• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KELEMBAGAAN DALAM MENINGKATKAN

KREATIVITAS DAN INOVASI PETANI PADA

INTEGRATED

FARMING SYSTEM

DI GAPOKTAN SILIH ASIH,

JAWA BARAT

DIANA LESTARI NINGSIH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Diana Lestari Ningsih

(4)

ABSTRAK

DIANA LESTARI NINGSIH. Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Kreativitas dan inovasi adalah kunci kewirausahaan. Berfikir kreatif merupakan awal terciptanya inovasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi penemuan baru serta mampu memberikan manfaat finansial maupun nonfinansial. Gapoktan Silih Asih merupakan kelembagaan yang menerapkan sistem pertanian terintegrasi. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi proses berfikir kreatif, menganalisis inovasi pada sistem pertanian terintegrasi, menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat inovasi, menganalisis hubungan karakteristik petani dengan adopsi inovasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses penciptaan nilai tidak dapat memenuhi tujuh tahapan proses berfikir kreatif tanpa adanya peran utama dari tim kreatif, gapoktan, MPM, dam poktan. (2) Sistem pertanian terintegrasi yang diterapkan oleh Gapoktan Silih Asih mempunyai inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi teknologi yang memiliki interpretasi sangat kuat dan telah mengarah pada sistem pertanian tekno ekologis. Hal ini ditunjukkan dengan indikator ciri pembentuk model pertanian tekno ekologis yaitu keragaman, pola integratif, orientasi pemanfaatan sumber daya lokal, dan ramah lingkungan dengan indikator nilai skor inovasi lebih dari 81%, (3) Tingkat inovasi yang ada pada sistem pertanian terintegrasi di Gapoktan Silih Asih sangat dipengaruhi oleh tiga sumber inovasi yakni poktan sebesar 4.53, PPL dan lembaga pemerintah sebesar 3.33, dan lembaga penelitian sebesar 2.73. (4) Karakteristik petani pada pertanian terintegrasi di Gapoktan Silih Asih yang memiliki hubungan dengan adopsi inovasi adalah usia, pendidikan, luas lahan, dan pengalaman menjadi anggota Gapoktan.

Kata kunci: inovasi, kreativitas, pertanian terintegrasi

ABSTRACT

DIANA LESTARI NINGSIH. The Institutional Roles in Improving Farmer’s Creativity and Innovation in The System of integrated farming in Gapoktan Silih Asih, West Java. Supervised by AMZUL RIFIN.

Creativity and innovation are keys of entrepreneurship. Creative thinking is the starting point in achieving innovations which is potential to be developed into a new invention, and also able to provide financial or non-financial benefits. Gapoktan Silih Asih is an institution which has applied integrated farming system. The purpose of the research is to identify the process of creative thinking, to analyze innovation of applied integrated farming system, to analyze the factors which affect the rate of innovation, and to analyze the

relationship between farmers’ characteristics and adoption of innovations. The results showed that: (1) The process of creating value which is exist in the integrated farming system could not fulfil seven cycles of creative thinking process without the existence of the roles from creative team, gapoktan, MPM, and poktan, (2) The integrated farming system which implemented by gapoktan has innnovation of product, process and also technology that has extremely interpretation and has lead to the eco techno farming. It is showed in the indicator charateristics of diversification, integrated model, orientation of local resource, and eco friendly with the indicator of innovation mark more than 81%, (3) The level of innovation in the integrated farming extremely influenced by three core innovation sources namely poktan the mark is 4,53, PPL and social institution the mark is 3.33, research institution the mark is 2.73, (4) the characteristics of farmers that have a correlation with the adoption of innovation are age, education, land area, and the experience of being a member of the gapoktan.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PERAN KELEMBAGAAN DALAM MENINGKATKAN

KREATIVITAS DAN INOVASI PETANI PADA

INTEGRATED

FARMING SYSTEM

DI GAPOKTAN SILIH ASIH,

JAWA BARAT

DIANA LESTARI NINGSIH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat

Nama : Diana Lestari Ningsih

NIM : H34090075

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini bertema tentang Kewirausahaan Agribisnis yang dilaksanakan selama bulan Februari sampai Maret 2013, dengan judul Peran Kelembagaan dalam Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Petani pada Integrated Farming System di Gapoktan Silih Asih, Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amzul Rifin, SP, MA sebagai pembimbing skripsi serta Ir. Lukman M Baga. MA,Ec, yang telah memberikan banyak ide, saran, bimbingan, motivasi, dan perhatian yang berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis yang telah membimbing mahasiswa Fast Track serta sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Terimakasih kepada Anita Primaswari Widhiani, SP, Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan banyak masukan bagi penyempurnaan skripsi ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Joko Purwono, MS yang senantiasa membimbing penulis sebagai wali akademik. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh civitas departemen Agribisnis dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penghargaan juga disampaikan kepada H. Ahmad Jakaria, Sukri, Harry Kuswara, Eddi Darma yang telah bersedia mendampingi dan memberikan informasi yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung. Terimakasih pula kepada petani yang tersebar dalam keanggotaan pada Gapoktan Silih Asih dan telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, doa, dan semangat penuh dari keluarga, khususnya Ibunda, Ayah, dan kakak, serta keluarga besar. Penghargaan kepada donator Beasiswa PPA IPB, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BU BPKLN) yang memberikan kesempatan beasiswa bagi program Fast Track S2. Penulis juga mengucapkan mohon maaf dan terimakasih setulus hati untuk teman-teman Agribisnis terutama bagi kakak-kakak satu angkatan Magister Sains Agribisnis Pascasarjana MSA 3, teman-teman seperjuangan Fast Track Sinergi S1 S2 Agribisnis Angkatan 46, serta keluarga besar agribisnis angkatan 46, khususnya teman-teman satu bimbingan, saudara di UKM KARATE IPB, Sharia Economic Student Club (SES-C FEM IPB), TEATER FAMOUS, Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA), Wahana Telisik Ruang Apresiasi Seni dan Sastra (RASSA), serta OMDA PERMADI.

Semoga skripsi ini mampu memberikan inspirasi, semangat, pandangan baru, wawasan, barokah dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa khususnya bagi pertanian Indonesia. Insyaallah amin Ya Rabbal alamin

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Kreativitas dan Inovasi Kunci Kewirausahaan 8

Hubungan Karakteristik Petani dengan Keputusan Melakukan Inovasi 10

Sumber Inovasi dan Implikasi Terhadap Inovasi 10

Innovation Performance sebagai Ukuran Pencapaian Inovasi 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Jenis dan Sumber Data 27

Metode Penarikan Sampel 27

Metode Pengumpulan Data 28

Metode Pengolahan dan Analisis Data 28

Analisis Non Parametrik Deskriptif 28

Analisis Korelasi Rank Spearman 29

Uji Validitas dan Reliabilitas 30

HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Identifikasi Penciptaan Nilai melalui Proses Berfikir Kreatif 31 Analisis Inovasi pada Sistem Integrated Farming 33 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Inovasi 39 Hubungan Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi 63 Peran Gapoktan dalam Membentuk Karakter Agricultural Entrepreneur 74

SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 75

(10)

RIWAYAT HIDUP 85

DAFTAR TABEL

1 Jumlah penduduk miskin indonesia tahun 2010-11 1

2 Konsep ciri pembentuk model terintegrasi 13

3 Konsep tahapan berfikir kreatif 16

4 Aktualisasi proses berfikir kreatif 32

5 Hasil perhitungan skor inovasi pada integrated farming 38

6 Tingkat pencapaian inovasi petani 46

7 Skor nilai adopsi inovasi 50

8 Skor nilai inovasi hasil sendiri 54

9 Skor nilai inovasi lingkup percobaan 55

10 Nilai skor sumber inovasi 57

11 Sebaran responden menurut umur 64

12 Hasil analisis korelasi umur dan adopsi inovasi 64 13 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan 66 14 Hasil analisis korelasi pendidikan dan adopsi inovasi 67

15 Sebaran responden menurut luas lahan 68

16 Hasil analisis korelasi luas lahan dan adopsi inovasi 68 17 Sebaran responden menurut pengalaman usahatani 70 18 Hasil analisis korelasi pengalaman usahatani dengan

gapoktan dan adopsi inovasi 70

19 Sebaran responden menurut pengalaman bergabung 72 20 Hasil analisis korelasi pengalaman bergabung dengan

gapoktan dan adopsi inovasi 72

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan entrepreneur Indonesia 2010-1012 2

