• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Lampiran 4. Data Diameter Koloni JAP

Lampiran 5. Data daya hambat berdasarkan rumus perhitungan diameter koloni JAP (%)

ØK1 - ØP1

Daya Hambat = x 100%, ØK1

ØK1 = Diameter koloni kontrol (cm); ØP1 = Diameter koloni perlakuan (cm)

(5)
(6)

Lampiran 7. Data Intensitas Serangan JAP 1 BST

Lampiran 8. Analisis sidik ragam intensitas serangan JAP (%) 1 bst

Perlakuan Blok Total Rataan

(7)

Uji jarak Duncan

Rataan pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun dan skala terhadap intensitas serangan JAP

Uji jarak Duncan pengaruh rataan jumlah tanaman

SD SSR LSR Rataan Perlakuan Notasi

3.90 3.033 11.82 20.8 T1 a

3.90 3.178 12.39 29.2 T3 b

3.90 3.268 12.74 33.3 T2 b

3.90 3.328 12.97 47.9 T0 c

Uji jarak Duncan pengaruh rataan skala

SD SSR LSR Rataan Perlakuan Notasi

3.90 3.033 11.82 27.1 S1 a

(8)

Lampiran 9. Data intensitas serangan JAP 2 bst

Lampiran 10. Analisis sidik ragam intensitas serangan JAP (%) 2 bst

Perlakuan Blok Total Rataan

(9)

Uji jarak Duncan

Rataan pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun dan skala terhadap intensitas serangan JAP

Uji jarak Duncan rataan pengaruh jumlah tanaman

SD SSR LSR Rataan Perlakaun Notasi

3.90 3.03 11.82 12.50 T1 a

3.90 3.18 12.39 16.67 T3 a

3.90 3.27 12.74 20.83 T2 a

3.90 3.33 12.97 50.00 T0 c

Uji jarak Duncan rataan pengaruh skala

SD SSR LSR Rataan Perlakaun Notasi

3.90 3.03 11.82 25.00 S1 a

(10)

Lampiran 11. Data Intensitas Serangan JAP 3 bst

Lampiran 12. Analisis sidik ragam intensitas serangan JAP (%) 3 bst

Perlakuan Blok Total Rataan

(11)

Uji jarak Duncan

Rataan pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun dan skala terhadap intensitas serangan JAP

Uji jarak Duncan rataan pengaruh jumlah tanaman

SD SSR LSR Rataan Perlakuan Notasi

2.28 3.033 6.92 6.25 T1 a

2.28 3.178 7.25 8.33 T3 a

2.28 3.268 7.46 10.42 T2 b

2.28 3.328 7.60 64.58 T0 c

Uji Jarak Duncan rataan pengaruh skala

SD SSR LSR Rataan Perlakaun Notasi

2.28 3.033 6.92 15.63 S1 a

(12)
(13)

Lampiran 14. Foto hasil penelitian di laboratorium

Foto Ekstrak Daun Kering 2- 6 HSI

Lampiran 15. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak daun kering

(14)

Lampiran 17. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak akar kering metanol

(15)

Lampiran 19. Foto penelitian di lapangan

Lampiran 20. Model aplikasi perlakuan jumlah tanaman bangun-bangun

Lampiran 21. Tanpa perlakuan tanaman bangun-bangun

(16)

Lampiran 23. Perlakuan dengan empat tanaman bangun-bangun

(17)

Lampiran 25. Foto lahan penelitian

(18)

Lampiran 27. Foto gejala serangan JAP

Skala 1 Skala 2

(19)

Lampiran 28. Hasil Penelitian di Lapangan

(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, SA. 2013. Prosedur Operasional Baku Budidaya BangunBangun

(Plectranthus amboinicus). Southeast Asian Food And Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center Research and Community Service Institution. Bogor Agricultural University (Diakses 28 Juni 2015)

Bakri, AG. & Afifi, AU. 2006. Evaluation of Antimicrobial Activity of Selected Plant Extracts by Rapid XTT Colorimetry and Bacterial Anumeration. Journal of Microbiological Method 68: 19-25.

Bylka, M. and Pilewski, 2004, Review Article: Natural Flavonoid as Antimicrobial Agent, JANA, 7(2).

Boerhendhy, I dan Amypalupy, K. 2011. Optimalisasi Produktivitas Karet

Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi, dan Peremajaan Tanaman. J. Litbang Pertanian, 30(1)

Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, 12(4):564-582

Dewi, RC. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Buah Pare Belut

(Trichosanthes Anguina L.) Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Buah Pare Belut (Trichosanthes Anguina L.) Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Fahrozi, Z. 2010. Pengaruh Jumlah Bahan Pretanning dan Minyak Biji Karet terhadap Mutu Kulit Samoa. IPB, Bogor. Skripsi.

Fernando, D. Nakkeeran, and Z. Yilan. 2005. Biosynthesis of Antibiotics by PGPR and Its Relation in Biocontrol of Plant Diseases dalam: Z.A. Siddiqui (ed.), PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Springer. 67-109. Gopalakrishnan, G, Banumathi, B, & Suresh, G, 1997, Evaluation of the

Antifungal Activity of Natural Xanthones from Garcinia mangostana and Their Synthetic Derivatives”, Madras, India, Journal Natural Product, 60, 519-524.

Harliana, Dilla., 2006, Aktivitas Antijamur Ekstrak Rimpang Temu Glenyeh, Skripsi, Fakultas MIPA UNS, Surakarta,

Hazimah, Teruna, HY dan Jose,C,2013. Aktivitas Antioksidan dan Antimikrobial dari Ekstrak Plectranthus amboinicus. J. Penelitian Farmasi Indonesia 1(2):39-42

(22)

Husniyati, T. 2012. Analisis Variasi Genetik Populasi Tanaman Karet Sumber Eksplan untuk Perbanyakan Invitro berdasarkan RAPD. IPB, Bogor.

Hutagaol, AJ dan Melin,2004.Pengendalian Jamur Akar Putih (JAP) pada Tanaman Karet Rakyat Menggunakan Trichoderma koningii oud.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Hutajulu, TRI, Susanti, Rienoviar, D Abdurahman & M Suryeti, 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dan alkaloid dari herba Bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) dan katuk (Sauropus androgynus Merr).

Jayasuriya, K E, Deacon, J E, and Fernando, T H P S, 1996. Weakening Effect of 2- furaldehyde on Rigidoporus lignosus. J. of Rubber

Research Institute of Sri-Lanka. 77:54 –65.

Khare, RS, Banerjee, S, & Kundu, K, 2011. Coleus aromaticus Benth– A Nutritive Medicinal Plant Of Potential Therapeutic Value. International Journal of Pharma and Bio Science. 2(3)

Knobloch, KA, B, Paul, H, Ilber, Weigand, & W.Weil.1989. Antibacterial and Antifungal Properties of Essential Oil Components. J.Ess-Oil.1:119-128. Kristanti, AN, Aminah, NS, Tanjung, M & Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar

Fitokimia,Airlangga University Press, Surabaya.

Lorito, MG, Harman, E, Hayes, CK, Broadway, RM, Tronsomo, SL, Woo, & Di Pietro, A, 1992.Chitinolytic Enzyme Produced by Trichoderma harzianum : Antifungal Activity or Purified Endochitinase and Chitibiosidase. Phytopathol 83:302-307

Malathi, R, Cholarajan, A, Karpagam, K, Jaya, KR and Muthukumaran, P. 2011. Antimicrobial Studies on Selected Medicinal Plants (Coleus amboinicus, Phyla nodiflora and Vitex negundo) Asian J. Pharm. Tech. 2011; Vol. 1: Issue 2, Pg 53-55

Manjamalai, A, Narala, Y, Haridas, A & Grace, BMV, 2011. Antifungal, Antiinflammatory and GC-MS of Methanolic Extract of Plectranthus amboinicus Leaf. Int J Curr PharmRes, 3(2): 129-136.

Manurung, L, Lubis, L, Marheni, dan Dalimunthe, CI, 2014. Pengujian

Berbagai Jenis Bahan Aktif terhadap Penyakit Jamur AkarPutih (JAP) (Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.)) di Areal Tanpa Olah Tanah (TOT). J. Online Agroekoteknologi 3 (1) : 168 – 178.

