SISTEM
EKONOMI
PERKEBUNAN:
PERSISTENSI
KETERGANTUNGAN
NEGARA
DUNIA KETIGA
(E C ON O
MI
C PLAI,ITATION
SYSWM:
A
PERSISTENCEOF
THE
THIRD
CO I,NTRTESDEPENDENCE)
Heru Purwandari
Departemen Sains
Komunikasi
dan pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi ManusiaInstitut
Pertanian Bogor Email: heru_purwandari@yahoo.comABSTRACT
There was changing
in
dependency of the economic plnntations systemin
along time.Ttuo phenomena which always occur is the smallholding estate system are pooeity and underdeaelopment.
ln
the colonial peiod, though plantation intigrnted to'the exlernal world, but Jarmer plantation neoer change from dependency situation which uas crestedby colonial goaernment.
At
present, when globalization bicome ideology that conditionhas not change.
ln
the makro context, dependency in plantation on coToniat period wasshowed by authoity
for
source of economic.At
present, dependency haue influence in political gouernment.All
of goaernment programs haaeimplicatiin
in
stagnancy of dependency nqture.Key words: dependency, plantation, pooerty, and underdeaelopment
PENDAHULUAN
Fenomena keterganfungan
dalam
sejarah
ekonomi
Indonesia
dapatditelusuri dari kondisi
perkebunan. Sejak kemunculannya pada masa kolonial, karakteristik perkebunan tampak khas karena disampingmemiliki ciri struktur
internal
negara,yang terkait
denganproduksi dan
tenaga kerja,juga
terlibat dengandunia
luar
dan terintegrasi dengan sistem ekonomi dunia. sejak abad ke-16 sampai abad ke-20dinamika
perkebunanterkait
dengan perkembangan pola perkebunan yang selalu mengalami masa penyesuaiandari
masa kolonial hingga kemerdekaan.Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa perkebunan selalu terkait dengan ekonomi internasional
namun
dengan mekanisme yang berbeda pada masing-masingjaman
tersebut. Pada masakolonial, hubungan
perkebunan dengandunia
internasionalrelatif
bersifat langsung. Perkebunanyang
adadi
Negara Dunia Ketiga membawa aliran bahan mentah secara langsung ke perdagangandunia, melalui
tangan penjajah.Bentuk
ini
dalam tulisannya Tauchid
(1953)ISSN:1412-8837
lengan ketergantungT lur.g tinggi
terhadap penjajah. petani dibiarkan menjadiburuh
yang jugamemiliki
sifat borjuis lokalsupiya
tidak
ada keinginanuntuk
membangkang terhadap
pemilik
perkebunan yakni penjajah.Gambaran
demikian
didukung oleh fakta
fenomenakemiskinan
yangdialami
olehpenduduk
yang bekerja sebagaiburuh.
sesuatu yangkontrrjittii
lengingat
perkebunan merupakan
sebuahbidang
usaha
yang
terintegrasi kedalam sistem ekonomi yang lebih besar,meliputi
iegional bahkan dunia.Hal
tersebut
dapat dilihat pada
mekanisme ketergantungan
terutama
tentang penetapanharga yang
diserahkan pada negaramaju bagi komoditas dengai
karakteristik tertentu, pengiriman teknologi, tenaga ahli, dan juga modal.
Pendekatan analisis ketergantungan
dalam bidang
perkebunan berbedaantara
masa
kolonial
dengan masa
sekarang.
Jika pada
masa
kolonial pendekatanlebih
pada dimensi ekonomi, maka pada
masa sekarang, porsisosial-politik
merupakan dasar analisis
yang
lebih
tepat
digunakan untuk
melihat fenomena ketergantungan yang terjadi. Tangan-tangun
"tit
yang beradadi
centerof
peiphrry
memainkan perannya
dalam
perdigangarr.
fu]l*
i.ri
mendapat
porsi
tersendiri dalam ranah
teori
dependensi-modern
yang rnemusatkan perhatian pada dimensi sosial-politik dari kondisi ketergantungai negara Dunia Ketiga.secara ringkas, permasalahan mendasar yang
ingin dikaji
dalam tulisanini
adalah
bagaimana mekanisme ketergantunganter-ipta dari
karakteristikperkebunan dan perubahan
struktur
yang terjadi didalamnya. Dalam kaitannyadengan
alur
distribusi komoditas
perkebunan, mekanisme
yang
uiu
dipengaruhi
oleh
dinamika ekonomi
dunia.
Dengan
demikian
i"tirrr,
i"i
sekaligus berupaya
menggambarkanketerkaitan ekonomi dengan
dinamikaekonomi
dunia. Adapun tujuan tulisan
ini
adarahmengetahuisejauh
manaposisi
Indonesia dalam ekonomidunia terkait
dengan komoditas plrkebunan.Disarnping
itu,
tulisan
ini
juga
dimaksudkan
untuk
mengetahui bagaimana mekanisme dipertahankannya ketergantungannegara
ounia
Ketiga
melalui sektor perkebunan. secara teoritis, tulisanini
berupaya menggambaikan aspek teori ketergantungan yang terjadi dalamhubunga*dru
,r"guii
yang bersumLerdari
sektor
perkebunan sebagai
bagian
dari
komoaitai
perdagangan internasional.KERANGKA
TEORETIS
,
secara garis besar fulisanini
menggunakan pendekatanteori
dependensibaru
serta dianalisis
dalam
konteks
makro dunia
dengan
menggunakanperspektif
sistemdunia.
Dua
pendekatanteori
tersebutdimaksudkan untuk
memperdalam analisis
kajian
karakteristik
perkebunanyang
menjadi
fokusanalisis.
Karakteristik
yang khas
dari
perkebunan
t".tetat
pada
sifatkomoditasnya
yang
merupakan bagian
daii
komoditas
perdagangan dunia s_ehinggadipandang
perlu melihat
sejauh
mana
persplttir
iirt"*
dunia digunakan sebagai alat analisis.Ketergantungan
didefinisikan
sebagaihubungan dua
negara atau lebih yang mengandung bentuk ketergantungan jika beberapa negara (yu^g dominan) dapat berkembang danmemiliki
otonomi
dalam pembangunannya/ sementara negara lainnya (yang tergantung) melakukanhal
serupa hanya sekadar refleksi perkembangan negara dominan. Frank dalam Suwarsono dan So (2000) bahkan mendefinisikan ketergantungan sebagai kondisi yang dialami oleh satelit ketika berhubungan dengan metropole.Pola hubungan antara
dua
negara tersebut bersifat asimetris. Negara yang satumemiliki
kekuatan yanglebih
(metropole)dibanding
negara
lainnya
(satelit).
Ketergantungan
yang terwujud
dapatditunjukkan melalui
ketergantunganmodal, teknologi,
dan
tenagaahli.
Hal
tersebut sebagai dampak dari proses Pembangunan yang memihak pada negara maju.
Pada
awal
perkembangannya,
teori
keterganfungan
memusatkanperhatian pada terjadinya keterbelakangan
yang dialami
negaramiskin
akibatkontak
dengan negaramaju.
