• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik keju lunak hasil fermentasi dengan bakteri asam laktat indigenus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik keju lunak hasil fermentasi dengan bakteri asam laktat indigenus"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KEJU LUNAK HASIL FERMENTASI

DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENUS

FIFI AFIATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Keju Lunak Hasil Fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat Indigenus adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Fifi Afiati

(4)
(5)

RINGKASAN

Susu dengan kandungan lemak dan protein tinggi dapat digunakan dalam pembuatan keju. Awalnya, produk keju di pasaran Indonesia merupakan produk impor untuk memenuhi kebutuhan kalangan tertentu. Namun, saat ini keju sudah menjadi jenis makanan yang umum dikalangan masyarakat Indonesia. Keju biasanya dikonsumsi sebagai pelengkap dan penambah cita rasa dari makanan, misalnya sebagai isi, taburan, atau olesan. Berkembangnya jenis pangan keju memicu beberapa industri pangan berbasis susu di Indonesia untuk memproduksi keju, mulai dari keju segar hingga keju olahan. Salah satu inovasi produk keju adalah keju probiotik.

Penelitian ini menggunakan tiga jenis bakteri asam laktat yaitu 1)

Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01), 2) Bifidobacterium longum

RRM-01 (BL-RRM01) dan 3) Lactococcus lactis DSB 42 (LL-DSB42) untuk

meningkatkan diversifikasi produk menjadi pangan fungsional melalui proses fermentasi bakteri asam laktat.

Analisis dilakukan terhadap kualitas susu segar menggunakan pH meter dan milko tester, persiapan kultur bakteri dengan penyegaran dan perbanyakan, pembuatan keju lunak dengan penambahan kultur bakteri asam laktat, selanjutnya analisis produk meliputi pemeriksaan secara fisik (rendemen), kimia (pH, kadar air, protein kasar, lemak kasar dan abu) serta mikrobiologi (bakteri asam laktat).

Rancangan penelitian pengujian analisis nilai pH, analisis karbohidrat dan jumlah BAL menggunakan faktorial rancangan acak lengkap (faktorial RAL), analisis protein kasar, lemak kasar, kadar air dengan rancangan acak kelompok (RAK). Data Keju lunak dihasilkan dari tujuh perlakuan bakteri asam laktat, baik tunggal (LA-RRM-01/LA, BL-RRM-01/BL dan LL-DSB 42/LL) atau campuran (BL-LA, BL-LL, LA-LL dan BL-LA-LL) masing-masing diulang tiga kali dan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis sensori diuji menggunakan analisis non parametrik.

Mutu susu segar sapi FH dengan kadar lemak (4,9%), protein (3,8%), laktosa (4,0%) dan pH (6,7) memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI 314.1:2011. Keju yang dihasilkan termasuk keju lunak dengan kadar air lebih dari 55%, rendemen berkisar 17,9%-22,5%, nilai pH 5,10-5,79. Perlakuan tidak menyebabkan perbedaan pada kandungan kadar air, protein kasar dan abu, tetapi terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat by difference

(6)

Disimpulkan bahwa susu yang digunakan untuk pembuatan keju lunak memenuhi standar SNI 314.1:2011. Penambahan kultur bakteri asam laktat menurunkan pH selama 14 hari penyimpanan. Keju yang dihasilkan dalam penelitian ini termasuk ke dalam keju lunak dengan rendemen yang tinggi dan kadar air lebih dari 55%. Penambahan bakteri LA secara tunggal menghasilkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan penambahan LA secara campuran dengan kadar lemak yang rendah. Kombinasi ketiga kultur starter yang ditambahkan secara tunggal atau campuran tidak menyebabkan penghambatan pada kultur yang lain, sehingga mencapai jumlah di atas 9,0 log10 cfu/g. Penambahan kultur bakteri asam laktat mampu menghasilkan aroma dan rasa asam, namun belum dapat menutupi rasa pahit yang tertinggal (after taste) dengan nilai biasa dan agak suka

terhadap warna, rasa, aroma dan penilaian secara umum.

(7)

SUMMARY

Milk with a high fat and protein content can be used in cheese production. Initially, cheese products in Indonesia are imported for supply the specific consumer. However, the cheese has become a kind of common food for Indonesian people. Cheese is usually consumed as a supplement and a flavor enhancer of food. This growing triggers some dairy-based food industry in Indonesia to produce cheese and its diversification. The diversifications are ranging from fresh to processed cheese. One of innovation product is the probiotic cheese products.

This study used three different types of lactic acid bacteria: 1) Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01), 2) Bifidobacterium longum RRM-01

(BL-RRM01) and 3) Lactococcus lactis DSB 42 (LL-DSB42) to produce a functional

cheese product by fermentation of lactic acid bacteria.

Analysis was performed on the quality of fresh milk using a pH meter and milko tester, bacterial culture are prepared by refreshment and propagation, soft cheese production by the addition lactic acid bacteria cultures. The analysis of the products includes physical (yield), chemical (pH, moisture content, protein rude, crude fat and ash) and microbiological (lactic acid bacteria).

The research used the factorial completely randomized design in three replication. The parameters are pH value, carbohydrate, LAB population. Analysis of crude protein, crude fat, moisture content were performed by randomized block design (RBD). The data were collected from seven treatments of lactic acid bacteria culture (LA-RRM-01/LA, BL-RRM-01/BL, LL-DSB 42/LL, BL-LA, BL-LL, LA-LL and BL-LA-LL). The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA) and followed by Duncan test for multiplication comparison test. The Sensory analysis was tested by non-parametric analysis.

Fresh milk quality of FH cows with a fat content (4.9%), protein (3.8%), lactose (4.0%) and pH (6.7) is accordance with the SNI 314.1:2011 standard. The cheese was produced contain the yield ranging from 17.9% -22.5%, pH values from 5.10 to 5.79, and classified as soft cheese. The treatment did not effect in moisture content, crude protein and ash, but there were significant differences (P <0.05) in the carbohydrate and crude fat either in single culture or culture of the three bacteria. The use of single culture bacteria or in a mixture did not inhibit the other cultures. The population of lactic acid bacteria in the products is approximately 9 log10 cfu g-1. The hardness product cultured by mixed two bacterial cultures were significantly different (P <0.05) with that of three bacterial cultures. Fifty panelists gave neutral and like slightly assessment for the color, flavor, aroma and general preferences of soft cheese (value 3.6 to 5.3), dislike slightly for the appearance of texture (value 2.5 to 3.6). Panelists assessment of the hedonic quality were white-yellow (value 5.0 to 6.1), bitter-sour taste typical cheese-(value 4.4 to 5.0), the typical cheese-sour aroma (value 5.3 -5.6), texture (value 5.2 to 6.4) and consistency (value 5.3 to 7.1). Because of high water content in all the soft cheese products (> 55%) and looks watery consistency, the texture of the products is less preferred by the panelists. Panelists felt bitter and sour after taste.

(8)

during 14 days of storage. Cheese produced in this study was classified to the soft cheese because a high yield and moisture content of over 55%. The addition of LA in a single bacterium produces a higher carbohydrate than the addition of LA in a mixture with a low fat content. The combination of the three starter culture, either singly or mixture did not cause inhibition in other cultures, so that the total population can be reached above 9.0 log10 cfu g-1. The addition of lactic acid bacteria culture produced aroma and sour taste, but cannot cover the bitter after taste with neutral and slightly like of flavor, aroma and general preferences.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

KARAKTERISTIK KEJU LUNAK HASIL FERMENTASI

DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENUS

FIFI AFIATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Karakteristik Keju Lunak Hasil Fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat Indigenus

Nama : Fifi Afiati

NIM : D151100031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Rarah RA Maheswari, DEA (Almh) Dr Yopi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof Dr Ir Muladno, MSA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah keju lunak, dengan judul Karakteristik Keju Lunak Hasil Fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat Indigenus.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA (Almh) dan Bapak Dr Yopi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Puslit Bioteknologi LIPI atas ijin yang diberikan serta kepada Pimpinan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan dengan segala hormat,kepada Apa (Alm), Embu, Bapak (Alm), Ibu, imam kami Mahiswara, penerang hati penyejuk jiwa kami Annsisa Zahra, Irfan Pradipto Adhiyatma dan Sultan Haniffatah serta seluruh keluarga,

atas do‟a yang tulus serta kasih sayang yang tidak pernah putus.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Analisis Bakteri Asam Laktat 11

