• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama dan liberalisasi perdagangan terhadap neraca perdagangan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama dan liberalisasi perdagangan terhadap neraca perdagangan Indonesia"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN

UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

OLEH Y U S U F H14103064

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.

Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

(3)

Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

(4)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS

PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

Oleh

Y U S U F H14103064

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Yusuf

Nomor Registrasi Pokok : H14103064

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang,

Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan

Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI

Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis

melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus

pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima

sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus

dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student

Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan

Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan

(2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif

pada beberapa kepanitiaan.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat

dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan

penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan

dukungannya.

2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar

dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen

penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan

yang bermanfaat.

4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah.

Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti,

Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan

angkatan 41 Ilmu Ekonomi.

5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih

atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan

(9)

6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman,

Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima

kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

(10)

DAFTAR ISI

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16

2.3. Neraca Perdagangan... 17

2.3.1. Ekspor ... 17

2.3.2. Impor... 18

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18

(11)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN

UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

OLEH Y U S U F H14103064

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.

Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

(13)

Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

(14)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS

PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

Oleh

Y U S U F H14103064

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Yusuf

Nomor Registrasi Pokok : H14103064

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang,

Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan

Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI

Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis

melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus

pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima

sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus

dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student

Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan

Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan

(2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif

pada beberapa kepanitiaan.

(18)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat

dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan

penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan

dukungannya.

2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar

dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen

penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan

yang bermanfaat.

4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah.

Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti,

Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan

angkatan 41 Ilmu Ekonomi.

5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih

atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan

(19)

6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman,

Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima

kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

(20)

DAFTAR ISI

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16

2.3. Neraca Perdagangan... 17

2.3.1. Ekspor ... 17

2.3.2. Impor... 18

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18

(21)

2.6. Penelitian Terdahulu ... 29

3.6.2. Uji Heteroskedastisitas... 41

3.6.3. Uji Normalitas... 42

IV.GAMBARAN UMUM... 43

4.1. Perkembangan Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan di Indonesia ... 43

4.2. Perkembangan Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan di Indonesia ... 46

4.3. Perkembangan Ekspor-Impor Pangan Indonesia ... 49

4.4. Perkembangan Liberalisasi Perdagangan Komoditas Pangan ... 51

4.4.1. Perjanjian Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan ... 53

4.4.2. Putaran Uruguay (Uruguay Round) ... 54

4.4.3. Mandat Doha... 57

4.4.4. Konferensi Tingkat Menteri V WTO di Cancun, Meksiko.... 58

4.4.5. Kesepakatan Juli 2004 ... 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 61

5.1. Hasil Pengujian Kestationeran Data... 61

5.2. Hasil Uji Kointegrasi ... 63

5.3. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67

(22)

5.5. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test)... 71

5.5.1. Hasil Uji Autokorelasi... 72

5.5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 72

5.5.3. Hasil Uji Normalitas ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 74 6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran... 75

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB

Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku ... 2

1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB

Nasional Atas Dasar Harga Berlaku ... 2

1.3. Neraca Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan... 3

4.1. Kontribusi PDB Tiap Sektor terhadap PDB Nasional ... 43

4.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di

Desa dan Kota Tahun 2005 ... 44

4.3. Kebutuhan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 47

4.4. Persediaan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 48

4.5. Neraca Pangan Nasional ... 48

4.6. Neraca Komoditas Segar dan Olahan Tanaman Pangan... 50

4.7. Sasaran Pemotongan Tarif, Subsidi dan Proteksi Komoditas

Pertanian yang Disetujui dalam Putaran uruguay ... 56

5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level... 61 5.2. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference... 62 5.3. Hasil Uji Kointegrasi Engle-Granger (Estimasi Jangka Panjang)... 63 5.4. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67

5.5. Hasil Estimasi ECM (Estimasi Jangka Pendek)... 68

5.6. Hasil Uji Autokorelasi ... 72

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana ... 20

2.2. Hubungan Neraca Perdagangan dan Kurs Riil... 21

2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen ... 25

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 33

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komoditas dan Kode HS Penelitian... 79

2. Hasil Uji Akar Unit pada Level... 81 3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference... 83 4. Hasil Uji Kointegrasi (Estimasi Jangka Panjang) ... 85

5. Hasil Uji Akar Unit Residual Persamaan Jangka Panjang pada

Level ... 85 6. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) lag 5 (Tanpa

Seleksi Variabel) ... 86

7. Hasil Uji ECM untuk Persamaan Jangka Pendek (Setelah

Seleksi Variabel) ... 87

8. Hasil Uji Autokorelasi ... 87

9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 88

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak krisis melanda Indonesia tahun 1997, bangsa Indonesia hingga kini

masih mengalami krisis multidimensi yang dampaknya cukup signifikan

mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintah bersama rakyat Indonesia telah berupaya dengan keras agar keluar

dari krisis tersebut, dan kini tanda-tanda menuju arah perbaikan telah mulai

terlihat.

Ditengah upaya memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara, sub

sektor tanaman pangan diharapkan menjadi lokomotif pembangunan

perekonomian nasional, sub sektor tanaman pangan dipercaya mampu

mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja yang cukup besar.

Harapan tersebut berdasarkan karakteristik umum sektor pertanian terutama sub

sektor tanaman pangan yang padat karya dan terkonsentrasi di pedesaan yang

selama ini menjadi basis kemiskinan dan pengangguran yang cukup besar di

Indonesia (Hafsah, 2003).

Sub sektor tanaman pangan memiliki arti dan peranan yang strategis bagi

pembangunan nasional, peranan sub sektor tersebut bagi pembangunan antara

(27)

Tabel 1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)

Produk Domestik Bruto (PDB)

Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.