(23)

Nugroho, PS, 2010, Karakterisasi Biologi Isolat-Isolat Rigidoporus microporus pada TanamanKaret (Hevea brasiliensis) Asal Cilacap. Fakultas PertanianUniversitas Sebelas Maret. Skripsi.

Omurusi, VI. Eguaoen, OI, Ogbebor, NO, Bosah, BO, Orumwense, K, Ijie, K, 2014.Control of White Root Rot Disease in Rubber Plantations in Nigeria. International Journal of Microbiology and Immnunology Research. 3(4):046-051

Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung. ITB. Terjemahan : The Organic Constituents of Hegher Planks. Robinson, T. 1991. Department of Biochemistry University of 87

Palupi, RR, 2010.Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Bangun-Bangun

(Coleus amboinicus Lour) dalam Ransum Induk terhadap Penampilan Reproduksi dan Produksi Air Susu Mencit (Mus musculus). Fakultas Peternakan Institut pertanian bogor. Skripsi.

Patel, R D, Mahobia, N K, Singh, M P, Singh, A, Sheikh, N W, Alam, G& Singh, S K,2010. Antioxidant Potential of Leaves of Plectranthus

amboinicus (Lour) Spreng. Der Pharmacia Lettre, 2(4): 240-245.

Purwanta, JH, Kiswanto, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Rahayu, S, Pawirosoemardjo S dan Sujatno, 2006. Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih Pada tanaman Karet Secara Biologi dengan Biofungisida Triko SPplus. Pros.Lok, Nas. JAP pada Tanaman Karet 2006.

Rusdi. 1988. Tetumbuhan sebagai Sumber Obat. Padang. Pusat Penelitian Andalas.

Sait, S. 1991. Potensi Minyak Atsiiri Daun Indonesia sebagai Sumber Bahan Obat. Proseding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera, Bukit Tinggi. Balittro Bogor.

Santosa, CM, dan Salasia SIO, 2004. Efek Ekstrak Air Daun Bangun-bangun (Coleus ambonicus L) pada Aktivitas Limfosit Tikus Putih. J. Sain Vet XXII(2)(2004).

Semangun, H, 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

(24)

Shivpuri A, Sharma, OP dan Thamaria,S. 1997. Fungitoxic Properties of Plant Extracts Against Pathogenic Fungi. J Mycol Plant Pathol. 27(1):29- 31.

Sianturi, H.S.D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press, Medan.

Situmorang, A, 2004. Status dan Manajemen Pengendalian Penyakit Akar Putih Di Perkebunan Karet. Prosiding : Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet untuk Mempertahankan Potensi Produksi Mendukung Industri Perkaretan Indonesia Tahun 2020. Palembang, 6-7 Oktober 2004.

___________dan Budiman, A. 2003. Penyakit Tanaman Karet dan Pengendaliaannya. Balit Sembawa Puslit Karet.

___________, Heru, S., dan Tri, R F., 2006, Pengendalian Penyakit Akar Putih dengan Pemanfaatan Tumbuhan Antagonis pada Perkebunan Karet. Pros. Lok. Nas. JAP pada Tanaman Karet. 2006

Soesanto, L. 2008. Pengantar pengendalian Hayati penyakit Tanaman. Rajawali press. Jakarta.

Steel, RGD, JH. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Ed Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia, Jakarta.

Tanganon, NG, 2006. Incidence, Host, And ControlOf White Root Rot Disease Of Rubber In The Philiphines. Proceedings. International Workshop On White Root Disease Of Hevea Rubber. Salatiga, Indonesia, 28th -29th November 2006.

Wardani, W, 2007. PenambahanDaun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dalam Ransum Pengaruhnya terhadap Sifat Reproduksi dan Produksi Air Susu Mencit Putih (Mus musculus albinus). Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Sungei Putih, Galang pada ketinggian ± 80 m dpl pada bulan September 2015 sampai dengan bulan Januari 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman bangun-bangun, stum karet yang terserang JAP skala 1 dan 2, isolat patogen JAP, media tumbuh potato dextrosa agar (PDA), alkohol, aquades, spritus, label, plastik transparan, aluminium foil, paraffin, paranet dan polibeg ukuran 40x50 cm.

Alat yang digunakan antara lain: penggaris, cawan petri, planimeter, cork borer, pipet tetes, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk kaca, laminar air flow cabinet, otoklaf, inkubator, lampu bunsen, penggaris, timbangan analitik dan kamera.

Metodologi Penelitian

1. Penelitian di laboratorium

Penelitian di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan perlakuan konsentrasi dan bahan ekstraksi bangun-bangun : ekstrak daun kering, ekstrak daun segar, ekstrak akar kering yang direndam dalam metanol dan ekstrak akar segar.

A0: Tanpa perlakuan ekstrak (0%)

(26)

A3 : Ekstrak daun kering, konsenterasi 7,5 % A4 : Ekstrak daun segar, konsenterasi 2,5 % A5 : Ekstrak daun segar, konsenterasi 5 % A6 : Ekstrak daun segar, konsenterasi 7,5 %

A7 : Ekstrak akar kering metanol, konsenterasi 2,5 % A8 : Ekstrak akar kering metanol, konsenterasi 5 % A9 : Ekstrak akar kering metanol, konsenterasi 7,5 % A10 : Ekstrak akar segar, konsenterasi 2,5 %

A11 : Ekstrak akar segar, konsenterasi 5 % A12 : Ekstrak akar segar, konsenterasi 7,5 %

Jumlah ulangan yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

(t-1)(r-1) ≥ 15 (13-1)(r-1) ≥ 15 12r-12 ≥ 15 12r ≥ 27

r ≥ 27/12 r ≥ 2,25

Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga total unit percobaan adalah 39. Model linear untuk percobaan Rancangan Acak Lengkap non faktorial (Steel dan Torrie, 1991) adalah:

Yij =

i=1,2….13 j=1,2,3 Dimana :

(27)

μ = efek nilai tengah

= efek dari perlakuan taraf ke-i = efek error

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan bila menunjukkan hasil nyata maka dilanjutkan denganuji DMRT (Duncant Multiple Range Test) dengan taraf 5 % (Steel dan Torrie, 1991).

2. Penelitian di lapangan

Penelitian di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan jumlah tanaman (T) dan skala JAP (S) dengan taraf sebagai berikut:

Faktor 1 : Jumlah tanaman bangun-bangun/polibeg T0 : 0 tanaman

T1 : 2 tanaman T2 : 4 tanaman T3 : 8 tanaman Faktor 2 : Skala JAP

S1 : Skala 1 S2 : Skala 2

Sehingga dihasilkan 8 kombinasi perlakuan yaitu: T0S1 T0S2 T1S1 T1S2 T2S1 T2S2 T3S1 T3S2

Jumlah ulangan yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

(28)

7r ≥ 22 r ≥ 22/7 r ≥ 3,14

Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga jumlah seluruh unit percobaan adalah 24. Setiap perlakuan terdiri dari 2 stum percobaan sehingga total seluruh stum yang diamati adalah 48. Model linear untuk percobaan Rancangan Acak Kelompok faktorial yang terdiri atas dua faktor (Steel dan Torrie, 1991) adalah: Yijk = μ+ αi + βj + δk + (αβ)ij + εijk

i=1,2….8 j=1,2 k= 1,2,3 Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan (respon) yang memperoleh perlakuan ke –i dari faktor jumlah tanaman bangun-bangun dan taraf ke-j pada faktor skala JAP dan ulangan ke-k.

μ= Nilai tengah umum

αi= Pengaruh taraf ke-i dari faktor jumlah tanaman bangun-bangun βj= Pengaruh taraf ke-j dari faktor skala JAP

δk = Ulangan ke-k, dimana k= 1, 2, dan 3

(αβ)ij= Pengaruh interaksi dari taraf ke-i dan taraf ke-j

(29)

Pelaksanaan Penelitian 1. Laboratorium

Ekstraksi Tanaman Bangun-bangun

Ekstraksi dilakukan dengan empat bahan ekstraksi yaitu daun dan akar bangun-bangun yang segar, daun dan akar bangun-bangun yang sudah dikeringkan. Daun bangun-bangun yang segar dan daun yang sudah dikeringkan ditimbang sebanyak 300 gr. Daun segar tersebut dibersihkan dengan menggunakan air bersih lalu dicacah. Daun segar maupun daun kering di masukkan ke dalam dandang yang berbeda, kemudian di tambah 3 liter air dan direbus selama 60 menit. Hasil rebusan kemudian disaring dan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ekstraksi dengan menggunakan bahan akar yaitu, ditimbang akar yang sudah dikeringkan dan diblender sebanyak 300 gr, serbuk akar tersebut direndam selama 3 x 24 jam pada suhu kamar dengan menggunakan metanol, hasil rendaman disaring, kemudian penyaringan dilanjutkan dengan penguapan sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk kemudian diaplikasikan sesuai dengan perlakuan.