Analisis Tekstur dengan Instrumen 11

Analisis Sensori 12

Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Susu Sapi Segar 13

Analisis Keju Lunak 14

Analisis Kualitas Fisik Keju Lunak (Rendemen) 14

Analisis Kualitas Kimia Keju Lunak 15

Analisis Kualitas Mikrobiologi Keju Lunak 19

Analisis Tekstur Keju Lunak Menggunakan Instrumen 20

Analisis Hedonik dan Mutu Hedonik Keju Lunak 23

KESIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

(18)

DAFTAR TABEL

1 Mutu susu segar sapi Friesian Holland (FH) yang dipelihara di Pusat

Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong

14

2 Rendemen keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur

bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran 14 3 Nilai pH keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri

asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

15

4 Nilai pH keju lunak selama penyimpanan yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

16

5 Hasil analisis proksimat keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran 18 6 Jumlah bakteri asam laktat (BAL) keju lunak yang dihasilkan dari

penambahan kultur BAL secara tunggal atau campuran 19

7 Jumlah bakteri asam laktat (BAL) selama penyimpanan lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

20

8 Tekstur keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

22

9 Rerata analisis hedonik keju lunak yang dihasilkan dari penambahan

kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran 23 10 Rerata analisis mutu hedonik keju lunak dari penambahan kultur

bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

23

DAFTAR GAMBAR

1 Penambahan kultur kerja 9

2 Skema representasi sistem texture analyzer TA-XT2 12

3 Kurva tingkat kekerasan dan kelengketan keju lunak yang

dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Faktorial Rancangan Acak Lengkap 32

(19)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu dari spesies yang berbeda mengandung komposisi kimia yang berbeda, sehingga menghasilkan variasi kualitas pruduk olahannya. Produk yang dihasilkan dari susu yang mengandung lemak tinggi berbeda dibandingkan dengan susu yang mengandung lemak yang lebih rendah. Kandungan utama susu adalah air, lemak, protein, laktosa dan mineral, sehingga komposisi kimia susu segar bervariasi tergantung faktor laktasi, umur, interval pemerahan, musim, suhu lingkungan, nutrisi dan/atau kesehatan (Tamime dan Robinson 2000). Susu dengan kandungan lemak dan protein tinggi dapat digunakan dalam pembuatan keju. Awalnya, produk keju di pasaran Indonesia merupakan produk impor untuk memenuhi kebutuhan kalangan tertentu. Namun, saat ini keju sudah menjadi jenis makanan yang umum dikalangan masyarakat Indonesia. Keju biasanya dikonsumsi sebagai pelengkap dan penambah cita rasa dari makanan, misalnya sebagai isi, taburan, atau olesan. Berkembangnya jenis pangan keju memicu beberapa industri pangan berbasis susu di Indonesia untuk memproduksi keju, mulai dari keju segar hingga keju olahan. Salah satu inovasi produk keju adalah keju probiotik.

Keju bermanfaat bagi kesehatan karena berperan sebagai probiotik (Corbo

et al. 2001). Penambahan bakteri asam laktat dapat dilakukan pada awal dan akhir

proses tergantung pada jenis produk yang diinginkan (Ahmed dan Kanwal 2004). Kultur bakteri asam laktat mempunyai karakteristik tertentu seperti tingkat keasaman, kemampuan mensitesis bakteriosin, mempunyai ketahanan terhadap bakteriofak serta mampu memproduksi eksopolisakarida (Ayad et al. 2004).

Bakteri probiotik berfungsi efektif jika viabilitasnya dapat dipertahankan sampai usus halus dan usus besar. Bakteri asam laktat seperti L. acidophilus, Bifidobacterium spp dan Lactobacillus casei sering digunakan dalam pembuatan

produk-produk yang terbuat dari susu dan juga sebagai bagian dari mikroflora gastrointestinal (Shah 2007).

Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tahan terhadap pH

rendah dan cocok untuk digunakan dalam pembuatan produk olahan susu dengan keasaman tinggi (Vedamuthu 2006). Selain itu dilaporkan juga L. lactis yang

merupakan bakteri asam laktat banyak dimanfaatkan dalam dunia industri untuk memproduksi produk susu fermentasi khususnya keju (Odamaki et al. 2011).

Disisi lain bifidobacteria dilaporkan mampu memanfaatkan laktulosa dan oligosakarida yang merupakan karbohidrat komplek yang dikenal dengan istilah

„faktor-faktor bifidus‟. Interaksi positif antara beberapa strain bakteri asam laktat

tersebut diatas telah banyak digunakan seperti L. acidophilus dan Bifidobacterium

spp. (Tamime dan Robinson 2000).

Penelitian ini menggunakan tiga jenis bakteri asam laktat yaitu 1)

Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01), 2) Bifidobacterium longum

RRM-01 (BL-RRM01) dan 3) Lactococcus lactis DSB 42 (LL-DSB42). Dua

(20)

2

ketiga adalah koleksi Biotechnology Culture Collection (BTCC) Pusat Penelitian

Bioteknologi LIPI hasil isolasi dari dadih. Pemanfaatan bakteri LA-RRM01, BL-RRM01 dan LL-DSB42 karena bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi dari produk lokal, sehingga diharapkan mampu meningkatkan potensi sumber daya lokal. Penggunaan bakteri LA-RRM01, BL-RRM01 dan LL-DSB42 pada keju lunak adalah untuk meningkatkan diversifikasi produk menjadi pangan fungsional melalui proses fermentasi bakteri asam laktat.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengkaji penggunaan bakteri asam laktat LA-RRM01, BL-RRM01 dan LL-DSB42 secara tunggal atau campuran dalam pembuatan keju lunak hasil fermentasi terhadap karakteristik fisik, kimia, mikrobiologi dan atribut sensori keju lunak yang dihasilkan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Susu adalah cairan yang berasal dari ambing ternak perah yang sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar sesuai ketentuan yang berlaku yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan (BSN 2011). Susu merupakan hasil utama pada usaha budidaya ternak perah. Susu yang dihasilkan harus memenuhi syarat ASUH yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (Hidayat 2010). Hal ini membutuhkan perhatian khusus karena susu merupakan sumber utama yang paling memungkinkan terjadinya foodborne disease pada

masyarakat, terutama anak-anak, bisa disebabkan oleh virus, bakteri, cendawan dan residu antibiotika (Gustiani 2009). Diketahui bahwa produksi dan komposisi susu sangat berperan bagi peningkatan ekonomi petani. Kualitas susu yang baik, akan meningkatkan daya jual susu dan berdampak pada peningkatan kualitas produk olahan susu.

Susu kaya akan kandungan nutrisi esensial, seperti mineral, vitamin, dan protein yang mudah dicerna dengan komposisi asam amino yang seimbang, dimana semua komponen tersebut penting dalam mendukung sifat fungsional di dalam tubuh (Silanikove et al. 2010). Nilai gizi susu ditentukan oleh komposisi

(21)

3

Bakteri Asam Laktat

Pengembangan bakteri asam laktat (BAL) sebagai salah satu bahan pangan fungsional yaitu probiotik menjadi tren teknologi pengolahan pangan. Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan dan dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Bakteri ini hidup pada susu, daging segar dan sayur-sayuran, merupakan mikroflora normal yang umum ditemukan pada rongga mulut, saluran pencernaan dan lapisan mukosa hewan dan manusia (Rixon dan Warner 2003). Pada proses fermentasi daging spontan, BAL yang berasal dari bahan mentah atau lingkungan menyebabkan terbentuknya asam laktat dari penggunaan karbohidrat dan menurunkan nilai pH dari 5.9 menjadi 4.6 Sifat yang terpenting dari BAL adalah memiliki kemampuan untuk mengubah glukosa menjadi asam laktat sebagai metabolit utama melalui proses fermentasi (Axelsson 2004). Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehid, diasetil (Salminen dan Wright 2004). Penggunaan BAL saat ini dilakukan untuk melihat hubungan antara strain secara genetik, metabolisme dan fermentasinya, sehingga pemilihan target BAL dapat ditentukan untuk meningkatkan aplikasi BAL terhadap kualitas produk (Ganzle et al. 2007).

