• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Pengaruh Varietas, Penyimpanan, dan Persiapan Bawang Putih Terhadap Rasa dan Aroma Bawang Pada Produk Kacang Salut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mempelajari Pengaruh Varietas, Penyimpanan, dan Persiapan Bawang Putih Terhadap Rasa dan Aroma Bawang Pada Produk Kacang Salut"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

Oleh

W A T I F24103101

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

Sutrisno Koswara1), Wati2) 1)

Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor 2)

Sarjana Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Bawang putih banyak digunakan sebagai bahan baku esensial pada industri pangan. Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri pangan harus menggunakan bawang putih dengan jenis yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya akan mempersulit kekonsistenan rasa dan aroma produk akhir. PT.Garudafood memiliki pasokan berbagai jenis bawang putih, diantaranya adalah jenis Cutting (hardneck) dan Honan (softneck). Pada aplikasinya, untuk menghasilkan profil rasa bawang yang sama kuatnya, diperlukan kuantitas bawang putih Honan yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis Cutting. Diduga, kedua jenis bawang tersebut memiliki jumlah komponen sulfur volatil yang berbeda.

(3)

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

W A T I F24103101

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(4)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

W A T I F24103101

Dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1985

di Jakarta

Lulus pada tanggal 23 Agustus 2007

Mengetahui,

Ir. Betty Silalahi Ir. Sutrisno Koswara, M.Si Shirley V. P, B.App.Sc

Pembimbing Lapang I Pembimbing Akademik Pembimbing Lapang II

Menyetujui,

Dr. Ir. Dahrul Syah

(5)

Wati. F24103101. 2007. Mempelajari Pengaruh Varietas, Waktu Penyimpanan, dan Persiapan Bawang Putih Terhadap Rasa dan Aroma Bawang pada Produk Kacang Salut. Di bawah bimbingan: Ir. Sutrisno Koswara, MSi. dan Shirley V. Permana, B. App. Sc.

RINGKASAN

Bawang putih banyak digunakan sebagai bahan baku esensial pada industri pangan. Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri pangan harus menggunakan bawang putih dengan jenis yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya akan mempersulit kekonsistenan rasa dan aroma produk akhir.

PT.Garudafood memiliki pasokan berbagai jenis bawang putih, diantaranya adalah jenis Cutting (hardneck) dan Honan (softneck). Pada aplikasinya, untuk menghasilkan profil rasa bawang yang sama kuatnya, diperlukan kuantitas bawang putih Honan yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis Cutting. Diduga, kedua jenis bawang tersebut memiliki jumlah komponen sulfur volatil yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh dari varietas, waktu penyimpanan, dan variasi perlakuan dalam mempersiapkan bawang putih terhadap jumlah komponen volatil pereduksi dan mempelajari hubungan jumlah komponen volatil pereduksi terhadap properti sensori produk ditinjau dari intensitas rasa dan aroma bawang pada kacang salut.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mempelajari proses pembuatan kacang salut di PT.Garudafood. penelitian utama terdiri dari (1) Pengukuran kadar VRS (Volatile Reducing Substance), (2) Produksi kacang salut, dan (3) Uji organoleptik.

Jumlah komponen pereduksi yang terdapat pada varietas Cutting pada waktu penyimpanan H0, H1 (7 hari), H2 (14 hari), dan H3 (21 hari) secara berurutan yaitu 122.3429, 37.8563, 27.7312, 17.0357 μ Eq/g bawang dengan laju penurunan sebesar 4.6578 μEq/hari. Pada waktu tunggu jus bawang Cutting T0 (0 menit), T1 (30 menit), T2 (60 menit), dan T3 (90 menit) sebesar 34.3234, 25.5192, 16.5231, dan 14.3710 µEq/g jus dengan laju penurunan sebesar 0.2295 µEq/menit. Dan pada larutan bumbu dengan bawang Cutting sebesar 6.6084 μ Eq/g larutan bumbu.

Sedangkan jumlah komponen perduksi yang terdapat pada varietas Honan pada waktu penyimpanan H0, H1 (7 hari), H2 (14 hari), dan H3 (21 hari) secara berurutan yaitu 67.4199, 38.1061, 31.0405, 29.9095 μ Eq/g bawang dengan laju penurunan sebesar 1.7085 μEq/hari. Pada waktu tunggu jus bawang Honan dari T0, T1, T2, dan T3 sebesar 33.4434, 26.5396, 20.7578, dan 14.9445 µEq/g jus dengan laju penurunan sebesar 0.2043 µEq/menit. Dan pada larutan bumbu dengan bawang Honan sebesar 9.6054 μ Eq/g larutan bumbu.

Nilai VRS bawang putih Cutting pada H0 jauh lebih tinggi daripada nilai VRS bawang putih Honan. Hasil uji organoleptik juga menunjukkan bahwa intensitas rasa dan aroma bawang pada varietas Cutting lebih tinggi daripada intensitas rasa dan aroma bawang pada varietas Honan.

(6)

dan aroma bawang pada produk. Demikian juga dengan varietas Honan. Kadar VRS pada waktu penyimpanan menunjukkan penurunan dengan semakin lamanya waktu penyimpanan tetapi tidak demikian dengan hasil uji organoleptik yang lebih cenderung mengalami kenaikan pada intensitas aroma dan rasa bawang varietas Honan.

Nilai VRS jus bawang putih varietas Cutting mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu tunggu jus bawang, hal ini sama dengan hasil uji organoleptik, baik pada intensitas rasa maupun aroma bawang pada produk kacang salut. Tetapi tidak demikian dengan jus bawang putih dari varietas Honan, nilai VRS yang semakin menurun tidak sama dengan hasil uji organoleptik yang justru semakin tinggi pada intensitas rasa dan aroma.

Korelasi yang tidak signifikan antara hasil analisis VRS dengan hasil uji organoleptik kemungkinan besar disebabkan oleh kurang terlatihnya panelis yang digunakan sehingga tidak terdapat persamaan persepsi mengenai intensitas rasa dan aroma bawang pada produk.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tidak lupa juga saya ucapkan salawat serta salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Saya menyadari bahwa penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan pihak-pihak yang terkait. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada: Orang tua ku tersayang, Bapak Zaenuddin dan Ibu Sumiarsih. Terimakasih atas segala perhatian dan kasih sayangnya, kesabaran, doa dan dukungannya, baik moril maupun materil yang sangat tak berhingga. Untuk adik-adikku tercinta, Fitri dan Resa. Terimakasih untuk keceriaannya, dan kasih sayangnya.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Sutrisno, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat.

(7)

3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku dosen penguji. Terimakasih atas masukan-masukannya yang sangat bermanfaat.

4. Mba Vivi dan Mas Rahadi selaku pembimbing lapang. Untuk Mba Vivi, terimakasih atas masukan-masukan dan kesabarannya membimbing kami selama proses pembuatan proposal, selama kegiatan magang berlangsung, dan selama proses penyusunan laporan. Mudah-mudahan hubungan kita bisa berlanjut meskipun kami sudah tidak magang di Garudafood lagi. Untuk Mas Rahadi terimakasih juga ya.

5. Teman-teman seperjuangan magang di Garudafood: Maya, Adie, dan Reza. You’re more than 1000 words guys. Terimakasih ya untuk kebersamaannya yang indah.

6. Sahabat-sahabat tersayang: I2n, Indah (Terimakasih ya untuk semuanya dari awal TPB sampai sekarang), Abdy, Evanda, Citra, Irma Bohay, Diny, Anis, Riska, Ocha, dan Dian. Makasi ya buat persahabatan dan kasih sayangnya, dan kebersamaan yang indah. I’ll miss u all.

7. Teman sebimbingan dan seperjuangan: Hapsakti. Makasi ya Cha.

8. Terimakasih untuk teman-teman golongan C: Nooy, Tephi, Natnat, Oneth, Anyeks, Toto, Gonggo, Meiko, Lita, Hendy, Lala, Jengye, semuanya yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Terimakasih ya.

9. All members of ITP 40…Thanks ya untuk kebersamaan dan keceriaannya selama 4 tahun.

(8)

11.Teman-teman kosan Regina Bateng: Dewi, Tari, Mba Neni, Cepe, Mamih Ica, Ina, Tin2, Ka Wina, Nining, Gia, Ririn, dan semua penghuninya. Terimakasih ya..