Uji Antagonis ekstrak bangun-bangun terhadap Rigidoporus Miroporus

(30)

jamur R. microporus dicetak dengan menggunakan cork borer dan diinokulasikan pada bagian tengah media PDA.

Peubah Amatan

Diameter koloni (cm)

Pengukuran diameter koloni dilakukan pada hari kedua sampai hari ke enam dengan cara mengukur diameter koloni yang tumbuh di dalam media biakan.

Luas Pertumbuhan Koloni (cm2)

Pengamatan dilakukan pada hari kedua sampai hari ke enam dengan mengukur luas pertumbuhan koloni jamur dengan menggunakan planimeter.

Daya Hambat (%)

Pengamatan daya hambat dilakukan pada hari keenam, pengukuran daya hambat terhadap pertumbuhan jamur dihitung dengan menggunakan rumus:

ØK1 - ØP1

Daya Hambat = x 100%, ØK1

ØK1 = Diameter koloni kontrol (cm);

ØP1 = Diameter koloni perlakuan (cm) (Shivpuri, et al. 1997). 2. Lapangan

Persiapan bahan tanam bangun-bangun

Tanaman bangun-bangun diperbanyak di polibeg kecil yaitu dengan cara stek pucuk sebelum dipindahkan ke lapangan. Bibit tanaman bangun-bangun diperoleh dari Balai penelitian sungei putih.

Persiapan stum karet

(31)

Penanaman tanaman bangun-bangun

Bibit bangun-bangun ditanam disekitar stum di dalam polibeg yang memiliki jarak yang sama antara stum dengan bibit bangun-bangun sesuai dengan jumlah tanaman bangun-bangun pada setiap perlakuan. Penanaman dilakukan pada saat bibit yang berasal dari stek pucuk telah berumur satu bulan, dengan tinggi ± 15cm. Bibit yang ditanam tersebut adalah bibit hasil seleksi dan memilki pertumbuhan yang sehat dan seragam di pembibitan.

Peubah Amatan

Intensitas serangan jamur akar putih (%)

Pengamatan dilakukan dengan cara membongkar disekitar leher akar stum karet untuk mengetahui kategori nilai serangan, pengamatan dilakukan sekali dalam sebulan hal ini dikarenakan untuk menjaga struktur tanah dan kelangsungan pertumbuhan dari akar bangun-bangun, pengamatan dilakukan selama tiga bulan. Intensitas penyakit dihitung menggunakan skala berikut:

Skala 0: Tanaman sehat, akar bebas patogen Skala 1: Adanya rizomorf pada permukaan akar

Skala 2 : Rizomorf tampak menyebar mengelilingi leher akar

Skala 3 : Terjadi perubahan warna pada leher akar, akar mulai membusuk Skala 4: Semua akar busuk sehingga tanaman mati

Indeks infeksi tersebut dihitung dengan menggunakan rumus Σn x v

I = � 100 % Z x N

Keterangan:

(32)

N = Jumlah akar tanaman sakit dari setiap kategori serangan V = Nilai skala dari setiap kategori serangan

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Tanaman Bangun-Bangun terhadap Luas Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) (cm2)

Analisis sidik ragam (lampiran 1-3) menunjukkan bahwa ekstrak bangun-bangun berpengaruh nyata dalam menekan luas pertumbuhan JAP dibandingkan dengan luas pertumbuhan JAP pada kontrol dan antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengaruh ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap luas pertumbuhan koloni JAP (R. microporus) (cm2) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap luas pertumbuhan koloni JAP (R. microporus (cm2)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%.

(34)

terkandung dalam ekstrak diduga bekerja dalam meracuni media pertumbuhan JAP sehingga dapat menekan perkembangan JAP hal ini didukung oleh Fernando et al. (2005) yang menyatakan bahwa kemampuan suatu agen antagonis dalam menekan patogen biasanya melibatkan satu atau beberapa mekanisme penghambatan. Mekanisme penghambatan mikroba antagonis terhadap patogen adalah dengan menghasilkan antibiotik, toksin, kompetisi ruang dan nutrisi, menghasilkan siderofor, dan HCN.

Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya konsentrasi ekstrak akar metanol dari 5% sampai dengan 7,5% berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan JAP ditandai dengan beda nyata yang signifikan antara konsenterasi 5 % hingga konsenterasi terendah 2,5% hal ini dikarenakan adanya metanol pada ekstrak akar kering yang dilakukan secara maserasi. Penggunaan pelarut metanol karena dapat mengambil semua komponen baik yang bersifat polar maupun non polar sehingga diharapkan senyawa - senyawa yang bersifat anti jamur dapat terekstrak semua di dalam methanol (Dewi, 2009).

(35)

Luas pertumbuhan JAP tertinggi pada 6 HSI terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 60,79 cm2 hal ini diakibatkan tidak adanya faktor penghambat yang meracuni media pertumbuhan JAP sehingga miselium dapat terus berkembang dan hampir memenuhi ruang cawan petri, sedangkan pada perlakuan ekstrak pertumbuhan JAP terhambat oleh senyawa yang terdapat pada media. Hasil metabolisme sekunder baik berupa antibiotika, toksin, enzim dan hormon dapat menghambat pertumbuhan patogen (Soesanto, 2008).

Daya Hambat Ekstrak Tanaman Bangun-Bangun terhadap Koloni Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) (%)

Dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 6) daya hambat ekstrak bangun-bangun dalam menekan pertumbuhan JAP pada setiap perlakuan jenis bahan dan konsenterasi ekstrak bangun-bangun menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada 6 HSI, dan pada antar perlakuan. Pengaruh daya hambat ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap pertumbuhan JAP (R. microporus) (%) pada 6 HSI dapat dilihat pada Tabel 2.

(36)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%.

Gambar 5. Grafik daya hambat setiap perlakuan ekstrak.

Dari hasil analisis pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa setiap perlakuan bahan dan konsenterasi ekstrak bangun-bangun memberikan daya hambat berbeda-beda dalam menekan pertumbuhan JAP. Hal ini dapat terlihat dari nilai daya hambat terkecil adalah 15,67 % pada perlakuan A3 dan nilai daya hambat terbesar yaitu 75,67 % pada perlakuan A9, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak bangun-bangun memiliki senyawa bioaktif yang berperan dalam menekan pertumbuhan JAP hal ini dikarenakan komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan JAP. Malathi et al, (2011) menyatakan bahwa ekstrak pelarut yang berbeda serta minyak esensial dari P. amboinicus memiliki kemampuan yang berbeda dalam

D

ya H

am

b

(37)

aktivitas anti-mikroba, obat tahan mikroorganisme dan fitopatologi. Komposisi tersebut bervariasi tergantung pada pematangan tanaman.

Dari analisis data pada tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak akar kering metanol menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan perlakuan lainnya hal ini dikarenakan adanya pelarut metanol yang digunakan dalam pembuatan ekstrak. Menurut Dewi (2009) metanol dipilih sebagai pelarut karena memiliki kepolaran yang tinggi sehingga mampu melarutkan sebagian besar senyawa yang ada dalam simplisia sehingga diharapkan senyawa-senyawa yang bersifat antijamur dapat terekstrak di dalam metanol.

Berdasarkan grafik pada Gambar 5 pada perlakuan bahan ekstrasi daun menunjukkan semakin besar konsenterasi ekstrak daun kering maka daya hambat semakin kecil sedangkan perlakuan ekstrak daun segar pada konsenterasi 5% memberikan daya hambat yang besar. Pada perlakuan bahan ekstrak akar semakin besar konsenterasi ekstrak akar kering metanol maka semakin besar daya hambat sedangkan perlakuan ekstrak akar segar semakin besar konsenterasi maka semakin kecil daya hambat. Hal ini menunjukkan kemampuan yang berbeda oleh ekstrak dalam menekan pertumbuhan JAP baik dari pelarut yang digunakan dan cara yang digunakan dalam menghasilkan ekstrak. Menurut Manjalamai et al. (2011) ada aktivitas antibakteri rendah di ekstrak air daun bangun-bangun. Di antara ekstrak pelarut yang digunakan ditemukan bahwa pelarut metanol lebih efektif bila dibandingkan dengan pelarut air. Menurut Dewi (2009), metanol banyak digunakan untuk ekstraksi tanaman obat dan dapat menarik zat aktif yang terkandung didalamnya.

