ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN
UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
OLEH Y U S U F H14103064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.
Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.
Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.
Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.
ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS
PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN
TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
Oleh
Y U S U F H14103064
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Yusuf
Nomor Registrasi Pokok : H14103064
Departemen : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang,
Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan
Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI
Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis
melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus
pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus
dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student
Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan
Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan
(2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif
pada beberapa kepanitiaan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat
dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan
dukungannya.
2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi
ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen
penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan
yang bermanfaat.
4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah.
Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti,
Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan
angkatan 41 Ilmu Ekonomi.
5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih
atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan
6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman,
Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima
kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.
Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15
2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16
2.3. Neraca Perdagangan... 17
2.3.1. Ekspor ... 17
2.3.2. Impor... 18
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18
ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN
UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
OLEH Y U S U F H14103064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.
Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.
Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.
Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.
ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS
PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN
TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
Oleh
Y U S U F H14103064
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Yusuf
Nomor Registrasi Pokok : H14103064
Departemen : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang,
Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan
Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI
Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis
melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus
pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus
dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student
Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan
Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan
(2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif
pada beberapa kepanitiaan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat
dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan
dukungannya.
2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi
ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen
penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan
yang bermanfaat.
4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah.
Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti,
Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan
angkatan 41 Ilmu Ekonomi.
5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih
atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan
6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman,
Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima
kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.
Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15
2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16
2.3. Neraca Perdagangan... 17
2.3.1. Ekspor ... 17
2.3.2. Impor... 18
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18
2.6. Penelitian Terdahulu ... 29
3.6.2. Uji Heteroskedastisitas... 41
3.6.3. Uji Normalitas... 42
IV.GAMBARAN UMUM... 43
4.1. Perkembangan Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan di Indonesia ... 43
4.2. Perkembangan Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan di Indonesia ... 46
4.3. Perkembangan Ekspor-Impor Pangan Indonesia ... 49
4.4. Perkembangan Liberalisasi Perdagangan Komoditas Pangan ... 51
4.4.1. Perjanjian Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan ... 53
4.4.2. Putaran Uruguay (Uruguay Round) ... 54
4.4.3. Mandat Doha... 57
4.4.4. Konferensi Tingkat Menteri V WTO di Cancun, Meksiko.... 58
4.4.5. Kesepakatan Juli 2004 ... 58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 61
5.1. Hasil Pengujian Kestationeran Data... 61
5.2. Hasil Uji Kointegrasi ... 63
5.3. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67
5.5. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test)... 71
5.5.1. Hasil Uji Autokorelasi... 72
5.5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 72
5.5.3. Hasil Uji Normalitas ... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 74 6.1. Kesimpulan ... 74
6.2. Saran... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB
Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku ... 2
1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB
Nasional Atas Dasar Harga Berlaku ... 2
1.3. Neraca Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan... 3
4.1. Kontribusi PDB Tiap Sektor terhadap PDB Nasional ... 43
4.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Desa dan Kota Tahun 2005 ... 44
4.3. Kebutuhan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 47
4.4. Persediaan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 48
4.5. Neraca Pangan Nasional ... 48
4.6. Neraca Komoditas Segar dan Olahan Tanaman Pangan... 50
4.7. Sasaran Pemotongan Tarif, Subsidi dan Proteksi Komoditas
Pertanian yang Disetujui dalam Putaran uruguay ... 56
5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level... 61 5.2. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference... 62 5.3. Hasil Uji Kointegrasi Engle-Granger (Estimasi Jangka Panjang)... 63 5.4. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67
5.5. Hasil Estimasi ECM (Estimasi Jangka Pendek)... 68
5.6. Hasil Uji Autokorelasi ... 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana ... 20
2.2. Hubungan Neraca Perdagangan dan Kurs Riil... 21
2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen ... 25
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Komoditas dan Kode HS Penelitian... 79
2. Hasil Uji Akar Unit pada Level... 81 3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference... 83 4. Hasil Uji Kointegrasi (Estimasi Jangka Panjang) ... 85
5. Hasil Uji Akar Unit Residual Persamaan Jangka Panjang pada
Level ... 85 6. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) lag 5 (Tanpa
Seleksi Variabel) ... 86
7. Hasil Uji ECM untuk Persamaan Jangka Pendek (Setelah
Seleksi Variabel) ... 87
8. Hasil Uji Autokorelasi ... 87
9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 88
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak krisis melanda Indonesia tahun 1997, bangsa Indonesia hingga kini
masih mengalami krisis multidimensi yang dampaknya cukup signifikan
mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemerintah bersama rakyat Indonesia telah berupaya dengan keras agar keluar
dari krisis tersebut, dan kini tanda-tanda menuju arah perbaikan telah mulai
terlihat.
Ditengah upaya memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara, sub
sektor tanaman pangan diharapkan menjadi lokomotif pembangunan
perekonomian nasional, sub sektor tanaman pangan dipercaya mampu
mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja yang cukup besar.
Harapan tersebut berdasarkan karakteristik umum sektor pertanian terutama sub
sektor tanaman pangan yang padat karya dan terkonsentrasi di pedesaan yang
selama ini menjadi basis kemiskinan dan pengangguran yang cukup besar di
Indonesia (Hafsah, 2003).
Sub sektor tanaman pangan memiliki arti dan peranan yang strategis bagi
pembangunan nasional, peranan sub sektor tersebut bagi pembangunan antara
Tabel 1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)
Produk Domestik Bruto (PDB)
Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.