Bakteri asam laktat terdiri atas sebelas genus, yaitu carnobacterium, Enterococcus, lactococcus, lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Oenococcus, streptococcus, Vagococcus, Tetragenococus dan Weisella (Todar

2011). Bakteri asam laktat tergolong mikroorganisme GRAS (Generally Recognized as Safe), aman jika ditambahkan ke dalam bahan pangan dan bersifat

non toksik, sehingga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan produk pangan fermentasi (Kusmiati dan Malik 2002). Bakteri asam laktat juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, yaitu sebagai bahan probiotik, vaksin oral dan biopreservasi (Rixon dan Warner 2003). Sedangkan anggota genus Bifidobacterium dan Lactobacillus banyak digunakan sebagai mikroorganisme probiotik dalam fungsional makanan (Corbo et al. 2001).

Lactobacillus acidophilus

Lactobacillus acidophilus adalah salah satu spesies yang paling umum

dikenal dari genus Lactobacillus. Dinamakan acidophilus karena terisolasi dari lingkungan yang mempunyai sifat sangat asam. Lactobacillus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk batang. Secara morfologi, bentuknya beragam, ada yang berbentuk batang lurus yang tipis dan panjang, batang bengkok, dan batang pendek serta hampir berbentuk batang kokus. Lactobacillus acidophilus memiliki

suhu pertumbuhan optimal 45ºC, bersifat homofermentatif, yaitu hanya memproduksi asam laktat sebagai satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa (Chandan et al. 2008). Lactobacillus acidophilus ditemukan di dalam usus

manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki karakteristik yang diperlukan untuk bertahan pada kondisi lingkungan usus, yaitu toleransi terhadap pH rendah dan toksisitas garam empedu. Lactobacillus acidophilus tumbuh lambat di dalam susu,

(22)

4

dalam pembuatan susu acidophilus, yang merupakan produk olahan susu dengan

keasaman tinggi (Vedamuthu 2006). Lactobacillus tumbuh optimum pada pH 5.5-5.8, namun secara umum dapat tumbuh pada pH kurang dari 5, banyak terdapat pada produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yogurt, keju, yakult), produk fermentasi daging (sosis fermentasi) dan produk fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut), selain itu berkontribusi terhadap pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor (Salminen dan Wright 2004). Lactobacillus bermanfaat karena mampu mengurangi gejala pada masalah laktosa intoleran, sembelit dan diare. Strain Lactobacillus mempunyai karakteristik bakteri probiotik sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses produksi pengolahan susu (Tamime 2002).

Bifidobacterium longum

Sejak 10-20 tahun terakhir bifidobacteria telah ditambahkan sebagai bakteri hidup pada produk susu, sesuai konsep probiotik dan terkait klaim kesehatan (Tannock 2005). Bifidobacteria adalah salah satu spesies pertama yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia sehingga sebagai kultur starter, bifidobacteria tidak memiliki peran yang signifikan baik dalam pengasaman susu atau dalam pembentukan tekstur dan/atau rasa, tetapi berperan menjaga kesehatan melalui modulasi respon imun dan pemelihara usus (Leahy et al. 2005) termasuk gram

positif, tidak membentuk spora dan tidak motil dengan bentuk batang yang beragam, tergantung nutrisi (Tamime 2002). Beberapa strain bifidobacterium terutama dari spesies B. longum, B. breve, B. animalis, dan B. bifidum merupakan

kelompok probiotik yang dikonsumsi sebagai suplemen makanan atau kultur tambahan dalam produk susu fermentasi (Masco et al. 2005). Bifidobacterium longum menghasilkan produk metabolis L(+) laktat, asetat dan bersifat

heterofermentatif. Bifidobacteria mampu memanfaatkan laktulosa dan oligosakarida yang merupakan karbohidrat komplek dan dikenal dengan istilah

„faktor-faktor bifidus‟ (Tamime dan Robinson 2005). Hanya beberapa strain

terutama yang berasal dari spesies B. animalis, B. longum dan B. breve, yang

berhasil digunakan dalam industri susu, karena berdampak terhadap kesehatan (Lahtinen et al. 2007). Bifidobacteria mempunyai karakteristik pertumbuhan dan

kebutuhan nutrisi yang unik dibandingkan dengan kelompok BAL lainnya, sehingga untuk mengembangkan keju dan produk susu lainnya yang mengandung bifidobacteria sangat penting memahami karakteristik pertumbuhan bifidobacteria sehingga dalam proses pengolahan dapat tumbuh dan memberikan hasil yang optimal. Bifidobacteria bersifat anaerob, karena tidak mampu berespirasi menggunakan oksigen atau pertumbuhan dalam kondisi aerobik (Boylston 2004).

Lactococcus lactis

Casalta dan Montel (2008) menguraikan bahwa genus Lactococcus meliputi lima spesies, L. garvieae (sebelumnya E. serolicida), L. piscium, L. plantarum, L. raffinolactis (sebelumnya S. raffinolactis) dan L. lactis, yang

dibedakan menjadi subspesies L. lactis subsp. cremoris, L. lactis subsp. hordniae

(sebelumnya Lactobacillus hordniae) dan L. lactis subsp. lactis (Lactobacillus xylosus sebelumnya, Streptococcus lactis). Lactococci adalah cocci Gram positif

(23)

5

memproduksi L(+) asam laktat. Dua lactococcus yang paling umum ditemukan dalam produk susu, seperti keju dan lainnya yaitu L. lactis subsp. lactis dan L. lactis subsp. cremoris. Populasi kedua subspesies ini umumnya mencapai > 108

cfu/g dan bertahan selama periode pematangan. L. lactis subsp. lactis dan L. lactis

subsp. cremoris telah lama digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk

fermentasi susu seperti keju, krim asam dan mentega terdiri dari satu atau beberapa strain dengan atau tanpa bakteri asam laktat lainnya (Beresford et al.

2001). Peran L. lactis subsp. lactis dan L. lactis subsp. cremoris dalam fermentasi

susu adalah pengasaman, terutama karena memproduksi L-asam laktat, selain itu berkontribusi pada pengembangan tekstur dengan memproduksi eksopolisakarida, atau rasa dengan memproduksi senyawa aromatik (alkohol, keton, aldehida) atau dengan sitrat, asam amino atau metabolisme lemak (Smit et al. 2005).

Lactococcus dari produk susu umumnya aman untuk dikonsumsi dengan kejadian infeksi yang sangat rendah. Bakteri asam laktat mendapat perhatian besar karena banyak galur yang bermanfaat bagi kesehatan yang disebut sebagai probiotik (Casalta dan Montel 2008).

Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi oleh manusia atau hewan dalam jumlah cukup, mampu memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya dengan kriteria bahwa isolat yang diperoleh diketahui identifikasinya, baik secara fenotipik maupun genotipik, mulai dari genus sampai spesies bahkan sampai tingkatan galur. Kriteria selanjutnya adalah karakterisasi sifat probiotik, baik secara in vitro maupun studi hewan, kemudian dilanjutkan dengan pengujian keamanan secara in vitro dan in vivo, serta studi fase satu di manusia untuk produk pangan probiotik (FAO/WHO 2002).