(38)

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa dengan jumlah tanaman bangun-bangun dapat memberikan pengaruh terhadap intensitas serangan pada pengamatan 1-3 bulan setelah tanam (BST). Pengaruh tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun terhadap intensitas serangan JAP (%)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%.

Dari hasil analisis sidik ragam tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan jumlah tanaman bangun-bangun yaitu dua menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dari pengamatan 1 hingga 3 BST. Sedangkan pada pengamatan 3 BST perlakuan jumlah tanaman bangun-bangun memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan tanaman bangun-bangun.

(39)

mengakibatkan perubahan lingkungan bio-kimia-fisik tanah menjadi relatif tidak kondusif terhadap JAP.

Pengaruh Skala terhadap Intensitas Serangan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) (%)

Dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 7-12) dapat dilihat bahwa skala JAP memberikan pengaruh yang berbeda terhadap intensitas serangan pada pengamatan 1-3 BST. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh skala terhadap intensitas serangan JAP (%

Perlakuan 1 BST 2 BST 3 BST

S1 27,1 a 25 a 15,63 a

S2 38,5 b 40 b 28,13 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%.

Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan skala satu menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap skala dua, hal ini dikarenakan skala satu yaitu adanya rizomorf pada permukaan akar masih dapat dilindungi dengan adanya tanaman antagonis.

Dari rataan pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman bangun-bangun sebagai tumbuhan antagonis dapat menurunkan nilai intensitas serangan JAP dari sebelum aplikasi, hal ini dikarenakan tanaman bangun-bangun bersifat sebagai agen antagonis yakni dapat menekan serangan JAP dan mengurangi pertumbuhan JAP, hal ini sesuai dengan literatur Situmorang, et al. (2006) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh tumbuhan antagonis terhadap pengurangan sumber infeksi jamur akar putih.

(40)

Dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 7-12) intensitas serangan JAP pada setiap kombinasi perlakuan jumlah tanaman bangun-bangun dan skala JAP pada stum karet di polibeg menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol (tanpa perlakuan). Pengaruh tanaman bangun-bangun terhadap intensitas serangan JAP (R.microporus (%) pada 1-3 adalah pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh tanaman bangun-bangun dan skala terhadap intensitas serangan JAP(R. microporus (%)

Perlakuan Intensitas Serangan (%)

Per aplikasi 1bst 2bst 3bst

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%.

(41)

Pada pengamatan 3 BSTdapat dilihat bahwa perlakuan T0S2 tidak berbeda nyata dan merupakan intensitas tertinggi serangan JAP serta hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa ada stum yang yang menunjukkan gejala skala 3 yaitu terjadi pembusukan stum tersebut dan akhirnya stum tersebut tidak tumbuh lagi (mati) hal ini dikarenakan tidak adanya perlakuan pada stum yang mengakibatkan pertumbuhan JAP yang semakin meningkat. Miselium jamur yang telah menginfeksi kulit akar dan akar mulai membusuk dan selanjutnya tanaman tersebut akan mati (Hutagaol dan Melin, 2004).

Pada pengamatan 1 BST sampai 3 BST dapat dilihat bahwa perlakuan T0S1 dan T0S2 tidak berbeda nyata terhadap semua perlakuan dan intensitas tertinggi serangan JAP terdapat pada pengamatan 3BST pada perlakuan T0S2 yaitu sebesar 79,17%. Hal ini dikarenakan stum yang mendapatkan perlakuan tanaman bangun-bangun mendapatkan perlindungan dari serangan JAP sementara stum yang tidak mendapatkan perlakuan akan mengakibatkan serangan JAP terus bertambah. Nugroho (2010) menyatakan bahwa terhambatnya pertumbuhan penyakit disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder yang terkandung didalam bahan nabati, senyawa-senyawa tersebut adalah merupakan senyawa yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya terhadap serangan patogen.

(42)

R. microporus dapat menyerang tanaman pada semua stadia pertumbuhan, dan serangan terberat umumnya terjadi pada tanaman berumur 2-5 tahun (Rahayu et al. 2006).

Dari hasil analisis data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman bangun-bangun sebagai agen antagonis memberikan pengaruh yang positif yaitu dapat menekan perkembangan JAP yaitu dengan menurunkan skala JAP pada akar stum hal ini dikarenakan adanya mekanisme pertahanan terhadap patogen baik pada stum maupun tanaman bangun-bangun, pertahanan yang dimiliki oleh stum karet berkurang diakibatkan telah terinfeksi oleh patogen, akan tetapi tanaman bangun-bangun melakukan reaksi pertahanan dalam menghadapi serangan patogen. Pada dasarnya setiap tanaman secara alami melakukan mekanisme perlawanan atau reaksi pertahanan dalam menghadapi serangan patogen, namun demikian mekanisme tersebut dapat menjadi gagal jika tanaman terinfeksi oleh patogen yang mengadakan serangan lebih kuat dari pada pertahanan yang dilakuakn oleh tanaman. Mekanisme pertahanan tanaman dapat

dipicu oleh suatu imbasan tertentu maka penyakit dapat direduksi (Nugroho, 2010).

(43)

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Ekstrak yang memiliki luas pertumbuhan JAP terkecil terdapat pada perlakuan ekstrak akar kering metanol yaitu 3,83 cm2 pada konsenterasi 5 % dan 3,57 cm2 pada konsenterasi 7,5 %

2. Ekstrak yang memiliki daya hambat terbesar dalam menekan pertumbuhan JAP yaitu ekstrak akar kering metanol pada konsenterasi 5% yaitu 74,00 % dan konsenterasi 7,5 % yaitu 75,67%.

3. Perlakuan jumlah tanaman bangun-bangun yang efektif dalam menurunkan intensitas JAP adalah dua tanaman/polibeg pada skala JAP satu dengan nilai skala menjadi nol.

4. Tanaman bangun-bangun bersifat antagonis baik sebagai ekstrak maupun pengaruh tanaman langsung pada stum karet.

Saran

(44)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Karet

Tanaman karet merupakan tanaman yang mempunyai batang yang dapat menghasilkan getah yang disebut lateks. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Fahrozi, 2010).

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Anak daun berbentuk elips, memanjang dengan ujung meruncing. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang (Husniyati, 2012).

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah-tanah gambut. Tanah-tanah vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solom, kedalaman air tanah, aerase, dan drainasenya (Sianturi, 2001).

(45)

Biologi Patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Klasifikasi JAP menurut Jayasuriya et al. (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi

Fillum : Basidiomycota Kelas : Basidiomycetes Subkelas : Agaricomycetidae Ordo : Polyporales Famili : Meripilaceae Genus : Rigidoporus

Spesies : Rigidoporus microporus Swartz

Menurut Semangun (2000) basidiospora bulat, dengan garis tengah 2,8 – 5,0μm, banyak dibentuk pada tubuh buah yang masih muda. Basidium pendek (buntak), lebih kurang 16 x 4,5-5,0 μm, tidak berwarna, mempunyai 4 sterigma (tangkai basidiopora) (Gambar 1). Pada permukaan tubuh buah benang-benang jamur berwarna kuning jingga, tebalnya 2,8 – 4,5 μm, mempunyai banyak sekat yang tebal.

Gambar 1 Struktur Mikrokopis (A). R. microporus (B). Basidium (a), basidiospora, (bs), sistidium (s), (Semangun, 2000)

Menurut Semangun (2000) tubuh buah berbentuk kipas tebal, agak berkayu, mempunyai zone-zone pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat

(46)

yang radier, mempunyai tepi yang tipis. Warna permukaan atas bakal buah dapat berubah tergantung dari umur dan kandungan airnya. Pada waktu masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecoklatan, dengan zone berwarna gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah badan buah berwarna jingga, tepinya berwarna kuning jernih atau putih kekuningan (Gambar 2). Badan buah yang tua umumnya ditumbuhi ganggang sehingga warnanya kehijauan.

