• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Kelainan Kulit (Dermatosis) pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Kelainan Kulit (Dermatosis) pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

DOKUMENTASI

Gambar 1 Pengambilan Data Perkerja Pencuci Mobil

(2)

Gambar 3 Bahan Kimia Racikan Sabun Pencuci Mobil

(3)

Gambar 5 Tangan Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(4)

Gambar 7 Tangan Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(5)

Gambar 9 Tangan Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(6)

Gambar 11 Kaki Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(7)

Gambar 13 Kaki Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(8)

Gambar 15 Kaki Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit

(9)
(10)

Gambar 19 Pekerja pencuci mobil tanpa menggunakan APD

(11)
(12)

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA KELAINAN KULIT (DERMATOSIS) PADA PEKERJA PENCUCI MOBIL

DI KELURAHAN PANGKALAN MASYHUR KOTA MEDAN TAHUN 2015

1. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

2. Mohon kuesioner ini diisi dengan jujur.

3. Segala jawaban yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. 4. Atas perhatian dan kerjasama ini saya ucapkan terima kasih.

I. Identitas Responden

Nama :

II. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Kelainan Kulit (Dermatosis)

1. Usia : Tahun

2. Masa Kerja : Tahun

3. Lama Kerja : Jam

4. Riwayat Penyakit Kulit

Apakah sebelum bekerja di tempat pencucian mobil, Anda pernah menderita penyakit pada kulit di bagian tangan? : Ya

(13)

LEMBAR OBSERVASI

5. Bahan Kimia

Bahan kimia apa saja yang diggunakan saat bekerja mencuci mobil?

1. 4.

2. 5.

3. 6.

6. Gejala Kelainan Kulit (Dermatosis)

a. Bagaimana tanda/gejala kelainan kulit yang anda derita?

Gatal Kulit mengelupas

Rasa terbakar Kulit kering

Kemerahan Kulit bersisik

Bengkak Penebalan pada kulit

Lepuh kecil pada kulit Lainnya ………

b. Pada bagian mana anda mengalami kelainan kulit tersebut?

Telapak tangan Leher

Punggung tangan Punggung

Lengan tangan Kaki

Wajah Lainnya ………

HASIL PENGUKURAN

(14)

MASTER DATA

No usia usiak mk mkk lk lkk rpk bk

gkka gkkb klmbn gkktot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7

(15)

15 26 1 24 1 9 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 58.6 1 16 25 1 12 0 9 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 58.6 1 17 22 1 42 1 9 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 58.6 1 18 18 0 12 0 9 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 58.6 0

19 24 1 2 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 58 1

20 22 1 6 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 58 1

21 24 1 32 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 58 1 22 19 0 12 0 10 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 58 0 23 21 0 12 1 10 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 58 0 24 28 1 24 1 10 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 58 1

25 18 0 1 0 10 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 58 0

(16)

33 19 0 1 0 10 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 57 0 34 22 1 36 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 57 1 35 27 1 48 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 67.9 1 36 26 1 7 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 67.9 1 37 23 1 6 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 67.9 1 38 26 1 48 0 10 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 67.9 1

Keterangan:

usia : variabel usia

usiak : variabel usia dalam bentuk kategori 0 = ≤ 21 tahun, 1 = >21 tahun mk : masa kerja

mkk : masa kerja dalam bentuk kategori 0 = ≤ 12 bulan, 1 = >12 bulan lk : lama kerja

lkk : lama kerja dalam bentuk kategori 0 = ≤ 9 jam, 1 = >9 jam

rpk : riwayat penyakit kulit dalam bentuk kategori 0 = Memiliki riwayat penyakit kulit, 1 = Tidak memiliki riwayat penyakit kulit bk : bahan kimia dalam bentuk kategori 0 = Memakai lebih dari 2 bahan kimia, 1 = Memakai kurang atau sama dengan 2 bahan

kimia

gkka1 : gejala kelainan kulit yaitu gatal

(17)

gkka3 : gejala kelainan kulit yaitu kemerahan gkka4 : gejala kelainan kulit yaitu bengkak

gkka5 : gejala kelainan kulit yaitu lepuh kecil pada kulit gkka6 : gejala kelainan kulit yaitu kulit mengelupas gkka7 : gejala kelainan kulit yaitu kulit kering gkka8 : gejala kelainan kulit yaitu bersisik

gkka9 : gejala kelainan kulit yaitu penebalan pada kulit gkka10 : gejala kelainan kulit yaitu kutu air

gkkb1 : lokasi gejala kelainan kulit di telapak tangan gkkb2 : lokasi gejala kelainan kulit di punggung tangan gkkb3 : lokasi gejala kelainan kulit di lengan tangan gkkb4 : lokasi gejala kelainan kulit di wajah

gkkb5 : lokasi gejala kelainan kulit di leher gkkb6 : lokasi gejala kelainan kulit di punggung gkkb7 : lokasi gejala kelainan kulit di kaki klmbn : kelembaban udara

(18)

OUTPUT

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

c The distribution has no variance for this variable. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test cannot be performed. d Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744.

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(19)

Test Statistics(b) Mann-Whitney U 57.500 129.000 71.000 Wilcoxon W 193.500 265.000 207.000

Z -3.517 -1.531 -3.158

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .126 .002 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .000(a) .171(a) .001(a)

a Not corrected for ties.

b Grouping Variable: Gejala Kelainan Kulit

(20)

Masa Kerja (bulan) Valid Memakai lebih dari

(21)

Gejala Kelainan Kulit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Lama Kerja Responden (kategori)

(22)
(23)
(24)

Punggung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 38 100.0 100.0 100.0

Kaki

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 17 44.7 44.7 44.7

Tidak 21 55.3 55.3 100.0

(25)
(26)

LAMPIRAN RESPONDEN

Distribusi Gejala Kelainan Kulit

Responden Gatal Rasa

Terbakar Kemerahan Bengkak

(27)

