• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980 – 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980 – 2003"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

YUNIKO FAUZAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003 ( dibimbing oleh RATNA WINANDI ).

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan juga ramah polusi. Keberadaan Liquid Petroleum Gas

(LPG) merupakan solusi yang terasa tepat dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga pemerintah selalu menghimbau adanya diversifikasi di bidang energi. Dalam hal ini, pemakaian gas merupakan salah substitusi yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak. LPG merupakan suatu bahan bakar utama alternatif khususnya untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya karena LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda, dan LPG juga merupakan bahan bakar alternatif yang bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Sehingga yang perlu diperhatikan oleh stake holder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak dengan solusi peningkatan konsumsi LPG adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, dengan demikian nantinya dapat diambil suatu kebijakan yang tepat.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati bahan bakar minyak dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga bahan bakar minyak dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau. Pada masa-masa

oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak

tidak terlalu memberatkan keuangan Negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang sedemikian besar, sehingga harga jual bahan bakar minyak di dalam negeri baru dinaikkan karena nilai ekspor bersihnya ( net export ) negatif pada tahun 1993.

Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia, kedua menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG di Indonesia, ketiga menganalisis pengaruh perubahan pendapatan per kapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, dan keempat menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

(3)

bagaimana pengaruh variabel-variabel peubah bebas terhadap variabel endogen digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Melalui metode ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, Direktorat Minyak dan Gas dan Badan Pusat Statistik. Variabel peubah tak bebas yang digunakan adalah konsumsi LPG, sedangkan variabel-variabel peubah bebasnya yaitu variabel harga LPG, harga minyak tanah, tarif listrik, konsumsi LPG tahun sebelumnya, pendapatan per kapita, dan dummy krisis.

Taraf nyata yang ditolerir dalam penelitian ini adalah sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LPG berpengaruh negatif yang signifikan, harga minyak tanah sebagai barang substitusi berpengaruh positif yang signifikan, pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif yang signifikan, peubah dummy krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia, sedangkan tarif listrik yang diasumsikan sebagai salah satu barang substitusi LPG berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Yuniko Fauzan

NRP : H01400046

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. NIP : 130 687 506

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1982 di sebuah kota kecil Bireun, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis yang bernama lengkap Yuniko Fauzan ini merupakan anak Pertama dari pasangan Ayahanda Muhammad Yunus Yusuf dan Ibunda Fauziah Idroes.

Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 43 Bireun tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994 dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM) tertinggi untuk kota Bireun yaitu 46,77. Pada tahun 1997, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Bireun dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Setelah sempat berpindah sekolah pada pertengahan tahun ajaran pertama di SMU Negeri 3 Banda Aceh, Penulis menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMU Negeri 1 Bireun pada tahun 2000.

(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik-adik (Ratu dan Yona) atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ratna Winandi, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, baik petunjuk, saran serta bimbingan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2007

(9)

vi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian LPG ... 14

2.2. Perlengkapan LPG... 15

2.3. Manfaat LPG ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.4.1. Teori Permintaan ... 21

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared) ... 31

2.5. Tinjauan Empiris ... .. 32

2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35

2.7. Hipotesis... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.2. Metode Analisis Dan Model Penelitian ... 38

3.3. Pengujian Model ... 40

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 - 2003 4.1. Pengujian Model ... ... 45

4.1.1. Kriteria Ekonometrika ... 45

(10)

vii

4.1.2. Kriteria Statistik ... 49

4.1.3. Interpretasi dan Analisis Ekonomi... ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

YUNIKO FAUZAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003 ( dibimbing oleh RATNA WINANDI ).

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan juga ramah polusi. Keberadaan Liquid Petroleum Gas

(LPG) merupakan solusi yang terasa tepat dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga pemerintah selalu menghimbau adanya diversifikasi di bidang energi. Dalam hal ini, pemakaian gas merupakan salah substitusi yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak. LPG merupakan suatu bahan bakar utama alternatif khususnya untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya karena LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda, dan LPG juga merupakan bahan bakar alternatif yang bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Sehingga yang perlu diperhatikan oleh stake holder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak dengan solusi peningkatan konsumsi LPG adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, dengan demikian nantinya dapat diambil suatu kebijakan yang tepat.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati bahan bakar minyak dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga bahan bakar minyak dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau. Pada masa-masa

oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak

tidak terlalu memberatkan keuangan Negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang sedemikian besar, sehingga harga jual bahan bakar minyak di dalam negeri baru dinaikkan karena nilai ekspor bersihnya ( net export ) negatif pada tahun 1993.

Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia, kedua menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG di Indonesia, ketiga menganalisis pengaruh perubahan pendapatan per kapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, dan keempat menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

(13)

bagaimana pengaruh variabel-variabel peubah bebas terhadap variabel endogen digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Melalui metode ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, Direktorat Minyak dan Gas dan Badan Pusat Statistik. Variabel peubah tak bebas yang digunakan adalah konsumsi LPG, sedangkan variabel-variabel peubah bebasnya yaitu variabel harga LPG, harga minyak tanah, tarif listrik, konsumsi LPG tahun sebelumnya, pendapatan per kapita, dan dummy krisis.

Taraf nyata yang ditolerir dalam penelitian ini adalah sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LPG berpengaruh negatif yang signifikan, harga minyak tanah sebagai barang substitusi berpengaruh positif yang signifikan, pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif yang signifikan, peubah dummy krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia, sedangkan tarif listrik yang diasumsikan sebagai salah satu barang substitusi LPG berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.

(14)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Yuniko Fauzan

NRP : H01400046

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. NIP : 130 687 506

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2007

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1982 di sebuah kota kecil Bireun, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis yang bernama lengkap Yuniko Fauzan ini merupakan anak Pertama dari pasangan Ayahanda Muhammad Yunus Yusuf dan Ibunda Fauziah Idroes.

Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 43 Bireun tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994 dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM) tertinggi untuk kota Bireun yaitu 46,77. Pada tahun 1997, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Bireun dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Setelah sempat berpindah sekolah pada pertengahan tahun ajaran pertama di SMU Negeri 3 Banda Aceh, Penulis menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMU Negeri 1 Bireun pada tahun 2000.

(18)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik-adik (Ratu dan Yona) atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ratna Winandi, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, baik petunjuk, saran serta bimbingan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2007

(19)

vi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian LPG ... 14

2.2. Perlengkapan LPG... 15

2.3. Manfaat LPG ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.4.1. Teori Permintaan ... 21

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared) ... 31

2.5. Tinjauan Empiris ... .. 32

2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35

2.7. Hipotesis... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.2. Metode Analisis Dan Model Penelitian ... 38

3.3. Pengujian Model ... 40

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 - 2003 4.1. Pengujian Model ... ... 45

4.1.1. Kriteria Ekonometrika ... 45

(20)

vii

4.1.2. Kriteria Statistik ... 49

4.1.3. Interpretasi dan Analisis Ekonomi... ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(21)

viii

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980-2005 . ... 3

1.2. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia ... 10

2.1. Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar ... 19

2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG Dengan Minyak Tanah ... 20

3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data... 38

4.1. Uji Autokorelasi ... 45

4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 46

4.3. Uji Multikolinearitas ... 47

4.4. Uji Normalitas ... 48

(22)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1. Kurva Permintaan Pasar... 22

(23)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal 1. Data Penelitian ……… ... 55

2. Data Penelitian Dalam Logaritma ... 56 3. Uji Autokorelasi ... 57 4. Uji Heteroskedastisitas... 57 5. Uji Multikolinearitas ... 57 6. Uji Normalitas... 57 7. Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif

di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait

membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada

meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu

dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi

atas bahan bakar minyak dan juga yang ramah terhadap udara dengan polusi

seminimal mungkin.