Frank
(1984) membuat pembagianmelalui
apayang
disebutnya sebagai negara-negarametropolis
maju dan
negara-negara satelit yang terbelakang. Hubungan ekonomi antara negara metropolis maju dannegara
satelit
terbelakang merupakan aspek
utama
perkembangan sistem kapitaiis dalam skala internasional. Franktidak
dapat menerima pendapat yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi negaramiskin
akan terjadi sebagaiakibat hubungan ekonomi seperti demikian
yang
akan menimbulkan
difusimodal, teknologi,
nilai-nilai institusi
danfaktor
dinamis lainnya kepada negaramiskin. Metropolis
di
negara-negaramiskin,
baik
yang
berada
di
tingkatnasional maupun
tingkat
lokal
dikuasai
oleh
pihak
yang
Pada hakekatnya bertugas mempertahankanstruktur
monopolis
dan
eksploitatif yang
berakardari
sifat
hubungan antarametropolis
dunia
dan
negaramiskin. Melalui ciri
perkebunan,
Beciford
(1972) memberikan keterangan bahwa hasil ekspor bahanmentah
yang dialirkan oleh
negara
terbelakang
tidak
mencuk-upiuntuk
mer.enuhi kebutuhan pangan yang harus
diimport
oleh negara terbelakang'Hal
ini
berarti ada ketidaksarnaannilai tukar
komoditas yang dihasilkan oleh kedua negara tersebut.Merujuk pada
paparan'di
atas,
nyata bahwa
sifat
dasar
eksploitatifmenciptakan
kondisi
keterbelakangandi
negara
berkembang sebagai hasilkontak
dengan negara maju.Kontak
tersebutmelahirkan pola
hubungan dua negarayang
asimetris
dan
tidak
sama
kuat
yang
kemudian
menimbulkan ketergantungan. Padaawal
perkembangannyahubungan
antara negara maju dan berkembang merupakan hubungan kolonialisme dan imperialisme. Kajianteori
dependensi yanglebih
menitikberatkan pada analisis kesejarahan negaraDunia
Ketiga menunjukkan bahwa kesejarahanturut
mengukir dan
memberiwarna
padakondisi
negaraDunia
Ketiga pada masa sekarang.Asumsi
dasar teori ketergantungan dapatdilihat
sebagai berikut:Pertama, keadaan ketergantungan
dilihat
sebagai suatu gejala yang sangatISSN:1412-8837
Ketiga
sepanjang sejarah perkembangankapitalisme
dari
Abad
XVI
sampai sekarang.Keilua,
ketergantungan
dilihat
sebagaikondisi yang
diakibatkan
oleh"faktor luar".
Sebabterpenting
yang
menghambat pembangunan karenanyatidak
terletak pada persoalan kekuranganmodal
atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta,melainkan terletak
di
luar
jangkauan politik-ekonomi
dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah
kolonial
dan pembagian kerja yang timpang bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.Ketiga,
permasalahan ketergantungan
lebih
dilihat
sebagai
masalah ekonomiyang terjadi
akibat mengalirnyasurplus
ekonomidari
negara Dunia Ketiga ke negara maju. Karena kawasan pinggiran kehilangansurplusnya,yang
justru
dimanfaatkan oleh pusatuntuk
tujuan
pembangunan, pembangunandi
pusat mengakibatkan keterbelakangan di kawasan pinggiran.
Keempat,
sifuasi
ketergantungan
merupakan bagian
yang
takterpisahkan
dari
proses polarisasi regional ekonomi global.
Di
satu
pihak,mengalirnya
surplus
ekonomi
dari Dunia
Ketiga
menyebabkan keterbelakangan, sementarahal
yang
sama merupakan salah satu,
bahkanmungkin
satu-satunya faktgr yang mendorong lajunya pembangunan di negaramaju.
Dengan
kata
lain,
keterbelakangan
di
negara
Dunia Ketiga
dan pembangunan negaramaju
menyebabkan terjadinya polarisasi regional dalam tatanan ekonomi global.Kelima, ketergantungan
dilihat
sebagai suatu hal yang bertolak belakangdengan
pembangunan.
Kendala terpenting
bagi
pembangunan
bukanlahkurangnya
modal atau
kemampuan
kewirausahaan,
melainkan
harus ditemukan dalam pembagian kerja internasional yang nyata-nyata tidak adil.Jika
dilihat
gambaranteori
dependensiklasik,
tampakbahwa
dimensiekonomi
menjadifokus yang
mendasari pemahaman tentang ketergantungan negaraDunia
Ketiga. Berbeda dengan apa yangdilakukan
oleh penganut teori dependensibaru. Meskipun
sama-sama memusatkan perhatianpada
kondisi ketergantungan negara Dunia Ketiga, dependensi baru melihatnya dari dimensi sosial-politik. Perbedaan mendasarlain
antara keduateori
dependensi tersebutterlihat
pada
penyebab
utama
ketergantungan. Dependensiklasik
melihat ketergantungan sebagaipoia
hubungan asimetris yang disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan dependensibaru
melihat
bahwa
faktor
eksternal
dan internal menjadi penyebab ketergantungan di negara Dunia Ketiga.Kritik
atas
dependensiklasik
dipaparkan pertama
kali
oleh
Cardoso. Cardoso sebagai tokoh utama teori dependensi baru lebih tertarikuntuk
melihat aspeksosial-poiitik
dari
ketergantungan, khususnya analisa perjuangan kelas dankonflik
kelompok,
dan pergerakanpolitik.
Cardosomelihat
bahwafaktor
internal
berkaitan
dengan
faktor
ekstemal.
Secarategas dikatakan
bahwa"hubungan
antara kekuatan
intern dan
kekuatan ekstern membenfuk
satu bangunan yang keterkaitanstrukturnya
dapat dijumpai pada keterkaitan antara kelas sosial lokal dominan dan kelas sosial internasional. Dominasi ekstem akanmewujud
sebagai kekuatanintern, melalui
berbagaiperilaku
sosialdari
kelassosial dominan yang hendak memaksakan tercapainya tuiuan dan kepentingan
asing. Analisa
ini
oleh
Cardosodisebut
sebagai"internalisasi
kepentingan ekstem".Menurut
Cardoso, perkembanganpolitik-ekonomi
negaraDunia
Ketigatelah
sampai pada fasebaru
dengan kemunculan perusahaan multinasional,penyebaran
industri
padatmodal ke
negarapinggiran, dan
pembagian kerjainternasional.
Model
pembangunan bergantung-nya
Cardoso
akan
selaludipaksa
untuk
menggunakanteknologi
impor yang
sudah
hampir
dapat dipastikan merupakan teknologi padat modal. Ekspansi dan akumulasi modal domestik memerlukan dan bahkan tergantung padafaktor-faktor
yang beradadi
luar jangkauannya. Modal domestikini
harusikut
serta danmengikuti
gerak dan irama perputaran modal internasional.Dengan demikian perbedaan antara dependensi klasik dengan dependensi baru bukan pada ketergantungan namun lebih pada mekanisme dan pola-pola ketergantungan
yang
terjadi. Pada
kedua
teori
tersebut, hubungan
satelit-metropolistetap
ada dengan mekanisme pengambilansurplus ekonomi
oleh negaramaju.
Keseluruhan rangkaianhubungan satelit-metropolis
dibangun hanyauntuk
melakukan pengambilansurplus ekonomi
(dalam bentuk bahan mentah, bahan tambang, barang dagangan, laba,dan
sebagainya. Gambarankhas
dependensi
baru
terutama terletak
pada
kemampuannya untuk
menganalisis
situasi konkret
negaraDunia
Ketiga.
Teori
ini
akan
diarahkanuntuk
melihat
asalmula timbulnya
ketergantungan sekaligusmelihat
sejarah perubahannya.Pemikiran
Cardosotentang
pembangunandan
keterbelakangan pada NegaraDunia
Ketiga
sebagaiefek
organisasiinternasional menjadi
pijakanperspektif sistem
dunia.
Dalam kasus
ini,
teori
ketergantungan
menjadi semacam bahrloncatar
untuk
dapatpindah ke teori
sistemdunia.
Perspektif sistem-dunia mempelajaridinamika
sejarah sistemekonomi dunia.
Untuk
halini,
Wallerstein berpendapat
bahwa
sistem
ekonomi kapitalis dunia
ini
berkembang
melalui
kecenderungan sekularnya (secular trends)yang meliputi
proses pencaplokan (incorporation), komersialisasi agrarra,
industrialisasi,
dan proletarianisasi. Bersamaan dengan ini, sistem ekonomi dunia jugamemiliki
apayang
disebut dengan
irama
perputaran (the
cyclical rhythms),yakni
iramaekspansi
dan
stagnasi
yang terjadi
sebagai
akibat
ketidakseimbanganpermintaan dan
penawaran barangdunia. Dalam konteks
perkebunan yangmenghasilkan
komoditas
perdagangan
dunia,
ketidakseimbangan
antara permintaan dan penawaran di tingkat dunia akan mempengaruhi alur distribusi komoditas. Bagi Wallersteindinamika
sistemdunia
yakni
kapitalisme
global selalu memberikan peluang bagi negara yang adauntuk naik
atauturun
kelas.Negara
bisa
melakukan mobilitas
vertikal
sebagai sebuahdinamika
dalamsistem
dunia.