22 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya 4

23 Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak 6

24 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak 4

25 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 3

26 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya 2

27 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 3

28 Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak 7

29 Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak 2

30 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya 2

31 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

32 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak 4

33 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya 4

34 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

35 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

36 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

37 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

(28)

Distribusi Lokasi Gejala Kelainan Kulit

Responden Telapak Tangan Punggung

(29)

27 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya 2

28 Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya 3

29 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 2

30 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya 1

31 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

32 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya 4

33 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya 3

34 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

35 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

36 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

37 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 0

(30)
(31)

Daftar Pustaka

Astrianda. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta

Budiyanto, C. 2010. Faktor Predisposisi yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Percetakan. Skripsi. Fakultas Kedokteran.Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Djuanda, S. dan Sularsito, S.A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Cetakan Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC

Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe. Tesis. Universitas Sumatera Utara

Harrianto, R. 2013. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC

Harrington, J.M dan Gill, F.S, 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: EGC

Kesuma, H. Damanik, M.S, Ningsih, W.T. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Pada Pekerja Pencuci Mobil Di Bengkel Sehat Kota Medan. Laporan Penelitian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Medan

Kosasih, A. 2004. Dermatitis akibat kerja. Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. 159-172 Lestari, F. dan Utomo H.S. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Pantja Press Industri. Jurnal. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 61-68

Mariz D.R., Hamzah S.M., Wintoko R. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Karyawan Pencucian Mobil di Kelurahan Sukarame Kota Bandar Lampung. Jurnal. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Vol. 3, No.3, 2014

(32)

58

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetya. Prof M Cholis: Perlu Perhatian, Dermatosis Akibat Kerja.

http://prasetya.ub.ac.id/berita/Prof-M-Cholis-Perlu-Perhatian-Dermatosis-Akibat-Kerja-7225-id.html. diakses 29 Agustus 2015

Prasetyo, D.A. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014. Skripsi. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta

Pratiwi. A, Laras. D, dkk. 2013. Walk Through Survey. Laporan Penelitian Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung

Septiani, S. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Cleaning Service di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta

Sulistyowati, E. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatosis Akibat Kerja Pada Pekerja di Area Machining Shop PT. Kubota Indonesia. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Suma’mur. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Edisi

Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Sagung Seto

Suryani, F. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta

Undang-Undang Pokok Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Kesehatan Kerja. Pasal 2.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Kerja. Pasal 23.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei dengan menggunakan desain cross-sectional, yaitu salah satu jenis studi observasional untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa perlakuan terhadap variabel independen tersebut.

Penelitian ini bersifat survei dengan menggunakan desain cross-sectional, yaitu salah satu jenis studi observasional untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa perlakuan terhadap variabel independen tersebut.

Oleh karena penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, maka subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

(34)

32

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang berjumlah 38 orang.

Dimana masing-masing tempat pencucian mobil, pekerjanya berjumlah:

1. Pencucian Mobil 1 berjumlah: 7 orang 2. Pencucian Mobil 2 berjumlah: 7 orang 3. Pencucian Mobil 3 berjumlah: 4 orang 4. Pencucian Mobil 4 berjumlah: 3 orang 5. Pencucian Mobil 5 berjumlah: 10 orang 6. Pencucian Mobil 6 berjumlah: 4 orang 7. Pencucian Mobil 7 berjumlah: 3 orang

3.3.2 Sampel

(35)

33

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

1. Faktor Host meliputi: usia, masa kerja, dan lama kerja menggunakan kuesioner.

2. Faktor Agent yaitu bahan kimia menggunakan lembar observasi.

3. Faktor Environment yaitu kelembaban menggunakan alat ukur Termohigrometer.

4. Gejala kelainan kulit (Dermatosis) menggunakan lembar observasi.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor Lurah Kelurahan Pangkalan Masyhur Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari:

1. Variabel independen adalah: faktor host (usia, masa kerja, dan lama kerja), faktor agent (bahan pencuci mobil), dan faktor environment (kelembaban). 2. Variabel dependen adalah gejala kelainan kulit (dermatosis).

3.5.2 Definisi Operasional

(36)

34

1. Faktor Host: a. Usia

Usia adalah lama hidup (tahun) pekerja terhitung dari lahir sampai waktu pengambilan data pekerja di tempat pencucian mobil.

b. Masa kerja

Masa kerja adalah lamanya (bulan) pekerja bekerja di tempat pencucian mobil.

c. Lama kerja

Lama kerja adalah lamanya (jam) pekerja pencuci mobil bekerja dalam satu hari.

2. Faktor Agent:

Bahan kimia adalah bahan-bahan yang digunakan saat pekerja mencuci mobil, seperti deterjen.

3. Faktor Environment:

Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara lingkungan kerja yang tercatat pada alat ukur berdasarkan hasil pengukuran.

(37)

35

3.6 Metode Pengukuran Data

1. Faktor Host:

a. Usia di analisis terlebih dahulu secara rasio dan dibuat menjadi data

berkelompok (≤ 21 Tahun, > 21 Tahun).

b. Masa kerja di analisis terlebih dahulu secara rasio dan dibuat menjadi

data berkelompok (≤ 12 Bulan, > 12 Bulan).

c. Lama kerja di analisis terlebih dahulu secara rasio dan dibuat menjadi

Kelembaban diukur dengan menggunakan alat Termohigrometer.

Termohigrometer adalah sebuah alat yang menggabungkan antara fungsi termometer dengan hygrometer, yaitu alat untuk mengukur suhu dan kelembaban, baik di ruang tertutup ataupun di luar ruangan secara digital. Prinsip kerja Termohigrometer yaitu secara umum alat ini terdiri atas dua bagian, yaitu batang sensor dan monitor kontrol. Sensor alat ini peka terhadap konsentrasi uap air di udara (kelembaban). Pada layar monitor akan tertera nilai kelembaban.

