• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem ekonomi perkebunan: Persistensi ketergantungan negara dunia ketiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem ekonomi perkebunan: Persistensi ketergantungan negara dunia ketiga"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM

EKONOMI

PERKEBUNAN:

PERSISTENSI

KETERGANTUNGAN

NEGARA

DUNIA KETIGA

(E C ON O

MI

C PL

AI,ITATION

SYS

WM:

A

PERSISTENCE

OF

THE

THIRD

CO I,NTRTES

DEPENDENCE)

Heru Purwandari

Departemen Sains

Komunikasi

dan pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut

Pertanian Bogor Email: heru_purwandari@yahoo.com

ABSTRACT

There was changing

in

dependency of the economic plnntations system

in

along time.

Ttuo phenomena which always occur is the smallholding estate system are pooeity and underdeaelopment.

ln

the colonial peiod, though plantation intigrnted to'the exlernal world, but Jarmer plantation neoer change from dependency situation which uas crested

by colonial goaernment.

At

present, when globalization bicome ideology that condition

has not change.

ln

the makro context, dependency in plantation on coToniat period was

showed by authoity

for

source of economic.

At

present, dependency haue influence in political gouernment.

All

of goaernment programs haae

implicatiin

in

stagnancy of dependency nqture.

Key words: dependency, plantation, pooerty, and underdeaelopment

PENDAHULUAN

Fenomena keterganfungan

dalam

sejarah

ekonomi

Indonesia

dapat

ditelusuri dari kondisi

perkebunan. Sejak kemunculannya pada masa kolonial, karakteristik perkebunan tampak khas karena disamping

memiliki ciri struktur

internal

negara,

yang terkait

dengan

produksi dan

tenaga kerja,

juga

terlibat dengan

dunia

luar

dan terintegrasi dengan sistem ekonomi dunia. sejak abad ke-16 sampai abad ke-20

dinamika

perkebunan

terkait

dengan perkembangan pola perkebunan yang selalu mengalami masa penyesuaian

dari

masa kolonial hingga kemerdekaan.

Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa perkebunan selalu terkait dengan ekonomi internasional

namun

dengan mekanisme yang berbeda pada masing-masing

jaman

tersebut. Pada masa

kolonial, hubungan

perkebunan dengan

dunia

internasional

relatif

bersifat langsung. Perkebunan

yang

ada

di

Negara Dunia Ketiga membawa aliran bahan mentah secara langsung ke perdagangan

dunia, melalui

tangan penjajah.

Bentuk

ini

dalam tulisannya Tauchid

(1953)
(2)

ISSN:1412-8837

lengan ketergantungT lur.g tinggi

terhadap penjajah. petani dibiarkan menjadi

buruh

yang juga

memiliki

sifat borjuis lokal

supiya

tidak

ada keinginan

untuk

membangkang terhadap

pemilik

perkebunan yakni penjajah.

Gambaran

demikian

didukung oleh fakta

fenomena

kemiskinan

yang

dialami

oleh

penduduk

yang bekerja sebagai

buruh.

sesuatu yang

kontrrjittii

lengingat

perkebunan merupakan

sebuah

bidang

usaha

yang

terintegrasi kedalam sistem ekonomi yang lebih besar,

meliputi

iegional bahkan dunia.

Hal

tersebut

dapat dilihat pada

mekanisme ketergantungan

terutama

tentang penetapan

harga yang

diserahkan pada negara

maju bagi komoditas dengai

karakteristik tertentu, pengiriman teknologi, tenaga ahli, dan juga modal.

Pendekatan analisis ketergantungan

dalam bidang

perkebunan berbeda

antara

masa

kolonial

dengan masa

sekarang.

Jika pada

masa

kolonial pendekatan

lebih

pada dimensi ekonomi, maka pada

masa sekarang, porsi

sosial-politik

merupakan dasar analisis

yang

lebih

tepat

digunakan untuk

melihat fenomena ketergantungan yang terjadi. Tangan-tangun

"tit

yang berada

di

center

of

peiphrry

memainkan perannya

dalam

perdigangarr.

fu]l*

i.ri

mendapat

porsi

tersendiri dalam ranah

teori

dependensi

-modern

yang rnemusatkan perhatian pada dimensi sosial-politik dari kondisi ketergantungai negara Dunia Ketiga.

secara ringkas, permasalahan mendasar yang

ingin dikaji

dalam tulisan

ini

adalah

bagaimana mekanisme ketergantungan

ter-ipta dari

karakteristik

perkebunan dan perubahan

struktur

yang terjadi didalamnya. Dalam kaitannya

dengan

alur

distribusi komoditas

perkebunan, mekanisme

yang

uiu

dipengaruhi

oleh

dinamika ekonomi

dunia.

Dengan

demikian

i"tirrr,

i"i

sekaligus berupaya

menggambarkan

keterkaitan ekonomi dengan

dinamika

ekonomi

dunia. Adapun tujuan tulisan

ini

adarah

mengetahuisejauh

mana

posisi

Indonesia dalam ekonomi

dunia terkait

dengan komoditas plrkebunan.

Disarnping

itu,

tulisan

ini

juga

dimaksudkan

untuk

mengetahui bagaimana mekanisme dipertahankannya ketergantungan

negara

ounia

Ketiga

melalui sektor perkebunan. secara teoritis, tulisan

ini

berupaya menggambaikan aspek teori ketergantungan yang terjadi dalam

hubunga*dru

,r"guii

yang bersumLer

dari

sektor

perkebunan sebagai

bagian

dari

komoaitai

perdagangan internasional.

KERANGKA

TEORETIS

,

secara garis besar fulisan

ini

menggunakan pendekatan

teori

dependensi

baru

serta dianalisis

dalam

konteks

makro dunia

dengan

menggunakan

perspektif

sistem

dunia.

Dua

pendekatan

teori

tersebut

dimaksudkan untuk

memperdalam analisis

kajian

karakteristik

perkebunan

yang

menjadi

fokus

analisis.

Karakteristik

yang khas

dari

perkebunan

t".tetat

pada

sifat

komoditasnya

yang

merupakan bagian

daii

komoditas

perdagangan dunia s_ehingga

dipandang

perlu melihat

sejauh

mana

persplttir

iirt"*

dunia digunakan sebagai alat analisis.
(3)

Ketergantungan

didefinisikan

sebagai

hubungan dua

negara atau lebih yang mengandung bentuk ketergantungan jika beberapa negara (yu^g dominan) dapat berkembang dan

memiliki

otonomi

dalam pembangunannya/ sementara negara lainnya (yang tergantung) melakukan

hal

serupa hanya sekadar refleksi perkembangan negara dominan. Frank dalam Suwarsono dan So (2000) bahkan mendefinisikan ketergantungan sebagai kondisi yang dialami oleh satelit ketika berhubungan dengan metropole.

Pola hubungan antara

dua

negara tersebut bersifat asimetris. Negara yang satu

memiliki

kekuatan yang

lebih

(metropole)

dibanding

negara

lainnya

(satelit).

Ketergantungan

yang terwujud

dapat

ditunjukkan melalui

ketergantungan

modal, teknologi,

dan

tenaga

ahli.

Hal

tersebut sebagai dampak dari proses Pembangunan yang memihak pada negara maju.

Pada

awal

perkembangannya,

teori

keterganfungan

memusatkan

perhatian pada terjadinya keterbelakangan

yang dialami

negara

miskin

akibat

kontak

dengan negara

maju.

Frank

(1984) membuat pembagian

melalui

apa

yang

disebutnya sebagai negara-negara

metropolis

maju dan

negara-negara satelit yang terbelakang. Hubungan ekonomi antara negara metropolis maju dan

negara

satelit

terbelakang merupakan aspek

utama

perkembangan sistem kapitaiis dalam skala internasional. Frank

tidak

dapat menerima pendapat yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi negara

miskin

akan terjadi sebagai

akibat hubungan ekonomi seperti demikian

yang

akan menimbulkan

difusi

modal, teknologi,

nilai-nilai institusi

dan

faktor

dinamis lainnya kepada negara

miskin. Metropolis

di

negara-negara

miskin,

baik

yang

berada

di

tingkat

nasional maupun

tingkat

lokal

dikuasai

oleh

pihak

yang

Pada hakekatnya bertugas mempertahankan

struktur

monopolis

dan

eksploitatif yang

berakar

dari

sifat

hubungan antara

metropolis

dunia

dan

negara

miskin. Melalui ciri

perkebunan,

Beciford

(1972) memberikan keterangan bahwa hasil ekspor bahan

mentah

yang dialirkan oleh

negara

terbelakang

tidak

mencuk-upi

untuk

mer.enuhi kebutuhan pangan yang harus

diimport

oleh negara terbelakang'

Hal

ini

berarti ada ketidaksarnaan

nilai tukar

komoditas yang dihasilkan oleh kedua negara tersebut.

