• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Aroma Minyak Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.)"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

AROMA CHARACTERIZATION OF ACEH PATCHOULI OIL

(Pogostemon cablin Benth.)

Adi Indra Permana1, Slamet Budijanto1, Anton Apriyantono1, Meika Syahbana Rusli2 1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

2

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone: +62856 8917 867, e-mail: adi.indrapermana@gmail.com

ABSTRACT

Patchouli is a fragrant shrub that is rooted fibers, smooth leaves are like velvet when touched by hand, and somewhat rounded oval like the heart, and the color is rather pale. Another characteristics of patchouli when it touched out, the leaves will be wet and give aroma of patchouli. Patchouli oil is essential oil obtained from patchouli leaves (Pogostemon cablin Benth.) by distillation. As an export commodity, patchouli oil has good prospects as needed continuously in the perfume industry, cosmetics, soap, and others. Patchouli oil has high fixative capability which can bind and prevent the evaporation of fragrance perfuming substance so the aroma not quickly disappear or more durable. Sensory test results using Focus Group Discussion (FGD) method generate 10 aroma descriptions of patchouli oil: cherry, camphor, dry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, and woody. Analysis using GC-MS to the three patchouli oils generate 108 volatile components with 23 components that have a relative area percentage more than 0.5%. These three varieties of patchouli oil have patchouli alcohol levels more than 30%. Patchouli oil composed of high boiling components with 5 components that have the highest area percentage which are patchouli alcohol (31,5%), α-bulnesene (12,3%), α-guaiene (11,7%), α-patchoulene (5%), and α -selinene (3,9%). Patchouli oil fractionation (Sidikalang varieties) using column chromatography produced 40 volatile components in the chromatogram which is more assertive than patchouli oil chromatogram before fractionation. Thus, patchouli oil fractionation using column chromatography can make the volatile components identification easier to justify.

(2)

 

I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Flavor merupakan salah satu atribut mutu yang berperan penting dalam penerimaan atau penolakan konsumen terhadap suatu produk pangan. Flavor pada industri pangan biasanya digunakan atau ditambahkan pada produk pangan untuk meningkatkan penerimaan konsumen sehingga mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Oleh karenanya, permintaan terhadap flavor semakin meningkat dewasa ini seiring dengan berkembangnya industri pangan.

Flavor dari suatu bahan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa komponen yang menjadi karakteristik flavor bahan pangan tersebut, sedangkan komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor. Dengan demikian identifikasi komponen volatil perlu dilakukan untuk mengetahui pentingnya peranan suatu atau beberapa komponen terhadap flavor yang ditimbulkan oleh suatu bahan. Tidak hanya top notes (aroma yang timbul dominan ketika tercium oleh hidung) yang penting, tetapi base notes (aroma dasar pembentuk

body) juga sangat diperhitungkan. Salah satu bahan yang sangat penting dan biasa dijadikan base notes pada produk-produk flavor dan fragrans adalah minyak nilam (patchouli oil).

Minyak nilam merupakan bahan yang digunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik, dan insektisida. Minyak nilam banyak digunakan dalam industri parfum atau aromaterapi karena memiliki sifat fiksatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang hingga kini belum ada produk substitusinya. Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil minyak atsiri yang berlimpah. Produk minyak atsiri baru sebatas pada tahap menghasilkan minyak kasar (crude oil). Jika minyak kasar tersebut diolah lebih lanjut menjadi berbagai komponen minyak atsiri murni, maka akan dihasilkan produk-produk minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Parfum yang dicampuri minyak yang komponen utamanya patchouli alcohol (C15H26) ini, aroma harumnya akan bertahan lebih lama. Minyak nilam di Indonesia secara

tradisional diproduksi melalui proses distilasi ranting dan daun nilam aceh (Pogostemon cablin

(3)

Penggunaan minyak atsiri dalam produk pangan mungkin saja dilakukan. Contoh konkretnya adalah permen kayu putih (Rachmatillah 2011) dan dessert dengan aroma parfum (Oktaviani 2011). Oleh karena itu, karakterisasi komponen volatil minyak nilam sangat diperlukan, agar dapat diketahui komponen-komponen pembentuk aroma apa saja yang muncul pada minyak tersebut. Minyak nilam yang beredar di pasaran berasal dari hasil sulingan daun dan ranting nilam. Daun dan ranting tersebut berasal dari berbagai varietas yang berbeda-beda, yang biasanya merupakan campuran daun dan ranting nilam varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Masing-masing varietas tersebut mungkin memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan penelitian untuk mengkarakterisasikan komponen volatil minyak nilam berdasarkan tiga varietas tersebut untuk menentukan kekhasan minyak nilam.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengkarakterisasi deskripsi aroma minyak nilam (patchouli oil), tiga varietas unggul nilam aceh (Pogestemon cablin Benth.) yaitu varietas Lhoksumawe, Tapaktuan, dan Sidikalang yang ada di kawasan Kuningan.

2. Identifikasi dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam berdasarkan tiga varietas. 3. Mengkorelasikan deskripsi aroma minyak nilam dengan komponen volatil minyak nilam

hasil GC-MS.

(4)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

TANAMAN NILAM

Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus bagai beledru apabila diraba dengan tangan, dan agak membulat lonjong seperti jantung, serta warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batangnya berkayu dengan diameter 10mm-20mm, relatif hampir berbentuk segiempat, serta sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabang yang banya dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3,5 cabang per tingkat. Tanaman ini memiliki umur tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen perdana dapat dilakukan pada bulan keenam atau ketujuh dan seterusnya pada setiap dua atau tiga bulan tergantung pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari hasil tanaman melalui persemaian atau pembibitan berupa setek. Hasil produksi tanaman ini berupa daun basah yang dipanen dalam bentuk petikan kemudian dikeringkan dan diolah lebih lanjutmelalui proses penyulingan daun nilam kering agar diperoleh suatu prduk yang dinamakan minyak nilam.

Selain daun, bagian tanaman lain yang daoat dipetik untuk disuling yaitu ranting, batang dan akar. Namun kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan daun. Dalam praktek penyulingan yang dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat atau pihak penyuling biasanya daun dicampur dengan ranting, batang dana akar menjadi satu kesatuan dalam proses penyulingan dengan tujuan agar diperoleh suatu jumlah Patchouli oil

yang lebih tinggi.

Nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herbal lainnya. Tanaman ini memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan curah hujan yang merata dalam jumlah cukup. Saat berumur lebih dari enam bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai 2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm.

Ciri khas lainnya yaitu bila daun nilam digosok akan basah dan mengeluarkan aroma atau wangi khas nilam. Selain itu, minyak dari daun nilam memiliki sifat khas yaitu semakin bertambah umurnya semakin harum wangi minyaknya. Oleh sebab itulah, minyak nilam yang berumur lebih lama lebih disukai oleh produsen minyak wangi. (Mangun 2005)

(5)

B.

JENIS-JENIS TANAMAN NILAM

Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam adalah sebagai berikut :

1. Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth)

Nilam aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak keringnya tinggi, yaitu 2,5% - 5 % dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir diseluruh wilayah Aceh. (Mangun 2005)

2. Nilam Jawa (Pogostemon Heymeatus Benth)

Nilam jawa disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di wilayah Pulau Jawa. Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5% - 1,5%. Jenis daun dan rantingnyatidak memiliki bulu-bulu halus dan ujungnya agak meruncing. (Mangun 2005)

3. Nilam Sabun (Pogostemon hortensis Backer)

Zaman dahulu, tanaman ini sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memilikikandungan mnyak sekitar 0,5% - 1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak baik sehingga minyak jenis nilam initidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik. (Mangun 2005)

C.

VARIETAS NILAM ACEH

Seleksi terhadap 28 nomor nilam hasil eksplorasi ke berbagai daerah mendapatkan tiga varietas yang mempunyai produktivitas dan mutu minyak tinggi, yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang. Dari hasil pengujian di beberapa lokasi, Tapaktuan menghasilkan minyak paling tinggi (375,76 kg/ha), jauh di atas produksi nasional (97,5 kg/ha). Kadar minyak tertinggi dijumpai pada Lhokseumawe (3,21%), dan untuk patchouli alkohol pada Sidikalang (34,97%).

(6)

  minyak Lhokse ternany varieta produk kadar memili

D.