12.Last but not least: Ninit untuk dukungan dan sharing-sharingnya.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan Bapak, Ibu, dan teman-teman. Jazakumullah khairan katsiro.

Bogor, Agustus 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD ... 3

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 4

C. PRODUK YANG DIHASILKAN ... 5

D. SISTEM PEMASARAN ... 6

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. BAWANG PUTIH ... 7

1. Botani Bawang Putih ... 7

2. Kandungan Gizi dan Manfaat Bawang Putih ... 11

3. Komponen Aktif Citarasa Bawang Putih ... 13

4. Penyimpanan Bawang Putih ... 16

B. KOMPONEN VOLATIL PEREDUKSI (VRS) ... 17

C. KACANG SALUT ... 19

IV. METODE PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

1. Bahan ... 21

2. Alat ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

(10)

2. Penelitian Utama ... 23

a. Pengkuran Kadar VRS ... 23

b. Produksi Kacang Salut ... 24

c. Uji organoleptik ... 24

d. Pembuatan prosedur pemakaian dan penyimpanan bawang putih ... 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PEMBUATAN KACANG SALUT ... 27

B. VOLATILE REDUCING SUBSTANCE (VRS) ... 27

1. Pengaruh Varietas ... 29

2. Pengaruh Waktu Penyimpanan ... 29

3. Pengaruh Waktu Tunggu Jus ... 31

4. Pengaruh Pemasakan Larutan Bumbu ... 33

C. UJI ORGANOLEPTIK ... 33

1. Pengaruh Varietas ... 34

a. Rasa ... 34

b. Aroma ... 37

2. Pengaruh Waktu Penyimpanan ... 41

a. Rasa ... 41

b. Aroma ... 43

3. Pengaruh Waktu Tunggu Jus ... 45

a. Rasa ... 45

b. Aroma ... 47

D. PROSEDUR PENGGUNAAN DAN PENYIMPANAN BAWANG PUTIH ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. KESIMPULAN ... 52

(11)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

Oleh

W A T I F24103101

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

Sutrisno Koswara1), Wati2) 1)

Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor 2)

Sarjana Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Bawang putih banyak digunakan sebagai bahan baku esensial pada industri pangan. Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri pangan harus menggunakan bawang putih dengan jenis yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya akan mempersulit kekonsistenan rasa dan aroma produk akhir. PT.Garudafood memiliki pasokan berbagai jenis bawang putih, diantaranya adalah jenis Cutting (hardneck) dan Honan (softneck). Pada aplikasinya, untuk menghasilkan profil rasa bawang yang sama kuatnya, diperlukan kuantitas bawang putih Honan yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis Cutting. Diduga, kedua jenis bawang tersebut memiliki jumlah komponen sulfur volatil yang berbeda.

(13)

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

W A T I F24103101

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(14)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH VARIETAS, PENYIMPANAN, DAN PERSIAPAN BAWANG PUTIH

TERHADAP RASA DAN AROMA BAWANG PADA PRODUK KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

W A T I F24103101

Dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1985

di Jakarta

Lulus pada tanggal 23 Agustus 2007

Mengetahui,

Ir. Betty Silalahi Ir. Sutrisno Koswara, M.Si Shirley V. P, B.App.Sc

Pembimbing Lapang I Pembimbing Akademik Pembimbing Lapang II

Menyetujui,

Dr. Ir. Dahrul Syah

(15)

Wati. F24103101. 2007. Mempelajari Pengaruh Varietas, Waktu Penyimpanan, dan Persiapan Bawang Putih Terhadap Rasa dan Aroma Bawang pada Produk Kacang Salut. Di bawah bimbingan: Ir. Sutrisno Koswara, MSi. dan Shirley V. Permana, B. App. Sc.

RINGKASAN

Bawang putih banyak digunakan sebagai bahan baku esensial pada industri pangan. Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri pangan harus menggunakan bawang putih dengan jenis yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya akan mempersulit kekonsistenan rasa dan aroma produk akhir.

PT.Garudafood memiliki pasokan berbagai jenis bawang putih, diantaranya adalah jenis Cutting (hardneck) dan Honan (softneck). Pada aplikasinya, untuk menghasilkan profil rasa bawang yang sama kuatnya, diperlukan kuantitas bawang putih Honan yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis Cutting. Diduga, kedua jenis bawang tersebut memiliki jumlah komponen sulfur volatil yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh dari varietas, waktu penyimpanan, dan variasi perlakuan dalam mempersiapkan bawang putih terhadap jumlah komponen volatil pereduksi dan mempelajari hubungan jumlah komponen volatil pereduksi terhadap properti sensori produk ditinjau dari intensitas rasa dan aroma bawang pada kacang salut.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mempelajari proses pembuatan kacang salut di PT.Garudafood. penelitian utama terdiri dari (1) Pengukuran kadar VRS (Volatile Reducing Substance), (2) Produksi kacang salut, dan (3) Uji organoleptik.

Jumlah komponen pereduksi yang terdapat pada varietas Cutting pada waktu penyimpanan H0, H1 (7 hari), H2 (14 hari), dan H3 (21 hari) secara berurutan yaitu 122.3429, 37.8563, 27.7312, 17.0357 μ Eq/g bawang dengan laju penurunan sebesar 4.6578 μEq/hari. Pada waktu tunggu jus bawang Cutting T0 (0 menit), T1 (30 menit), T2 (60 menit), dan T3 (90 menit) sebesar 34.3234, 25.5192, 16.5231, dan 14.3710 µEq/g jus dengan laju penurunan sebesar 0.2295 µEq/menit. Dan pada larutan bumbu dengan bawang Cutting sebesar 6.6084 μ Eq/g larutan bumbu.

Sedangkan jumlah komponen perduksi yang terdapat pada varietas Honan pada waktu penyimpanan H0, H1 (7 hari), H2 (14 hari), dan H3 (21 hari) secara berurutan yaitu 67.4199, 38.1061, 31.0405, 29.9095 μ Eq/g bawang dengan laju penurunan sebesar 1.7085 μEq/hari. Pada waktu tunggu jus bawang Honan dari T0, T1, T2, dan T3 sebesar 33.4434, 26.5396, 20.7578, dan 14.9445 µEq/g jus dengan laju penurunan sebesar 0.2043 µEq/menit. Dan pada larutan bumbu dengan bawang Honan sebesar 9.6054 μ Eq/g larutan bumbu.

Nilai VRS bawang putih Cutting pada H0 jauh lebih tinggi daripada nilai VRS bawang putih Honan. Hasil uji organoleptik juga menunjukkan bahwa intensitas rasa dan aroma bawang pada varietas Cutting lebih tinggi daripada intensitas rasa dan aroma bawang pada varietas Honan.

(16)

dan aroma bawang pada produk. Demikian juga dengan varietas Honan. Kadar VRS pada waktu penyimpanan menunjukkan penurunan dengan semakin lamanya waktu penyimpanan tetapi tidak demikian dengan hasil uji organoleptik yang lebih cenderung mengalami kenaikan pada intensitas aroma dan rasa bawang varietas Honan.

Nilai VRS jus bawang putih varietas Cutting mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu tunggu jus bawang, hal ini sama dengan hasil uji organoleptik, baik pada intensitas rasa maupun aroma bawang pada produk kacang salut. Tetapi tidak demikian dengan jus bawang putih dari varietas Honan, nilai VRS yang semakin menurun tidak sama dengan hasil uji organoleptik yang justru semakin tinggi pada intensitas rasa dan aroma.

Korelasi yang tidak signifikan antara hasil analisis VRS dengan hasil uji organoleptik kemungkinan besar disebabkan oleh kurang terlatihnya panelis yang digunakan sehingga tidak terdapat persamaan persepsi mengenai intensitas rasa dan aroma bawang pada produk.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tidak lupa juga saya ucapkan salawat serta salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Saya menyadari bahwa penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan pihak-pihak yang terkait. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada: Orang tua ku tersayang, Bapak Zaenuddin dan Ibu Sumiarsih. Terimakasih atas segala perhatian dan kasih sayangnya, kesabaran, doa dan dukungannya, baik moril maupun materil yang sangat tak berhingga. Untuk adik-adikku tercinta, Fitri dan Resa. Terimakasih untuk keceriaannya, dan kasih sayangnya.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Sutrisno, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat.

(17)

3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku dosen penguji. Terimakasih atas masukan-masukannya yang sangat bermanfaat.