Gas di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menunjang pembangunan. Selain sebagai penghasil devisa yang utama, juga

untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Gas dapat diproduksi dalam

bentuk cair yaitu berupa Liquid Natural Gases (LNG), Liquid Petroleum Gases

(LPG), gas kota. Berdasarkan Handbook of Mining and Energy Business (Ditjen

Migas, 2002), kira-kira sebahagian atau sekitar 50 persen dari produksi gas di

Indonesia diproses untuk dibuat LNG, dan seluruh produksi LNG diekspor ke luar

negeri. Produksi LPG sebahagiannya digunakan untuk diekspor dan

sebahagiannya lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan energi

dalam negeri ini selain dipenuhi dari LPG juga dipenuhi dari gas kota yang dapat

diperoleh dari dua sumber yaitu gas bumi dan gas buatan.

Sebahagian besar kebutuhan akan gas dalam sektor rumah tangga dipenuhi

(25)

2

terus. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat dan

kesadaran akan sumber energi yang bersih, yang relatif tidak mencemari

lingkungan dan relatif mudah didapat. Disamping itu, LPG juga digunakan oleh

industri, baik sebagai bahan bakar maupun non bahan bakar misalnya sebagai

bahan baku.

Produk-produk seperti LPG dan gas kota mempunyai peranan yang sangat

penting dalam menunjang kebutuhan energi dalam negeri seperti kebutuhan

energi rumah tangga, industri, dan komersial. Sebagian besar produk LPG yang

tidak diekspor digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sektor rumah

tangga. Saat ini sebahagian besar dari kebutuhan gas untuk sektor rumah tangga

telah dipenuhi oleh LPG, sedangkan gas kota hanya sebahagian kecil saja. Namun

untuk masyarakat menengah ke bawah, kebutuhan energi dalam sektor rumah

tangga mereka sebagian besar masih dipenuhi dari sumber-sumber energi

biomassa seperti kayu dan arang, dan minyak tanah.

Peranan biomassa dan minyak tanah sedikit demi sedikit semakin

berkurang, bahkan menurun. Peningkatan dalam pendapatan bisa mengakibatkan

seorang konsumen yang awalnya menggunakan minyak tanah dan juga karena

kenaikan harga minyak tanah, akan beralih ke LPG berdasarkan pertimbangan

benefit (keuntungan) dari LPG yang tidak bisa diukur dengan harga semata.

Peranan gas kota dalam sektor rumah tangga akan semakin berkurang karena

jaringan pipa-pipa gas yang sudah tua dan tidak diimbangi dengan perkembangan

instalasi gas yang baru. Dengan demikian, peranan LPG akan semakin bertambah.

(26)

3

tangga bersumber dari LPG. Hal tersebut diatas mengakibatkan bergesernya

kedudukan gas kota karena biaya instalasi gas jauh lebih mahal dibandingkan

dengan penggunaan LPG yang relatif lebih praktis.

Tabel 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980 - 2005 (%)

Tabel 1.1 menunjukkan persentase rumah tangga menurut bahan bakar

yang digunakan untuk memasak. Dari Tabel 1.1 tersebut dapat disimpulkan

bahwa untuk listrik, baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun

di kota cenderung mengalami peningkatan konsumsi sebagai bahan bakar untuk

memasak. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya dukungan program

dari pemerintah dalam hal perluasan pelayanan listrik, misalnya melalui program

Listrik Masuk Desa. Pada tahun 1980, baru sekitar 0.06 persen rumah tangga di

desa dan 0.76 persen rumah tangga di kota yang menggunakan listrik sebagai

bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 2005, penggunaan listrik sebagai bahan

(27)

4

ada di desa dan 13.41 persen untuk rumah tangga yang ada di kota. Penggunaan

listrik sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga secara rata-rata

mengalami peningkatan sebesar 1.41 persen untuk rumah tangga yang ada di desa

dan 2.13 persen untuk rumah tangga yang ada di kota.

Untuk minyak tanah, kelompok rumah tangga yang ada di desa mengalami

peningkatan konsumsi minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada

tahun 1980 penggunaan minyak tanah sebesar 12.09 persen mengalami penurunan

sebesar 1.16 persen menjadi 10.96 persen pada tahun 1985, namun secara

perlahan kembali meningkat hingga menjadi 17.93 persen pada tahun 2005.

Minyak tanah untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa rata-rata

mengalami peningkatan sebesar 1.17 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga

yang ada di kota cenderung mengalami penurunan dalam penggunaan minyak

tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 1980, 73.57 persen rumah

tangga yang ada di kota menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk

memasak. Namun, pada tahun 2005 penggunaan minyak tanah oleh rumah tangga

mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 22.80 persen menjadi hanya

sebesar 50.77 persen. Secara rata-rata, penggunaan minyak tanah sebagai sumber

bahan baker untuk memasak bagi rumah tangga yang ada di kota mengalami

penurunan sekitar - 4.56 persen. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya

peningkatan harga minyak tanah di satu sisi yang efeknya relatif lebih terasa oleh

rumah tangga yang ada di desa, sedangkan pada sisi yang lain dikarenakan oleh

(28)

5

tanah menjadi kompor gas berbahan baku LPG maupun gas kota oleh rumah

tangga yang ada di kota.

Sementara itu, penggunaan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak oleh

rumah tangga yang ada di desa dan di kota mengalami penurunan yang sangat

drastis. Pada tahun 1980 penggunaan kayu sebagai bahan bakar sebesar 87.08

persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa dan 22.60 persen untuk

kelompok rumah tangga yang ada di kota menurun menjadi 62.76 persen untuk

rumah tangga yang ada di desa dan 4.09 persen untuk rumah tangga yang ada di

kota pada tahun 2005. Secara rata-rata, penggunaan kayu bakar mengalami

penurunan sebesar - 4.80 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa

dan - 3.62 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota.