Cara penggunaan alat Termohigrometer yaitu sebagai berikut: a. Tekan tombol power

b. Tempatkan batang sensor pada area yang akan diidentifikasi

(38)

36

d. Amati angka yang tertera pada monitor

e. Tekan “HOLD” untuk menghentikan sementara pengukuran (nilai

akan tetap)

f. Tekan kembali power untuk mematikan alat

4. Gejala kelainan kulit (dermatosis) adalah gejala subyektif yang dirasakan pekerja pencuci mobil. Gejala kelainan kulit (dermatosis) dinyatakan Ada

jika pekerja merasakan beberapa keluhan seperti gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit. Dan dinyatakan Tidak jika pekerja tidak merasakan salah satu gejalanya.

Tabel 3.1 Aspek pengukuran variabel penelitian

Variabel Cara dan Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel Independen

2. Masa kerja Wawancara/ Kuesioner

1. ≤ 12 Bulan

2. > 12 Bulan

Ordinal

(39)

37

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Hasil penelitian ini akan diolah, dimana dari semua data akan dilakukan pengklasifikasian melalui berbagai tahapan sebagai berikut:

1. Numbering: memberikan nomor dan kode dari setiap kuesioner yang akan diberikan.

2. Editing: melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi

pada kuesioner.

3. Coding: mengubah data kuesioner dalam bentuk kode-kode.

4. Processing: memproses data agar dapat dilakukan analisa dengan cara entry data kedalam aplikasi komputer, yakni menggunakan SPSS.

5. Analysis: melakukan analisa terhadap hasil pemrosesan data, analisis ini

dibantu dengan perangkat lunak statistik komputer.

Analisa data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data diberi kode dan dimasukkan (entry), kemudian data dianalisis dengan menggunakan software komputer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

3.7.2 Analisis Univariat

(40)

38

3.7.3 Analisis Bivariat

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kelurahan Pangkalan Masyhur merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Batas wilayah Kelurahan Pangkalan Masyhur yaitu sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Titi Kuning, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gedung Johor, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kwala Bekala, dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia. Luas Wilayah di Kelurahan Pangkalan Masyhur yaitu sebesar 400 Ha. Jumlah Kepala Keluarga yaitu sebanyak 7.935 KK. Jumlah penduduk sebanyak 37.299 jiwa dengan jumlah laki-laki 17.626 orang dan perempuan 19.673 orang. Di Kelurahan Pangkalan Masyhur terdapat sektor formal dan informal. Salah satu sektor informal yaitu tempat pencucian mobil. Jumlah tempat pencucian mobil yang terdapat di Kelurahan Pangkalan Masyhur yaitu sebanyak 7 dengan jumlah pekerja 38 orang.

Sumber: Kantor Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan

(42)

40

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Usia Responden

Usia pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Usia Responden Pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

Usia (Tahun) N %

≤ 21 > 21

18 20

47,4 52,6

Total 38 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa usia pekerja pencuci mobil paling banyak pada usia > 21 tahun yaitu 20 orang (52,6%) dan sisanya pada usia

(43)

41

4.2.2 Masa Kerja Responden

Masa kerja pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Masa Kerja Responden Pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

Masa Kerja (Bulan) N %

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pekerja pencuci mobil yang masa kerjanya ≤ 12 bulan sebanyak 23 orang (60,5%) dan masa kerja > 12 bulan sebanyak 15 orang (39,5%).

4.2.3 Lama Kerja Responden

Lama kerja pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

(44)

42

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa lama kerja pekerja pencuci mobil dengan lama kerja ≤ 9 jam sebanyak 18 orang (47,4%) dan lama kerja > 9 jam sebanyak 20 orang (52,6%).

4.2.4 Bahan Kimia

Berdasarkan jawaban dari 38 responden, bahan kimia yang digunakan di 7 tempat pencucian mobil menggunakan bahan kimia yang sama, yaitu Texapon (SLS-Sodium Laureth Sulfat), Sodium Sulfat, STPP (Sodium Tripoly Phosphate), dan pewarna makanan.

4.2.5 Kelembaban Udara

Kelembaban udara di tempat pencucian mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Kelembaban Udara di Tempat Pencucian Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

(45)

43

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa kelembaban udara di tempat pencucian mobil paling tinggi yaitu 67.9% sebanyak 10 orang (26,3%) dan paling rendah yaitu 55.6% sebanyak 4 orang (10,5%).

4.2.6 Gejala Kelainan Kulit

Gejala kelainan kulit dan letak gejala kelainan kulit yang dirasakan pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

Gejala Kelainan Kulit N %

Ada Tidak Ada

25 13

65,8 34,2

Total 38 100

(46)

44

4.3 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov, didapatkan nilai p-value pada usia sebesar 0.059, masa kerja sebesar 0.013, lama kerja sebesar 0.002 dan kelembaban sebesar 0.0001. Hal ini menunjukkan bahwa data usia berdistribusi normal sebab memiliki nilai p-value lebih besar 0.05, sedangkan data lama kerja, masa kerja dan kelembaban berdistribusi tidak normal karena memiliki p-value lebih kecil dari 0.05

Selanjutnya dilakukan uji independent T-test untuk melihat apakah ada hubungan antara usia dengan terjadinya gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015. Sedangkan digunakan Uji Mann Whitney untuk melihat hubungan antara masa kerja, lama kerja, dan kelembaban dengan terjadinya gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

4.3.1 Hubungan Faktor Host (Usia, Masa Kerja, dan Lama Kerja) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

(47)

45

4.3.1.1 Usia

Berdasarkan uji independent T-test didapatkan nilai p-value yaitu sebesar 0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

4.3.1.2 Masa Kerja

Berdasarkan uji Mann Whitney didapatkan nilai p-value yaitu sebesar 0.0001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

4.3.1.3 Lama Kerja

Berdasarkan uji Mann Whitney didapatkan nilai p-value yaitu sebesar 0.126. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

4.3.2 Hubungan Faktor Agent (Bahan Kimia) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

(48)