Tabel 1.1 menjelaskan kontribusi PDB tanaman pangan terhadap sektor
pertanian mencapai 52,3 persen pada tahun 2001, sangat dominan jika
dibandingkan dengan sub sektor lainnya seperti sub sektor tanaman perkebunan
yang berkontribusi 13,9 persen, sub sektor peternakan yang hanya berkontribusi
13,0 persen dan sub sektor lainnya yang berkontribusi rata-rata dibawah 20
persen. Namun, pada tahun-tahun terakhir yakni tahun 2004 dan 2005 kontribusi
PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB sektor pertanian mengalami
penurunan, pada tahun 2004 sumbangan PDB sub sektor tanaman pangan menjadi
49,9 persen dan pada tahun 2005 menjadi 50,2 persen. Akan tetapi, penurunan
tersebut tidak menggeser kedudukan sub sektor tanaman pangan dalam
penyumbang PDB terbesar bagi sektor pertanian.
Tabel 1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)
Produk Domestik Bruto (PDB)
Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.
Tabel 1.2 menjelaskan bahwa kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan
2001. Namun, dari tahun ke tahun secara persentase kontribusi PDB sub sektor
tanaman pangan terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun
2004, kontribusi PDB tanaman pangan terhadap PDB nasional hanya 7,3 persen
dan pada tahun 2005 kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB
nasional kembali menurun menjadi 6,7 persen.
Peran utama sub sektor tanaman pangan adalah menyediakan pangan bagi
rakyat Indonesia serta mendukung ketahanan pangan nasional, namun justru peran
ini yang belum diberdayakan secara optimal. Departemen Pertanian (2005)
mencatat impor komoditas tanaman pangan, baik segar maupun olahan sangat
besar, sehingga secara total neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus
mengalami defisit. Nilai tiap tahun impor pangan Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Neraca Ekspor Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 1995-2005
Volume (Juta ton) Nilai (Juta US $)
Sumber : Departemen Pertanian, 2005. * : Data sampai bulan Juni, kemudian dikali 2
Dari Tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa ekspor komoditas pangan
komoditas pangan sehingga neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus
mengalami defisit. Pada tahun 2000 defisit yang terjadi sebesar US$ 1,67 Milyar,
sedangkan pada tahun 2005 defisit meningkat menjadi US$ 1,86 Milyar. Nilai
defisit yang dialami Indonesia pada neraca perdagangan komoditas pangan
ternyata cukup besar, padahal jika melihat sumberdaya yang dimiliki Indonesia,
baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seharusnya defisit tersebut
tidak terjadi.
Kegiatan ekspor maupun impor merupakan kegiatan ekonomi yang
menjadi ciri utama negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia,
sehingga defisit neraca perdagangan pada komoditas tanaman pangan merupakan
konsekuensi bagi Indonesia yang memilih perekonomian terbuka, sebab dengan
perekonomian terbuka, barang produksi dalam negeri harus siap bersaing dengan
komoditas luar negeri yang dapat lebih murah dan lebih berkualitas. Sebenarnya
banyak keuntungan dengan memilih perekonomian terbuka, Indonesia memiliki
kesempatan memperoleh devisa dari luar negeri yang dapat digunakan untuk
melaksanakan pembangunan, yakni dari kegiatan ekspor. Disisi lain, dengan
perekonomian terbuka, Indonesia dengan mudah memenuhi atau mencukupi
kebutuhan nasional terhadap suatu komoditas, yakni dengan melakukan impor,
sehingga tingkat inflasi dan gejolak harga mudah dikendalikan. Akan tetapi,
perekonomian terbuka membuat perekonomian Indonesia sangat berkaitan dengan
keadaan perekonomian negara lain dan jika tidak mampu mengendalikan impor,
devisa Indonesia dapat terkuras untuk membiayai impor sehingga pembangunan
Aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan suatu negara dirangkum dalam
suatu neraca yang disebut neraca perdagangan. Neraca perdagangan merupakan
bagian dari neraca pembayaran (Balance of Payment) yang mampu
menggambarkan seberapa besar keuntungan atau kerugian yang diperoleh
Indonesia dalam aktivitas perdagangan internasional. Neraca perdagangan yang
surplus menandakan Indonesia mendapatkan devisa sedangkan jika neraca
perdagangan defisit berarti devisa negara berkurang untuk membiayai impor yang
lebih besar daripada ekspor. Aktivitas ekspor-impor khususnya ekspor-impor
komoditas pertanian dewasa ini sangat liberal, dimana tarif yang dikenakan untuk
komoditas-komoditas pertanian sangat rendah, jika Indonesia tidak menyiasati
perkembangan ini, maka defisit perdagangan pangan Indonesia dapat terus
berlangsung bahkan dapat bertambah besar. Kondisi tersebut tidak terlepas dari
disetujuinya perjanjian perdagangan bebas yang diprakarsai oleh World Trade Organization (WTO) dan Indonesia sebagai anggota WTO memiliki komitmen untuk memenuhi kesepakatan tersebut.
World Trade Organization (WTO) adalah badan internasional yang beranggotakan 148 negara, memiliki tujuan menciptakan perdagangan
internasional yang lebih terbuka dan adil dengan menghasilkan aturan-aturan
perdagangan yang mengikat negara anggotanya, WTO juga berfungsi mengawasi
pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan multilateral yang telah ditandatangani oleh
negara-negara anggotanya (Deplu RI, 2004). Peraturan dan komitmen yang diatur
dalam perjanjian liberalisasi perdagangan WTO diantaranya mengenai akses pasar
(export competition). Dengan adanya perjanjian tersebut, maka segala bentuk
peraturan yang melindungi dan memproteksi perdagangan internasional
khususnya perdagangan komoditas pertanian seperti tarif impor, subsidi harga,
kuota impor dan lainnya, harus diturunkan persentasenya sesuai kesepakatan
WTO.