2 Konsep alur berfikir kreatif 17

3 Lingkup penelitian 24

4 Kerangka pemikiran operasional 26

5 Hasil identifikasi proses berfikir kreatif 31

6 Pola integrasi kompleks-teknologi maju Gapoktan Silih Asih 35 7 Ragam integrasi usahatani sistem integrated farming 40

8 Jumlah sebaran ragam komoditas usahatani 41

9 Perubahan hasil keputusan adopsi inovasi 42

10 Inovasi perlakuan pasca panen 42

11 Sebaran Inovasi pasar 43

(11)

13 Sebaran tingkat kebaharuan inovasi 45

14 Sebaran adopsi inovasi 48

15 Sebaran inovasi hasil sendiri 51

16 Sebaran lingkup percobaan 54

17 Sumber inovasi penyedia input 58

18 Sumber inovasi lembaga penelitian, pembeli, PPL 59

19 Sumber inovasi LSM, media masa, poktan 61

20 Arsitektur Inovasi Pertanian 86

DAFTAR LAMPIRAN

1 Inovasi Integrated Farming System Berbasis Tekno Ekologis 79

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari kegiatan usahatani. Potensi sumberdaya alam Indonesia besar, didukung iklim tropis serta kekayaan plasma nutfah memberikan harapan untuk membangun bangsa menjadi lebih makmur dan sejahtera. Namun, pada kenyataannya, hingga kini pernyataan tersebut belum dapat dibuktikan. Pendapatan petani masih rendah, tingkat kesejahteraan keluarga petani pun masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan para pekerja di bidang industri, perdagangan, maupun pariwisata. Tingkat pendapatan usahatani yang rendah menyebabkan semakin menurunnya minat usahatani di kalangan generasi muda (Guntoro 2012). Hal ini dikarenakan pertanian masih dianalogikan dengan pekerjaan yang kotor, terbelakang, tradisional dengan pendapatan yang rendah. Petani memiliki peluang untuk menjadi wirausaha di bidang agribisnis, terutama dalam penguasaan sumber daya dan aktivitas dalam sub sistem hulu, namun mayoritas berada pada skala usahatani dalam lingkup yang kecil.

Potensi kekayaan alam dan sumberdaya yang dimiliki Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan rakyat secara adil dan merata. Hal ini diperkuat dengan fakta yang menunjukkan bahwa kemiskinan terbesar berada di tingkat petani. Berikut disajikan data penduduk miskin di Indonesia.

Tabel 1Jumlah penduduk miskin (ribu) di Indonesia tahun 2010-2011

tahun Kota Desa Kota Desa

2010 11.097,80 19.925,60 31.023,40

2011 11.046,75 18.972,18 30.018,93

Sumber: Badan Pusat Statistika 2012.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat, bahwa kemiskinan paling besar terjadi di daerah perdesaan. Tingginya angka kemiskinan setiap tahun merupakan salah satu indikator lemahnya daya saing negara di pentas nasional dan internasional. Permasalahan kemiskinan di daerah perdesaan maupun di perkotaan memiliki implikasi hubungan dengan sistem pertanian Indonesia. Hubungan ini dijelaskan oleh Iskandar (2006) bahwa lebih dari 60% penduduk Indonesia yang hidup di sektor petanian dan berdiam di perdesaan merupakan masyarakat berpendapatan rendah, sehingga golongan inilah yang seharusnya menjadi sentra pembangunan, terutama dalam pengarahan investasi.

(14)

Daya saing ekonomi suatu negara akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Setelah pada tahun 2011 turun dua peringkat, menurut laporan terbaru Global Competitiveness 2012-2013 World Economic Forum (WEF), daya saing perekonomian Indonesia turun empat level yakni berada diurutan ke-50 dari 144 negara. Peringkat tersebut jauh tertinggal daripada Malaysia yang menduduki peringkat ke-25, Brunei Darussalam ke-28, China ke-29, dan Thailand ke-38. Menurunnya daya saing perekonomian dalam negeri merupakan cerminan dari minimnya jumlah entrepreneur berkualitas di negeri berpenduduk 250 juta jiwa negeri ini1. Padahal menurut data Kementrian Koperasi dan UMKM, selama dua tahun terakhir jumlah wirausaha muda Indonesia meningkat drastis (Gambar 1).

Gambar 1 Pertumbuhan entrepreneur Indonesia periode 2010-2012 Sumber: Kementrian Koperasi dan UMKM 2012

Seiring dengan perkembangan globalisasi yang memberikan kemudahan transfer informasi, serta kemajuan dunia yang semakin pesat di berbagai bidang bisnis (fesyen, hiburan, keuangan, teknologi) mampu mencetak generasi wirausaha baru secara bertahap dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan wirausaha ini mayoritas adalah wirausaha yang bergerak di bidang non agribisnis. Produk pertanian yang memiliki karakteristik bulky,voluminous,dan perishable semakin dituntut agar mampu menyesuaikan permintaan pasar yang semakin bervariasi. Semakin berkembangnya akses terhadap informasi dan teknologi seharusnya mampu mendukung sektor pertanian menjadi sektor bisnis yang berdaya saing melalui produk-produk agribisnis yang memiliki nilai tambah dan nilai jual yang tinggi. Namun, sebagian besar petani memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap risiko, kemampuan manajemen dan pendidikan yang relatif rendah, human capital yang rendah, pengaruh pengalaman usahatani, serta pengalaman dalam sebuah organisasi sangat mempengaruhi proses penyerapan informasi akan inovasi dan penerapan teknologi yang ada dilingkungan mereka. Perbedaan karakteristik para petani inilah yang akan memberikan pengaruh dalam adopsi inovasi yang dilakukan.

Mayoritas pelaku kewirausahaan yang muncul di dunia bisnis saat ini adalah aktivitas bisnis di bidang non agribisnis. Menurut hasil survei, yang diselenggarakan oleh Litbang Kompas pada tanggal 15-16 September 2012 usaha fashion dan makanan menempati urutan pertama bagi kalangan muda (kelompok usia 17-30 tahun). Hal ini menunjukkan para generasi muda lebih berminat menjalankan usahanya di bidang fesyen dan makanan, sesuai dengan pandangan mereka pada gaya hidup modern. Kecil kemungkinan para pemuda yang

1

Muthohirin, nafi. 2012. Pemerintah Tebar Embrio Wirausaha. Seputar Indonesia. Edisi Senin, 5 November 2012.

0 0.5 1 1.5 2

2010 2011 2012

0.18%

0.24%

(15)

berkeingainan untuk mengelola usaha di bidang pertanian secara langsung, hal ini dikarenakan tingkat risiko dan ketidakpastian yang mungkin timbul pada bisnis pertanian masih tinggi bila dibandingkan dengan bisnis-bisnis yang lain.

Tingkat partisipasi dan ketertarikan para generasi muda saat ini untuk terjun ke dunia bisnis di bidang pertanian pun semakin menurun, terbukti pada berbagai penyedia layanan pendidikan yang masih mengesampingkan kurikulum atau mata pelajaran pertanian. Bahkan materi pelajaran yang memiliki keterkaitan dengan kewirausahaan di tingkat SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi masih jarang ditemukan. Sebaliknya, potensi dan peluang pengembangan agribisnis sebagai faktor penggerak dan pendorong munculnya para calon agricultural enrepreneur masih sedikit. Sangat bertolak belakang dengan karakteristik perekonomian yang mayoritas melingkupi aktivitas bisnis di hampir seluruh wilayah Indonesia yakni bercorak agraris. Perlu dukungan dari kementrian pendidikan untuk memberikan kurikulum pendidikan tentang kewirausahaan dan pengetahuan tentang pertanian sejak dini, hal ini bertujuan untuk mengembangkan daya pikir dan kreativitas para generasi muda untuk berpartisipasi dalam sektor pertanian.

Bila dibandingkan pertumbuhan kewirausahaan dengan negara berkembang lain, Indonesia masih mengalami ketertinggalan. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UMKM (2012) selama dua tahun terakhir, jumlah wirausaha Indonesia meningkat drastis yakni dari 0.24% (2011) menjadi 1.56% (2012). Beberapa kementrian seperti Kemendikbud dan Kemenkop telah berpartisipasi memberikan program untuk mendorong peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia, seperti pada program menggencarkan kurikulum berbasis entrepreneurship di berbagai perguruan tinggi, mengadakan seminar, TPK (Tempat Pelatihan Keterampilan Usaha), serta pembiayaan bisnis. Potensi dan program pengembangan yang semakin gencar dilakukan untuk meningkatkan embrio-embrio wirausaha muda di Indonesia tidak akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan secara nyata di kalangan petani (pada umumnya), walaupun tidak dapat di pungkiri terdapat peluang besar untuk mengurangi pengangguran. Alangkah lebih bijaksana bila program dan pengembangan wirausaha lebih diarahkan kepada sektor pertanian karena mengingat potensi dan sumber daya alam kita adalah pertanian (perkebunan, perikanan, dan kehutanan) yang secara langsung menjadi pondasi ekonomi sosial dan daya saing bangsa Indonesia.

