: cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu cendrung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan
tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area lain.
Kecemasan sanagat berat atau Panik: tingkat panik dari suatu cemas berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan terror. Karena mengalami
kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas
motorik, menurunya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat cemas ini
tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu
yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Rentang Respon Kecemasan
Skema 2.1 Rentang Respon Kecemasan
Ringan Sedang Berat Panik
2.4 Respon cemas anak terhadap rumah sakit dan pembedahan
Berbagai perasaan sering muncul pada anak ketika di rawat di rumah sakit
yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul
karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya,
perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan (Supartini, 2004) dan karena lingkungan rumah sakit dirasakan asing
dan karena pembedahan yang akan dijalani, kebayakan anak merasakan tingkat
kecemasan tertentu selama periode pre operasi (Speer, 2007).
Rasa cemas anak terkait rumah sakit dan pembedahan akan menimbulkan
kecemasan yang memperlihatkan masalah emosi atau perilaku yang akut atau
jangka lama seperti mimpi buruk, peningkatan ketergantungan, regresi, hilangnya
kemampuan buang air sendiri, gangguan makan dan peningkatan rasa takut
(Gruendemann, 2005).
Kehilangan kendali dapat terlihat jelas dalam perilaku anak dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan
aktivitas sehari-hari dan berkomunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit
anak akan kehilangan pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya,
hal ini akan menimbulkan regresi sehingga anak bereaksi terhadap ketergantungan
dan negativisme. Anak akan menjadi cepat marah dan agresif jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu yang lama maka anak akan kehilangan
otonominya pada akhirnya menarik diri dari hubungan interpersonal. Anak juga
mengigit bibir, menendang, memukul, atau berlari keluar jika terdapat luka pada
tubuh dan rasa nyeri. (Nursalam, 2005).
Adapun perbedaan respon cemas toddler, pra sekolah dan anak usia
sekolah yaitu:
2.4.1 Masa toddler
Pada masa toddler konsep tentang citra tubuh, terutama definisi batasan
tubuh, perkembangannya masih sangat buruk. Pengalaman intrusif, seperti
pemeriksaan telinga atau mulut atau pemeriksaan suhu rektal merupakan prosedur
yang sangat mencemaskan (Wong, 2008). Menurut Debord (2006) dalam
Margeretha, (2007) toddler dapat mengalami regresi ke perilaku bayi, marah dan
tidak mengerti perasaan mereka, takut sendiri atau tanpa orang tua, menarik diri,
menjadi sensitif.
2.4.2 Masa pra sekolah
Pada masa pra sekolah ketakutan akan terhadap perlukaan muncul karena
anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya.
Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama
dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (Supartini, 2004).
2.4.3 Anak Usia Sekolah
Kekhawatiran utama anak usia sekolah pada saat di rawat dirumah sakit
adalah ketakutan mereka akan perkataan bahwa ada sesuatu yang “salah” dengan
mereka. Mereka biasanya sangat berminat secara aktif terhadap kesehatan atau
tidak pasti, atau kemungkinan kematian. (Wong, 2008). Menurut Debord (2006)
dalam Margeretha, (2007) Pada anak usia sekolah dapat merengek ketika sesuatu
terjadi pada mereka, dapat menjadi lebih agresif, bertanya pada orang dewasa,
mencoba perilaku yang baru, adanya masalah sekolah, ketakutan dan mimpi
buruk dan kehilangan konsentrasi. Respon terhadap cemas ataupun stress dapat
meliputi: menarik diri, merasa tidak dicintai, kurang memperhatikan sekolah dan
teman, dan juga kesulitan menyatakan perasaanya. Di bawah pengaruh cemas
ataupun stress, mereka dapat khawatir akan masa yang akan datang, sakit kepala
dan masalah pada perut, kesulitan tidur, kehilangan nafsu makan, dan sering
berkemih.