Gambar 2 Struktur Makrokopis R. microporus

(A) Rhizomorf, (B) Tubuh buah (Basidiocarp) (Situmorang & Budiman, 2003)

Daur Hidup Penyakit

Penyakit JAP merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman karet. Penyakit ini menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan menimbulkan kerugian pada produksi kebun. Penurunan produksi karet kering terjadi rata-rata 2,7 kilogram per pohon per tahun. Serangan JAP dapat timbul pada karet pada semua umur tanaman, akan tetapi pada kebun muda yang baru dibuka untuk perkebunan karet (Nugroho, 2010).

Tanaman karet masih muda merupakan periode kritis terhadap penyakit akar putih. Persentase tanaman terinfeksi naik mulai umur satu tahun, dan mencapai puncaknya pada umur tanaman 2 tahun kemudian mulai menurun pada

(47)

umur 3 tahun. Pada umur 4 tahun atau lebih, pertambahan tanaman terinfeksi berlangsung secara lambat dan terus-menerus. Penyakit akar putih dapat mengakibatkan kematian tanaman umur 3 tahun dalam waktu 6 bulan, dan umur 6 tahun dalam waktu satu tahun (Situmorang, 2004).

Setiap tanaman karet yang terserang oleh JAP akan segera mati jika tidak segera ditanggulangi. Tanaman terinfeksi yang mati akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman disekitarnya, menyebabkan populasi pohon persatuan luas menjadi berkurang dan sebagai akibatnya produktifitas kebun menjadi sangat rendah. JAP dapat menyerang tanaman pada semua stadia pertumbuhan, dan serangan terberat umumnya terjadi pada tanaman berumur 2-5 tahun (Rahayu et al. 2006).

Daur penyakit JAP terutama menular karena adanya kontak antara akar tanaman sehat dengan akar tanaman yang sakit, atau dengan kayu yang mengandung sumber infeksi. JAP dapat menular dengan perantara rizomorf yang dapat menjalar bebas dalam tanah, terlepas dari akar atau kayu yang menjadi makanannya. Setelah mencapai akar yang sehat rizomorf tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sampai agak jauh sebelum mengadakan penetrasi ke dalam akar. Lamanya jamur bertahan hidup dalam tanah tergantung dari banyak sedikitnya sisa-sisa kayu yang tertinggal di dalam tenah dan berbagai faktor yang mempengaruhi pembusukan sisa kayu tersebut (Semangun, 2000).

Gejala serangan

(48)

telah terjadi pada kulit atau kayu, daun tajuk akan memucat atau menguning, dan tingkat serangan akan berlanjut (Situmorang, 2004).

Penyakit jamur akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus merupakan penyakit utama pada pertanaman karet yang dapat mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya (Semangun, 2000).

Penyakit akar putih karet disebabkan oleh R.microporus merupakan penyakit akar yang paling merusak baik pada perkebunan karet muda maupun pada pohon dewasa. Tanaman yang diserang umumnya mati, sehingga populasi tanaman karet menjadi berkurang dan terkena dampak langsung pada produktivitas karet. Selanjutnya, R.microporus adalah jamur yang bersifat parasit dan saprofit, yang dapat hidup di tunggul dan akar terkubur di dalam tanah untuk

waktu yang lama sampai tunggul telah membusuk sepenuhnya (Situmorang & Budiman, 2003).

(49)

mempunyai mahkota yang jarang. Pohon yang terinfeksi kadang-kadang membentuk bunga dan buah sebelum masanya. Akar-akar busuk, sehingga pohon mudah rebah. JAP sering membentuk tubuh buah pada leher akar tanaman sakit, pada tunggul, pada akar sakit yang terbuka (Semangun, 2000).

Gejala serangan JAP pada tanaman karet ditandai dengan adanya perubahan warna pada daun-daun muda. Daun berwarna hijau kusam, permukaan daun lebih tebal dari yang normal, adakalanya tanaman membentuk bunga/buah lebih awal. R. microporus termasuk kategori jamur yang bersifat parasit fakultatif artinya patogen dapat hidup sebagai saprofit yang kemudian menjadi parasit. Patogen ini tidak dapat bertahan hidup tanpa adanya sumber makanan, hal ini menunjukkan bahwa timbulnya jap sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa tunggul dan akar di lapangan (Rahayu et al. 2006).

Intensitas serangan jamur akar putih dapat dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu tingkat serangan ringan (1 – 25 %), dimana tajuk tanaman terserang dan miselium jamur, baru menempel dan mulai menginfeksi kulit akar atau pangkal batang, tingkat serangan sedang (25–50%), tajuk tanaman terserang dan miselium jamur telah menginfeksi kulit akar dan akar mulai membusuk, daun kusam dan mulai mengering serta tingkat serangan berat (50 %), dimana tajuk tanaman terserang, dan menginfeksi sampai kebagian kayu pada akar, daun tanaman kusam dan menguning (Hutagaol dan Melin, 2004).

Faktor Perkembangan Penyakit

(50)

setelah tanam. Selama periode umur tanaman, hampir setengah produksi karet hilang disebabkan oleh penyakit ini (Omurusi, et al. 2014).

Tunggul atau sisa tanaman karet dan kayu hutan primer merupakan sumber infeksi JAP yang paling penting pada pertanaman karet, karena menjadi sumber penularan yang sangat efektif. Pada tunggul tersebut jamur membentuk badan buah yang membebaskan banyak spora ke udara, dan mendarat ke permukaan tunggul lain. Tunggul yang terinfeksi ini menjadi sumber infeksi baru lagi, JAP menular ke tanaman muda di dekatnya melalui kontak akar ( Situmorang, 2004).

JAP dapat menyerang tanaman karet pada bermacam-macam umur. Pada umumnya gejala mulai tampak pada tahun ke-2, tahun ke-5 dan ke-6 infeksi baru mulai berkurang, meskipun dalam kebun-kebun tua penyakit dapat berkembang terus. Penyebaran melalui pembibitan juga dapat terjadi pada pengolahan lahan pembibitan yang tidak baik pada bekas pertanaman karet yang terserang berat oleh jamur akar putih (Semangun, 2000).

Penyakit JAP berkembang lebih baik pada tanah bertekstur kasar/berpasir atau berstruktur gembur berpasir dari pada bertekstur halus/liat atau berstruktur padat. Miselia atau rizomorf JAP akan lebih mudah bergerak menembus tanah berpori daripada tanah padat sehingga penularan patogen berlangsung dengan cepat. Kondisi iklim yaitu kelembapan tinggi secara terus-menerus sangat disukai oleh JAP bagi perkembangannya. (Situmorang, 2004)

(51)

jika bertemu atau menemukan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan hidup sebagai parasit yang dapat meyebabkan kematian tanaman. Tanah yang lebih berpasir serta gembur memudahkan penyebaran rizomorf patogen. Intensitas dan luas serangan tinggi pada musim hujan karena rizomorf aktif menyebar pada musim hujan. Pada musim kemarau cenderung membentuk basidiokarp. Tanaman sakit cenderung berkelompok dengan pusat tanaman terinfeksi berat, tunggul bekas tanaman sakit yang belum dibongkar dan juga lubang bekas tanaman sakit yang telah dibongkar (Nugroho, 2010)

Tanaman yang terinfeksi di pertanaman akan menjadi sumber infeksi jamur ke tanaman tetangganya. Tanaman tersebut lambat laun mati, dan jumlah kematian tananaman akan makin bertambah. Pada kebun bertunggul yang berasal dari tanaman karet tua atau hutan primer menunjukkan bahwa laju perkembangan kematian tanaman sangat cepat. Hal ini disebabkan tunggul-tunggul terinfeksi

sebagai sumber infeksi jamur cukup banyak tersebar dalam kebun. (Situmorang, 2004)

Pengendalian

(52)

tanaman diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik yang berupa mikroorganisme avirulen, nonpatogenik maupun saprofit (Nugroho, 2010).