46

4.3.3 Hubungan Faktor Environment (Kelembaban) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

(49)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Dermatosis Akibat Kerja

Dermatosis akibat kerja adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Istilah lain untuk dermatosis akibat kerja adalah dermatosiss atau penyakit kulit yang timbul karena hubungan kerja. Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga kerja bekerja melakukan pekerjaan atau disebabkan oleh faktor-faktor yang berada pada lingkungan kerja. Terminologi dermatosis lebih tepat dari pada penggunaan kata dermatitis, sebab kelainan kulit akibat kerja tidak selalu berupa suatu peradangan (infeksi), melainkan juga tumor atau alergi atau rangsangan fisik dan lainnya dapat menjadi penyebab penyakit tersebut. Jadi penamaannya yang benar bukan dermatitis akibat kerja, karena dermatitis akibat kerja hanya merupakan salah satu aspek saja dari dermatosis akibat kerja. Selain itu dapat pula dipergunakan istilah kelainan kulit akibat kerja. Persentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja menduduki porsi tertinggi sekitar 50-60 %, maka dari itu penyakit ini pada tempatnya mendapat perhatian yang proporsional. Selain prevalensi yang tinggi, dermatosis akibat kerja yang kelainannya biasanya terdapat pada lengan, tangan dan jari sangat mengganggu penderita melakukan pekerjaan sehingga sangat berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerjanya.

(50)

48

yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 38 orang pekerja. Kriteria inklusinya yaitu pekerja yang sebelum bekerja di tempat pencucian mobil tidak memiliki riwayat penyakit kulit.

Jumlah pekerja yang diteliti dimasing-masing tempat pencucian mobil berbeda. Semua responden memenuhi kriteria inklusi, 38 orang pekerja tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. Dari 38 orang responden, terdapat 25 orang pekerja yang mengalami gejala kelainan kulit, sedangkan 13 orang lainnya tidak mengalami gejala kelainan kulit. Gejala kelainan kulit yang paling banyak dirasakan yaitu kulit kering (17 orang) dan lokasi yang paling banyak terdapat gejala kelainan kulit yaitu telapak tangan dan punggung tangan (19 orang). Hal ini sesuai dengan Depkes, sebanyak 90% penyakit akibat kerja berlokasi di tangan (Depkes, 2008).

(51)

49

5.2 Hubungan Faktor Host (Usia, Masa Kerja, dan Lama Kerja) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

5.2.1 Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu, usia secara epidemiologi merupakan bagian dari karakteristik host. Usia dalam penelitian ini merupakan lama hidup pekerja dihitung dari lahir sampai waktu pengambilan data pekerja di tempat pencucian mobil.

Berdasarkan analisis deskriptif, didapatkan bahwa usia responden memiliki nilai rata-rata 22,95 tahun. Dengan usia pekerja termuda yaitu 18 tahun, usia pekerja tertua yaitu 40 tahun, dan usia pekerja terbanyak yaitu 20 tahun yaitu ada 5 orang (20%). Berdasarkan hasil uji independent T-test diketahui bahwa nilai p-value yaitu sebesar 0.001, artinya <0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara usia dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suryani (2011), menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak (p-value = 0.008) dengan usia rata-rata 23 tahun pekerja yang mengalami dermatitis kontak.

(52)

50

5.2.2 Masa Kerja

Masa kerja dalam penelitian ini merupakan lamanya pekerja dalam hitungan bulan bekerja di tempat pencucian mobil dari awal masuk sampai waktu pengambilan data pekerja. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia.

Berdasarkan analisis deskriptif, didapatkan bahwa masa kerja responden memiliki nilai rata-rata 19,97 bulan. Dengan masa kerja tersingkat yaitu 1 bulan ada 4 orang (10,5%), masa kerja terlama yaitu 72 bulan ada 1 orang (2,6%), dan masa kerja yang paling banyak yaitu 1 bulan dan 12 bulan ada 4 orang (16%). Berdasarkan hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p-value yaitu sebesar 0.0001, artinya <0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

(53)

51

5.2.3 Lama Kerja

Lama kerja dalam penelitian ini merupakan lamanya pekerja dalam hitungan jam bekerja di tempat pencucian mobil dari awal masuk kerja hingga selesai kerja dalam satu hari kerja. Lama kerja mempengaruhi gejala kelainan kulit, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit hingga kelapisan sel yang lebih dalam dan risiko timbulnya gejala kelainan kulit (dermatosis) akan semakin tinggi.

Berdasarkan analisis deskriptif, didapatkan bahwa lama kerja responden memiliki nilai rata-rata 9,16 jam. Dengan lama kerja paling cepat yaitu 7 jam ada 7 orang (18,4%), dan lama kerja paling lama dan banyak yaitu 10 jam ada 20 orang (52,6%). Berdasarkan hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p-value yaitu sebesar 0.126, artinya >0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

(54)

52

5.3 Hubungan Agent (Bahan Kimia) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di 7 tempat pencucian mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan, bahan kimia yang digunakan di 7 tempat pencucian mobil sama. Oleh karena itu, data tidak bisa dilakukan uji statistik untuk melihat apakah ada hubungan antara bahan kimia dengan gejala kelainan kulit.

Bahan kimia yang digunakan yaitu sabun mobil racikan, dimana isinya terdiri dari:

1. Bahan Aktif

Texapon (SLS-Sodium Laureth Sulfat), yaitu bahan dasar sabun atau surfaktan. Surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.

2. Bahan Pengisi

Sodium Sulfat, yaitu pengental sabun, Bahan pengisi merupakan bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi hanya menambah kuantitas.

3. Bahan Penunjang

(55)

53

dalam deterjen tidak boleh terlalu banyak, sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci.

4. Bahan Tambahan (aditif)

Bahan tambahan yaitu pewarna makanan yang berfungsi sebagai pewarna produk.