Usia sekolah mulai memiliki pengetahuan tentang tubuhnya,
perkembangan sosial dipusatkan pada tubuh dan kemampuanya. Mekanisme
koping pada anak meliputi pemecahan masalah dengan komunikasi, bersikap
tenang, menolak, atau regresi. Mekanisme pertahanan utama anak usia sekolah
adalah reaksi formasi, yaitu suatu mekanisme pertahanan yang tidak di sadari,
anak menganggap suatu tindakan adalah berlawanan dengan dorongan hati yang
mereka sembunyikan. Anak usia sekolah dapat bereaksi terhadap perpisahan
dengan menunjukkan kesendirian, kebosanan, isolasi, dan depresi. Anak mungkin
juga menunjukkan agresi, iritabilitas, serta ketidakmampuan berhubungan dengan
saudara kandung dan teman sebayanya. Perasaan kehilangan kendali dikaitkan
dengan bergantung kepada orang lain dan gangguan peran dalam keluarga. Takut
cedera dan nyeri tubuh merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit,
Menurut Stuart (2002) dalam Apriliawati (2011) menjelaskan kecemasan
dapat diekpresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan psikologis
seperti perilaku yang secara tidak langsung mempengaruhi timbulnya gejala atau
mekanisme koping sebagai upaya melawan kecemasan.
a. Respon Fisiologi
Respon system syaraf otonom terhadap rasa takut dan kecemasan
menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh termasuk dalam
pertahanan diri. Serabut syaraf simpatis mengatifkan tanda-tanda vital
pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh.
Pada anak usia sekolah, nilai normal dennyut nadi adalah 75-110 kali
permenit, tekanan darah berkisar 94-112/56-60 mmHg dan nilai suhu
tubuh 370
Anak yang mengalami gangguan kecemasan akibat perpisahan akan
menunjukkan sakit perut, sakit kepala, mual muntah, demam ringan,
gelisah, kelelahan, sulit berkonsentrasi, mudah marah, beberapa anak
juga menyatakan mengalami gejala vertigo dan palpitasi dan
manifestasi klinis pada anak kecemasan juga dapat berupa kesulitan
tidur, tantrum di pagi hari (Pott & Modleco, 2007 dalam Apriliawati,
2011).
C (Muscari (2005).
System kardiovaskuler akan memunculkan tanda palpitasi, jantung
berdebar, tekanan darah meningkat. Respon kardiovaskuler ini
memberikan data yang sangat bermanfaat terkait pengaruh stressor
penelitian lain menunjukkan bahwa, anak usia sekolah yang menjalani
prosedur pembedahan menunjukkan peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi (Tsai, 2007 dalam Apriliawati 2011).
b. Respon psikologis
Respon perilaku akibat kecemasan adalah tampak gelisah, terdapat
ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang
koordinasi, menarik diri dar hubungan interpersonal, melarikan diri
dari masalah, menghindar, dan sangat waspada. Respon kognitif akibat
kecemasan adalah konsentrasi memburuk, perhatian terganggu, pelupa,
salah dalam memberikan penilaian, lapang persepsi menurun,
kreativitas menurun, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas
dan takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut pada
cedera atau kematian dan mimpi buruk. Respon afektif akibat
kecemaan adalah tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan,
waspada, khawatir, rasa bersalah atau malu (Stuart, 2002 dalam
Apriliawati, 2011).
2.5 Faktor yang mempengaruhi respon cemas anak
Rasa cemas dan takut anak terkait dengan rumah sakit dan pembedahan
terutama adalah pemisahan dari orang tua. Secara tradisional, orang tua dan anak
dipisahkan selama fase perawatan pra operasi (Gruendemann, 2005). Rasa cemas
anak juga disebabkan oleh keberadaanya dilingkungan yang baru, terhentinya
sia-siakan serta pemisahan. Dan juga ketakutan tentang tubuh yang disakiti dan
nyeri merupakan penyebab utama yang menimbulkan kecemasan pada anak
(Potter, 2005).
Anak usia sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap pemulihan
yang tidak pasti, atau kemungkinan kematian, kemungkinan efek menguntungkan
dan merugikan suatu prosedur, contohnya anak usia sekolah merasa takut
terhadap prosedur anastesi yang sebenarnya, injeksi dan masker wajah (Wong,
2008).
2.6 Konsep persiapan sebelum menjalani pembedahan 2.6.1 Pengertian
Pembedahan atau operasi ialah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasive dengan membuka atau menempilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani di tampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka
(Sjamsuhidayat, 2004).