Penggunaan bahan bakar lainnya, termasuk di dalamnya gas kota, arang,

batu bara, spirtus, dan lain-lain sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah

tangga yang ada di kota cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1980,

sekitar 0.66 persen rumah tangga yang ada di desa menggunakan bahan bakar

lainnya sebagai bahan bakar untuk memasak dan 1.41 persen rumah tangga yang

ada di kota menggunakan bahan bakar lainnya untuk memasak. Dari tahun ke

tahun, penggunaan bahan bakar lainnya memiliki trend atau kecenderungan yang

relatif terus menurun. Namun pada tahun 2005, dimana harga bahan bakar

mengalami kenaikan yang sangat signifikan, penggunaan bahan bakar lainnya

oleh rumah tangga pun mengalami peningkatan. Untuk kelompok rumah tangga

yang ada di desa, peningkatan bahan bakar lainnya menjadi sekitar 3.04 persen,

(29)

6

Dari Tabel 1.1 juga dapat dilihat adanya peningkatan penggunaan LPG

sebagai bahan bakar baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun

di kota. Pada tahun 1980, penggunaan LPG untuk memasak di desa masih sebesar

0.21 persen dan selama kurang lebih 25 tahun yaitu pada periode tahun 2005

mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu menjadi 9.16 persen. Bahkan

peningkatan ini cukup drastis bila dilihat pada periode sebelumnya yaitu tahun

1995 yang masih sebesar 0.71 persen menjadi 3.28 persen pada periode tahun

2000 atau mengalami peningkatan sebesar 2.57 persen. Secara rata-rata,

penggunaan LPG sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang

ada di desa mengalami peningkatan sebesar 1.79 persen. Bahkan konsumsi LPG

untuk memasak oleh masyarakat kota pada tahun 2005 mengalami peningkatan

yang jauh lebih besar lagi yaitu menjadi sebesar 30.51 persen dari periode tahun

1980 yang hanya sebesar 1.66 persen. Secara rata-rata, untuk kelompok rumah

tangga yang ada di kota penggunaan LPG mengalami peningkatan tertinggi

dibandingkan bahan bakar lainnya yaitu sebesar 5.83 persen.

Penggunaan LPG dalam sektor rumah tangga menunjukkan adanya

peningkatan, terutama kelompok rumah tangga yang ada di kota yang mencapai

dua digit dalam kurun waktu 15 tahun. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan

tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan dan kehidupan masyarakat, kebutuhan

lingkungan akan sumber energi yang bersih, serta penyempurnaan distribusi

pemasaran LPG di Indonesia. Kendati demikian, peningkatan pemakaian LPG

(30)

7

diantaranya yaitu harga dan ketersediaan sumber (supply) dari LPG maupun

sumber energi alternatif lainnya.

Peranan gas dalam sektor rumah tangga hampir seluruhnya didominasi

LPG, meskipun bila dibandingkan dengan LPG harga gas kota per satuan energi

sedikit lebih murah. Namun salah satu penyebab mengapa LPG lebih banyak

digunakan adalah masalah kemudahan untuk mendapatkan LPG tersebut,

sedangkan proses instalasi gas kota membutuhkan biaya yang cukup besar.

Pengembangan gas kota akan cenderung lebih mudah bila diterapkan pada

konsumen dalam jumlah besar atau industri dengan skala tertentu.

Ada banyak alasan mengapa LPG merupakan suatu pilihan yang tepat

sebagai bahan bakar utama alternatif untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya

yaitu sebagai berikut :

1. LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang

relatif masih muda,

2. LPG merupakan bahan bakar alternatif (substitusi) yang memiliki banyak

keunggulan dibandingkan bahan bakar yang sudah umum dipakai pada

sektor rumah tangga, bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar

suplemen dari minyak tanah.

Pada masa-masa oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi atas

bahan bakar minyak (BBM) tidak terlalu memberatkan keuangan negara

mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun,

masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan

(31)

8

yang sedemikian besar, sehingga harga jual BBM di dalam negeri masih lebih

murah daripada harga intenasional. Pada dasarnya, sebelum tahun 1993 pun harga

BBM sudah mengalami kenaikan. Namun, peningkatan harga domestik sebagai

akibat kenaikan harga internasional ini belum memberikan pengaruh negatif bagi

anggaran pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah masih memperoleh

nilai ekspor (net export) BBM yang lebih besar daripada konsumsi domestik

sehingga beban subsidi belum menjadi beban dalam anggaran pemerintah. Dari

tahun ke tahun pemerintah menyadari bahwa pengurangan subsidi BBM sampai

suatu tingkat tertentu mesti dilakukan, namun untuk beberapa alasan hal tersebut

masih sulit untuk dilakukan. Bahkan Bank Dunia termasuk pihak yang paling

sering menyarankan untuk sesegera mungkin menghapuskan subsidi terhadap

BBM ini.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati BBM dengan harga yang sangat

murah. Bahkan harga BBM di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di

bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi

harga BBM dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan BBM dengan harga

terjangkau. Setelah kenaikan harga BBM Oktober 2005, harga BBM masih cukup

jauh dibawah harga pasar. Sebagai contoh, harga premium untuk konsumsi

masyarakat yang dijual di Indonesia sebesar Rp. 4500,00 per liter sedangkan

harga internasional untuk premium serupa masih berkisar antara Rp. 5000,00

sampai Rp. 5500,00 per liternya. Dengan selisih harga yang masih cukup besar

ini, diperlukan pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah untuk mencegah

(32)

9

bersubsidi kepada pihak industri maupun penyelundupan BBM bersubsidi untuk

dijual dengan harga internasional.

Pada sebuah artikel1, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),

Dr. Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa salah satu bentuk kebijakan

pengurangan subsidi BBM adalah dengan melakukan subsidi silang sebagai

bentuk restrukturisasi dalam sektor minyak dan gas (migas) yang dilakukan sejak

tahun 2003. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah membuat harga BBM

menjadi tidak rasional. Idealnya harga suatu produk mencerminkan biaya

produksinya. Dalam APBN harga semestinya tidak hanya mencerminkan biaya

ekonomisnya, namun juga memuat biaya konservasinya mengingat sumber daya

alam yang tidak dapat diperbaharui jumlahnya terbatas.

Dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini

sangat besar yang tentu saja sangat membebani keuangan Negara dalam APBN.

Dari tabel perkembangan subsidi BBM diatas, pada tahun anggaran 2001/2002

subsidi untuk BBM bahkan mencapai lebih dari 68 trilyun rupiah. Padahal

komoditas BBM yang disubsidi hanyalah untuk jenis BBM premium, solar, dan

minyak tanah. Sedangkan untuk bahan bakar minyak dan gas lainnya termasuk

diantaranya avtur dan LPG serta LNG sudah cenderung dilepas ke pasar sehingga

lebih berorientasi pada harga pasar. Untuk tahun anggaran 2006 yang dirilis pada

bulan September 2005, pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (RAPBN) untuk subsidi BBM mencapai lebih dari 139 trilyun

rupiah. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah di pasar

(33)

10

internasional yang sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah

perminyakan dunia sebesar US $70 per barel.

Tabel 1.2. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia (dalam milyar rupiah)

Tahun Anggaran Biaya Pokok BBM Hasil Penjualan Bersih Subsidi

1994/1995 14049.00 14935.60 - 886.60 1995/1996 15829.50 14858.30 - 28.80

1996/1997 20171.90 17314.30 2857.60 1997/1998 34145.60 18279.50 15866.10 1998/1999 36593.90 29140.90 7453.00 1999/2000 71411.36 30487.96 40923.40 2000/2001 88837.08 35027.48 53809.60 2001/2002 108798.35 39417.55 68380.80 2006/20072 --- --- 139100.00

Sumber : Biro Pusat Statistik (2003)

Berdasarkan Tabel 1.2 tentang perkembangan subsidi BBM, terlihat jelas

bahwa dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini

sangat besar bahkan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(RAPBN) untuk tahun anggaran 2006 subsidi untuk BBM diperkirakan mencapai

lebih dari 139 trilyun rupiah. Sedangkan harga produk gas termasuk LPG

cenderung mengikuti perkembangan harga pasar. Hal ini lebih banyak

dikarenakan oleh harga jual produk LPG yang cenderung mengikuti fluktuasi

perkembangan harga pasar. Selain itu, cadangan potensial gas yang dimiliki

Indonesia masih sangat besar relatif jika dibandingkan dengan cadangan minyak

yang ada.