(16)

Iklim tropis dan kekayaan plasma nutfah yang dimiliki oleh Indonesia menjadi salah satu keunggulan tersendiri untuk mengembangkan prospek agribisnis baik pada sub sistem hulu hingga hilir. Pernyataan ini didukung oleh Subiyanto (2012) bahwa sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja terbanyak serta mampu mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat, satu hektar kegiatan agribisnis mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi empat hingga dua belas orang baik dalam sub sektor on farm maupun sub sektor off farm melalui turunan kegiatan agribisnisnya. Pertanian mempunyai cakupan kegiatan aktivitas bisnis yang luas dengan peluang potensi bisnis yang masih dapat terus dikembangkan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Sudibyo (2012) bahwa pertanian bukanlah kegiatan ekonomi biasa melainkan sebagai sektor utama, sektor strategis yang bisa mengatasi masalah krusial bangsa Indonesia. Pertama, mengatasi ketersediaan pangan dan ketahanan pangan. Kedua, mampu menyerap tenaga kerja serta menghilangkan pengangguran. Ketiga, menghilangkan kemiskinan karena mampu memberdayakan sumberdaya manusia. Namun, pada kenyataannya kekayaan potensial yang dimiliki Indonesia belum diikuti dengan perkembangan kesejahteraan dan pendapatan para petani secara signifikan.

Indonesia harus mampu mengoptimalkan potensi sektor pertanian dengan strategi baru agar mampu bertahan di tengah gelombang perubahan globalisasi dan daya saing dunia. Pernyataan ini diperkuat bahwa semakin majunya era modernisasi di berbagai negara dengan beragam sektor bisnisnya (informasi, manajemen, teknologi) akan selalu membutuhkan sektor pertanian, terutama sebagai sumber pangan dan bahan baku industri. Oleh karena itu, penting mengelola pertanian dan mempertahankan daya saing negara dengan menggali peluang bisnis pertanian melalui aktivitas kewirausahaan yang kreatif. Pernyataan ini juga di dukung oleh Iskandar (2006) bahwa para pakar, peneliti, profesor, praktisi, birokrat dan pengamat harus turun tangan bersama untuk menyiasati strategi pembangunan ke depan, mencari dan menemukan teknologi, serta inovasi untuk menciptakan sistem pertanian yang modern dan kreatif.

Upaya mencetak generasi wirausaha di bidang pertanian perlu terus di tingkatkan. Agricultural entrepreneur menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran. Pengembangan aktivitas kewirausahaan di bidang pertanian merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan dan didukung oleh berbagai pihak, karena pada dasarnya dampaknya akan berkorelasi positif dengan arah dan kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Pengembangan aktivitas kewirausahaan bagi negara kepulauan ini seharusnya difokuskan pada sektor pertanian, terutama pada kegiatan on farm hingga off farm yang melibatkan aktivitas-aktivitas bisnis para petani, dalam upaya pembangunan nasional dan peningkatan daya saing yang berkelanjutan. Oleh karena itu dibutuhkan aktor-aktor agricultural entrepreneur baru, serta perlunya strategi kewirausahaan berupa kreativitas dan inovasi yang paling baik dan sesuai dengan sektor pertanian untuk memperkuat kedudukan kewirausahaan dalam sistem agribisnis.

(17)

lembaga pemerintah pusat dan daerah secara lebih efektif. Ketiga, peranan pemerintah yang semakin mengarah pada fungsi pelayanan dan regulasi perlu diimbangi dengan penguatan peran kelembagaan masyarakat pertanian termasuk kelembagaan komoditas seperti marketing board, asosiasi komoditas, asosiasi profesi, kelembagaan pertanian (koperasi, kelompok tani, gabungan kelompok tani) yang mandiri dan kompeten dalam menerapkan prinsip manajemen bisnis, dan kewirausahaan. Peran kelembagaan dalam struktur pertanian Indonesia memiliki peran penting sebagai media penghimpun kekuatan petani melalui aktivitas bisnis yang dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani.

Guna mendukung potensi pengembangan sektor pertanian di Indonesia peran kelembagaan di tingkat petani harus dioptimalkan. Menurut Baga (2009) menyebutkan bahwa dalam pembangunan pertanian perdesaan, masalah internal dan eksternal merupakan masalah kelembagaan yang pemecahannya hanya dapat dilakukan melalui reformasi kelembagaan. Tanpa sarana kelembagaan yang baik, kondusif, dan kreatif sebagai sarana untuk melaksanakan strategi pembangunan, maka kesejahteraan masyarakat yang lebih baik akan sulit dicapai. Sehingga, untuk meningkatkan kesejahteraan sektor pertanian, maka kelembagaan menjadi satu unsur strategis dalam pembangunan perdesaan yang berbasis pada sumberdaya dan potensi lokal. Dapat dipahami bahwa pentingnya peranan kreativitas dan inovasi bagi sebuah kelembagaan menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan berdayasaing. Pembangunan kelembagaan yang dilandasi dengan prinsip kebersamaan (cooperative) dan strategi bersaing yang kreatif inovatif menjadi kekuatan baru untuk bersaing dengan sektor non agribisnis.

Konsep dan peranan aktivitas kewirausahaan dalam kaitannya dengan sektor pertanian, akan memberikan dampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat. Indonesia memiliki potensi agribisnis kreatif. Menurut Setiawan (2012) potensi agribisnis kreatif didorong oleh kondusivitas iklim internal eksternal agribisnis seperti menguatnya penggunaan pengetahuan teknologi lokal, meningkatnya usahatani berwawasan lingkungan, berkembangnya kewirausahaan sosial ekonomi agribisnis, meningkatnya daya saing agribisnis berwawasan teknologi lingkungan, berkembangnya kelembagaan petani, meningkatnya integrated farming, serta menguatnya arus green economy dan green industry. Aktivitas agribisnis kreatif sangat potensial untuk mendukung kemajuan ekonomi nasional. Salah satu agribisnis kreatif yang sesuai dengan karakteristik dan geografis Indonesia adalah integrated farming. Sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis merupakan pengembangan dari sistem pertanian terpadu yang menerapkan usahatani ramah lingkungan (ekologis) dengan tanpa mengesampingkan pemanfaatan serta pengembangan nilai kreativitas dan inovasi pertanian, terutama pada inovasi produk, teknologi, proses, dan pasar.

(18)

yang dikutip oleh Winardi (2003) mengkombinasikan konsep Cantillon Economic Risk Taker dan konsep Adam Smith Industrial Manajer mampu mencapai

individu yang “unik” (wirausaha) yang dapat memenuhi tuntutan produk inovatif

melalui manajemen sumber daya. Pernyataan ini memberikan makna bahwa peran kreativitas dan inovasi menjadi awal terbentuknya karakter seorang wirausaha.

Seorang wirausaha dalam bidang pertanian atau yang disebut dengan agricultural entrepreneur melakukan kegiatan bisnisnya di sektor pertanian yang melibatkan peranan petani sebagai pelaku primer sub sistem on farm. Oleh karena itu, kegiatan seorang di bidang pertanian memiliki keterkaitan (korelasi positif) dengan pertanian secara luas, terutama dalam mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan pendapatan petani serta masa depan bangsa. Saatnya para petani secara kolaborasi bekerjasama dan bergerak menjadi agen perubahan masa depan bagi kemajuan sosial ekonomi Indonesia yakni dengan menjadi seorang “petani

kreatif dan inovatif” melalui sistem pertanian terintegrasi. Sistem pertanian terintegrasi yang memiliki keunggulan inovasi on farm (less residu, bio cycle, dan zero waste) bila diterapkan secara bertahap mampu membentuk karakter petani inovatif yang memiliki jiwa kewirausahaan. Hal ini disebabkan karena petani bukan hanya dibina untuk menerapkan inovasi teknologi dalam hal budidaya namun juga pengembangan bisnis melalui inovasi teknologi, proses, dan pasar yang merupakan bagian dari aktivitas kegiatan kewirausahaan.

Perumusan Masalah

Peran dan fungsi kelembagaan di tingkat petani memiliki manfaat yang besar bila dilihat dari efek sosial dan ekonominya. Kelembagaan yang baik mampu merepresentasikan potensi bisnis yang terkoordinasi dengan prinsip cooperative yang baik sehingga mampu menghimpun kekuatan, baik dari segi kekuatan finansial, sumberdaya manusia, bahkan kekuatan pasar (market potential) secara luas. Namun, masih banyak kinerja kelembagaan di bidang pertanian yang sampai saat ini masih belum mampu mewakili aktivitas bisnis (entrepreneur activity) di sektor pertanian dalam upaya menciptakan kegiatan kelembagaan yang berbasiskan pada prinsip kewirausahaan, inovasi, dan cooperative dalam kelembagaan yang berbasiskan bidang pertanian.