Sedangkan pre operasi merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan yang dimulai sejak ditentukanya persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien berada dimeja bedah (Hidayat, 2006). Pre operasi dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke
2.6.2 Gambaran pasien yang akan menjalani pembedahan
Saat menghadapi pembedahan klien, akan mengalami berbagai stessor.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan rasa takut dan
ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri,
kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain, dan mungkin kematian
(Potter, 2005).
2.6.3 Persiapan pasien anak yang akan menjalani pembedahan
Anak- anak yang menjalani prosedur bedah memerlukan persiapan fisik
dan psikologik. Secara umum, persiapan psikologik sama dengan yang
didiskusikan untuk prosedur apa pun dan dapat menggunakan banyak tehnik
seperti yang digunakan dalam mempersiapkan anak untuk hospitalisasi, seperti
film, buku, dan permainan. Adapun poin-poin prosedur yang ditekankan pada saat
sebelum operasi yaitu penerimaan, uji darah, injeksi obat pra operatif (jika di
resepkan) (Wong, 2008).
Menurut Iswara (2006) dalam Margaretha (2007) menyatakan bahwa
penting untuk mempersiapkan anak menjalani operasi. Ada beberapa langkah
yang perlu dilakukan yaitu: anak harus mengenali dokter bedahnya, waktu operasi
harus pagi hari, premedikasi dilakukan diruang rawat inap, hal ini mengurangi
rasa takut yang dirasakan oleh anak.
Intervensi yang dilakukan perawat melalui persiapan dan bantuan bagi
anak yang dijadwalkan menjalani pembedahan dapat mendeteksi adanya rasa
dengan pengalaman pembedahan (Gruendemann, 2005). Persiapan yang adekuat
untuk anak dan orang tuanya memungkinkan anak beradaptasi secara lebih baik
terhadap pengalaman pembedahan dan pemulihan.
2.6.4 Klasifikasi Pembedahan
Berdasarkan tingkat resikonya suatu prosedur/pembedahan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu minor dan mayor. Bedah minor adalah
pembedahan yang sederhana dan resikonya sedikit. Kebayakan bedah minor
dilaksanakan dalam anastesia lokal, meskipun ada juga dilaksanakan dalam
anastesia umum. Meskipun bedah minor adalah pembedahan yang sederhana
perlu diingat bahwa ada pasien yang tidak memandangnya sebagai pembedahan
yang tidak sederhana sehingga mereka bisa merasakan cemas dan takut. Bedah
mayor adalah pembedahan yang mengandung resiko yang cukup tinggi untuk
pasien dan biasanya pembedahan ini luas. Biasanya pembedahan mayor dilakukan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan
menjalani pembedahan.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan
variabel dependen adalah respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani
pembedahan.
Variabel Independen Variable Dependen
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berpengaruh
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX
RSUD dr. Pirngadi Medan.
Dukungan keluarga: - Dukungan pengharapan - Dukungan nyata
- Dukungan informasi - Dukungan emosional
Respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan:
- Cemas Ringan - Cemas Sedang - Cemas Berat - Panik
3.2 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif yang bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak
usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi
Medan.
4.2 Populasi dan Sampel 4.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia sekolah yang akan
dilakukan pembedahan dan yang menjalani persiapan sebelum pembedahan di
RSUD dr. Pirngadi Medan. Data jumlah anak usia sekolah (6-12 tahun) dari
rekam medik yang dilakukan pembedahan Tahun 2012 berjumlah 204 orang anak.