(34)

11

Dengan kondisi subsidi atas BBM yang semakin tinggi, Pemerintah juga

dituntut untuk memikirkan bagaimana harga BBM terutama minyak tanah untuk

konsumsi rumah tangga dapat tetap terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu

pemerintah dapat juga memikirkan suatu solusi untuk menggalakkan penggunaan

energi alternatif selain yang tersebut diatas, seperti misalnya LPG. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk mengkaji sejauh mana solusi

untuk menggalakkan penggunaan LPG dapat dilakukan dengan melihat

faktor-faktor yang kemungkinan berpengaruh terhadap permintaan LPG.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor harga LPG mempengaruhi permintaan LPG di

Indonesia,

2. Bagaimana faktor perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak tanah

dan tarif listrik) mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia,

3. Bagaimana faktor perubahan pendapatan per kapita masyarakat

mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, serta

4. Bagaimana dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun

(35)

12

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana dijelaskan

sebelumnya maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis pengaruh harga terhadap permintaan LPG di Indonesia,

2. Menganalisis pengaruh perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak

tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG,

3. Menganalisis pengaruh perubahan pendapatan perkapita terhadap

permintaan LPG di Indonesia, serta

4. Menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun

1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada selang waktu tahun 1980 –

2003 dengan menggunakan data tahunan yang bersifat time series. Pemilihan

jangka waktu tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan ketersediaan data. Selain

itu, jangka waktu tersebut mencakup berbagai kondisi perekonomian Indonesia

yaitu sebagai berikut :

1. Mulai saat masa menjelang ( pra ) oil booming ( tahun 1980-1982 ),

2. Masa oil booming ( tahun 1982-1983 ),

3. Masa liberalisasi ekonomi pada akhir dasawarsa 1980-an,

4. Masa krisis ekonomi yang melanda perekonomian hampir seluruh negara

di Asia, termasuk Indonesia ( tahun 1997 ).

(36)

13

Adanya beberapa kondisi perekonomian seperti tersebut diatas, penulis

memasukkan variabel krisis ekonomi sebagai variabel dummy. Dummy yang

digunakan dalam hal ini adalah dummy krisis yang terjadi sebagai akibat krisis

(37)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pengertian LPG

LPG adalah salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina Direktorat

Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk dagang

LPG (Liquid Petroleum Gases). Komponen utama dari LPG adalah Propana

(C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa

hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, misalnya Etana (C2H6) dan

Pentana (C5H12).

Menurut bahan baku pembuatnya, LPG dapat dikelompokkan dalam dua

jenis, yaitu natural gas (gas bumi) dan refinery gas (gas hasil kilang). Gas bumi

merupakan campuran senyawa-senyawa hidrokarbon ringan dan senyawa ikutan

yang lain seperti karbondioksida, hidrogen sulfida, uap air, dan lain-lain.

Sedangkan gas hasil kilang sebagian besar hanya terdiri dari senyawa hidrokarbon

ringan saja. Dalam kondisi atmosfer, LPG berupa gas dan dapat dicairkan pada

tekanan diatas 5 kg/cm2. Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil daripada

dalam bentuk gas, untuk berat yang sama. Oleh sebab itu, LPG dipasarkan dalam

bentuk cair.

LPG merupakan bahan bakar alternatif disamping BBM. Dipakai untuk

keperluan rumah tangga, industri, maupun untuk keperluan khusus lainnya.

Menurut spesifikasinya, LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LPG

campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana

(38)

15

dan tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.

25K/36/DDJM/1990. Untuk alasan keamanan dalam pemakaiannya, LPG diberi

zat pembau. Sedangkan untuk keperluan khusus, Pertamina melalui Direktorat

Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri juga memasarkan LPG yang tidak

berbau (odorless LPG).

2.2. Perlengkapan LPG

Bahan bakar cair LPG disimpan dan dikemas dalam tabung baja dalam

berbagai ukuran. Tabung tersebut telah diuji oleh Dinas Pembinaan

Norma-Norma Keselamatan Kerja (DPNKK) sesuai standar tes 4.B240 Interstate

Commerce Commission (ICC). Sesuai dengan ukuran tabung, maka berat tabung

juga bervariasi, yaitu : 5 - 12 kg, 12,1 – 17 kg, 50 kg, skid tank (1000 kg dan 4000

kg).

Setiap tabung diperlengkapi dengan valve atau klep yang berguna untuk

menahan gas agar tidak mengalir keluar, sekaligus merupakan celah untuk

menyalurkan gas keluar. Pada saat membeli LPG, valve harus tertutup dengan

segel aluminium (rain cap) sebagai jaminan keaslian isi tabung. Pada lubang

valve terdapat ring/cincin karet guna mengatur saluran gas melalui regulator untuk

mengamankan aliran gas.

Perlengkapan tambahan yang harus ada agar LPG dapat digunakan adalah

regulator. Regulator merupakan alat pengatur tekanan gas yang keluar dari

(39)

16

berhubungan langsung dengan regulator. Gas akan mengalir keluar dengan

tekanan rendah bila katup dibuka.

2.3. Manfaat LPG

Indonesia mulai memperkenalkan dan memasarkan LPG sejak tahun 1968.

Awal mula tujuan Pertamina memasarkan LPG adalah dalam rangka

meningkatkan pemanfaatan hasil produk dari minyak bumi dan sekaligus

diharapkan mampu mengurangi laju permintaan minyak tanah untuk rumah

tangga di dalam negeri.

Melihat perkembangan permintaan dari tahun ke tahun sampai dengan

sekarang, telah terjadi peningkatan penggunaan gas LPG yang sangat tajam di

Indonesia, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Sejalan dengan

kemajuan pembangunan, maka Pertamina dituntut untuk lebih meningkatkan

pelayanan dan pemerataan pemasaran gas LPG guna memenuhi permintaan yang

semakin meningkat.

LPG di Indonesia digunakan selain digunakan sebagai bahan bakar dapat

juga digunakan untuk kebutuhan non-bahan bakar (untuk bahan baku industri).