Merujuk pada

paparan'

di

atas,

nyata bahwa

sifat

dasar

eksploitatif

menciptakan

kondisi

keterbelakangan

di

negara

berkembang sebagai hasil

kontak

dengan negara maju.

Kontak

tersebut

melahirkan pola

hubungan dua negara

yang

asimetris

dan

tidak

sama

kuat

yang

kemudian

menimbulkan ketergantungan. Pada

awal

perkembangannya

hubungan

antara negara maju dan berkembang merupakan hubungan kolonialisme dan imperialisme. Kajian

teori

dependensi yang

lebih

menitikberatkan pada analisis kesejarahan negara

Dunia

Ketiga menunjukkan bahwa kesejarahan

turut

mengukir dan

memberi

warna

pada

kondisi

negara

Dunia

Ketiga pada masa sekarang.

Asumsi

dasar teori ketergantungan dapat

dilihat

sebagai berikut:

Pertama, keadaan ketergantungan

dilihat

sebagai suatu gejala yang sangat
(4)

ISSN:1412-8837

Ketiga

sepanjang sejarah perkembangan

kapitalisme

dari

Abad

XVI

sampai sekarang.

Keilua,

ketergantungan

dilihat

sebagai

kondisi yang

diakibatkan

oleh

"faktor luar".

Sebab

terpenting

yang

menghambat pembangunan karenanya

tidak

terletak pada persoalan kekurangan

modal

atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta,

melainkan terletak

di

luar

jangkauan politik-ekonomi

dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah

kolonial

dan pembagian kerja yang timpang bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.

Ketiga,

permasalahan ketergantungan

lebih

dilihat

sebagai

masalah ekonomi

yang terjadi

akibat mengalirnya

surplus

ekonomi

dari

negara Dunia Ketiga ke negara maju. Karena kawasan pinggiran kehilangan

surplusnya,yang

justru

dimanfaatkan oleh pusat

untuk

tujuan

pembangunan, pembangunan

di

pusat mengakibatkan keterbelakangan di kawasan pinggiran.

Keempat,

sifuasi

ketergantungan

merupakan bagian

yang

tak

terpisahkan

dari

proses polarisasi regional ekonomi global.

Di

satu

pihak,

mengalirnya

surplus

ekonomi

dari Dunia

Ketiga

menyebabkan keterbelakangan, sementara

hal

yang

sama merupakan salah satu,

bahkan

mungkin

satu-satunya faktgr yang mendorong lajunya pembangunan di negara

maju.

Dengan

kata

lain,

keterbelakangan

di

negara

Dunia Ketiga

dan pembangunan negara

maju

menyebabkan terjadinya polarisasi regional dalam tatanan ekonomi global.

Kelima, ketergantungan

dilihat

sebagai suatu hal yang bertolak belakang

dengan

pembangunan.

Kendala terpenting

bagi

pembangunan

bukanlah

kurangnya

modal atau

kemampuan

kewirausahaan,

melainkan

harus ditemukan dalam pembagian kerja internasional yang nyata-nyata tidak adil.

Jika

dilihat

gambaran

teori

dependensi

klasik,

tampak

bahwa

dimensi

ekonomi

menjadi

fokus yang

mendasari pemahaman tentang ketergantungan negara

Dunia

Ketiga. Berbeda dengan apa yang

dilakukan

oleh penganut teori dependensi

baru. Meskipun

sama-sama memusatkan perhatian

pada

kondisi ketergantungan negara Dunia Ketiga, dependensi baru melihatnya dari dimensi sosial-politik. Perbedaan mendasar

lain

antara kedua

teori

dependensi tersebut

terlihat

pada

penyebab

utama

ketergantungan. Dependensi

klasik

melihat ketergantungan sebagai

poia

hubungan asimetris yang disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan dependensi

baru

melihat

bahwa

faktor

eksternal

dan internal menjadi penyebab ketergantungan di negara Dunia Ketiga.

Kritik

atas

dependensi

klasik

dipaparkan pertama

kali

oleh

Cardoso. Cardoso sebagai tokoh utama teori dependensi baru lebih tertarik

untuk

melihat aspek

sosial-poiitik

dari

ketergantungan, khususnya analisa perjuangan kelas dan

konflik

kelompok,

dan pergerakan

politik.

Cardoso

melihat

bahwa

faktor

internal

berkaitan

dengan

faktor

ekstemal.

Secara

tegas dikatakan

bahwa

"hubungan

antara kekuatan

intern dan

kekuatan ekstern membenfuk

satu bangunan yang keterkaitan

strukturnya

dapat dijumpai pada keterkaitan antara kelas sosial lokal dominan dan kelas sosial internasional. Dominasi ekstem akan

mewujud

sebagai kekuatan

intern, melalui

berbagai

perilaku

sosial

dari

kelas
(5)

sosial dominan yang hendak memaksakan tercapainya tuiuan dan kepentingan

asing. Analisa

ini

oleh

Cardoso

disebut

sebagai

"internalisasi

kepentingan ekstem".

Menurut

Cardoso, perkembangan

politik-ekonomi

negara

Dunia

Ketiga

telah

sampai pada fase

baru

dengan kemunculan perusahaan multinasional,

penyebaran

industri

padat

modal ke

negara

pinggiran, dan

pembagian kerja

internasional.

Model

pembangunan bergantung-nya

Cardoso

akan

selalu

dipaksa

untuk

menggunakan

teknologi

impor yang

sudah

hampir

dapat dipastikan merupakan teknologi padat modal. Ekspansi dan akumulasi modal domestik memerlukan dan bahkan tergantung pada

faktor-faktor

yang berada

di

luar jangkauannya. Modal domestik

ini

harus

ikut

serta dan

mengikuti

gerak dan irama perputaran modal internasional.

Dengan demikian perbedaan antara dependensi klasik dengan dependensi baru bukan pada ketergantungan namun lebih pada mekanisme dan pola-pola ketergantungan

yang

terjadi. Pada

kedua

teori

tersebut, hubungan

satelit-metropolis

tetap

ada dengan mekanisme pengambilan

surplus ekonomi

oleh negara

maju.

Keseluruhan rangkaian

hubungan satelit-metropolis

dibangun hanya

untuk

melakukan pengambilan

surplus ekonomi

(dalam bentuk bahan mentah, bahan tambang, barang dagangan, laba,

dan

sebagainya. Gambaran

khas

dependensi

baru

terutama terletak

pada

kemampuannya untuk

menganalisis

situasi konkret

negara

Dunia

Ketiga.

Teori

ini

akan

diarahkan

untuk

melihat

asal

mula timbulnya

ketergantungan sekaligus

melihat

sejarah perubahannya.

Pemikiran

Cardoso

tentang

pembangunan

dan

keterbelakangan pada Negara

Dunia

Ketiga

sebagai

efek

organisasi

internasional menjadi

pijakan

perspektif sistem

dunia.

Dalam kasus

ini,

teori

ketergantungan

menjadi semacam bahr

loncatar

untuk

dapat

pindah ke teori

sistem

dunia.

Perspektif sistem-dunia mempelajari

dinamika

sejarah sistem

ekonomi dunia.

Untuk

hal

ini,

Wallerstein berpendapat

bahwa

sistem

ekonomi kapitalis dunia

ini

berkembang

melalui

kecenderungan sekularnya (secular trends)

yang meliputi

proses pencaplokan (incorporation), komersialisasi agrarra,

industrialisasi,

dan proletarianisasi. Bersamaan dengan ini, sistem ekonomi dunia juga

memiliki

apa

yang

disebut dengan

irama

perputaran (the

cyclical rhythms),

yakni

irama

ekspansi

dan

stagnasi

yang terjadi

sebagai

akibat

ketidakseimbangan

permintaan dan

penawaran barang

dunia. Dalam konteks

perkebunan yang

menghasilkan

komoditas

perdagangan

dunia,

ketidakseimbangan

antara permintaan dan penawaran di tingkat dunia akan mempengaruhi alur distribusi komoditas. Bagi Wallerstein

dinamika

sistem

dunia

yakni

kapitalisme

global selalu memberikan peluang bagi negara yang ada

untuk naik

atau

turun

kelas.

Negara

bisa

melakukan mobilitas

vertikal

sebagai sebuah

dinamika

dalam

sistem

dunia.