Pengendalian penyakit JAP dengan cara pencegahan meliputi pembersihan tunggul dan sisa akar sebagai sumber infeksi, peracunan dan pembakaran tunggul yang terinfeksi, penanaman penutup tanah seperti Pueraria javanica, centrosema pubezcens, calopogonium mucunoides, psopocarpus palustris dan colopogonium caeruleum yang dapat meningkatkan aktifitas mikrobia tanah yang diantaranya bersifat antagonis terhadap JAP dan mempercepat pelapukan tunggul atau sisa akar (Situmorang, 2004)

Pengendalian JAP pada karet dilakukan dengan melaksanakan sejumlah kegiatan secara terpadu. Pengendalian dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu membersihkan sumber infeksi sebelum dan sesudah penanaman tanaman karet dan mencegah meluasnya penyakit (Semangun, 2000). Sistem monitoring yang baik dengan menemukan tanaman terserang dini akan menunjang keberhasilan dalam pengobatan tanaman terinfeksi yaitu dapat mencapai diatas 80 % (Situmorang, 2004).

(53)

JAP, pengobatan harus dilakukan menggunakan fungisida secara rutin dengan aplikasi minimal 8 kali selama 6 bulan (Boerhendhy dan Amypalupy, 2011). Pembongkaran pohon-pohon karet tua secara mekanis dengan alat-alat berat memberikan hasil yang lebih baik karena hanya meninggalkan sedikit sumber infeksi di dalam tanah. Untuk membersihkan (eradikasi) sumber infeksi dapat memanfaatkan kegiatan jasad renik tanah baik saprofit maupun antagonis dari JAP (Semangun, 2000).

Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia yaitu dengan pengolesa, penyiraman dan penaburan fungisida kimia pada perakaran setelah tanam disekeliling perakaran tanaman yang terinfeksi. Penggunaan fungisida kimia ini sering tidak dilakukan karena biaya yang terlalu mahal (Situmorang, 2004)

Beberapa agen hayati dapat digunakan dalam pengendalian JAP seperti penggunaan Trichoderma sebagai biofungisida yang menghasailkan antibiotik dan berdifat parasit terhadap JAP (Situmorang, 2004). Muharni & Widjajanti (2011) melaporkan bahwa bakteri kitinolitik yang diisolasi dari rizosfer tanaman karet mampu menghambat pertumbuhan jamur akar putih R. microporus. Kemampuan isolat bakteri kitinolitik dalam menghambatpertumbuhan jamur akar putih disebabkan aktivitas enzim kitinase yang dihasilkan oleh isolat tersebut.

(54)

(Pandanus sp). Pengendalian dilakukan dengan menanam tumbuhan antagonis tersebut di sekitar perakaran tanaman karet. Kunyit dan atau lidah mertua dapat ditanam 3−4 tanaman di sekeliling pangkal batang tanaman karet. Lengkuas ditanam pada pangkal tunggul tanaman karet. Tumbuhan antagonis dapat membebaskan eksudat antibiotik disekitar perakaran dan mengakibatkan perubahan sifat bio-kimia-fisik tanah yang dapat menghambat perkembangan JAP dalam tanah (Situmorang, et al. 2006).

Tumbuhan antagonis relatif lebih murah, dan aman terhadap lingkungan dibandingkan dengan fungisida kimia, hanya saja daya kerjanya berlangsung lambat pada awalnya tetapi daya kendalinya berlangsung lama. Tumbuhan antagonis memerlukan waktu sedikitnya 4 bulan setelah tanam untuk

pertumbuhannya agar daya kerjanya lebih efektif terhadap JAP (Situmorang, 2004)

Botani Tanaman Bangun-Bangun

Dalam susunan taksonomi, tanaman bangun-bangun (Plectranthus amboinicus Lour) (Rout et al, 2012) diklasifikasikan seperti

berikut:

Divisi : Spermatophita Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae Ordo : Solanales Famili : Labialae Genus : Plectranthus

(55)

Gambar 3. Tanaman bangun-bangun (P. amboinicus L.) (Foto langsung) Nama lain bangun-bangun yaitu torbangun, daun jinten, cuban oregano indian borage dan mempunyai nama binomial Plectranthus amboinicus, merupakan herba sukulen semi semak dengan tinggi 100-120 cm. bercabang-cabang dan mempunyai bulu-bulu tegak yang halus (Aziz, 2013). Daun bangun-bangun dalam keadaan segar memiliki helaian daun tebal, berwarna hijau muda (Gambar 3), kedua permukaan berbulu halus dan berwarna putih, dalam keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan bagian atas kasar, warna menjadi coklat, permukaan bagian bawah berwarna lebih muda daripada permukaan atas dengan tulang daun yang kurang menonjol (Wardani, 2007).

Perbanyakan Tanaman Bangun-Bangun

(56)

berasal dari stek telah berdaun empat helai dan membuka sempurna. Bibit yang ditanam tersebut adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam di pembibitan. Bangun-bangun menyukai tempat yang agak ternaungi (25-60% naungan) (Aziz, 2013).

Gambar 4. Bahan stek tanaman bangun-bangun (P. amboinicus) (foto langsung) Manfaat dan Kandungan Bangun-bangun

Tanaman bangun-bangun (P.ambonicus L.) merupakan salah satu etnobotani (dimanfaatkan sebagai tanaman obat) Indonesia yang secara turun temurun dimanfaatkan masyarakat Sumatera Utara sebagai menu sayuran sehari-hari terutama untuk ibu-ibu yang baru melahirkan yang terbukti dapat meningkatkan total volume air susu ibu, berat badan bayi, dan komposisi zat besi, seng dan kalium dalam ASI. Kandungan minyak atsiri dari daun bangun-bnagun dapat dimanfaatkan sebagi antiseptika (Santosa dan Salasia, 2004).

(57)

Selain itu, daun bangun-bangun memiliki potensi sebagai bahan pangan sumber kalsium, zat besi dan provitamin A (karoten). Tiga komponen utama dalam daun bangun-bangun yaitu komponen pertama merupakan senyawa laktogogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua merupakan zat gizi sedangkan komponen ketiga merupakan farmakoseutika yaitu senyawa yang bersifat buffer,

antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. (Palupi, 2010).

Tanaman bangun-bangun sebagai agen antagonis

Tanaman bangun-bangun mengandung senyawa bioaktif sebagai antioksidan (Patel et al. 2010) antibakteri dan antijamur (Manjamalai et al. 2011). Minyak esensial dari tanaman bangun-bangun ini memiliki aktivitas anti-mikroba besar pada mikroorganisme fitopatogenik dan jamur, senyawa yang dihasilkan dapat menekan perkembangan mikroorganisme seperti Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus ochraceus, Aspergillus oryzae,Candida versatilis, Fusarium sp. (Khare et al. 2011).

(58)

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat radikal bebas disebabkan oleh oksigen reaktif sehingga mampu mencegah berbagai penyakit degeneratif. Senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolik dan alkaloid. Senyawa flavonoid dan polifenol bersifat antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik dan antiinflamasi, sedangkan senyawa alkaloid bersifat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Hazimah, et al. 2013).

Selain sebagai sumber antioksidan, senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, fenolik dan saponin juga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri yang disebut sebagai senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba telah banyak digunakan dalam produksi makanan dan obat-obatan. (Bakri dan Afifi, 2006).

Flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, jadi secara in vitro flavonoid efektif sebagai substansi antijamur antimikroba yang membunuh banyak mikroorganisme. Kemungkinan aktivitasnya dikarenakan kemampuan flavonoid membentuk ikatan dengan protein terlarut dan dinding sel bakteri, semakin lipofilik suatu flavonoid semakin merusak membran mikroba (Cowan, 1999).

(59)

menyebabkan berbagai dampak negatif. Banyak hasil penelitian melaporkan, bahwa minyak atsiri sebagai pestisida nabati dapat memperlihatkan pengaruh penekanan atau penghambatan pertumbuhan dan perkecambahan mikroorganisme Sait, 1991). Pengaruh ini disebabkan adanya senyawa aktif di dalam minyak atsiri yang mampu menembus dinding sel mikroorganisme seperti jamur (Knobloch dkk,1989).

Senyawa-senyawa antijamur umumnya terdapat pada golongan senyawa fenol, terpenoid (Harliana, 2006), flavonoid, saponin dan alkaloid (Padmawinata, 1995). Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam (Kristanti, 2008). Dalam tumbuhan flavonoid pada umumnya merupakan pigmen-pigmen yang tersebar luas dalam bentuk senyawa glikon dan aglikon. Flavonoid-flavonoid yang terdapat di alam antara lain adalah flavon, isoflavon, antosianin, leuko-antosianin,dan kalkon (Rusdi, 1988).

Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid yang lain bagi tumbuhan adalah sebagai zat pengatur tumbuh, pengatur proses fotosintesis, sebagai zat antimikroba, antivirus, dan antiinsektisida. Beberapa flavonoid sengaja dihasilkan jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap infeksi atau luka yang kemudian berfungsi menghambat fungi penyerangnya. Telah banyak flavonoid yang diketahui memberikan efek fisiologi tertentu. Oleh karena itu, tumbuhan yang

mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional (Kristanti, 2008).

(60)

eter. Dari tumbuhan, glikosida dapat ditarik dengan pelarut organik yang bersifat polar (Rusdi, 1988)

(61)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah

(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet (Purwanta, et al. 2008).

Salah satu komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah produk karet mentah. Konsumsi karet dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik konsumsi karet alam maupun karet sintetis. Menurut International Rubber Study Group (IRSG) tahun 2014, Indonesia masih menduduki peringkat kedua terbesar produksi karet alam dunia setelah Thailand. Namun dari total produksi karet alam secara keseluruhan, produksi karet alam dunia mengalami penurunan pada kuartal kedua tahun 2014 sebesar 2,3 % (www.balitsp.com)

(62)

Penurunan produksi karet dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengelolaan tanaman karet (Situmorang & Budiman, 2003). Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, terutama masalah penyakit. Penyakit tanaman karet dapat dijumpai sejak tanaman di pembibitan sampai di tanaman yang telah tua, dari bagian akar sampai pada daun. Penyebab penyakit pada karet umumnya disebabkan oleh jamur, salah satunya adalah serangan patogen jamur Rigidoporus microporus, penyebab penyakit Jamur Akar Putih (JAP). Penyakit ini adalah salah satu penyakit yang penting pada tanaman karet yang menimbulkan kematian sehingga menyebabkan kerugian ekonomi, baik kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman maupun mahalnya biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya (Muharni dan Widjajanti, 2011).

Penggunaan agensia hayati didalam mengendalikan patogen JAP ini telah banyak dilakukan. Beberapa keberhasilan pengendalian hayati sebagai salah satu cara pengendalian penyakit tanaman yang telah berkembang. Pengendalian preventif sebenarnya dapat dilakukan, akan tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama, yaitu dengan membolak-balik tanah selama 3-5 tahun dan setiap proses pembalikannya dilakukan pemberian belerang ke tanah yang terkena JAP, selain itu juga mahalnya biaya operasional, kerugian akibat terhentinya proses produksi serta hasil yang tidak dapat dilihat langsung saat berakhirnya perlakuan sterilisasi (Nugroho, 2010).

(63)

murah, dan aman terhadap lingkungan dibandingkan dengan fungisida kimia (Situmorang, 2004).

Tanaman bangun-bangun (Plectranthus amboinicus) adalah salah satu sumber tanaman obat di Indonesia maupun di mancanegara, maka manfaat daun bangun-bangun ini perlu digali dan dikembangkan terus-menerus. Penelitian Patel et al. (2010) menyebutkan bahwa tanaman bangun-bangun mengandung senyawa bioaktif sebagai antioksidan, dan Hutajulu et al. (2008) menyebutkan bahwa ekstrak daun bangun-bangun positif mengandung senyawa flavanoid dan alkaloid, senyawa yang dikeluarkan sebagai eksudat, senyawa yang menghambat, tidak menghasilkan senyawa yang diinginkan patogen.

Ekstrak bangun-bangun berfungsi sebagai antibakteri dan antijamur (Manjamalai et al. 2011). Ekstrak daun bangun-bangun dapat menekan intensitas serangan R. microporus sebesar 1,67% (Manurung et al. 2014). Uji pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di Laboratorium Balai Penelitian Sungei Putih menunjukkan hasil bahwa ekstrak tanaman ini memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan Oleh sebab itu, potensi senyawa yang dihasilkan oleh tanaman tersebut perlu dikaji lebih luas sehingga dapat dilihat pengaruhnya secara nyata baik di laboratorium maupun di lapangan.

Tujuan Penelitian

(64)

Hipotesis

Terdapat perbedaan bahan dan konsenterasi ekstrak terhadap daya hambat JAP di laboratorium serta tanaman bangun-bangun berpengaruh positif dalam menghambat perkembangan JAP (R. microporus) pada stum karet di polibeg. Kegunaan Penulisan

(65)

ABSTRAK

Neny Siregar, 2016. “Uji Antagonis Tanaman Bangun – Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan” Dibimbing oleh Ir. Lahmudin Lubis, MP dan Irda Safni, SP,MCP,PhD. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang optimal di laboratorium dan mengetahui potensi daya hambat tanaman bangun-bangun terhadap penyakit jamur akar putih (R. microporus) secara langsung pada stum karet di polibeg. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih dengan ketinggian tempat 80 m dpl, dimulai bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016. Penelitian di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 13 Perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan jenis bahan ekstrak adalah daun dan akar kering serta daun dan akar segar sedangkan konsentrasi ekstrak yaitu 2,5; 5; 7,5% serta tanpa perlakuan (kontrol).Penelitian di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor yaitu faktor jumlah tanaman bangun-bangun (0,2,4,8) dan skala JAP (1, 2) sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil terbaik di laboratorium didapat pada perlakuan ekstrak akar kering metanol dengan konsentrasi 5% dan 7,5% yang memiliki daya hambat terbesar dalam menekan pertumbuhan JAP. Hasil terbaik di lapangan adalah perlakuan T1S1 yaitu 2 tanaman bangun-bangun dengan skala JAP 1 yang dapat menurunkan skala JAP hingga 0 pada stum karet.

(66)

ABSTRACT

Neny Yanti Siregar, 2016. “The AntagonismTest Bangun-bangun Plant (Plectrantus amboinicus L) as Botanical Fungicides for White Root Rot Pathogen (Rigidoporus microporus) in the Laboratory & the Field.” Supervised by Ir. Lahmudin MP and Irda Safni, SP, MCP, PhD. This experimentwas aimed to obtain the optimal concentrations of the bangun-bangun extract in laboratory and to determine the inhibition potential of bangun-bangun plant against R. microporus directly on the rubber stum in polybag. The experiment was conducted in the laboratory and experimental garden of Sungei Putih Research with ± 80 m above mean sea level (amsl), from October 2015 to January 2016. Experiment in the laboratory used Completely Randomized Design (CRD) Non Factorial with thirteen treatments and three replications. Treatment of type extract ingredients were dried leaves and roots and fresh leaves and roots, andthe concentration extracts were 0; 2.5; 5; 7.5 %. Experiment in the field used Randomized Block Design (RBD)of factorial using two factors: the number of bangun-bangun plant factor (T) including 0,2,4,8 and white root rot pathogen scale factor (S) including 1,2, which had eight combinations of treatments and three replications.

The best results of antagonism test obtained in the laboratory was the treatment on dried roots extract, i.e. metanol treatment (A9 & A8) the concentrations at 5% and 7.5 % had the greatest inhibition in suppressing the growth of white root rot pathogen . The best resultsof antagonism test obtained in the field was the treatment T1S1, which two bangun-bangun plants with scale 1 of white root rot pathogen could decrease the white root rot pathogen scale to zero on stumped budding

(67)

UJI ANTAGONIS TANAMAN BANGUN–BANGUN (Plectranthus amboinicus Lour) FUNGISIDA NABATI TERHADAP

PENYAKIT JAMUR AKARPUTIH (Rigidoporus microporus Swartz) DI LABORATORIUM DAN DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NENY YANTI SIREGAR 110301041

AGROEKOTEKNOLOGI - HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(68)

UJI ANTAGONIS TANAMAN BANGUN–BANGUN (Plectranthus amboinicus Lour) FUNGISIDA NABATI TERHADAP

PENYAKIT JAMUR AKARPUTIH (Rigidoporus microporus Swartz) DI LABORATORIUM DAN DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NENY YANTI SIREGAR 110301041

AGROEKOTEKNOLOGI - HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(69)

Judul Skripsi :Uji Antagonis Tanaman Bangun - Bangun

(Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap PenyakitJamur AkarPutih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

Nama : Neny Yanti Siregar

NIM : 110301041

Departemen : Agroekoteknologi

Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ir. Lahmudin Lubis, MP) (Irda Safni, SP, MCP, Ph.D)