Sebagai bahan bakar, LPG dapat digunakan untuk :

1. Rumah Tangga :

a. Sebagai bahan bakar kompor gas,

b. Sebagai bahan bakar water heater,

(40)

17

2. Industri :

a. Industri makanan. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk memanasi atau

mengeringkan dalam produksi crackers, biskuit, dan roti.

b. Industri tekstil. LPG dipakai sebagai bahan bakar untuk proses produksi dari

pabrik tekstil.

c. Industri kertas dan percetakan. LPG digunakan sebagai sumber panas dalam

proses pengeringan, pencairan, dan pemanasan.

d. Industri keramik dan gelas. LPG digunakan sebagai bahan bakar dalam proses

peleburan dan pembentukan gelas, bahan bakar pemanas untuk mengolah batu

kapur, dan bahan bakar dalam pembakaran keramik.

e. Industri logam. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk mencairkan logam,

menempa logam yang dipanasi sampai membara dengan nyala api langsung,

mencairkan logam yang akan dipakai dalam proses pengecoran, pemanasan

dalam pemotongan lembaran-lembaran plat baja, kerangka-kerangka baja, dan

baja batangan serta digunakan untuk memanasi dalam rangka menghilangkan

goresan-goresan pada permukaan lembaran-lembaran plat baja (scurfing).

f. Industri yang memproduksi produk-produk pertanian, perikanan,dan peternakan

menggunakan LPG sebagai sumber panas dalam pengeringan tembakau, daun

teh, jerami, biji-bijian, dan tumbuhan laut yang dapat dimakan serta sebagai

sumber panas dari rumah kaca dan sumber panas peternakan unggas.

g. Industri korek api gas menggunakan LPG sebagai bahan baku untuk pengisian

(41)

18

3. Umum : LPG digunakan untuk keperluan laboratorium, restoran/rumah

makan, bengkel, dan rumah sakit.

Untuk kebutuhan selain bahan bakar LPG dapat digunakan sebagai bahan

penekan atau zat penyemprotan pada produk aerosol seperti obat nyamuk spray,

cat semprot, dan juga deodoran.

Manfaat penggunaan LPG sebagai bahan bakar rumah tangga maupun

industri banyak menghasilkan kemudahan dan kenyamanan dibandingkan minyak

tanah. Untuk industri, tentu saja berhubungan langsung dengan kualitas produk

yang dihasilkannya agar dapat menjadi lebih baik. Secara umum,

kelebihan-kelebihan dalam pemakaian LPG adalah sebagai berikut :

1. LPG merupakan sumber bahan bakar energi yang relatif bersih dan tidak

ber asap,

2. LPG dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan tidak

menimbulkan kotoran sehingga sangat tepat untuk industri keramik, kaca,

dan gelas yang senantiasa membtuhkan bahan bakar yang bersih,

3. LPG menghasilkan pemanasan yang relatif lebih cepat.

4. Mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi sehingga tidak diperlukan lagi

pompa untuk pengalirannya,

5. Tidak mengotori makanan yang dimasak serta tidak menimbulkan bau

pada masakan,

6. Peralatan memasak dan ruangan dapur lebih bersih,

(42)

19

8. LPG mempunyai nilai kalori atau daya pemanasan yang cukup tinggi serta

efisiensi pemanasan yang tinggi pula.

Jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya, LPG masih memiliki daya

pemanasan dan efisiensi apparatus untuk memasak yang lebih besar. Efisiensi

apparatus adalah efisiensi daya serap panas pembakaran terkait dengan peralatan

yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai efisiensi apparatus

beberapa bahan bakar.

Tabel 2.1. Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar

Daya Panas (kalori/kg) Efisiensi Apparatus (persen)

Kayu Bakar 4450 15

Arang 7100 15

Minyak Tanah 11000 40

LPG 11900 60

Sumber : Review Notes 2001, ESDM.

Dari perbandingan diatas, ternyata satu tabung LPG yang bervolume 15

kg, memiliki daya pemanasan sebesar 178.500 kalori dan secara normal bisa

dipakai untuk keperluan memasak selama kurang lebih satu bulan bagi keluarga

sedang dengan dua orang anak (4 orang) di Indonesia. Disamping

kelebihan-kelebihan diatas, Arifin (1998) menyebutkan terdapat juga beberapa hal yang

dirasakan sebagai kekurangan dalam penggunaan LPG, antara lain :

1. Pada tahap awal perlu investasi yang relatif tinggi.

Pada tahap awal penggunaan LPG, seorang konsumen perlu mengeluarkan

biaya-biaya yang antara lain untuk :

- Harga appliances (kompor, water heater, dan lain-lain)

(43)

20

- Harga regulator

- Harga selang sepanjang lebih kurang 2 m dan klem

- Harga isi tabung LPG

- Ongkos pemasangan appliances.

2. Penanganan LPG mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi.

Sebenarnya, kekurangan-kekurangan yang dirasakan oleh seorang

konsumen pengguna LPG tidaklah demikian. Mengapa? Untuk mendapatkan

jawaban, tabel 4 akan menunjukkan perbandingan penggunaan bahan bakar LPG

dan minyak tanah bagi sebuah rumah tangga sedang (4 orang) di Indonesia selama

satu bulan.

Tabel 2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG dengan Minyak Tanah

LPG Minyak Tanah

1. Biaya rutin per bulan* Rp. 50.000,00 1 tabung

3. Kalori per bulan (kal) Kalori tiap rupiahnya (kal/Rp)

178.500 3,296

198.000 3,122

(44)

21

Berdasarkan perbandingan pada Tabel 2.2, ternyata biaya penggunaan

LPG malah lebih murah 9,85 persen dari biaya penggunaan minyak tanah.

Bahkan, efisiensi energi (dalam kalori) yang dihasilkan LPG lebih besar 5,57

persen dari minyak tanah. Dengan kata lain, selama sebulan setiap rupiah yang

dikeluarkan oleh seorang konsumen yang menggunakan LPG dapat menghasilkan

0,174 kalori lebih besar dari konsumen yang menggunakan minyak tanah.

Disamping itu, di zaman yang semakin modern ini perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan perangkat dan cara penanganan

LPG yang lebih menjamin keamanan dan kenyamanan para pemakainya.

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.4.1. Teori Permintaan

Permintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada

berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan juga merupakan

pokok bahasan dalam ekonomi mikro. Meskipun ekonomi mikro analisisnya

bersifat individual, akan tetapi bukan hal yang sederhana dan mudah untuk

mengetahui konsep-konsep dasar permintaan secara individual. Permintaan

individual menggambarkan permintaan orang per orang terhadap suatu barang

tertentu. Gabungan dari seluruh permintaan perorangan tersebut disebut

permintaan pasar. Kurva permintaan pasar didapat dengan menjumlahkan (secara

horizontal) kurva permintaan individu-individu yang ada di pasar, misalnya ada

dua individu (konsumen) di pasar yang membeli suatu barang mempunyai bentuk

(45)

22

Gambar 2.1. Kurva Permintaan Pasar

Sumber : Nicholson, 2001.

Cara mendapatkan kurva permintaan pasar yang diperlihatkan dalam

Gambar 2.1 yaitu untuk individu 1 dengan permintaan sebesar X1* dan individu 2

dengan permintaan sebesar X2*, pada harga yang sama sebesar Px* maka total

permintaan menjadi X* = X1* + X2*. Kurva permintaan pasar terbentuk dari

penjumlahan agregat atas permintaan individu 1 dan individu 2 yang ditunjukkan

oleh titik keseimbangan pasar X*, Px*.

Hukum permintaan berbunyi “pada tingkat harga yang lebih tinggi, jumlah

barang yang diminta akan semakin berkurang atau sebaliknya pada harga yang

lebih rendah, jumlah barang yang diminta akan semakin bertambah dengan

asumsi cateris paribus atau hal-hal lain yang mempengaruhi dianggap konstan”

(Iswardono, 1994). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah yang diminta

berhubungan terbalik (inverse) dengan harga barang tersebut dengan anggapan

bahwa hal-hal lain dianggap konstan pada berbagai kemungkinan harga.

