• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI

KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

ANI SITI NURFITRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ANI SITI NURFITRIANI. Evaluasi Hasil Vakisnasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program vaksinasi yang dilakukan di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Pengambilan sampel dilakukan di lima desa di Kecamatan Jatinagor. Sampel serum diambil ayam yang telah divaksinasi AI di lima desa yaitu Desa Cintamulya, Desa Jatiroke, Desa Jatimukti, Desa Hegaramanah, dan Desa Cikeruh. Pemeriksaan titer antibodi yang dilakukan dengan menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (uji HI). Rataan titer antibodi dari masing-masing desa dihitung berdasarkan Geometric Mean Titer (GMT). Hasil uji terhadap 100 sampel yang diperiksa menyatakan bahwa 32 diantaranya menunjukkan titer protektif (=24) terhadap H5N1. serum dengan titer protektif terbanyak berasal dari Desa Jatiroke (53.85%) dan terendah berasal dari Desa Cikeruh (11.11%). Rataan antibodi masing-masing desa yaitu Desa Cintamulya 3.76, Desa Jatimukti 3.35, Desa Jatiroke 4.38, Desa Hegarmanah 3.87, dan Desa Cikeruh 1.76 serta rataan antibodi hasil vaksinasi di Kecamatan Jatinangor sebesar 3.19. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi yang dilakukan belum cukup menginduksi kekebalan protektif dari ayam buras yang dipelihara oleh masyarakat di lima desa di kecamatan Jatiangor.

(3)

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI

KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

ANI SITI NURFITRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang

Nama : Ani Siti Nurfitriani NRP : B04103061

Program studi : Kedokteran Hewan

Disetujui

Dr. drh. Sri Murtini, MSi Pembimbing I

Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing II

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan FKH IPB

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga, sahabat, dan kita selaku umatnya. Tema skripsi ini adalah vaksinasi Avian Influenza (AI), dengan judul Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta (Iin Solihin S.Sos, Msi dan Aroh Komariah). Pemimbing skripsi (Dr.drh. Sri Murtini, MSi dan Dr. drh. Retno D. Soejoedono MS) serta dosen penilai dan penguji (Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan), dosen pembimbing akademik (Dr. drh. Hera Maheswari, Msi). Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang. Kantor Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Jatinangor, Drh. Sri Pujiastuti, Drh. Mursyid, Drh. Yuli Jazuli, sarjana pendamping raksa desa (Bapak Oleh), Kepala Desa Jatimukti, Pak Yuyus dan masyarakat Jatinangor.

Terima kasih juga untuk keluarga tercinta di Tanjungsari. Tim Jatinangor (Pritta, Akang Adi, A Luki, dan Aziz ’ntih’). Tim Laboratorium Mikrobiologi Medik (drh. Ika, drh Okti, Pak Lukman, Pak Wahyu, dan Pak Nur). Muhammad Aziz Hakim, teman satu bimbingan dan satu laboratorium (Ias, Kunto, dan Putra) Sahabat tercinta (D’GOnZrenk, 3Gem, 3Reginer, MBV 2007, Nurul ‘Ulil’, Wangsit, Yustin, kelompok Liqo, Arin, Asfini, Abud, Astri ‘Jamur’, Yasmine, Bone, Hani, Kak Afif, Kak Marwah). Teman-teman angkatan 40, 41, dan 42. BEM KM IPB, BEM FKH, DKM An-Nahl, DPM FKH. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik serta saran senantiasa penulis nantikan untuk kebaikan bersama.

Bogor, September 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 19 Juni 1985 dari Ayah Iin Solihin, S.Sos, MSi dan Ibu Aroh Komariah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri I Tanjungsari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih masuk Fakultas Kedokteran Hewan.

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Program vaksinasi pada unggas di Indonesia ………... 10 2 Jumlah sampel yang diambil dari lima desa di Kecamatan

Jatinangor ………... 16

3 Hasil pengujian titer terhadap sampel dari lima desa di Kecamatan

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur virus H5N1 ………... 3 2 Grafik titer antibodi pasca vaksinasi dari sampel pada lima desa di

Kecamatan Jatinangor ………... 18 3 Grafik rataan titer antibodi (GMT) dari sample pada lima desa di

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil Kegiatan Vaksinasi Flu Burung (AI) Tahap II Kecamatan

Jatinangor ……….. 29

2 Hasil Uji HI Perdesa di Kecamatan Jatinagor ... 30

3 Kuisioner untuk Peternak ... 36

4 Hasil Kuisioner ... 41

5 Foto Peternakan Sektor Empat Di Kecamatan Jatinangor ... 45

(11)

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI

KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

ANI SITI NURFITRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

ANI SITI NURFITRIANI. Evaluasi Hasil Vakisnasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program vaksinasi yang dilakukan di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Pengambilan sampel dilakukan di lima desa di Kecamatan Jatinagor. Sampel serum diambil ayam yang telah divaksinasi AI di lima desa yaitu Desa Cintamulya, Desa Jatiroke, Desa Jatimukti, Desa Hegaramanah, dan Desa Cikeruh. Pemeriksaan titer antibodi yang dilakukan dengan menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (uji HI). Rataan titer antibodi dari masing-masing desa dihitung berdasarkan Geometric Mean Titer (GMT). Hasil uji terhadap 100 sampel yang diperiksa menyatakan bahwa 32 diantaranya menunjukkan titer protektif (=24) terhadap H5N1. serum dengan titer protektif terbanyak berasal dari Desa Jatiroke (53.85%) dan terendah berasal dari Desa Cikeruh (11.11%). Rataan antibodi masing-masing desa yaitu Desa Cintamulya 3.76, Desa Jatimukti 3.35, Desa Jatiroke 4.38, Desa Hegarmanah 3.87, dan Desa Cikeruh 1.76 serta rataan antibodi hasil vaksinasi di Kecamatan Jatinangor sebesar 3.19. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi yang dilakukan belum cukup menginduksi kekebalan protektif dari ayam buras yang dipelihara oleh masyarakat di lima desa di kecamatan Jatiangor.

(13)

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI

KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG

ANI SITI NURFITRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul : Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang

Nama : Ani Siti Nurfitriani NRP : B04103061

Program studi : Kedokteran Hewan

Disetujui

Dr. drh. Sri Murtini, MSi Pembimbing I

Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing II

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan FKH IPB

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga, sahabat, dan kita selaku umatnya. Tema skripsi ini adalah vaksinasi Avian Influenza (AI), dengan judul Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta (Iin Solihin S.Sos, Msi dan Aroh Komariah). Pemimbing skripsi (Dr.drh. Sri Murtini, MSi dan Dr. drh. Retno D. Soejoedono MS) serta dosen penilai dan penguji (Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan), dosen pembimbing akademik (Dr. drh. Hera Maheswari, Msi). Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang. Kantor Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Jatinangor, Drh. Sri Pujiastuti, Drh. Mursyid, Drh. Yuli Jazuli, sarjana pendamping raksa desa (Bapak Oleh), Kepala Desa Jatimukti, Pak Yuyus dan masyarakat Jatinangor.

Terima kasih juga untuk keluarga tercinta di Tanjungsari. Tim Jatinangor (Pritta, Akang Adi, A Luki, dan Aziz ’ntih’). Tim Laboratorium Mikrobiologi Medik (drh. Ika, drh Okti, Pak Lukman, Pak Wahyu, dan Pak Nur). Muhammad Aziz Hakim, teman satu bimbingan dan satu laboratorium (Ias, Kunto, dan Putra) Sahabat tercinta (D’GOnZrenk, 3Gem, 3Reginer, MBV 2007, Nurul ‘Ulil’, Wangsit, Yustin, kelompok Liqo, Arin, Asfini, Abud, Astri ‘Jamur’, Yasmine, Bone, Hani, Kak Afif, Kak Marwah). Teman-teman angkatan 40, 41, dan 42. BEM KM IPB, BEM FKH, DKM An-Nahl, DPM FKH. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik serta saran senantiasa penulis nantikan untuk kebaikan bersama.