Jika melihat nilai defisit neraca perdagangan komoditas tanaman pangan
ditambah dengan adanya liberalisasi perdagangan komoditas ini, Indonesia
sebenarnya memiliki peluang untuk memperoleh atau paling tidak menghemat
devisa yang keluar dari sub sektor tanaman pangan, karena Indonesia memiliki
keunggulan komparatif pada sub sektor ini. Keunggulan tersebut antara lain, lahan
tanam yang masih sangat luas dan sumberdaya manusia yang perlu diberdayakan
juga masih sangat besar, sehingga optimalisasi sub sektor tanaman pangan di
Indonesia pasca krisis merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi
pengangguran dan lebih mudah dilaksanakan karena telah didukung oleh
keunggulan komparatif. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam mengenai sub
sektor tanaman pangan khususnya pengaruh ekspor-impor hasil sub sektor
tanaman pangan terhadap perekonomian Indonesia yang direpresentasikan oleh
neraca perdagangan non-migas menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
Namun, agar tercipta kebijakan yang lebih tepat bagi pengembangan
perekonomian secara umum maka faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan
1.2. Perumusan Masalah
Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan
ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman merata dan terjangkau. Oleh karena itu, pangan dalam
undang-undang tersebut bukan hanya beras, tetapi mencakup seluruh makanan dan
minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan, baik produk primer maupun
turunannya. Namun, komoditas pertanian lain yang termasuk dalam substitusi
langsung beras seperti jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu
merupakan komoditas pangan utama bagi Indonesia.
Komoditas pangan utama adalah hasil dari sub sektor tanaman pangan
yang sangat penting dalam menunjang ketahanan pangan bangsa Indonesia.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri atas
sub sistem penyediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi yang saling
berinteraksi secara berkesinambungan (Dewan Ketahanan Pangan, 2002). Aspek
penyediaan pangan merupakan aspek yang paling penting dan perlu ditangani
dengan serius, sebab selama ini penyediaan pangan nasional belum sepenuhnya
bersumber dari dalam negeri, konsekuensinya kerawanan pangan mudah terjadi di
Indonesia, dan bergantungnya Indonesia terhadap pangan impor dapat menjadi
masalah yang berdimensi pada kedaulatan bangsa.
Kebutuhan pangan domestik yang selama ini banyak ditunjang dari impor,
merupakan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi sub sektor
jika hal tersebut dilakukan, maka devisa yang dihemat Indonesia amat besar.
Selain itu, kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat seiring meningkatnya
jumlah penduduk dunia merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh
devisa yang besar dari sub sektor tanaman pangan, sebab dengan keunggulan
komparatif yang dimiliki Indonesia, yakni lahan yang cukup luas dan tenaga kerja
yang melimpah, maka peningkatan produksi pangan akan mudah untuk dilakukan,
sehingga meningkatkan ekspor komoditas pangan untuk memperoleh devisa
bukanlah suatu hal yang mustahil dilakukan Indonesia. Penghematan dan
perolehan devisa dari sub sektor tanaman pangan akan membuat neraca
perdagangan pangan Indonesia yang selama ini defisit menjadi surplus atau paling
tidak berimbang. Hal tersebut secara tidak langsung akan menambah nilai devisa
yang tercatat pada ikhtisar ekspor-impor atau neraca perdagangan Indonesia.
Peningkatan devisa pada neraca perdagangan merupakan hal yang penting, sebab
devisa sangat diperlukan Indonesia untuk melakukan pembangunan, terlebih pada
masa recovery pasca krisis.
Namun, pengembangan sub sektor tanaman pangan tidak dapat
berlandaskan pada keunggulan komparatif saja, sebab sebagian besar negara
berkembang didunia bertumpu pada sektor pertanian terutama tanaman pangan,
sehingga mereka juga memiliki keunggulan komparatif pada sub sektor ini
(Todaro, 2004). Kondisi tersebut membuat persaingan perdagangan komoditas
pangan dunia sangat ketat, apalagi ditambah dengan perjanjian liberalisasi
pasar domestik seluas-luasnya bagi komoditas asing, akibatnya persaingan
komoditas pangan lokal dengan komoditas pangan impor menjadi lebih ketat.
Momentum liberalisasi perdagangan komoditas pangan sudah seharusnya
dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indonesia dengan meningkatkan produksi dan
daya saing komoditas pangannya, tindakan tersebut perlu dilakukan agar
Indonesia memperoleh keuntungan yang besar dari perdagangan komoditas
pangan dunia, sebab liberalisasi perdagangan komoditas pangan, selain membuat
pasar komoditas pangan domestik Indonesia semakin terbuka, juga membuat
pasar komoditas pangan anggota WTO lainnya semakin terbuka, sehingga
komoditas pangan Indonesia mampu memasuki pasar komoditas pangan mereka
dengan leluasa. Jika Indonesia mampu memanfaatkan momentum liberalisasi ini,
maka perolehan devisa Indonesia yang tercatat dalam neraca perdagangan akan
bertambah. Sebaliknya, jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan dan tidak
menyiasati momentum liberalisasi, maka devisa Indonesia akan terkuras untuk
impor pangan sehingga neraca perdagangan Indonesia dapat mengalami defisit.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya:
1. Bagaimana pengaruh ekspor dan impor komoditas pangan utama terhadap
neraca perdagangan non-migas Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan terhadap
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap
neraca perdagangan non-migas Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan
terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pengambil
kebijakan. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang
telah diterima selama penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan.
Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan, sumber
bacaan, dan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya, sedangkan bagi
pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam membuat
kebijakan yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Komoditas pangan yang dimaksud dalam penelitian ini hanya komoditas
yang dihasilkan oleh sub sektor tanaman pangan, yang komoditasnya
antara lain beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah,
2. Neraca perdagangan dalam penelitian ini adalah neraca perdagangan
non-migas Indonesia yang telah diriilkan dengan tahun dasar 1996 dan
dinyatakan dalam juta US$.
3. Liberalisasi perdagangan komoditas pangan dalam penelitian ini mengacu
pada liberalisasi yang disepakati Indonesia dalam World Trade
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah dan Arti Penting Tanaman Bahan Pangan
Menurut Nasoetion (2002) pertanian dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan
makanan bagi manusia. Sedangkan tanaman pangan merupakan tumbuhan yang
sengaja ditanam manusia untuk mendapatkan hasil yang digunakan sebagai bahan
makanan dalam jumlah besar. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli
menyimpulkan bahwa penyebaran tanaman bahan pangan keseluruh muka bumi
tidak merata, ada suatu daerah sempit yang memiliki keragaman tanaman pangan
yang banyak, namun ada daerah yang luas memiliki sedikit keragaman tanaman
pangan.
Faktor yang menyebabkan tanaman pangan menyebar hampir keseluruh
penjuru dunia adalah iklim yang sesuai untuk tumbuh setelah dibawa oleh
manusia kesuatu daerah yang berbeda dari habitat aslinya dan pandangan
masyarakat yang menerima tanaman baru tersebut sebagai sumber pangan baru,
misalnya kentang dahulu hanya dikenal didaerah sempit pegunungan Andes,
namun karena cocok dengan iklim Eropa dan masyarakat Eropa menerima
kentang sebagai sumber makanan baru setelah Istana Inggris menjadikan menu
utama, saat ini Eropa justru dikenal sebagai penghasil utama kentang. Sejarah
yang sama terjadi atas tumbuhan kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan lainnya,
semua adalah pendatang baru sebagai pemasok bahan pangan bagi manusia
Tanaman pangan sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies manusia
di muka bumi, sebab sebagai mahluk hidup manusia membutuhkan makan untuk
mendapatkan energi. Saat ini, pada manusia modern terjadi pengurangan
keanekaragaman jenis pangan, manusia modern kebanyakan mengkonsumsi
tumbuhan bebijian seperti serealia dan kacang-kacangan, berbeda dengan manusia
purba yang mengkonsumsi beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan hasil
berburu dan meramu sebagai sumber makanannya. Konsekuensi yang timbul
akibat pola makan yang bergantung pada sedikit sumber makanan membuat
manusia modern rentan terhadap kekurangan pangan. Oleh karena itu, sudah lama
diusahakan penganekaragaman bahan pangan terutama bagi bangsa Indonesia
yang saat ini sangat tergantung pada beras.
Penganekaragaman bahan pangan yang berasal dari berbagai tanaman
pangan tidak terlepas dari pertanian sub sektor tanaman pangan yang
menghasilkan komoditas pangan utama. Saat ini, Indonesia memasukkan beras,
jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah dalam sub sektor tanaman
pangan yang diharapkan secara bersama saling bersubstitusi (Nasoetion, 2002).
2.2. Perdagangan Internasional
Salvatore (1997) menyatakan bahwa perdagangan internasional
memberikan manfaat dan keuntungan yang besar, perdagangan internasional
membuat produksi barang dan jasa didunia semakin efisien, sebab negara-negara
di dunia berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa. Misalkan Indonesia
bergantung pada perdagangan internasional dan berspesialisasi dalam beberapa
tidak dapat diproduksi sama sekali di dalam negeri, seperti gandum. Kedua, ada produk yang dapat diproduksi di dalam negeri, namun biaya produksi untuk
memproduksinya jauh lebih tinggi, jika produk tersebut diproduksi oleh negara
lain maka biayanya lebih rendah, maka Indonesia melakukan impor saja, misalnya
pesawat terbang. Jika perdagangan internasional tidak ada, maka masing-masing
negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri yang seringkali tidak
mencukupi kebutuhan nasional.
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya
perdagangan internasional. Pertama, keinginan suatu negara memperluas pasaran komoditinya. Kedua, keinginan suatu negara untuk memperoleh devisa untuk membiayai pembangunan dalam negeri. Ketiga, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara atas produk tertentu. Keempat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan produk tertentu. Perdagangan internasional akan
membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara, baik dalam aspek
ekonomi maupun dalam aspek non-ekonomi, seiring peningkatan volume dan
intensitas perdagangan internasional, kehidupan suatu negara akan semakin terkait
dengan perkembangan keadaan negara lain, artinya perdagangan internasional
akan mengantarkan negara-negara di dunia pada suatu tingkat saling
ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga peristiwa-peristiwa atau
kebijakan ekonomi di suatu negara akan mempengaruhi negara lain, dan
2.2.1. Teori Keunggulan Absolut
Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara berlangsung dengan
didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Teori yang dikeluarkan Adam Smith ini kemudian dikenal dengan Teori Keunggulan Absolut (Salvatore,
1997).