(19)

kewirausahaan, inovasi pertanian, dan sistem kerja yang dilakukan secara bersama-sama. Petani yang kreatif dan inovatif merupakan agent of change bagi kewirausahaan di bidang pertanian. Seorang petani yang kreatif bila dilihat dari berbagai aspek karakteristik kewirausahaan memiliki keunggulan khusus. Agricultural entrepreneur memiliki kontribusi dalam peningkatan pendapatan petani melalui proses kreatif dalam menciptakan produk pertanian inovatif dengan melihat peluang bisnis pertanian dan menyesuaikan permintaan pasar akan produk pertanian yang semakin bervariasi.

Kelembagaan agribisnis memiliki kekuatan untuk merepresentasikan

solusi di tingkat para petani yang “bermain sendiri”. Menurut Baga (2009)

pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga (institution) maupun dana secara efektif. Sejak tahun 1950-an, semakin dipahami bahwa kelembahaan telah menjadi unsur penting bagi usaha memajukan pertanian di negara-negara berkembang di kawasan Asia, yang bercirikan padat penduduk. Namun, perspektif kelembagaan di tingkat petani masih dipandang memiliki citra yang buruk. Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki kekuatan, baik dalam hal kelembagaan, maupun organisasi yang mampu mendorong dan mendukung segala aktivitas usahatani yang mereka jalankan. Kondisi inilah yang menyebabkan petani memiliki kelemahan dalam berbagai hal.

Kelembagaan memiliki aspek sosial dan atau ekonomi. gabungan kelompok tani atau yang biasa dikenal dengan gapoktan merupakan salah satu kelembagaan tani yang memiliki kecenderungan aspek sosial yang lebih kuat daripada aspek ekonominya. Gapoktan Silih Asih merupakan salah satu kelembagaan yang melakukan aktivitas bisnis di bidang pertanian terintegrasi yang mengarah kepada sistem eco techno farming dengan prinsip kerjasama melalui koordinasi yang dilakukan dengan sub organisasinya meliputi koperasi, P4S, UPTG, UPJA, dan P3A, serta kemitraan. Komoditas pertanian yang menjadi komoditi unggul diantaranya; tanaman pangan (padi, jagung, singkong, ubi, talas), tanaman hortikultura sayur (caisim, sawi, terung, leunca, cabe, tomat, tomat, kangkung, bayam, kemangi), pada perikanan berupa ikan nila, emas, dan gurame sedangkan pada peternakan berupa domba dan kambing yang dimiliki dan dilakukan oleh sekelompok peternak, juga terdapat sapi pedaging. Prinsip pertanian terintegrasi yang telah berkembang kearah sistem pertanian tekno ekologis melalui pertanian yang terkoordinasi dan dilakukan secara kerjasama (cooperative) mampu menghimpun kekuatan baru bagi petani untuk menjadi sebuah kelembagaan bisnis di bidang pertanian yang dilakukan secara bersama.

(20)

kuat baik pada sisi on farm, teknis, maupun pemasarannya. Gapoktan Silih Asih memiliki lokasi strategis untuk mendapatkan akses inovasi pemerintah, LPS, dinas pertanian, lembaga pendidikan, kemitraan, pemasaran.

Berdasarkan dari uraian di atas, perumusan masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah proses berfikir kreatif (creative thinking) yang dijalankan oleh Gapoktan Silih Asih pada integrated farming system?

2. Bagaimanakah inovasi pada integrated farming system yang dilakukan oleh petani Gapoktan Silih Asih?

3. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat inovasi dalam keragaan aktivitas kewirausahaan (entrepreneur activity) yang dijalankan oleh petani di Desa Ciburuy pada Gapoktan Silih Asih yang melakukan kegiatan unit bisnis integrated farming system?

4. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik petani dengan keputusan melakukan adopsi inovasi dalam konsep kerangka pengembangan agricultural entrepreneur pada aktivitas bisnis integrated farming system?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi proses berfikir kreatif (creative thinking) yang dijalankan oleh Gapoktan Silih Asih pada integrated farming system.

2. Menganalisis inovasi pada integrated farming system yang dilakukan oleh petani Gapoktan Silih Asih.

3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat inovasi dalam keragaan aktivitas kewirausahaan (entrepreneur activity) yang dijalankan oleh petani di Desa Ciburuy pada Gapoktan Silih Asih yang melakukan kegiatan unit bisnis integrated farming system.

4. Menganalisis hubungan antara keputusan melakukan adopsi inovasi dengan karakteristik petani dalam konsep kerangka pengembangan agricultural entrepreneur pada aktivitas bisnis integrated farming system.

TINJAUAN PUSTAKA

Kreativitas dan Inovasi Kunci Kewirausahaan

(21)

kemampuan untuk berdaya saing. Kemampuan berdaya saing dalam inovasi merupakan bentuk ekpektasi konsumen sebagai respon secara bertahap akan perubahan permintaan, perilaku, sehingga ide untuk menghubungkan sumberdaya dan upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen menjadi hal yang penting diperhatikan.

Wirausahawan selalu berinovasi karena inovasi merupakan alat spesifik wirausaha (Drucker 1985), lebih jauh Drucker menyatakan bahwa Inovasi memanfaatkan perubahan dalam menawarkan peluang kewirausahaan. Inovasi merupakan inti kegiatan bisnis, menurut Pavitt (2009) menyatakan bahwa permasalahan terbesar yang menyebabkan inovasi mengalami kegagalan bukanlah kurangnya teknologi, namun lebih kepada sisi organisasi dan koordinasi. Sehingga inovasi merupakan bagian yang memiliki keterkaitan dengan elemen lain yang dapat mendukungnya. Sangat jelas tersirat bahwa inovasi sangat potensial bila dilakukan secara kooperatif, hal ini sesuai dengan prinsip pengembangan sistem pertanian terintegrasi berbasis sistem eco techno farming.

Inovasi merupakan pengembangan sebuah proses baru dalam penciptaan produk dan struktur administrasi baru yang membantu operasi suatu bisnis berlangsung secara efektif dan efisien. Inovasi mengacu pada Ireland et al (2006 p 10) dalam Schumpeter, adalah satu dari beberapa isu paling vital dan harus dipahami oleh sebuah organisasi. Johnson (2001 p 136) mengacu dalam Schumpeter mengemukakan bahwa banyak orang melihat inovasi sebagai tolak ukur dan stimulasi pertumbuhan serta perkembangan perusahaan. Pandangan inovasi menurut Burgenman dan Sayles (1986) menyatakan bahwa kesuksesan sebuah inovasi merupakan proses internal bisnis yang mampu melahirkan sebuah inventions (Kuemmerle 2008). Dapat dipahami bahwa inovasi merupakan sebuah kombinasi informasi baik secara teknis maupun non teknis, seperti pengetahuan akan teknologi, pola-pola, kecenderungan permintaan konsumen, persaingan, serta dinamika pasar. Inovasi memiliki motif dan strategi berbeda untuk setiap perusahaan yang memiliki aktivitas dan skala usaha yang berbeda pula. Namun, pada intinya inovasi merupakan awal dari upaya untuk mencapai daya saing dan keunggulan kompetitif berkelanjutan.

(22)

Hubungan Karakteristik Petani dengan Keputusan Melakukan Inovasi

Karakteristik petani memiliki keterkaitan dengan tingkat adopsi inovasi. Menurut Hafsah (2009) menyampaikan bahwa proses adopsi inovasi sebaiknya harus memperhatikan karakteristik seseorang individu atau kelompok individu. Hal ini disebabkan dalam sebuah organisasi (dalam studi kasus ini adalah Gapoktan) memiliki keragaman karakteristik petani. Karakteristik petani bila dilihat dalam perspektif kewirausahaan dalam suatu organisasi akan mempengaruhi tingkat inovasi yang dilakukan. Demografi adalah salah satu karakteristik yang akan mempengaruhi dalam proses adopsi inovasi, diantaranya adalah usia, pendidikan, dan pengalaman usahatani. Pandangan dalam kegiatan agribisnis, petani maupun pelaku bisnis berusia muda akan lebih inovatif bila dibandingkan dengan petani yang lebih tua (Soekarwati 2005; Nova 2010). Para wirausaha agribisnis berusia muda cenderung berani mengambil risiko, menerima inovasi serta melakukan adopsi inovasi yang berasal dari lingkungan luar.

Karakteristik lain yang mempengaruhi adopsi inovasi adalah tingkat pendidikan yang tinggi akan berkorelasi dengan pendidikan yang lebih rendah dalam hubungannya melakukan keputusan adopsi inovasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka derajat inovasi lebih baik daripada petani dengan tingkat pendidikan rendah (Novarianto 1990; Ban dan Hawkins 2003; Soekarwati 2005; Hafsah 2009). Tingkat pengalaman usahatani juga memiliki hubungan dengan adopsi inovasi. Menurut Hafsah (2009) berpendapat bahwa kelompok individu yang memiliki pengalaman dalam suatu kegiatan usaha memiliki kecenderungan tingkat inovatif yang rendah, hal ini disebabkan kebiasaan akan cara-cara lama menyebabkan seseorang memiliki kebiasaan tersendiri yang telah terbentuk dan pada akhirnya sulit keluar dari kebiasaan lama. Sehingga semakin berpengalaman seseorang petani menunjukkan keputusan pengambilan inovasi lebih rendah, hal ini erat kaitanya dengan pengalaman dalam melakukan usahatani, pertimbangan resiko dan dan ketidakpastian yang menjadi persepsinya (Hafsah 2009).

Sumber Inovasi dan Implikasi Terhadap Inovasi

(23)

Innovation Performance sebagai Ukuran Pencapaian Inovasi

Tipe inovasi menurut (Smith 2010; diacu dalam Seftian 2012) dibedakan menjadi dua yaitu incremental innovation sebagai kutub inovasi paling rendah derajatnya dan kutub lain radical innovation sebagai inovasi paling tinggi. Incremental innovation dapat diartikan sebagai penyempurnaan dari sesuatu yang telah ada, sedangkan radical innovation merupakan inovasi baru yang memiliki nilai kebaharuan. Innovation Performance merupakan ukuran dari pencapaian inovasi yang telah dilakukan. Tidd J dan Bessant J (2009) menyebutkan bahwa inovasi dalam perspektif incremental dan radical innovation dapat dibagi dalam empat kategori, yakni inovasi produk, proses, position, dan paradigm (mental model). Menurut Fisk (2002) inovasi dapat diklasifikasikan ke dalam inovasi produk, pasar, dan nilai. Luasnya batasan inovasi memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk mengembangkan inovasi pada berbagai pola baru.

Proses inovasi harus didorong dan melibatkan semua kepemimpinan bisnis, ia membutuhkan partisipasi pada keseluruhan proses, bukan hanya pada tahapan final (Fisk 2002). Reengineering dapat diartikan sebagai inovasi proses. Reengineering merupakan pemikiran ulang yang fundamental dan perancangan ulang yang radikal terhadap proses bisnis organisasi yang dapat membawa suatu organisasi mencapai peningkatan yang drastis dalam kinerja bisnisnya (Hammer dan Champy 1993; diacu dalam Seftian 2012). Inovasi tercipta melalui creative thinking dan memiliki daya saing untuk produk baik secara kompetitif dan komparatif, dengan proses inovasi yang bervariasi untuk mencapai tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas tertentu sesuai dengan bisnisnya.

Zammuto dan O’Connor (1992) mengacu dalam Seftian (2012) secara umum mengklasifikasikan teknologi dalam kondisi yakni berdasarkan tipe teknologi. Penggolongan tersebut terdiri atas product technology dibandingkan dengan process technology, dan hard technology dibandingkan dengan soft tecnology. Teknologi produk merupakan teknologi yang dipergunakan untuk menciptakan produk yang memiliki nilai inovasi dengan produk akhir berupa produk berbasis inovasi. Inovasi produk memiliki difersifikasi pada segmentasi produk yang diusahakan, sehingga akan membedakan dengan produk lain (2002). Sedangkan teknologi proses merupakan teknologi yang digunakan sebagai alat atau katalisator dalam membangun teknologi proses, sehingga sebuah perusahaan atau organisasi yang bergerak di bidang bisnis mampu memperbaiki model, cara, metode yang digunakan untuk proses bisnisnya.

(24)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini dilandasi oleh teori-teori yang digunakan untuk menyajikan hasil penelitian, sehingga pembahasannya merujuk kepada tujuan yang telah dirumuskan. Adapun teori yang digunakan dalam pembahasan hasil penelitian ini adalah berkaitan dengan konsep model integrated farming berbasis sistem eco techno farming, kewirausahaan, kreativitas, konsep inovasi, tingkat inovasi, faktor yang mempengaruhi inovasi, adopsi inovasi, serta kreativitas dan inovasi sebagai paradigma pengembangan agribisnis, berikut dibahas secara lebih mendalam.

Pertanian terintegrasi berbasis sistem Eco Techno Farming

Pertanian terintegrasi berbasiskan sistem eco techno farming merupakan pola alternatif pertanian pengembangan dari sistem pertanian terpadu yang menggabungkan kekuatan pola pertanian eco-farming dan techno-farming. Penerapan pola pertanian eco techno farming mampu menjaga kelestarian ekosistem karena memiliki prinsip bio cycle, dan zero waste, selain itu juga mampu mengurangi kegagalan panen serta fluktuasi harga karena adanya difersifikasi. Pola pertanian terintegrasi merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan usahatani dengan kondisi alam (ekosistem) serta membuka diri terhadap teknologi modern bersifat ramah lingkungan. Menurut pakar pengembangan model pertanian integratif, Guntoro (2012) menyebutkan terdapat lima ciri faktor pembentuk model pertanian terintegrasi berbasis sistem tekno ekologis yaitu difersifikasi, pola integratif, orientasi pemanfaatan sumber daya lokal, ramah lingkungan, adanya pengolahan hasil.

Sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis berupaya memadukan kekuatan model pertanian yang produktif, efisien dan berkualitas denga risiko yang lebih kecil sekaligus ramah lingkungan. Kekuatan sistem pertanian ini terletak pada integrasi fungsional dari berbagai sumberdaya, termasuk pada fungsi lahan dan komponen biologis, sehingga stabilitas dan produktivitas sistem usahatani dapat di tingkatkan, dan sumberdaya alam dapat dilestarikan (Reijntjes et al. 2002). Bahkan, pertanian terintegrasi yang mengarah pada sistem pertanian tekno ekologis yang memadukan sistem produksi siklus (peredaran zat makanan dan biomassa dalam satu rantai) dengan sentuhan inovasi teknologi bersifat adaptasi dan mitigasi secara sinergis dalam rantai ekosistem

mampu mengarah pada “zero waste” (Guntoro 2012). Menurut Sutanto (2002)

(25)

Tabel 2 Konsep ciri pembentuk model pertanian terintegrasi berbasiskan sistem

1 Inovasi Produk Keragaman atau difersifikasi komoditi*

Difersifikasi komoditi merupakan ciri umum dan syarat mutlak terbentuknya model pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis, sedikitnya harus ada dua komoditi yang dibudidayakan.

Nilai tambah Komoditi mengalami perubahahan hasil berupa nilai tambah produk utama berupa produk organik, dan menghasilkan produk sampingan. Produktif Produk agribisnis pada sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno

ekologis lebih produktif karena dalam satu siklus musim tanam terdapat lebih dari dua komoditi yang dapat dipanen.

Kualitas Kualitas pada sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis memiliki potensi pada orientasi peningkatan kualitas produk melalui penerapan Standart Operating Procedure.

Ciri khusus Produk pertanian memiliki ciri khusus yang memiliki nilai tinggi di pasar yakni berupa sistem pertanian berbasis organik.

2 Inovasi Teknologi Jumlah teknologi

Jumlah teknologi yang digunakan dalam sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis lebih dari lima teknologi.

Tepat guna Teknologi digunakan sesuai dengan kabutuhan dan kemampuan.

Zero waste Teknologi menerapkan prinsip zero waste. Output dimanfaatkan sebagai

input untuk usahatani lain dalam biomassa bio cycle.

Teknologi disesuaikan lingkungan usahatani

Teknologi yang digunakan dalam pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis disesuaikan dengan perubahan iklim dan lingkungan usahatani.

Ramah lingkungan*

Ramah lingkungan memberikan makna bahwa meskipun berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal, model pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis selalu membuka diri terhadap inovasi dan teknologi baru bersifat ramah lingkungan.

Teknologi

modern

Teknologi majulebih banyak diterapkan daripada teknologi tradisional.

Teknologi pegolahan hasil*

Pengolahan hasil sebenarnya bukan ciri utama model pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis, namun menjadi faktor pendukung yang sangat penting. Disamping mampu memberikan nilai tambah hasil pertanian (seperti pemanfaatan sisa limbah pertanian), aplikasi pengolahan hasil pertanian juga mendukung terbentuknya produksi siklus, menghasilkan produk baru, menambah lapangan pekerjaan. 3 Inovasi Proses Pola integratif

atau difersifikasi fungsional*

Pola integratif merupakan ciri khas serta faktor inti pembentuk sistem pertanian ini. Pola integratif adalah pola dalam usahatani yang menekankan hubungan fungsional dalam pemanfaatan zat-zat makanan, sehingga antar komoditas tidak berkompetisi tapi saling substitusi dalam memenuhi kebutuhan hara nutrisi. Sehingga, jika dalam usahatani terdapat difersifikasi, namun tidak terjadi integrasi maka model pertanian ini dinamakan sebagai model pertanian terpadu. Jadi, model pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis pastilah pertanian terpadu, namun pertanian terpadu belum tentu model pertanian tekno ekologis.

Kerjasama Sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis mampu melakukan kerjasama dengan beberapa pelaku pasar secara berkelanjutan.

Manajemen usaha

Sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis memiliki sistem manajemen usaha yang terorganisasi dengan baik.

Sistem organisasi

Sistem pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis memiliki organisasi dengan spesialisasi kerja yang jelas.

Risiko usahatani

Sistem pertanian ini memiliki risiko usahatani yang rendah. Hal ini disebabkan adanya pola integrasi dan difersifikasi antar sub sistem kegiatan agribisnis mampu mengurangi risiko yang mungkin timbul dari adanya penerapan pertanian berbasiskan organik.

Ketergantungan input luar

Ketergantungan terhadap input luar sangat rendah sehingga akan lebih efisien.

Pasca panen Proses pasca panen memiliki perlakuan aturan khusus (sortir, grading, pengemasan, pelabelan).

Pemanfaatan sumberdaya lokal*

Orientasi pemanfaatan sumber daya lokal menekankan prinsip LEISA. Karena model pertanian ini mendorong terbentuknya siklus tertutup, maka dengan sendirinya orientasi akan mengarah pada pemanfaatan sumber daya lokal dan menekan masuknya input luar.

4 Inovasi pasar Pemasaran Pemasaran melibatkan berbagai pihak pelaku pemasaran. Kontrol harga Penentuan harga produk agribisnis dikontrol oleh pihak internal. Harga komoditi Produk berbasis organik memiliki harga jual yang lebih menguntungkan. Pasar potensial Sistem pertanian mengembangkan target pemasaran pada pasar potensial,

terutama bagi masyarakat yang memiliki gaya hidup back to nature.

Sumber: (Guntoro 2012)

(26)

Teori pertanian terintegrasi mengarah pada sistem pertanian tekno ekologis menurut Wiryono (2005) menyebutkan bahwa perubahan yang ditawarkan dalam pertanian berkelanjutan bukanlah perubahan radikal, melainkan sistem pertanian yang bertahap dari sistem pertanian konvensional menuju sistem pertanian berkelanjutan dengan teknik pengelolaan nutrisi maupun hara tanaman serta pengendalian tanaman secara terpadu. Lebih lanjut, Wiryono (2005) menjelaskan bahwa keberhasilan atas pola pertanian dengan prinsip ekologis, sosio-kultural, dan ekonomi tidak bergantung hanya kepada petani, karena untuk mencapai sistem pertanian yang produktif, efisien, dan berkelanjutan diperlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak (Peneliti, LSM, pemiliki modal, pengusaha, pemerintah, PT, dan kelembagaan petani). Dapat dipahami bahwa sistem pertanian yang baik sekalipun seperti sistem pertanian tekno ekologis tidak akan mampu berkembang secara progresif bila tanpa disertai adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itulah prinsip cooperative menjadi instrumen penting dalam kinerja sistem pertanian terintegrasi yang berbasiskan pada sistem pertanian tekno ekologis ini.

Kewirausahaan

Kewirausahaan dikenal sebagai entrepreneurship berasal dari bahasa perancis yang memiliki makna perantara. Kewirausahaan menurut Priyarsono (2011) adalah terjemahan dari entrepreneurship yang berakar dari kata entrepreneur dalam bahasa perancis bermakna “One who undertakes innovations, finance and business acumen in an effort to transform innovations into economic goods”. Kewirausahaan merupakan sikap perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, karsa, serta karya yang mampu menghubungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan (Susanto 2002).

Teori schumpeter (2004) entrepreneurship dinyatakan sebagai kekuatan

“destruksi kreatif” yakni melalui cara penciptaan baru untuk melaksanakan aneka

macam kegiatan bisnis. Wirausaha diartikan sebagai inovator dan penggerak pembangunan (Burhanuddin 2011). Bahkan seorang wirausaha merupakan katalis yang memiliki reaktif dan agresif untuk mempercepat, penggerak, dan pertumbuhan pembangunan ekonomi negara. Secara umum, kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memiliki risiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta memiliki balas jasa moneter dan kepuasan pribadi dan melibatkan proses dan cara berpikir kreatif dan inovatif.

Kreativitas

(27)

berfikir dilebihkan beberapa derajat. Sehingga pemahaman akan kreativitas memiliki konsep dan pola pikir yang berbeda dengan pola tradisional.

Kerangka teori kreativitas adalah fakta (Setiawan 2012), hal terpenting adalah menangkap prinsipnya. The Memphis Manifesto mengidentifikasikan sepuluh teori prinsip kreativitas sebagai berikut; menggali kreativitas, berinvestasi dalam ekosistem kreatif, keragaman, dukungan pengambilan risiko, otentik, berinvestasi dalam kualitas, menghapus hambatan kreativitas, bertanggung jawab untuk perubahan, hak untuk berkreasi. Kreativitas menurut Casson et all. (2002) memaparkan bahwa semua penelitian mengenai apa yang membuat seseorang kreatif menunjukkan empat sifat utama, yakni kepekaan masalah, aliran gagasan, keaslian, dan fleksibilitas kreatif. Berdasarkan teori dapat dipahami bahwa kreativitas lahir sebagai efek dari sebuah proses terhadap permasalahan. Sehingga kreativitas dipandang sebagai metode untuk memecahkan masalah.

Kreativitas memiliki sentuhan ide kreatif di setiap tahapan prosesnya. Ide yang ideal dan bermanfaat adalah pikiran yang memiliki arah, dimana arah dari ide tersebut adalah invensi (pengembangan gagasan), innovation (mengubah gagasan menjadi produk), dan paten (mematenkan produk). Sementara itu tahapan inovatif memerlukan dukungan jiwa spirit entrepreneurship sehingga ide yang terlahir mampu diwujudkan dalam produk layak jual bahkan memiliki nilai tambah (Hakim 2009). Proses peningkatan investasi melalui inovasi sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan ekonomi, hal ini dapat dilakukan melalui proses pengembangan inovasi dan komersialisasi melalui entrepreneurial activity yang mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi (Hisrich and Peter 2002).

Proses berpikir kritis berbeda dengan berpikir kreatif yang menekankan pada nilai-nilai, sedangkan berpikir kritis menekankan kriteria (Tilaar 2012). Melalui proses berpikir kreatif maka akan lahir nilai-nilai hasil pemikiran yang mampu memberikan kemudahan, keuntungan dalam berbagai aspek, hal ini tidak terkecuali dengan sektor pertanian. Pengembangan dari nilai kreativitas tersebut akan melahirkan inovasi, dan inovasi akan mencapai penemuan baru berupa invention yang dapat bermanfaat terutama bagi keuntungan finansial. Kreativitas berhubungan dengan orisinalitas, imajinasi, inspirasi, dan daya cipta. Sehingga kreativitas merupakan ide sekaligus tindakan. Secara internasional, United Nations (2008) menggeneralisasi definisi kreativitas sebagai sebuah proses untuk memunculkan, dan mentransformasi ide baru menjadi sesuatu yang bernilai. Pada setiap individu, kreativitas merupakan fungsi dari tiga komponen yaitu expertise, creative thinking skill, dan motivation (O. Okpara F 2007). Hulbeck diacu dalam Setiawan (2012) menyatakan bahwa tindakan kreatif dalam diri seseorang merupakan sesuatu yang unik dan khas”. Sehingga konsep kreativitas merupakan kolaborasi dari person, process, product yang saling berinteraksi untuk menciptakan sesuatu yang baru.

(28)

yaitu: (1) Preparation, (2) Investigation, (3) Transformation, (4) Incubation, (5) Illumination, (6) Verification, (7) Implementation.

Menurut teori kreativitas Zimmerer dan Scarborough (2002), tujuh tahapan tersebut merupakan proses creative thinking yang mendasari ide kreatif muncul dan melahirkan inovasi secara nyata. Konsep teori Zimmerer dan Scarborough ini dapat dijelaskan secara mendalam pada tabel berikut:

Tabel 3 Konsep tahapan proses berfikir kreatif

No Tahap berfikir kreatif Keterangan

1 Preparation Tahap pertama preparation merupakan tahap awal berfikir kreatif yang menunjukkan performansi persiapan pikiran untuk melakukan proses berfikir kreatif, atau keadaan dimana pikiran memiliki kapasitas dan kondisi yang baik untuk melakukan proses creative thinking. Sumber persiapan ini dapat diperoleh melalui beberapa sumber yang secara langsung maupun tidak langsung membentuk kesiapan otak atau pikiran untuk melakukan proses berfikir kreatif. Sumber dari tahap pertama ini diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, pengalaman kerja, belajar dari pengalaman informal, serta proses belajar melihat peluang dan mengambilan keuntungan.

2 Investigation Investigation merupakan tahap kedua dari proses kreatif yang membutuhkan pengembangan dari pemahaman permasalahan dan pengambilan keputusan. Menciptakan ide baru dan konsep, sehingga seorang harus belajar memahami komponen inti dari permasalahan yang dihadapinya, sehingga tahap ini lebih berfokus kepada peran penting pelaku investigation. Tahapan ini ditekankan pada pelaksanaan penyelidikan mengenai fokus permasalahan. Sehingga pelaku dalam tahap ini memiliki pengaruh yang besar dalam tahapan selanjutnya.

3 Transformation Transformation adalah tahap ketiga, tahap ini merupakan proses melihat keterkaitan permasalahan yang ada melalui hubungan persamaan dan perbedaan dari informasi yang diperoleh dan dikumpulkan. Pada tahap ini memerlukan dua tipe berpikir, yakni convergent thinking yakni kemampuan untuk melihat persamaan dan hubungan diantara keragaman data dan kejadian. Sedangkan

divergent thinking merupakan kemampuan untuk melihat perbedaan diantara keragaman data dan kejadian yang ada dan mentransformasikan permasalahan menjadi kemungkinan tercapainya solusi.

4 Incubation Incubation merupakan tahap keempat dalam proses berfikir kreatif. Incubation

merupakan tahap dimana waktu dibutuhkan untuk merefleksikan informasi yang dikumpulkan. Bagi beberapa orang tahap ini menjadi sangat membosankan, padahal tahap ini merupakan tahap ketika otak dirangsang agar dapat berfikir jernih dan jauh dari masalah yang ada untuk mendapatkan ide cemerlang. Sumber-sumber ide yang dapat dirangsang pada tahap inkubasi ini dapat bersumber dari berbagai hal, seperti bersantai, beristirahat, bermimpi mengenai masalah atau peluang, bekerja dilingkungan yang berbeda.

5 Illumination Illumination merupakan tahap proses kreatif yang terjadi selama proses inkubasi berlangsung. Proses ini muncul ketika secara spontan masalah seakan-akan terpecahkan seperti “the light bulb to go on”, munculnya titik terang yang dapat memberikan solusi dari masalah yang ada. Tahap ini seakan menjadi tahap dimana tahap-tahap sebelumnya datang secara bersamaan untuk menghasilkan “eureka factor” dari proses berfikir kreatif untuk melahirkan sebuah inovasi. Tahap ini menjadi bentuk realisasi proses berfikir kreatif, karena akan menghasilkan ide dari permasalahan yang ditemukan sebelumnya.

6 Verification Tahap keenam proses berfikir kreatif adalah verification.Tahap validasi ide agar akurat dan mampu dimanfaatkan merupakan penekanan dari proses ini. Bagi seorang wirausaha verification termasuk dalam tingkah laku eksperimen, proses simulasi, test marketing dan produk, atau pelayanan dan aktivitas lain yang didesain untuk membuktikan bahwa ide yang tercipta mampu bekerja dengan baik, dapat dipraktekkan, reasonable, solusi terbaik serta dapat menghasilkan keuntungan atau hasil yang memuaskan.

7 Iimplementation Tahap ketujuh adalah implementation merupakan aktualisasi penerapan dari ide hasil proses berfikir kreatif. Implementation merupakan tahap terakhir dalam proses creative thinking dimana fokus pada tahap ini adalah mentransformasikan ide kepada fakta dan kenyataan yang ada.

(29)

Secara sederhana konsep proses berfikir kreatif dapat digambarkan pada Gambar 2 berikut:

Sumber : Zimmerer dan Scarborough 2002

Gambar 2 Konsep alur berfikir kreatif

Konsep Inovasi

(30)

Proses inovasi harus didorong dan melibatkan semua kepemimpinan bisnis, ia membutuhkan partisipasi pada keseluruhan proses, bukan hanya pada tahapan final (Fisk 2002). Inovasi merupakan tindakan yang memberi sumberdaya kekuatan dan kemampuan untuk menciptakan kesejahteraan (Drucker 1985). Fisk mendefinisikan inovasi terdiri dari tiga jenis, yakni (1) inovasi bisnis (tentang bisnis secara holistik, produk dan jasa, jalur dan hubungan, proses dan jalur suplai, model bisnis, dan budaya organisasi), (2) Inovasi pasar (tentang potensi pasar, pengaruh dan dampak, ia mengeksplorasi bagaimana mentransformasi struktur dan praktik, menantang aturan, dan perilaku dan ekpektasi), (3) Inovasi nilai (menantang dan menciptakan sebuah cara yang menghasilkan strategi dan menciptakan kemenangan dalam hal kreasi nilai).

Inovasi arsitektur merekombinasikan beberapa komponen untuk mendapatkan sebuah produk baru, teknik baru, dan organisasi struktur dari proses produksinya (Kreisen dan sabel 2011). Sehingga inovasi memiliki nilai yang berbeda pada setiap aktivitas bisnis dan kepentingannya. Nilai inovasi yang dimiliki pada setiap penciptaan inovasi dapat digolongkan dalam beberapa tipe inovasi. Hal ini sesuai dengan jenis, jumlah dan keunikan inovasi yang dilakukan. Inovasi membutuhkan perspektif baru, melihat dengan cara pandang yang berbeda, memikirkan hal berbeda. Menemukan pencerahan baru dan ide yang lebih baik, dan kesempatan peluang terbaik (Fisk 2002). Lebih jelas Fisk

menerangkan bahwa untuk mendorong inovasi strategis adalah dengan “The

Innovation Compass” mempertimbangkan delapan pandangan dunia secara terpisah dan secara kolektif yakni dengan memikirkan sudut pandang konsumen, bisnis, kompetitor, market pararel, teknologi, tanggungjawab, keuangan, dan masa depan.

Inovasi merupakan proses yang berasal dari ide untuk merealisasikan, menggerakkan ide kreatif, yang dibangkitkan dari proses dan kejadian inovasi. Inovasi merupakan kreasi nilai yang baru, sehingga inovasi tidak dapat dilakukan tanpa adannya kreativtas (O. Okpara F 2007). Maka inovasi lebih merupakan istilah ekonomi atau sosial daripada istilah teknis. Inovasi dapat didefinisikan dengan cara J.B Say mengartikan kewirausahaan, yakni mengubah sumberdaya alam, atau sebagaimanan para ahli ekonomi modern, inovasi dapat didefinisikan lebih tepat atas dasar permintaan daripada penawaran yaitu mengubah nilai dan kepuasan yang diperoleh konsumen dari sumberdaya (Drucker 1985). Inovasi merupakan nilai dari sebuah kreativitas, dimana dalam proses bisnis dapat berupa suatu nilai tambah dalam upaya meningkatkan kualitas, efisiensi, efektifitas, baik dalam bentuk produk, proses produksi, teknologi, manajemen, organisasi, pemasaran, hingga distribusi, dan strategi. Inovasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor endogenous maupun faktor eksogenous yang mempengaruhi tingkat inovasi dengan derajat tertentu.

Tingkat Inovasi

(31)

yang telah dilakukan (Seftian 2012). Tingkat inovasi pada pertanian terintegrasi berbasis tekno ekologis ini dilakukan melalui keberagaman bentuk jenis inovasi baik pada tingkat produk, teknologi, proses dan pasar yang dilakukan oleh petani.

Inovasi produk merupakan inovasi yang secara kasat mata dapat dilihat secara langsung sebagai hasil dari proses kewirausahaan. Inovasi produk menjadi umum di kalangan masyarakat secara luas karena variasi dan keunikan produk atau berupa nilai tambah yang dimilikinya dibandingkan dengan produk lainnya. Bentuk inovasi lain yang lain adalah inovasi proses. Inovasi proses memiliki lingkup yang lebih luas dari pada inovasi produk. Inovasi proses identik dengan inovasi pengolahan. Inovasi proses meliputi suatu bentuk pengolahan yang melibatkan pelaku, sistem, struktur organisasi, administrasi, pola, siklus maupun proses yang berkaitan dengan terciptanya inovasi tersebut. Inovasi proses tidak hanya meliputi inovasi pengolahan saja, namun juga inovasi administrasi dan sistem usaha.