Hal
tersebut
berarti,
dinamika ekonomi
dunia
akan mempengaruhi posisi sebuah negara sebagai akibat negara dan sistem ekonomidunia
merupakan
sesuatuyang
terhubung. Imperialisme
gaya
baru
yang'ditawarkan'
negara maju denganciri-ciri
teori Lenin dimana terdapat dominasiISSN:1412-8837
terhadap
nDK yang
dilandasi
oleh dua faktor yakni
pergerakanmodal
dan prosesproduksi.
Keduanya selain
memiliki
keterkaitan satu
samalain
jugamemiliki
keterkaitan dengan transformasi
ekonomi global dalam
sistemkapitalisme
yang
memegang
peranan
penting dalam
mengontrol
sistem produksi melalui keuangan.Konsep sistem
dunia
membantupeneliti untuk
menguji dinamika global" Sistem kapitalis dunia yang menjadi sistem dunia terkandung hubungan globai. Sebagaiimplikasi
dari
sistem ekonomi global, maka
basisuniversal
dalam perspektif sistem dunia bukan lagi terletak pada pembangunan dan modernisasimelainkan pada
demokrasidan
pasar bebas.Prinsip demikian
menunjukkanbahwa
negara
tidak
mungkin keluar dari
hubungan
imperialisme
dalam berbagai bentuk.Sistem
dunia memiliki
kategori
teoritis dan definisi
operasional yangdibatasi pada
lima
aspekyakni
pertnrra, sistemdunia
menunjukkan
adanyakriteria
partisipasi
masing-masing
dunia
terutama
dalam
hal
hubungan perdagangan yang luas dan kuat, hubunganpolitik
antara negara-negara dalam proses hegemoni dan kekuasan, pertukaran ekonomi,politik,
dan juga lingkaran kebudayaan. Kedua,ekonomi
dunia
terdapat pertukaran
barang-barang yang sentralisasi. Ketiga,akumulasi
modal yang terjadi
tidak
hanya
disebabkan karenafaktor
ekonomi namun
juga
sebagai permintaanpolitii
dan
ideologi.Akumulasi
modal
akan berlangsung s€cafaterus
menerus.-Keempaf,strukfur
kelas
yang
terdiri dari tiga kutub
dengan tambahan kelas
semi-pinggiran. Penjelasan tentang hubungan metropole-satelite dalam hal transfer keuntunganpada
kajian
sistem
dunia
membutuhkan
penjelasanyang
sangat kompleks.Kelima, kekuasaan
dan
persaingan,
ditunjukkan
oleh
adanya
hubungan kekuasaan antar negara dalam sistem dunia.Keterkaitan antara
ketergantungan dengansistem
dunia
tergambarkandalam kasus
perkebunan
melalui
globalisasi
sebagaijembatan.
Meskipuntampaknya perkebunan
telah
terintegrasi kedalam
sistem ekonomi
dunia,namun
nratarantai
usaha yang berada dalamkontrol
perusahaankecil relatif
pendek. Keterkaitan
terhacap
bahanbaku
(hulu)
dan
pemasar€rn(hilir)
pada perusahaan berskalakecil lebih
bergantung pada perusahaanlain
yang beradadi
luar
kontuol mereka. Dalam kasuskopi,
misalnya, perusahaan berskala kecil sangat bergantung dengan para petanikopi
dalam pengadaan bahan baku (bijikopi).
Para pengusahatidak
mampu
melakukan intervensi terhadap kenaikan hargabiji
kopi
yang melonjak selamakrisis
moneter akibat permintaan eksporyang
meningkat
tajam
terhadap
biji
kopi.
Para
pengusahaterpaksa
harus menyesuaikanharga
pembelian
biji
kopi
dengan
harga
internasional
yangcenderung
terus
meningkat
seiring
dengan
melemahnyanilai tukar
rupiah terhadap dolar.Polarisasi
ini
yang
menyebabkan pasardunia
menjadi
tidak
seimbang.Dimensi
komersial
(perdagangan
barang
dan jasa)
dan
transfer
kapitil
intemasional
dan
migrasi
buruh
membuat
kondisi
homogenisasidi
tingkatdunia,
sehinggamenjadi
globalisasiekonomi.
Globalisasikapital dan
bukanekonomi
berbeda dengansendirinya
dalam berlanjut semakin buruk.dikotomi
pusat-Pinggiran YangJumlah aliran raw material Tingkat akumulasi
surplus
. Jumlah
pinjaman/bantuan Tingkat teknologi
Jumlah modal
Jumlah tena8a ahli,,
[image:7.612.100.559.54.735.2]Indonesia
Gambar L. Kerangka Analisis
PERKEBUNAN
SEtsAGAI
CIRI EKONOMI KETERGANTUNGAN
seperti telah dikemukakan
di
awal bahn a sejarah perkebunandi
negara berkembangtidak
dapat dipisahkandari
sejarah perkembangankolonialitT:,
kapitalisme, dan modlrnisasi. Perkebunan padaawal
perkernbangannyahadir
sebugul sistem perekonomianbaru yang
semulabelum dikenal,
yaitu
sistempu."fonornian
pertanian
komersial-yang
bercorakkolonial
dan
kapitalistik'
3irt"rr,
perkebunandiwujudkan
dalam bentuk usaha pertanian skala besar dankompleis,
bersi{at pudatmodal
(capital intensifl, Penggunaan areal tanah luas' organisasi tenaga ke4a besar, pembagian kerjarinci,
penggunaan tenaga kerja up-ahan (wage labour),struktur hubungan
kerjayang
rapih'
dan
penggunaanteknologi
rirodern,
spesialisasi,
sistem
administrasi
dan
birokrasi,
serta penanamantanaman komersial
yang
ditujukan
untuk komoditi
ekspor di
pasaran dunia (Kartodirdjo dan Suryo, 1991)'
Beckf
ord
(7979)
tahkan
menggambarkan
citra
perkebunan
besardicerminkan
oleh ciri-ciri
diantaranya adalah:
pertama,sistem
ekonomiSistem ekonomi dunia
.
Penentuanhargar
Pasar duniao Haluan politik dunia
.
Tata kapitalisekonomi dunia
o Tingkat stabilitas politik dalam negeri
.
Struktur kelas sosial.
Terbentuknya aliansi antarstruktur kelas
ISSN:1412-8837
Perkebunan besar
ditopang oleh
dominasipemikiran
bahwa eksporkomoditi
pertanian harus diprioritaskan
demi
pertumbuhan ekonomi
nasional. Kedua,perkebunan besar menguasai tanah yang luasnya tak terbatas, atau tak dibatasi. Ketiga, kebutuhan tenaga kerja sangat besar,
jauh
melebihisuplai
tenaga kerjayang ada
di
pasar karenaitu
diciptakan
mekanisme 'extra-pasar'atau
'non-pasar' (budak belian,
kuli
kontrak,
transmigrasi,
dan
sejenisnya). Keempat,birokrasi
perkebunan
besar
tidak
terjangkau
oleh
konkol
sosial,
karena perkebunan besar merupakan 'enclaae' yang terisolasidari
masyarakat (kecuali tebu, di Jawa).Sejarah
ekonomi
Indonesia menunjukkan
bahwa
sistem
tanam
paksaditempatkan
sebagai
titik
tolak
proses
keterbelakangan
dan
kemiskinanekonomi
rakyat.
Prosesekonomi
dan
struktur
sosial )'ang saat
ini
tampakmerupakan warisan
dari struktur
pada
masa tersebut. Penghapusan sistem tanam paksadan digantikan oleh
sistem perkebunan padatahun
1870 akibatadanya
undang-undang agrnisch
wet
membuka
cara
baru
dalammengeksploitasi kekayaan
dan
pengalihan
sebagiansurplus ekonomi
dari Indonesia ke negara Belanda. Perkebunan-perkebunan besarkomoditi
primerdi
Jawa dan Sumatera telah
tumbuh
sebagai sektor-sektor enclnae dalamstrukfur
ekonomi
Indonesia.
sektor
ini
tidak
saja
dikuasai
pihak
asing
tetapi
juga seluruhnya berorieritasi ke luar negeri (metropolis di sentrum kapitalis dunia).Mewarisi karakteristik perkebunan di masa kolonial, sepanjang sejarahnya perkebunan besar dan
monokultur diawali
oleh upaya investasidi
era kolonialuntuk
memenuhi
pasar Eropa.