Probiotik merupakan tambahan atau komponen mikroba hidup pada makanan yang memberikan keuntungan pada kesehatan manusia. Hal tersebut terjadi karena probiotik dapat merubah komposisi mikroflora usus dan memiliki hubungan simbiotik dengan manusia. Bakteri probiotik dalam usus akan membantu memecah makanan, menghasilkan vitamin (seperti B12 dan K) dan mencegah pertumbuhan bakteri petogen penyebab penyakit. Aspek nutrisi antara lain berupa penyediaan enzim untuk membantu metabolisme komponen makanan (laktase), sintesis beberapa jenis vitamin dan menghilangkan racun hasil metabolit komponen makanan di dalam usus. Aspek fisiologi meliputi kemampuan menjaga keseimbangan komposisi mikroflora usus dan menstimulasi sistem kekebalan usus. Aspek terakhir efek antimikroba meliputi kemampuan untuk memperbaiki ketahanan terhadap bakteri patogen. Bakteri probiotik, seperti

L. acidophilus, Bifidobacterium spp dan L. casei memiliki sejarah yang panjang

(24)

6

2010). Kriteria lain dari bakteri probiotik adalah harus dapat bertahan melewati lambung dan usus halus, sehingga probiotik harus toleran terhadap suasana asam dan adanya asam empedu (Sunny-Roberts dan Knoor 2008). Probiotik harus mempunyai kemampuan dalam melakukan penempelan ke usus (Nitisinprasert et al. 2006), karena sangat berkaitan dengan beberapa efek kesehatan antara lain

mempersingkat durasi diare, efek imunologik dan eksklusi kompetitif dengan mikroba patogen (Bourlioux et al. 2003).

Keju

Pengolahan makanan merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan sehingga lebih stabil dan mengurangi kerugian akibat pembusukan. Metode pencegahan pembusukan yang sebelumnya digunakan adalah melalui bentuk kemasan, penggunaan pengawet dan/atau penyimpanan dalam lemari pendingin (Zheng dan Kennett 2008).

Tahap pembuatan keju melibatkan dua fase yang saling berhubungan, pertama pembentukan komposisi dan pH, kedua membangun karakteristik fisik dan citarasa (Marth dan Steele 2001). Pada proses pembentukan keju akan terbentuk dua golongan protein yaitu protein menggumpal yang disebut curd yang

akan menjadi keju melalui proses pembuatan selanjutnya dan protein terlarut yang disebut whey. Curd adalah gumpalan yang terbentuk oleh aktivitas koagulan yaitu

campuran enzim yang mempunyai aktivitas proteolitik sedangkan whey

merupakan protein yang tidak mengalami presipitasi karena asam dan mencerminkan sekitar 20% dari total kandungan protein (Murti 2004).

Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan (jenis hewan penghasil susunya, masa laktasi, berlemak tinggi, berlemak rendah, skim), cara pembuatannya, dan derajat pematangan (untuk jenis keju yang dimatangkan atau diperam) (O‟Brien dan O‟Connor 2004). Keju memiliki masa simpan yang lebih lama daripada susu dan produk olahan susu lainnya. Masa simpan keju bervariasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa tahun. Kombinasi faktor yang bertanggung jawab dalam memelihara kualitas keju diantaranya adalah ketiadaan gula (laktosa), pH, asam laktat, garam, kondisi anaerobik, dan perlindungan dari “kulit” keju. Cara pembuatan juga dapat berpengaruh pada biaya produksi (tenaga kerja, peralatan, product loss, dan

lain-lain). Akan tetapi, saat ini teknologi pembuatan keju sudah semakin berkembang, dimana faktor ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan teknologi pembuatan keju (Farkye 2004).

Sensori

(25)

7

Produk susu dapat dianalisis untuk melihat komposisi kimia, mikroorganisme, kandungan vitamin, warna dan aktivitas enzimatik serta sifat fisiknya, namun penentuan nilai ini tidak dapat mengukur „kualitas makanan‟ yang sebenarnya terhadap persepsi sensori yang disadari konsumen (Clark et al. 2009).

Ross (2009), mengemukakan bahwa bau atau aroma adalah pendeteksian senyawa volatil yang terlepas dan terendus hidung. Bau adalah volatil yang keluar dari makanan, sedangkan aroma volatil yang keluar dari makanan dan parfum/kosmetik. Indera penciuman termasuk indera yang lebih halus daripada rasa, karena untuk menyimpulkan rasa, maka seseorang memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi.

Setelah menelan makanan, sensor dalam mulut mendeteksi tekstur dan konsistensi makanan. Tekstur adalah istilah yang kompleks dalam mendeteksi struktur produk makanan ketika pecah saat dikunyah pertama dan suara yang ditimbulkannya. Komponen tekstur meliputi sifat mekanik (kekerasan, kekompakan, kelengketan dan kepadatan), sifat geometris (halus, berpasir, kasar dan kental) dan sifat kelembaban (juisi atau berminyak). Tekstur dan komposisi produk merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi persepsi sensori dan penerimaan konsumen, karena tekstur dapat dilakukan dengan gerakan dan sentuhan pancaindera (Ross 2009). Analisis profil tekstur dapat juga menggunakan instrument karena adanya keterbatasan waktu dan pelatihan panelis (Aday et al. 2010).

Atribut rasa dan flavor didefinisikan sebagai respon yang dirasakan melalui indera perasa dari produk yang dimakan. Atribut rasa meliputi manis, asam, asin, pahit dan umami, sedangkan flavor adalah sensasi aromatik yang dirasakan ketika makanan atau minuman berada dalam mulut (Ross 2009).

Penentuan lain dalam penerimaan konsumen adalah melaui pengujian afeksi seperti pengujian hedonik dan mutu hedonik yang bertujuan mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan konsumen terhadap produk baru (Setyaningsih et al. 2010).

.

3 METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Hasil Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB pada bulan April sampai Desember 2012.

Bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah susu sapi segar, rennet, kultur Lactobacillus acidophilus RRM-01 (LA-RRM01; LA), Bifidobacterium longum RRM-01 (BL-RRM01; BL) dan Lactococcus lactis DSB

42 (LL-DSB42; LL), de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Buriti et al. 2005), de Mann Rogossa Sharpe Broth (MRSB) (Rahayu et al 2011), Buffered Peptone Water (BPW) (BSN 1998), susu skim, pasteuriser, inkubator, water bath, oven,

(26)

8

Prosedur

Penelitian dimulai dari analisis kualitas susu segar, persiapan kultur bakteri, pembuatan keju lunak probiotik dan analisis produk.

Analisis Kualitas Susu Segar

Susu yang akan digunakan untuk pembuatan keju lunak merupakan susu hasil pemerahan pagi sapi Friesian Holland (FH)), diperoleh dari Koperasi Pegawai Biotek, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI di Cibinong. Analisis susu menggunakan pH meter dan milko tester (Master Pro). Sampel susu yang akan digunakan untuk pembuatan keju lunak ditempatkan dalam wadah, kemudian diukur kadar kualitas meliputi kadar lemak, protein dan laktosa.

Persiapan Kultur Bakteri

Persiapan kultur bakteri asam laktat (BAL) dimulai dengan mengaktifkan kembali kultur BAL dalam media de Mann Rogossa Sharpe Broth (MRSB) steril.

Penyegaran pertama dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing 1 mL kultur BAL Lactobacillus acidophilus RRM-01, Bifidobacterium longum RRM-01 dan Lactococcus lactis DSB 42 ke dalam tabung berisi 9 mL media MRSB steril dan

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Penyegaran ke-2 dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing 1 mL kultur penyegaran ke-1 ke dalam tabung berisi 9 mL media MRSB steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Penyegaran ke-3 disiapkan dengan menambahkan masing-masing 5 mL kultur penyegaran ke-2 ke dalam botol berisi 45 mL media MRSB steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan karakteristik kultur starter. Perbanyakan Kultur dilakukan melalui tahap pembuatan kultur induk, kultur antara dan kultur kerja. Kultur induk diperoleh dengan cara menambahkan masing-masing 5 mL kultur penyegaran ke-3 ke dalam botol yang berisi 45 mL susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kultur antara dihasilkan dengan cara menambahkan masing-masing 20 mL kultur induk ke dalam 180 mL susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kultur kerja dihasilkan dengan menambahkan masing-masing 40 mL kultur antara ke dalam 360 mL susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 jam.