Hal

tersebut

berarti,

dinamika ekonomi

dunia

akan mempengaruhi posisi sebuah negara sebagai akibat negara dan sistem ekonomi

dunia

merupakan

sesuatu

yang

terhubung. Imperialisme

gaya

baru

yang

'ditawarkan'

negara maju dengan

ciri-ciri

teori Lenin dimana terdapat dominasi
(6)

ISSN:1412-8837

terhadap

nDK yang

dilandasi

oleh dua faktor yakni

pergerakan

modal

dan proses

produksi.

Keduanya selain

memiliki

keterkaitan satu

sama

lain

juga

memiliki

keterkaitan dengan transformasi

ekonomi global dalam

sistem

kapitalisme

yang

memegang

peranan

penting dalam

mengontrol

sistem produksi melalui keuangan.

Konsep sistem

dunia

membantu

peneliti untuk

menguji dinamika global" Sistem kapitalis dunia yang menjadi sistem dunia terkandung hubungan globai. Sebagai

implikasi

dari

sistem ekonomi global, maka

basis

universal

dalam perspektif sistem dunia bukan lagi terletak pada pembangunan dan modernisasi

melainkan pada

demokrasi

dan

pasar bebas.

Prinsip demikian

menunjukkan

bahwa

negara

tidak

mungkin keluar dari

hubungan

imperialisme

dalam berbagai bentuk.

Sistem

dunia memiliki

kategori

teoritis dan definisi

operasional yang

dibatasi pada

lima

aspek

yakni

pertnrra, sistem

dunia

menunjukkan

adanya

kriteria

partisipasi

masing-masing

dunia

terutama

dalam

hal

hubungan perdagangan yang luas dan kuat, hubungan

politik

antara negara-negara dalam proses hegemoni dan kekuasan, pertukaran ekonomi,

politik,

dan juga lingkaran kebudayaan. Kedua,

ekonomi

dunia

terdapat pertukaran

barang-barang yang sentralisasi. Ketiga,

akumulasi

modal yang terjadi

tidak

hanya

disebabkan karena

faktor

ekonomi namun

juga

sebagai permintaan

politii

dan

ideologi.

Akumulasi

modal

akan berlangsung s€cafa

terus

menerus.-Keempaf,

strukfur

kelas

yang

terdiri dari tiga kutub

dengan tambahan kelas

semi-pinggiran. Penjelasan tentang hubungan metropole-satelite dalam hal transfer keuntungan

pada

kajian

sistem

dunia

membutuhkan

penjelasan

yang

sangat kompleks.

Kelima, kekuasaan

dan

persaingan,

ditunjukkan

oleh

adanya

hubungan kekuasaan antar negara dalam sistem dunia.

Keterkaitan antara

ketergantungan dengan

sistem

dunia

tergambarkan

dalam kasus

perkebunan

melalui

globalisasi

sebagai

jembatan.

Meskipun

tampaknya perkebunan

telah

terintegrasi kedalam

sistem ekonomi

dunia,

namun

nrata

rantai

usaha yang berada dalam

kontrol

perusahaan

kecil relatif

pendek. Keterkaitan

terhacap

bahan

baku

(hulu)

dan

pemasar€rn

(hilir)

pada perusahaan berskala

kecil lebih

bergantung pada perusahaan

lain

yang berada

di

luar

kontuol mereka. Dalam kasus

kopi,

misalnya, perusahaan berskala kecil sangat bergantung dengan para petani

kopi

dalam pengadaan bahan baku (biji

kopi).

Para pengusaha

tidak

mampu

melakukan intervensi terhadap kenaikan harga

biji

kopi

yang melonjak selama

krisis

moneter akibat permintaan ekspor

yang

meningkat

tajam

terhadap

biji

kopi.

Para

pengusaha

terpaksa

harus menyesuaikan

harga

pembelian

biji

kopi

dengan

harga

internasional

yang

cenderung

terus

meningkat

seiring

dengan

melemahnya

nilai tukar

rupiah terhadap dolar.

Polarisasi

ini

yang

menyebabkan pasar

dunia

menjadi

tidak

seimbang.

Dimensi

komersial

(perdagangan

barang

dan jasa)

dan

transfer

kapitil

intemasional

dan

migrasi

buruh

membuat

kondisi

homogenisasi

di

tingkat

dunia,

sehingga

menjadi

globalisasi

ekonomi.

Globalisasi

kapital dan

bukan
(7)

ekonomi

berbeda dengan

sendirinya

dalam berlanjut semakin buruk.

dikotomi

pusat-Pinggiran Yang

Jumlah aliran raw material Tingkat akumulasi

surplus

. Jumlah

pinjaman/bantuan Tingkat teknologi

Jumlah modal

Jumlah tena8a ahli,,

[image:7.612.100.559.54.735.2]

Indonesia

Gambar L. Kerangka Analisis

PERKEBUNAN

SEtsAGAI

CIRI EKONOMI KETERGANTUNGAN

seperti telah dikemukakan

di

awal bahn a sejarah perkebunan

di

negara berkembang

tidak

dapat dipisahkan

dari

sejarah perkembangan

kolonialitT:,

kapitalisme, dan modlrnisasi. Perkebunan pada

awal

perkernbangannya

hadir

sebugul sistem perekonomian

baru yang

semula

belum dikenal,

yaitu

sistem

pu."fonornian

pertanian

komersial

-yang

bercorak

kolonial

dan

kapitalistik'

3irt"rr,

perkebunan

diwujudkan

dalam bentuk usaha pertanian skala besar dan

kompleis,

bersi{at pudat

modal

(capital intensifl, Penggunaan areal tanah luas' organisasi tenaga ke4a besar, pembagian kerja

rinci,

penggunaan tenaga kerja up-ahan (wage labour),

struktur hubungan

kerja

yang

rapih'

dan

penggunaan

teknologi

rirodern,

spesialisasi,

sistem

administrasi

dan

birokrasi,

serta penanaman

tanaman komersial

yang

ditujukan

untuk komoditi

ekspor di

pasaran dunia (Kartodirdjo dan Suryo, 1991)'

Beckf

ord

(7979)

tahkan

menggambarkan

citra

perkebunan

besar

dicerminkan

oleh ciri-ciri

diantaranya adalah:

pertama,

sistem

ekonomi

Sistem ekonomi dunia

.

Penentuanharga

r

Pasar dunia

o Haluan politik dunia

.

Tata kapitalis

ekonomi dunia

o Tingkat stabilitas politik dalam negeri

.

Struktur kelas sosial

.

Terbentuknya aliansi antar

struktur kelas

(8)

ISSN:1412-8837

Perkebunan besar

ditopang oleh

dominasi

pemikiran

bahwa ekspor

komoditi

pertanian harus diprioritaskan

demi

pertumbuhan ekonomi

nasional. Kedua,

perkebunan besar menguasai tanah yang luasnya tak terbatas, atau tak dibatasi. Ketiga, kebutuhan tenaga kerja sangat besar,

jauh

melebihi

suplai

tenaga kerja

yang ada

di

pasar karena

itu

diciptakan

mekanisme 'extra-pasar'

atau

'non-pasar' (budak belian,

kuli

kontrak,

transmigrasi,

dan

sejenisnya). Keempat,

birokrasi

perkebunan

besar

tidak

terjangkau

oleh

konkol

sosial,

karena perkebunan besar merupakan 'enclaae' yang terisolasi

dari

masyarakat (kecuali tebu, di Jawa).

Sejarah

ekonomi

Indonesia menunjukkan

bahwa

sistem

tanam

paksa

ditempatkan

sebagai

titik

tolak

proses

keterbelakangan

dan

kemiskinan

ekonomi

rakyat.

Proses

ekonomi

dan

struktur

sosial )'ang saat

ini

tampak

merupakan warisan

dari struktur

pada

masa tersebut. Penghapusan sistem tanam paksa

dan digantikan oleh

sistem perkebunan pada

tahun

1870 akibat

adanya

undang-undang agrnisch

wet

membuka

cara

baru

dalam

mengeksploitasi kekayaan

dan

pengalihan

sebagian

surplus ekonomi

dari Indonesia ke negara Belanda. Perkebunan-perkebunan besar

komoditi

primer

di

Jawa dan Sumatera telah

tumbuh

sebagai sektor-sektor enclnae dalam

strukfur

ekonomi

Indonesia.

sektor

ini

tidak

saja

dikuasai

pihak

asing

tetapi

juga seluruhnya berorieritasi ke luar negeri (metropolis di sentrum kapitalis dunia).

Mewarisi karakteristik perkebunan di masa kolonial, sepanjang sejarahnya perkebunan besar dan

monokultur diawali

oleh upaya investasi

di

era kolonial

untuk

memenuhi

pasar Eropa.