Tabel 1.1 menjelaskan kontribusi PDB tanaman pangan terhadap sektor

pertanian mencapai 52,3 persen pada tahun 2001, sangat dominan jika

dibandingkan dengan sub sektor lainnya seperti sub sektor tanaman perkebunan

yang berkontribusi 13,9 persen, sub sektor peternakan yang hanya berkontribusi

13,0 persen dan sub sektor lainnya yang berkontribusi rata-rata dibawah 20

persen. Namun, pada tahun-tahun terakhir yakni tahun 2004 dan 2005 kontribusi

PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB sektor pertanian mengalami

penurunan, pada tahun 2004 sumbangan PDB sub sektor tanaman pangan menjadi

49,9 persen dan pada tahun 2005 menjadi 50,2 persen. Akan tetapi, penurunan

tersebut tidak menggeser kedudukan sub sektor tanaman pangan dalam

penyumbang PDB terbesar bagi sektor pertanian.

Tabel 1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)

Produk Domestik Bruto (PDB)

Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.

Tabel 1.2 menjelaskan bahwa kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan

(28)

2001. Namun, dari tahun ke tahun secara persentase kontribusi PDB sub sektor

tanaman pangan terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun

2004, kontribusi PDB tanaman pangan terhadap PDB nasional hanya 7,3 persen

dan pada tahun 2005 kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB

nasional kembali menurun menjadi 6,7 persen.

Peran utama sub sektor tanaman pangan adalah menyediakan pangan bagi

rakyat Indonesia serta mendukung ketahanan pangan nasional, namun justru peran

ini yang belum diberdayakan secara optimal. Departemen Pertanian (2005)

mencatat impor komoditas tanaman pangan, baik segar maupun olahan sangat

besar, sehingga secara total neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus

mengalami defisit. Nilai tiap tahun impor pangan Indonesia dapat dilihat pada

Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Neraca Ekspor Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 1995-2005

Volume (Juta ton) Nilai (Juta US $)

Sumber : Departemen Pertanian, 2005. * : Data sampai bulan Juni, kemudian dikali 2

Dari Tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa ekspor komoditas pangan

(29)

komoditas pangan sehingga neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus

mengalami defisit. Pada tahun 2000 defisit yang terjadi sebesar US$ 1,67 Milyar,

sedangkan pada tahun 2005 defisit meningkat menjadi US$ 1,86 Milyar. Nilai

defisit yang dialami Indonesia pada neraca perdagangan komoditas pangan

ternyata cukup besar, padahal jika melihat sumberdaya yang dimiliki Indonesia,

baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seharusnya defisit tersebut

tidak terjadi.

Kegiatan ekspor maupun impor merupakan kegiatan ekonomi yang

menjadi ciri utama negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia,

sehingga defisit neraca perdagangan pada komoditas tanaman pangan merupakan

konsekuensi bagi Indonesia yang memilih perekonomian terbuka, sebab dengan

perekonomian terbuka, barang produksi dalam negeri harus siap bersaing dengan

komoditas luar negeri yang dapat lebih murah dan lebih berkualitas. Sebenarnya

banyak keuntungan dengan memilih perekonomian terbuka, Indonesia memiliki

kesempatan memperoleh devisa dari luar negeri yang dapat digunakan untuk

melaksanakan pembangunan, yakni dari kegiatan ekspor. Disisi lain, dengan

perekonomian terbuka, Indonesia dengan mudah memenuhi atau mencukupi

kebutuhan nasional terhadap suatu komoditas, yakni dengan melakukan impor,

sehingga tingkat inflasi dan gejolak harga mudah dikendalikan. Akan tetapi,

perekonomian terbuka membuat perekonomian Indonesia sangat berkaitan dengan

keadaan perekonomian negara lain dan jika tidak mampu mengendalikan impor,

devisa Indonesia dapat terkuras untuk membiayai impor sehingga pembangunan

(30)

Aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan suatu negara dirangkum dalam

suatu neraca yang disebut neraca perdagangan. Neraca perdagangan merupakan

bagian dari neraca pembayaran (Balance of Payment) yang mampu

menggambarkan seberapa besar keuntungan atau kerugian yang diperoleh

Indonesia dalam aktivitas perdagangan internasional. Neraca perdagangan yang

surplus menandakan Indonesia mendapatkan devisa sedangkan jika neraca

perdagangan defisit berarti devisa negara berkurang untuk membiayai impor yang

lebih besar daripada ekspor. Aktivitas ekspor-impor khususnya ekspor-impor

komoditas pertanian dewasa ini sangat liberal, dimana tarif yang dikenakan untuk

komoditas-komoditas pertanian sangat rendah, jika Indonesia tidak menyiasati

perkembangan ini, maka defisit perdagangan pangan Indonesia dapat terus

berlangsung bahkan dapat bertambah besar. Kondisi tersebut tidak terlepas dari

disetujuinya perjanjian perdagangan bebas yang diprakarsai oleh World Trade Organization (WTO) dan Indonesia sebagai anggota WTO memiliki komitmen untuk memenuhi kesepakatan tersebut.

World Trade Organization (WTO) adalah badan internasional yang beranggotakan 148 negara, memiliki tujuan menciptakan perdagangan

internasional yang lebih terbuka dan adil dengan menghasilkan aturan-aturan

perdagangan yang mengikat negara anggotanya, WTO juga berfungsi mengawasi

pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan multilateral yang telah ditandatangani oleh

negara-negara anggotanya (Deplu RI, 2004). Peraturan dan komitmen yang diatur

dalam perjanjian liberalisasi perdagangan WTO diantaranya mengenai akses pasar

(31)

(export competition). Dengan adanya perjanjian tersebut, maka segala bentuk

peraturan yang melindungi dan memproteksi perdagangan internasional

khususnya perdagangan komoditas pertanian seperti tarif impor, subsidi harga,

kuota impor dan lainnya, harus diturunkan persentasenya sesuai kesepakatan

WTO.