Pembuatan Keju Lunak

Keju merupakan produk olahan susu yang mempunyai daya simpan melebihi bahan dasarnya dengan tekstur yang lembut, semi keras, keras atau ekstra keras berdasarkan kadar airnya serta mempunyai aroma yang bervariasi (Farkye 2004). Susu dibawa ke Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB menggunakan cool box dan dijaga suhunya agar tetap dingin

dengan perlindungan ice gel. Sebelum dipasteurisasi susu disimpan hingga

(27)

9

mencapai pH 6.3. Kultur kerja yang ditambahkan merupakan kultur tunggal (Lactobacillus acidophilus RRM-01/LA, Bifidobacterium longum RRM-01/BL

dan Lactococcus lactis DSB 42/LL) atau kultur campuran (BL-LA 1:1, BL-LL

1:1, LA-LL 1:1 dan BL-LA-LL 1:1:1) dengan volume total masing-masing 1500 mL. Susu yang telah terfermentasi dengan kultur selanjutnya ditambah rennet dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Susu yang telah terkoagulasi sempurna dipotong-potong dan didiamkan selama 15 menit. Scalding dilakukan dengan cara

pemanasan curd pada suhu 40oC selama 30 menit, dilanjutkan dengan

penyaringan.

Keju lunak yang dihasilkan dikemas dalam wadah steril kemudian disimpan langsung di dalam refrigerator. Keesokan harinya (H1) dilakukan analisis produk, dilanjutkan pada hari ke-7 (H7) dan hari ke-14 (H14). Proses pembuatan keju lunak dari mulai penambahan kultur kerja sampai pengemasan dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 1 Proses pembuatan keju lunak, (a) kultur kerja (b) proses koagulasi (c) pengeluaran whey (d) penyaringan (e) pengemasan

Analisis produk

Keju lunak yang dihasilkan dianalisis secara fisik (rendemen), kimia (pH, kadar air, protein kasar, lemak kasar dan abu) serta mikrobiologi (populasi bakteri asam laktat). Analisis produk juga dilakukan terhadap tekstur dan sensori. Analisis pH dan populasi bakteri asam laktat dilakukan terhadap keju lunak yang disimpan selama 1, 7 dan 14 hari, sedangkan analisis kadar air, protein, lemak dan abu, karbohidrat by difference, tekstur dan sensori dilakukan terhadap keju lunak

(28)

10

Analisis Rendemen

Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat keju yang dihasilkan terhadap berat susu yang digunakan.

Persentase rendemen = Berat keju /berat susu x 100%.

Analisis pH (AOAC 2005)

Susu diambil sebanyak 5 mL, kemudian diukur dengan pH meter (mv meter UB-7, Denver Instrument Ultra Basic). Untuk sampel keju, diambil sebanyak 5 g dan ditambahkan 5 mL aquades, dihomogenisasi, kemudian dilakukan pengukuran pH.

Analisis Kadar Air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Keju ditimbang sebanyak 2g dan ditempatkan dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven 110oC selama 30 menit dan diketahui beratnya. Sampel keju dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC, kemudian sampel dalam cawan didinginkan di dalam desikator, selanjutnya cawan berisi sampel ditimbang.

Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)

Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl. Sampel keju ditimbang sebanyak 0.1g kemudian ditambahkan 1g K2SO4, 40mg HgO dan 20ml H2SO4. metil biru 2% dalam alkohol dengan perbandingan 1:2). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama menggunakan aquades.

Analisis Kadar Lemak (BSN 1992)

(29)

11

hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 110oC lalu dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak ditimbang.

Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering menggunakan tanur. Sejumlah 4g keju dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Mula-mula sampel diarangkan pada hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada

(sampai sampel tidak berasap lagi). Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam tanur dan diabukan pada suhu 550oC selama 8 jam. Setelah itu, cawan berisi abu dikeluarkan dari dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Karbohidrat By Difference

Nilai kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total

by difference. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan

persentase komponen lain (air, protein, lemak dan abu).

Analisis Bakteri Asam Laktat (BAM 2001)

Sebanyak 5 g tujuh sampel keju masing-masing dimasukkan ke dalam 45 mL larutan buffered peptone water steril (BPW, b/v), lalu dihomogenkan.

Homogenat diambil sebanyak 1 mL dan ditambahkan dalam 9 mL BPW steril. Pengenceran dilakukan hingga 1:109. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 mL secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) steril. Setiap pengujian sampel

dilakukan secara duplo, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC sampai 48 jam.

Analisis Tekstur dengan Instrumen (Buriti et al. 2007)

Sampel keju lunak ditempatkan pada wadah dengan diameter 2,4 cm dan tinggi 3 cm, kemudian ditempatkan pada suhu ruang. Masing-masing sampel diukur pada lima titik yang berbeda menggunakan probe P/6 (diameter silinder probe 6 mm) dengan kondisi pre test speed, test speed, post test speed, distance

dan trigger masing-masing sebesar 2.0 mm/dtk, 1.0 mm/dtk, 1.0 mm/dtk, 10 mm

(30)

12

Gambar 2 Skema representasi sistem texture analyzer TA-XT2

(Vouyouka et al. 2001)

Analisis Sensori (Setyaningsih et al. 2010)

Analisis sensori dilakukan terhadap pengujian hedonik dan mutu hedonik. Analisis sampel dilakukan oleh panelis agak terlatih. Atribut hedonik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan secara umum dengan penilaian sangat tidak suka (skala 7) sampai sangat suka (skala 1). Penilaian 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa suka, 5 = agak suka, 6 = suka dan 7 = sangat suka. Atribut mutu hedonik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan konsistensi. Penilaian warna (putih sampai kuning), rasa (pahit sampai khas keju), aroma (tengik sampai khas keju), tekstur (kasar sampai halus), konsistensi (keras sampai empuk). Bubuk kopi digunakan sebagai penetral setelah panelis menggunakan indera penciuman, sedangkan air mineral digunakan setelah panelis menggunakan indera perasa.

Analisis Data

(31)

13

µ = Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya) αi = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A

βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (αβ)ij = Komponen interaksi faktor A dan faktor B

εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2) dari satuan percobaan

ke-i yang memperoleh kombinasi perlakuan ij

Rancangan Acak Kelompok :

Yij = μ + i + βj + εij Dimana,

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j µ = Nilai rataan umum pengamatan

i = Pengaruh aditif perlakuan ke-i (i= 1,2,…6) βj = Pengaruh aditif kelompok ke-j (j = 1)

εij = Pengaruh acak percobaan perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Susu Sapi Segar

(32)

14

Tabel 1 Mutu susu segar sapi Friesian Holland (FH) yang dipelihara di Pusat

Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong

Komposisi Nilai Nilai standar memerlukan karbon organik sebagai sumber karbon dan energi dengan merubah menjadi asam laktat dan produk lainnya melalui dua rute metabolisme yang berbeda. Salah satu atribut yang dapat menentukan kualitas susu adalah kandungan laktosa dan abu (Siddique et al. 2010). Konsentrasi laktosa dan laktat

berpengaruh terhadap proses pematangan keju (Riahi et al. 2007) dan

berkontribusi dalam flavor selama pematangan keju (Kelly 2009).

Aktivitas rennet pada pH rendah menyebabkan proses koagulasi terjadi lebih cepat (Hannon et al. 2006) karena pada pH rendah rennet cenderung

menyerap misel para kasein sehingga memungkinkan agregasi misel kasein (Walstra 2006) dan selama pembuatan keju pH berpengaruh terhadap aktivitas Ca2+ (Mishra et al. 2005). Nilai pH normal 6,7 dapat meningkatkan kapasitas penyangga (Banks 2007). Mutu susu segar sapi FH memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI 314.1:2011 (BSN 2011), sehingga susu yang dihasilkan dapat digunakan untuk produk olahan susu, khususnya pembuatan keju lunak.

Analisis Keju Lunak

Analisis Kualitas Fisik Keju Lunak (Rendemen)

Rendemen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi rennet,

temperatur dan pH (Walstra et al. 2006). Persentase rendemen keju lunak dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rendemen keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

(33)

15

Kasein berfungsi membentuk jaringan parakasein untuk menghasilkan struktur keju. Secara sederhana, rendemen merupakan berat keju yang dihasilkan dari berat susu yang digunakan. Penentuan rendemen sebenarnya dihasilkan dari pengukuran semua komponen input (susu, starter dan garam) serta output (keju dan whey). Keju yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti spesies (sapi, kambing, domba), bangsa, masa laktasi, nutrisi yang diberikan, frekuensi pemerahan dan status kesehatan ternak (Banks 2007).