Bogor, September 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 19 Juni 1985 dari Ayah Iin Solihin, S.Sos, MSi dan Ibu Aroh Komariah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri I Tanjungsari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih masuk Fakultas Kedokteran Hewan.

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Program vaksinasi pada unggas di Indonesia ………... 10 2 Jumlah sampel yang diambil dari lima desa di Kecamatan

Jatinangor ………... 16

3 Hasil pengujian titer terhadap sampel dari lima desa di Kecamatan

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur virus H5N1 ………... 3 2 Grafik titer antibodi pasca vaksinasi dari sampel pada lima desa di

Kecamatan Jatinangor ………... 18 3 Grafik rataan titer antibodi (GMT) dari sample pada lima desa di

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil Kegiatan Vaksinasi Flu Burung (AI) Tahap II Kecamatan

Jatinangor ……….. 29

2 Hasil Uji HI Perdesa di Kecamatan Jatinagor ... 30

3 Kuisioner untuk Peternak ... 36

4 Hasil Kuisioner ... 41

5 Foto Peternakan Sektor Empat Di Kecamatan Jatinangor ... 45

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal sebagai Flu Burung telah dikenal sebagai penyakit ternak unggas semenjak tahun 1901. Pada tahun 1955, flu burung lebih dikenal dengan nama Fowl plaque, penyakit ini menyerang sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan sistem syaraf dari unggas. Penyakit AI dapat menyerang semua jenis burung, baik domesti k maupun eksotik yang ditemukan di darat dan unggas air. Penyakit AI tidak mengenal rentang umur. Beberapa kasus ditemukan pada babi, kuda, hewan liar, bahkan manusia (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Penyebaran AI terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia. Wabah AI di Indonesia terjadi pada pertengahan tahun 2003 seiring dengan merebaknya wabah flu burung dikawasan Asia Tenggara. Meskipun demikian penyakit AI baru resmi dinyatakan keberadaanya oleh pemerintah pada tanggal 25 Januari 2004. Di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat, jumlah unggas yang mati akibat wabah AI sangat besar yaitu 3.842.275 ekor. Kematian terbesar terjadi di Propinsi Jawa Barat yaitu 1.541.427 ekor. Pemerintah melakukan berbagai tindakan untuk mencegah mewabahnya penyakit AI, salah satunya dengan dilakukan vaksinasi terhadap unggas (Kompas 2003; Deptan 2005).

Di berbagai daerah telah dilakukan vaksinasi masal terhadap unggas. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah semakin meluasnya wabah penyakit AI. Beberapa daerah yang terserang dan dinyatakan positif terkena flu burung melakukan depopulasi dengan memusnahkan ayam yang terdapat di peternakan. Selain itu juga menghimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi terhadap unggas peliharaannya.

(22)

Kabupaten Sumedang melakukan program penanggulangan dan pemberantasan AI di setiap kecamatan. Program tersebut meliputi penyuluhan, pemusnahan ayam yang positif AI, serta vaksinasi unggas. Kegiatan tersebut terus dilakukan guna mencegah meluasnya penyebaran AI di Kabupaten Sumedang. Salah satu daerah yang mendapat perhatian dalam penanggulangan dan pemberatasan AI ini adalah Kecamatan Jatinangor. Daerah tersebut berpotensi terjangkit wabah AI karena terdapat peternakan rakyat dan merupakan daerah lalu lintas ternak dari luar Kabupaten Sumedang.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan program vaksinsinasi yang dilakukan di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Manfaat Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Avian Influenza (AI)

Flu burung (Avian Influenza) merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis (Dhamayanti 2005). Avian influenza (AI) disebabkan oleh virus RNA, yaitu Orthomyxovirus tipe A dari famili Orthomyxoviridae. Virus influenza ini memiliki tiga genera yaitu influenza tipe A, B, C. Terdapat perbedaan dari ketiga virus tersebut yang didasarkan pada karakter protein M dari amplop virus dan nukleoprotein virus. Dari ketiga genera ini, tipe A dapat menginfeksi hewan peliharaan seperti halnya ayam, itik, kalkun, burung puyuh, babi dan kuda. Virus tipe A menyerang unggas dengan menginfeksi saluran pencernanaan selain menginfeksi pada saluran pernafasan (Fenner et al. 1995; Murphy et al. 2006).

Gambar 1. Struktur virus H5N1 (Sumber : Wikipedia 2004)

(24)

yang tersusun dari banyak monomer kecil serupa. Monomer ini terkait dengan permukaan bagian dalam dari lapisan ganda lemak amplopnya (envelope). M2 adalah protein kecil yang menonjol sebagai pori-pori atau kanal ion yang melalui membran. Virus ini memiliki dua antigen permukaan yang disebut haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). Kedua antigen permukaan ini merupakan molekul glikoprotein. Molekul HA merupakan trimer bentuk batang, sedangkan molekul NA merupakan tetramer bentuk jamur. Kedua antigen tersebut digunakan sebagai penanda dalam identifikasi subtipe virus karena membawa epitop khus us subtipe (Fenner et al. 1995).

Virus tipe A memiliki 16 antigen H (hemaglutinin; HA) yaitu H1-H16 dan 9 antigen NA (neuraminidase) yaitu N1-N9. Kombinasi antigen HA dan NA menghasilkan lebih dari 144 kombinasi subtipe virus AI, seperti H5N1, H5N2, H7N1, dan kombinasi lainnya. Diantara 15 subtipe virus AI hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas (OIE 2006). Berdasarkan tingkat keganasannya digolongkan menjadi dua, yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza

(HPAI) dan Low Pathonic Avian Influenza (LPAI) (Dharmayanti 2003; Soejoedono dan Handharyani 2005; Akoso 2006).

(25)

Gejala Klinis AI

Gejala klinis yang teramati pada unggas adalah anoreksia, emasiasi, depresi, pruduksi telur menurun, gejala sesak nafas disertai eksudat keluar dari hidung, edema daerah wajah, konjunktivitis, jengger dan pial berwarna kebiruan. Beberapa daerah dibawah kulit termasuk tungkai mengalami perdarahan Sementara itu beberapa kasus tidak menunjukkan gejala klinis. Jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut maka akan terlihat adanya peradangan pada langit-langit mulut, trakhea, dan laring. Pada pemeriksaan histopatologi terlihat adanya akumulasi sel-sel radang (limfosit) pada jengger ayam yang terinfeksi. (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Program Pencegahan dan Pengendalian Avian Influenza (AI)

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian mengeluarkan surat keputusan No. 17/kpts/PD.640/F/02.04 tentang pedoman pengendalian dan pemberantasan influenza pada unggas (AI). Pada surat tersebut dinyatakan lima prinsip dasar dan strategi penanggulangan AI. Lima prinsip dasar dalam program pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan AI adalah :

1. Mencegah kontak antara hewan peka virus dan virus AI. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara menghentikan penyebaran infeksi virus AI melalui karantina atau isolasi lokasi peternakan tertular serta mengawasi lalu lintas hewan, bahan asal hewan, atau bahan lain yang dapat menyebarkan penyakit dari lokasi peternakan tertular.

2. Menghentikan atau menghilangkan produksi virus AI oleh unggas tertular dengan cara desinfeksi kandang, peralatan, kendaraan, dan bahan permanen lainnya yang dapat menularkan penyakit serta pemusnahan bahan-bahan dan perlatan tidak permanen yang terkontaminasi.

(26)

Penangganan kotoran unggas sebaiknya dilakukan dengan cara mendesinfeksi atau mensucihamakan. Cara ini dilakukan dengan mencampurkan kotoran unggas dan kapur tohor aktif dipermukaannya, kemudian disiram atau disemprot desikfektan, kotoran dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan apabila belum dikeluarkan kotoran unggas disimpan di tempat yang kering serta jauh dari kandang. Penangganan kotoran unggas lainnya dapat dilakukan dengan mengolah kotoran unggas menjadi pupuk kompos. Cara ini dilakukan dengan mencampurkan kotoran unggas dan dekomposer, kemudian menumpukkan kotoran unggas di atas tanah beralas plastik atau dalam lubang yang sengaja digali, setelah itu kotoran uggas dicampur dengan kapur sesuai perbandingan yaitu 10 kg kotoran unggas ditambahkan 2.5 liter air dan 0.5 kg kapur.

Untuk penanganan ayam mati dapat dilakukan dengan cara dibakar dan dikubur. Pembakaran ayam mati dilakukan dengan bahan seperti kayu bakar, minyak tanah, sekam, atau gas. Pembakaran sebaiknya dilakukan di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk minimum 20 meter untuk mencegah polusi dan penyebaran penyakit lainnya. Tindakan mengubur ayam mati sebaiknya dilakukan setelah ayam mati dibakar terlebih dahulu. Kedalaman lubang untuk mengubur minimum 1.5 meter dan jauh dari sumber air.

3. Meningkatkan resistensi unggas dengan cara vaksinasi.

4. Menghilangkan sumber penularan virus. Pelaksanaannya dilakukan dengan dua cara yaitu :

- Melakukan pemusnahan terbatas (depopulasi) unggas yang sakit dan unggas yang sehat yang berpotensi tertular dalam satu kandang di daerah tertular.

- Melakukan pemusnahan menyeluruh (stamping out) di daerah bebas atau terancam.

(27)

Dalam melaksanakan lima prinsip diatas pemerintah menetapkan sembilan langkah strategi sebagai tindakan penanggulangan yang saling terkait dengan urutan sebagai berikut :

1. Meningkatkan biosekuriti. 2. Melakukan vaksinasi.

3. Melakukan depopulasi (Pemusnahan terbatas) di daerah tertular.

4. Mengendalikan lalu lintas unggas, produk unggas, dan limbah peternakan unggas.

5. Melakukan surveillance dan penelusuran (tracing back). 6. Mengisi kandang kembali (restocking).

7. Melakukan stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular yang baru.

8. Meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness). 9. Melakukan monitoring dan evaluasi.

Vaksin dan Vaksinasi Avian Influenza (AI)

Pencegahan penyakit merupakan suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan penyakit tertentu atau mengurangi keganasan suatu penyakit. Tindakan vaksinasi adalah salah satu usaha agar hewan yang divaksin memiliki kekebalan. Vaksin berasal dari kata vacca yang berarti sapi. Vaksin pertama kali dibuat pada tahun 1789 oleh Jenner, saat itu pembuatan vaksin dimaksudkan untuk menangani masalah small pox pada manusia (Murphy et al. 2006).

Vaksin dibedakan menjadi dua yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif merupakan vaksin dari virus hidup yang masih aktif dan avirulen. Vaksin inaktif adalah vaksin virus mati dalam vaksin tersebut terkandung virus yang sudah mati melalui proses inaktivasi virus menggunakan bahan pengaktivasi. Virus yang terkandung dalam vaksin inaktif telah kehilangan sifat infektif namun antigenitasnya masih dipertahankan. Sifat antigenitas inilah yang berperan dalam menginduksi kekebalan tubuh (Fenner et al. 1995; Tizard 1995).

(28)

Vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif yang resmi atau telah terdaftar pada instansi pemerintah yang berwenang (Soejoedono dan Handharyani 2005). Vaksin yang dapat digunakan dalam pencegahan dan pemberantasan AI vaksin adalah vaksin inaktif homolog. Vaksin homolog adalah vaksin dengan subtipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit. Sebagai contoh di Indonesia penyakit AI disebabkan oleh virus H5N1 dicegah dengan menggunakan vaksin dari virus H5N1 juga. Vaksinasi dengan H5N1 pernah digunakan untuk pemberantasan AI di Meksiko dan Pakistan. Vaksin ini terbukti mampu menurunkan kasus klinis dan jumlah virus yang menyerang unggas (Akoso 2006). Deptan (2005) menyatakan bahwa vaksinasi terhadap AI sebaiknya menggunakan vaksin heterolog. Vaksin heterolog adalah vaksin yang berisi virus dengan mempunyai molekul HA yang sama dengan penyebab wabah AI di lapangan akan tetapi mempunyai NA yang berbeda, sebagai contohnya vaksin H5N2 atau H5N9. Di Indonesia sampai Juni 2006 telah terdaftar sebanyak dua belas vaksin AI, tiga diantaranya termasuk HPAI (H5N1), sembilan termasuk LPAI (delapan buah H5N2 dan satu buah H5N9).

Swayne et al. (2001) diacu dalam Indriyani (2005) menyatakan bahwa pemberian vaksina AI pada unggas tidak hanya bertujuan untuk memproteksi secara individu atau kelompok terhadap infeksi baru, tetapi juga untuk mengurangi ekskresi virus yang menginfeksi. Efektivitas vaksinasi dan tingkat kegagalannya tergantung banyak faktor, diantaranya kualitas vaksin, program penerapan di lapangan, cara penanganan vaksin, kondisi ayam, serta cara vaksinasinya. Vaksin AI bukan barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter hewan (Fadilah et al. 2007).

(29)

Program vaksinasi bukan salah satu jaminan tingkat keberhasilan dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit AI. Vaksinasi yang baik adalah bila dilakukan minimal dua kali pada hewan yang sama, namun kekebalan akan lebih tercapai misal pada ayam kampung setelah dilakukan tiga kali vaksinasi. Walaupun program vaksinasi telah dilakukan, faktor kegagalan bisa saja terjadi. Kegagalan ini umumnya disebabkan oleh faktor internal dan eksternal vaksin itu sendiri. Faktor eksternal meliputi vaksinator, kondisi dan jenis unggas yang divaksin, dan faktor lingkungan. Sementara faktor internal berasal dari vaksin itu sendiri, dalam hal ini menyangkut kualitas serta kenyataan di lapangan. Ketentuan vaksin dan vaksinasi meliputi :

1. Vaksin AI yang digunakan vaksin inaktif strain LPAI subtipe H5 yang memiliki homologi sequens nucleotida atau asam amino dari antigen HA diatas 80% terhadap isolat lokal.

2. Vaksin yang digunakan harus telah mendapatkan nomor registrasi dari Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian.

Pelaksanaan vaksinasi memiliki ketentuan sebagai berikut :

1. Vaksinasi dilakukan oleh pemerintah di daerah tertular dan terancam dengan prioritas di peternakan sektor 4.

2. Tindakan vaksinasi dilakukan secara masal terhadap seluruh unggas yang sehat di peternakan sektor 4.

3. Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam di derah tertular yakni ayam buras, bebek, itik, entok, kalkun, angsa, burung dara (merpati), burung puyuh, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging yang termasuk peternakan sektor 4.

(30)

Tabel 1. Program vaksinasi pada unggas di Indonesia

No. Jenis Unggas

Umur, dosis, aplikasi, dan lokus vaksinasi

Ulangan

(Sumber : Deptan 2005)

5. Memperhatikan secara seksama petunjuk teknis penggunaan vaksin ya ng dikeluarkan oleh produsen vaksin yang tertulis pada brosur, etiket, atau wadah vaksin (Deptan 2005).

Evaluasi Vaksinasi dan Hemaglutinasi Inhibisi

(31)

homolog yang diketahui. Kedua untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar yang telah diketahui. Uji HI bereaksi positif jika ada hambatan aglutinasi yang ditunjukkan dengan mengendapnya eritrosit berbentuk discus pada dasar tabung percobaan. Titer uji HI adalah pengencer serum ayam tertinggi yang masih bereaksi positif. Makin tinggi titer uji HI maka makin tinggi antibodi yang terkandung didalamnya dan hewan akan lebih kebal terhadap penyakit (Peacock et

al. 1980; Malole 1988; Murphy et al. 2006).

Evaluasi pascavaksinasi AI dapat dilakukan dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 45/Kpts/PD.610/F/06.06 tanggal 7 Juni 2006 tentang prosedur.operasional standar pengendalian penyakit

Avian Influenza di Indonesia yaitu :

1. Dilakukan pemantauan terhadap titer antibodi dan ekskresi (shedding) virus pada unggas tiga minggu pasca vaksinasi.

2. Petugas pengambil sampel adalah petugas teknis kesehatan hewan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan atau dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di tingkat propinsi, kabupaten, atau kota, dan laboratorium veteriner.

3. Jumlah sampel serum dan swab cloaca yang harus diambil dari sektor 3 sebanyak 14 sampel dari setiap flock.

4. Jumlah sampel serum dan swab cloaca yang harus diambil dari sektor 4 di setiap desa secara proposional harus sesuai conto h.

5. Sampel dikirim ke laboratorium veteriner regional atau laboratorium veteriner daerah propinsi yang telah terakreditasi.

6. Melakukan pemeriksaan dengan uji HI menggunakan antigen H5, titer dinyatakan dalam bilangan Log 2.

7. Melakukan pemeriksaan DIVA (N-typing) terhadap antigen N1.

8. Melakukan pemeriksaan virologis terhadap swab cloaca dengan uji Real time- PCR, dengan primer H5.

9. Interpretasi hasil pemeriksaan virologis dengan vaksin AI inaktif konvensional sebagai berikut :

(32)

- Unggas yang berada didalam satu flock dinyatakan protektif jika memiliki lebih dari 70 % sampel memiliki titer protektif.

- Jika dalam serum positif antibodi terhadap antigen N1, berarti masih ada virus H5N1 di lingkungan.

10. Interpretasi hasil pemeriksaan virologis, jika real time RT-PCR positif berarti masih ada ekskresi (shedding) virus dari ayam yang telah divaksin.

(33)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari bulan Februari-April 2007. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 8-13 Februari 2007 di lima desa (Desa Cintamulya, Desa Jatiroke, Desa Jatimukti, Desa Cikeruh, Desa Hegarmanah) di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Pemeriksaan serum dan pengujian titer antibodi dilakukan pada tanggal 28 Maret-4 April 2007 di Laboratorium Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Insitut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum dari ayam yang telah divaksinasi di lima desa di Kecamatan Jatiangor. Antigen AI H5N1 inaktif dari Balivet sebagai virus standar 4 HAU/0.025 ml, sel darah merah ayam 0.5%, NaCl 0.85%. Alat yang digunakan untuk uji HI meliputi : mikropipet, microplate u bottom, dan mikrotip. Perlengkapan survei dibutuhkan selama pengambilan sampel dilapangan berupa : Microtube, spoit 3 ml, kapas beralkohol, kapas kering, spidol tahan air, sarung tangan, masker, label nama, cooler box, ice pack, dan kuisioner peternak.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel (Serum)

(34)

Persiapan Uji HI

Uji mikrotitrasi menggunakan

• Virus standard 4 HAU/0.025 ml yang diperoleh dari pengenceran stock virus. • Sel darah merah ayam 0.5%

Darah utuh (whole blood) ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 3.8% disentrifugasi pada 1500 rpm (PCL Series®) selama 10-15 menit. Supernatan dibuang sedangkan endapan yang merupakan sel darah merah dicuci/dibilas NaCl fisiologis pada tempat yang sama, kemudian disentrifugasi kembali. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasilnya akan didapatkan sel darah merah dengan konsentrasi 100%, kemudian dilakukan pengenceran dengan menambahkan NaCl fisiologis secara bertingkat hingga didapatkan sel darah merah 0.5%.

• Inaktivasi serum.

Sebelum dilakukan Uji HI mikrotitrasi serum terlebih dahulu diinaktivasi dengan pemasan pada waterbath selama 30 menit pada suhu 56°C.

Evaluasi Titer Antibodi Terhadap AI

Titer antibodi ayam terhadap virus AI dilakukan dengan uji Hambat Aglutinasi (HI test) mikrotitrasi metode ß. Pada uji ini digunakan virus tetap dan serum yang diencerkan dengan prosedur sebagai berikut:

• Virus standard 4 HAU/0.025 ml sebanyak 0.025 ml dimasukkan ke dalam sumur-sumur microplate (U bottom microplate).

• Pada sumur pertama ditambahkan serum sebanyak 0.025 ml, setelah itu dilakukan pengenceran dengan menghisap dan mengeluarkan campuran menggunakan micropipette lalu memindahkan 0.025 campuran ke sumur berikutnya lalu dilakukan pencampuran hingga sumur ke-8. selanjutnya dari sumur ke-8 campuran dibuang sebanyak 0.025 ml.

Microplate digoyangkan dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 15 menit. • Kemudian suspensi sel darah merah 0.5% sebanyak 0.025 ml ditambahkan

ke dalam setiap sumur.

(35)

• Dilakukan pembacaan hasil apabila eritrosit pada sumur kontrol telah mengendap.

Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titer

(GMT) menggunakan rumus :

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N Keterangan :

N = Jumlah contoh serum yang diamati t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi

(yang masih dapat menghambat aglutinasi sel darah merah) S = Jumlah contoh serum bertiter t

n = Jumlah titer antibodi pada sampel ke-n

Kuisioner Peternak

Kuisioner diberikan pada saat pengambilan sampel kepada peternak dengan tujuan untuk mengetahui profil secara umum peternakan di daerah tersebut.

Data Sekunder

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Antibodi Terhadap AI

Jumlah populasi ternak uggas di Kecamatan Jatinangor terutama ayam buras berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang periode Januari 2006-2007 sebanyak 34.633 ekor. Populasi ayam buras di Kecamatan Jatinangor termasuk tergolong tertinggi karena beberapa desa di Jatinangor merupakan daerah peterna kan ayam buras.

Pencegahan penyakit AI di Sumedang di Jatinangor dilakukan karena Jatinangor merupakan daerah lalu lintas ternak antar kabupaten serta berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung yang sebelumnya telah terkena wabah AI. Vaksinasi dilakukan secara bertahap yaitu pada tahap I yang dilaksanakan pada bulan November 2006 dan tahap II yang dilaksanakan pada bulan Desember 2006. Penelitian ini mengambil sampel dari vaksinasi tahap II dengan jumlah populasi ternak yang divaksin sebanyak 1.534 ekor ayam buras.

Pengambilan sampel dilakukan satu bulan setelah vaksinasi. Vaksinasi dilakukan di dua belas desa di Kecamatan Jatinangor, namun pada penelitian ini sampel hanya diambil dari lima desa yaitu Desa Cintamulya, Desa Jatimukti, Desa Jatiroke, Desa Hegarmanah, dan Desa Cikeruh. Kelima desa tersebut dipilih karena jumlah ayam yang divaksin diwilayah tersebut lebih banyak dibandingkan tujuh desa lainnya. Di ketujuh desa lainnya ayam yang divaksinasi beberapa ekor ada yang dijual oleh pemiliknya dan digantikan dengan ayam yang baru, bahkan beberapa peternak telah memotong ayam yang divaksin tersebut.

Tabel 1. Jumlah sampel yang diambil dari lima desa di Kecamatan Jatinangor

(37)

Berdasarkan hasil pemeriksaan antibodi didapatkan persentase titer antibodi pasca vaksinasi pada masing-masing wilayah berbeda-beda. Persentasi titer protektif (= 16) tertinggi dicapai oleh Desa Jatiroke titer tinggi (53.85%) dan persentasi titer protektif terendah di Desa Cikeruh (11.11%). Berdasarkan uji pada 100 sampel yang diambil dari ke lima desa hanya 32 sampel (32%) yang menunjukkan titer protektif. Masing-masing desa memiliki rataan titer antibodi yang berbeda-beda pula. Rataan titer antibodi Desa Cintamulya 3.29, Desa Jatimukti 3.35, Desa Jatiroke 4.38, Desa Cikeruh 1.67, Desa Hegarmanah 3.61. Menurut Deptan (2006) titer HI protektif untuk AI adalah = 4 log 2 atau 24 (16) dan flock dinyatakan protektif jika lebih dari 70% sampel memiliki titer protektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vaksinasi yang dilakukan di kelima desa di Kecamatan Jatinangor belum mampu menginduksi titer protektif terhadap infeksi AI.

(38)

0.00%

Cintamulya Jatimukti Jatiroke Hegarmanah Cikeruh Desa

Titer Protektif Titer Rendah Titer Nol

Gambar 2. Grafik titer antibodi pasca vaksinasi dari sampel pada lima desa di Kecamatan Jatinangor

Cintamulya Jatimukti Jatiroke Hegarmanah Cikeruh Desa

GMT

Gambar 3. Grafik rataan titer antibodi (GMT) dari sampel pada lima desa di Kecamatan Jatinangor

Faktor–faktor Keberhasilan Vaksinasi

Berdasarkan pemeriksaan antibodi menunjukkan bahwa vaksinasi tidak cukup menginduksi kekebalan protektif terhadap AI (H5N1) dari ayam buras. Menurut Deptan (2005) menyatakan vaksinasi dikatakan protektif jika dalam satu

(39)

optimalnya vaksinasi di Kecamatan Jatinangor disebabkan oleh adanya kendala-kendala tertentu. Kendala yang dihadapi saat pelaksanaan vaksinasi yang di Kecamatan Jatinangor meliputi :

a. Program vaksinasi

Program vaksinasi massal yang dilakukan di kelima desa tersebut merupakan vaksinasi pertama. Vaksin yang digunakan adalah vaksin H5N2 inaktif dengan adjuvan. Vaksinasi dilakukan satu kali, program vaksinasi yang dilakukan satu kali berpotensi menimbulkan munculnya kasus infeksi AI subklinis pada ayam yang divaksin. Kasus AI subkilinis dapat diartikan sebagai adanya virus AI di dalam tubuh unggas namun hewan tidak menunjukkan gejala klinis dan tampak sehat. Hal ini disebabkan oleh titer antibodi pasca vaksinasi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Titer yang dihasilkan tidak mampu secara sempurna menetralisis virus AI yang menginfeksi ayam. Kondisi subklinis tersebut memungkinkan ayam mampu mengekskresikan virus dari fecesnya sehingga penyebaran AI di lingkungan terjadi terus menerus. Program vaksinasi yang baik dilakukan minimal dua kali pada hewan yang sama sehingga kekebalan akan terbentuk dengan optimal. Kekebalan optimal pada ayam kampung terhadap AI akan tercapai jika dilakukan tiga kali ulangan dari vaksinasi.

Program vaksinasi lebih dititikberatkan pada peternakan sektor empat (rumah tangga). Peternak di sektor empat lebih banyak memelihara ayam buras. Vaksinasi dilakukan pada semua umur hewan dan semua jenis ayam buras seperti ayam kate, ayam bangkok, maupun ayam kampung biasa. Keragaman jenis aya m mempengaruhi gambaran titer antibodi yang dihasilkan. Tizard (2004) menyatakan bahwa respon dari tiap individu dalam proses tanggap kebal tidak akan sama.

(40)

vaksinator dengan cakupan wilayah target vaksinasi yang luas menyebabkan target unggas yang divaksinasi menjadi rendah.

Kondisi lainnya yaitu pemeliharaan unggas yang dilakukan masyarakat adalah sistem ekstensif. Pada sistem tersebut ayam dibiarkan bebas berkeliaran sehingga mempersulit kegiatan vaksinasi karena pada saat akan divaksin tidak semua ayam buras peternak dapat divaksin. Saat vaksinator mendatangi rumah peternak dan akan melakukan vaksinasi ayam buras sudah berkeliaran dan sulit untuk ditangkap dan divaksinasi. Kondisi tersebut menyebabkan cakupan ayam yang divaksin menjadi rendah sehingga menyebabkan gambaran titer antibodi menjadi rendah pula.

b. Prosedur Vaksinasi

(41)

Gambar 4. Bagan Kegagalan Vaksinasi (sumber : Tizard 2004)

Vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi ini adalah vaksin AI inaktif heterolog yang mengandung antigen H5N2. Pemanfaatan H5N2 inaktif adjuvan sebagai vaksin dikarenakan H5N2 ini merupakan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan memiliki antigen HA yang sama dengan virus lapangan. Strain virus ini tidak sama dengan virus yang ada di lingkungan. H5N2 memiliki tingkat kesamaan 80% atau kurang dengan antigen H5N1, sehingga menyebabkan respon terhadap antigen H5N1 pada saat pengujian menjadi rendah. Pemberian vaksin inaktif baru merangsang antibodi dengan tingkat protektif sedikitnya tiga minggu dan menurun pada saat delapan minggu setelah vaksinasi dilakukan. Sebaiknya setelah delapan minggu dilakukan vaksinasi ulang (booster) untuk mempertahankan titer protektif terhadap AI (Indriani et al. 2005).

(42)

antibodi. Vaksinasi AI sebaiknya dilakukan setelah ayam berumur lebih dari empat minggu karena pada saat itu antibodi asal induk sudah mencapai nol sehingga vaksin dapat ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh lebih baik dan antibodi yang dibentuk dapat mencapai titer optimal (Indriani et al. 2005)

Kondisi ayam menjadi penentu keberhasilan vaksinasi. Vaksinasi harus dilakukan pada ayam yang sehat. Ayam sehat akan merespon vaksin dengan baik. Selain itu juga lingkungan ikut menentukan kesehatan ayam karena lingkungan yang bersih dan sehat membuat ayam tidak rentan terkena penyakit.

Kegagalan vaksinasi juga dapat disebabkan oleh rusaknya vaksin akibat rantai dingin yang tidak tepat (Naipospos 2005). Rantai dingin vaksin adalah penyimpanan vaksin dilakukan pada kondisi (suhu dingin) agar organisme (protein) di dalam vaksin tetap bertahan dengan baik serta tidak mudah rusak (Fenner et al. 1995; Tizard 2004). Vaksin sebaiknya disimpan pada suhu 4oC dan pada saat dibawa ke lapangan harus disimpan pada tempat yang dingin. Pada saat dilakukan vaksinasi suhu vaksin harus sama dengan suhu lingkungan. Jika vaksin diberikan pada suhu rendah akan menyebabkan terjadinya temperature shock pada tubuh ayam sehingga respon yang dihasilkan kurang baik dan dapat menyebabkan kematian.

c. Managemen Pemeliharaan

Masyarakat di kelima desa di wilayah Kecamatan Jatinangor sebagian besar memelihara ayam secara ekstensif atau diumbar. Ayam tidak memiliki kandang dan diumbar bebas di pekarangan. Pemberian pakan dilakukan secara tidak khusus sehingga asupan pakan menjadi kurang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kekebalan dapat diperoleh dari asupan pakan berprotein karena protein yang masuk ke dalam tubuh akan berperan dalam pembentukan antibodi dan mengaktifkan enzim-enzim tertentu sehingga kekebalan tubuh ayam meningkat (Budhhiyadnya et al. 2006).

(43)

diutamakan karena jika kandang tersebut kotor dan tidak dibersihkan memungkinkan akumulasi debu dan kotoran ayam yang dapat menularkan penyakit sehingga ayam mudah sakit.

Peternak juga jarang melakukan desinfeksi kandang ternaknya sehingga kemungkinan ayam masih dapat terpapar penyakit. Desinfeksi dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang dijual bebas di pasar maupun air sabun bekas mencuci. Jenis desinfektan yang dapat digunakan antara lain desinfektan yang mengandung asam parasetat, hidroksieroksida, sediaan amonium kuartener, formalin 2.5%, natrium hipoklorit, dan kalium hipoklorit.

Gambaran Peternak di Kecamatan Jatinangor

Data kuisioner yang diisi oleh 18 peternak menunjukkan bahwa pemeliharaan ayam buras merupakan usaha sambilan (66.67%) dan ayam buras yang dipelihara jumlahnya kurang dari 10 ekor (72.22%). Pada umumnya masyarakat memelihara ayam buras untuk tujuan yang kurang jelas, misalnya untuk memperoleh kesenangan atau hanya ingin memiliki (Sarwono 2004). Masyarakat memelihara dengan maksud memenuhi kebutuhan sehingga pada saat kondisi mendesak, ayamnya itu bisa segera dijual atau dipotong untuk keperluan-keperluan penting dalam acara-acara adat (kelahiran anak, perkawinan, kematian, dan kedatangan tamu penting). Tujuan berikutnya adalah diambil telurnya untuk dikonsumsi atau ditetaskan. Tujuan lain adalah sekedar memperoleh pengalaman mengenai cara memelihara ayam. Kecilnya jumlah ayam yang dipelihara serta pemeliharaan yang bersifat usaha sambilan me nyebabkan peternak kurang termotivasi untuk memelihara ayamnya dengan baik.

Pendidikan formal yang diselesaikan peternak hanya sampai SD (44.44%). Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat mengenai cara pemeliharaan yang baik. Rata-rata peternak dengan tingkat pendidikan SD-SMP melakukan pemeliharaan secara ektensif sedangkan peternak yang berpendidikan SMA melakukan peternakan sistem semi intensif, sehingga ayam tidak diumbar dan ayam dikandangkan sepanjang hari.

(44)

menyebabkan rendahnya titer protektif karena ayam hanya mendapatkan kekebalan satu kali dan produksi antibodi belum optimal.

Peternak membiarkan unggasnya berkeliaran bebas di alam dan ruang pekarangan rumahnya (38.89%). Cara pemeliharaan seperti ini disebut pemeliharaan sistem ekstensif atau pemeliharaan secara umbaran (backyard farm). Pada pemeliharaan ekstensif, ayam dilepas berkeliaran dan ayam memperoleh pakan dari hasil mencari sendiri atau diberi oleh pemiliki dalam kualitas dan kuantitas yang tidak mencukupi dan ayam buras peliharaannya akan pulang pada malam hari. Ada peternak yang menyedikan kandang ada juga yang tidak menyedikan kandang sehingga ayam peliharaannya bermalam di pohon-pohon sekitar rumahnya. Selain menerapkan sistem ekstensif beberapa peternak memelihara ayam dengan sistem semi intensif (27.78 %). Pada sistem semi intensif peternak menyediakan kandang dan tempat umbarannya. Pakan diberikan oleh peternak dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi (Suryandari 2003).

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan titer antibodi terhadap AI setelah vaksinasi di Kecamatan Jatinangor membuktikan bahwa vaksinasi belum cukup menginduksi kekebalan protektif karena rata-rata titer antibodi yang terbentuk hanya 3.19 dan hanya 32% ayam dari flock yang menunjukkan titer protektif.

Saran

1. Program vaksinasi sebaiknya dilakukan kembali dan disertai dengan adanya monitoring pasca vaksinasi. Vaksinasi pada masal pada ayam kampung sebaiknya dilakukan dua kali atau untuk mencapai kekebalan protektif optimal dapat dilakukan vaksinasi tiga kali untuk satu ekor ayam kampung.

2. Meningkatkan kepedulian peternak dalam program vaksinasi dengan melakukan penyuluhan dari pentingnya dilakukan vaksinasi. Serta memberikan pengetahuan pada peternak mengenai bagaimana cara pengendalian, pencegahan dan penanggulangan AI.

3. Menerapan biosecurity yang baik di peternakan sektor empat.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 2001. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Akoso BT. 2006. Waspada Flu Burung Penyakit Menular pada Hewan dan Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Budhhiyadnya IGE, Santoso B, Syibli M. 2006. Gambaran Titer Antibodi Avian Influenza Pada Unggas Pasca Vaksinasi Pertama di Beberapa Wilayah Kerja BBPV Regional II Bukittinggi. Bulletin Informasi KesehatanHewan

8:5-8.

Capua I, Marangon S. 2003. The Use of Vaccination as an Option for The control of Avian Influenza. Avian Pathology 32(4):335-342.

[Deptan] Departemen Pertanian 2005. Manual Standar kesehatan Hewan Edisi Pedoman Surveilance dan Monitoring Avian Influenza di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Prosedur Operasional Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian.

Dharmayanti NLPI, Indriani R, Damayanti R, Wiyono A. 2005. Karakter Virus Avian Influenza Isolat Indonesia pada Wabah Gelombang Ke Dua. Ilmu Ternak dan Veteriner 10:217-225.

Fadilah R, Iswandari, Polana A. 2007. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ, White DO. 1995.

Virologi Veteriner Edisi 2. Putra DKH, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Veterinary Virology.

Indriani R, Dharmayanti NLPI, Syafriati T, Wiyono A, Adjid RMA. 2005. Perkembangan Prototipe Vaksin Inaktif Avian Influenza (AI) H5N1 Isolat Lokal dan Aplikasinya pada Hewan Coba di Tingkat Laboratorium. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 10:315-321.

[Kompas]. 2004. Indonesia Mewaspadai Flu Burung Kamis, 08 Juli 2004. http://kompas.com [ 23 Februari 2007].

(47)

Malole MBM. 1988. Virologi. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB.

Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinek MC, Studdert MJ. 2006. Veterinary Virology Third Edition. London: Academic Press.

Naipospos, TSP. 2006. Perangi Flu Burung dengan Vaksinasi Unggas. http://www.pustaka-deptan.go.id/i novasi/kl060429.pdf [24 Juli 2007]

[OIE] Office International des Epizooties World Organization. 2000. Office International des Epizooties World Organization For Animal Health Manual Of Standars For Diagnostic Tests and Vaccines List A and B Diseases of Mamals, Birds, and Bees. Amerika: OIE.

[OIE] Office International des Epizooties World Organization. 2006. High

Pathogenic Avian Influenza.

http//www.oie.int/eng/maladies/fiches/a150.htm#2 [29 April 2007]

Peacock JE, Russel HT. 1980. Manual of Laboratory Immunology. Philadelphia.

Sarwono B. 2003. Beternak Ayam buras. Penebar Swadaya: Jakarta.

Siegel M. 2006. Flu Burung Serangan Wabah Ganas dan Perlindungan Terhadapnya. Jakarta: Penerbit Kaifa.

Soejoedono RD, Handharyani E. 2005. Flu Burung. Penebar Swadaya: Jakarta.

Sudaryani T. 2003. Teknik Vaksinasi dan Pengendalian Penyakit Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudaryani T, Santosa H. 2003. Pembibitan Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Swayne DE, Beck JR, Perdue ML, Bread CW. 2001. Efficiency of vaccines in chicken against highly pathogenic Hongkong H5N1 Avian Influenza.

Avian Diseases 45:355-365

Tabbu CR. 2004. Prakiraan kejadian penyakit ayam di Indonesia 2004. Infovet

116:30-32

Tabbu CR, Asmara W, Wibowo HM. 2005. Identifikasi subtipe hemaglutinin virus Avian Influenza pada berbagai spesies hewan dengan RT-PCR.