Secara umum, Teori Keunggulan Absolut menyatakan jika sebuah negara
lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dalam memproduksi komoditi A jika
dibandingkan dengan negara lain, namun kurang efisien (memiliki kerugian
absolut) dalam memproduksi komoditi B, maka kedua tersebut dapat memperoleh
keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya
dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya
di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien dan output kedua
komoditi akan meningkat. Peningkatan dalam output akan mengukur keuntungan
dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.
2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif
Hukum Keunggulan Komparatif merupakan hasil dari pemikiran David
Ricardo (1817) yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Hukum ini sekaligus menjadi koreksi bagi teori keunggulan absolutnya Adam Smith, menurut hukum ini meskipun sebuah negara
kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam
dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak
(Salvatore, 1997).
Adapun cara yang dapat ditempuh adalah : Pertama, negara yang memiliki kerugian absolut pada kedua komoditi harus melakukan spesialisasi, yaitu hanya
memproduksi komoditi yang memiliki kerugian absolut yang paling kecil (misal
komoditi A) dan mengekspor komoditi A tersebut, untuk memenuhi kebutuhan
komoditi B maka negara tersebut harus mengimpornya. Kedua, negara yang memiliki keuntungan absolut pada kedua komoditi juga harus melakukan
spesialisasi, yaitu hanya memproduksi komoditi yang paling besar keuntungannya
(misal komoditi B) dan mengekspor komoditi B tersebut, untuk memenuhi
kebutuhan komoditi A maka negara tersebut harus mengimpornya.
2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor
Teori Kepemilikan Faktor dikembangkan oleh dua ekonom terkemuka
berkebangsaan Swedia penerima nobel dibidang ekonomi tahun 1977, yaitu Eli
Heckscher dan mahasiswanya Bertil Ohlin, sehingga Teori Kepemilikan Faktor
lebih dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa
setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi
yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah
melimpah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang memiliki
2.3. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran (Balance
of Payment) yang menjadi suatu pernyataan mengenai kelebihan atau kekurangan
hasil dari perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dalam jangka
waktu tertentu, pada neraca perdagangan nilai ekspor dan impor barang biasanya
dinyatakan dalam US $ (Smith, 1995). Neraca perdagangan menjadi indikator
yang penting dalam suatu perekonomian, sebab dapat menggambarkan perolehan
devisa atau pengeluaran devisa. Devisa merupakan kapital yang berpengaruh
terhadap keberlanjutan pembangunan suatu negara.
2.3.1. Ekspor
Ekspor adalah barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara
kemudian dijual ke negara lain, hasil dari ekspor berupa devisa yang dapat
digunakan sebagai penukar atas barang dan jasa dari negara lain (melakukan
impor), menyelesaikan utang dan menjalankan pembangunan. Negara
memperuntukkan sumber daya dalam negeri bagi ekspor karena negara
memperoleh lebih banyak keuntungan (devisa) dengan ekspor, daripada yang
akan diperoleh dengan memperuntukkan sumber daya tersebut bagi produksi dan
jasa didalam negeri (Smith, 1995).
Margarettha (2005) menyatakan bahwa ekspor merupakan penjualan
barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, suatu negara dapat
mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain yang
membutuhkan komoditi tersebut. Dalam perdagangan internasional, ekspor
nasional, sebab ekspor mampu menghasilkan devisa yang selanjutnya dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan dan impor.
2.3.2. Impor
Impor adalah aliran masuk barang dan jasa ke pasar sebuah negara untuk
digunakan, sebab harga diluar negeri lebih rendah dibanding harga produk sejenis
jika diproduksi didalam negeri. Negara melakukan impor untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya (Smith, 1995).
Margarettha (2005) menyatakan bahwa impor merupakan pembelian
barang yang dihasilkan oleh negara lain, impor terjadi karena suatu negara tidak
mampu menghasilkan komoditi yang dibutuhkan atau produksi dalam negeri tidak
mencukupi kebutuhan nasional. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka
cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan menjadi defisit.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan merupakan suatu indikator utama yang membedakan
antara perekonomian terbuka dengan perekonomian tertutup. Dalam
perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun tertentu tidak
selalu sama dengan yang dihasilkan dari memproduksi barang dan jasa, suatu
negara dapat melakukan pengeluaran yang lebih banyak daripada produksinya
dengan melakukan impor atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil dibanding
produksinya dengan melakukan ekspor (Mankiw, 2003). Ada beberapa faktor
pendapatan nasional, dan faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan dan
krisis ekonomi.
2.4.1. Suku Bunga
Perekonomian Indonesia sebagai perekonomian terbuka sangat bergantung
dengan perekonomian dunia. Selain itu, pasar barang dan pasar uang sangat
berkaitan, keterkaitan antara keduanya membentuk identitas pendapatan nasional
yang dapat ditulis dengan persamaan berikut :
--- (S - I)
Dari persamaan diatas, (S - I) adalah selisih antara tabungan domestik
dengan investasi domestik, sehingga (S - I) sering disebut arus modal keluar
bersih, arus modal ini mencerminkan arus dana internasional yang menjadi
sumber akumulasi kapital yang penting bagi modal pembangunan, sedangkan NX
adalah ekspor bersih atau neraca perdagangan yang menjadi tolak ukur kinerja
ekspor dan impor suatu negara terbuka (Mankiw, 2003).