Rataan rendemen yang dihasilkan dalam penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) pada keju lunak yang ditambahkan kultur, baik secara tunggal atau campuran. Masih tingginya persentase rendemen pada penelitian ini (17,86-22,51%) berkaitan erat dengan proses penanganan setelah terbentuknya curd,

yaitu tidak dilakukan proses penekanan pada saat penyaringan, berbeda dengan rendemen keju segar Minas yaitu sebesar 4,3 – 9,6% (Buriti 2005), karena menurut McSweeney (2007) kadar protein dan lemak susu serta penanganan susu pada proses pembuatan keju dapat mempengaruhi perolehan rendemen. Rendemen dihasilkan dari penurunan berat keju disebabkan oleh kehilangan air akibat penguapan dan pelepasan CO2 dari proses glikolisis dan proteolisis serta dipengaruhi kelembaban relatif dan suhu lingkungan (Riahi 2007).

Analisis Kualitas Kimia Keju Lunak 1. Analisis pH

Salah satu karakteristik penting dalam penilaian mutu susu pada pembuatan keju adalah pH. Nilai pH yang tinggi merupakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi proses penggumpalan keju yang membutuhkan pH optimum yaitu asam (Kelly 2007). Keju yang dihasilkan dari proses fermentasi dikendalikan oleh bakteri asam laktat (McSweeney 2007). Bakteri asam laktat memproduksi substansi antimikroba dengan cara mengubah karbohidrat untuk menghasilkan molekul organik seperti asam laktat, asetat dan propionat (Salminen

et al. 2004). Nilai pH keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur BAL

secara tunggal atau campuran dapat dilihat pada Tabel 3., sedangkan nilai pH selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.

(34)

16

Berdasarkan analsis sidik ragam terdapat perbedaan (P<0,05) pada kultur BAL, sehingga kultur BAL berpengaruh nyata terhadap nilai pH dan setelah uji Duncan kultur BAL dapat diketahui bahwa rata-rata pH tertinggi terdapat pada perlakuan BL (5,79), sedangkan terendah pada perlakuan LA-LL (5,10). Nilai pH susu merupakan faktor penting selama fase penggumpalan pada proses pembuatan keju. Nilai pH bervariasi karena adanya reaksi kultur starter, proses sebelum pematangan atau adanya penambahan asam. Nilai pH mempengaruhi aktivitas proteolitik karena terjadi pemecahan makropeptida kappa kasein oleh rennet (Ong

et al. 2012). Selama fase pembuatan keju, laktosa dirubah menjadi asam laktat

dan dimetabolisme oleh mikroflora menjadi CO2 dan H2O, sehingga meningkatkan pH, namun ketika nutrisi tidak tersedia, maka mikroflora memetabolisme asam amino yang dilepaskan dari kasein (Mc Sweeney dan Sousa 2000).

Bifidobakteria tumbuh optimum pada pH 6,5 - 7 dan akan terhambat di bawah pH 5,0 atau di atas pH 8,0 (Bolyston 2004). Bifidobacterium longum

dibedakan dari spesies Bifidobakteria lain, karena dapat memanfaatkan arabinosa, xilosa, ribosa, laktosa, melesitol, trehalosa dan tidak dapat memanfaatkan glukonat, maltosa dan salisin (Hadadji dan Bensoltane 2006). Bifidobacterium longum tumbuh baik pada media TPY yang mengadung laktosa dengan laju

pertumbuhan 0,37 per jam. Nilai pH kultur menurun secara bertahap dari 6,7 ke 4,1 setelah 23 jam inkubasi pada 37°C, namun pertumbuhan B. longum relatif

tidak terpengaruh.

Keju lunak dengan penambahan kultur LA, baik tunggal atau campuran menunjukkan nilai pH yang lebih rendah dibandingkan kultur, hal ini menunjukkan bahwa penambahan kultur LAternyata mampu menurunkan tingkat keasaman keju lunak, karena menurut Vedamuthu (2006) walaupun L. acidophilus tumbuh lambat di dalam susu, namun memproduksi asam laktat

dalam jumlah tinggi, sehingga dapat berperan sebagai faktor pengasam. Produk keju yang mengandung L. acidophilus mempunyai kandungan asam laktat yang

tetap selama penyimpanan, karena banyak laktosa yang hilang bersama whey dan

hanya sedikit yang tersisa dalam keju (Ong et al. 2007).

Tabel 4 Nilai pH keju lunak selama penyimpanan yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

H-0 = hari ketika penambahan kultur starter, H1-H14 = hari penyimpanan ke-1,7, dan ke-14

(35)

17

setelah uji Duncan penyimpanan diketahui bahwa rata-rata pH tertinggi dihasilkan pada penyimpanan H-0 (6,09), sedangkan terendah pada penyimpanan H-14 (4,88). Tidak terjadi interaksi antara kultur BAL dan lama penyimpanan, karena memiliki p-value 0.999 > alpha 5% (P>0,05).

Kadar pH pada awal penyimpanan lebih tinggi karena pada H0 merupakan saat penambahan kultur pada susu, dimana pH awal susu setelah pasteurisasi sebesar 6,4 (Tabel 1) turun menjadi 6,09 setelah penambahan kultur bakteri asam laktat. Penurunan terus terjadi selama masa penyimpanan, hal ini dimungkinkan karena proses metabolisme berlangsung secara ideal dan kondisi konstan, dimana tingkat produksi asam sebanding dengan jumlah bakteri, walaupun ketika pertumbuhan melambat atau bahkan berhenti karena terjadi akumulasi asam laktat, sistem enzim bakteri masih dapat terus melanjutkan perubahan dari laktosa menjadi asam. Kondisi pertumbuhan bakteri tidak persis sama seperti yang terjadi pada starter akibat perlakuan panas pada susu dan tekanan oksigen di dalamnya, sehingga enzim bakteri yang ditambahkan harus menyesuaikan terlebih dahulu (Walstra et al. 2006)

2. Analisis Kimia Keju Lunak

Susu dan produk olahan susu memberikan kontribusi yang berarti terhadap asupan nutrisi, karena memiliki gizi yang lengkap (Miller et al. 2007), mudah

diolah serta mempunyai bentuk, tekstur dan aroma yang bervariasi (Rarkye 2004). Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang

digunakan, cara pembuatannya dan derajat pematangannya (O‟Brien dan

O‟Connor 2004). Sampai saat ini standar tentang keju masih mengacu pada SNI 01-2980-1992 (BSN 1992), yaitu tentang keju cedar olahan dengan 45% kadar air, 19,5% kadar protein kasar, 25% kadar lemak dan 5,5% kadar abu (BSN 1992).

Berdasarkan kadar air yang dikandungnya, keju yang dihasilkan termasuk kelompok keju lunak, seperti diuraikan Heller et al. (2008) bahwa klasifikasi

produk keju berdasarkan kadar air terbagi atas keju keras (20-24%), keju semi keras atau semi lunak (45-55%) dan keju lunak (> 55%), umumnya keju lunak dikonsumsi dalam keadaan segar dan mempunyai umur simpan yang terbatas. Kadar air yang tinggi dapat melemahkan jaringan kasein sehingga partikel keju mudah lepas (Banks 2007). Protein susu merupakan zat penting dalam gizi dan fisiologi manusia. Protein dalam susu terbagi atas kasein dan whey protein. Kasein merupakan kelompok dominan protein dalam susu, mengandung ester fosfat, prolin dan sedikit residu sistein, terdiri dari molekul αs1, αs2, β dan κ, (Steijns 2001). Mutu keju yang dihasilkan dalam penelitian memiliki kandungan protein 20,2 21,7%, hampir sama dengan keju cedar olahan 19,5% (BSN 1992) namun lebih besar dari hasil penelitian Buriti et al. (2007) yaitu sebesar 11,86%

pada keju segar Minash yang mengandung L. acidophilus, sehingga keju lunak

yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dijadikan sumber protein melebihi kandungan protein pada bahan dasarnya (3,8%). Proses proteolitik yang cepat akan membantu mencegah kehilangan protein yang terbuang ke dalam whey (Fox

et al. 2000). Pembentukan asam amino dari protein juga penting dalam

(36)

18

keju lunak probiotik yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis proksimat keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

Kultur

Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus lactis

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan karbohidrat by difference dan lemak, namun kadar air,

protein dan abu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua kultur yang ditambahkan, baik secara tunggal atau campuran.