Jika melihat nilai defisit neraca perdagangan komoditas tanaman pangan

ditambah dengan adanya liberalisasi perdagangan komoditas ini, Indonesia

sebenarnya memiliki peluang untuk memperoleh atau paling tidak menghemat

devisa yang keluar dari sub sektor tanaman pangan, karena Indonesia memiliki

keunggulan komparatif pada sub sektor ini. Keunggulan tersebut antara lain, lahan

tanam yang masih sangat luas dan sumberdaya manusia yang perlu diberdayakan

juga masih sangat besar, sehingga optimalisasi sub sektor tanaman pangan di

Indonesia pasca krisis merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi

pengangguran dan lebih mudah dilaksanakan karena telah didukung oleh

keunggulan komparatif. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam mengenai sub

sektor tanaman pangan khususnya pengaruh ekspor-impor hasil sub sektor

tanaman pangan terhadap perekonomian Indonesia yang direpresentasikan oleh

neraca perdagangan non-migas menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Namun, agar tercipta kebijakan yang lebih tepat bagi pengembangan

perekonomian secara umum maka faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan

(32)

1.2. Perumusan Masalah

Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan

ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman merata dan terjangkau. Oleh karena itu, pangan dalam

undang-undang tersebut bukan hanya beras, tetapi mencakup seluruh makanan dan

minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan, baik produk primer maupun

turunannya. Namun, komoditas pertanian lain yang termasuk dalam substitusi

langsung beras seperti jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu

merupakan komoditas pangan utama bagi Indonesia.

Komoditas pangan utama adalah hasil dari sub sektor tanaman pangan

yang sangat penting dalam menunjang ketahanan pangan bangsa Indonesia.

Ketahanan pangan diwujudkan oleh kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri atas

sub sistem penyediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi yang saling

berinteraksi secara berkesinambungan (Dewan Ketahanan Pangan, 2002). Aspek

penyediaan pangan merupakan aspek yang paling penting dan perlu ditangani

dengan serius, sebab selama ini penyediaan pangan nasional belum sepenuhnya

bersumber dari dalam negeri, konsekuensinya kerawanan pangan mudah terjadi di

Indonesia, dan bergantungnya Indonesia terhadap pangan impor dapat menjadi

masalah yang berdimensi pada kedaulatan bangsa.

Kebutuhan pangan domestik yang selama ini banyak ditunjang dari impor,

merupakan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi sub sektor

(33)

jika hal tersebut dilakukan, maka devisa yang dihemat Indonesia amat besar.

Selain itu, kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat seiring meningkatnya

jumlah penduduk dunia merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh

devisa yang besar dari sub sektor tanaman pangan, sebab dengan keunggulan

komparatif yang dimiliki Indonesia, yakni lahan yang cukup luas dan tenaga kerja

yang melimpah, maka peningkatan produksi pangan akan mudah untuk dilakukan,

sehingga meningkatkan ekspor komoditas pangan untuk memperoleh devisa

bukanlah suatu hal yang mustahil dilakukan Indonesia. Penghematan dan

perolehan devisa dari sub sektor tanaman pangan akan membuat neraca

perdagangan pangan Indonesia yang selama ini defisit menjadi surplus atau paling

tidak berimbang. Hal tersebut secara tidak langsung akan menambah nilai devisa

yang tercatat pada ikhtisar ekspor-impor atau neraca perdagangan Indonesia.

Peningkatan devisa pada neraca perdagangan merupakan hal yang penting, sebab

devisa sangat diperlukan Indonesia untuk melakukan pembangunan, terlebih pada

masa recovery pasca krisis.

Namun, pengembangan sub sektor tanaman pangan tidak dapat

berlandaskan pada keunggulan komparatif saja, sebab sebagian besar negara

berkembang didunia bertumpu pada sektor pertanian terutama tanaman pangan,

sehingga mereka juga memiliki keunggulan komparatif pada sub sektor ini

(Todaro, 2004). Kondisi tersebut membuat persaingan perdagangan komoditas

pangan dunia sangat ketat, apalagi ditambah dengan perjanjian liberalisasi

(34)

pasar domestik seluas-luasnya bagi komoditas asing, akibatnya persaingan

komoditas pangan lokal dengan komoditas pangan impor menjadi lebih ketat.

Momentum liberalisasi perdagangan komoditas pangan sudah seharusnya

dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indonesia dengan meningkatkan produksi dan

daya saing komoditas pangannya, tindakan tersebut perlu dilakukan agar

Indonesia memperoleh keuntungan yang besar dari perdagangan komoditas

pangan dunia, sebab liberalisasi perdagangan komoditas pangan, selain membuat

pasar komoditas pangan domestik Indonesia semakin terbuka, juga membuat

pasar komoditas pangan anggota WTO lainnya semakin terbuka, sehingga

komoditas pangan Indonesia mampu memasuki pasar komoditas pangan mereka

dengan leluasa. Jika Indonesia mampu memanfaatkan momentum liberalisasi ini,

maka perolehan devisa Indonesia yang tercatat dalam neraca perdagangan akan

bertambah. Sebaliknya, jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan dan tidak

menyiasati momentum liberalisasi, maka devisa Indonesia akan terkuras untuk

impor pangan sehingga neraca perdagangan Indonesia dapat mengalami defisit.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya:

1. Bagaimana pengaruh ekspor dan impor komoditas pangan utama terhadap

neraca perdagangan non-migas Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan terhadap

(35)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap

neraca perdagangan non-migas Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan

terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pengambil

kebijakan. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang

telah diterima selama penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan.

Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan, sumber

bacaan, dan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya, sedangkan bagi

pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam membuat

kebijakan yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Komoditas pangan yang dimaksud dalam penelitian ini hanya komoditas

yang dihasilkan oleh sub sektor tanaman pangan, yang komoditasnya

antara lain beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah,

(36)

2. Neraca perdagangan dalam penelitian ini adalah neraca perdagangan

non-migas Indonesia yang telah diriilkan dengan tahun dasar 1996 dan

dinyatakan dalam juta US$.

3. Liberalisasi perdagangan komoditas pangan dalam penelitian ini mengacu

pada liberalisasi yang disepakati Indonesia dalam World Trade

(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Arti Penting Tanaman Bahan Pangan

Menurut Nasoetion (2002) pertanian dapat diartikan sebagai suatu usaha

untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan

makanan bagi manusia. Sedangkan tanaman pangan merupakan tumbuhan yang

sengaja ditanam manusia untuk mendapatkan hasil yang digunakan sebagai bahan

makanan dalam jumlah besar. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli

menyimpulkan bahwa penyebaran tanaman bahan pangan keseluruh muka bumi

tidak merata, ada suatu daerah sempit yang memiliki keragaman tanaman pangan

yang banyak, namun ada daerah yang luas memiliki sedikit keragaman tanaman

pangan.

Faktor yang menyebabkan tanaman pangan menyebar hampir keseluruh

penjuru dunia adalah iklim yang sesuai untuk tumbuh setelah dibawa oleh

manusia kesuatu daerah yang berbeda dari habitat aslinya dan pandangan

masyarakat yang menerima tanaman baru tersebut sebagai sumber pangan baru,

misalnya kentang dahulu hanya dikenal didaerah sempit pegunungan Andes,

namun karena cocok dengan iklim Eropa dan masyarakat Eropa menerima

kentang sebagai sumber makanan baru setelah Istana Inggris menjadikan menu

utama, saat ini Eropa justru dikenal sebagai penghasil utama kentang. Sejarah

yang sama terjadi atas tumbuhan kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan lainnya,

semua adalah pendatang baru sebagai pemasok bahan pangan bagi manusia

(38)

Tanaman pangan sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies manusia

di muka bumi, sebab sebagai mahluk hidup manusia membutuhkan makan untuk

mendapatkan energi. Saat ini, pada manusia modern terjadi pengurangan

keanekaragaman jenis pangan, manusia modern kebanyakan mengkonsumsi

tumbuhan bebijian seperti serealia dan kacang-kacangan, berbeda dengan manusia

purba yang mengkonsumsi beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan hasil

berburu dan meramu sebagai sumber makanannya. Konsekuensi yang timbul

akibat pola makan yang bergantung pada sedikit sumber makanan membuat

manusia modern rentan terhadap kekurangan pangan. Oleh karena itu, sudah lama

diusahakan penganekaragaman bahan pangan terutama bagi bangsa Indonesia

yang saat ini sangat tergantung pada beras.

Penganekaragaman bahan pangan yang berasal dari berbagai tanaman

pangan tidak terlepas dari pertanian sub sektor tanaman pangan yang

menghasilkan komoditas pangan utama. Saat ini, Indonesia memasukkan beras,

jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah dalam sub sektor tanaman

pangan yang diharapkan secara bersama saling bersubstitusi (Nasoetion, 2002).

2.2. Perdagangan Internasional

Salvatore (1997) menyatakan bahwa perdagangan internasional

memberikan manfaat dan keuntungan yang besar, perdagangan internasional

membuat produksi barang dan jasa didunia semakin efisien, sebab negara-negara

di dunia berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa. Misalkan Indonesia

bergantung pada perdagangan internasional dan berspesialisasi dalam beberapa

(39)

tidak dapat diproduksi sama sekali di dalam negeri, seperti gandum. Kedua, ada produk yang dapat diproduksi di dalam negeri, namun biaya produksi untuk

memproduksinya jauh lebih tinggi, jika produk tersebut diproduksi oleh negara

lain maka biayanya lebih rendah, maka Indonesia melakukan impor saja, misalnya

pesawat terbang. Jika perdagangan internasional tidak ada, maka masing-masing

negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri yang seringkali tidak

mencukupi kebutuhan nasional.

Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya

perdagangan internasional. Pertama, keinginan suatu negara memperluas pasaran komoditinya. Kedua, keinginan suatu negara untuk memperoleh devisa untuk membiayai pembangunan dalam negeri. Ketiga, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara atas produk tertentu. Keempat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan produk tertentu. Perdagangan internasional akan

membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara, baik dalam aspek

ekonomi maupun dalam aspek non-ekonomi, seiring peningkatan volume dan

intensitas perdagangan internasional, kehidupan suatu negara akan semakin terkait

dengan perkembangan keadaan negara lain, artinya perdagangan internasional

akan mengantarkan negara-negara di dunia pada suatu tingkat saling

ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga peristiwa-peristiwa atau

kebijakan ekonomi di suatu negara akan mempengaruhi negara lain, dan

(40)

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut

Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara berlangsung dengan

didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Teori yang dikeluarkan Adam Smith ini kemudian dikenal dengan Teori Keunggulan Absolut (Salvatore,

1997).

Secara umum, Teori Keunggulan Absolut menyatakan jika sebuah negara

lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dalam memproduksi komoditi A jika

dibandingkan dengan negara lain, namun kurang efisien (memiliki kerugian

absolut) dalam memproduksi komoditi B, maka kedua tersebut dapat memperoleh

keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam

memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya

dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya

di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien dan output kedua

komoditi akan meningkat. Peningkatan dalam output akan mengukur keuntungan

dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif

Hukum Keunggulan Komparatif merupakan hasil dari pemikiran David

Ricardo (1817) yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Hukum ini sekaligus menjadi koreksi bagi teori keunggulan absolutnya Adam Smith, menurut hukum ini meskipun sebuah negara

kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam

(41)

dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak

(Salvatore, 1997).