Harga bukan merupakan satu-satunya yang menentukan berapa banyak

masyarakat mau membeli barang-barang dan jasa. Selain harga, permintaan juga

(46)

23

dipengaruhi oleh pendapatan. Misalnya, jika harga barang sesuatu meningkat,

tetapi pendapatan juga meningkat tidak dapat diketahui bagaimana perubahan

jumlah barang yang diminta. Akan tetapi kalau harga konstan dan parameter

non-price juga konstan maka dapat ditentukan arah perubahan jumlah barang yang

diminta.

Ada tiga konsep penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisis

permintaan barang normal. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan

kuantitas yang diinginkan (quantity desired). Ini menunjukkan berapa banyak

barang yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas dasar harga barang tersebut,

harga produk yang berkaitan ( substitusi ), penghasilan suatu rumah tangga, dan

sebagainya. Kedua, jumlah barang yang diinginkan merupakan permintaan

efektif, bukan merupakan harapan kosong. Artinya, jumlah permintaan yang

orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk suatu

barang. Ketiga, jumlah kuantitas barang yang diminta merupakan arus pembelian

yang kontinyu. Oleh karenanya, kuantitas barang tersebut harus dinyatakan dalam

banyaknya kuantitas per satuan waktu. Misalnya, 1 juta ton per hari atau 365 juta

ton per tahun. (Lipsey, et al. 1998)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan akan suatu barang,

diantaranya yaitu harga barang sendiri, pendapatan konsumen, harga terkait baik

yang bersifat substitusi maupun komplementer terhadap barang tersebut, selera

atau kebiasaan konsumen, jumlah penduduk, dan perkiraan harga di masa

(47)

24

1. Perubahan Harga Barang Itu Sendiri

Gambar 2.2. Kurva Permintaan

Perubahan harga barang sendiri akan menyebabkan perubahan jumlah

barang yang diminta dengan asumsi cateris paribus. Ini dicerminkan oleh

pergerakkan pada satu kurva permintaan. Pada Gambar 2.2 nampak adanya

perubahan jumlah barang yang diminta jika terjadi perubahan harga. Perubahan

dari titik A ke B atau ke C disebabkan karena perubahan harga barang itu sendiri.

Ini berarti bahwa setiap kurva permintaan, jumlah barang yang diminta berubah

sebagai akibat dari perubahan harga barang itu sendiri. Semakin tinggi harga suatu

barang, semakin sedikit jumlah barang yang diminta, dan semakin rendah harga

suatu barang semakin banyak jumlah barang yang diminta. Pernyataan ini sering

disebut sebagai hukum permintaan yang berlaku dengan asumsi ceteris paribus.

Hal yang perlu diingat adalah bahwa perubahan harga akan menyebabkan

pergerakan sepanjang kurva permintaan.

Jumlah (Unit) C

A

B P1

P0

P2

Q2 Q0 Q1

(48)

25

2. Pendapatan Konsumen

Adanya perubahan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan

menimbulkan terjadinya perubahan permintaan yang ditunjukkan oleh

bergesernya kurva permintaan ke kanan atau ke kiri.

Gambar 2.3 Perubahan Permintaan

Dalam Gambar 2.3 diatas, nampak bahwa kurva permintaan mula-mula

adalah DD, kemudian berubah menjadi D1D1 dan D2D2. Perubahan ini yang

disebut sebagai perubahan permintaan. Permintaan bertambah (meningkat)

dicerminkan oleh D1D1 dan permintaan berkurang (menurun) ditunjukkan oleh

D2D2.

Oleh karena itu, kenaikan pendapatan cenderung meningkatkan

permintaan. Ini berarti bahwa kurva permintaan menunjukkan kuantitas (jumlah)

yang diminta lebih besar pada setiap harga yang sama. Sehingga kenaikan

pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekanan (DD ke D1D1) dan

sebaliknya menurunnya pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekiri (DD

ke D2D2). Kenaikan permintaan mungkin disebabkan meningkatnya pendapatan

HARGA RP

JUMLAH (UNIT) 0

D1

D

D2

(49)

26

dan sebaliknya menurunnya permintaan karena menurunnya pendapatan. Ini

berarti ada hubungan positif antara pendapatan dengan permintaan.

Perubahan pada variabel pendapatan rumah tangga akan menyebabkan

terjadinya perubahan konsumsi atau permintaan tehadap barang-barang lainnya.

Misalkan suatu rumah tangga menerima pendapatan yang lebih besar, maka dapat

diperkirakan bahwa rumah tangga tersebut akan mengkonsumsi lebih banyak

barang, pada kondisi harga barang tersebut tetap. Akibatnya secara keseluruhan

untuk pasar dapat diperkirakan bahwa jumlah barang yang diminta akan lebih

banyak daripada permintaan sebelumnya atas barang tersebut pada tingkat harga

yang sama.

Permintaan atas suatu barang, biasanya akan meningkat apabila variabel

pendapatan juga mengalami peningkatan. Barang seperti ini disebut barang

normal. Namun, dalam praktek keseharian bisa saja yang terjadi merupakan

kebalikannya yaitu jika pendapatan mengalami peningkatan tetapi permintaan atas

suatu barang justru mengalami penurunan. Barang seperti ini disebut sebagai

barang inferior. (Nicholson, 2001)

3. Harga Barang Terkait : Substitusi dan Komplementer

Adanya perubahan harga barang lain juga akan menyebabkan perubahan

permintaan. Dalam menggambarkan kurva permintaan selalu dianggap bahwa

harga barang itu sendiri yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta

sedangkan harga barang terkait (prices of related goods) dianggap konstan.

Ada dua macam barang terkait yaitu barang substitusi dan barang

(50)

27

kaitannya dengan perubahan harga terhadap permintaan akan sesuatu barang.

Misalnya, ada 2 (dua) barang X dan Y. Jika barang X dan barang Y substitusi,

maka jika harga barang Y turun dan harga barang X tetap, kurva permintaan

barang X akan bergeser kekiri atau ada penurunan permintaan. Contohnya: LPG

dan minyak tanah. Dengan perkataan lain hubungannya positif artinya kenaikan

harga minyak tanah (barang Y) cenderung meningkatkan permintaan LPG (barang

X) dan sebaliknya. Sedangkan jika barang X dan barang Y komplementer, maka

hubungannya negatif. Ini berarti bahwa jika harga barang Y naik cenderung akan

menurunkan permintaan akan barang X,dan sebaliknya. Contohnya kompor gas

dengan LPG. Jika harga kompor gas meningkat maka permintaan LPG akan

menurun, dan sebaliknya kalau harga kompor gas menurun maka permintaan atas

LPG meningkat.

Untuk variabel harga barang terkait (substitusi maupun komplementer),

perubahannya akan mengakibatkan perubahan terhadap konsumsi suatu barang.

Kenaikan harga barang substitusi dari suatu barang akan menyebabkan konsumsi

terhadap barang tersebut mengalami peningkatan, sedangkan kenaikan harga

barang komplemennya akan menyebabkan konsumsi terhadap barang tersebut

mengalami penurunan.

4. Selera atau Kebiasaan Konsumen

Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang.

Misalnya, selera wanita berubah, tidak menyukai rok mini lagi, ini akan berakibat

(51)

28

kalau selera wanita terhadap rok mini meningkat maka kurva permintaan rok mini

akan bergeser kekanan atas.