Kandungan karbohidrat by difference keju lunak yang mengandung bakteri

tunggal LA berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) dengan keju lunak yang mengandung bakteri BL-LL dan BL-LA-LL, namun sama dengan yang ditambah bakteri BL, LL, BL-LA dan LA-LL, hal ini menunjukkan bahwa bakteri LA mampu bersinbiotik dengan bakteri BL dan LL untuk menghasilkan energi dalam proses metabolismenya. Metabolisme heksosa melalui jalur Emden-Meyerhoff

mengarah ke produksi laktat dengan piruvat. Banyak jalur alternatif BAL untuk menghasilkan piruvat dan metabolit selain laktat, seperti metabolisme heksosa pada kondisi glukosa terbatas atau dengan adanya oksigen sebagai elektron akseptor (Axelsson 2004). Spesies bifidobakteria yang berbeda dapat memfermentasi berbeda karbohidrat yang berbeda (Tamime 2002). Fermentasi glukosa oleh bifidobakteria melalui fruktosa-6- fosfat hasil dalam produksi asam asetat dan laktat dalam rasio molar 3:2.

Lactococcus lactis mampu mengkonversi piruvat menjadi α-acetolactate

ketika terdapat elektron akseptor seperti sitrat dan terjadi kelebihan piruvat relatif terhadap kebutuhan NADH melalui reaksi laktat dehidrogenase, dimana α -asetolaktat secara enzimatik diurai menjadi acetoin atau dikonversi secara non enzimatik terhadap senyawa rasa (Hugenholtz et al. 2002.) yaitu diasetil (Hansen

dan Schieberle 2005).

(37)

19

mengandung asam lemak rantai pendek melalui aktivitas lipase berkondtribusi terhadap rasa (Oommen 2000). Kadar lemak keju lunak yang mengandung bakteri LA (4,0) berbeda lebih kecil dari keju lunak yang mengandung bakteri BL-LA-LL (9,3%). Klasifikasi keju berdasarkan kadar lemaknya menurut standar umum keju Codex terdiri atas tinggi lemak (>60%), lemak penuh (40-60%), lemak sedang (25-45%), lemak rendah (10-25%). Keju yang dihasilkan tergolong ke dalam keju lunak dengan kadar lemak yang rendah, kondisi ini terjadi karena keju lunak yang digunakan menggunakan bakteri asam laktat baik secara tunggal atau campuran. Populasi mikroba dalam curd berhubungan dengan kandungan

lemak keju. Pembuatan keju rendah lemak tergantung dengan teknik pengolahan, kultur starter dan penggunaan zat tambahan seperti penstabil dan lemak pengganti. Pemberian kultur starter dalam pembuatan keju berkontribusi terhadap proteolisis yang menyebabkan perubahan karakteristik tekstur dan rasa yang khas karena terjadi perubahan lingkungan dalam proses metabolismenya, sehingga penambahan kultur starter tetap harus dibatasi agar aktivitas proteolitik dapat terkendali (Mistry 2001).

Analisis Kualitas Mikrobiologi Keju Lunak

Ong et al. (2006) mengemukakan bahwa penambahan mikroorganisme

probiotik tidak berpengaruh langsung terhadap komposisi keju cedar yang disimpan pada suhu 4ºC (garam, lemak, protein dan pH). Dosis harian minimal produk pangan sehat yang dianjurkan adalah mengandung 106– 107 cfu/g per hari (Hoier et al. 1999). Jumlah BAL yang ditambahkan baik secara tunggal atau

campuran dan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6 Jumlah bakteri asam laktat (BAL) keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur BAL secara tunggal atau campuran

Kultur starter Populasi BAL

a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)

BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus lactis

(38)

20

bersinbiotik, sehingga mampu mencapai jumlah maksimal 9,38 cfu/g. Pertumbuhan B. bifidum dan B. longum meningkatkan populasi 1-2 log10,

sementara populasi B. infantis menurun 1 log10 selama 14 hari periode

pematangan (Boylston 2004).

Tabel 7 Jumlah bakteri asam laktat (BAL) selama penyimpanan yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau

a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)

BL = Bifidobacterium longum, LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus lactis

Agar dapat dikategorikan sebagai produk makanan sehat dan tetap layak selama penyimpanan, hal pertama yang harus dikontrol adalah jumlah mikroorganisme probiotik dalam produk keju yang dihasilkan karena bakteri probiotik menekankan pada perlunya bakteri yang hidup ketika dikonsumsi (Farnworth dan Champagne 2010). Salah satu metode yang dikenal untuk meningkatkan keamanan mikrobiologi dalam produk makanan adalah dengan cara pemasakan, aktivitas air, penyesuaian pH atau menggunakan pengawet, namun metode ini umumnya dapat mengurangi sifat organoleptik produk (Zheng dan Kennett 2008).

Keju segar memiliki umur simpan yang sangat terbatas dan mudah terkena mikroba patogen psikotropika sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan keamanan mikrobiologis produk. Berdasarkan uji Duncan terhadap penyimpanan, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah BAL yang disimpan selama 1 hari (9,34 cfu/g) dibanding jumlah BAL setelah disimpan selama 7 dan 14 hari. Perubahan yang terjadi pada jumlah BAL disebabkan adanya kompetisi nutrisi pada proses penyimpanan, dimana bakteri yang satu menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Walau lama penyimpanan menyebabkan perbedaan terhadap jumlah BAL, namun jumlah BAL dalam keju lunak masih menunjukkan populasi yang tinggi (9,15-9,38 cfu/g), sehingga dapat dikategorikan sebagai probiotik dan menunjukkan BAL yang ditambahkan mampu beradaptasi terhadap matrik keju sehingga mampu bertahan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5ºC. Komponen-komponen yang membentuk matrik keju berperan melindungi bakteri probiotik selama melewati saluran pencernaan dan selama penyimpanan, karena keju mempunyai konsistensi padat, kadar lemak dan pH yang lebih tinggi dibanding produk fermentasi lainnya (Boylston 2004).

Analisis Tekstur Keju Lunak Menggunakan Instrumen

(39)

21

Penentuan tekstur dapat menggunakan metode sensori dan metode instrumen. Metode instrumen dapat menganalisis sifat profil tekstur yang berhubungan dengan karakteristik sensori dan biasa digunakan untuk mengevaluasi tekstur keju (Aday 2010). Atribut-atribut sensori ('creamy', 'mouth-coating' dan „first-bite sticky') dan parameter instrumen ('gumminess', 'adhesiveness' dan 'chewiness') memberikan persepsi kelembaban, kelembutan dan kekakuan pada produk keju saat dikunyah, sehingga penilaian tertinggi pada atribut sensori adalah tekstur yang lembut (Adhikari 2003).