Jurnal Sains Veteriner 23:42-45

Takada A, Kuboki N, Katsuroni O, Ninomiya A, Takana H, Ozaki H, Itamura S, Nishimura H, Enami M, Tashiro M. Shorrtridge K.F, Kida, H. 1999. A virulent Avian Influenza virus as a vaccine strain against a Potential

human pandemic. Journal of Virology 73.

(48)

Tizard IR. 1995. Pengantar Immunologi Veteriner. Hardjosworo S, penerjemah. Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari : Veterinary Immunology an Introduction.

Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduct Sixth Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company.

Wagner EK, Hewlett MJ. 2006. Basic Virology Second Edition. Amerika : Blackwell Publishing.

Wibawan IWT, Soejoedono RD, Damayanti CS, Tauffani TB. 2003. Diktat Imunologi. Bogor : FKH IPB.

Wibawan IWT, Soejoedono RD, Murtini S. 2007. Mewaspadai AI subklinis.

Poultry Indonesia 2(9):46-49.

Wiryawan W. 2004. Vaksinasi salah satu upaya untuk mencegah Avian Influenza.

(49)

Lampiran 1

Hasil Kegiatan Vaksinasi Flu Burung (AI) Tahap II Kecamatan Jatinangor

No. Desa Jumlah unggas yang divaksin Jumlah

Ayam Burung Itik

1. Hegarmanah 186 28 24 238

2. Sayang 24 46 17 87

3. Jatiroke 137 2 6 145

4. Cileles 136 48 25 49

5. Cipacing 19 8 22 49

6. Cisempur 185 20 100 305

7. Cilayung 411 45 44 500

8. Mekargalih 109 28 38 175

9. Cintamulya 157 2 17 176

10. Cikeruh 33 1 - 34

11. Cibeusi 41 29 30 100

12. Jatimukti 96 33 - 129

Jumlah 1534 290 323 2.147

(50)

Lampiran 2

Hasil Uji HI Perdesa di Kecamatan Jatinangor

Desa Cintamulya

No Kode Sampel

Tanggal Pengambilan

Sampel

Jenis Hewan Titer antibodi

1. A-001 07/02/2007 Ayam buras 8

2. A-002 07/02/2007 Ayam buras 8

3. A-003 07/02/2007 Ayam buras 2

4. A-004 07/02/2007 Ayam buras 2

5. A-005 07/02/2007 Ayam buras 0

6. A-006 07/02/2007 Ayam buras 3

7. A-007 07/02/2007 Ayam buras 3

8. A-008 07/02/2007 Ayam buras 8

9. A-009 07/02/2007 Ayam buras 3

10. A-010 07/02/2007 Ayam buras 1

11. A-011 07/02/2007 Ayam buras 2

12. A-012 07/02/2007 Ayam buras 3

13. A-013 07/02/2007 Ayam buras 7

14. A-014 07/03/2007 Ayam buras 3

15. A-016 07/02/2007 Ayam buras 3

16. A-016 07/02/22007 Ayam buras 0

(51)

Desa Jatiroke

No Kode Sampel

Tanggal Pengambilan

Sampel

Jenis Hewan Titer

Antibodi

Jenis Hewan Titer

(52)

No Kode Sampel

Tanggal Pengambilan

Sampel

Jenis Hewan Titer

(53)

Desa Hegarmanah

No Kode Sampel

Tanggal Pengambilan

Sampel

Jenis Hewan Titer

antibodi

Jenis Hewan Titer

(54)

No Kode Sampel

Tanggal Pengambilan

Sampel

Jenis Hewan Titer

Antibodi

GMT Desa Cintamulya

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N = 53 = 3.29

17 GMT Desa Jatiroke

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N = 57 = 4.38

13 GMT Desa Jatimukti

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N = 114 = 3.35

(55)

GMT Desa Hegarmanah

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N = 65 = 3.61

18 GMT Desa Cikeruh

Log2GMT = (Log2t2)(S1) + (Log2t2)(S2) + … + (Logntn)(Sn)

N = 30 = 1.67

18

(56)

Lampiran 3

KUISIONER UNTUK PETERNAK

1. KARAKTERISTIK PETERNAK RESPONDEN

1. Nama Peternak : ………

2. Umur : ………….tahun

3. Pendidikan formal

? SD/sederajat : ……….tahun ? SLTP/sederajat : ……….tahun ? SLTA/sederajat : ……….tahun ? Pergutuan tinggi/sederajat : ……….tahun 4. Alamat peternak

• Desa/kelurahan : ………

5. Jenis dan jumlah ternak unggas yang dipelihara (jawaban dapat lebih dari satu) • Ayam buras : ……….. ekor

• Itik : ………... ekor

• Burung : ………... ekor • Angsa : ………... ekor • Lain-lain (sebutkan jenis dan jumlahnya)

……… ……… 6. Tujuan dalam budidaya ternak

• Usaha pokok • Usaha sambilan

• Lain-lain (Sebutkan) ……… 7. Luas lahan yang digunakan untuk budibaya ternak unggas (bangunan kandang

dan halaman umbaran) = ...m2

8. Apakah ternak unggas yang saudara pelihara pernah mengalami kasus kematian karena penyakit Flu Burung/AI?

9. Jika pernah berapa jumlah ternak saudara yang mati saat itu?...ekor

(57)

? Petugas Dinas

? Dokter Hewan Pskeswan ? Sesama Peternak

? Lain-lain

Sebutkan... 11. Apakah hingga saat ini kasus tersebut masih terjadi di desa Sadudara?

? Ya, sebutkan waktunya : Bulan... Tahun ? Tidak

12. Apakah Pernah dilakukan vaksinasi Flu Burung/AI terhadap ternak Saudara? ? Ya 13. Jika ya, sudah berapa kali vaksinasi dilakukan?

? Satu kali ? Dua kali ? Tiga kali

? Lebih dari tiga kali

14. Siapa yang melakukan Vaksinasi tersebut? ? Petugas Dinas

? Dokter hewan Poskeswan ? Vaksinasi sendiri

? Lain-lain

Sebutkan... 15. Bagaimana sistem pemeliharaan ternak yang Saudara lakukan?

? Unggas selalu berada dalam kandang tertutup

? Unggas dipelihara dalam kandang yang dilengkapi dengan tempat umbaran berpagar

(58)

? Unggas dibiarkan berkeliaran bebas di dalam dan di luar pekarangan rumah

? Lain-lain

Sebutkan... 16. Untuk melindungi ternak saudara dari penularan penyakit, apakah ada

perlakuaa/tindakan pengendalian khusus bagi setiap orang/barang yanga akan memasuki area peternkan saudara?

? Ada

? Tidak ada (langsung ke pertanyaan no. 18)

17. Jika ada sebutkan perlakuakn/tindakan pengendalian yang saudara terapkan tersebut? 18. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk mejaga kebersihan tempat pakan

ternak

? Menuci tempat akan setiap hari

? Mencuci tempat pakan ternak setiap 3 hari sekali ? Mencuci tempat pakan ternak seminggu sekali

? Lain-lain, sebutkan ... 19. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk mejaga kebersihan tempat minum

ternak

? Menuci tempat akan setiap hari

? Mencuci tempat pakan ternak setiap 3 hari sekali ? Mencuci tempat pakan ternak seminggu sekali

? Lain-lain, sebutkan ... 20. Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan

halaman/pekarangan

? Membersihkan/menyapu setiap hari

(59)

? Membersihkan/menyapu semi nggu sekali

? Lain-lain, sebutkan... 21. Cara yang biasa Saudara lakuakn dalam menangani kotoran ternak

? Ditimbun di atas permukaan tanah (open dumping) ? Ditimbun pada lubang tanah (tertutup/terbuka* pilih salah satu) ? Disimpan dalam karung tertutup

? Lain-lain, sebutkan... 22. Apakah Saudara biasa melaorkan ke petugas dinas?KCD setempat jika ternak

saudara terserang penyakit? ? Ya

? Tidak, sebutkan alasannya... (langsung ke pertanyaan no.24)

23. Jika ya, bagaimana menurut Saudara reso/tanggapan petugas dinas/KCD setempat terhadap laporan Saudara?

? Sangat cepat ? Cepat ? Lambat ? Sangat lambat

24. Jika tidak, tindakan apa yang biasa Saudara lakuakn untuk mengatasi ternak yang sakit?

? Menjual ternak yang sakit ? Memotong ternak yang sakit

? Segera memisahkan ternak yang sakit dari yang sehat untuk diberikan pengobatan

? Lain-lain, sebutkan... 25. Apakah Saudara biasa melapor pada petugas dinas/KCD/Poskeswan setempat

jika ternak Saudara mengalami mati mendadak? ? Ya

? Tidak

26. Jika tidak tindakan apa yang biasa Saudara lakukan untuk mengatasi ternak yang sakit?

(60)

? Membakar bangkai ternak

? Membuang bangkai ternak ke sungai terdekat

? Lain-lain, sebutkan... 27. Jika Saudara melakukan pembelian ternak baru, tindakan apa yang biasa

saudara lakukan?