4.1.2 Sampel
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Accidental sampling yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo, 2010). Jika populasi kurang dari
100, sebaiknya semua diambil menjadi sampel jika lebih bisa diambil 15% dari
jumlah populasi (Arikunto, 2006). Maka sampel dari penelitian ini berjumlah 30
Kriteria Inklusi sampel adalah:
a. Anggota keluarga pasien yang menemani pasien saat menjalani
pembedahan.
b. Pasien anak yang dijadwalkan satu hari sebelum dilakukan
pembedahan dan berumur antara 8 sampai 12 tahun.
c. Pasien anak yang baru pertama sekali akan dilakukan pembedahan
baik pembedahan minor maupun mayor.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Waktu
pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September hingga bulan November
Tahun 2013.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitan ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara yang kemudian dikirim ke pimpinan RSUD dr. Pirngadi Medan. Dalam
penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik,
yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan
penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Menurut Hidayat (2008), ada
pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: 1. Self
determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan
peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden
bersedia menjadi peserta penelitian, maka responden diminta menandatangani
lembar persetujuan, 3. Anonymity, penelitian tidak mencantumkan nama
responden pada lembar persetujuan data, tetapi memberikan kode pada
masing-masing lembar persetujuan, 4. Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan
informasi responden dan kelompok tertentu yang dilaporkan sebagai hasil
penelitian. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
dengan skala likert. Proses penyusunan kuesioner mengacu kepada
penelitian-penelitian sebelumnya (Christine, 2010) dan disesuaikan serta dikembangkan oleh
peneliti dengan melihat kerangka konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen
penelitian berupa kuesioner terdiri dari tiga bagian yang berisi data demografi,
dukungan keluarga dan kuesioner untuk menilai respon cemas anak yang akan
menjalani pembedahan.
4.5.1 Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi
responden. Kuesioner demografi untuk keluarga terdiri dari hubungan dengan
pasien, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan. Kuesioner
4.5.2 Kuesioner Dukungan Keluarga
Penilaian kuesioner dukungan keluarga menggunakan skala likert.
Kuesioner dukungan keluarga ini terdiri dari 26 butir pernyataan, yang terbagi
dalam 6 pernyataan yaitu dukungan pengharapan (nomor 1-6), 7 pernyataan untuk
dukungan nyata (nomor 7-13), 7 pernyataan untuk dukungan informasi (nomor
14-20) dan 6 pernyataan untuk dukungan emosional (nomor 21-26). Kuesioner ini
disajikan dalam bentuk pernyataan positif (no 1-5, 9-16, 18-20, 22-25) dan
pernyataan negatif (no 6, 7, 8, 17, 21,dan 26) dengan tiga pilihan jawaban yang
terdiri dari Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), dan Selalu (SL). Bobot nilai
yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 3, dimana jawaban Selalu
(SL) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah
(TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari
1 sampai 3, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 3, Kadang-kadang
(KD) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor adalah 26-79,
semakin tinggi jumlah skor maka dukungan keluarga semakin tinggi.
Berdasarkan rumus statistik i =
Rentang
Hidayat (2008) Banyak kelas
Dimana i merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi
dikurang nilai terendah) sebesar 52 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas
untuk dukungan sosial keluarga (kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh
panjang kelas sebesar 17. Dengan i= 17 dan nilai terendah 26 sebagai batas bawah
kelas interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan atas kelas interval
26-43: dukungan kurang
44-61: dukungan cukup
62-79: dukungan baik
2.5.3 Kuesioner Respon cemas anak usia sekolah
Kuesioner respon cemas bertujuan untuk mengidentifikasi respon cemas
anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan. Pernyataan dalam kuesioner
ini juga terbagi atas pernyataan positif (no 1-9, 11, 12, 13, dan 15-22) dan
pernyataan negatif (no 10 dan 14). Penilaian menggunakan skala Likert yang
terdiri dari 22 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan untuk setiap
peryataan positif 1 sampai 3, dimana jawaban Sering (SR) mendapat nilai 3,
Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1.
Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 3, dimana
jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat
nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 3
untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh
responden adalah 22 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 66. Semakin
tinggi total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami anak.
Menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2008), yang sama seperti
pada kuesioner dukungan keluarga, dengan rentang sebesar 44 dan banyak kelas
dibagi atas 4 kategori kelas untuk respon cemas (ringan, sedang, berat, dan panik)
didapatlah panjang kelas sebesar 11. Dengan i = 11 dan nilai terendah 22 sebagai
bawah kelas interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas
22-33: respon cemas ringan
34-45: respon cemas sedang
46-57: respon cemas berat
58-69: respon cemas Panik
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1 Uji Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalitan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006).
