• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ii RINGKASAN

IRMA INDAH KURNIA. D14080147. 2012. Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Domba garut dan domba Ekor Tipis dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, terdapat pula beberapa perbedaan pada karakteristik karkas yang dihasilkan dari kedua domba tersebut, seperti persentase karkas, kualitas dan kuantitas karkas. Maka diperlukan usaha pemeliharaan dan penggemukan secara intensif untuk mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan karakteristik karkas yang akan dihasilkan. Legum Indigofera sp. diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi serta kandungan nutrisi yang cukup lengkap sehingga dapat dijadikan sumber bahan pakan yang menunjang produksi karkas.

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan Mei hingga bulan September 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komposisi jaringan dalam potongan-potongan karkas komersial pada domba garut dan domba Ekor Tipis umur 11 bulan menggunakan ransum penggemukan mengandung Indigofera sp. Domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan masing-masing sebanyak empat ekor dengan bobot badan awal rata-rata 14,5 ± 1,47 kg dan koefisien keragaman 10,14%. Ternak dipelihara secara intensif selama tiga bulan di kandang individu. Pakan yang digunakan berupa pelet Indigofera sp. dan diberikan secara ad libitum, begitu juga dengan air minum. Setelah pemeliharaan berakhir, domba-domba tersebut kemudian disembelih dan dipotong berdasarkan potongan-potongan komersialnya. Kemudian dilakukan penguraian karkas untuk memisahkan daging, lemak dan tulang.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan taraf perlakuan berupa perbedaan bangsa (domba garut dan domba Ekor Tipis). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sifat-sifat karkas (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, bobot non karkas, persentase karkas segar/tubuh kosong, persentase karkas segar/bobot potong, persentase karkas dingin/bobot potong, tebal lemak dan luas udamaru), komposisi dan persentase jaringan karkas (bobot daging, bobot lemak, bobot tulang, persentase daging, persentase lemak, dan persentase tulang) serta distribusi jaringan karkas pada potongan komersial. Data kemudian dianalisis menggunakan uji T (t-test) untuk dilihat perbedaan dan pengaruhnya terhadap komposisi karkas.

(2)

iii dimana hasil menunjukkan berat yang tidak berbeda nyata (P>0,05) diantara kedua domba tersebut. Meskipun demikian, jaringan lemak lebih tinggi (P<0,05) pada domba Ekor Tipis dibandingkan dengan domba garut terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast, dan leg. Perbedaan yang tampak signifikan (P<0,05) pada kedua bangsa terjadi pada komposisi karkas. Komposisi karkas domba garut yang dihasilkan memiliki persentase otot dan tulang yang tinggi namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Secara umum, kualitas karkas domba garut lebih baik daripada domba Ekor Tipis karena menghasilkan karkas dengan kandungan lemak yang rendah. Kedua jenis domba yang dipotong pada bobot rata-rata 24 kg menghasilkan persentase karkas dan persentase daging masing-masing 48,12% dari bobot potong dan 63,02% dari bobot karkas dingin.

(3)

iv ABSTRACT

Tissues Composition of Eleven Months Garut and Thin Tailed Sheep In Commercial Carcasses Cuts Fed Containing Indigofera sp.

Kurnia, I.I, M. Baihaqi dan R. Priyanto

Garut and Thin Tailed sheep are categorized as small ruminant animal. They are potential as meat producers. The aim of this research was to examine differences in tissue composition of commercial cuts from garut and Thin Tailed sheep aged 11 months and fattened on ration containing Indigofera sp. The study used four garut and four Thin Tailed sheep with initial body weight of 14,9 ± 1,1 kg and 13,6 ± 0,6 kg respectively (CV=10,14%). The experiment was set up ini completely randomized design. The animals were intensively fattened for three months in individual cages. They were fed ad libitum with pelleted ration contained Indigofera sp.. The sheep were slaughtered, dressed, and the chilled carcasses were cutted into seven commercial cuts and each cuts were dissecsed into muscle, fat, and bone. The results showed that there were no significantly differences in carcass muscle and bone weight, but carcass fat weight. Garut sheep had significantly (P<0,05) lower fat weight in the carcass compare to Thin Tailed sheep. The differences occured primaly in shoulder, loin, breast, and leg cuts. However on percentage bases, there were significant (P<0,05) between breed differences in carcass compotition. The garut sheep carcass contained significantly more muscle and bone, but less fat than those of Thin Tailed sheep.

(4)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang potensial di Indonesia. Jumlah populasi ternak domba semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, populasi domba sekitar 10.198.766 ekor dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 10.725.488 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Domba juga merupakan salah satu ternak penghasil daging. Daging domba diketahui telah menjadi salah satu menu favorit masyarakat Indonesia. Namun, daging domba juga memiliki kelemahan, yaitu mempunyai bau yang lebih tajam dibandingkan dengan daging ternak lainnya. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan kualitas daging yang dihasilkan. Salah satunya dengan pemotongan pada usia muda. Pemotongan pada masa ini diketahui mampu menghasilkan karkas dengan kualitas yang lebih baik yaitu dengan tingkat keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak dewasa sehingga lebih disukai masyarakat.

Domba garut dan domba Ekor Tipis merupakan ternak lokal yang mempunyai potensi unggul untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani. Domba-domba tersebut dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, secara spesifik kedua domba ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang kecil dan menghasilkan persentase karkas yang cukup rendah. Pertumbuhannya pun berjalan sangat lambat sehingga bobot potong yang dihasilkan juga sangat rendah. Lain halnya dengan domba garut yang memiliki ukuran tubuh yang relatif besar dan persentase karkas yang cukup besar pula.

(5)

2 Tujuan

(6)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba garut

Domba garut merupakan domba yang telah lama dikembangkan di daerah Garut dan biasanya berasal dari daerah Garut, Bogor. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal, domba Ekor Gemuk dan domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-tahun di daerah Garut (Balai Informasi Pertanian, 1990). Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba aduan karena memiliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat mencapai mencapai 60-80 kg sedangkan bobot badan domba betina hidup mencpai sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga yang relative kecil dan kokoh, bulu cukup banyak serta domba jantan memiliki tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980). Sedangkan menurut Damayanti et al. (2001), domba garut termasuk bangsa domba yang memiliki jarak beranak pendek dan pada domba jantan memiliki libido tinggi, kemudian bobot hidup jantan dan betina dewasa masing - masing mencapai 40 - 85 kg dan 34 - 59 kg. Ekor berbentuk sedang, kuat, pangkal agak lebar dan meruncing pada ujungnya, kaki cukup kuat, tegap dan bediri tegak.

Domba Ekor Tipis

(7)

4 Pemeliharaan Domba

Sistem pemeliharaan yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ternak, salah satunya ternak domba. Sistem pemeliharaan yang umumnya terdapat di masyarakat dibagi menjadi tiga cara, diantaranya sistem pemeliharaan intensif, sistem pemeliharaan semi intensif dan sistem pemeliharaan ekstensif. Menurut Parakkasi (1999), tiga cara sistem pemeliharaan domba tersebut didefinisikan sebagai berikut : (1) Sistem Ekstensif, dimana seluruh aktivitas perkawinannya, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Domba dilepas di padang penggembalaan dengan rumput dan pertumbuhan domba ini sangat tergantung dari kualitas padangnya, (2) Sistem Semi Intensif merupakan perpaduan antara sistem ekstensif dan intensif, dan sering disebut juga dengan sistem pertanian campuran (mixed farming). Ternak pada siang hari dapat diumbar di padang penggembalaan dan pada malam hari ternak dikandangkan dan pakan diberikan di dalam kandang, (3) Sistem Intensif, dimana pemeliharaan dengan sistem ini biasanya ternak dikandangkan terus menerus (sepanjang hari). Pemeliharaan sistem intensif ini biasanya menggunakan ransum yang bernutrisi tinggi (penguat).

Penggemukan Domba

(8)

5 yaitu karbohidrat dan lemak, seperti biji-bijian dan umumnya dikombinasikan dengan rumput (Ensminger, 2002). Tujuan usaha penggemukan domba antara lain untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif lebih tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot, daging dan lemak, serta menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi (Anggorodi, 1990). Namun, waktu penggemukan yang semakin lama maka akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Walaupun pertambahan bobot badan menurun, tetapi persentase karkas akan meningkat seiring dengan lama penggemukan. Beberapa hasil penelitian penggemukan domba dengan berbagai macam pakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang Berbeda 3 34,57 173,78 Seleksi ternak cepat tumbuh dan lambat tumbuh 4

9-14 145,83 50% Konsentrat + 50% Limbah Tauge 8 17,5 173 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK

Indigofera sp. merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp. dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropa, serta terus berkembang secara luas (Tjelele, 2006). Taksonomi tanaman Indigofera sp. sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

(9)

6 Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales Family : Fabaceae Bangsa : Indigofereae Genus : Indigofera

Ciri-ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Kandungan legum Indigofera sp. dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Komposisi Nutrisi Legum Indigofera sp.

No. Nutrisi Komposisi

1 Bahan Kering (BK) 21,97%

2 Protein Kasar (PK) 24,17%

3 Serat Kasar (SK) 15,25%

4 Energi 4.038 kkal/kg

5 Kalsium 0,22%

6 Phosfor 0,18%

Sumber : Tjelele (2006) dan Departemen Pertanian (2012)

(10)

7 Gambar 1.Legum Indigofera sp.

Pertumbuhan Domba

Setiap ternak mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Berg dan Butterfield (1976) mengatakan bahwa kecepatan pertumbuhan setiap ternak dipengaruhi oleh bangsa dan individu ternak, terutama perbedaan ukuran tubuh dewasa. Lebih lanjut dijelaskan Soeparno (2005) bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot saat ternak dewasa. Bangsa tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan banyak mengandung protein, proporsi tulang yang tinggi serta lemak yang lebih rendah dibandingkan bangsa tipe kecil. Domba garut dan domba Ekor Tipis memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan berjalan dalam waktu yang relatif lama dibandingkan domba Eropa. Menurut Gatenby (1991), domba di daerah tropis mencapai umur dewasa kelamin saat 5-6 bulan.

(11)

8 domba lokal dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi (Herman, 1993).

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati Sumber : Brody, 1945

Keterangan :

Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju pertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran

M = Dewasa tubuh D = Mati P = Pubertas

(12)

9 Karkas

Karkas merupakan salah satu bagian dari produk ternak yang memiliki nilai ekonomi. Semakin besar bobot karkas yang dihasilkan maka nilai ekonominya akan semakin tinggi. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba atau kambing sehat yang telah disembelih secara halal sesuai CAC/GL. 24-1997, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Berikut ini sifat fisik karkas yang dihasilkan dari bangsa domba garut dan Ekor Tipis:

Tabel 3. Sifat Karkas Domba Garut, Domba Ekor Tipis, dan Kambing

No. Peubah

Sumber : *Herman (1993), **Rianto et al. (2006) dan *** Musahidin (2006)

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak menurut Davendra dan Mc Leroy (1982) adalah bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Persentase karkas dipengaruhi juga oleh bobot non karkas. Menurut Satriawan (2011), domba Ekor Tipis dengan bobot potong sebesar 18-22 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 8,17 kg dengan persentase karkas sebesar 39,95% serta bobot non karkas sebesar 12,4 kg.

Potongan Komersial Karkas

(13)

10 karkas golongan satu terdiri dari potongan tenderloin dan loin, golongan dua terdiri dari potongan leg, shoulder dan rack, sedangkan golongan tiga terdiri dari potongan breast, flank, dan shank. Saparto (1981) menjelaskan bahwa potongan leg mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya paling cepat dibandingkan bagian tubuh lainnya. Menurut Dagong et al. (2012), domba Ekor Tipis memiliki persentase daging tertinggi terdapat pada potongan leg dengan persentase sebesar 66,48% sedangkan tulang pada potongan rack sebesar 28,77% dan lemak pada potongan breast sebesar 17,62%.

Komponen Karkas

Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, dan tulang. Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Perubahan komponen karkas sebanding dengan bertambahnya bobot karkas itu sendiri (Davendra dan Mc Leroy, 1982).

Daging

Komponen utama daging terdiri dari otot, sejumlah jaringan ikat dan pembuluh syaraf. Daging merupakan salah satu komponen dari karkas. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus) (Muzarmis, 1982). Berdasarkan penelitian Herman (1993) dan Verawati (2002), persentase otot domba priangan yang didapat masing-masing sebesar 62,28% dan 69,34%. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pena et al. (2005) bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 54%.

Tulang

(14)

11 karkas domba garut masing-masing dapat mencapai 17,05% dan 13,59%. Menurut Pena et al. (2005), persentase tulang domba Segurena dapat mencapai 20%.

Lemak

(15)

12 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan (bulan Mei hingga bulan September 2011). Pemeliharaan ternak dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sedangkan analisis komposisi dan kualitas karkas dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba garut dan domba Ekor Tipis yang berjenis kelamin jantan. Domba-domba ini berasal dari MT Farm, Indocemen, UP3J dan peternak rakyat. Jumlah domba yang digunakan yaitu empat ekor domba garut dan empat ekor domba Ekor Tipis yang memiliki kisaran umur delapan bulan dan juga memiliki kisaran bobot badan yang hampir sama, yaitu 14,5±1,47 kg (koefisien keragaman = 10,14%). Ternak-ternak tersebut kemudian digemukkan selama tiga bulan. Ternak domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

(16)

13 Obat-obatan

Obat-abatan ternak yang digunakan adalah extopar (obat ektoparasit), kalbazen (obat cacing), obat suntik intermectin (obat kulit, obat kutu), cendo (obat mata), dan obat herbal (ekstrak daun jambu).

Kandang

Kandang yang digunakan sebanyak 8 buah kandang individu dengan ukuran masing-masing 1,5 x 0,75 m. Konstruksi kandang berupa kandang panggung yang terbuat dari besi dengan alas berupa bambu. Kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari plastik ataupun bak kayu dan tempat minum dengan menggunakan ember plastik kecil.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tempat pakan, tempat minum, pisau skalpel, tirai penutup kandang, lampu, ember, alat vaksin, alat desinfektan, timbangan, gelas ukur, label, thermometer, hygrometer (air raksa basah kering, digital, jarum), spidol, plastik, alat tulis (buku dan pulpen), dan alat kebersihan (sapu lidi, sekop).

Pakan

Pakan yang diberikan dalam bentuk pelet. Pakan disusun dengan komposisi rasio hijauan dan konsentrat sebesar 30 : 70. Kadar zat makanan ransum disesuaikan dengan kebutuhan domba masa pertumbuhan (National Research Council, 2007). Pakan dan air minum akan diberikan ad libitum, tapi tetap terukur dan diberikan saat pagi dan sore hari. Pelet yang digunakan terdapat pada Gambar 3 serta komposisi analisis nutrisi ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

(17)

14 Tabel 4. Komposisi Bahan Ransum Indigofera sp.

Bahan Pakan Ransum Indigofera sp. (%)

Indigofera sp 30

Onggok 12

Jagung 10

Bungkil Kelapa 32

Bugkil Kedelai 8

Molases 5

CaCO3 2,5

NaCl 0,3

Premix 0,2

Jumlah 100

Komposisi Kimia

BK 100

PK 18

SK 12,07

Lemak 5,44

Ca 0,8

P 0,84

TDN 73,82

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dibersihkan, baik lantai, atap, dinding, ventilasi, tempat pakan maupun kolong tempat kotoran ternak. Setelah itu disterilisasikan dengan menggunakan desinfektan penyemprotan obat extoparasit. Semua peralatan yang digunakan juga dicuci bersih dengan menggunakan sabun dan disterilkan dengan menggunakan disenfektan. Sebagian kandang juga direnovasi untuk kandang yang kurang layak, baik meliputi lantai, pintu, maupun bak pakannya.43

Persiapan Pakan

(18)

15 UP3J) di Jonggol. Bahan baku pakan lainnya dibeli dari penjual pakan yang sekaligus digunakan sebagai pengguna jasa pembuatan pakan menjadi bentuk pellet.

Persiapan Ternak

Ternak yang baru datang ditimbang terlebih dahulu sebagai bobot badan awal ternak. Kemudian dibersihkan dengan pemandian, pencukuran bulu, dan pemotongan kuku. Pemberian vaksin juga dilakukan untuk pencegahan penyakit pada ternak. Setelah itu dilakukan pengacakan letak kandang untuk masing-masing ternak. Sebelum data penelitian dikoleksi, dilakukan masa adaptasi lingkungan dan pakan bagi ternak percobaan hingga domba terbiasa untuk mengkonsumsi pakan sesuai dengan perlakuan dan memiliki tingkat pertumbuhan yang relative seragam. Masa adaptasi ini memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 20 hari. Hal tersebut dikarenakan masih adanya endo dan ektoparasit pada beberapa domba percobaan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan intensif dilakukan selama tiga bulan. Pemeliharaan dilakukan di dalam kandang inividu. Pemberian masing-masing ransum dan minum secara ad libitum dan dilakukan setiap hari setelah sisa pemberian pada hari sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Ternak diberikan pakan perlakuan secara bertahap untuk menyesuaikan system percernaannya terhadap pakan baru. Pakan yang diberikan sebanyak 1 kg sedangkan air minum sebanyak 2 liter untuk masing-masing domba yang diteliti. Air minum yang diberikan tetap dijaga kesegarannya dengan dikontrol setiap beberapa jam setelah pemberian pada pagi hari. Dengan demikian konsumsi ransum dan minum setiap hari dapat diketahui. Penimbangan bobot hidup selanjutnya dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengukuran suhu dan kelembaban juga dilakukan setiap pagi, siang dan sore.

Pemotongan dan Penguraian Karkas

(19)

16 digantung pada tendon achile-nya untuk dilakukan pemotongan kepala dan keempat kaki, pengulitan dan eviserasi, sehingga diperoleh karkas.

Bagian kepala dipotong pada persendian occipito atlatis, bagian kaki depan dipotong pada persendian carpal-metacarpal dan bagian kaki belakang dipotong pada persendian tarsus-meta-tarsus. Masing-masing bagian tersebut kemudian ditimbang beratnya. Jeroan (isi seluruh rongga perut) juga dikeluarkan dan ditimbang beratnya. Kemudian karkasnya ditimbang dan disimpan terlebih dahulu kedalam chiller untuk dilayukan selama 16 sampai 24 jam.

Setelah proses pelayuan, karkas ditimbang kembali untuk memperoleh data karkas dingin. Kemudian karkas dibelah menjadi dua bagian yang sama pada tulang belakang yaitu bagian kiri dan bagian kanan. Salah satu bagian karkas ditimbang kembali (karkas bagian kiri) sebagai bobot setengah karkas dingin, kemudian diuraikan menjadi sembilan potongan komersial yaitu paha (leg), pinggang (loin), rack, bahu (shoulder), perut dada (breast), kaki depan (fore shank), dan lipat paha (flank) (Gambar 5). Setelah didapatkan potongan komersial, masing-masing bagian tersebut ditimbang dan dipisahkan antara daging, tulang, dan lemak. Masing-masing jaringan tersebut (daging, tulang dan lemak) dari tiap potongan komersial ditimbang untuk mengetahui bobot masing-masing bagian tersebut.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perbedaan bangsa (domba garut dan domba Ekor Tipis) merupakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini. Setiap perlakuan dilakukan dengan empat kali ulangan pada masing-masing bangsanya. Rumus yang digunakan yaitu :

Yij = µ + Pi + εij Keterangan :

Yij = Komposisi jaringan karkas domba umur 11 bulan berdasarkan perbedaan bangsa ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan komposisi jaringan karkas domba umur 11bulan Pi = Pengaruh perbedaan bangsa ke-i (Garut dan Ekor Tipis)

(20)

17 Gambar 5. Potongan Komersial Karkas Domba

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2008

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji T (t-test). Kedua bangsa yang berbeda dibandingkan dan dilihat pengaruhnya terhadap komposisi jaringan karkas yang dihasilkan dengan masing-masing bangsa terdiri dari empat ulangan. Berikut ini rumus uji T yang digunakan :

t = Χi - Χj – Do s √1 + s √ 1 n n Keterangan:

Xi = Rata-rata Perlakuan ke-i Xj = Rata-rata Perlakuan ke- j s = Simpangan Baku

n = Jumlah individu sampel

Do = Selisih dua rataan yang berbeda = 0 Peubah

Bobot Potong. Bobot potong adalah bobot domba sebelum dipotong namun setelah dipuasakan selama 18 jam

Bobot Tubuh Kosong. Bobot tubuh kosong adalah selisih antara bobot potong dengan bobot isi rongga perut, saluran pencernaan, vesica urinaria, dan empedu .

(21)

18 Bobot Karkas Dingin. Bobot karkas dingin merupakan bobot karkas yang telah dilayukan di dalam chiller selama 16 hingga 24 jam.

Bobot Non Karkas. Bobot non karkas merupakan bobot dari bagian-bagian tubuh yang tidak termasuk karkas, seperti darah, kepala, keempat kaki, isi rongga perut, isi rongga dada dan ekor.

Persentase Karkas. Persentase karkas segar/bobot potong merupakan perbandingan antara bobot karkas segar dengan bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas dingin/bobot potong merupakan perbandingan antara bobot karkas dingin dengan bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas segar/tubuh kosong merupakan perbandingan antara bobot karkas segar dengan bobot tubuh kosong dikalikan dengan 100%.

Tebal Lemak. Pengukuran tebal lemak subkutan permukaan otot Longissimus dorsi (LD), diantara rusuk ke-12 dan 13, kemudian diukur menggunakan jangka sorong.

Luas Urat Daging Mata Rusuk (Udamaru). Luasurat daging mata rusuk dihitung pada irisan antara rusuk ke-12 dan 13. Permukaan irisan ditempel dengan plastik transparan, kemudian diilustrasikan dengan spidol. Gambar bidang permukaan urat daging mata rusuk diukur dengan menggunakan alat ukur planimeter untuk menentukan luasannya.

Bobot dan Persentase Otot Karkas. Bobot daging karkas adalah hasil penimbangan total otot karkas setelah dipisahkan dari lemak dan tulang. Persentase daging karkas merupakan perbandingan antara bobot daging dengan bobot karkas dingin dikalikan 100%.

(22)

19 Bobot dan Persentase Lemak Karkas. Bobot lemak karkas adalah hasil penimbangan total lemak karkas. Persentase lemak karkas merupakan perbandingan antara bobot lemak dengan bobot karkas dingin dikalikan 100%.

Bobot Komposisi Jaringan Karkas pada Masing-masing Potongan Komersial

(23)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan telah diseleksi dengan baik, sehingga memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Namun, bobot awal yang digunakan saat awal perlakuan pada domba garut dan Ekor Tipis cukup beragam. Namun, rataan bobot awal domba masih memiliki koefisien keragaman yang cukup rendah, yaitu 10,14%. Rataan bobot awal kedua bangsa yaitu 14,5 kg dengan bobot minimum 12,6 kg dan bobot maksimum 17,6 kg. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot Awal Domba Garut dan Domba Ekor Tipis

Domba ∑ Ternak

Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat terhadap produktivitasnya, sehingga pertumbuhan, perkembangan atau produksi ternak akan menurun (Johnston, 1983). Oleh karena itu, modifikasi lingkungan juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam memelihara ternak untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas ternak. Ternak dipelihara di kandang individu dengan konstruksi kandang berupa kandang panggung. Rataan suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang diperoleh berdasarkan waktu pengukuran yang berbeda, yaitu pada pagi hari (pukul 07.00), siang hari (pukul 13.00) dan sore hari (pukul 16.00). Data rataan suhu dan kelembaban kandang dapat dilihat pada Tabel 6.

(24)

21 Hal ini sesuai dengan pendapat Yousef (1985) bahwa daerah TNZ untuk domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22-31°C. Ternak lebih banyak melakukan tingkah laku makan pada saat itu. Namun, pada siang hari suhu cukup tinggi sekitar 32°C menyebabkan ternak lebih banyak istirahat dan minum air untuk mengurangi panas tubuhnya. Kelembaban di dalam kandang lebih tinggi yaitu dengan kisaran 77 hingga 91%. Kelembaban relative yang baik untuk ternak domba menurut Yousef (1985) yaitu berada pada kisaran di bawah 75%.

Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Kandang

Lokasi Waktu Suhu (°C) Kelembaban (%) ventilasi pada bagian depan dan belakang kandang. Kebersihan kandang selalu diperhatikan serta lantai kandang selalu dibersihkan setiap harinya sehingga tidak terdapat tumpukan kotoran ternak. Sistem pemeliharaan yang diterapkan pada saat penelitian yaitu sistem pemeliharaan intensif dimana ternak dikandangkan sepanjang hari dengan pemberian pakan dan minum di dalam kandang. Selama pemeliharaan dilakukan juga perawatan berupa pemandian, pencukuran bulu, dan pemotongan kuku (Gambar 6). Pemberian vaksin juga dilakukan untuk pencegahan penyakit pada ternak. Ternak yang terlihat sakit segera dilakukan pengobatan. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari dan malam hari menyebabkan beberapa ternak mengalami penyakit diare ataupun batuk, terutama pada ternak yang berada dekat ventilasi kandang. Selain itu, penyakit lain yang sering terjadi pada ternak adalah scabies, sakit mata, batuk dan diare.

(25)

22 PBBH domba Ekor Tipis (136±12ab gram/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan domba garut (99±38b gram/ekor/hari) (Farid, 2012). Kisaran PBBH tersebut sesuai dengan kisaran PBBH di Indonesia. Angka standar untuk pertambahan bobot badan domba local yang ada di Indonesia berkisar antara 20-200 g/ekor/hari (Gatenby, 1991) sedangkan menurut Hasnudi (2004), pertambahan bobot hidup domba local dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Nilai PBBH domba Ekor Tipis muda cenderung terus meningkat dibandingkan domba garut. Hal ini dapat dikarenakan konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari).

(a) (b) Gambar 6. (a) Pemeliharaan Ternak dan (b) Perawatan Ternak

Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Bobot Non Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak dan Luas Udamaru

(26)

23 pendugaan jumlah lemak sedangkan luas udamaru sebagai pendugaan jumlah daging. Namun kedua pendugaan ini tidak dapat dipastikan menghasilkan nilai yang akurat.

Penggemukan domba garut dan domba Ekor Tipis muda dengan pakan factor Indigofera sp. memberikan respon yang sama terhadap sifat-sifat karkas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sifat-sifat Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Bobot Non Karkas (kg) 11,525±1,872 9,676±2,339 10,600±2,196 Karkas Segar/Tubuh Kosong (%) 52,165±1,265 54,405±1,327 53,285±1,695 Karkas Segar/Bobot Potong (%) 46,847±0,002 49,390±1,956 48,118±0,002 Karkas Dingin/Bobot Potong (%) 45,130±0,002 47,400±1,407 46,265±0,002 Tebal Lemak (mm) 1,550±0,000 1,975±0,591 1,762±0,000 Luas Udamaru (cm2) 9,600±0,001 10,275±1,359 9,937±0,001

(27)

24 bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 12,16 kg. Namun, hasil ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Sunarlim et al. (1999) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 23,08 kg menghasilkan bobot karkas 9,54 kg dan persentase karkas 40,13%. Persentase karkas segar/tubuh kosong pada Tabel 7 menghasilkan data yang cukup besar, yaitu sebesar 52,165% sedangkan persentase karkas segar/bobot potong sebesar 46,847%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan Verawati (2002 ) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 48,34%. Herman (1993) menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg menghasilkan persentase karkas sebesar 48,84%.

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa domba Ekor Tipis yang dipelihara menghasilkan sifat-sifat karkas yang tidak jauh berbeda dengan domba garut. Domba Ekor Tipis dengan bobot 24,000 kg mampu menghasilkan bobot tubuh kosong, bobot karkas segar dan bobot karkas dingin masing-masing 21,789 kg, 11,861 kg dan 11,383 kg sedangkan bobot non karkas sebesar 9,676 kg. Data tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang menyatakan bahwa domba Ekor Tipis dengan bobot potong 25,00 kg menghasilkan bobot karkas panas sebesar 9,789 kg dan bobot karkas dingin sebesar 9,311 kg. Dagong et al. (2011) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25,73 kg dengan genotip gen CAST-22 dan pemberian pakan rumput lapang dan konsentrat komersial dengan protein 13% menghasilkan bobot badan kosong, karkas segar dan karkas dingin masing-masing 20,46 kg, 11,02 kg, dan 10,76 kg. Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan pada Tabel 7 sebesar 54,405%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Dagong et al. (2011) yang memperoleh persentase karkas/bobot kosong sebesar 54,54%,

(28)

25 persentase karkas segar/bobot potong dan persentase karkas dingin/bobot potong domba garut dan domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 menunjukkan hasil sebesar 48,118% dan 46,265%. Secara umum, persentase karkas segar/bobot potong dan karkas dingin/bobot potong yang dihasilkan dari kedua bangsa tersebut tergolong memenuhi standar persentase karkas yaitu dengan kisaran 46-49 %. Hasil ini sesuai dengan persentase yang dinyatakan oleh Johnston (1983) bahwa persentase karkas domba berkisar antara 45-50%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Purbowati et al. (2005) bahwa domba lokal yang dipotong pada umur sembilan dan dua belas bulan menghasilkan persentase karkas masing-masing 43,62% dan 48,64%. Menurut Velasco et al. (2004) yang menggunakan domba Talaverana diberi pakan gandum dengan bobot potong 25,51 kg (setelah penggemukan) memperoleh persentase karkas dingin sebesar 44.36% dan juga dari hasil penelitian Carrasco et al. (2009) yang menyatakan bahwa domba Churra Tensina yang diberi perlakuan drylot dengan bobot potong 22,9 kg menghasilkan persentase karkas segar sebesar 51,09% dan persentase karkas dingin sebesar 49,78%.

Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu 53,205%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan domba Segurena yang menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 55,6% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Menurut Berg dan Butterfield (1976), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan. Data yang diperoleh menujukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup berarti dari bobot non karkas terhadap persentase karkas yang dihasilkan. Artinya, semakin besar bobot non karkas akan semakin kecil persentase karkas yang dihasilkan.

(29)

26 2011). Menurut Min et al. (2005) kandungan senyawa sekunder berupa total fenol, total tannin dan condense tannin dalam legume Indigofera sp. masih tergolong sangat rendah, jauh di bawah ambang batas 50 g/kg BK yang dapat bersifat anti nutrisi. Oleh karena itu, pemberian pakan pelet Indigofera sp. masih dinilai aman untuk dikonsumsi oleh ternak. Pemberian pakan Indigofera sp. memberikan pengaruh berbeda terhadap konsumsi harian kedua bangsa domba sehingga berpengaruh juga terhadap bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan. Konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari). Tingginya konsumsi harian domba Ekor Tipis dapat dikarenakan ternak tersebut sudah beradaptasi lama dengan pakan Indigofera sp. dimana domba Ekor Tipis dan pakan yang digunakan berasal dari daerah yang sama. Oleh karena itu, konsumsi harian domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut yang baru mengalami adaptasi pakan.

Ransum Indigofera sp. yang diberikan diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, yaitu sebesar 18%. Nilai protein pada ransum Indigofera sp. ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar kebutuhan protein pada domba saat proses pertumbuhan. Menurut Gatenby (1991), jumlah protein kasar minimum yang diperlukan domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari bahan kering sedangkan domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar sebesar 11% dari bahan kering. Hal ini tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap tingkat pertumbuhan domba. Pada kenyataannya hal ini dapat membantu meningkatkan proses pertumbuhan domba. Menurut Lestari et al. (2005), bobot daging karkas yang semakin meningkat disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga semakin meningkat. Konsumsi protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga semakin tinggi. Semakin tinggi deposisi protein maka produksi dan pertumbuhan ternak juga semakin baik. Hal ini didukung juga oleh pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi.

(30)

27 Butterfield (1976) menyebutkan bahwa terdapat dua arah gelombang tumbuh-kembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) dibagian depan tubuh menuju kebelakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity). Tumbuh-kembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Oleh karena itu, dapat diharapkan pengukuran pada bagian pinggang (loin) telah dapat mewakili keseluruhan daging dan lemak di dalam karkas.

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa bangsa yang memiliki luas udamaru lebih besar akan memiliki tebal lemak yang besar pula. Hasil analisis ragam pada nilai luas udamaru dan tebal lemak punggung pada kedua bangsa menujukkan nilai yang tidak berbeda nyata, meskipun terdapat kecenderungan luas udamaru dan tebal lemak pada domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut. Rendahnya nilai luas udamaru pada domba garut dibandingkan pada domba Ekor Tipis dapat dikarenakan dewasa tubuhnya lebih lambat sehingga pertumbuhannya belum optimal, meskipun pertumbuhan lemak sudah mulai terlihat. Luas udamaru pada domba garut sebesar 9,600 cm2 sedangkan pada domba Ekor Tipis sebesar 10,275 cm2. Luas udamaru domba garut ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Verawati (2002) yang menyatakan bahwa domba garut yang dipelihara setelah sembilan minggu dengan perlakuan pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde dan memiliki bobot potong 20,93 kg menghasilkan luas udamaru sebesar 9,99 cm2. Snowder et al. (1994) memperoleh nilai luas udamaru sebesar 12,9 cm2 dan tebal lemak punggung sebesar 2,5 cm dari domba Rambouillet yang memiliki bobot potong 53,3 kg. Selain itu, menurut Johnson et al. (1997) penggunaan urat daging mata rusuk sebagai indicator perdagingan hanya terbatas pada karkas dengan bobot tinggi dimana menurut Johnston (1983) persentase karkas pada domba yang kurus dan kondisinya buruk dapat kurang dari 40% sedangkan pada domba yang gemuk dapat melebihi 60%.

Bobot dan Persentase Komposisi Jaringan

(31)

28 karkas yang dituntut oleh konsumen pada masa sekarang adalah karkas yang memiliki proporsi lemak optimum, proporsi daging maksimum dan proporsi tulang minimum serta kadar lemak dan kolesterol yang rendah (Natasasmita, 1978). Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Hasil analisis ragam bobot dan persentase jaringan pada karkas domba garut dan Ekor Tipis dapat dilihat pada Tabel 8.

…….………..%...

Otot 64,047a±0,000 61,992b±0,001 63,020±0,001 Lemak 11,420b±0,000 16,303a±0,002 13,861±0,003

Tulang 24,532a±0,000 21,705b±0,002 23,118±0,002

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil komponen karkas diketahui bahwa perbedaan signifikan (P<0,05) hanya terjadi pada bobot lemak. Hasil analisis komponen jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 8. Berbeda halnya dengan bobot masing-masing komponen jaringan karkas, persentase jaringan karkas menujukkan bahwa persentase daging, lemak dan tulang dalam karkas pada kedua bangsa berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis persentase komposisi jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 7.

Tabel 8. Komposisi Jaringan Setengah Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp.

Variabel

Jenis Domba

Rataan

Garut Ekor Tipis

…......kg…...

Otot 3,244 ±0,419 3,339±0,222 3,291±0,315

Lemak 0,577b±0,070 0,877a±0,122 0,727±0,184

(32)

29 Gambar 7. Histogram Bobot Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba

Ekor Tipis Daging

Menurut Muzarmis (1982) daging domba memilki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsitensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa bobot daging untuk kedua jenis domba menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu sebesar 3,291 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan domba lokal yang memiliki bobot potong 25,80 kg menghasilkan bobot daging sebesar 3,572 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Hal ini berarti kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap dengan baik oleh kedua bangsa ternak tersebut karena bobot daging yang dihasilkan cukup tinggi. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 menujukkan bahwa domba garut memiliki persentase daging yang lebih besar dibandingkan domba Ekor Tipis. Persentase daging yang dihasilkan pada domba garut sebesar 64,047%. Hasil ini masih lebih tinggi dari pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase otot domba priangan muda yang memiliki bobot potong 25 kg menghasilkan persentase otot

Ekor Tipis

Garut kg

Jaringan

b

(33)

30 sebesar 62,28%. Namun, hasil ini tergolong lebih rendah dibandingkan pendapat Verawati (2002) yang mengatakan bahwa domba priangan jantan dengan bobot potong 20,93 kg setelah penggemukan selama sembilan bulan melalui pemberian pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase otot dalam karkas sebesar 69,56%.

Persentase daging domba Ekor Tipis yang dihasilkan sebesar 61,992%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang mengatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram menghasilkan persentase daging sebesar 68,64%. Lebih lanjut dijelaskan Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan dengan bobot potong 22,56 kg yang diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase daging 58,80%. Pena et al. (2005) menjelaskan bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 53,9% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial. Lemak

(34)

31 Perbedaan ukuran tubuh dewasa ini menyebabkan pencapaian titik infleksi (bobot tubuh dewasa) pada domba garut menjadi lebih lambat dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini menyebabkan lemak lebih cepat terdeposisi pada domba Ekor Tipis dibandingkan domba garut. Soeparno (2005) menyatakan bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan berat pada saat dewasa. Lebih lanjut dijelaskan oleh Berg dan Butterfield (1976) bahwa perbedaan laju pertumbuhan di antara bangsa dan individu ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa. Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1984). Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva pertumbuhan factor tidak berubah. Dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat (Judge et al., 1989).

(35)

32 rendah (Prakoso et al., 2009). Namun, tidak berbeda jauh dengan domba Segurena yang memiliki persentase lemak mencapai 16% dari bobot potong 21,4 kg penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005).

Gambar 8. Histogram Persentase Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis

Berdasarkan histogram pada Gambar 8 di atas diketahui bahwa domba garut memiliki persentase otot dan tulang yang lebih tinggi, namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa bila perbandingan komposisi karkas didasarkan pada berat yang sama diantara bangsa tipe besar dan tipe kecil, maka tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi, proporsi tulang yang tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan bangsa tipe kecil. Perbedaan ini disebabkan karena pada berat yang sama, bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda dibandingkan bangsa tipe kecil.

Tulang

Pada awal pertumbuhan semua zat makanan diprioritaskan untuk pertumbuhan tulang, kemudian jaringan lean, dan jika masih berlebih baru untuk pembentukan lemak. Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa berdasarkan bobotnya tulang dari kedua bangsa tidak berbeda nyata. Bobot tulang

a

a b

b

b a

(36)

33 dari kedua bangsa domba memiliki rataan sebesar 1,209 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan bobot tulang domba local yaitu sebesar 1,489 kg yang memiliki bobot potong 25,80 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Akan tetapi, terdapat perbedaan yang nyata pada persentase yang dihasilkan dimana persentase tulang pada domba garut nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan persentase tulang pada domba Ekor Tipis. Hal ini dapat dikarenakan domba garut memiliki bobot tulang yang lebih tinggi namun bobot karkas lebih rendah dibandingkan domba Ekor Tipis, meskipun nilainya tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada persentase tulang tersebut sesuai dengan pendapat Herman (1993) yang mengatakan bahwa secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba garut.

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 diketahui bahwa kedua bangsa memiliki persentase tulang yang tidak jauh berbeda dengan domba Segurena yang memiliki persentase tulang sebesar 20% dari bobot potong 21,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan yang memiliki bobot potong 22,56 kg dan diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase tulang sebesar 19%. Persentase tulang domba garut pada Tabel 8 menujukkan hasil sebesar 24,532%. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase tulang dalam karkas domba garut dengan bobot potong 25 kg sebesar 17,05% serta lebih tinggi juga dibandingkan dengan penelitian Verawati (2002) yang memperoleh persentase tulang dalam karkas domba garut sebesar 13,59% dari bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde Persentase tulang domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam Tabel 8 sebesar 21,705%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang memperoleh persentase tulang domba Ekor Tipis sebesar 21,60% dari bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram.

Bobot Potongan Komersial Karkas

(37)

34 disebabkan oleh keragaman bobot penyusunnya termasuk lemak subkutan dan intermuskular. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

(38)

35 persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata dimana persentase daging paling tinggi adalah bagian leg yaitu sebesar 20,5-21,7% sedangkan persentase daging paling rendah adalah flank yaitu sebesar 1,7-2,3%. Kualitas daging domba dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi umur, factor keturunan, bangsa, ukuran tubuh, pakan dan komposisi kimia (Devendra dan Burns, 1994).

Berdasarkan bobot lemak, pada beberapa potongan komersial, domba Ekor Tipis memiliki bobot lemak yang nyata lebih tinggi (P<0,05) jika dibandingkan dengan domba garut, terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast dan leg. Perbedaan deposisi lemak pada loin, shoulder, breast dan leg diantara kedua bangsa dapat dikarenakan pada bagian-bagian tersebut domba Ekor Tipis lebih sedikit mengalami pergerakan dibandingkan dengan domba garut sehingga lebih banyak terjadi penimbunan lemak. Seperti telah dibahas sebelumnya, domba Ekor Tipis mengalami dewasa tubuh yang lebih cepat dibandingkan domba garut sehingga pada saat berat yang sama, domba Ekor Tipis secara fisiologis lebih tua dari domba garut dan telah mengalami pertumbuhan yang lebih optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Saparto (1981) bahwa pada domba jantan otot pada shoulder, leg, loin, dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhan lebih cepat dibandingkan potongan bagian tubuh lainnya. Bobot tulang kedua bangsa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Sunarlim dan Setiyanto (2005) menyatakan bahwa persentase tulang paling tinggi adalah bagian leg dan shoulder sedangkan persentase tulang paling rendah adalah bagian flank.

(39)

36 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggemukan dengan ransum yang mengandung Indigofera sp. menghasilkan perbedaan yang signifikan pada komposisi jaringan karkas dimana domba garut memiliki persentase daging dan tulang yang tinggi, namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis (P<0,05). Lemak karkas pada domba Ekor Tipis lebih tinggi terdapat potongan shoulder, loin, breast, dan leg sehingga secara umum kualitas karkas domba garut lebih baik daripada domba Ekor Tipis. Kedua jenis domba yang dipotong pada bobot rata-rata 24 kg menghasilkan persentase karkas dan persentase daging masing-masing 48,12% dari bobot potong dan 63,02% dari bobot karkas dingin.

Saran

(40)

i

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL

KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR

SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKKAN MENGANDUNG

Indigofera

sp

.

SKRIPSI

IRMA INDAH KURNIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(41)

i

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL

KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR

SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKKAN MENGANDUNG

Indigofera

sp

.

SKRIPSI

IRMA INDAH KURNIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(42)

ii RINGKASAN

IRMA INDAH KURNIA. D14080147. 2012. Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Domba garut dan domba Ekor Tipis dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, terdapat pula beberapa perbedaan pada karakteristik karkas yang dihasilkan dari kedua domba tersebut, seperti persentase karkas, kualitas dan kuantitas karkas. Maka diperlukan usaha pemeliharaan dan penggemukan secara intensif untuk mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan karakteristik karkas yang akan dihasilkan. Legum Indigofera sp. diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi serta kandungan nutrisi yang cukup lengkap sehingga dapat dijadikan sumber bahan pakan yang menunjang produksi karkas.

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan Mei hingga bulan September 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komposisi jaringan dalam potongan-potongan karkas komersial pada domba garut dan domba Ekor Tipis umur 11 bulan menggunakan ransum penggemukan mengandung Indigofera sp. Domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan masing-masing sebanyak empat ekor dengan bobot badan awal rata-rata 14,5 ± 1,47 kg dan koefisien keragaman 10,14%. Ternak dipelihara secara intensif selama tiga bulan di kandang individu. Pakan yang digunakan berupa pelet Indigofera sp. dan diberikan secara ad libitum, begitu juga dengan air minum. Setelah pemeliharaan berakhir, domba-domba tersebut kemudian disembelih dan dipotong berdasarkan potongan-potongan komersialnya. Kemudian dilakukan penguraian karkas untuk memisahkan daging, lemak dan tulang.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan taraf perlakuan berupa perbedaan bangsa (domba garut dan domba Ekor Tipis). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sifat-sifat karkas (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, bobot non karkas, persentase karkas segar/tubuh kosong, persentase karkas segar/bobot potong, persentase karkas dingin/bobot potong, tebal lemak dan luas udamaru), komposisi dan persentase jaringan karkas (bobot daging, bobot lemak, bobot tulang, persentase daging, persentase lemak, dan persentase tulang) serta distribusi jaringan karkas pada potongan komersial. Data kemudian dianalisis menggunakan uji T (t-test) untuk dilihat perbedaan dan pengaruhnya terhadap komposisi karkas.

(43)

iii dimana hasil menunjukkan berat yang tidak berbeda nyata (P>0,05) diantara kedua domba tersebut. Meskipun demikian, jaringan lemak lebih tinggi (P<0,05) pada domba Ekor Tipis dibandingkan dengan domba garut terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast, dan leg. Perbedaan yang tampak signifikan (P<0,05) pada kedua bangsa terjadi pada komposisi karkas. Komposisi karkas domba garut yang dihasilkan memiliki persentase otot dan tulang yang tinggi namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Secara umum, kualitas karkas domba garut lebih baik daripada domba Ekor Tipis karena menghasilkan karkas dengan kandungan lemak yang rendah. Kedua jenis domba yang dipotong pada bobot rata-rata 24 kg menghasilkan persentase karkas dan persentase daging masing-masing 48,12% dari bobot potong dan 63,02% dari bobot karkas dingin.

(44)

iv ABSTRACT

Tissues Composition of Eleven Months Garut and Thin Tailed Sheep In Commercial Carcasses Cuts Fed Containing Indigofera sp.

Kurnia, I.I, M. Baihaqi dan R. Priyanto

Garut and Thin Tailed sheep are categorized as small ruminant animal. They are potential as meat producers. The aim of this research was to examine differences in tissue composition of commercial cuts from garut and Thin Tailed sheep aged 11 months and fattened on ration containing Indigofera sp. The study used four garut and four Thin Tailed sheep with initial body weight of 14,9 ± 1,1 kg and 13,6 ± 0,6 kg respectively (CV=10,14%). The experiment was set up ini completely randomized design. The animals were intensively fattened for three months in individual cages. They were fed ad libitum with pelleted ration contained Indigofera sp.. The sheep were slaughtered, dressed, and the chilled carcasses were cutted into seven commercial cuts and each cuts were dissecsed into muscle, fat, and bone. The results showed that there were no significantly differences in carcass muscle and bone weight, but carcass fat weight. Garut sheep had significantly (P<0,05) lower fat weight in the carcass compare to Thin Tailed sheep. The differences occured primaly in shoulder, loin, breast, and leg cuts. However on percentage bases, there were significant (P<0,05) between breed differences in carcass compotition. The garut sheep carcass contained significantly more muscle and bone, but less fat than those of Thin Tailed sheep.

(45)

v

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL

KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR

SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM

PENGGEMUKKAN MENGANDUNG

Indigofera

sp

.

IRMA INDAH KURNIA

D14080147

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(46)

vi Judul : Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba

Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp.

Nama : Irma Indah Kurnia

NIM : D14080147

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc.) NIP : 19800129 200501 1 005

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP: 19601216 198603 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(47)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke-empat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Sudarti. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Nurmala Hikmah di Jakarta Timur pada tahun 1995 hingga 1996. Kemudian penulis melanjutkan sekolah dasar di SDN Pondok Kelapa 03 Pagi sejak tahun 1996 hingga tahun 2002. Pendidikan selanjutnya di MTsN 21 Jakarta dari tahun 2002 hingga tahun 2005. Penulis meneruskan pendidikan menegah umum di SMA Negeri 71 Jakarta pada tahun 2005 dan diselesaikan hingga tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2009 Penulis kemudian melanjutkan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Selama mengikuti pendidikan dikampus, penulis aktif sebagai anggota departemen RPM Internal di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D) dari tahun 2010 hingga 2011. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti Kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas Meet Cowboy 2010, Kepanitiaan

(48)

viii KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan kemudahan yang diberikan-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “Komposisi Jaringan Pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum

Penggemukkan Mengandung Indigofera sp.”. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Keunggulan domba Ekor Tipis dan domba garut sebagai ternak yang adaptif dan prolific diharapkan mampu menghasilkan produksi karkas yang tinggi. Oleh karena itu, ransum yang diberikan juga harus berkualitas seperti ransum berbahan dasar legum Indigofera sp. dengan kandungan protein yang cukup tinggi mencapai 20%.

Penulis berharap informasi dari skripsi ini dapat diperoleh dengan jelas dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca dan membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2012

(49)
(50)

x Persiapan Ternak ... 13 Pemeliharaan ... 13 Pemotongan dan Penguraian Karkas ... 14

Rancangan dan Analisis Data ... Rancangan ... Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak, dan Luas Udamaru ... Bobot dan Persentase Komposisi Jaringan ... .. 23

Daging ... .. 25 Lemak ... 27 Tulang ...

(51)

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan

yang Berbeda 5

2. Komposisi Nutrisi Legum Indigofera sp. 6

3. Sifat Karkas Domba Garut, Domba Ekor Tipis, dan Kambing 9

4. Komposisi Bahan Ransum Indigofera sp 14

5. Bobot Awal Domba Garut dan Domba Ekor Tipis 20 6. Rataan Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Kandang 21 7. Sifat-sifat Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang

Diberikan Ransum Indigofera sp. 23

8. Komposisi Jaringan Setengah Karkas Domba Garut dan Domba

Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp 28 9. Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis

(52)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Legum Indigofera sp. 7

2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati 8 3. (a) Domba Garut Muda dan (b) Domba Ekor Tipis Muda 12

4. Pelet Indigofera sp. 13

5. Potongan Komersial Karkas Domba 17

6. (a) Pemeliharaan Ternak dan (b) Perawatan Ternak 22 7. Histogram Bobot Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan

Domba Ekor Tipis 29

8. Histogram Persentase Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut

(53)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar Karkas dan Potongan Komersial Karkas (a) Karkas dalam Chiller, (b) Penimbangan Karkas, (c) Potongan Komersial, (d) Loin, (e) Flank, (f) Shoulder, (g) Breast, (h) Rib, (i) Shank, (j) Leg,

(k) Proses Diseksi 44

2. (a) Saat Pemeliharaan di Kandang dan (b) Saat akan Dilakukan

Pemotongan 46

3. Batas-batas Potongan Komersial Karkas 47

4. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Potong 48

5. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Segar 48

6. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Dingin 48

7. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Non Karkas 48

8. Hasil Uji Analisis Ragam Karkas Segar/Bobot Potong 48 9. Hasil Uji Analisis Ragam Karkas Dingin/Bobot Potong 48

10. Hasil Uji Analisis Ragam Tebal Lemak 48

11. Hasil Uji Analisis Ragam Luas Udamaru 49

12. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Daging 49

13. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Lemak 49

14. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Tulang 49

15. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Daging 49

16. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak 49

17. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang 49

(54)
(55)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang potensial di Indonesia. Jumlah populasi ternak domba semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, populasi domba sekitar 10.198.766 ekor dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 10.725.488 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Domba juga merupakan salah satu ternak penghasil daging. Daging domba diketahui telah menjadi salah satu menu favorit masyarakat Indonesia. Namun, daging domba juga memiliki kelemahan, yaitu mempunyai bau yang lebih tajam dibandingkan dengan daging ternak lainnya. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan kualitas daging yang dihasilkan. Salah satunya dengan pemotongan pada usia muda. Pemotongan pada masa ini diketahui mampu menghasilkan karkas dengan kualitas yang lebih baik yaitu dengan tingkat keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak dewasa sehingga lebih disukai masyarakat.

Domba garut dan domba Ekor Tipis merupakan ternak lokal yang mempunyai potensi unggul untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani. Domba-domba tersebut dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, secara spesifik kedua domba ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang kecil dan menghasilkan persentase karkas yang cukup rendah. Pertumbuhannya pun berjalan sangat lambat sehingga bobot potong yang dihasilkan juga sangat rendah. Lain halnya dengan domba garut yang memiliki ukuran tubuh yang relatif besar dan persentase karkas yang cukup besar pula.

(56)

2 Tujuan

(57)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba garut

Domba garut merupakan domba yang telah lama dikembangkan di daerah Garut dan biasanya berasal dari daerah Garut, Bogor. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal, domba Ekor Gemuk dan domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-tahun di daerah Garut (Balai Informasi Pertanian, 1990). Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba aduan karena memiliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat mencapai mencapai 60-80 kg sedangkan bobot badan domba betina hidup mencpai sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga yang relative kecil dan kokoh, bulu cukup banyak serta domba jantan memiliki tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980). Sedangkan menurut Damayanti et al. (2001), domba garut termasuk bangsa domba yang memiliki jarak beranak pendek dan pada domba jantan memiliki libido tinggi, kemudian bobot hidup jantan dan betina dewasa masing - masing mencapai 40 - 85 kg dan 34 - 59 kg. Ekor berbentuk sedang, kuat, pangkal agak lebar dan meruncing pada ujungnya, kaki cukup kuat, tegap dan bediri tegak.

Domba Ekor Tipis

Gambar

Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang
Gambar 1.Legum Indigofera sp.
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati
Gambar 3. (a) Domba Garut Muda dan (b) Domba Ekor Tipis Muda
+7

Referensi

Dokumen terkait

The research is proposed to analyze the women position which under the control of the invisible hands and the pressures of patriarchal system in society in

Sir Charles Bell (1821), seorang dokter bedah yang berasal dari Skotlandia adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan akuifer dan lapisan litologi bawah permukaan daerah “x” Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode Geolistrik

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan produk domestik regional bruto perkapita (PDRB

Salah satu contohnya adalah ritel WalMart dan Macro (Indonesia). Perusahaan tersebut meminta pemasoknya untuk mengontrol sendiri inventorinya masing- masing dan

Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan bantuan Statistical Package For Social Science (SPSS). Hasil penelitian membuktikan bahwa 1)

bahkan pada tuturan pembuka pelaksanaan ritual selamatan. Rosulullah merupakan kata yang merujuk kepada nabi umat Islam, yakni nabi Muhammad. Nabi Muhammad merupakan

Setelah melakukan tahap uji coba pada website ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa website ini dapat membantu pengguna memperoleh informasi mengenai hewan punah dan terancam