Bahan-bahan kimia diatas dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar, dapat menyebabkan iritasi kulit dan dermatitis, jika kulit sudah teriritasi ditandai dengan muncul beberapa gejala seperti rasa gatal, kulit yang meradang diikuti dengan pembentukan lepuh berisi cairan. Individu yang alergi, tentunya lebih rentan mendapatkan efek samping dimana kulit mereka akan cenderung mengikis lapisan minyak alami kulit sehingga kulit bisa kering, bersisik dan kasar.

5.4 Hubungan Environment (Kelembaban) dengan Gejala Kelainan Kulit pada Pekerja Pencuci Mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan Tahun 2015

Kelembaban merupakan konsentrasi uap air di udara lingkungan kerja. Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya gejala kelainan kulit. Kelembaban udara diukur dengan menggunakan alat ukur Termohigrometer.

(56)

54

nilai p-value yaitu sebesar 0.002, artinya <0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Priatna dalam Budiyanto (2010), tempat kerja yang lembab merupakan faktor di tempat kerja yang mendorong timbulnya penyakit kulit. Kontaminan berupa bahan kimia lebih mudah menempel di kulit pada temperatur lingkungan kerja yang lembab.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Septiani (2012), dimana kelembaban dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki hubungan, dengan rata-rata kelembaban sebesar 58,4%. Penelitian Ruhdiat (2006), menunjukkan bahwa kelembaban rata-rata lingkungan kerja pada tempat penelitian adalah sebesar 58,4%, tidak memiliki hubungan antara kelembaban dengan terjadinya dermatitis kontak.

(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan tahun 2015, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pekerja pencuci mobil yang mengalami gejala kelainan kulit sebanyak 25 orang, dari 38 orang yang diteliti.

2. Ada hubungan yang bermakna antara faktor host yaitu usia (p-value 0,001) dan masa kerja (p-value 0,0001) dan faktor environment yaitu kelembaban (p-value 0,002) dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil. 3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor host yaitu lama kerja

(p-value 0,126) dengan gejala kelainan kulit pada pekerja pencuci mobil.

4. Gejala kelainan kulit terbanyak yaitu kulit kering dan lokasi terbanyak

yang mengalami gejala kelainan kulit yaitu di telapak tangan dan

punggung tangan.

6.2 Saran

1. Bagi pekerja

(58)

56

b. Menggunakan krim kortikostreroid, berfungsi untuk mengurangi peradangan.

c. Memakai Alat Pelindung Diri (APD), seperti sarung tangan karet dan sepatu boot sehingga dapat mencegah terjadinya kontak langsung dengan sabun pencuci mobil.

2. Bagi pemilik tempat pencucian mobil

a. Menyediakan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung

tangan karet dan sepatu boot, serta mencukupi jumlah APD bagi seluruh pekerja.

b. Melaksanakan pemeriksaan berkala pada tangan pekerja, jika pekerja mengalami gejala kelainan kulit maka pekerja dapat di rotasi untuk sementara waktu.

c. Menyediakan kain untuk mengeringkan tangan setelah selesai mencuci mobil.

(59)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Kerja

Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

2.2 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. PAK dapat dicegah, dan berat ringannya penyakit yang disebabkan pekerjaan tergantung dari jenis dan tingkat penyakitnya (Effendy, 1998).

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarakat pekerja bukan hanya dipengaruhi oleh bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja, tetapi juga faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor-faktor-faktor-faktor lainnya (Depkes RI, 1992).

(60)

8

2.3 Penyakit Kulit Akibat Kerja

Penyakit kulit akibat kerja atau Occupational Dermatitis adalah segala kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini merupakan 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja, sebagian besar disebabkan karena pekerja kontak dengan bahan-bahan yang dipergunakan, diolah atau dihasilkan oleh pekerjaan itu (Suma’mur, 2014).

Penyebabnya dapat digolongkan atas: a. Faktor Mekanik

Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit seperti pada kuli-kuli bangunan dan pelabuhan.

b. Faktor Fisik

1. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion. 2. Suhu rendah menyebabkan chillblains, trenchfoot, frostbite.

3. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran pernafasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi perdarahan pada kulit dan selaput lendir.

4. Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah. 5. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat

menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.

(61)

9

c. Faktor Biologi

Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada karyawan pelabuhan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci dan lain-lain.

d. Faktor Kimia (penyebab terbanyak)

Apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritasi atau dermatitis kontak alergi.

Faktor penyebab terbanyak adalah agen kimia yang terdiri dari 4 kategori: 1. Iritan primer-asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam logam

(arsen, air raksa, dan lain-lain).

2. Sensitizer; logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobal, dan lain-lain).

3. Agen-agen aknegenik-naftalen dan bifenil klor, minyak mineral, dan lain-lain.

4. Photosensitizer-antrasen, pitch, devirate asam benzoate, hidrokarbon aromatic, pewarna akridin, dan lain-lain.

2.4 Dermatosis Akibat Kerja

2.4.1 Definisi

(62)

10

Terminologi dermatosis lebih tepat dari pada penggunaan kata dermatitis, sebab kelainan kulit akibat kerja tidak selalu berupa suatu peradangan (infeksi), melainkan juga tumor atau alergi atau rangsangan fisik dan lainnya dapat menjadi penyebab penyakit tersebut. Jadi penamaannya yang benar bukan dermatitis akibat kerja, karena dermatitis akibat kerja hanya merupakan salah satu aspek saja dari dermatosis akibat kerja. Selain itu dapat pula dipergunakan istilah kelainan kulit akibat kerja. Persentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja menduduki porsi tertinggi sekitar 50-60 %, maka dari itu penyakit ini pada tempatnya mendapat perhatian yang proporsional. Selain prevalensi yang tinggi, dermatosis akibat kerja yang kelainannya biasanya terdapat pada lengan, tangan dan jari sangat mengganggu penderita melakukan pekerjaan sehingga sangat berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerjanya. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 2 (dua) jenis kelompok penyakit kulit akibat kerja, yaitu: 1.) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau biologis, dan 2.) Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaannya, produk atau residu dari zat tersebut.