Ketua Anggota

Cici Indriani Dalimunthe, SP Pembimbing Lapangan

Mengetahui,

(70)

ABSTRAK

Neny Siregar, 2016. “Uji Antagonis Tanaman Bangun – Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan” Dibimbing oleh Ir. Lahmudin Lubis, MP dan Irda Safni, SP,MCP,PhD. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang optimal di laboratorium dan mengetahui potensi daya hambat tanaman bangun-bangun terhadap penyakit jamur akar putih (R. microporus) secara langsung pada stum karet di polibeg. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih dengan ketinggian tempat 80 m dpl, dimulai bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016. Penelitian di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 13 Perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan jenis bahan ekstrak adalah daun dan akar kering serta daun dan akar segar sedangkan konsentrasi ekstrak yaitu 2,5; 5; 7,5% serta tanpa perlakuan (kontrol).Penelitian di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor yaitu faktor jumlah tanaman bangun-bangun (0,2,4,8) dan skala JAP (1, 2) sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil terbaik di laboratorium didapat pada perlakuan ekstrak akar kering metanol dengan konsentrasi 5% dan 7,5% yang memiliki daya hambat terbesar dalam menekan pertumbuhan JAP. Hasil terbaik di lapangan adalah perlakuan T1S1 yaitu 2 tanaman bangun-bangun dengan skala JAP 1 yang dapat menurunkan skala JAP hingga 0 pada stum karet.

(71)

ABSTRACT

Neny Yanti Siregar, 2016. “The AntagonismTest Bangun-bangun Plant (Plectrantus amboinicus L) as Botanical Fungicides for White Root Rot Pathogen (Rigidoporus microporus) in the Laboratory & the Field.” Supervised by Ir. Lahmudin MP and Irda Safni, SP, MCP, PhD. This experimentwas aimed to obtain the optimal concentrations of the bangun-bangun extract in laboratory and to determine the inhibition potential of bangun-bangun plant against R. microporus directly on the rubber stum in polybag. The experiment was conducted in the laboratory and experimental garden of Sungei Putih Research with ± 80 m above mean sea level (amsl), from October 2015 to January 2016. Experiment in the laboratory used Completely Randomized Design (CRD) Non Factorial with thirteen treatments and three replications. Treatment of type extract ingredients were dried leaves and roots and fresh leaves and roots, andthe concentration extracts were 0; 2.5; 5; 7.5 %. Experiment in the field used Randomized Block Design (RBD)of factorial using two factors: the number of bangun-bangun plant factor (T) including 0,2,4,8 and white root rot pathogen scale factor (S) including 1,2, which had eight combinations of treatments and three replications.

The best results of antagonism test obtained in the laboratory was the treatment on dried roots extract, i.e. metanol treatment (A9 & A8) the concentrations at 5% and 7.5 % had the greatest inhibition in suppressing the growth of white root rot pathogen . The best resultsof antagonism test obtained in the field was the treatment T1S1, which two bangun-bangun plants with scale 1 of white root rot pathogen could decrease the white root rot pathogen scale to zero on stumped budding

(72)

RIWAYAT HIDUP

Neny Yanti Siregar lahir di Tigalingga 07 Agustus 1993. Anak ke-2 dari dua bersaudara, dari ayah Alm. H. Siregar dan ibu R. Naibaho yang bertempat tinggal di Tigalingga, Kabupaten Sidikalang.

(73)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini “Uji Antagonis Tanaman Bangun–Bangun (Plectranthus Amboinicus Lour) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus Microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan” adalah merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lahmudin Lubis, MP dan Irda Safni, SP, MCP, P.hD, selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan terimakasih juga disampaikan kepada Cici Indriani Dalimunthe, SP, selaku pembimbing lapangan di Balai Penelitian Sei Putih, Galang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2016

(74)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet ... 5

Biologi Patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) ... 6

Daur Hidup penyakit ... 7

Gejala serangan ... 8

Faktor yang mempengaruhi ... 10

Pengendalian ... 11

Botani Tanaman Bangun-bangun ... 16

Perbanyakan Tanaman ... 17

Manfaat dan Kandungan Bangun-bangun ... 18

Tanaman bangun-bangun sebagai Agen Antagonis ... 18

(75)
(76)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hlm.

1. Struktur mikrokopis R. microporus ... 6

2. Struktur makrokopis R.microporus ... 7

3. Tanaman bangun-bangun (P. amboinicus L) ... 14

4. Bahan stek tanaman bangun-bangun ... 17

(77)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm.

1. Pengaruh ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap luas pertumbuhan JAP ... 30 2. Daya hambat ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap koloni

JAP ... 32 3. Pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun terhadap intensitas

serangan JAP (%) ... 35 4. Pengaruh skala terhadap intensitas serangan JAP (%) ... 36 5. Pengaruh tanaman bangun-bangun dan skala terhadap

(78)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hlm.

1. Analisis sidik ragam luas pertumbuhan koloni JAP (cm2) 2 hsi ...46

2. Analisis sidik ragam luas pertumbuhan koloni JAP (cm2) 4 hsi ...47

3. Analisis sidik ragam luas pertumbuhan koloni JAP (cm2) 6 hsi ...48

4. Data diameter koloni JAP (cm) ...49

5. Data daya hambat berdasarkan rumus perhitungan diameter koloni JAP (%) ...49

6. Analisis sidik ragam daya hambat (%) 6 Hsi ...50

7. Data intensitas serangan JAP 1 bst ...51

8. Analisis sidik ragam intensitas serangan (%) 1 Bst ...51

9. Data intensitas serangan JAP 2 bst ...53

10. Analisis sidik ragam intensitas serangan (%) 2 Bst ...53

11. Data intensitas serangan JAP 3 bst ...55

12. Analisis sidik ragam intensitas serangan (%) 3 Bst ...55

13. Foto penelitian di laboratorium ...57

14. Foto hasil penelitian di laboratorium ...58

15. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak daun kering ...58

16. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak daun segar ...58

17. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak akar kering metanol ...59

18. Foto pertumbuhan miselium JAP pada media campuran ekstrak akar segar ...59

19. Foto penelitian di lapangan ...52

(79)

21. Tanpa perlakuan tanaman bangun-bangun ... 60

22. Perlakuan dengan dua tanaman bangun-bangun ... 61

23. Perlakuan dengan empat tanaman bangun-bangun ... 62

24. Perlakuan dengan delapan tanaman bangun-bangun ... 62

25. Foto lahan penelitian ... 62

26. Foto supervisi bersama dosen pembimbing dan pembimbing lapangan ... 62

27. Foto gejala serangan JAP pada stum karet ... 63

Gambar

Tabel 1. Pengaruh ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap luas pertumbuhan koloni JAP (R
Tabel 2. Daya hambat ekstrak tanaman bangun-bangun terhadap  koloni JAP (R. microporus) 6 HSI(%)
Gambar 5. Grafik daya hambat setiap perlakuan ekstrak.
Tabel 3. Pengaruh jumlah tanaman bangun-bangun terhadap intensitas serangan JAP (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan

Iklan yang tersaji dalam media massa pada umumnya dapat dianggap sebagai medium penyadaran khalayak tentang suatu produk yang tidak hanya sekedar tahu tetapi

Kehilangan kandungan vitamin C paling rendah terdapat pada suhu penyimpanan 20 0 C.Selanjutnya, hasil uji statistik memperlihatkan bahwa terdapatperbedaan yang

Dalam artikel ini, penulis menjelaskan tentang bagaimana mengaplikasikan software CAQDAS yang cukup populer, NVivo, dalam penelitian desain logo dari Museum Nasional

Diperkirakan kadar lovastatin produk angkak dari ampas sagu dengan tepung beras dengan perbandingan 1:1 akan menghasilkan hasil yang lebih tinggi pada lama

Sosok wayang itu sendiri sebagai suatu produk kreatif yang mempunyai banyak jenis ragam cerita dan penampilan visual bonekanya yang ditafsirkan Unesco sebagai

Instrumen kuesioner dirancang dengan jawaban tertutup (berskala 1-4, misalnya untuk tingkat kepuasan: sangat kurang - sangat baik). Data yang diperoleh dari

Subsidi Ongkos Angkut Penumpang Udara Rute Nunukan - Long Baw an ( PP) , maka dengan ini Saudara kami undang untuk mengikuti acara Pembuktian Kualifikasi yang akan