MINY

Benth. Aceh menye minyak parfum daya fi

(Nuryani

Produksi m k = produks eumawe (3,2 ya lebih ting as dan klon lo ksi tertinggi d

minyak dan iki kadar PA >

YAK NILA

Minyak nil ) dengan cara Darussalam, bar ke propin k nilam memp m, kosmetik, sa fiksasinya yan

Ta

2006)

minyak sangat si terna ker 1%) lebih ren gi, maka pro okal tersebut ihasilkan di S produksi tern >30%, yang m

Gamba

AM

lam adalah mi a penyulingan

Sumatera Ut nsi Bengkulu, punyai prospe abun, dan lain ng tinggi terha

abel 1. Perban

t bergantung p ring x kadar

ndah dibandi oduksi minyak

lebih tinggi Sumatera Bara na adalah ka merupakan kan

ar 2. Varietas

inyak atsiri ya n. Sentra prod tara, dan Sum

Sumatera Sel ek yang baik k n-lain. Penggu

adap bahan p

ndingan Variet

pada produks r minyak). ing Tapaktuan

knya juga leb dari rata-rata at (161,51 kg/ adar patchouli ndungan minim

nilam aceh (N

ang diperoleh duksi nilam d matera Barat. latan, dan Jaw karena dibutu unaan minyak ewangi lain,

tas Nilam

si terna dan k Walaupun k n (3,63%), n bih tinggi. Pr a nasional (97 /ha).Sifat-sifat i alkohol (PA mal untuk eks

Nuryani 2006)

dari daun nila di Indonesia y . Saat ini, pe wa Barat. Seb uhkan secara k

nilam dalam sehingga dap kadar minyak kadar minyak namun karena roduksi miny 7,53 kg/ ha). t penting lainn A). Ketiga va spor. (Nuryan

)

am (Pogostem

yaitu propinsi ertanaman ni bagai komodit kontinyu dalam

industri terseb at mengikat b

(7)

dan mencegah penguapan zat pewangi sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama. Minyak nilam terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat dan belum dapat digantikan oleh zat sintetik. (Hidayat 2010)

Gambar 3. Minyak Nilam (Hidayat 2010)

E.

KOMPONEN VOLATIL MINYAK NILAM

Pada proses identifikasi pada minyak nilam, diketahui bahwa komponen volatil minyak nilam menurut Lawrence et al dalam PROSEA (1999) ialah patchouli alcohol, bulnesene, seychellene, patchoulene, caryophyllene, cadinene, pogostol, caryophyllene oxide, norpatchoulenol, elemene, gurjunene, pinene, 1,10-epoxy-alpha-bulenesene, cycloseychellene,

dan 1,5-epoxy-alpha guaiene. Bunrathep et.al. (2006) mengidentifikasi minyak nilam dari tanaman nilam yang dikembangkan di Chulalongkorn terdiri dari komponen δ-elemene, -patchoulene, -elemene, cis thujopsene, trans-caryophyllene, α-guaiene, -patchoulene, α -humulen, α-patchoulene, seychellene, valencene, germacrene D, -selinene, α-selinene, viridiflorence, germacrena A, α-bulenesene, 7-epi-α-selinene, longipinanol, globulol, patchouli alcohol, dan 1-octen-3 ol.

F.

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)

Analisis QDA merupakan analisis deskripsi yang muncul pada tahun 1970-an. Analisis ini digunakan untuk mengukur atribut sensori oleh masing-masing panelis lalu menghasilkan rata-rata atribut sensori. (Pigott et al. 1998). Analisis ini meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan pengujian. Seleksi panelis merupakan aspek yang kritis dalam analisis deskriptif (Meilgaard et al. 1999). Calon panelis yang baik harus dapat mendeskripsikan atribut flavor yang dihasilkan dan dapat membedakan antara aroma dan rasa. Kesehatan yang baik, motivasi yang tinggi, dan biasa menggunakan produk yang diujikan adalah karakteristik calon panelis yang baik. Panelis yang lolos seleksi selanjutnya dilakukan pelatihan untuk menghasilkan sekelompok panelis yang kemudian fungsinya dapat dianalogikan dengan instrumen dalam mengevaluasi flavor suatu produk (Drake & Civille 2003).

(8)

 

secara kuantitatif (Meilgaard et al. 1999). Metode uji yang digunakan untuk uji deteksi secara kualitatif adalah identifikasi aroma dasar, sedangkan uji deteksi secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji segitiga atau uji duo trio untuk mendeteksi perbedaan yang kecil serta mendeskripsikan kunci perbedaan dari atribut sensori yang ada. Uji rating/ranking digunakan untuk menentukan kemampuan panelis dalam membedakan penilaian intensitas atribut sensori yang diberikan (Meilgaard et al. 1999). Personal interview dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis.

Selama melakukan pelatihan, panelis akan dibantu oleh seorang panel leader. panel leader adalah seorang sensori profesional yang memiliki kemampuan lebih baik dari anggota panel. Panelis yang ideal untuk panelis telatih adalah sebanyak 8-12 orang. Panelis akan memberikan istilah-istilah tertentu untuk mendeskripsikan produk. Panel leader berperan sebagai fasilitator agar diskusi berjalan dengann baik. Para panelis menentukan urutan munculnya atribut. Selain itu, panelis berlatih merating produk supaya terbiasa dengan proses analisis deskipsi dan memperoleh kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka (Drake & Civille 2003). Data diperoleh dari scoresheet dengan menggunakan skala garis yang diberi batas pada setiap akhir garis. Panelis memberi tanda garis pada skala garis. Selanjutnya tanda diubah menjadi nilai numerik dengan mengukur respons pada skala garis dengan menggunakan penggaris, digitizer, atau dengan sistem komputer (Drake & Civille 2003).

Analisis sensori deskriptif memberikan informasi bagi para ahli sensori untuk memperoleh deskripsi produk secara lengkap, dan/atau menentukan atribut sensori mana yang penting dalam penerimaan konsumen (Stone & Sidel 2004). Analisis deskriptif berguna untuk mengevaluasi perubahan sensori dari waktu ke waktu dengan memperhatikan keadaan sebelum dan sesudah panen serta umur simpan beras (Meilgaard et al. 1999). Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai analsis deskriptif minyak nilam. Oleh karena itu, analisis deskriptif minyak nilam sangat diperlukan.

G.

GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY (GC-MS)

Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) digunakan untuk mengidentifikasi komponen flavor dalam minyak nilam. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa melalui analisis unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara

kualitatif atau kuantitatif. Setelah diketahui rumus empirisnya, yakni (CxHyOz)n, kemudian baru ditentukan BM-nya. Komputer pada alat GC-MS dapat langsung diketahui rumus molekulnya.

(9)

Gambar 4. GC-MS

Secara umum, GC-MS memiliki tiga konfigurasi utama, yitu GC, konektor, dan MS. Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atu gas langsung diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel berbentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk ke dalam kolom. Komponen-komponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkann partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrofotometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya. (Karliawan 2009)

Gambar 5. Skema Konfigurasi GC-MS

GC-MS semakin meluas penggunaannya sejak tahun 1960 dan banyak diaplikasikan dalam kimia organik. Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaann yang sangat besar pada metode ini. Hal tersebut dikarenakan GC-MS dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkannya. Selain itu, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya. Instrumen GC-MS merupakan gabungan dari alat GC dan MS, yang berarti sampel yang akan dianalisis diidentifikasi dahulu dengan alat GC kemudian diidentifikasi kembali dengan alat MS. GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang

Masukan GC

Penghubung ke vakum

Sumber Ion

Penganalisis Massa

Detektor

Kontrol Instrumen

dan Proses

(10)

 

simultan untuk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran. (Harvey 2000)

Gambar 6. Bagan Alat Kromatografi Gas (Rohman, 2009)

H.

KROMATOGRAFI KOLOM

Kromatografi kolom merupakan kromatografi yang fase diamnya dipak ke dalam sebuah kolom (Sewel & Clarke 1987). Di dalam kromatografi kolom, fase diam dapat dipak baik dengan cara kering maupun cara basah (Heath 1981). Pada sistem kromatografi kolom dikenal banyak sekkali senyawa yang telah digunakan sebagai fase diam dan dikategorikan sebagai senyawa polar dan nonpolar (Nur & Sjachri 1978). Menurut Mantell (1951), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain:

1. Sifat-sifat adsorben, yang meliputi luas permukaan, ukuran pori-pori, dan komposisi kimia. 2. Sifat-sifat adsorbat, yang meliputi ukuran molekul, polaritas molekul, dan komposisi kimia. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair.

4. Sifat fase cair (pH dan suhu).

5. Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat.

(11)

Tabel 2. Adsorben pada kromatografi

Adsorben Digunakan untuk pemisahan

Alumina Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik

Silika gel Sterol, asam amino

Karbon Peptida, karbohidrat, asam amino

Magnesia Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik Magnesium Karbonat Perpirin

Magnesium Silikat Sterol, ester, gliserida, alkaloid

Kalsium Hidroksida Karotenoid

Kalsium Karbonat Karotenoid, xantofil

Kalsium Fosfat Enzim, protein, polinukleotida

Aluminium Silikat Sterol

Agar Enzim

Gula Klorofil, xantofil

(Braithwaite & Smith 1996)

Silika gel (SiO2) merupakan adsorben polar yang paling umum digunakan dan dianggap

sebagai penyerap yang paling serbaguna. Silika gel akan mengadsorpsi komponen yang polar lebih kuat daripada komponen yang kurang polar. Alkohol akan diadsorpsi lebih kuat daripada eter, sedang eter diadsorpsi lebih kuat daripada hidrokarbon (Nur & Sjachri 1978). Adsorben silika gel akan menahan komponen polar dan molekul polarisable (seperti aromatik) karena adanya interaksi dipole/induced dipole (Sewel & Clarke 1987).