Jika (S - I) dan NX positif, maka negara mengalami surplus perdagangan
dimana ekspor lebih besar daripada impor sehingga negara dapat menjadi donor
pada pasar uang dunia, jika (S - I) dan NX negatif, negara sedang mengalami
defisit perdagangan, sehingga negara kekurangan kapital untuk melaksanakan
pembangunan, akibatnya negara menjadi debitor pada pasar uang dunia,
sedangkan jika (S - I) dan NX berimbang maka negara dalam kondisi
perdagangan berimbang. Investasi dan tabungan yang terjadi pada suatu negara
sangat bergantung pada suku bunga yang berlaku, baik suku bunga domestik
suku bunga, sedangkan tabungan berhubungan positif dengan suku bunga,
sehingga secara tidak langsung neraca perdagangan juga bergantung pada variabel
suku bunga. Mengenai tingkat suku bunga yang berlaku, Indonesia sebagai negara
dengan perekonomian terbuka kecil, dengan asumsi terjadi mobilitas modal
sempurna, maka suku bunganya akan mengikuti suku bunga dunia, dengan
demikian di Indonesia suku bunga dunia merupakan variabel eksogen yang
mempengaruhi perekonomiannya (Lihat Gambar 2.1).
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada perekonomian tertutup, tingkat
bunga riil (r*) menyesuaikan untuk menyeimbangkan tabungan dan investasi,
sedangkan dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh
pasar keuangan dunia. Selisih antara tabungan (S) dan investasi (I(r)) menentukan
neraca perdagangan (NX). Dalam gambar diberikan ilustrasi jika terjadi surplus
perdagangan, karena tingkat bunga riil mendorong tabungan melebihi investasi.
2.4.2. Kurs Riil r*
Tingkat bunga jika perekonomian tertutup
S
NX
I(r)
Investasi, Tabungan. I. S Surplus Perdagangan
Gambar 2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana
Tingkat bunga riil, r*
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang
diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana antar negara dapat
memperdagangkan barang-barang yang dihasilkannya sehingga terkadang kurs riil
disebut terms of trade (Mankiw, 2003).
Kurs riil berhubungan dengan neraca perdagangan, sebab kurs riil
berkaitan dengan harga produk suatu negara di pasar internasional, jika kurs riil
suatu negara rendah, maka harga produk negara tersebut relatif lebih murah,
sehingga penduduk domestik hanya akan membeli sedikit produk impor.
Sebaliknya, jika kurs riil tinggi maka penduduk domestik akan lebih memilih
barang impor karena harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan barang
hasil produksi dalam negeri. Hubungan antara kurs riil dengan neraca
perdagangan dapat dijelaskan pada persamaan 2.2 berikut :
NX = NX(e) ………...(2.2)
Persamaan 2.2 menyatakan bahwa neraca perdagangan adalah fungsi dari kurs riil.
0 Neraca Perdagangan. NX
NX(e) Kurs riil, e
Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan neraca
perdagangan, semakin rendah kurs riil maka harga barang semakin murah,
sehingga neraca perdagangan semakin besar. Pada gambar sebagian dari sumbu
mendatar bernilai negatif, sebab neraca perdagangan dapat bernilai negatif karena
impor melebihi ekspor seiring kenaikan kurs riil.
2.4.3. Produk Domestik Bruto
Mankiw (2003) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB)
merupakan ukuran atau cerminan dari kinerja ekonomi suatu negara, tujuan PDB
adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal selama periode
waktu tertentu. PDB dapat dihitung dengan cara melihatnya sebagai pendapatan
total dari setiap orang di dalam perekonomian atau melihat PDB sebagai
pengeluaran total atas output barang dan jasa di dalam perekonomian. Kedua cara
menghitung PDB tersebut sama saja, sebab dalam perekonomian secara
keseluruhan jumlah keduanya akan sama.
Keterkaitan PDB dengan neraca perdagangan dapat dilihat pada
persamaan berikut :
Y = C + I + G + (X - M) …………...….(2.3)
Pada persamaan tersebut, (X - M)) adalah neraca perdagangan, dimana
ekspor (X) akan memberikan sumbangan yang positif terhadap PDB sedangkan
impor akan memberikan sumbangan negatif. Ekspor akan menaikkan PDB
seiring peningkatannya, sedangkan impor akan menurunkan PDB seiring
peningkatannya. Namun kenaikan PDB belum tentu menaikkan ekspor-impor,
menggerakkan roda perekonomian sehingga produksi dalam negeri meningkat dan
membuat barang produksi dalam negeri lebih bermutu dan berkualitas.
Konsekuensinya, ekspor meningkat dan impor menurun, atau impor dapat
meningkat seiring peningkatan PDB jika pertumbuhan PDB didorong oleh
konsumsi (C) masyarakat tanpa didukung oleh peningkatan produksi dalam
negeri.
2.4.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan
Perekonomian tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan faktor
non-ekonomi, seperti keadaan sosial politik, peraturan, pendidikan, budaya, organisasi
kemasyarakatan dan lainnya. Menurut Nurkse dalam Jhingan (2004)
pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan
masyarakat, kondisi politik dan latar belakang historis, sehingga kajian terhadap
dinamika perekonomian harus mengikutsertakan faktor non-ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut, maka neraca perdagangan sebagai refleksi kinerja
ekspor-impor yang mampu mempengaruhi perekonomian juga dipengaruhi oleh
faktor non-ekonomi, diantaranya faktor politik dan peraturan, yakni aturan
liberalisasi perdagangan dan kondisi eksternal perekonomian Indonesia yaitu
krisis yang baru saja dialami Indonesia.