2.4.2 Faktor Penyebab

Penyebab dermatosis akibat kerja dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Faktor fisis, yaitu tekanan, tegangan, gesekan, kelembaban, panas, suhu

dingin, sinar matahari, sinar X, dan sinar elektromagnetis lainnya;

(63)

11

3. Mahluk hidup, yaitu bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, dan kutu dan sejenisnya serta hewan lain dan bahan yang berasal dari padanya;

4. Zat atau bahan kimia, yaitu asam dan garam zat kimia anorganis, persenyawaan kimia organis hidrokarbon, oli, ter, zat pewarna dan lainnya. Dari semua penyebab itu faktor kimiawi adalah yang terpenting, oleh karena zat dan bahan kimia banyak digunakan pada proses produksi dalam berbagai industri. Ada dua mekanisme zat atau bahan kimia menimbulkan dermatosis, yaitu, pertama, dengan jalan perangsangan primer (primary irritant), penyebabnya disebut iritan primer, dan, kedua, melalui sensitisasi dan penyebabnya disebut pemeka (sensitizer). Iritan primer mengadakan rangsangan kepada kulit, dengan jalan melarutkan lemak kulit, mengambil air dari lapisan kulit, mengoksidasi dan atau mereduksi susunan kimia kulit, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan akibatnya timbul dermatosis. Sensitisasi oleh zat kimia pemeka biasanya disebabkan oleh zat kimia organis dengan struktur molekul sedemikian rupa sehingga dapat bergabung dengan zat putih telur untuk membentuk antigen.

(64)

12

berlangsungnya kontak pertama dengan kulit, tetapi menyebabkan efek khas di kulit tempat terjadinya kontak maupun pada tempat lain setelah selang waktu 5 atau 7 hari sejak kontak yang pertama.

Faktor penyebab fisis-mekanis tekanan, tegangan atau gesekan menimbulkan dermatosis akibat kerja dengan terjadinya kerusakan langsung kepada kulit. Kerusakan demikian adalah kelainan sel atau jaringan kulit. Dermatosis akibat kerja yang berupa kanker kulit timbul melalui patogenesis (proses terjadinya sakit) penyakit kanker yaitu rangsangan kronis dan sifat karsinogenisitas suatu zat atau bahan kimia. Bakteri, virus, jamur, dll menyebabkan dermatosis akibat kerja melalui mekanisme peradangan (infeksi) yang tanda-tandanya meliputi warna merah di kulit (rubor), panas (color), sakit (dolor), dan kelainan fungsi (functio laesa). Infestasi parasit adalah hidup atau menembusnya parasit di kulit yang menyebabkan iritasi dan kerusakan kulit.

2.4.3 Jenis Menurut Pekerjaan

(65)

13

gemuk. Tenaga kerja yang selalu kontak dengan hasil pertanian dan perkebunan yang menjadi tempat bersarangnya kutu, misalnya kopra atau biji-bijian, akan menderita dermatosis yang penyebabnya adalah kutu. Pembalsem mayat yang menggunakan formaldehida untuk keperluan pekerjaannya sering menderita dermatosis sebagai akibat formaldehida yang merupakan zat kimia organis sangat reaktif. Pekerja pabrik semen atau pekerja bangunan yang lengan, tangan dan jarinya sering kontak dengan semen dapat menderita dermatosis akibat kerja dengan kulit lengan, tangan dan jari yang keriput kering, selaput tanduk kulit menipis dan di sana-sini terlihat infeksi sekunder. Selain itu pekerja yang kulitnya sering kontak dengan semen mungkin pula peka terhadap senyawa krom heksavalen kandungan semen, sehingga menderita dermatosis akibat kerja yang patogenesisnya adalah sensitisasi. Borok krom terjadi pada pekerja yang menggunakan kromat dalam melakukan pekerjaannya. Ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaannya, produk atau residu dari zat tersebut menyebabkan penyakit epitelioma primer yaitu tumor jinak kulit pada tenaga kerja yang terpapar kepada zat-zat kimia karsinogenis tersebut. Jadi sesungguhnya tidak sulit untuk memperkirakan penyakit kulit apa yang mungkin timbul pada pekerja jika diketahui jenis pekerjaan dan keadaan lingkungan kerjanya.

2.4.4 Pencegahan

(66)

14

tidak mungkin meraih kesembuhan sepenuhnya, maka dari itu satu-satunya upaya yang akan berhasil adalah meniadakan faktor penyebab dermatosis akibat kerja dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan menghilangkan seluruh risiko tenaga kerja kontak kulit dengan faktor penyebab yang bersangkutan. Penggunaan pakaian kerja dan alat pelindung diri adalah salah satu bentuk upaya preventif. Demikian pula adanya kepatuhan menjalankan prosedur kerja melalui pendidikan dan pelatihan juga merupakan suatu pendekatan yang baik. Memindahkan penderita dari pekerjaan dan lingkungan kerja lain yang tidak berbahaya bagi kulit yang bersangkutan merupakan upaya terakhir dan hal itu biasanya tidak mudah dilaksanakan dan seringkali menimbulkan problema lain.

Dermatosis akibat kerja selalu dapat dicegah dengan memakai cara-cara pencegahan yang telah diuraikan. Selain cara-cara umum itu, perlu diperhatikan masalah kebersihan perseorangan (higiene pribadi) dan sanitasi lingkungan kerja serta pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaan yang baik. Kebersihan perseorangan misalnya cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakaian bersih dan berganti pakaian tiap hari, alat pelindung diri yang bersih dan lain-lain. Kebersihan lingkungan dan pemeliharaan ketatarumahtanggan perusahaan meliputi pembuangan air bekas dan sampah industri yang memenuhi syarat higiene, keselamatan dan kesehatan, pembersihan debu, penerapan proses produksi yang tidak menimbulkan pencemaran udara dan juga permukaan, cara sehat dan selamat penimbunan dan penyimpanan barang dan lainnya.