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam
mengukur suatu data. Tinggi rendahnya suatu instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel
yang dimaksud. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan Content Validity
yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi dan menjelaskan isi sehingga diperoleh
nilai indeks (CVI). Dikatakan valid jika nilai CVI > 0,7 (Pollit & Hungler, 1999).
Adapun Uji validitas isi untuk kuesioner data demografi dan dukungan keluarga
dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan konsep kepada seorang yang
ahli dibidangnya yaitu kepada staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara khususnya yang berpendidikan strata II ibu Siti Zahara Nasution,
S.Kp, MNS dengan hasil Conten Validity Index (CVI) yang diperoleh yaitu 0,9
dan uji validitas isi untuk kuesioner respon cemas anak usia sekolah yang akan
S.Kep,Ns, M. Kep dengan hasil Conten Validity Index (CVI) yang diperoleh yaitu
0,89. Dari hasil CVI yang diperoleh menunjukkan kuesioner data demografi,
dukungan kelurga dan respon cemas anak yang menjalani pembedahan dapat
dikatakan valid.
4.6.7 Uji Reliabilitas
Uji realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat
tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat
ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan
reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali
pengetesan. Uji reabilitas dilakukan dengan rumus alpha cronbach (α), sehingga
alat ukur yang digunakan dapat dipercaya (Arikunto, 2006). Dimana menurut
Djemari (2004) dalam Suyanto (2011) jika alpha > 0,70 maka butir-butir
pernyataan dikatakan reliabel. Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan
teknik komputerisasi. Uji reliabilitas dilakukan kepada 10 orang tua yang
memiliki anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD
dr. Pirngadi Medan pada bulan Agustus Tahun 2013. Data yang didapat dianalisa
dengan komputerisasi yaitu koefisien reliabilitas kuesioner dukungan keluarga
sebesar 0,773 dan koefisien reliabilitas kuesioner respon cemas anak usia sekolah
yang akan menjalani pembedahan sebesar 0,854, karena nilai uji reliabilitas lebih
4.7 Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi
kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat rekomendasi izin
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu RSUD dr.
Pirngadi Medan.
Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada kepala ruangan IX. Setelah
mendapatkan izin dari kepala ruangan IX peneliti juga meminta bantuan kepada
salah satu staf perawat serta adik mahasiswa yang sedang berdinas diruangan IX
untuk dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan sampel, dimana
sebelumnya peneliti menjelaskan terlebih dahulu kriteria yang akan menjadi
sampel peneliti kepada staf perawat dan adik mahasiswa yang berdinas di ruangan
IX RSUD dr.Pirngadi Medan.
Penelitian dilakukan setelah menjumpain responden yang sesuai dengan
kriteria inklusi yang sudah ditentukan oleh peneliti. Setelah mendapatkan
responden peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat
dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia
berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent atau responden
dapat menyatakan persetujuan secara verbal. Sebelum membagikan kuesioner,
peneliti terlebih dahulu menyeleksi responden yang sesuai dengan kriteria
penelitian. Responden yang sesuai dengan kriteria penelitian dan yang bersedia
diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada
responden dalam mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kejelasan dan
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selama
penelitian, peneliti hanya mendapatkan 18 sampel dan 12 sampel didapat dari
bantuan kakak staf perawat dan adik mahasiwa yang berdinas di ruang IX.
Sehingga sampel penelitian dapat terpenuhi sebanyak 30 sampel. Selanjutnya
data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan bantuan komputerisasi.
4.8 Analisa Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisa data melalui empat tahap
yaitu:
1. Editing memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan
bahwa semua jawaban terisi.
2. Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Pertama, peneliti
membuat kode pada kuesioner sebagai pengganti identitas responden.
Selanjutnya peneliti memberikan kode pada masing-masing variabel
dalam kuesioner.
3. Processing : Peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah
diisi oleh responden ke komputer. Data berupa jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf)
dimasukkan ke dalam program atau perangkat lunak komputer.
4. Cleaning: Hal yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali
kembali kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan
sebelumnya tidak ada missing (data yang hilang).