Dengan

demikian

desain

institusi

yang

diterapkan

mengikuti

kebutuhan

teknologi

yang mendasari usaha perkebunan

pada

waktu

tersebut. Ekspor komoditas perkebunan

sebagian besar rnasih dalam bentuk komoditas

primer

dengan kualitas rendah.

Karakteristik komoditas pelkebunan

yang lebih

mengutamakan

pengiriman

rato

mateial

menarnpilkan

ciri

komoditas inciustri.

Sejak awal perkembangannya perkebunan dibangun

untuk

menyediakan bahan baku yang

industrinya

berada

di

luar

negeri.

Mekanisme

seperti

itu

rnemberatkan Indonesia

dan

negara

laLr

yang

berada

lada

posisi

negara penyedia bahan mentah karena: pertama,

harga

riil

komoditas

perkebunan

berflukfuasi

cukup besar dengan

trend

yang terus

menurun

sejak ratusan tahun yang

lalu. Akibat

menumnnya

harga

riil

komoditas,

posisi

ekonomi

perkebunan

terutama perkebunan rakyat, juga menur:un. Kedua,

industri

hilir

perkebunan tetap berada

di

negara-negara

maju.

Konsentrasi

industri

ini

membuat hubungan

antara negara penghasil bahan baku dengan negara

industri

sangatlah qsimetris. Ketiga,

teknologi dikuasai

oleh negara-negara

maju

dengan

ilustrasi

dominasi seperti

diperlihatkan

oleh

penguasaan

paten pada

tahun

1995,

yaitu

paten

yang dikuasai oleh negara-negara tropis adalah

kurang

dari 2 persen.

.

Ketimpangan yang

terjadi

disumbang oleh sifat bahan mentah komoditas perkebunan.

Petani

menanam

komoditas

yang

hasilnya

lebih

banyak untuk

diekspor. Bahan mentah

hanya

memperoleh keuntungan

yang sedikit

jika

dibandingkan dengan negara yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.

Ada

selisih

keuntungan

yang

diperoleh negara

industri

dengan

cara

70

| Heru Purwandari. Sistem Ekonomi Perkebunan : Persistensi Ketergantungan... i l
(9)

meningkatkan

nilai

tambah

Produk melalui

pengolahan. Penjelasan demikian memperlihatkan terjadinya kemerosotan nilai tukar.

Struktur kelas sosial

yang ada

di

negara

Dunia

Ketiga

turut

melanggengkan

kondisi

keterbelakangan.

Arief

dan

Sasono (1981) membagi

struktur

kelas menjadi

tuan

tanah, petani sedang

dan

kaya, golongan miskin desa,

borjuasi

industri

domestik,

kapitalis

dagang,

borjuasi

kecil,

golongan

miskin

kota,

birokrat

dan penguasa, dan

kapitalis

asing. Keterlibatan

pribumi

yang memiliki

kepentingan

yang

sama dengan kapitalis asing

turut

mempermudah pengalihan

surplus

ekonomi Indonesia

ke

luar

negeri. Dalam

aliansi

ini

golongan

aristokrat feodal

juga

memperoleh

sebagian surplus ekonomi yang dihasilkan oleh modal asing. Keterbelakangan

muncul

terutama disebabkan oleh aliansi yang tercipta antara kaum elit dengan kapitalis (Gambar 2). Aliansi-aliansi

berikut

adalah contoh aliansi-aliansi yang telah bertanggung jawab bagi keterbelakangan kelas yaitu:

1.

Aliansi

kelas

tuan

tanah feodal

dan

petani

kaya

dengan

kelas

borjuasi.

Akumulasi

surplus petani kaya dan

tuan

tanah feodal

dijual

kepada kelas

borjuasi

sehingga

terjadi

proses perdagangan

diantara

keduanya. Petani

miskin yang

menjadi

kaum proletar kemudian

menjadi sumber

buruh murah bagi

industri

di pedesaan.

2.

Aliansi kelas borjuasi dengan kelas kapitalis asing. Penggunaan teknologi

di

negara

berkembang

pada

dasarnya rnerupakan

upaya

negara

maju

menciptakan

ketergantungan.

Negara

berkembang

dijadikan

pasar penggunaan teknologi yang sudah

tidak

dapat digunakan

di

negara maju.

Aliansi

antara

kelas

borjuasi

dengan

kapitalis asing

terlihat ketika

kelas kapitalis asing menjual mesin kepada kelas borjuasi dalam rangka hak paten.

3.

Aliansi

kelas

tuan

tanah

feodal

dengan

kapitalis

asing. Kelas

tuan

tanah

feodal

berkepentingan terhadap proses perdagangan

komoditi

ekspor.

Terkait

dengan maksud tersebut, golongan

ini

kemudian

berupaya

untuk

meningkatkan

produksi petani

kelas menengah kebawah dengan

cara

menyuntikkan modal'

Hal

ini

menyebabkan banlzafulya

institusi

penyedia modal

di

pedesaan yang berasal dari dana kapitalis

asing-Gambar 2 menunjukkan bahwa pada setiap masa, surplus ekonomi tetap rnenjadi

tujuan produksi dan

tetap mengarah pada golongan tertentu. Ketika surplus ekonomi menjadi tujuan, maka segala upaya kemudian dilakukan

untuk

tetap dapat mencapai tujuan tersebut. Dalam hal

ini

peranan luar negeri menjadi

signlfikan terutama dalam

hal

penyediaan

modal, teknologi dan

tenaga ahli yang menyebabkan ketergantungan terhadap luar negeri makin kuat.

Dalam tatanan ekonomi

dunia,

memandang perkebunan

bagi

Indonesia

tidak

boleh

terlepas

dari

lingkungan ekonomi

global.

Pakpahan

(2001)

menyatakan bahwa ekspor hasil

primer

perkebunan mencapai US$ 4.2

mllyar

pada tahun 1.999 atau sekitar 10.8 persen dari hasil ekspor non-migas;

nilai

PDB perkebunan, termasuk olahanrrya mencapai Rp.167

triliun

atau 15 persen dari PDB nasion al (7999). Pertumbuhan sub-sektor perkebunan juga relatif tinggi

jika

(10)

I

ISSN:1412-8837

demikian,

dapat

dikatakan strategis di Indonesia.

Luar Negeri

Surplus ekonomi

modal

Surplus ekonomi

bahwa

perkebunan

merupakan

sebuah

usaha

Dalam Negeri

Surplus ekonomi

Surplus ekonomi

Dukungan adm dan legalitas

Penetapan harga, pinjaman modal untuk meningkatkan

produksi, penjualan teknologi, mempengaruhi politik/kebijakan, penetrasi dan akumulasi kapital

Produsen kecil pertanian, buruh tani,

produsen kecil indushi

rakyat, buruh pabrik perkebunan, dll serta pedagang kecil

Pengiriman bahan mentah,

[image:10.612.112.548.66.657.2]

pengiriman bahan setengah jadi

Gambar 2. Perkembangan

strukfur

masyarakat dan aliansi yang menyebabkan

ketergantungan

sumber: Kristanto, diolah dengan menggunakan kerangka anarisis yang

dipilih

72 |

Heru Purwandari. sistem Ekonomi perkebunan : persistensi Ketergantungan... modal

Penguasa kolonial Belanda &

birokrasi

Investor dan lembaga keuangan

Pemodal asing, pengusaha feodal

& golongan aristokrat lainnya

PERKEBTINAN/

NEGARA

PRODUSEN

Multinational

Corporations

Negara kapitalis

maju

Pedagang perantara dan agen-agennya, rentenir

(11)

Terkait

dengan konteks hubungan ekonomi

Indonesia dengan negara maju, pencapaian pertumbuhan sub-sektor perkebunan dilakukan dengan cara

meningkatkan permodalan, bahan

baku

dan

sistem

produksi,

serta

sistem pemasaran. Permodalan diperoleh

melalui

pinjaman

luar

negeri atau bantuan

dari

lembaga keuangan

internasional.

Hubungan

luar

negeri

yang

terjalin

memungkinkan Indonesia

mampu

meningkatkan sistem

produksi

dengan bantuan

teknis dan ekonomi

dari

negara maju. Sistem pemasaran

yang

khas

untuk

komoditas perkebunan

juga

mendorong Indonesia melakukan berbagai upaya agar

komoditi

yang dihasilkan

laku

dipasaran,

mulai dari

menerapkan

plto"gu"

harga bagi konsumen hingga melakukan ekspansi pasar internasional'

Dari

perkembangannya,

terlihat

bahwa perkebunan menjadi sektor yang

penting dalam

menopang

perekonomian

lndonesia.