Adapun cara yang dapat ditempuh adalah : Pertama, negara yang memiliki kerugian absolut pada kedua komoditi harus melakukan spesialisasi, yaitu hanya

memproduksi komoditi yang memiliki kerugian absolut yang paling kecil (misal

komoditi A) dan mengekspor komoditi A tersebut, untuk memenuhi kebutuhan

komoditi B maka negara tersebut harus mengimpornya. Kedua, negara yang memiliki keuntungan absolut pada kedua komoditi juga harus melakukan

spesialisasi, yaitu hanya memproduksi komoditi yang paling besar keuntungannya

(misal komoditi B) dan mengekspor komoditi B tersebut, untuk memenuhi

kebutuhan komoditi A maka negara tersebut harus mengimpornya.

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor

Teori Kepemilikan Faktor dikembangkan oleh dua ekonom terkemuka

berkebangsaan Swedia penerima nobel dibidang ekonomi tahun 1977, yaitu Eli

Heckscher dan mahasiswanya Bertil Ohlin, sehingga Teori Kepemilikan Faktor

lebih dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa

setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi

yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah

melimpah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang memiliki

(42)

2.3. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran (Balance

of Payment) yang menjadi suatu pernyataan mengenai kelebihan atau kekurangan

hasil dari perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dalam jangka

waktu tertentu, pada neraca perdagangan nilai ekspor dan impor barang biasanya

dinyatakan dalam US $ (Smith, 1995). Neraca perdagangan menjadi indikator

yang penting dalam suatu perekonomian, sebab dapat menggambarkan perolehan

devisa atau pengeluaran devisa. Devisa merupakan kapital yang berpengaruh

terhadap keberlanjutan pembangunan suatu negara.

2.3.1. Ekspor

Ekspor adalah barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara

kemudian dijual ke negara lain, hasil dari ekspor berupa devisa yang dapat

digunakan sebagai penukar atas barang dan jasa dari negara lain (melakukan

impor), menyelesaikan utang dan menjalankan pembangunan. Negara

memperuntukkan sumber daya dalam negeri bagi ekspor karena negara

memperoleh lebih banyak keuntungan (devisa) dengan ekspor, daripada yang

akan diperoleh dengan memperuntukkan sumber daya tersebut bagi produksi dan

jasa didalam negeri (Smith, 1995).

Margarettha (2005) menyatakan bahwa ekspor merupakan penjualan

barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, suatu negara dapat

mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain yang

membutuhkan komoditi tersebut. Dalam perdagangan internasional, ekspor

(43)

nasional, sebab ekspor mampu menghasilkan devisa yang selanjutnya dapat

digunakan untuk membiayai pembangunan dan impor.

2.3.2. Impor

Impor adalah aliran masuk barang dan jasa ke pasar sebuah negara untuk

digunakan, sebab harga diluar negeri lebih rendah dibanding harga produk sejenis

jika diproduksi didalam negeri. Negara melakukan impor untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakatnya (Smith, 1995).

Margarettha (2005) menyatakan bahwa impor merupakan pembelian

barang yang dihasilkan oleh negara lain, impor terjadi karena suatu negara tidak

mampu menghasilkan komoditi yang dibutuhkan atau produksi dalam negeri tidak

mencukupi kebutuhan nasional. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka

cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan menjadi defisit.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan merupakan suatu indikator utama yang membedakan

antara perekonomian terbuka dengan perekonomian tertutup. Dalam

perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun tertentu tidak

selalu sama dengan yang dihasilkan dari memproduksi barang dan jasa, suatu

negara dapat melakukan pengeluaran yang lebih banyak daripada produksinya

dengan melakukan impor atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil dibanding

produksinya dengan melakukan ekspor (Mankiw, 2003). Ada beberapa faktor

(44)

pendapatan nasional, dan faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan dan

krisis ekonomi.

2.4.1. Suku Bunga

Perekonomian Indonesia sebagai perekonomian terbuka sangat bergantung

dengan perekonomian dunia. Selain itu, pasar barang dan pasar uang sangat

berkaitan, keterkaitan antara keduanya membentuk identitas pendapatan nasional

yang dapat ditulis dengan persamaan berikut :

--- (S - I)

Dari persamaan diatas, (S - I) adalah selisih antara tabungan domestik

dengan investasi domestik, sehingga (S - I) sering disebut arus modal keluar

bersih, arus modal ini mencerminkan arus dana internasional yang menjadi

sumber akumulasi kapital yang penting bagi modal pembangunan, sedangkan NX

adalah ekspor bersih atau neraca perdagangan yang menjadi tolak ukur kinerja

ekspor dan impor suatu negara terbuka (Mankiw, 2003).

Jika (S - I) dan NX positif, maka negara mengalami surplus perdagangan

dimana ekspor lebih besar daripada impor sehingga negara dapat menjadi donor

pada pasar uang dunia, jika (S - I) dan NX negatif, negara sedang mengalami

defisit perdagangan, sehingga negara kekurangan kapital untuk melaksanakan

pembangunan, akibatnya negara menjadi debitor pada pasar uang dunia,

sedangkan jika (S - I) dan NX berimbang maka negara dalam kondisi

perdagangan berimbang. Investasi dan tabungan yang terjadi pada suatu negara

sangat bergantung pada suku bunga yang berlaku, baik suku bunga domestik

(45)

suku bunga, sedangkan tabungan berhubungan positif dengan suku bunga,

sehingga secara tidak langsung neraca perdagangan juga bergantung pada variabel

suku bunga. Mengenai tingkat suku bunga yang berlaku, Indonesia sebagai negara

dengan perekonomian terbuka kecil, dengan asumsi terjadi mobilitas modal

sempurna, maka suku bunganya akan mengikuti suku bunga dunia, dengan

demikian di Indonesia suku bunga dunia merupakan variabel eksogen yang

mempengaruhi perekonomiannya (Lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada perekonomian tertutup, tingkat

bunga riil (r*) menyesuaikan untuk menyeimbangkan tabungan dan investasi,

sedangkan dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh

pasar keuangan dunia. Selisih antara tabungan (S) dan investasi (I(r)) menentukan

neraca perdagangan (NX). Dalam gambar diberikan ilustrasi jika terjadi surplus

perdagangan, karena tingkat bunga riil mendorong tabungan melebihi investasi.