Atribut tekstur dan sensoris produk makanan, merupakan parameter kualitas yang mencerminkan penerimaan konsumen, walaupun penambahan mikroorganisme selama produksi keju menyebabkan produk rentan terhadap perubahan yang tidak diinginkan (Buriti et al. 2007). Tekstur keju dipengaruhi

oleh beberapa komponen, antara lain kadar air, protein dan lemak. Tingkat kekerasan merupakan definisi dari kekuatan panca indera yang dibutuhkan untuk menekan makanan antara gigi, mulut dan langit-langit, dimana kekuatan penekanan pertama merupakan puncak penilaian (Yerlikaya dan Karagozlu 2011). Gambar kurva tingkat kekerasan (nilai 77 sampai 172.7 gf) dan tingkat kelengketan (nilai -16.7 sampai -66.7) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 3 Kurva tingkat kekerasan dan kelengketan keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran

Keju dengan tekstur keras dihasilkan dari keju yang mengandung kultur tunggal dan kultur campuran dua bakteri (BL, LA, LL, BL-LA, LA-LL dengan nilai 90,1 gf sampai 172,7 gf), berbeda nyata (P<0,05) dengan tingkat kekerasan keju yang mengandung ketiga bakteri (BL-LA-LL dengan nilai 77,0 gf), namun lebih keras dibanding keju komersial yang dianalisis oleh Setyawardani (2012),

BL BL-LA BL-LA-LL

BL-LL LA LA-LL

(40)

22

yaitu sebesar 32,68 gf. Rendemen dan kadar air yang cukup tinggi pada matrik keju yang mengadung campuran tiga bakteri, berturut-turut 22.51% dan 63.60% menyebabkan produk menjadi rapuh dan partikel-partikelnya lebih mudah lepas. Komponen yang terperangkap dalam matrik hasil koagulasi adalah kasein, lemak dalam susu dan komponen lain yang tidak larut dalam air. Ukuran globula lemak yang lebih kecil akan menyebabkan permukaan lemak semakin luas, sehingga mempengaruhi kekerasan, kelengketan dan citarasa (O‟Brian & O‟Connor 2004). Hasil analisis tekstur keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tekstur keju lunak yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

Kultur starter Kekerasan (gf) Kelengketan (gf) Jarak (mm)tn

BL 161,7 ± 17,6a -66,3 ± 10,3b 10,0 ± 0,0

LA 124,6 ± 13,7b -28,8 ± 39,4a 10,0 ± 0,1

LL 172,7 ± 7,7a -66,7 ± 3,2b 10,0 ± 0,1

BL-LA 100,6 ± 9,1c -28,3 ± 32,5a 10,0 ± 3,2

BL-LL 90,1 ± 6,2cd -16,7 ± 2,9a 10,0 ± 0,1

LA-LL 160,7 ± 23,0a -64,0 ± 9,5b 10,0 ± 0,1

BL-LA-LL 77,0 ± 13,6d -23,8 ± 2,7a 10,0 ± 0,0

a,b huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05) tn = tidak berbeda nyata (P>0,05). BL =

Bifidobacterium longum), LA = Lactobacillus acidophilus , LL = Lactococcus lactis jarak adalah jarak anatara puncak dalam kurva

Tingkat kelengketan dapat mempengaruhi kualitas tekstur. Kelengketan adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk menarik makanan dari langit-langit dengan lidah, berkorelasi negatif antara kelengketan dan kekerasan (Yerlikaya dan Karagozlu 2011). Keju dengan kelengketan yang tinggi dihasilkan dari keju yang mengandung kultur LA, BL-LA, BL-LL dan BL-LA-LL, berbeda nyata (P<0.05) dengan keju yang mengadung kultur BL, LL dan LA-LL.

(41)

23

Analisis Hedonik dan Mutu Hedonik Keju Lunak

Analisis hedonik dilakukan untuk menilai tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penilaian secara umum. Tingkat kesukaan panelis dan analisis mutu hedonik keju probiotik yang dihasilkan dari penambahan kultur bakteri asam laktat secara tunggal atau campuran dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Rerata analisis hedonik keju lunak dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

Kultur starter Warna Rasa Aroma Tekstur Umum

Analisis mutu hedonik dilakukan untuk menimbulkan kesan umum seperti baik atau buruk dan kesan spesifik seperti keras-empuk (Setyaningsih et al. 2010).

Mutu hedonik dilakukan untuk menilai tingkat warna, rasa, aroma, tekstur dan konsistensi. Lima puluh panelis menilai biasa dan agak suka terhadap warna, rasa, aroma dan penilaian secara umum keju lunak (nilai 3.6-5.3), namun agak tidak suka terhadap penampilan tekstur (nilai 2.5-3.6). Penilaian panelis terhadap mutu hedonik, yaitu warna putih-kuning (nilai 5.0-6.1), rasa pahit-asam-khas keju (nilai 4.4-5.0), aroma asam-khas keju (nilai 5.3-5.6), tekstur halus (nilai 5.2-6.4) dengan konsistensi lunak (nilai 5.3-7.1). Karena kadar air yang cukup tinggi pada semua keju lunak yang dihasilkan (>55%), konsistensi terlihat berair, sehingga tekstur kurang disukai oleh panelis. Panelis merasakan rasa pahit dan asam yang tertinggal (after taste).

Tabel 10 Rerata analisis mutu hedonik keju lunak dari penambahan kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

Kultur starter Warna Rasa Aroma Tekstur Konsistensi

(42)

24

Kemampuan lain metabolisme beberapa bakteri asam laktat adalah memetabolisme asam sitrat yang dikonversi menjadi diasetil dan merupakan komponen minor dalam susu melalui perannya dalam peningkatan rasa. Rasa pahit kemungkinan disebabkan oleh peptida hidrofobik, yang berasal dari

degradasi kasein hidrofobik oleh enzim proteolitik dari proses koagulasi susu dan rennet. Rasa dan aroma yang khas keju dihasilkan dari proses lipolisis, proteolitik dan degradasi lanjutan asam amino oleh kultur starter dan kultur nonstarter bakteri asam laktat. Produk proteolisis akan memberikan flavor keju secara langsung atau berperan sebagai senyawa prekursor keju (Setyawardani 2012). Penambahan bakteri asam laktat menimbulkan rasa asam pada keju yang dihasilkan. Proses deaminasi, dekarboksilasi dan transaminasi akan menghasilkan asam keto, ammonia, amina, aldehida, asam dan alkohol yang akan membentuk rasa dan aroma keju. Ayad et al. (2004) mendapatkan 38 komponen volatil yang

teridentifikasi dalam keju Ras dan Egyptia, dimana senyawa alkohol, aldehida, keton, ester dan lainnya berperan menghasilkan rasa dan aroma khas keju.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Susu yang digunakan untuk pembuatan keju lunak memenuhi standar SNI 314.1:2011. Penambahan kultur bakteri asam laktat menurunkan pH selama 14 hari penyimpanan. Keju yang dihasilkan dalam penelitian ini termasuk ke dalam keju lunak dengan rendemen yang tinggi dengan kadar air lebih dari 55%. Penambahan bakteri LA secara tunggal menghasilkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan penambahan LA secara campuran dengan kadar lemak yang rendah. Kombinasi ketiga kultur starter yang ditambahkan secara tunggal atau campuran tidak menyebabkan penghambatan pada kultur yang lain, sehingga mencapai jumlah di atas 9,0 log10 cfu/g dan tetap bertahan selama penyimpanan 14 hari. Penambahan kultur bakteri asam laktat mampu menghasilkan aroma dan rasa asam, namun belum dapat menutupi rasa pahit yang tertinggal (after taste) dengan

nilai biasa dan agak suka terhadap warna, rasa, aroma dan penilaian secara umum.

Saran

Gambar

Gambar 1 Proses pembuatan keju lunak, (a) kultur kerja (b) proses koagulasi
Tabel  5    Hasil analisis proksimat keju lunak yang dihasilkan dari   penambahan  kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran
Tabel 8  Tekstur keju lunak yang dihasilkan dari penambahan  kultur  bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran tn
Tabel 9  Rerata analisis hedonik keju lunak dari penambahan  kultur bakteri asam laktat (BAL) secara tunggal atau campuran

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan kepada guru untuk memahami pentingnya proses berpikir yang dilakukan siswa karena proses berpikir ini memiliki pengaruh yang besar dengan hasil yang

Telah disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda, secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada hewan

Oleh karena itu, kualitas air permukaan yang sebagian besar dipengaruhi oleh aliran sungai Tallo baik secara lansung maupun tidak langsung akan

integritas &amp; keetikaan organisasi, Etika jabatan &amp; etika legislatif, Konsekuensi moral kebijakan publik, Kode etik bagi para birokrat, Pertanggungjawaban dalam

[r]

Tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan

Hubungan antara juragang dan personilnya dalam aktivitas pelayaran sangant nampak dimana juragang tidak akan bekerja sendiri tanpa adanya personil (ABK) yang bekerja

4.4.1.4 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rerata Beton Normal dan Beton Polimer Termodifikasi Alami Amylum Serta Bahan Tambah Madu Pada Umur 28 Hari