(67)

15

mungkin dapat dilaksanakan upaya preventif yang cepat dan tepat serta perlindungan kesehatan pada penderita dapat sesegera mungkin diselenggarakan.

2.5 Dermatitis Kontak

2.5.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/subtansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Menetapkan penyebab dermatitis kontak tidak selalu mudah dikarenakan banyak sekali kemungkinan yang ada. Selain itu banyak yang tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia yang bersentuhan dengan kulit mereka (Djuanda dan Sularsito, 2011).

(68)

16

pembentukan krusta, pengeringan, pembentukan fisura, serta pengelupasan kulit. Jika terjadi reaksi yang berulang-ulang atau bila pasien terus-menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi (perubahan warna) akan terjadi.

2.5.2 Jenis Dermatitis Kontak

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya yaitu dermatitis kontak iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergik, paparan bahan kimia menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.

1. Dermatitis Kontak Iritan

(69)

17

Dermatitis kontak akibat iritasi merupakan jenis yang paling umum dijumpai diantara penyakit kulit akibat kerja lainnya, meliputi kira-kira dua pertiga kasus penyakit kulit akibat kerja (Harrianto, 2013).

Hampir tiga perempat dermatitis akibat kerja tergolong jenis ini, iritan menghasilkan efek langsung pada kulit yang kontak dengannya dan efek akan lebih bergantung pada dosis dan lama pajanan dibandingkan dengan reaksi apapun dari seseorang (Harrington, 2003).

Penyebab munculnya dermatitis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda dan Sularsito, 2011).

(70)

18

2. Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit akibat kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses immunologis. Tidak seperti dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneum kulit. Sebelum individu menjadi sensitif pada suatu alergen, ia harus mengalami beberapa kali kontak dengan substansi alergen tersebut terlebih dahulu (Harrianto, 2013).

Dermatitis kontak alergik merupakan 15-20% dari semua dermatitis akibat kerja. Respon biasanya spesifik untuk satu bahan, tetapi biasanya tertunda satu minggu atau lebih setelah kontak. Episode sensitisasi pertama mungkin memerlukan waktu beberapa jam, tetapi reaksi berikutnya dapat tercetus oleh pemajanan yang sangat singkat (Harrington, 2005).

Djuanda dan Sularsito (2011) mengemukakan berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).

2.5.3 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

(71)

19

bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.

1. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh deterjen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

Pada dermatitis kontak alergik akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang ringan dan ada pula yang berat. Pada yang ringan hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema dan edema disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi cairan. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda dan Sularsito, 2011).

2. Fase Kronis

(72)

20

dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan dermatitis kontak iritan.

Pada dermatitis kontak alergik kronis merupakan fase kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenfikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau eksklorias, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit tumbuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda dan Sularsito, 2011).

Berbagai lokasi terjadinya dermatitis kontak menurut Djuanda dan Sularsito (2011)

1. Tangan

Kejadian dermatitis kontak iritan maupun alergik paling sering di tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan yang basah, misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.

(73)

21

2. Lengan

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, anti perspiran, formaldehid yang ada dipakaian.

3. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata.

4. Telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kacamata, cat rambut, hearing-aids, gagang telepon.

5. Leher

Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

6. Badan

(74)

22

7. Genitalia

Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.

8. Paha dan tungkai bawah

Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai.

9. Dermatitis kontak sistemik

Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid, balsam peru.

2.6 Pencucian Mobil

(75)

23

Apalagi di dukung oleh kecepatan pelayanan dan harga yang terjangkau membuat masyarakat semakin tertarik (Kesuma, 2012).

Hal-hal tadi yang membuat peluang usaha pencucian mobil sangat diminati. Bahkan saat ini banyak pelaku usaha yang sudah mengembangkan potensi bisnis tersebut menjadi bisnis franchise. Mengingat minat konsumen akan jasa car wash, menunjukan peningkatan yang cukup baik setiap tahunnya, sehingga semakin terbukanya peluang bagi pengusaha baru untuk memulai usaha pencucian mobil. Hasilnya, jasa pencucian mobil pun saat ini ada dimana-mana, bahkan bisa dikatakan tiap keluruhan dapat ditemui jasa pencucian mobil (Kesuma, 2012). Dengan banyaknya pengusaha jasa pencucian mobil, maka semakin banyak masyarakat yang bekerja di pencucian mobil. Padahal dengan menjadi pegawai pencucian mobil, maka orang tersebut memiliki risiko tinggi terkena dermatitis kontak akibat kontak dengan bahan-bahan kimia yang digunakan. Apalagi ditambah dengan tingginya jumlah konsumen, sehingga intensitas kontak dengan paparan bahan kimia semakin sering terjadi, risiko pun meningkat (Pratiwi, 2013).

Bahan-Bahan baku yang terdapat di dalam deterjen sabun pencuci mobil (Kesuma, 2012)

1. Bahan Aktif

Bahan aktif ini merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam pembuatan deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa Sodium Lauryl Sulfate (SLS). SLS dengan beberapa nama dagang dengan nama

(76)

24

andil dalam meningkatkan daya bersih karena bekerja dengan cara menurukan tegangan permukaan larutan sehingga dapat melarutkan minyak serta membentuk mikro emulsi yang bisa menimbulkan busa. Ciri dari bahan aktif ini mempunyai busa banyak dan bentuknya gel (pasta). Penggunaan SLS dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan terjadinya iritasi epidermis dan denaturasi rantai polipeptida suatu molekul protein sehingga merubah dari suatu struktur rantai protein (Winarno, 2002)

2. Bahan pengisi

Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan untuk memperbesar atau memperbanyak volume. Keberadaan bahan ini dalam deterjen semata-mata dilihat dari aspek ekonomis. Bahan pengisi deterjen disini menggunakan sodium sulfate (Na2SO4). Bahan lain sebagai pengisi deterjen dapat mengguanakan tetra sodium pyroposphate dan sodium sitrat. Bahan ini berbentuk serbuk, berwarna putih dan mudah larut dalam air.