2.4.2. Kurs Riil r*

Tingkat bunga jika perekonomian tertutup

S

NX

I(r)

Investasi, Tabungan. I. S Surplus Perdagangan

Gambar 2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana

Tingkat bunga riil, r*

(46)

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang

diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana antar negara dapat

memperdagangkan barang-barang yang dihasilkannya sehingga terkadang kurs riil

disebut terms of trade (Mankiw, 2003).

Kurs riil berhubungan dengan neraca perdagangan, sebab kurs riil

berkaitan dengan harga produk suatu negara di pasar internasional, jika kurs riil

suatu negara rendah, maka harga produk negara tersebut relatif lebih murah,

sehingga penduduk domestik hanya akan membeli sedikit produk impor.

Sebaliknya, jika kurs riil tinggi maka penduduk domestik akan lebih memilih

barang impor karena harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan barang

hasil produksi dalam negeri. Hubungan antara kurs riil dengan neraca

perdagangan dapat dijelaskan pada persamaan 2.2 berikut :

NX = NX(e) ………...(2.2)

Persamaan 2.2 menyatakan bahwa neraca perdagangan adalah fungsi dari kurs riil.

0 Neraca Perdagangan. NX

NX(e) Kurs riil, e

(47)

Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan neraca

perdagangan, semakin rendah kurs riil maka harga barang semakin murah,

sehingga neraca perdagangan semakin besar. Pada gambar sebagian dari sumbu

mendatar bernilai negatif, sebab neraca perdagangan dapat bernilai negatif karena

impor melebihi ekspor seiring kenaikan kurs riil.

2.4.3. Produk Domestik Bruto

Mankiw (2003) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB)

merupakan ukuran atau cerminan dari kinerja ekonomi suatu negara, tujuan PDB

adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal selama periode

waktu tertentu. PDB dapat dihitung dengan cara melihatnya sebagai pendapatan

total dari setiap orang di dalam perekonomian atau melihat PDB sebagai

pengeluaran total atas output barang dan jasa di dalam perekonomian. Kedua cara

menghitung PDB tersebut sama saja, sebab dalam perekonomian secara

keseluruhan jumlah keduanya akan sama.

Keterkaitan PDB dengan neraca perdagangan dapat dilihat pada

persamaan berikut :

Y = C + I + G + (X - M) …………...….(2.3)

Pada persamaan tersebut, (X - M)) adalah neraca perdagangan, dimana

ekspor (X) akan memberikan sumbangan yang positif terhadap PDB sedangkan

impor akan memberikan sumbangan negatif. Ekspor akan menaikkan PDB

seiring peningkatannya, sedangkan impor akan menurunkan PDB seiring

peningkatannya. Namun kenaikan PDB belum tentu menaikkan ekspor-impor,

(48)

menggerakkan roda perekonomian sehingga produksi dalam negeri meningkat dan

membuat barang produksi dalam negeri lebih bermutu dan berkualitas.

Konsekuensinya, ekspor meningkat dan impor menurun, atau impor dapat

meningkat seiring peningkatan PDB jika pertumbuhan PDB didorong oleh

konsumsi (C) masyarakat tanpa didukung oleh peningkatan produksi dalam

negeri.

2.4.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan

Perekonomian tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan faktor

non-ekonomi, seperti keadaan sosial politik, peraturan, pendidikan, budaya, organisasi

kemasyarakatan dan lainnya. Menurut Nurkse dalam Jhingan (2004)

pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan

masyarakat, kondisi politik dan latar belakang historis, sehingga kajian terhadap

dinamika perekonomian harus mengikutsertakan faktor non-ekonomi.

Berdasarkan hal tersebut, maka neraca perdagangan sebagai refleksi kinerja

ekspor-impor yang mampu mempengaruhi perekonomian juga dipengaruhi oleh

faktor non-ekonomi, diantaranya faktor politik dan peraturan, yakni aturan

liberalisasi perdagangan dan kondisi eksternal perekonomian Indonesia yaitu

krisis yang baru saja dialami Indonesia.

2.4.4.1. Liberalisasi Perdagangan

Liberalisasi perdagangan adalah pembebasan perdagangan dari segala

hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif yang dilakukan

(49)

perdagangan adalah kebijakan yang mengikis berbagai bentuk hambatan

perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan

investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara

tanpa hambatan tarif dan non-tarif (Salvatore, 1997).

Perdagangan bebas tanpa hambatan merupakan tujuan akhir dari

perundingan-perundingan antar negara, adanya perdagangan bebas antar negara

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan yang ikut serta dalam perdagangan

bebas dengan mengandalkan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan

kompetitif (Deplu RI, 2004). Realitasnya hampir semua negara menerapkan

berbagai bentuk hambatan terhadap perdagangan internasional, hambatan

perdagangan tersebut lazim disebut kebijakan perdagangan (trade policy) karena

berkaitan erat dengan kepentingan perdagangan nasional pada masing-masing

negara. Penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan dengan alasan

sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan melindungi industri

dalam negeri.