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer berbasis statistik. Adapun Metode statistik untuk analisa data
yang digunakan dalam penelitian iniialah: a. Analisa univariat
Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variable penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini analisa
data dengan metode statistik univarat yaitu menggunakan tabel
distribusi frekuensi untuk menganalisa data demografi dan variabel
independen (dukungan keluarga) serta variabel dependen (respon
cemas anak yang akan menjalani pembedahan). Untuk menganalisa
variabel dukungan keluarga dan variabel respon cemas ditampilkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
b. Analisa bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen (dukungan
keluarga) dan variabel dependen (respon cemas anak usia sekolah yang
akan menjalani pembedahan) digunakan formulasi korelasi Spearman
Rank (Rho). Uji korelasi Spearman Rank (Rho) digunakan pada
penelitian ini karena variabel dukungan keluarga dan respon cemas
anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan merupakan
Untuk mengetahui apakah hubungan itu lemah, sedang atau
kuat dipakai standar korelasi menurut Burns dan Grove (2001) dalam
Christine (2010). dapat dilihat pada tabel 4.1berikut.
Tabel 4.1 Kriteria Penafsiran Korelasi
Nilai r Penafsiran
Diatas -0.5 Korelasi negatif tinggi
Hubungan negatif dengan interprestasi kuat - 0.3 sampai – 0.5 Korelasi negatif sedang
Hubungan negatif dengan interpretasi memadai - 0.1 sampai – 0.3 Korelasi negatif rendah
Hubungan negatif dengan interpretasi lemah
0 Tidak ada / hubungan
0.1 sampai 0.3 Korelasi positif rendah
Hubungan positif dengan interpretasi lemah 0.3 sampai 0.5 Korelasi positif sedang
Hubungan positif dengan interpretasi memadai Diatas 0.5 Korelasi positif tinggi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dan pembahasan
mengenai hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah
yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan.
5.1 Hasil
Penelitian ini telah dilakukan mulai dari bulan September hingga bulan
November 2013 di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan. Responden pada
penelitian ini adalah pasien anak dan keluarga yang menemani pasien sebelum
menjalani pembedahan. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi,
dukungan keluarga, dan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani
pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan.
5.1.1 Data Demografi
Deskripsi karakteristik demografi keluarga dan pasien anak usia sekolah
yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan didapat
dari 30 responden. Mayoritas responden yang memiliki hubungan sebagai ibu
sebanyak 20 orang (66,7%), berada pada usia 38–41 tahun sebanyak 13 orang
(43,3%), berpendidikan SMU sebanyak 16 orang (53,3%), memiliki pekerjaan
sebagai wiraswasta sebanyak 18 orang (60,0%), dan yang berpenghasilan dibawah
Rp 1.650.000 sebanyak 20 keluarga (66,7%). Selanjutnya mayoritas responden
tahun sebanyak 10 orang anak (33,3%). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat
pada tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi data demografi keluarga dan anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan (n=30)
Data demografi Frekuensi Persentase (%)
5.1.2 Dukungan Keluarga
Data tentang tingkat dukungan keluarga pada pasien anak yang akan
menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan, bahwa mayoritas
keluarga yang memberi dukungan yang baik sebanyak 14 orang (46,7%).
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat dukungan keluarga pada anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
Baik 14 46,7
Cukup 11 35,7
Kurang 5 16,7
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Kuesioner dukungan keluarga pada anak usia keluarga pada anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan
2 Keluarga membujuk anak agar mau menerima tindakan pemeriksaan pada persiapan operasi
4 13 13
(13,3) (43,3) (43,3)
3 Keluarga menanggapi keluhan anak saat melaksanakan persiapan operasi
8 11 11
(26,7) (36,7) (36,7)
4 Keluarga memperhatikan reaksi anak saat menghadapi persiapan operasi
7 4 19
(23,3) (13,3) (63,3)
5 Keluarga mendengarkan keluhan anak dan memberikan tanggapan yang positif terhadap keluhanya
7 6 17
(23,3) (20,0) (56,7)
6 Keluarga membiarkan anak menangis ketika pemeriksaan kesehatan dilakukan
12 11 7
(40,0) (36,7) (23,3)
7 Keluarga menolak memberikan bantuan kepada anak selama tindakan pemeriksaan terkait persiapan operasi yang dilakukan
13 14 3