Dengan
demikian
desain
institusi
yangditerapkan
mengikuti
kebutuhanteknologi
yang mendasari usaha perkebunanpada
waktu
tersebut. Ekspor komoditas perkebunan
sebagian besar rnasih dalam bentuk komoditasprimer
dengan kualitas rendah.Karakteristik komoditas pelkebunan
yang lebih
mengutamakanpengiriman
rato
mateial
menarnpilkan
ciri
komoditas inciustri.
Sejak awal perkembangannya perkebunan dibangununtuk
menyediakan bahan baku yangindustrinya
berada
di
luar
negeri.
Mekanisme
seperti
itu
rnemberatkan Indonesiadan
negaralaLr
yang
beradalada
posisi
negara penyedia bahan mentah karena: pertama,harga
riil
komoditas
perkebunanberflukfuasi
cukup besar dengantrend
yang terusmenurun
sejak ratusan tahun yanglalu. Akibat
menumnnya
harga
riil
komoditas,
posisi
ekonomi
perkebunan
terutama perkebunan rakyat, juga menur:un. Kedua,industri
hilir
perkebunan tetap beradadi
negara-negaramaju.
Konsentrasiindustri
ini
membuat hubungan
antara negara penghasil bahan baku dengan negaraindustri
sangatlah qsimetris. Ketiga,teknologi dikuasai
oleh negara-negaramaju
denganilustrasi
dominasi sepertidiperlihatkan
oleh
penguasaanpaten pada
tahun
1995,yaitu
paten
yang dikuasai oleh negara-negara tropis adalahkurang
dari 2 persen..
Ketimpangan yangterjadi
disumbang oleh sifat bahan mentah komoditas perkebunan.Petani
menanamkomoditas
yang
hasilnya
lebih
banyak untuk
diekspor. Bahan mentah
hanya
memperoleh keuntungan
yang sedikit
jika
dibandingkan dengan negara yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Ada
selisih
keuntungan
yang
diperoleh negara
industri
dengan
cara70
| Heru Purwandari. Sistem Ekonomi Perkebunan : Persistensi Ketergantungan... i lmeningkatkan
nilai
tambahProduk melalui
pengolahan. Penjelasan demikian memperlihatkan terjadinya kemerosotan nilai tukar.Struktur kelas sosial
yang ada
di
negara
Dunia
Ketiga
turut
melanggengkan
kondisi
keterbelakangan.Arief
dan
Sasono (1981) membagistruktur
kelas menjadituan
tanah, petani sedangdan
kaya, golongan miskin desa,borjuasi
industri
domestik,
kapitalis
dagang,borjuasi
kecil,
golonganmiskin
kota,birokrat
dan penguasa, dankapitalis
asing. Keterlibatanpribumi
yang memiliki
kepentingan
yang
sama dengan kapitalis asing
turut
mempermudah pengalihan
surplus
ekonomi Indonesiake
luar
negeri. Dalamaliansi
ini
golongan
aristokrat feodal
juga
memperoleh
sebagian surplus ekonomi yang dihasilkan oleh modal asing. Keterbelakanganmuncul
terutama disebabkan oleh aliansi yang tercipta antara kaum elit dengan kapitalis (Gambar 2). Aliansi-aliansiberikut
adalah contoh aliansi-aliansi yang telah bertanggung jawab bagi keterbelakangan kelas yaitu:1.
Aliansi
kelas
tuan
tanah feodal
dan
petani
kaya
dengankelas
borjuasi.Akumulasi
surplus petani kaya dantuan
tanah feodaldijual
kepada kelasborjuasi
sehinggaterjadi
proses perdagangandiantara
keduanya. Petanimiskin yang
menjadi
kaum proletar kemudian
menjadi sumber
buruh murah bagiindustri
di pedesaan.2.
Aliansi kelas borjuasi dengan kelas kapitalis asing. Penggunaan teknologidi
negara
berkembang
pada
dasarnya rnerupakan
upaya
negara
majumenciptakan
ketergantungan.
Negara
berkembang
dijadikan
pasar penggunaan teknologi yang sudahtidak
dapat digunakandi
negara maju.Aliansi
antara
kelasborjuasi
dengankapitalis asing
terlihat ketika
kelas kapitalis asing menjual mesin kepada kelas borjuasi dalam rangka hak paten.3.
Aliansi
kelastuan
tanahfeodal
dengankapitalis
asing. Kelastuan
tanahfeodal
berkepentingan terhadap proses perdagangan
komoditi
ekspor.Terkait
dengan maksud tersebut, golonganini
kemudian
berupayauntuk
meningkatkan
produksi petani
kelas menengah kebawah dengan
caramenyuntikkan modal'
Hal
ini
menyebabkan banlzafulyainstitusi
penyedia modaldi
pedesaan yang berasal dari dana kapitalisasing-Gambar 2 menunjukkan bahwa pada setiap masa, surplus ekonomi tetap rnenjadi
tujuan produksi dan
tetap mengarah pada golongan tertentu. Ketika surplus ekonomi menjadi tujuan, maka segala upaya kemudian dilakukanuntuk
tetap dapat mencapai tujuan tersebut. Dalam hal
ini
peranan luar negeri menjadisignlfikan terutama dalam
hal
penyediaanmodal, teknologi dan
tenaga ahli yang menyebabkan ketergantungan terhadap luar negeri makin kuat.Dalam tatanan ekonomi
dunia,
memandang perkebunanbagi
Indonesiatidak
boleh
terlepas
dari
lingkungan ekonomi
global.
Pakpahan
(2001)menyatakan bahwa ekspor hasil
primer
perkebunan mencapai US$ 4.2mllyar
pada tahun 1.999 atau sekitar 10.8 persen dari hasil ekspor non-migas;
nilai
PDB perkebunan, termasuk olahanrrya mencapai Rp.167triliun
atau 15 persen dari PDB nasion al (7999). Pertumbuhan sub-sektor perkebunan juga relatif tinggijika
I
ISSN:1412-8837
demikian,
dapat
dikatakan strategis di Indonesia.Luar Negeri
Surplus ekonomi
modal
Surplus ekonomi
bahwa
perkebunan
merupakan
sebuah
usahaDalam Negeri
Surplus ekonomi
Surplus ekonomi
Dukungan adm dan legalitas
Penetapan harga, pinjaman modal untuk meningkatkan
produksi, penjualan teknologi, mempengaruhi politik/kebijakan, penetrasi dan akumulasi kapital
Produsen kecil pertanian, buruh tani,
produsen kecil indushi
rakyat, buruh pabrik perkebunan, dll serta pedagang kecil
Pengiriman bahan mentah,
[image:10.612.112.548.66.657.2]pengiriman bahan setengah jadi
Gambar 2. Perkembangan
strukfur
masyarakat dan aliansi yang menyebabkanketergantungan
sumber: Kristanto, diolah dengan menggunakan kerangka anarisis yang
dipilih
72 |
Heru Purwandari. sistem Ekonomi perkebunan : persistensi Ketergantungan... modalPenguasa kolonial Belanda &
birokrasi
Investor dan lembaga keuangan
Pemodal asing, pengusaha feodal
& golongan aristokrat lainnya
PERKEBTINAN/
NEGARA
PRODUSEN
Multinational
Corporations
Negara kapitalis
maju
Pedagang perantara dan agen-agennya, rentenir
Terkait
dengan konteks hubungan ekonomi
Indonesia dengan negara maju, pencapaian pertumbuhan sub-sektor perkebunan dilakukan dengan carameningkatkan permodalan, bahan
baku
dan
sistem
produksi,
serta
sistem pemasaran. Permodalan diperolehmelalui
pinjamanluar
negeri atau bantuandari
lembaga keuangan
internasional.Hubungan
luar
negeri
yang
terjalinmemungkinkan Indonesia
mampu
meningkatkan sistem
produksi
dengan bantuanteknis dan ekonomi
dari
negara maju. Sistem pemasaranyang
khasuntuk
komoditas perkebunanjuga
mendorong Indonesia melakukan berbagai upaya agarkomoditi
yang dihasilkanlaku
dipasaran,mulai dari
menerapkanplto"gu"
harga bagi konsumen hingga melakukan ekspansi pasar internasional'Dari
perkembangannya,terlihat
bahwa perkebunan menjadi sektor yangpenting dalam
menopang
perekonomian
lndonesia.