Namun

sayangnya/

perkebunan

memberi peluang

bagi

terciptanya

ketergantungan

negara produsen terhadap negara maju. Persaingan yang semakin ketat antara negara produsen

menyebibku.

."gu.u

maju bebas melakukan permainan harga

untuk

mendapatkan harga yang

paling

murah. Belum

lagi struktur

masyarakat yang ada

di

negara terbelakang

belum stabil

sehingga

produksi

sangat tergantung pada ketersediaan sarana-prasarana serta modal swasta.

Keberadaan perusahaan

multinasional

QraNQ menyebabkan terjadinya

kemungkinan beberapa

hal yakni

menekan

tumbuhnya industri lokal

melalui

"

intraflm

tuading" ruriu

*".rdorong

berkembangnya

struktur

ekonomi dualistik.

Ditinjau

dari sejirah, globalisasi berasosiasi kuat dengan imperialisme dan

MNC

merupakan pemain utama dalam dalam ekonomi global.

Pasar merupakan

penghubung antara negara penghasil bahan mentah dengan MNC. Implikasinya

uauLn

poslii

kedaulatan negara-negara berkembang berada

di

bawah tekanan

MNC. Terlebih ketika tuntutan teknologi,

modal, tenaga

ahli, dan

penentuan

harga

menyebabkan

perkebunan

harus dapat

membina

aliansi

yang

kuat

dengan

MNC.

Kondisi

tersebut

makin

memperlihatkan

bahwa

"bargaining position" Indonesia ada pada posisi yang lemah

Dalam konteks pasar global, khususnya pada masa sekarang posisi negara

produsen

hasil

perkebunan

belum

memiliki

kemampuan

yang

kuat

daiam menentukan pasar. Kecenderungan harga

riil

produk primer

perkebunan yang

terus menurun dan

terjadinya

fluktuasi

harga komoditas

perkebunan yang tajam

di

pasar internasional sudah

cukup

membuktikan bahwa peran

negara-,,"guru

piodusen hasil perkebunan sangatlah lemah.

Kondisi

ini

menyebabkan

,"[u.u

produsen

memiliki

derajat ketergantungan yang

tinggi

terhadap pasar bebas dan terhadap perusahaan multinasional.

MEKANISME DIPERTAHANKANNYA KETERGANTUNGAN

(12)

ISSN: 1412-8837

besar telah melahirkan kesenjangan sosiar yang membahayakan

struktur

sosiar masyarakat. Gambaran ketergantungan yang

te4aai

ternyata

memiliki

dimensi yang

rumit

tidak

hanya.menyangkut po-ra hubungan antar negara namun juga

terkait

dengan konteks internar

,r"gr*

berkemb#g.

Durr^

konteks ekonomi,

perkebunan dipandang-sebagai

a[en pembo"o.ui

surprus ekonomi

negara

Dunia Ketiga dan

sekarig*s

-dian[gap

sebagai

age, ht^ogenisasi

ekonomi internasional

yang

mengembangtun

iaeobgi"worli

capitalistii economy melalui Straleqi pembangkitan

ekonomi

lokal.

Karakteristik

demikia.

*"*i",,

kaum

kapitalis yang dibantu

oleh

elit

lokal

menanamkan pengaruhnya pada sektor

perkebunan. Implikasinya adalah tetap dipertahankanny"a

pertebunan

dengan mengutamakan kedua karakteristik tersebut.

Mekanisme

d_ipertahankannya

keterganfungan

pada

sistem

ekonomi perkebunan

ditunjukkan melalui

kasus

pe.k.bunai

tebu dan teh.

Kedua kasus

tersebut

menggambarkan sebuah

kondisi

ketergantungan

di

tingkat

mikro

antara

petani kecil.dengan

golongan

elit. KonJisi

ini-

dapat

ditirik

dalam

konteks yang

lebih

besar bahwa kJtergantungan

yang

ada

tidak

semata-mata

berada

pada

aras

.mikro,

namun

juga memiuti

anal

daram

menciptakan ketergantungan pada-aras makro yuito-r,"gura terutama keterkaitanr,yu du.,gu. sistem ekonomi global.

Kasus Perkebunan Teh dan Tebu

-

Juh

merupakan

sebuah

komoditas

yang Iebih

banyak dikuasai

oreh perkebunan swasta_ besar. sejarah membuktikan"bahwa teh, sebagai komoditas

pelklbunln

yang bernilai

ekonomi

memiliki

perjalanan

yang

amat

panjang

yakni

sejak

tahun

1728. Masuknya

unda.,g-r,.au.g

ogrorirrh-wet

padZ

tur.ri

1870 memudahkan lahan-lahan

milik

petani

beialril

menjadi lahan milik

perkebunan.

Dalam

perkembangannya,

kolusi

antara

erit

desa/wilayah

dan pengusaha perkebunan

turut

memperiepat renyapnya hak-hak rakyat aias tanah garapan atau

milik

mereka.

Teh meri--iliki

struktur

pasar_

yang lebih

bebas

dibanding

struktur

pasar

pada

komoditas

tebu. Namun demiiran

kasus

teh

banyak

menimbulkan keterbelakangan"

u.tuk

memenuhi standar ekspor, tenaga

kerja

dieksploitasi

besar-besaran._ Ekspor mengharuskan

produksi yang

dikirim

adarah produksi

nomor

satu

sehinggl

yang tersisa

di

negara

miskin

iartur,

teh dengan kuaiitas

rendah. Dalam

hal ini,

situasi demikian

jugu

membentuk

,"1".u

yang

dikendalikan

oleh

ketergantungan.

pada

kondlsi

Indonesia

mercreka,

pora

produksi teh yang

dikembangkan

tampak

tidak jauh

berbeda.

perkebunan-perkebunan

besar

menciptakan

ariansi dengan

pengusaha

internasional sedangkan petani kecil menjadi buruh.

Dalam konteks globar, teh dipengaruhi oreh

struktur

pasar. Terbukti pada

1"1"L

1969-7971 terjadi

_penu*.,u.

pr:odrrt

ri

sebagai

akibat

merosotnya harga

teh

di

pasaran

dunia. Untuk

mengaiasi

k"m".o"oln

harga

ini,

negara-negara

produsen

teh dunia

membuat kelepakatan

untuk

membatasi

dan

mengatur

jumlah

ekspor

teh

dan

menetapkan

kuota-kuota ekspor. Disamping

itu,

disepakati

pula untuk

meningkaikan

mutu teh

ekspor

dan

mencegah teh
(13)

bermutu rendah masuk

pasaran

intemasional.

sejak

kebijakan

tersebut

digulirkan,

proses

produksi

diserahkan pada perkebunan besar yang

memiliki

basis

industri.

Perkebunan rakyat

tidak

memainkan peran

yu"g

rignirikan

dan

hanya

memiliki

pangsa pasar

di

tingkat lokal.

Keterkaitan dengan ekonomi

dunia

dengan sendirinya menjadi berkurang. Teh yang

memiliki

kaitan dengan ekonomi

dunia

adalah teh yang penanganannya dikendalikan oleh perkebunan besar swasta.

Kondisi

tersebut

tidak

berubah hingga

kini

sehingga hubungan

antara

perkebunan besar dengan perkebunan

rakyat

khusus komoditas

teh merupakan bentuk hubungan yang relatif tetap sifatnya.

Kasus

lain

yang

dapat

dilihat

dalam kaitannya

dengan

mekanisme dipertahankannya ketergantungan adalah perkebunan

tebu. Melalui

prinsip

tanam

paksa, pemerintah

kolonial

berhasil memaksa

petani

untuk

menanam

tebu

diatas

lahannya.

Dalam

hal

ini

petani

mengalami eksploitasi

yang menyebabkan

kemiskinan

dan

keterbelakangan. Sebagai

akibatnya,

petani enggan menanam komoditas

tebu.

ini

yang kemudian

memaksa pemerintah

untuk

merubah pendekatan. Program yur,g

l"*rdian

ditawarkan adalah

rebu

Rakyat Intensifikasi (TRI). Program

ini

ternyata masih menyisakan kurangnya kebebasan

petani

untuk

berproduksi. Pemaksaan

yang dilakukan

tidak

hanya bermakna mengejar target produksi gula, namun juga melekat pada unsur power

structure

dengan

latar

belakalg

kepentingan

politik

birokratis

tertentu (Bachriadi, 1995).

Proses produksi yang tidak memenuhi ketentuan standar misalnya, proses tebang angkut yang

tidak

tepat waktu, teknologi pengolahan yang telah usang, rendahnya

daya

serap

pabrik,

mutu

tebu yang menurun,

dll

mempengaruhi

produktivitas

dan

efisiensi

pabrik gula

dalam

menghasilkan

hablur

gula.