4. Mba Vivi dan Mas Rahadi selaku pembimbing lapang. Untuk Mba Vivi, terimakasih atas masukan-masukan dan kesabarannya membimbing kami selama proses pembuatan proposal, selama kegiatan magang berlangsung, dan selama proses penyusunan laporan. Mudah-mudahan hubungan kita bisa berlanjut meskipun kami sudah tidak magang di Garudafood lagi. Untuk Mas Rahadi terimakasih juga ya.

5. Teman-teman seperjuangan magang di Garudafood: Maya, Adie, dan Reza. You’re more than 1000 words guys. Terimakasih ya untuk kebersamaannya yang indah.

6. Sahabat-sahabat tersayang: I2n, Indah (Terimakasih ya untuk semuanya dari awal TPB sampai sekarang), Abdy, Evanda, Citra, Irma Bohay, Diny, Anis, Riska, Ocha, dan Dian. Makasi ya buat persahabatan dan kasih sayangnya, dan kebersamaan yang indah. I’ll miss u all.

7. Teman sebimbingan dan seperjuangan: Hapsakti. Makasi ya Cha.

8. Terimakasih untuk teman-teman golongan C: Nooy, Tephi, Natnat, Oneth, Anyeks, Toto, Gonggo, Meiko, Lita, Hendy, Lala, Jengye, semuanya yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Terimakasih ya.

9. All members of ITP 40…Thanks ya untuk kebersamaan dan keceriaannya selama 4 tahun.

(18)

11.Teman-teman kosan Regina Bateng: Dewi, Tari, Mba Neni, Cepe, Mamih Ica, Ina, Tin2, Ka Wina, Nining, Gia, Ririn, dan semua penghuninya. Terimakasih ya..

12.Last but not least: Ninit untuk dukungan dan sharing-sharingnya.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan Bapak, Ibu, dan teman-teman. Jazakumullah khairan katsiro.

Bogor, Agustus 2007

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN ... 3

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD ... 3

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 4

C. PRODUK YANG DIHASILKAN ... 5

D. SISTEM PEMASARAN ... 6

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. BAWANG PUTIH ... 7

1. Botani Bawang Putih ... 7

2. Kandungan Gizi dan Manfaat Bawang Putih ... 11

3. Komponen Aktif Citarasa Bawang Putih ... 13

4. Penyimpanan Bawang Putih ... 16

B. KOMPONEN VOLATIL PEREDUKSI (VRS) ... 17

C. KACANG SALUT ... 19

IV. METODE PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

1. Bahan ... 21

2. Alat ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

(20)

2. Penelitian Utama ... 23

a. Pengkuran Kadar VRS ... 23

b. Produksi Kacang Salut ... 24

c. Uji organoleptik ... 24

d. Pembuatan prosedur pemakaian dan penyimpanan bawang putih ... 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PEMBUATAN KACANG SALUT ... 27

B. VOLATILE REDUCING SUBSTANCE (VRS) ... 27

1. Pengaruh Varietas ... 29

2. Pengaruh Waktu Penyimpanan ... 29

3. Pengaruh Waktu Tunggu Jus ... 31

4. Pengaruh Pemasakan Larutan Bumbu ... 33

C. UJI ORGANOLEPTIK ... 33

1. Pengaruh Varietas ... 34

a. Rasa ... 34

b. Aroma ... 37

2. Pengaruh Waktu Penyimpanan ... 41

a. Rasa ... 41

b. Aroma ... 43

3. Pengaruh Waktu Tunggu Jus ... 45

a. Rasa ... 45

b. Aroma ... 47

D. PROSEDUR PENGGUNAAN DAN PENYIMPANAN BAWANG PUTIH ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. KESIMPULAN ... 52

(21)

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya ... 8

Gambar 2. Degradasi enzimatik dan non enzimatik aliin ... 16 Gambar 3. Diagram alir pembuatan kacang salut ... 22

Gambar 4. Diagram alir pembuatan larutan bumbu ... 23 Gambar 5. Alat aerasi VRS ... 28 Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dengan

nilai VRS ... 30 Gambar 7. Grafik hubungan antara waktu tunggu jus dengan

nilai VRS ... 32 Gambar 8. Grafik hubungan waktu penyimpanan bawang varietas

Cutting dengan rata-rata rasa ... 41 Gambar 9. Grafik hubungan waktu penyimpanan bawang varietas

Honan dengan rata-rata rasa ... 42 Gambar 10. Grafik hubungan waktu penyimpanan bawang varietas

Cutting dengan nilai rata-rata aroma ... 43 Gambar 11. Grafik hubungan waktu penyimpanan bawang varietas

Honan dengan rata-rata aroma ... 44 Gambar 12. Grafik hubungan waktu tunggu jus bawang varietas

Cutting dengan nilai rata-rata rasa ... 45 Gambar 13. Grafik hubungan waktu tunggu jus bawang varietas

Honan dengan nilai rata-rata rasa ... 46 Gambar 14. Grafik hubungan waktu tunggu jus bawang varietas

Cutting dengan nilai rata-rata aroma ... 47 Gambar 15. Grafik hubungan waktu tunggu jus bawang varietas

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kandungan zat gizi bawang putih ... 11

Tabel 2. Senyawa sulfur volatil pada bawang putih segar ... 18 Tabel 3. Pengaruh varietas bawang putih terhadap nilai VRS ... 29

Tabel 4. Pengaruh waktu penyimpanan bawang putih V1 (Cutting)

terhadap nilai VRS ... 29 Tabel 5. Pengaruh waktu penyimpanan bawang putih V2 (Honan)

terhadap nilai VRS ... 29 Tabel 6. Pengaruh waktu tunggu jus bawang Cutting terhadap

nilai VRS ... 31 Tabel 7. Pengaruh waktu tunggu jus bawang Honan terhadap

nilai VRS ... 31 Tabel 8. Pengaruh proses pemasakan larutan bumbu terhadap

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Garudafood ... 56 Lampiran 2. Data hasil analisis VRS ... 57 Lampiran 3. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada perlakuan

pengaruh varietas ... 59 Lampiran 4. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada perlakuan

pengaruh waktu simpan pada varietas Cutting ... 60 Lampiran 5. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada perlakuan

pengaruh waktu simpan pada varietas Honan ... 61 Lampiran 6. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada perlakuan

pengaruh waktu tunggu pada varietas Cutting ... 62 Lampiran 7. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada perlakuan

pengaruh waktu tunggu pada varietas Honan ... 63 Lampiran 8. Analisis sidik ragam hasil analisis VRS pada

larutan bumbu ... 64 Lampiran 9. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang pengaruh varietas ... 65 Lampiran 10. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu penyimpanan H1 (7 hari) ... 66 Lampiran 11. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu penyimpanan H2 (14 hari) ... 67 Lampiran 12. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu penyimpanan H3 (21 hari) ... 68 Lampiran 13. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu tunggu T1 (30 menit) ... 69 Lampiran 14. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu tunggu T2 (60 menit) ... 70 Lampiran 15. Rekapitulasi data uji rating intensitas rasa dan aroma

bawang waktu tunggu T3 (90 menit) ... 71 Lampiran 16. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (H0) ... 71 Lampiran 17. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (H0) ... 72 Lampiran 18. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (H1) ... 72 Lampiran 19. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (H1) ... 73 Lampiran 20. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (H2) ... 73 Lampiran 21. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (H2) ... 74 Lampiran 22. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

(25)

Lampiran 23. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (H3) ... 75 Lampiran 24. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (T1) ... 75 Lampiran 25. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (T1) ... 76 Lampiran 26. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (T2) ... 76 Lampiran 27. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (T2) ... 77 Lampiran 28. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh varietas (T3) ... 77 Lampiran 29. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh varietas (T3) ... 78 Lampiran 30. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh waktu simpan pada varietas Cutting ... 79 Lampiran 31. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh waktu simpan pada varietas Cutting ... 80 Lampiran 32. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh waktu simpan pada varietas Honan ... 81 Lampiran 33. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh waktu simpan pada varietas Honan ... 82 Lampiran 34. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh waktu tunggu pada varietas Cutting ... 83 Lampiran 35. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

pengaruh waktu tunggu pada varietas Cutting ... 84 Lampiran 36. Analisis sidik ragam uji rating rasa bawang pada

pengaruh waktu tunggu pada varietas Honan ... 85 Lampiran 37. Analisis sidik ragam uji rating aroma bawang pada

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bawang putih (Allium sativum Linn.) sudah lama digunakan sebagai bahan baku untuk bumbu dan seasonings. Beberapa produk berbahan dasar bawang putih, sepeti garlic oil, garlic powder, garlic salt, garlic paste, garlic sauce, dan garlic slice sudah banyak dijual secara komersil. Produk-produk berbahan dasar bawang putih tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa jenis tergantung dari cara persiapannya: bawang putih segar, bawang putih yang dikeringkan, bawang putih panggang, dan bawang putih goreng. Perbedaan cara persiapan tersebut dapat berpengaruh terhadap citarasa yang dihasilkan pada produk-produk berbahan dasar bawang putih (Yu et al., 1994).