Liberalisasi perdagangan yang kini diupayakan WTO berfokus pada tiga

aspek, yakni pembukaan akses pasar (market acces), penurunan subsidi domestik

(domestic support), dan mewujudkan persaingan eksport (export competition)

yang adil. Liberalisasi perdagangan menurut Lindert (1995) akan membawa

dampak peningkatan kesejahteraan bagi negara yang melakukannya, keyakinan

tersebut berdasarkan analisa ekonomi yang menunjukkan perdagangan bebas akan

memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara. Tentunya dampak yang

(50)

perdagangannya setelah kebijakan liberalisasi tersebut dilaksanakan. Gambar 2.3

menganalisa dampak yang ditimbulkan terhadap konsumen jika negara-negara

didunia tidak melakukan liberalisasi, terutama menutup akses pasar dengan

pengenaan tarif import.

Gambar 2.3 menganalisis tentang permintaan dan penawaran beras yang

dipengaruhi tarif. Jika tidak ada tarif, beras akan diimpor secara bebas pada

tingkat harga dunia sebesar US$ 200 per ton. Konsumen akan membeli beras

sebesar So dari dalam negeri dan mengimpor sebesar M2. Pada harga tersebut

surplus konsumen adalah seluruh bidang antara kurva permintaan dan garis harga

US$ 200, yaitu segitiga ACE yang merupakan suatu aproksimasi mengenai

kemampuan membeli beras dari para konsumen. Pengenaan tarif sebesar US$ 20

Harga Beras (US$/Ton)

Gambar 2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen

e

(51)

akan meningkatkan harga beras dan mengurangi perolehan manfaat atau surplus

konsumen. Dengan harga yang baru, konsumen terpaksa menambah US$ 20 per

ton beras sehingga permintaan total akan turun dari D0 ke D1. Kerugian total yang

ditanggung konsumen dengan adanya tarif adalah total bidang a+b+c+d, sehingga

surplus konsumen mereka merosot dari segitiga ACE menjadi segitiga BCD.

Analisis terhadap produsen dengan pasar beras yang sama, setelah adanya

tarif, maka harga beras akan naik menjadi US$ 220 per ton, maka

perusahaan-perusahaan dalam negeri akan meningkatkan produksinya selama masih

menguntungkan. Mereka merespons dengan menaikkan jumlah produksi dari S0

ke S1. Kenaikan jumlah yang dproduksi dan peningkatan harga ternyata

meningkatkan keuntungan bagi produsen, yaitu sebesar a, sehingga keuntungan

total yang diterima produsen dalam negeri adalah e+a. Namun, jika dibandingkan

dengan kerugian yang harus ditanggung konsumen yaitu bidang a+b+c+d, maka

secara total pengenaan tarif menghasilkan kerugian.

2.4.4.2. Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi merupakan gejala menurunnya perekonomian secara

umum, di Indonesia krisis ekonomi dimulai pada triwulan ketiga tahun 1997 yang

ditandai dengan depresiasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing terutama Dollar

Amerika Serikat yang cukup signifikan. Depresiasi Rupiah memicu kontraksi

pada sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor konstruksi, manufaktur,

keuangan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa lainnya, sehingga

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama tahun 1998 mengalami

(52)

Krisis ekonomi membawa dampak yang cukup siginifikan terhadap kinerja

ekspor-impor Indonesia, menurut Mankiw (2003) jika terjadi depresiasi nilai tukar

suatu negara, maka produk negara tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi

sebab harganya menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan produk negara

lain. Namun untuk kondisi Indonesia pada masa krisis, justru banyak sektor

ekonomi, khususnya industri manufaktur mengalami penurunan, hal itu

disebabkan bahan baku industri dalam negeri lebih banyak diimpor sehingga

depresiasi nilai tukar Rupiah justru memukul produksi sektor tersebut akibat

kesulitan bahan baku. Berbeda dengan sektor pertanian yang justru eksis bahkan

mengalami pertumbuhan pada masa krisis, kondisi tersebut membuktikan sektor

pertanian merupakan sektor yang berbasis sumberdaya lokal dan memiliki

keterkaitan yang erat dengan ekonomi rakyat (Wie, 2001).

2.5. Model Koreksi Kesalahan atau Error Correction Model (ECM)

Model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisa ekonomi.

Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Sargan pada tahun 1964 dalam

penelitiannya tentang hubungan upah dengan harga di Inggris Raya. ECM

bertujuan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series) yang tidak

stasioner dan regresi palsu (spurious regression).

ECM muncul untuk mengatasi perbedaan hasil estimasi antar jangka

pendek dengan jangka panjang, yaitu dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi dan periode selanjutnya sehingga tidak ada kesalahan

(53)

2005). Ketidakseimbangan kesalahan (disequilibrium error) terjadi karena

kesalahan spesifikasi, yaitu antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter,

keseimbangan itu sendiri, kesalahan dalam membuat definisi variabel dan cara

mengukurnya serta kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam

menginput data. Kegunaan dari penerapan koreksi kesalahan atau ECM dalam

analisis ekonomi adalah :

1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data runtun

waktu yang non-stasioner dan regresi palsu (spurious regression).

2. Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi trend dari variabel.

3. Error Correction Model (ECM) dapat diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

4. Error Correction Model (ECM) dapat disesuaikan atau disamakan dengan pendekatan umum ke khusus (melihat kecenderungan umum dan membaginya

menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang).

5. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat

ideal digunakan untuk menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. Jika ada

variabel yang tidak nyata dapat direduksi sehingga akan meningkatkan efisiensi

estimasi.

Keuntungan dan keunggulan penggunaan ECM yang lain, yaitu seluruh

komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model,

memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi dapat menghindari dari

(54)

pemberian makna dari persamaan dalam model tersebut juga lebih sederhana,

artinya, ECM mampu memberikan makna lebih luas dari hasil estimasi model

ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independent terhadap variabel

dependent dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto dalam Kusumastuti, 2005).