Akibatnya harga gula

Indonesia

tidak

dapat bersaing dengan

gula

impor.

Kondisi demikian

diperparah

dengan terakumulasinya

surplus hanya

pada golongan

elit

dan para cukong-cukong berlahan luas yang memiuki modal kuat

untuk

mengatur harga tebu di tingkat petani. Dalam konteks makro, keberadaan cukong tersebut terkait dengan para elit

politik

dan pemerintah yang ingin tetap mempertahankan tingginya harga gula sehingga memberi aspek legalitas

untuk

mengimpor

gula.

lni

bukan

masalah

kecil namun

menyangkut

keterkaitan Indonesia dalam posisi internasional.

Pada kasus teh, tampak bahwa perkembangan perkebunan

tidak

tampak signifikan berbeda antara masa kolonial dengan masa kemerdekaan. Petani kecil

tetap

menjual

produk

dalam

bentuk

komoditas

primer

tanpa

terlebih

dahulu mengalami proses pengolahan.

lni

menyebabkan

nilai

tambah

produk

tidak

pernah

dinikmati

oleh

petani. Petani

kecil

mengalami ketergantungan dalam menjual hasil kebunnya.

Pada kasus

tebu,

ada perubahan arah ketergantungan. Jika

pada

masa

kolonial, melalui tanam

paksa pemerintah

Belanda memperoleh

surplus ekonomi, maka

hal

tersebut tampak berubah pada masa kemerdekaan. Dalam

hal

ini

peran pemerintah

mulai

tampak. Kaum

elit

yang

ada

di

negara Dunia
(14)

ISSN:1412-8837

[image:14.612.100.536.66.385.2]

Persamaan kepentingan

yang

sama antara

elit

dalam negeri

dengan kapitalis asing menciptakan hubungan yang setara antara kedua belah pihaklersebut.

Gambar 3. Mekanisme dipertahankannya ketergantungan

SIMPULAN

Ketergantungan

yang terjadi pada

sektor perkebunan

terbukti tidak

hanya ditentukan oleh proses pengambilan surplus ekonomi oleh negara maju namun

juga

diwarnai oleh

faktor

internal dalam

negara berkembang.

Faktor

internal

yang dimaksud

adalah

struktur

sosial-politik yang

melanggengkan pola-pola ketergantungan.

Pada

masa

awal kolonial

ketergantungan

yang terjadi

lebih

pada

hubungan antara Indonesia

dengan Belanda

tanpa

dipengaruhi

oleh

siitem

ekonomi dunia.

Kasus perkebunan

teh

menunjukkan

tetap

terpeliharanya ketergantungan

kolonial.

Tidak

ada

perubahan

yang berarti

daiam

proses penyerapan

surplus.

Melalui

mekanisme

yang sama komoditas

teh

menjadi jembatan dipertahankannya ketergantungan. Berbeda dengan kasus perkebunan

pada

masa

kini

yang sudah

mulai

memperlihatkan pengaruh

faktor

internal

negara

dan

juga

diwarnai oleh

konteks

ekonomi global. Melalui

kasus perkebunan tebu hal tersebut berusaha

ditunjukkan. Diawal

perkembangannya (masa

kolonial) tebu

memiliki

pola

ketergantungan

yang

mirip

dengan pola ketergantungan pada perkebunan teh. Namun pola tersebut kemudian berubah

menjadi

ketergantungan

model baru

dimana golongan

elit

-

dalam

hal

ini

perusahaan

lokal

dan

negara

-

turut

berperan

melalui

penerapan kebijakan

baru.

Ketergantungan

model

baru

yang

terjadi

dimana didalamnya

muncul

keterlibatan

pemerintah

tetap

tidak

mampu

menahan

pengaruh global

yang

dihembuskan

oleh

pasar internasional.

Meskipun

negara berperan,

,lu*r,

76

1 tleruPurwandari. Sistem Ekonomi Perkebunan : Persistensi Ketergantungan... Aliarrsi

.Ay?Rl

dtagra

Pern*rintah

?O tertrtaq

lchingga

n ekaaig:r *ter*ebrt

m *arp'ililn nrrani

*{tk}$..3&1s*rari.aur.{ry{l

s*p;ai-agiihsrurlfla s*ai uel"rruaccli$c".tr,.8$*"

iad*el"u"assn-dfl nhare.

.*"t #r]rksnf..

r

I{ala}tteo$ll: o ola i. 1{ i

r T8.1 bentba€i petani

. P.tani mg3ari *r enaRarRi

lahan danm gnilih dise, al:an pada cu!:r:og r f,erxrtr.xrEnn dinilm ati

cukcng

?c1a glebapn

(15)

impor

gula terus berlanjut.

Hal

tersebut terkait dengan

"perjanjian"

pemerintah dengan kapitalis dunia yang

ingin

menancapkan

kukunya

di

Indonesia. Impor

gula

merupakan korbanan Indonesia

jika ingin

mempertahankan masuknya modal asing

untuk

membiayai perkebunan sebagai sektor strategis

di

lndonesia.

Keterlibatan

negara

secara

aktif

di

dalam

implementasi

hubungan produksi menunjukkan bahwa upaya peningkatan hasil produksi pertanian dari sub-sektor agribisnis

memiliki

muatan politis, disamping sejumlah kepentingan

ekonomis.

Tangan-tangan

kapitalis

yang diwakili

oleh

perusahaan

multinasional kemudian mendapat keuntungan

dari

pola

hubungan

antara petani dan negara. Disatu pihak, negara sangat tergantung pada kaum kapitalis

untuk

dapat meningkatkan

produksi

dengan menekan

petani,

dilain

pihak

negara

tidak

memiliki

kekuatan

untuk

mengontrol

mekanisme

pasar internasional

untuk

memperoleh keuntungan dari hubungan perdagangan yang terjadi.

Akhirnya, perkebunan hanya digunakan sebagai alat kaum kapitalis untuk menciptakan ketergantungan dari negara produsen terhadap negara konsumen

tanpa disadari oleh

pemerintah negara produsen

itu

sendiri.

Kepentingan

ekonomi

tidak lagi

menjadi satu-satunya

tujuan bagi kaum kapitalis,

namun lebih

jauh dari

itu

adalah penguasaan atas kekuasan

itu

sendiri.

Untuk

tetap mempertahankqn kekuasaan atas negara produsen, maka kaum kapitalis

seolah-olah memberikin

berbagai bantuan dengan alasan

untuk

memfasilitasi negara produsen dalam meningkatkan produksinya. Namun

dari

sudut pandang teori

ketergantungan,

semua

itu

dipandang sebagai sebuah

mekanisme dipertahankannya

kondisi

ketergantungan

ekonomi

negara

miskin

terhadap negara maju.

Hal

ini

berarti bahwa pembenahan

struktur

dalam negeri harus menjadi

prioritas

untuk

mengurangi ketergantungan yang ada. Aliansi yang selama

ini

terbentuk antara

elit lokal

dengan pengrr.saha besar

kaki

tangarr kapitalis harus dihapuskan

dan diganti

dengan

aliansi

antara

petani kecil

dengan

elit

lokal

unf.rk

bersama-sama melawan

struktur

pasar internasional yang sesungguhnya

merugikan

baik

petani

kecil

maupun

elit

lokal.

Kebijakan pemerintah yang

terlalu

berorientasi

pada ekonomi dan

perkebunan besar

terutama

di

sektor perkebunan

juga

harus dibatasi agar negara

tidak

tergantung pada modal dan

teknologi

dari

luar.

Pemihakan pemerintah harus

ditujukan

pada keberadaan perkebunan

rakyat

yang

justru

jika

dilihat memiliki

keterkaitan

yang

kurang

kuat

dengan internasional.

Kurangnya

keterikatan

ini

justru

menjadi

modal kemandirian ekonomi sebuah negara

DAF'TAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prajudi. 1983. Sejarah Ekonomi lndonesia:

dai

Segi Sosiologr Sampai
(16)

ISSN:1412-8837

Arief,

Sritua

dan

Adi

Sasono. 1984. Ketergantungan dan Keterbelakangan: Sebuah

Studi Kasus. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta

Bachriadi,

Dianto.

'1995. Ketergantungan Petani dan Penetrnsi Kapital. Akatiga. Bandung

Beckford, G.L.1,972. Persistent Poaerty: Llnderdeaelopment

in

Plantation Economies

of the ThirdWorl. Oxford University Press. London

Cardoso, Fernando. 1982. "Dependency and Deaelopment

in

Latin America" Pp 1'12' L27 in Hamza Alaai

&

Teodor Shrtnin (Eds).

lntroduction to

the Sociology

of

Developing Societies. New York:

Monthly

Review Press.