Para ekonom tidak banyak membicarakan peranan selera pada perubahan

permintaan. Hal ini disebabkan karena para ekonom tidak mampu mendefinisikan

dan memberi tolak ukur terhadap selera serta tidak menjelaskan faktor-faktor apa

yang menentukan selera. Ringkasnya, karena ada kesulitan dalam pengukuran dan

teori tentang perubahan selera maka dianggap bahwa selera konstan, walaupun

sebenarnya tidak, khususnya kalau ada pengenalan produk baru di pasar

(Iswardono, 1994).

5. Jumlah Penduduk

Pertumbuhan penduduk (populasi) merupakan deret geometri (ukur)

sedangkan pertumbuhan pangan adalah merupakan deret aritmetika (hitung).

Artinya adalah bahwa pertumbuhan pangan tidak sebanding dengan pertumbuhan

penduduk yang pesat. Semakin banyak jumalah penduduk maka pangan yang

dibutuhkan untuk bertahan hidup akan semakin meningkat pesat (permintaan

pangan meningkat) sedangkan persediaan pangan relatif meningkat secara

perlahan. Kelemahan teori ini kurang memperhitungkan faktor teknologi dalam

proses peningkatan produktivitas.

6. Ekspektasi di Masa Mendatang

Theory of Rational Expectation atau teori perkiraan yang rasional

menyatakan bahwa masyarakat umumnya berperilaku berjaga-jaga dalam

mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. Artinya adalah

(52)

29

mempengaruhi situasi saat ini. Sebagai contoh harga suatu barang yang

diperkirakan akan naik di masa yang akan datang yang disebabkan oleh berbagai

faktor seperti kondisi makroekonomi dan politik yang kurang stabil maka

masyarakat akan menambah stok sebagai persediaan di masa yang akan datang.

Keadaaan ini mendorong masyarakat untuk membeli lebih banyak saat ini guna

menghemat belanja di masa yang akan datang. Apabila kita memperkiraan bahwa

harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang itu sekarang.

Keadaaan ini mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna

menghemat belanja di masa mendatang. (Mishkin, 2000)

Dalam analisis ekonomi atas pemintaan suatu barang, variabel-variabel

yang diperhitungkan biasanya adalah variabel-variabel yang pengaruhnya besar

dan mempengaruhi permintaan secara langsung. Dalam hal ini variabel-variabel

yang dianggap mempengaruhi permintaaan atas suatu barang adalah harga barang

itu sendiri, harga barang lain atau substitusi, dan pendapatan. (Rahardja dan

Manurung, 2002 )

Dari apa yang disebutkan diatas, fungsi permintaan dapat disusun sebagai

berikut :

Dx = f(Px, Py, I, Pref, Pop, Expect )

Dimana :

Dx = permintaan atas barang x,

Px = harga dari barang x ( bernilai negatif ),

Py = harga barang lain atau substitusi ( dapat bernilai positif / negatif ),

(53)

30

Pref = preferensi / selera konsumen,

Pop = jumlah penduduk,

Expect = Ekspektasi di masa yang akan datang.

Tanda-tanda positif atau negatif dari suatu permintaan secara teori

ekonomi merupakan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel tak bebas

yang mempengaruhi permintaan. Dari persamaan diatas, maka dapat ditulis

persamaan matematis ∂Dx/∂Px <0( jika harga barang x naik, maka permintaan

atas barang x akan turun, begitu juga sebaliknya ), ∂Dx/∂Py >0 ( jika harga

barang substitusi y naik, maka permintaan atas barang x akan naik, begitu juga

sebaliknya ), ∂Dx/∂I >0( jika pendapatan per kapita naik, maka permintaan atas

barang x akan naik, dan sebaliknya ).

Persamaan diatas menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel bebas

dengan variabel tak bebas secara teori ekonomi dengan asumsi barang normal.

Diluar asumsi tersebut, akan terjadi penyimpangan pola hubungan.

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared)

Metode regresi OLS dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli

matematika berkebangsaan Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode

regresi OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang

membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang dapat diandalkan dan

(54)

31

Menurut Gujarati (1999), metode kuadrat terkecil linear biasa (OLS /

Ordinary Least Square) dapat digunakan jika asumsi-asumsi berikut dapat

dipenuhi :

1. Variasi unsur sisa menyebar normal,

2. Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol,

3. Ragam merupakan bilangan konstan (asumsi homoskedastisitas),

4. Tidak ada korelasi diri (asumsi autokorelasi),

5. Tidak ada linear sempurna antar peubah bebas (asumsi multikolinearitas).

Persamaan dasar permintaan yang sudah diregresi adalah :

Yi = b0 + b1Xi+ µi

Dimana Yi merupakan variabel tak bebas dari variabel bebas Xi. Xi

merupakan variabel bebas untuk input ke-i, dimana i = 1, 2, ...,dan seterusnya,

sehingga jika dimisalkan i = 1 adalah tenaga kerja, maka X1 = Variabel jumlah

input tenaga kerja, dan begitu juga seterusnya.

OLS cenderung akan mendekati distribusi normal apabila sampel semakin

besar yaitu n mendekati ∞ sehingga akan menghasilkan varian unsur sisa yang

menyebar normal dan nilai rata-rata unsur sisa sama dengan nol. Secara

operasional dapat dituliskan sebagai Ui ∞ N(0,r) dengan nilai rata-rata Ui sama

dengan nol (E(Ui) = 0), nilai varian Ui sama dengan r2 (E(Ui) = r2), dan nilai

kovarian Ui dan Uj sama dengan nol (∑(Ui,Uj) = 0, i ≠j). Dengan dipenuhinya

asumsi tersebut, maka koefisien atau parameter yang diperoleh merupakan

penduga linier terbaik yang tidak bias atau Blue Linier Unbiased Estimator

(55)

32

Untuk memenuhi syarat terjadinya sama (homo) dan penyebaran

(scedasticity) makaragam varians dari Ui adalah suatu angka konstan yang positif

yang sama dengan σ2. Secara operasional dapat dituliskan sebagai Ui = E[Ui –

E(Ui)]2 =

σ

2.Asumsi tidak terjadinya autokorelasi dapat terpenuhi apabila

kovarian Ui dan Uj menghasilkan nilai nol dengan i dan j yang berbeda. Secara

operasional hal ini dapat ditulis sebagai : cov (Ui,Uj) = E[Ui – E(Ui)][Uj – E(Uj)]

= E(Ui,Uj) = 0, dimana i ≠j. Jika asumsi ini terpenuhi, maka keragaman data

menunjukkan ragam yang konstan sehingga asumsi homoskedastisitas Gujarati

(1999) terpenuhi dan OLS dapat digunakan sebagai pengolah data.

Asumsi tidak terjadinya multikolinieritas berarti menunjukkan bahwa

gangguan Ui dan variabel yang menjelaskan Xi tidak saling berkorelasi. Jika X

dan U memiliki pengaruh yang terpisah atas Y maka kalau X dan U berkorelasi

secara positif, X meningkat pada saat U meningkat dan menurun pada saat U

turun. Demikian juga sebaliknya, jika X dan U berkorelasi secara negatif maka X

meningkat pada saat U menurun dan menurun saat U naik. Secara operasional

dapat dituliskan sebagai : cov (Ui,Xi) = [Xi – E(Xi)]E[Ui – E(Ui)] = 0. Jika

asumsi ini terpenuhi, maka tidak tedapat linier sempurna antar variabel bebas

yang digunakan sebagai peubah. Atau dengan kata lain, karena tidak terdapat

multikolinieritas antar variabel maka OLS dapat digunakan.