2.6. Penelitian Terdahulu

Margarettha (2005) meneliti dampak liberalisasi perdagangan di sektor

industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia, penelitiannya

menggunakan model VAR dan data ekspor-impor tekstil, neraca perdagangan

total dan pendapatan nasional mulai dari tahun 1990 sampai 2004. Hasil

penelitiannya adalah dengan adanya liberalisasi perdagangan di sektor tekstil akan

memberikan pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan sebesar 0,3973

persen.

Trihapsari (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh perdagangan

internasional gula dan variabel liberalisasi yaitu tarif impor di Indonesia terhadap

industri gula nasional pada periode 1983-2006. Penelitiannya menggunakan

metode Ordinary least Square (OLS) dan data time series tahunan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan tarif impor industri gula nasional mampu bertahan

dan mampu menekan derasnya impor gula yang dilakukan Indonesia pada

akhir-akhir ini.

Penelitian tentang ekspor-impor gula dan kaitannya dengan variabel

liberalisasi yaitu tarif impor, dilakukan juga oleh Rahmawati (2005) dengan

(55)

metode Ordinary least Square (OLS). Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan mengenakan tarif Rp.700/Kg membuat industri gula nasional lebih baik

dibandingkan tanpa tarif, hal itu ditandai dengan meningkatnya produksi gula

domestik sebesar 123,52 ribu ton pada tahun 2003 dan sebesar 419,73 ton pada

tahun 2004. Bahkan disarankan pemerintah menaikkan tarif impor sebesar 65

persen hingga 95 persen dari yang berlaku saat itu.

Herdi (2006) melakukan penelitian tentang perdagangan beras dunia dan

kaitannya dengan pasar beras domestik serta pengaruh adanya tarif impor

terhadap perdagangan beras. Penelitiannya menggunakan data time series bulanan dari tahun 1998 sampai tahun 2006. Sedangkan metode yang digunakan adalah

Vektor Autoregression (VAR), penelitiannya menyimpulkan bahwa tarif impor memberikan pengaruh yang permanen dalam jangka panjang terhadap harga beras

internasional dan tarif mampu meningkatkan harga beras internasional di pasar

domestik.

Penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas

Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan

Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain dari segi sektor dan

metode analisa. Dalam penelitian ini, penulis meneliti pengaruh ekspor-impor

komoditas hasil sub sektor tanaman pangan, sebab sub sektor tanaman pangan

merupakan salah satu sub sektor utama dalam sektor pertanian yang memberikan

kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, selain itu, ketersediaan pangan

merupakan faktor yang utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(56)

Correction Model (ECM) yang mampu memprediksi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series)

yang tidak stasioner dan regresi palsu.

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual

Negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia sangat memiliki

ketergantungan dengan perekonomian luar negeri. Ketergantungan tersebut dapat

direfleksikan dengan adanya perdagangan antar negara yang terdiri dari arus

barang, jasa, dan arus pembayaran antar negara di dunia. Dalam perdagangan

internasional tersebut terdapat berbagai kesepakatan yang mengikat agar

terciptanya perdagangan yang adil dan saling menguntungkan bagi negara-negara

yang melakukan perdagangan internasional. Baik kesepakatan bilateral, regional

maupun multilateral.

Salah satu kesepakatan multilateral yang terpenting dalam perdagangan

internasional saat ini adalah disepakatinya liberalisasi perdagangan di sektor

pertanian yang diprakarsai oleh WTO dengan tujuan menciptakan perdagangan

internasional yang lebih berorientasi pasar, adil, dan lebih dapat diprediksi dengan

berfokus pada pembukaan seluas-luasnya pasar domestik (akses pasar), penurunan

subsidi domestik dan persaingan ekspor yang sehat. Sektor pertanian

diklasifikasikan menjadi beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan,

sub sektor hortikultura, sub sektor buah-buahan dan sub sektor tanaman

perkebunan. Dengan adanya kesepakatan liberalisasi perdagangan disektor

pertanian maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

Gambar

Tabel 1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)
Tabel 1.3. Neraca Ekspor Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 1995-2005
Gambar 2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana
Gambar 2.2. Hubungan Neraca Perdagangan dan Kurs Riil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Graha Seni Rupa di Manado adalah suatu rumah, bangunan, dimana segala aktifitas yang berkaitan dengan seni rupa khas Sulawesi Utara maupun seni rupa pada umumnya terdapat

Indonesia berada pada zona ring of fire dan di lalui tiga lempeng aktif dunia, lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik sehingga Indonesia memiliki jumlah gunung aktif

Gambaran umum kinerja perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat dari neraca perdagangan luar negeri (ekspor dikurangi impor) komoditas pertanian yang meliputi

Pada kesempatan ini penulis berkesempatan menyusun skripsi yang berjudul Kadar Polifenol Daun Teh yang ditanam di Dusun Tayu Desa Ketap Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat..

Nilai Kebahagiaan dalam kehidupan berkeluarga dan bersosial pada penelitian ini menunjukan bahwa kebahagiaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh status sosial ekonomi hal

Dalam budidaya jamur memerlukan teknologi yang memudahkan petani dalam merawat tanaman jamur dan menjaga supaya kondisi kumbung jamur selalu terjaga, maka diperlukan suatu

Sedangkan untuk kriteria role model yang negatif yang paling utama baik pada mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi maupun pendidikan sarjana kedokteran adalah cara mengajar

Dalam penelitiannya Daryanto (2014:39) menyatakan kemunculan perangkat Gamelan Pakurmatan Sekaten sebagai sarana penyebaran agama Islam dapat dimaknai sebagai konsep