2.4.4.1. Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan adalah pembebasan perdagangan dari segala
hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif yang dilakukan
perdagangan adalah kebijakan yang mengikis berbagai bentuk hambatan
perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan
investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara
tanpa hambatan tarif dan non-tarif (Salvatore, 1997).
Perdagangan bebas tanpa hambatan merupakan tujuan akhir dari
perundingan-perundingan antar negara, adanya perdagangan bebas antar negara
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan yang ikut serta dalam perdagangan
bebas dengan mengandalkan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif (Deplu RI, 2004). Realitasnya hampir semua negara menerapkan
berbagai bentuk hambatan terhadap perdagangan internasional, hambatan
perdagangan tersebut lazim disebut kebijakan perdagangan (trade policy) karena
berkaitan erat dengan kepentingan perdagangan nasional pada masing-masing
negara. Penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan dengan alasan
sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan melindungi industri
dalam negeri.
Liberalisasi perdagangan yang kini diupayakan WTO berfokus pada tiga
aspek, yakni pembukaan akses pasar (market acces), penurunan subsidi domestik
(domestic support), dan mewujudkan persaingan eksport (export competition)
yang adil. Liberalisasi perdagangan menurut Lindert (1995) akan membawa
dampak peningkatan kesejahteraan bagi negara yang melakukannya, keyakinan
tersebut berdasarkan analisa ekonomi yang menunjukkan perdagangan bebas akan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara. Tentunya dampak yang
perdagangannya setelah kebijakan liberalisasi tersebut dilaksanakan. Gambar 2.3
menganalisa dampak yang ditimbulkan terhadap konsumen jika negara-negara
didunia tidak melakukan liberalisasi, terutama menutup akses pasar dengan
pengenaan tarif import.
Gambar 2.3 menganalisis tentang permintaan dan penawaran beras yang
dipengaruhi tarif. Jika tidak ada tarif, beras akan diimpor secara bebas pada
tingkat harga dunia sebesar US$ 200 per ton. Konsumen akan membeli beras
sebesar So dari dalam negeri dan mengimpor sebesar M2. Pada harga tersebut
surplus konsumen adalah seluruh bidang antara kurva permintaan dan garis harga
US$ 200, yaitu segitiga ACE yang merupakan suatu aproksimasi mengenai
kemampuan membeli beras dari para konsumen. Pengenaan tarif sebesar US$ 20
Harga Beras (US$/Ton)
Gambar 2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen
e
akan meningkatkan harga beras dan mengurangi perolehan manfaat atau surplus
konsumen. Dengan harga yang baru, konsumen terpaksa menambah US$ 20 per
ton beras sehingga permintaan total akan turun dari D0 ke D1. Kerugian total yang
ditanggung konsumen dengan adanya tarif adalah total bidang a+b+c+d, sehingga
surplus konsumen mereka merosot dari segitiga ACE menjadi segitiga BCD.
Analisis terhadap produsen dengan pasar beras yang sama, setelah adanya
tarif, maka harga beras akan naik menjadi US$ 220 per ton, maka
perusahaan-perusahaan dalam negeri akan meningkatkan produksinya selama masih
menguntungkan. Mereka merespons dengan menaikkan jumlah produksi dari S0
ke S1. Kenaikan jumlah yang dproduksi dan peningkatan harga ternyata
meningkatkan keuntungan bagi produsen, yaitu sebesar a, sehingga keuntungan
total yang diterima produsen dalam negeri adalah e+a. Namun, jika dibandingkan
dengan kerugian yang harus ditanggung konsumen yaitu bidang a+b+c+d, maka
secara total pengenaan tarif menghasilkan kerugian.
2.4.4.2. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi merupakan gejala menurunnya perekonomian secara
umum, di Indonesia krisis ekonomi dimulai pada triwulan ketiga tahun 1997 yang
ditandai dengan depresiasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing terutama Dollar
Amerika Serikat yang cukup signifikan. Depresiasi Rupiah memicu kontraksi
pada sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor konstruksi, manufaktur,
keuangan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa lainnya, sehingga
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama tahun 1998 mengalami
Krisis ekonomi membawa dampak yang cukup siginifikan terhadap kinerja
ekspor-impor Indonesia, menurut Mankiw (2003) jika terjadi depresiasi nilai tukar
suatu negara, maka produk negara tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi
sebab harganya menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan produk negara
lain. Namun untuk kondisi Indonesia pada masa krisis, justru banyak sektor
ekonomi, khususnya industri manufaktur mengalami penurunan, hal itu
disebabkan bahan baku industri dalam negeri lebih banyak diimpor sehingga
depresiasi nilai tukar Rupiah justru memukul produksi sektor tersebut akibat
kesulitan bahan baku. Berbeda dengan sektor pertanian yang justru eksis bahkan
mengalami pertumbuhan pada masa krisis, kondisi tersebut membuktikan sektor
pertanian merupakan sektor yang berbasis sumberdaya lokal dan memiliki
keterkaitan yang erat dengan ekonomi rakyat (Wie, 2001).
2.5. Model Koreksi Kesalahan atau Error Correction Model (ECM)
Model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisa ekonomi.
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Sargan pada tahun 1964 dalam
penelitiannya tentang hubungan upah dengan harga di Inggris Raya. ECM
bertujuan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series) yang tidak
stasioner dan regresi palsu (spurious regression).