? Langsung menempatkan terna k tersebut berdekatan dengan ternak lama ? Menempatkan ternak baru secara tertutup dan terpisah dari ternak lama (tanpa kontak) selama kurang lebih 2 minggu.

(61)

Lampiran 4

Hasil Kuisioner

Jumlah responden = 18 peternak

No. Aspek yang Diamati Persentasi

1. Usia Peternak

24-34 22.22 %

35-45 27.78 %

46-56 5.56 %

> 56 33.33 %

2. Pendidikan Formal

SD 44.44 %

SLTP/sederajat 22.22 %

SLTA/sederajat 33.33 %

Perguruan tinggi/sederajat 0 %

3. Jumlah Ayam ternak yang dipelihara

Kurang dari sama dengan 10 72.22 %

11-21 16.67 %

22-32 0 %

Lebih dari sama dengan32 11.11 %

4. Tujuan budidaya ternak

Usaha pokok 5.56 %

Usaha sambilan 66.67 %

Lain-lain : Hobi 27.78 %

5. Luas lahan yang digunakan untuk budidaya ternak (rataan)

3 m2

6. Ternak yang dipelihara pernah mengalami kematian karena penyakit Flu burung

Ya 0 %

Tidak 100 %

7 Pernah terjadi kasus flu burung di Desa saudara

Ya 0 %

(62)

No. Aspek yang Diamati Persentasi 8. Pernah melakukan Vaksinasi flu burung pada

ternak

Ya 100 %

Tidak 0 %

9. Berapa kali vaksinasi flu burung dilakukan

Satu kali 100 %

Dua kali 0 %

Tiga kali 0 %

Lebih dari tiga kali 0 %

10 Yang melakukan vaksinasi

Petugas dinas 94.44 %

Dokter hewan poskeswan 5.56 %

Vaksinasi sendiri 0 %

11. Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan

Unggas berada dalam kandang yang tertutup 22.22 % Unggas dipelihara dalam kandang yang

dilengkapi dengan tempat umbaran berpagar 27.78 % Unggas dibiarkan berkeliaran bebas di

pekarangan rumah yang berpagar 11.11 %

Unggas dibiarkan berkeliaran bebas di dalam

dan luar pekarangan rumah 38.89 %

12. Dilakukannya perlindungan ternak dari penularan penyakit dengan pengedalian khusus bagi orang/barang yang akan masuk area ternak

Ya 27.78 %

Tidak 72.22 %

13. Cara menjaga kebersihan tempat pakan ternak

(63)

No. Aspek yang Diamati Persentasi 14. Cara menjaga kebersihan tempat minum ternak

Mencuci tempat minum setiap hari 77.78 % Mencuci tempat minum setiap 3 hari sekali 5.56 % Mencuci tempat minum 1 minggu sekali 11.11 % 15. Cara membersihkan pekarangan/halaman

rumah

Membersihkan/menyapu setiap hari 100 %

Membersihkan/menyapu setiap 3 hari sekali 0 % Membersihkan/menyapu setiap 1 minggu sekali 0 % 16. Cara yang dilakukan dalam menangani kotoran

tenak/unggas

Ditimbun di atas permukaan tanah (open

dumping) 16.67 %

Ditimbun dalam lubang tanah 16.67 %

Disimpan di dalam karung 16.67 %

Lain-lain (dijual, dijadikan pupuk) 50.00 % 17. Melakukan pelaporan pada petugas dinas/KCD

setempat jika ada penyakit pada ternak

Ya 16.67 %

Tidak 83.33 %

18. Respon dari petugas dinas/KCD terhadap laporan

Sangat cepat 0 %

Cepat 0 %

Lambat 100 %

Sangat lambat 0 %

19. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi ternak yang terserang penyakit

Menjual ternak yang sakit 27.78 %

Memotong ternak yang sakit 50 %

(64)

ternak yang sehat kemudian baru diberi obat. 20. Melakukan pelaporan terhadapa kasus ternak

yang mati mendadak kepada petugas dinas/KCD

Ya 16.67 %

Tidak 83.33 %

21. Tindakan yang dilakukan pada ternak yang mati mendadak

Mengubur bangkai ternak 61.11 %

Membuang bangkai ternak ke sungai 0 %

Membakar bangkai ternak 27.78 %

Lain-lain 11.11 %

22. Tindakan yang dilakukan jika membeli ternak baru

Langsung menempatkan dengan ternak lama 55.56 % Menempatkan ternak baru terpisah dengan

ternak lama selama 2 minggu

22.22 %

Menempatkan ternak baru dengan ternak lama

(65)

Lampiran 5

Foto Peternakan Sektor Empat Di Kecamatan Jatinangor

Peternakan Siste m semintensif di Kecamatan Jati nangor Peternakan Sistem Ekstensif di Kecamatan Jatina ngor

(66)

Lampiran 6

Peta Penyebaran AI di Kabupaten Sumedang

(67)

Gambar

Tabel 1.  Program vaksinasi  pada unggas di Indonesia
Tabel 1.  Jumlah sampel yang diambil dari lima desa di Kecamatan Jatinangor
Tabel 2.  Hasil pengujian titer terhadap sampel dari lima desa di Kecamatan
Gambar 2.  Grafik titer antibodi pasca vaksinasi dari sampel pada lima desa di
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Quick Sort akan membandingkan suatu elemen (pivot) dengan elemen yang lain sehingga elemen-elemen lain yang lebih kecil dari pivot tersebut terletak di sebelah kirinya

Giat bhabinkamtibmas Polsek Raman Utara Bripka Subasis sambang ke rumah bpk Gunardi di dusun 1 Desa Rukti Sediyo sampaikan pesan kamtibmas.. giat bhabinkamtibmas pol

Uji aktivitas katalis dilakukan menggunakan fotokatalis pada reaksi esterifikasi dengan pereaksi metanol dengan perbandingan minyak dan metanol 10:120 b/b dengan variasi

Berdasarkan data yang didapatkan sampai Bulan Agustus dihasilkan pertumbuhan kerang mutiara di perairan Kupa Kabupaten Barru yang terbaik terdapat pada kedalaman

Tingkat kecemasan yang paling banyak dialami pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dalam menghadapi ujian skripsi adalah kecemasan ringan.. Peneliti

Efikasi diri dikembangkan dan diperoleh dari empat sumber informasi (Bandura 1977) yaitu diantaranya a) hasil yang telah dicapai (performance accomplishment) dimana dapat

Dari berbagai defenisi komunikasi antarbudaya tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses komunikasi antarbudaya tidak ada kepastian bagaimana proses persepsi dan

Pembuatan briket dari limbah industri tempurung dan pengolahan sabut menjadi serat-serat dapat menghasilkan limbah yang dapat diproses menjadi arang selanjutnya di olah