Secara umum, spesies bawang putih yang paling sering digunakan dalam industri pangan dan dunia kuliner adalah Allium sativum. Tanaman bawang putih yang varietas dan waktu penyimpanan yang berbeda memiliki komponen senyawa sulfur yang berbeda pula. Senyawa sulfur inilah yang memberikan citarasa dan aroma bawang putih.

Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih segar sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri pangan harus menggunakan bawang putih dengan jenis yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya akan mempersulit kekonsistenan rasa dan aroma produk akhir.

(27)

B. TUJUAN

1. Mempelajari pengaruh dari varietas, waktu penyimpanan, dan variasi perlakuan dalam mempersiapkan bawang putih terhadap jumlah komponen volatil pereduksi.

(28)

II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH PT GARUDAFOOD

Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan ringkas: Kacang Garuda.

Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh konsumen di seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT Sinar Niaga Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini akhirnya dapat menjadi profit center tersendiri bagi kelompok usahanya.

Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi : kacang atom, kacang telur dan kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai oleh produk kacang garing.

(29)

kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya sebuah perusahaan.

Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi, telah berdiri pabrik-pabrik industri Garudafood yang didukung oleh mesin dan peralatan berteknologi modern. Mesin oven yang mencakup drying machine dan roasting machine, misalnya, khusus didatangkan dari Belgia dan Jerman. Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset, dan Pengembangan serta Divisi Produksi. Yang pada akhirnya, mampu menyuguhkan beraneka macam produk makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan

Sampai saat ini PT Garudafood telah memiliki beberapa divisi, antara lain:

- Divisi Peanuts, Snack di PT GPPJ Pati dan Lampung - Divisi Biskuit di PT GPPJ Gresik

- Divisi Jelly di PT Tri Teguh Manunggal Sejati Tangerang

B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN

(30)

konsumen melalui karya yang kreatif dan inovatif dari seluruh karyawan yang kompeten.

Misi dari PT. Garudafood Putra Putri Jaya ialah: 1. Memuaskan konsumen dengan menyediakan:

• Produk-produk makanan dan minuman berkualitas

• Produk-produk konsumsi dan layanan berkualitas yang bukan berasal

dari bahan-bahan yang merupakan hasil pengorbanan hewan atas kehendak langsung perusahaan

2. Membentuk komunitas karyawan untuk tumbuh bersama dan

mengembangkan kualitas kehidupan, lingkungan kerja dan pekerjaan para karyawan

3. Menciptakan kemanfaatan jangka panjang yang berkesinambungan dalam hubungan antara perusahaan dengan seluruh mitra usaha

4. Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dengan menjalankan etika bisnis dan pengelolaan perusahaan yang baik

C. PRODUK YANG DIHASILKAN

(31)

D. SISTEM PEMASARAN

Produk-produk Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company. Didirikan 1994, peran SNS sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood. Karena perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di wilayah-wilayah pelosok seluruh Indonesia.

Hingga tahun 2006 ini, SNS telah memiliki 96 depo, yang melayani hampir 150.000 outlet pelanggan di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperluas jaringan, SNS juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

(32)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAWANG PUTIH 1. Botani Bawang Putih

Bawang putih atau garlic merupakan anggota bawang-bawangan yang mungkin paling popular. Bawang yang mempunyai nama ilmiah Allium sativum ini merupakan keturunan bawang liar Allium longicurpis Regel, yang tumbuh di Asia Tengah yang beriklim subtropis. Setelah dibudidayakan (sativum berarti dibudidayakan), bawang putih menyebar ke daerah-daerah di Laut Tengah dan akhirnya menyebar di Indonesia.

Jika diurutkan klasifikasinya, bawang putih termasuk dalam

golongan Spermatophyta, sub-golongan Angiospermae kelas

Monocotyledone, ordo Liliflorae famili Liliaceae, genus Allium spesies Allium sativum (Wibowo, 2004; Winarno dan Koswara, 2002).

Tanaman bawang putih merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-60 cm dan membentuk rumpun. Sistem perakarannya tidak memiliki akar tunggang dan akarnya serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam berada di dalam tanah. Dengan perakaran yang demikian, bawang putih tidak tahan terhadap kekeringan. Sedangkan kebutuhan air untuk pertumbuhannya cukup banyak, terutama pada waktu proses pembesaran umbi. Akar bawang putih mempunyai panjang maksimum sekitar 10 cm (Wibowo, 2004).

(33)

Gambar 1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya (Wibowo, 2004)

Keterangan Gambar 1:

A. Umbi bawang putih

B. Umbi bawang putih dipotong melintang

C. Siung bawang putih dibelah membujur memperlihatkan bagian di dalamnya

1. Pusat tajuk yang dibungkus daun-daun bawang putih membentuk batang semu

2. Pangkal daun (pelepah) yang mengering, tipis dan kuat

membungkus siung-siung menjadi satu membentuk umbi besar 3. Daun dewasa pada siung yang paling luar membungkus daun yang

menebal (siung), berfungsi sebagai pelindung siung 4. Daun dewasa yang menebal disebut siung

5. Batang pokok yang rudimeter berbentuk seperti cakram, sering disebut ”cakram”

6. Akar serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah

7. Lubang kecil silindris dalam siung yang berisi tunas vegetatif 8. Siung kedua yang tumbuh menempel di bagian luar umbi tetapi

(34)

9. Tunas vegetatif dalam siung yang akan menjadi calon tanaman baru

10.Ujung siung yang sering mengering dan mempersulit keluarnya tunas vegetatif

11.Tunas vegetatif yang muncul dari umbi samping 12.Umbi samping

Tanaman ini merupakan tanaman semusim, berbentuk rumput dengan tunas-tunas batang berubah bentuk menjadi umbi-umbi kecil atau umbi lapis. Umbi pada bawang putih merupakan batang semu yang berfungsi sebagai tempat penyimpan makanan cadangan dan berada di atas discus. Umbi bawang putih terdiri dari beberapa siung. Siung-siung ini dibungkus selaput tipis yang berlapis dan mengumpul, sehingga umbi seolah-olah tampak besar (Winarno dan Koswara, 2002).

Siung bawang putih terdiri dari dua bagian, yaitu dua helai daun dewasa dan sebuah tunas vegetatif. Salah satu dari dua helai daun tersebut, yaitu daun dewasa yang terletak di sebelah luar, berfungsi sebagai daun pelindung yang berbentuk silindris dan berlubang kecil di pucuknya. Sehelai daun lagi yang lebih muda dan berada di dalam daun pelindung, kemudian menebal sebagai persediaan makanan. Sementara itu, tunas vegetatifnya tetap berada di dalam daun yang menebal. Daun yang menebal inilah yang disebut siung. Setiap siung terbungkus dengan kulit tipis berwarna putih (Wibowo, 2004).

Daunnya panjang, pipih, dan agak melipat ke dalam arah membujur. Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Kelopak-kelopak daunnya meskipun tipis tetapi kuat dan membungkus kelopak-kelopak daun di dalamnya yang lebih muda sehingga membentuk batang semu (Winarno dan Koswara, 2002).

(35)

Bahan baku bawang putih yang digunakan pada penelitian ini yaitu bawang putih Cutting dan Honan. Kedua varietas tersebut berasal dari sub-spesies bawang yang berbeda. Bawang putih Cutting termasuk bawang yang tergolong ke dalam sub-spesies hardneck. Bawang Cutting ini berasal dari Cina. Bawang putih ini dicoba di Kebun Percobaan Cipanas, Jawa Barat, yang ketinggiannya sekitar 1100 meter di atas permukaan laut. Namun demikian, baru dapat dipungut hasilnya pada umur enam bulan. Hasilnya pun masih terhitung rendah, sekitar 1,4 ton umbi kering per hektar.Kalau Cutting dari RRC ini didatangkan dari RRC belahan selatan pada garis lintang 23°LU, memang masih dapat berumbi di Indonesia. Tetapi kalau Cutting dari daerah Cina Utara pada garis lintang 40°LU, diduga sukar berumbi di Indonesia (Wibowo, 2004). Sedangkan bawang putih Honan termasuk ke dalam sub-spesies softneck yang juga berasal dari Cina.

Ciri-ciri dari bawang putih hardneck, yaitu memiliki aroma yang kuat, memiliki pelepah pembungkus siung yang mudah dilepas, dan memiliki tangkai sentral yang tinggi (http://www.hoodrivergarlic.com). Selain itu, bawang putih yang tergolong ke dalam sub-spesies hardneck memiliki bunga yang steril, memiliki siung antara 4-12 buah, masa simpan yang lebih pendek dibandingkan dengan bawang putih softneck, dalam beberapa bulan penyimpanan lebih mudah mengering dan membentuk tunas (Everhart et al., 2003).

Ciri-ciri dari bawang putih softneck, yaitu memiliki jumlah siung yang lebih banyak bisa mencapai 40 siung (Everhart et al., 2003), masa simpan yang lebih panjang bisa mencapai 10 bulan setelah masa panen, lebih mudah dibudidayakan karena bawang putih jenis ini mudah beradaptasi dengan kondisi iklim dan keadaan tanah, dan tangkai sentralnya tidak terlalu jelas terlihat (http://www.hoodrivergarlic.com).

Everhart et al. (2003) juga menambahkan, bawang yang tergolong dalam sub-spesies softneck cocok ditanam pada iklim dingin dan lebih produktif dibandingkan dengan bawang putih hardneck karena seluruh

(36)

sedangkan pada bawang putih hardneck terbagi untuk pembentukan tangkai sentral dan umbi.

Bawang putih hardneck sendiri terdiri dari beberapa varietas, antara lain Russian Red, Spanish Roja, German Red, Kilarney Red, Music, Georgian Crystal, Georgian Fire, Chesnok Red, Red Rezan, Purple Glazer, Brown Tempest, Siberian,dan Korean Red (Martin, 1997).

Begitu juga dengan bawang softneck, memiliki beberapa varietas, antara lain Inchellium Red, California Early dan California Late, Machashi, Simoneti, Polish White, Ajo Rojo, Burgundy, Creole Red, Spanish Morado, Nichol’s Silverskin, Silver White, Nootka Rose, Asian Tempest, Pyongvang, Russian Red Streak, Japanese, Dushambe, Tzan, Xian, dan Chinese Purple (Martin, 1997).

2. Kandungan Gizi dan Manfaat Bawang Putih

Nilai gizi bawang bawang putih bervariasi berdasarkan jenis dan bagian bawang yang dimakan. Nilai gizi bawang putih juga ditentukan oleh kondisi pertumbuhan, waktu panen, dan cara pengolahannya.

Tabel 1. Komposisi kandungan zat gizi bawang putih per 100 gram bahan yang dapat dimakan.

Sumber : Wibowo (2004)

Komponen Kandungan

(37)

Sejak tahun 1930-an telah banyak penelitian mengenai fungsi farmokologis dari bawang putih mentah dan berbagai ekstrak maupun produk olahannya. Bawang putih telah dibuktikan memiliki aktifitas anti bakterial, mengatasi virus dan jamur, mempengaruhi penurunan lemak, mengatasi kesalahan kardiovaskular dan beberapa penyakit kanker tertentu. Bawang putih juga diduga memberi keuntungan klinis masalah hipertensi dan stroke.

Menurut Dr. Paavo Airola, seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy of Biological Medicine, seperti dikutip oleh Santoso (1991), telah berhasil ditemukan dan diisolasikan sejumlah komponen aktif dari bawang putih, yaitu sebagai berikut:

• Alisin, zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan

daya anti radang

• Aliin, suatu asam amino yang bersifat antibiotik

• Gurwithcrays (sinar gurwich), radiasi mitogenetik yang merangang

pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh.

Antihemolytic factor, faktor anti lesu darah atau anti kekurangan sel-sel

darah merah.

Antiarthritic factor, faktor antirematik yang dibuktikan dalam penelitian-penelitian di Jepang, terutama di rumah sakit angkatan darat.

Sugar regulating factor, faktor pengatur pembakaran gula secara normal dalam tubuh, menunjang untuk pengobatan diabetes.

• Allitiamin, suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin

B1.

• Selenium, suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai antioksidan. Selenium juga mencegah terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak. • Germanium, seperti selenium, merupakan mineral anti kanker yang

(38)

• Antioksidan, anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri ataupun polusi logam-logam berat.

• Metilallil trisulfida, mencegah pengentalan darah yang dapat

menyumbat pembuluh darah jantung dan otak.

3. Komponen Aktif Citarasa Bawang Putih

Citarasa memiliki karakteristik sensori yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan rangsangan yang diterima secara visual atau auditorial. Hal ini disebabkan munculnya citarasa melibatkan organ mulut dan hidung, serta sel-sel yang sensitif terhadap rasa sakit, tekanan, sentuhan, kelengketan, dan suhu (Moulton, 1982).

Menurut Winarno (1997), citarasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Heath (1981) membagi cita-rasa dalam dua golongan utama, yaitu citarasa alami dan sintetis. Citarasa alami adalah citarasa yang terdapat di dalam suatu bahan makanan alami yang dapat timbul dari bahannya atau setelah terjadi perlakuan seperti pemanasan, aktivitas enzimatis, dan proses oksidasi. Sedangkan citarasa sintetis adalah citarasa yang tidak terdapat secara alami pada bahan dan baru timbul karena proses fermentasi, adanya aktivitas mikroorganisme, atau karena proses kimiawi.

Tanam-tanaman dari genus Allium memang memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan adanya senyawa-senyawa sulfur di dalamnya (Fennema, 1996). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyak netralnya merupakan senyawa sulfur.

Citarasa dan aktivitas biologi bawang putih disebabkan oleh adanya komponen volatil aktif citarasa. Citarasa dan aktivitas biologi bawang ditentukan oleh jenis dan jumlah prekursor pembentuk citarasa (Eskin, 1979).

(39)

dibagi menjadi hot sensation, yang menyebar di seluruh mulut dan sharp sensation, yang dapat menstimulasi membran mukosa, baik pada hidung maupun pada rongga mulut. Sebagian besar senyawa yang mengasilkan sharp sensation biasanya bersifat volatil, sedangkan senyawa yang menghasilkan hot sensation biasanya bersifat non-volatil. Dengan demikian, senyawa yang menghasilkan sharp pungent identik dengan senyawa flavor dari tanaman bumbu tersebut. Bawang putih yang mengandung gugus sufida cenderung menghasilkan sharp sensation.

Asam amino sistein yang terdapat pada umbi bawang merupakan senyawa penentu komponen bioaktif bawang putih. Sistein yang teralkilasi dan kemudian mengalami oksidasi akan menghasilkan protein aliin ( S-allyl cysteine sulfoxide) (Winarno dan Koswara, 2002). Aliin merupakan prekursor tidak berwarna dan tidak berbau pada bawang putih, namun apabila jaringan bawang putih mengalami kerusakan akibat aktivitas mekanik seperti penghancuran atau pengirisan maka akan terjadi aktivitas enzimatis oleh enzim aliinase yang menyebabkan berubahnya senyawa aliin menjadi alisin (dialil tiosulfinat). Pada sel bawang putih utuh, sulphoxides berlokasi di sitoplasma, sedangkan enzim alliinase berlokasi di vakuola (Watson, 2005). Senyawa prekursor lain seperti S-methyl cysteine sulfoxide, S-(E)-1-propenyl cysteine sulfoxide, dan γ-glutamilalkil sistein dapat ditemukan juga pada jaringan umbi bawang putih. Sebagian besar senyawa-senyawa thiosulfinat sangat tidak stabil dan dapat terdekomposisi membentuk senyawa-senyawa sulfida, vinyl dithiins, atau ajoenes (Chyau dan Mau, 1998).

Kandungan γ-glutamil peptida dan alk(en)yl cysteine sulphoxide pada bawang putih dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a) Varietas

(40)

c) Ketersediaan air. Bawang putih yang tumbuh dengan air yang berkelimpahan cenderung berbentuk besar, tetapi rasanya kurang kuat dibandingkan dengan yang tumbuh dengan air yang terbatas. Bawang putih yang tumbuh dengan air terbatas cenderung mengakumulasi senyawa metabolit yang bermolekul rendah (seperti gula, asam amino, dan asam organik). Disamping itu, efek dilusi rasa dapat terjadi, dimana semakin banyak air, semakin berkurang kepekatan komponen rasa bawang tersebut.

d) Temperatur. Pertumbuhan bawang putih sangat bergantung dari suhu lingkungannya. Studi menemukan bahwa semakin tinggi suhu, semakin tinggi pula konsentrasi sulfur dan pungency. Dalam menentukan intensitas rasa dan aroma bawang putih, tidak cukup hanya dengan melihat usianya saja, tetapi juga dipertimbangkan suhu pertumbuhannya:

- pada 31oC, bawang putih matang pada usia 6 minggu - pada 24oC, bawang putih matang pada usia 8 minggu - pada 17oC, bawang putih matang pada usia 10 minggu -pada 10oC, bawang putih matang pada usia 15 minggu

e) Kondisi penyimpanan. Penyimpanan dalam kulkas menyebabkan

bawang putih lebih cepat bertunas dibandingkan dengan penyimpanan di suhu ruang (Watson, 2005).

Menurut Eskin (1979), senyawa alisin, pada suhu ruang segera terdekomposisi menjadi senyawa-senyawa turunan disulfida, seperti dialil disulfida dan dialil trisulfida. Selain terdekomposisi menjadi senyawa-senyawa di atas, alisin juga dapat berubah menjadi senyawa-senyawa dimetil trisulfida, metil alil disulfida, 1-propenil alil disulfida, dimetil sulfida, dan metil propil disulfida (Winarno dan Koswara, 2002).

(41)

RSOCH2(NH2)COOH (alliin)

+ H2O aliinase

2RSOH + NH3 + CH3COCOOH

asam sulfenik amoniak asam pirufat

- H2O

2RSSOR (tiosulfinat / alisin)

2 RSSR + RSSO2R

(disulfida) (tiosulfonat)

RSR + RSSSR (monosulfida) (trisulfida)

Gambar 2. Degradasi enzimatik dan non enzimatik aliin (Eskin, 1979)

4. Penyimpanan Bawang Putih

Bawang putih yang sudah siap dipanen memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) umur panen tanaman bawang putih di dataran tinggi 105-120 hari setelah tanam, sedangkan di dataran rendah sekitar 85-90 hari setelah tanam; (b) daun menguning dan mengering antara 60%-90%; (c) batang mulai mengering dan rebah, pangkal batangnya menjadi lemah; (d) umbi sudah memadat, tetapi kulit umbi belum retak dan siung belum lepas (AAK, 1998).

(42)

Bawang putih dapat disimpan dengan baik pada berbagai tingkat suhu. Penyimpanan secara besar-besaran dapat dilakukan pada suhu -6-0°C dan RH 70% atau kurang. Pada kondisi penyimpanan demikian, bawang putih dapat disimpan hingga 6-7 bulan (Winarno dan Koswara, 2002). Suhu penyimpanan yang harus dihindari adalah suhu antara 4.4 sampai 18.3°C, dimana pada suhu tersebut bawang akan dapat berkecambah dan RH tinggi akan merangsang pertumbuhan akar dan kapang (Winarno dan Koswara, 2002).

Umbi bawang putih disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang pada para-para atau rak-rak. Biasanya setiap ikatan-ikatan beratnya sekitar 2 kg. Untuk bawang putih yang berton-ton jumlahnya, bawang putih dapat disimpan dalam gudang yang baik ventilasinya dan cukup kering, tidak lembap. Selama penyimpanan perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin. Jika ada bagian bawang putih yang sudah tampak rusak atau terserang penyakit, perlu segera disingkirkan sehingga tidak merembet ke bawang putih yang lain. Bawang putih yang nampak terserang jamur yang hitam warnanya, biasanya cepat merembet ke yang lain, sehingga perlu segera diamankan (Wibowo, 2004).

B. KOMPONEN VOLATIL PEREDUKSI (VRS)

Menurut Ashurst (1995), tiga senyawa utama penyusun komponen volatil pada bawang putih yaitu dialil disulfida, dialill trisulfida, dan dialil sulfida. Sedangkan menurut Lagos et al. (1995), senyawa sulfur volatil yang terdapat pada 100 gram bawang putih segar dapat dilihat pada Tabel 2.

(43)

Tabel 2. Senyawa sulfur volatil yang terdapat pada 100 gram bawang putih segar

Senyawa sulfur Kandungan (mg)

Allil metil sulfida Dimetil disulfida Diallil sulfida Allil metil disulfida Dimetil trisulfida Diallil disulfida Allil metil trisulfida 3-vinil-4-1,2-dithiin Diallil trisulfida 2-vinil-4-1,3-dithiin

0.167 0.204 0.122 1.193 0.075 5.297 0.562 4.088 1.288 830.069 Sumber : (Lagos et al., 1995)

Menurut Harjadi (1993), kalium permangat (KMnO4) merupakan

oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang bermacam-macam itu disebabkan oleh keragaman valensi mangan, dari 1 sampai 5, yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5. Titrasi dengan menggunakan KMnO4

kebanyakan dilakukan dalam keadaan asam.

Perhitungan jumlah komponen volatil yang bereaksi dengan KMnO4

dilakukan dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Titrasi dengan Na2S2O3

dilakukan secara tidak langsung, analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah yang dititrasi dengan Na2S2O3:

Oks analat + I- Red analat + I2

2 S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

(44)

mudah dan lebih tegas bila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai indikator. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua

yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada titik akhir, iod yang

cokelat itupun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning muda). Maksudnya adalah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir (Harijadi, 1993).

C. KACANG SALUT

Kacang salut adalah makanan ringan berupa kacang tanah yang dibalut dengan adonan kemudian digoreng sampai kacang tanahnya matang dan balutan tepungnya renyah (Tarwiyah, 2001). Adonan tapioka yaitu tepung tapioka yang telah mengalami pemasakan hingga tergelatinisasi.

Pati tapioka, yang biasa disebut tepung tapioka, berasal dari tanaman ubi kayu varietas Manihot utilisima, yang telah mengalami beberapa tahap pengolahan, antara lain pemisahan pati, pengeringan, dan penggilingan (Radley, 1976). Pati tapioka mempunyai keunggulan, yaitu kemurnian larutan, kekuatan gel yang baik, flavor netral dan kekuatan merekat yang sangat baik. Karakteristik granula pati tapioka pada umumnya berukuran 18 milimikron, bentuknya oval atau bulat, mengandung 17% amilosa, dan suhu gelatinisasinya 63oC (Radley, 1976).

Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi tidak bersifat tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi pati (Winarno, 1984).

(45)
(46)

IV. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah umbi bawang putih dari dua varietas yaitu Cutting dan Honan yang merupakan varietas impor yang berasal dari Cina. Sampel untuk pengujian diperoleh dari pabrik kacang salut PT Garudafood di Pati, Jawa Tengah.

Bahan kimia yang digunakan untuk persiapan sampel dan analisis antara lain KMnO4, H2SO4, Na2S2O3, HCl 1N, K2Cr2O7, amilum, dan KI.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan selama melakukan penelitian antara lain blender, alat pengukuran VRS (Volatile Reducing Substance), neraca analatik, dan alat-alat gelas, seperti erlenmeyer 100ml dan 250 ml, buret 50 ml, gelas ukur 10ml, 50 ml, dan 100ml, pipet volumetrik 5 ml dan 10 ml, labu takar 100 dan 250 ml dan gelas piala 10 ml, 50ml, 100ml, dan 500ml.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Metode penelitian yang dilakukan pertama kali yaitu mempelajari proses pembuatan produk kacang salut dan latihan membuat kacang salut pada skala laboratorium. Pembuatan kacang salut secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Proses pembuatan kacang salut diawali dengan penimbangan bahan baku seperti tepung tapioka dan bumbu-bumbu termasuk bawang putih. Proses selanjutnya yaitu penyortiran kacang tanah. Setelah disortir, kacang

tanah dimasukkan ke dalam coating pan untuk proses coating

(47)

Analisis kadar VRS bawang putih dilakukan pada bahan baku bawang putih sebelum digunakan sebagai bumbu pada proses produksi kacang salut. Selain itu dilakukan pula pengukuran kadar VRS pada larutan bumbu.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan kacang salut Sortasi biji kacang tanah

Proses Salut Tepung

Larutan bumbu

Proses penggorengan Kacang yang sudah dilapisi dengan tepung

Kacang salut

(48)

Gambar 4. Diagram alir pembuatan larutan bumbu

2. Penelitian Utama

a. Pengukuran jumlah VRS (Volatile Reducing Substance) (Farber dan Ferro, 1956)

Sampel yang diketahui jumlahnya dimasukkan ke dalam alat VRS, ditambah 20 ml air destilata. Kemudian dipipet 10 ml KMnO4

0.02 N dan dimasukkan dalam gelas reaksi pada alat VRS, diaerasi dengan pompa vakum selama kurang lebih 40 menit. Setelah aerasi, semua KMnO4 dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dibilas dengan

air destilata kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan 3 ml KI

20%. Selanjutnya dititrasi sampai warna menjadi kuning, lalu ditambah indikator amilum, titrasi kembali dengan Na2S2O3 0.02 N

sampai warna biru hilang.

Tepung Bawang

putih Air

Dicampur

Pemasakan hingga pati mengental

Analisis VRS

Larutan bumbu

(49)

Selain contoh juga dilakukan titrasi terhadap blanko. Kadar VRS dihitung dengan rumus :

VRS = (bl – c) x N x 1000 b

Dimana VRS = Volatil Reducing Substance (μ Eq/g) bl = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi blanko (ml)

c = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi contoh (ml)

b = berat contoh (g)

N = normalitas larutan Na2S2O3

Pengukuran komponen VRS dilakukan pada sampel bawang putih, baik varietas Honan maupun Cutting pada H0. Perlakuan pada bawang putih sebelum dilakukan analisis yaitu:

1. Perlakuan varietas

Varietas yang berbeda diduga memiliki kandungan senyawa volátil yang berbeda, sehingga kemungkinan intensitas rasa dan aroma yang dihasilkan pun akan berbeda pula. Varietas yang akan dianalisis kandungan VRS nya yaitu Cutting dan Honan.

2. Perlakuan waktu penyimpanan

Perlakuan waktu penyimpanan yang dilakukan yaitu H0 (o hari), H1 (7 hari), H2 (14 hari), dan H3 (21 hari). Dari tiap-tiap waktu penyimpanan tersebut dilakukan pengukuran kandungan VRS.

3. Perlakuan waktu tunggu jus

Perlakuan waktu tunggu jus yang dilakukan yaitu T1 (30 menit), T2 (60 menit), dan T3 (90 menit). Dari tiap-tiap waktu tunggu jus tersebut dilakukan analisis kandungan VRS.

4. Perlakuan pemasakan larutan bumbu

(50)

pemasakan. Jadi dilakukan juga analisis kandungan VRS pada larutan bumbu setelah proses pemasakan.

b. Produksi kacang salut

Proses pembuatan kacang salut dilakukan di PT Garudafood pada divisi Reseach and Development berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4. Proses produksi kacang salut dilakukan pada tiap-tiap perlakuan yang sama seperti pada perlakuan pengukuran kadar VRS, yaitu perlakuan varietas, perlakuan waktu penyimpanan, dan perlakuan waktu tunggu jus. Kacang salut hasil produksi tersebut kemudian diuji organoleptik dengan uji rating pada intensitas rasa dan aroma bawang.

c. Uji organoleptik

Pengujian organoleptik kacang salut dilakukan pada tiap-tiap produksi kacang salut pada perlakuan varietas, perlakuan waktu penyimpanan dan perlakuan waktu tunggu jus bawang putih. Hasil dari uji organoleptik ini akan dilihat korelasinya dengan nilai VRS bawang putih pada perlakuan tersebut.

Uji organoleptik dilakukan dengan metode uji rating. Uji rating ini dilakukan untuk mengetahui intensitas aroma dan rasa bawang putih pada produk kacang salut. Skala yang digunakan yaitu skala angka 1-7, yaitu: 1= amat sangat tidak kuat, 2= sangat tidak kuat, 3= menunjukkan tidak kuat, 4= netral atau biasa, 5= kuat, 6= sangat kuat, dan 7= amat sangat kuat.

d. Pembuatan prosedur pemakaian dan penyimpanan bawang putih

(51)
(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN KACANG SALUT

Proses pembuatan kacang salut diawali dengan menimbang sejumlah tepung sebagai bahan baku pembuatan larutan bumbu. Kemudian ditambahkan bawang putih yang telah dihaluskan dan bumbu-bumbu lainnya beserta sejumlah air. Proses pemasakan larutan bumbu dilakukan hingga pati mengental.

Proses selanjutnya yaitu pelapisan (coating) kacang tanah dengan tepung tapioka dan larutan bumbu. Kacang tanah yang telah disortir dimasukkan ke dalam coating pan, kemudian dibalut dengan larutan bumbu dan tepung. Proses salut dilakukan hingga kacang tanah tertutup dengan sempurna oleh tepung. Kacang tanah yang telah tersalut tersebut kemudian digoreng untuk kemudian diuji organoleptiknya pada intensitas rasa dan aroma bawang.

Analisis komponen VRS dilakukan pada bahan baku bawang putih. Handling bahan baku sangat baik dilakukan untuk keseluruhan proses yang akan dilakukan. Bila bahan baku yag digunakan memiliki kualitas yang baik, kemungkinan besar produk yang dihasilkanpun akan berkualitas baik pula.

B. VOLATILE REDUCING SUBSTANCE (VRS)

Komponen flavor bawang putih (Allium sativum) yang diasumsikan memberikan kontribusi terhadap flavor bawang putih dalam penelitian ini dihitung sebagai VRS (Volatile Reducing Substance) yang dinyatakan dengan nilai μ Eq KMnO4/ gram sampel. VRS itu sendiri merupakan senyawa volatil

yang dapat bereaksi dengan oksidator kuat seperti KMnO4 akibat adanya

ikatan rangkap, dalam hal bawang putih yaitu gugus allyl dan ikatan sulfida. Gugus allyl dan ikatan sulfida yang terdapat pada komponen flavor bawang putih mengakibatkan komponen tersebut dapat bereaksi dengan oksidator kuat seperti KMnO4. Analisis pengukuran VRS menggunakan alat

aerasi dengan menggunakan KMnO4 sebagai penangkap atau oksidator yang

(53)

Proses pengukuran dilakukan dengan memasukkan sejumlah sampel bawang putih yang telah diblender ke dalam tabung tabung sampel kemudian ditambahkan 20 ml air destilasi sebagai pelarut. Kemudian sebanyak 10 ml larutan KMnO4 dimasukkan ke dalam tabung yang lain. Kedua tabung

dihubungkan dengan menggunakan selang dan ditiupkan udara dengan menggunakan aerator agar komponen volatil yang terdapat pada bawang dapat menguap seluruhnya sehingga dapat bereaksi dengan KMnO4. Proses aerasi

dilakukan selama 40 menit. Waktu 40 menit ini digunakan berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dengan asumsi seluruh komponen volatil telah tertangkap oleh KMnO4. Larutan KMnO4 yang pada awalnya berwarna ungu

pekat, setelah tereduksi akan berwarna agak kemerahan. KMnO4 yang telah

berkurang jumlahnya akibat tereduksi oleh komponen volatil kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3, menggunakan indikator KI dan amilum.

Selain sampel yang diaerasi, blanko pun mendapat perlakuan yang sama. Blanko yang digunakan yaitu air destilata.

(54)

1. Pengaruh Varietas

Tabel 3. Pengaruh varietas bawang putih terhadap nilai VRS

VRS

V1 (Cutting) V2 (Honan)

122.3429 67.4199

Jumlah VRS pada kedua varietas, yaitu Cutting dan Honan sangat jauh berbeda. Nilai VRS Cutting (122.3429 μ Eq/g bawang) lebih tinggi dari nilai VRS Honan (67.4199 μ Eq/g bawang). Menurut Fadel dan Edris (2001), banyaknya jaringan yang menyusun umbi bawang putih bervariasi, demikian pula dengan komponen flavor yang terdapat di dalamnya. Hal ini dipengaruhi oleh varietas dan darimana bawang putih tersebut berasal. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan menggunakan SPSS, ternyata perlakuan pengaruh varietas berpengaruh nyata terhadap hasil analisis VRS dengan nilai signifikansi sebesar 0.045 (Lampiran 3).