Adsorben arang aktif merupakan suatu bentuk tak beraturan dari kristal-kristal grafit yang tersusun dari pelat-pelat datar dimana atom karbon terikat secara kovalen di dalam suatu sisi hexagon. Adanya sifat porous menyebabkan arang mempunyai kemampuan mengadsorpsi. Arang aktif merupakan adsorben yang sangat polar yang sering digunakan (Sewel & Clarke 1987). Dengan menggunakan adsorben, komponen yang polar akan tertahan lebih lama dibandingkan komponen nonpolar.

Adsorben C18 (octadecyl silane) merupakan jenis fase diam yang dibuat dari

mereaksikan gugus silanol dengan klorosilan yang bersifat nonpolar. Adsorben ini bersifat nonpolar dibandingkan fase geraknya seperti etanol. Kromatografi yang menggunakan adsorben ini disebut dengan kromatografi kolom fase terbalik. (Sewel & Clarke 1987).

(12)

11 

 

(13)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan batang nilam varietas sidikalang, lhoksumawe, dan tapaktuan yang diambil di Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat. Ketiga varietas ini ditanam dengan teknik budidaya yang sama, ketinggian yang sama, serta waktu pemanenan yang sama (3-4 bulan). Penentuan varietas tanaman nilam mengacu pada karakteristik varietas nilam oleh Nuryani (2006) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Tiga Varietas Unggul Tanaman Nilam

Varietas Tapaktuan Lhokseumawe Sidikalang

Panjang cabang primer (Cm)

46-66 38-63 43-62

Panjang cabang sekunder (Cm)

20-45 20-35 26-34

Pertulangan daun Delta, Bulat Telur Delta, Bulat Telur Delta, Bulat Telur

Bentuk daun Menyirip Menyirip Menyirip

Warna daun Hijau Hijau Hijau keunguan

Panjang daun 6,46-7,52 6,23-6,75 6,30-6,45

Lebar daun 5,22-6,39 5,16-6,36 4,88-6,26

Panjang tangkai 2,67-4,13 2,66-4,28 2,71-3,34

Pangkal daun Rata, membulat Datar, membulat Rata, Membulat

Kadar Minyak (%) 2,83 3,21 2,89

Kadar patchouli alcohol

(%)

33,31 32,63 32,95

Sumber: Nuryani (2006), Pustikasari (2011)

Yang menjadi patokan dalam penentuan tiga varietas unggul nilam yang dilakukan pada penelitian ini adalah warna batang dan daun nilam. Varietas Tapaktuan dan Lhoksumawe memiliki warna batang dan daun yang sama, yaitu berwarna hijau, sedangkan Sidikalang berwarna hijau keunguan. Selain itu dilihat juga pangkal daun, dimana Varietas Tapaktuan dan Sidikalang memiliki bentuk rata dan membulat, sedangkan Lhoksumawe memiliki bentuk datar dan membulat.

Setelah penentuan sampel, dilakukan preaparasi sampel untuk ketiga varietas tanaman nilam yang meliputi pemanenan, pengeringan, perajangan. Pemanenan dilakukan pada tanaman nilam yang berumur 2-3 bulan. Setelah dipanen, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari langsung selama 3 hari dan dilanjutkan dengan pengeringanginan selama 4 hari di dalam ruangan bersuhu 27-30oC. Daun dan ranting (terna) nilam yang sudah kering kemudian dirajang hingga ukuran 3-5 cm. Setelah preparasi sampel selesai, terna nilam siap untuk disuling.

Bahan lain yang digunakan untuk seleksi dan pelatihan panelis adalah standar aroma yang diperoleh dari PT Ogawa Indonesia dan Sensient. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi komponen volatil yaitu toluene dan natrium sulfat anhidrat (grade pro analysis buatan Merck), kertas saring Whatman, propilen glikol, n-alkana standar, heksana pro analysis, etil asetat pro analysis, silica gel 60 H 7736, aquades, dan kapas. Bahan kimia diperoleh dari

(14)

13 

 

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah botol gelas amber kecil, mikropipet, alat-alat gelas, pisau, neraca analitik, seprangkat alat suling, pemanas,oven, freezer, tusuk sate, jarum, pipet tetes, termometel bola basah dan bola kering, statif, vial, alat GC Merk Agilent 7890 A detektor FID, dan alat GC Merk Agilent 7890 A detektor MS Merk Agilent 5975 C.

B.

METODE PENELITIAN

1. Penyulingan Minyak Nilam

Penelitian Tahap I yang dilakukan penyulingan terna nilam menjadi minyak dengan metode destilasi uap. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor. Proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Alir Penyulingan Minyak Nilam (Modifikasi Metode Emmyzar & Yulius 2004)

Alat yang digunakan untuk penyulingan terna nilam terdiri dari ketel suling, kondensor, clavenger appartus, dan mercher burner. Gambar alat penyulingan dapat dilihat pada Gambar 9.

Penyulingan uap (120-140oC, 1-2 atm, 8 jam)

Analisis kadar air Terna Nilam

Minyak Nilam

Perhitungan rendemen Penambahan Natrium

anhidrat dan Penyaringan minyak menggunakan

kertas whatman Persiapan alat-alat

(15)

Gambar 9. Alat Penyulingan Minyak Nilam

2. Analisis Sensori QDA (Meilgaard et.al. 1999, Setyaningsih, et.al. 2010 )

(16)

15 

 

a. Seleksi Panelis

Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi sejumlah orang sehingga didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis terlatih. Tahap-tahap pemilihan panelis meliputi pertanyaan prescreening, uji ketepatan (uji duo-trio atau uji segitiga) dan uji rangking (Meilgaard et al. 1999). Adapun pada tahap-tahap pemilihan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pendaftaran calon panelis, identifikasi bau dasar dan uji ketepatan (uji segitiga). Formulir pendaftaran panelis dapat dilihat pada Lampiran 1

Uji pertama adalah identifikasi aroma dasar seperti yang tertera pada Tabel 4.

Scoresheet identifikasi aroma dasar dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji ketepatan yang dilakukan menggunakan uji segitiga dimana bahan aroma standar dibagi dalam tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri dari tiga aroma yang disajikan antara dua aroma yang sama dan satu aroma yang berbeda. Calon panelis diinstruksikan untuk menulis kode sampel yang berbeda. Scoresheet uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji rangking dilakukan dengan mengurutkan intensitas aroma dari tiga konsentrasi aroma yang berbeda dari satu standar aroma yang sama. Scoresheet uji ranking dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4. Aroma dasar

Bahan Karakteristik bau

Patchouli Oil Woody

Benzaldehyde Bitter Almond, nutty, bitter Cinnamic Aldehyde Cinnamon

Winter green Balsamic, herbal, green earthy Sandalwood Oil Sandalwood, woody, insects (Burdock 2010)

b. Pelatihan Panelis

Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut aroma yang akan sangat membantu pengujian selanjutnya. Setelah diperoleh panelis terlatih, diadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan seorang

panel leader yang memimpin diskusi tersebut. Aroma standar yang menjadi aroma penyusun aroma minyak nilam yang diteliti diperkenalkan pada sesi FGD ini. Selanjutnya, dilakukan penyamaan persepsi antarpanelis dengan pengenalan terminologi istilah aroma yang telah diperoleh sebelumnya. Panelis dilatih untuk dapat menilai intensitas suatu sampel pada skala garis. Scoresheet untuk latihan menskala terdapat pada Lampiran 6. Setelah panelis mengetahui jenis-jenis aroma yang terdapat dalam minyak nilam, panelis diminta untuk mendeskripsikan aroma tersebut menggunakan skala garis sehingga dapat diketahui seberapa dalam persepsi sensori aroma yang diterima oleh panelis. Selanjutnya, panelis akan dilatih untuk menilai intensitas tiap aroma dengan melakukan uji rating pada skala garis untuk tiap aroma dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda. Jenis aroma dan konsentrasi yang diperkenalkan untuk melatih kemampuan menilai panelis pada skala garis dapat dilihat pada Lampiran 7.

(17)

bertujuan untuk melatih kepekaan sensori para panelis terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel 2004).