Frank,

Andre

Gunder. 1984. Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan

Sosiologi-Pustaka Pulsar. ]akarta

Frank,

Andre

Gunder.

1969. "'I',he Deztelopment

of

lJnderdeaelopment"

in

Lahn

Ameica:

lfnderdeaelopment

or

Reaolutioru.

New York: Monthly

Review Express

Galtung, Johan. 1gBO. " A Stntctural Tlrcory of Imperialisme" Pp 261-298 in Ingolf and

inthony

R. De Souza (Eds) Dialectics of Third

world

Deaelopmenf . New York: Montelair

Kartodirdjo,

Sartono

dan

Djoko Suryo.

'1,991.. Sejatah Perkebunnn

di

lndonesin:

Kajian Sosial Ekonomi. Adltya Media. Yogyakarta

Kristanto,

Heri.

2003. Menimbang Sejnrah

Dalaru

Ekonorui lndonesia. Jurnal ekonomi Rakyat. Th. I - No. 1.1 - ]anuari 2003

O'Brien, Phitip

J. 1975.

A

Critique of Latin

Ameican

Theories of Dependency.

In

I.Oxaal,

T.

Barentt

&

Booth (Eds) Beyond the

sociology

of

Development. London:

O'N{alley,

William.

7988. Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar dnlam Seiarah Ekonomi lndonesia. Booth, Anne., et al. (Peny). LP3ES. Jakarta

Pakpahan,

Agus.

2002a. Mentbang.Ln Perkebunan Abad 2L: Membalik

Ants

dan Gelombang sejarnh (sebuah konsep strategi Pembangunan Perkebunan yanS

partisipatif, produktif, Efsien, Berkeadilan, dan Berkelanjutan) dalam Membalik Arus dan Gelombang Sejarah Perkebunan lndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi

I

Pakpahan,

Agus.

2000b.

Globalisasi

dan

Pemanfaatan sumberdaya Alnm

-

(Perkebuian): apnkah MNC sebagai Ancnman atau Peluang? dalam Membalik

Ans

dan Gelombang Sejarah Perkebunan Indonesia.2002. Kumpulan Makalah-Edisi

I

Pakpahan,

Agus.

2000c.

Globalisssi

dan

Pemanfaatan Sumberdaya Alant

(Perkebuian):

Internalisasi Otonomi Daerah

untuk

Kemajuan Agribisnis Perkebunan

dslam Membalik

Arus

don

Gelombang Sejarah Perkebunan

lndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi I

Pakpahan,

Agus.

2000d. Peronan

HGl,l

dalam Pengembangan Perkebunan Besar

clalam Pola Penguasaan dan Pola lrlsaha serta Pemberdayaan BPN dan Pemda

(17)

dalam Rangka partisipasi Rakyat

di

sektor perkebunan. soetarto,

E,

et

al. (p".,y). Prosiding Lokakarya. pusat Kajian Agraria. Bogor

Pakpahan,

Agus.

1999_.

-Kebijaksanaan _dy

-

I-y_ngkah-rangkah pengembangan

Kemitraan Bidang perkebunan daram Membarik

Arus

dai

Gerombirg

sq;r.aLh Perkebunan lndonesia.2002. Kumpulan Makalah. Edisi

I

Roxborough, Ian. 1986. Teoi-teoi Keterbelakangan.Lp3Es. Jakarta

(18)

Volume 10 No. 1, Maret 2011

$tIffiHffi##ffir$#p

I(ajian }tasalah Agrihisnis dan S*sial

[k*nr:mi

Ferta*ian

]udul/Penulis

Analisis Integrasi Pasar Harga Ayam Broiler di Provinsi Jawa Timur

Harindi Subagja, Slatnet Hartono, Krisnha A.5., lmnluri

Pendugaan Faktor Penentu Produksi Padi Sawah Sistem Tanam Legowo di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

Nynqu Neti Arianti

Potensi Modal Petani dalarn Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan

Maya Rinntini

Tingkat Adopsi dan Difusi Inovasi Peternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Sukmautati Abdullah

Kepuasan Anggota atas Pelayanan Koperasi Petani Pac{i di Provingi Lampung Dyah Aring, Mn.qUhuri, Jangkutrg I{. Muluo

Motivasi Petani'dalam Mempertahankan Sistem Tradisional pada Usahatani Pacli Sawah

di Desa Parbaju Julu Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara

ReJlis, M. Nurung, luliann Dewi Pratirui

Sistem Ekonomi Perkehunan: Persistensi Ketergantungan Negara Dunia Ketiga Heru Pu,rutandari

Tekanan Struktural, Peiuang Politik, dan Sukses Gerakan Petani Di Lampung Hartoya

Perubahan Struktur Agraria di Hulu DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten Hidayat

Identifikasi Kelembagaan Lokal dalam rangka Implementasi Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) di Komunitas Desa Sekunyit Kabupaten Kaur

Redy Badrudin, Septri Widiono

Pola Kemitraan Pemasaran Lobsier di Kota Bengkulu M. Mustopa Rotnr{hon, Ketut Sukiapna

Peranan Perempuan dalarn Perek*nomian Keluarga dengan Mernanfaatkansumberdaya

Pertanian

Yudlry Harini B*thntw, DwiWahyuni Gnnesanti, Apri Andeni

ISSN; 14'12-8837

Hal

1-9

10-18

19-27

28-38

39-50

51.-62

63-79

80-93

97-115

r13-1 ?5

126-137

(19)

IWW

Kajian fi{asalah Agribisnis dan Sosial fikonomi Pertanian

Dewan Redaksi

Ketua: Dr.

Ir.

Ketut Sukiyono, MEc

(Fakultas Pertanian

UNIB)

Anggota:

Dr.

Putri

Sucl

Asriani,

SP,

MP.

(Fakultas Pertanian

UNIB)

Dr. Ir.

Satria P.

Utama,

MSc. (Fakultas Pertanian

UNIB)

Ir.

Musriyadi Nabiu,

MP.

(Fakultas Pertanian

UNIB)

ir.

Agus Purwoko,

MSc. (Fakultas Pertanian

UNIB)

Redaktur

Pelaksana

Ketua:Septri

Widiono,

SP,

MSi

Anggota:

M. Zulkamain

Yuliarso,

SP,

MSi

ir.

Nl,anYLl

Neti Arianti,

MSi

Apri

Andani,

SP,

MSi

Administrasi

dan

Distribusi

Ilmayati

Imlon

Alamat

Redaksi

Jurusan Sosial

Ekonomi

Pertanian

Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu

il.

Raya KanCar-rg

Litnun

-

Bengkulu

Telp

: 0736-21170,

Z199fpesalr'at

220

Fax

:0736-21290

Email

:agrisep@gmail.com

Jurrral

Agriscp

dlt".bitkun

oleh

iurusan

Sosial Ekorromi Pertanriatr Fakultas Pertanizur

,

Universiias

nengtcuiu.

Jun-ral,Agtisepala'aaitis*uifragesf

n""311ti dan

a\a

miii

,:

yang

,bermaksu-d

'rnernpublitaiit<an

hiiil'peni:1itil1,'biiah

pgmikiran

ilryiah),,aal

' gagasan

ilmiah:orisrruliairu-,yh

altikel

y,ing aipnUtl.usit

q

dalam

Jynal fSriseq

,

inu*pukun

karya asli

pcnulis

dengan

spektrum

topik

1'ang luas

meliputi

ekonomi

,pertiirian,

agribisnis, sosiologi

pe-clesra^,

kajian

oqtutia,.,

P,enl

gunan

wilay.ah,

.
(20)

IUHNAL

AGRISEP

Ikjian

llasalah Agribisnis dan Sosial [konomi Pertanian

jurusan

Sosial

Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian

(21)

IURNAL

AORI$EP

l(ajian llasalah Agribisnis dar Sosial [konomi Pertanian

jurusan

Sosial

Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian

(22)

Edisi:

Vol.