Namun
sayangnya/perkebunan
memberi peluang
bagi
terciptanya
ketergantungan
negara produsen terhadap negara maju. Persaingan yang semakin ketat antara negara produsenmenyebibku.
."gu.u
maju bebas melakukan permainan hargauntuk
mendapatkan harga yang
paling
murah. Belumlagi struktur
masyarakat yang adadi
negara terbelakangbelum stabil
sehinggaproduksi
sangat tergantung pada ketersediaan sarana-prasarana serta modal swasta.Keberadaan perusahaan
multinasional
QraNQ menyebabkan terjadinyakemungkinan beberapa
hal yakni
menekantumbuhnya industri lokal
melalui"
intraflm
tuading" ruriu*".rdorong
berkembangnyastruktur
ekonomi dualistik.Ditinjau
dari sejirah, globalisasi berasosiasi kuat dengan imperialisme danMNC
merupakan pemain utama dalam dalam ekonomi global.
Pasar merupakanpenghubung antara negara penghasil bahan mentah dengan MNC. Implikasinya
uauLn
poslii
kedaulatan negara-negara berkembang beradadi
bawah tekananMNC. Terlebih ketika tuntutan teknologi,
modal, tenagaahli, dan
penentuanharga
menyebabkanperkebunan
harus dapat
membina
aliansi
yang
kuatdengan
MNC.
Kondisi
tersebut
makin
memperlihatkan
bahwa
"bargaining position" Indonesia ada pada posisi yang lemahDalam konteks pasar global, khususnya pada masa sekarang posisi negara
produsen
hasil
perkebunanbelum
memiliki
kemampuanyang
kuat
daiam menentukan pasar. Kecenderungan hargariil
produk primer
perkebunan yangterus menurun dan
terjadinya
fluktuasi
harga komoditas
perkebunan yang tajamdi
pasar internasional sudahcukup
membuktikan bahwa perannegara-,,"guru
piodusen hasil perkebunan sangatlah lemah.Kondisi
ini
menyebabkan,"[u.u
produsenmemiliki
derajat ketergantungan yangtinggi
terhadap pasar bebas dan terhadap perusahaan multinasional.MEKANISME DIPERTAHANKANNYA KETERGANTUNGAN
ISSN: 1412-8837
besar telah melahirkan kesenjangan sosiar yang membahayakan
struktur
sosiar masyarakat. Gambaran ketergantungan yangte4aai
ternyatamemiliki
dimensi yang
rumit
tidak
hanya.menyangkut po-ra hubungan antar negara namun jugaterkait
dengan konteks internar,r"gr*
berkemb#g.
Durr^
konteks ekonomi,
perkebunan dipandang-sebagai
a[en pembo"o.ui
surprus ekonomi
negaraDunia Ketiga dan
sekarig*s-dian[gap
sebagaiage, ht^ogenisasi
ekonomi internasionalyang
mengembangtuniaeobgi"worli
capitalistii economy melalui Straleqi pembangkitanekonomi
lokal.
Karakteristik
demikia.
*"*i",,
kaumkapitalis yang dibantu
olehelit
lokal
menanamkan pengaruhnya pada sektorperkebunan. Implikasinya adalah tetap dipertahankanny"a
pertebunan
dengan mengutamakan kedua karakteristik tersebut.Mekanisme
d_ipertahankannyaketerganfungan
pada
sistem
ekonomi perkebunanditunjukkan melalui
kasuspe.k.bunai
tebu dan teh.Kedua kasus
tersebut
menggambarkan sebuahkondisi
ketergantungan
di
tingkat
mikro
antara
petani kecil.dengan
golongan
elit. KonJisi
ini-
dapat
ditirik
dalamkonteks yang
lebih
besar bahwa kJtergantunganyang
adatidak
semata-mataberada
pada
aras.mikro,
namun
juga memiuti
anal
daram
menciptakan ketergantungan pada-aras makro yuito-r,"gura terutama keterkaitanr,yu du.,gu. sistem ekonomi global.Kasus Perkebunan Teh dan Tebu
-
Juh
merupakan
sebuahkomoditas
yang Iebih
banyak dikuasai
oreh perkebunan swasta_ besar. sejarah membuktikan"bahwa teh, sebagai komoditaspelklbunln
yang bernilai
ekonomi
memiliki
perjalanan
yang
amat
panjang
yakni
sejaktahun
1728. Masuknyaunda.,g-r,.au.g
ogrorirrh-wet
padZtur.ri
1870 memudahkan lahan-lahan
milik
petani
beialril
menjadi lahan milik
perkebunan.
Dalam
perkembangannya,kolusi
antara
erit
desa/wilayah
dan pengusaha perkebunanturut
memperiepat renyapnya hak-hak rakyat aias tanah garapan ataumilik
mereka.Teh meri--iliki
struktur
pasar_yang lebih
bebasdibanding
struktur
pasarpada
komoditas
tebu. Namun demiiran
kasus
teh
banyak
menimbulkan keterbelakangan"
u.tuk
memenuhi standar ekspor, tenagakerja
dieksploitasi
besar-besaran._ Ekspor mengharuskan
produksi yang
dikirim
adarah produksinomor
satusehinggl
yang tersisadi
negaramiskin
iartur,
teh dengan kuaiitasrendah. Dalam
hal ini,
situasi demikian
jugu
membentuk
,"1".u
yang
dikendalikan
oleh
ketergantungan.pada
kondlsi
Indonesia
mercreka,pora
produksi teh yang
dikembangkantampak
tidak jauh
berbeda.perkebunan-perkebunan
besar
menciptakan
ariansi dengan
pengusaha
internasional sedangkan petani kecil menjadi buruh.
Dalam konteks globar, teh dipengaruhi oreh
struktur
pasar. Terbukti pada1"1"L
1969-7971 terjadi_penu*.,u.
pr:odrrtri
sebagaiakibat
merosotnya hargateh
di
pasarandunia. Untuk
mengaiasik"m".o"oln
hargaini,
negara-negara
produsen
teh dunia
membuat kelepakatan
untuk
membatasi
dan
mengaturjumlah
ekspor
teh
dan
menetapkan
kuota-kuota ekspor. Disamping
itu,disepakati
pula untuk
meningkaikan
mutu teh
ekspor
dan
mencegah tehbermutu rendah masuk
pasaran
intemasional.
sejak
kebijakan
tersebutdigulirkan,
prosesproduksi
diserahkan pada perkebunan besar yangmemiliki
basis
industri.
Perkebunan rakyattidak
memainkan peranyu"g
rignirikan
danhanya
memiliki
pangsa pasardi
tingkat lokal.
Keterkaitan dengan ekonomidunia
dengan sendirinya menjadi berkurang. Teh yangmemiliki
kaitan dengan ekonomidunia
adalah teh yang penanganannya dikendalikan oleh perkebunan besar swasta.Kondisi
tersebuttidak
berubah hinggakini
sehingga hubunganantara
perkebunan besar dengan perkebunanrakyat
khusus komoditas
teh merupakan bentuk hubungan yang relatif tetap sifatnya.Kasus
lain
yang
dapat
dilihat
dalam kaitannya
dengan
mekanisme dipertahankannya ketergantungan adalah perkebunantebu. Melalui
prinsiptanam
paksa, pemerintahkolonial
berhasil memaksapetani
untuk
menanamtebu
diatas
lahannya.