Panelis dilatih menggunakan uji rating skala garis pada atribut aroma. Pelatihan panelis dilakukan menggunakan larutan standar. Konsentrasi larutan standar untuk atribut aroma ditentukan secara subyektif oleh para panelis. Penentuan standar dan pelatihan dilakukan menggunakan skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm dengan garis vertikal sebagai pengarah di awal dan di ujung garis. Pada tanda awal dan akhir diberi label berupa ekspresi kata-kata yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Satu garis digunakan untuk satu atribut dan panelis memberi tanda berupa garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Pengenceran tiap jenis aroma tunggal dilakukan dengan propylene glycol. Uji rating tersebut dilakukan berulang kali hingga panelis dapat membuat urutan yang tepat untuk setiap sampel. Uji rating pada skala garis tersebut akan menghasilkan nilai-nilai intensitas aroma menurut subjektivitas panelis yang terukur melalui garis yang ditandai.

Nilai konsentrasi dan intensitas masing-masing atribut akan diperoleh pada saat melakukan pelatihan QDA, selanjutnya akan dibuat hubungan logaritmik dan diplot menjadi persamaan Stephen (Meilgaard et al. 1999). Persamaannya adalah sebagai berikut:

R = k Cn

dimana R merupakan perkiraan intensitas, C merupakan konsentrasi, k merupakan konstanta yang tergantung pada unit yang dipilih untuk mengukur R dan C, dan n merupakan eksponensial yang digunakan untuk mengukur laju perkembangan intensitas yang diperoleh sebagai suatu fungsi stimulus intensitas. Nilai intensitas konsentrasi standar aroma yang diperoleh saat melakukan pelatihan diolah menggunakan persamaan Stephen (Meilgaard et al. 1999), lalu persamaan tersebut diturunkan hingga menjadi persamaan logaritmik dengan turunan rumus:

Log R = Log k + n Log C

Keterangan :

R = perkiraan intensitas yang terdeteksi (magnitude estimation) C = ukuran konsentrasi (molar, molal, %)

Log k = konstanta

n = kemiringan

(18)

17 

 

Ketika panelis telah dapat mengukur dan mengurutkan dengan benar urutan konsentrasi tiap jenis aroma, panelis akan dilatih kembali untuk menentukan intensitas tiap jenis aroma yang dibuat berdasarkan nilai pada pengukuran yang diberikan panelis sebelumnya. Konsentrasi larutan standar aroma untuk pelatihan dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai konsentrasi untuk intensitas tertentu, digunakan sebagai reference

untuk memudahkan penilaian panelis saat menguji sampel. Scoresheet pelatihan aroma

cherry, camphor, dry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, dan woody

dapat dilihat pada Lampiran 10.

c. Pengujian

Pengujian sampel minyak nilam dilakukan menggunakan metode QDA. Pada saat pengujian, sampel minyak nilam hasil penyulingan ditempatkan pada wadah khusus yang telah diberi kode 3 digit angka acak. Panelis diminta untuk melakukan penilaian dari 10 aroma yang telah ditentukan pada minyak nilam. Sampel yang digunakan pada uji QDA merupakan sampel yang dipilih berdasarkan tiga varietas minyak nilam yang berbeda, yaitu minyak nilam Varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pemilihan sampel ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan deskripsi aroma pada ketiga varietas minyak nilam. Penilaian dilakukan pada skala garis sepanjang 15 cm (diasumsikan skala 0-100) sesuai dengan intensitas atribut aroma yang terdapat di dalamnya dengan bantuan reference. Adanya standar dengan berbagai intensitas pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan persepsi dengan panelis lainnya. Atribut aroma yang diujikan sebanyak 10 jenis, yaitu woody, camphor, cherry, dry, earthy, eugenil, floral, musky, sweet, dan turpentine. Jumlah set per sesi analisis tergantung derajat kelelahan panelis dalam menilai dan mengisi lembar uji. Umumnya 4-6 sampel per hari dan jika produk yang dinilai rumit atau atribut sensori yang dianalisis banyak, maka cukup tiga sampel per hari. Apabila sampel terlalu sedikit, akan mengakibatkan variasi yang terlalu besar dan apabila sampel terlalu banyak, akan mengakibatkan antarcontoh kelihatannya berbeda tetapi sebenarnya tidak (Setyaningsih

et.al, 2010). Analisis atribut aroma dilakukan dalam tiga periode, yaitu empat atribut pada periode pertama, tiga atribut pada periode kedua, dan tiga atribut lainnya pada periode ketiga. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Ulangan dapat membantu mengkondisikan panelis terlatih agar dapat melakukan penilaian secara konsisten (Piggot et al. 1998). Scoresheet uji QDA dapat dilihat pada Lampiran 11.

3. Analisis GC-MS

(19)

Tabel 5. Spesifikasi dan Metode GC-MS

Spesifikasi Keterangan

Gas Chromatography

Merk Kolom

Gas Pembawa Detektor Suhu Injector Volume injeksi Split Ratio Kecepatan split Suhu awal

Laju kenaikan suhu

Suhu akhir

Mass Spectrometry

Merk

Kisaran Massa

Agilent 7890A Kolom Kapiler

DB-5 (60 m x 250 µm x 0.25 µm) Helium

MS 2500C 0,2µL 1:200 50 ml/menit

500C ditahan 2 menit

100C/menit sampai suhu 990C,

20C/menit sampai 2250C ditahan 20 menit 50C/menit sampai 2500C

2500C

Agilent 5975 C 35-550 (Purwati 2010)

Pada analisis GC-MS, sampel minyak nilam dimasukkan ke dalam vial 2ml sebanyak dua kali ulangan dan diletakkan secara berurutan pada wadah sampel alat GC-MS. Heksana juga dimasukkan ke dalam vial 2ml dan diletakkan pada wadah paling akhir. Sampel minyak nilam akan disuntikkan ke dalam alat GC-MS sebanyak 0.2 µL dengan menggunakan syringe secara otomatis. Setelah menyuntikkan satu sampel minyak nilam,

Syringe akan secara otomatis tercuci dan melakukan pembersihan kolom. Pada tahap pembersihan kolom, GC-MS dijalankan tanpa ada sampel yang dimasukkan. Proses ini dilakukan berulang hingga sampel terakhir. Setelah semua sampel tersuntikkan, tahap selanjutnya adalah identifikasi komponen minyak nilam. Pada tahap identifikasi, dilakukan analisis terhadap spektra massa dan perhitungan nilai Linear Retention Index (LRI).

Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan spektra massa suatu senyawa dengan spektra massa pada library dari NIST05, Wiley Library

dan dibandingkan dengan referensi. Perhitungan Nilai LRI setiap komponen yang diperoleh dihitung berdasarkan waktu retensi standar alkana C8-C20. Berdasarkan Van Den Dool &

Kratz (1963) perhitungan LRI dapat dihitung dengan persamaan:

(20)

19 

 

Keterangan :

LRIi = indeks retensi linier komponen i ti = waktu retansi komponen i (menit)

tx = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom karbon, yang muncul

sesuah komponen i (menit)

tx+1 = waktu retensi alkana standar, dengan n+1 buah atom karbon, yang muncul

sesuah komponen i (menit)

x = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen i

Hasil interpretasi spektra massa kemudian dikoreksi dengan membandingkan nilai LRI komponen tersebut dengan nilai LRI literatur yang menggunakan kolom yang sama. Jika senyawa tersebut memiliki pola spektra massa yang sama dan nilai LRI yang sama atau mendekati nilai LRI referensi, maka komponen tersebut dapat diidentifikasi.

4. Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Kolom

Penelitian tahap akhir yang dilakukan merupakan fraksinasi salah satu sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang dengan menggunakan teknik kromatografi kolom. Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom untuk pemisahan 1 mL minyak dengan diameter 0,6 cm dan tinggi kolom 9 cm. Saat pengemasan kolom, jumlah silica gel adalah 15-20 kali jumlah ekstrak dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom adalah 8:1. Minyak nilam kasar dilarutkan dalam eluen heksana dengan pengenceran 10x, kemudian komponennya dipisahkan dengan kromatografi kolom sistem elusi step gradient

(21)

Gambar 10. Fraksinasi Minyak Nilam menggunakan Teknik Kromatografi Kolom

C.

METODE ANALISIS DATA

Analisis atribut aroma yang diperoleh dari uji kuantitatif QDA berupa data rata-rata intensitas. Selanjutnya, dibuat grafik spider web untuk membandingkan intensitas masing-masing atribut secara visual. Selain itu, data diolah secara statistik menggunakan two-way

ANOVA dengan program SPSS 16 dengan uji lanjut Duncan jika terlihat ada pengaruh yang nyata pada masing-masing atribut. Penggunaan two-way ANOVA dipilih karena penilaian intensitas tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan sampel, tetapi juga oleh perbedaan panelis. Kemudian menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis statistik ANOVA yang dilakukan menggunakan hipotesis awal sebagai berikut:

H0 = tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua sampel

H1 = paling tidak terdapat satu sampel yang berbeda nyata dengan sampel lainnya

taraf kepercayaan sebesar 95% (α= 0.05)

Data komponen volatil hasil GC-MS berupa persentase area relatif diolah menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis PCA akan menghasilakan 4 buah grafik, yakni scree plot, score plot, loading plot, dan scatter plot (biplot).