2.3. Tinjauan Empiris Penelitian Noegroho (1985)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana elastisitas permintaan

(56)

33

memasak. Persamaan penelitian Noegroho dengan penelitian ini adalah konsep

yang dianalisis yaitu produk energi. Hanya saja penelitian Noegroho menganalisis

minyak tanah dengan listrik sebagai produk substitusinya, sedangkan penelitian

ini menganalisis LPG dan minyak tanah dan listrik sebagai substitusinya.

Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini berbeda dengan

penelitian Noegroho. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi

permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda biasa dan

memasukkan minyak tanah dan listrik untuk melihat keterkaitannya sebagai

sumber energi yang sama-sama dapat digunakan untuk memasak. Minyak tanah

dimasukkan sebagai variabel substitusi karena kegunaannya yang sangat dekat

dengan LPG, sedangkan listrik dimasukkan sebagai variabel substitusi karena

sama-sama mensyaratkan penggunaan peralatan dengan teknologi baru.

Penelitian Rivai (1991)

Tujuan utama penelitian yang dilakukan olah Rivai adalah untuk

menjelaskan proses perkembangan permintaan avtur sebagai bahan bakar pada

industri penerbangan (airlines) sebagai hasil dari perubahan dalam teknik

produksi, penyerapan tenaga kerja, dan produktivitas kerja. Dalam penelitiannya

Rivai menggunakan model fungsi produksi CES (Constant Elasticity of

Substitution) dan Cobb-Douglas.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada industri penerbangan

menggunakan teknik produksi yang padat modal, dengan orientasi biaya atas

penggunaan avtur yang sangat besar, sehingga peranan penggunaan avtur sebagai

(57)

34

Rivai ingin menunjukkan bahwa elastisitas output terhadap modal adalah lebih

besar daripada elastisitas output tenaga kerja.

Persamaan antara penelitian Rivai dengan analisis dalam skripsi ini

terletak hanya pada analisis Rivai mengenai proses perkembangan permintaan

produk bahan bakar. Sedangkan untuk produk maupun model yang digunakan

sangatlah berbeda.

Penelitian Koshal (1998)

Penelitian ini melakukan peramalan fungsi permintaan produk energi,

dalam hal ini minyak tanah dengan menggunakan data time series Indonesia untuk

periode 1957-1992. Model dasar yang digunakan Koshal mengasumsikan bahwa

jumlah konsumsi minyak tanah yang direncanakan dipengaruhi oleh harga minyak

tanah, tarif listrik sebagai barang substitusi, dan pendapatan per kapita. Koshal

melakukan pengujian-pengujian khusus, mengingat data yang digunakan bersifat

time series yang dikhawatirkan memiliki sifat-sifat yang menyalahi asumsi dasar

OLS. Tes Dickey-Fuller unit root yang dilakukan menghasilkan kesimpulan

bahwa semua seri data yang digunakan bersifat stasioner. Oleh karena itulah

dilakukan pengujian lebih lanjut, yaitu multivariate cointegration test untuk

melihat apakah masing-masing seri yang tidak stasioner itu saling berintegrasi

satu sama lain (cointegrated).

Penelitian Koshal memiliki kesamaan kelompok produk yang dianalisis

yaitu produk energi dan penggunaan analisis regresi linear dengan penelitian ini,

namun produk yang dianalisis dan regresi linear yang digunakan berbeda. Dalam

(58)

35

digunakan adalah analisis regresi linear biasa. Sedangkan dalam penelitian

Koshal, produk yang dianalisis adalah minyak tanah dengan produk substitusinya

listrik dan analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logaritmik.

Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini memiliki perbedaan dari

penelitian yang dilakukan oleh Koshal. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor

yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda

dan memasukkan minyak tanah dan listrik dalam variabel substitusinya untuk

melihat keterkaitannya sebagai bahan bakar yang sama-sama digunakan untuk

memasak oleh rumah tangga.

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Teori permintaan dalam ekonomi mikro menjelaskan bahwa permintaan

dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang substitusi, dan tingkat

pendapatan. Oleh karena itu, dalam kasus ini penulis ingin melihat apakah

permintaan LPG di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut diatas.

Permintaan LPG di Indonesia, menurut teori ekonomi mikro dipengaruhi

oleh harga LPG di Indonesia, harga produk substitusi LPG yang dalam hal ini

merupakan harga minyak tanah dan tarif listrik di Indonesia, serta pendapatan per

kapita masyarakat Indonesia. Penulis memasukkan harga minyak tanah dan tarif

listrik sebagai faktor harga produk substitusi LPG karena minyak tanah dan listrik

memiliki kesamaan fungsi dengan LPG sebagai sarana bagi rumah tangga untuk

(59)

36

di Indonesia dan juga faktor krisis ekonomi yang dapat mempengaruhi permintaan

LPG di Indonesia.

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Permintaan BBM, disamping dipengaruhi oleh harga, juga dipengaruhi

oleh faktor usaha peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi. Secara

keseluruhan, besarnya jumlah konsumen yang meningkat dengan pesat dan

teknologi yang menggunakan bahan energi tersebut. Akibat permintaan yang

meningkat dengan pesat, timbul masalah dalam pengadaannya yang menyebabkan 1. Harga LPG

2. Harga Minyak Tanah 3. Tarif Listrik

4. Konsumsi LPG sebelumnya/Trend 5. Krisis Ekonomi (dummy)

Faktor yang mempengaruhi konsumsi LPG sebagai Bahan Bakar Alternatif untuk Memasak dalam Rumah Tangga

Permintaan LPG

Faktor Dominan

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah        Tangga di Indonesia Tahun 1980 - 2005 (%)
Tabel 2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG dengan Minyak Tanah
Gambar 2.1. Kurva Permintaan Pasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Standard emas untuk diagnosa TBC adalah kultur Mycobacterium tuberculosis pada berbagai spesimen karena jauh lebih sensitif dibandingkan mikroskopis, tetapi memerlukan

19 Urusan Wajib Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri. Organisasi

islami dan melatih pribadi siswa untuk giat mengerjakan kewajibannya sebagai seorang muslim yang taat. Alur dari modeling dimulai dari memaparkan dari sebuah cerita

Hasil penelitian asosiasi pedagang buku bekas lapangan merdeka menunjukan para pedagang dari asosiasi P2BLM sangat terbebani dengan adanya kebijakan pembangunan yang

Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Penurunan yang tidak seragam

1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama, atau dengan kata lain data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti secara langsung, seperti

Dengan kata lain, berapapun jumlah anggota Dewan Komisaris, komposisi Komisaris Independen, dan porsi kepemilikan Blockholder dalam suatu perusahaan tidak mendorong

Tingkat pelayanan tersebut memiliki arti ruang pada segmen I memberikan kebebeasan pejalan kaki untuk berdiri dan bergerak sesuai yang diinginkan tanpa menggangu pejalan