2. Pengaruh Waktu Penyimpanan

Tabel 4. Pengaruh waktu penyimpanan bawang putih V1 (Cutting) terhadap nilai VRS (μ Eq/g)

VRS

Waktu penyimpanan

H0 H1 H2 H3

122.3429 37.8563 27.7312 17.0357

Tabel 5. Pengaruh waktu penyimpanan bawang putih V2 (Honan) terhadap nilai VRS (μ Eq/g)

VRS

Waktu penyimpanan

H0 H1 H2 H3

67.4199 38.1061 31.0405 29.9095

(55)

waktu penyimpanan H2 dan H3. Nilai VRS bawang Honan juga mengalami penurunan. Nilai VRS pada H0 yaitu 67.4199 μEq/g bawang

menjadi 38.1061, 31.0405, 29.9095 μ Eq/g bawang pada waktu

penyimpanan H1, H2, dan H3.

Penurunan nilai VRS pada varietas Cutting lebih tajam dibandingkan dengan penurunan nilai VRS pada bawang varietas Honan. Laju penurunan kadar VRS pada varietas Cutting sebesar 4.6578 μEq/hari. Sedangkan laju penurunan kadar VRS pada varietas Honan sebesar 1.7085

μEq/hari. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa varietas Honan lebih tahan disimpan dalam kondisi penyimpanan normal bila dibandingkan dengan varietas Cutting yang mudah mengalami pertunasan ataupun mudah mengalami penguapan air.

y = -4.6578x + 100.15 Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dengan nilai VRS

(56)

pertumbuhan tunas ini juga akan mengurangi nutrisi yang terkandung pada bawang putih, karena sebagian nutrisi terserap atau dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas. Sebaliknya kelembapan udara yang terlalu rendah akan mempercepat penguapan air dari umbi sehingga akan terjadi penurunan berat yang berlebihan (Denelia, 1995).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa waktu penyimpanan bawang (H0, H1, H2, dan H3) berpengaruh terhadap jumlah komponen volatil pereduksi, baik pada varietas Cutting maupun pada varietas Honan. Dengan nilai signifikansi untuk varietas Cutting sebesar 0.017 dan nilai signifikansi untuk varietas Honan sebesar 0.029 (Lampiran 4 dan 5).

Selama proses analisis, bawang disimpan pada suhu antara 25-27°C dan kelembapan relatif sebesar 39 %. Kelembapan relatif yang sangat rendah ini kemungkinan besar dapat mempercepat penguapan air dari sampel bawang sehingga mempengaruhi juga komponen flavor yang terdapat pada bawang putih. Selain itu, perlakuan waktu penyimpanan dihitung setelah sampel datang ke tempat analisis. Bukan dihitung sejak kedatangan ke gudang maupun sejak panen, sehingga sebenarnya mungkin umur kedua jenis bawang tersebut berbeda sejak dari masa panen hingga analisis dilakukan.

3. Pengaruh Waktu Tunggu Jus Bawang

Tabel 6. Pengaruh waktu tunggu jus bawang Cutting terhadap nilai VRS (μ Eq/g)

VRS

Waktu tunggu jus

T0 T1 T2 T3

34.3234 25.5192 16.5231 14.3710

Tabel 7.Pengaruh waktu tunggu jus bawang Honan terhadap nilai VRS (μ Eq/g)

VRS

Waktu tunggu jus

T0 T1 T2 T3

(57)

Perlakuan yang ketiga yaitu mempelajari pengaruh waktu tunggu jus terhadap nilai VRS bawang putih. Nilai VRS jus bawang pada kedua varietas bawang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Nilai VRS jus bawang varietas Cutting mengalami penurunan dari waktu tunggu T0 (0 menit), T1 (30 menit), T2 (60 menit), dan T3 (90 menit). Secara berturut-turut nilai VRS bawang varietas Cutting pada waktu tunggu T0, T1, T2, dan T3 yaitu 34.3234, 25.5192, 16.5231, dan 14.3710 µ Eq/g jus. Laju penurunan kadar VRS pada bawang varietas Cutting sebesar 0.2295 µEq/menit. Demikian juga dengan jus bawang varietas Honan. Secara berturut-turut nilai VRS bawang varietas Honan pada waktu tunggu T0, T1, T2, dan T3 yaitu 33.4434, 26.5396, 20.7578, dan 14.9445 µEq/g jus, dengan laju penurunan sebesar 0.2043 µEq/menit.

y = -0.2295x + 33.012

Gambar 7. Grafik hubungan antara waktu tunggu jus dengan nilai VRS

(58)

bahwa waktu tunggu jus bawang berpengaruh nyata terhadap jumlah VRS, baik pada varietas Cutting maupun pada varietas Honan (Lampiran 6 dan 7).

4. Pengaruh Pemasakan Larutan Bumbu

Tabel 8.Pengaruh proses pemasakan larutan bumbu terhadap nilai VRS (μ Eq/g)

VRS

Bawang Cutting Bawang Honan

6.6084 9.6054

Pada perlakuan pemasakan larutan bumbu, diperoleh nilai VRS bawang varietas Cutting sebesar 6.6084 (μ Eq/g larutan bumbu) dan nilai VRS bawang varietas Honan sebesar 9.6054 (μ Eq/g larutan bumbu). Bila dibandingkan dengan nilai-nilai VRS pada perlakuan sebelumnya, nilai tersebut sangatlah kecil. Proses pemasakan larutan bumbu hingga mencapai suhu 82°C sudah pasti akan merusak atau menghilangkan komponen flavor pada bawang. Selain itu, VRS pada bawang kemungkinan besar terperangkap di dalam matriks-matriks pada larutan bumbu. Jadi meskipun sampel larutan bumbu diaerasi, komponen volatilnya tidak dapat tertangkap oleh KMnO4 sehingga tidak dapat terukur (Hariyadi, 2007). Hasil dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa nilai VRS pada larutan bumbu yang dibuat dari bawang putih varietas Cutting dan Honan tidak berbeda nyata (Lampiran 8).

C. UJI ORGANOLEPTIK

Uji organoleptik yang dilakukan yaitu uji rating pada intensitas rasa dan aroma bawang pada sampel kacang salut. Skala yang digunakan yaitu skala 1 sampai 7. Skala 1 menunjukkan intensitas amat sangat tidak kuat, 2 menunjukkan sangat tidak kuat, 3 menunjukkan tidak kuat, 4 menunjukkan netral, 5 menunjukkan kuat, 6 menunjukkan sangat kuat, 7 menunjukkan amat sangat kuat.

Gambar

Gambar 1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya (Wibowo, 2004)
Tabel 1. Komposisi kandungan zat gizi bawang putih per 100 gram bahan  yang dapat dimakan
Gambar 2. Degradasi enzimatik dan non enzimatik aliin (Eskin, 1979)
Tabel 2. Senyawa sulfur volatil yang terdapat pada 100 gram bawang putih segar
+7

Referensi

Dokumen terkait

BATAN telah menetapkan prinsip yang harus dijadikan landasan pada semua tindakan dan pelaksanaan kegiatan, yaitu bahwa: Segenap kegiatan iptek nuklir dilaksanakan

Hasil penelitian pada variabel leverage adalah mempunyai pengaruh negative ti- dak signifikan terhadap kebijakan dividen, yang artinya perusahaan yang mempunyai

Berdasarkan Gambar 30., prinsip kerja dari Audio Bio Harmonik dengan menggunakan Arduino MP3 Shield WT5001 yang sudah dalam bentuk modul adalah komponen mikrokontroler

Cacing Tubifex tubifex dapat sebagai biondikator pencemaran air, ini dapat dilihat dari semakin banyak kandungan bahan organik pada sungai semakin banyak pula

KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, serta hidayah-Nya sehinnga penulis dapat menyelesaikan skrpsi ini dengan judul Pengembangan

Gambaran pola kematian penyakit degeneratif ENMD dan DCS pada individu usia ≥ 15 tahun menurut karakteristik adalah sebagai berikut: umur saat meninggal ENMD lebih muda

[r]

Yang dimaksud dengan BTP Pemanis Buatan adalah BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori. Bahan ini hanya