Analisiss korelasi sensori deskriptif dengan komponen volatil minyak nilam, menggunakan analisis statistik PLS (Partial Least Square Regression) dengan software XLSTAT 2011.

Minyak Nilam

Kromatografi Kolom

Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi n

Gas Chromatography (GC) Fraksi terbaik

(22)

21 

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENYULINGAN MINYAK NILAM

Sampel nilam yang dipanen dari Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat kemudian dikeringanginkan di bawah sinar matahari selama 15 jam (tiga hari) lalu dirajang sebesar 3-5 cm. Sampel yang sudah dirajang kemudian ditimbang dengan berat yang sama (800 gram) lalu disuling hingga menjadi minyak nilam. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor dengan menggunakan metode penyulingan uap selama 8 jam. Analisis Kadar air dengan metode azeotropik juga dilakukan untuk mengetahui rendemen minyak nilam secara pasti. Hasil perhitungan rendemen tiga varietas minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen Minyak Nilam

Varietas Kadar Air

(% BK)

Rendemen Rata-rata (%)

Lhoksumawe 11,38 2,38±0,00

Sidikalang 11,81 2,55±0,00

Tapaktuan 15,93 2,22±0,00

 

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa Varietas Sidikalang memiliki rendemen minyak paling tinggi yaitu 2,55%, diikuti oleh Lhoksumawe 2,38%, dan Tapaktuan 2,22%. Rendemen tiga varietas minyak nilam sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya (Nuryani 2007) yang menyebutkan bahwa rendemen minyak nilam tertinggi terdapat pada varietas Lhoksumawe 3,21%, diikuti oleh Sidikalang 2,89%, dan paling rendah adalah Tapaktuan 2,83%. Hal ini terjadi karena perbedaan teknik budidaya, lokasi pengambilan sampel minyak nilam, serta faktor lingkungan, yaitu ketinggian dan curah hujan (Pustikasari 2011). Rendemen ketiga varietas minyak nilam tersebut dihitung berdasarkan kadar air basis basah, yaitu 11,38% untuk Lhoksumawe, 11,81% untuk Sidikalang, dan 15,93% untuk Tapaktuan.

(23)

B.

ANALISIS SENSORI MINYAK NILAM

Analisis sensori minyak nilam meliputi pendaftaran panelis, seleksi panelis, pelatihan panellis, dan analisis kuantitatif minyak nilam.

1. Pendaftaran Panelis

Pendaftaran panelis dilakukan dengan menyebarkan formulir pendaftaran kepada mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 2007, 2008, dan 2009. Dari penyebaran formulir ini diperoleh 65 calon panelis terlatih yang nantinya akan mengikuti proses seleksi.

2. Seleksi Panelis

Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang menjawab benar 80% dari uji identifikasi, 60% dari sepuluh seri uji segitiga yang dilakukan, serta dapat mengurutkan dengan benar pada uji ranking. Dari hasil seleksi, dihasilkan 8 panelis dengan nilai tertinggi untuk melakukan pelatihan. Daftar panelis yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar

Pelatihan panelis terdiri dari pelatihan standardisasi aroma dan FGD (Focus Group Discussion). Lamanya pelatihan didasarkan pada kompleksitas sampel yang akan dianalisis. Pada penelitian ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 4 minggu setiap hari kerja. Hasil analisis kualitatif FGD aroma sampel minyak nilam oleh delapan panelis dideskripsikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Kualitatif FGD Aroma Sampel Minyak Nilam

No Aroma Deskripsi Aroma

1 Champor aroma kamper, minuman karbonasi 2 Cherry aroma agak manis, buah, cherry

3 Dry aroma gosong, karamel, kopi

4 Earthy aroma tanah saat hujan 5 Eugenol aroma cengkeh, rokok

6 Floral aroma segar dari tanaman, bunga, taman 7 Musky aroma parfum pria

8 Sweet aroma manis

9 Turpentine aroma bensin, pinus, bahan pembersih lantai 10 Woody aroma kayu, triplek

(24)

23 

 

Gambar 12. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut aroma woody dan konsentrasi larutan Patchouli oil sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA

Persamaan garis yang diperoleh kurva standar pada Gambar 11 digunakan untuk menentukan konsentrasi dan skor yang akan digunakan sebagai standar pada pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Kurva standar di atas menghasilkan nilai R2 yang baik, yaitu sebesar 0,998 dengan persamaan y=0,707 x – 1,820. Kurva standar untuk atribut-atribut sensori lainnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Setelah dilakukan penetapan standar, panelis dilatih menggunakan standar hingga penilaian dan kepekaan panelis menjadi konsisten. Panelis dikatakan panelis terlatih jika kepekaan panelis konsisten dan panelis siap untuk ke tahap selanjutnya, yaitu pengujian.

4. Pengujian Sampel

Delapan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut aroma pada sampel minyak nilam aceh varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode QDA. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Setelah uji selesai dilakukan, data diolah menggunakan analisis statistik.

5. Pengolahan Data

Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut-atribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar (R1 dan R2) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengukuran intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.

a. Hasil Uji QDA

Hasil uji QDA terhadap 10 aroma yang terdapat dalam sampel minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13.

y = 0,707x ‐1,820

R² = 0,998

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

3.7 3.8 3.9 4.0 4.1 4.2

Log

 

Skor

Log Konsentrasi Larutan Patchouli Oil

woody

(25)

Tabel 8. Hasil Uji QDA Sampel Minyak Nilam

Intensitas Aroma Sidikalang Lhoksumawe Tapaktuan

Camphor 50,8±3,7a 58,0±5,5b 48,0±2,9a

Cherry 27,1±4,2a 45,8±5,4c 39,9±8,4b

Dry 49,5±6,7a 46,4±5,7a 54,1±2,9b

Earthy 44,6±9,0a 53,4±8,2b 51,6±6,4b

Eugenol 61,4±9,4a 69,0±5,5b 66,8±5,3a,b

Floral 44,2±9,0a 56,6±3,8b 52,4±7,5b

Musky 72,6±8,5b 66,6±7,0a 64,3±7,6a

Sweet 28,7±6,2a 47,0±4,7c 40,6±10,0b

Turpentine 44,9±7,5a 55,4±8,7b 45,9±8,3a

Woody 67,7±9,0a 73,9±7,9a 71,5±9,8a

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan oleh 8 panelis terlatih

Gambar 13. Spider Web Hasil Uji QDA

Hasil uji QDA menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam tidak berbeda nyata pada aroma woody, sedangkan pada aroma cherry dan sweet sangat berbeda nyata. Hal ini dipertegas oleh data hasil QDA dengan menggunakan SPSS 16 (Lampiran 13) yang menunjukkan bahwa pada arroma woody ketiga sampel berada pada satu subset yang sama (subset a), sedangkan pada aroma cherry dan

sweet ketiga sampel berada pada subset yang berbeda-beda (subset a, b, dan c). Aroma woody dan musky merupakan aroma yang memiliki intensitas paling tinggi pada ketiga varietas minyak nilam, sedangkan aroma cherry dan sweet merupakan aroma yang memiliki intensitas paling rendah pada ketiga varietas minyak nilam.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

Champor

Cherry

Dry

Earthy

Eugenol

Floral Musky

Sweet Turpentine

Woody

Sidikalang

Lhoksumawe

(26)

25 

 

Pada aroma camphor, cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody

intensitas tertinggi terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Intensitas tertinggi pada aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma musky terdapat pada minyak nilam varietas Sidikalang. Intensitas terendah pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody terdapat pada minyak nilam varietaas Sidikalang. Untuk aroma champor dan musky

intensitas terendah terdapat paada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe.

Kesepuluh jenis aroma yang diujikan dapat dideteksi dan dikuantifikasi dengan nilai relatif yang baik berkisar antara 27-74 dengan skala penilaian 0-100 yang dapat terlihat pada spider web hasil QDA. Aroma yang paling dominan terdapat pada minyak nilam adalah aroma woody dan musky yang memiliki intensitas tertinggi dibandingkan aroma lainnya. Berdasarkan hasil QDA, minyak nilam varietas Lhoksumawe merupakan sampel yang memiliki intensitas aroma tertinggi paling banyak, sedangkan minyak nilam varietas Sidikalang merupakan minyak nilam yang memiliki intensitas terendah paling banyak dibandingkan sampel lainnya. Dengan demikian, minyak nilam varietas Lhoksumawe memiliki intensitas aroma paling kuat serta varietas Sidikalang memiliki intensitas aroma paling lemah diantara varietas lainnya.

b. Korelasi Atribut Aroma Minyak Nilam

Atribut aroma pada minyak nilam memiliki korelasi satu sama lain. Korelasi yang timbul dapat bersifat positif atau negatif. Korelasi atribut aroma yang dilihat dari koefisien korelasi masing–masing atribut aroma dengan atribut aroma lain disebut dengan Pearson correlation (Tabel 9). Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antar atribut. Jika nilai korelasi suatu atribut dengan atribut lain bernilai 0,5, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi, sedangkan jika nilai korelasinya lebih dari 0,8, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi tinggi (Limpawattana, Shewfelt, 2010). Nilai korelasi tersebut ditunjukkan oleh hubungan antara atribut aroma camphor dan dry

yang berkorelasi negatif sebesar 0,954. Nilai koefisien korelasi tersebut diartikan sebagai semakin tinggi intensitas aroma camphor, maka semakin rendah intensitas aroma dry. Berbeda dengan cherry dan woody yang memiliki korelasi positif sebesar 0,990. Nilai tersebut menun jukkan semakin tinggi intensitas aroma cherry, maka semakin tinggi pula intensitas aroma woody.

Atribut–atribut lain yang berkorelasi positif tinggi antara lain earthy-eugenol

(0,999), camphor-turpentine (0,930), aroma cherry dengan lima aroma lainnya, aroma

woody dengan lima aroma lainnya, aroma sweet dengan empat aroma lainnya, dan aroma floral dengan tiga aroma lainnya. Aroma cherry berkorelasi positif tinggi dengan

earthy (0,995), eugenol (0,999), floral (1,000), sweet (1,000), dan turpentine (0,819). Aroma woody berkorelasi positif tinggi dengan earthy (0,972), eugenol (0,982), floral

(0,989), sweet (0,992), dan turpentine (0,890). Aroma sweet memiliki berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,826), earthy (0,994), eugenol (0,998), dan floral (1,000). Aroma floral berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,815), earthy (0,996), dan

eugenol (0,999). Aroma musky berkorelasi negatif tinggi dengan cherry (0,846), earthy

(27)

Tabel 9. Korelasi Atribut Aroma pada Minyak Nilam

Variables Camphor Cherry Dry Earthy Eugenol Floral Musky Sweet Turpentine Woody

Camphor 1

Cherry 0,551 1

Dry -0,913 -0,163 1

Earthy 0,467 0,995 -0,066 1

Eugenol 0,506 0,999 -0,111 0,999 1

Floral 0,546 1,000 -0,157 0,996 0,999 1

Musky -0,021 -0,846 -0,388 -0,894 -0,873 -0,849 1

Sweet 0,562 1,000 -0,176 0,994 0,998 1,000 -0,839 1

Turpentine 0,930 0,819 -0,700 0,758 0,787 0,815 -0,386 0,826 1

(28)

27 

 

c. Pengelompokkan Aroma Sampel Minyak Nilam

Pengelompokan sampel minyak nilam dilakukan berdasarkan aroma yang mewakilinya menggunakan Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot dengan menggunakan software MINITAB 16.

Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan

biplot. Gambar scree plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 14 menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Selain dengan mengambil komponen utama dengan nilai eigen lebih dari satu, penentuan komponen utama juga dapat dilakukan dengan uji gambar yang memetakan nilai-nilai eigen (Setyaniningsih et al., 2010). Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif aroma minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 10. Dari nilai eigen yang dihasilkan, komponen utama yang dapat diambil adalah satu buah. Sementara itu, berdasarkan scree plot komponen yang dapat diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen yang berada pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Cara lain untuk menentukan jumlah komponen utama yang diambil adalah berpatokan pada persentase ragam kumulatif dan pada kasus ini terdapat dua komponen dengan ragam kumulatif di atas 70%, yakni 77,1%. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 77,1 % dan komponen utama dua menjelaskan sebesar 22,9% keragaman data.

Tabel 10. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif

PC1 PC2 PC3

Eigenvalue 7,715 2,285 0,000

Proportion 0,771 0,229 0,000

Cumulative 0,771 1,000 1,000

Sementara itu, gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan berdekatan dengan posisi dalam kuadran yang sama mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa ketiga sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang, varietas Lhoksumawe, dan varietas Tapaktuan terletak pada kuadran atau daerah yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut memiliki deskripsi aroma yang cenderung berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam aceh menghasilkan pengelompokan deskripsi aroma yang berbeda-beda.

Gambar loading plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 16 memberikan informasi mengenai hubungan antarvariabel aroma. Atribut yang memiliki nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Dari loading plot tersebut, diperoleh informasi bahwa aroma camphor dan dry

(29)

atribut tersebut berbeda atau memiliki keragaman yang tinggi pada ketiga varietas minyak nilam aceh. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Hubungan/korelasi positif ditandai dengan atribut yang terletak pada daerah atau kuadran yang sama. Contoh atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain camphor-turpentine, earthy-eugenol, sweet-cherry, dan floral-woody. Di sisi lain, korelasi negatif ditandai dengan atribut yang pada kuadran yang berbeda. Contohnya adalah camphor-dry, musky-earthy, cherry-musky, dan musky-eugenol. Kesemua korelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan Pearson correlation. Data hasil QDA minyak nilam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17-Lampiran 26.

Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik biplot. Grafik biplot atribut aroma dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik ini memberikan informasi hubungan antara varietas minyak nilam dengan atribut aroma.

Biplot merupakan suatu upaya membuat gambar di ruang berkomponen banyak menjadi gambar di ruang berkomponen dua. Konsekuensi yang terjadi akibat reduksi komponen ini adalah penurunan informasi yang terkandung dalam PCA. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup dimana dalam penelitian ini biplot memberikan nilai 100%, dimensi satu sebesar 77,1% dan dimensi dua sebesar 22,9%.

3 2 1 0 -1 -2 -3 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0

Komponen Sat u ( 77,1% )

K o m p o n e n D u a ( 2 2 ,9 % ) W oody Turpentine Sw eet Musk y Floral Eugenol Earthy Dry Cherry Champor Tapaktuan Sidikalang Lhoksumawe

Gambar 14. Biplot Aroma Minyak Nilam

Ditinjau dari kuadran positif-positif, aroma minyak nilam varietas Tapaktuan berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet

dan woody. Sementara itu, ditinjau dari kuadran positif-negatif, aroma minyak nilam varietas Lhoksumawe berbeda dengan dua varietas lainnya terutama pada aroma

(30)

29 

 

lainnya terutama pada aroma musky. Kuadran negatif-positif memperlihatkan pengaruh aroma dry. Aroma dry tidak berpengaruh terhadap ketiga sampel minyak nilam.

Pengelompokan aroma minyak nilam menggunakan PCA,menunjukkan bahwa aroma minyak nilam dipengaruhi oleh varietas tanaman nilam tersebut. Pembudidayaan yang seragam dapat meminimalisasi kesalahan sistematis.

C.

ANALISIS GC-MS

Analisis GC-MS digunakan untuk mengetahui komponen volatil yang terkandung di dalam minyak nilam. Pembahasan analisis GC-MS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam, analisis statistik data hasil GC-MS, serta hubungan antara deskripsi aroma dan komponen volatil minyak nilam.

1. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Volatil Minyak Nilam

Ketiga sampel minyak nilam yang akan dianalisis dengan menggunakan GC-MS dimasukan ke dalam vial 2 mL. Sebelumnya ketiga sampel minyak nilam telah diberi Na2SO4 anhidrat untuk memastikan tidak ada air yang terkandung di dalam minyak nilam

tersebut. Analisis dengan menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Setiap sampel diinjeksikan dilakukan secara duplo (dua kali ulangan). Sebelum dan sesudah menginjeksikan sampel, dilakukan penginjeksian blank (kosong) dengan tujuan untuk membersihkan kolom. Kolom yang digunakan adalah DB-5 dan banyaknya sampel yang diinjeksikan sebanyak 2µL.

Data hasil GC-MS tersajikan dalam bentuk kromatogram yang berisi peak-peak

yang mungkin merupakan komponen volatil minyak nilam. Spektra massa masing-masing

(31)
[image:31.595.135.525.81.674.2]

 

(32)

31 

[image:32.842.100.736.139.518.2]

 

Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif Lebih dari 0.5%

No Nomor Peak LRI Komponen Persentase Area Relatif

LRI Exp LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan

1  35 1383 1380 -Patchoulene 2,59 2,46 2,44

2  36 1388 1391 -Elemene 1,19 1,17 1,24

3  40 1413 1429  Thujopsene 0,93 1,00 0,95

4  41 1421 1418 -Caryophyllene 3,58 3,31 3,17

5  43 1442 1439 α-Guaiene 12,08 11,70 11,54

6  44 1451 Sesquiterpene_1 7,67 8,10 7,77

7  45 1457 1454 α-Humulene 0,79 0,74 0,75

8  46 1464 1456 α-Patchoulene 5,17 5,04 5,03

9  47 1466 Sesquiterpene_2 1,95 1,90 1,92

10  48 1469 1460 Seychellene 1,72 1,75 1,70

11  49 1476 1461 allo-aromadendrene 0,60 0,72 0,61

12  52 1489 1485 -Selinene 0,77 0,73 0,73

13  53 1499 1494 α-Selinene 3,97 3,87 3,93

14  54 1511 1505 α-Bulnesene 12,52 12,25 12,19

15  66 1562 1556 Germacrene B 1,27 1,18 1,11

16  68 1572 1576 Spathulenol 0,43 0,64 0,56

17  70 1584 1581 Caryophyllene oxide 1,04 1,26 1,19

18  74 1615 Oxygenated sesquiterpene_5 0,65 0,52 0,62

19  75 1619 1616 Isoaromadendrene epoxide 0,51 0,45 0,52

20  76 1628 Hydroxy sesquiterpene_1 1,16 1,17 1,28

21  77 1632 Unknown_9 0,51 0,63 0,37

22  83 1677 1659 Patchouli alcohol 31,06 31,57 31,84

23  89 1705 Unknown_14 0,39 0,63 0,58

Keterangan: Sumber LRI Adams (1996), Su, et.al (2006), Yang, et.al (2010), Zhannan, et.al (2008)

(33)

Berdasarkan persentase area relatif pada Tabel 11. dapat dilihat bahwa α-guaiene, α -bulnesene, dan patchouli alcohol memiliki persentase area relatif lebih dari 10%. Kandungan α-guaiene dan α-bulnesene tertinggi terdapaat pada varietas Lhoksumawe, sedangkan kandungan patchouli alcohol tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan.

Patchouli alcohol merupakan komponen utama yang dijadikan standar mutu minyak nilam. Minyak nilam dapat dikatakan bermutu baik apabila kadar patchouli alcohol yang terkandung lebih dari 30% (SNI 06-2385-2006). Pada penelitian ini, kadar patchouli alcohol

pada ketiga sampel minyak nilam lebih dari 30%. Kadar tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan (31,84%), diiikuti oleh varietas Sidikalang (31,57%) dan varietas Lhoksumawe (31,06%). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nuryani (2009) yang menunjukkan bahwa varietas Tapaktuan memiliki kadar patchouli alcohol tertinggi yaitu sebesar 33,21%, diikuti varietas Sidikalang (32,95%) dan varietas Lhoksumawe (32,65%). Komponen utama lain selain patchouli alcohol, yaitu -Patchoulene, -Elemene, -Caryophyllene, α-Patchoulene, Seychellene, α-Selinene, Germacrene B, Caryophyllene oxide memiliki persentase area relatif lebih dari 1% pada ketiga sampel minyak nilam. Thujopsene memiliki persentase area relatif sebesar 1% pada varietas Sidikalang, sedangkan pada varietas lainnya tidak sehingga dapat dikatakan Sidikalang memiliki aroma yang lebih beragam dibandingkan dua varietas lainnya.

Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat pula terdapat dua komponen sesquiterpene, satu komponen oxygenated sesquiterpene, satu komponen hydroxy sesquiterpene, dan 2 komponen yang tak teridentifikasi (unknown). Penamaan komponen dengan nama

sesquiterpene, oxygenated sesquiterpene, dan hydroxy sesquiterpene didasarkan pada Mass Spectrometry (MS) yang ada pada peak kromatogram. MS yang muncul dapat dikatakan bagus, namun tidak tersedia komponen yang sesuai pada library NIST. Sebagai alternatif penamaan komponen, dilakukan identifikasi berdasarkan MS dan bobot molekul (MW) komponen tersebut. Bobot molekul Sesquiterpene sebesar 204, Sesquiterpene oxide 202, 206 dan 220 dengan MS awal 41, sedangkan hydroxy sesquiterpene 220 dengan MS awal 43 dan 222.

(34)

33 

[image:34.842.126.686.136.532.2]

 

Tabel 12. Identifikasi lengkap komponen volatil minyak nilam

Nomor Peak

LRI

Komponen Persentase Luas Area (%)

LRI Exp LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan

1 925 939 α-Pinene 0,00 0,00

2 948 961 Benzaldehyde 0,01 0,00 0,00

3 970 980 -Pinene 0,02 0,01 0,00

4 1019 1031 Limonene 0,02 0,01

5 1079 1088 Isoterpinolene 0,00

6 1085 1098 Linalool 0,01 0,00 0,00

7 1102 1102 cis-Thujone 0,00 0,00

8 1113 1118 Isophorone 0,00

9 1132 4-Oxoisophorone 0,00 0,00

10 1134 1139 trans-Pinocarveol 0,00

11 1137 1139 Limonene oxide, trans- 0,00

12 1138 1153 Citronellal 0,00

13 1146 1154 Menthone 0,00

14 1153 Unknown_1 0,00 0,00 0,00

15 1157 1164 Isomenthone 0,00

16 1171 1177 4-Terpineol 0,01 0,01 0,01

17 1183 1189 α-Terpineol 0,00 0,00 0,00

18 1191 1134 Limonene oxide, cis- 0,01 0,01 0,01

19 1199 Unknown_2 0,00 0,00 0,00

20 1205 1204 Verbenone 0,00 0,00

21 1214 1228 Citronellol 0,03 0,00 0,00

22 1240 1228 Camphor 0,03

23 1242 1237 Pulegone 0,00 0,01

33

(35)

24 1281 1285 Safrole 0,01 0,00 0,00

25 1295 1312 Nonanol acetate 0,00

26 1310 Dodecamethylcyclohexasiloxane 0,02 0,01 0,01

27 1324 Unknown_3 0,00 0,00 0,01

28 1332 1339 δ-Elemene 0,20 0,19 0,20

29 1338 1354 Citronellyl acetate 0,01 0,00

30 1344 1351 α-Cubebene 0,00 0,00

31 1347 1356 Eugenol 0,01 0,01

32 1368 1365 Neryl acetate 0,02 0,01

33 1369 1383 Geranyl acetate 0,27

34 1373 1376 α-Copaene 0,01 0,01 0,01

35 1383 1380 -Patchoulene 2,59 2,46 2,44

36 1388 1391 -Elemene 1,19 1,17 1,24

37 1401 1409 α-Gurjunene 0,01 0,02 0,02

38 1403 Unknown_4 0,00 0,01

39 1406 1407 Isocaryophillene 0,03 0,03 0,04

40 1413 1431 Thujopsene 0,93 1,00 0,95

41 1421 1418 -Caryophyllene 3,58 3,31 3,17

42 1432 1433 -Elemene 0,04 0,04 0,04

43 1442 1439 α-Guaiene 12,08 11,70 11,54

44 1451 Sesquiterpene_1 7,67 8,10 7,77

45 1457 1454 α-Humulene 0,79 0,74 0,75

46 1464 1456 α-Patchoulene 5,17 5,04 5,03

47 1466 Sesquiterpene_2 1,95 1,90 1,92

48 1469 1460 Seychellene 1,72 1,75 1,70

49 1476 1461 allo-aromadendrene 0,60 0,72 0,61

(36)

35 

 

51 1481 1480 Germacrene D 0,13

52 1489 1485 -Selinene 0,77 0,73 0,73

53 1499 1494 α-Selinene 3,97 3,87 3,93

54 1511 1505 α-Bulnesene 12,52 12,25 12,19

55 1515 1520 Myristicin 0,45 0,26 0,30

56 1521 1518 α-Panasinsen 0,36 0,33 0,35

57 1527 1542 Selina-3,7(11)-diene 0,07 0,07 0,07

58 1533 Oxygenated sesquiterpene_1 0,06 0,09 0,06

59 1535 1538 α-Cadinene 0,03

60 1539 Oxygenated sesquiterpene_2 0,04 0,05 0,04

61 1546 1549 Elemol 0,11 0,12 0,12

62 1553 Oxygenated sesquiterpene_3 0,09 0,11 0,10

63 1558 1556 Germacrene B 0,04 0,04

64 1562 Oxygenated sesquiterpene_4 1,27 1,18 1,11

65 1567 Oxygenated sesquiterpene_5 0,11 0,14 0,13

66 1572 1576 Spathulenol 0,43 0,64 0,56

67 1577 Oxygenated sesquiterpene_6 0,05 0,06 0,05

68 1584 1581 Caryophyllene oxide 1,04 1,26 1,19

69 1596 Unknown_5 0,29 0,35 0,34

70 1606 Oxygenated sesquiterpene_7 0,09 0,17

71 1610 1590 Viridiflorol 0,15 0,20 0,24

72 1615 Oxygenated sesquiterpene_8 0,65 0,52 0,62

73 1619 1616 Isoaromadendrene epoxide 0,51 0,45 0,52

74 1628 Hydroxy sesquiterpene_1 1,16 1,17 1,28

75 1632 Hydroxy sesquiterpene_2 0,51 0,63 0,37

76 1638 Hydroxy sesquiterpene_3 0,44

77 1643 Hydroxy sesquiterpene_4 0,29 0,32 0,23

(37)

78 1649 Sesquiterpene_3 0,19 0,20 0,16

79 1653 Hydroxy sesquiterpene_5 0,00 0,16 0,19

80 1658 Hydroxy sesquiterpene_6 0,49 0,47 0,43

81 1677 1659 Patchouli alcohol 31,06 31,57 31,84

82 1681 Oxygenates sesquiterpene_9 0,32 0,42 0,43

83 1684 1700 n-Heptadecane 0,17

84 1690 Oxygenated sesquiterpene_10 0,10 0,12 0,12

85 1695 Unknown_6 0,09 0,11 0,14

86 1697 Oxygenated sesquiterpene_11 0,14 0,13 0,17

87 1705 Unknown_7 0,39 0,63 0,58

88 1710 Unknown_8 0,09 0,13 0,12

89 1716 Unknown_9 0,10 0,10 0,13

90 1720 Unknown_10 0,25 0,20 0,26

91 1730 Hydroxy sesquiterpene_7 0,34 0,31 0,37

92 1735 Unknown_11 0,16 0,21 0,23

93 1740 Unknown_12 0,07 0,19 0,12

94 1744 Unknown_13 0,03 0,04

95 1747 Unknown_14 0,05 0,04 0,04

96 1752 Unknown_15 0,10 0,08 0,10

97 1759 Unknown_16 0,04 0,06 0,06

98 1772 Hydroxy sesquiterpene_8 0,10 0,11 0,13

99 1778 1756 Aristolone 0,21 0,27 0,27

100 1784 Unknown_17 0,07 0,06 0,07

101 1797 Unknown_18 0,04 0,05 0,05

102 1800 Unknown_19 0,03 0,04 0,04

103 1809 Unknown_20 0,04 0,06 0,07

(38)

37 

 

105 1829 Hexahydrofarnesyl acetone 0,06 0,08 0,10

106 1905 3-Methyl-2-(3,7,11-trimethyldodecyl) furan 0,01 0,01 0,01

107 1931 1944 Isophytol 0,00 0,00 0,01

108 >2000 1949 Phytol 0,13 0,17 0,28

Keterangan: Sumber LRI Adams (1996), Su, et.al (2006), Yang, et.al (2010), Zhannan, et.al (2008)

(39)

2. Analisis Data Komponen Volatil

Identifikasi komponen volatil nilam akan dikelompokan berdasarkan komponen aroma yang mewakili dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA), dan

biplot melalui software MINITAB 16. Software tersebut dapat mengelompokkan 108 komponen aroma minyak nilam yang terdeteksi, namun untuk memudahkan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh digunakan data identifikasi komponen aroma minyak nilam dengan luas area minimal sebesar 5%. Sebanyak 23 komponen aroma minyak nilam diolah menggunakan PCA.

Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan biplot.

Berdasarkan nilai eigen yang dihasilkan, komponen yang dapat diambil sebanyak dua buah karena terdapat dua buah komponen yang memiliki nilai eigen lebih dari satu. Hal yang serupa juga terlihat pada grafik scree plot. Grafik scree plot komponen volatil minyak nilam pada Lampiran 27 menunjukkan komponen yang harus diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua titik pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Komponen utama yag dapat diambil dengan melihat nilai kumulatifnya berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen, yakni komponen utama satu dan komponen utama dua yang telah memiliki nilai kumulatif lebih dari 70%. Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif komponen volatil minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil PCA mempu menjelaskan 100 % dari total keragaman yang ada dengan proporsi 66,4% untuk komponen utama satu dan 33,6% untuk komponen utama dua.

Tabel 13. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif Komponen Volatil Minyak Nilam

PC1 PC2 PC3

Eigenvalue 15,271 7,729 0,000

Proportion 0,664 0,336 0,000

Cumulative 0,664 1,000 1,000

Gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan dalam satu kuadran mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot

(40)

39 

 

berbeda memiliki korelasi negatif, contohnya germacrene B dan isoaromadedrene epoxide, α-selinene dan patchouli alcohol, patchouli alcohol dan allo-aromadendrene, seychellene

[image:40.595.149.563.167.444.2]

dan ß-caryophyllene.

Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik

biplot. Grafik biplot atribut komponen volatil dapat dilihat pada Gambar 16.

5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 3 2 1 0 -1 -2 -3

First Component 66.4%

S e c o n d C o m p o n e n t 3 3 .6 %

Unk now n_7 Patchouli alcohol

Hy droxy sesquiterpene_2 Hy droxy sesquiterpene_1

I soaromadendrene epoxide

Oxy genated sesquiterpene_8

Cary ophy llene oxide Spathulenol Germacrene B a-Bulnesene a-Selinene ß-Selinene allo-aromadendrene Sey chellene Sesquiterpene_2 a-Patchoulene a-Humulene

Sesquiterpene_1Thujopsene ß-Cary ophy llenea-Guaiene ß-Elemene

ß-Patchoulene

Sidikalang

Lhoksumawe Tapaktuan

Gambar 16. Biplot Komponen Volatil Minyak Nilam

Grafik ini memberikan informasi hubungan antara sampel dengan komponen volatilnya. Dilihat dari kuadran komponen satu positif-komponen dua negatif, minyak nilam varietas Tapaktuan dikelompokkan berdasarkan komponen volatil patchouli alcohol, hydroxy sesquiterpene_1, dan unknown_7. Dilihat dari kuadran komponen satu negatif-komponen dua postif, minyak nilam varietas Sidikalang dikelompokkan berdasarkan komponen volatil -gurjunene, allo-aromadendrene, seychellene, thujopsene, spathulenol, caryophyllene oxide, sesquiterpene_1, dan hydroxy sesquiterpene_2. Kuadran satu negatif-kuadran dua negatif memperlihatkan minyak nilam varietas Lhoksumawe dikelompokkan berdasarkan komponen α-patchoulene, ß-selinene, ß-patchoulene, α-humulene, α-bulnesene, α-guaiene, ß-caryophyllene, dan germacrene B. Sementara itu, dilihat dari kuadran satu positif-kuadran dua positif komponen α-selinene, isoaromadendrene epoxide, sesquiterpene_2, dan hydroxy sesquiterpene_8 tidak masuk ke dalam kelompok pada ketiga varietas minyak nilam.

(41)
[image:41.595.162.520.125.353.2]

int uta G ya alc dim (2 alc ad

D.

KOR

minyak kompo memili terjadi deskrip dengan mengg volatil 10 aro dipeng 0,5%. persam tensitas yang ama tersebut d

Gambar 17. Pe

Salah s ang terkandun

cohol terting miliki oleh mi 006) yang me cohol tiga var dalah Tapaktua

RELASI HA

Analisis se k nilam sam onen volatil t

iki intensitas akibat peng psi aroma yan Analisis lan n komponen gunakan PLS ( sedangkan va oma dan 23 k garuhi oleh 23 Hasil analisis maan regresi se

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 3

Gambar

Gambar 15. Kromatogram Tiga Varietas Minyak Nilam (Atas-Bawah:  Lhoksumawe, Sidikalang, Tapaktuan)
Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif  Lebih dari 0.5%
Tabel 12. Identifikasi lengkap komponen volatil minyak nilam
Grafik score plotbiplot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. UNIVERSITAS

kedalaman kolong rata-rata. Pengukuran fisik kolong dilakukan dengan pita ukur. Kegiatan wawancara dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya selama kegiatan budidaya ikan

Sedangkan kondisi tahapan proses produksi tidak sesuai dengan standar petunjuk teknis Ditjen Perikanan Budidaya (2013).. Berdasarkan analisis SWOT, berada di kuadran

Analisis lintas sektor meliputi subsektor pemerintahan/administrasi publik, lingkungan hidup, dan perbankan serta keuangan. Perkiraan kerusakan dan kerugian sudah mencakup

Teacher asks students to analyze the difference in using subject pronoun ‘I’ and possessive pronoun ‘my’ by writing the sentences with subject pronoun and

10 Pemeriksaan MRI pada pasien ini ditemukan lokasi tumor pada daerah retroorbita dengan perluasan ke ruang masticator dan ruang parapharyngeal kanan serta

Dalam tulisan ini akan dibahas hubungan antara konvergen hampir dimana-mana dengan konvergen dalam ruang Lebesgue pada fungsi terukur, disamping itu juga akan

T he main advantage of this novel method is that high degree of basis functions can be easily constructed without additional finite element nodes (such as mid-side and