3. Bahan penunjang

(77)

25

4. Bahan Tambahan (aditif)

Bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan deterjen. Namun demikian, produsen mencari hal-hal baru untuk mengangkat nilai dari deterjen itu sendiri. Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah Carboxymethyl Cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih yang

berfungsi mencegah kotoran kembali. 5. Bahan Wangi

Keberadaan bahan wangi ini sangat penting keberadaannya. Parfum untuk deterjen bentuknya cair kekuning-kuningan.

2.7 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatosis Akibat

Kerja

1. Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Usia secara epidemiologi merupakan bagian dari karakteristik host. Menurut Cohen dalam Septiani (2012) kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis. Djuanda dan Sularsito (2011) menyatakan bahwa pada anak usia dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi bahan iritan.

(78)

26

ini menyimpulkan bahwa pekerja yang usianya lebih muda lebih rentan terkena dermatitis kontak.

2. Masa Kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja, semakin lama masa kerja seseorang semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan kimia (Erliana, 2008)

Menurut teori Cohen (1999) pekerja dengan masa kerja panjang dapat dimungkinkan telah mengalami resistensi terhadap bahan kimia yang digunakan. Resisitensi ini dikenal sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus-menerus. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit. Berbeda dengan pekerja dengan masa kerja pendek, pekerja belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya dan masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) menunjukkan bahwa proporsi pekerja dengan masa kerja 6-9 tahun sebanyak 61,5% menderita dermatitis kontak dan masa kerja 1-5 tahun hanya 18,8% dan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan dengan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja.

3. Lama Kerja

(79)

27

kejadian dermatitis kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya dermatitis kontak akan semakin tinggi.

Penelitian Azhar dan Hananto (2011) pada petani rumput laut dapat disimpulkan bahwa waktu kerja >8 jam perhari lebih berisiko dibanding dengan waktu kerja <8 jam perhari. Semakin lama waktu kerja maka frekuensi kontak terhadap bahan iritan juga semakin tinggi yang mengakibatkan dermatitis kontak iritan pada petani rumput laut. Keterpaparan terhadap risiko kontak yang berulang-ulang dengan waktu yang semakin lama dan bersentuhan.

4. Bahan Kimia

Bahan kimia merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak (Djuanda dan Sularsito, 2011). Menurut Agius dalam Septiani (2012) paparan bahan kimia ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak, frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain.

5. Kelembaban

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MenKes/SK/IX/2002 mengenai nilai ambang batas kesehatan lingkungan kerja, kelembaban udara yang dianjurkan adalah 40%-60%.

(80)

28

menjadi target organ dari beberapa bahan kimia, kulit juga merupakan tempat masuknya bahan kimia toksik dengan cara absorpsi.

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Faktor Host (Manusia) : 1. Usia

2. Masa kerja 3. Lama kerja

Faktor Agent (Penyebab) : Bahan kimia

Faktor Environment (Lingkungan) :

Kelembaban

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, maka penulis menyusun variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala kelainan kulit (dermatosis) pada pekerja pencuci mobil di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kota Medan, terbagi menjadi faktor host, agent, dan

Variabel Dependen

(81)

29

environment sebagai variabel independen dan gejala kelainan kulit (dermatosis) sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang yang berhubungan dengan gejala kelainan kulit (dermatosis) diantaranya adalah faktor host yaitu: usia, masa kerja, dan lama kerja, faktor agent yaitu: bahan kimia, faktor environment yaitu: kelembaban.

1. Faktor Host:

a. Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu, usia secara epidemiologi merupakan bagian dari karakteristik host.

b. Masa kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya sesorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja mempengaruhi gejala kelainan kulit (dermatosis), semakin lama masa kerja seseorang semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan kimia.

c. Lama kerja

(82)

30

2. Faktor Agent:

Bahan kimia merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gejala kelainan kulit. Semakin banyak bahan kimia yang digunakan, maka akan semakin besar kemungkinan timbulnya gejala kelainan kulit.

3. Faktor Environment: Kelembaban

(83)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan

kerja (Suma’mur, 2014).

Masalah kesehatan kerja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 23 menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

Salah satu masalah dalam kesehatan kerja adalah penyakit akibat kerja. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013 tercatat jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus (Depkes, 2014).

(84)

2

seluruh penyakit akibat kerja. Sebanyak 90% penyakit akibat kerja berlokasi di tangan (Depkes, 2008).

Menurut Cholis (2015), Dermatosis Akibat Kerja (DAK) adalah keadaan patologis kulit dengan lingkungan kerja sebagai faktor penyebab utama, yang secara langsung maupun tidak langsung memberi kontribusi terhadap kelainan kulit tersebut. DAK disebabkan faktor fisik, kimia, biologi di lingkungan kerja. Faktor lain yang mempermudah DAK yaitu genetik, lingkungan serta faktor tidak langsung seperti umur, pengalaman kerja, pemakaian obat-obat dan stress psiko-sosial. Penyakit kulit yang termasuk DAK yaitu: Dermatitis Kontak (DK), Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergika (DKA).

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Penelitian surveillance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda dan Sularsito, 2011).

Gambar

Gambar 1  Pengambilan Data Perkerja Pencuci Mobil
Gambar 3  Bahan Kimia Racikan Sabun Pencuci Mobil
Gambar 5  Tangan Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit
Gambar 8  Tangan Pekerja dengan Gejala Kelainan Kulit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai2. Bercerita pendek yang berisi

[r]

Kemajuan bidang Elektronika sekarang ini dapat membantu untuk dapat melakukan suatu pekerjaan tanpa meninggalkan pekerjaan yang lain oleh karena ini memerlukan suatu alat yang

Dimana kamus elektronik ini akan membantu dalam melestarikan kebudayaan Indonesia, meningkatkan pengunaan bahasa Sunda di masyarakat, menambah pengetahuan bagi yang ingin belajar