ECM muncul untuk mengatasi perbedaan hasil estimasi antar jangka
pendek dengan jangka panjang, yaitu dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi dan periode selanjutnya sehingga tidak ada kesalahan
2005). Ketidakseimbangan kesalahan (disequilibrium error) terjadi karena
kesalahan spesifikasi, yaitu antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter,
keseimbangan itu sendiri, kesalahan dalam membuat definisi variabel dan cara
mengukurnya serta kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam
menginput data. Kegunaan dari penerapan koreksi kesalahan atau ECM dalam
analisis ekonomi adalah :
1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data runtun
waktu yang non-stasioner dan regresi palsu (spurious regression).
2. Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi trend dari variabel.
3. Error Correction Model (ECM) dapat diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
4. Error Correction Model (ECM) dapat disesuaikan atau disamakan dengan pendekatan umum ke khusus (melihat kecenderungan umum dan membaginya
menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang).
5. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat
ideal digunakan untuk menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. Jika ada
variabel yang tidak nyata dapat direduksi sehingga akan meningkatkan efisiensi
estimasi.
Keuntungan dan keunggulan penggunaan ECM yang lain, yaitu seluruh
komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model,
memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi dapat menghindari dari
pemberian makna dari persamaan dalam model tersebut juga lebih sederhana,
artinya, ECM mampu memberikan makna lebih luas dari hasil estimasi model
ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independent terhadap variabel
dependent dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto dalam Kusumastuti, 2005).
2.6. Penelitian Terdahulu
Margarettha (2005) meneliti dampak liberalisasi perdagangan di sektor
industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia, penelitiannya
menggunakan model VAR dan data ekspor-impor tekstil, neraca perdagangan
total dan pendapatan nasional mulai dari tahun 1990 sampai 2004. Hasil
penelitiannya adalah dengan adanya liberalisasi perdagangan di sektor tekstil akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan sebesar 0,3973
persen.
Trihapsari (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh perdagangan
internasional gula dan variabel liberalisasi yaitu tarif impor di Indonesia terhadap
industri gula nasional pada periode 1983-2006. Penelitiannya menggunakan
metode Ordinary least Square (OLS) dan data time series tahunan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan tarif impor industri gula nasional mampu bertahan
dan mampu menekan derasnya impor gula yang dilakukan Indonesia pada
akhir-akhir ini.
Penelitian tentang ekspor-impor gula dan kaitannya dengan variabel
liberalisasi yaitu tarif impor, dilakukan juga oleh Rahmawati (2005) dengan
metode Ordinary least Square (OLS). Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan mengenakan tarif Rp.700/Kg membuat industri gula nasional lebih baik
dibandingkan tanpa tarif, hal itu ditandai dengan meningkatnya produksi gula
domestik sebesar 123,52 ribu ton pada tahun 2003 dan sebesar 419,73 ton pada
tahun 2004. Bahkan disarankan pemerintah menaikkan tarif impor sebesar 65
persen hingga 95 persen dari yang berlaku saat itu.
Herdi (2006) melakukan penelitian tentang perdagangan beras dunia dan
kaitannya dengan pasar beras domestik serta pengaruh adanya tarif impor
terhadap perdagangan beras. Penelitiannya menggunakan data time series bulanan dari tahun 1998 sampai tahun 2006. Sedangkan metode yang digunakan adalah
Vektor Autoregression (VAR), penelitiannya menyimpulkan bahwa tarif impor memberikan pengaruh yang permanen dalam jangka panjang terhadap harga beras
internasional dan tarif mampu meningkatkan harga beras internasional di pasar
domestik.
Penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas
Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan
Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain dari segi sektor dan
metode analisa. Dalam penelitian ini, penulis meneliti pengaruh ekspor-impor
komoditas hasil sub sektor tanaman pangan, sebab sub sektor tanaman pangan
merupakan salah satu sub sektor utama dalam sektor pertanian yang memberikan
kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, selain itu, ketersediaan pangan
merupakan faktor yang utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Correction Model (ECM) yang mampu memprediksi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series)
yang tidak stasioner dan regresi palsu.
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual
Negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia sangat memiliki
ketergantungan dengan perekonomian luar negeri. Ketergantungan tersebut dapat
direfleksikan dengan adanya perdagangan antar negara yang terdiri dari arus
barang, jasa, dan arus pembayaran antar negara di dunia. Dalam perdagangan
internasional tersebut terdapat berbagai kesepakatan yang mengikat agar
terciptanya perdagangan yang adil dan saling menguntungkan bagi negara-negara
yang melakukan perdagangan internasional. Baik kesepakatan bilateral, regional
maupun multilateral.
Salah satu kesepakatan multilateral yang terpenting dalam perdagangan
internasional saat ini adalah disepakatinya liberalisasi perdagangan di sektor
pertanian yang diprakarsai oleh WTO dengan tujuan menciptakan perdagangan
internasional yang lebih berorientasi pasar, adil, dan lebih dapat diprediksi dengan
berfokus pada pembukaan seluas-luasnya pasar domestik (akses pasar), penurunan
subsidi domestik dan persaingan ekspor yang sehat. Sektor pertanian
diklasifikasikan menjadi beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan,
sub sektor hortikultura, sub sektor buah-buahan dan sub sektor tanaman
perkebunan. Dengan adanya kesepakatan liberalisasi perdagangan disektor
pertanian maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi