• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan optimalisasi tanah sawah di sentra produksi beras solok, Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan optimalisasi tanah sawah di sentra produksi beras solok, Sumatera Barat"

Copied!
304
0
0

Teks penuh

(1)

TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI

BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT

ERNA SURYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

ABSTRACT

ERNA SURYANI. The Characteristics and Optimalization of Paddy Soil at Solok

Rice Production Center, West Sumatera. Under the supervisionof SUDARSONO, ISKANDAR and DJADJA SUBARDJA.

Solok is known as Rice Production Center which Cisokan as one of the supreme paddy varieties. Presently, the average of Cisokan production reach 4.15 tonnes/ha and varies among the parent materials, while the highest production reach 7.08 tonnes/ha dry milled unshelled rice. This showed Cisokan production not optimal. For this reason, research has been done to optimize Cisokan production in each parent material. Results showed that optimal management for paddy soil derived from volcanic material is: urea 200 kg/ha, SP-36 500 kg/ha and KCl 50 kg/ha, the paddy soil derived from river sediment is: urea 100 kg/ha, SP-36 500 kg/ha and KCl 50 kg/ha, and the paddy soil derived from lake sediment is: urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg/ha and KCl 100 kg/ha. The highest production reach 7.52 tonnes/ha, 6.47 tonnes/ha and 6.91 tonnes/ha dry milled unshelled rice, respectively. The application of optimal management on different soil characteristic, the criteria of land suitability for Cisokan variety have been made for each parent materials. The lesser land characteristics data needs bring through the land evaluation process easier, faster and cheaper with better results. Land characteristics that are needed to evaluate the Cisokan land use types in volcanic regions consist only of the clay content, available P2O5 and the Ca/K

ratio. The paddy field in the Alluvial Plain required the clay content, total N, available P2O5, and CEC of clay. While the paddy field in the Lacustrine Plain

required total N, available P2O5, Mg/K ratio and CEC of clay.

(4)

RINGKASAN

ERNA SURYANI. Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh SUDARSONO, ISKANDAR dan DJADJA SUBARDJA.

Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan, disamping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera Barat, seperti Riau dan Jambi. Sentra Produksi Beras Solok berada pada ketinggian 365-1.250 m d.p.l., menempati lereng tengah volkanik Gunung Talang, Dataran Aluvial Batang Sumani hingga Dataran Lakustrin Danau Singkarak. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan Sentra Produksi Beras Solok. Saat ini rata-rata produksi Cisokan baru mencapai 4.15 ton/ha, sementara produksi tertinggi mencapai 7.08 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG). Ini menunjukkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok belum optimal.

Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari bahan endapan

(Alochthonous materials). Di daerah volkanik tanah terbentuk dari bahan in situ (Autochthonous materials). Hasil penelitian lapang menunjukkan rata-rata

produksi Cisokan di Dataran Lakustrin hanya 3.37 ton/ha, di Dataran Aluvial 4.46 ton/ha dan di daerah volkanik 4.39 ton/ha GKG. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing bahan induk mempunyai potensi berbeda, sehingga untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu tindakan pengelolaan yang berbeda pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah sawah di Dataran Aluvial, Lakustrin dan Volkanik di Sentra Produksi Beras Solok mempunyai komposisi mineral pasir yang hampir sama, terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Ini berarti bahwa tanah sawah yang terbentuk dari endapan sungai (Dataran Aluvial) dan endapan danau (Dataran Lakustrin) lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik dari Gunung Talang. Meski demikian, komposisi mineral liat dan sifat-sifat tanah yang terbentuk tidak sama. Tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh mineral liat haloisit, tanah sawah dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit, serta kaolinit dalam jumlah sedang, sementara pada tanah sawah dari endapan sungai dijumpai campuran mineral liat smektit, haloisit dan kaolinit.

(5)

haloisit tidak mungkin terbentuk. Ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik. Selain Ca dan Mg, energi selektif air telah menyebabkan kandungan liat pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dibandingkan endapan sungai. Sementara tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kandungan liat sedikit lebih rendah dan tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau. K2O dan P2O5 potensial dan P2O5 tersedia serta

Kejenuhan Basa (KB) juga lebih tinggi pada tanah sawah dari endapan danau. Akumulasi basa-basa terutama Ca dan Mg menyebabkan KB tinggi, namun kejenuhan K menjadi rendah. Pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio Ca/K dan Mg/K menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling tinggi (85.46), kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai (56.87). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling rendah (39.83). Meski demikian, rata-rata rasio Ca/K pada tanah sawah dari bahan induk volkanik 3 kali lebih tinggi dari batas yang ditetapkan untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau hampir 5-7 kali lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata rasio Mg/K yang mencapai 6-10 kali lebih tinggi dari batas yang ditetapkan sebesar 2 (10/5). Rata-rata rasio Mg/K tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai (19.27) yang tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau (18.89). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Mg/K sebesar 11.86.

(6)

Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan dibangun atas karakteristik tanah pengontrol produksi dan produksi Cisokan optimal di masing-masing bahan induk. Penyusunan kriteria tersebut diarahkan untuk tujuan spesifik lokasi dengan hasil penilaian fisik kuantitatif. Kebutuhan data karakteristik lahan yang lebih sedikit memungkinkan proses evaluasi lahan dilakukan lebih mudah, cepat dan murah dengan hasil yang lebih baik. Pada tanah sawah dari bahan induk volkanik hanya diperlukan kandungan liat, P2O5 tersedia dan rasio Ca/K, pada

tanah sawah sungai diperlukan kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan KTK

liat, sedangkan pada tanah sawah dari endapan danau diperlukan N total, P2O5

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI

TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI

BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT

ERNA SURYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Darmawan, M.Sc. 2. Dr Ir Sri Djuniwati, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka 1. Dr Ir Muhrizal Sarwani, M.Sc.

2. Dr Ir Suwardi

(10)

Judul Penelitian : Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat

Nama : Erna Suryani

NIM : A161070031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. Ketua

Dr Ir Iskandar Anggota

Dr Ir D. Subardja, M.Sc. Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana

Ir Atang Sutandi, M.Si. PhD. Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

(11)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanawata’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah dilaksanakan di lapang dan laboratorium sejak bulan April 2009 sampai Oktober 2010 dengan judul “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat”. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari perencanaan, persiapan dan pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Kepada Dr Ir Iskandar dan Dr Ir D. Subardja, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan saran-sarannya.

Terimakasih disampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian atas beasiswa dan pembiayaan penelitian selama mengikuti program Doktor di IPB. Demikian juga kepada Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian atas kesempatan dan izin belajar yang diberikan. Kepada Kepala Laboratorium Mineralogi Tanah alm. BH Prasetyo, M.Sc. dan staf, Kepala Laboratorium Kimia Tanah dan staf, terimakasih atas waktu dan bantuannya.

Penghargaan disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan seluruh Staf Pengajar atas bekal ilmu yang telah diberikan selama mengikuti perkuliahan di SPs IPB. Rekan-rekan mahasiswa Ilmu Tanah, khususnya angkatan 2007 atas dukungan semangat dan doa. Kepada keluarga besar, ayah dan ibu, suami dan anak-anak, adik dan kakak semua terimakasih atas doa dan restunya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam pengelolaan tanah untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian.

Bogor, Januari 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat 17 Oktober 1967 sebagai anak kedua dari Ayahanda H.M. Sarin Marahik dan Ibunda Sarinan Sihat. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, lulus tahun 1992. Pada tahun 2002, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB dan selesai tahun 2005. Kesempatan melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Biaya pendidikan diperoleh dari Badan Litbang Pertanian.

Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian sejak tahun 1993. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah Genesis Tanah dan Evaluasi Lahan.

Pada tahun 1996, penulis menikah dengan Ir Rudi Eko Subandiono, M.Sc dan dikaruniai dua orang putri, Dina Noviana Rahmawati dan Dini Fitriana Wulandari.

Karya ilmiah berjudul Sifat-Sifat Tanah Sawah Dataran Aluvial di Sentra Produksi Beras Solok akan dipublikasi dalam Jurnal Tanah dan Iklim No. 36/Desember 2012. Karya ilmiah lainnya Upaya Peningkatan Produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok telah diajukan untuk dapat dipublikasi dalam Jurnal Agronomi Indonesia. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

(13)

DAFTAR ISI

2.2.1. Karakterisasi Lahan dan Identifikasi TPL ... 8

2.2.2. Identifikasi Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan ... 11 2.2.3. Optimalisasi Tanah Sawah ... 13

2.2.4. Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan ... 17 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 3.1. Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah ... 19

3.1.1. Komposisi Mineral ... 19

3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Sawah ... 28

3.2. Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan ... 43

3.2.1. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Volkanik ... 45 3.2.2. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Sungai ... 47 3.2.3. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Danau ... 49 3.3. Upaya Optimalisasi Tanah Sawah ... 51

3.3.1. Penyusunan Rekomendasi ... 52

3.3.2. Pengujian Rekomendasi ... 57

3.3.3. Rekomendasi Pengelolaan Lahan Optimal ... 70

3.4. Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan ... 72

3.4.1. TPL Lahan Sawah di Sentra Produksi Beras Solok ... 73

(14)

IV. PEMBAHASAN UMUM 81 4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah

Sawah ... 82

4.2. Hubungan Bahan Induk dengan Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan ...

86

4.3. Hubungan Bahan Induk dengan Produksi Cisokan ... 91

4.4. Kelebihan Kriteria Kesesuaian Lahan yang Dibangun ... 91

V. KESIMPULAN DAN SARAN 93

5.1. Kesimpulan ... 93 5.2. Saran ... 94

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Attribute untuk identifikasi TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras

Solok ... 12

2 Rata-rata kandungan hara N, P dan K yang terdapat dalam padi

sawah ... 14

3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti ... 20

4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti ... 23

5 Sifat fisik dan kimia tanah pedon-pedon yang diteliti ... 31

6 Rata-rata kandungan debu dan liat lapisan olah (0-20 cm) ... 33

14 Karakteristik curah hujan Sentra Produksi Beras Solok ... 44

15 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik ... 45 16 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai ... 47 17 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan danau ... 51 18 Hasil analisis kandungan hara kompos jerami ... 53

19 Rekapitulasi penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K berdasarkan karakteristik tanah sawah ... 57 20 Kombinasi perlakuan pupuk yang diuji di lapang ... 57

21 Rata-rata tinggi Cisokan pada umur 38 HST di masing-masing 23 Rata-rata jumlah anakan Cisokan pada umur 38 HST pada berbagai perlakuan ... 61 24 Rata-rata jumlah anakan produktif Cisokan pada berbagai perlakuan ... 62 25 Rata-rata produksi Cisokan di masing-masing bahan induk ... 63

(16)

27 Rata-rata produksi Cisokan pada masing-masing kombinasi bahan induk dan perlakuan ...

65

28 Hasil analisis usahatani padi sawah di Sentra Produksi Beras Solok 71

29 Hasil evaluasi lahan menggunakan beberapa kriteria kesesuaian

lahan untuk padi sawah ... 76

30 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari bahan induk volkanik ... 77

31 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari endapan sungai ... 78

32 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari endapan danau ...

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Lokasi Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat ... 7

2 Diagram alir penelitian karakteristik dan optimalisasi tanah sawah

Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat ... 9

3 Penggunaan lahan, lokasi pedon pewakil dan percobaan lapang ... 10

4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti ... 21

5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang

8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Lakustrin ... 27

9 Kenampakan pedon yang berkembang di daerah volkanik (PV1),

Dataran Aluvial (PA3) dan Dataran Lakustrin (PD1) ... 29

10 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari bahan induk volkanik. a) kandungan liat, b) P2O5

potensial, c) K2O potensial, d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio

Mg/K dan g) KB ... 46

11 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari endapan sungai. a) kandungan liat, b) N total, c) K2O potensial (mg/kg), d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio

Mg/K, dan g) KTK liat ... 48

12 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari endapan danau. a) kandungan liat, b) N total, c) K2O potensial, d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) Rasio Mg/K dan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 X-Ray Difractogram pedon-pedon yang diteliti ... 101

2 Sifat morfologi pedon-pedon yang diteliti ... 110

3 Analisis contoh tanah komposit lapisan olah (0-20 cm) ... 119

4 Hasil analisis sidik ragam sifat-sifat tanah lapisan olah (0-20 cm) .... 126

5 Validasi persamaan regresi dengan produksi di masing-masing

bahan induk ...

131

6 Deskripsi varietas Cisokan (Balitpa, 2004) ... 134

7 Denah penempatan perlakuan di masing-masing bahan induk ... 135

8 Hasil analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman dan jumlah

anakan pada umur 38 HST, jumlah anakan produktif dan produksi Cisokan ...

138

(19)

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak negara dengan sumber ekonomi cukup memadai, tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Sampai saat ini sawah masih menjadi tulang punggung pengadaan pangan nasional. Beras merupakan komoditi pangan nasional yang akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sensus penduduk 2010 mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.56 juta jiwa dengan laju peningkatan sebesar 1.49% (BPS, 2010). Angka tersebut sekaligus menunjukkan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Di sisi lain perubahan iklim, konversi lahan sawah yang terus berjalan dan rendahnya kemampuan pemerintah mencetak lahan sawah baru menjadi ancaman bagi pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

Revolusi Hijau memang telah menghantarkan Indonesia berswasembada

beras, namun pemberian pupuk kimia (input) dalam dosis tinggi secara terus

menerus untuk memacu peningkatan hasil telah menyebabkan deteriorasi

kesuburan tanah, sehingga penambahan input tidak lagi mampu menaikan hasil

padi, bahkan terjadi fenomena tanah sakit (soil sickness) dan kelelahan teknologi

(technology fatique) (Las, 2009). Dalam kondisi ini pemupukan berimbang tidak

mampu mengatasinya, bahkan terjadi penurunan efisiensi pemupukan dan

pencemaran lingkungan (Adiningsih, 1992). Dari segi ekonomi, penggunaan input

tinggi telah pula menyebabkan rendahnya kelenturan sistem usahatani padi sawah (Las, 2009).

Banyak peneliti melaporkan telah terjadi penurunan hasil padi karena pemakaian pupuk kimia yang tidak tepat, seperti yang dilaporkan Regmi et al.

(2002); (Bhandari et al., 2002); Yadvinder-Singh et al. (2004); Pramono (2004).

Menurut Regmi et al. (2002); Bhandari et al. (2002) penurunan hasil padi

disebabkan penurunan bertahap (gradual depletion) dan ketidakseimbangan dari

(20)

Penurunan kualitas tanah sawah karena menurunnya C organik juga telah terjadi di beberapa sentra produksi padi. Pramono (2004) melaporkan bahwa hasil analisis contoh tanah yang berasal dari sentra produksi padi di Jawa Tengah

menunjukkan bahwa rata-rata C organik < 2%. Sebelumnya Karama et al. (1990)

melaporkan bahwa dari 30 contoh tanah yang diambil dari sawah-sawah di Indonesia, sekitar 68% diantaranya mempunyai C organik < 1.5% dan hanya 9% saja yang mempunyai C organik > 2%. Kandungan C organik < 2% tersebut menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) mengindikasikan tanah sawah dalam kondisi sakit.

Solok merupakan pemasok beras utama di Sumatera Barat yang dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, disamping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera Barat, seperti Riau dan Jambi. Data Diperta Kabupaten Solok (2008) menyebutkan bahwa produksi padi rata-rata telah mencapai 5.01 ton/ha, angka ini lebih tinggi dari produksi padi rata-rata di Sumatera Barat (4.57 ton/ha), bahkan produksi padi nasional (4.78 ton/ha). Namun tingkat produktivitas padi tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan Sentra Produksi Beras Solok, selain rasanya yang disukai karena beras putih dan nasi pera, daya jual juga tinggi. Hasil pengamatan lapang, saat ini rata-rata produksi Cisokan baru mencapai 4.15 ton/ha dengan hasil tertinggi 7.08 ton/ha GKG. Hal ini mengindikasikan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok belum optimal.

(21)

Tanah sebagai media tumbuh adalah salah satu sumberdaya yang memiliki

ciri dan karakteristik tergantung bahan induk pembentuknya (Buol et al., 1980).

Mineral adalah penyusun bahan induk dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah (Allen dan Hajek, 1989). Pelapukan mineral primer seperti feldspar, feromagnesia (olivin, piroksin, amfibol), mika, zeolit, gelas volkanik

menyumbangkan unsur hara seperti Ca, Mg, K dan Na (Huang, 1989; Fanning et

al., 1989; Wada, 1989). Selain sebagai sumber hara, pelapukan mineral primer di

dalam tanah menghasilkan mineral liat yang berperan penting menentukan muatan tanah. Tanah sawah yang didominasi mineral liat bermuatan negatif lebih reaktif dari tanah sawah yang didominasi muatan positif (Borchardt, 1989).

Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari endapan liat, pasir dan

kerikil pada Formasi Qal dan rombakan andesit gunung berapi pada Formasi Qf

(Peta Geologi Bersistem Sumatera, 1995). Formasi Qal menempati Dataran

Aluvial dan Lakustrin, sedangkan Formasi Qf menempati daerah volkanik.

Menurut Marsoedi et al. (1997), Dataran Aluvial adalah dataran luas yang

terbentuk akibat aktivitas sungai dan Dataran Lakustrin awalnya merupakan cekungan yang terisi oleh sedimen halus, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau, sedangkan daerah volkanik terbentuk akibat

aktivitas gunung berapi. Proses pembentukan landform tersebut menunjukkan

tanah sawah di Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari bahan endapan

(Alochthonous materials), di Dataran Aluvial pengendapan bahan dipengaruhi

oleh aktivitas sungai dan di Dataran Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas danau. Di daerah volkanik tanah sawah terbentuk dari bahan in situ

(Autochthonous materials).

Hasil penelitian Sudarsono et al. (2010) menyatakan sebagian besar

(22)

Dalam penerapannya, tindakan pengelolaan memerlukan metode evaluasi lahan yang memuat persyaratan tumbuh tanaman untuk berproduksi optimal. Banyak metode evaluasi lahan telah dikembangkan, namun metode-metode

tersebut berbeda dalam kriteria dan cara pengambilan keputusan (Hardjowigeno et

al., 1999), sehingga bila digunakan pada lahan yang sama seringkali memberikan

hasil yang berbeda, bahkan hasil penilaian tidak sesuai dengan potensi lahannya. Selain itu, kriteria kesesuaian lahan masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi data dan pengalaman empiris mengacu pada publikasi luar

negeri, seperti FAO (1976, 1983) dan Sys et al. (1993), sehingga tidak sesuai bila

digunakan untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik di Sentra Produksi Beras Solok. Subardja (2005) menambahkan bahwa metode penilaian kesesuaian lahan masih dilakukan secara kualitatif berdasarkan kondisi fisik lahan, belum dikaitkan dengan produksi ataupun keuntungan pada tingkat pengelolaan tertentu, demikian juga parameter yang digunakan dan pengharkatannya belum dikaji di lapang.

Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat” perlu dilakukan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk Tipe Penggunaan Lahan (TPL) Cisokan serta mengembangkan metode penilaian kesesuaian lahan yang kuantitatif.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk dari

bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau.

2. Mengidentifikasi sifat-sifat tanah yang mengontrol produksi Cisokan di

masing-masing bahan induk.

3. Mengetahui potensi tanah sawah dan tindakan pengelolaan yang tepat untuk

mengoptimalkan produksi Cisokan di masing-masing bahan induk.

4. Menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang

(23)

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari tiga bahan

induk, yaitu bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. Perbedaan bahan induk tersebut menyebabkan komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk berbeda.

2. Perbedaan produksi Cisokan disebabkan karena sifat-sifat tanah yang

mengontrol produksi di masing-masing bahan induk berbeda.

3. Mengoptimalkan potensi tanah dan menyusun tindakan pengelolaan yang

tepat, dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usahatani.

4. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah yang ada masih bersifat umum dan

penilaian berdasarkan fisik kualitatif, selain kurang sesuai untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik, hasil penilaian seringkali tidak bersesuaian dengan produksi lahannya.

1.4. Manfaat Penelitian

Informasi sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk di masing-masing bahan induk memberikan gambaran tentang potensi tanah sawah menyediakan hara bagi tanaman. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam menyusun tindakan pengelolaan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan varietas padi sawah unggulan lainnya di Sentra Produksi Beras Solok.

Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah Sentra Produksi Beras Solok dan lahan-lahan sawah lainnya jika TPL yang sama diterapkan, sehingga potensi produksi dan keuntungan usahatani yang akan diperoleh dapat diketahui. Pada skala luas, hasil penilaian menggambarkan besarnya sumbangan Sentra Produksi Beras Solok terhadap ketahanan pangan di Sumatera Barat.

(24)

1.5. Kebaruan Penelitian

(25)

2.1. Tempat dan Waktu

Penelitian terdiri atas penelitian lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilakukan di Sentra Produksi Beras Solok, secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kubung, Gunung Talang, Bukit Sundi, Lembang Jaya dan X Koto Singkarak Kabupaten Solok dan Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok. Penyebaran lahan sawah diperoleh dari Peta Topografi skala 1:50.000 lembar Solok dan Talawi. Informasi bahan induk didekati dari Peta Geologi Bersistem Sumatera (1995) Lembar Solok skala 1:250.000. Lokasi Sentra Produksi Beras Solok di dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat.

(26)

Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan April 2009 hingga Oktober 2010.

2.2. Metode

Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan, yaitu: 1) Karakterisasi lahan dan identifikasi TPL, 2) Identifikasi karakteristik lahan pengontrol produksi Cisokan, 3) Optimalisasi tanah sawah, dan 4) Penyusunan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Diagram alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.

2.2.1. Karakterisasi Lahan dan Identifikasi TPL

Karakterisasi lahan bertujuan mengumpulkan data karakteristik lahan, baik karakteristik tanah sebagai media tumbuh maupun karakteristik lingkungan tumbuh. Berdasarkan data karakteristik lahan tersebut ditentukan karakteristik lahan pengontrol produksi yang menjadi dasar penyusunan tindakan pengelolaan lahan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di masing-masing bahan induk. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan disusun berdasarkan karakteristik lahan pengontrol produksi dan produksi optimal di masing-masing bahan induk.

Pengamatan dilakukan pada tiga bahan induk, yaitu bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. Karakterisasi tanah di lapang dilakukan terhadap sembilan pedon pewakil, masing-masing bahan induk diwakili oleh tiga pedon. Pedon PV1, PV2 dan PV3 untuk bahan induk volkanik, pedon PA1, PA2 dan PA3 untuk endapan sungai dan pedon PD1, PD2 dan PD3 untuk endapan danau. Pedon PV1 diambil pada lereng tengah volkanik bagian atas, pedon PV2 pada lereng tengah volkanik bagian bawah dan pedon PV3 pada lereng bawah volkanik. Pedon PA diambil tegak lurus terhadap Sungai Batang Sumani, sedangkan pedon-pedon PD tegak lurus terhadap Danau Singkarak.

(27)

di-entry sebagai database tanah sawah. Setelah dideskripsi, dilakukan

pengambilan contoh tanah pada setiap horizon sebanyak + 1 kg untuk dianali-

Gambar 2 Diagram alir penelitian karakteristik dan optimalisasi tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat.

(28)

sis sifat fisika, kimia dan mineralogi tanah di laboratorium. Selain contoh tanah tersebut telah pula diambil 137 contoh tanah komposit yang terdiri atas 80 contoh tanah dari daerah volkanik (KV01-KV80), 37 contoh dari Dataran Aluvial (KA01-KA37) dan 22 contoh tanah dari Dataran Lakustrin (KD01-KD22). Pengamatan tanah dan prosedur pengambilan contoh tanah di lapang mengacu pada FAO (1978). Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Survey Staff (2010). Lokasi pengambilan contoh tanah dan lokasi percobaan di masing-masing bahan induk disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Penggunaan lahan, lokasi pedon pewakil dan percobaan lapang.

Sebelum dianalisis, contoh tanah dari masing-masing horizon dan contoh tanah komposit dikeringanginkan, dicampur merata, kemudian diayak untuk memperoleh tanah halus berukuran < 2 mm. Analisis sifat fisika dan kimia tanah

meliputi: tekstur 3 fraksi (metode pipet), pH H20 (pH meter) dan pH KCl (KCl 1

N), C organik (Walkley and Black), N total (Kjeldahl), P dan K potensial (P2O5

(29)

basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) dan kapasitas tukar kation (NH4OAc pH 7).

Prosedur analisis tanah mengikuti SCS-USDA (1982).

Analisis mineralogi bertujuan mengetahui komposisi mineral pasir dan

mineral liat. Komposisi mineral pasir ditetapkan dengan metode line counting

menggunakan Mikroskop Polarisator. Identifikasi mineral liat menggunakan

X-Ray Difractometer didasarkan atas pantulan X-Ray yang mengenai tiap bidang

kristalin mineral melalui penjenuhan kation Mg2+, Mg2+ Glycerol , K+ dan

K+550oC. Jarak antara kisi (Å) masing-masing mineral liat untuk setiap perlakuan

adalah spesifik.

Data mengenai karakteristik lingkungan, seperti data iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin) dikumpulkan dari stasiun iklim yang berada di daerah penelitian. Data tersebut diperlukan untuk

penetapan Length of Growing Period (LGP) menggunakan program CropWat

(Clarke, 1998). Selain data karakteristik lahan juga dikumpulkan data produksi yang diperoleh melalui wawancara dengan petani dan instansi terkait, di antaranya Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Solok dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Identifikasi TPL bertujuan untuk mengetahui spesifikasi TPL sawah yang diterapkan di Sentra Produksi Beras Solok. Identifikasi dilakukan menggunakan 11 attribute TPL yang dikemukakan oleh FAO (1976). Ke-11 attribute TPL

tersebut disajikan pada Tabel 1. Setelah data-data TPL yang diterapkan di daerah penelitian terkumpul, selanjutnya dipilih satu TPL utama yang menyebar di tiga bahan induk, selanjutnya disebut sebagai TPL existing.

2.2.2. Identifikasi Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan

Karakteristik lahan pengontrol produksi adalah karakteristik lahan yang menentukan produksi atau karakteristik lahan dimana perbedaannya menyebabkan produksi berbeda. Karakteristik lahan ini ditetapkan melalui pengamatan di lapang dan analisis contoh tanah di laboratorium terhadap karakteristik lahan yang tidak dapat ditetapkan di lapang. Pengaruh karakteristik lahan terhadap produksi diuji

menggunakan regresi linear dilanjutkan dengan regresi bertatar (stepwise)

(30)

Tabel 1 Attribute untuk identifikasi TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok No Attribute TPL Keterangan

1. Hasil Keuntungan dari usahatani

2. Orientasi pasar Tujuan produksi (komersil atau subsisten atau skala rumah tangga)

3. Intensitas modal Besarnya modal yang digunakan 4. Intensitas tenaga kerja Jumlah tenaga kerja

5. Pengolahan lahan Dilakukan oleh manusia, mesin atau hewan 6. Pengetahuan teknis dan

budaya petani Tingkat pengetahuan petani 7. Teknologi pengelolaan

lahan Penggunaan varietas, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pengelolaan bahan organik, kotoran hewan, dll.

8. Kebutuhan infrastruktur Kebutuhan terhadap prasarana produksi 9. Luas lahan usahatani Luas lahan usahatani

10. Status kepemilikan lahan Kondisi lahan usaha (milik sendiri atau kelompok, sewa)

11. Tingkat pendapatan Penghitungan pendapatan (perkapita, petani atau unit area)

Sumber: FAO (1976).

Penetapan karakteristik lahan pengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk bertujuan untuk menyusun tindakan pengelolaan lahan guna mengoptimalkan produksi Cisokan serta menetapkan karakteristik lahan penyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan di masing-masing bahan induk. Kriteria kesesuaian lahan yang disusun dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah jika TPL yang sama diterapkan, baik di Sentra Produksi Beras Solok maupun lokasi lain pada karakteristik lahan yang sama dengan Sentra Produksi Beras Solok.

Analisis regresi linear bertujuan mengetahui hubungan masing-masing karakteristik lahan dengan produksi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), regresi linear adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara

satu peubah bebas (X, independence variable) dengan satu peubah tak bebas (Y,

dependence variable), hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai garis lurus.

Kehandalan persamaan regresi dalam menggambarkan hubungan tersebut

dinyatakan dengan koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2. Semakin

besar nilai R2, maka semakin besar kemampuan persamaan regresi menerangkan

(31)

ini karaktersitik lahan dinyatakan mempunyai hubungan dengan produksi bila mempunyai R2 > 0.75.

Selanjutnya terhadap karakteristik lahan terpilih dilakukan analisis regresi

stepwise untuk mengetahui karakteristik lahan penentu produksi. Menurut Gomez

dan Gomez (1983) bahwa dalam regresi stepwise peubah-peubah yang kurang

berpengaruh terhadap produksi dihilangkan, sehingga hanya tersisa peubah-peubah yang sangat berpengaruh terhadap produksi. Persamaan penduga produksi yang didapat selanjutnya divalidasi dengan produksi lapang sampai didapatkan persamaan terbaiknya.

2.2.3. Optimalisasi Tanah Sawah

Optimalisasi tanah sawah untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok meliputi tiga kegiatan, yaitu penyusunan rekomendasi, pengujian rekomendasi dan penentuan rekomendasi pengelolaan optimal di masing-masing bahan induk (bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau).

Penyusunan Rekomendasi

Secara umum, tanaman dapat berproduksi optimal apabila hara yang dibutuhkan tersedia di dalam tanah. Menurut FAO (1983), tanaman dikatakan berproduksi optimal apabila mampu berproduksi > 80% dari potensi hasilnya. Untuk itu perlu diketahui jumlah hara yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi pada tingkat tertentu. N, P dan K adalah unsur hara makro utama dan paling banyak diserap tanaman padi sawah. Data hasil penelitian Widowati (2008) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan N dalam gabah dan jerami masing-masing sebesar 1.38%. Kandungan P dan K 0.29 dan 0.30 g/100 g gabah, sementara dalam jerami 0.13 dan 2.49 g/100 g jerami (Tabel 2).

Penyusunan rekomendasi pemupukan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok mengacu pada prinsip pemupukan

berimbang yang dikemukakan Buresh et al. (2006), yaitu keseimbangan unsur

(32)

serta pupuk kimia. Prinsip pemupukan berimbang adalah mengoptimalkan hara dari sumber alami, sedangkan pupuk kimia hanya mencukupi kekurangan hara dari sumber alami. Dalam hal ini sumber alami yang diperhitungkan adalah tanah dan sisa tanaman padi (kompos jerami).

Tabel 2 Rata-rata kandungan hara N, P dan K yang terdapat dalam padi sawah

N P K

Bagian tanaman*

(%) g/100 g

Gabah 1.38 0.29 0.30

Jerami 1.38 0.13 2.49

Keterangan *: Berat dihitung berdasarkan contoh kering 105°C. Sumber: Diolah dari data penelitian Widowati (2008).

Tahapan penyusunan rekomendasi adalah: 1) menetapkan produksi yang akan dicapai, yaitu produksi Cisokan tertinggi saat ini sebesar 7.08 ton/ha GKG, 2) menghitung jumlah hara yang diambil oleh biomassa, 3) menghitung jumlah hara yang dilepaskan/disediakan oleh sumber alami (tanah dan sisa tanaman) dan menghitung jumlah hara yang diperlukan dari pupuk kimia.

Pengujian Rekomendasi

Percobaan lapang dalam rangka pengujian rekomendasi dilakukan dalam satu musim tanam (+ 4 bulan). Percobaan dirancang menggunakan Rancangan

Petak Terpisah (Split Plot Design). Sebagai Petak Utama (PU) adalah bahan induk

(A) dan sebagai Anak Petak (AP) adalah kombinasi perlakuan (B), masing-masing

perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Uji lanjutan menggunakan DMRT (Duncans

Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Model matematiknya adalah sebagai

berikut:

Yijk = + Kk + i + ik + j + ik + ( )ij + ijk

Yijk = Nilai pengamatan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j pada

ulangan ke-k = Nilai rata-rata

Kk = Pengaruh pengelompokkan

(33)

ik = Pengaruh acak dari faktor A

j = Pengaruh utama faktor B

ik = Pengaruh acak dari faktor B

( )ij = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

ijk = Pengaruh acak dari interaksi faktor AB

Tindakan pengelolaan yang diberikan pada TPL saat ini (existing)

menciptakan suatu TPL baru yang disebut TPL expected.Untuk mengetahui TPL

expected yang layak diusahakan, maka dilakukan analisis kelayakan usahatani.

Kriteria kelayakan ekonomi yang digunakan adalah Revenue Cost Ratio (R/C) dan

Benefit Cost Ratio (B/C). R/C dihitung untuk mengetahui besarnya

pendapatan/penerimaan (rupiah) yang diperoleh dari suatu usahatani, sedang B/C untuk mengetahui besarnya manfaat bersih yang diterima untuk setiap satu rupiah

yang diinvestasikan (input). Suatu TPL dikatakan layak diusahakan bila R/C dan

B/C > 1. Untuk itu telah dikumpulkan data komponen biaya produksi (input),

meliputi: 1) biaya tenaga kerja untuk persiapan lahan, tanam, pemupukan, pemeliharaan dan panen, 2) biaya peralatan (sewa alat), dan 3) biaya sarana produksi, seperti bibit, pestisida, pupuk, dan lain sebagainya. Sebagai output

adalah gabah padi (ton/ha GKG).

Rekomendasi Pengelolaan Lahan Optimal

Rekomendasi pemupukan dipilih apabila: 1) tanaman mampu berproduksi optimal, yaitu berproduksi > 80% dari potensi hasilnya (FAO, 1983), dan 2) memenuhi persyaratan layak secara ekonomi yang ditunjukkan oleh parameter

Revenue Cost Ratio (R/C) dan Benefit Cost Ratio (B/C) > 1.

Lokasi percobaan untuk pengujian rekomendasi ditempatkan pada kelas tekstur yang sama untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan data yang mungkin terjadi karena perbedaan tekstur. Selain itu, setiap satu petak sawah minimal memuat satu ulangan, sehingga perbedaan-perbedaan antar ulangan dapat

diminimalkan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 4 x 5 m (20 m2). Sekeliling

(34)

Antar petak percobaan dibuat saluran dengan lebar 25 cm. Saluran ini berfungsi sebagai tempat keluar masuknya air.

Benih yang digunakan adalah benih Cisokan berlabel. Sebelum benih disemai, terlebih dahulu disiapkan lahan tempat persemaian dengan ukuran 5 x 15 m. Sekeliling persemaian dibuat pematang setinggi + 20 cm untuk mempermudah mengontrol air. Benih dijemur selama 1 hari, kemudian direndam 2 malam, lalu ditiriskan sampai benih berkecambah (keluar akar + 0.5 cm). Selanjutnya benih disebarkan pada lahan yang telah disiapkan. Setelah berumur + 21 hari, benih dipindahkan sebanyak 3-5 batang/rumpun dengan jarak tanam 20 x 20 cm.

Pemeliharaan meliputi pemupukan, pengaturan air, penyulaman dan penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali. Pemupukan I diberikan sehari sebelum tanam. Pupuk yang diberikan adalah pupuk P (SP-36) dan pupuk organik (kompos jerami) dengan cara disebar. Pemupukan II diberikan pada saat tanaman berumur 10 hari (10 HST). Pupuk yang diberikan adalah ½ dosis pupuk N (Urea) dan ½ dosis pupuk K (KCl) dengan cara disebar. Pemupukan ke III adalah sisanya, yaitu ½ dosis pupuk N (Urea) dan ½ dosis pupuk K (KCl) dengan cara disebar.

Pengaturan air sangat penting dilakukan karena kebutuhan air setiap fase pertumbuhan tanaman padi tidak sama. Pada fase pertumbuhan awal, tanaman padi memerlukan air dalam jumlah sedikit atau macak-macak (0.5 cm). Kondisi air macak-macak juga diperlukan saat pemupukan, ini dimaksudkan agar pupuk tidak terbawa air (tercuci). Air dalam jumlah banyak (2 cm) diperlukan saat tanaman memasuki fase anakan produktif (21-28 HST). Pada fase primordia kondisi air kembali macak-macak dan setelah melewati fase tersebut sawah perlu dikeringkan. Pengeringan selain mempercepat pematangan buah, juga mempermudah waktu panen (gabah tidak terendam air).

Penyulaman dilakukan bila tanaman mati atau terserang hama.

(35)

Panen dilakukan setelah padi masak atau padi berwarna kuning keemasan. Padi di setiap petak dipotong menggunakan alat pemotong sabit atau arit, lalu dirontokkan, kecuali 5 rumpun tanaman padi yang diberi tanda/patok. Hasil rontokan dimasukkan ke dalam karung yang telah diberi label sesuai dengan perlakuan. Untuk menghilangkan gabah hampa dilakukan “penganginan atau ditampi”, selanjutnya ditimbang. Hasil penimbangan merupakan berat gabah kering panen (GKP) dengan kadar air 20%, untuk memperoleh berat gabah kering giling (GKG) dengan kadar 14%, maka berat GKP dikali faktor koreksi 80/86.

Pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, dan produksi. Pengamatan I dilakukan saat tanaman berumur 10 HST atau sebelum dilakukan pemupukan II, selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu. Setiap petak percobaan diwakili oleh 5 rumpun tanaman yang dipilih secara acak. Agar data yang diperoleh berkesinambungan dari pengamatan I sampai pengamatan terakhir (sampai panen), maka tanaman diberi tanda (patok) menggunakan bambu sepanjang 1.5 meter.

Pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan selama fase vegetatif (sebelum fase generatif). Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran mulai dari dasar sampai ujung daun, kemudian dilanjutkan dengan menghitung jumlah anakan. Jumlah anakan produktif dan produksi tanaman ditentukan pada saat panen. Anakan produktif dihitung berdasarkan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Produksi tanaman dinyatakan dalam berat gabah kering giling (kg/petak) dan kesetaraannya (ton/ha). Semua data tanaman dicatat dalam suatu form isian untuk selanjutnya di-entry dan dianalisis.

2.2.4. Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL

Cisokan

(36)

- Sangat sesuai (S1), bila produksi Cisokan > 80%,

- Cukup sesuai (S2), bila produksi Cisokan 60-80%,

- Agak sesuai (S3), bila produksi Cisokan 40-60%,

- Tidak sesuai (N), bila produksi Cisokan < 40% dari potensi hasil.

Kriteria kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan produksi TPL Cisokan

saat ini (existing) disebut sebagai kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL

Cisokan existing. Untuk mendapatkan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk

TPL Cisokan expected, maka kriteriakesesuaian lahan yang dihasilkan divalidasi

(37)

Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah, 2) Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan, 3) Upaya Optimalisasi Tanah Sawah, dan 4) Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok.

3.1. Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

3.1.1. Komposisi Mineral

Mineral merupakan unsur utama penyusun tanah dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah. Berikut disajikan komposisi mineral pasir dan mineral liat yang terbentuk.

Komposisi Mineral Pasir

Hasil analisis komposisi mineral pasir pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa komposisi mineral pasir terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik.

(38)

Tabel 3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti

(39)

Mohr dan van Baren (1960) mengemukakan opak dan hiperstin mempunyai specific gravity > 2.9, sedangkan feldspar (labradorit) mempunyai

specific gravity < 2.9. Karena perbedaan specific gravity tersebut, kemungkinan

opak sulit ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Sementara tingginya hiperstin pada pedon-pedon di Dataran Aluvial mengindikasikan hiperstin mempunyai

specific gravity yang lebih rendah dari opak.

Kandungan labradorit lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Aluvial, sebaliknya gelas volkan lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin. Berdasarkan posisi pengendapan, Dataran Aluvial merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik, bahan-bahan yang belum sempat diendapkan terus terbawa air dan diendapkan ke tempat yang lebih jauh (Dataran

Lakustrin). Specific gravity gelas volkan lebih rendah, sehingga lebih mudah

ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Peneliti lain menyebutkan (Hunter, 1988) bahwa keberadaan gelas volkan di dalam tanah sebagian besar merupakan endapan angin (aeolian) ketika aktivitas gunung api (erupsi) terjadi. Gambar 4

menyajikan penyebaran opak dan hiperstin, sedangkan Gambar 5 menyajikan penyebaran gelas volkan dan feldspar.

Gambar 4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti.

Adanya kesamaan komposisi mineral pasir pada pedon-pedon yang diteliti menunjukkan tanah sawah yang terbentuk di Dataran Aluvial dan Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik Gunung Talang. Penambahan bahan baru di atas bahan tanah yang sudah ada merupakan ciri utama tanah-tanah yang berkembang dari aluvium. Hal ini terbukti dari asosiasi mineral yang disajikan

(40)

pada Tabel 4. Perhitungan asosiasi mineral yang dikemukakan Baak (1948 dalam

Mohr dan van Baren, 1960) menunjukkan bahwa pedon-pedon mempunyai asosiasi mineral yang tidak sama di dalam penampangnya. Pedon PA1 mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin yang didominasi oleh hiperstin sampai kedalaman 30 cm, pada kedalaman 30-52 cm terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin-augit) dan pada kedalaman > 52 cm kembali hiperstin mendominasi asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan sampai kedalaman > 52 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan pada pedon PA1.

0

Gambar 5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang diteliti.

Pada pedon PD2 terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin sampai kedalaman 48 cm, kemudian asosiasi mineral piroksin-amfibol (hornblende) sampai kedalaman 100 cm dan pada kedalaman > 100 cm kembali dijumpai asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman > 100 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik.

Penambahan bahan baru ternyata tidak saja terjadi pada pedon-pedon yang terbentuk di daerah dataran, akan tetapi juga di daerah volkanik. Pedon PV2 yang berada di lereng tengah volkanik bagian bawah mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 25 cm, pada kedalaman > 25 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol. Pada pedon PV3 terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 20/23 cm. Pada kedalaman 20/23-90 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol dan pada kedalaman > 90 cm kembali terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin yang didominasi oleh hiperstin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman 100 cm telah

(41)

terjadi dua hingga tiga kali pengendapan bahan. Hasil penelitian Suryani dan Prasetyo (2002) di daerah volkanik Gunung Talamau, Sumatera Barat juga menemukan hal yang sama bahwa penambahan bahan baru dapat disebabkan oleh aktivitas gunung berapi berupa pengendapan bahan-bahan hasil erupsi di atas bahan atau tanah yang sudah ada.

Tabel 4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti

Jenis dan komposisi mineral (%)

Pewakil Kedalaman (cm) Horizon Simbol

Op Zi Hh Hc Au Hi

Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

Komposisi Mineral Liat

Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau

hasil pembentukan baru (neoformation) di dalam tanah (Allen dan Hajek, 1989).

Eswaran (1979); Delvaux et al. (1989) mengemukakan bahwa pelapukan bahan

volkanik di daerah tropis menghasilkan alofan, haloisit, smektit, kaolinit, goetit dan gibsit. Di antara mineral liat tersebut alofan dan haloisit merupakan fraksi liat dominan. Menurut Wada (1989), haloisit terbentuk dari alofan, namun banyak

peneliti mengungkapkan haloisit terbentuk langsung dari abu volkanik (Parfitt et

(42)

Pada pedon-pedon di daerah volkanik Gunung Talang, X-Ray

Difractometer mendeteksi mineral haloisit (haloisit hidrat dan metahaloisit),

smektit dan kaolinit. Haloisit terbentuk pada pedon PV1 dan PV2, sedangkan smektit dan kaolinit dijumpai pada tanah lapisan atas pedon PV3.

Gambar 6 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di daerah volkanik.

Pada Gambar 6 terlihat pedon PV1 dan PV2 mempunyai komposisi mineral liat sama, yaitu haloisit hidrat dan metahaloisit masing-masing dalam jumlah sedang. Haloisit hidrat ditunjukkan oleh puncak difraksi 10.07-10.14Å dan

4.44-4.46Å pada perlakuan Mg2+ serta 11.57Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol.

Metahaloisit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.36-7.46Å dan 3.56-3.62Å pada

perlakuan Mg2+. Menurut Dixon (1989); Allen dan Hajek (1989) adanya mineral

liat haloisit merupakan indikasi bahwa tanah masih tergolong muda. Beberapa studi meyakini bahwa haloisit merupakan bentuk awal dari sistem pelapukan aktivitas larutan silika tinggi sebelum akhirnya ditransformasi ke bentuk yang lebih stabil (McIntosh, 1979; Singleton et al., 1989). Selain haloisit, juga terdapat

gibsit dalam jumlah sedikit yang ditunjukkan oleh puncak difraksi 4.83-4.86Å dan goetit pada pedon PV2 dalam jumlah sangat sedikit (4.18Å).

(43)

Berbeda dengan pedon PV1 dan PV2, pada lapisan atas pedon PV3 X-Ray

Difractometer mendeteksi mineral smektit dan kaolinit dalam jumlah sedang serta

illit dalam jumlah sedikit. Smektit terdeteksi pada puncak 15.50Å pada perlakuan

Mg2+, 18.03Å perlakuan Mg2+ Glycerol, 13.37Å perlakuan K+ dan 10.01Å

perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.20Å, 4.46Å dan

3.59Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan K+. Sementara illit ditunjukkan

oleh puncak difraksi pada 10.01Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan

K+550°C. Selain mineral liat, pada pedon-pedon PV dijumpai kristobalit dalam jumlah sedikit hingga sedang pada puncak difraksi 4.03-4.06Å.

Pada lapisan bawah pedon PV3 (Lampiran 1) dijumpai mineral haloisit hidrat dan metahaloisit dalam jumlah sedang, demikian juga dengan kristobalit. Komposisi mineral liat lapisan bawah pedon PV3 tersebut sama dengan komposisi mineral liat lapisan atas pedon PV1 dan PV2. Adanya smektit pada lapisan atas pedon PV3 menunjukkan bahwa pada pedon tersebut telah terjadi akumulasi basa-basa. Akumulasi basa-basa, terutama Ca dan Mg pada lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Berdasarkan pengamatan lapang, pedon PV3 berada pada lereng bawah volkanik, sehingga akumulasi basa-basa dari lereng atas dan lereng tengah volkanik sangat dimungkinkan.

Komposisi mineral liat pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial disajikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat mineral liat

kaolinit mendominasi pedon PA1. Selain kaolinit, X-Ray Difractometer

mengidentifikasi mineral liat smektit dalam jumlah sedikit, sebaliknya dengan pedon PA2 mineral liat smektit dijumpai dalam jumlah banyak. Selain smektit terdapat metahaloisit dan haloisit hidrat masing-masing dalam jumlah sedang dan sedikit. Pada pedon PA3 teridentifikasi adanya mineral liat smektit dan metahaloisit dalam jumlah yang sama (sedang) dan mineral liat haloisit hidrat dalam jumlah sedikit. Selain mineral liat, dijumpai feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

Pada pedon-pedon PA, mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak

difraksi 7.16-7.26Å, 4.42-4.45Å dan 3.553.58Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+

Glycerol dan K+. Smektit terlihat pada puncak difraksi 15.50-17.04Å pada

(44)

perlakuan K+ dan 10.07-10.21Å pada perlakuan K+550°C. Haloisit hidrat terdeteksi pada puncak difraksi 10.01Å dan metahaloisit pada 7.22Å, 4.42Å

3.56Å dengan perlakuan Mg2+. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada

puncak 4.04Å dan 3.20Å dengan perlakuan Mg2+.

Masih pada Gambar 7, ketiga pedon PA tersebut memperlihatkan komposisi mineral liat berbeda, meski pedon-pedon tersebut mempunyai komposisi dan jumlah mineral pasir penyusun relatif sama (Tabel 3). Adanya perbedaan komposisi mineral liat tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan posisi pedon-pedon tersebut di Dataran Aluvial. Pedon PA1 dan PA3 berada pada bentuk wilayah yang agak cembung, namun pedon PA1 lebih dekat ke sungai. Sementara pedon PA2 berada di antara pedon PA1 dan PA3 pada bentuk wilayah yang lebih cekung.

Gambar 7 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Aluvial.

Berbeda dengan Dataran Aluvial, di Dataran Lakustrin (Gambar 8)

pedon-pedon mempunyai komposisi mineral liat yang sama. Pada X-Ray Difractogram

tampak komposisi mineral liat yang lebih seragam. Mineral smektit dijumpai

dalam jumlah banyak dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Pada fraksi liatnya terdapat feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

(45)

Mineral liat smektit ditunjukkan oleh puncak difraksi 15.02-15.66Å pada

perlakuan Mg2+, 17.62-18.63Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol, 12.71-13.03Å pada

perlakuan K+ dan 10.01-10.32Å pada perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan

oleh puncak 7.16-7.22Å dan 3.56-3.60Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol, K+

dan hilang pada perlakuan K+550°C. Illit terdeteksi pada 10.01-10.27Å dan 5.02Å

pada semua perlakuan. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak 4.03-4.06Å dan 3.20Å.

Gambar 8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Lakustrin.

Jika pedon-pedon di daerah dataran dibandingkan, mineral liat smektit lebih banyak terbentuk pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin. Menurut Borchardt (1989) keberadaan smektit di dalam tanah terjadi melalui tiga cara. Pertama, pembentukan dari larutan, kedua melalui transformasi mika, dan ketiga melalui pengendapan smektit. Lebih lanjut Borchardt (1989) menjelaskan bahwa pembentukan dari larutan merupakan sumber utama smektit di dalam tanah. Adanya mineral liat smektit pada tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok kemungkinan terbentuk dari larutan. Hal ini didukung oleh data mineral pasir (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa jumlah mineral penyusun relatif sama,

(46)

tetapi mineral liat yang terbentuk berbeda (pedon-pedon PA), sebaliknya mineral liat sama tetapi jumlah mineral penyusun sedikit berbeda (pedon-pedon PD dan PV3). Pelapukan mineral-mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca2+ dan Mg2+, pada pH

tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Pada kondisi pH tinggi tersebut, menurut van Wambeke (1992) kaolinit dan haloisit tidak mungkin terbentuk. Dixon (1989) menyatakan bahwa kaolinit dan haloisit merupakan hasil pelapukan pada lingkungan masam. Hal ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit juga merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik.

Pada pedon-pedon PD dan PV3, selain pembentukan melalui larutan, adanya illit bersama smektit merupakan bagian dari proses transformasi illit – smektit, prosesnya sebagai berikut:

-K+ kation dapat tukar terhidrasi

Illit (mika) vermikulit + smektit + K+

(tidak stabil)

Dalam proses depotassication ini, Dataran Lakustrin dan lereng bawah

volkanik menyediakan lingkungan yang sesuai untuk transformasi illit-smektit.

Menurut Borchardt (1989); Fanning et al. (1989) pembentukan smektit dari illit

terjadi karena lingkungan rendah K+ dan Al3+, namun Ca2+ dan Mg2+ tinggi dalam

larutan tanah, pH tanah tinggi dan drainase terhambat, serta adanya kondisi basah dan kering. Hal yang sama dilaporkan Kaaya et al. (2010) dari Dataran

Wami-Makata di Distrik Morogoro, Tanzania bahwa mika hidrous (illit) dan kaolinit diangkut dari lereng atas dan tengah volkanik, kemudian diendapkan di daerah

lebih rendah, selanjutnya illit mengalami transformasi menjadi smektit. X-Ray

Difractogram pedon-pedon yang diteliti selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Sawah

(47)

Sifat Morfologi

Hasil pengamatan sifat morfologi di lapang menunjukkan bahwa pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) berwarna lebih kelabu (kelabu hingga kelabu kebiruan), terutama pada kedalaman > 50 cm dibandingkan dengan pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3) berwarna kecoklatan (Gambar 9). Selain itu pada kedalaman tersebut (> 50 cm) dijumpai lapisan pasir yang berselang-seling dengan lapisan debu.

Gambar 9 Kenampakan pedon yang berkembang di daerah volkanik PV1), Dataran Aluvial (PA3) dan Dataran Lakustrin (PD1).

Warna kelabu pada kedalaman > 50 cm mengindikasikan bahwa tanah-tanah sawah yang terbentuk di Dataran Lakustrin telah jenuh dalam waktu yang sangat lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat. Adanya sisa-sisa binatang danau (kerang danau) dalam penampang menambah bukti bahwa bahan yang ditranslokasikan dari hulu (daerah volkanik) oleh Batang Sumani diendapkan ke dasar Danau Singkarak, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau.

(48)

sedalam retakan yang dijumpai pada tanah sawah di Dataran Lakustrin. Hal ini kemungkinann karena mineral smektit tidak dominan pada tanah sawah di Dataran Aluvial.

Pada pedon-pedon di daerah volkanik, pengaruh penggenangan akibat penyawahan hanya terlihat sampai kedalaman 50 cm, ditunjukkan oleh kroma yang lebih rendah dibandingkan lapisan bawah (> 50 cm), disamping karatan Fe dan nodul Mn sebagai bukti adanya proses reduksi-oksidasi. Menurut Arabia (2008) nodul Mn dan Fe merupakan ciri hidromorfik dan proses oksidasi-reduksi dominan pada tanah volkanik yang disawahkan. Lebih lengkapnya sifat morfologi tanah dari pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Lampiran 2.

Sifat Fisika dan Kimia Tanah

Sifat fisika dan kimia pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 5 dan sifat fisika dan kimia contoh tanah komposit lapisan olah (0-20 cm) disajikan pada Lampiran 3. Berikut diuraikan masing-masing sifat fisika dan kimia tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok.

Tekstur

(49)

Pasir Debu Liat C N P2O5 K2O P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc pewakil horizon horizon

(%) H2O KCl (%) C/N (mg/kg) (me/100 g) (%)

PV1 0-21 Apg 17 37 46 5.7 4.8 2.72 0.23 12 210 330 45 12.43 3.31 0.45 0.55 16.74 16.97 16.50 99

21-35 Bwg1 31 37 32 6.4 5.1 1.78 0.13 14 240 400 33 13.64 3.81 0.55 0.45 16.45 19.25 40.98 96

35-39 Bwg2 28 47 25 6.5 5.4 1.06 0.09 12 90 500 15 14.94 3.68 0.70 0.47 19.79 20.39 66.94 97

39-43 Bwg3 41 38 21 6.5 5.4 0.71 0.07 10 120 820 17 16.13 4.08 1.17 0.69 22.07 19.60 81.68 >100

43-74 2Bw 37 37 26 6.4 5.5 0.71 0.07 10 190 650 34 16.42 4.11 0.98 0.83 22.34 20.79 70.55 >100

74-100 2BC 32 43 25 6.5 5.6 0.37 0.03 12 60 730 24 14.07 3.19 1.16 0.96 19.38 18.40 68.50 >100

PV2 0-10 Apg 6 20 74 4.7 4.0 3.08 0.23 13 610 70 7.4 6.92 1.75 0.12 0.38 8.17 15.98 7.24 57

10-25 Bwg 7 26 67 5.4 4.8 1.87 0.15 12 460 20 10.8 8.28 1.56 0.04 0.42 10.30 10.57 6.15 97

25-51 2Bw 19 32 49 6.1 5.5 0.39 0.03 13 250 60 8 8.13 1.22 0.11 0.38 9.84 9.83 17.32 >100

51-80 2BC 12 28 60 6.0 5.1 0.35 0.03 12 170 140 27 7.05 1.97 0.26 0.61 9.89 9.79 14.31 >100

80-100 2C 22 27 51 6.4 5.6 0.22 0.02 11 140 200 10 7.65 2.48 0.40 0.79 11.29 10.66 19.41 >100

PV3 0-10 Apg1 8 34 58 5.6 4.6 2.35 0.21 11 120 90 18 13.68 5.78 0.12 0.48 20.06 18.61 18.12 >100

10-20/23 Apg2 7 32 61 6.6 5.6 1.21 0.09 13 100 40 22 16.51 6.93 0.07 0.59 24.10 18.04 22.73 >100

20/23-55 2Bg 13 27 60 6.7 5.7 0.29 0.02 15 130 50 10 24.30 13.72 0.09 1.10 39.21 29.44 47.40 >100

55-90 2BC 17 24 59 6.7 5.6 0.12 0.01 12 60 30 15 17.54 11.75 0.04 1.02 30.35 22.66 37.71 >100

90-120 3C 30 21 49 6.8 5.4 0.09 0.01 9 40 40 13 16.31 13.50 0.08 1.11 31.00 20.54 41.29 >100

PA1 0-15 Apg 7 46 47 5.6 4.7 2.67 0.21 13 4470 60 92 12.95 4.87 0.07 0.70 18.59 15.61 13.63 >100

15-30 Bg 3 48 49 6.6 5.5 0.80 0.07 11 2820 60 22 13.19 5.17 0.07 0.85 19.28 16.01 27.04 >100

30-52 2Bg 17 45 38 6.6 5.3 0.54 0.04 14 1570 70 90 15.17 5.93 0.07 1.14 22.31 17.52 41.21 >100

52-90 3Cg 16 45 39 6.5 5.1 0.31 0.03 10 2330 100 157 13.50 5.75 0.07 1.29 20.61 16.73 40.16 >100

PA2 0-16 Apg 16 41 43 5.3 4.3 3.34 0.23 15 1170 50 17.6 9.82 4.25 0.07 0.52 14.68 16.24 10.99 90

16-32 Bg1 20 35 45 6.4 5.4 1.34 0.11 12 130 30 17 13.84 6.97 0.04 0.58 21.43 14.82 22.67 >100

32-55 Bg2 15 35 50 6.7 5.6 0.88 0.07 13 90 70 13 12.57 7.55 0.05 0.59 20.76 18.83 31.59 >100

(50)

Pasir Debu Liat C N P2O5 K2O P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc

pewakil horizon horizon

(%) H2O KCl (%) C/N (mg/kg) (me/100 g) (%)

PA3 0-15 Apg 21 43 36 4.8 4.0 3.54 0.27 13 220 60 9.0 8.78 3.35 0.07 0.49 12.69 13.30 3.04 95

15-35 Bg1 21 37 42 6.8 5.9 1.08 0.09 12 70 20 9 13.08 5.14 0.04 0.68 18.94 17.20 32.09 >100

35-50 Bg2 21 44 35 6.7 5.5 0.32 0.03 11 170 30 16 9.33 5.74 0.07 1.06 16.20 15.79 41.96 >100

50-72 2Cg 76 10 14 5.8 4.5 0.17 0.02 9 1910 170 129 8.56 5.39 0.28 0.56 14.79 13.71 93.74 >100

72-90 3Cg 10 43 47 5.9 4.5 0.29 0.02 15 520 110 48 10.46 5.78 0.18 0.77 17.19 17.13 34.32 >100

PD1 0-20 Apg 18 34 48 5.5 4,8 4.09 0.30 14 1880 50 299 22.97 3.94 0.11 0.45 27.47 34.62 42.75 79

20-41 Bg 27 29 44 6.8 5.6 1.58 0.11 14 90 40 23 24.14 4.03 0.04 0.70 28.91 32.99 62.60 88

41-60 2Cg 44 29 27 5.7 4.8 2.14 0.17 13 220 150 19 18.46 5.13 0.11 0.43 24.13 30.96 87.34 78

60-73 3Cg 57 23 20 6.4 5.3 0.49 0.04 12 410 330 43 19.59 5.57 0.35 0.30 25.81 29.63 139.70 87

73-100 4Cg 24 38 38 6.7 5.4 0.84 0.07 12 220 390 14 24.34 7.66 0.54 0.44 32.98 34.19 82.35 96

PD2 0-20 Apg 25 29 36 6.0 5.1 2.29 0.17 13 3220 60 72 23.71 6.29 0.11 0.57 30.68 33.53 71.21 92

20-48 Bg 32 30 38 6.3 5.0 0.25 0.02 13 160 190 13 25.57 8.48 0.15 0.73 34.93 34.87 89.49 >100

48-100 2Cg 59 21 20 6.5 5.2 0.20 0.02 10 280 370 13 23.96 8.59 0.40 0.51 33.46 21.18 102.45 >100

100-120 3Cg 62 19 19 7.0 5.6 0.14 0.01 14 480 450 16 23.02 8.68 0.47 0.49 32.66 20.22 103.88 >100

PD3 0-15 Apg 22 34 44 5.9 5.0 2.66 0.19 14 1450 50 244 18.53 4.44 0.07 0.36 23.40 24.00 33.70 98

15-40 Bg1 18 31 51 6.0 5.1 2.05 0.17 12 1040 80 187 18.81 5.73 0.15 0.44 25.13 22.82 30.89 >100

40-70 Bg2 20 30 50 6.6 5.3 0.52 0.04 13 80 290 26 20.62 9.48 0.26 0.50 30.66 20.91 38.23 >100

70-100 2Cg 67 14 19 7.5 6.1 0.18 0.02 9 410 490 46 44.52 10.49 0.57 0.62 56.20 17.70 89.89 >100

100-120 3Cg 12 77 11 7.8 6.3 0.14 0.01 14 380 550 22 24.39 12.23 0.72 0.62 37.96 11.06 96.16 >100

Gambar

Tabel 1  Attribute untuk identifikasi TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok
Tabel 3  Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti
Gambar 4  Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti.
Gambar 5  Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang diteliti.
+7

Referensi

Dokumen terkait

pemahaman bahwa ta’l im hanyamengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar ( mu’alim ) dan yang diajar ( muta’alim ). Namun, istilah ta’lim menunjukkan

Penelitian ini bertujuan mencari variasi dan komposisi karbon aktif dalam pembuatan katoda udara agar menghasilkan potensial dan arus listrik optimal menggunakan

Pekerjaan ini harus meliputi pengadaan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan, pembasahan, pemadatan agregat batu pecah yang bergradasi diantara lapisan sub-grade

While Kermit stared at the candy and pleaded with Evan to give him a bite, Andy would slip a tiny chunk of Monster Blood into Kermit’s mixture.. Evan crunched the candy bar

diajar guguritan. Patali jeung hal di luhur, téhnik ngolah data digunakeun pikeun maluruh.. jawaban tina pasualan anu kapanggih dina ieu panalungtikan. Data anu

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor Pelayanan

Setup Pos Pendapatan ini yang bisa menyebabkan timbulnya jurnal secara otomatis saat Anda melakukan proses export ke dalam program Armadillo Accounting, untuk itu sebaiknya