10

No

1,

Maret

20L1

ISSN: 1.412-8837

Hariadi Subagja Slamet

Hartono, Krisnha A.S., Jamhari

Hal. 1-9 Nyayu Neti Arianti

Hal. 10-18

Maya Riantini

Hal.1,9-27 Sukn.rawati Abdullah Hal.28-38 Dyah Aring, Masyhuri, Jangkulg H. Mulyo Hal.39-50

Reflis, M. Nurung, juliana

Dewi Pratiwi

Hal.51-62 Heru Purwandari

F{al.63-79

Hartoyo

"

FIa1.80-93

Hiclayat Hal. 97-115 Redy Badrudio Septri Widiono

Hal. 113-125

M. Mustopa Romdhon,

Kehrt Sukiyono. Ha|. L26-137

Yudhy Harili Bertharn,

Dwi Wahyuni Ganefianti,

Apri Andani Hal. 138-153

JURNAL AGRISEP

Daftar

Isi

Analisis Integrasi Pasar Harga Ayam Broiler di Provinsi Jawa Timur

Pendugaan Faktor Penentu Produksi Padi Sawah Sistem Tanam Legowo di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

Potensi Moclal Petani dalam Melakukan Peremajaan Karet

di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan

Tingkat Adopsi dan Difusi Inovasi Peternak Ayam Broiler di Kota Kendari

Kepuasan Anggota atas Peiayanan Koperasi Petani Padi di Provinsi LamPung

Motivasi Petani dalam Mempertahankan Sistem Tradisional

Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Parbaju Julu Kabupaten

Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara.

Sistem Ekonomi Perkebunan: Persistensi Ketergantungan Negara Durria Ketiga

Tekanan Struktural, Peluang Politik, Dan Sukses Gerakan Petani di Lampung

Perubahan Struktur Agraria di Hulu DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten

Ideniifikasi Kelembagaan Lokal dalam rangka Implementasi

Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) di

Komunitas Desa Sekunyit Kabupaten Kaur

Pola Kenitraan Pemasaran Lobster di Kota Bengkulu

(23)

Redaksi

Jurnal

Agrisep

mengucapkan

terima

kasih dan

penghargaan kepada

Mitra

Bestari

yang telah

menelaah

artikel-artikel

pada

Jurnal

Agrisep

Vot.

10

No.

1,

Maret

2011.

Dr. Ir.

Suandi,

MS.

Jurusan Sosial

Ekonomi

Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas

Jambi

Dr. Ir. Arya Hadi

Dharmawan,

MASr.

Departemen

Sains

Komunikasi

dan

Pengembangan

Masyarakat

Fakultas

Ekologi

Manusia

Institut

Pertanian Bogor

Prof.

Dr.Ir.

Dwidjono Hadi

Darwanto, MS.

Magister Manajemen

Agribisnis

Universitas

Gajah

Mada

,,,

,

,

Prof.

Dr..Ir; Andi Mulyana.

MSc.',

,

Jurusan Sosial

Ekonomi

Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas

Sriwijaya

::

Dr,Ir.

Ekawati

Sri

Wahyuni,

MS.

Depa

rtemen

Sains

Komunika si

da n Pen

gembangan

}vlasya ia ka t

Fakultas

Ekologi

Vlanusia

Institut

Pertanian Bogor

:- t- ::::

(24)

PENGANTAR

REDAKSI

Jurnal

AGRISEP merupakan

wadah media publikasi karya

ilmiah bagi

para

peneliti bidang keilmuan

Sosial Ekonomi Pertanian

yang

antara

lain

meliputi

minat

Agribisnis, Ekonomi

Pertanian,

Pembangunan

Wilayah

Pedesaan,

sosiologi Pedesaan, Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, serta Kelembagaan Pedesaan. sebagai sumber

informasi

bagi pembaca dan masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial Ekonomi Pertanian, Jurnal Agrisep

menyajikan

karya ilmiah yang berupa hasil penelitian maupun artikel

ilmiah

yang

ditulis

oleh para peneliti dan akademisi yang " concern" pada bidangnya.

Pada Edisi

Maret

2077lni, Jurnal AGRISEP memuat 12 artikel yang

ditulis

oleh

para pakar

dibidangnya,

peneliti,

dan

akademisi

dari

berbagai universitas terkemuka di Indonesia. Penulis yang terlibat berasal dari Universitas Bengkulu,

universitas

Gadjah

Mada,

Institut

Pertanian Bogor,

universitas

Lampung, Politeknik Negeri Jember, Universitas Negeri Medan, dan Universitas Haluoleo.

Adapun artikel yang dimuat terdiri dari

beberapa

minat

keilmuan

yaitu

Agribisnis

3

artikel,

Ekonomi

Pertanian

2

artikel,

Pembangunan Wilayah Pedesaan

3

artikel,

Penyuluhan

dan

Komunikasi

Pertanian

2

artikel,

serta kelembagaan Pedesaan 2 artikel.

Dengan terbitnya Jurnal AGRISEP edisi

ini

redaksi berharap kepada pembaca

dan

masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial

Ekonomi

Pertanian dapat

memberikan

saran

dan

kritik

membangun

guna

meningkatkan

kualitas penerbitan pada masa

yang

akan datang. Redaksi mengucapkan terima kasih

kepada semua

pihak

yang

telah

turut

membantu memudahkan

dan n.emperlancar terbitnya Jurnal AGRISEP edisi ini.

Bengkulu, Maret 2011

(25)

Jurnal

AGRISEP merupakan

wadah media publikasi karya

ilmiah

bagi

para

peneliti bidang keilmuan

Sosial Ekonomi Pertanian

yang

antara

lain

meliputi

minat

Agribisnis, Ekonomi

Pertanian,

Pembangunan

Wilayah

Pedesaan,

Sosiologi Pedesaan, Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, serta Kelembagaan Pedesaan. Sebagai sumber

informasi

bagi pembaca dan masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial Ekonomi Pertanian,

]umal

Agrisep

menyajikan

karya ilmiah yang berupa hasil penelitian maupun artikel

ilmiah

yang

ditulis

oleh para peneliti dan akademisi yang " concern" pada bidangnya.

Pada Edisi

Maret

2017lrri, Jurnal AGRISEP memuat 12 artikel yang

ditulis

oleh

para pakar

dibidangnya,

peneliti,

dan

akademisi

dari

berbagai universitas terkemuka di Indonesia. Penulis yang terlibat berasal dari Universitas Bengkulu,

Universitas Gadjah

Mada,

Institui

Pertanian Bogor,

universitas

Lampung, Politeknik Negeri Jember, Universitas Negeri Medan, dan Universitas Haluoleo.

Adapun artikel yang dimuat terdiri dari

beberapa

minat

keilmuan

yaitu

Agribisnis

3

artikel,

Ekonomi

Pertanian

2

artikel,

Pembangunan Wilayah Pedesaan

3

artikel,

Penyuluhan

dan

Komunikasi

Pertanian

2

artikel,

serta kelembagaan Pedesaan 2 artikel.

Dengan terbitnya Jurnal AGRISEP edisi

ini

redaksi berharap kepada pembaca

dan

masyarakat pemerhati masalah-masalah Sosial

Ekonomi

Pertanian dapat

memberikan

saran

dan

kritik

membangun

guna

meningkatkan

kualitas penerbitan pada masa

yang

akan datang. Redaksi mengucapkan terima kasih

kepada semua

pihak

yang

telah

turut

mernbantu memudahkan

dan memperlancar terbitnya Jumal AGRISEP edisi ini.

Bengkulu, Maret 2011

Gambar

Gambar L. Kerangka Analisis
Gambar 2. Perkembangan strukfur masyarakat dan aliansi yang menyebabkanketergantungan
Gambar 3. Mekanisme dipertahankannya ketergantungan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 17 wujud pemakaian kesantunan imperatif dan 16 faktor-faktor penanda kesantunan imperatif dan semuanya berjumlah 33 jenis kesantunan

Perdagangan luar negeri adalah perdagangan yang terjadi di luar negeri, kegiatan perdagangan luar negeri ini tergantung pada keadaan pasar hasil produksi maupun

Dengan kondisi pembelajaran di atas, peneliti menemukan beberapa masalah di kelas, yaitu (1) ketika guru menjelaskan materi, terdapat banyak siswa yang mengobrol, (2)

Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.Media elektronik

Dalam hal porsinya Martabak Manis Bangka memiliki ukuran yang lebih besar hingga cukup di makan oleh anggota keluarga, Martabak Manis Bangka memiliki tekstur

Dari hasil survey pada responden pengguna jaringan jalan tol JIUT untuk skenario dengan kenaikan tarif 10% pada saat jam sibuk memberikan dampak berkurangnya minat penggunaan

Diva Pustaka, 2004), 12.. roda pesantren, sesuai dengan pembagian tugas menurut bidang masing-masing. Dalam struktur organisasi pesantren yang berstatus yayasan terdapat

Kurva serapan larutan standar akrilamid a 10 p p m d ibuat meng- gunakan spektrofotometer UV-VIS antara panjang gelombang 190 nm sampai 300 nm dengan blangko asam fosfat 10%3.