Selain inovasi dalam bentuk proses, identifikasi inovasi lain yang mungkin dapat dilakukan adalah inovasi teknologi. Teknologi merupakan salah satu unsur terpenting dalam persaingan dan pengembangan bisnis di era globalisasi saat ini (Leeson dan Boettke 2009). Teknologi yang produktif merupakan hal penting untuk mengembangkan kewirausahaan dalam upaya pengembangan aspek ekonomi. Teknologi merupakan kemampuan untuk mengenali masalah-masalah teknis, konsep, dan lain-lain yang bersifat intangible yang dikembangkan untuk mengatasi masalah teknis (Leimanen 1995; Ellitan dan Anatam 2009; diacu dalam Seftian 2012). Dapat dikatakan bahwa inovasi teknologi merupakan hal yang bersifat intangible yang digunakan sebagai tools maupun media untuk mencapai implementasi inovasi yang ingin diciptakan. Dalam sektor bisnis pertanian, inovasi teknologi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh petani, industri pertanian swasta, maupun pelaku usahatani lainnya.

(32)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inovasi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi inovasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Tingkat inovasi merupakan perpaduan antara adopsi inovasi dengan inovasi hasil sendiri yang kemudian akan mempengaruhi pelaksanaan percobaan inovasi yang akan diterapkan dalam kegiatan bisnis. Tingkat inovasi seorang individu atau kelompok dapat dipengaruhi oleh kapasitas inovasi. Kapasitas inovasi dapat digolongkan adopsi inovasi (innovation adaption) serta inovasi sendiri (Innovation generation). Kapasitas inovasi memiliki keterkaitan dengan percobaan yang dilakukan oleh seseorang inovator sebelum diaplikasikan dalam kegiatan bisnis.

Adopsi Inovasi

Adopsi inovasi merupakan pelaksanaan adopsi terhadap inovasi yang mungkin akan dilakukan oleh individu atau organisasi. Adopsi inovasi dapat didefinisikan sebagai sebuah keputusan individu maupun organisasi sebagai hasil dari proses tahapan adopsi inovasi untuk memperoleh dan memanfaatkan sebuah ide, praktek, objek, pengetahuan, dan teknologi dan selanjutnya memiliki tingkat keputusan inovasi (Rogers dan Shoemaker 1971; Ban dan Hawkins 2009). Adopsi inovasi merupakan suatu proses pada pengambilan keputusan hal ini dinyatakan sebagai “The mental process of an innnovation to a decision to adopt of reject and to confirmation of this decision” (Rogers dan Shoemaker 1971; Hafsah 2009). Sehingga adopsi inovasi merupakan proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan (cognitive), sikap (attitude), maupun keterampilan (psycomotoric) (Mardikanto 1983; Hafsah 2009). Cepat lambatnya sebuah inovasi dapat diadopsi oleh petani sangat ditentukan oleh potensi yang dimilikinya, juga dipengaruhi faktor eksternal lain yang berhubungan dengan inovasi yang disampaikna (Hafsah 2009). Hal ini disebabkan karena para petani sangat mempertimbangkan cara dan teknik-teknik yang telah lama mereka terapkan, hal ini berkaitan dengan tingkat risiko dan ketidakpastian yang dipertimbangkan. Adopsi inovasi adalah keputusan manusiawi, dan keputusan ini didasarkan pada empat hal yakni; (1) kemauan melakukan sesuatu, (2) mengetahui cara yang akan dilakukan, (3) tahu cara melakukan, (4) mempunyai sarana untuk melakukannya. Menurut Hafsah (2009) terdapat empat faktor yang menjadi pertimbangan inovasi adopsi, yakni; (1) secara teknis memungkinkan, (2) secara ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial memungkinkan, (4) sesuai dengan kebijakan pemerintah (Rogers 1983; Hafsah 2009).

Menurut Rogers dan Shoemakers (1971), tahapan proses adopsi inovasi terdiri dari lima tahapan, yaitu

1) Tahap sadar, bila seseorang telah mengenal adanya suatu inovasi, namun masih mengalami kekurangan informasi mengenai inovasi tersebut.

2) Tahap minat, bila seseorang telah mulai mengembangkan ketertarikan dan minat pada inovasi yang bersangkutan, dan mulai mencari informasi mengenai inovasi tersebut.

(33)

4) Tahap mencoba, bila seseorang mulai mencoba inovasi, meskipun pada skala usaha kecil untuk mengetahui tingkat kesesuaian dan manfaat yang dapat diperoleh bagi dirinya.

5) Tahap adopsi, bila seseorang telah menggunakan inovasi tersebut secara bertahap dalam skala yang lebih luas.

Namun, adakalanya konsep adospi inovasi dapat berakhir dengan keputusan adanya penolakan untuk mengadopsi. Kelima tahapan proses inovasi tidak selalui melalui proses yang berurutan, khususnya pada tahap proses yang terloncati pada proses tahap mencoba, penilaian biasanya terjadi pada keseluruhan proses, dan proses biasanya jarang berakhir dengan adopsi inovasi namun berlanjut dengan mencari informasi pendukung untuk mengkonfirmasi atau menguatkankeputusan tersebut (Hafsah 2009). Perkembangan model tahapan proses adospi inovasi kemudian dibagi menjadi empat tahapan yakni pengenalan, persuasi keputusan, dan tahap konfirmasi. (Rogers 1983; Hafsah 2009) merumuskan kembali pengertian proses adopsi yaitu sebuah proses yang terjadi pada diri seseorang atau unit pembuat keputusan lainnya (organisasi) yang berawal dari pengenalan akan inovasi hingga pengambilan keputusan adopsi atau kemungkinan menolak, implementasi dan menggkonfirmasi hasil keputusan, serta menyempurnakan tahapan proses adopsi inovasi sebagai berikut:

1) Tahap pengenalan, seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang cara inovasi itu dapat berfungsi.

2) Tahap persuasi, seseorang seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak terhadap inovasi itu.

3) Tahap keputusan, seseorang terlibat dalam kegiatan pada alternatif pilihan untuk menerima atau menolak inovasi yang ada.

4) Tahap konfirmasi, seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya.

Sedangkan menurut Ban dan Hawkins (1996) proses adopsi inovasi melalui tahapan (1) kesadaran, yang berarti pertama kali mendengar adanya informasi, (2) Minat, mencari informasi lebih lanjut, (3) evaluasi, menimba manfaat dan kekurangan inovasi,(4) mencoba, menguji sendiri inovasi pada skala kecil, (5) Adopsi, menerapkan inovasi pada skala besar setelah membandingkannya dengan metode lama. Pemahaman akan adopsi inovasi yang semakin berkembang bahwa proses pengambilan keputusan inovasi oleh suatu organisasi atau sekumpulan dari individu merupakan sebuah implikasi tersebarnya teknologi baru dalam suatu daerah tertentu, hal ini berarti bahwa adopsi inovasi diukur melalui penilaian akan tingkat jumlah penggunaan (amount of use dan tingkat penggunaan (level of use) dari inovasi tersebut (Feder, Just dan Zilberman 1982; Hafsah 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi diantaranya adalah;

1) keuntungan relatif yang berarti inovasi akan cepat diadopsi bila memberikan keuntungan lebih jika dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya.

2) compability, inovasi akan cepat diadopsi jika memiliki kecocokan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang telah dilakukan sebelumnya.

Gambar

Tabel 2 Konsep ciri pembentuk model pertanian terintegrasi berbasiskan sistem  pertanian tekno ekologis
Tabel 3 Konsep tahapan proses berfikir kreatif
Gambar 2 Konsep alur berfikir kreatif
Gambar 3  Lingkup penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

akses pada tanah pertanian, dan (4) Mengetahui peran tanah bagi petani

Cara pengukuran tingkat penerapan kegiatan-kegiatan standar tersebut pada usahatani padi responden adalah dengan memberikan nilai satu pada setiap kegiatan yang

proses difusi inovasi pertanian dalam kelompok tani. Pelaksanaan penyuluhan pertanian dengan

PINI WIJAYANTI. Sistem pertanian di Indonesia berorientasi pada peningkatan hasil produksi dengan penggunaan input eksternal sehingga menyebabkan ketergantungan petani terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi teknologi pada kegiatan Upsus Pajale di Kabupaten Malang adalah umur petani,

Hasil analisis diketahui bahwa karakteristik petani dengan nilai 0,433 pada 0,038 memiliki hubungan yang nyata dengan kemandirian petani dalam menerapkan inovasi PTT

Pada uji analisis Rank Spearman diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik petani yaitu umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas usahatani;

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi teknologi pada kegiatan Upsus Pajale di Kabupaten Malang adalah umur petani,