Dalam
hal
ini
petani
mengalami eksploitasi
yang menyebabkankemiskinan
dan
keterbelakangan. Sebagaiakibatnya,
petani enggan menanam komoditastebu.
ini
yang kemudian
memaksa pemerintahuntuk
merubah pendekatan. Program yur,gl"*rdian
ditawarkan adalahrebu
Rakyat Intensifikasi (TRI). Program
ini
ternyata masih menyisakan kurangnya kebebasanpetani
untuk
berproduksi. Pemaksaanyang dilakukan
tidak
hanya bermakna mengejar target produksi gula, namun juga melekat pada unsur powerstructure
dengan
latar
belakalg
kepentingan
politik
birokratis
tertentu (Bachriadi, 1995).Proses produksi yang tidak memenuhi ketentuan standar misalnya, proses tebang angkut yang
tidak
tepat waktu, teknologi pengolahan yang telah usang, rendahnyadaya
serappabrik,
mutu
tebu yang menurun,
dll
mempengaruhiproduktivitas
dan
efisiensi
pabrik gula
dalam
menghasilkan
hablur
gula.Akibatnya harga gula
Indonesia
tidak
dapat bersaing dengan
gula
impor.Kondisi demikian
diperparah
dengan terakumulasinyasurplus hanya
pada golonganelit
dan para cukong-cukong berlahan luas yang memiuki modal kuatuntuk
mengatur harga tebu di tingkat petani. Dalam konteks makro, keberadaan cukong tersebut terkait dengan para elitpolitik
dan pemerintah yang ingin tetap mempertahankan tingginya harga gula sehingga memberi aspek legalitasuntuk
mengimpor
gula.
lni
bukan
masalahkecil namun
menyangkut
keterkaitan Indonesia dalam posisi internasional.Pada kasus teh, tampak bahwa perkembangan perkebunan
tidak
tampak signifikan berbeda antara masa kolonial dengan masa kemerdekaan. Petani keciltetap
menjualproduk
dalambentuk
komoditasprimer
tanpaterlebih
dahulu mengalami proses pengolahan.lni
menyebabkannilai
tambahproduk
tidak
pernah
dinikmati
oleh
petani. Petanikecil
mengalami ketergantungan dalam menjual hasil kebunnya.Pada kasus
tebu,
ada perubahan arah ketergantungan. Jikapada
masakolonial, melalui tanam
paksa pemerintah
Belanda memperoleh
surplus ekonomi, makahal
tersebut tampak berubah pada masa kemerdekaan. Dalamhal
ini
peran pemerintahmulai
tampak. Kaumelit
yang
adadi
negara DuniaISSN:1412-8837
[image:14.612.100.536.66.385.2]Persamaan kepentingan
yang
sama antaraelit
dalam negeri
dengan kapitalis asing menciptakan hubungan yang setara antara kedua belah pihaklersebut.Gambar 3. Mekanisme dipertahankannya ketergantungan
SIMPULAN
Ketergantungan
yang terjadi pada
sektor perkebunan
terbukti tidak
hanya ditentukan oleh proses pengambilan surplus ekonomi oleh negara maju namunjuga
diwarnai oleh
faktor
internal dalam
negara berkembang.Faktor
internalyang dimaksud
adalahstruktur
sosial-politik yang
melanggengkan pola-pola ketergantungan.Pada
masa
awal kolonial
ketergantungan
yang terjadi
lebih
padahubungan antara Indonesia
dengan Belandatanpa
dipengaruhi
oleh
siitem
ekonomi dunia.
Kasus perkebunan
teh
menunjukkan
tetap
terpeliharanya ketergantungankolonial.
Tidak
ada
perubahan
yang berarti
daiam
proses penyerapansurplus.
Melalui
mekanismeyang sama komoditas
teh
menjadi jembatan dipertahankannya ketergantungan. Berbeda dengan kasus perkebunanpada
masakini
yang sudah
mulai
memperlihatkan pengaruh
faktor
internalnegara
dan
juga
diwarnai oleh
konteks
ekonomi global. Melalui
kasus perkebunan tebu hal tersebut berusahaditunjukkan. Diawal
perkembangannya (masakolonial) tebu
memiliki
pola
ketergantunganyang
mirip
dengan pola ketergantungan pada perkebunan teh. Namun pola tersebut kemudian berubahmenjadi
ketergantunganmodel baru
dimana golongan
elit
-
dalam
hal
ini
perusahaan
lokal
dan
negara-
turut
berperanmelalui
penerapan kebijakanbaru.
Ketergantunganmodel
baru
yang
terjadi
dimana didalamnya
munculketerlibatan
pemerintahtetap
tidak
mampu
menahanpengaruh global
yangdihembuskan
oleh
pasar internasional.
Meskipun
negara berperan,
,lu*r,
76
1 tleruPurwandari. Sistem Ekonomi Perkebunan : Persistensi Ketergantungan... Aliarrsi.Ay?Rl
dtagra
Pern*rintah
?O tertrtaq
lchingga
n ekaaig:r *ter*ebrt
m *arp'ililn nrrani
*{tk}$..3&1s*rari.aur.{ry{l
s*p;ai-agiihsrurlfla s*ai uel"rruaccli$c".tr,.8$*"
iad*el"u"assn-dfl nhare.
.*"t #r]rksnf..
r
I{ala}tteo$ll: o ola i. 1{ i
r T8.1 bentba€i petani
. P.tani mg3ari *r enaRarRi
lahan danm gnilih dise, al:an pada cu!:r:og r f,erxrtr.xrEnn dinilm ati
cukcng
?c1a glebapn
impor
gula terus berlanjut.Hal
tersebut terkait dengan"perjanjian"
pemerintah dengan kapitalis dunia yangingin
menancapkankukunya
di
Indonesia. Imporgula
merupakan korbanan Indonesiajika ingin
mempertahankan masuknya modal asinguntuk
membiayai perkebunan sebagai sektor strategisdi
lndonesia.Keterlibatan
negara
secara
aktif
di
dalam
implementasi
hubungan produksi menunjukkan bahwa upaya peningkatan hasil produksi pertanian dari sub-sektor agribisnismemiliki
muatan politis, disamping sejumlah kepentinganekonomis.
Tangan-tangan
kapitalis
yang diwakili
oleh
perusahaanmultinasional kemudian mendapat keuntungan
dari
pola
hubungan
antara petani dan negara. Disatu pihak, negara sangat tergantung pada kaum kapitalisuntuk
dapat meningkatkan
produksi
dengan menekanpetani,
dilain
pihaknegara
tidak
memiliki
kekuatan
untuk
mengontrol
mekanisme
pasar internasionaluntuk
memperoleh keuntungan dari hubungan perdagangan yang terjadi.Akhirnya, perkebunan hanya digunakan sebagai alat kaum kapitalis untuk menciptakan ketergantungan dari negara produsen terhadap negara konsumen
tanpa disadari oleh
pemerintah negara produsen
itu
sendiri.
Kepentinganekonomi
tidak lagi
menjadi satu-satunyatujuan bagi kaum kapitalis,
namun lebihjauh dari
itu
adalah penguasaan atas kekuasanitu
sendiri.Untuk
tetap mempertahankqn kekuasaan atas negara produsen, maka kaum kapitalisseolah-olah memberikin
berbagai bantuan dengan alasanuntuk
memfasilitasi negara produsen dalam meningkatkan produksinya. Namundari
sudut pandang teoriketergantungan,
semua
itu
dipandang sebagai sebuah
mekanisme dipertahankannyakondisi
ketergantunganekonomi
negaramiskin
terhadap negara maju.Hal
ini
berarti bahwa pembenahanstruktur
dalam negeri harus menjadiprioritas
untuk
mengurangi ketergantungan yang ada. Aliansi yang selamaini
terbentuk antaraelit lokal
dengan pengrr.saha besarkaki
tangarr kapitalis harus dihapuskandan diganti
denganaliansi
antarapetani kecil
denganelit
lokalunf.rk
bersama-sama melawanstruktur
pasar internasional yang sesungguhnyamerugikan
baik
petani
kecil
maupun
elit
lokal.
Kebijakan pemerintah yangterlalu
berorientasipada ekonomi dan
perkebunan besarterutama
di
sektor perkebunanjuga
harus dibatasi agar negaratidak
tergantung pada modal danteknologi
dari
luar.
Pemihakan pemerintah harusditujukan
pada keberadaan perkebunanrakyat
yangjustru
jika
dilihat memiliki
keterkaitanyang
kurangkuat
dengan internasional.Kurangnya
keterikatanini
justru
menjadi
modal kemandirian ekonomi sebuah negaraDAF'TAR PUSTAKA
Atmosudirdjo, Prajudi. 1983. Sejarah Ekonomi lndonesia:
dai
Segi Sosiologr SampaiISSN:1412-8837
Arief,
Srituadan
Adi
Sasono. 1984. Ketergantungan dan Keterbelakangan: SebuahStudi Kasus. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta
Bachriadi,
Dianto.
'1995. Ketergantungan Petani dan Penetrnsi Kapital. Akatiga. BandungBeckford, G.L.1,972. Persistent Poaerty: Llnderdeaelopment
in
Plantation Economiesof the ThirdWorl. Oxford University Press. London
Cardoso, Fernando. 1982. "Dependency and Deaelopment
in
Latin America" Pp 1'12' L27 in Hamza Alaai&
Teodor Shrtnin (Eds).lntroduction to
the Sociologyof
Developing Societies. New York:Monthly
Review Press.Frank,
Andre
Gunder. 1984. Sosiologi Pembangunan dan KeterbelakanganSosiologi-Pustaka Pulsar. ]akarta
Frank,
Andre
Gunder.
1969. "'I',he Deztelopmentof
lJnderdeaelopment"in
LahnAmeica:
lfnderdeaelopmentor
Reaolutioru.New York: Monthly
Review ExpressGaltung, Johan. 1gBO. " A Stntctural Tlrcory of Imperialisme" Pp 261-298 in Ingolf and
inthony
R. De Souza (Eds) Dialectics of Thirdworld
Deaelopmenf . New York: MontelairKartodirdjo,
Sartonodan
Djoko Suryo.
'1,991.. Sejatah Perkebunnndi
lndonesin:Kajian Sosial Ekonomi. Adltya Media. Yogyakarta
Kristanto,
Heri.
2003. Menimbang SejnrahDalaru
Ekonorui lndonesia. Jurnal ekonomi Rakyat. Th. I - No. 1.1 - ]anuari 2003O'Brien, Phitip
J. 1975.A
Critique of LatinAmeican
Theories of Dependency.In
I.Oxaal,T.
Barentt&
Booth (Eds) Beyond thesociology
of
Development. London:O'N{alley,
William.
7988. Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar dnlam Seiarah Ekonomi lndonesia. Booth, Anne., et al. (Peny). LP3ES. JakartaPakpahan,
Agus.
2002a. Mentbang.Ln Perkebunan Abad 2L: MembalikAnts
dan Gelombang sejarnh (sebuah konsep strategi Pembangunan Perkebunan yanSpartisipatif, produktif, Efsien, Berkeadilan, dan Berkelanjutan) dalam Membalik Arus dan Gelombang Sejarah Perkebunan lndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi
I
Pakpahan,
Agus.
2000b.
Globalisasidan
Pemanfaatan sumberdaya Alnm-
(Perkebuian): apnkah MNC sebagai Ancnman atau Peluang? dalam Membalik
Ans
dan Gelombang Sejarah Perkebunan Indonesia.2002. Kumpulan Makalah-EdisiI
Pakpahan,
Agus.
2000c.
Globalisssidan
Pemanfaatan Sumberdaya Alant(Perkebuian):
Internalisasi Otonomi Daerahuntuk
Kemajuan Agribisnis Perkebunandslam Membalik
Arus
don
Gelombang Sejarah Perkebunanlndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi I
Pakpahan,
Agus.
2000d. PeronanHGl,l
dalam Pengembangan Perkebunan Besarclalam Pola Penguasaan dan Pola lrlsaha serta Pemberdayaan BPN dan Pemda
dalam Rangka partisipasi Rakyat
di
sektor perkebunan. soetarto,E,
et
al. (p".,y). Prosiding Lokakarya. pusat Kajian Agraria. BogorPakpahan,
Agus.
1999_.-Kebijaksanaan _dy
-
I-y_ngkah-rangkah pengembanganKemitraan Bidang perkebunan daram Membarik
Arus
dai
Gerombirgsq;r.aLh Perkebunan lndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi
I
Roxborough, Ian. 1986. Teoi-teoi Keterbelakangan.Lp3Es. Jakarta
Volume 10 No. 1, Maret 2011
$tIffiHffi##ffir$#p
I(ajian }tasalah Agrihisnis dan S*sial
[k*nr:mi
Ferta*ian]udul/Penulis
Analisis Integrasi Pasar Harga Ayam Broiler di Provinsi Jawa Timur
Harindi Subagja, Slatnet Hartono, Krisnha A.5., lmnluri
Pendugaan Faktor Penentu Produksi Padi Sawah Sistem Tanam Legowo di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu
Nynqu Neti Arianti
Potensi Modal Petani dalarn Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan
Maya Rinntini
Tingkat Adopsi dan Difusi Inovasi Peternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Sukmautati Abdullah
Kepuasan Anggota atas Pelayanan Koperasi Petani Pac{i di Provingi Lampung Dyah Aring, Mn.qUhuri, Jangkutrg I{. Muluo
Motivasi Petani'dalam Mempertahankan Sistem Tradisional pada Usahatani Pacli Sawah
di Desa Parbaju Julu Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara
ReJlis, M. Nurung, luliann Dewi Pratirui
Sistem Ekonomi Perkehunan: Persistensi Ketergantungan Negara Dunia Ketiga Heru Pu,rutandari
Tekanan Struktural, Peiuang Politik, dan Sukses Gerakan Petani Di Lampung Hartoya
Perubahan Struktur Agraria di Hulu DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten Hidayat
Identifikasi Kelembagaan Lokal dalam rangka Implementasi Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) di Komunitas Desa Sekunyit Kabupaten Kaur
Redy Badrudin, Septri Widiono
Pola Kemitraan Pemasaran Lobsier di Kota Bengkulu M. Mustopa Rotnr{hon, Ketut Sukiapna
Peranan Perempuan dalarn Perek*nomian Keluarga dengan Mernanfaatkansumberdaya
Pertanian
Yudlry Harini B*thntw, DwiWahyuni Gnnesanti, Apri Andeni
ISSN; 14'12-8837
Hal
1-9
10-18
19-27
28-38
39-50
51.-62
63-79
80-93
97-115
r13-1 ?5
126-137
IWW
Kajian fi{asalah Agribisnis dan Sosial fikonomi Pertanian
Dewan Redaksi
Ketua: Dr.
Ir.
Ketut Sukiyono, MEc
(Fakultas PertanianUNIB)
Anggota:
Dr.
Putri
SuclAsriani,
SP,MP.
(Fakultas PertanianUNIB)
Dr. Ir.
Satria P.Utama,
MSc. (Fakultas PertanianUNIB)
Ir.
Musriyadi Nabiu,
MP.
(Fakultas PertanianUNIB)
ir.
Agus Purwoko,
MSc. (Fakultas PertanianUNIB)
Redaktur
PelaksanaKetua:Septri
Widiono,
SP,MSi
Anggota:
M. Zulkamain
Yuliarso,
SP,MSi
ir.
Nl,anYLlNeti Arianti,
MSi
Apri
Andani,
SP,MSi
Administrasi
dan
Distribusi
Ilmayati
Imlon
Alamat
Redaksi
Jurusan Sosial
Ekonomi
PertanianFakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
il.
Raya KanCar-rgLitnun
-Bengkulu
Telp
: 0736-21170,Z199fpesalr'at
220Fax
:0736-21290:agrisep@gmail.com
Jurrral
Agriscp
dlt".bitkun
olehiurusan
Sosial Ekorromi Pertanriatr Fakultas Pertanizur,
Universiias
nengtcuiu.Jun-ral,Agtisepala'aaitis*uifragesf
n""311ti dana\a
miii
,:yang
,bermaksu-d'rnernpublitaiit<an
hiiil'peni:1itil1,'biiah
pgmikiran
ilryiah),,aal
' gagasan
ilmiah:orisrruliairu-,yh
altikel
y,ing aipnUtl.usit
q
dalam
Jynal fSriseq
,inu*pukun
karya asli
pcnulis
dengan
spektrum
topik
1'ang luasmeliputi
ekonomi
,pertiirian,
agribisnis, sosiologi
pe-clesra^,kajian
oqtutia,.,P,enl
gunan
wilay.ah,
.IUHNAL
AGRISEP
Ikjian
llasalah Agribisnis dan Sosial [konomi Pertanianjurusan
SosialEkonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
IURNAL
AORI$EP
l(ajian llasalah Agribisnis dar Sosial [konomi Pertanian
jurusan
SosialEkonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Edisi:
Vol.
10No
1,Maret
20L1ISSN: 1.412-8837
Hariadi Subagja Slamet
Hartono, Krisnha A.S., Jamhari
Hal. 1-9 Nyayu Neti Arianti
Hal. 10-18
Maya Riantini
Hal.1,9-27 Sukn.rawati Abdullah Hal.28-38 Dyah Aring, Masyhuri, Jangkulg H. Mulyo Hal.39-50
Reflis, M. Nurung, juliana
Dewi Pratiwi
Hal.51-62 Heru Purwandari
F{al.63-79
Hartoyo
"
FIa1.80-93Hiclayat Hal. 97-115 Redy Badrudio Septri Widiono
Hal. 113-125
M. Mustopa Romdhon,
Kehrt Sukiyono. Ha|. L26-137
Yudhy Harili Bertharn,
Dwi Wahyuni Ganefianti,
Apri Andani Hal. 138-153
JURNAL AGRISEP
Daftar
Isi
Analisis Integrasi Pasar Harga Ayam Broiler di Provinsi Jawa Timur
Pendugaan Faktor Penentu Produksi Padi Sawah Sistem Tanam Legowo di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu
Potensi Moclal Petani dalam Melakukan Peremajaan Karet
di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan
Tingkat Adopsi dan Difusi Inovasi Peternak Ayam Broiler di Kota Kendari
Kepuasan Anggota atas Peiayanan Koperasi Petani Padi di Provinsi LamPung
Motivasi Petani dalam Mempertahankan Sistem Tradisional
Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Parbaju Julu Kabupaten
Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara.
Sistem Ekonomi Perkebunan: Persistensi Ketergantungan Negara Durria Ketiga
Tekanan Struktural, Peluang Politik, Dan Sukses Gerakan Petani di Lampung
Perubahan Struktur Agraria di Hulu DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten
Ideniifikasi Kelembagaan Lokal dalam rangka Implementasi
Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) di
Komunitas Desa Sekunyit Kabupaten Kaur
Pola Kenitraan Pemasaran Lobster di Kota Bengkulu
Redaksi
Jurnal
Agrisep
mengucapkan
terima
kasih dan
penghargaan kepada
Mitra
Bestariyang telah
menelaahartikel-artikel
padaJurnal
Agrisep
Vot.
10No.
1,Maret
2011.Dr. Ir.
Suandi,
MS.
Jurusan Sosial
Ekonomi
Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas
JambiDr. Ir. Arya Hadi
Dharmawan,
MASr.
Departemen
SainsKomunikasi
dan
PengembanganMasyarakat
Fakultas
Ekologi
Manusia
Institut
Pertanian Bogor
Prof.
Dr.Ir.
Dwidjono Hadi
Darwanto, MS.
Magister Manajemen
Agribisnis
Universitas
GajahMada
,,,
,
,
Prof.
Dr..Ir; Andi Mulyana.
MSc.',
,
Jurusan Sosial
Ekonomi
Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya
::
Dr,Ir.
Ekawati
Sri
Wahyuni,
MS.
Depa
rtemen
SainsKomunika si
da n Pengembangan
}vlasya ia ka tFakultas
Ekologi
Vlanusia
Institut
Pertanian Bogor
:- t- ::::
PENGANTAR
REDAKSI
Jurnal
AGRISEP merupakanwadah media publikasi karya
ilmiah bagi
parapeneliti bidang keilmuan
Sosial Ekonomi Pertanianyang
antaralain
meliputi
minat
Agribisnis, Ekonomi
Pertanian,
Pembangunan
Wilayah
Pedesaan,sosiologi Pedesaan, Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, serta Kelembagaan Pedesaan. sebagai sumber
informasi
bagi pembaca dan masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial Ekonomi Pertanian, Jurnal Agrisepmenyajikan
karya ilmiah yang berupa hasil penelitian maupun artikelilmiah
yangditulis
oleh para peneliti dan akademisi yang " concern" pada bidangnya.Pada Edisi
Maret
2077lni, Jurnal AGRISEP memuat 12 artikel yangditulis
olehpara pakar
dibidangnya,
peneliti,
dan
akademisi
dari
berbagai universitas terkemuka di Indonesia. Penulis yang terlibat berasal dari Universitas Bengkulu,universitas
Gadjah
Mada,
Institut
Pertanian Bogor,
universitas
Lampung, Politeknik Negeri Jember, Universitas Negeri Medan, dan Universitas Haluoleo.Adapun artikel yang dimuat terdiri dari
beberapaminat
keilmuan
yaituAgribisnis
3
artikel,
Ekonomi
Pertanian
2
artikel,
Pembangunan Wilayah Pedesaan3
artikel,
Penyuluhan
dan
Komunikasi
Pertanian2
artikel,
serta kelembagaan Pedesaan 2 artikel.Dengan terbitnya Jurnal AGRISEP edisi
ini
redaksi berharap kepada pembacadan
masyarakat pemerhati masalah-masalah SosialEkonomi
Pertanian dapatmemberikan
saran
dan
kritik
membangun
guna
meningkatkan
kualitas penerbitan pada masayang
akan datang. Redaksi mengucapkan terima kasihkepada semua
pihak
yang
telah
turut
membantu memudahkan
dan n.emperlancar terbitnya Jurnal AGRISEP edisi ini.Bengkulu, Maret 2011
Jurnal
AGRISEP merupakanwadah media publikasi karya
ilmiah
bagi
parapeneliti bidang keilmuan
Sosial Ekonomi Pertanianyang
antaralain
meliputi
minat
Agribisnis, Ekonomi
Pertanian,
Pembangunan
Wilayah
Pedesaan,Sosiologi Pedesaan, Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, serta Kelembagaan Pedesaan. Sebagai sumber
informasi
bagi pembaca dan masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial Ekonomi Pertanian,]umal
Agrisepmenyajikan
karya ilmiah yang berupa hasil penelitian maupun artikelilmiah
yangditulis
oleh para peneliti dan akademisi yang " concern" pada bidangnya.Pada Edisi
Maret
2017lrri, Jurnal AGRISEP memuat 12 artikel yangditulis
olehpara pakar
dibidangnya,
peneliti,
dan
akademisi
dari
berbagai universitas terkemuka di Indonesia. Penulis yang terlibat berasal dari Universitas Bengkulu,Universitas Gadjah
Mada,
Institui
Pertanian Bogor,
universitas
Lampung, Politeknik Negeri Jember, Universitas Negeri Medan, dan Universitas Haluoleo.Adapun artikel yang dimuat terdiri dari
beberapaminat
keilmuan
yaituAgribisnis
3
artikel,
Ekonomi
Pertanian
2
artikel,
Pembangunan Wilayah Pedesaan3
artikel,
Penyuluhan
dan
Komunikasi
Pertanian2
artikel,
serta kelembagaan Pedesaan 2 artikel.Dengan terbitnya Jurnal AGRISEP edisi
ini
redaksi berharap kepada pembacadan
masyarakat pemerhati masalah-masalah SosialEkonomi
Pertanian dapatmemberikan
saran
dan
kritik
membangun
guna
meningkatkan
kualitas penerbitan pada masayang
akan datang. Redaksi mengucapkan terima kasihkepada semua
pihak
yang
telah
turut
mernbantu memudahkan
dan memperlancar terbitnya Jumal AGRISEP edisi ini.Bengkulu, Maret 2011